BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Jumlah pasien gagal ginjal kronis setiap tahun semakin meningkat, memerlukan akses vaskular yang cukup baik agar dapat menjalani proses pencucian darah atau hemodialisis. Prevalensi penyakit gagal ginjal kronis di Amerika Serikat berdasarkan National Health and Nutrition Examination Surveys (NHANES) pada tahun 1988 - 1994 sebanyak 10,03% dan mengalami peningkatan pada tahun 1999-2004 menjadi 13,07% (Halpin dkk, 2007). Total populasi yang menjalani dialisis meningkat sebanyak 6% diseluruh dunia dan berdasarkan Indonesian Renal Registry (IRR) tahun 2012 di Indonesia terdapat 9161 pasien aktif yang memerlukan hemodialisis. Di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah Denpasar terjadi peningkatan jumlah pasien hemodialisis dari tahun 2012 sebanyak 357 penderita menjadi 2572 penderita di tahun 2013. Terapi yang adekuat pada penderita gagal ginjal masih merupakan tantangan yang harus dihadapi. Untuk meningkatkan kualitas dan efisiensi dalam perawatan pasien telah dilakukan berbagai upaya dan inisiatif. Morbiditas dan biaya telah meningkat seiring perbaikan dalam hal penanganan pasien (Cimino, 2007). Hemodialisis reguler masih merupakan terapi dominan sebagai pengganti fungsi ginjal. Hemodialisis reguler memerlukan akses vaskular baik berupa central
venous
catheter
(CVC),
arteriovenous
arteriovenous graft (AVG).
1
fistula
(AVF)
ataupun
2
Paduan National Kidney Foundation Dialysis Outcomes Quality Initiative (NKF-DOQI) bahwa arteriovenous fistula (AVF)
merupakan akses vaskular
hemodialisis jangka panjang. Data menunjukkan delapan puluh persen pasien yang mengalami gagal ginjal kronis menggunakan AVF sebagai akses vaskuler untuk dialisis. Akses vaskular berupa AVF ini baru dapat dilakukan kanulasi apabila telah mengalami maturasi, yaitu bila pembuluh darah vena telah mengalami arterialisasi berupa pelebaran lumen dan penebalan dinding vena (Yuwono, 2010).
Menurut National Kidney Foundation / Kidney Disease
Outcomes Quality Initiative (NKF/KDOQI) tahun 2006, AVF dikatakan maturasi apabila aliran darah arteri mencapai 600 ml/menit, dengan diameter vena 6 mm serta kedalaman vena dari permukaan kulit kurang dari 6 mm. Di beberapa negara seperti Kanada, Inggris, Amerika, lebih dari 90% penderita di lakukan kanulasi pertama pada AVF setelah 4 minggu pasca operasi (Ethier dkk, 2008). Penelitian yang telah dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah pada tahun 2010 menyatakan maturasi fistula radiocephalica teknik side to end yang berumur 4 minggu lebih baik dibandingkan dengan yang berumur 2 minggu (Deddy, 2010). Tindakan pembuatan AVF yang dikerjakan di RSUP Sanglah pada tahun 2012 sebanyak 158 penderita, meningkat menjadi 214 penderita pada tahun 2013. Akses vaskular permanen yang ideal seharusnya dapat dipergunakan dalam waktu yang lama dengan komplikasi yang minimal dan juga mampu mengalirkan volume aliran darah yang cukup untuk hemodialisis. Gagal dalam memenuhi kriteria ini akan menimbulkan konsekuensi secara ekonomi maupun biologis.
3
Telah diperkirakan bahwa tindakan untuk menyediakan akses vaskular serta komplikasinya bertanggung jawab lebih dari 20% pasien yang dirawat dengan hemodialisis dan menghabiskan lebih dari 1 miliar dolar di Amerika Serikat (Ravani dkk, 2007). Maturasi dan kelanjutan fungsi fistula tergantung pada beberapa faktor termasuk anatomi pembuluh darah, sistem sirkulasi dan teknik operasi yang digunakan sebagai akses pembuluh darah (Shenoy, 2007). Teknik penyambungan yang digunakan untuk membuat AVF ada beberapa macam. Pada mulanya teknik yang pertama di gunakan adalah side to side yang diperkenalkan oleh Appel pada tahun 1966. Sperling dkk memperkenalkan teknik baru yaitu end to end pada tahun 1967, teknik ini mendapat respon yang cukup bagus namun mendapat tantangan seiring meningkatnya pasien usia lanjut dan diabetes yang memerlukan kualitas pembuluh darah yang lebih baik dengan komplikasi yang lebih sedikit. Tahun 1968 oleh Rohl dkk mempublikasikan tiga puluh pasien yang menggunakan teknik penyambungan side to end. Teknik ini juga mendapat respon yang cukup bagus di masyarakat dan tetap dipakai sampai saat ini. Banyak pertanyaan mengenai apakah timbulnya komplikasi dipengaruhi oleh tipe penyambungan yang dipergunakan, seperti yang dikemukakan oleh Fillinger dkk, bahwa apakah tipe end to end mempunyai keuntungan dalam mempertahankan fungsi normalitas dibandingkan tipe side to end, kemudian oleh Raheb dkk yang juga menekankan, apakah ada hubungan antara pasien dialisis dengan tipe penyambungan pada AVF dengan munculnya komplikasi. Dalam menjawab pertanyaan ini, penelitian yang dilakukan oleh Mosaffar dkk (2013)
4
menyebutkan secara statistik tidak didapatkan perbedaan patensi yang signifikan pada pasien yang dilakukan penyambungan dengan teknik side to side dibandingkan dengan side to end selama 6 bulan, sementara pada end to end belum didapatkan data. Yuwono (2010) menyatakan teknik side to end saat ini lebih sering digunakan dibandingkan side to side karena volume aliran darah vena yang cukup besar menuju jantung dan mencegah terjadinya hipertensi vena. Keuntungan ini disebabkan ditutupnya vena menuju perifer, namun teknik ini cukup sulit karena vena sering terputar (torsi) pada ujungnya yang menimbulkan penyempitan lumen vena. Hipertensi vena pada enyambungan side to side menimbulkan pembengkakan jari – jari tangan dan volume darah yang mengalir menuju jantung juga berjumlah lebih sedikit dibanding side to end. Sementara pada teknik penyambungan end to end hal ini cukup mudah dilakukan karena kemungkinan vena terputar (torsi) dapat dihindari selain itu aliran darah ke proksimal lebih terbatas sehingga resistensi vena menurun dimana komplikasi hipertensi vena ditangan akan jarang terjadi. Yuwono (2010) menyatakan pada penyambungan tipe end to end tekanan vena ke proksimal cukup tinggi menandakan bahwa volume tersebut mencukupi untuk pemenuhan kriteria maturasi, begitu pula pada tipe side to end. Tekanan darah vena pada teknik side to end cukup rendah dibandingkan teknik yang lain yaitu 4 mmHg sehingga jarang terjadi komplikasi hipertensi vena. Tekanan darah vena pada teknik end to end juga kecil yaitu 6 mmHg yang menandakan bahwa jarang terjadinya komplikasi hipertensi vena ditangan, namun data diatas tidak menyebutkan pada minggu keberapa volume aliran darah vena ke proksimal ini diukur.
5
Teknik penyambungan fistula radiocephalica yang dilakukan di RSUP Sanglah adalah teknik side to end dengan pertimbangan lebih mudah untuk dikerjakan. Sementara itu di RS Universitas Kristen Indonesia tindakan fistula radiocephalica sebagai akses vaskuler dalam hemodialysis menggunakan teknik penyambungan end to end dengan jumlah tindakan sebanyak 200 operasi selama 2 tahun. RS UKI menggunakan teknik penyambungan end to end dengan pertimbangan teknik ini juga lebih mudah dikerjakan, dan biaya yang dikeluarkan murah. Data awal mengenai komplikasi dan volume aliran darah pasca pembuatan fistula radiocephalica baik pada RS UKI di Jakarta maupun RSUP Sanglah Denpasar sampai saat ini belum ada Dari literatur dan permasalahan diatas dapat diasumsikan bahwa teknik penyambungan side to end maupun end to end memiliki volume aliran darah vena lebih cepat ke proksimal sehingga lebih mudah untuk maturasi dan dilakukan kanulasi hemodialisis. Saat ini belum ada data perbandingan dari kedua teknik tersebut dari segi volume aliran darah dan komplikasi pada minggu keempat pasca operasi baik di RSUP Sanglah maupun di RS Universitas Kristen Indonesia
1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah tersebut di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut : 1. Apakah ada perbedaan volume aliran darah arteri brachialis pada fistula radiocephalica yang menggunakan teknik penyambungan side to end dengan end to end minggu keempat pasca operasi?
6
2. Apa saja komplikasi yang terjadi pada fistula radiocephalica yang menggunakan teknik penyambungan side to end dan end to end minggu keempat pasca operasi ?
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan umum Untuk mengetahui perbedaan volume aliran darah arteri dan komplikasi yang terjadi menggunakan dua teknik penyambungan yang berbeda pada fistula radiocephalica setelah minggu keempat pasca operasi.
1.3.2. Tujuan khusus 1. Menghitung perbedaan volume aliran darah arteri dari fistula radiocephalica yang menggunakan teknik penyambungan side to end dibandingkan dengan end to end setelah 4 minggu pasca operasi. 2. Mencatat perbedaan komplikasi yang terjadi dari teknik penyambungan side to end dibandingkan dengan end to end setelah 4 minggu pasca operasi.
1.4. Manfaat Penelitian. 1.4.1 Manfaat Akademik Peneliti mengetahui hemodinamika aliran darah pada fistula radiocephalica serta komplikasi yang terjadi dalam kurun waktu 4 minggu.
7
1.4.2 Manfaat Praktis Dengan mendapatkan data tentang volume aliran darah diantara dua teknik pada pembuatan fistula radiocephalica serta komplikasi yang terjadi minggu keempat pasca bedah, kita dapat menentukan teknik penyambungan mana yang bisa dipakai sebagai prosedur standar di RSUP Sanglah dalam rangka efektifitas, mencegah morbiditas dan menekan biaya.