BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Hingga saat ini sampah masih menjadi permasalah utama di Indonesia, khususnya di kota-kota besar. Bertambahnya populasi penduduk dan aktifitasnya meningkatkan pula jumlah sampah setiap waktunya beserta dampak yang ditimbulkan. Sampah dari aktifitas seperti rumah tangga, perkantoran, pertanian, bengkel, rumah sakit, pasar, perusahaan berpotensi besar menghasilkan limbah bahan berbahaya dan beracun (limbah B3). Contoh limbah B3 yang dihasilkan yaitu berupa logam berat, bakteri patogen, nutrien, senyawa organik, radioaktif menjadi sumber kontaminan yang membahayakan bagi makhluk hidup. Sampahsampah tersebut dikumpulkan, diangkut, dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Permasalahan lain yang ditimbulkan adalah tidak adanya pengawasan dan perlindungan terhadap tanah, air tanah dan sungai yang tercemari oleh air lindi (leachate) pada area TPA. Air lindi merupakan cairan yang telah mengalami perkolasi yang dihasilkan dari proses dekomposisi material limbah atau sampah, dan yang juga termasuk air lindi yaitu air yang mengalami kontak dengan limbah dan berpotensi terkontaminasi oleh nutrien, logam, garam, material terlarut atau tersuspensi lainnya, dan produk dekomposisi limbah (Environmental Protection Agency, EPA, 2009). Untuk mencegah air lindi merembes ke dalam tanah dan air tanah maka pada dasar TPA perlu dibuat lapisan alas (liner) kedap air. Sistem lining
1
digunakan untuk mencegah potensi polutan pada sampah bermigrasi menuju air permukaaan dan air bawah tanah. Material lempung yang memiliki nilai konduktifitas hidrolik rendah dapat digunakan sebagai sistem penahan limbah pada TPA (Mohamed dan Antia,1998). Lempung tersebut diletakkan pada bagian paling dasar TPA dengan berbentuk semacam mangkok yang berfungsi sebagai penghalang air lindi sebagaimana pada Gambar 1.1.
Gambar 1.1. Penampang melintang sistem liner (Bouazza and Van Impe, 1997)
Penelitian
lempung
yang
diaplikasikan
sebagai
liner
TPA
ini
menggunakan lempung daerah Wonosegoro, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Ketersediaan lempung Wonosegoro, sifat mineral, dan fisik diharapkan dapat memenuhi syarat aplikasi sebagai liner. Hingga saat ini penelitian ataupun percobaan yang menggunakan lempung Wonosegoro sebagai liner belum pernah dilakukan.
1.2. Rumusan Masalah Permasalahan lingkungan utama yang dihadapi akibat adanya pembuangan sampah pada TPA adalah adanya pencemaran air tanah karena air lindi (leachate)
2
padahal di Indonesia sebagian besar pemenuhan kebutuhan air baku terutama kebutuhan minum berasal dari air tanah. Upaya perlindungan air tanah dari air lindi pada TPA adalah dengan pemasangan liner pada dasar TPA dengan menggunakan lapisan tidak lolos air dan salah satunya menggunakan lempung. Lempung di daerah Wonosegoro sampai saat ini belum pernah diteliti sebagai liner TPA.
1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Melakukan pemetaan geologi daerah penelitian dengan skala 1:25.000 untuk mengetahui penyebaran lempung di daerah penelitian. 2. Melakukan analisis karakteristik mineralogi lempung di daerah penelitian 3. Melakukan analisis kemampuan serap (sorption) lempung di daerah penelitian terhadap logam berat, khususnya Pb dan Zn. 4. Melakukan pengukuran dan analisis geoteknik lempung di daerah penelitian
1.4. Lokasi Penelitian Lokasi daerah penelitian secara administratif terletak di Kecamatan Wonosegoro, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Secara geografis daerah telitian terletak antara 110o38’45“– 110o39’57” BT serta 07o16’50” – 07o18’00” LS dengan luas daerah + 6,25 km2. Pada peta rupa bumi 1:25.000 termasuk dalam lembar 1408-614 Karanggede (Gambar 1.2).
3
Untuk mencapai daerah penelitian dapat menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat. Rute dari Yogyakarta menuju Wonosegoro dapat ditempuh dengan urutan rute Yogyakarta – Klaten – Delanggu – Kartosuro – BoyolaliWonosegoro.
1.5. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi geologi potensi lempung Wonosegoro, Boyolali berupa penyebarannya, karakteristik mineralogi, sifat geoteknik, dan kemampuan sorpsi terhadap logam berat, sehingga dapat memberikan rekomendasi apabila akan dimanfaatkan sebagai liner TPA.
1.6. Batasan Penelitian Penelitian ini dibatasi pada: 1. Pemetaan geologi terbatas dilakukan pada skala 1:25.000, untuk mengetahui penyebaran lempung Wonosegoro dan penentuan titik pengambilan sampel. 2. Karakteristik mineralogi terbatas pada uji difraksi sinar-x atau X-Ray Diffraction (XRD) dan uji sifat kapasitas pertukaran kation (KPK). 3. Karakteristik geoteknik terbatas pada uji batas Atterberg, analisis ukuran butir, nilai konduktifitas hidrolika yang dilakukan dengan cara langsung (fall head permeability), cara tidak langsung (uji konsolidasi), dan dengan cara metode large scale permeability. Uji permeabilitas hanya
4
menggunakan air suling (aquades) tanpa mempertimbangkan interaksi lempung dengan air suling tersebut. 4. Pengujian sorpsi dilakukan terbatas hanya pada pada logam berat Pb dan Zn.
Gambar 1.2. Peta Lokasi Penelitian
5
1.7. Penelitian Terdahulu 1. Pringgoprawiro (1983) melakukan penelitian pada Zona Kendeng dimana daerah Wonosegoro termasuk dalam Formasi Kerek yang memiliki litologi batupasir tufan, batulempung, napal, dan batugamping. 2. Utama (2004) meneliti dan melakukan penyelidikan geologi pada daerah Wonosegoro dengan luas daerah penelitian + 15 km2, menyatakan bahwa terdapat potensi endapan lempung bentonit yang merupakan bagian dari satuan batulempung Formasi Kerek dengan penyebaran berupa lensa dengan batas antara bentonit dan lapisan diatas maupun dibawah relatif tegas. Bentonit ditemukan pada daerah Bandung (bagian barat), Garangan (bagian timur), Kedungbedah, Banyusri. Bentonit tersebut pernah ditambang
dan
digunakan
sebagai
lumpur
pemboran
dan
juga
direkomendasikan sebagai bahan baku bahan keramik. 3. Yulianti (2008) meneliti lempung pada daerah Bandung, Wonosegoro menyatakan bahwa berdasar hasil analisis difraksi sinar X (X-Ray Diffraction/XRD) dan scanning electron microscope (SEM) menunjukkan kehadiran montmorilonit-Ca, kaolinit, illite, zeolit (heulandit, mordenit), kuarsa, plagioklas, kalium feldspar (ortoklas, sanidin), kalsit dan magnetit. Montmorilonit-Ca merupakan jenis mineral lempung dengan intensitas paling tinggi diantara jenis mineral lempung lainnya. Nilai kapasitas pertukaran kation (KPK) awal sebesar 20.0 mgrek.Na2O/100gr dan mengalami kenaikan setelah diaktivasi secara termal.
6
Adapun penelitian lempung Wonosegoro dalam aplikasinya sebagai liner TPA yang berupa uji lempung yang dikonsolidasi untuk mengetahui nilai konduktifitas hidrolik dan kemampuan sorpsi belum pernah dilakukan sebelumnya.
7