APLIKASI KONSORSIUM MIKROOGANISME UNTUK MENDEGRADASI LIGNIN DALAM LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT PADA KONDISI AEROBIK
RICKY SUSANTO PUTRA
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Aplikasi Konsorsium Mikroorganisme untuk Mendegradasi Lignin dalam Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit pada Kondisi Aerobik adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Januari 2014 Ricky Susanto Putra NIM F34090106
ABSTRAK RICKY SUSANTO PUTRA. Aplikasi Konsorsium Mikroorganisme untuk Mendegradasi Lignin dalam Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit pada Kondisi Aerobik. Dibimbing oleh ENDANG GUMBIRA SA’ID dan PRAYOGA SURYADARMA. Konsorsium mikroorganisme dari delapan kolam pengolahan limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) yang berbeda di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) PT Condong Garut dan Rejosari-Lampung diseleksi dan diaplikasikan untuk mendegradasi lignin dalam lignoselulosa LCPKS pada kondisi aerobik. Konsorsium mikroorganisme diaerasi untuk mengefektifkan isolasi mikroorganisme aerobik. Seleksi konsorsium kapang pendegradasi lignin dilakukan dengan menggunakan media padat Lignin Agar Chloramphenicol (LAC) dan media cair Lignin Chloramphenicol (LC). Kemampuan konsorsium tersebut untuk mendegradasi lignin pada lignoselulosa LCPKS dilihat dari nilai absorbansi dan total padatan dalam media LCPKS. Konsorsium mikroorganisme dari Kolam Anaerobik-4 PKS Condong Garut memiliki pertumbuhan tertinggi dalam media selektif LC. Hasil ini juga didukung oleh kemampuan konsorsium tersebut yang mampu mendegradasi lignin tertinggi pada LCPKS dibandingkan dengan konsorsium terpilih lainnya. Kata kunci: LCPKS, lignin, konsorsium mikroorganisme, aerobik.
ABSTRACT RICKY SUSANTO PUTRA. Application of Microorganism Consortia for Degrading Lignin in Palm Oil Mill Effluent under an Aerobic Condition. Supervised by ENDANG GUMBIRA SA’ID and PRAYOGA SURYADARMA. The microorganism consortia from eight different ponds of palm oil mill effluents (POME) at Palm Oil Mills (POM) of PT Condong Garut and RejosariLampung were selected and applied to degrade lignin of lignosellulosic materials in POME under an aerobic condition. They were aerated to ensure effective isolation of aerobic microorganisms. Selection of lignin-degrading fungi consortia were determined by using selected agar plate (LAC) and liquid Lignin Chloramphenicol (LC) medium. Their ability to degrade lignin of lignocellulose materials in POME were shown by absorbance value and total solids in broth culture. Microorganism consortia from Anaerobic-4 at POM of Condong Garut had the high growth rate in liquid LC medium. These result was also confirmed by their consortia’s ability had the highest degrade of lignin materials in POME compared with the others selected consortia. Keywords: POME, lignin, microorganisms consortia, aerobic
APLIKASI KONSORSIUM MIKROOGANISME UNTUK MENDEGRADASI LIGNIN DALAM LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT PADA KONDISI AEROBIK
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Aplikasi Konsorsium Mikroorganisme untuk Mendegradasi Lignin dalam Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit pada Kondisi Aerobik Nama : Ricky Susanto Putra NIM : F34090106
Disetujui oleh
Prof Dr Ir E. Gumbira Sa’id, MA Dev Pembimbing I
Dr Prayoga Suryadarma STP, MT Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti Ketua Departemen
Tanggal Lulus :
Judul SkIipsi: Aplikasi Konsorsium Mikroorganisme untuk Mendegradasi Lignin dalam Limbah eair Pabrik Kelapa Sawit pada Kondisi Aerobik : Ricky Susanto Putra Nama NIM : F34090106
Disetujui oleh
Prof Dr Ir E. Gumbira S 'id, MA Dev Pembimbing I
Tanggal Lulus :
Dr Prayoga Suryadarma STP, MT
Pembimbing II
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 ialah bioteknologi, dengan judul Aplikasi Konsorsium Mikroorganisme untuk Mendegradasi Lignin dalam Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit pada Kondisi Aerobik.. Penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan teristimewa kepada Bapak Prof Dr Ir E. Gumbira Sa’id, MA Dev dan Bapak Dr Prayoga Suryadarma, STP, MT selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran. Kepada Bapak Sumarno, Bapak Undang Kadarisman, Bapak Yanto, PT Condong Garut dan PTPN 7 unit Rejosari Lampung yang telah membantu selama pengambilan sampel. Kepada Laboran Departemen Teknologi Industri Pertanian dan Temanteman TIN 46 atas doa dan dukungannya. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dari laporan ini, baik dari materi maupun teknik penyajiannya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2014 Ricky Susanto Putra
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
3
Manfaat Penelitian
3
Ruang Lingkup Penelitian
3
METODE
4
Bahan
4
Alat
4
Tahapan Penelitian
4
HASIL DAN PEMBAHASAN
7
Isolasi Konsorsium Mikroorganisme
7
Seleksi Konsorsium Mikroorganisme
8
Kultivasi Konsorsium Mikroorganisme Terpilih pada LCPKS SIMPULAN DAN SARAN
11 15
Simpulan
15
Saran
15
DAFTAR PUSTAKA
15
LAMPIRAN
18
RIWAYAT HIDUP
23
DAFTAR TABEL 1 Kondisi kolam pengambilan sampel konsorsium mikroorganisme pendegradasi lignin di PTPN-7 Rejosari Lampung dan PT Condong Garut 2 Hasil seleksi konsorsium mikroorganisme aerobik pendegradasi lignin pada suhu 32 0C dalam media LAC dengan waktu inkubasi empat hari 3 Karakteristik LCPKS segar 4 Hasil identifikasi genus kapang dari masing-masing sampel LCPKS
8 9 11 14
DAFTAR GAMBAR 1 Diagram alir penelitian aplikasi konsorsium mikroorganisme untuk mendegradasi lignin dalam limbah cair pabrik kelapa sawit pada kondisi aerobik 2 Persentase penurunan lignin pada media selektif LC 3 Nilai absorbansi degradasi lignin pada LCPKS 4 Total padatan tidak terlarut pada sampel LCPKS 5 Bobot sel kering pada sampel LCPKS
5 10 12 13 14
DAFTAR LAMPIRAN 1 Prosedur uji proksimat LCPKS 2 Prosedur Updegraff (1969) analisis residu selulosa dan bobot sel kering (Fadzilah dan Mashitah 2010) 3 Kolam pengolahan LCPKS tempat pengambilan sampel konsorsium mikroorganisme pendegradasi lignin 4 Penampakan mikroorganisme hasil identifikasi
18 20 21 22
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia saat ini menjadi negara produsen CPO terbesar di dunia dengan jumlah produksi sebesar 26.5 juta ton pada tahun 2012 (BPS 2013). Fakta tersebut menunjukkan bahwa dengan meningkatnya jumlah produksi CPO, maka limbah cair yang dihasilkan sangat banyak dan potensial untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam produksi bioproduk. Hal ini juga didorong oleh harga bahan bakar minyak dunia yang terus melambung tinggi, dan secara perlahan akan menimbulkan krisis energi di masa mendatang serta ketidakstabilan ekonomi. Menurut Yuliasari et al. (2008), setiap satu ton minyak kelapa sawit, akan menghasilkan 2.5 ton limbah cair berupa limbah organik yang berasal dari input air pada proses klarifikasi, separasi dan sterilisasi. Pada studi kasus yang dilakukan, produksi CPO dengan kapasitas produksi 60 ton tandan buah segar (TBS)/jam menghasilkan limbah cair sebanyak 42 m3. Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) yang dihasilkan dari pabrik pengolahan kelapa sawit mengandung 95% air, 0.6-0.7% minyak, 4-5% padatan, kadar pH 4.7, serta kandungan COD 50 000 mg/l dan BOD 25 000 mg/lt (Lang 2007). Menurut Baharuddin et al. (2010), di dalam LCPKS yang belum diolah juga terdapat 41 g/L total padatan. Dari total padatan ini mengandung 38.36% selulosa, 23.21% hemiselulosa, dan 26.72% lignin. Kandungan tersebut dapat dimanfaatkan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya sehingga sangat potensial untuk dimanfaatkan sebagai substrat dalam bioproses untuk menghasilkan bioproduk. Limbah cair pabrik kelapa sawit merupakan biomassa yang mengandung lignoselulosa. Anindyawati (2009) menjelaskan bahwa lignoselulosa itu sendiri merupakan komponen organik di alam dan terdiri dari tiga tipe polimer, yaitu selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Proses pembuatan bioproduk dari biomassa yang mengandung lignoselulosa harus melalui beberapa tahapan yang terdiri dari delignifikasi, sakarifikasi, kultivasi, dan pemurnian. Salah satu proses yang sangat penting ialah proses delignifikasi, karena lignin yang terikat dengan selulosa dan hemiselulosa berfungsi untuk melindungi selulosa dan hemiselulosa agar tidak mudah dihidrolisis. Sehingga lignin tersebut perlu dihilangkan terlebih dahulu agar selulosa dan hemiselulosa bebas dapat dimanfaatkan sebagai substrat dalam bioproses. Menurut Habib et al. (1997) proses delignifikasi itu sendiri dapat dilakukan secara kimia, enzimatis maupun biologi. Delignifikasi secara kimia pada umunya dilakukan dengan konsentrasi bahan kimia dan suhu yang tinggi sehingga lebih berbahaya dan menghasilkan inhibitor yang dapat menghambat pertumbuhan sel serta pencemaran lingkungan. Proses delignifikasi yang dilakukan secara enzimatis lebih ramah lingkungan karena tidak menghasilkan zat inhibitor dan limbah bahan kimia berbahaya. Akan tetapi pada proses ini membutuhkan biaya yang tinggi dalam memproduksi enzim tersebut. Enzim ligninase dapat dihasilkan oleh mikroorganisme. Mikroorganisme yang mampu secara sempurna dalam mendegradasi lignin ialah mikroorganisme jenis kapang (Suparjo 2008) sehingga alternatif terbaik ialah melakukan proses delignifikasi dengan memanfaatkan mikroorganisme yang dapat menghasilkan enzim ligninase dalam melakukan pemecahan lignin pada biomassa limbah cair
2 pabrik kelapa sawit. Hal ini dikarenakan delignifikasi biologi bersifat ramah lingkungan serta rendah biaya dalam prosesnya. Delignifikasi secara biologi dapat dilakukan pada dua kondisi yaitu secara aerobik dan anaerobik. Delignifikasi pada kondisi anaerobik menyebabkan oksigen yang terkandung sedikit, sehingga pertumbuhan sel dan laju metabolismenya akan terhambat, yang pada akhirnya pembentukan produk akan sedikit. Oleh karena itu, untuk mengatasi hal tersebut kondisi delignifikasi dilakukan secara aerobik dengan memanfaatkan mikroorganisme aerobik secara langsung. Pada kondisi aerobik dengan jumlah oksigen yang tinggi, maka pertumbuhan sel dan laju metobolisme akan berlangsung secara cepat sehingga produk yang dihasilkan berupa selulosa dan hemiselulosa akan tinggi. Proses delignifikasi oleh konsorsium mikroorganisme yang diisolasi langsung dari LCPKS dan diaplikasikan ke dalam LCPKS memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan melakukan isolasi mikroorganisme dari luar. Keuntungan tersebut diantaranya lebih cepat dalam beradaptasi sehingga mengurangi waktu fase lag dan mengurangi resiko kegagalan karena mikroorganisme tidak tumbuh. Selain itu, dengan memanfaatkan konsorsium mikroorganisme akan memberikan hasil yang lebih baik karena enzim yang dihasilkan dari tiap mikroorganisme yang berbeda dapat saling melengkapi dalam proses delignifikasi. Dengan metode yang tepat dan kondisi proses yang sesuai, maka laju degradasi lignin pada proses delignifikasi akan tinggi dan efisien (Colwell 1990). Beberapa mikroorganisme di dalam LCPKS yang potensial dalam mendegradasi lignoselulosa ialah Trichoderma dan Penicillium (Chowdhury et al. 2006).
Perumusan Masalah Delignifikasi lignoselulosa LCPKS pada kondisi aerobik membutuhkan konsorsium mikroorganisme yang tepat dalam mendegradasi lignin. Penggunaan konsorsium mikroorganisme akan memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan isolat tunggal, karena kerja enzim dari tiap jenis mikroorganisme akan saling melengkapi (Komarawidjaja 2009). Banyaknya jumlah lignin yang terdegradasi tergantung pada kemampuan konsorsium mikroorganisme tersebut dalam mensekresiken enzim ligninnase. Jenis-jenis mikroorganisme yang tumbuh dalam suatu lingkungan sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan sekitarnya seperti komposisi nutrisi, pH, suhu dan kandungan oksigen. Mikroorganisme yang mampu mendegradasi lignin tumbuh pada kondisi suhu 30-40 0C, dan pH 5-8 (Suparjo 2008). Komposisi pada lignoselulosa LCPKS masih banyak mengandung lignin. Maka dari itu konsorsium mikroorganisme diambil dari kolam pengolahan LCPKS dengan kondisi lingkungan kolam LCPKS yang sesuai dengan mikroorganisme pendegradasi lignin. Peluang dalam mendapatkan konsorsium yang unggul akan semakin besar jika pengambilan konsorsium dilakukan pada tempat-tempat dan pabrik pengolahan kelapa sawit yang berbeda dengan berbagai macam kondisi lingkungan. Dalam mendeteksi kemampuan mikroorganisme untuk mendegradasi suatu komponen tertentu seperti lignin, maka mikroorganisme tersebut ditumbuhkan
3 pada media yang hanya mengandung komponen lignin tersebut. Untuk memverifikasi hasil dari pertumbuhan tersebut, mikroorganisme diaplikasikan pada media yang memiliki kondisi lingkungan seperti kondisi aslinya, yaitu LCPKS. Pemilihan konsorsium mikroorganisme didasarkan pada besarnya kemampuan mendegradasi lignin dan laju pertumbuhan dalam lignoselulosa LCPKS. Semakin besar kemampuan delignifikasi dan laju pertumbuhannya maka semakin cepat lignin pada lignoselulosa LCPKS akan terpecah sehingga selulosa dan hemiselulosa bebas dapat dimanfaatkan menjadi bioproduk.
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan konsorsium mikroorganisme aerobik pendegradasi lignin yang unggul pada lignoselulosa LCPKS yang diisolasi dari kolam pengolahan LCPKS di PKS yang berbeda dan mendapatkan informasi mengenai kemampuan konsorsium mikroorganisme dalam mendegradasi lignin pada lignoselulosa LCPKS secara aerobik.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pengembangan teknologi dalam memanfaatkan produk samping berbahan dasar lignoselulosa untuk menghasilkan bioproduk yang memiliki nilai tambah tinggi.
Ruang Lingkup Penelitian 1.
2.
3.
Ruang lingkup dari penelitian ini adalah sebagai berikut: Pengambilan sampel konsorsium mikroorganisme pada delapan kolam pengolahan LCPKS di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) yang berbeda untuk mendapatkan konsorsium mikroorganisme aerobik pendegradasi lignin LCPKS. Uji degradasi konsorsium mikroorganisme pada media selektif Lignin Chloramphenicol (LC) untuk mendeteksi dan mengetahui kemampuan konsorsium mikroorganisme aerobik tersebut dalam mendegradasi lignin. Kultivasi konsorsium mikroorganisme terpilih dalam LCPKS pada kondisi aerobik untuk mengetahui kemampuan konsorsium mikroorganisme dalam mendegradasi lignin LCPKS.
4
METODE Bahan Bahan yang digunakan pada tahap isolasi yaitu sampel LCPKS yang diambil dari PKS Condong Garut dan PTPN-7 unit PKS Rejosari Lampung. Bahan untuk media prakultur (media LB) yang digunakan meliputi 1 gr pepton, 0.5 gr ekstrak khamir, dan 1 gr NaCl yang dilarutkan dalam 100 ml aquades. Media stok kultur yang digunakan yaitu gliserol 30% (30 gr gliserol dilarutkan dengan air bidestilata hingga volume 100 ml). Bahan yang digunakan pada tahap seleksi ialah media selektif Lignin Agar Chloramphenicol (LAC) dengan komposisi, 1 gr MgSO4.7H2O (Merck), 0.2 gr MnSO4 (Merck), 1.5 gr KH2PO4 (Merck), 0.2 gr FeSO4.7H2O (Merck), 0.2 gr CaCl2.2H2O (Merck), 2 gr yeast ekstrak (Oxoid), 0.25% (w/v) lignin alkali (Sigma), 100 mg chloramphenicol, dan 16 gr agar bakto (Oxoid) dalam 1 liter aquades, 0.5% (w/v) pewarna FeCl3 dan K3[Fe(CN)6]. Untuk komposisi media Lignin Chloramphenicol (LC) sama seperti komposisi media LAC hanya tidak ditambahkan bakto agar. Bahan yang digunakan pada tahap kultivasi ialah sampel LCPKS dari PT. Condong Garut yang diambil dari kolam aliran LCPKS menuju kolam pengolahan anaerobik, chloramphenicol, 1% (w/v) pepton (Oxoid), 0.5% (w/v) ekstrak khamir (Oxoid), 1% (w/v) NaCl (Merck), serta isolat Phanerochaete chrysosporium yang diperoleh dari IPB Colection Culture (IPBCC) dan PDA (Oxoid) sebagai media penyegaran.
Alat Alat yang digunakan pada tahap isolasi ialah termometer, kertas pH (Merck) dan aerator. Pada tahap seleksi ialah cawan petri ukuran 1.5 x 10 cm dan inkubator (Binder ER-12/UE-ATSP/IV/2013). Pada tahap kultivasi ialah linier shaker (e-science model ESV-2495SR). Adapun pada tahap analisis data digunakan Sentrifuse Hermle Z 383, Spektrofotometer Genesys UV Vis, Pompa Vakum, dan kertas saring Whatman no 41.
Tahapan Penelitian Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahap yang terdiri dari tahap isolasi, tahap seleksi dan tahap kultivasi. Diperlihatkan pada Gambar 1 di bawah ini diagram alir tahapan penelitian Aplikasi Konsorsium Mikroorganisme untuk Mendegradasi Lignin dalam Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit pada Kondisi Aerobik.
5 Mulai Pengambilan sampel konsorsium mikroorganisme aerobik dari kolam LCPKS Isolasi dan seleksi konsorsium mikroorganisme pendegradasi lignin Kultivasi konsorsium mikroorganisme terpilih pada LCPKS secara aerobik Selesai
Gambar 1 Diagram alir penelitian aplikasi konsorsium mikroorganisme untuk mendegradasi lignin dalam limbah cair pabrik kelapa sawit pada kondisi aerobik
Pengambilan Sampel Konsorsium Mikroorganisme Aerobik Pendegradasi Lignin Pengambilan sampel LCPKS dilakukan di PTPN-7 Lampung, unit PKS Rejosari pada kolam Anaerobik-2, Anaerobik-3, Fakultatif-1, Fakultatif-2, dan aplikasi lahan serta PT. Condong Garut pada kolam Anaerobik-4, Anaerobik-5 dan Anaerobik-6. Pemilihan kolam tersebut dilakukan bedasarkan pada kondisi permukaan kolam yang sudah cair, tidak terdapat lumpur, dan suhu yang sesuai untuk pertumbuhan mikroorganisme aerobik (berkisar 30-40 0C). Sampel diambil pada bagian permukaan masing-masing kolam kemudian sampel tersebut diukur pH dan suhunya serta dilakukan analisis proksimat (Lampiran 1). Sampel LCPKS yang telah diambil dari masing-masing kolam pengolahan diaerasi dengan menggunakan aerator pada suhu ruang (30-32 0C) selama 24 jam sebelum digunakan. Kemudian sampel disegarkan sebanyak 200 µl pada 20 ml media prakultur dalam erlenmeyer 100 ml selama 12 jam dan dikocok menggunakan linier shaker 100 rpm. Hasil penyegaran sampel tersebut kemudian digunakan untuk seleksi pada media selektif.
Seleksi Konsorsium Mikroorganisme Aerobik Pendegradasi Lignin Seleksi konsorsium mikroorganisme pendegradasi lignin dilakukan dengan dua tahap, yaitu metode cawan sebar pada media LAC dan uji degradasi pada media cair LC. Sampel yang telah disegarkan pada media prakultur diinokulasikan pada media selektif LAC sebanyak 100 µl kemudian diinkubasi selama tiga sampai tujuh hari pada suhu ruang (30-32 0C). Mikroorganisme yang dapat mendegradasi lignin akan membentuk zona bening pada media LAC setelah
6 dilakukan pewarnaan dengan menggunakan larutan FeCl3 dan K3[Fe(CN)6] 0.5%. Indeks ligninolitik dihitung berdasarkan nisbah antara diameter zona bening dan diameter koloni yang terbentuk. Koloni yang dapat menghasilkan indeks ligninolitik terbesar dan terkecil serta jumlah koloni paling banyak dipilih untuk kemudian dilakukan uji degradasi lignin dalam media LC dan LCPKS. Pengujian tersebut dibandingkan dengan menggunakan isolat kapang white rot fungi Phanerochaete chrysosporium yang sebelumnya telah banyak digunakan sebagai mikroorganisme pendegradasi lignin yang efektif. Pengujian degradasi lignin pada media LC dilakukan dengan cara isolat konsorsium yang telah disegarkan sebanyak 15 ml dimasukkan ke dalam 135 ml media LC pada erlenmeyer 250 ml, kemudian diinkubasi selama lima hari pada suhu ruang (30-32 0 C) dengan menggunakan linier shaker (e-science model ESV-2495SR) pada 100 rpm. Kontrol merupakan media LC tanpa inokulasi konsorsium mikroorganisme. Pada hari kelima kultur disaring dengan menggunakan syringe filter sartorius 20µ, kemudian supernatan yang diperoleh diencerkan sebanyak 100 kali. Lignin yang terlarut pada media LC diukur dengan menggunakan spektrofotometer Genesys UV Vis pada panjang gelombang 232 nm. Hasil pengukuran nilai serapan lignin pada hari kelima dibandingkan dengan nilai serapan lignin kontrol pada hari ke-0. Konsorsium mikroorganisme yang mampu mendegradasi lignin terbesar akan diuji degradasi lignin pada lignoselulosa LCPKS.
Kultivasi Konsorsium Mikroorganisme Terpilih dalam LCPKS pada Kondisi Aerobik
Konsorsium mikoorganisme terpilih yang mampu mendegradasi lignin tertinggi diaplikasikan kemampuan degradasi ligninnya dalam media LCPKS segar. Konsorsium mikroorganisme terpilih sebelumnya disegarkan kembali pada media prakultur selama 12 jam pada suhu ruang (30-32 0C). Kemudian media LCPKS yang akan digunakan di tambahkan 1% pepton (w/v), 0.5% ekstrak khamir (w/v), dan 1% NaCl (w/v), lalu disterilkan. Setelah itu konsorsium mikroorganisme diinokulasikan sebanyak 1% (v/v) ke dalam 40 ml LCPKS steril dalam 250 ml erlenmeyer. Media yang telah diinokulasikan kemudian diinkubasi pada suhu ruang (30-32 0C) dengan linier shaker (e-science model ESV-2495SR) 100 rpm. Parameter yang diamati ialah pH, penurunan kadar lignin dengan metode Rohmah et al. (2009) yang telah dimodifikasi pada jam 72 serta bobot sel kering pada jam ke-72 dengan menggunakan metode Updegraff (1969) yang telah dimodifikasi oleh Fadzilah dan Mashitah (2010) (Lampiran 2). Hasil pengujian dibandingkan dengan isolat Phanerochaete chrysosporium sebagai pembanding dengan perlakuan yang sama. Analisis penurunan kadar lignin dilakukan dengan cara sampel yang telah dikultivasi kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring Whatman no. 41 yang sebelumnya telah diketahui bobotnya. Padatan pada kertas saring kemudian dikeringkan pada oven bersuhu 60 0C dan ditimbang hingga bobotnya konstan. Supernatan yang diperoleh kemudian diencerkan sebanyak 150 kali dan diukur nilai absorbansinya pada panjang gelombang 232 nm dengan menggunakan spektrofotometer Genesys UV Vis.
7 Masing-masing sampel yang telah dikultivasi kemudian diidentifikasi jenis genus kapang yang terdapat dalam sampel tersebut. Identifikasi dilakukan dengan cara sampel dari masing-masing kolam pengolahan dilakukan pengenceran antara 10-1–10-6. Kemudian sampel ditumbuhkan pada media SDA selama 5-6 hari. Setelah itu diamati bentuk morfologi dari kapang yang tumbuh kemudian dicocokkan dengan buku identifikasi kapang. Pengukuran jumlah kapang dilakukan dengan cara, masing-masing sampel diencerkan antara 10-1-10-6. Kemudian sampel ditumbuhkan pada media SDA selama 5-6 hari lalu dihitung jumlah koloni yang terbentuk.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengambilan Sampel Konsorsium Mikroorganisme Sampel LCPKS yang diambil berasal dari PTPN-7 unit PKS Rejosari Lampung dengan kapasitas produksi pabrik sebesar 25 ton TBS/jam dan PT Condong Garut dengan kapasitas produksi pabrik sebesar 20 ton TBS/jam. Pengambilan konsorsium mikroorganisme pada dua PKS yang berbeda bertujuan agar peluang mendapatkan konsorsium mikroorganisme yang unggul dalam mendegradasi lignin semakin tinggi. Variasi dari konsorsium mikroorganisme yang diperoleh dipengaruhi oleh kapasitas produksi dari masing-masing pabrik, kondisi lingkungan pabrik, dan teknologi pengolahan limbah yang digunakan. Hal ini terjadi karena semakin besar kapasitas produksi suatu PKS maka debit limbah yang dihasilkan semakin banyak sehingga kandungan lignoselulosa berupa selulosa dan hemiselulosa dalam LCPKS semakin tinggi. Maka dari itu mikroorganisme yang terdapat dalam LCPKS tersebut semakin banyak dan bervariasi. Di samping itu, teknik pengolahan limbah yang digunakan pada suatu PKS turut mempengaruhi jenis mikroorganisme yang tumbuh. Ketika suatu PKS menerapkan pengolahan limbah cair secara anaerobik, maka mikroorganisme yang tumbuh di kolam-kolam pengolahan limbah akan didominasi oleh mikroorganisme anaerobik, dan sebaliknya ketika suatu PKS menerapkan pengolahan limbah cairnya secara aerobik, maka mikroorganisme yang tumbuh di kolam-kolam pengolahan limbah akan didominasi oleh mikroorganisme aerobik. Pada PKS Rejosari Lampung sistem pengolahan LCPKS dimulai dari kolam pengutip (fatpit) yang berfungsi untuk mengutip kembali minyak yang masih terkandung dalam LCPKS. Setelah itu limbah didinginkan pada kolam pendingin (cooling pond). Kemudian limbah dialirkan ke kolam Anaerobik-1, Anaerobik-2, dan Anaerobik-3, kolam Fakultatif-1 dan Fakultatif-2, yang berfungsi untuk menurunkan beban pencemaran pada LCPKS. Terkahir ialah LCPKS dialirkan ke areal aplikasi lahan untuk dimanfaatkan sebagai pupuk perkebunan. Sedangkan sistem pengolahan LCPKS pada PT Condong Garut dimulai dari kolam pengutip (fatpit), kemudian kolam Anaerobik-1, Anaerobik-2, Anaerobik-3, Anarobik-4, Anaerobik-5, Anaerobik-6, dan terakhir dialirkan menuju areal aplikasi lahan. Kedua PKS tersebut mengolah LCPKS secara anaerobik untuk menurunkan
8 tingkat beban pencemarannya dengan memanfaatkan mikroorganisme anaerobik dengan hasil akhir dimanfaatkan sebagai pupuk bagi tanaman kelapa sawit. Sampel konsorsium mikroorganisme diambil pada bagian permukaan dari kolam Anaerobik-2, Anaerobik-3, Fakultatif-1, Fakulatif-2 dan Aplikasi lahan PKS Rejosari Lampung serta kolam Anaerobik-4, Anaerobik-5, dan Anaerobik-6 PKS Condong Garut. Pemilihan kolam tersebut dilakukan berdasarkan pada kondisi limbah yang sudah cair, tidak terdapat kerak lumpur pada bagian atasnya serta suhu yang sesuai berkisar antara 30-40 0C sehingga peluang dalam mendapatkan konsorsium mikroorganisme aerobik pendegradasi lignin semakin besar. Pada Tabel 1 diperlihatkan kondisi tempat masing-masing kolam pada saat pengambilan sampel. Tabel 1 Kondisi kolam pengambilan sampel konsorsium mikroorganisme pendegradasi lignin di PTPN-7 Rejosari Lampung dan PT Condong Garut Kolam pengolahan LCPKS Anaerobik-2 Anaerobik-3 Fakultatif-1 Fakultatif-2 Pipa pengaliran aplikasi lahan Anaerobik-4 Anaerobik-5 Anaerobik-6
PKS Rejosari Rejosari Rejosari Rejosari Rejosari Condong Garut Condong Garut Condong Garut
Suhu (°C) 33 34 34 33 31 32 32 32
pH 8 8 8 8 8 8 8 8
Berdasarkan tabel tersebut, mikroorganisme yang digunakan untuk mendegradasi lignin ialah mikroorganisme jenis mesofilik yang hidup pada rentang suhu 25-40 0C. Pemilihan tersebut dikarenakan mikroorganisme terutama jenis kapang yang efisien dalam mendegradasi lignin tumbuh optimal pada rentang suhu tersebut dan pH 5-8 (Eriksson et al. 1990).
Isolasi dan Seleksi Konsorsium Mikroorganisme Mikroorganisme yang telah diambil pada kolam pengolahan LCPKS kemudian diseleksi kemampuannya dalam mendegradasi lignin. Degradasi lignin secara biologi atau biodelignifikasi merupakan proses oksidasi pemecahan lignin dengan memanfaatkan mikroorganisme penghasil enzim ligninase yang memerlukan kondisi aerobik (Eriksson et al. 1990). Enzim ligninase ekstraseluler yang dihasilkan oleh mikroorganisme pendegradasi lignin terdiri dari lignin peroksidase (LiP), mangan peroksidase (MnP) dan lakase. Seleksi konsorsium mikroorganisme aerobik pendegradasi lignin dilakukan dengan memanfaatkan media selektif LAC dan LC. Seleksi konsorsium mikroorganisme pada media padat LAC dapat dideteksi dengan pengukuran zona bening yang terbentuk pada cawan petri yang telah diinokulasi mikroorganisme. Zona bening merupakan zona yang terbentuk pada medium selektif padat setelah masa inkubasi tertentu disekitar koloni mikroorganisme yang diakibatkan oleh sekresi enzim ligninase (Rohmah et al. 2009). Enzim tersebut akan menguraikan lignin pada medium menjadi senyawa
9 yang lebih sederhana sehingga akan menimbulkan perbedaan warna antara zona yang sudah terurai dengan yang belum disekitar koloni mikroorganisme (Pointing 1999). Hasil seleksi konsorsium mikroorganisme aerobik pendegradasi lignin diperlihatkan pada Tabel 2. Dari hasil pengujian pada media padat LAC terlihat bahwa pada kolam Anaerobik-2 Rejosari, kolam Anaerobik-3 Rejosari, Aplikasi Lahan Rejosari, kolam Anaerobik-5 Condong Garut dan isolat mikroorganisme pembanding P.chrysosporium mampu membentuk koloni pada media selektif LAC. Hal itu menandakan bahwa terdapat mikroorganisme yang mampu mendegradasi lignin pada kolam LCPKS tersebut. Tabel 2 Hasil seleksi konsorsium mikroorganisme aerobik pendegradasi lignin pada suhu 32 0C dalam media LAC dengan waktu inkubasi empat hari Sampel
PKS
Anaerobik-2 Anaerobik-3 Fakultatif-1 Fakultatif-2 Aplikasi Lahan Anaerobik-4 Anaerobik-5 Anaerobik-6 Phanerochaete chrysosporium
Rejosari Rejosari Rejosari Rejosari Rejosari Condong Garut Condong Garut Condong Garut
Rata-rata jumlah koloni 1 48 2 2 1
Rata-rata diameter koloni (cm) 0.766 0.123 0.218 2.947 3.133
Pola pertumbuhan pada masing-masing sampel dalam media padat LAC terlihat bahwa pada kolam pertama dari masing-masing PKS, awalnya hanya sedikit mikroorganisme yang tumbuh. Pada kolam Anaerobik-2 PKS Rejosari sebanyak satu koloni mikroorganisme yang tumbuh dan pada kolam Anaerobik-4 PKS Condong Garut yang tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme. Kemudian sampel yang diambil dari kolam selanjutnya pada masing-masing PKS pertumbuhannya meningkat. Hal itu bisa dilihat pada kolam Anaerobik-3 PKS Rejosari sebanyak 48 koloni mikroorganisme yang tumbuh dan kolam Anaerobik5 PKS Condong Garut sebanyak dua koloni mikroorganisme yang tumbuh. Setelah itu sampel yang diambil pada kolam bagian akhir pengolahan limbah, pertumbuhannya kembali menurun. Hal itu terlihat pada kolam Fakultatif2 PKS Rejosari dan kolam Anaerobik-6 PKS Condong Garut, dimana tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme pada kedua kolam tersebut dalam media padat LAC. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pada mulanya pertumbuhan mikroorganisme masih beradaptasi dengan kondisi lingkungannya. Kemudian mikroorganisme pada kolam pengolahan selanjutnya telah mampu beradaptasi dan memanfaatkan lignoselulosa yang tersedia sebagai nutrisi serta mengalami pertumbuhan yang lebih besar. Selanjutnya pertumbuhan mikroorganisme pada kolam bagian akhir pengolahan limbah kembali mengalami penurunan. Hal tersebut disebabkan karena sumber nutrisi untuk pertumbuhan mikroorganisme pendegradasi lignoselulosa jumlahnya semakin kecil bahkan telah habis sehingga akan digantikan oleh mikroorganisme jenis lain yang mampu memanfaatkan sumber nutrisi yang tersisa.
10 Isolat dari P.chrysosporium mampu membentuk diameter koloni yang terbesar pada media selektif LAC sebesar 3.133 cm. Hal ini berkaitan dengan kemampuan isolat P.chrysosporium dalam mendegradasi lignin secara efektif. Menurut Risdianto et al. (2007) isolat P.chrysosporium termasuk golongan white rot fungi yang memiliki kemampuan mendegradasi lignin yang tinggi dengan sedikit mengakibatkan kehilangan selulosa sehingga selulosa yang dihasilkan dapat dimanfaatkan sebagai substrat dalam pembuatan bioproduk. Mikroorganisme hasil isolasi juga ditumbuhkan pada media cair LC. Pengujian degradasi lignin pada media cair merupakan konfirmasi dari uji skrining degradasi lignin pada media padat. Pada Gambar 2 diperlihatkan grafik data hasil pengukuran persentase penurunan lignin dari masing-masing sampel kolam LCPKS pada media selektif LC.
Gambar 2 Persentase penurunan lignin pada media selektif LC Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa konsorsium mikroorganisme pada kolam Anaerobik-4 PKS Condong Garut memiliki nilai persentase penurunan lignin terbesar, diikuti oleh konsorsium mikroorganisme pada kolam Anaerobik-6 dan Anaerobik-3. Hasil pertumbuhan mikroorganisme terbaik pada media LAC belum tentu menghasilkan nilai penurunan lignin terbesar pada media cair LC. Hal ini terlihat pada isolat pembanding P.chrysosporium yang mampu membentuk diameter koloni terbesar pada media LAC, namun memiliki nilai penurunan lignin hanya sebesar 11.92% pada media cair LC. Hal tersebut terjadi karena perbedaan kondisi pada medium pertumbuhan. Kadar air optimum dan kisaran kadar air mempengaruhi pertumbuhan kapang untuk tumbuh dan germinasi spora. Air digunakan oleh kapang dalam proses pencernaan ekstraseluler. Hasil pencernaan tersebut dan nutrisi organik yang terlarut di dalam air akan diserap oleh kapang. Perpindahan nutrisi di dalam miselium akan mengikuti perpindahan aliran air (Rohmah 2009). Selain itu, adanya aerasi pada medium cair dengan cara menggoyangkan media pada linier shaker dengan kecepatan 100 rpm turut mempercepat proses degradasi lignin jika dibandingkan dengan media padat. Hal itu terjadi karena delignifikasi merupakan proses oksidasi yang memerlukan kondisi aerobik. Pemberian aerasi dapat
11 meningkatkan jumlah dan transfer oksigen antara sel mikroorganisme dan media yang optimal untuk enzim oksidatif ekstraseluler pada kapang (Rohmah 2009). Enzim-enzim oksidoreduktase yang terlibat dalam proses tersebut membutuhkan O2 dan H2O2 (Eriksson et al. 1990). Hal tersebut yang menyebabkan perbedaan pertumbuhan kapang pada media padat LAC dengan hasil konfirmasi uji skrining pada media cair LC.
Kultivasi Konsorsium Mikroorganisme Terpilih pada LCPKS Sampel LCPKS yang telah diambil dilakukan karakterisasi proksimat terlebih dahulu. Pada Tabel 3 diperlihatkan data hasil karakteristik proksimat lignoselulosa LCPKS. Tabel 3 Karakteristik LCPKS segar Komponen pH Total Padatan (g/l) Kadar Abu (%) Kadar Protein (%) Kadar Lemak Kasar (%) Kadar Serat Kasar (%)
Literatur (Habib et al.) 4.33a 41.022a 14.88 12.75 10.21 15.55b
Data 5 37.61 10.77 16.33 27.31 46.58
* basis kering a baharuddin et al. (2010) b teoh et al. (2010)
Berdasarkan analisa proksimat, kandungan total padatan dan kadar serat kasar yang tinggi pada LCPKS dapat dimanfaatkan sebagai substrat dalam pembuatan bioproduk. Hasil dari pengujian proksimat yang dilakukan pada sampel LCPKS segar memiliki nilai rata-rata komponen lebih tinggi dibandingkan dengan nilai literatur. Menurut Baharuddin et al. (2010), di dalam LCPKS yang belum diolah juga terdapat 41 g/L total padatan. Dari total padatan tersebut mengandung 38.36% selulosa, 23.21% hemiselulosa, dan 26.72% lignin dalam persentase berat kering. Perbedaan nilai komposisi proksimat antara hasil yang didapat dengan literatur dikarenakan kandungan LCPKS dari setiap PKS akan berbeda tergantung kepada kapasitas produksi PKS, kualitas dan volume TBS yang akan diolah, teknologi proses yang digunakan dan teknik pengolahan limbah yang digunakan. Menurut Perez et al. (2002) mikroorganisme membutuhkan nutrisi berupa sumber karbon, nitrogen, dan mineral untuk pertumbuhannya. Nutrisi yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya pada media LCPKS bisa dilihat dari komposisi proksimat yang ditunjukkan dari nilai kadar protein, kadar lemak, kadar abu dan kadar serat kasar. Kadar protein yang terkandung di dalam LCPKS merupakan nitrogen yang berfungsi untuk pertumbuhan mikroorganisme. Kapang dapat menguraikan protein dalam LCPKS menjadi nitrogen dan karbon sebagai nutrisi pertumbuhannya (Gandjar 2006). Kandungan lemak kasar dan serat kasar menunjukkan adanya sumber karbon pada media LCPKS yang dapat dimanfaatkan oleh mikroorganisme. Kadar abu menunjukkan kandungan bahan
12 inorganik berupa mineral pada media LCPKS yang juga bermanfaat untuk pertumbuhan mikroorganisme. Sementara itu pH pada LCPKS segar ialah 5. Sebelum dilakukan kultivasi untuk proses delignifikasi awal, pH pada media LCPKS diatur menjadi 7. Setelah proses delignifikasi selesai selama 72 jam, pH pada media LCPKS mengalami penurunan menjadi 5. Penurunan pH menjadi suasana asam dikarenakan hasil dari pemecahan lignin menjadi senyawa sederhana seperti asam organik (asam vanilat dan asam format), CO2, dan H2O yang terakumulasi (Rohmah 2009). Menurut Suparjo (2008), kapang yang mampu mendegradasi lignin akan mensekresiken enzim ligninase pada suasana pH yang asam berkisar antara 4-6.5. Perbedaan pH optimum dalam mensekresikan enzim ligninase yang sama dapat disebabkan oleh perbedaan strain kapang yang menghasilkan enzim tersebut. Konsorsium mikroorganisme yang memiliki nilai persentase penurunan lignin terbesar pada media LC, diaplikasikan ke dalam substrat LCPKS segar. Konsorsium mikroorganisme yang terpilih ialah konsorsium mikroorganisme yang terdapat pada kolam Anaerobik-3, Anaerobik-4, Anaerobik-5, Anaerobik-6 dan isolat mikroorganisme P.chrysosporium sebagai pembanding. Parameter yang diamati ialah penurunan kadar lignin dengan metode Rohmah et al. (2009) yang telah dimodifikasi pada jam ke-72 serta bobot sel kering pada jam ke-72. Pada Gambar 3 diperlihatkan grafik nilai absorbansi degradasi lignin pada LCPKS.
Gambar 3 Nilai absorbansi degradasi lignin pada LCPKS Berdasarkan grafik tersebut dapat dilihat bahwa nilai absorbansi pada kolam Anaerobik-4 PKS Condong Garut memiliki nilai yang paling tinggi, yaitu sebesar 0.587. Nilai tersebut setara dengan 29.15% jumlah lignin yang terdegradasi. Hal itu menandakan bahwa jumlah lignin yang telah terdegradasi oleh konsorsium mikroorganisme pada kolam tersebut tinggi. Sampel yang memiliki nilai absorbansi tinggi akan memiliki total padatan yang rendah. Hal ini disebabkan oleh lignin yang terkandung pada total padatan sudah terdegradasi menjadi partikel-partikel lignin yang berukuran lebih kecil sehingga partikel tersebut akan lolos pada penyaringan dan larut bersama air. Hasil akhir dari proses degradasi lignin di alam umumnya dalam bentuk humus, air, dan karbondioksida diikuti dengan matinya jaringan tanaman (Errikson et al. 1990). Hal tersebut yang membuat nilai absorbansi yang terbaca pada spektrofotometer akan tinggi pada sampel yang mampu mendegradasi lignin terbesar, karena lignin tersebut larut
13 bersama air. Selain itu menurut Pointing (1999) terjadinya perubahan warna pada media yang mengandung lignoselulosa mengindikasikan telah terjadinya degradasi lignin pada media tersebut. Sehingga nilai absorbansi dari masingmasing sampel akan meningkat. Enzim yang terlibat dalam perubahan warna saat terjadinya degradasi lignin ialah enzim lignin peroksidase, mangan peroksidase dan lakase. Namun enzim mangan peroksidase yang memiliki peran utama dalam perubahan warna saat terjadi delignifikasi (Afrida 2010). Kondisi aerobik pada saat kultivasi dengan cara menggoyangkan media pada linier shaker turut berperan dalam mempercepat proses degradasi. Pemberian aerasi dapat meningkatkan jumlah dan transfer oksigen antara sel dan media yang optimal untuk enzim oksidatif ekstraseluler pada kapang. Enzim ekstraseluler yang optimal dihasilkan oleh kapang dapat meningkatkan aktivitas degradaasi (Rohmah 2009). Hasil dari nilai absorbansi dibandingkan dengan total padatan tidak terlarut yang terkandung pada sampel setelah dikultivasi selama 72 jam. Pada Gambar 4 diperlihatkan total padatan tidak terlarut dari masing-masing sampel setelah dikultivasi selama 72 jam.
Gambar 4 Total padatan tidak terlarut pada sampel LCPKS Hasil pengukuran total padatan tidak terlarut menunjukkan bahwa sampel dari isolat tunggal P.chrysosporium memiliki nilai total padatan tidak terlarut tertinggi. Hal itu mengindikasikan bahwa kandungan lignin pada sampel tersebut masih cukup tinggi. Hasil tersebut diperkuat dengan nilai absorbansi dari sampel tersebut yang masih rendah sehingga degradasi lignin pada sampel tersebut tidak sebanyak pada sampel Anaerobik-4. Namun pada sampel Anaerobik-4 tidak memiliki nilai total padatan terendah. Hal ini dikarenakan bobot sel kering yang dimiliki oleh sampel Anaeorbik-4 memiliki nilai tertinggi sehingga total padatan tidak terlarut pada sampel tersebut masih cukup tinggi karena sebagian besarnya merupakan bobot sel kering. Sampel yang telah dikultivasi selama 72 jam kemudian dilakukan pengukuran terhadap bobot sel kering yang terbentuk. Hal tersebut menjadi parameter jumlah sel dari konsorsium mikroorganisme yang terdapat pada media LCPKS segar selama kultivasi. Semakin tinggi nilai bobot sel kering maka kemungkinan degradasi terhadap lignin yang terdapat dalam lignoselulosa LCPKS semakin besar. Di samping bobot sel kering, faktor yang berpengaruh terhadap
14 besarnya lignin yang terdegradasi ialah kinerja dari konsorsium mikroorganisme itu sendiri dalam mensekresikan enzim ligninase untuk menguraikan lignin. Hasil dari pengukuran bobot sel kering diperlihatkan pada Gambar 5 di bawah ini.
Gambar 5 Bobot sel kering pada sampel LCPKS Dari hasil tersebut diketahui bahwa bobot sel kering pada sampel Anaerobik-4 PKS Condong Garut memiliki hasil tertinggi. Hal tersebut sesuai dengan data degradasi lignin pada sampel tersebut yang tinggi. Masing-masing dari sampel tersebut kemudian diidentifikasi untuk mengetahui jenis genus kapang yang tumbuh pada LCPKS segar. Hasil identifikasi dari masing-masing sampel tersebut diperlihatkan pada Tabel 4 di bawah ini: Tabel 4 Hasil identifikasi genus kapang dari masing-masing sampel LCPKS PKS Jumlah koloni Sampel Jenis Kapang mikroorganisme (CFU/ml) Cladosporium sp. 100 000 Anaerobik-3 Rejosari Mucor sp. 100 Hypomycetes 10 000 Gliomastix sp. 15 Anaerobik-4 Condong Garut Aspergillus sp. 10 Anaerobik-5 Condong Garut Hypomycetes 1000
Berdasarkan hasil identifikasi tersebut, jenis kapang yang terdapat pada sampel Anaerobik-4 ialah Aspergillus sp. dan Gliomastix sp. Kedua kapang tersebut mampu mendegradasi lignin yang terdapat dalam lignoselulosa LCPKS. Spesies kapang Gliomastix sp. merupakan salah satu spesies yang mampu mendegradasi lignin paling besar di antara kapang koleksi laboratorium mikrobiologi ITS lainnya. Kapang Gliomastix sp. mendegradasi lignin terbaik pada media LC dengan perlakuan menggunakan rotary shaker (130 rpm) dengan lama inkubasi selama 10 hari. Gliomastix sp. dapat tumbuh optimal pada range pH dan suhu yang luas dalam menghasilkan enzim ligninase (Ilmi et al. 2013). Kapang Mucor sp. mampu menghasilkan enzim selulolitik untuk mendegradasi selulosa. Kapang ini biasa dimanfaatkan pada proses bioremediasi karena sifatnya yang mampu bertahan hidup pada kondisi lingkungan yang
15 ekstrem seperti suhu tinggi, nutrisi yang terbatas, dan tingkat aerasi yang kecil serta mampu mendegradasi komponen plastik seperti polietilen. Akan tetapi kapang jenis ini tidak dapat mendegradasi lignin. Jenis kapang Cladosporium sp. dan Hypomycetes sp. termasuk jenis kapang yang mampu mendegradasi selulosa (Singh 2006). Di samping mampu mendegradasi selulosa, kapang Cladosporium sp. sering dimanfaatkan dalam proses bioremidiasi karena kemampuannya dalam mendegradasi polutan seperti minyak yang cukup tinggi yakni berkisar antara 2040% (Collwel 1990). Namun kedua jenis kapang tersebut tidak dapat mendegradasi lignin.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Konsorsium mikroorganisme pada kolam Anaerobik-3 PKS Rejosari memiliki pertumbuhan koloni yang paling banyak pada media LAC. Sedangkan konsorsium yang memiliki nilai persentase penurunan lignin terbesar pada media LC ialah konsorsium pada kolam Anaerobik-4 PKS Condong Garut. Hasil kultivasi dalam lignoselulosa LCPKS selama 72 jam menunjukkan konsorsium mikroorganisme pada kolam Anaerobik-4 PKS Condong Garut mampu mendegradasi lignin pada lignoselulosa LCPKS tertinggi. Hal itu ditunjukkan oleh nilai absorbansi dan bobot sel kering tertinggi serta nilai pH pada media LCPKS yang menurun. Genus kapang hasil identifikasi dari sampel tersebut yaitu Aspergillus sp. dan Gliomastix sp. Kedua jenis genus kapang tersebut mampu mendegradasi lignin dengan mensekresikan enzim ligninase.
Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai optimasi dari masingmasing jenis kapang dalam mendegradasi lignin pada lignoselulosa LCPKS sehingga jumlah lignin yang terdegradasi semakin tinggi.
DAFTAR PUSTAKA Afrida. 2001. Aktifitas Enzim MnP yang Dihasilkan Jamur KT2-157 Dalam Proses Pemutihan Pulp. Bogor: Repository IPB. Anindyawati, Trisanti. 2009. Prospek Enzim dan Limbah Lignoselulosa Untuk Produksi Bioetanol. Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI. 44(1): 49-55. AOAC. 2005. Official Methods Analysis the Association of Official Analytical Chemist. 14th ed. AOAC. Virginia (US): Arlinton.
16 [BPS] Badan Pusat Statistika. 2013. Produksi Perkebunan Besar Menurut Jenis Tanaman, Indonesia. Produksi Komoditas Perkebunan Besar [Internet]. [3 Feb 2013]. Tersedia pada: www.bps.go.id. Baharuddin AS, Hock LS, Yusof MZ, Rahman NAAR, Shah UK, Hassan MA, Wakisaka M, Sakai K, Shirai Y. 2010. Effects of Palm Oil Mill Effluent (POME) Anaerobic Sludge From 500 m3of Closed Anaerobic Methane Digested Tank on Pressed-shredded Empty Fruit Bunch (EFB) Composting Process. African Journal of Biotechnology. 9(16):2427-2438. Chowdhury AJK, Alam Z, and Shahlizah SH. 2006. Isolation, Purification and Screening of Fingal Strain for Effective Bioconversion of Palm Oil Mill Effluent. Proceedings of the 1st International Conference on Natural Resources Engineering & Technology 2006. Eriksson KEL, Blanchette, Ander P. 1990. Microbial and Enzymatic Degradation of Wood and Wood Components. Berlin [DE]: Spinger-Verlag. Gandjar I et al. 2006. Mikologi Dasar dan Terapan. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia Habib MAB, Yusof FM, Phang SM, Ang KJ, Mohamed S. 1997. Nutritional values of chironomid larvae grown in palm oil mill effluent and algal culture. Aquaculture. 158 : 95 – 105. Ilmi IM dan Kuswytasari D. 2013. Aktifitas Enxim Lignin Peroksidase oleh Gliomastik sp. T3.7 pada Limbah Bonggol Jagung dengan berbagai pH dan Suhu. Jurnal Sains dan Seni POMITS. Vol. 2, No.1, (2013) 2337-3520 (2301-928X Print) Komarawidjaja W. 2009. Karakteristik dan Pertumbuhan Konsorsium Mikroba Lokal dalam Media Mengandung Minyak Bumi. J Tek Ling. 10 (1): 114 – 119. Lang LY 2007. Treatability Of Palm Oil Mill Effluent (LCPKS) Using Black Liquor In An Anaerobik Treatment Process [tesis]. Malaysia [MY]: Universiti Sains Malaysia. Leahy JG, Colwell RR. 1990. Microbial degradation of hydrocarbon in the environment. Microbiol Mol Biol Rev. 54:305 – 315. Perez J, Dorado JM, and Martinez J. 2002. Biodegradation and biological treatment of cellulose, hemicellulose dan lignin: an overview. Int Microbiol (2002) 5: 53-63 Pointing SB. 1999. Qualitative methods for the determination of lignocellulolytic enzyme production by tropical fungi. Fungal Diversity. 2:17-33. Risdianto H, Setiadi T, Suhardi SH, dan Niloperbowo W. 2007. Pemilihan Spesies Jamur dan Media Imobilisasi untuk Produksi Enzim Ligninolitik. Prosiding seminar nasional rekayasa kimia dan proses ISSN: 1411-4216. Rohmah YM, Kuswytasari ND, dan Shovitri M. 2009. Studi Potensi Isolat Kapang Tanah dari Wonorejo Surabaya dalam Mendegradasi Lignin. Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Suparjo. 2008. Degradasi Komponen Lignoselulosa oleh Kapang Pelapuk Putih. Tersedia pada: http://jajo66.wordpress.com/2008/10/15/degradasi-komponelignoselulosa.
17 Teoh. Y. P. dan M. D. Mashitah. 2010. Cellulase Production by Pycnopotus Sanguineus on Oil Palm Residues Through Pretreatment and Optimization Study. Journal of Applied Science 10 (12): 1035-1043. Singh H. 2006. Mycoremediation: Fungal Bioremidiation. New Jersey: WileyInterscience Inc. Suryadarma P. Ojima Y, Tsuchida K, Taya M. 2012. Design of Escherichia coli cell culture for regulating alanine production under aerobic condition. Journal of Chemical Engineering of Japan. 45(8) : 604 – 608. Yuliasari RK, Darmoko, Wulfred W, Gindulis. 2001. Pengelolaan Limbah Cair Kelapa Sawit Dengan Reaktor Anaerobik Unggun Tetap Tipe Aliran Ke Bawah. Warta PPKS. 9:75-81.
18 Lampiran 1 Prosedur uji proksimat LCPKS
Kadar Air (AOAC, 2005) Sampel sebanyak 2 gr dimasukan ke dalam cawan alumunium yang telah diketahui bobotnya. Kemudian sampel dikeringkan di dalam oven bersuhu 100 – 105 0C sampai bobot konstan. Setelah itu didinginkan di dalam desikator dan ditimbang. Bobot awal-Bobot akhir Kadar air (%) =
Bobot Sampel
x 100
Kadar Protein (Metode Kjeldahl) Sebanyak 0.1-0.5 gr sampel dimasukkan ke dalam labu kjeldahl 30 ml dan ditambahkan 1.9 gr K2SO4, 40 mg HgO, 2 ml H2SO4, dan beberapa butir batu didih. Kemudian sampel dididihkan selama 60-90 menit sampai semua cairan jernih. Setelah itu sampel didinginkan, ditambah sedikit H2O melalui dinding labu kjedahl, dan didestilasi sampai diperoleh ± 15 ml destilat yang berwarna hijau. Destilasi dilakukan dengan meletakkan Erlenmeyer 125 ml berisi 5 ml H3BO3, 2 tetes indikator (campuran 2 bagian metal merah 0.2% dalam alkohol dan 1 bagian metilen blue 0.2% dalam alkohol), dan ditambahkan 8-10 ml NaOH-Na2S2O3. Hasil destilasi diencerkan sampai ± 50 ml dan ditritasi dengan HCl 0,02 N. Kadar N =
ml HCl-ml blanko x NHCl x 14,007 x 100 mg sampel
Kadar Protein = % N x faktor konversi (6.25)
Kadar Lemak (Metode Ekstraksi Soxhlet) (AOAC 2005) Sebanyak ± 5 gr sampel yang telah ditepungkan dibungkus dengan kertas saring lalu dimasukkan ke dalam labu soxhlet serta ditambahkan heksan secukupnya dan direfluks selama 5-6 jam. Setelah itu labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dan pelarut dipanaskan pada oven dengan suhu 105 0C. Kemudian labu lemak didinginkan dalam desikator dan ditimbang bobotnya. Kadar lemak (%) =
Bobot lemak (g) x 100 Bobot sampel (g)
Kadar Serat Kasar (AOAC, 2005) Sampel sebanyak 5 gr dimasukkan ke dalam erlenmeyer 500 ml kemudian ditambahkan 100 ml H2SO4 0.325 N dan dididihkan selama kurang lebih 30
19 menit. Kemudian ditambahkan lagi 50 ml NaOH 1.25 N dan dididihkan selama 30 menit. Dalam keadaan panas sampel disaring dengan kertas Whatman No. 40 yang sebelumnya telah diketahui bobotnya. Kertas saring yang digunakan dicuci berturut-turut dengan air panas, 25 ml H2SO4, dan etanol 95%. Setelah itu kertas saring dikeringkan dalam oven bersuhu 100-110 0C sampai bobotnya konstan. Kertas saring didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Kadar serat kasar (%) =
Bobot endapan kering (g) x 100 Bobot sampel (g)
Kadar Abu (AOAC 2005) Sampel sebanyak 3-5 gr yang sudah di pisahkan antara padatan dan cairannya, dimasukkan ke dalam cawan porselen yang telah diketahui bobotnya. Kemudian sampel diabukan dalam tanur pada suhu 600 °C selama kurang lebih 4 jam atau sampai diperoleh abu berwarna putih. Setelah itu cawan didinginkan dalam desikator sampai suhu ruang dan ditimbang. Sampel diabukan kembali hingga bobotnya konstan. Bobot abu (g)
Kadar abu (%) = Bobot awal contoh (g) X 100
20 Lampiran 2 Prosedur Updegraff (1969) analisis residu selulosa dan bobot sel kering (Fadzilah dan Mashitah 2010)
Prosedur residu selulosa Sebelum digunakan, tabung sentrifugasi 15 ml dikeringkan dan ditimbang. Sebanyak 10 ml sampel dimasukan ke dalam tabung tersebut kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm. Supernatan dipisahkan untuk dianalisis glukosa dan jumlah gula pereduksinya sementara sedimen yang dihasilkan dilakukan uji residual selulosa. Pada uji residual selulosa, sebanyak 3 ml reagen asetat/nitrat dimasukan ke dalam tabung sentrifugasi berisi sedimen. Reagen tersebut dimasukan secara bertahap kemudian divortex hingga tercampur. Setelah itu, sampel dipanaskan dalam penangas air selama 30 menit dan didinginkan pada suhu ruang. Setelah dingin sampel disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 5 menit dan supernatan yang dihasilkan dibuang. Sampel dicuci menggunakan aquades dan disentrifugasi kembali dengan kecepatan 3000 rpm selama 5 menit. Supernatan yang dihasilkan dibuang dan sedimen dikeringkan pada suhu 40 °C dalam oven hingga bobotnya konstan sekitar satu minggu. Residual selulosa (g/l) : Bobot tabung berisi selulosa g -bobot tabung kosong (g) x 1000 Volume sampel (ml)
Prosedur total bobot kering sampel Tabung sentrifugasi 15 ml dikeringkan dan ditimbang. Sampel sebanyak 10 ml dimasukkan kedalam tabung sentrifugasi kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm. Supernatan yang dihasilkan dipisahkan dan sedimen yang dihasilkan ditambahkan NaCl 0.9% yang bertujuan untuk membersihkan sel dari media. Sedimen tersebut kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm. Supernatan yang dihasilkan dibuang dan sedimen dikeringkan dalam oven pada suhu 90 °C kemudian ditimbang sampai bobotnya konstan. Total bobot kering sampel (g/l): Bobot tabung berisi sedimen g -bobot tabung kosong (g) x1000 Volume sampel (ml)
Bobot sel kering = Total bobot kering sampel – Residu selulosa
21 Lampiran 3 Kolam pengolahan LCPKS tempat pengambilan sampel konsorsium mikroorganisme pendegradasi lignin
Kolam Anaerobik-2 PKS Rejosari
Kolam Anaerobik-3 PKS Rejosari
Kolam Fakultatif-1 PKS Rejosari
Kolam Fakultatif-2 PKS Rejosari
Aplikasi Lahan PKS Rejosari
Kolam Anaerobik-4 PKS Garut
Kolam Anaerobik-5 PKS Garut
Kolam Anaerobik-4 PKS Garut
22 Lampiran 4 Penampakan mikroorganisme hasil identifikasi
Aspergillus sp. pada kolam anaerobik-4 PKS Condong Garut
Gliomastix sp. pada kolam anaerobik-4 PKS Condong Garut
23
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Ciamis pada tanggal 7 Juni 1991 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Supriyanto dan Ibu Issusianti. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Banjar dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama mengikuti kegiatan perkuliahan penulis pernah mengikuti Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Gentra Kaheman pada tahun 2009/2010 dan menjadi asisten praktikum mata kuliah Peralatan Industri Pertanian pada tahun 2011/2012. Penulis juga aktif menjadi tim redaksi Majalah Mind Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri (Himalogin) pada tahun 2011 dan pengurus Himpunan Profesi Himalogin pada tahun 2012/2013. Pada bulan Juni-Agustus 2012 penulis melaksanakan Praktik Lapangan di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jember dengan Judul Mempelajari Teknologi Proses Produksi dan Pengawasan Mutu Kakao di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia.