Analogi Hukum Termodinamika Dalam Interaksi Ekonomi dan Lingkungan D.A. Suriamiharja PS Geofisika, FMIPA, Universitas Hasanuddin
[email protected]
Abstract Interaksi di antara manusia, dan manusia dengan alam dapat didekati sebagai suatu proses produksi materi, energi, dan jasa yang melibatkan lingkungan, input, proses, dan produk. Produksi secara ekonomi tersebut ditujukan untuk penyediaan barang-barang konsumsi, atau barang-barang modal, walaupun pada gilirannya barang-barang modal inipun kelak akan menjadi barang-barang konsumsi. Barang-barang konsumsi ini dibuat untuk memenuhi kesejahteraan atau utilitas. Sebagai input pada proses produksi adalah materi dan energi yang berasal dari sumberdaya alam. Sepanjang rangkaian perubahan dari sumberdaya alam sampai ke produksi kemudian menjadi barang konsumsi, pada setiap simpulnya tidak akan luput dari pengeluaran limbah. Dalam tinjauan konservasi energi dan materi pada proses ini relevan dengan hukum pertama termodinamika. Meskipun terdapat upaya daur ulang terhadap sebagian limbah, yang kemudian dapat menjadi input pada proses produksi, tetapi tidak semua limbah dapat didaur ulang, selalu saja ada bagian yang kembali ke alam. Kenyataan ini relevan dengan hukum termodinamika kedua. Penggunaan analogi kedua hukum dalam termodinamika ini akan menjadi bahan diskusi untuk mengaitkan ekonomi dan lingkungan melalui pengenalan penggunaan konsep entropi. Kata kunci: produksi, barang konsumsi, barang modal, utilitas, limbah, daur ulang, enropi.
1. Pendahuluan
Page
1.1 Azas-azas dalam termodinamika Dalam pembicaraan sehari-hari orang tidak asing lagi membicarakan tentang materi dan energi. Materi ada dalam bentuk padat, cair dan gas. Es yang padat dapat meleleh kemudian mencair, air yang dijerang dapat berubah menjadi uap. Begitu pula sebaliknya, uap dapat mengembun, dan air dapat membeku. Perubahan tersebut tidak semata-mata hanya melibatkan materi air saja, tetapi melibatkan pula kandungan energi dan aliran energi panas (bahang/kalor) dari sistem ke lingkungan dan sebaliknya. Kandungan energi dalam materi akan menentukan nilai suhu yang dimilikinya. Ketika orang sedang menikmati air teh hangat atau kopi panas, maka tampak materi dalam gelas itu berjenis cairan dan mengandung energi yang dialirkan ke dalamnya sebagai bahang dari sumber energi listrik atau hasil pembakaran minyak tanah. Energi dalam air teh atau kopi tersebut tidak bertahan lama, karena segera mengalir ke luar sistem sebagai aliran bahang dan diserap lingkungannya yang bersuhu lebih rendah untuk mencapai keseimbangan termodinamik. Aliran bahang akan berlangsung dari materi bersuhu tinggi ke materi bersuhu
1
“Science is organized knowledge. Wisdom is organized life.” (Immanuel Kant)
Konferensi BKPSL, 6-8 Agustus, 2008, Manado.
Page 1
rendah. Baik energi maupun materi di alam ini sama-sama memiliki azas kelestarian, tidak tercipta dan tidak termusnahkan, hanya berubah dari satu bentuk ke bentuk lainnya. Hukum pertama termodinamika mencerminkan azas kelestarian energi, bahwa energi dapat tersimpan dalam sistem sebagai energi dalam E, sekaligus dapat mengalir dari dan ke dalam sistem, Q. Aliran dan kandungan energi dalam sistem dapat pula mengubah fase materi apakah padat, cair atau gas, bahkan dapat pula mengubah sifat lisktrik-magnet, mekanik, optik, atau termik dari materi. Bahang yang dapat ke luar atau masuk ke dalam sistem dinyatakan oleh d Q , sedangkan energi yang dapat menghasilkan kerja terhadap lingkungan atau sebaliknya dinyatakan oleh d W , dan energi yang tersimpan dalam materi adalah dE, ketiganya terpaut dalam sebuah persamaan berikut: d E d Q d W . Perubahan energi dalam, dE, yang tersimpan dalam sistem merupakan selisih antara jumlah bahang yang diserap atau dilepas sistem, d Q , dengan kerja yang dilakukan sistem kepada lingkungan atau sebaliknya d W . Hukum kedua termodinamika menyatakan bahwa entropi (S) suatu proses dalam sistem tertutup tidak menurun. Perubahan entropi dinyatakan oleh d S d Q / T . Dengan mensubstitusikan perubahan entropi ke dalam peramaan kekekalan di atas, maka hukum pertama berubah bentuk menjadi: d E T d S P d V . Suku kedua di ruas kanan persamaan tersebut, PdV, adalah kerja yang dilakukan karena ada perubahan volume (V). Perubahan entropi dS dapat diukur melalui pengukuran suhu T dengan termometer dan perubahan panas dQ dengan kalorimeter, sehingga entropi merupakan kuantitas makroskopik. Selain kedua persamaan di atas, juga biasa bermanfaat menggunakan persamaan energi bebas Helmholtz F sebagai energi yang mampu melakukan kerja, yaitu: F E T S . Dalam bentuk differensial dengan bantuan kedua
Konferensi BKPSL, 6-8 Agustus, 2008, Manado.
Page 2
Page
1.2 Perilaku manusia dalam memanfaatkan alam Pengalaman manusia telah mengakumulasi beragam cara dalam memperoleh dan memanfaatkan energi dan materi dari alam. Di antaranya, alam menganugerahkan aliran air dari posisi tinggi ke posisi rendah, atau dari energi potensial tinggi ke energi potensial rendah. Dari aliran air tersebut dapat disadap energi untuk kebutuhan proses-proses mekanik untuk berbagai pemanfaatan, misalnya untuk sumber energi listrik. Begitu pula terdapat aliran bahang dari tandon bersuhu tinggi ke tandon bersuhu rendah. Dari aliran bahang tersebut dapat disadap energi mekanik (kerja) untuk berbagai pemanfaatan. Hal sebaliknya yang merupakan modifikasi gejala alam dapat saja berlangsung, misalnya aliran air dapat mengalir dari posisi rendah ke posisi tinggi, tetapi dengan bantuan kerja dari mesin pompa. Contoh lain adalah aliran bahang dari tandon bersuhu rendah ke tandon bersuhu tinggi, seperti pada proses dalam mesin pendingin, tetapi memerlukan kerja dari energi listrik pada proses kedua.
2
persamaan sebelumnya, maka persamaan energi bebas menjadi: d F P d V S d T .
Cara-cara manusia sejak dulu dalam memanfaatkan alam ditemukan melalui pengalaman yang menghasilkan teknologi tradisional, atau melalui eksperimentasi ilmiah yang menghasilkan teknologi modern berbasis sains. Pada awalnya teknologi berhubungan dengan tugas eksploitasi dan pengolahan sumber daya alam baik berupa materi maupun energi. Spektrum jenis teknologi membentang dalam semua aspek kehidupan manusia, apabila diurutkan bentangan tersebut mencakup: (1) teknologi eksploitasi (berburu, menangkap ikan, memetik, bertani, berbudidaya, menambang, menyadap energi dll); (2) teknologi pengolahan (merebus, memanggang, fermentasi, melebur bahan, mengkonversi energi dll); (3) teknologi transportasi (menjinakkan hewan liar, membuat rakit, membuat perahu, kapal, mobil, pesawat udara, jalan, jembatan dll); (4) teknologi kenyamanan (membuat pakaian, pagar, rumah dan perkakasnya, tungku pemanas, meramu obat-obatan dll); (5) teknologi peningkatan potensi manusia (membuat peralatan berburu, bertani, menangkap ikan, mempertahankan diri, mensubstitusi barang produksi dll). Jenis yang disebut terakhir merupakan fokus pengembangan teknologi dewasa ini dan di masa datang. Jenis tersebut dapat dipilah-pilah menjadi: (1) teknologi penginderaan (membuat detektor/sensor optik, mekanik, termik, maknetik, dan elektrik); (2) teknologi komunikasi (membuat jaringan saluran telepon, faksimail, hand phone, surat elektronik, buku, surat kabar dll); (3) teknologi pengolah dan penyimpan informasi (membuat pita maknetik, piringan maknetik mikro komputer dll); (4) teknologi nano dan artificial (membuat barang substitusi, membuat perbaikan mutu, membuat peningkatan produksi dll). Meskipun pada awalnya beberapa aspek kehidupan manusia dapat tercakup oleh bentangan tugas teknologi mulai dari eksploitasi sampai pada pengolahan, tetapi tampaknya kepuasan manusia menuntut tugas teknologi jauh lebih berat sehingga terjadi pelebaran spektrum ke arah: eksplorasi, eksploitasi, pengolahan, dan pengelolaan mengenai: materi, energi dan informasi. ltupun manusia masih belum merasa puas, dengan hasil yang dicapainya, sehingga tidak hanya intelegensia artifisial berbasis semi konduktor dan menjelang penggunaan super konduktor yang terus dikembangkan, tetapi mulai menuntut upaya manipulasi intelegensia genetikal.
Konferensi BKPSL, 6-8 Agustus, 2008, Manado.
Page 3
Page
Dengan berjalannya waktu, aliran energi atau daya yang „termusnahkan‟ karena irreversibelitas akan bertambah dan menjadi energi yang tidak terbarukan (nonrenewable energy) atau energi yang tak dapat digunakan kembali, hal ini dalam temodinamika seiring dengan pembesaran kuantitas entropi semesta. Sehingga energi yang masih dapat dipergunakan semakin menipis,
3
Alam sendiri telah mengisyaratkan bahwa semua fenomena alami yang berlangsung selalu memenuhi suatu azas yang dikenal sebagai "azas aksi terkecil". Aksi terkecil ini dapat berupa penggunaan waktu tersingkat, jarak perpindahan terpendek atau penggunaan energi terhemat. Penggunaan teknologi dalam suatu tugas paling tidak akan melibatkan waktu dan energi. Khusus bagi penggunaan energi dalam suatu, proses, maka tingkat efisiensi merupakan ukuran kualitas dari proses tersebut. Oleh karena itu masalah efisiensi berkaitan erat dengan tingkat akurasi dalam pemanfaatan materi dan energi.
oleh karena itu tidak ada jalan lain demi kelangsungan hidup manusia, energi harus dihemat dan teknologi proses harus diupayakan untuk memperbaiki efisiensi penggunaan energi. Keadaan inilah yang memotivasi semua pihak untuk memperbaiki kualitas teknologi dewasa ini dan di masa depan. Dalam suatu proses tidak hanya penggunaan energi yang menjadi masalah, tetapi produk sampingan yang berupa bahan buangan merupakan masalah besar yang harus pula ditangani agar dampaknya terhadap lingkungan dapat direduksi. Penanganan hal ini pun menjadi tugas teknologi proses, terutama dalam pengolahan limbah sebelum dilepas ke lingkungan dan memodifikasi limbah atau produk sampingan menjadi bahan yang bernilai ekonomis. 1.3 Pertanyaan dan motif telaah Perkembangan teknologi terus berlangsung dalam rangka meningkatkan nilai efisiensi penggunaan materi dan energi, mereduksi produk sampingan berupa bahan buangan, dan mengolah limbah sebelum sungguh-sungguh dinilai tidak mampu dimanfaatkan lagi. Apabila pengembangan teknologi ini tidak diupayakan, maka laju degradasi kualitas lingkungan tidak dapat lagi dikendalikan. Makalah ini akan menelusuri hukum-hukum termodinamika yang relevan dengan perkembangan teknologi dalam kerangka pemikiran ekonomi dan ekologi serta mencoba menjawab beberapa pertanyaan berikut: a) Apakah perkembangan teknologi dapat memberlanjutkan kehidupan ? b) Apakah dengan modifikasi pengalokasian sumberdaya menurut nila-nilai lokal sebagai warisan lama dapat juga bertahan dalam keberlanjutan ? c) Apakah istilah keberlanjutan mampu dimediasi oleh konsep entropi di antara dua kutub pemikiran ekonomi dan ekologi ?
Konferensi BKPSL, 6-8 Agustus, 2008, Manado.
Page 4
Page
Alam dan manusia merupakan kesatupaduan yang tak terpisahkan. Manusia tidak akan mengerti seluruh sifat-sifat phenomena alam (struktur dan proses), sehingga apabila manusia sudah mulai merasa dapat mengontrol alam, maka biasanya segera disambut oleh bencana alam yang membinasakannya. Karena alam dan manusia tidak terpisahkan, maka manusia tidak dapat menghindari ganjaran pahit tersebut. Demikian pula manusia tidak akan terlalu jelas melihat ke masa depan, manusia hanya dapat memproyeksikan trend baik secara linier atau eksponensial ke
4
1.4 Metoda dan pendekatan telaah Jenis-jenis teknologi yang dikembangkan umat manusia adalah implementasi praktis dari intelegensia manusia. Nilai-nilai yang dimiliki manusia apakah yang baik maupun buruk terbawa dan tercermin dalam produk teknologi yang dihasilkannya, atau paling tidak akan tercermin dalam pemakaian dan perawatan barang-barang teknologi yang dimilikinya. Di samping itu teknologi sebagai metodologi praktis akan terus mengalami penyempurnaan.Terkadang perubahan ini berjalan di luar kontrol manusia, di luar nilai-nilai luhur budaya, sehingga tidak dapat dihindarkan munculnya efek sampingan sebagai hasil reaksi berantai dari alam.
arah masa depan. Oleh Karena itu, manusia hanya berharap dengan tindakan yang bijak, akan menghasilkan buah yang bermanfaat. Tindakan yang bijak dan ramah lingkungan adalah nilainilai luhur budaya umat manusia dalam setiap peradaban dari dulu, sampai sekarang dan untuk masa depan. Dengan tinjauan teknologi dan pendekatan pemikiran di atas, maka rancangan metodologi yang digunakan dalam telaah ini dititik beratkan pada penelusuran pendapat dan uraian tentang : (1) pencapaian optimasi dari kualitas kebermanfaatan dengan meminimalkan produksi limbah; (2) daur ulang limbah agar dapat menjadi barang substitusi; dan (3) aplikasi hukum-hukum termodinamika pada upaya keberlanjutan (sustainability). 2. Model Ekonomi dalam Tinjauan Termodinamika Entia non sunt multiplicanda praeter neccessitatem (Entities should not be introduced except when strictly necessary) William van Ockham (1285-1347)
Konferensi BKPSL, 6-8 Agustus, 2008, Manado.
Page 5
Page
Sumberdaya dapat berupa unsur-unsur tanah, modal, energi, material, dan kombinasi di antara dua atau lebih unsur-unsur tersebut, baik yang dapat diukur maupun tidak. Bagi para ekonom, sumberdaya adalah sebagian ketersediaan yang dapat berubah bentuk. Sebagiannya itu dapat diubah atau diproduksi menjadi barang atau jasa yang dapat dikonsumsi dan akan memiliki nilai ekonomi. Nilai tersebut akan sangat ditentukan oleh kompleksitas sosial, budaya, dan sejumlah konsep-konsep tentang realita dalam benak para ekonom termasuk para ekolog. Sementara itu, harga adalah kuantitas uang yang ditentukan dalam aktivitas pertukaran, pemanfaatan atau produksi sumberdaya. Karena itu, setiap sumberdaya yang „langka‟ akan memiliki harga sebagai nilai tukarnya. Harga dalam pasar bebas mengatur dan menentukan nilai ekonomi suatu objek sumberdaya. Sedangkan yang dimaksud produksi dalam model ekonomi adalah suatu sistem
5
2.1. Sistem produksi Energi dalam wilayah kajian ekologi dari bentuk definisi yang paling sederhana merupakan kapasitas untuk menghasilkan kerja. Sedangkan definisi sederhana tentang uang dalam wilayah kajian ekonomi adalah kemampuan untuk membuat orang lain bekerja. Makna lain tentang uang dalam padanan definisi lainnya adalah daya dorong bagi orang untuk melakukan tindakan bekerja. Dalam dunia sekitar kita, dapat disaksikan perubahan bentuk materi dan energi yang dilakukan oleh para pekerja, dan jelas merupakan suatu aktivitas ekonomi dengan bantuan teknologi. Pada saat itulah pikiran para ekonom bekerja dalam paradigma ‟kelangkaan‟ sumberdaya. Walaupun sebetulnya bumi ini menyediakan beragam bentuk materi dan energi, bahkan karena keragaman hayati dan non-hayati dalam pikiran para ekolog terdapat paradigma ‟keberlimpahan‟ sumberdaya. Sehingga satu dengan yang lainnya dapat saling mensubstitusi. Bagi ekonom, suatu sumberdaya dikatakan „langka‟, apabila sumberdaya tersebut tidak dapat dimanfaatkan, ditukar atau diproduksi menjadi sumberdaya „langka‟ lainnya.
proses produksi yang dapat mengubah atau menukar sumberdaya menjadi barang dan jasa, sekaligus merupakan cara untuk mengalokasikan sumberdaya yang „langka‟ itu. Proses dalam model ini berlangsung dalam suatu konteks (lingkungan),dan melibatkan input, proses, dan output seperti terlihat pada Gambar-1.
INPUTS
Production Processes
PRODUCTS
Gambar 1. Sistem produksi Dalam pasar terbuka, suatu entitas sebagai input (materi dan/atau energi) dimasukan ke dalam proses produksi, entitas tersebut berubah menjadi suatu produk sebagai output, kemudian produk tersebut dimanfaatkan sebagai suatu utilitas. Pada setiap simpul dalam suatu proses produksi secara alami akan selalu melesap energi dan melepas limbah. Apabila lesapan energi atau lepasan limbah tersebut dapat didaur ulang, maka akan kembali masuk sebagai input bagi sistem proses produksi dirinya atau yang lainnya. Karena entitas yang berubah bentuk sepanjang proses dalam sistem produksi itu bersifat heterogen, maka dalam perhitungannya diperlukan suatu denominator yang homogen. Sebagai ganti entitas yang beragam itu dalam tradisi ekonomi digunakan nilai moneter. Sehingga keberagaman entitas, seperti faktor-faktor modal, buruh, tanah dan bentuk-bentuk sumberdaya lainnya dapat diperlakukan atau dihitung dengan satuan yang sama. Beragam entitas yang terlibat itu dalam ranah ekonomi disebut faktor-faktor produksi. Selanjutnya dalam suatu model ekonomi, faktor-faktor produksi ini diklasifikasi menurut sektor dan kemudian dilakukan kuantifikasi korelasi di antara beragam entitas tersebut sebagai suatu telaah kinerja sistem.
Konferensi BKPSL, 6-8 Agustus, 2008, Manado.
Page 6
Page
Pada kenyataannya, akan terdapat begitu banyak campur tangan, paling tidak dari pihak pemerintah dan/atau pelaku dan perencana proses, sehingga akibat intervensi keduanya itu kaitan antara tawaran dan permintaan menjadi terganggu dan sulit diprediksi. Tetapi kondisi nyata inilah yang biasa berlangsung, bahkan dapat ditemui kondisi yang lebih rumit lagi dan jauh dari
6
Model-model ekonomi barang dan jasa merupakan proses-proses mendasar dalam ekonomi. Model yang paling bersahaja untuk pertukaran seperti itu dipertimbangkan dengan seksama oleh para agen yang rasional. Mereka mencoba untuk memperoleh kegunaan maksimal dalam membeli dan menjual barang dan jasa dalam pasar bebas yang kompetitif. Model seperti itu mengatur dan menganut laissez faire (principle of no regulation) sebagai pandangan ekonom klasik (liberal) seperti halnya pandangan dari Adam Smith. Tetapi model tersebut hanya merupakan suatu model ideal.
kondisi ideal menurut gejala ekonomi murni. Belum lagi mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi atau peningkatan kualitas dalam penggunaan teknologi ke dalam proses tersebut. Dalam kondisi laissez faire yang ideal, dipikirkan bahwa akan terdapat keseimbangan antara konsumen dan para pekerja. Para pekerja mendapat bayaran karena jasa dan sumberdaya yang disediakannya, dan pada saat yang sama konsumen membayar untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa yang dibutuhkannya. Apabila setiap pembayaran menopang upaya keseimbangan, maka pekerja dibayar gajinya untuk jasa mereka, sedangkan pemilik tanah atau modal dibayar untuk penggunaan sumberdayanya, dalam bentuk ongkos sewa atau bunga, dan konsumen membayar sesuai dengan pemenuhan kebutuhannya. Dalam hipotesa sederhana seperti itu, suatu harga harus dapat menunjukkan utilitas maksimum bagi semua faktor secara simultan bagi kedua pihak, yaitu bagi pihak konsumen dan pihak para pekerja, atau bagi pihak pembeli dan pihak penjual. Kapan saja terdapat suatu sistem yang bekerja, maka terdapat „sesuatu‟ yang hilang secara alami akan dihasilkan. Besaran kerja yang dilakukan itu dimanfaatkan ke dalam sistem proses produksi dan sebagian dilepas ke arah lingkungan dalam bentuk energi lesapan (dissipasion) yang tidak dapat digunakan kembali. Bagaimanapun bentuknya, ketika energi yang melesap tersebut telah terserap lingkungan, maka sulit untuk mengekstraknya kembali menjadi sumber energi yang tebarukan. Sekaitan dengan ini, dalam termodinamika terdapat besaran yang disebut entropi sebagai ukuran penggunaan energi untuk suatu proses tertentu, yang kemudian tidak dapat digunakan kembali. Entropi dapat pula dipandang sebagai ukuran pergeseran dari kondisi suatu sistem dengan ketertiban tinggi mejadi sistem dengan ketertiban rendah. Konsep entropi ini kemudian dapat digunakan sebagai kosep nilai dalam bidang ekonomi.
Page
Dalam setiap aktivitas produksi barang dan jasa, apabila dicermati, maka dapat ditelusuri arus materi dan energi sewaktu masuk dalam proses sebagai input, masa tinggal materi dan energi dalam utilitas setelah diproduksi sebagai output, dan masa pemusnahannya kembali sebagai upaya ekstraksi dalam daur ulang maupun sebagai limbah yang belum dapat diekstraksi. Model sederhana yang memiliki keseimbangan permanen dalam pertukaran sumberdaya memerlukan faktor pengatur, misalnya modal yang diinvestasikan, atau limbah yang dapat didaur ulang, seperti dijelaskan oleh Climberis (1998) pada Gambar-2. Diakui bahwa pada kondisi keseimbangan itu, sumberdaya diketahui sebagai sesuatu yang lestari, teknologi yang digunakan tidak berubah, dan peubah ekonomi satu sama lain memiliki korelasi linier. Kondisi ini benarbenar merupakan penyederhanaan, tetapi akibatnya tidak akan ada sesuatu yang disebut pertumbuhan ekonomi.
7
2.2 Stabilitas keseimbangan
Konferensi BKPSL, 6-8 Agustus, 2008, Manado.
Page 7
Senyatanya, materi tidak akan punah dari alam, tetapi dapat berubah dari satu bentuk ke bentuk lainnya. Aktivitas konsumsi tidak akan sampai merusak azas kelestarian materi, hanya kembali ke bumi dalam bentuk limbah, seperti dijelaskan pada Gambar-3. Ketika daur ekonomi dapat dilakukan secara tertutup, maka tidak ada limbah yang dilepas, tetapi hal itu masih mustahil. Bagaimanapun upaya manusia sangat terbatas, sehingga upaya untuk mengekstrak kembali limbah belum mampu menutup daur ulang, tetapi tetap saja menyisakan limbah yang harus dilepas ke alam. Secara termodinamik, sistem produksi sebetulnya bersifat terbuka, dan sebagian limbah kembali lagi ke alam. Ironisnya semakin maju suatu Negara, semakin banyak limbah berbahaya yang tidak dapat diasimilaikan secara alami. Limbah berupa materi masih lebih dapat didaur ulang ketimbang limbah energi, seperti panas dan bising langsung terserap oleh alam tanpa dapat diekstrak kembali.
Energy
Waste of matter and energy
Production of goods and services
Feed material inputs
Extraction
Waste of energy
Material goods
Production waste
Recycling
Consumption of goods and services
Consumption waste
Waste disposal
Page
8
Gambar 2. Keseimbangan secara umum (B. Climberis, 1998).
Konferensi BKPSL, 6-8 Agustus, 2008, Manado.
Page 8
Earth
Matter and energy extracted
Environment
Economic cycle
Returned Mass and energy
Gambar 3. Daur materi dan energi dalam kehidupan manusia (B, Climberis, 1998).
3. Aplikasi hukum termodinamika dalam kehidupan ekonomi A theory is the more impressive the greater the simplicity of its premises is, the more different kinds of things it relates, and the more extended its area of applicability. Albert Einstein (1946)
Page
9
3.1 Batas-batas aplikasi Hukum pertama dan kedua termodinamika sangat implisit ketika digunakan dalam daur ekonomi. Pada hukum pertama menyatakan bahwa materi dan energi memiliki sifat lestari, tetapi kurang mampu menjelaskan irreversibilitas suatu proses, karena materi dan energi input tidak akan pernah persis dapat dikembalikan ke bentuknya semula dari materi dan energi yang menjadi output. Kalaupun ada, itu hanya sebagian, tetapi tetap kualitas dan availabilitasnya sulit dikembalikan. Kenyataan ini sejalan dengan hukum kedua bahwa kandungan entropi input selalu lebih rendah dibandingkan dengan kandungan entropi output. Untuk mengembalikannya diperlukan sistem lain yang juga akan memperbesar entropi, maka secara total tetap akan berakhir dengan kondisi yang memperbesar entropi semesta. Apabila sumber energi surya masuk ke dalam faktor produksi yang gratis dan mampu mengembalikan materi dan energi output menjadi materi dan energi input seperti semula, maka „kelangkaan‟ dapat direduksi. Tetapi kembali untuk menyadap energi surya itu memerlukan solar cell yang pembuatannya sudah jelas akan memperbesar pula entropi semesta.
Konferensi BKPSL, 6-8 Agustus, 2008, Manado.
Page 9
McMahon dan Mrozek (1997) mengungkapkan bahwa ekonomi neo-klasik juga mempertimbangkan keberlanjutan (sustainability) agar generasi mendatang dapat menikmati kehidupan yang sejahtera dalam koridor dan rambu-rambu ekologis. Ekonom neo-klasik berpandangan bahwa koridor dan rambu-rambu fisika dan ekologi dalam interaksi ekonomi dan lingkungan sebagai sesuatu yang kurang menyenangkan tetapi tidak dapat dihindari lagi. Kepentingannya adalah untuk dapat membantu menemukan teori ekonomi baru, yaitu ekonomi sumberdaya yang diiringi kelahiran suatu teknologi yang dapat mengkonversi materi nonekonomi menjadi barang ekonomi. Dalam pemikiran ekonomi neo-klasik yang baru, besaran entropi menjadi pembatas dalam kepentingan pemikiran pertumbuhan ekonomi. Konsistensi berpikir dalam batas-batas pengetahuan dan juga teknologi sangat diperlukan untuk menemukan relevansi entropi dengan teori ekonomi dalam penggunaan sumberdaya. Batu sandung yang perlu ditata dalam pemikiran ekonomi neo-klasik adalah paradigma „kelangkaan‟ yang tercermin dalam harga (price) di pasaran. Batu sandung tersebut perlu ditata menjadi batu titian melalui perbaikan teknologi atau substitusi dari modal sumberdaya alam. Keduanya, batu sanding dan batu titian, memiliki implikasi yang berbeda. Apabila keberlanjutan dapat ditempuh melalui perbaikan kapabilitas teknologi, maka ekonomi neo-klasik masih dapat bertahan dengan azas kelangkaan menuju pertumbuhan ekonomi. Apabila keberlanjutan hanya dapat ditempuh melalui pengelolaan sumberdaya alam, maka konsep entropi akan menjadi pembatas dalam pertumbuhan ekonomi, sekaligus menjadi basis koreksi terhadap teori ekonomi neo-klasik dan perilaku pasar. Penggunaan hukum pertama termodinamika dalam ekonomi neo-klasik mengisyaratkan kondisi mendatang menjadi sangat tidak menentu, degradasi lingkungan, perambatan limbah dengan entropi tinggi, dan kombinasi di antara berbagai kesulitan membuat konsumsi masa depan secara termodinamik menjadi lebih sulit. Kekhawatiran ini dapat direduksi dengan penggunaan hukum kedua termodinamika yang memberikan peringatan bahwa entropi alam akan terus membesar, sehingga perlu dihemat dengan pengelolaan yang bermanfaat bagi kehidupan di atas kondisi alam yang memiliki keberlanjutan.
Page
Dua buah aksioma dari Norton memperlihatkan optimisme dalam memandang kondisi masa depan generasi mendatang, yaitu:
10
3.2 Keberlanjutan Untuk mengurai diskusi tentang keberlanjutan dalam kerangka ekonomi neo-klasik, McMahon dan Mrozek (1998) menggunakan dua aksioma dari Norton (1989), yaitu tentang nilai materi dan kelimpahan, dan dua teori keberlanjutan dari Carpenter (1995) tentang keberlanjutan kuat (strong sustainability) dan lemah (weak sustainability).
Konferensi BKPSL, 6-8 Agustus, 2008, Manado.
Page 10
Aksioma nilai materi (axiom of material value): memandang bahwa pada umumnya sumberdaya tidak memiliki nilai intrinsik karena masih terpisah dari nilai ekonominya di pasar. Sehingga banyak fungsi esensial dari lingkungan walaupun tidak penting secara ekonomi, karena tidak teralokasi melalui aktivitas pasar, boleh jadi tetap memiliki nilai ekonomi sekecil apapun. Sampai pada gilirannya kelak, maka materi itupun dapat memiliki pembesaran nilai ekonominya, karena dapat mensubstitusi input pada suatu sistem produksi. Aksioma berkelimpahan (axiom of abundance) memandang bahwa planet bumi ini sangat besar dibanding dengan sistem produksi ekonomi, sehingga karena begitu besarnya, maka modal sumberdaya alam diyakini masih tidak terbatas. Oleh karenanya pembesaran entropi tidak terlalu mengganggu aktivitas ekonomi produksi paling tidak dalam bentang waktu yang tidak terlalu panjang.
Lain halnya dengan dua teori keberlanjutan Carpenter, yang bersifat kuat dan bersifat lemah memperlihatkan suatu kekhawatiran tentang kondisi masa depan generasi mandatang, yaitu: Keberlanjutan yang lemah (weak sustainability) berlangsung pada kegiatan ekonomi yang ditempuh melalui pengembangan kapabilitas teknologi. Alasannya berada pada kenyataan selama ini bahwa setiap upaya manusia biasa menghasilkan solusi pada satu masalah, tetapi tiba pada gilirannya akan menghasilkan masalah lain. Skeptisme ini sejalan dengan hukum termodinamika kedua yang menyatakan bahwa entropi alam terus membesar, di pihak lain materi dan energi output tidak dapat balik secara sempurna ke keadaan semula ketika masih menjadi input (irreversibilitas). Keberlanjutan yang kuat (strong sustainability) berlangsung pada kegiatan ekonomi yang memenuhi azas-azas dalam ekologi. Setiap proses yang berlangsung di alam diyakini mengikuti azas aksi terkecil (principles of least action), memelihara keseimbangan, keserasian, dan keselarasan dalam interaksi antara alam, manusia, dan seluruh makhluk hidup yang satu sama lain memiliki interkoneksitas ekologis.
Page
11
Pertautan Norton dan Carpenter dapat ditelusuri lewat uraian melalui matriks di bawah pada Tabel 1. Pandangan tentang keberlanjutan yang kuat didasarkan pada rambu-rambu ekologis, yaitu memanfaatkan apa yang ada dengan meniru proses alam. Sementara pandangan tentang keberlanjutan yang lemah didasarkan pada hasil-hasil perkembangan teknologi, yaitu memodifikasi alam sesuai dengan kecenderungannya. Kedua pandangan tersebut dicoba diklasifikasi berdasarkan ranah kerja dua aksioma nilai materi dan berkelimpahan.
Konferensi BKPSL, 6-8 Agustus, 2008, Manado.
Page 11
Weak Sustainability
Strong Sustainability
Tabel 1. Pertautan axioma Norton dan teori keberlanjutan Carpenter. Axiom of material values
Axiome of abundance
Lingkungan adalah sistem terbuka, sehingga memungkinkan untuk menerima negentropi yang tidak terbatas dari energi surya;
Ketika aktivitas ekonomi dinilai masih terlalu kecil dibandingkan sistem alam, maka alam dengan keanekaragamannya masih mampu menopang keberlanjutan;
Diversifikasi makanan pokok masih memungkinkan disesuaikan dengan kondisi lokal dan temporal;
Alam terus berubah, peristiwa alam silih berganti antara petaka dan berkah, dari petaka sekalipun biasa berkah menyusul;
Dengan penemuan teknologi, kelangkaan entropi rendah akan menurun atau tetap tidak membesar dalam bentang waktu yang panjang;
Kapabilitas teknologi akan mampu menyediakan kelimpahan dan kualitas modal sumberdaya alami dan buatan dalam mengsubstitusi input;
Substitusi di antara berbagai tipe entropi rendah tidak tergantikan dengan kualitas yang sama, sehingga memerlukan penyesuaian;
Ketika limbah dapat didaur ulang, maka substitusi input dapat dilakukan;
Penyesuaian kreatif sambil berubah untuk mensubstitusi input dalam proses produksi.
Entropi adalah konsep buatan manusia yang berkaitan erat dengan apa yang berguna, maka di samping kehati-hatian juga perlu upaya keras untuk substitusi input.
Konferensi BKPSL, 6-8 Agustus, 2008, Manado.
Page 12
Page
Ketika aksioma berkelimpahan melemah, dan masalah kelangkaan ekonomi dihubungkan dengan keberlanjutan, maka penanganan dalam skala makro yang menata struktur pasar dari barangbarang secara umum menjadi penting. Kepentingannya adalah menyeimbangkan antara kesejahteraan generasi pada masa kini dengan generasi mendatang. Tidak berlebihan apabila, konsep entropi dapat mengganti axioma nilai materi dan keberlimpahan sebagai fondasi logis
12
Ekonomi neo-klasik didasari oleh aksioma nilai materi dan aksioma berkelimpahan. Pengertian entropi merupakan ukuran irreversibilitas yang relevan dengan ekonomi penggunaan sumberdaya, terutama untuk menentukan tingkat-tingkat ancaman terhadap daya dukung lingkungan dewasa ini dan mendatang. Argumentasi paradigma neo-klasik untuk pertumbuhan ekonomi yang memiliki keberlanjutan adalah bahwa: (1) keberadaan stok negentropi yang tidak terbatas, dan (2) kemampuan untuk mendaur ulang sebagian stok agar efisiensi terupayakan, sehingga laju pembesaran entropi dan penurunan negentropi menjadi terbatas. Argumentasi itu dengan berjalannya waktu tetap melahirkan kekhawatiran, sehingga aksioma berkelimpahan berpotensi menjadi ilusif, sementara aksioma nilai materi akan bermakna hanya ketika sudah mulai dilirik perhatian konsumen.
untuk konsep keberlanjutan, dan sekaligus menjadi pemaduserasian antara ekonomi, fisika, dan ekologi. One is led to a new notion of unbroken wholeness which denies the classical analyzability of the world into separately and independently existing parts. (David Bohm)
3.3 Kemandirian, kearifan, kreatifitas, dan keadilan Kearifan dalam pemanfaatan sumberdaya alam dan memberlanjutkan kehidupan ekonomi bagi generasi kini dan mendatang merupakan hasil keserbautuhan (wholeness) yang mengemas unsurunsur keindahan, kebaikan, dan kebenaran. Ketiga unsur tersebut berturut-turut merupakan buah kecerdasan spiritual (yang melahirkan keindahan), buah kecerdasan sosio-emosional (yang melahirkan kebaikan) dan buah kecerdasan intelektual (yang melahirkan kebenaran). Kecerdasan spiritual dapat terasah dari irama dinamika perubahan lingkungan baik yang gradual, periodik, maupun yang mendadak; kecerdasan sosio-emosional dapat terasah dari hubungan intrapersonal, interpersonal, dan naturalis; kecerdasan intelektual dapat terasah dari kapasitas verbal-linguistik, kesadaran spatio-temporal, dan logika matematika. Kearifan bagian luar (overt wisdom) akan tercermin dari kualitas tindakan dalam mengungkapkan persepsi dan konsepsi yang berlanjut pada penyusunan aksi (the outer fantasy world), sedangkan kearifan bagian dalam (covert wisdom) akan tercermin dari kepribadian, sikap dan perilaku (the inner fantasy world). Penajaman nilai kearifan bagian dalam dan kearifan bagian luar akan memperkuat kemandirian secara individual dan kolektif. Sementara itu, kreativitas merupakan pemetaan kearifan bagian dalam ke wilayah kearifan bagian luar ketika menghadapi dan menyentuh dinamika lingkungan eksternal (the real world outside the mind). Dalam kondisi lingkungan eksternal yang berubah selalu terdapat fase-fase transisional berupa kabut chaos dengan beragam arah bifurkasi. Kemulusan dalam menempuh fase transisional ini sangat bergantung kepada kualitas kemandirian dan kreativitas ‟diri‟.
Konferensi BKPSL, 6-8 Agustus, 2008, Manado.
Page 13
Page
Kearifan bagian luar yang terpetakan dari bagian dalam akan berinteraksi dengan lingkungan eksternal. Keberhasilan diri dalam interaksi itu harus dipandang sebagai hasil bersama antara diri dan berbagai komponen dari lingkungan eksternal. Karena keberhasilan itu, selain kualitas diri
13
Sesuai dengan potensi ‟diri‟ (finansial, social and spiritual capitals), kemampuan antisipasi dan kewaspadaan terhadap gelagat perubahan selalu dapat dipertajam. Dengan potensi „diri‟ itu pula, momentum kreativitas secara proaktif dapat selalu ditingkatkan. Sehingga, keberlanjutan berupa co-existence dan co-evolution antara ‟diri‟ dan lingkungan tetap dapat terpelihara, betapapun gelombang perubahan menerjangnya. Pada akhirnya, kualitas kreativitas sebagai hasil pemetaan dari dalam akan sangat bergantung kepada kualitas kebermanfaatannya baik bagi ‟diri‟ (the inner and outer fantasy worlds) maupun bagi lingkungan eksternalnya (the real world outside the mind).
meningkat, juga berbagai komponen dari lingkungan eksternal akan menerima manfaat secara berkeadilan (menurut ukuran partisipasinya). Keberbagian manfaat secara berkeadilan ini akan membangkitkan positive feedback baik bagi eksistensi diri maupun bagi komponen lain, tetapi sebaliknya akan membangkitkan negative feedback yang dengan berjalannya waktu eksistensi diri atau eksistensi komponen lain akan menuju pada kepunahan. Buah interaksi berupa positive feedback bagi semua komponen adalah karena terdapat perperbedaan ‟jasa‟ yang dipertukarkan dalam suatu tata hubungan yang kompleks (complexity) dengan jenis komponen yang anekaragam (diversity). 3.4 Berkehidupan dalam suasana yang berubah Bumi terus berputar pada porosnya, dan beredar sepanjang garis edarnya. Seiring dengan itu, perubahan terus berlangsung. Terdapat sumber-sumber yang mengarah kepada ketidaktertiban (entropi tinggi), seperti keterbatasan sumberdaya alam, persaingan yang ketat dalam pertumbuhan penduduk, dan bencana alam. Bagaimanapun keadaannya, kehidupan tetap harus berlangsung, maka dengan menggunakan kearifan lokal, desentralisasi, dan komunikasi global, ketidaktertiban tersebut harus dapat diadaptasi secara kreatif menuju ketertiban baru. Perubahan seperti ini (order from disorder), berlangsung dalam proses entropi tinggi dengan berkompromi mengalokasikan sumberdaya demi co-existence, dan berpartisipasi secara bijak dan kreatif dalam masa transisi menuju co-evolution. Melalui partisipasi tersebut, diharapkan teknologi baru dapat lahir untuk mengurangi kecemasan bagi generasi mendatang. Dengan teknologi baru itulah aksioma Norton tentang nilai materi dan berkelimpahan dapat terbarukan, walaupun termasuk dalam keberlanjutan yang lemah (weak sustainability) menurut pandangan Carpenter.
Page
4. Penutup Dalam pandangan Carpenter, strong sustainability akan dapat dicapai melalui kepatuhan caracara berkehidupan pada nilai-nilai luhur manusia, termasuk bentuk teknologi yang harus dikembangkan. Walaupun di satu sisi, perkembangan teknologi sangat bergantung pada kearifan dan kemajuan sains, tetapi nilai-nilai luhur sebagai inti kearifan tradisional dan lokal yang menopang keberlanjutan hidup akan tercermin dalam produk teknologiyang dihasilkan.
14
Di samping perubahan yang berproses dalam entropi tinggi, di belahan bumi ini masih terdapat pula yang berproses dalam entropi rendah (order from orderliness). Terutama di sejumlah wilayah yang mampu memproyeksikan nilai-nilai lama dan bersifat lokal menjadi nilai-nilai baru dan diterima secara global. Proyeksi nilai-nilai tersebut dapat menjadi dasar bagi penyusunan kebijakan kolektif, seperti nilai kebersamaan (sake of togetherness), berkeadilan (equity and fairness), dan berkehidupan yang menyenangkan (life with happiness). Nilai-nilai tersebut dapat mengurangi kecemasan dalam menghadapi ketidakpastian. Kebijakan mikro dirancang sesuai dengan kondisi lokal, dan terkait dengan kebijakan makro bagi suatu wilayah yang lebih luas.
Konferensi BKPSL, 6-8 Agustus, 2008, Manado.
Page 14
Dalam pandangan Norton, dua aksioma nilai materi dan keberlimpahan dapat diperbaharui melalui kemajuan teknologi dengan penemuan dan modifikasi barang-barang substitusi. Sehingga dengan barang-barang substitusi tersebut, upaya untuk memberlanjutkan kehidupan diharapkan masih terbuka peluang untuk mencapainya. Kedua pandangan Carpenter dan Norton dalam mencapai keberlanjutan dapat ditempuh melalui dua proses, yaitu proses pada entropi tinggi (order from disorder) dan proses entropi rendah (order from orderliness). Pada proses yang pertama banyak mengandalkan pada kemampuan memproduk teknologi baru yang menghasilkan barang-barang substitusi, yang kedua menitik beratkan pada prinsip kehati-hatian yang bersumber dari kepatuhan pada rambu-rambu ekologi dan proyeksi nilai-nilai tradisional dan lama ke arah penyesuaiannya terhadap perubahan zaman. Kedua proses tersebut, apakah pada entropi rendah atau tinggi, diharapkan dapat melakukan kompromi di antara banyak pihak untuk menciptakan co-existence dan co-evolution. Sepanjang uraian telaah, ketika konsep entropi digunakan baik untuk pemikiran para ekolog maupun para ekonom masih dapat diterima akal sehat, sehingga tidak menimbulkan kontradiksi. Lebih lanjut analogi ini merupakan garapan mendatang, yang tidak sempat secara eksplisit disinggung dalam telaahan makalah ini sesuai yang dipesankan oleh Saslow (1999). Seperti misalnya energi bebas Helmholtz, F, bersesuaian dengan konsep kepemilikan (wealth), energi dalam, E, bersesuaian dengan utilitas, dan perkalian suhu T dan entropi S, TS, bersesuaian dengan surplus, sementara suhu T bersesuaian dengan pertumbuhan ekonomi. Bahan Pustaka
Page
15
Climberis, B., (1998), “Economy and thermodynamics”, Economy and energy, Year II, No 9, http://ecen.com (
[email protected]), Federal University of Minas Gerais. McMahon, G.F. and J.R. Mrozek, (1997), “Economics, entropy and sustainability”, Hydrological Sciences-Journal-des Sciences Hydrologiques, 42(4) August. Saslow, W.M., (1999), “An economic analogy to thermodynamics”, Am. J. Phys. 67~121, American Association of Physics Teachers. Suriamihardja, D.A. (2005), “Compromise Management” in the Jeneberang Delta and Losari Bay, Makassar, From Sky to Sea: Environment and Development in Sulawesi, Edited by Susan Wismer, Tim Babcock, and Baharuddin Nurkin, Department of Geography, Publication Series Number 61, University of Waterloo, pp. 483-504. Suriamihardja, D.A. (2006), “Re-promoting Weakening Local Values to manage Spermonde Marine Resources: An insight from co-existence to co-evolution”, International Symposium: Crossing Disciplinary Boundaries and Re-visioning Area Studies: Perspective from Asia and Africa, from 9th to 13th November 2006, Kyoto, Japan.
Konferensi BKPSL, 6-8 Agustus, 2008, Manado.
Page 15
[Type the document title]
[Type text]
Page 16