MOTIVASI DOSEN TERHADAP UNDANG-UNDANG RI NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG GURU DAN DOSEN (Studi Kasus Dosen Akademi Pariwisata Indonesia , Jakarta) Oleh : P. Silitonga, MBA (Dosen STIE Pariwisata Internasional)
Abstract Teacher and lecturer are the frontliners of the government to empower the advance living of the society. It is imposible to get things done in the absence of professional teacher and lecturer. This is the background of the issuance of the Low No. 14 in the year of 2005 on qualification, tasks, responsibilities, and the rights of teacher and lecturer. According to this Law, teacher and lecturer are obliged to have professional allowance for those who posses the Professional Certificate issued by the accredited university or institute. This study is designed to answer on whether the Law enables to motivate lecturers (in particular) to upgrade their quality as the professional lecturer.
PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah ada tanggal 30 Desember 2005, Presiden Republik Indonesia, Soesilo Bambang Yudhoyono, telah mengesahkan sebuah Undang-undang, yaitu Undang-undang RI No.14 tahun 2005 tentang guru dan dosen. Undang-undang ini berisikan definisi, kualifikasi, fungsi, hak serta kewajiban dari guru dan dosen yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas dan kesejahteraan guru dan dosen sehingga mampu untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yakni berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Dosen wajib memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sertifikasi, seperti yang tercantum dalam pasal 45, yang berbunyi: “Dosen wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi sertifikasi pendidik, sehat jasmani dan rohani, dan memenuhi kualifikasi lain yang dipersyaratkan satuan pendidikan tinggi tempat bertugas, serta memiliki kemampuan untuk mewujukan tujuan pendidikan nasional”. Kualifikasi akademik adalah ijazah jenjang pendidikan akademik yang harus dimiliki oleh guru atau dosen sesuai dengan jenis, jenjang, dan satuan pendidikan formal di tempat penugasan. Sedangkan kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, ketrampilan,
P
dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugasnya. Yang dimaksud dengan sehat jasmani dan rohani adalah kondisi kesehatan fisik dan mental yang memungkinkan dosen dapat melaksanakan tugas dengan baik. Kondisi kesehatan fisik dan mental tersebut tidak ditujukan kepada penyandang cacat. Sertifikasi pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga profesional. Dalam pasal 46 ayat 1 dijelaskan bahwa kualifikasi akademik yang dimaksud dalam pasal 45 diperoleh melalui pendidikan tinggi program pascasarjana yang terakreditasi sesuai dengan bidang keahlian. Sedangkan dalam ayat 2 pasal 46 diterangkan bahwa dosen memiliki kualifikasi akademik minimum lulusan program magister untuk program diploma atau program sarjana; dan lulusan doktor untuk program pascasarjana. Dalam pasal 47 ayat 1 dijelaskan bahwa sertifikat pendidik untuk dosen sebagaimana dimaksud dalam pasal 45 diberikan setelah memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. memiliki pengalaman kerja sebagai pendidik pada perguruan tinggi, sekurangkurangnya 2 (dua) tahun; b. memiliki jabatan akademik sekurangkurangnya asisten ahli; dan c. lulusan sertifikasi yang dilakukan oleh perguruan tinggi yang menyelenggarakan program pengadaan tenaga kependidikan
1 Panorama Nusantara, Vol.1 No.1 Juli – Desember 2006
pada perguruan tinggi yang ditetapkan oleh pemerintah. Akademi Pariwisata Indonesia atau AKPINDO adalah sebuah Perguruan Tinggi Swasta yang berkonsentrasi dibidang kepariwisataan. Akademi ini mengembangkan dua (2) program studi Diploma III, yaitu; D3 Perhotelan dan D3 Usaha Wisata dan tiga (3) Program Diploma I, yaitu; Divisi Kamar, Tata Hidangan Makanan dan Minuman, serta Pengolahan Makanan. AKPINDO berdiri sejak tahun 1967 dan bernaung di bawah Yayasan Lembaga Bina Pendidikan Pariwisata adalah pioneer pendidikan pariwisata di Indonesia. Pada tahun 2002 AKPINDO sudah terakreditasi oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN PT) dengan peringkat “B”. Pada tahun 1997 AKPINDO memperoleh sertifikat ISO 9002 versi 1997 dan pada tahun 2003 AKPINDO memperoleh sertifikat ISO 9001 versi 2000, keduanya dari badan sertifkasi internasional SGS. Hal ini membuktikan bahwa AKPINDO sudah menerapkan manajemen mutu yang mengacu pada International Standar Organization. 2. Rumusan Masalah Permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: Apakah dosendosen AKPINDO termotivasi untuk lebih meningkatkan kualifikasinya sebagai pendidik dengan adanya Undang-undang RI No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan apa motif di balik motivasi tersebut? 3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini antara lain adalah untuk mengetahui apakah dosen-dosen AKPINDO termotivasi untuk lebih meningkatkan kualifikasinya sebagai pendidik dengan adanya Undang-undang RI No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan apa motif di balik motivasi tersebut serta apakah ada pengaruhnya tingakt pendidikan formal yang dimiliki seorang dosen dengan jenjang kepangkatan dosen yang dimilikinya. METODOLOGI PENELITIAN 1. Metode Penelitian Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penyelidikan deskriptif, dalam penelitian ini, penulis menggambarkan dan menguraikan hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan, motivasi dan motif para dosen AKPINDO dalam meningkatkan kualifikasinya sebagai pendidik. 2. Populasi dan Teknik Sampling
Dosen yang ditetapkan sebagai populasi adalah seluruh dosen yang aktif mengajar pada semester genap tahun 2005/2006. Teknik sampling yang digunakan untuk menyelesaikan penelitian adalah non probability sampling (sampel non acak), yaitu: teknik sampel accidentil, di mana dosen yang dipilih menjadi sampel adalah mereka yang bersedia menjadi responden. 3. Teknik Pengumpulan Data Data yang disajikan dalam penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan teknik: a. Studi Kepustakaan Pengumpulan data yang diperlukan melalui studi pustaka dimana penulis mengambil teori dan informasi yang relevan dari buku-buku pedoman sebagai landasan teori yang mendukung dan berguna bagi penelitian ini. b. Survay Data yang digunakan merupakan data primer atau data yang diambil atau diperoleh langsung oleh peneliti. Pengambilan data dilaksanakan cara survey di kampus AKPINDO pada bulan Juni 2006 dengan cara menyebarkan angket yang berisikan pertanyaan-pertanyaan singkat tertutup (jawaban sudah tersedia, responden tinggal memilih jawaban yang sesuai dengan pendapatnya), yang menyangkut seputar motivasi dosen terhadap Undang-undang guru dan dosen kepada para dosen AKPINDO, baik yang berstatus dosen tetap maupun dosen tidak tetap. Apabila ada pertanyaan yang tidak dijawab oleh responden maka dianggap dosen/responden tersebut tidak tahu, bersikap netral atau mungkin punya pendapat lain selain yang ada pada angket terhadap pertanyaan tersebut. 4. Metode Analisa Data Dalam penelitian, sering kali kita ingin mengetahui ada tidaknya hubungan antara variabel-variabel yang kita amati, atau ingin mengetahui seberapa besar derajat keeratan hubungan di antara variabel-variabel tersebut. Korelasi merupakan studi yang membahas tentang derajat keeratan hubungan antara dua atau lebih variabel pengamatan. (Wijaya, 2001) Koefisien kontingensi C merupakan ukuran korelasi antara dua variabel kategori yang disusun dalam tabel kontingensi berukuran b x k. Pengujian terhadap koefisien kontingensi C digunakan sebagai Uji Kebebasan (Uji Independensi) antara dua variabel (Wijaya, 2001). Jadi apabila hipotesis
2 Panorama Nusantara, Vol.1 No.1 Juli – Desember 2006
nol dinyatakan sebagai C = 0 diterima, berarti kedua variabel tersebut bersifat bebas. Rumus koefisien kontingensi C yaitu :
C=
χ2 χ2 +n p
q
χ2 = ∑
∑
i =1
j =1
dimana
( Oij − Eij ) 2 Eij
dengan kaidah pengujian : tolak Ho jika
χ2
> χ 2 α (b −1) ( k −1)
Oi = frekwensi observasi Ei = frekwensi harapan Ho = Hipotesis statistik α = Taraf Nyata atau Tingkat Signifikasi yang nilainya ditetapkan sebesar 0,05 atau 0,01. Jika α = 0,05 artinya 5 dari setiap 100 kesimpulan kita akan menolak Ho yang seharusnya diterima. (Wijaya, 2001). n = banyaknya observasi Pengujian hipotesis untuk uji 2 arah adalah sebagai berikut : Ho : C = 0 (tidak ada hubungan atau pengaruh antara variable X dan Y) H1 : C ≠ 0 (ada hubungan atau pengaruh antara variable X dan Y) Kaidah pengambilan keputusan bila menggunakan nilai signifikasi untuk uji 2 arah: Sig. (2-tailed) ≤ α/2 → tolak Ho Sig. (2-tailed) > α/2 → terima Ho (Wahid Sulaiman, 2003) Tabel 1 dimana :
Pedoman Untuk Memberikan Interprestasi Terhadap Koefisien Korelasi* Interval Koefisien Tingkat Hubungan 0,00 – 0,199 Sangat rendah 0,20 – 0,399 Rendah 0,40 – 0,599 Sedang 0,60 – 0,799 Kuat 0,80 – 1,000 Sangat kuat *) Sugiyono, Statistika Untuk Penelitian, Alfabeta, Bandung, 2002
Dalam penelitian ini hipotesisnya adalah sebagai berikut : H0 :Tidak ada pengaruh yang signifikan antara tingkat pendidikan dosen dengan jenjang kepangkangkatannya. H1 :Ada pengaruh yang signifikan antara tingkat pendidikan dosen dengan jenjang kepangkangkatannya. TINJAUAN TEORITIS 1. Pengertian dan Tugas Dosen Menurut pasal 1 Undang-undang tentang guru dan dosen, guru adalah pendidik
professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Sedangkan dosen adalah pendidik professional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Dosen pada pendidikan tinggi memfasilitasi pembelajaran dan menghasilkan kegiatan riset pada universitas-universitas dan sekolah tinggi dari pendidikan lanjutan. Dosen mengajarkan berbagai subjek akademik atau vokasional bagi mahasiswa yang belum maupun sudah lulus yang usinya di atas 18 tahun, dalam berbagai bentuk seperti pembelajaran, seminar, demonstrasi praktik di laboratorium dan kerja lapangan (www.prospects.ac.uk: 2006). Banyak dosendosen pendidikan tinggi mengejar wilayah kerjanya pada bidang riset dan pengembangan untuk memberikan konstribusi yang lebih luas terhadap aktifitas reset pada departemen ataupun institusinya. Kegiatan kerja dosen akan mengikuti wilayah individu dari tanggung jawab dan riset yang dilakukan. Peningkatan kemampuan manajerial akan memberikan pengaruh terhadap tanggung jawab kerja dosen tersebut. Pada situs www.prospects.ac.uk (2006) menyebutkan tugas-tugas dosen adalah sebagai berikut: 1. mengembangkan dan mengimplementasikan metode baru dari pengajaran untuk merefleksikan perubahan dalam riset; 2. mendesain, mempersiapkan dan mengembangkan materi pengajaran; 3. memberikan materi kuliah, seminar dan tutorial; 4. menilai hasil perkuliahan mahasiswa; 5. membuat soal dan jawaban praktis dari soal-soal ujian; 6. sebagai penasihat mahasiswa; 7. melakukan proyek penelitian pribadi dan giat menyumbangkannya untuk lembaga penelitian ilmiah; 8. mensupervisi kegiatan penelitian mahasiswa; 9. melakukan pengembangan professional berkesinambungan dan berpartisipasi dalam kegiatan pelatihan staf;
3 Panorama Nusantara, Vol.1 No.1 Juli – Desember 2006
10. melakukan tugas administrasi departemen, seperti penerimaan mahasiwa, acara pelantikan dan terlibat dalam kepanitiaan; 11. menata dan mensupervisi staf – pada tingkatan senior boleh disertakan peraturan kepala departemen; 12. mewakili institusi pada konferensi professional, seminar, dan menyumbangkan hasilnya sebagai sesuatu yang penting; 13. melakukan kerja sama luar universitas dengan perindustrian, perusahaan dan organisasi kemasyarakatan; 14. menjalin kerjasama dengan universitas lain dalam bidang administrasi dan hal-hal kemahasiswaan lainnya. Dari hal-hal di atas, jelas bahwa tugas seorang dosen tidak hanya menyampaikan materi perkulahan di dalam kelas tetapi juga aktif melakukan penelitian dan memiliki sifat profesionalisme dalam menjalankan tugasnya di bidang pendidikan. Sedangkan profesional yang dimaksud dalam Undang-undang Guru dan Dosen adalah seperti yang tertuang dalam pasal 1 ayat 4 yang berbunyi: “profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi”. 2. Pengertian Motif dan Motivasi Beberapa contoh: seorang penarik becak bermandi keringat menarik penumpangnya yang gemuk-gemuk di bawah terik matahari dan di jalan yang menanjak. Seorang mahasiswa dengan tekun mempelajari buku sampai larut malam, tidak menghiraukan rasa lelah dan kantuknya. Seorang petani mencangkul di sawahnya dari pagi sampai petang tanpa berhenti, dan sebagainya. Jika kita perhatikan beberapa contoh di atas, timbul pertanyaan dalam diri kita: Mengapa mereka melakukan atau bekerja seperti itu ? Atau dengan kata lain; Apa yang mendorong mereka untuk berbuat demikian? Atau : Apakah motif mereka itu? Dari contoh di atas jelaslah agaknya bahwa : yang dimaksud dengan motif ialah segala sesuatu yang mendorong seseorang untuk bertindak melakukan sesuatu. Atau seperti dikatakan oleh Sartain dalam bukunya Psychology Understanding of Human Behavior : Motif adalah suatu pernyataan yang
kompleks di dalam suatu organisme yang mengarahkan tingkah laku/perbuatan ke suatu tujuan atau perangsang (Purwanto, M. Ngalim, 1985). Pengertian lain dari motif antara lain : 1. Motif itu merupakan suatu pengertian yang melengkapi semua penggerak alasanalasan atau dorongan-dorongan dalam diri manusia yang menyebabkan ia berbuat sesuatu. (Gerungan ,1966) 2. Motif adalah sesuatu yang menimbulkan tingkah laku. (Lindzey, Hall dan Thompson,1975) 3. Motif sebagai sebagai suatu disposisi laten yang berusaha dengan kuat untuk menunjuk ke tujuan tertentu, tujuan ini dapat berupa prestasi, afiliasi ataupun kekuasaan. (Atkinson, 1958) 4. Motif adalah suatu konstruksi yang potensial dan laten, yang dibentuk oleh pengalaman-pengalaman, yang secara relatif dapat bertahan meskipun kemungkinan berubah masih ada, dan berfungsi menggerakan serta mengarahkan prilaku ke tujuan tertentu. (Sri Mulyani Martaniah, 1982) Dari definisi-definisi di atas dapat diajukan suatu definisi motif sebagai berikut; Motif adalah sesuatu yang ada pada diri individu yang menggerakan atau membangkitkan sehingga individu itu berbuat sesuatu. (Ahmadi, H. Abu, 1999). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, motif adalah alasan (sebab) seseorang melakukan sesuatu, sedangkan motivasi adalah : 1. dorongan yang timbul pada diri seseorang sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu. 2. usaha-usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau kelompok orang tertentu tergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang dikehendakinya atau mendapat kepuasan dengan perbuatannya. Motif itu dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : 1. motif intrinsik 2. motif ekstrinsik Disebut motif intrinsik jika yang mendorong untuk bertindak ialah nilai-nilai yang terkandung dalam obyek itu sendiri. Sedangkan disebut motif ekstrinsik jika yang mendorong untuk bertindak adalah nilai-nilai dari luar objek yang dimaksud. Dalam Kamus Besar Ilmu Pengetahuan, yang dimaksud dengan motivasi intrinsik (intrinsic motivation)
4 Panorama Nusantara, Vol.1 No.1 Juli – Desember 2006
adalah motivasi yang berasal dari dalam diri sendiri, menyangkut kebutuhan, pilihan dan sikap terhadap lingkungan. Sedangkan motivasi ekstrinsik (extrinsic motivation) adalah motivasi yang berasal luar diri seseorang/dari lingkungan untuk menyikapi masalah-masalah tertentu yang berkembang dilingkungan sekitar. Contoh : 1. Seorang mahasiswa tekun mempelajari statistik karena ia benar-benar tertarik dan ingin sekali menguasai pelajaran itu. Motif intrinsik timbul dari dalam diri seseorang adanya tanpa paksaan dari luar. 2. Seorang mahasiswa belajar bukan didorong oleh keinginan untuk benarbenar mengetahui apa yang dipelajarinya, melainkan supaya lulus ujian, atau agar orang tuanya senang, atau karena takut dimarahi/dihukum oleh dosenya, dan sebagainya. Perlu diingat, bahwa perbuatanperbuatan yang kita lakukan sehari-hari, banyak yang didorong oleh motif-motif ekstrinsik, tetapi banyak pula yang didorong oleh motif-motif intrinsik, atau kombinasi keduanya. Meski demikian, yang paling baik terutam dalam hal belajar atau mengembangkan potensi diri adalah motif intrinsik.
mempergunakan (menipulate) lingkungan. Motif menyelidiki (exploring motive) adalah jelas tampak pada hewan dan pada manusia. Ia terlihat pada seorang bayi sebelum dapat memindahkan dirinya; mengamati dengan matanya, telinganya, dan mulutnya. Setelah anak makin besar dan dapat berbicara, terlihat motif menyelidiki itu dalam pertanyaanpertanyaan yang selalu diajukannya, mendengarkan orang lain berbicara, “merusak” alat-alat permainannya, dan sebagainya. Motif mempergunakan lingkungan, juga terlihat jelas pada binatang dan manusia. Contoh : anak kucing bermain dengan bola; anak anjing mempermainkan sebilah kayu; dan sebagainya. Pada anak manusia, perbuatan yang demikian itu dilakukannya lebih baik lagi, karena manusia memiliki potensi yang lebih daripada hewan. Dalam kenyataan sehari-hari mempergunakan lingkungan dan motif menyelidiki itu seringkali menjadi satu. Dari eksplorasi dan manipulasi yang dilakukan anak-anak itu lama-lama timbulah minat terhadap sesuatu. Dari pengalaman itu anak berkembang ke arah berminat/tidak berminat kepada sesuatu. Sesuatu yang menarik minat itu tidak hanya menyenangkan atau dapat mendatangkan kepuasan baginya, tetapi juga menakutkan (Purwanto, M. Ngalim, 1985)
3. Kegunaan atau Fungsi dari Motif Guna atau fungsi motif antara lain : 1. mendorong manusia untuk berbuat/bertindak, yaitu sebagai penggerak atau motor yang memberikan energi (kekuatan) kepada seseorang untuk melakukan suatu tugas. 2. menentukan arah perbuatan, yaitu ke arah perwujudan suatu tujuan atau cita-cita dan mencegah penyelewengan dari jalan yang harus ditempuh untuk mencapai cita-cita. 3. menyeleksi perbuatan kita, artinya menentukan perbuatan-perbuatan mana yang harus dilakukan, yang serasi, guna mencapai tujuan itu dengan menyampingkan perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan itu.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Hubungan Pendidikan Formal dan Jenjang Kepangkatan Dosen Dari 36 responden yang mengisi angket didapat hasil sebagai berikut : Tabel 2
4. Hubungan Motif dengan Minat (Interest) Motif-motif objektif menyatakan diri dalam kecenderungan-kecenderungan umum untuk menyelidiki (to explore) dan
Pendidik -an Formal Dosen D3 S1 S2 Total
Jumlah Dosen
6 25 5 36
Asisten Ahli 10 3 13
Jenjang Kepangkatan Dosen Lektor Lektor Tidak Kepala tahu/belum memiliki 6 6 9 1 1 7 1 15
Berdasarkan tabel 2 di atas dapat diketahui bahwa dosen AKPINDO yang memiliki pendidikan formal S-2 berjumlah 5 orang (13,9 %), data ini menunjukkan bahwa dosen AKPINDO yang mengajar pada semester genap yang memiliki tingkat pendidikan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan di UU No. 14 tahun 2005 yaitu mereka yang berpendidikan S-2 hanya 5 orang.
5 Panorama Nusantara, Vol.1 No.1 Juli – Desember 2006
memiliki pangkat tersebut, berbanding lurus Hubungan disiplin ilmu S-1 dengan S-2 kelima dengan tingkat pendidikan dosen. Apakah ada dosen tersebut juga tidak seluruhnya pengaruhnya antara tingkat pendidikan dengan bersesuaian sesuai dengan yang diamanatkan jenjang kepangkatan, akan dibuktikan dalam dalam Undang-undang tersebut. Tentu hal ini analisa pendidikan dosen dengan jenjang akan menjadi kendala bagi dosen tersebut kepangkatan dosen. dalam mempersiapkan dirinya memenuhi persyaratan yang ditetapkan Undang-undang. 2. Hubungan Pendidikan Dosen dengan Dosen yang berpendidikan S-1 Jenjang Kepangkatan Dosen H0 :Tidak ada pengaruh yang signifikan antara berjumlah 25 orang (69,4 %), dan 6 orang atau tingkat pendidikan dosen dengan jenjang 16,7 % berpendidikan D-3. Dengan adanya kepangkangkatannya. Undang-undang guru dan dosen, hal ini tentu H1:Ada pengaruh yang signifikan antara saja merupakan ancaman bagi dosen-dosen tingkat pendidikan dosen dengan jenjang tersebut, karena Undang-undang guru dan dosen mewajibkan pendidikan minimal bagi kepangkangkatannya. Taraf nyata α = 0,05, karena uji 2 pihak maka seorang dosen adalah S-2 baik yang mengajar taraf nyata α/2, yaitu 0,025. di program diploma atau program sarjana. Data di atas juga menunjukkan Uji statistik : χ2 (Chi Kuadrat) bahwa dosen Pendidikan * Jenjang Kepangkatan Crosstabulation AKPINDO yang Jenjang Kepangkatan mengajar pada semester Tidak Mengisi/ genap yang memiliki belum ada Asisten Ahli Lektor Lektor Kepala Total tingkat pendidikan Pendidikan D3 Count 6 0 0 0 6 Expected Count 2.5 2.2 1.2 .2 6.0 sesuai dengan S1 Count 9 10 6 0 25 persyaratan yang Expected Count 10.4 9.0 4.9 .7 25.0 ditetapkan di UU No. S2 Count 0 3 1 1 5 Expected Count 14 tahun 2005 yaitu 2.1 1.8 1.0 .1 5.0 Total Count 15 13 7 1 36 mereka yang Expected Count 15.0 13.0 7.0 1.0 36.0 berpendidikan S-2 hanya 5 orang (13.9%), hal ini memberikan Chi-Square Tests arti bahwa masih banyak permasalahan yang Asymp. Sig. harus dihadapi oleh AKPINDO dalam (2-sided) Value df a memenuhi persyaratan minimum yang Pearson Chi-Square 17.872 6 .007 Likelihood Ratio ditetapkan oleh Undang-undang tersebut. 19.497 6 .003 Linear-by-Linear Manajemen harus bekerja keras untuk mencari 9.956 1 .002 Association dosen yang memiliki kualifikasi pendidikan N of Valid Cases 36 minimal S-2. a. 10 cells (83.3%) have expected count less than 5. The Jika dikaitkan dengan jenjang minimum expected count is .14. kepangkatan, dosen-dosen AKPINDO yang berpangkat Asisten Ahli berjumlah Symmetric Measures 13 orang (36,1 %), Lektor 7 orang (19,4 %), Lektor Kepala 1 orang (2,8 %) dan Value Approx. Sig. Nominal by Nominal Contingency Coefficient sisanya 15 orang (41,7 %) tidak mengisi, .576 .007 N of Valid Cases 36 yang kemungkinan besar dikarenakan a. Not assuming the null hypothesis. dosen yang bersangkutan belum memiliki b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis. atau tidak mengetahui jenjang kepangkatan dosennya. Hal ini menggambarkan bahwa 41,7 % dosen Berdasarkan hasil perhitungan di atas, AKPINDO belum berhak memiliki sertifikat nilai χ2 Pearson = 17,872 dan nilai koefisien pendidik karena belum memiliki kepangkatan kontingensinya sebesar 0,576 dengan nilai atau jabatan akademik, walaupun sudah sinifikasinya sebesar 0,007. Karena nilai berpengalaman mengajar di perguruan tinggi signifikasinya lebih kecil dari taraf nyata 0,025 selama 2 tahun dan telah lulus uji sertifikasi maka disimpulkan untuk menolak H0. Selain pendidik (seperti yang tertera pada Pasal 47). itu nilai χ2 0,05 (6) dalam tabel Chi Kuadrat = Selain itu jenjang kepangkatan dosen 12,592 (Ronald E Walpole, 1995) lebih kecil memperlihatkan semakin tinggi kepangkatan dari nilai χ2 Pearson, yaitu sebesar 17,872. dosen semakin sedikit jumlah dosen yang
6 Panorama Nusantara, Vol.1 No.1 Juli – Desember 2006
Nilai koefisien kontingensi sebesar 0,576 berarti ada korelasi yang sedang dan searah antara jenjamg kepangkatan dosen dengan tingkat pendidikan formal dosen. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa jenjang kepangkatan seorang dosen dipengaruhi tingkat pendidikan formal yang ia miliki. Semakin tinggi tingkat pendidikan seorang dosen biasanya memiliki jenjang kepangkatan yang lebih tinggi juga, disamping persyaratan-persyaratan lainnya yang harus dipenuhi tentunya. 3.Tanggapan Dosen–Dosen AKPINDO Mengenai Undang-undang No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen Tanggapan para dosen AKPINDO mengenai Undang-undang Guru dan Dosen adalah; 30 orang (83,3%) menganggap ada peluang yang dapat dikejar oleh seorang Dosen dari Undang-undang tersebut, 1 orang (2,8 %) menganggapnya tidak ada peluang atau manfaat dari Undang-undang tersebut dan 5 orang atau 13,9 % memilih netral atau tidak menjawab. Dari peluang atau manfaat yang dimaksud, 23 orang (63,9 %) menilai peluang tersebut berupa adanya tunjangan bagi dosen swasta atau negeri yang mempunyai sertifikat kompetensi dari pemerintah, 6 orang (16,7 %) menilai peluang itu berupa adanya persyaratan kompetensi yang harus dimiliki seorang dosen sehingga lebih meningkatkan kualitas dosen, dan sisanya 7 orang (19,4%) tidak mengisinya yang kemungkinan punya pendapat lain tentang peluang-peluang yang akan didapat dari Undang-undang Guru dan Dosen selain yang ada pada angket. Dosen-dosen AKPINDO yang bersedia mengikuti uji kompetensi pada Perguruan Tinggi yang ditunjuk Pemerintah untuk melaksanakan uji kompetensi dosen berjumlah 33 orang atau 91,7%, 2 orang (5,6 %) tidak bersedia, dan 1 orang (2,8 %) tidak memberi respon akan hal tersebut. Mengenai pelajaran apa saja yang diajarkan/dilatih sebelum uji kompetensi dilakukan, 28 orang dosen (77,8 %) mengaku tidak/belum mengetahuinya dan sisanya 8 orang atau 22,2 % mengaku sudah mengetahui pelajaranpelajaran tersebut. Dari hal tersebut di atas, jelas terlihat bahwa dosen-dosen AKPINDO termotivasi untuk meningkatkan kualitasnya sebagai dosen dengan cara bersedia mengikuti uji kompetensi walaupun belum mengetahui pelajaran apa saja yang akan diajarkan dalam uji kompetensi
tersebut. Motif mayoritas (63,9 %), yaitu berupa adanya tunjangan bagi dosen swasta atau negeri yang mempunyai sertifikat kompetensi dari pemerintah atau kesejahteraan yang lebih baik bagi dosen yang memenuhi persyaratan seperti yang diamanatkan dalam undang-undan guru dan dosen. Dengan demikian terlihat gambaran awal bahwa Undang-undang guru dan dosen yang mengatur adanya hak seorang dosen yang memiliki kualifikasi kompetensi lebih memotivasi dosen, khususnya dosen-dosen AKPINDO, dalam meningkatkan kualifikasinya sebagai pendidik yang profesional. KESIMPULAN DAN SARAN Dari pembahasan-pembahasan di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan antara lain sebagai berikut : 1. Undang-undang RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen mewajibkan seorang dosen untuk memiliki persyaratan kualifikasi akademik dan sertifikasi kompetensi yang diharapkan dapat meningkatkan mutu serta keprofesionalannya dalam menjalankan tugas di bidang pendidikan. 2. Mayoritas (86,1 %) dari dosen-dosen AKPINDO yang mengajar di semester genap tahun 2005/2006 belum memenuhi kualifikasi akademik, yaitu pendidikan minimal S-2 seperti yang disyaratkan dalam Undang-undang guru dan dosen. 3. Dengan adanya Undang-undang RI no. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mayoritas dosen AKPINDO termotivasi untuk lebih meningkatkan kualitasnya sebagai pendidik dengan cara bersedia mengikuti Uji Kompetensi Dosen yang diselenggarakan oleh Pemerintah walaupun belum mengetahui pelajaran apa saja yang akan diujikan. 4. Adanya Tunjangan dari pemerintah bagi dosen negeri atau swasta yang memiliki sertifikat kompetensi merupakan motif mayoritas dari motivasi dosen AKPINDO untuk lebih meningkatkan kualifikasinya dibidang pendidikan. 5. Salah satu dari misi AKPINDO, yaitu meningkatkan mutu SDM melalui kegiatan pendidikan, pelatihan dan
7 Panorama Nusantara, Vol.1 No.1 Juli – Desember 2006
penelitian, yang sejalan dengan tugas seorang dosen yang didefinisikan dalam Undang-undang Guru dan Dosen diharapkan lebih memotivasi para dosen AKPINDO untuk lebih meningkatkan kualifikasinya. Saran-saran yang mungkin diberikan dari penelitian ini antara lain : 1. Agar para guru dan dosen lebih memahami isi dari Undang-undang Guru dan Dosen serta persyaratan apa saja yang harus dipenuhi bagi seorang guru atau dosen sehingga lebih berkualitas dalam menjalankan tugasnya dibidang pendidikan. 2. Bagi dosen-dosen yang belum memenuhi persyaratan kualifikasi akademik minimum, disarankan untuk melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi, yaitu S-2. 3. Karena jenjang kepangkatan seorang dosen dipengaruhi tingkat pendidikannya maka bila ingin memiliki jenjang kepangkatan yang lebih tinggi disarankan untuk melanjutkan studi ke strata yang lebih tinggi. 4. Motivasi intrinsik lebih baik dari pada motivasi ekstrinsik, bila seorang guru atau dosen ingin meningkatkan kualifikasinya sebagai pendidik, disarankan motivasi itu muncul dari diri pribadi masing-masing guru atau dosen itu sendiri. 5. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui apakah dosen-dosen AKPINDO yang belum memiliki ijazah S-2 memiliki motivasi yang kuat untuk melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi (S-2). 6. Saran bagi Pemerintah; karena masih banyak dosen-dosen yang belum memenuhi persyaratan kualifikasi dosen seperti yang disyaratkan dalam Undang-undang guru dan dosen, Pemerintah sebaiknya memberi kemudahan (semacam beasiswa) untuk para dosen yang ingin melanjutkan studinya ke jenjang S-2 dan atau dalam mengikuti uji kompetensi.
REFERENSI Ahmadi, H. Abu, Psikologi Sosial, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta, 1999 Buku
Pedoman Akademi Indonesia, Jakarta, 2006
Pariwisata
Dagum, Save.M, Kamus Besar Ilmu Pengetahuan, Lembaga Pengkajian Kebudayaan Nusantara, Jakarta, 2000 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1990 Purwanto, M. Ngalim, Psikologi Pendidikan, Remadja Karya CV, Bandung, 1985 Santoso, Singgih, SPSS Versi 10 Mengolah Data Statistik Secara Profesional, Elex Media Komputindo, Jakarta, 2001 Sugiyono, Statistika Untuk Alfabeta, Bandung, 2002
Penelitian,
Sulaiman, Wahid, Statistik Non-Parametrik, Contoh Kasus dan Pemecahannya dengan SPSS, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2003 Supramono, Haryanto, Jony Oktavian, Desain Proposal Penelitian Studi Pemasaran, Yogyakarta : Penerbit ANDI, Yogyakarta, 2005 Supranto, J, Statistik Teori dan Aplikasi, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1998 Undang-undang RI No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, BP.Karya Mandiri, Jakarta, 2006 Walpole, Ronald.E, Pengantar Statistik, 1995 Wijaya, Statistik Non Parametrik, Penerbit Alfa Beta, Jakarta, 2001 www.prospects.ac.uk, 8/7/2006
8 Panorama Nusantara, Vol.1 No.1 Juli – Desember 2006