Jurnal . ………….. Vol. XX …, No. X, Bulan 20XX, XX-XX
1
Analisis Simulasi Rancangan Jaringan Fiber Optik Untuk Internet Kampus Politeknik Caltex Riau Menggunakan OptiSystem Popy Azwar1), Emansa Hasri Putra2)Rika Susanti3) 1) Jurusan Teknik Elektro Politeknik Caltex Riau, Pekanbaru 28265, email:
[email protected] 2) Jurusan Teknik Elektro Politeknik Caltex Riau, Pekanbaru 28265, email:
[email protected] 3) Jurusan Teknik Elektro Politeknik Caltex Riau, Pekanbaru 28265, email:
[email protected]
Abstrak Perkembangan teknologi saat ini sudah demikian maju, terutama dalam bidang telekomunikasi. Teknologi sistem komunikasi optik merupakan salah satu terobosan terbaru yang memberikan kemudahan dalam pengiriman data antara pengirim hingga ke penerima dalam satu jaringan yang memungkinkan pengguna dapat saling berkomunikasi dengan kehandalan dan kecepatan yang tinggi, dibanndingkan menggunakan kabel jenis lainnya. Pada tugas akhir ini dirancang sebuah sistem komunikasi optik Biderectional. Model ini didesain berdasarkan data yang telah diambil dari ISP (ICON+), yang merupakan ISP pengirim data yang digunakan oleh PCR dengan menggunakan perangkat lunak Optisystem. Dari hasil simulasi yang telah diperoleh bahwa model tersebut telah bekerja dengan baik. Panjang gelombang yang digunakan 1300nm untuk transmisi upstream dan 1310nm untuk transmisi downstream. Pada jaringan optik tersebut memiliki performasi yang baik pada panjang gelombang 22Km. Nilai Bit Error Rate (BER) yang dicapai untuk transmisi upstream pada panjang serat optik 22Km adalah 2.17771 x 10-093 dan untuk transmisi downstream adalah 5.90091 x 10-093 . Semakin besar daya kirim yang digunakan maka nilai BER akan semakin rendah. Daya kirim yang digunakan adalah 0dBm. Karena terjadi loss (rugi-rugi transmisi) maka diperoleh daya terima sekitar -11.912 dBm. Semakin jauh jarak transmisi maka akan semakin besar loss yang terjadi dan daya yang diterima semakin kecil. Kata Kunci : Bidirectional, sistem komunikasi optik, Optisystem.
Absctract The development of technology is now so advanced, especially in telecommunications. Optical communication system technology is one of the latest breakthroughs that provide ease in data transfer between the sender to the receiver in a network that Allows users to communicate with each other with high reliability and speed, compared to other types of cables. In this final project, designed an optical communication system Biderectional. This model is designed based on the data that has been retrieved from the ISP (ICON +), which is the ISP sending data used by PCR using the software Optisystem. From the simulation results have been obtained that the model has worked well. 1300nm wavelength is used for upstream transmission and 1310nm for downstream transmission. In the optical network has a good performasi 22km wavelength. Value Bit Error Rate (BER) is achieved for the transmission of optical fiber length is 22km 2,17771 x 10-093 and for downstream transmission is 5,90091 x 10-093. Send more power used, the value the lower the BER. Send power used is 0dBm. Because of the loss (transmission losses) is obtained approximately -11,912 dBm received power. The farther the distance, the larger transmission loss that occurs and the received power is getting smaller. Keyword: Bidirectional, Optical communication system, OptiSystem.
1. PENDAHULUAN Perkembangan dan Penerapan Teknologi telekomunikasi dunia yang berkembang dengan cepat,secara langsung ataupun tidak langsung akan mempengaruhi
perkembangan sistem telekomunikasi Indonesia. Beroperasinya satelit telekomunikasi Palapa dan kemudian pemakaian SKSO (Sistem Komunikasi Serat Optik) di Indonesia merupakan bukti bahwa Indonesia juga mengikuti dan mempergunakan Teknologi
Jurnal . ………….. Vol. XX …, No. X, Bulan 20XX, XX-XX
2
ini dibidang Telekomunikasi. Tidak disangkal lagi bahwa serat optik akan memberikan kemungkinan yang lebih baik bagi jaringan telekomunikasi.
perambatan cahaya pada core (mempengaruhi besarnya sudut kritis), berfungsi sebagai cermin, yakni memantulkan cahaya agar dapat merambat ke ujung lainnya.
Serat Optik adalah salah satu media transmisi yang dapat menyalurkan informasi dengan kapasitas besar dengan keandalan yang tinggi. Berlainan dengan media transmisi lainnya, maka pada serat optik gelombang pembawanya tidak merupakan gelombang elektromagnet atau listrik,akan tetapi menggunakan sinar/cahaya laser . Sistem perancangan atau perencanaan dari jaringan optik tersebut lah yang nanti akan di paparkan kedalam software tersebut yaitu Opti Sytem, dimana akan terlihat jelas simulasi jaringan tersebut di dalamnya, kemudian juga akan mudah di deteksi losses yang terjadi akibat dari saluran optik tersebut, kemudian juga daya keluaran dari proses pentransmisian tersebut akan terlihat jelas.
c. Coating Terbuat dari bahan plastik, berfungsi untuk melindungi serat optik dari kerusakan.
Gambar 2.1 : Struktur Serat Optik
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.2 Jenis Serat Optik Pada paper ini terdiri dari pendahuluan yang berisi latar belakang disusunnya proyek. Teori penunjang yang berisi landasan teori disusunnya proyek akhir ini, perancangan sistem yang berisi metode yang dilakukan. dalam proyek akhir ini, hasil dari pengujian untuk mendapatkan data dan kemudian akan dianalisa serta kesimpulan dan saran agar proyek ini dapat berkembang kedepannya. 2.1 Struktur Serat Optik a. Core Terbuat dari bahan kuarsa dengan kualitas sangat tinggi, merupakan bagian utama dari serat optik karena perambatan cahaya sebenarnya terjadi pada bagian ini. memiliki diameter 8 m - 50 m. Ukuran core sangat mempengaruhi karakteristik serat optik.
Single mode : serat optik dengan inti (core) yang sangat kecil (biasanya sekitar 8,3 mikron), diameter intinya sangat sempit mendekati panjang gelombang sehingga cahaya yang masuk ke dalamnya tidak terpantul-pantul ke dinding selongsong (cladding). Multi mode : serat optik dengan diameter core yang agak besar yang membuat laser di dalamnya akan terpantul-pantul di dinding cladding yang dapat menyebabkan berkurangnya bandwidth dari serat optik jenis ini.
2.3
Karakteristik Transmisi Serat Optik A.Redaman/Attenuasi 1. Redaman mempunyai peranan yang sangat penting.
b. Cladding Terbuat dari bahan gelas atau palstik dengan indeks bias lebih kecil dari core, merupakan selubung dari core, hubungan indeks bias antara core dan cladding akan mempengaruhi
2. Redaman menentukan jarak transmisi maksimum antara transmitter dan receiver
Jurnal . ………….. Vol. XX …, No. X, Bulan 20XX, XX-XX
3. Redaman menentukan banyaknya repeater dan margin daya yang dibutuhkan dalam sebuah link. 4. Redaman (α) sinyal atau rugi-rugi serat didefinisikan sebagai perbandingan antara daya output optik (Pout) terhadap daya input optik (Pin) sepanjang serat L.
3
adalah diode laser, proses dari pengubahan besaran E / O converter itu sendiri terjadi didalam sumber optic itu sendiri yaitu pada diode laser. Dimana proses pembentukan itu sendiri dinamakan absorsi foton ( perpindahan electron dari energi valensi ke energi konduksi ).
(2.1) 5. Redaman atau rugi-rugi (loss) diakibatkan oleh : B. Faktor intrinsik (dari serat itu sendiri) 1. Penyerapan (absorption)Redaman absorpsi cukup kecil bila dibandingkan dengan jenis lain. Disebabkan karena kerusakan atau ketidaksempurnaan struktur atom dalam komposisi gelas, adanya pencampuran silika dengan bahan doping dan uap oksihidrogen selama pembuatan serat, adanya molekulmolekul air dalam gelas. Absorpsi terjadi pada 1.38 µm, 0.95 µm dan 0.72 µm. 2.
Penghamburan (scattering)
Gambar 2.2 : Karakteristilk energi tipe bahan
Dalam benda padat atom-atom berada dalam jarak yang berdekatan. Dengan demikian karena electron merupakan bagian dari atom, maka electron pun berada dalam kondisi yang berdekatan. Untuk menentukan sifat elektrik bahan, apakah suatu isolator atau konduktor yang baik, ditentukan oleh 2 pita energi teratas yaitu pita konduktor dan pita valensi. Selisih antara pita valensi dan pita konduktor dinamakan Egap ( Band_gap energi ).
Rayleigh Scattering Rayleigh scattering adalah rugi-rugi intrinsik yang dominan, yang terjadi pada seluruh serat dan menghasilkan atenuasi yang proporsional terhadap l/λ4. Rugi-rugi/loss (dalam dB/km) dapat dinyatakan dalam: C.
Dispersi
Gambar 2.3 : Karakteristik diode laser
Dispersi adalah suatu gejala dimana lebar pulsa sinyal input yang dikirim, merambat sepanjang kabel optik dan di sisi penerima lebar pulsa tersebut menjadi lebih lebar. 2.4
Prinsip konversi data ke optik
Yang dimaksud dengan sumber optik pada sistem transmisi serat optik berfungsi sebagai pengubah besaran sinyal listrik / elektris menjadi sinyal cahaya / optik (E / O Converter). Dimana sumber optic yang digunakan
Gambar 2.4 :Proses moulasi diode laser
Untuk proses konverasi O/E terjadi pada photodiode yang terletak pada ISP, dimana setelah
Jurnal . ………….. Vol. XX …, No. X, Bulan 20XX, XX-XX
sinyal optic yang diterima melalui saluran transmisi dari proses pada diode laser. Lebih jelasnya akan ditunjukkan pada rangkaian berikut:
membangkitkan elektron dari pita valensi dan pita konduksi. Proses ini membangkitkan pasangan elektron-hole bebas yang disebut photo carrier, dihasilkan pada daerah deplesi / active region. Medan listrik yang tinggi timbul di daerah deplesi ini akan menimbulkan arus. Arus ini disebut photo current (Ip). 3.
Gambar 2.5 : Rangkaian photodioda
Photodiode dioperasikan pada prategangan balik. Cahaya yang diterima akan diubah menjadi arus listrik, pada tahanan RL arus tersebut diubah menjadi besaran tegangan. Perbandingan arus yang dihasilkan photodetector terhadap daya optik yang diterima disebut sensitivitas optik (dinyatakan dalam A/W). Sensitivitas suatu photodetector sangat bergantung pada panjang gelombang operasi dan bahan photo detector.
4
PERANCANGAN SIMULASI PADA SOFTWARE 3.1 OptiSystem
Optisystem adalah sebuah simulator yang berbasis pada pemodelan system komunikasi optic yang bersifat nyata. Optisystem dilengkapi dengan Graphical User Interface (GUI) yang menyeluruh yang terdiri dari project layout, komponen netlist, model komponen dan tampilan grafik. Library Optisystem terdiri dari komponen aktif dan pasif yang tergantung kepada parameter wavelength. Gambar 3.1: Simulasi Jaringan FO dari ISP ke PCR
Gambar 2.6 :Karakteristik spectral photodioda
Proses dari mekanisme deteksi cahaya dapat dilihat dari energi elektronnya, dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 2.7 : Proses dari mekanisme deteksi cahaya
Bila foton yang datang ≥ band gap energi bahan semikonduktor, foton memberikan energinya dan
Dalam pensimulaisian jaringan fiber optik dari ISP ke PCR melalui OptiSystem, dimana pada Tugas akhir ini, pemodelan akan dilakukan dengan menggunakan software optisystem. Hal ini dilakukan karena optisystem merupakan perangkat lunak yang komprehensif yang memungkinkan kita untuk mendesain, menguji, dan mensimulasikan jaringan optic. Di samping itu, Optisystem dilengkapi dengan virtual instrumen. Sehingga kita bisa melakukan penelitian tanpa terkendala oleh ketersediaan peralatan.
Jurnal . ………….. Vol. XX …, No. X, Bulan 20XX, XX-XX
5
4. ANALISA DAN PEMBAHASAN Pengujian dilakukan setelah software selesai dirangkai menurut data yang di ambil dari ISP dengan PCR telah selesai dan telah berjalan. Apapun dalam pembuatan sistem dilakukan beberapa tahapan : 1. Pengukuran dari daya input ISP dan daya yang diterima dari PCR. 2. Setalah itu baru akan dihasilkan total loss 3. Perhitungan daya yang dikirim dan diterima ( power bugdet ). 4. Memodelkan jaringan real ke dalam optisytem. 4.1 Keluaran Sinyal Setelah melakukan pemverifikasian pengambilan data di transmitter pada isp, dimana pada CW Laser dengan frekuensi 1300nm dengan daya 0dBm di pasang alat uku optical spectrum analyzer untuk pengukuran pada sinyalnya dan optical power meter untuk pengukuran dayanya, begitu juga pada MZM diberi alat ukur optical spectrumanalyzer untuk pengukuran sinyalnya dan optikal power meter untuk pengukuran dayanya.
Gambar 4.2 : Receiver pada PCR
Pada pengukuran daya dengan alat ukur power meter di CW Laser keluar bahwa dayanya 0dBm, Sedangkan pada pengukuran sinyalnya dengan alat ukur spectrum analyzer dapat diketahui bahwa setelah di ukur hasilnya seperti berikut
Gambar 4.3 : Pengukuran sinyal pada CW Laser dengan optical spectrum analyzer
Gambar 4.1 : Transmitter pada ISP
Dapat di lihat bahwa dalam pengukuran pada spectrum analyzer tersebut dimana hasil pengukuran secara teori dan secara alat ukur tepat dimana pada saat panjang gelombangnya sebesar 1300nm keluaran dayanya sebesar 0dBm. Sedangkan pada saat pengukurannya berada di MZM bahwa pada saat pengukuran dayanya dengan alat ukur optical power meter keluaran dayanya sebesar -3.148dBm dan pengukuran sinyal pada alat ukur optical spectrum analyzer dimana keluarannya dapat dilihat sebagai berikut
Jurnal . ………….. Vol. XX …, No. X, Bulan 20XX, XX-XX
6
Pada serat optik gelombang cahayalah yang bertugas membawa sinyal informasi. Sinyal listrik ini dibawa oleh gelombang pembawa cahaya melalui serat optik dari pengirim menuju alat penerima yang terletak pada ujung lainnya dari serat. Modulasi gelombang cahaya ini dapat dilakukan dengan merubah sinyal listrik menjadi gelombang cahaya pada transmitter dan kemudian merubahnya kembali menjadi sinyal listrik pada penerima Gambar 4.4: pengukuran sinyal pada MZM dengan optical spectrum analyzer
Dapat di lihat bahwa setelah pengukuran pada spectrum analyzer tersebut hasilnya pada saat panjang gelombang sebesar 1300nm setelah pentransmisian bit melalui MZM dayanya kurang dari 0dBm dikarenakan pada saat pentransmisian bitnya setelah melalui MZM ada gangguan atau adanya losses yang mungkin terjadi pada MZM tersebut namun pada saat pengukuran dayanya pada MZM sebesar -3.148dBm.
Pada saat perhitungan dayanya berdasarkan teori dan alat ukur dapat di hasilkan bahwa pada saat daya input dan daya pada laser (CW Laser) di asumsikan sebesar 0dBm. Dimana P(in) = P(Laser) = 0dBm. Kemudian pada saat Perhitungan pada saat pengukuran pada daya output MZM dimana sebesar -3.148dBm, dengan lossesnya yaitu losses pada laser di kurangi dengan daya output pada MZM -3.148dBm hasilnya sebesar 3.148dB. Po(MZM) = -3.148dBm
a. Perhitungan Power Budget Pada Pengukuran Dari Power Meter
L(MZM) = 0dBm-(-3.148dB) = 3.148dB
Po (Laser) = 0.00 dBm
Po (mzm )= - 3.148 dBm
Po (Fiber) = -11.948 dBm
Seterusnya pada saat pengukuran daya output fiber dimana hasilnya sebesar -11.948dBm dimana perhitungan lossesnya dihasilkan dari daya output pada MZM yaitu -3.148dBm dikurangi dengan pengukuran pada daya output pada fiber 11.948dBm di hasilkan bahwa lossesnya sebesar 8.764dBm. Jadi untuk losses pada fiber yang diberikan sepanjang 22Km dengan attenuasi 0.4dB/Km berarti 0.4dB/Km x 22Km dihasilkan bahwa losses yang terjadi adalah sebesar 8.8dB. Berarti losses pada fiber sebelum sepanjang 22Km hasilnya tidak jauh berbeda dengan sesudah pada sepanjang 22Km. L ( Fiber ) =Po (fiber) – Po (mzm)
Po ( PD )= - 41.271 dBm
= - 11,948 dBm – (-3,148) dBm = 8,764 dBm
Jadi , L untuk Fiber Sepanjang 22 Km adalah sbb :
Jurnal . ………….. Vol. XX …, No. X, Bulan 20XX, XX-XX
7
Dimana ( atenuasi = 0,4 dB/km) = 0,4 dB/km x 22 km = 8,8 dB Kemudian hasil perhitungan losses yang di dapatkan dari ISP sampai pada PCR adalah sebagai berikut dimana L Total Losses = L (laser) + L (mzm) + L (fiber) = 0dBm + (3.148)dBm + (8.764)dBm = 11.912 dB Setelah itu maka di dapatkan pada perhitungan total daya output yang keluar dari ISP ke PCR yaitu daya input dikurangi dengan total losses yang terjadi dari ISP ke PCR tersebut hasilnya yaitu sebesar -11.912dBm. Pada perhitungan secara teori ini dengan hasil yang didapatkan pada saat pengukuran secara alat ukur yaitu hasilnya juga mendekati dari hasil epngukuran alat ukur tersebut yaitu sebesar -11.948dBm.
Gambar 4.5: Pengukuran BER pada saat kondisi upstream dengan alat ukur BER Analyzer
Dimana di dapatkan hasil pengukuran BER yang terjadi pada saat kondisi upstream adalah sebesar 2.17771-093 tentu hasil BER tidak melampaui dari batas standarisasi yang telah diberikan dari ITU yaitu tidak melebihi dari 10-9[8].
Jadi, Pr = Pin – Total Losses = 0 dBm – (11,912) dBm = 11,912 dBm
Kemudian pada saat pengukuran BER dengan alat ukur BER Analyzer pada kondisi Downstream dimana Hasilnya ditampilkan sebagai berikut
4.2Perhitungan Bit Eror Rate (BER) Bit error rate atau Bit error ratio biasa disingkat dengan BER, merupakan sejumlah bit digital bernilai tinggi pada jaringan transmisi yang ditafsirkan sebagai keadaan rendah atau sebaliknya, kemudian dibagi dengan sejumlah bit yang diterima atau dikirim atau diproses selama beberapa periode yang telah ditetapkan.
Gambar 4.6 : Pengukuran BER pada saat kondisi Downstream dengan alat ukur BER Analyzer
Syarat BER pada standarisasi yang diberikan oleh ITU yaitu sebesar BER = 10 . Dimana pada saat pengukuran pada alat ukur BER Analyzer di dapatkan bahwa pada saat kondisi upstream hasilnya sebagai berikut
Dimana di dapatkan hasil pengukurannya bahwa saat kondisi Downstream BER nya sebesar 5.90091-093 tentunya hasil yang didapatkan dari pengukuran BER tersebut tidak melebihi dari standarisasi ITU berikan yaitu sebesar 10-9 [8].
Jurnal . ………….. Vol. XX …, No. X, Bulan 20XX, XX-XX
8
Daftar Pustaka [1] Agrawal, G.P., 2002, Fiber-optic communication systems, Ed. 3, New-York: John Wiley & Sons, Inc. [2] Hecht, Jeff, 1999, The Story of Fiber Optics, Ed. 4, Oxford University Press. Gambar : Hasil Pengujian beberapa skenario
Namun juga di lakukan pengujian dengan memberikan pembesaran pada panjang gelombangnya, dimana pada saat pengujian di scenario ke dua dengan diberikan panjang gelombang 1310nm dan 1510nm BER upstream dengan downstream yang keluar semakin kecil dengan kondisi atenuasi yang sama 0.4dB/km, dan pada saat skenario ke 3 pemberian panjang gelombang ditambah lagi lebih besar dari skenario 2 dengan panjang gelombang 1550nm dan 1552nm BER upstream dengan downstream yang keluar semakin besar dari skenario 1 dan 2 dimana juga atenuasinya ditambahkan menjadi 0.4dB/km. 5. KESIMPULAN Dapat menyimpulkan bahwa sebagai berikut : Semakin besar panjang gelombang yang diberikan pada fiber optiknya maka semakin besar pula daya output yang keluar dari ISP ke PCR tersebut. Semakin besar panjang gelombang yang diberikan pada fiber optiknya maka semakin kecil BER yang keluar dari ISP ke PCR tersebut. Namun jika semakin besar atenuasi yang di berikan maka BERnya pun akan semakin besar juga. Untuk menghindari Pembesaran pada bit error rate yang keluar, sebaiknya di berikan penambahan pada panjang gelombang di fiber optic tersebut dan juga pengecilan pada atenuasinya.
[3] Keiser, Gerard, (2000), Optical Fiber Communication, 3rd ed., McGraw-Hill, Singapore, ISBN 0-07-116468-5. [4] Marcatili, E.A.J., Objectives of early fibers: Evolution of fiber types, in S.E. Miller and A.G. Chynoweth, eds., Optical Fiber Telecommunication, Academic, New York, 1979. [5] Oliviero, Andrew, and Woodward, Bill, (2009), Cabling: the complete guide to copper and fiber-optic networking, Indianapolis:Wiley Publishing, Inc., ISBN 978-0-470-47707-6 [6] Snyder, A.W., & Love, J.D., 1983, Optical waveguide Theory, New York: Chapman & Hall. [7]2006-2009,Wireline Comunications Group, Institut For Comunications Engineering (LNT), Germany. [8]http://nurhardiansyahirfan.wordpress.com/201 1/05/10/sistem-komunikasi-ii/
Jurnal . ………….. Vol. XX …, No. X, Bulan 20XX, XX-XX
9