APLIKASI LAMPU LED (LIGHT EMITTING DIODE) PADA PENGOPERASIAN BAGAN TANCAP
IMANUEL MUSA THENU
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Aplikasi Lampu LED (Light Emmiting Diode) pada Pengoperasian Bagan Tancap adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2014
Imanuel Musa Thenu C451100011
RINGKASAN
IMANUEL MUSA THENU. Aplikasi Lampu LED (Light Emitting Diode) pada Pengoperasian Bagan Tancap. Dibimbing oleh GONDO PUSPITO dan SULAEMAN MARTHASUGANDA. Keberhasilan operasi penangkapan ikan dengan bagan tancap sangat tergantung pada cahaya lampu. Fungsi cahaya di sini adalah sebagai pemikat ikan untuk datang. Pemasangan sumber cahaya di atas jaring akan menyebabkan ikanikan yang bersifat fototaksis positif -- yang tertarik pada cahaya dan menjadi tujuan penangkapan bagan -- akan berkumpul di bawah bagan. Jaring yang telah ditenggelamkan akan dengan mudah menangkap gerombolan ikan yang berkumpul di atasnya. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Mendapatkan konstruksi lampu yang paling efektif untuk menangkap ikan dengan bagan tancap; (2) Menentukan komposisi hasil tangkapan bagan tancap yang menggunakan lampu LED yang digantung, dicelupkan ke dalam air dan lampu fluorescent; dan (3) Menentukan waktu penangkapan yang paling efektif dalam pengoperasian bagan tancap. Metode penelitian yang digunakan adalah metode percobaan. Penelitian diawali dengan perancangan dan pengukuran lampu hemat energi, selanjutnya dilakukan ujicoba penangkapan ikan dengan bantuan lampu yang telah dibuat. Data hasil tangkapan pada masing-masing perlakuan dianalisis secara deskriptif komparatif untuk membandingkan kemampuan tangkap dan efisiensi lampu hasil rancangan dengan lampu fluorescent. Selanjutnya untuk melihat pengaruh penggunaan lampu celup, lampu gantung, dan lampu fluorescent pada waktu yang berbeda terhadap hasil tangkapan dilakukan analisis statistik Rancangan Acak Lengkap (RAL). Sebelum dilakukan uji RAL, data tersebut diuji kenormalannya menggunakan analisis Klomogrov-smirnov. Jika data menyebar normal, maka akan dilakukan uji statistik parametrik Rancangan Acak Lengkap (RAL), namun jika tidak, akan diuji statistik non parametrik Kruskal-Wallis. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa, konstruksi lampu celup LED menghasilkan tangkapan seberat 287,6 kg, atau lebih tinggi dibandingkan dengan konstruksi lampu fluorescent 238,3 kg dan lampu gantung LED 209,5 kg. Lampu celup LED menghasilkan 11 jenis organisma tangkapan yang terdiri atas 212 kg HTU dan 74,8 kg HTS, lampu gantung LED 10 jenis organisma (148,9 kg dan 60,0 HTS) dan lampu fluorescent 6 jenis organisma (227,5 kg HTU dan 10,8 kg HTS). Waktu efektif pengoperasian bagan tancap dengan ketiga lampu adalah antara pukul 18.00-21.00 yang menghasilkan (289,5 kg), sedangkan 21.00-24.00 WIB (166,8 kg), 03.00-06.00 WIB (146,3 kg) dan 00.00-03.00 WIB (134,4 kg). Kata kunci : Light emitting diode, lampu celup LED, lampu gantung LED bagan tancap, lampu fluorescent dan Sangrawayang
SUMMARY
IMANUEL MUSA THENU. Application of LED (Light Emitting Diode) Lamp in Stationary Lift Net Operation . Supervised by GONDO PUSPITO and SULAEMAN MARTASUGANDA. The success of fishing operations with lift net is highly dependent on light lamp. Light function here is as a decoy fish to come. Installation of the light source on the net will cause the fish that are positive fototaksis -- who is interested in catching the light and into the goal chart-- will at the bottom of the net. Net which has sunk will easily catch schooling of fish that congregate on it. The purpose of this study is (1) Getting the most effective construction lights to catch fishing with at stationary lift net; (2) Determine composition of catches stationary lift net that uses LED lights that hanging, dipped in water and fluorescent lamp; and (3) Determine the most effective time of the catch in the operation on stationary lift net. The method used is experimental fishing. The study begins with the design and measure of energy saving lamps, the next trial fishing conducted with the help of lights that have been made. Catch data for each treatment were analyzed descriptive comparative to compare is capability catch and efficiency of the lamp that designed and fluorescent lamp by the fishermen. Furthermore, to see the effect of the use of submersible lamps, hanging lamps, and fluorescent lamp (fisherman) at different times of the statistical analysis of the catch completely randomized design (RAL). Before the RAL test, the data was tested using normality test by analysis Klomogrov Smirnov. If the normal spread of data, then the parametric statistical tests will be done completely randomized design (RAL), but if not, will be tested non-parametric statistical Kruskal-Wallis. These results indicate that construction submersible LED lights produce a catch weight of 287.6 kg or higher than the fluorescent lamp construction 238.3 kg and 209.5 kg LED chandelier. Submersible LED lights produces 11 types of organisms catches consisting of HTU 212 kg and HTS 74.8 kg, LED hanging lamp 10 types of organisms (148.9 kg and 60.0 HTS) and fluorescent lamp result 6 tipe organisms (227.5 kg HTU and 10.8 kg HTS). Time to step on the effective operation of the third lamp of stationary lift net is between the hours of 18:00 to 21:00 that produce (289.5 kg), while 21.00-24.00 hrs (166.8 kg), 3:00 to 6:00 pm (146.3 kg) and 00:00 to 3:00 pm (134.4 kg). Key words: Light emitting diode, LED submersible lamps, LED hanging lamps, and fluorescent lamp and Sangrawayang
© Hak Cipta milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun baik cetak, fotokopi, mikrofilm dan sebagainya tanpa izin IPB.
APLIKASI LAMPU LED (LIGHT EMITTING DIODE) PADA PENGOPERASIAN BAGAN TANCAP
IMANUEL MUSA THENU
Tesis Sebagai salahsatu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Perikanan Tangkap
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Penguji Luar Komisi Pada Ujian Tesis : Dr Ir Diniah, MSi
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Tesis
: Aplikasi Lampu LED (Light Emitting Diode) pada Pengoperasian Bagan Tancap
Nama
: Imanuel Musa Thenu
Nomor Pokok
: C451100011
Program Studi
: Teknologi Perikanan Tangkap
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Ir Gondo Puspito, MSc Ketua
Dr Sulaeman Martasuganda, MSc Anggota
Diketahui oleh,
Ketua Program Studi Teknologi Perikanan Tangkap
Prof Dr Ir Mulyono S Baskoro, MSc
Tanggal Ujian : 18 Desember 2013
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Dr Ir Dahrul Syah, Msc Agr
Tanggal Lulus :
PRAKATA Puji dan syukur tak terhingga penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala anugerah, kekuatan dan karunia-Nya yang diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tulisan ini. Penelitian yang berjudul “Aplikasi Lampu LED (Light Emitting Diode) pada Pengoperasian Bagan Tancap” ini merupakan salah satu syarat untuk meraih gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Perikanan Tangkap, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Dr. Ir. Gondo Puspito, MSc selaku ketua komisi pembimbing dan Dr. Sulaeman Martasuganda, MSc, selaku anggota pembimbing yang telah mengajarkan banyak hal kepada penulis. Penyusunan tesis ini tak lepas dari bantuan berbagai pihak, Penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, yang telah memberikan kesempatan dan beasiswa bagi penulis untuk melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor; 2. Direktur Politeknik Perikanan Negeri Tual yang telah memberikan izin kepada Penulis untuk melanjutkan studi pada Sekolah Pascasarjana IPB; 3. Ketua Program Studi Teknologi Perikanan Tangkap yang telah memberikan arahan, masukan dan motivasi selama penulis menempuh studi di Program Studi Teknologi Perikanan Tangkap; 4. Papa, mama dan adikku Livan dan William atas doa, semangat dan motivasi yang selalu diberikan selama ini; 5. Elizabeth J. Tapotubun, S.Pi, M.Si dan Yeshua Nouch Huan Thenu, atas motivasi yang diberikan selama ini; 6. Keluarga besar Thenu dan Tapotubun di Ambon dan Tual atas doa dan semangat yang diberikan kepada penulis; 7. Dosen dan Staf Pegawai Program Studi Teknologi Perikanan Tangkap yang telah memberikan ilmu maupun pengalaman-pengalaman berharga bagi penulis selama menempuh ilmu di IPB; 8. Teman-teman seperjuangan di Laboratorium TPI atas semangat dan kebersamaan yang terjalin erat selama ini khususnya, Pak Ismawan Tallo, Didin Komarudin, David Julian, Misbah Sururi, Supriono Ahmad, Edy Miswar, Mose Rahangningmas dan Muth Mainnah Yusuf; 9. Smile Crew “ Lady Tetelepta, Boy Toisuta, Styla Johanes, Meiske Manery, Frejon Rieuwpassa, Aprillia Tomasoa; terima kasih untuk doa dan kebersamaan kita selama ini; dan Persekutuan Mahasiswa Maluku (PERMAMA); terima kasih untuk semua doa, nasihat dan kebersamaan yang terjalin selama ini. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan tesis ini. Kritik dan saran untuk perbaikan dan penyempurnaan tesis ini sangat diharapkan. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi yang memerlukannya. Bogor, Januari 2014 Imanuel Musa Thenu
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
xiii
DAFTAR GAMBAR
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
xv
DAFTAR ISTILAH
xvi
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Manfaat
1 1 2 2 3
2 TINJAUAN PUSTAKA Bagan Tancap Cahaya Peran Cahaya pada Bagan Tancap Jenis Tangkapan Bagan Tancap Lampu LED (Light Emitting Diode )
5 6 7 7 8 10
3 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
13
4 METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Metode Penelitian Analisis Data
14 14 14 15 20
5 HASIL DAN PEMBAHASAN Iluminasi Cahaya Komposisi Hasil Tangkapan Bagan Tancap Hasil Tangkapan Bagan Berdasarkan Jenis Lampu Berat Hasil Tangkapan Berdasarkan Waktu Operasi Penangkapan
22 22 26 29 34
6 SIMPULAN DAN SARAN
39
DAFTAR PUSTAKA
40
LAMPIRAN
44
DAFTAR TABEL
1 2 3 4 5
Spesifikasi lampu LED ultra bright 5 mm Analisa ragam rancangan acak lengkap (RAL) anak contoh Nilai iluminasi cahaya lampu celup LED pada medium udara Nilai iluminasi cahaya lampu gantung LED pada medium udara Nilai iluminasi cahaya lampu fluorescent pada medium udara
15 21 23 24 25
DAFTAR GAMBAR
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Kerangka pemikiran Bagan tancap Lampu LED ultra bright 5 mm Lampu LED Rangkaian paralel Posisi pengukuran intensitas cahaya dengan luxmeter Tampak depan posisi pemasangan lampu celup LED, lampu gantung LED Dan lampu fluorescent Iluminasi dan arah pancaran cahaya lampu celup LED pada medium udara Iluminasi dan arah pancaran cahaya lampu gantung LED pada medium udara Iluminasi dan arah pancaran cahaya lampu fluorescent pada medium Udara Komposisi berat hasil tangkapan bagan berdasarkan jenis organisma Komposisi berat hasil tangkapan bagan menggunakan lampu celup Komposisi berat hasil tangkapan bagan tancap menggunakan lampu gantung Komposisi berat hasil tangkapan menggunakan lampu fluorescent Perbandingan berat hasil tangkapan berdasarkan jenis organisma dan jenis lampu yang di gunakan Presentase total hasil tangkapan per waktu hauling Perbandingan berat organisma hasil tangkapan bagan dengan lampu celup berdasarkan waktu penangkapan Perbandingan berat organisma hasil tangkapan bagan dengan lampu gantung berdasarkan waktu penangkapan Perbandingan berat organisma hasil tangkapan bagan dengan lampu fluorescent berdasarkan waktu penangkapan
4 5 12 14 15 17 19 23 25 26 27 29 31 32 33 36 37 37 37
DAFTAR LAMPIRAN
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Peta lokasi penelitian Alat dan bahan Berat total organisma hasil tangkapan bagan tancap Berat total organisma hasil tangkapan sampingan bagan tancap Berat hasil tangkapan bagan menggunakan lampu celup Komposisi berat hasil tangkapan bagan menggunakan lampu gantung Berat hasil tangkapan bagan tancap menggunakan lampu fluorescent Pengaruh penggunaan lampu terhadap hasil tangkapan Hasil analisa sidik ragam pengaruh waktu penangkapan ketiga jenis lampu terhadap hasil tangkapan 10 Gambar jenis organisma hasil tangkapan
44 45 50 50 51 51 52 52 53 56
DAFTAR ISTILAH Bagan tancap
Batere kering
Charger
Fototaksis positif Generator HTT HTU HTS Iluminasi cahaya
Intensitas cahaya
Konstruksi LED (light emittion diode)
Light fishing
Luxmeter Lampu gantung LED Lampu celup LED
Lampu fluorescent
: Bagan tancap merupakan rangkaian atau susunan bambu berbentuk persegi empat yang ditancapkan sehingga berdiri kokoh di atas perairan, dimana pada tengah bagan digantungkan lampu yang berfungsi sebagai alat pengumpul ikan dan di tengah bagan juga dipasangkan jaring yang dapat dinaik-turunkan untuk menangkap ikan : Batere kering adalah sebuah sel atau elemen sekunder dan merupakan sumber arus listrik searah yang dapat mengubah energi kimia menjadi energi listrik : Alat untuk mengisi batere kering dengan tegangan konstan hingga mencapai tegangan yang ditentukan : Tertarik pada cahaya : alat yang dapat mengubah tenaga mekanik menjadi energi listrik : Hasil tangkapan total : Hasil tangkapan utama : Hasil tangkapan sampingan : Jumlah pancaran cahaya dalam satu detik yang jatuh pada suatu permukaan bidang : Daya yang dipancarkan oleh suatu sumber cahaya pada arah tertentu per satuan sudut : Susunan yang saling terhubung sehingga menjadi satu kesatuan semi konduktor yang : Diode memancarkan cahaya ketika dialiri arus listrik ikan dengan : Penangkapan memanfaatkan cahaya sebagai alat bantu penangkapan : Alat untuk mengukur intensitas cahaya : Konstruksi lampu LED yang posisinya di gantung : Konstruksi lampu LED yang posisinya dicelupkan ke dalam perairan : Lampu TL (tubular lamp)
Mesh size Resistor
: Ukuran mata jaring elekronika yang : Komponen berfungsi sebagai penahan arus yang mengalir dalam suatu rangkaian
1
I PENDAHULUAN
Latar belakang Bagan tergolong alat tangkap yang bersifat pasif. Konstruksinya dibentuk oleh susunan bambu yang dirangkai menjadi bangun berbentuk persegi. Kakikakinya ditancapkan ke dasar perairan, sehingga konstruksinya berdiri kokoh di atas permukaan air. Pada bagian tengah bagan digantungkan lampu yang berfungsi sebagai alat bantu pengumpul ikan. Pada bagian tengah bagan, juga dipasang jaring yang dapat dinaikturunkan untuk menangkap ikan. Subani dan Barus (1989) mengelompokkan jenis alat tangkap ini ke dalam jaring angkat. Jenis alat tangkap bagan pertama kali diperkenalkan oleh nelayan Bugis pada tahun 1950-an. Seiring dengan berjalannya waktu dan perpindahan nelayan Bugis ke berbagai tempat di Indonesia, keberadaan bagan menyebar dan berkembang di berbagai perairan Indonesia. Bentuk bagan juga mengalami perubahan dan penyempurnaan. Jenis bagan yang umum dioperasikan selain bagan tancap adalah bagan perahu, bagan rakit dan bagan apung. Jenis bagan terakhir yang berukuran sangat besar disebut sebagai bagan rambo. Keberhasilan operasi penangkapan ikan dengan bagan tancap sangat tergantung pada cahaya lampu. Fungsi cahaya di sini adalah sebagai pemikat ikan untuk datang. Pemasangan sumber cahaya di atas jaring akan menyebabkan ikanikan yang bersifat fototaksis positif -- yang tertarik pada cahaya dan menjadi tujuan penangkapan bagan -- akan berkumpul di bawah sumber cahaya. Jaring yang telah ditenggelamkan akan dengan mudah menangkap gerombolan ikan yang berkumpul di atasnya. Ada banyak jenis sumber cahaya yang digunakan sebagai alat bantu penangkapan ikan dengan bagan, salah satunya adalah lampu TL (tubular lamp) atau fluorescent. Jenis lampu ini awalnya sangat popular tetapi saat ini dianggap sangat tidak ekonomis, karena harga bahan bakar minyak sangat mahal. Ini sangat dirasakan oleh nelayan bagan di berbagai tempat di Indonesia, salah satunya adalah nelayan Desa Sangrawayang. Sebagian besar penduduk desa Sangrawayang bermata pencaharian sebagai nelayan bagan tancap. Menurut mereka permasalahan utama pada pengoperasian bagan tancap adalah biaya operasinya yang sangat mahal. Mereka menggunakan bensin untuk menghidupkan generator sebagai pemasok listrik untuk menyalakan lampu fluorescent. Biaya operasi yang dikeluarkan oleh nelayan sering kali tidak sebanding dengan jumlah hasil tangkapan yang diperoleh. Pada penelitian ini diujicobakan penggunaan lampu dengan sumber energi alternatif berupa batere kering. Fungsi baterey kering sebagai media penyimpan dan pensuplai arus listrik pada lampu yang telah dirancang khusus sebagai alat bantu penangkapan pada bagan tancap. Jenis lampu yang digunakan adalah LED (light emittion diode) yang murah dan sangat hemat energi. Konstruksi lampu LED dibuat dalam 2 rancangan, yaitu konstruksi lampu LED yang digantungkan di bawah bagan atau lampu gantung LED dan konstruksi lampu LED yang dicelupkan ke dalam air atau lampu celup LED. Keberhasilan
2
ujicoba lampu LED diharapkan dapat membantu nelayan untuk mengoptimalkan hasil tangkapan dan meminimalkan biaya operasi penangkapan. Publikasi mengenai penggunaan lampu LED sebagai alat bantu penangkapan ikan dengan bagan belum ditemukan. Beberapa hasil riset yang didapatkan umumnya membahas mengenai penggunaan lampu fluorescent untuk meningkatkan hasil tangkapan, seperti yang dilakukan oleh Taaludin (2000), Syafrie (2012) dan Sulaiman (2006). Hasilnya membuktikan bahwa penggunaan lampu fluorescent pada bagan dapat meningkatkan hasil tangkapan. Ketiga publikasi ini dijadikan sebagai bahan masukan dalam melakukan pembahasan hasil penelitian ini. Rumusan masalah Salah satu faktor yang mempengaruhi hasil tangkapan bagan tancap adalah cahaya yang digunakan sebagai alat bantu penangkapan. Beberapa jenis sumber cahaya yang digunakan oleh nelayan adalah lampu petromaks dan lampu fluorescent. Masalah yang terdapat pada penggunaan kedua jenis lampu adalah bahan bakarnya yang cukup mahal, sehingga biaya operasional nelayan bagan semakin meningkat. Padahal nilai penjualan hasil tangkapan terkadang jauh lebih murah dibandingkan dengan harga bahan bakar yang digunakan. Kondisi ini menyebabkan banyak nelayan yang menghentikan kegiatan penangkapannya untuk sementara. Solusi untuk mengatasi permasalahan nelayan bagan adalah dengan memanfaatkan jenis lampu yang efektif dalam menangkap ikan, hemat energi, mudah digunakan, harganya murah, mudah dioperasikan dan biaya operasionalnya murah. Jenis lampu yang dimaksud adalah LED atau light emitting diode. Jenis lampu ini masih belum digunakan oleh nelayan bagan tancap. Padahal jenis lampu ini memiliki banyak kelebihan dibandingkan dengan lampu petromaks maupun lampu fluorescent. Sumber energi yang digunakan hanya batere kering bertegangan 12 volt yang dapat diisi ulang dengan biaya yang sangat murah. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mendapatkan konstruksi lampu yang paling efektif untuk menangkap ikan dengan bagan tancap. 2. Menentukan komposisi hasil tangkapan bagan tancap yang menggunakan lampu LED yang digantung, dicelupkan ke dalam air dan lampu fluorescent nelayan; dan 3. Menentukan waktu penangkapan yang paling efektif dalam pengoperasian bagan tancap.
3
Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat: 1. Memberikan masukan kepada nelayan dalam meningkatkan produksi bagan tancap dengan menggunakan lampu LED sebagai alat bantu penangkapan. 2. Menghemat biaya pengoperasian bagan, karena biaya operasi lampu LED sangat murah; dan 3. Menjadi masukan pada penelitian lebih lanjut untuk memperbaiki teknologi penangkapan ikan dengan bagan tancap. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah : 1. Penggunaan lampu LED akan meningkatkan jumlah hasil tangkapan bagan tancap; dan 2. Komposisi jenis organisma hasil tangkapan bagan tancap dengan lampu LED lebih bervariasi dibandingkan dengan lampu fluorescent.
4
Kerangka pemikiran Kerangka pemikiran penelitian ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian
5
2 TINJAUAN PUSTAKA Bagan Tancap
Bagan tancap adalah alat penangkap ikan yang terdiri atas susunan bambu berbentuk persegi empat yang ditancapkan dengan konstruksi tetap sehingga berdiri kokoh di atas perairan. Jaring dipasang pada bagian tengah bangunan yang berfungsi sebagai alat untuk menangkap ikan (Gambar 2). Jenis alat tangkap ini pertama kali diperkenalkan olah nelayan Bugis Makasar pada tahun 1950-an (Subani dan Barus, 1989). Adapun menurut Sudirman dan Mallawa (2004), bagan tancap merupakan rangkaian atau susunan bambu berbentuk persegi empat yang ditancapkan sehingga berdiri kokoh di atas perairan. Alat tangkap ini bersifat in mobile (tetap). Ini karena alat tersebut di tancapkan ke dasar perairan yang berarti kedalaman laut tempat beroperasinya alat ini menjadi sangat terbatas, yaitu pada perairan dangkal dengan kedalaman antara 8-15 m. Jaring yang biasanya digunakan pada bagan berupa waring dengan mesh size 0,5 cm. Posisi jaring berada di bagian bawah bangunan bagan. Jaring diikatkan pada bingkai bambu yang berbentuk empat persegi. Bingkai bambu tersebut dihubungkan dengan tali pada keempat sisinya yang berfungsi untuk menaikturunkan jaring. Adapun alat bantu yang digunakan untuk menaikkan atau menurunkan jaring adalah penggulung. Pada keempat sisi jaring diberi pemberat agar posisi jaring tetap stabil sewaktu dilakukan perendaman (Subani dan Barus, 1989).
Gambar 2 Bagan tancap Bagan tancap merupakan salah satu alternatif teknologi penangkapan dengan investasi yang relatif lebih murah jika di bandingkan dengan jenis alat tangkap lainya. Warda, (2013). Pengoperasian bagan tancap tidak menggunakan umpan. Alat bantu yang digunakan adalah atraktor cahaya. Fungsinya untuk merangsang atau menarik perhatian ikan untuk datang berkumpul di bawah cahaya lampu. Yuda (2012). Adapun jenis alat bantu yang digunakan untuk
6
membantu kelancaran operasi penangkapan diantaranya berupa serok dan keranjang. Serok digunakan untuk mengambil hasil tangkapan, sedangkan keranjang sebagai wadah untuk mengangkut ikan. Ayodyoa,( 1981). Pengoperasian bagan dimulai pada saat matahari mulai tenggelam dan diakhiri ketika matahari mulai terbit. Rincian pengoperasiannya, menurut Subani dan Barus (1989), adalah sebagai berikut: 1. Persiapan berupa pengecekan terhadap jaring bagan, penggulung untuk menaikturunkan jaring dan segala sesuatu yang dibutuhkan pada saat operasi penangkapan; 2. Penyalaan lampu; 3. Penenggelaman jaring dilakukan ketika ikan mulai terlihat berkumpul di bawah bagan; 4. Perendaman jaring selama waktu tertentu hingga gerombolan ikan terlihat di atas jaring; dan 5. Pengangkatan jaring dilakukan setelah kawanan ikan berkumpul di atas jaring. Kegiatan ini diawali dengan pemadaman lampu secara bertahap. Ini dimaksudkan agar ikan tidak terkejut dan tetap terkonsentrasi di atas jaring bagan. Hasil tangkapan bagan tancap, menurut Subani dan Barus (1989), dikelompokkan atas hasil tangkapan utama dan sampingan. Hasil tangkapan utama berupa jenis-jenis ikan pelagis kecil yang bersifat fototaksis positif, yaitu teri (Stolephorus spp). Sementara hasil tangkapan sampingan meliputi cumi-cumi (Loligo spp), layur (Trichulus savala), tembang (Sardinella fimriata), pepetek (Leiognathus sp), kembung (Rastrelliger spp), dan layang (Decapterus spp). Cahaya Cahaya merupakan energi berbentuk gelombang yang memiliki kecepatan 299.792.458 m/detik. Jems Clrak Maxwell (1831-187), seorang ahli fisika dari Scotlandia menyebutkan bahwa cahaya adalah gelombang elektromagnetik (Ben Yami, 1987). Istilah iluminasi dan flux dikenal dalam ilmu cahaya. Menurut Cayless dan Marsden (1983), iluminasi cahaya disebut juga sebagai intensitas penerangan atau kekuatan penerangan. Intensitas penerangan adalah flux cahaya yang jatuh pada suatu permukaan yang dinyatakan dalam satuan candella. Adapun flux cahaya yang dipancarkan oleh suatu sumber cahaya merupakan seluruh cahaya yang dipancarkan dalam satu detik. Pengukuran iluminasi cahaya dari suatu sumber dapat dilakukan dengan menggunakan rumus berikut: E = I/r2 Keterangan
:
E : Iluminasi cahaya (lux); I : Intensitas cahaya (candella); dan r : Jarak dari sumber cahaya (m).
7
Iluminasi suatu sumber cahaya akan semakin menurun dengan semakin jauhnya jarak dari sumber cahaya dan nilainya akan semakin berkurang apabila cahaya tersebut memasuki air. Peran Cahaya pada Bagan Tancap Teknik penangkapan ikan sejak dahulu sampai sekarang relatif sama, yakni didasarkan pada pemanfaatan tingkah laku ikan. Pada bagan, atraktor berupa cahaya buatan sangat diperlukan dalam proses penangkapan ikan. Fungsi atraktor sebagai pengumpul jenis-jenis ikan yang bersifat fototaksis positif, sehingga nelayan mudah melakukan penangkapan Yuda (2012). Menurut Effendi (2005), keberhasilan penangkapan ikan dengan alat bantu cahaya sangat ditentukan oleh teknik penangkapan, kondisi perairan dan lingkungan serta kualitas cahaya yang digunakan untuk memikat ikan. Adapun penetrasi cahaya yang masuk ke dalam perairan sangat ditentukan oleh sifat alamiah cahaya matahari atau bulan, jumlah partikel yang terkandung dalam air dan banyaknya cahaya yang dipantulkan oleh permukaan air. Adapun menurut Subani dan Barus (1989), faktor lain yang mempengaruhi keberhasilan penangkapan ikan dengan menggunakan alat bantu cahaya, yaitu: 1. Kecerahan
2.
3.
4.
5.
Jika kecerahan rendah atau air keruh berarti banyak terdapat zat atau pertikel yang menyebar di dalam air. Cahaya yang masuk ke dalam air akan habis terserap oleh zat-zat tersebut, sehingga ikan yang berada jauh dari sumber cahaya tidak dapat mendeteksi akan adanya cahaya. Angin, arus dan gelombang Angin, arus dan gelombang mempengaruhi kedudukan lampu. Posisi lampu yang bergerak akan merubah arah cahaya yang semula lurus menjadi bengkok, sinar yang terang menjadi berkelip dan akhirnya menimbulkan sinar yang menakutkan ikan. Semakin hembusan besar angin, arus dan gelombang menyebabkan sinar yang menakutkan semakin besar. Untuk mengatasi masalah ini, konstruksi dudukan lampu harus disempurnakan. Selain itu, lampu dilengkapi dengan reflektor. Upaya lain adalah dengan menempatkan lampu di bawah permukaan air. Sinar bulan Pada waktu bulan purnama sulit sekali untuk dilakukan penangkapan dengan menggunakan lampu. Cahaya yang dipancarkan bulan menyebar merata di permukaan air pada suatu areal yang sangat luas. Sebagai akibatnya, ikan-ikan juga menyebar di permukaan air. Daerah penangkapan ikan Perairan teluk terhindar dari pengaruh gelombang besar, angin dan arus yang kuat, sehingga memberikan dampak positif pada operasi penangkapan ikan yang menggunakan alat bantu cahaya. Kondisi perairan teluk sangat cocok diperuntukkan untuk pengoperasian bagan, karena perairannya tenang. Ikan atau binatang buas Ikan yang tertarik oleh cahaya lampu didominasi oleh jenis ikan berukuran kecil, seperti teri. Jenis ikan besar atau pemangsa umumnya berada di
8
lapisan yang lebih dalam. Adapun hewan air lain, seperti ular laut dan lumba-lumba berada di tempat-tempat gelap mengintai keberadaan ikanikan kecil tersebut. Hewan-hewan tersebut sesekali menyerang ikan-ikan yang berkerumun di bawah lampu dan mencerai-beraikannya. Jenis tangkapan bagan tancap Bagan ditujukan untuk menangkap jenis-jenis ikan fototaksis positif, seperti teri (Stolephorus spp). Adapun hasil tangkapan sampingannya adalah tembang (Sardinella fimbriata), cumi-cumi (Loligo sp), layur (Trichiurus sp) dan kembung (Rastreliger sp) (Subani dan Barus 1988). Teri Teri diklasifikasikan sebagai berikut: Saanin (1984), Filum : Chordata; Subfilum : Vertebrata; Kelas : Pisces; Ordo : Malacopterygii; Subordo : Percoidei; Family : Clupeidae; Genus : Stolephorus; dan Species : Stolephorus spp. Teri umumnya berukuran kecil sekitar 6-9 cm. Bentuk tubuh bulat memanjang (fusiform) dan pipih (compressed). Ikan ini umumnya menghuni perairan dekat pantai dan hidup secara bergerombol. Tanda-tanda khas yang dimilikinya diperlihatkan pada Gambar 3. Pada bagian samping tubuh teri terdapat garis putih keperakan seperti selempang yang memanjang dari belakang kepala hingga ekor. Teri adalah jenis ikan yang termasuk ke dalam kelompok ikan pelagis kecil. Sumberdaya teri paling melimpah di perairan Indonesia, terutama pada perairan dekat pantai (Gustaman dan Fauziyah 2012). Teri menyebar pada wilayah Samudera Hindia bagian timur sampai Samudera Pasifik Tengah. Penyebaran ke arah selatan mencapai Australia. Laevastu dan Hayes (1981) mengemukakan bahwa teri selama siang hari membentuk gerombolan di dasar perairan dan bermigrasi menuju permukaan pada malam hari dengan ketebalan mencapai 6-15 m. Pemijahan teri berlangsung sepanjang tahun. Waktu pemijahan teri di Laut Jawa berlangsung pada malam hari. Puncak pemijahan bersamaan dengan perubahan musim, yaitu dari musim barat laut ke musim tenggara antara bulan April-Mei dan sebaliknya dari musim tenggara ke musim barat laut antara Desember-Januari. Nontji,( 2005).
9
Tembang Tembang diklasifikasikan sebagai berikut (Saanin 1984): Filum : Chordata; Subfilum : Vertebrata; Kelas : Pisces; Subkelas : Teleostei; Ordo : Malacopterygii; Subordo : Clupeidai; Famili : Clupeidae; Subfamili : Clupeinae; Genus : Clupea; dan Spesies : S. Fimbriata Ciri-ciri morfologinya adalah memiliki bentuk badan fusiform, pipih dengan duri di bagian bawah badan. Panjangnya berkisar antara 15 – 25 cm. Warna tubuh biru kehijauan pada bagian atas dan putih keperakan pada bagian bawahnya. Warna sirip pucat kehijauan dan tembus cahaya. Tembang merupakan ikan pelagis yang banyak ditemukan di wilayah pantai. Jenis ikan ini hidup secara bergerombol dan berpindah-pindah (Nybakken, 1992). Makanannya berupa plankton atau organisme kecil. Perkembangbiakannya hanya terjadi satu kali dalam setahun antara bulan Juni-Juli di wilayah pantai ketika suhu udara dan kadar garam rendah. Layur Klasifikasi layur, menurut Nakamura dan Parin (1993), adalah sebagai berikut : Kingdom Filum Subfilum Kelas Ordo Subordo Superfamili Famili Genus Spesies
: Animalia; : Chordata; : Pisces; : Teleostei; : Percomorphi; : Scombroidae; : Trichiuroidea; : Trichiuridae; : Trichiurus; : Trichiurus lepturus.
Layur tersebar luas pada semua perairan tropis dan subtropis. Daerah penyebarannya meliputi hampir seluruh perairan pantai Indonesia, seperti Tuban, Lawang, Jampang, Palabuhanratu, Cibanteng, Ujung genteng, dan Sukawayana. Selain itu, layur juga terdapat di perairan Jepang, Philipina, Teluk Benggala, Teluk Siam, sepanjang Laut Cina Selatan hingga pantai utara Australia, dan tersebar luas di perairan dangkal Afrika Selatan (Nakamura dan Parin, 1993). Layur tergolong ikan demersal, yaitu ikan yang hidup di dasar atau dekat dengan dasar perairan (Aoyama, 1972 dalam Ridho, 2004). Jenis ikan ini biasanya akan muncul ke permukaan perairan menjelang senja untuk mencari makan
10
(Nakamura dan Parin, 1993). Aktivitas layur relatif rendah, gerak ruaya tidak terlalu jauh dan membentuk gerombolan yang tidak terlalu besar, sehingga penyebarannya relatif lebih merata dibandingkan dengan ikan pelagis. Layur dari famili gempylidae biasanya ditemukan pada kedalaman lebih dari 150 m dan layur dari family trichiuridae dapat ditemukan sampai kedalaman 2000 m (Nakamura dan Parin 1993). Bal dan Rao (1984) menyatakan bahwa habitat utama layur adalah laut dan terkadang memasuki estuari. Layur termasuk jenis ikan karnivor yang dilengkapi dengan gigi yang kuat dan tajam pada kedua rahangnya. Makanannya berupa udang-udangan, cumi-cumi, dan ikan kecil, seperti teri dan sardin. Cumi-cumi Cumi-cumi diklasifikasikan kedalam (Roper, et al. 1984): Filum : Mollusca; Kelas : Cephalopoda; Ordo : Teuthoidea; Sub ordo : Myopsida; Famili : Loliginidae; Genus : Loligo, Sepioteuthis, dan Doryteuthis; dan Spesies : Loligo sp Berdasarkan makanan dan cara makannya, cumi-cumi termasuk organisma predator. Mangsanya berupah ikan-ikan kecil, seperti teri dan udang (Gustaman dan Fauziyah, 2012), Cumi-cumi merupakan binatang bertubuh lunak dengan bentuk tubuh memanjang silindris dan bagian belakang meruncing dengan sepasang sirip berbentuk triangular atau bundar. Cumi-cumi mempunyai sepasang mata di samping kepala. Pada bagian tengah kepalanya terdapat mulut yang dikelilingi tentakel dengan alat penghisap. Cumi-cumi memiliki sejenis cangkang yang sudah termodifikasi menjadi cangkang tipis mengandung zat tanduk atau khitin yang disebut “pen” dan terletak di dalam mantel. Seluruh tubuh bagian dalam dan sebagian dari kepalanya masuk ke dalam rongga mantel tersebut. Pada bagian kepala cumi-cumi terdapat lubang seperti corong yang dinamakan siphon. Gunanya untuk mengeluarkan air dari rongga mantel yang menghasilkan daya dorong untuk pergerakan cumi-cumi. Melalui siphon ini cumi-cumi terkadang mengaluarkan tinta berwarna coklat kehitaman untuk menghindari predator (Buchsbaum, et al., 1987). Habitat cumi-cumi meliputi daerah pantai dan paparan benua sampai kedalaman 400 m. Beberapa spesies cumi-cumi hidup di perairan payau.. Cumicumi melakukan pergerakan diurnal, yaitu pada siang hari akan berkelompok dekat dasar perairan dan akan menyebar pada kolom perairan pada malam harinya. Umumnya cumi-cumi tertangkap dengan menggunakan bantuan cahaya (Ropper, et. al., 1984). Lampu LED (light emitting diode) LED atau light emitting diode merupakan komponen elektronik yang sudah tidak asing lagi di kehidupan manusia saat ini. Penggunaannya sudah sangat
11
meluas, diantaranya sebagai lampu mainan anak-anak, lampu rambu lalu lintas, lampu indikator peralatan elektronik pada industri, lampu emergency, televisi, komputer, pengeras suara, proyektor, LCD, dan berbagai perangkat elektronik lainnya sebagai indikator bahwa suatu sistem sedang berada dalam proses kerja. Kelebihan LED adalah konsumsi listrik yang dibutuhkan tidak terlalu besar, ukurannya kecil dan usia pakainya sangat panjang mencapai 100 ribu jam. Selain itu, warnanya beragam sehingga dapat memperjelas bentuk atau huruf yang akan ditampilkan. Bahan dasar LED adalah semi konduktor jenis dioda yang mamp ,u memancarkan cahaya yang dapat mengubah energi listrik menjadi cahaya. (http://indoled.host56.com/1_8_). Keunggulan Lampu LED Lampu LED sangat berguna untuk menekan pemanasan global dan mengurangi emisi karbon dunia. Lampu ini berasal dari bahan semikonduktor, jadi tidak diproduksi dari bahan karbon. Bila lampu LED digunakan di seluruh dunia, maka konsumsi total energi listrik untuk penerangan akan berkurang hingga mencapai 50%. Selisih emisi karbon yang dihasilkan dunia bisa mencapai 300 juta ton per tahunnya. Kelebihan lampu LED diuraikan berikut ini: 1. Efisiensi penggunaan energi yang lebih tinggi dibandingkan dengan lampu lain, yaitu lampu LED lebih hemat energi antara 80-90%; 2. Waktu pakai yang lebih lama hingga mencapai 100 ribu jam; 3.
Tegangan DC yang rendah;
4.
Cahaya keluaran lampu LED bersifat dingin dan tidak memancarkan sinar ultra violet dan energi panas; dan Ukurannya kecil sehingga sangat praktis digunakan (http://indoled.host56.com/1_8_).
5.
Cara kerja lampu LED LED adalah jenis dioda yang memiliki 2 kutub, yaitu anoda dan katoda (Gambar 3). Lampu LED akan menyala bila ada arus listrik mengalir dari anoda menuju katoda. Pemasangan kutub LED tidak boleh terbalik, karena LED tersebut tidak akan menyala.
Gambar 3 Lampu LED ultra bright 5 mm Sumber: http://indoled.host56.com/1_8 Karakteristik lampu LED berbeda-beda berdasarkan warna yang dihasilkan. Jika arus listrik yang mengaliri lampu LED semakin tinggi, maka pancaran cahaya yang dihasilkannya semakin terang. Namun demikian, arus yang diperbolehkan mengaliri lampu LED hanya berkisar antara 10-20 mA pada tegangan 1,6– 3,5 V
12
berdasarkan karakter warna yang dihasilkan. Apabila arus yang mengalir lebih dari 20 mA, maka lampu LED akan terbakar. Oleh karena itu, resistor sangat diperlukan untuk menghambat arus yang masuk ke dalam lampu LED agar tidak terbakar (http//www. http://indoled.host56.com/1_8_). Rangkaian paralel pada lampu LED Lampu yang digunakan sebagai penerangan menggunakan banyak lampu LED. Penyusunannya dilakukan secara paralel atau berderet. Semua input energi listrik pada setiap komponen lampu LED berasal dari sumber yang sama. Susunan paralel demikian menyebabkan jika ada kerusakan pada satu komponen atau satu komponen dicabut, maka komponen yang lain tetap berfungsi (http://id.wikipedia.org/wiki/Rangkaian_seri_dan_paralel).
13
3 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
Berdasarkan data profil pesisir Teluk Palabuhanratu, Desa Sangrawayang merupakan salah satu desa pesisir yang ada di Kecamatan Simpenan, Kabupaten Sukabumi (BLH Kabupaten Sukabumi dan PKSPL-IPB, 2003). Luas desa mencapai 188 ha dengan ketinggian rata-rata 746 m dpl dan berbatasan langsung pantai. Satuan morfologi penyusun pantai di wilayah pesisir desa terdiri atas perbukitan dan daratan. Perbukitan merupakan ciri utama pantai selatan yang memiliki pantai terjal, perbukitan bergelombang, dan kemiringan yang dapat mencapai 40%. Satuan morfologi datarannya berkembang di sekitar muara sungai dengan susunan yang terdiri atas pasir dan kerikil yang berasal dari endapan limpahan banjir. Kondisi iklim tropis di perairan Desa Sangrawayang dipengaruhi oleh musim angin barat yang bertiup dari timur ke barat dan musim angin timur yang bertiup dari barat ke timur. Musim barat bertiup dari bulan Desember sampai Maret, sedangkan musim angin timur berlangsung antara bulan Juni sampai September (BLH Kabupaten Sukabumi dan PKSPL-IPB, 2003). Curah hujan tahunan berkisar antara 2.500-3.500 mm/tahun dan hari hujan antara 110-170 hari/tahun. Suhu udara di sekitar wilayah ini berkisar antara 180 - 300C dan memiliki kelembaban udara yang berkisar antara 70-90% (PPN Palabuhanratu, 2007). Ativitas perikanan di Desa Sangrawayang sangat tinggi. Terlihat dari produksi pendaratan tangkapan yang sangat tinggi. Beberapa jenis ikan yang sering didaratkan adalah: teri, tembang, layur, selar, dan bentrong. Adapun musim penangkapan ikan terdiri atas 3 musim, yaitu (Tampubolon, 1990) : 1. Musim banyak ikan ( Juni-September); Musim sedang ikan (Maret-Mei dan Oktober-November); dan 2. 3. Musim kurang ikan (Desember-Februari). Perbedaan musim angin barat dan musim angin timur tersebut sangat mempengaruhi operasi penangkapan ikan. Keadaan oceanografi perairan yang berhadapan langsung dengan Samudera Hindia sangat dipengaruhi oleh kekuatan angin yang besar, terlebih pada musim barat. Selama musim ini ombak sangat besar disertai dengan angin dan hujan yang sangat lebat yang mengakibatkan para nelayan tidak dapat melaut. Sebaliknya pada musim timur, keadaan perairan biasanya tenang, jarang terjadi hujan dan ombak relatif kecil sehingga memungkinkan para nelayan untuk melaut. Musim ini biasanya merupakan musim puncak ikan.
14
4 METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian Kegiatan penelitian dibagi dalam dua tahap, yaitu penelitian laboratorium dan lapang. Penelitian laboratorium dilakukan antara bulan Juni 2012-Mei 2013 bertempat di Laboratorium Bahan Alat Penangkapan Ikan, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, FPIK IPB. Pada tahap ini dilakukan perancangan lampu hemat energi dan pengukuran nilai iluminasinya pada medium udara. Adapun penelitian lapang dilakukan antara bulan Juni 2013-Juli 2013. Pada tahap ini dilakukan uji coba lampu hemat energi hasil rancangan menggunakan alat tangkap bagan tancap di Desa Sangrawayang, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Peta lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Alat dan Bahan Alat Alat dan bahan yang digunakan dibedakan berdasarkan tahapan penelitian. Pada tahap penelitian laboratorium digunakan peralatan berikut, solder, luxmeter, bor tangan, meteran, dan spidol. Adapaun peralatan yang digunakan pada penelitian lapang berupa 4 lampu Tubular Lamp (TL) milik nelayan, 4 lampu hemat energi dengan konstruksi digantung dan 4 lampu hemat energi dengan konstruksi dicelupkan ke dalam air. Bahan Bahan yang diperlukan pada penelitian laboratorium adalah 400 lampu LED (light emitting diode) 5 mm ultra bright (Gambar 4), corong plastik ø 24 cm, pipa PVC (polyvinil chloride) ø 4 inci, 200 resistor 270 ohm 1 rol timah solder ø 0,5 mm, 1 mata bor ø 4,5 mm, dan 10 m kabel ø 0.05 mm. Bahan yang dipergunakan pada penelitian lapangan meliputi : 3 unit bagan tancap, 2 batere kering 12 V, charger batere kering merk Eko 10 A, 1 timbangan dan 1 unit generator. Secara lebih lengkap, tampilan alat dan bahan yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 2.
Gambar 4 Lampu LED ultra bright
15
Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode percobaan. Penelitian diawali dengan perancangan dan pengukuran lampu hemat energi, selanjutnya dilakukan ujicoba penangkapan ikan dengan bantuan lampu yang telah dibuat. Lampu yang digunakan adalah jenis Lampu LED dengan ukuran 5 mm berwarna putih dengan spesifikasi sebagai berikut. Tabel 1. Spesifikasi lampu LED Ultra Bright 5 mm Tegangan maju Jenis
Ukuran
warna
Min (v)
Max (v)
Sudut pancaran
LED ultra bright 5 mm Putih 3.2 3.4 60 (Sumber:http://www.warunglampu.com/2010/12/5mm-ultra-bright.html) Resistor adalah komponen elektronika berjenis pasif yang mempunyai sifat menghambat arus listrik Satuan nilai dari resistor adalah ohm, biasa disimbolkan Ω. Resistor yang dipakai adalah resistor 270 Ω. Rangkaian yang dipergunakan dalam perancangan lampu hemat energi adalah dengan menggunakan rangkaian paralel (Gambar 5).
Gambar 5 RangkaianParalel
Lampu celup LED Untuk merancang lampu celup dalam air digunakan pipa PVC (polyvinyl chloride) ø 4 inci dengan panjang 35 cm sebagai media pemasangan lampu LED. Permukaan pipa diberi warna perak untuk meningkatkan kekuatan pantul dan diberi 400 lubang secara berderet sebagai dudukan lampu LED. Jarak antar lubang sejauh 1,5 cm. Selanjutnya lampu LED – dengan rangkaian paralel -- dipasangkan di sekeliling permukaan pipa Pipa PVC yang diselimuti rangkaian lampu LED dimasukkan ke dalam setoples kaca bermerek lionex dengan diameter 18 cm dan tinggi 38 cm. Selanjutnya setoples diberi tutup yang telah dilubangi pada bagian atasnya sebagai tempat untuk memasukkan kabel listrik. Untuk menahan air agar tidak dapat masuk ke dalam setoples, maka antara tutup dan setoples diberi lem kaca.
16
Lampu gantung LED Untuk merancang lampu gantung diperlukan corong sebagai media pemasangan lampu LED. Diameter corong 24 cm dan tinggi 24 cm. Permukaan dalam corong dilapisi dengan cat berwarna perak untuk meningkatkan daya pantulnya. Selanjutnya, permukaan atas corong diberi 400 lubang berdiameter 4,5 mm dengan jarak antar lubang adalah 1 cm. Sebanyak 400 lampu LED dipasangkan pada corong dengan rangkaian paralel. Pengukuran intensitas cahaya lampu dengan luxmeter Prosedur yang dilakukan adalah lampu dinyalakan di dalam ruang gelap dan intensitasnya diukur pada jarak 1 m dengan luxmeter. Intensitas cahaya diukur pada berbagai posisi, yaitu bawah dan sisi kanan-kiri. Nilai intensitas cahaya pada setiap posisi pengukuran dicatat (Gambar 6).
17
1. Lampu celup LED
2. Lampu gantung LED
3. Lampu fluorescent
Gambar 6 Posisi pengukuran intensitas cahayadata (1) lampu celup LED, (2) Metode pengambilan lampu dandata (3) lampu dengan luxmeter Jenis data yanggantung diambilLED berupa primer.fluorescent Data yang diambil berupa
18
Intensitas cahaya pada beberapa kedalaman perairan, komposisi jenis ikan hasil tangkapan dan jumlah hasil tangkapan (kg). Data tangkapan didapat dari hasil operasi penangkapan ikan dengan bagan tancap. Adapun data hasil tangkapan diperoleh dari hasil operasi penangkapan ikan dengan menggunakan bagan tancap. Urutannya adalah : 1. Ujicoba di lapangan dilakukan dengan cara membandingkan hasil tangkapan yang tertangkap antara lampu yang digantung, lampu yang dicelupkan kedalam air dan lampu fluorescent. Operasi bagan dengan multi-catchable area: 3 lampu (L1, L2, dan L3) dan 3 bagan tancap (J1, J2, dan J3) yang dioperasikan secara bersamaan (Gambar 7); Bobot total hasil tangkapan pada setiap perlakuan ditimbang dan 2. diidentifikasi jenisnya; 3. Pengoperasian alat tangkap dibagi dalam 4 kelompok waktu, yaitu pukul 18.00-21.00, 21.00-00.00, dan 00.00-03.00 dan 03.00-06.00 WIB, dan 4. Operasi penangkapan dilakukan sebanyak 20 kali ulangan untuk setiap perlakuan.
19
1.
2.
3.
Analisis Data
Gambar 7 (Tampak depan) posisi Pemasangan Ketiga Lampu. 1.Lampu celup LED, 2. Lampu gantung LED, 3. Lampu fluorescent
20
Analisis Data Data hasil tangkapan pada masing-masing perlakuan dianalisis secara deskriptif komparatif. Hal ini dimaksudkan untuk melihat kemampuan tangkap dan efisiensi lampu hasil rancangan di banding lampu fluorescent yang biasa digunakan nelayan. Selanjutnya untuk melihat pengaruh penggunaan lampu celup, lampu gantung, dan lampu fluorescent (nelayan) pada waktu yang berbeda terhadap hasil tangkapan dilakukan analisis statistik rancangan acak lengkap (RAL). Data yang digunakan adalah jumlah hasil tangkapan (kg). Sebelum dilakukan uji (RAL), data tersebut diuji kenormalannya menggunakan analisis klomogrov-smirnov. Jika data menyebar normal, maka akan dilakukan uji statistik parametrik Rancangan Acak Lengkap (RAL), Secara matematis, RAL dimodelkan sebagai berikut:
Yijk i ij ijk ; i = 1,2,3,...dst ; dan j = 1,2,3…dst Keterangan
: : : :
Pengamatan perlakuan ke - i, ulangan ke – j dan anak contoh ke - k; Rataantengahpopulasi; Perlakuan ke - i;
:
Pengaruh ulangan ke – j, perlakuan ke – i;dan
:
Galat anak contoh.
Yijk
i ij ijk
Asumsi yang dibutuhkan untuk analisis ini adalah : 1. Aditif, homogen, bebas, dan normal; 2. i bersifat tetap; dan 3. ijk ~ N (0, 2 ). Adapun hipotesis yang diuji melalui analisis ini adalah: Ho: 1 = 2 = 3 = ……. = 5 = 0 Ho : 1 = 2 = 3 = ……. = 5 ≠ 0 Kesimpulan yang diperoleh adalah bila Fhit Ftab , maka tolak 0 . Bila Fhit Ftab maka gagal tolak Ho. Fhit diperoleh dari tabel sidik ragam ANOVA (Tabel 2).
21
Tabel 2 Analisis ragam rancangan acak lengkap (RAL) anak contoh Sumber keragaman
Derajat bebas
Jumlah kuadrat
Kuadrat tengah
Perlakuan
P-1
JKP
KTP
Sisa1
P (n-1)
JKS1
KTS1
Sisa 2
P*n (m-1)
JKS 2
KTS 2
(P*n*m) -1
JKT
Total
Keterangan FK JKT KTP KTS dbu dbs
: : : : : : :
F hitung
F tabel
KTP / KTS1 F ; dbp; dbs1 KTS1 / KTS 2 F ; dbp; dbs 2
Faktor koreksi; Jumlah kuadrat tengah; Jumlah kuadrat perlakuan; Kuadrat tengah sisa; Derajat bebas kisi; dan Derajat bebas sisa.
Namun jika data tidak menyebar normal, maka uji statistik non parametrik Kruskal-Wallis dilakukan. Rumus Kruskal wallis yang digunakan adalah sebagai berikut:
Keterangan : k : nj : N = nj: :
Banyak sampel; Banyaknya perlakuan dalam sampel ke-j; Banyaknya perlakuan dalam sampel; dan Jumlah seluruh k sampel(kolom-kolom).
Selanjutnya, apabila kesimpulan yang diperoleh menunjukkan hasil tangkapan pada setiap perlakuan berbeda nyata ( Fhit Ftab ; gagal tolak Ho), maka dilakukan uji lanjut (Tukey test). Ini dilakukan untuk melihat perlakuan mana yang paling berpengaruh terhadap hasil tangkapan. Model persamaan Tukey test adalah sebagai berikut:
W q ( p, fe)S y Keterangan Qa P fe Sy
: : : : :
Nilai tabel (a=0,05); Jumlah perlakuan; Derajat bebas; dan Kuadrat tengah sisa
22
5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Iluminasi Cahaya Bagan tergolong dalam light fishing karena menggunakan lampu sebagai alat bantu penangkapan (Fridman, 1986). Fungsi lampu adalah sebagai pemikat ikan yang bersifat fototaksis positif untuk datang ke bagan. Untuk memudahkan penangkapan, maka posisi lampu berada tepat di atas jaring bagan Iluminasi disebut juga intensitas penerangan atau kekuatan penerangan. Intensitas penerangan adalah flux cahaya yang jatuh pada suatu permukaan. Adapun flux cahaya yang di pancarkan oleh suatu sumber cahaya adalah seluruh jumlah cahaya yang di pancarkan dalam satu detik. Pengukuran iluminasi cahaya dari suatu sumber dapat dilakukan dengan menggunakan rumus (Cayless dan Marsden 1983): E = I/r2 Keterangan E I R
: : Iluminasi cahaya (lux); : Intensitas cahaya (candela); dan : Jarak dari sumber cahaya (m).
Iluminasi suatu sumber cahaya akan semakin menurun dengan semakin jauhnya jarak dari sumber cahaya dan nilainya akan semakin berkurang apabila cahaya tersebut memasuki air. Menurut Cayless dan Marsden (1983), cahaya dapat merambat pada medium udara. Frekwensi cahaya tidak mengalami perubahan saat merambat di udara. Cepat rambat dan panjang gelombang saja yang berubah. Hasil pengukuran iluminasi cahaya terhadap lampu celup, lampu gantung dan lampu fluorescent pada medium udara akan memberikan hasil yang cukup berbeda. Lampu celup LED Data hasil pengukuran iluminasi cahaya lampu celup pada berbagai sudut dijelaskan pada Tabel 3, dan grafiknya pada Gambar 8. Cahaya lampu celup LED pada medium udara memancar ke segala arah dengan iluminasi cahaya yang berbeda pada setiap sudut pengukuran. Hasil penentuan pola sebaran cahaya dengan luxmeter didapatkan bahwa lampu celup LED memancarkan cahaya ke segala arah, kecuali sudut 0o dan 1200. Penyebabnya, bagian atas tabung lampu celup LED ditutup oleh penutup setoples yang tidak dapat ditembus oleh cahaya.
23
Tabel 3 Nilai iluminasi cahaya lampu celup LED pada medium udara Iluminasi Iluminasi Iluminasi Sudut Sudut Sudut (lux) (lux) (lux) 120 0 0 0 240 14 130 10 10 3 250 16 140 12 20 6 260 38 150 13 30 10 270 54 160 74 40 10 280 49 170 125 50 11 290 15 180 126 60 12 300 12 190 125 70 15 310 11 200 74 80 49 320 10 210 13 90 54 330 10 220 12 100 38 340 6 230 10 110 16 350 3
330
340
350140
0
10
20
120
320 310
30 40
100
50
80
300
60
60
290
70
40
280
20
80
270
0
90
260
100
250
110
240
120
230 220
130 140 210
200
190
180
170
160
150
Gambar 8 Iluminasi dan arah pancaran cahaya lampu celup LED pada medium udara Pancaran cahaya satu komponen LED lebih mengarah ke sisi atas tabung pembungkusnya. Dengan demikian pengukuran iluminasinya dengan luxmeter akan mendapatkan nilai tertinggi jika posisi sensor luxmeter adalah tegak lurus terhadap tabung. Pada sudut 90o dan 270o adalah tegak lurus terhadap satu tabung LED. Selanjutnya, posisi sensor menjadi tidak tegak lurus terhadap semua LED
24
ketika pengukuran dilakukan pada 0o-180o dan 180o-360o. Iluminasi yang terukur pada luxmeter semakin mengecil. Sebagai kekecualian adalah iluminasi yang terukur pada sudut 180o dengan nilai yang sangat tinggi sebesar 126 Lux. Ini disebabkan oleh penempatan LED yang sangat berdekatan, yaitu hanya berjarak 7 mm. Posisi beberapa LED tegak lurus terhadap sensor luxmeter, sehingga iluminasi yang terekam menjadi sangat tinggi. Penggunaan pipa PVC pada pembuatan lampu celup LED sangat bermanfaat untuk mengarahkan rambatan cahaya setiap LED secara horizontal dengan iluminasi yang sama di dalam air. Pengoperasian lampu celup LED akan mengoptimalkan pemanfaatan cahaya di dalam air sehingga mengakibatkan ikanikan fototaksis positif – yang tersebar di tempat yang jauh dari lampu – tertarik untuk datang mendekati bagan. Lampu gantung LED Pengukuran iluminasi cahaya lampu gantung LED dapat dilihat pada Tabel 4, dan diilustrasikan pada Gambar 9 sebagai berikut. Tabel 4 Nilai iluminasi cahaya lampu gantung LED pada medium udara Iluminasi Sudut Iluminasi Sudut Sudut Iluminasi o o ( ) (lux) ( ) (lux) ( o) (lux) 0 0 130 87 240 55 10 0 140 49 250 21 20 0 150 33 260 11 30 0 160 32 270 1 40 0 170 31 280 0 50 0 180 30 290 0 60 0 190 31 300 0 70 0 200 32 310 0 80 0 210 33 320 0 90 1 220 49 330 0 100 11 230 87 340 0 110 21 240 55 350 0 120 55
Penggunaan corong sebagai media pemasangan lampu LED pada lampu gantung LED ditujukan agar pancaran cahaya memusat ke arah bawah bagan. Iluminasi pada sudut 0o sampai pada sudut 80 o dan sudut 280 o sampai pada sudut 350 o sebesar 0 lux. Penyebabnya, pancaran cahaya lampu terhalang oleh dinding corong sehingga cahaya tidak dapat menembus kearah sudut tersebut. Nilai iluminasi mulai terukur pada sudut 90o dan 240o sebesar 1 lux dan mengalami peningkatan sampai pada sudut 120o dan 240o sebesar 55 lux. Iluminasi cahaya maksimal sebesar 87 Lux terdapat pada sudut 130o dan 230o. Lampu gantung LED kurang efektif karena meskipun cahayanya terfokus ke arah bawah bagan, namun sebagian lainnya diserap dan dipantulkan oleh
25
permukaan air. Lampu hanya mampu mengumpulkan organisme fototaksis positif yang berada di sekitar bagan.
330
340
350 90
( o)
10
20
80 70 60 50 40 30 20 10 0
320 310
300 290 280 270
30 40 50
60 70 80 90
260
100
250
110
240
120
230
130 220
140 210
200
190
180
170
160
150
Gambar 9 Iluminasi dan arah pancaran cahaya lampu gantung LED pada medium udara Lampu fluorescent Data hasil pengukuran iluminasi lampu fluorescent pada berbagai sudut dijelaskan pada Tabel 5, sedangkan grafiknya disajikan pada Gambar 10. Tabel 5. Nilai iluminasi cahaya lampu fluorescent pada medium udara Sudut Iluminasi Sudut Iluminasi Sudut Iluminasi o ( ) (lux) ( o) (lux) ( o) (lux) 120 127 240 127 10 14 130 142 250 121 20 20 140 138 260 106 30 36 150 122 270 100 40 49 160 119 280 106 50 72 170 109 290 109 60 93 180 96 300 102 70 102 190 109 310 93 80 109 200 119 320 72 90 106 210 122 330 49 220 138 100 100 340 36 230 142 350 20 110 121
26
330
340
350160
0
10
20
140
320
30 40
120
310
50
100
300
60
80 60
290
70
40
280
80
20
270
90
0
260
100
250
110
240
120
230
130 220
140 210
200
190
180
170
160
150
Gambar 10 Iluminasi dan arah pancaran cahaya lampu fluorescent pada medium udara Lampu fluorescent menghasilkan cahaya yang memancar ke segala arah dengan nilai iluminasi yang berbeda. Cahaya dengan iluminasi yang rendah memancar ke arah bagian atas lampu, sedangkan cahaya beriluminasi tinggi ke arah samping dan bawah lampu. Cahaya yang dipancarkan lampu fluorescent pada sudut 100 sebesar 14 lux dan mengalami kenaikan sampai sudut 800 sebesar 109 lux. Penurunan iluminasi terjadi pada sudut 900 sebesar 106 lux dan sudut 1000 (100 lux). Iluminasi cahaya tertinggi terdapat pada sudut 1300 dan 2300 sebesar 142 lux. Lampu fluorescent kurang efektif digunakan sebagai alat bantu penangkapan ikan pada bagan, karena cahayanya memancar ke segala arah. Sebagian cahaya meramba di udara, sebagian lainnya diserap dan dipantulkan oleh permukaan air. Akibatnya, jumlah cahaya yang masuk ke dalam perairan sangat berkurang. Cahay lampu hanya dapat mengundang organisme fototaksis positif yang berada dekat dengan bagan. Komposisi Hasil Tangkapan Bagan Tancap Hasil tangkapan total Hasil tangkapan bagan tancap dibagi atas 2 macam, yaitu jenis-jenis organisma yang dikelompokkan sebagai hasil tangkapan utama (HTU), yaitu jenis organisma yang menjadi target utama penangkapan dan hasil tangkapan
27
sampingan (HTS) yang merupakan jenis organisma non target. Jenis-jenis organisma HTU terdiri atas pepetek (Leioghnatuss sp), teri nasi (Stolephhorus spp), teri hitam (Stolephhorus buccaneri), teri putih (Stolephorus indicus), dan udang rebon (Mysis sp), Adapun jenis-jenis organisma HTS meliputi selar (Selaroides sp), kwee (Caranx sp), layur (Trichiurus sp), tembang (sardinella fimbriata), kembung (Rastrelliger spp), bilis (thryssa setirostris) dan cumi-cumi (Loligo sp). Komposisi berat seluruh hasil tangkapan (HTT) dijelaskan pada Gambar 11, sedangkan datanya dituliskan pada Lampiran 3.
HTU (590,5 kg)
HTS (149,5 kg)
200 173.5
158.2 154.1
Berat (kg)
150 100
91.9
48
50 12.8 0
6.2
22.8 3.8
4.5
55.8
4.5
Jenis Organisma
Gambar 11 Komposisi berat hasil tangkapan bagan berdasarkan jenis organisma
Berat HTU mencapai 590,5 kg atau 79.80% dari berat seluruh hasil tangkapan 740 kg. Tiga organisma yang mendominasi hasil tangkapan utama berturut-turut adalah udang rebon seberat 173,5 kg (23.45%), teri nasi 158,2 kg (21.38%) dan pepetek 154,1 kg (20.82%). Pengoperasian bagan tancap di perairan pantai dengan menggunakan bantuan cahaya sangat memungkinkan udang rebon tertangkap dalam jumlah yang banyak. Baeza (2011) menjelaskan bahwa udang rebon selalu mendekati sumber cahaya untuk mencari makan. Selanjutnya, menurut Syafrie 2012, udang rebon merupakan organisma yang bersifat fototaksis positif. Penggunaan cahaya pada bagan menyebabkan fitoplankton dan zooplankton berkumpul di sekitar bagan. Hal ini yang menyebabkan udang rebon datang mendekati bagan sehingga tertangkap. Teri nasi tertangkap dalam jumlah yang banyak setelah udang rebon. Menurut subani (1988), jenis teri -- selain udang rebon -- merupakan target utama penangkapan dengan bagan. Hutomo et al. (1987) menjelaskan teri merupakan pemakan plankton yang bersifat pelagik, menghuni perairan pesisir, hidup berkelompok dan memiliki respon positif terhadap cahaya. (Effendi 2005). menambahkan teri nasi sangat sensitif terhadap cahaya lampu yang digunakan
28
bagan tancap sebagai pengumpul ikan. Adanya rangsang cahaya pada malam hari menyebabkan teri tertarik ke daerah yang diterangi oleh cahaya lampu, sehingga ikan akan membentuk gerombolan dan lebih aman dari incaran predator Selanjutnya Gustaman dan Fauziyah (2012) menjelaskan ketertarikan teri terhadap cahaya disebabkan oleh keberadaan makanannya yang berkumpul di bawah lampu bagan, yaitu berupa plankton, udang kecil, dan ikan yang berukuran lebih kecil dari teri. Pepetek berada pada urutan ketiga dari jenis organisma yang mendominasi hasil tangkapan utama. Habitat pepetek sebenarnya berada pada daerah benthopelagik pada kedalaman antara 10-110 m dan hidup berkelompok. Menurut Badrudin (1992), makanannya yang berupa fitoplankton dan zooplankton menyebabkan pepetek sering naik ke permukaan laut yang diterangi oleh cahaya. Selain HTU, pengoperasian bagan tancap mendapatkan HTS seberat 149.5 kg atau (20.20%) dari berat total hasil tangkapan. Jenis organisma hasil tangkapan sampingan yang paling banyak tertangkap adalah cumi-cumi seberat 55,8 (7.54%). Organisma berikutnya adalah layur 48 kg (6.49%), borolok 22,8 kg (3.08%). Komposisi berat HTS per jenis organisma tangkapan dapat dilihat pada Gambar 12, sedangkan datanya pada Lampiran 4. Cumi-cumi merupakan organisma diurnal yang banyak ditemukan di perairan pantai. Pada penelitian ini cumi-cumi yang tertangkap sebanyak 55,8 kg (42,56 %). Cumi-cumi digolongkan sebagai organisma pelagis, tetapi kadangkadang digolongkan sebagai organisma demersal karena sering terdapat di dasar perairan. Cumi-cumi melakukan pergerakan diurnal pada siang hari dan berkelompok dekat dasar perairan. Selanjutnya, cumi-cumi akan menyebar pada kolom perairan pada malam harinya (Tasywiruddin, 1999). Cumi-cumi umumnya mendekati cahaya dan sering ditangkap dengan menggunakan bantuan cahaya (Barnes, 1987). Menurut Tasywiruddin (1999), banyaknya cumi-cumi yang tertangkap oleh bagan disebabkan oleh kelimpahan cumi-cumi pada perairan tersebut. Ini disebabkan oleh kondisi perairannya yang subur, yaitu kaya akan zat hara yang terbawa arus dari daratan. Zat hara tersebut dimanfaatkan oleh fitoplankton yang selanjutnya dimanfaatkan oleh zooplankton, juvenile ikan ataupun ikan-ikan kecil yang merupakan makanan dari cumi-cumi. (Tasywiruddin, 1999). Jenis organisma hasil tangkapan sampingan selanjutnya adalah layur yang tertangkap seberat 48 kg (36,61%). Layur tergolong ikan demersal, yaitu ikan yang hidup di dasar perairan yang dalam dengan dasar perairan berlumpur. Layur akan muncul ke permukaan perairan untuk mencari makan pada menjelang senja (Retno et al. 2012). Keberadaannya di bawah bagan dikarenakan oleh aktivitas makannya, yaitu memburu makanannya berupa udang-udangan, cumi-cumi dan teri (Nontji 2005). Selanjutnya Wawengkang (2002) menambahkan bahwa layur tidak bersifat fototaksis positif. Layur tertangkap oleh bagan karena tertarik oleh organisma yang menjadi makanannya yang berada di bawah bagan. Jenis ikan berikutnya adalah selar yang tertangkap seberat 22,8 kg (17,39%). Selar menyebar mulai dari laut lepas sampai mendekati pantai, bersifat pelagis dan membentuk gerombolan hingga berjumlah ratusan ribu ekor. Jenis makanannya bervariasi, yaitu plankton, bentos dan larva ikan. Selar muncul di permukaan perairan di bawah sumber cahaya untuk melakukan aktivitas makan (Tupamahu, 2003). Ini menyebabkan kenapa selar juga tertangkap oleh bagan
29
dalam jumlah yang besar. Froeze and Pauly (2003) menjelaskan bahwa alat tangkap yang paling efektif untuk menangkap selar adalah purse seine, tetapi selar juga sering tertangkap dengan bagan. Hasil Tangkapan Bagan Berdasarkan Jenis Lampu Lampu celup LED Pengoperasian bagan menggunakan lampu celup LED menghasilkan 5 jenis organisma hasil tangkapan utama (HTU) dan 6 jenis organisma hasil tangkapan sampingan (HTS). Jenis organisma hasil tangkapan utama meliputi udang rebon, pepetek, teri putih, teri nasi dan teri hitam. Adapun jenis organisma hasil tangkapan sampingannya berupa cumi-cumi, selar, tembang, bilis, kembung, dan layur. Komposisi berat hasil tangkapan bagan menggunakan lampu celup LED disajikan pada (Gambar 12) dan datanya pada Lampiran 5. Berat total hasil tangkapapan lampu celup LED adalah 287,6 kg. Dua jenis organisma yang mendominasi hasil tangkapan adalah udang rebon seberat 71 kg atau 33,36% dari total tangkapan dan pepetek 66,9 kg (31,44%). Jenis organisma lainnya yang cukup banyak tertangkap adalah layur 40,6 kg (14,12%), teri nasi 37,7 kg (13,11%) dan teri hideung 33,9 kg (11,79%). Sementara beberapa jenis organisma yang tertangkap dalam jumlah sedikit adalah cumi-cumi 15,4 kg (5,35%), selar 7,2 kg (2,50%), tembang 4,5 kg (1,56%), bilis 3,7 kg (1,29%), kembung 3,4 kg (1,18%) dan teri putih 3,3 kg (1,15%).
HTU (212,8 kg) 80 70
71
HTS (74,8 kg)
66.9
Berat (kg)
60 50
37.7
40
40.6
33.9
30 15.4
20 10
3.3
7.2
4.5
3.7
3.4
0
Jenis organisma
Gambar
12
Komposisi berat hasil tangkapan menggunakan lampu celup LED
bagan
Bobot HTU lebih tinggi dibandingkan dengan bobot HTS dengan perbandingan 3:1. Angka ini sangat menguntungkan, karena seluruh organisma HTU memiliki nilai ekonomi yang sangat tinggi. Beratnya mencapai 212,8 kg,
30
atau sekitar 74% dari berat total tangkapan. Jenis organisma tangkapan terberat adalah udang rebon 71 kg atau 33,36% dari berat total organisma HTU. Organisma yang tertangkap dalam jumlah yang besar berikutnya adalah pepetek 66,9 kg (31,44%). Adapun jenis organisma lainnya, yaitu teri nasi dan teri hideung masing-masing tertangkap dengan berat 37,7 kg (17,72%) dan 33,9 kg (15,93%). Udang rebon menjadi organisma HTU terberat dibandingkan dengan jenisjenis organisma lainnya. Beratnya mencapai 71 kg atau 24,69%. Jenis organisma rebon tertangkap dalam operasi penangkapan dengan menggunakan ketiga lampu dalam jumlah yang cukup besar. Pengoperasian bagan tancap dengan menggunakan lampu celup mendapatkan 6 jenis organisma HTS, beratnya mencapai 74,8 kg atau 26,01% dari berat total hasil tangkapan. Jenis tangkapan tersebut adalah layur, cumi-cumi, borolok, tembang, bilis dan kembung. Beratnya secara berurutan adalah 40,6 kg (54,28%), 15,4 kg (20,59%), 7,2 kg (9,63%), 4,5 kg (6,02%), 3,7 kg (4,95%), 3,4 kg (4,55%). Layur sangat mendominasi HTS dengan menggunakan lampu celup LED. Layur tertangkap karena memangsa jenis organisma berukuran kecil yang berkumpul di sekitar cahaya. Parin (1993) menjelaskan ikan layur umumnya hidup pada perairan yang dalam, meskipun demikian, ikan layur biasanya akan muncul kepermukaan menjelang senja untuk mencari makan. (Nontji, 2005) Ikan layur termasuk jenis ikan karnivor yang dilengkapi dengan gigi yang kuat dan tajam pada kedua rahangnya. Makanannya berupa udang-udangan, cumi-cumi,dan ikan kecil seperti teri. Lampu gantung LED Ada 10 jenis organisma hasil tangkapan bagan tancap dengan mempergunakan lampu gantung LED. Masing-masing adalah teri nasi, pepetek, udang rebon, cumi-cumi, borolok, teri hideung, teri putih, layur, bilis, dan kuwe,. Komposisi beratnya berdasarkan jenis organisma dapat dilihat pada (Gambar 13), sedangkan datanya tertera pada Lampiran 6. Berat total keseluruhan organisma hasil tangkapan lampu gantung LED selama penelitian adalah 209,5 kg. Jenis organisma yang tertangkap dengan bobot terberat adalah teri nasi seberat 61 kg (40,97%). Selanjutnya diikuti oleh pepetek 36,2 kg (24,31%) dan udang rebon 32,4 kg (21,76%). Bobot organisma lain yang juga tertangkap adalah cumi-cumi 32,1 kg (52,97%), selar 15,6 kg (25,74%), teri hitam 11.1 kg (7,45%), teri putih 8,2 kg (5,51%), layur 4,9 kg (8,09%), bilis 4,7 kg (7,76%), dan kuwe 3,3 kg (5,45%), Lampiran 6. Komposisi berat hasil tangkapan bagan menggunakan lampu gantung LED. Sekitar 71,07% atau 148,9 kg bobot HTT didapatkan dari HTU. Jenis organisma tangkapan terbesar adalah teri nasi dengan berat 61 kg (40,97%), diikuti oleh pepetek 36,2 kg (24,31%) dan udang rebon 32,4 kg atau (21,76%). Jenis organisma lainya yang tertangkap dengan bobot yang rendah adalah teri hitam 11,1 kg (7,45%) dan teri putih 8,2 kg (5,51%). HTS yang diperoleh selama penelitian berjumlah 60,6 kg atau (28,93%) yang tediri atas 5 jenis organisma. Cumi-cumi merupakan organisma yang paling dominan tertangkap dengan berat mencapai 32,1 kg (52,97%). Sudjoko (1988) menjelaskan cumi-cumi tergolong organisma predator aktif, yaitu predator yang
31
aktif mengejar mangsanya dalam mencari makan. Menurut Taufiq (2013), makanannya berupa ikan dan udang. Oleh karena itu, cumi-cumi tertangkap bagan disebabkan oleh keberadaan makanannya yang bersifat fototaksis positif di bawah bagan. Selanjutnya, selar berada diurutan kedua dengan berat 15,6 kg atau (25,74%). Empat jenis organisma hasil tangkapan lainnya yang tertangkap adalah bilis 4,7 kg (7,76%), diikuti oleh layur 4,9 kg atau (8,09%) dan hasil tangkapan terendah adalah kuwe 3,3 kg (5,45%). HTS (60,0 kg)
HTU (148,9 kg) 70 60
61
Berat (kg)
50 40
36.2
32.4
32.1
30 20
14.6
11.1 10
8.2
4.9
4.7
3.3
0
Jenis organisma
Gambar 13 Komposisi berat hasil tangkapan bagan tancap menggunakan lampu gantung LED Lampu fluorescent Jenis organisma hasil tangkapan bagan tancap yang menggunakan lampu fluorescent didominasi oleh HTU. Beratnya mencapai 227,5 kg atau 95,47% dari total berat hasil tangkapan. Udang rebon merupakan organisma yang tertangkap dengan hasil tangkapan terberat, yaitu 70,1 kg atau 30,81% dari total hasil tangkapan utama, diikuti oleh teri nasi 59,5 kg (26,15%), pepetek 51 kg (22,42%) dan teri hideung 46,9 kg (20,62%). (Gambar 14) adapun datanya dapat dilihat pada (Lampiran7). Organisma yang menjadi hasil tangkapan terbanyak bagan dengan menggunakan lampu fluorescent adalah rebon. Baeza (2011) menjelaskan, jenis rebon tergolong organisma fototaksis positif yang berada di dasar perairan, rebon akan mendekati sumber cahaya dengan tujuan untuk memakan fitoplankton dan zooplankton sehingga tertangkap pada saat pengangkatan jaring. Melimpahnya rebon disebabkan oleh kurangnya jenis organisma predator yang berada di sekitar bagan seperti layur dan cumi-cumi Jumlah total HTS bagan tancap dengan menggunakan lampu fluorescent berjumlah 10,8 kg atau 4,53% dari total hasil tangkapan sampingan yang terdiri
32
atas 2 jenis organisma. Rinciannya, cumi-cumi seberat 8,3 kg (76,85 %) dan layur 2,5 kg (23,15%). HTU( 227,5 kg) 80 70 Berat (kg)
60 50
HTS (10,8 kg)
70.1 59.5 51
46.9
40 30 20 8.3
10
2.5
0
Jenis organisma
Gambar 14 Komposisi berat hasil tangkapan bagan tancap menggunakan lampu fluorescent Perbandingan hasil tangkapan bagan berdasarkan jenis lampu Jenis organisma yang menjadi tujuan utama penangkapan dengan bagan tancap adalah jenis-jenis organisma yang bersifat fototaksis positif atau yang tertarik pada cahaya. Beberapa jenis organisma yang juga tertangkap umumnya dikategorikan sebagai organisma predator. Untuk mengoptimalkan pengoperasian bagan tancap ke arah yang lebih baik, maka pada penelitian ini pengoperasian bagan tancap diusahakan agar dapat menangkap hasil tangkapan sampingan yang lebih banyak. Salah satu jenis lampu yang diujicoba diharapkan dapat menarik kedatangan jenis-jenis organisma yang bersifat fototaksis positif. Ini sekaligus akan mengundang organisma predator. Organisma yang tertangkap oleh bagan tancap dengan menggunakan ketiga jenis lampu didominasi oleh jenis organisma yang bersifat fototaksis positif, yaitu seberat 590.5 kg yang terdiri atas rebon, teri nasi, pepetek, teri hideung, teri putih,. Sementara berat organisma HTS hanya 149,5 kg yang terdiri atas cumi-cumi, layur, borolok, tembang, kembung, bilis dan kuwe. Perbandingan antara bobot HTU dan HTS yaitu 5:1. Pada (Gambar 15) diperlihatkan perbandingan berat hasil tangkapan bagan berdasarkan jenis tangkapan dan jenis lampu yang digunakan. Pengoperasian bagan tancap di perairan pantai dengan menggunakan bantuan cahaya sangat memungkinkan untuk menangkap jenis-jenis organisma fototaksis positif tertangkap dalam jumlah yang banyak. Penggunaan cahaya pada bagan menyebabkan fitoplankton dan zooplankton berkumpul di bawah bagan. Gunarso (1988) menerangkan bahwa keberadaan cahaya merupakan indikator adanya makanan. Hal ini yang menyebabkan jenis ikan yang bersifat fototaksis
33
positif datang mendekati bagan. Jenis organisma fototaksis positif akan merasa aman berada pada area di bawah bagan dengan tujuan untuk mencari makanan dan melindungi diri dari predator. Pengoperasian bagan memerlukan alat bantu cahaya sebagai pengumpul ikan. Berdasarkan arah pancaran cahaya dari ketiga lampu yang dipergunakan, lampu celup LED dalam air memiliki arah pancaran cahaya yang lebih efektif dalam mengumpulkan ikan di sekitar sumber cahaya. Seluruh cahayanya menyebar di dalam air ke segala arah, baik secara horizontal maupun vertikal (Gambar 8). Hal ini mengakibatkan ikan-ikan fototaksis positif – yang tersebar di tempat yang jauh dari lampu – tertarik untuk datang mendekati bagan. Lampu gantung LED kurang efektif dibandingkan dengan lampu celup LED. Meskipun cahayanya terpancar ke arah jaring, namun sebagian lainnya diserap dan dipantulkan oleh permukaan air. Ikan-ikan fototaksis positif yang mendekati bagan berada pada tempat yang relatif tidak terlalu jauh dari bagan. Adapun lampu fluorescent memancarkan cahaya ke segala arah di udara, sebagian diserap dan dipantulkan oleh permukaan air. Cahaya yang masuk ke dalam air sangat berkurang. Lampu hanya dapat mengundang ikan-ikan fototaksis positif yang berada dekat dengan bagan. 350 300
Berat (kg)
250
HTT (287.6) HTU (212.8) (73.99%)
200 150 100
HTS (74.8) (26.01%)
HTT (209.5)
HTT (238.3)
HTU (227.5) (95.47%)
HTU (148.9) (71.7%) HTS (60.6) (28.93%)
50
HTS (10.8) (4.53%)
0 Lampu celup
Lampu gantung
Lampu fluorescent
Gambar 15 Perbandingan berat hasil tangkapan berdasarkan jenis tangkapan dan jenis lampu yang digunakan.
Pengoperasian bagan dengan menggunakan lampu celup LED menghasilkan 11 jenis organisma yang terdiri atas 5 organisma hasil tangkapan utama dan 6 jenis organisma hasil tangkapan sampingan. Adapun penggunaan lampu gantung LED mendapatkan 10 jenis organisma tangkapan 5 organisma HTU dan 5 jenis hasil HTS dan lampu fluorescent 6 jenis organisma 4 jenis organisma HTU dan 2 jenis HTS. Meskipun bobot total HTS yang diperoleh bagan tancap lebih rendah dibandingkan dengan HTU. Namun demikian, nilai ekonominya jauh lebih tinggi. Beberapa jenis organisma tersebut adalah layur, cumi dan borolok.
34
Dari ketiga lampu yang dipergunakan dalam proses penangkapan dengan bagan tancap, berat HTU lampu nelayan sebesar 227,5 kg, atau lebih tinggi dibandingkan dengan lampu celup LED (212,8 kg) dan lampu gantung LED (148,9 kg). Perbandingan hasil tangkapan utama antara ketiga lampu dijelaskan pada (Gambar 15). Besarnya HTU disebabkan karena lampu fluorescent memancarkan cahaya ke segala arah dan sebagian diserap dan dipantulkan oleh permukaan air. Cahaya yang masuk ke dalam air sangat sedikit. sehingga jenis ikan predator kurang dapat mendektsi keberadaan cahaya Lampu celup LED mendominasi berat HTS sebesar 74,8 kg atau (50,57%) dan diikuti oleh lampu gantung LED 62,3 kg (42,12%). Adapun lampu nelayan hanya menghasilkan HTS seberat 10,8 kg (7,30%). Perbandinganya dapat dilihat pada (Gambar 15). Penyebabnya, seluruh cahaya menyebar di dalam air. Arah pancaran cahayanya menyebar ke segala arah, baik secara horizontal maupun vertikal. Ini akan mengundang organisma predator yang ada di sekeliling lampu untuk datang kearah bagan. Keberadaan pusat cahaya di dalam air menyebabkan organisma fototaksis positif berkumpul dekat dengan lampu. Sebagai akibatnya, organisma predator juga akan berkumpul di sekitar sumber cahaya dan akan tertangkap ketika jaring bagan diangkat. Kehadiran jenis-jenis organisma predator, seperti layur, cumi-cumi dan borolok adalah untuk mencari makan pada perairan di bawah bagan. Penggunaan lampu celup LED lebih efektif dibandingkan dengan lampu gantung LED dan lampu nelayan. Bobot HTT dan HTS lampu celup lebih tinggi dibandingkan dengan kedua lampu lainnya. Lampu nelayan hanya memiliki keunggulan pada bobot HTU yang lebih tinggi dibandingkan dengan kedua lampu lainnya. Adapun lampu gantung LED menduduki urutan ketiga, baik untuk HTT, HTU, maupun HTS (Gambar 15). Hasil uji homogenitas ragam data memperlihatkan bahwa ragam data tidak homogen. Ini menyebabkan data sebaiknya diuji menggunakan metode nonparametric untuk melihat pengaruh jenis lampu. Salah satunya menggunakan uji Kruskal wallis. Hasil uji Kruskal wallis -- untuk melihat pengaruh penggunaan jenis lampu terhadap hasil tangkapan -- menunjukkan bahwa jenis lampu memberikan pengaruh nyata terhadap hasil tangkapan (p<0,05). Yang mana lampu celup LED memberikan hasil tangkapan yang lebih baik bila dibandingkan dengan lampu gantung LED dan lampu fluorescent. Berat Hasil Tangkapan Berdasarkan Waktu Operasi Penangkapan Penentuan waktu pengangkatan jaring perlu dilakukan karena menyangkut waktu makan ikan. Gunarso (1988) dalam Syafrie (2012) mengatakan bahwa ikan yang lapar akan lebih terpikat oleh cahaya dari pada ikan kenyang. Oleh karena itu, waktu ikan lapar harus diketahui karena mempengaruhi keberhasilan operasi bagan tancap. Pada penelitian ini, waktu pengoperasian dibedakan atas 4 selang waktu, yaitu antara pukul 18.00-21.00 WIB, 21.00-00.00 WIB, 00.00-03.00 WIB, dan 03.00-06.00 WIB. Total bobot hasil tangkapan tertinggi terdapat pada waktu hauling pukul 21.00 dengan berat hasil tangkapan 289.5 kg, jumlah ini sangat berbeda dengan hauling pada pukul 00.00 dengan berat hasil tangkapan 166.8 kg dan pada pukul 06.00 dengan berat 146.3 kg, sedangkan berat hasil tangkapan terendah terdapat
35
pada proses hauling pada pukul 03.00 dengan berat hasil tangkapan 134.4 kg. Berat hasil tangkapan dari keempat waktu hauling dapat dilihat pada (Gambar 16). Pada umumnya ikan lebih aktif dan menunjukan sifat fototaksis yang maksimum sebelum tengah malam. Puspito dan Suherman (2012) menambahkan bahwa hasil tangkapan bagan pada pukul (18.00-21.00) lebih banyak dibandingkan dengan waktu-waktu lainnya. Hal itu merupakan relevansi dari keadaan biologis ikan dimana pada periode tangkapan pada pukul 18.00-21.00 merupakan tahapan untuk melakukan adaptasi dari keadaan terang ke gelap. Pada waktu tersebut keadaan lingkungan berubah menjadi gelap sehingga ikan dapat tertarik oleh penyinaran buatan. Selanjutnya Sudirman (2003) menerangkan bahwa pada umumnya ikan lebih aktif dan menunjukan sifat fototaksis yang maksimum sebelum tengah malam. Komposisi berat hasil tangkapan tiap lampu berdasarkan waktu operasi penangkapan Waktu pengoperasian bagan tancap pada pukul (18.00-21.00) dengan menggunakan lampu celup LED mendapatkan hasil tangkapan dengan berat 121 kg, lampu gantung LED 70,4 kg, dan lampu nelayan dengan berat hasil tangkapan adalah 98,1 kg. Pada jam tangkap (21.00-24.00) lampu celup LED menghasilkan hasil tangkapan dengan berat 67,4 kg, lampu gantung LED 51,6 kg dan lampu nelayan 47,8 kg. Pada jam (24.00-03.00) lampu celup LED menghasilkan hasil tangkapan dengan berat 46,9 kg lampu gantung LED dengan berat hasil tangkapan 43,8 kg dan lampu fluorescent menghasilkan 43,7 kg. sedangkan waktu pengoperasian bagan tancap pada pukul (03.00-06.00) dengan menggunakan lampu celup LED menghasilkan hasil tangkapan dengan berat 52,3 kg, lampu gantung LED dengan berat 45,4 kg dan lampu nelayan dengan berat hasil tangkapan 48,6 kg. presentasi total hasil tangkapan per waktu hauling dapat dilihat pada (Gambar 16) Perikanan bagan termasuk ke dalam Light fishing yaitu menggunakan lampu sebagai alat bantu penangkapan. Oleh karena itu operasi penangkapan ikan tidak mungkin dilakukan pada siang hari. Waktu operasi penangkapan biasanya adalah pada saat matahari mulai terbenam sampai menjelang fajar. dari gambar diatas terlihat bahwa perbedaan tangkapan disetiap hauling berbeda dimana waktu hauling sebelum tengah malam yaitu pada pukul (18.00-21.00) mendapatkan hasil tangkapan tertinggi sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa waktu hauling terbaik dalam pengoperasian bagan tancap dengan menggunakan lampu sebagai alat bantu penangkapan adalah pada waktu penangkapan 18.00-21.00
36
140 121 120
Lampu celup
Berat (kg)
80
Lampu gantung
98.1
100
Lampu fluorescent 70.4
60
67.4 51.6
47.8
46.9 43.8 43.7
52.3
45.4 48.6
40 20
0 (18.00-21.00)
(21.00-00.00)
(00.00-03.00)
(03.00-06.00)
Waktu Hauling
Gambar 16 Presentasi total hasil tangkapan per waktu hauling Hal ini sangat berhubungan dengan sifat fototaksis ikan dan waktu makan pada jam sebelum tengah malam. Kondisi ini dibuktikan dengan hasil analisis sidik ragam yang menunjukkan bahwa waktu tangkapan memberikan pengaruh nyata (p<0.05) terhadap hasil tangkapan pada ketiga jenis lampu yang di gunakan. Uji lanjut tukey menunjukkan bahwa waktu tangkapan pada pukul (18.00 – 21.00) sangat berbeda nyata dengan waktu penangkapan (21.00-24.00), (24.00-03.00) dan (03.00-06.00) (Lampiran 9). Perbandingan hasil tangkapan dari ketiga lampu pada waktu penangkapan yang berbeda Pengaruh penggunaan lampu terhadap berat hasil tangkapan dengan waktu penangkapan yang berbeda memberikan berat hasil tangkapan yang berbeda. Pada (Gambar 17, 18 dan 19) dijelaskan komposisi berat hasil tangkapan berdasarkan waktu operasi penangkapan. Untuk semua jenis lampu, berat tangkapan tertinggi diperoleh pada operasi penangkapan yang berlangsung antara pukul 18.00-21.00 WIB. Berat hasil tangkapan yang tinggi terjadi pada waktu penangkapan antara pukul 18.00-21.00 WIB yang sangat dipengaruhi oleh tingkah laku makan ikan. Pada interval waktu tersebut ketersediaan makanan bagi jenis-jenis ikan fototaksis positif sangat berlimpah di sekitar sumber cahaya yang berada di bawah bagan. Ini otomatis akan mengundang jenis-jenis ikan predator untuk juga berkumpul di bawah bagan. Syafrie (2012) mengemukakan bahwa waktu terbaik pengoperasian bagan adalah antara pukul 18.00-21.00. Menurutnya, waktu makan ikan berlangsung pada interval waktu tersebut. Selanjutnya, Sudirman (2003) menambahkan bahwa pengoperasian bagan akan memberikan hasil tangkapan
37
yang tinggi jika dilakukan pada waktu sebelum dan sesudah tengah malam. Puncak aktivitas makan organisma fototaksis positif terjadi pada interval waktu tersebut. 140
Berat (kg)
.120
121 96.7
100 80
67.4 49
60 40
52.3
46.9
30.5
18.4
20
HTT 41.1
37.6
11.1
HTU 14.8
HTS
0 18.00-21.00
21.00-00.00
00.00-03.00
03.00-06.00
Waktu penangkapan
Berat (kg)
Gambar 17 Perbandingan berat organisma hasil tangkapan bagan dengan lampu celup LED berdasarkan waktu penangkapan 80 70 60 50 40 30 20 10 0
70.4 51.6 43.7
43
35.2
36.7
34.7
HTT
27.7
27.4
HTU
16.4 7 18.00-21.00
21.00-00.00
00.00-03.00
7
HTS
03.00-06.00
Waktu penangkapan
Berat (kg)
Gambar 18 Perbandingan berat organisma hasil tangkapan bagan dengan lampu gantung LED berdasarkan waktu penangkapan 60 50 40 30 20 10 0
57
53.6
51.3 47.2 37.8
35.2
30.4 29.7 HTT HTU
3.4
2.6
0.7
18.00-21.00
21.00-00.00
00.00-03.00
4.1 03.00-06.00
Waktu penangkapan
Gambar 19 Perbandingan berat organisma hasil tangkapan bagan dengan lampu fluorescent berdasarkan waktu penangkapan
HTS
38
Berat total hasil tangkapan bagan yang menggunakan lampu celup LED antara pukul 18.00-21.00 WB mencapai 121 kg atau 42,24% dari berat total tangkapan. Jenis organisma yang dominan tertangkap adalah udang rebon. Ini dapat dipahami karena kelimpahan udang rebon yang besar biasanya terjadi menjelang malam hari untuk berenang dan mencari makan (Omori, 1975 dalam Juwana 2004). Selanjutnya Juwana (2004) menambahkan udang rebon melakukan migrasi vertikal dari lapisan dalam ke lapisan permukaan laut menjelang malam. Sementara itu, bagan yang menggunakan lampu gantung LED dan lampu fluorescent masing-masing mendapatkan 70,4 kg (35,12%) dan 57 kg (32,29%). Jenis organisma yang mendominasi adalah teri nasi. Ini sejalan dengan pendapat Gunarso 1988 dalam syafrie 2012 yang mengatakan bahwa jenis ikan famili clupidae, seperti teri, aktif mencari makan pada waktu menjelang malam hari. Hasil penelitian Amirudin (2006) tentang interaksi predasi teri selama proses penangkapan ikan dengan bagan rambo hubungannya dengan kelimpahan plankton membuktikan bahwa teri nasi ternyata lebih banyak tertangkap pada waktu sebelum tengah malam dibandingkan dengan sesudah tengah malam.
39
6 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Konstruksi lampu celup LED menghasilkan tangkapan seberat 287,6 kg, atau lebih tinggi dibandingkan dengan konstruksi lampu fluorescent 238,3 kg dan lampu gantung LED 209,5 kg; 2. Lampu celup LED menghasilkan 11 jenis organisma tangkapan yang terdiri atas 212 kg HTU dan 74,8 kg HTS, lampu gantung LED 10 jenis organisma (148,9 kg dan 60,0 HTS) dan lampu fluorescent 6 jenis organisma (227,5 kg HTU dan 10,8 kg HTS); dan 3. Waktu efektif pengoperasian bagan tancap dengan ketiga lampu adalah antara pukul 18.00-21.00 yang menghasilkan 289,5 kg), sedangkan 21.0024.00 WIB (166,8 kg), 03.00-06.00 WIB (146,3 kg dan 00.00-03.00 WIB (134,4 kg). Saran Saran yang dapat diberikan untuk penyempurnaan penelitian ini adalah : 1. Jumlah ulangan diperbanyak; dan 2. Penelitian yang sama perlu dilakukan pada perairan yang lain.
40
DAFTAR PUSTAKA
Amirudin 2006. Interaksi Predasi Teri (Stolephorus spp.) Selama Proses Penangkapan Ikan dengan Bagan Rambo: Hubungannya dengan Kelimpahan Plankton. [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Ayodyoa 1981. Metode Penangkapan Ikan. Bobor: Yayasan Dewi Sri. Bal DV, Rao KV. 1984. Marine Fisheries. New Delhi: McGraw Hill Publishing Company. Baeza JA. 2011. [terhubung berkala]. www.iftfishing.com. Diunduh 15 Juni 2011 Badrudin M. 1992. Kebiasaan Makanan (Food Habit) Beberapa Jenis Ikan Peperek (Leiognathidae) di Perairan Jawa Tengah. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. No. 69. 1992, Hal 1-7. Barnes RD. 1987. Invertebrate Zoologi. Fifth Edition. Saunders College Publishing. Philadelphia. Ben Yami. 1987. Fishing with Light. Published by Arrangement with the Agriculture Organization of the United Nation by Fishing, News Books Ltd. Farnham, Surrey, England. P 121. Buchhsbaum RM, Pearse J. 1987. Animal Wihout Backbones. 3rd edition. Chicago : The University of Chicago Press. Cayless MA, Marsden AM. 1983. Lamps and Lighting. Edward Arnold (Publisher).
3rd
Edition
London:
Diani PU. 2012. Analisis Bioekonomi Penangkapan Ikan Layur di Perairan Parigi, Kabupaten Ciamis. Jurnal Perikanan dan Kelautan. ISSN: 2088-3137 Vol. 3 No 3. Effendi MI. 2005. Biologi Perikanan. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusantara. 163 Hal. Fridman AL. 1986. Perhitungan dalam Merancang Alat tangkap. Terjemahan Tim Penerjemah BPPI Semarang, 1998. Calculation for fishing Gear Desain. Semarang: Balai Pengembangan Penangkapan Ikan. 304 hal. Froese R, Pauly D. Editors. 2003. FishBase. World Wide Web Electronic Publication. www.fishbase.org Gunarso W. 1988. Tingkah Laku Ikan dalam Hubungannya dengan Alat, Metoda, dan Taktik Penangkapan. Bogor : Departemen Pemanfaatan Sumberdaya
41
Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 147 Hal. Gustaman G, Fauziyah. 2012. Efektifitas Perbedaan Warna Cahaya Lampu terhadap Hasil Tangkapan Bagan Tancap di Perairan Sungsang Sumatera Selatan. Maspari Jurnal 4(1): 92-102. Hutomo M, Burhanuddin A, Djamali, Martosewojo S, 1987. Sumberdaya Ikan Teri di Indonesia. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. http://indoled.host56.com/18/keunggulan lampu LED. (5 Desember 2012). http://id.wikipedia.org/wiki/Rangkaian seri dan paralel. (5 Desember 2012). http://www.warunglampu.com-ultra-bright.html. (5 Desember 2012). Juwana S, Romimohtarto K. 2004. Meroplankton Laut. Jakarta : Penerbit Djambatan. Jakarta. 215 hal. Laevastu T, Hayes LM. 1981. Fisheries Oceanography and Ecology. Farnham: Fishing News Ltd. Matsuda HC, Araga, Yoshina T. 1975. Coastal Fishes of Southern Japan.. Shuijuku, Tokyo, Japan: Tokai University Press. Nakamura I, Parin NV. 1993. Snake Mackerels and Cutlass Fishes of the World. FAO Species Catalogue No. 125 Vol. 15. Rome : FAO. Nontji A. 2005. Laut Nusantara. Jakarta: Djambatan. 368 hal. Nybakken JW. 1992. Biologi Laut : Suatu Pendekatan Ekologis. Alih bahasa oleh HM Eidman, Koesoebiono, DG Bengen, M Hutomo dan S Sokardjo. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Omori M, Ikeda T. 1984. Methods in Marine Zooplankton Ecology. xiii, 332 pp. John Wiley, Journal of the Marine Biological Association of the United Kingdom. Volume 65, pp 562-562 Parin NV. 1986. Trichiuridae. Fishes of the North-eastern Atlantic and the Mediterranean Vol. II : 976-980. UNESCO. United Kingdom. [PKSPL-IPB] Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor dan Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Sukabumi . 2003. Profil Pesisir Teluk Palabuhanratu. Laporan Akhir. Kerjasama Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Sukabumi dan Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor.
42
PPN Palabuhanratu. 2007. Data Statistika Perikanan Tahun 2007. Sukabumi: PPN Palabuhanratu Puspito G. 2008. Ujicoba Penggunaan Tudung Petromaks Berbentuk Kerucut pada Bagan Apung. Jurnal Mangrove & Pesisir, 8(1): 1-11. Puspito G, Suherman A . 2012. Effectiveness of Fluorescent Lamp on Lift Net Fishery. Journal of Applied Sciences Research, 8(9): 4828-4836. Ridho MR. 2004. Distribusi, Kepadatan Biomassa dan Struktur Komunitas Ikan Demersal di Perairan Laut Cina Selatan. [Tesis] Bogor : Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Retno H, Pramonowibowo, Trisnani DH. 2012. Analisis Musim Penangkapan dan Tingkat Pemanfaatan Ikan Layur (Trichiurus Sp) di Perairan Palabuhan Ratu, Sukabumi, Jawa Barat. Journal of Fisheries Resources Utilization Management and Technology. 1(1): 55-56. Roper CFC, Sweenwy MJ, Nauen CE. 1984. Cephalopods of the World : An Anotated and Illustrated Catalogue of Spesies of Interest to Fisheries. FAO Spesies Catalogue Vol. 3. FAO Fish. Synop. Vol. 3. Saanin H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan Jilid 1 dan 2. Bandung: Bina Cipta. 520 Hal. Subani W, Barus HR. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang di Indonesia. Nomor 59 Tahun 1988/199. Edisi Khusus. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. Jakarta : Balai Penelitian Perikanan Laut, Badan Penelitian Perikanan Laut, Departemen Pertanian. 245 hal. Sudirman. 2003. Analisis Tingkah Laku Ikan untuk Mewujudkan Teknologi Ramah Lingkungan dalam Proses Penangkapan pada Bagan Rambo. [Disertasi]. Bogor : Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 251 hal. Sudjoko. 1988. Pengamatan Cumi-cumi (Loliginidae) di Perairan Teluk Jakarta. Didalam: MK Moosa, Praseno DP dan Sukarno. Teluk Jakarta, Biologi, Budidaya. Oseanografi, Geologi dan Kondisi Periran. Puslitbang Oseanologi Jakarta, 1988. LIPI Proyek Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut. 38: 42. Sudirman, Mallawa A. 2004. Teknik Penangkapan Ikan. Jakarta: Rineka Cipta. Sulaiman M. 2006. Pendekatan Akustik dalam Studi Tingkah Laku Ikan pada Proses Penangkapan dengan Alat Bantu Cahaya. [Tesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
43
Syafrie H. 2012. Efektifitas Lampu Tabung pada Perikanan Bagan. [Thesis]. Bogor : Sekolah Pasca Sarjana, Fakultas Perikanan dan Ilmu kelautan, Institut Pertanian Bogor. Taufiq I. 2013. Kebiasaan Makan dan Komposisi Makanan Tiga Species Cumi (Loligo edulis, Sepioteuthis lessoniana dan Sepia officinalis) Hasil Tangkapan Nelayan dari Perairan Pantai Utara Provinsi Aceh. Depik Jurnal Ilmu-ilmu Perairan, Pesisir, dan Perikanan 2(2): 97-103. Tasywiruddin M. 1999. Sebaran Kelimpahan Cumi-cumi Berdasarkan Jumlah dan Posisi Lampu pada Operasi Penangkapan dengan Payang Oras di Perairan Selat Alas, Nusa Tenggara Barat. [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Tsunema T. 2003. Present Statua of White Led Lighting Technologies in Japan. Tokiwadai Japan: Departement of Electronic Engginering, Faculty of Enginering. Yamaguchi University. Tupamahu A. 2001. Komparasi Adaptasi Retina Ikan Tembang dan Selar yang Tertarik dengan Cahaya Lampu. Buletin PSP. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor, X (1) : hal 65-74 Tupamahu H. 2003. Studi tentang Tingkah Laku Ikan dan Udang Laut di Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. No. 50. Balai Penelitian Perikanan Laut, Jakarta. Warda S, Alfa F. 2013. Produktifitas Daerah Penangkapan Ikan Bagan Tancap yang Berbeda Jarak dari Pantai di Perairan Kabupaten Jeneponto. Jurnal Akuatika IV (1). ISSN: 0853-252. Wewengkang. 2002. Analisis Sistim Usaha Penangkapan Ikan Layur (Trichiurus savala) di Palabuhanratu dan Kemungkinan Pengembangannya. [Tesis]. Bogor : Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. 80 hal. Yuda LK. 2012. Tingkat Keramahan Lingkungan Alat Tangkap Bagan di Perairan Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi. Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3.. ISSN : 2088-3137. Zaenal A, Sri R, Ambariyanto. 2013. Studi Kebiasaan Makan Ikan Layur (Trichiurus lepturu) di Perairan Pantai Bandengan Kabupaten Jepara dan di Perairan Tawang Waleri Kabupaten Kendal. Journal of Marine Research 2(3). Hal 95-103.
44
LAMPIRAN
Lampiran 1 Peta lokasi penelitian
45
Lampiran 2 Alat dan bahan Peralatan yang digunakan pada penelitian laboratorium :
a. Bor tangan
b. Solder
c. Luxmeter
46
Bahan yang Digunakan Adalah
a. Lampu LED
c. Pipa PVC ø 4 inchi
e. Timah solder
g. Kabel
b. Corong
d. Resistor
f. Mata bor
47
Alat yang Digunakan Pada Penelitian Lapangan:
a. Lampu celup
b. Lampu gantung a. Lampu celup
c. Lampu fluorescent (TL)
48
Bahan yang dipergunakan pada penelitian lapangan adalah : a. Tiga unit bagan tancap dan posisi geografis pemasangannya No 1.
Bagan tancap
Posisi S 70 5’ 38.3” E 1060 30’ 10.9”
2. S 70 53.2’ 5’’ E 1060 30’ 20.0”
3. S 70 52.7’ 5” E 1060 30’ 22.6”
49
b. Batere kering 12 V
c. Generator
d. Timbangan
50
Lampiran 3 Berat total organisma hasil tangkapan bagan tancap. No. Jenis organisma 1 Hasil tangkapan utama a. Udang rebon (Mysis sp) b. Teri nasi (Stolephorus indicus) c. Pepetek (Leioghnatuss sp) d.Teri hitam (Stolephhorus buccaneri) e. Teri putih (Stolephorus indicus) Sub total 2 Hasil tangkapan sampingan a. Selar (Selaroides sp) b. Kuwe (Caranx sp) c. Layur (Trichiurus sp) d. Cumi–cumi (Loligo sp) e. Tembang (sardinella fimbriata) f. Kembung (Rastrelliger spp) g. Bilis (Thryssa setirostris) Sub total Total
Berat (kg) Persentase (%) 173.5 158.2 154.1 91.9 12.8 590.5
23.45 21.38 20.82 12.42 1.73 79.80
22.8 4.5 48 55.8 6.2 3.8 8.4 149.5 740
3.08 0.61 6.49 7.54 0.84 0.51 1.14 20.20
Lampiran 4 Berat total organisma hasil tangkapan sampingan bagan tancap. No. Jenis organisma
Berat (kg)
Persentase (%)
1. Cumi-cumi
55,80
42,56
2. Layur
48,00
36,61
3. Selar
22,80
17,39
4. Bilis
8.4
1,14
5. Tembang
6.2
7,54
6. Kuwe
4.5
0,61
7. Kembung
3.8
0,51
149.5
20,20
Total
51
Lampiran 5 Berat hasil tangkapan bagan menggunakan lampu celup No. Jenis organisma 1. Jenis tangkapan utama a. Udang rebon b. Pepetek c. Teri nasi d. Teri hitam e. Teri putih Sub total 2. Jenis tangkapan sampingan a. Layur b. Cumi c. Selar d. Tembang e. Bilis f. Kembung Sub total Total
Berat (kg)
Presentase (%)
71,0 66,9 37,7 33,9 3,3 212,8
33,36 31,44 17,72 15,93 1,55 74
40,6 15,4 7,2 4,5 3,7 3,4 74,8 287,6
54, 28 20,59 9,63 6,02 4,95 4,55 26
Lampiran 6 Komposisi berat hasil tangkapan bagan menggunakan lampu gantung. No.
Jenis organisma
1. Hasil tangkapan utama a. Teri nasi b. Pepetek c. Udang rebon d. Teri hitam e. Teri putih Sub total 2. Hasil tangkapan sampingan a. Cumi b. Selar c. Bilis d. Kuwe e. Layur Sub total Total
Berat (kg)
Persentase (%)
61 36,2 32,4 11,1 8,2 148,9
40,97 24,31 21,76 7,45 5,51 70,07
32,1 15,6 4,7 3,3 4,9 60,6 209,5
52,97 25,74 7,76 5,45 8,09 28,93 100
52
Lampiran 7 Berat hasil tangkapan bagan tancap menggunakan lampu fluorescent Berat (kg)
Persentase (%)
1. Hasil tangkapan utama a. Udang rebon b. Teri nasi c. Pepetek d. Teri hitam Sub total
70,1 59,5 51 46,9 227,5
30.81 26.15 22.42 20.62 95.47
2. Hasil tangkapan sampingan a. Cumi-cumi b. Layur Sub total Total
8,3 2,5 10,8 238,3
76.85 23,15 4.53 100
No.
Jenis organisma
Lampiran 8 Pengaruh penggunaan lampu terhadap hasil tangkapan. Test of Homogeneity of Variances Hasil_tangkapan Levene Statistic df1 df2 Sig. 2.501 2 717 0.083
Kruskal-Wallis Test Ranks
Hasil tangkapan
Jenis lampu Lampu celup LED Lampu gantung LED Lampu fluorescent Total
Test Statisticsa,b Chi-Square Df Asymp. Sig.
Hasil tangkapan 8.274 2 0.016
N 240 240 240 720
Mean Rank 374.45 373.4 333.65
53
Lampiran 9 Hasil analisa sidik ragam pengaruh waktu penangkapan ketiga jenis lampu terhadap hasil tangkapan Lampu celup Test of Homogeneity of Variances Jumlah Tangkapan Levene Statistic
df1
df2
Sig.
2.656
3
76
.054
ANOVA Jumlah Tangkapan Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Between Groups
197.174
3
65.725
4.551
.005
Within Groups
1097.526
76
14.441
Total
1294.700
79
54
Jumlah Tangkapan Subset for alpha = 0.05
Tukey HSD
a
Jam Tangkap
N
1
Jam Tangkap 12-03
20
2.3550
Jam Tangkap 03-06
20
2.6150
Jam Tangkap 09-12
20
3.5150
Jam Tangkap 06-09
20
2
3.5150 6.3150
Sig.
.769
.100
Lampu gantung Test of Homogeneity of Variances Jumlah Tangkapan Levene Statistic
df1
df2
Sig.
2.032
3
76
.116
ANOVA Jumlah Tangkapan Sum of Squares Between Groups
df
Mean Square
26.097
3
8.699
Within Groups
292.282
76
3.846
Total
318.380
79
F
Sig.
2.262
Lampu fluorescent Test of Homogeneity of Variances Jumlah Tangkapan Levene Statistic 3.910
df1
df2 3
Sig. 76
.012
.088
55
ANOVA Jumlah Tangkapan Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Between Groups
107.421
3
35.807
4.539
.006
Within Groups
599.551
76
7.889
Total
706.972
79
Jumlah Tangkapan Subset for alpha = 0.05 Tukey HSDa
Jam Tangkapan
N
1
Jam Tangkapan 12-03
20
2.1850
Jam Tangkapan 09-12
20
2.4150
Jam Tangkapan 03-06
20
2.4300
Jam Tangkapan 06-09
20
Sig.
2
5.0100 .993
1.000
56
Lampiran 10 Gambar jenis organisma hasil tangkapan
Teri (Stolephhorus spp)
Tembang (sardinella fimbriata)
Layur (Trichiurus sp)
Cumi-cumi (Loligo sp).
57
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Ambon, pada tanggal 25 Juni 1981. Penulis adalah Putra pertama dari tiga bersaudara dari Bapak Agusthinus Thenu dan Ibu Elizabeth Thenu/Mozes. Pada tahun 1999 penulis melanjutkan pendidikan sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Pattimura dan menyelesaikannya pada tahun 2004. Pada saat ini penulis bekerja sebagai staf pengajar di Politeknik Perikanan Negeri Tual. Pada tahun 2010, penulis mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan Magister Sains pada Program Studi Perikanan Tangkap Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Beasiswa Pendidikan Pascasarjana (BPPS) diperoleh dari Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (DIKTI). Penulis melakukan penelitian dan menyusun tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Teknologi Perikanan Tangkap Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, dengan judul “Aplikasi Lampu LED (Light Emitting Diode) Pada Pengoperasian Bagan Tancap ” dibimbing oleh Dr Ir Gondo Puspito, M Sc dan Dr Sulaeman Martasuganda M Sc. Penulis juga telah menulis sebuah artikel berjudul “Penggunaan Light Emitting Diode Pada Lampu Celup Bagan” akan di terbitkan pada jurnal Marine Fisheris pada tahun 2014.