BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Produk Domestik Bruto (PDB) sering dianggap sebagai ukuran terbaik
dari kinerja perekonomian suatu negara. Mankiw (2007), mendefinisikan PDB sebagai nilai pasar semua barang dan jasa akhir yang diproduksi dalam suatu perekonomian selama kurun waktu tertentu. Namun dalam kenyataannya masih terdapat kekurangan dalam perhitungan PDB. Adanya perbedaan dalam teknik mengestimasi dan kesulitan dalam mengumpulkan data membuat hasil perhitungan PDB terkadang menjadi lebih rendah (underestimate) terhadap ukuran ekonomi yang sebenarnya sehingga evaluasi kondisi ekonomi dan sosial bisa menjadi bias. Salah satu kelemahan dalam proses perhitungan PDB adalah tidak masuknya kegiatan underground economy atau yang dikenal dengan beberapa nama lainnya seperti : hidden, unreported, informal, gray, shadow, illegal, unofficial, unobserved, unrecorded, parallel, black, cash, invisible, irregular, marginal, and second economies1. Kegiatan penyelundupan barang ke luar negeri, seperti kayu, bahan bakar minyak (BBM), sampai hewan-hewan langka yang dilindungi, maupun kasus-kasus masuknya barang-barang dari China ke Indonesia tanpa melalui pintu bea cukai, yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya ketidaksamaan pencatatan nilai impor negara kita dari Cina dan nilai ekspor negara tersebut ke Indonesia, merupakan beberapa contoh kegiatan yang sering dianggap sebagai ekonomi bawah tanah (underground economy). Selain tidak tercatat dalam perhitungan PDB, kegiatan underground economy dapat merugikan negara dilihat dari sisi penerimaan pajak yang hilang. Sehingga dapat dikatakan bahwa kegiatan underground economy tidak hanya memengaruhi perekonomian suatu negara dari sisi PDB, melainkan juga dari sisi APBN atau penerimaan negara.
1
Mehnaz Ahmed dan Qazi Masood Ahmed (1995).”Estimation of the Black Economy of Pakistan Through the Monetary Approach”.
1 Universitas Indonesia Estimasi underground..., Kuntarto Purnomo, FE UI, 2010.
2
Para ahli ekonomi masih
belum
bersepakat
mengenai definisi
underground economy ini. Ada beberapa definisi yang berbeda, tergantung dari objek dan pendekatan yang dilakukan terhadap aktivitas ekonomi ini. Philip Smith (1994), memberikan definisi yang sangat luas mengenai underground economy ini yaitu produksi barang dan jasa (market based production), baik yang legal maupun ilegal, yang lolos dari pendeteksian dalam penghitungan PDB resmi. Definisi ini menggambarkan bahwa underground economy tidak hanya berupa aktivitas ekonomi yang ilegal saja, akan tetapi termasuk juga aktivitas yang dinyatakan legal dari transaksi-transaksi dan pendapatan namun tidak tercatat atau dilaporkan dalam statistik. Aktivitas ilegal tidak masuk dalam penghitungan PDB karena sudah menjadi kesepakatan (social consensus) bahwa memang transaksi-transaksi seperti : obat-obatan terlarang, perjudian, prostitusi, penyelundupan, pembajakan, merupakan “bads” dan bukanlah “goods”. Sedangkan aktivitas yang legal menjadi masuk dalam underground economy karena memang terlewat tidak tercatat atau tidak dilaporkan ke dalam PDB. Apabila kita ingin mengidentifikasi apakah suatu aktivitas ekonomi termasuk dalam underground economy atau tidak, maka penggolongan underground economy mungkin dapat membantu. Menurut Feige (1990), terdapat empat golongan underground economy yaitu2 : 1. The Illegal Economy, yaitu aktivitas ekonomi yang tidak sah yang terkandung dalam pendapatan yang dihasilkan oleh kegiatan ekonomi yang melanggar undang-undang atau bertentangan dengan peraturan hukum. Kegiatankegiatan seperti : memperjualbelikan barang-barang hasil curian, pambajakan, dan penyelundupan merupakan tindakan kriminal yang melanggar undangundang. Demikian juga kegiatan perjudian, transaksi-transaksi obat bius dan narkotika merupakan tindakan yang jelas-jelas bertentangan dengan hukum yang ada. 2. The Unreported economy, yaitu pendapatan yang tidak dilaporkan kepada khususnya otoritas pajak, tentunya dengan maksud untuk menghindari tanggung jawab untuk membayar pajak. 2
Edgar L. Feige. Defining and Estimating Underground and Informal Economies : The New Institutional Economics Approach. World Development. 18(7).
Universitas Indonesia Estimasi underground..., Kuntarto Purnomo, FE UI, 2010.
3
3. The Unrecorded Economy, yaitu pendapatan yang seharusnya tercatat dalam statistik pemerintah namun tidak tercatat. Akibatnya terjadi perbedaan antara jumlah pendapatan atau pengeluaran yang tercatat dalam sistem akuntansi dengan nilai pendapatan dan pengeluaran yang sesungguhnya. 4. The Informal Economy, yaitu pendapatan yang diperoleh para pelaku atau agen ekonomi secara informal. Para pelaku ekonomi yang berada dalam sektor ini kemungkinan tidak memiliki izin secara resmi dari pihak yang berwenang, perjanjian kerja, atau kredit keuangan. Melihat penggolongan di atas, dapat dilihat bahwa cakupan underground economy begitu luas sehingga sangatlah tidak mudah untuk mengukurnya. Upaya untuk mengukur besarnya underground economy telah dilakukan oleh banyak peneliti dengan berbagai metode. Namun sampai dengan saat ini, belum ada kesepakatan secara international best practice, metode yang paling tepat untuk mengukurnya. Salah satu metode yang cukup banyak digunakan dalam mengukur underground economy adalah melalui pendekatan moneter, yaitu dengan menganalisis permintaan uang kartal (Currency Demand). Metode ini dikembangkan oleh Vito Tanzi (1980) yang menggunakannya untuk mengestimasi underground economy di Amerika Serikat. Tanzi mendefinisikan underground economy sebagai pendapatan yang didapat dari aktivitas ekonomi yang tidak dilaporkan dan atau tidak tercatat pada otoritas pajak dengan maksud untuk menghindari pajak. Menurut Tanzi, beban pajak merupakan faktor penyebab terjadinya kegiatan underground economy. Uang kartal atau currency adalah mata uang yang terdiri dari uang kertas dan logam yang beredar di masyarakat, biasanya digunakan untuk transaksi secara tunai sehingga sering disebut juga sebagai uang tunai. Alasan menggunakan uang kartal dan bukan jenis uang yang lain adalah didasarkan pada pemikiran bahwa para pelaku atau agen underground economy lebih menyukai penggunaan uang tunai dalam melakukan transaksi dengan tujuan untuk menyembunyikan jejak kegiatan mereka sehingga tidak mudah ditelusuri oleh pemerintah, khususnya otoritas pajak. Transaksi yang melibatkan pihak perbankan maupun lembaga keuangan lainnya akan relatif lebih mudah menjadi data bagi pihak otoritas pajak. Berdasarkan Pasal 35 Undang-Undang Nomor 6
Universitas Indonesia Estimasi underground..., Kuntarto Purnomo, FE UI, 2010.
4
Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 dan terakhir diubah kembali dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007, pihak ketiga termasuk bank dan/atau pihak ketiga lainnya wajib memberikan keterangan atau bukti yang diminta oleh Direktur Jenderal Pajak. Disamping hal itu, ketika seseorang mengalihkan uang tunainya menjadi bentuk tabungan atau deposito, maka atas bunga deposito atau tabungan tersebut dalam batasan tertentu akan dikenakan pajak dengan tarif 20% sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 131 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia. Penelitian mengenai underground economy di beberapa negara telah cukup banyak dilakukan misalnya di Australia (Bajada, 2007), Kanada (Giles, 1999), Pakistan [Shabsigh (1995); Ahmed dan Ahmed (1995); Kemal (2003), Yasmin dan Rauf (2003)] , Trinidad dan Tobago (Maurin, 2003), serta di Guyana (Ebrima Faal, 2003). Menurut Aloysius Gunadi (2004), ada beberapa ekonom yang
telah menyampaikan perkiraan besarnya underground economy di
Indonesia antara lain Chatib Basri dari FE-UI pernah menyebutkan perkiraan kasar underground economy di Indonesia bisa mencapai 40 persen dari PDB. Sinyalemen serupa pernah pula disampaikan oleh Faisal Basri yakni sekitar 30-40 persen yang berasal dari kegiatan usaha yang tidak membayar pajak, korupsi, atau melakukan usaha secara sembunyi-sembunyi atau di sektor informal sehingga tidak terekam sebagai salah satu kontributor PDB. Menurut Schneider dan Enste (2002), persentase shadow economy dibandingkan dengan PDB resmi di negara berkembang adalah sekitar 35-44 persen. Oleh karena itu penulis tertarik untuk menyajikan penelitian mengenai estimasi underground economy di Indonesia dalam sepuluh tahun terakhir (periode 2000 – 2009) dengan menggunakan metode yang cukup banyak dipakai yaitu dengan menggunakan pendekatan moneter melalui analisis permintaan terhadap uang kartal (currency demand).
Universitas Indonesia Estimasi underground..., Kuntarto Purnomo, FE UI, 2010.
5
1.2.
Perumusan Masalah Perhitungan Produk Domestik Bruto (PDB) tidak memasukkan adanya
aktivitas underground economy. Besaran nilai underground economy dapat diestimasi melalui pendekatan moneter, yaitu dengan menganalisis sensitivitas permintaan uang kartal yang dipicu oleh adanya beban pajak. Setelah besaran underground economy diketahui, maka potensi pajak dari kegiatan tersebut dapat pula diestimasi melalui perkaliannya dengan tarif pajak rata-rata.
1.3.
Tujuan Penelitian Sesuai dengan permasalah yang dikemukakan di atas, maka penulis ingin
mencapai tujuan penulisan ini yaitu untuk memperkirakan besarnya kegiatan underground economy di Indonesia sekaligus menilai potensi pajak yang ada pada kegiatan tersebut. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi para pembuat kebijakan di dalam merumuskan langkah-langkah kebijakan yang akan ditempuh.
1.4.
Model yang Digunakan Penulis terutama mengacu kepada model yang digunakan oleh Ebrima
Faal (2003) dalam IMF Working Paper berjudul “Currency Demand, the Underground Economy, and Tax Evasion : The Case of Guyana”. Model untuk mengestimasi di sini menggunakan sensitivitas permintaan uang kartal (currency demand). Model tersebut mengukur apakah perubahan dalam beban pajak akan merubah permintaan currency. Oleh karena currency merupakan bagian dari permintaan uang (money demand), maka model ini menggunakan model standar permintaan uang dengan menambahkan variabel pajak. Variabel ini ditambahkan karena pajak dapat memengaruhi permintaan currency dengan menciptakan insentif menghindari pajak yaitu dengan menggunakan lebih banyak currency untuk melakukan transaksi. Ebrima Faal memformulasikan permintaan uang kartal sebagai berikut : =
( − , , , , )
(1.1)
Universitas Indonesia Estimasi underground..., Kuntarto Purnomo, FE UI, 2010.
6
Uang kartal riil (C) dihitung dari uang kartal nominal yang disesuaikan dengan deflator PDB. Pendapatan disposabel riil (Y-T) merupakan PDB nominal setelah dikurangi pajak langsung yang disesuaikan dengan deflator PDB. Variabel opportunity cost (R) merupakan tingkat suku bunga 91-days treasury bill. Inflasi (π) merupakan persentase perubahan GDP deflator. Inovasi keuangan dan perubahan struktur (F) menggunakan data jumlah mesin Anjungan Tunai Mandiri (ATM) dan jumlah kantor cabang bank. Serta variabel pendorong underground economy yaitu tarif pajak rata-rata (T) merupakan rasio antar pajak langsung dengan PDB.
1.5.
Hipotesis Model pendekatan moneter melalui analisis permintaan uang kartal
mensyaratkan bahwa variabel pajak harus berpengaruh signifikan dan bertanda positif. Oleh karena itu berdasarkan literatur yang ada dan hasil beberapa penelitian yang telah dilakukan di berbagai negara, penulis memiliki dugaan bahwa variabel pajak merupakan variabel pemicu adanya kegiatan underground economy di Indonesia sehingga secara statistik akan berpengaruh signifikan dan bertanda positif terhadap model permintaan uang kartal.
1.6.
Batasan Penelitian Penelitian ini dibatasi pada masalah perkiraan atau estimasi seberapa
besar underground economy yang ada di Indonesia dibandingkan
aktivitas
ekonomi yang tercatat (PDB) dan seberapa besar potensi pajak yang terkandung di dalam aktivitas underground economy tersebut. Oleh karena cakupan underground economy begitu luas, maka dalam penelitian ini dibuatlah batasan-batasan antara lain sebagai berikut : 1.
Definisi underground economy yang dipakai dalam penelitian ini adalah sesuai definisi menurut Vito Tanzi yaitu pendapatan yang didapat dari aktivitas ekonomi yang tidak dilaporkan atau tidak tercatat pada otoritas pajak dengan maksud untuk menghindari pajak. (khususnya pajak yang dikelola oleh pemerintah pusat).
Universitas Indonesia Estimasi underground..., Kuntarto Purnomo, FE UI, 2010.
7
2.
Penelitian ini berbasiskan pada currency demand sehingga hasil estimasi hanya akan menangkap underground economy yang menggunakan currency (uang kartal/tunai) sebagai media transaksi.
Universitas Indonesia Estimasi underground..., Kuntarto Purnomo, FE UI, 2010.