ATTACHMENT PARENTING DALAM PERPSEKTIF PSIKOLOGI PENDIDIKAN ISLAM Azam Syukur Rahmatullah Pascasarjana Institut Agama Islam Nahdlatul Ulama (IAINU) Kebumen E-mail:
[email protected]
Abstrak Tulisan ini membahas tentang attachment parenting dalam kajian Psikologi Pendidikan Islam. Bahasan ini menjadi penting apalagi di era kekinian, yang banyak orang tua/pendidik/pengajar yang minim pengetahuan tentang bagaimana mengasuh, mendidik anak dengan baik. Sehingga fungsi dari bahasan ini adalah media penjelas/pencerah bagi semua kalangan agar nantinya mampu mengasuh/ mendidik anak dengan baik. Attachment parenting adalah upaya mengasuh anak dengan pendekatan jiwa, kelekatan dan social-humanis, sehingga anak akan merasa damai, aman dan nyaman apabila dekat dengan orang tua, pengasuhnya, atau pendidiknya. Kata kunci: Attachment Parenting, Mengasuh Anak, Psikologi Pendidikan Islam
183
An-Nidzam Volume I, Nomor 2, Mei-Agustus 2014
PENDAHULUAN Mendidik anak bukanlah hal yang mudah, membutuhkan “kecerdasan perilaku mendidik” yang mumpuni untuk sampai pada tahapan hasil yang “brilian secara kognisi, afeksi, psikomotor dan religi-illahiyah”. Sebab manakala mendidik anak mengandalkan kemampuan diri yang tidak berkembang atau dengan kata lain tidak ada penambahan “keilmuan mendidik anak” maka kekhawatiran yang terjadi akan menghasilkan anak-anak yang “berhasil secara fisik, tetapi secara ruhani mengalami krisis”, atau mungkin tidak mengalami keberhasilan secara fisik dan ruhani, yang ada justru tekanan, hambatan, dan “kekalutan mental” anak yang menjurus pada titik ‘penyimpangan perilaku.” Arahan mendidik— bagi orang tua atau guru atau orang-orang yang bertanggung jawab dalam mendidik— idealnya masuk pada ranah “attachment parenting” atau “attachment of education” bukan hanya masuk pada ranah “parenting” saja, sebab attachment parenting inilah yang merekatkan hubungan antara anak dan yang mendidiknya. Bukan hanya pada tataran “dekat” tetapi sudah masuk pada area “lekat/rekat” sehingga antara anak dan pendidiknya benar-benar menyatu, saling memahami, mengerti dan menjiwa. Pada tulisan ini penulis akan mengkaji perihal mendidik anak dengan kelekatan/attachment parenting, bukan hanya kedekatan. Perihal apa dan bagaimana attachment parenting ini serta hal-hal yang berkaitan erat dengan attachment parenting ini akan dikaji pada tulisan ini. Ekspektasi yang dimunculkan, dengan adanya tulisan ini akan menjadikan pola mendidik anak pihak-pihak yang bertanggung jawab mendidik akan jauh lebih baik, berkualitas dan bebarbenar “membangun-konstruktif ” pada anak, sehingga dalam pertumbuhan dan perkembangannya anak akan memiliki “kesehatan mental.”
MEMAKNAI ATTACHMENT PARENTING Dalam hal ini ada dua kata “attachment” dan “parenting” yang memiliki makna berbeda, tetapi “perpaduannya” memunculkan strategi mendidik anak yang benar-benar high quality (berkualitas tinggi) yang apabila diterapkan kepada
184
Attachment Parenting Dalam Perpsektif Psikologi Pendidikan Islam
anak-anak akan mengarahkan pada kecerdasan humanistic-social, kecerdasan intrapersonal, dan kecerdasan interpersonal. Attachment atau biasa dikenal dengan istilah kelekatan merupakan ikatan kasih sayang yang berkembang antara remaja dan pengasuhnya. Menurut Khoiruddin dalam disertasinya yang berjudul “Kualitas Kelekatan Santri Anak” menyebutkan bahwa ikatan kasih sayang bersifat afeksional, sehingga kelekatan cenderung menetap pada diri individu meskipun figur kelekatan tidak tampak secara fisik atau tidak berada dalam jangkauan.1 Hal ini berarti kelekatan mampu bertahan lama pada diri seseorang; baik itu anak, remaja maupun kaum dewasa terhadap figur lekat. Meski figur lekat berpisah dalam kurun waktu lama, kelekatan mampu bertahan pada diri individu, dengan syarat terjadi relasi atau hubungan yang sehat antara kedua belah pihak yakni individu dengan figur lekatnya. Pernyataan penulis tersebut diperkuat dengan pemikiran Ainsworth dkk., yang menyatakan bahwa attachment adalah ikatan afeksi yang dibentuk antara satu individu dengan yang lainnya dan bertahan sepanjang waktu dan tempat.2 Konteks “sepanjang waktu dan tempat” bisa dimaknai lintas waktu, budaya, dan lokasi. Artinya antara kedua yang berhubungan tersebut akan tetap memiliki ikatan emosional yang kuat meski berbeda negara, berbeda budaya dan berlainan waktu. Dari beberapa definisi para pakar di atas, penulis dapat mengambil beberapa unsur dari attachment atau kelekatan ini, antara lain : 1.
Kental ikatan emosional atau afeksinya, yang mengarah pada ketenangan dan kedamaian pada hati keduanya terutama pada remaja.
2.
Terjadi pada dua orang atau lebih yang memiliki ikatan hati yang sama dan kuat.
3.
Adanya usaha atau upaya yang dilakukan oleh kedua pihak (apabila terjadi pada dua orang) guna tetap membina hubungan yang hangat tersebut.
1 Khoiruddin, Kualitas Kelekatan Santri Anak-anak, seri ringkasan disertasi (Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada, 2001) hlm. 5-6. 2 Zanden, Human Development, (New York, McGraw-Hill, 1997) hlm. 8.
185
An-Nidzam Volume I, Nomor 2, Mei-Agustus 2014
Sedangkan “parenting” memiliki pengertian “pola asuh” orang tua terhadap anak-anaknya. Tetapi kata orang tua ini kemudian dapat diperluas tidak hanya khusus “orang tua” tetapi mengarah pula kepada pendidik di sekolah/madrasah, pengajar/pendidik di lingkungan non/in formal, dan pihak-pihak yang bertanggung jawab terhadap keberlangsungan pendidikan anak. Dalam buku Pedoman Pendidikan Karakter pada Pendidikan Anak Usia Dini Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini Ditjen PAUDNI dinyatakan bahwa parenting merupakan proses interaksi antara orang tua dan anak-anaknya yang meliputi; memberi makan (nourishing), memberi petunjuk (guiding) dan melindungi anak (protecting) ketika anak-anak tumbuh berkembang.3 Mohammad Shochib dalam bukunya berjudul Pola Asuh Orang Tua dalam Membantu Anak Mengembangkan Disiplin Diri menyatakan bahwa parenting adalah upaya orang tua mendekatkan diri kepada anak-anaknya dalam rangka memasukkan nilai-nilai positif kepada anak-anaknya tersebut.4 Sedangkan Nasikh Ulwan menyatakan bahwa parenting merupakan upaya penyatuan rasa antara orang tua utamanya ibu kepada anak-anaknya dan memberikan pendidikan nilai kepada anak-anaknya dengan luhur.5 Dari beberapa pernyataan di atas dapatlah penulis ambil benang merah perihal makna parenting ini, yakni “suatu upaya orang tua dalam mendidik anak-anaknya dan memasukkan nilai-nilai kemuliaan kepada anak-anaknya sehingga nantinya mereka mampu memaknai nilai-nilai tersebut dengan baik, di manapun berada.” Kemudian manakala dua kata “attachment” dan “parenting” dipadukan maka akan memunculkan makna/pengertian yakni: pola pengasuhan anak dengan cara tidak hanya mendekatkan diri kepada anak tetapi lebih dalam lagi yakni melekatkan/ merekatkan diri kepada anak sehingga terbentuklah kehangatan, ketenangan dan kedamaian anak, sehingga pula orang tua akan mudah mengarahkan, membimbing, dan melindungi anaka-anaknya. Pernyataan penulis tersebut ditegaskan oleh 3 4 5
Pedoman Pendidikan Karakter pada Pendidikan Anak Usia Dini Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini Ditjen PAUDNI Kementerian Pendidikan Nasional tahun 2011. Atau dapat dilihat pada blog. www. paud-anakbermainbelajar.blogspot.com Moh. Shochib, Pola Asuh Orang Tua dalam Membantu Anak Mengembangkan Disiplin Diri, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000) hlm. 2 Nasikh ‘Ulwan, Tarbiyah al-Aulad fi al-Islam (Beirut: Dar as-Salam, 1971)
186
Attachment Parenting Dalam Perpsektif Psikologi Pendidikan Islam
Juwariyah seorang Doktor Pendidikan Islam UIN Sunan Kalijaga yang menyatakan bahwa attachment parenting merupakan upaya pendekatan orang tua kepada anak-anaknya dengan penuh kehangatan, kaya akan emosi positif dalam upaya memasukkan nilai-nilai agama kepada anak-anaknya.6
UNSUR-UNSUR YANG TERKANDUNG DALAM ATTACHMENT PARENTING Ada beberapa unsur yang ada di dalam attachment parenting yang arahannya adalah pola pengasuhan yang kental dengan meaningful parenting yakni pengasuhan yang bermakna; baik bermakna untuk anak-anaknya maupun bermakna untuk si pengasuhnya tersebut. Unsur-unsur yang terkandung tersebut manakala diterapkan oleh orang tua ataupun pendidik/pengasuh akan membentuk anak pada perilaku sehat, bukan perilaku mati/sakit. Unsur pertama dalam attachment parenting adalah meniadakan kekerasan di dalam mendidik anak. Kekerasan subtansinya akan membawa anak pada titik “kesengsaraan diri” yang ending-nya mengarahkan pada perilaku menyimpang (juvenile delinquency). Hal tersebut ditegaskan oleh beberapa pakar di antaranya; Maurice J Elias dkk., yang menyatakan bahwa penyebab anak nakal/menyimpang adalah pengasuhan terhadap anak yang minim Emotional Quotient/kecerdasan emosi.7 Kempe & Kempe berasumsi bahwa anak berubah ke arah perilaku menyimpang disebabkan karena ketidakmampuan orang tua untuk empati terhadap anak atau dengan kata lain pengabaian atau penelantaran orang tua terhadap anak; ketidakmatangan, krisis emosi, tidak mampu memenuhi keinginan dan kebutuhan anak.8Oleh karena itu mendidik dan mengasuh anak idealnya “meninggalkan hal-hal yang mengarah pada kekerasan, penghinaan, umpatan kepada anak. Hal ini dinyatakan pula oleh Jaudah Muhammad Awwad yang menyatakan bahwa mengasuh dan mendidik anak hendaknya di dalamnya tidak ada unsur kekerasan,
6 Juwariyah, Dasar-dasar Pendidikan Anak dalam al-Qur’an,(Yogyakarta: Penerbit Teras, 2010) hlm. 13 7 Maurice J. Elias dkk., Cara-cara Efektif Mengasah EQ Remaja : Mengasah dengan Cinta, Canda dan Disiplin, hlm. 41. 8 R.S Kempe & C.H Kempe, Child Abused (Cambridge : Harvard University Press, 1978) hlm. 17.
187
An-Nidzam Volume I, Nomor 2, Mei-Agustus 2014
umpatan, pemukulan, melainkan kental nuasa kasih dan sayang9 Hal tersebut tertulis pada Qur’an surat Ali Imran ayat 159 : “Maka berkat rahmat Allah, engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu.” Unsur kedua adalah peniadaan pilih kasih kepada anak. Umar Hasyim memberikan pandangan bahwa dalam mengasuh anak di dalamnya tidak boleh ada unsur pilih kasih.10 Sebab yang demikian akan menumbuhkan ketidakpuasan, putus asa, pertengkaran, intrik dan fitnah perpecahan bahkan sampai pada tahapan durhaka atau melawan orang tua. Atau dapat pula menyebabkan dendam dan permusuhan antara satu pihak dengan pihak lainnya, atau satu anak dengan anak lainnya. Allah sendiri mengajarkan manusia untuk mendidik/mengasuh anak dengan tanpa pilih kasih tetapi dengan adil dan bijaksana, hal ini selaras dengan firman Allah QS. An-Nahl ayat 90: Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. Nur Ahid dalam karyanya menambahkan di dalam mengasuh anak harus ada prinsip keadilan11, yakni peniadaan pilih kasih terhadap remaja, sebagaimana Nabi bersabda dalam Musnad Ahmad ibn Hanbal yang terjemahannya berbunyi: “Berlaku adillah kamu di antara remaja-remajamu, berlaku adillah kamu di antara remaja-remajamu, berlaku adillah kamu di antara anak-anakmu.” 12 Unsur ketiga, membiasakan pengasuhan dan mendidik anak yang memberikan kenyamanan, kesenangan, keharmonisan dan rasa penghargaan kepada anak.13 Selain itu mengedepankan pola pengasuhan kepada anak dengan 9 10 11 12 13
Jaudah Muhamamad Awwad, Mendidik Anak Secara Islam, terj. Shihabuddin (Jakarta ; Gema Insani Press, 1995) hlm. 57. Umar Hasyim, Cara Mendidik Anak dalam Islam, (Surabaya : Bina Ilmu, 1985) hlm. 170. Nur Ahid, Pendidikan Keluarga dalam Perspektif Islam, hlm., 118. Ahmad ibn Hanbal, Musnad Ahamad Ibn Hanbal, Jilid IV (Bairut : Dar Sadir, tt) hlm. 375. Muhammad Anis, Quantum al-Fatihah ; Membangun Konsep Pendidikan Berasis Surah al-Fatihah, (Yogyakarta : Pedagogia, 2010) hlm.63.
188
Attachment Parenting Dalam Perpsektif Psikologi Pendidikan Islam
penuh kesantunan, kesabaran, tidak cepat putus asa dalam membina anak. Hal yang demikian diajarkan oleh Allah melalui Firman-Nya QS. Asy-Syuara ayat 43: Artinya : “Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan, sesungguhnya perbuatan yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan.” Unsur Keempat, pola pengasuhan dan pendidikan kepada anak dengan tutur kata santun, tidak mengedepankan amarah/emosi dalam kata-kata mauapun perbuatan, suka memaafkan terhadap anak, sehingga anak akan merasakan kedamaian yang sesungguhnya tatakala dekat dengan orang tua, pendidik dan pengasuhnya. Mereka akan merasa nyaman dan benar-benar menjadikan orang tua, pendidik serta pengasuhnya sebagai pengayom sejati dalam kehidupannya. Surat yang terkait dengan perihal di atas adalah QS. Al-Imran ayat 134, yang berbunyi: Artinya : “…… dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memafkan kesalahan orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. Unsur keempat ini merupakan pola pengasuhan yang mengedepankan komunikasi sehat antara anak dan orang tua, komunikasi yang dimaksud adalah komunikasi yang meliputi enam prinsip yakni prinsip qawlan karīma (perkatan yang mulia), prinsip qawlan sadīda (perkataan yang benar/lurus), prinsip qawlan ma’rufa (perkatan yang baik), prinsip qawlan balīgha (perkataan yang efektif/ keterbukaan), prinsip qawlan layyina (perkatan yang lemah lembut) dan prinsip qawlan maisūra (perkataan yang pantas). 14 Unsur kelima, Orang tua/pendidik/pengasuh dalam mengasuh anak-anaknya menjauhkan diri dari sikap angkuh dan merasa paling sempurna terhadap anak karena hal tersebut menjadijan anak semakin tidak hormat. Larangan bersikap angkuh ini ditegaskan dalam QS. Al-Najm ayat 32 yang berbunyi : Artinya : “(Yaitu) mereka yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji, kecuali kesalahan-kesalahan kecil. Sungguh, Tuhanmu Mahaluas ampunananNya. Dia Maha mengetahui tentang kamu, sejak Dia menjadikan kamu dari 14 Qawlan Karima merujuk pada QS. al-Isrāa ayat 23., Qawlan Sadīda merujuk pada QS an-Nisāa ayat 9., Qawlan Ma’rufa merujuk pada QS al-Bāqarah ayat 263., Qawlan Baligha merujuk pada QS. An-Nisāa ayat 63., Qawlan Layyina merujuk pada QS Thahāa ayat 44., Qawlan Maisura merujuk paad QS. al-Isrāa ayat 28. Syaiful Bahri Djamarah, Pola Komunikasi Orang Tua & Anak Dalam Keluarga Sebuah Perspektif AlQur’ān (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2004) hlm. 105.
189
An-Nidzam Volume I, Nomor 2, Mei-Agustus 2014
tanah lalu ketika kamu masih janin dalam perut ibumu. Maka janganlah kamu menganggap dirimu suci. Dia mengetahui tentang orang yang bertakwa. Apa yang penulis paparkan di atas hanya sedikit (lima unsur) dari sekian banyak unsur attachment parenting dalam kajian Psikologi Pendidikan Islam yang mana apabila kesemua hal di atas diterapkan oleh orang tua/pendidik/pengasuh maka akan memberikan manfaat yang besar bagi anak, di antaranya: Pertama, anak akan merasa dihargai (dimanusiakan), tidak merasa diduakan, sehingga akan berpengaruh positif terhadap perkembangan jiwa serta kepribadiannya ke depan. Kedua, terbentuknya karakter remaja menuju karakter pemaaf, penyayang, adil dalam bersikap. Ketiga, lurus dalam berpikir (senantiasa berpikir positif ), remaja akan terbiasa untuk berpikir baik dan mengesampingkan pikiran-pikiran yang menjatuhkan harga dirinya seperti dendam, iri, tidak suka dengan saudara maupun teman-temannya. Keempat, anak akan semakin sayang dan dekat dengan orang tua maupun pihak-pihak lain yang berkewajiban dekat dengannya, tanpa syarat apapun. Kelima, anak akan menemukan figur yang memang pantas diteladani dan dijadikan panutan dalam bersikap serta bertingkah laku sampai kapanpun.
ATTACHMENT PARENTING DI MASA KENABIAN Attachment parenting sejatinya telah disemaikan benih-benih dan penerapannya sejak masa lampau, bahkan di masa kenabian pun attachment parenting telah diterapkan. Namun pada masa itu belum menggunakan istilah “attachment parenting,” suatu istilah yang di era kekinian menjadi trend positif yang banyak dipelajari oleh kaum orang tua/pendidik/pengasuh. Ada beberapa bukti konkreat perihal telah diterapkannya konsepsi attachment parenting di masa kenabian, baik itu di masa Nabiyullah Muhammad itu sendiri, para sahabatnya, atau pula di masa kenabian sebelum Nabiyullah Muhammad, nantinya akan penulis paparkan, harapannya akan semakin menambah keyakinan untuk mempelajari dan menerapkan attachment parenting di dalam keluarga, sekolah/madrasah.
190
Attachment Parenting Dalam Perpsektif Psikologi Pendidikan Islam
Bukti pertama, di Rasulullah SAW merupakan sosok mulia yang sangat dekat dengan kaum athfal, beliau seringkali bermain-main riang, menyenangkan anakanak dan tidak membuat anak-anak ketakutan, cemas dan menjauhi Rasulullah. Hal ini dibuktikan tatkala Beliau menyuruh Abdullah, Ubaidillah, dan lain-lain dari putra-putra pamannya Al-Abbas r.a. untuk berbaris lalu berkata, “Siapa yang terlebih dahulu sampai kepadaku akan aku beri sesuatu (hadiah).”Merekapun berlomba-lomba menuju beliau, kemudian duduk di pangkuannya lalu Rasulullah menciumi mereka dan memeluknya. Bukti kedua, Rasulullah tidak pernah marah dengan anak-anak, bahkan tatkala diri beliau dikencingi oleh seorang anak pun, Rasulullah tetap memperlakukan anak dengan bijaksana, lembut dan penuh kasih. Hal ini ditunjukkan seorang anak kecil dibawa kepada Nabi Muhammad SAW. supaya di doakan dimohonkan berkah dan di beri nama. Anak-anak tersebut dipangku oleh beliau. Tiba-tiba anak itu kencing, lalu orang-orang yang melihatnya berteriak. Beliau berkata, “jangan di putuskan anak yang sedang kencing, biarkanlah dia sampai selesai dahulu kencingnya.”Beliau pun berdoa dan memberi nama, kemudian membisiki orang tuanya supaya jangan mempunyai perasaan bahwa beliau tidak senang terkena air kencing anaknya. Ketika mereka telah pergi, beliau mencuci sendiri pakaian yang terkena kencing tadi. Ummu Kholid binti kho;id bin sa’ad Al-Amawiyah berkata, “Aku beserta ayahku menghadap Rasulullah dan aku memakai baju kurung (gamis) berwarna kuning. Ketika aku bermain-main dengan cincin Nabi Muhammad SAW. ayahku membentakku, maka beliau berkata, “Biarkanlah dia.” Kemudian beliau pun berkata kepadaku, “bermainlah sepuas hatimu, Nak! Terlihat dengan jelas bahwa Rasulullah mengajarkan untuk tidak membudayakan “amarah, bentakan, umpatan” kepada anak dalam mendidik dan mengasuhnya, sebab akan berakibat buruk untuk anak itu sendiri, terutama memorinya. Dikhawatirkan memori anak akan menyimpan pengalamanpengalaman buruk selama diperlakukan buruk oleh orang tua/pendidik/ pengasuhnya, yang akan menghambat kesehatan mental pada anak itu sendiri.15 15 Kartini Kartono, Patologi Sosial; Ganguan-gangguan Kejiwaan, (Jakarta: PT Rajawali Press, 2010) hlm.81
191
An-Nidzam Volume I, Nomor 2, Mei-Agustus 2014
Bukti ketiga, jauh sebelum masa kenabian nabiyullah Muhammad, sudah ditunjukkan perihal attachment parenting oleh Lukman al-Hakim yang hidup di masa nabiyullah Daud As. Lukman terkenal sebagai orang yang bijaksana dalam mengasuh, mendidik anak-anaknya. Hal yang dikedepankan Lukman adalah katakata bijak, sikap dan perilaku santun dan penuh rasa penghargaan kepada anakanaknya, dan tidak berbuat hal-hal yang menyakiti anak. Beberapa ayat Qur’an yang merupakan bukti nyata kesantunan ucapan Lukman dalam memberi nasehat kepada anaknya:16 1. Wahai anakku, juallah duniamu untuk kepentingan akhiratmu, niscaya engkau akan memperoleh keberuntungan dari keduanya. 2.
Wahai anakku, janganlah engkau masuk dalam urusan dunia terlalu dalam sehingga membuat rusak urusan akhiratmu, dan jangan pula meninggalkan sama sekali sehingga engkau menjadi beban orang lain.
3. Wahai anakku, jadikanlah pikiran orang lain untukmu dalam masalah kebutuhan yang mendorongmu untuk melakukannya, lalu putra Lukman bertanya: Bagaimana aku bisa menjadikan pikiran orang lain untukku? Lukman menjawab: bermusyawarahlah dengan orang lain dalam urusan yang ingin kamu kerjakan. Bukti Keempat, Di masa kenabian Nuh As pun sejatinya attachment parenting telah ada, hal ini dibuktikan dengan tetap bijaksananya sang Nabi menghadapi anaknya Qan’an. Anak yang masuk dalam sejarah sebagai anak yang kafir. Sejatinya nabiyullah Nuh telah berupaya dengan pendekatan-pendekatan konstruktif yakni pendekatan yang membangun perilaku positif anak, tetapi takdir illahi berkata lain. Sang anak tetap berada pada jalan kesesatan. Sesungguhnya masih banyak bukti-bukti nyata perihal penerapan attachment parenting di masa lampau yang belum tersebutkan pada bab ini, yang sejatinya attachment parenting menjadi poin dasar yang idealnya tidak ditinggalkan/diabaikan oleh zaman apapun. Dengan kata lain, attachment parenting bersifat sepanjang
16 Juwariyah, Dasar-dasar Pendidikan Anak dalam al-Qur’an, hlm.29-32.
192
Attachment Parenting Dalam Perpsektif Psikologi Pendidikan Islam
masa/zaman, tidak hanya dibatasi oleh satu atau dua zaman tetapi di sepanjang zaman.
KEDUDUKAN ATTACHMENT PARENTING DALAM PSIKOLOGI PENDIDIKAN ISLAM Attachment parenting dalam kajian Psikologi Pendidikan Islam menjadi suatu hal yang penting keberadaannya, apalagi hubungannya dengan mengasuh/ mendidik anak. Sedangkan Psikologi Pendidikan Islam itu sendiri merupakan kajian keilmuan yang berupaya menghantarkan anak didiknya menuju titik perubahan diri (self changed) secara spiritual, akhlak, intelektual dan social dan di dalamnya ada proses pembimbingan, pengasuhan, pendidikan manusia dalam rangka memberi nilainilai, prinsip-prinsip dan keteladanan yang fungsinya menjadi bekal yang bertujuan mempersiapkan kehidupan dunia dan akhirat.17 Suyudi menambahkan adanya nuansa pembimbingan, pengasuhan anak dalam hal tingkah laku yang positif untuk mengarahkan potensi baik potensi dasar maupun ajar yang sesuai dengan fitrahnya melalui proses intelektual dan spiritual berlandaskan nilai Islam untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.18 Dari dua pernyataan di atas terlihat bahwa Pendidikan Islam dan psikologi menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan, ini terlihat dari pendidikan Islam yang mengarahkan pada titik perubahan baik itu perubahan sprtual, akhlak, social dan intelektual, ataupun pengembangan potensi diri yang di dalamnya tidak meninggalkan aspek psikologi yakni “adanya pengasuhan, pembimbingan dan pendidikan” yang lekat dengan anak, sehingga nantinya tujuan utama dari pendidikan itu sendiri dapat tercapai dengan maksimal, dan proses menuju perubahan diri anak tersebut inilah yang membutuhkan “attachment parenting” yakni pola pengasuhan dan pemimbingan anak yang sehat, bukan pola pengasuhan anak yang sakit. Sehingga ekspektasi yang dimunculkan adalah akan tercipta anakanak yang berkualitas unggulan dengan pola pengasuhan/ attachment parenting 17 Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1993) hlm. 62 18 Suyudi, Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur’an, Integrasi Epistimologi Bayani, Burhani dan Irfani (Yogyakarta: Mikraj, 2005) hlm. 55
193
An-Nidzam Volume I, Nomor 2, Mei-Agustus 2014
yang unggulan pula. Oleh karenanya yang diterapkan adalah pola pengasuhan yang memuat unsur-unsur: Gambar 1 Unsur-unsur Positif Attachment Parenting
Pola pengasuhan yang tidak sehat akan menghambat proses perubahan diri positif anak, oleh karenanya dalam pengasuhannya tidak pantas apabila menerapkan unsure-unsur negative kepada anak, seperti: Gambar 2 Kandungan Unsur-unsur Negative Attachment Parenting
194
Attachment Parenting Dalam Perpsektif Psikologi Pendidikan Islam
Dengan demikian secara nyata terlihat kedudukan attachment parenting dalam Psikologi Pendidikan Islam, yakni sebagai bagian yang sangat penting dalam rangka pelekatan/perekatan kepada anak, memberi pondasi dasar hubungan harmonis, hangat, mendamaikan anak, sehingga nantinya anak akan mudah dibawa pada proses perubahan diri (self changed), anak akan bersifat terbuka, menyenangkan, tidak mudah patah semangat, hangat dalam bersosialisasi, cerdas intrapersonal dan interpersonal.
SIMPULAN Attachment parenting merupakan kajian yang tidak hanya dalam wilayah Psikologi saja, tetapi juga masuk area Pendidikan Islam maupun Psikologi Pendidikan Islam. Pembahasan attachment parenting ini menjadi kajian yang penting dan tidak bisa dipandang sebelah mata, sebab menjadi pondasi dasar perilaku anak setelahnya. Manakala sejak kecil attachment parenting diterapkan kepada anak dengan baik maka setelahnya perilaku anak akan menunjukkan perilaku sehat, lain halnya manakala sejak awal/kecil attachment parenting minim maka setelahnya anak sangat dimungkinkan akan berperilaku sakit. Oleh karena itulah menjadi suatu kewajiban bagi calon orang tua, orang tua, pendidik dan pengasuh mempelajari attachment parenting ini.
195
An-Nidzam Volume I, Nomor 2, Mei-Agustus 2014
DAFTAR RUJUKAN Anis Muhammad , Quantum al-Fatihah ; Membangun Konsep Pendidikan Berasis Surah al-Fatihah, Yogyakarta : Pedagogia, 2010 Awwad ,Jaudah Muhamamad, Mendidik Anak Secara Islam, terj. Shihabuddin, Jakarta ; Gema Insani Press, 1995 Djamarah, Syaiful Bahri, Pola Komunikasi Orang Tua & Anak Dalam Keluarga Sebuah Perspektif Al-Qur’ān, Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2004 Hasyim, Umar, Cara Mendidik Anak dalam Islam, Surabaya : Bina Ilmu, 1985 Ibn Hanbal ,Ahmad, Musnad Ahamad Ibn Hanbal, Jilid IV, Bairut : Dar Sadir, tt Juwariyah, Dasar-dasar Pendidikan Anak dalam al-Qur’an, Yogyakarta: Penerbit Teras, 2010 Kartono ,Kartini, Patologi Sosial; Ganguan-gangguan Kejiwaan,
Jakarta: PT
Rajawali Press, Kempe & Kempe, Child Abused, Cambridge : Harvard University Press, 1978 Khoiruddin, Kualitas Kelekatan Santri Anak-anak, seri ringkasan disertasi, Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada, 2001 Langgulung , Hasan, Asas-asas Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka al-Husna, 1993 Pedoman
Pendidikan Karakter pada Pendidikan Anak Usia Dini Direktorat
Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini Ditjen PAUDNI Kementerian Pendidikan Nasional tahun 2011. Atau dapat dilihat pada blog. www.paudShochib, Mohammad, Pola Asuh Orang Tua dalam Membantu Anak Mengembangkan Disiplin Diri, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000 Suyudi, Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur’an, Integrasi Epistimologi Bayani, Burhani dan Irfani Yogyakarta: Mikraj, 2005 anakbermainbelajar.blogspot.com Ulwan Nasikh ‘, Tarbiyah al-Aulad fi al-Islam, Beirut: Dar as-Salam, 1971 Zanden, Human Development, New York, McGraw-Hill, 1997
196