1
BAB 1 PENDAHULUAN
1. 1 LATAR BELAKANG Sebagai sebuah BUMN yang bergerak di bidang minyak dan gas bumi, kedudukan Pertamina sangat penting, sebab minyak dan gas bumi ini mempengaruhi kehidupan masyarakat banyak. Tanpa disadari, kegiatan dan kebijakan-kebijakan yang dilakukan Pertamina mempengaruhi kehidupan seharihari warga masyarakat. Apabila Pertamina tidak dikelola dengan baik, maka akan mengakibatkan timbulnya masalah yang dapat memberatkan perekonomian rakyat. Pertamina mempunyai kekuatan monopoli yang memang diberikan negara, karena hal ini bertujuan untuk memudahkan negara dalam pengelolaan minyak dan gas bumi. Kekuatan monopoli yang demikian besar ini harus dapat dikelola dengan
sebaik-baiknya.
Kesalahan
pengelolaaan
Pertamina
mempunyai
konsekuensi yang luas, tidak saja bagi Pertamina sendiri tapi masyarakat juga terkena imbasnya, khususnya warga negara Indonesia. Akibat yang ditimbulkan oleh kesalahan pengelolaan oleh Pertamina antara lain meningkatnya biaya produksi, macetnya distribusi minyak dan lain-lain yang mengakibatkan tersendatnya perekonomian negara. Pertamina yang merupakan perusahaan yang bergerak di bidang perminyakan ini mengalami kasus yang berkaitan dengan penjualan dua kapal tankernya. Penjualan dua kapal tanker tersebut telah diketahui publik dan menjadi bahan perdebatan selama beberapa waktu. Menurut Kejaksaan Agung, direksi dan komisaris Pertamina, tanpa persetujuan Menteri Keuangan, pada Juni 2004 melakukan divestasi dua tanker VLCC, yaitu Hull 1540 dan Hull 1541. Dua kapal tanker itu kemudian dijual kepada Frontline senilai US$ 148 juta. Negara dirugikan sekitar US$ 20 juta hingga US$ 56 juta, karena harga pasaran VLCC antara US$ 204 juta hingga US$ 240 juta. Sementara itu, menurut dokumen lelang dari Tim Divestasi VLCC menunjukkan penawaran tertinggi bukanlah Frontline melainkan Essar Shipping Ltd. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam putusannya tanggal 4 Maret 2005 telah menetapkan Goldman Sach Pte (Singapura), Frontline Ltd. (Kepulauan Bermuda), serta PT Equinox
Universitas Indonesia Good corporate..., Shalahuddin S, FHUI, 2009
2
bersekongkol dengan PT Pertamina dalam penjualan tanker VLCC sehingga merugikan negara hingga US$ 54 juta. Tampak jelas bahwa penjualan VLCC di dasarkan atas perburuan rente ekonomi semata tanpa mempertimbangkan bahwa VLCC adalah aset produktif perusahaan yang memiliki daya saing tinggi. Kasus VLCC bukan hanya menyeret pejabat terkait lantaran korupsi, tetapi juga ditengarai adanya persekongkolan tender dalam pelelangan VLCC.1
Penjualan tanker VLCC Pertamina telah mengakibatkan Pertamina diharuskan untuk menyewa tanker untuk keperluan pengangkutan minyak seharga $20.000 sehari. Banyak pihak yang tidak setuju dengan tindakan Pertamina tersebut, karena setelah menjual tankernya ternyata Pertamina harus menyewa tanker untuk kegiatan operasionalnya. KPPU telah mengeluarkan keputusan yang isinya menghukum Frontline, Goldman Sach dan Equinox, mereka diharuskan membayar denda. Frontline didenda sebesar Rp 25 miliar dan diharuskan mengganti kerugian sebesar Rp 120 miliar, kemudian Goldman Sach sebesar Rp 19,710 miliar. Pembayaran denda ini dijatuhkan karena walaupun KPPU berwenang untuk membatalkan transaksi tersebut, namun apabila transaksi tersebut dibatalkan akan tidak efektif mengingat barangnya sudah berpindah tangan dan uangnya pun sudah tidak tentu kemana mengalirnya. KPPU juga mengeluarkan larangan agar Direktur Keuangan Pertamina, Alfred Rohimone untuk tidak melakukan semua transaksi keuangan dan komersial Pertamina, baik internal dan eksternal selama masa jabatannya.2 Setelah adanya keputusan KPPU tersebut pihak Kejaksaan dan KPK pun menyatakan akan menyelidiki perkara penjualan tanker VLCC Pertamina tersebut. Dugaaan adanya korupsi dalam penjualan tanker VLCC Pertamina tersebut pun semakin kuat. Lebih jauh lagi ternyata keputusan KPPU ini dibatalkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.3 Pihak Pertamina beralasan bahwa penunjukan Frontline 1
Yakub Adi Krisanto, “Persekongkolan Tender & Korupsi Dalam Kasus Divestasi VLCC Pertamina,” Jurnal Hukum Bisnis (Volume 26, 2007): 66. 2
“Frontline Didenda Rp 25 Miliar Akibat Tender Penjualan Tanker Pertamina,” http://www.hukumonline.com/detail.asp?id=12354&cl=Berita, 22 September 2008. 3
”PN JakPus Batalkan Putusan KPPU Soal Divestasi VLCC Pertamina,” http://www.hukumonline.com/detail.asp?id=12881&cl=Berita, 22 September 2008.
Universitas Indonesia Good corporate..., Shalahuddin S, FHUI, 2009
3
sebagai pembeli tanker VLCC tersebut karena Frontline mampu menyediakan uang muka dalam perjanjian Sales Purchase Agreement. Sedangkan pihak Essar yang merupakan penawar tertinggi tidak dapat menyediakan uang muka seperti yang dipersyaratkan dalam perjanjian Sales Purchase Agreement. Kemudian alasan waktu yang mendesak pun diajukan Pertamina karena adanya ancaman penyitaan aset Pertamina oleh Karaha Bodas yang menang dalam arbitrase melawan Pertamina. Sehingga Pertamina beranggapan lebih baik cepat menjual kapal tanker VLCC itu daripada disita terlebih dahulu oleh Karaha Bodas. Karaha Bodas memang pada saat itu sedang mengincar aset Pertamina di berbagai negara untuk disita olehnya.4 Pasca pembatalan putusan KPPU oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut, beberapa anggota DPR mengajukan hak angket untuk menyelidiki kasus penjualan
tanker
VLCC
Pertamina
tersebut.
Komisi
VII
DPR
telah
mengumpulkan berbagai informasi dari pelbagai sumber, seperti Hyundai Heavy Industries dan International Marine Organization (IMO). Menurut Hyundai Heavy Industries, tanker Pertamina tersebut sangat cocok di perairan Indonesia. Sedangkan menurut IMO, kapal tanker Pertamina tersebut sudah sangat modern dan dirancang untuk mencegah terjadinya pertumpahan minyak dilaut. Komisi VII DPR mengumpulkan informasi dari berbagai sumber dalam rangka untuk mengajukan Hak Angket. Hak Angket ini diajukan karena ada beberapa pihak yang menilai proses penjualan dua kapal tanker VLCC Pertamina dilakukan secara tergesa-gesa.5 Penelitian ini akan membahas penjualan tanker VLCC Pertamina tersebut namun dari sudut pandang Good Corporate Governance. Penelitian ini tidak membahas aspek Hukum Persaingan Usaha atau Tindak Pidana Korupsi yang diduga dilakukan. Namun dalam penelitian ini kronologis penjualan tanker VLCC Pertamina akan diambil dari putusan yang telah dikeluarkan oleh KPPU. Dengan kata lain, penelitian ini menganalisis apakah tindakan yang dilakukan oleh Direksi Pertamina tersebut sesuai atau tidak dengan Prinsip Good 4
“Pertamina Daftarkan Permohonan Keberatan Terhadap Putusan KPPU,” http://www.hukumonline.com/detail.asp?id=12472&cl=Berita, 22 September 2008. 5
“Giliran DPR Persoalkan Tanker Raksasa Pertamina,” http://www.hukumonline.com/detail.asp?id=12918&cl=Berita, 22 September 2008.
Universitas Indonesia Good corporate..., Shalahuddin S, FHUI, 2009
4
Corporate Governance. Memang dalam perusahaan persero seperti Pertamina organ perusahaan bukan saja hanya Direksi, tetapi juga ada Komisaris dan Pemegang Saham. Namun dalam menjalankan perusahaan sehari-hari adalah Direksi Pertamina dan Komisaris Pertamina. Direksi merupakan organ yang menjalankan perseroan. Karena itu Direksi mempunyai tanggung jawab penuh untuk mewakili perseroan baik didalam maupun diluar pengadilan, Direksi juga bertanggung jawab penuh mengurus perseroan untuk untuk kepentingan dan tujuan perseroan. Setiap Direksi dengan harus bertanggung jawab dan dengan itikad baik harus menjalankan tugas untuk perseroan. Menurut UU Perseroan Terbatas, apabila ada salah satu anggota Direksi yang merugikan perseroan maka Direksi tersebut harus bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian perseroan yang disebabkan oleh kesalahan atau kelalaiannya. Maka setiap anggota Direksi haruslah mengadakan check and balances terhadap anggota Direksi lainnya.6 Dengan demikian setiap anggota Direksi seharusnya berhati-hati dalam menjalankan perusahaan. Jangan sampai keputusan yang diambil merugikan bagi pemegang saham dan juga bagi perseroan. Namun karena Pertamina adalah Perusahaaan Terbatas maka sifat badan hukum dan pertanggungjawaban terbatas dari perseroan terbatas melekat juga pada Pertamina. Perseroan Terbatas menurut UU No 40 Tahun 2007 ialah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya.7 Perseroan terbatas mempunyai sifat badan hukum dan pertanggung jawabannya terbatas. Dalam kepustakaan hukum Eropa Kontinental perusahaan sering disebut sebagai ”rechtperson” dan dalam common law sistem dikenal dengan istilah legal entity, juristic person atau artificial person. Dalam kamus Hukum Ekonomi legal entity diartikan sebagai badan hukum yaitu badan atau organisasi yang oleh hukum diperlakukan sebagai subjek hukum dan mempunyai 6
Gunawan Widjaja, Tanggung Jawab Direksi atas Kepailitan Perseroan, cet. II, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004), hal. 2-4. 7
Indonesia, Undang-Undang Tentang Perseroan Terbatas, UU No. 40 tahun 2007, LN No.106 Tahun 2007, TLN No. 4756, ps.1 ayat 1.
Universitas Indonesia Good corporate..., Shalahuddin S, FHUI, 2009
5
hak dan kewajiban. Dalam Law Dictionary, legal entity diartikan sebagai body (such as company) which is aperson in the eye of law [badan (seperti perusahaan) yang merupakan orang di mata hukum]. Sedangkan menurut Black’s law Dictionary artificial person didefinisikan sebagai “persons created and devised by human laws for the purpose of society and government, as distinguished from natural person”. [orang yang direncanakan dan diciptakan oleh hukum manusia untuk tujuan sosial dan pemerintahan, dibedakan dari orang alamiah]. Lalu legal entity ialah “an entity, other than natural person, who has sufficient existence in legal contemplation that it can function legally, be sued or sue and make decisions through agents as in the case of corporation.”
8
[suatu kesatuan,
berbeda dari orang alamiah, mempunyai kedudukan di muka hukum, dapat dituntut atau menuntut dan membuat keputusan melalui agen dalam hal korporasi].
Menurut Subekti, badan hukum adalah suatu badan atau perkumpulan yang dapat memiliki hak-hak dan melakukan perbuatan seperti seorang manusia, serta memiliki kekayaan sendiri, dapat digugat atau menggugat di depan hakim. Rochmat Soemitro mengatakan bahwa badan hukum (rechtsperson) ialah suatu badan yang dapat mempunyai harta, hak serta kewajiban seperti orang pribadi. Selanjutnya Wirjono Prodjodikoro mengemukakan pengertian suatu badan hukum sebagai badan yang disamping manusia perseorangan juga dianggap dapat bertindak dalam hukum dan yang mempunyai hak-hak, kewajibankewajiban dan perhubungan hukum terhadap orang lain atau badan lain.9 Sedangkan menurut Purnadi Purbacaraka dan Agus Brotosusilo, pengertian tentang pribadi hukum ialah suatu badan yang memiliki harta kekayaan terlepas dari anggota-anggotanya, dianggap sebagai subjek hukum mempunyai kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum, mempunyai tanggung jawab dan memiliki hak-hak serta kewajibankewajiban seperti yang dimiliki oleh seseorang.10
8
Gunawan Widjaja, Risiko Hukum sebagai Direksi, Komisaris & Pemilik PT, cet. I, (Jakarta: ForumSahabat, 2008), hal. 12-13. 9
Gunawan Widjaja, Risiko Hukum sebagai Direksi, Komisaris & Pemilik PT, cet. I, (Jakarta: ForumSahabat, 2008), hal. 13. 10
Ibid., hal. 13-14.
Universitas Indonesia Good corporate..., Shalahuddin S, FHUI, 2009
6
Menurut berbagai acuan dalam tradisi hukum Anglo Saxon atau Sistem Common Law pengertian tersebut tidaklah jauh berbeda. Badan hukum menurut Sistem Common Law ialah: A legal person, also called juridical person or juristic person, is a legal entity through which the law allows a group of natural persons to act as if they were a single composite individual for certain purposes, or in some jurisdictions, for a single person to have a separate legal personality other than their own. This legal fiction does not mean these entities are human beings, but rather means that the law allows them to act as persons for certain limited purposes-most commonly lawsuits, property ownership, and contracts.11 [Badan hukum, disebut juga badan menurut hukum atau badan yang didirikan menurut hukum, adalah kesatuan hukum yang dibolehkan oleh hukum sekelompok orang bertindak sebagaimana mereka merupakan suatu kesatuan untuk tujuan tertentu, atau dalam wilayah hukum tertentu, agar seseorang mempunyai pemisahan kewajiban hukum dari yang mereka miliki. Badan hukum fiksi ini tidak berarti bahwa mereka adalah manusia, tapi lebih kepada hukum memperbolehkan mereka bertindak seperti orang untuk perbuatan tertentu kebanyakan gugatan hukum, kepemilikan asset dan kontrak]. Badan hukum dapat dipersamakan didepan hukum dengan individu pribadi orang perorangan, namun hal ini tidaklah sama seratus persen. Badan hukum hanya dipersamakan dengan individu pribadi orang perorangan dalam lapangan hukum benda dan hukum perikatan. Karena badan hukum berada dalam lapangan hukum kekayaan maka badan hukum dapat digugat atau menggugat untuk memenuhi perikatannya sama seperti individu pribadi orang perorangan. Yang menjadi pemenuhan bagi kewajiban badan hukum itu ialah kebendaan yang merupakan milik badan hukum itu.12 Pertamina adalah salah satu BUMN. Menurut UU No 19 Tahun 2003, BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.13 Pertamina sebagai BUMN juga tidak terlepas dari sifat yang melekat pada badan hukum. Namun bukan berarti Direksi Pertamina tidak
11
Ibid., hal. 14.
12
Ibid., hal. 14-15.
13
Indonesia, Undang-Undang Tentang Badan Usaha Milik Negara, UU No.19 Tahun 2003, LN No.70 Tahun 2003, TLN No. 4297, ps.1 ayat 1.
Universitas Indonesia Good corporate..., Shalahuddin S, FHUI, 2009
7
dapat dimintai pertanggungjawabannya atas keputusan yang telah diambilnya. Karena itu diperlukan standar operational procedure atau suatu pedoman yang berfungsi untuk mencegah timbulnya kesewenang-wenangan dalam kegiatan bisnis yang dapat merugikan perusahaan dan para pemegang saham. Disinilah perlunya peran pemerintah sebagai regulator dalam membuat peraturan yang bertujuan untuk mengatur dan mengawasi kegiatan bisnis. Peran pemerintah dalam kegiatan bisnis haruslah sekedar sebagai pengatur dan pengawas aktivitas bisnis. Pemerintah sebaiknya hanya bertugas untuk mengawasi dan mengatur aktivitas bisnis dengan menerbitkan berbagai peraturan yang berkaitan dengan aktivitas bisnis. Peraturan yang diterbitkan oleh pemerintah
ini
sebaiknya
bersendikan
prinsip-prinsip
Good
Corporate
Governance.14 Belakangan ini banyak peristiwa yang terjadi yang berkaitan dengan corporate governance. Isu-isu mengenai corporate governance seperti insider trading, transparansi, akuntabilitas, independensi, etika bisnis, tanggung jawab perusahan dan perlindungan investor banyak diperbincangkan.15 Penerapan Good Corporate Governance haruslah sejalan dengan penerapan Good Government Governance. Hal ini dikarenakan kedua prinsip ini saling melengkapi dalam aktivitas perekonomian dalam suatu Negara. Dalam membuat regulasi pemerintah haruslah senantiasa memperhatikan perkembangan bisnis dan ekonomi agar regulasi yang dihasilkan dapat menciptakan persaingan bisnis yang sehat.16 Untuk itu dalam menjalankan perusahaan, Direksi sebaiknya menjalankan prinsip tata kelola perusahaan dengan baik atau yang dikenal dengan Good Corporate Governance. Sebagai suatu BUMN, Pertamina tidak terlepas dari keharusan menjalankan Prinsip Good Corporate Governance. Keharusan Pertamina menjalankan prinsip Good Corporate Governance ini dapat dilihat pada UU No.19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara. 14
Joni Emirzon, Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance: Paradigma Baru Dalam Praktik Bisnis Indonesia., cet. I, (Yogyakarta: Genta Press, 2007), hal. 6. 15
Ibid., hal. 7.
16
Ibid., hal. 7.
Universitas Indonesia Good corporate..., Shalahuddin S, FHUI, 2009
8
Pasal 5 ayat 3 UU No.19 Tahun 2003 menyatakan bahwa dalam melaksanakan tugasnya, anggota direksi harus mematuhi anggaran dasar BUMN dan peraturan perundang-undangan serta wajib melaksanakan prinsip-prinsip profesionalisme, efisiensi, transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban, serta kewajaran. Kemudian Pasal 6 ayat 3 UU No.19 Tahun 2003 menyatakan bahwa dalam melaksanakan tugasnya, komisaris dan dewan pengawas harus mematuhi anggaran dasar BUMN dan ketentuan peraturan perundang-undangan serta wajib melaksanakan
prinsip-prinsip
profesionalisme,
efisiensi,
transparansi,
kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban serta kewajaran. Dalam kedua pasal tersebut prinsip Good Corporate Governance yang terdiri dari transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban serta kewajaran dengan sangat jelas diharuskan untuk diterapkan oleh direksi dan komisaris suatu BUMN. Maka Pertamina yang merupakan suatu BUMN wajib untuk menerapkan prinsip Good Corporate Governance tersebut. Istilah Good Corporate Governance dalam beberapa tahun terakhir ini menjadi perbincangan yang diminati. Hal ini dikarenakan munculnya kebutuhan akan praktik-praktik corporate governance yang baik. Penyebabnya adalah banyaknya kebangkrutan perusahaan-perusahaan ternama baik di sektor keuangan maupun non-keuangan, seperti Polly Peck, BCCL, dan Barings. Kemudian dilanjutkan dengan runtuhnya Enron dan WorldCom di Amerika Serikat, lalu tragedi jatuhnya HIH dan One-Tel di Australia.17 Pemerintah telah memasukkan konsep “governance” dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Dalam UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN juga telah dimasukkan konsep ”governance” ini. Sehingga setiap BUMN seharusnya dijalankan sesuai dengan konsep ”governance” yang baik. 18
Istilah GCG diperkenalkan pertama kali oleh Cadbury Committee pada tahun 1992, dikenal dengan Cadbury Report yang mendefinisikan 17
Akhmad Syakhroza, “Corporate Governance: Sejarah dan Perkembangan, Teori, Model dan Sistem Governance serta Aplikasinya pada Perusahaan BUMN,” Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, (Depok, 2005), hal. 3. 18
Ibid., hal. 4.
Universitas Indonesia Good corporate..., Shalahuddin S, FHUI, 2009
9
GCG sebagai ”the system by which organization are directed and controlled or a set of rule that define the relationship between shareholders, managers, creditors, the government, employee, and other internal and eksternal stakeholders in respect to their rights and responsibilities”.19 [Suatu sistem dimana suatu organisasi diarahkan dan dikontrol atau suatu kumpulan peraturan yang menjabarkan hubungan antara pemegang saham, manajer, kreditur, pemerintah, pegawai dan pihak internal dan eksternal yang terkait lainnya dalam suatu upaya untuk menghargai hak-hak dan kewajiban mereka].
Kemudian Organization for Economic Corporation and Development (OECD), memberlakukan prinsip-prinsip yang mencakup 5 bidang, yaitu:20 1. Perlindungan terhadap hak-hak pemegang saham 2. Persamaan perlakuan terhadap seluruh pemegang saham 3. Peranan stakeholders yang terkait dengan perusahaan 4. Keterbukaaan dan Transparansi 5. Akuntabilitas dewan komisaris.
Lalu ada prinsip-prinsip Good Corporate Governance yang dikenal dengan singkatan TARIF. Keputusan Menteri BUMN Nomor 117/2002 menyebutkan pengertian dari prinsip-prinsip tersebut yaitu:21 1) Transparency (Keterbukaan), yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan. 2) Accountability (Akuntabilitas), yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban organ perseroan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif.
19
Wilson Arafat, How To Implement GCG Effectively, cet. I, (Jakarta: Skyrocketing Publisher, 2008), hal. 3. 20
Ibid., hal. 6-7.
21
Leo J. Susilo dan Karlen Simarmata, Good Corporate Governance Pada Bank: Tanggung Jawab Direksi dan Komisaris Dalam Melaksanakannya, (Bandung: Hikayat Dunia, 2007), hal. 19.
Universitas Indonesia Good corporate..., Shalahuddin S, FHUI, 2009
10
3) Responsibility
(Pertanggungjawaban),
yaitu
kesesuaian
didalam
pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. 4) Independency (Kemandirian), adalah suatu keadaan dimana perusahaan dikelola
secara
profesional
tanpa
benturan
kepentingan
dan
pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. 5) Fairness (Kewajaran), yaitu keadilan dan kesetaraan didalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundangan-undangan yang berlaku.
Keberadaan Good Corporate Governance di Indonesia sebenarnya masih terbilang baru. Belum lagi melihat masih banyaknya perusahaaan yang didominasi oleh keluarga, sehingga hal ini mengakibatkan juga prinsip Good Corporate Governance lambat berkembang di Indonesia. Prinsip Good Corporate Governance lebih dapat diterapkan pada perusahaaan publik dan BUMN. Hal ini dikarenakan adanya kepentingan pemegang saham yang perlu dilindungi dalam perusahaaan publik dan BUMN. Perusahaan perorangan atau perusahaan keluarga, pemegang sahamnya tidak begitu banyak, sementara dalam perusahaan publik atau BUMN, pemegang saham jumlahnya banyak dan khususnya dalam BUMN yang menjadi pemegang sahamnya sebagian besar adalah pemerintah. Hal ini mengakibatkan perlunya segera diterapkan Good Corporate Governance dalam perusahaan publik dan BUMN. Pada tahun 2000-an kondisi Good Corporate Governance di Asia masih sangat memprihatinkan. Studi yang dilakukan terhadap Negara Indonesia, Malaysia, Korea Selatan dan Filipina yang dilakukan oleh Asian Development Bank menunjukkan terdapat kelemahan dalam penerapan Good Corporate Governance dalam Negara-negara tersebut.22 22
Djokosantoso Moeljono, Good Corporate Culture Sebagai Inti Dari Good Corporate Governance, cet. II, (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2006), hal. 32-33.
Universitas Indonesia Good corporate..., Shalahuddin S, FHUI, 2009
11
Suatu perusahaan khususnya perusahaan publik atau BUMN haruslah dapat menerapkan prinsip Good Corporate Governance dengan baik. Karena dapat meningkatkan kinerja perusahaan kearah yang lebih baik. Prinsip Good Corporate Governance juga menjamin kepentingan semua stakeholders dapat terpenuhi. 23 Dengan menerapkan mekanisme Good Corporate Governance secara efektif kepentingan semua stakeholders yaitu stakeholder pasar modal (pemegang saham), stakeholders pasar produk (pelanggan dan pemasok) dan stakeholders organisasional (karyawan manajerial dan non-manajerial) dapat terpenuhi.24 Sangat menarik untuk mengkaji penjualan tanker VLCC Pertamina dari segi Good Corporate Governance. Hal ini disebabkan karena Corporate Governance merupakan isu yang tidak pernah usang untuk terus dikaji pelaku bisnis, akademisi, pembuat kebijaksanaan dan lain sebagainya.25 Terlebih lagi kasus Pertamina ini telah diketahui secara luas oleh masyarakat dan diduga terlibat pula didalamnya mantan Menteri Negara BUMN. Terlepas dari dugaaan adanya kasus korupsi dan kasus persaingan usaha, kasus ini menarik untuk dilihat bagaimana pertanggungjawaban direksi Pertamina dalam hal penjualan aset Pertamina. Good Corporate Governance yang tertera dalam Code of Conduct Pertamina seharusnya menjadi pedoman dalam pengambilan keputusan oleh Direksi Pertamina. Oleh karena itulah penulis ingin mengupas penjualan tanker VLCC Pertamina dari sudut pandang Good Corporate Governance.
1. 2 PERUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Code of Conduct Pertamina dan Code of Conduct Internasional mengatur mengenai Good Corporate Governance? 23
Wilson Arafat, How To Implement GCG Effectively, cet. I, (Jakarta: Skyrocketing Publisher, 2008), hal. 10. 24
Amin Widjaja Tunggal, Corporate Governance: Suatu Pengantar, Harvarindo, 2007), hal. 15.
(Jakarta:
25
Indra Surya dan Ivan Yustiavandana, Penerapan Good Corporate Governance:Mengesampingkan Hak-hak Istimewa demi Kelangsungan Usaha, (Jakarta: Kencana, 2008), hal. 24.
Universitas Indonesia Good corporate..., Shalahuddin S, FHUI, 2009
12
2. Apakah penjualan tanker VLCC Pertamina telah memenuhi Good Corporate Governance? 3. Bagaimanakah sanksi yang dapat diterapkan pada Direksi atau Komisaris Pertamina apabila Good Corporate Governance dalam Code of Conduct Pertamina tidak dilaksanakan?
1. 3 TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menjelaskan tentang Good Corporate Governance yang terdapat dalam Code of Conduct Pertamina dan Code of Conduct Internasional. 2. Menganalisis penjualan tangker VLCC Pertamina dengan Prinsip Good Corporate Governance yang terdapat dalam Code of Conduct Pertamina dan Code of Conduct Internasional. 3. Memaparkan sanksi yang dapat diberikan terhadap direksi atau komisaris yang tidak melaksanakan Prinsip Good Corporate Governance dalam penjualan tangker VLCC Pertamina.
1. 4 MANFAAT PENELITIAN
1. Penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui bagaimana prinsip Good Corporate Governance diterapkan dalam suatu BUMN khususnya dalam hal ini Pertamina. 2. Penelitian ini juga bermanfaat untuk mengetahui apakah dalam penjualan tangker VLCC Pertamina telah dilaksanakan Prinsip Good Corporate Governance dengan semestinya ataukah belum dilaksanakan dengan semestinya. 3. Kemudian penelitian ini bermanfaat juga untuk mengetahui apakah apabila Prinsip Good Corporate Governance tidak dilaksanakan maka apakah ada sanksi yang dapat diberikan.
Universitas Indonesia Good corporate..., Shalahuddin S, FHUI, 2009
13
1. 5 BATASAN PENELITIAN
Penelitian ini hanya membahas mengenai penjualan tangker VLCC Pertamina dari sudut pandang Good Corporate Governance saja. Penelitian ini tidak bermaksud untuk membahas aspek hukum persaingan usaha dan aspek tindak pidana korupsi yang diduga dilakukan yang terdapat dalam kasus penjualan tangker VLCC Pertamina tersebut. Kronologis kasus penjualan tanker VLCC ini akan diambil dari putusan yang telah dikeluarkan oleh KPPU, yaitu Putusan KPPU Perkara Nomor: 07/KPPU-L/2004. Jadi yang akan dibahas adalah Good Corporate Governance dalam penjualan tangker VLCC Pertamina tersebut.
1. 6 MODEL OPERASIONAL PENELITIAN
Dalam skripsi ini penulis membagi sistematika penulisan dalam 5 (lima) bab, dimana dalam masing-masing bab tersebut diuraikan dalam sub bab sehingga antara bab per bab mempunyai hubungan yang saling berkaitan satu sama lain. Sistematika penulisan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut, pada Bab 1 yang judulnya adalah pendahuluan penulis menguraikan latar belakang yang berkaitan dengan permasalahan yang menjadi topik penulisan, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan penelitian, model operasional penelitian dan definisi operasional. Pada bab 2, yang berjudul Good Corporate Governance, penulis menguraikan konsep Good Corporate Governance, sejarah Good Corporate Governance, Good Corporate Governance dalam UU No.19 Tahun 2003 tentang BUMN dan kasus-kasus yang berkaitan dengan Good Corporate Governance. Selanjutnya dalam bab 3, penulis menguraikan metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini. Dalam bab ini akan dibahas pengertian penelitian hukum,jenis-jenis penelitian hukum, sumber penelitian hukum, metode penulisan, pendekatan dalam penelitian, metode pengumpulan data, pedoman kerja dan biaya.
Universitas Indonesia Good corporate..., Shalahuddin S, FHUI, 2009
14
Dalam bab 4, penulis akan dibahas permasalahan yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini. Dalam bab ini penulis akan membahas mengenai konsep code of conduct, code of conduct Pertamina, code of conduct international, dan pembahasan mengenai penerapan Good Corporate Governance dalam penjualan tanker VLCC Pertamina. Kemudian yang terakhir adalah bab 5, bab ini merupakan kesimpulan dari penelitian yang penulis lakukan dan disertai dengan saran-saran yang konstruktif.
1. 7 DEFINISI OPERASIONAL
1. Corporate
Governance
adalah
sistem
yang
mengarahkan
dan
mengendalikan perusahaan dengan tujuan, agar mencapai keseimbangan antara kekuatan kewenangan yang diperlukan oleh perusahaan, untuk menjamin kelangsungan eksistensinya dan pertanggungjawaban kepada stakeholders. Hal ini berkaitan dengan peraturan kewenangan pemilik, direktur, manajer, pemegang saham dan sebagainya.26 2. Transparency (Keterbukaan), yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan.27 3. Accountability (Akuntabilitas), yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban organ perseroan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif.28 4. Responsibility
(Pertanggungjawaban),
yaitu
kesesuaian
didalam
pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.29
26
Ibid., hal. 24.
27
Leo J.Susilo dan Karlen Simarmata, Good Corporate Governance Pada Bank: Tanggung Jawab Direksi dan Komisaris Dalam Melaksanakannya (Bandung: Hikayat Dunia, 2007), hal. 19. 28
Ibid., hal. 20.
29
Ibid., hal. 21.
Universitas Indonesia Good corporate..., Shalahuddin S, FHUI, 2009
15
5. Independency (Kemandirian), adalah suatu keadaan dimana perusahaan dikelola
secara
profesional
tanpa
benturan
kepentingan
dan
pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.30 6. Fairness (Kewajaran), yaitu keadilan dan kesetaraan didalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundangan-undangan yang berlaku.31
30
Ibid., hal. 21-22.
31
Ibid., hal. 22.
Universitas Indonesia Good corporate..., Shalahuddin S, FHUI, 2009