ANALISIS UNSUR AFEKSI FUSHI KANKEI DALAM LIRIK LAGU AITAI KARYA YUUJIN KITAGAWA Caroline Octoberty, Timur Sri Astami Bina Nusantara, Jl. Margonda Raya no. 45 Pesona Depok blok AZ no. 9, 085710474869,
[email protected]
ABSTRAK Pada hubungan ayah dan anak di Jepang, sering ditemukan kasus hilangnya peran seorang ayah dalam keluarga, yang biasa disebut dengan istilah ‘chichioya fuzai’. Namun, dengan adanya fenomena tersebut, tidak berarti semua ayah di Jepang adalah ayah yang buruk. Terdapat pula sosok ayah baik yang dapat menyeimbangkan waktu untuk keluarga. Dalam hubungan tersebut, salah satu hal terpenting adalah afeksi, yaitu cinta kasih. Penulis memilih lagu Aitai yang diciptakan oleh Yuujin Kitagawa untuk mengenang sang ayah yang telah meninggal. Melalui analisis tersebut, penulis berharap pembaca dapat lebih memahami unsur afeksi dan konsep fushi kankei yang terkandung dalam lagu tersebut. Untuk mendukung penelitian, penulis menggunakan teori semantik, konsep makna kata dan medan makna, untuk mencari makna yang sebenarnya terkandung dalam lagu Aitai. Setelah itu penulis akan mencari unsur afeksi yang akan dihubungkan dengan konsep fushi kankei. Hasil yang didapat dalam penelitian ini membuktikan bahwa lagu Aitai ini memang memiliki unsur afeksi dan sosok ayah dalam diri Kazuo Kitagawa sama seperti ayah lainnya di Jepang yang sibuk dalam pekerjaanya namun tetap dapat menjadi ii otousan bagi sang anak, Yuujin Kitagawa yang terus mengenangnya. Kata kunci: Afeksi, Fushi Kankei, Semantik, Ii Chichioya
ABSTRACT In the Japanese father and son relationship, there are many cases which the father loses their role inside the family, it is often called "Chichioya Fuzai". But, it doesn’t mean that the father is a bad person. There are also good father who can maintain his time between work and family. One of the most important thing between father and son relationship is an affection. Based on that, writer choose a song called Aitai by Yuujin Kitagawa who wrote this song to remember his father. Writer hope this analysis can help people to more understand about affection and relationship between father and son. For this analysist, writer will use semantic to find a real meaning of Aitai’s lyrics. Then, finding what affection element that contains in the song. From affection research, writer will connect it to a concept of father and son relationship. As a result, we can found affection’s element from this song and for Yuujin Kitagawa’s father, Kazuo Kitagawa who is same like mostly father in Japan. But, he always be a good father for his son, Yuujjin Kitagawa who never forget about him. Keywords: Affection, Father and son’s relationship, Semantic, Good Father
1
PENDAHULUAN Bahasa menjadi sesuatu yang penting dalam perkembangan komunikasi manusia karena dengan bahasa membuat manusia dapat berkomunikasi dengan semua orang di belahan dunia manapun. Seperti pendapat dari Keraf (1997, hal. 4), sebagai alat komunikasi, bahasa merupakan saluran perumusan maksud kita, melahirkan perasaan kita dan memungkinkan kita menciptakan kerja sama dengan sesama warga. Ia mengatur berbagai macam aktivitas kemasyarakatan, merencanakan dan mengarahkan masa depan kita. Dengan kata lain, melalui bahasa setiap orang dapat mengekspresikan dan menyampaikan maksud atau tujuan yang mengandung emosi ataupun perasaan yang sedang dirasakan terhadap orang lain. Tentunya, setiap orang memiliki perasaan yang ingin mereka sampaikan pada seseorang, namun terkadang hal tersebut tidak dapat tersampaikan dengan baik. Banyak halangan ataupun alasan pribadi yang membuat orang menahan atau menyimpan peraaannya sendiri. Sebagian orang memilih untuk menyampaikannya secara tidak langsung, seperti melalui lagu. Karena sejatinya lagu adalah cerita bermelodi yang indah, setiap kata-kata menyiratkan pesan yang ingin disampaikan sang penulis. Tidak semua lagu dapat langsung dimengerti, ada juga lagu yang harus berkali-kali didengar barulah kita dapat mengerti makna dari lagu tersebut. Dalam lagu terdapat kata-kata yang bermakna kiasan berdasarkan pengalaman ataupun pikiran dari pengarangnya, maka dibutuhkan studi semantik untuk mengungkap makna sebenarnya dari sebuah lagu. Hal ini seperti yang diungkap oleh Hiejima (1990, hal. 3) yaitu, hal yang berkaitan dengan makna, lebih baik dilihat secara prinsipal, daripada secara objektif. Hal itu karena makna lahir berdasarkan individuindividu. Seperti pada lagu Aitai yang dinyanyikan oleh band duo Yuzu yang populer di Jepang. Lagu yang diciptakan oleh leader grup, Yuujin Kitagawa ini ditujukan untuk sang ayah, Kazuo Kitagawa yang meninggal dunia pada 10 Juni 2008. Terkadang banyak hal yang sebenarnya ingin kita sampaikan kepada orang yang kita kasihi, namun hal itu tertunda karena kita menganggap masih banyak waktu yang tersedia dan ketika kita menyadarinya hal itu sudahlah terlambat. Saat itulah, kita menyesal dan berharap masih ada waktu yang tersisa agar dapat menyampaikan hal tersebut kepada orang yang kita kasihi. Yuujin Kitagawa menggunakan lagu Aitai ini sebagai media penyampaian pesannya terhadap sang ayah. Lagu yang terdiri dari 11 bait ini bila dibaca sekilas dapat diartikan dengan lagu cinta biasa, namun terdapat indikasi bahwa lagu ini ditujukan kepada sang ayah. Atas dasar inilah penulis tertarik untuk menganalisis pesan yang sesungguhnya dalam lagu Aitai karya Yuujin Kitagawa terhadap sang ayah, Kazuo Kitagawa yang telah meninggal dunia. Berkaitan dengan pembahasan pada skripsi ini, penulis akan menggunakan teori afeksi yaitu cinta, kasih sayang kepada orang terdekat dan akrab dengan kita (Meadow, 2006, hal. 96). Selain afeksi, penulis juga akan menghubungkannya dengan konsep ii chichioya, yaitu konsep ayah yang baik dimata seorang anak. Seperti yang penulis kemukakan diatas lagu Aitai ini adalah lagu yang ditulis Yuujin Kitagawa untuk mengekspresikan perasaan sayangnya terhadap seseorang yang penulis rasakan sebagai sosok sang ayah, maka teori afeksi tepat untuk menggambarkan lagu ini. Melalui teori afeksi, penulis akan menganalisis lagu Aitai untuk membuktikan bahwa unsur afeksi yang terkandung dalam lagu ini bukanlah nilai percintaan yang biasa, melainkan rasa cinta yang lebih dalam kepada ayah. Sedangkan konsep ii chichioya akan penulis gunakan untuk menganalisis hubungan diantara Yuujin Kitagawa dan ayahnya yang tercermin dalam lagu Aitai.
METODE PENELITIAN Metode penelitian yang akan penulis gunakan adalah metode deskriptif analisis, yaitu metode penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan secara sistematis dan akurat mengenai faktor-faktor dan sifat-sifat tertentu yang terdapat dalam objek penelitian. Lagu Aitai akan menjadi objek penelitian, penulis
2
menggunakan Teori Semantik untuk menemukan makna sebenarnya yang terkandung dalam lirik lagu Karya Yuujin Kitagawa ini. Setelah itu, penulis akan mencari unsur-unsur afeksi dari lirik lagu, dan menghubungkannya dengan konsep fushi kankei.
HASIL DAN BAHASAN Permasalahan yang penulis ambil dalam tema ini adalah untuk menemukan unsur afeksi dan konsep ii chichioya pada diri Kazuo Kitagawa dalam lirik lagu Aitai karya Yuujin Kitagawa. Pertama, penulis akan menganalisis larik yang diduga memeiliki unsur afeksi menggunakan teori semantik, untuk menemukan makna sesungguhnya yang terkandung dalam larik tersebut. Larik-larik tersebut adalah larik keempat bait pertama, larik pertama pada bait ketiga, larik kedua dan keempat bait keempat, larik keempat bait ke lima, larik keempat bait keenam, dan larik ketiga bait ketujuh.Setelah menemukan makna sesungguhnya dalam larik-larik tersebut, penulis akan mencari unsur afeksi yang terkandung dalam larik tersebut.
Teori Afeksi Menurut Gonzales, Barull, Pons dan Marteles (1998, para. 3) afeksi memeiliki 3 karakteristik, yaitu 1. Afeksi bersifat “menerima dan memberi” Contohnya adalah “dia memberiku perasaaan cintanya” atau “aku memberinya kepercayaanku”. Dengan hal tersebut, kita dapat mengatakan bahwa afeksi bersifat memberi dan menerima. Karena itulah, afeksi merupakan sesuatu yang mengalir dan berpindah dari satu orang ke orang lain. 2. Afeksi membutuhkan usaha, pengalaman kita mengajarkan bahwa memberi afeksi kepada seseorang memerlukan usaha. Ada banyak usaha yang dapat mengekspresikan afeksi. Sebagai contoh, menjaga seseorang yang sedang sakit, memahami seseorang yang sedang dalam masalah, berusaha membahagiakan serta menghormati kebebasan orang lain, ataupun memberikan hadiah, semua hal tersebut adalah tindakan yang memerlukan usaha. Dan yang terakhir, 3. Afeksi bersifat esensi. Pada akhirnya, kita dapat mengatakan bahwa afeksi adalah hal yang sangat penting bagi manusia. Kita juga tidak akan mendengar seseorang mengatakan bahwa dirinya tidak memerlukan kasih sayang. Dalam hal ini kita tahu bahwa manusia membutuhkan kasih sayang. Tidak seperti spesies lain, misalnya kucing atau ular, manusia membutuhkan afeksi yang sangat besar, dan hal ini dapat menjadi maksimum disaat-saat tertentu seperti ketika sakit atau masa kanak-kanak. Menurut Murray (dalam Lorento & Gouaïch, 2010), terdapat 5 hal yang dibutuhkan untuk menghasilkan afeksi, yaitu 1. Afiliation : meluangkan waktu dengan orang lain 2. Nurturance : merawat orang lain 3. Play : bermain dan bersenang-senang dengan orang lain 4. Rejection : menolak orang lain atau sesuatu demi sebuah kebaikan 5. Succorance : ditolong atau dilindungi oleh orang lain Setelah menemukan unsur afeksi dalam lagu Aitai tersebut, barulah penulis bisa menghubungkannya kedalam konsep fushi kankei. Tanpa adanya afeksi, kita tidak akan menemukan adanya hubungan yang baik antara ayah dan anak. Karena, afeksi adalah hal yang esensi. Menurut Meadow, dalam bukunya Other People yang telah diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia berjudul “Memahami Orang Lain” (2006, hal. 96), afeksi adalah cinta kepada orang yang paling dekat dengan kita. Biasanya anggota keluarga dan mereka yang telah dianggap seperti keluarga sendiri. Afeksi tumbuh dari hubungan dekat secara fisik, dan biasanya, orang tidak dapt mengatakan secara pasti kapan mulainya. Kita menyadarinya: “Sejak kecil saya telah mengenal wajahnya…” Dirinya juga mengemukakan, bahwa afeksi adalah cinta yang dibutuhkan dalam pertumbuhan dan perkembangan manusia. Biasanya kita memperoleh afeksi dari orangtua, dan juga kemudian kita memberikan afeksi kita kepada orang tua, saudara dan anak-anak kita. Afeksi bersifat menyenangkan, sopan tanpa basa-basi. Bila diliputi dengan afeksi, kita dengan mudah dapat bersikap santai.
3
Konsep Fushi Kankei Pada tahun 1970-an muncul frasa baru tentang sosok ayah di Jepang saat itu. “Seorang ayah akan sangat diapresiasi ketika dia sehat dan berada di luar rumah.” Ayah di Jepang memang kehidupannya didominasi pekerjaan, karena hal tersebutlah, banyak keluarga di Jepang dianggap kehilangan sosok ayah. Bahkan ayah-ayah disana sering disebut “Suami 7-11” hal ini merujuk pada jam saat mereka berangkat kerja pukul 07:00 pagi dan pulang ketika waktu menunjukkan pukul 11:00 malam. (Christiansen, 2009, para. 2). Masalah kehilangan sosok ayah dalam keluarga, yang di Jepang dikenal dengan istilah ‘chichi oya fuzai’ ini didasari atas pandangan orang Jepang, bahwa prioritas utama seorang laki-laki adalah kesuksesan mereka dalam ekonomi. Bahkan definisi maskulin untuk seorang pria pun sangat ditentukan dengan kesuksesan mereka di tempat kerja. (Tamura, 2001, hal. 10). Akan tetapi, tidak semua anak yang kehilangan sosok seorang ayah tidak dekat dengan sang ayah. Meski mereka terpisah dan jarang bertemu, mereka tetap terikat secara psikologis satu sama lainnya. Memang dibandingkan seorang ibu, ayah memiliki waktu yang lebih sedikit bersama anak, namun dengan kesempatan yang singkat tersebut, anak-anak menganggap ayah mereka sebagai sosok yang dapat diandalkan. (Christiansen, 2001, para. 3) Menurut Fuyuki (1997), cara seorang ayah mendidik anak, dan bagaimana image yang tercipta, hal tersebut sama sekali tidak melibatkan seorang anak dalam prosesnya. Jadi, masih banyak kesempatan bagi ayah itu sendiri menjadi ‘ayah yang baik’. Ishikawa (2003) sama seperti Amato (1994) berpendapat bahwa dukungan dari seorang ayah dapat menurunkan tingkat stres.
Usui (2009), seorang Doktor di bidang psikologi, dalam jurnalnya berjudul “Chichi no Hi ni Kangaeru Fushi Kankei no Shinrigaku Nayamu Otousan e no Kosodate Adobaisu”, mengatakan
一言でいえば、「気は優しくて力持ち」の男性でしょう。イメージと しては、暴風雨の吹 きすさぶ嵐の中、自分の後ろに家族のみんなを集め、自分は先頭に立って家族の風除けとな り、後ろの家族を優しく気遣いながら、でも前を向き、力強く歩んでいる姿です。「みんな、 大丈夫か!父さんがついてるぞ!しっかりしろ!負けるな!しっかり後についてこい!」こ んなイメージです。 Terjemahan: Singkatnya, dapat dikatakan ‘pria yang lembut tapi kuat”. Misalnya, ketika didalam tiupan badai yang sangat dahsyat, seluruh anggota keluarga berkumpul dibelakangnya. Dia berdiri paling depan sebagai penghalang angin bagi keluarganya. Ketika anggota keluarga dibelakangnya cemas, didepannya ada sosok kuat yang melindungi. “semuanya, tenang saja! Ada ayah disini, jangan khawatir. Ayah tidak akan kalah, terus berada dibelakang ayah.” Dari kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa seorang ayah yang baik menurut Mafumi Usui adalah ayah yang melindungi. Ia mencontohkannya dengan seorang ayah yang melindungi keluarganya, ketika terjadi badai. Sedangkan Shwalb (1993, hal. 13), menyatakan bahwa ii chichioya terdiri dari 14 karakteristik, yaitu 1. Lembut dan terpercaya: Bersikap lembut dalam pengasuhan sehingga anak menjadi percaya. 2. Pusat keluarga: Dominan dalam keluarga 3. Tegas: Tegas dan jelas mendidik anak 4. Pengertian: Memahami perasaan anak 5. Pintar/toleran: Berpengetahuan luas, sehingga dapat mengajarkannya pada anak 6. Pekerja keras: Berusaha dalam pekerjaannya demi kesejahteraan keluarga 7. Kuat: Kuat, agar dapat melindungi keluarga 8. Andalan keluarga: Dapat menjadi andalan atau tumpuan bagi keluarga 9. Serius: Sungguh-sungguh dalam melakukan sebuah hal, dan tetap konsisten
4
10. Bertanggung jawab: Melakukan kewajibannya sebagai seorang ayah. bertanggung jawab atas keberadaan anak, ikut membantu dalam pengasuhan 11. Berpengetahuan luas: Pintar agar dapat mengajarkannya kepada anak 12. Berempati: Saling memahami dengan anak 13. Dapat dipercaya: Dapat dipercaya sebagai pemimpin keluarga 14. Layak dihormati: pantas untuk dihormati sebagai pemimpin keluarga. Berdasarkan teori dan konsep yang sudah penulis jabarkan diatas, penulis akan menganalisis larik-larik dalam lagu Aitai karya Yuujin Kitagawa.
Analisis Bait Pertama Larik Keempat Lariknya adalah “Mou ichido anata ni aitai”. Makna denotasinya adalah “aku ingin bertemu dengan mu sekali lagi” Berdasarkan analisis secara semantik, orang yang ingin ditemui oleh Yuujin Kitagawa adalah ayahnya, Kazuo Kitagawa yang telah meninggal pada 10 Juni 2008. Ketika ayahnya meninggal, Yuujin Kitagawa sedang mengalami polemik dengan sang ibu yang menentang hubungannya dengan Aya Takashima. Pada interview dengan News Zero pada 5 Oktober 2009, Yuujin Kitagawa mengatakan bahwa bila ia bertemu dengan sang ayah, dia akan mampu melangkah lebih ke depan lagi. Tentunya, yang dimaksud Yuujin Kitagawa adalah melangkah dalam menghadapi masalahnya dengan sang ibu. Saat Yuujin Kitagawa mengatakan bahwa dirinya dapat melangkah lebih maju dengan kehadiran sang ayah, berarti ia merasakan kenyamanan dan ketenangan yang ia dapat dari diri sang ayah. Karena rasa tenang dan nyaman dapat membuat rasa sakit seorang anak berkurang (Praptoharsoyo, 2012, para. 2). Disamping itu, Yuujin Kitagawa dalam wawancara dengan News Zero, juga mengatakan bahwa sang ayah dengan saudaranya yang lain sangatlah tegas, namun terhadapnya Kazuo Kitagawa adalah sosok yang bersahabat. Berikut ini adalah tabel larik lagu dihubungkan dengan unsur afeksi. Berikut ini adalah tabel larik lagu dihubungkan dengan unsur afeksi. Tabel 1 Hubungan Larik Mou Ichido Anata ni Aitai Dengan Afeksi
もう一度 あなたに 逢いたい
Menyayangi, kenyamanan, ketenangan, bersahabat, mengenang sang ayah
Proses memberi dan menerima
Afeksi
Kazuo Kitagawa yang sangat menyayangi Yuujin Kitagawa memberikan rasa nyaman, tenang dan bersahabat kepada sang putra. Hal tersebut secara tersirat ditunjukkan Yuujin Kitagawa dalam larik ”Mou ichido anata ni aitai”, sehingga menunjukkan bahwa sosok Kazuo Kitagawa adalah ii chichioya. Sedangkan dari sisi Yuujin Kitagawa, ia tetap mengenang sosok sang ayah, sehingga menciptakan lagu ini karena dirinya sangat sayang kepada Kazuo Kitagawa. Sikap menyayangi Kazuo Kitagawa berelasi dengan sembilan karakteristik ii chichioya, yaitu melindungi, lembut dan terpercaya, pengertian, kuat, andalan keluarga, bertanggung jawab, berempati, dapat dipercaya, serta layak dihormati. Kenyamanan, ketenangan dan bersahabat yang diberikan dan ditunjukkan Kazuo Kitagawa pada Yuujin Kitagawa berelasi dengan delapan karakteristik ii chichioya, yaitu melindungi, lembut dan terpercaya, pengertian, andalan keluarga, bertanggung jawab, berempati, dapat dipercaya, dan layak dihormati. Sedangkan, sikap Yuujin Kitagawa yang tetap mengenang sang ayah meskipun Kazuo Kitagawa telah meninggal menunjukkan bahwa sosok sang ayah selalu melindunginya, lembut serta dipercayainya, pusat keluarga, pengertian, pekerja keras, andalan keluarga, bertanggung jawab, berempati, dapat dipercaya serta layak untuk dihormati. Dengan hasil analisis di atas, penulis menyimpulkan larik ketiga bait pertama dalam lagu Aitai, memiliki unsur afeksi yang bersifat memberi dan menerima. Afeksi tersebut karena adanya kasih sayang yang diberikan Kazuo Kitagawa kepada Yuujin Kitagawa sehingga sang anak tetap mengenangnya. Penulis juga berpendapat bahwa Kazuo Kitagawa adalah sosok ayah yang baik bagi Yuujin Kitagawa.
5
Analisis Bait Ketiga Larik Pertama dan Frasa Osana Sugita Larik pertama yang akan dianalisis adalah “Rikai (waka) ri aezuni kizutsuketa” yang kedua adalah frasa “Osana Sugita” pada larik kedua. Larik pertama bermakna “karena tidak saling mengerti, jadi melukai”. Larik ini menceritakan tentang Yuujin Kitagawa yang tidak dapat saling mengerti dengan sang ayah. cerita dibalik larik ini adalah masa ketika sang ayah sakit. Saat itu Yuujin Kitagawa mengetahui ayahnya sakit, namun dirinya tidak tahu penyakit apa dan bagaimana perasaan yang dirasakan sang ayah. Oleh karena itu, Yuujin Kitagawa pun bertanya pada sang ayah. Akan tetapi, ayahnya itu tidak mengatakan apapun padanya, sedangkan pada kakak perempuan Yuujin Kitagawa, sang ayah mengatakannya. Sebagai orang yang cukup dekat seharusnya wajar bila Yuujin Kitagawa mengetahui apa yang terjadi pada sang ayah, maka saat ia tahu sang ayah menunjukkan rasa sakitnya pada sang kakak dan tidak pada dirinya, ia merasa sang ayah tidak adil. Perasaan tersebut ditulisakan Yuujin Kitagawa ke dalam frasa “Osana Sugita” yang bermakna kekanak-kanakan. Menurut Al-Uqshari ((2005, hal. 259) seseorang yang dikatakan kekanak-kanakan adalah pribadi yang egois. Sikap tersebut menunjukkan bahwa seseorang hanya memikirkan dirinya sendiri, sama seperti yang terjadi pada Yuujin Kitagawa yang melihat apa yang dilakukan sang ayah hanya berdasarkan sudut pandangnya. Padahal, apa yang dilakukan Kazuo Kitagawa pasti memiliki maksud tersendiri. Sepanjang tahun 2008, Yuzu sibuk dengan serangkain tur mereka yang bertajuk Wondeful World serta promosi single Yesterday and Tomorrow, karena kesibukan anaknya tersebutlah, sang ayah tidak ingin menambahkan beban pada anak yang sangat disayanginya tersebut. Dalam wawancara dengan News Zero pada 5 Oktober 2009, Yuujin Kitagawa menyatakan perasaan menyesalnya karena tidak mengerti maksud sang ayah dulu. Ketika akhirnya dirinya mengerti, dia baru sadar bahwa ayahnya saat itu tidak ingin menunjukkan rasa sakit yang dirasakan kepada Yuujin Kitagawa, karena ayahnya tidak ingin menyusahkan anak laki-lakinya. Seperti yang Yuujin Kitagawa tulis pada larik selanjutnya “Tashikana ai ni Tsudzumarete ita koto o shirimashita”, yang bermakna “Aku tahu bahwa ada cinta yang menyelimutiku”. Hal tersebut menunjukkan bahwa akhirnya Yuujin Kitagawa tahu bahwa alasan sang ayah tidak menceritakan tentang rasa sakitnya adalah cinta. Yuujin Kitagawa pun sangat bangga terhadap sang ayah. Maka, penulis menyimpulkan bahwa frasa “Osana Sugita” menunjukkan sikap egois Yuujin Kitagawa, karena menurutnya sang ayah tidak adil dan ketika tersadar, barulah ia merasa bahwa dirinya telah melukai sang ayah, sama seperti yang tertulis dalam larik sebelumnya “Rikai (waka) ri aezuni kizutsuketa” Pada wawancara dengan News Zero pada tanggal 5 Oktober 2009, diketahui bahwa Kazuo Kitagawa tidak ingin menambahkan beban pada sang anak yang sedang sibuk dalam pekerjaanya, karena itu ia tidak mengatakan ataupun menunjukkan rasa sakit yang ia rasakan kepada Yuujin Kitagawa. Hal tersebut menunjukkan bahwa Kazuo Kitagawa melakukan sebuah usaha untuk melindungi Yuujin Kitagawa. Menurut Murray dalam dalam Lorento & Gouaïch (2010, hal. 4), salah satu hal yang dibutuhkan untuk menghasilkan afeksi adalah Succorance, yaitu ditolong dan dilindungi oleh orang lain. Selain menunjukkan usaha dari sang ayah, dalam bait ini juga terlihat usaha yang dilakukan Yuujin Kitagawa untuk mengerti akan sang ayah dengan cara bertanya kepada Kazuo Kitagawa tentang penyakit yang diderita oleh sang ayah. Namun, hal itu tidak berhasil karena sang ayah menyembunyikannya. Menurut Gonzales, et al. (1998, para.10) untuk menghasilkan afeksi, dibutuhkan adanya usaha, dan Yuujin Kitagawa telah melakukannya untuk sang ayah. Berikut penulis akan menjabarkan tabel hubungan larik lagu dengan afeksi. Tabel 2 Hubungan Larik Wakari Aezuni Kizutsuketa Dengan Afeksi
理解(わか)り 合えずに傷付た
Melindungi Berusaha mengerti
Succorance Usaha
Afeksi
6
Setelah dihubungkan dengan cirri-ciri ii chichioya dari Usui (2009) dan Shwalb (1993), sikap melindungi dari Kazuo Kitagawa dan usaha Yuujin Kitagawa untuk mengerti sang ayah menunjukkan Kazuo Kitagawa adalah ayah yang melindungi, lembut terpercaya, pengertian, kuat, andalan keluarga, bertanggung jawab, dapat dipercaya dan layak untuk dihormati.
Analisis Bait Keempat Larik Kedua dan Larik Keempat Lariknya kedua bait keempat adalah “Ima mo kokoro (koko) ni iru”, setelah dianalisis secara semantik, makna larik ini adalah “sekarang pun engkau tetap dan akan terus kukenang seumur hidupku”. Sedangkan larik keempatnya adalah “Omoi yo douka todoite hoshii” menunjukkan bahwa Yuujin Kitagawa berharap perasaan terimakasihnya dapat tersampaikan melalui lagu Aitai yang dibuatnya untuk sang ayah. Yuujin Kitagawa membuat lagu untuk mengenang sang ayah, tentu saja karena sang ayah layak untuk dikenang. Hal yang memberi pengaruh pada diri kita tentunya akan selalu kita ingat, misalnya perhatian, rasa percaya, ataupun seberapa penting akan membuat ia mengingat ataupun mengenang (Hauer, 1999, para. 56). Dengan hubungan yang erat antara keduanya, semakin menumbuhkan rasa percaya diantara ayah dan anak. Yuujin juga menganggap sang ayah adalah sosok yang penting, terbukti dengan lagu Aitai yang dibuatnya untuk mengenang sang ayah. berikut adalah tabel hubungan larik lagu dengan unsur afeksi. Tabel 3 Hubungan Larik kedua dan Keempat Pada Bait Keempat Dengan Afeksi
今も心(ここ)にいる 想いをどうか届いて欲しい
Perhatian Percaya Penting
Proses memberi dan menerima
Afeksi
Sikap perhatiannya menandakan bahwa Kazuo Kitagawa adalah ayah yang lembut dan terpercaya, pengertian, serta berempati. Dari sikap perhatiannya membuat Yuujin Kitagawa menjadi percaya padanya, karena Kazuo Kitagawa adalah sosok yang lembut dan terpercaya, pelindung, dapat dipercaya, andalan keluarga, pusat keluarga, kuat, serius, bertanggung jawab dan layak dihormati. Pada akhirnya Yuujin Kitagawa terus mengenang sang ayah, karena Kazuo Kitagawa adalah sosok yang penting bagi dirinya. Pandangan tentang pentingnya sang ayah, menandakan Kazuo Kitagawa adalah pusat keluarga, andalan keluarga, dapat dipercaya, dan juga layak dihormati. Melalui hasil analisis di atas, penulis menyimpulkan bahwa kalimat “Ima mo kokoro (koko) ni iru” dan“Omoi yo douka todoite hoshii” memiliki unsur afeksi yang bersifat memberi dan menerima. Penulis juga menyimpulkan bahwa melalui larik-larik ini, kita dapat mengetahui bahwa Yuujin Kitagawa mengenang sosok Kazuo Kitagawa karena sang ayah adalah sososk ii chichioya. Analisis Bait Kelima Larik Keempat Larik yang akan dianalisis adalah “Mou inai anata no sugata o”. Dalam Bahasa Indonesia, larik ini berarti “Sososkmu sudah tidak ada”. Makna semantik dalam lagu ini adalah Yuujin Kitagawa membutuhkan sang ayah. Masa ketika sang ayah meninggal, Yuujin Kitagawa memang sedang menghadapi polemik dengan sang ibu yang tidak menyetujui hubungannya dengan kekasihnya, Aya Takashima. Ditambah lagi, kehilangan orang yang sangat dekat dengannya tentu saja membuat Yuujin Kitagawa merasa terpukul. Karena menurut Gonzales, et al. (1998, para.10) afeksi adalah sesuatu yang bersifat esensi, dan sangat dibutuhkan seorang anak ketika mengalami masalah atau sakit, dan saat itulah Yuujin Kitagawa sangat membutuhkan kehadiran sang ayah. Akibatnya, Yuujin Kitagawa dalam wawancaranya dengan News Zero mengatakan bahwa karena terlalu sedih, ia bahkan tidak dapat membuat lagu lagi. Padahal bagi seorang Yuujin Kitagawa, menulis lagu bukanlah hal yang sulit. Sebagian lagu-lagu dari Yuzu pun diciptakan olehnya.
7
Seperti yang sudah penulis kemukakan sebelumnya, Yuujin Kitagawa tetap merasakan bahwa sang ayah hidup dalam hati (ingatannya). Dari sanalah ia mendapatkan ketenangan dan motivasi untuk terus bermusik, seperti yang ia tuliskan dalam bukunya “Haruka” (Kitagawa, 2009, hal. 96),
「父さん、また歌を書き始めました。今度はみんな笑顔になる楽し曲を書こうと想います」 Terjemahan: “Ayah, aku akan mulai menulis lagu lagi. Kali ini, aku berniat untuk menulis lagu yang dapat membuat orang-orang tersenyum.” Yuujin Kitagawa tetap berbicara kepada Kazuo Kitagawa, meskipun ayahnya itu sudah meninggal, berarti ada proses afeksi yang diberikan oleh Yuujin Kitagawa kepada ayahnya, dan sebaliknya Yuujin Kitagawa pun menerima afeksi dari sang ayah berupa semangat untuk terus bermusik. Dengan kata lain, terdapat proses menerima dan memberi afeksi yang terdapat dalam larik lagu “Mou inai anata no sugata o”. Luar biasanya, Yuujin Kitagawa tidak hanya mendapatkan semangat saat berbicara dengan sang ayah, namun dia juga mendapat kekuatan untuk memberi kebahagian kepada orang-orang disekitarnya melalui lagulagu yang diciptakannya. Ketika Yuujin memutuskan untuk menulis lagu Aitai, yang ditujukannya kepada sang ayah, berarti ada usaha yang dilakukan Yuujin Kitagawa. Usaha menulis lagu untuk ayahnya itulah yang menghasilkan afeksi, seperti yang dikatakan Gonzales et al. (1998, para.10) bahwa untuk menghasilkan afeksi dibutuhkan adanya usaha. Berikut adalah tabel hubungan larik lagu dan unsur afeksi. Tabel 4 Hubungan Larik Mou Inai Anata no Sugata o dan Afeksi
もういない あなたの姿を
Kehilangan sosok ayah Berbicara dengan ayah Butuh dukungan ayah Mendapat semangat
Proses memberi dan menerima Esensial Membutuhkan usaha
Afeksi
afeksi yang telah dihasilkan dalam hubungan ayah dan anak Yuujin dan Kazuo Kitagawa telah membuat sang ayah dapat dikategorikan sebagai ii chichioya. Semangat yang diperoleh Yuujin Kitagawa dengan cara berbicara dengan sang ayah menandakan bahwa Kazuo Kitagawa adalah ayah yang lembut dan terpercaya, pengertian, pekerja keras, andalan keluarga, berempati, dapat dipercaya, layak dihormati, dan melindungi keluarganya. Sedangkan rasa tenang yang juga didapatkan Yuujin Kitagawa dengan cara berbicara dengan sang ayah, menandakan bahwa Kitagawa Kazuo ayah yang lembut dan terpercaya, pengertian, andalan keluarga, bertanggung jawab, berempati, dapat dipercaya, layak dihormati, dan pelindung bagi keluarganya. Maka dari hasil analisis semantik serta afeksi fushi kankei yang telah dilakukan, penulis menyimpulkan bahwa larik “Mou inai anata no sugata o” memiliki unsur afeksi, karena melalui larik tersebut tercipta adanya proses menerima dan memberi afeksi yang terjadi antara Yuujin Kitagawa dan juga ayahnya, unsur afeksi lain dari lagu ini adalah esensial. Selain itu, melalui usaha dari Yuujin Kitagawa yang tercermin dalam larik lagu ini, menandakan adanya afeksi. Disamping itu, penulis juga menyimpulkan, hubungan fushi kankei antara Yuujin Kitagawa dan sang ayah menunjukkan bahwa sosok Kazuo Kitagawa adalah sosok ii chichioya.
8
Analisis Bait Keenam Larik Keempat Larik yang akan dianalisis adalah “Nandomo oshiete kureta” larik ini menceritakan tentang hal-hal yang telah diajarkan Kazuo Kitagawa ketika masih hidup kepada Yuujin Kitagawa. Hal-hal yang telah diberikannya adalah suka cita hidup dan juga kasih sayang. Ketika Kazuo Kitagawa menyayangi, mencurahkan kasih sayang, melindungi Yuujin Kitagawa, itu pulalah yang akan dipelajarinya dari sang ayah. Seperti yang tertulis dalam artikel pada website Ayahbunda berjudul Belajar dari ayah, edisi 1 Juni 2012, ayah bagi anak laki-laki adalah role model untuk menadi sosok laki-laki. Dan anak-anak tak butuh ceramah atau kuliah. Hanya dengan melihat, dia akan meniru. Dalam bait ini, menurut penulis terdapat unsur afeksi nurturance, yaitu merawat. Yuujin Kitagawa mendapat sukacita, kasih sayang dari Kazuo Kitagawa, dan seperti sang ayah memberikan kasih sayang padanya, Yuujin Kitagawa juga memberikan kasih sayang kepada orang lain, dan melalui lagu-lagu yang diciptakannya, ia merawat orang-orang yang bersedih menjadi tersenyum. Berikut adalah tabel hubungan afeksi larik lagu dan afeksi. Tabel 5 Larik Nandomo Oshiete Kureta dan Afeksi
何度も 教えてくれた
Memberikan kasih sayang kepada orang lain Suka cita, kasih sayang
Nurturance Proses menerima dan memberi
Afeksi
Berdasarkan hasil afeksi diatas, sikap Kazuo Kitagawa yang mencurahkan kasih sayang dan sukacita kepada sang anak, sehingga Yuujin Kitagawa meniru sang ayah membuat Kazuo Kitagawa terhubunga dengan 12 sifat ii chichioya, yaitu melindungi, lembut dan terpercaya, pusat keluarga, pengertian, kuat andalan keluarga, serius, bertanggung jawab, berpengetahuan luas, berempati, layak dihormati dan layak untu dipercaya. Dari hasil analisis di atas, penulis menyimpulkan bahwa larik “Nandomo oshiete kureta” memiliki unsur afeksi, yaitu nurturance dan proses menerima dan memberi. Melalui larik ini pun, penulis menyatakan bahwa Kazuo Kitagawa adalah sosok ii chichioya. Karena telah menjadi contoh bagi Yuujin Kitagawa dan memberikan suka cita serta kasih sayang selama hidup.
Analisis Bait Ketujuh Larik Kedua Larik yang dianalisis adalah “Naitari warattari tomo ni ayunda”. Larik ini menceritakan tentang kenangan-kenangan yang telah Yuujin Kitagawa dan ayahnya lewati sebelum Kazuo Kitagawa meninggal dunia. Berdasarkan hasil wawancara yang telah penulis dapatkan dari beberapa sumber, Kazuo Kitagawa sering meluangkan waktu bersama Yuujin Kitagawa. Diantaranya dengan makan nabe bersama, pergi ke Athena untuk menonton olimpiade, dan mengadakan mini konser untuk ulang tahun sang ayah. Selain itu ada pula kenangan ketika sang ayah memarahi Yuujin Kitagawa. Semua kenangan tersebut menunjukkan afeksi yang diberikan oleh Kazuo Kitagawa kepada sang putra. Berikut adalah tabel hubungan larik lagu dan unsur afeksi. Tabel 6 Hubungan larik Naitari Warattari Tomo ni Ayunda dan Afeksi
泣いたり笑ったり 共に歩んだ
Meluangkan waktu Bermain, Memarahi
Afiliation Play, usaha
Afeksi
9
Di Jepang, banyak sekali kasus hilangnya peran seorang ayah di sebuah keluarga, karena laki-laki akan lebih dihargai ketika dirinya berada lebih lama di tempat kerjanya. Alhasil, waktu bersama dengan keluarga menjadi berkurang, seorang anakpun kehilangan figur ayah dalam pertumbuhannya (Tamura, 2001, hal.10). Kazuo Kitagawa pun sama seperti ayah-ayah lainnya di Jepang, ia bekerja keras sebagai direktur utama di perusahaan miliknya, yang membedakan dirinya dan ayah lainnya adalah sesibuk apapun, ia tetap meluangkan waktu untuk Yuujin Kitagawa, anaknya. Sikap tersebut cukup untuk menyatakannya sebagai seorang ii chichioya. Melalui sikapnya yang meluangkan waktu untuk bermain dengan Yuujin Kitagawa, Kazuo Kitagawa telah memenuhi tujuh syarat menjadi ii chichioya, yaitu melindungi, lembut dan terpercaya, pengertian, bertanggung jawab, berempati, dapat dipercaya, dan layak dihormati. Aksi Kazuo Kitagawa untuk memarahi mencakup 10 karakteristik sebagai ii chichioya, yaitu melindungi, lembut dan terpercaya, pusat keluarga, tegas, kuat, andalan keluarga, serius, bertanggung jawab, dapat dipercaya, dan juga layak dihormati. Sedangkan usaha Kazuo Kitagawa untuk meluangkan waktu bagi sang anak ditengah kesibukannya, berelasi dengan 11 karakteristik seorang ii chichioya, yaitu melindungi, lembut dan terpercaya, pusat keluarga, pengertian, pekerja keras, kuat, andalan keluarga, bertanggung jawab, berempati, dapat dipercaya, dan layak dihormati. Melalui hasil analisis tersebut, penulis menyimpulkan bahwa larik ketiga bait ketujuh memiliki unsur afeksi yaitu afiliasi, play dan usaha. Selain itu, menurut penulis, Kazuo Kitagawa sama seperti ayah lainnya di Jepang yang sangat bekerja keras dalam pekerjaannya, namun ia tetap meluangkan waktunya untuk Yuujin Kitagawa. Hal itulah yang menjadikannya sebagai sosok ii chichioya.
SIMPULAN DAN SARAN Setelah melakukan penelitian terhadap lirik lagu Aitai karya Yuujin Kitagawa, melalui larik bait pertama “Mou ichido anata ni aitai”, larik “Rikai (waka) ri aezuni kizutsuketa” dan frasa “Osana sugita” pada bait ketiga, larik kedua”Ima mo kokoro (koko) ni iru” dan larik keempat “Omoi yo douka todoite hoshii” pada bait keempat, larik keempat pada bait kelima “Mou inai anata no sugata o”, larik keempat pada bait keenam “Nandomo oshiete kureta” dan larik ketiga pada bait ketujuh “Naitari warattari tomoni ayunda”, penulis menyimpulkan bahwa lagu ini memang benar ditujukan untuk sang ayah, hal ini berdasarkan kata-kata kunci yang terdapat pada lagu ini, yaitu “Anata”, dan “mou inai”. Melalui lagu ini juga Yuujin Kitagawa menghubungkannya dengan tema yang bersifat global seperti percintaan, oyako (hubungan orang tua dan anak) dan sebuah pertemuan dan perpisahan. Penulis juga menyimpulkan bahwa lagu Aitai karya Yuujin Kitagawa ini memiliki unsur afeksi yang bersifat memberi dan menerima, esensial, selain itu lagu ini juga menunjukkan proses afeksi yang membutuhkan usaha, afiliasi, play, succorance dan nurturance. Unsur afeksi dalam lagu ini penulis dapatkan dengan menganalisis lagu Aitai ini secara semantik dan menghubungkannya dengan hasil wawancara dari berbagai media, seperti radio dan website. Setelah menganalisisnya menggunakan unsur afeksi, penulis kemudian menghubungkannya dengan konsep fushi kankei di Jepang, dan melalui analisis ini, penulis menyatakan bahwa sosok Kazuo Kitagawa sama dengan sosok ayah lainnya di Jepang yang bekerja keras dalam pekerjaan demi kesejahteraan keluarganya. Namun, yang berbeda adalah ia tetap meluangkan waktu untuk ananya Yuujin Kitagawa. Dari sikap yang tercermin dalam lagu Aitai ini, penulis menyimpulkan bahwa Kazuo Kitagawa adalah sosok ii otousan dimata Yuujin Kitagawa karena telah memenuhi 13 dari total 15 karakteristik sebagai ii otousan, yaitu melindungi, lembut dan terpercaya, pusat keluarga, tegas, pengetian, pekerja keras, kuat, andalam keluarga, serius, bertanggung jawab, berempati, dapat dipercaya, serta layak dihormati. Melalui lagu Aitai karyanya, Yuujin secara tidak langsung dalam lagunya berharap orangorang yang mendengarkan lagu ini dan masih memiliki keluarga yang lengkap untuk bersyukur, dan tidak menyia-nyiakan waktu untuk membahagiakan orang tua, sebelum waktunya terlambat. Saran dari penulis untuk para pembaca yang hendak meneliti lagu Aitai karya Yuujin Kitagawa ini adalah menghubungkannya dengan konsep oyako, yaitu hubungan orang tua dan anak. Ataupun menggunakan lagu Yuzu lainnya, karena menurut penulis lagu-lagu dari band Yuzu sarat akan makna yang layak untuk diteliti. Contohnya lagu yang berjudul Eikou no Kakehashi yang merupakan lagu tema olimpiade Athena
10
2004 untuk Jepang yang sarat akan makna perjuangan, lagu ini pun menjadi lagu pengiring ketika upacara kematian ayah Yuujin Kitagawa, Kazuo Kitagawa.
REFERENSI 2009 Nen Yuzu Nyuu Arubamu “FURUSATO” Puromooshon Kankei. (2009). Diunduh dari http://www.amigo2.ne.jp/~ferret04/furusatopuromo.html Al-Uqshari, Yusuf. (2005). Sukses Bergaul: Menjalin Interkasi Dengan Hati (diterjemahkan oleh Abdul Al-Katani). Jakarta: Gema Insani Press A yapan Sh okk u…Y uzu K itagaw a Y uujin no C hic hi ga K yuu shi. (20 0 8). Diundu h dar i http://www.iza.ne.jp/news/newsarticle/entertainment/celebrity/152811/ Belajar Dari Ayah. (2012). Diunduh dari http://www.a yahbunda.co.id/Arti kel/Ter baru/Te rbaru/be lajar.dari.a ya h/001/0 05/1545/3 Chaer, Abdul. Linguistik Umum. Rineka Cipta, 2007. Christiansen, S. (2009). The Changing Culture of Japanese Fatherhood. Family Focus. 54(1), 12-13. González, M. P., Barrull, E., Pons, C., & Marteles, P. (1998). What is Affection. Diunduh dari Biopsychology.org. http://www.biopsychology.org/biopsychology/papers/what_is_affection.html Hauer, R. J. Jr. (1999). Memory: How Do We Remember What We Know? Diunduh dari http://www.au.af.mil/au/awc/awcgate/psych-intel/art6.html Hiejima, Ichiro. Hajimete Deau Imiron no Sekai: Kotoba no Imi. Tokyo: Gyousei, 1991. Harley, Trevor A. The Psychology of Language: From Data to Theory. United Kingdom: Erlbaum Taylor and Francis, 1995. Ikegami, Yoshihiko. Imiron. Tokyo: Taishukan Shoten, 1991. Interview Kitagawa Yuujin. (2006). Diunduh dari http://ent2.excite.co.jp/music/special/yuzu3/int_01.html Katsuya, Shimizu (Produser) & Fujisawa, Kouichi, et al (Direktur), (2009). Music Station [Variety Show]. Japan: Terebi Asahi. Keraf, Gorys. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2007. Kitagawa, Yuujin. Haruka. Tokyo: Gentosha, 2009. Lorento, I.D. & Gouaïch, A., 2004. Social Casual Games Success is not so Casual. Word Journal Of The International Linguistic Association, 1, 4. Matsura, Kenji. Kamus Jepang-Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005. Meadow, M.J. (2006). Memahami Orang Lain (Diterjemahkan oleh Cecilia G. Samekto). Yogyakarta: Kanisius Nagai, A (2004). Chichioya no Ko Sodate ni yoru Fushi Kankei e no Eikyou. Kakei Keizai Kenkyuu, 64, 55-64 Parera, J.D. Teori Semantik. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2004. Praptoharsoyo, FX. (2012). Cara Mudah Mengobati Luka Pada Anak Tanpa Rasa Sakit. Diunduh dari http://www.ibhcenter.org/id/artikel/cara-mudah-mengobati-luka-pada-anak-tanpa-rasa-sakit_412 Shimada, Satoshi. (2009). Yuzu no 100Q+ . Diunduh dari http://www.pia.co.jp/100q/154/index.php
11
Shinmura, Izura. Kokugo no Koujien. Tokyo: Iwanami Shoten, 1998. Shwalb, D. W. (1993). The paternal role as recalled by Japanese fathers of junior college women. CrossCulture, 11, 33-56. Takashima Aya ga Yuzu no Kitagawa Yuujin to Kekkon. Diunduh dari http://news2ch.com/114.html Tamura, T. M. D. (2001). The Development of Family Therapy and Experience of Fatherhood in Japanese Context. Diunduh dari http://www.u-gakugei.ac.jp/~tam/research/culture/Brazil.html Taniguchi, Goro. Kamus Standar Bahasa Jepang-Indonesia. Jakarta: Dian Rakyat, 2008. Umesao, Tadao. Nihongo Daijiten. Tokyo: Kodansha, 1989. Usui, M. (2009). Chichi no Hi ni Kangaeru Fushi Kankei no Shinri Gaku Nayamu Otousan e no Ko Sodate Adobaisu. Diunduh dari http://www.n-seiryo.ac.jp/~usui/koneko/2009/father.html Where do Dead People Go? (2001). Diunduh dari http://www.bassgasper.com/children.html Yamazaki, Daisuke, et al (Produser) & Katada, Yayoi, et al (Direktur), (2009). News Zero. [News]. Japan: Nihon Terebi. Yuzu Kitagawa Yuujin Namida… “Eikou no Kake Hashi” de Chichi Okuru. (2008). Diunduh dari http://www.nikkansports.com/entertainment/news/p-et-tp0-20080618-373314.html Yuzu: Yuzu to Isshoni Ongaku no Tabi o shiteiru Youna Kibun ni Naru Sakuhin (2009). Diunduh dari http://www.excite.co.jp/music/close_up/interview/0910_yuzu/?lead=2
RIWAYAT PENULIS Caroline Octoberty lahir di kota Jakarta pada 4 Oktober 1990. Penulis menamatkan pendidikan S1 di Universitas Bina Nusantara dalam bidang Sastra Jepang pada 2012.
12