Artikel ini sudah dipublikasikan di Jurnal Idea Vol 5 No 20, Maret 2011 Hal 85-95
TELAAH KETAHANAN PANGAN DAN KEMISKINAN MASYARAKAT PENERIMA PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KELAUTAN DAN PERIKANAN ( PNPM MANDIRI – KP ) KABUPATEN MUKOMUKO oleh Indra Cahyadinata Staf Pengajar Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian UNIB
[email protected] ABSTRAK PNPM Mandiri adalah program nasional penanggulangan kemiskinan terutama yang berbasis pemberdayaan masyarakat, yang pada sektor kelautan dan perikanan dikenal dengan istilah Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Kelautan dan Perikanan (PNPM Mandiri KP). Di Kabupaten Mukomuko, pelaksanaan PNPM Mandiri KP difokuskan pada Kecamatan Air Rami. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui status ketahanan pangan dan status kemiskinan masyarakat penerima PNPM Mandiri KP di Kabupaten Mukomuko. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka dipilih responden dalam penelitian ini sebanyak 84 orang. Status ketahanan pangan dianalisa dengan menggunakan persentase pengeluaran untuk pangan, dan status kemiskinan dianalisas dengan pengeluaran per kapita setara beras. Status ketahanan pangan menunjukkan sebanyak 57,1% masyarakat penerima termasuk dalam kategori tahan pangan, dimana masyarakat penerima PNPM Mandiri KP di Kabupaten Mukomuko memiliki kemampuan untuk memperoleh akses terhadap pangan yang mencukupi untuk kehidupan yang sehat dan produktif serta berlangsung dari waktu ke waktu. Sedangkan sebanyak 42,9%, masyarakat penerima PNPM Mandiri KP di Kabupaten Mukomuko tidak memiliki kemampuan untuk memperoleh akses terhadap pangan yang mencukupi untuk kehidupan yang sehat dan produktif serta berlangsung dari waktu ke waktu. Berdasarkan indikator kemiskinan, masyarakat penerima termasuk dalam kategori tidak miskin sebanyak 77,4% yang berarti masyarakat penerima PNPM Mandiri KP di Kabupaten Mukomuko mampu mencapai kecukupan dalam hal kebutuhan dasar manusia, khususnya menyangkut kebutuhan fisik yakni pangan dan bukan pangan (pakaian, perumahan, dan jasa). Masyarakat yang termasuk dalam kategori miskin sebanyak 22,6%, yaitu tidak mampu mencapai kecukupan dalam hal kebutuhan dasar manusia, khususnya menyangkut kebutuhan fisik yakni pangan dan bukan pangan (pakaian, perumahan, dan jasa), dan hanya 1,2% termasuk dalam kategori miskin sekali, yaitu sangat tidak mampu mencapai kecukupan dalam hal kebutuhan dasar manusia, khususnya menyangkut kebutuhan fisik yakni pangan dan bukan pangan (pakaian, perumahan, dan jasa). Kata Kunci : PNPM Mandiri KP, Ketahanan Pangan, Kemiskinan
PENDAHULUAN Latar Belakang PNPM Mandiri adalah program nasional penanggulangan kemiskinan terutama yang berbasis pemberdayaan masyarakat. Secara umum, PNPM Mandiri bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin secara mandiri. Pendekatan atau upaya-upaya rasional dalam mencapai tujuan program dengan memperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan program adalah pembangunan yang berbasis masyarakat dengan menggunakan kecamatan sebagai lokus program
untuk mengharmonisasikan perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian program, memposisikan masyarakat sebagai penentu/pengambil kebijakan dan pelaku utama pembangunan pada tingkat lokal, mengutamakan nilai-nilai universal dan budaya lokal dalam proses pembangunan partisipatif, menggunakan pendekatan pemberdayaan masyarakat yang sesuai dengan karakteristik sosial, budaya dan geografis dan Melalui proses
pemberdayaan
yang terdiri dari atas pembelajaran, kemandirian
dan
keberlanjutan. PNPM Mandiri yang diimplementasikan oleh pemerintah menyentuh semua sektor pembangunan, termasuk sektor kelautan dan perikanan, yang dikenal dengan istilah Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Kelautan dan Perikanan (PNPM Mandiri KP). Di Kabupaten Mukomuko, pelaksanaan PNPM Mandiri KP difokuskan pada Kecamatan Air Rami yang terdiri dari masyarakat perikanan budidaya dan perikanan tangkap. Namun pada tahap pelaksanaan program tersebut, belum diketahui status ketahanan pangan dan kemiskinan masyarakat penerima. Kondisi ini menyebabkan sulitnya menetapkan indikator keberhasilan pelaksanaan program pada masa yang akan datang. Untuk itu, menjadi perlu dilaksanakan kajian tentang status ketahanan pangan dan kemiskinan masyarakat penerima PNPM Mandiri KP saat ini, sebagai dasar untuk penilaian keberhasilan pelaksanaan program. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui status ketahanan pangan masyarakat penerima PNPM Mandiri KP di Kabupaten Mukomuko. 2. Mengetahui status kemiskinan masyarakat penerima PNPM Mandiri KP di Kabupaten Mukomuko.
METODOLOGI Responden Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat penerima PNPM Mandiri KP Kabupaten Mukomuko Tahun 2009 yang berjumlah 226 orang, yang tersebar pada 3 desa di Kecamatan Air Tami, yaitu Desa Desa Marga Mulia, Desa Cinta Asih dan Desa Talang Rio. Dari jumlah tersebut, dipilih responden sebanyak 84 orang, yang terdiri dari 24 orang di Desa Cinta Asih, 36 orang di Desa Marga Mulia dan 24 orang di Desa Talang Rio.
2
Analisa Data Analisa Ketahanan Pangan Analisa ketahanan pangan dilakukan untuk mengetahui status ketahanan pangan (kerawanan pangan) rumah tangga penerima PNPM Mandiri KP di Kabupaten Mukomuko. Banyak indikator yang dapat digunakan untuk mengukur ketahanan pangan rumah tanggga.
Salah satunya adalah proporsi belanja pangan terhadap
belanja rumah tangga (percentage of expenditure on food). Secara singkat, formula untuk menghitung pangsa pengeluaran pangan adalah sebagai berikut (Smith and Subandoro, 2005) :
% pengeluara n untuk pangan =
pengeluara n pangan × 100 total pengeluara n
Dengan menggunakan persamaan, rumah tangga dapat didistribusikan ke dalam ketegori ketahanan pangan rumah tangga, yakni tahan pangan atau rawan pangan. Indikator penilaian status ketahanan pangan masyarakat adalah : 1. Rawan Pangan : jika persentase pengeluaran pangan > 60,6% 2. Tahan Pangan : jika persentase pengeluaran pangan ≤ 60,6% Analisa Kemiskinan Penilaian kemiskinan masyarakat penerima PNPM Mandiri KP di Kabupaten Mukomuko bertujuan untuk memetakan status kemiskinan masyarakat, sekaligus untuk melengkapi analisis kesejahteraan yang dilakukan. Indikator penilaian kemiskinan yang digunakan adalah (Sayogyo, 1977) : 1. Tidak Miskin, apabila pengeluaran per kapita per tahun sama atau lebih tinggi dari setara 320 kg beras untuk pedesaan dan 480 kg untuk daerah kota. 2. Miskin, apabila pengeluaran per kapita per tahun lebih rendah dari setara 320 kg beras untuk pedesaan dan 480 kg untuk daerah kota. 3. Miskin sekali, apabila pengeluaran per kapita per tahun lebih rendah dari 240 kg beras untuk pedesaan dan 360 kg untuk daerah kota. 4. Paling miskin, apabila pengeluaran per kapita per tahun lebih rendah dari setara 180 kg beras untuk pedesaan dan 270 kg beras untuk daerah kota. Lokasi pelaksanaan kegiatan (Desa Marga Mulia, Desa Cinta Asih dan Desa Talang Rio) dapat dikategorikan sebagai daerah pedesaan. Berdasarkan indikator
3
penilaian kemiskinan, maka indikator penilaian kemiskinan pada lokasi kegiatan ini adalah : 1.
Tidak miskin : pengeluaran per kapita per tahun setara beras ≥ 320 kg
2.
Miskin : pengeluaran per kapita per tahun setara beras 240 – 319 kg
3.
Miskin Sekali : pengeluaran per kapita per tahun setara beras 180-219 kg
4.
Paling miskin : pengeluaran per kapita per tahun setara beras < 180 Kg
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden Informasi tentang karakteristik rumah tangga sangat penting untuk memberikan gambaran tentang kondisi aktual masyarakat. Secara deskriptif karakteristik responden yang diamati dalam survey ini meliputi umur, pendidikan formal kepala keluarga, pengalaman, dan jumlah tanggungan keluarga. Jumlah Responden yang diambil sebagai responden dalam survey ini sebanyak 84 responden yang berada di Desa Cinta Asih, Desa Marga Mulia dan Desa Talang Rio Kecamatan Air Rami Kabupaten Mukomuko. Dimana 60 respoden petani ikan air tawar dan 24 nelayan perikanan tangkap. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Karakteristik Responden Karakteristik 1. Umur (tahun) 23-37 38-51 52-65 Rata-Rata (tahun) 2. Pendidikan (tahun) 1- 6 7-9 10-12 Rata-Rata (tahun) 3. Tanggungan (orang) 2-3 4-5 6 Rata-Rata (orang) 4. Pengalaman (tahun) 4-12 13-21
Perikanan Budidaya Jumlah % 18 39 3
30 65 5
Perikanan Tangkap Jumlah % 10 14
40.82 25 29 6
19 32
28 53 3
36.20 42 48 10
11 13
8.1
8 50 2
42 58
Total Jumlah %
39.5 46 54
36 42 6
7.6
13.3 83.3 3.3 4.1
32 53
15 8 1
43 50 7 7.9
63 33 4
23 58 3
4.3
14 9
33 63 4
13 57 30 4.1
58 38
33 41
39 49
4
22-30 9 Rata-Rata (tahun) 16.4 Sumber: Hasil Survey (diolah, 2010)
15
1 12.4
4
10 15.3
12
Umur Umur merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap aktivitas dalam berusahatani. Faktor usia akan mempengaruhi terhadap keadaan penyerapan motivasi teknologi, dengan umur semakin tua akan semakin lambat menerima inovasi baru (Fauzi, 2007). Petani dan nelayan di usia produktif diharapkan akan dapat bekerja dengan optimal untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Dari hasil survey diketahui bahwa kisaran umur antara 23 sampai 65 tahun, dan rata-rata umur 39,5 tahun. Menurut Junaidi, A (2007), usia produktif berada pada umur 23 sampai 55 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa petani dan nelayan yang menjadi responden dalam survey ini berada pada usia produktif dan diharapkan memberikan hasil yang maksimal dalam berusaha perikanan air tawar dan perikanan tangkap
sehingga dapat
menghasilkan produksi yang maksimal.
Tingkat Pendidikan Selain umur, tingkat pendidikan juga faktor penting dalam menentukan keberhasilan seseorang dalam usahanya. Salah satu alasannya tingkat pendidikan akan menentukan seseorang dalam berfikir, bersikap, dan bertindak dalam mengelola usahanya seperti kemampuan dalam menyerap suatu inovasi baru. Pendidikan formal juga akan mempengaruhi petani dan nelayan dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan kegiatan usahanya. Rata-rata lama pendidikan formal petani ikan air tawar dan nelayan perikanan tangkap adalah 7,9 tahun dengan kisaran 1 sampai dengan 12 tahun. Dilihat dari rata – rata ini maka dapat disimpulkan bahwa petani ikan air tawar dan nelayan perikanan tangkap hanya baru menyelesaikan tingkat sekolah dasarnya. Hal ini sangat penting dalam upaya meningkatkan pengetahuan petani dan nelayan dalam adopsi teknologi baru. Upaya ini akan dapat diakselerasi melalui pendidikan non formal misalnya pelatihan-pelatihan dan kegiatan penyuluhan pertanian dalam suatu kelompok tani.
Tanggungan Keluarga Tanggungan keluarga yang dimaksud disini adalah semua orang yang tinggal bersama kepala keluarga dan tidak tinggal bersama kepala keluarga tetapi hidupnya
5
masih dibiayai. Data survey menunjukkan bahwa rata-rata tanggungan keluarga 4 orang dengan kisaran antara 2 sampai dengan 6 orang. Jumlah anggota keluarga yang menjadi tanggungan akan memberikan motivasi untuk berupaya meningkatkan pendapatan usahanya. Motivasi yang kuat akan berpengaruh terhadap keinginan untuk mendapatkan hasil yang optimal sehingga dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Jumlah anggota keluarga yang besar dan berada dalam usia produktif merupakan sumber tenaga kerja yang potensial sehingga dapat mengurangi beban dan tanggungan di dalam keluarga Besarnya tanggungan keluarga ini memberikan konsekuensi pada makin besarnya beban ekonomi yang harus ditanggung oleh kepala keluarga, meskipun jumlah yang besar ini pun mungkin masih dapat dimanfaatkan sebagai sumber tenaga kerja dari dalam keluarga. Semakin besar ukuran keluarga, yang ditunjukkan oleh jumlah tanggungan keluarga ini, maka semakin besar potensi tenaga kerja keluarga yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan pendapatan keluarga. Dalam waktu yang bersamaan, ketersediaan tenaga kerja inipun akan mengurangi biaya tenaga kerja dalam menjalankan kegiatan usahanya.
Pengalaman Dalam Berusaha. Pengalaman sebagai petani ikan air tawar dan nelayan merupakan salah satu faktor yang penting bagi mereka sebagai upaya mencapai keberhasilan dalam menjalankan kegiatan usahanya. Tabel 3 menunjukkan bahwa rata-rata pengalaman mereka dalam menjalankan usahanya adalah 15.3 tahun, hal ini karena pada umumnya msyarakat telah lama menjalankan aktivitasnya sebagai petani dan nelayan sejak mereka muda, bahkan sebelum mereka berkeluarga. Pengalaman ini akan banyak membantu mereka dalam menjalankan aktivitasnya. Bagi mereka yang sudah lama berpengalaman diharapkan akan lebih efisien dan produktif dalam melakukan aktivitas, karena biasanya mereka mampu mengatasi masalah-masalah yang timbul berdasarkan pengalaman dari kegiatan sebelumnya yang sudah pernah dilakukan.
Kepemilikan Lahan Kepemilkan lahan disini merupakan luas dari pekarangan, kebun, sawah dan kolam yang dimiliki. Lahan merupakan salah satu faktor produksi penting, karena besarnya luas lahan yang diusahakan untuk suatu usahatani akan mempengaruhi besarnya produksi yang diperoleh dalam suatu waktu dan areal tertentu. Luas lahan
6
akan berpengaruh terhadap besar kecilnya produksi yang dihasilkan petani sehingga pada akhirnya akan berpengaruh terhadap biaya yang akan dikeluarkan oleh petani. Luas lahan garapan sering menjadi bahan pertimbangan petani dalam pengambilan keputusan terhadap usahataninya, misalnya menentukan jumlah benih atau bibit yang akan diusahakan. Besarnya luas lahan yang dimiliki dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kepemilikan Lahan Perikanan Budidaya
Perikanan Tangkap
Total
Rata-rata (Ha)
Rata-rata (Ha)
Rata-rata (Ha)
1 Pekaranagn
0.005
0.005
0.005
2 Kebun
1.47
1.10
1.35
3 Sawah
-
-
-
4 Kolam
0.085
-
No
Uraian
Sumber: Hasil Survey (diolah, 2010)
Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa rata-rata luas pekarangan yang dimilki 0.005 Ha atau sekitar 50 m2. Masyarakat petani perikanan budidaya pada umumnya pekarangan rumah yang menjadi tempat tinggal merupakan hak milik sendiri dan sudah dimiliki sejak tahun 1982 melalui progam Transmigrasi dari pemerintah. Sedangkan untuk nelayan perikanan tangkap yang berada di Desa Talang Rio mayoritas masyarakat penduduk suku asli Bengkulu. Luas kebun yang dimiliki rata-rata 1.10 Ha, dimana pada umumnya ditanami dengan tanaman–tanaman perkebunan seperti kelapa sawit dan karet. Luas kolam yang dimiliki petani ikan air tawar yang berada di Desa Marga Mulia dan Desa Cinta Asih rata-rata 0.085 Ha atau sekitar 850 m2. Masing-masing petani memiliki 4 kolam sampai dengan 8 kolam, dengan rata-rata ukuran kolam 20 meter x 15 meter dan 10 meter x 15 meter. Ketahanan Pangan Pada penelitian ini dilakukan kajian tentang ketahanan pangan masyarakat penerima PNPM Mandiri KP di Kabupaten Mukomuko. Konsep ketahanan pangan rumah tangga dicerminkan oleh kemampuan untuk memperoleh akses terhadap pangan yang mencukupi untuk kehidupan yang sehat dan produktif serta berlangsung dari waktu ke waktu. Ketahanan pangan rumah tangga akan terusik keberadaannya
7
ketika terjadi krisis ekonomi (daya beli rumah tangga menurun), tingkat produksi dan ketersediaannya terbatas. Pada skala rumah tangga, kerawanan pangan meliputi terganggunya pola makan, friksi sekitar pangan dalam rumah dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi tradisi budaya dan ritual yang berbasis pangan. Lebih lanjut, kerawanan pangan dari aspek sosial budaya dimanifestasikan dalam perilaku mendapatkan pangan dengan cara yang berbeda dengan norma sosial yang berlaku, misalkan dari mencuri, meminjam dari tetangga dan sebagainya. Ketahanan pangan bagi rumah tangga dipengaruhi oleh banyak faktor dan bervariasi antar individu ataupun rumah tangga. Pemilikan lahan (fisik) yang didukung iklim yang sesuai, disertai sumberdaya manusia (SDM) yang baik akan menjamin ketersediaan pangan yang kontinyu. Perangkat lunak berupa kebijaksanaan pertanian (pangan) amat menentukan pelaku produksi atau pasar untuk menyediakan pangan yang cukup. Sementara akses pangan hanya dapat terjadi apabila rumah tangga yang ada memiliki pendapatan yang cukup atau memiliki daya beli yang menjangkau. Namun apabila pendapatan rumah tangga tetap, sementara tingkat harga pangan naik maka daya beli masyarakat / rumah tangga menjadi berkurang dan pada gilirannya akses rumah tangga terhadap pangan juga menurun. Penentuan status ketahanan pangan pada kegiatan ini dihitung berdasarkan persentase antara pengeluaran pangan dengan pengeluaran total rumah tangga. Status ketahanan pangan masyarakat penerima PNPM Mandiri KP di Kabupaten Mukomuko disajikan pada tabel di bawah ini : Tabel 3. Status Ketahanan Pangan Penerima PNPM Mandiri KP No
Ketahanan Pangan
Perikanan Tangkap
Perikanan Budidaya
Total
Jumlah
%
Jumlah
%
Jumlah
%
1
Tahan Pangan
22
91.7%
26
43.3%
48
57.1%
2
Rawan Pangan
2
8.3%
34
56.7%
36
42.9%
Rerata %-tase belanja pangan (%)
46.4%
59.7%
55.9%
Sumber: Hasil Survey (diolah, 2010)
Berdasarkan tabel di atas, masyarakat yang termasuk dalam kategori tahan pangan sebanyak 57,1%, yang terdiri dari 91,7% masyarakat yang mengusahakan perikanan tangkap dan 43,3% masyarakat yang mengusahakan perikanan budidaya.
8
Ini berarti bahwa sebanyak 57,1% masyarakat penerima PNPM Mandiri KP di Kabupaten Mukomuko
memiliki kemampuan untuk memperoleh akses terhadap
pangan yang mencukupi untuk kehidupan yang sehat dan produktif serta berlangsung dari waktu ke waktu. Sedangkan masyarakat penerima PNPM Mandiri KP di Kabupaten Mukomuko yang termasuk dalam kategori rawan pangan sebanyak 42,9%, yang terdiri dari 8,3% masyarakat yang mengusahakan perikanan tangkap dan 56,7% masyarakat yang mengusahakan perikanan budidaya. Ini berarti bahwa sebanyak 42,9% masyarakat penerima PNPM Mandiri KP di Kabupaten Mukomuko
tidak memiliki kemampuan
untuk memperoleh akses terhadap pangan yang mencukupi untuk kehidupan yang sehat dan produktif serta berlangsung dari waktu ke waktu. Tabel di atas juga menginformasikan bahwa untuk masyarakat yang mengusahakan perikanan tangkap memiliki ketahanan pangan yang relatif lebih baik dari masyarakat yang mengusahakan perikanan budidaya. Meskipun demikian, secara rata-rata masyarakat penerima PNPM Mandiri KP di Kabupaten Mukomuko lebih banyak memiliki ketahanan pangan yang lebih baik.
Kemiskinan Kemiskinan didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang atau masyarakat tidak mampu mencapai kecukupan dalam hal kebutuhan dasar manusia, khususnya menyangkut kebutuhan fisik yakni pangan dan bukan pangan (pakaian, perumahan, dan jasa). Secara anatomis, pada dasarnya kemiskinan dapat diklafikasikan dalam dua kategori yaitu kemiskinan alamiah dan kemiskinan struktural. Kemiskinan alamiah dapat timbul karena faktor alam yang tidak mendukung, misalnya sumberdaya yang langka atau tidak bisa lagi menjadi daya dukung kebutuhan manusia.
Kemiskinan struktural terjadi karena struktur sosial yang tidak berjalan
sebagaimana mestinya. Birokrasi yang berbelit-belit dan sistem mekanisme pasar yang tidak sehat misalnya merupakan beberapa sebab kemiskinan struktural (Fauzi, 1992). Rasdani (1993) menyatakan bahwa kemiskinan struktural disebabkan oleh kurang modal, kurang pendidikan, tidak punya keahlian yang lebih produktif, tidak punya pendukung yang kuat dalam masyarakat dan tidak punya semangat untuk memperbaiki nasibnya. Selain itu, tidak punya kemampuan dari dalam untuk mengembangkan diri, posisinya lemah dan pasrah, sehingga tercipta kebudayaan kemiskinan (culture of poverty). Kusnadi (2002) menyatakan, kemiskinan dan tekanan-tekanan sosial ekonomi
9
yang dihadapi nelayan, berakar pada faktor kompleks yang sangat terkait. Faktorfaktor tersebut diklasifikasikan ke dalam faktor alami dan faktor non alami. Faktor alamiah berkaitan dengan fluktuasi musim penangkapan dan struktur alamiah sumberdaya ekonomi desa. Faktor non alamiah, berkaitan dengan keterbatasan daya jangkau teknologi penangkapan, ketimpangan dalam sistem bagi hasil dan tidak adanya jaminan sosial yang pasti, lemahnya penguasaan jaring pemasaran, dan modernisasi perikanan yang telah berlangsung sejak seperempat abat terakhir ini. Status kemiskinan penerima PNPM Mandiri KP di Kabupaten Mukomuko ditentukan berdasarkan pengeluaran total setara beras. Ini berarti, total pengeluaran setiap rumah tangga disetarakan dengan konsumsi beras, yang dihitung dengan membagikan total pengeluaran dengan rata--rata harga beras di Desa Marga Mulia, Desa Cinta Asih dan Desa talang Rio, yaitu sekitar Rp 6.500 per kg. Dengan demikian, status kemiskinan disajikan pada tabel di bawah ini : Tabel 4. Status Kemiskinan Penerima PNPM Mandiri KP No
Kategori
Perikanan Tangkap
Perikanan Budidaya
Total
Jumlah
%
Jumlah
%
Jumlah
%
1
Tidak Miskin
18
75.0
47
78.3
65
77.4
2
Miskin
6
25.0
12
20.0
18
21.4
3
Miskin Sekali
0
0.0
1
1.7
1
1.2
4
Paling Miskin
0
0.0
0
0
0
0.0
Rerata pengeluaran/kapita/ tahun setara beras (kg)
417
397
403
Sumber: Hasil Survey (diolah, 2010)
Tabel di atas menginformasikan bahwa status kemiskinan masyarakat penerima PNPM Mandiri KP di Kabupaten Mukomuko hanya termasuk dalam kategori miskin dan tidak miskin. Sedikit sekali masyarakat atau kelompok masyarakat yang termasuk dalam kategori miskin sekali dan dan tidak ada yang masuk dalam kategori paling miskin. Kelompok perikanan budidaya yang masuk dalam kategori miskin sekali hanya 1,7%. Untuk masyarakat yang mengusahakan perikanan tangkap, sebanyak 75% termasuk dalam kategori tidak miskin dan hanya 25% yang masuk dalam kategori miskin. Sedangkan untuk masyarakat yang mengusahakan perikanan budidaya, sebanyak 78,3% termasuk dalam kategori tidak miskin dan hanya 20% yang masuk
10
dalam kategori miskin. Ini berarti secara rata-rata (sebanyak 77,4%) masyarakat penerima PNPM Mandiri KP di Kabupaten Mukomuko mampu mencapai kecukupan dalam hal kebutuhan dasar manusia, khususnya menyangkut kebutuhan fisik yakni pangan dan bukan pangan (pakaian, perumahan, dan jasa), sekitar 22,6 tidak mampu mencapai kecukupan dalam hal kebutuhan dasar manusia, khususnya menyangkut kebutuhan fisik yakni pangan dan bukan pangan (pakaian, perumahan, dan jasa), dan hanya 1,2% yang sangat tidak mampu mencapai kecukupan dalam hal kebutuhan dasar manusia, khususnya menyangkut kebutuhan fisik yakni pangan dan bukan pangan (pakaian, perumahan, dan jasa).
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Status ketahanan pangan menunjukkan sebanyak 57,1% masyarakat penerima termasuk dalam kategori tahan pangan, dimana masyarakat penerima PNPM Mandiri KP di Kabupaten Mukomuko memiliki kemampuan untuk memperoleh akses terhadap pangan yang mencukupi untuk kehidupan yang sehat dan produktif serta berlangsung dari waktu ke waktu. Sedangkan sebanyak 42,9%, masyarakat penerima PNPM Mandiri KP di Kabupaten Mukomuko tidak memiliki kemampuan untuk memperoleh akses terhadap pangan yang mencukupi untuk kehidupan yang sehat dan produktif serta berlangsung dari waktu ke waktu. Berdasarkan indikator kemiskinan, masyarakat penerima termasuk dalam kategori tidak miskin sebanyak 77,4% yang berarti masyarakat penerima PNPM Mandiri KP di Kabupaten Mukomuko
mampu mencapai kecukupan dalam hal
kebutuhan dasar manusia, khususnya menyangkut kebutuhan fisik yakni pangan dan bukan pangan (pakaian, perumahan, dan jasa). Masyarakat yang termasuk dalam kategori miskin sebanyak 22,6%, yaitu tidak mampu mencapai kecukupan dalam hal kebutuhan dasar manusia, khususnya menyangkut kebutuhan fisik yakni pangan dan bukan pangan (pakaian, perumahan, dan jasa), dan hanya 1,2% termasuk dalam kategori miskin sekali, yaitu sangat tidak mampu mencapai kecukupan dalam hal kebutuhan dasar manusia, khususnya menyangkut kebutuhan fisik yakni pangan dan bukan pangan (pakaian, perumahan, dan jasa). Saran Program PNPM Mandiri KP di Kabupaten Mukomuko diharapkan dapat meningkatkan status ketahanan pangan dan mengurangi kemiskinan masyarakat
11
penerimanya, sesuai dengan tujuan PNPM Mandiri, khususnya PNPM Mandiri KP. Untuk itu, implementasi program harus dapat meningkatkan efisiensi dan skala usaha. Dengan demikian, diperlukan juga baseline tentang faktor-faktor produksi yang digunakan oleh masyarakat penerima, yang juga dapat dijadikan sebagai acuan untuk mengevaluasi program pada masa yang akan datang. Untuk meningkatkan keberhasilan, dalam implementasi juga diperlukan adanya pendampingan dalam pengembangan usaha masyarakat. DAFTAR PUSTAKA Baliwati, Y.F. 2004. Sistem Pangan dan Gizi. Dalam Baliwati Y.F. et al., (editor), 2004. Pengantar pangan dan Gizi. Depok: Penebar Swadaya. Dinas Kelautan, Perikanan dan Peternakan Kabupaten Mukomuko, 2009. Nama-nama Kelompok dan Anggota Penerima Bantuan Langsung Masyarakat PNPMMandiri KP. Mukomuko Fauzi, A. 1992. Suatu Telaahan Masalah Kemiskinan di Indonesia. Makalah Jurusan Sosial Ekonomi Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hardinsyah, Briawan, D. 1994. Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan. Bogor: IPB Press. Kusnadi. 2002. Konflik Sosial Nelayan. Kemiskinan dan Perebutan Sumberdaya Perikanan. Penerbit LkiS, Yogyakarta. Rasdani, M. 1993.
Nelayan, Kehidupan dan Permasalahannya. Majalah Dinas
Perikanan. Jakarta Rohimah, Esti. 2009.
Kajian Kesejahteraan Keluarga: Keragaan Pemenuhan
Kebutuhan Pangan Dan Perumahan Pada Keluarga Nelayan Di Daerah Rawan Bencana. Skripsi (S1). Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian. Bogor 2009 Sayogyo, 1977. Garis Kemiskinan dan Kebutuhan Minimum Pangan. LPSP – IPB. Bogor. Smith, Lisa C. And Ali Subandoro. 2005. Measuring Food security Using Household Expenditure Surveys. IFPRI. Washington DC. Sunarti. 2008. Studi Ketahan Keluarga dan Ukurannya: Telaah Kasus Pengaruhnya terhadap Kualitas Kehamilan. Tesis. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
12