ANALISIS RASIONALISASI JARINGAN POS HUJAN UNTUK KALIBRASI HIDROGRAF PADA DAS BABAK KABUPATEN LOMBOK TENGAH Lalu Sigar Canggih Ranesa1, Lily Montarcih Limantara2, Donny Harisuseno2 1
Mahasiswa Program Magister Teknik Pengairan, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur, Indonesia;
[email protected] 2 Dosen, Program Studi Magister Sumber Daya Air, Teknik Pengairan Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur, Indonesia
ABSTRAK : DAS Babak adalah salah satu DAS besar di Lombok dengan luas DAS ± 259,166 km2. DAS Babak dipengaruhi oleh 6 stasiun hujan yang tersebar di dalam dan diluar DAS. Dari hasil pengkajian dan analisis menggunakan standar WMO (World Meteorological Organization) untuk daerah pegunungan daerah tropis adalah 100-250 km2/stasiun terdapat dua stasiun yang belum memenuhi standar kerapatan pos hujan yang disarankan menurut WMO yaitu stasiun hujan Keru dan stasiun Hujan Jurang Sate yang masing-masing memiliki luas pengaruh ±60 km2, dan dari hasil pengkajian dan analisa menggunakan metode Kagan-Rodda diperoleh 2 stasiun terpilih, sedangkan metode Kriging diperoleh hasil 3 buah stasiun terpilih dengan satu perletakan baru dalam DAS Babak. Perhitungan kesalahan relatif curah hujan rancangan untuk metode KaganRodda dalam berbagai kala ulang antara 2,36%-18,60% dan metode Kriging antara 7,90% - 13,57%. Hasil kalibrasi hidrograf satuan pengamatan metode Collins dan hidrograf satuan sintetis Nakayasu menghasilkan nilai α untuk DAS Babak sebesar 1,27, dari hasil kalibrasi diperoleh kesalahan relatif banjir rancangan Nakayasu Metode Kagan-Rodda dalam berbagai kala ulang antara 0,35%-18,21% dan metode Kriging antara 8,90% 13,04%. Kata Kunci : Stasiun Hujan, Rasionalisasi, WMO, Kagan-Rodda, Kriging, Collins.
ABSTRACT: Babak watershed is one of the major watersheds in Lombok with ± 259.166 km2 watershed area. Babak watershed is affected by 6 rainfall stations spread inside and outside the watershed. By using the standard of WMO (World Meteorological Organization) for mountainous area with the range of 100-250 km2/station for the tropics, assessment and analysis have been made and shown that two stations which did not fit the WMO standards of rain heading density. For example Keru and Jurang Sate Rainfall station, each of the station has an area of influence ± 60 km2. Furthermore, from the assessment and analysis using Kagan-Rodda method, there were two selected stations. While using Kriging method, there were three stations that have been chosen with one new placement inside the Babak watershed. Relative error of design rainfall for Kagan-Rodda method was between 2.36% -18.60% for every return period; whilst for Kriging method was between 7.90% 13.57%. Hydrograph calibration result of Collins observation unit and Nakayasu synthetic unit rendered in α value of 1.27 for Babak watershed; relative error for Nakayasu design flood of Kagan-Rodda method for every return period was between 0.35% -18.21% while Kriging method was between 8.90% - 13.04%. Key Word : Rainfall stasiun,, Rationalization, WMO, Kagan-Rodda, Kriging, Collins.
memiliki utilitas tinggi untuk itu pengelolaan sumber daya air merupakan hal yang diutamakan (Anonim, 2010). Sebagaimana yang tertuang pada Undangundang Sumber Daya Air no.7 Tahun 2004 tentang ketersediaan data dan informasi hidrologi yang memadai, akurat, tepat waktu dan berkesinambungan, maka perlu adanya analisis untuk mengetahui apakah jumlah pos hujan yang ada saat ini dapat mewakili kondisi wilayah lokasi studi sehingga dapat
1. PENDAHULUAN DAS Babak adalah salah satu DAS terbesar di Lombok dengan luas DAS ± 259,166 km2, DAS Babak ini melewati dua Kabupaten yakni Kabupaten Lombok Tengah dan Kabupaten Lombok Barat. Menurut Pola Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai Pulau Lombok tahun 2010 yang dikeluarkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum, DAS Babak tersebut merupakan salah satu DAS yang memiliki potensi rawan bencana dan termasuk DAS yang 46
Ranesa, dkk ., Analisis Rasionalisasi Jaringan Pos Hujan Untuk Kalibrasi Hidrograf Pada DAS Babak Kabupaten Lombok Tengah
mengoptimumkan jumlah pos yang juga bertujuan untuk menjadi kebijakan untuk pengambil keputusan bagi instansi terkait untuk efisiensi biaya, tenaga peralatan dan waktu, maka perlu rasionalisasi jaringan pos hujan yang optimal dan efisien baik dari segi ekonomis maupun pengelolaan sehingga secara dini dapat diketahui pos-pos mana yang sangat dominan dan atau dapat direlokasi pada DAS Babak. Wahyu dkk (2010) Melakukan Penelitian Analisa Metode Kagan-Rodda Terhadap Analisa Hujan Rata-Rata Dalam Menentukan Debit Banjir Rancangan Dan Pola Sebaran Stasiun Hujan Di Sub DAS Amprong. Hasil penelitian tersebut menunjukan perbedaan yang tidak terlalu signifikan dari perhitungan Kagan-Rodda dalam menentukan jumlah stasiun rekomendasi antara Rata-rata Hitung dengan Poligon Thiessen dan hasil kesalahan relatif hujan rancangan dan debit rancangan HSS Snyder dari kedua metode tersebut tidak berbeda jauh. Penelitian ini juga menggunakan Metode Kagan-Rodda dengan menambahkan metode Kriging untuk memperoleh jumlah stasiun hujan rekomendasi dengan melihat kesalahan relatif dari hujan rancangan dan debit banjir rancangan metode Nakayasu yang telah dikalibrasi dengan Hidrograf Satuan Observasi (HSO) metode Collins. 2. BAHAN DAN METODE a. Bahan DAS Babak ini terletak pada daerah pegunungan mempunyai luas ± 259,166 km2. Secara administratif Sungai Babak termasuk dalam wilayah Kabupaten Lombok Barat dan Lombok Tengah. Berdasarkan posisi geografis lokasi studi DAS Babak ini terletak diantara -080 25’ 15.51" sampai dengan -080 40' 20,98" LS dan 1220 04' 7,75" dan 1220 50' 87". Gambar 1 menunjukan sebaran pos hujan dan AWLR pada DAS Babak.
47
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Data Peta Data yang dikumpulkan meliputi antara lain peta-peta kewilayahan, Peta Daerah Aliran Sungai (DAS). 2. Data Curah Hujan Data curah hujan yang tersedia adalah curah hujan harian selama 22 tahun terakhir yang dimulai tahun 1992 sampai tahun 2013 dan curah hujan jam-jaman selama 5 tahun terakhir yang dimulai tahun 2009 sampai tahun 2013. 3. Data Debit Data debit yang tersedia adalah data Pos duga air atau AWLR yang digunakan adalah pos AWLR Parampuan dengan debit jam-jaman selama 2 tahun terakhir yang dimulai tahun 2012 sampai tahun 2013. b. Metode 1. Evaluasi Jaringan Stasiun Hujan Analisis dilakukan untuk meninjau stasiun hujan yang memiliki sifat data hujan yang sama atau Homogen antar stasiun hujan dan evaluasi jumlah pos hujan berdasarkan standar WMO (World Meteorological Organization) yaitu dengan melakukan perhitungan luas pengaruh masingmasing stasiun hujan menggunakan Poligon Thiessen kemudian dilakukan analisis menurut standar WMO. Adapun persamaan yang digunakan sebagai berikut: a) Uji Homogenitas Uji Homogenitas menggunakan Uji Stasioner yang dimaksudkan untuk menguji kestabilan nilai varian dan rata-rata dari deret berkala. Pengujian nilai varian dari deret berkala dapat dilakukan dengan Uji-F (Soewarno, 1995):
Pengujian kesamaan jenis nilai rata-rata dapat dilakukan dengan menggunakan Uji-T (Soewarno, 1995):
Gambar 1. Peta Lokasi dan Sebaran Pos Hujan di DAS Babak
b) Standar WMO (World Meteorological Organization) Organisasi meteorologi dunia (World Meteorological Organization, WMO) memberikan pedoman kerapatan jaringan minimum stasiun hujan di beberapa daerah.
48
Jurnal Teknik Pengairan, Volume 6, Nomor 1, Mei 2015, hlm. 46-54
Tabel.1 Standar WMO (World Meteorological Organization) Kerapatan jaringan Daerah
minimum (Km2 /sta)
Daerah datar Beriklim sedang, Laut tengah dan Tropis -Kondisi Normal -Daerah pegunungan 2
Pulau kecil bergunung (<20.000 km ) Daerah kering dan kutub
600-900 100-250 25 1500-10000
Pada dasarnya variogram memiliki tiga persamaan dasar yang dapat dipergunakan untuk menggambarkan hubungan antara jarak (km) dan besaran variabel (dalam hal ini besar hujan, dalam mm2), yaitu (Sri Harto, 1993): a. Model Spherical:
Sumber : Triatmodjo, 2010
2. Analisis Jaringan Stasiun Hujan Rekomendasi Analisis kerapatan jaringan metode KaganRodda dan Kriging untuk mendapatkan jumlah dan penempatan stasiu yang efektif, adapun persamaan yang digunakan sebagai berikut: a) Metode Kagan-Rodda Metode Kagan-Rodda pada dasarnya digunakan untuk menentukan jumlah stasiun, kerapatan, ketelitian dan pola penyebarannya persamaan dasar yang digunakan adalah (Sri Harto, 1993) :
r (d ) r( o ) e
Z1 CV
d d (o)
A ) 1 r( o ) (0.23 d ( o ) n n
Z 2 Cv
r( o ) 1 1 r( o ) 0.52 3 d (o)
l 1.07
A n
A n
Dengan: R(d) : koefisien korelasi hujan antar stasiun dengan jarak d, R(o) : koefisien korelasi hujan antar stasiun diekstrapolasi d : jarak antar stasiun, dalam km, d(o) : radius korelasi Z1 : kesalahan perataan, dalam % Z2 : kesalahan interpolasi, dalam % Zv : koefisien variasi hujan A : luas DAS n : jumlah stasiun hujan tersedia l : panjang sisi jaringan, dalam km Cv : Koefisien variasi r : Koefisien korelasi b)
Metode Kriging
b.
Model Exponential:
c.
Model Linear:
3. Analisis Curah hujan rancangan Menghitung curah hujan rancangan menggunakan Analisis distribusi frekuensi dengan metode Log Pearson Tipe III dan Metode Gumbel, kemudian menguji kesesuaian distribusi dengan Uji Chi Square dan Uji Smirnov-Kolmogorov kemudian memilih metode yang memiliki nilai kritis terkecil 4. Analisis Debit Debit banjir rancangan dihitung dengan menggunakan metode hidrograf satuan sintetik (HSS) Nakayasu yang sudah dikalibrasi. Proses kalibrasi dilakukan dengan coba-coba nilai α HSS Nakayasu yang paling mendekati Hidrograf Satuan Observasi (HSO) metode Collins sehingga didapatkan nilai α yang sesuai untuk DAS tersebut, persamaan yang digunakan sebagai berikut: 5. Perbandingan jaringan stasiun hujan Eksisting Dan Rencana jaringan Stasiun Hujan Menghitung kesalahan relatif curah hujan rancangan dan debit banjir rancangan hasil analisis jaringan Kagan-Rodda dan Kriging dibandingan dengan curah hujan rancangan jaringan eksisting dan memilih metode yang paling mendekati kondisi eksisting. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN a. Evaluasi Kerapatan Jaringan Hujan
Stasiun
DAS Babak memiliki 6 stasiun hujan yang berpengaruh baik diluar maupun yang berada didalam DAS, tetapi untuk mendapatkan jumlah pos yang ideal, efektif dan efisien yang dapat mewakili kondisi hidrologi pada DAS Babak yang digunakan dalam evaluasi jaringan stasiun hujan hanya 3 stasiun yang terdapat dalam DAS Babak
49
Ranesa, dkk ., Analisis Rasionalisasi Jaringan Pos Hujan Untuk Kalibrasi Hidrograf Pada DAS Babak Kabupaten Lombok Tengah
itu sendiri yaitu stasiun hujan Keru, stasiun hujan Lingkok Lime, tetapi dalam perhitungan curah hujan rancangan kondisi eksisting semua stasiun digunakan. 1) Uji Homogenitas Sebelum melakukan rasionalisasi pos hujan, perlu dilakukan Uji Homogenitas untuk mengetahui apakah sifat/varian data hujan antar stasiun hujan homogen (mempunyai sifat yang serupa satu sama lain) atau tidak, hasil Uji Homogenitas antar stasiun hujan disajikan pada tabel 2 dibawah ini. Tabel 2. Rekapitulasi Hasil Uji Homogenitas Antara Stasiun Hujan Stasiun Lingkok Lime Keru Jr.Sate Beda Nyata Beda Nyata Lingkok Lime Keru Beda Nyata Homogen Jr.Sate Beda Nyata Homogen Sumber: Sumber:Hasil hasil Analisis analisis
Dari hasil tabel diatas diketahui stasiun Keru dan stasiun Jurang Sate memiliki sifat data hujan yang homogen, ini disebabkan jarak antara kedua stasiun yang relatif berdekatan artinya data kedua stasiun dapat diwakilkan hanya oleh salah stasiun saja dalam perhitungan. 2) Analisis Standar WMO Kriteria Badan Meteorologi Dunia atau WMO (World Meteorological Organization) menyarankan kerapatan minimum jaringan stasiun hujan untuk daerah pegunungan beriklim sedang, mediteran dan daerah tropis 100 – 250 km2/stasiun. Gambar 2 berikut menunjukan luas pengaruh stasiun hujan menggunakan Poligon Thiessen sedangkan tabel 3 menunjukan evaluasi kerapatan stasiun hujan terhadap standar WMO. Tabel 4 merupakan rekap hasil evaluasi kerapatan jaringan stasiun hujan di dalam DAS Babak.
Gambar 2. Peta Thiessen stasiun dalam DAS Babak Tabel 3. Luas daerah Pengaruh Setiap Pos Hujan Menurut WMO Stasiun Hujan
Luas (Km2)
Lingkok Lime Keru Jurang Sate
131,52 63,79 63,86
Kerapatan Minimum
Keterangan
Kondisi Normal Normal 100 - 250 (Km2) < Kerapatan Minimum < Kerapatan Minimum
Sumber: Hasil Analisa
Tabel 4. Rekapitulasi Hasil Evaluasi Jaringan Hujan Metode
Stasiun Hujan Hasil Evaluasi Lingkok Lime memenuhi standar WMO WMO Jurang Sate Tidak memenuhi Kerapatan Minimum WMO Keru Tidak memenuhi Kerapatan Minimum WMO Lingkok Lime Beda Nyata Homogenitas Jurang Sate Homogen Keru
Keterangan Normal Perlu rasionalisasi Perlu rasionalisasi Normal Perlu rasionalisasi Perlu rasionalisasi
Sumber: Hasil Analisis
Dari hasil evaluasi menggunakan standar WMO (World Meteorological Organization) dan Uji Homogenitas dapat disimpulkan bahwa terdapat 2 stasiun hujan yang perlu dirasionalisasi yaitu stasiun Jurang Sate dan Stasiun Keru karena dari standar WMO kerapatan kedua stasiun tidak memenuhi kerapatan yang disarankan sedangkan dari Uji Homogenitas kedua stasiun mempunyai sivat data hujan yang homogen. Untuk itu perlu dilakukan rasionalisasi untuk mendapatkan sebaran dan jumlah tasiun hujan yang efektif. b.
Analisis Jaringan Stasiun Hujan 1) Metode Kagan-Rodda
Dari Hasil perhitungan koefisien korelasi Hujan dan jarak antar stasiun dapat digambarkan grafik hubungan seperti pada gambar 3 berikut dan dihitung kesalahan perataan dan kesalahan interpolasi. Hasil lengkap perhitungan dapat dilihat pada tabel 5 berikut ini.
50
Jurnal Teknik Pengairan, Volume 6, Nomor 1, Mei 2015, hlm. 46-54
Dari tabel 6 berikut dapat dilihat terdapat 2 stasiun yang terpilih yaitu stasiun hujan Lingkok Lime dan stasiun hujan Jurang Sate. Tabel 6. Evaluasi pemilihan stasiun hujan No Nama Stasiun Hujan Jarak dari titik simpul (d) (km)
Gambar 3. Grafik Hubungan Korelasi Hujan Dan Jarak Antar Stasiun Tabel 5. Perhitungan Kesalahan Perataan (Z1) dan Kesalahan Interpolasi (Z2) n
Cv
r(0)
A (Km2)
d0
Z1 (%)
Z2 (%)
1
0,4116
0,4238
259
0,02400
5,6885
5,0832
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
0,4116 0,4116 0,4116 0,4116 0,4116 0,4116 0,4116 0,4116 0,4116 0,4116 0,4116 0,4116 0,4116 0,4116 0,4116 0,4116 0,4116 0,4116
0,4238 0,4238 0,4238 0,4238 0,4238 0,4238 0,4238 0,4238 0,4238 0,4238 0,4238 0,4238 0,4238 0,4238 0,4238 0,4238 0,4238 0,4238
259 259 259 259 259 259 259 259 259 259 259 259 259 259 259 259 259 259
0,02400 0,02400 0,02400 0,02400 0,02400 0,02400 0,02400 0,02400 0,02400 0,02400 0,02400 0,02400 0,02400 0,02400 0,02400 0,02400 0,02400 0,02400
3,6160 2,8189 2,3837 2,1051 1,9097 1,7641 1,6509 1,5601 1,4853 1,4226 1,3691 1,3229 1,2825 1,2469 1,2152 1,1868 1,1612 1,1380
4,2870 3,8813 3,6175 3,4255 3,2764 3,1555 3,0545 2,9681 2,8930 2,8268 2,7676 2,7144 2,6660 2,6218 2,5811 2,5434 2,5085 2,4758
20
0,4116
0,4238
259
0,02400
1,1168
2,4453
21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
0,4116 0,4116 0,4116 0,4116 0,4116 0,4116 0,4116 0,4116 0,4116 0,41159
0,4238 0,4238 0,4238 0,4238 0,4238 0,4238 0,4238 0,4238 0,4238 0,4238
259 259 259 259 259 259 259 259 259 259
0,02400 0,02400 0,02400 0,02400 0,02400 0,02400 0,02400 0,02400 0,02400 0,02400
1,0973 1,0795 1,0630 1,0477 1,0335 1,0202 1,0078 0,9962 0,9853 0,9750
2,4166 2,3896 2,3641 2,3399 2,3169 2,2951 2,2743 2,2544 2,2354 2,2172
Sumber :Hasil Analisa
Berdasarkan tabel di atas didapatkan jumlah pos sebanyak 2 buah dengan kesalahan perataan <5%, sehingga didapatkan panjang sisi Kagan sebagai berikut dan digambarkan pada gambar 4:
= 12,1803 km
r(0)
r(d) [r(0)-r(d)]/r(0) Keterangan
1
Lingkok Lime
1,00
0,4238
0,414
2,37%
Terpilih
2 3
Keru Jr.Sate
3,88 0,93
0,4238 0,4238
0,386 0,414
8,88% 2,21%
Tidak Terpilih Terpilih
Sumber :hasil analisa
Hasil perhitungan curah hujan rancangan stasiun rekomendasi Kagan-Rodda ditampilkan pada tabel 7. Tabel 7. Curah Hujan Rancangan (KaganRodda) Kala Ulang
Peluang
_____
Standar
Nilai
T
Terjadi
Log Xi
Deviasi (S)
Reduksi (k)
Log X
Rancangan (Rt)
(Tahun)
(%)
2 5
50 20
1,887 1,887
0,148 0,148
0,014 0,845
1,889 2,012
77,448 102,876
10 10 25 4 50 2 Sumber: Hasil Analisa
1,887 1,887 1,887
0,148 0,148 0,148
1,272 1,721 2,008
2,076 2,142 2,185
119,014 138,772 153,066
Hujan
(mm)
2) Metode Kriging Pemodelan Semivariogram, dilkukan dengan menggunakan software ArcGis 10.4. Dalam melakukan pemodelan di ambil Root Mean Square Error (RMSE) terkecil, dimana metode ini dihitung secara otomatis, pemodelan semivariogram dengan menggunakan tiga model dalam perhitungan yaitu Spherical, Exponential, dan Gaussian. Dimana dari ketiga model tersebut yang mewakili perhitungan adalah model Gaussian karena memiliki nilai RMSE dan MAE terkecil dibandingkan model lainnya. Tabel 8 berikut merupakan hasil perhitungan Cross Validation stasiun hujan eksisting. Tabel 8. Cross Validation Model Semivariogram Gaussian eksisting No Nama Stasiun Hujan 1 Keru 2 Jurg Sate 3 Lingkok Lime
Curah Hujan Sebenarnya Curah Hujan Prediksi Galat Kesalahan Relatif (%) Keterangan (mm/tahun) (mm/tahun) (mm/tahun) 1635,26 1897,95 262,69 16,06 tidak terpilih 1885,33 1720,46 -164,87 8,75 terpilih 2469,86 1844,68 -625,18 25,31 tidak terpilih Jumlah
Sumber: Hasil analisa
Dari tabel diatas terdapat 2 stasiun yang tidak terpilih, stasiun yang tidak terpilih di analisa untuk memperoleh stasiun hujan rekomendasi yang ideal seperti pada tabel 9 berikut. Gambar 4. Jaring-jaring Kagan-Rodda
51
Ranesa, dkk ., Analisis Rasionalisasi Jaringan Pos Hujan Untuk Kalibrasi Hidrograf Pada DAS Babak Kabupaten Lombok Tengah
Tabel 9. Cross Validation Model Semivariogram Gaussian rekomendasi Curah Hujan Sebenarnya Curah Hujan Prediksi Galat Kesalahan Relatif No Nama Stasiun Hujan Stasiun Terdekat Keterangan (mm/tahun) (mm/tahun) (mm/tahun) (%) 1 Jrg.Sate 1885,33 1884,90147 -0,43 0,02 terpilih 2 Lingkok Lime 2469,86 2248,3148 -221,55 8,97 terpilih 3 A Keru 1635,26 1687,6856 52,43 3,21 terpilih Jumlah Sumber: Hasil Analisa
Tabel 10 berikut menunjukan hasil rekapitulasi perbandingan nilai RMSE dan MAE antara stasiun hujan eksisting dengan stasiun hujan rekomendasi hasil Kriging menggunakan 3 model perhitungan. Tabel 10. Perbandingan Nilai RMSE dan MAE Stasiun Hujan Eksisting dan Stasiun Hujan Rekomendasi RMSE Eksisting Rekomendasi Spherical 448,547 381,241 Exponential 455,498 409,983 Gaussian 402,923 131,442 Sumber: Hasil Analisis Model Semivarigram
MAE Eksisting Rekomendasi 374,870 293,445 376,568 320,890 350,915 91,466
Dari hasil diatas dapat diketahui nilai RMSE dan MAE stasiun rekomendasi jauh lebih kecil ini berarti penempatan sebaran stasiun hujan lebih merata dibandingkan kondisi eksisting, stasiun hujan rekomendasi hasil Kriging digambarkan seperti pada gambar 5 berikut ini.
Tabel 11. Curah Hujan Rancangan (Kriging) Kala Ulang
Peluang
_____
Standar
Nilai
T
Terjadi
Log Xi
Deviasi (S)
Reduksi (k)
(Tahun)
(%)
2 5
50 20
1,873 1,873
0,161 0,161
-0,059 0,819
1,863 2,004
72,941 101,037
10 10 25 4 50 2 Sumber: Hasil Analisa
1,873 1,873 1,873
0,161 0,161 0,161
1,314 1,867 2,240
2,084 2,173 2,233
121,367 149,019 171,134
Dari gambar diatas dapat diketahui bahwa pada DAS Babak diperoleh 1 perletakan baru, selanjutnya dihitung curah hujan rancangan hasil stasiun hujan Kriging seperti pada tabel 11 berikut ini.
(mm)
Hasil analisis rasionalisasi dari kedua metode disajikan pada tabel 12 berikut. Tabel 12. Rasionalisasi
Rekapitulasi
Hasil
Kerapatan Minimum WMO Jumlah Stasiun Stasiun Hujan Luas (Km2) 2 Kondisi Normal 100 - 250 (Km ) Rekomendasi
Metode
Kagan-Rodda
2 Stasiun
Kriging
3 stasiun
Lingkok Lime Jurang Sate Lingkok Lime Jurang Sate A
141,21 117,95 138,27 58,27 62,62
Normal Normal Normal < Kerapatan Minimum < Kerapatan Minimum
Analsis Keterangan Direkomedasikan Direkomedasikan Direkomedasikan Tidak Direkomedasikan Tidak Direkomedasikan
Sumber: Hasil Analisis
Dari hasil analisis jaringan stasiun hujan rekomendasi dari metode Kagan-Rodda dan Kriging menurut standar kerapatan WMO, metode Kagan-Rodda lebih direkomendasikan karena hasil rekomendasi Kagan-Rodda telah memenuhi standar kerapatan yang disyaratkan WMO sedangkan metode Kriging masih memiliki 2 stasiun yang belum memenuhi standar yang disyaratkan. c.
Gambar 5. Peta Perletakan Stasiun Hujan Rekomendasi Metode Kriging
Hujan Log X Rancangan (Rt)
Hidrograf Collins
Pengamatan
HSS
Metode
Data hidrograf muka air yang dipilih untuk analisis adalah data elevasi muka air dan hujan jam-jaman tanggal 6 Januari 2012, 2 April 2013 dan 7 Juni 2013. Dengan di dapatkan Debit Limpasan Langsung dan Hujan Efektif hasil dari data pengamatan. Adapun rekapitulasi hasil perhitungan dari 3 kejadian pengamatan metode Collins disajikan pada tabel 13 berikut.
52
Jurnal Teknik Pengairan, Volume 6, Nomor 1, Mei 2015, hlm. 46-54
Tabel 13. Rekapitulasi HSO Metode Collins Jam
HSO I
HSO III
ke 06-Jan-12 0 0,000 1 2,201 2 4,339 3 6,763 4 8,443 5 8,841 6 7,074 7 6,101 8 5,451 9 5,125 10 3,993 11 3,833 12 2,687 13 2,607 14 2,002 15 1,782 16 1,021 17 0,000 18 0,000 Jumlah 72,265
02-Apr-13 0,000 1,031 2,664 3,694 9,202 13,174 9,294 6,629 5,714 4,241 4,188 4,063 3,159 1,919 1,346 0,834 0,435 0,363 0,122 72,072
HSO III
HSO
07-Jun-13 Rata-rata 0,000 0,000 1,004 1,412 3,683 3,562 11,142 7,200 10,939 9,528 13,010 11,675 9,300 8,556 6,752 6,494 6,285 5,817 5,490 4,952 4,717 4,299 0,000 2,632 0,000 1,949 0,000 1,509 0,000 1,116 0,000 0,872 0,000 0,485 0,000 0,121 0,000 0,041 72,324 72,220
Tabel 15. Rekapitulasi Debit Banjir Rancangan HSS Nakayasu
e.
No 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Rata-Rata
T
T/tp Q/Qp 2 3 0,00 0,00 0,20 0,13 0,40 0,33 0,60 0,63 0,80 0,83 1,00 1,00 1,20 0,74 1,40 0,57 1,60 0,51 1,80 0,44 2,00 0,38 2,20 0,25 2,40 0,18 2,60 0,15 2,80 0,11 3,00 0,09 3,20 0,05 3,40 0,01 3,60 0,00 Jumlah
Jam 4 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Sumber: Hasil Analisa
Kriging
(m3/dt)
(m3/dt)
(m3/dt)
2
297,41
363,65
342,02
5
402,28
468,93
457,20
10
480,62
535,74
540,54
25
589,80
617,54
653,90
50
679,07
676,72
744,56
Kesalahan Relatif
Tabel 16. Perbandingan Hasil perhitungan Hujan Rancangan Kala Ulang T
(Tahun)
Hidrograf
Debit Banjir
Kagan rodda
Perhitungan kesalahan relatif curah hujan rancangan untuk kondisi Kagan-Rodda dan Kriging dibandingkan dengan kondisi jaringan stasiun yang telah ada (eksisting) dapat dilihat pada tabel 16 berikut:
Sumber: Hasil Analisa
Ordinat
Debit Banjir
Eksisting
Sumber: Hasil Analisa
Nilai Tp rata-rata dan Qp rata-rata, dipergunakan sebagai ordinat Hidrograf satuan Pengamatan metode Collins, yang didapat dari Q/Qp dan T/Tp seperti ada tabel 14 berikut. Tabel 14. Pengamatan
Debit Banjir Kejadian Banjir
Satuan
Q m3/dtk/mm 5 0,000 1,574 3,799 7,401 9,707 11,675 8,641 6,663 5,967 5,151 4,406 2,888 2,116 1,715 1,279 1,031 0,578 0,107 0,036 74,735 74,735
Hasil ordinat tersebut dipergunakan untuk proses kalibrasi hidrograf satuan sintetis Nakayasu. d. Hidrograf satuan sintetis Nakaysu Berdasarkan hasil coba-coba nilai α, total volume yang mempunyai nilai selisih terkecil dengan hasil perhitungan metode Collins adalah α = 1,27. Adapun rekapitulasi perhitungan debit banjir rancangan HSS Nakasyasu yang telah terkalibrasi dapat dilihat pada tabel 15 berikut:
2 5 10 25 50
Hujan Rancangan Eksisting (mm) 63,04 89,03 108,44 135,49 157,61
Hujan Rancangan Hujan Rancangan Kesalahan relatif Kagan- Kesalahan relatif Kagan-Rodda Kriging Rodda Vs Eksisting Kriging Vs Eksisting (mm) (mm) (%) (%) 18,60 13,57 77,45 72,94 13,46 11,89 102,88 101,04 8,89 10,65 119,01 121,37 2,36 9,08 138,77 149,02 2,88 7,90 153,07 171,13
Sumber: Hasil Analisa
Perbedaan curah hujan rancangan antara kondisi jaringan stasiun hujan yang telah ada (eksisting) dengan kondisi Kagan-Rodda berkisar antara 2,88 % s/d 18,60%, sedangkan kondisi eksisting dan kondisi Kriging berkisar antara 7,90% s/d 13,57% selain itu hasil perhitungan curah hujan rancangan menunjukan pola yang sama semakin besar kala ulang tingkat kesalahan relatif semakin kecil, dari tabel diatas dapat diketahui pada kala ulang 2 tahun dan 5 tahun metode Kriging menunjukan nilai kesalahan relatif yang lebih kecil diibandingkan dengan metode Kagan-Rodda tetapi hasil kesalahan relatif keduanya masih di atas 10%, sedangkan pada kala ulang 10 tahun, 25 tahun dan 50 tahun hasil perhitungan kesalahan relatif Kagan-Rodda dibawah 10% yang berkisar antara 2,36% - 8,89% pada masing-masing kala ulang dan lebih kecil dibandingkan dengan kondisi Kriging yang berkisar antara 7,90%-10,56%. Perbedaan ini disebabkan faktor koreksi luas menggunakan Poligon Thiessen yang berbeda dari hasil stasiun rekomedasi kedua metode. Perbandingan banjir rancangan di analisis guna mengetahui kesalahan relatif terkecil dari debit banjir rancangan dan debit banjir rancangan
Ranesa, dkk ., Analisis Rasionalisasi Jaringan Pos Hujan Untuk Kalibrasi Hidrograf Pada DAS Babak Kabupaten Lombok Tengah
Kagan – Rodda dan debit banjir rancangan Kriging terhadap debit debit rencana eksisting dapat dilihat pada tabel 17 berikut. Tabel 17. Perbandingan Hasil perhitungan Debit Rancangan Debit Banjir Debit Banjir Debit Banjir Kejadian Banjir Eksisting Kagan rodda Kriging
Kesalahan relatif
Kesalahan relatif
Kagan-rodda Vs Eksisting
Kriging Vs Eksisting
(m3/dt)
(m3/dt)
(m3/dt)
(%)
(%)
2
297,41
363,65
342,02
18,21
13,04
5
402,28
468,93
457,20
14,21
12,01
10
480,62
535,74
540,54
10,29
11,09
25
589,80
617,54
653,90
4,49
9,80
50
679,07
676,72
744,56
0,35
8,80
Sumber: Hasil Analisa
Hasil perhitungan pada tabel diatas telah menghasilkan nilai kesalahan relatif pada masingmasing kondisi dengan berbagai kala ulang. Pada kondisi Kagan-Rodda, pada kala ulang 2 tahun dan 5 tahun berkisar antara 14,21% - 18,21% dan hasil ini masih lebih besar jika dibandingkan dengan hasil metode Kriging dengan kisaran 12,01% 13,04%, tetapi untuk kala ulang 10 tahun, 25 tahun dan 50 tahun Kagan-Rodda memiliki kesalahan relatif lebih kecil dibandingkan dengan kondisi Kriging terutama pada kala ulang 25 tahun dan 50 tahun dengan kesalahan relatif yang kurang dari 5% dengan besar kesalahan relatif antara 0,35% dan 4,49% untuk kala ulang 50 tahun dan 25 tahun, dengan demikian dapat disimpulkan metode Kagan-Rodda lebih baik dibandingkan dengan metode Kriging untuk diterapkan pada DAS Babak. Dalam studi yang dilakukan oleh Wahyu dkk (2010) hasil penelitian menyebutkan dalam penentuan jumlah stasiun hujan yang ideal pada DAS Amprong terdapat perbedaan yang tidak signifikan dalam menggunakan metode KaganRodda dengan metode rata-rata hitung dan Poligon Thiessen dengan hasil jumlah stasiun rekomendasi sebanyak 4 buah dan menghasilkan jarak antar stasiun rekomendasi atau panjang sisi kagan yang sama yaitu sebesar L = 13,21 km sehingga menghasilkan dua jaringan Kagan-Rodda yang sama. Sejalan dengan itu dalam penentuan jumlah stasiun hujan yang ideal pada DAS Babak, kajian ini menggunakan Kagan-Rodda dengan satu metode saja yaitu metode Poligon Thiessen dan menambahkan metode Kriging sehingga dapat diketahui metode yang tepat untuk diterapkan pada lokasi studi. Hasil kajian ini menampakan hasil yang berbeda antara jaringan stasiun hujan dengan
53
metode Kagan-Rodda dan metode Kriging dimana hasil kajian Kagan-Rodda menghasilkan 2 buah stasiun rekomendasi dengan jarak antar stasiun atau panjang sisi Kagan sebesar L =12,1803 km. Sedangkan metode Kriging menghasilkan 3 stasiun hujan rekomendasi dengan kerapatan jarak yang berbeda-beda antar stasiun hujan. Perbedaan jumlah stasiun yang direkomendasikan disebabkan oleh perbedaan standar penilaian pada dua metode tersebut. Pada metode Kagan-Rodda menekankan pada prosentase kesalahan perataan (Z1) dan kesalahan interpolasi (Z2). Sedangkan metode Kriging memberikan penekanan pada nilai RMSE yaitu sebuah nilai yang menunjukan akurasi suatu data dalam kaitanya dengan sistem koordinat. Hasil evaluasi kajian ini merujuk pada studi-studi terdahulu dimana hasil kerapatan jaringan pos yang ideal pada suatu DAS dibandingkan dengan kondisi eksisting dan standar kerapatan yang dikeluarkan oleh WMO (World Meteorological Organization), dimana dalam kajan ini dari hasil analisa yang telah dilakukan yang memenuhi kriteria di atas adalah metode Kagan-Rodda. 4. KESIMPULAN 1.
2.
3.
Dari hasil analisis evaluasi stasiun hujan menggunakan Uji Homogenitas dan standar WMO (World Meteorological Organization) diketahui bahwa terdapat stasiun hujan yang homogen dan tdak memenuhi kerapatan minimum yang disyaratkan oleh WMO. Hasil rasionalisasi dengan menggunakan metode Kagan-Rodda menghasilkan 2 stasiun hujan yaitu stasiun Lingkok Lime dan stasiun Jurang Sate dengan luasan pengaruh masingmasing stasiun 141,212 km2 dan 117,953 km2 dan hasil ini sudah masuk dalam kriteria WMO yaitu 100-250 km2/stasiun, sedangkan metode Kriging menghasilkan 3 stasiun dengan satu perletakan stasiun baru, yaitu stasiun Lingkok Lime, stasiun Jurang Sate dan stasiun A yang dekat dengan Stasiun Keru dengan 2 stasiun belum memenuhi kriteria standar WMO namun memiliki kerapatan dan perataan yang lebih baik dibandingkan kondisi sebelumnya. Perbedaan curah hujan rancangan dan debit rancangan antara kondisi jaringan stasiun hujan yang telah ada (eksisting) hasil perhitungan kesalahan relatif Kagan-Rodda lebih kecil dibandingkan Metdode Kriging.
54
Jurnal Teknik Pengairan, Volume 6, Nomor 1, Mei 2015, hlm. 46-54
5. DAFTAR PUSTAKA
4. Sri Harto, Br. 1993. Analisis Hidrologi.
1. Anonim. 2010. Pola pengelolaan Sumber
5. Triatmodjo,
Daya Air Wilayah Sungai Pulau Lombok. Jakarta : Kementerian Pekerjaan Umum. 2. Soewarno. 1995. Hidrologi: Aplikasi Model Statistik Untuk Analisis Data jilid 1. Bandung: Nova. 3. Soewarno. 1995. Hidrologi: Aplikasi Model Statistik Untuk Analisis Data jilid 2. Bandung: Nova.
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Bambang. 2010. Hidrologi Terapan. Yogyakarta: Beta Ofset. 6. Wahyu, F., Dermawan, V., Hoesein, AA. 2010. Analisa Metode Kagan-Rodda Terhadap Analisa Hujan Rata-Rata Dalam Menentukan Debit Banjir Rancangan Dan Pola Sebaran Stasiun Hujan Di Sub DAS Amprong. Jurnal Teknik Pengairan, Volume 1, Nomor 1, 2010.