ANALISIS RASIO CAMEL DALAM MEMPREDIKSI KONDISI KEBANGKRUTAN PADA LEMBAGA PERBANKAN YANG GO PUBLIC DI INDONESIA PERIODE 2002-2006
Di susun oleh: Nawiyah NIM: 203081001877
JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429 H/ 2008 M
i
ANALISIS RASIO CAMEL DALAM MEMPREDIKSI KONDISI KEBANGKRUTAN PADA LEMBAGA PERBANKAN YANG GO PUBLIC DI INDONESIA PERIODE 2002-2006
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi Oleh
Nawiyah NIM: 203081001877
Di Bawah Bimbingan Pembimbing I
Pembimbing II
Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM. NIP.150317955
Titi Dewi Warninda SE., MSi. NIP.150368746
JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429 H/ 2008 M
ii
Hari ini Senin, Tanggal 03 Bulan Maret Tahun Dua Ribu Delapan telah dilakukan Uji Komprehensif atas nama Nawiyah. NIM: 203081001877 dengan judul Skripsi “Analisis Rasio Camel Dalam Memprediksi Kondisi Kebangkrutan Pada Lembaga Perbankan Yang Go Public Di Indonesia Periode 2002-2006” memperhatikan dan menguji penampilan mahasiswa tersebut pada selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana ekonomi pada Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 03 Maret 2008
Tim Penguji Ujian Komprehensif
Prof.Dr. Ahmad Rodoni, MM Ketua
Heryanto, SE., MSi. Sekretaris
Prof. Dr. Abdul Hamid, MS Penguji Ahli
iii
ABSTARCT This research has a purpose to provide empirical evidence about factors that affect bankruftcy and financial distress of bank. The examined factors on this research are CAMEL financial ratio. The samples consist of 13 banks which had not bankruft, 9 banks bankruft and which had financial distress firms with prrediction time line 2002-2006 based on purposive sampling methode. The statistic methods which are used in this research to predict bankruftcy is logistic regression and to test the significant difference of financial ratios among bankruft firms and not bankruft firms using Independent T-Test and MannWhitney Test. Finally, the result show that financial ratios can predict bankruftcy with overall clsassification correct 81% and the significant variables to determine bankruftcy are ROA (Return On Asset) and BOPO (Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional). This research also show that there is a significant difference between bankruft firms and not bankruft firms statistically. Keywords: Bankruftcy, CAMEL financial ratio, logistic regression, mann-whitney test.
iv
ABSTARKSI Penelitian bertujuan untuk memberikan bukti empiris tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kodisi kebangkrutan dan kesulitan keuangan perusahaan. Faktor-faktor yang diuji dalam penentuan kondisi kebangkrutan dan kesulitan keuangan perusahaan adalah rasio CAMEL sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia (BI). Sampel penelitian ini terdiri dari 13 bank sehat, 9 bank yang mengalami kebangkrutan dan yang mengalami kesulitan keuangan. Dengan periode prediksi antara 2002-2006 berdasarkan metode Purposive Sampling. Dalam penelitian ini metode statistik yang digunakan untuk memprediksi kondisi kebangkrutan adalah regresi logistik binary. Independent Sample T-Test dan Mann-Whitney Test digunakan untuk menganalisis apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara rasio keuangan perusahaan yang mengalami kebangkrutan dan yang tidak mengalami kebangkrutan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa rasio keuangan CAMEL dapat memprediksi kebangkrutan perusahaan dengan ketepatan klasifikasi keseluruhan 81% dan variabel ROA dan BOPO merupakan variabel yang signifikan untuk memprediksi kebangkrutan. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara rasio keuangan perusahaan bangkrut dan yang tidak bangkrut secara statistik. Kata kunci: Kebangkrutan, rasio keuangan CAMEL, regresi logistik, man whitney-test.
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. Data Pribadi Nama Lengkap
: Nawiyah
Tempat Tanggal Lahir
: Bangkalan, 18 September 1985
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Alamat
: Kp. Pondok Benda Rt. 017 Rw. 04 Kelurahan Buaran Kecamatan Serpong Kabupaten Tangerang Kode Pos 15316
No. Telepon/ Hp.
: (021) 7561257/ 08179014525-08988155016
E-mail
:
[email protected]
II. Riwayat Pendidikan: 1. SD Negeri Kranggan Timur, Bangkalan
(1991-1997)
2. MTs Al-Hamidiyah, Depok
(1997-2000)
3. MA Al-Hamidiyah, Depok
(2000-2003)
4. UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta
(2003-2008)
Jakarta, 03 Maret 2008
Nawiyah
vi
KATA PENGANTAR Alhamdulillah Puji syukur selalu terpancar kehadirat ALLAH SWT, Tuhan Yang Maha memiliki seluruh alam semesta, semoga dengan segala rahmat dan hidayah-Nya akan selalu tercurah kepada kita semua. Atas izin dan limpahan keberkahan-Nyalah pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang menjadi tugas akhir dalam memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Sholawat serta Salam selalu tercurah kepada kekasih ALLAH SWT ialah Nabi Muhammad SAW, yang dengan kesabaran dan kecerdasannyalah sehingga dapat memberikan cahaya yang begitu indah seperti yang kita rasakan sekarang ini. Sebagai manusia yang tidak sempurna, penulis sadar dan yakin dalam pembuatan skripsi yang berjudul “Analisis Rasio Camel Dalam Memprediksi Kondisi Kebangkrutan Pada Lembaga Perbankan Yang Go Public Di Indonesia Periode 2002-2006” tidak akan dapat terlaksana dengan baik tanpa adanya bantuan, motivasi dan do’a dari berbagai pihak. Dengan kerendahan hati penulis haturkan ribuan terima kasih kepada: 1. Orang Tua Penulis, Ayahanda M. Lawi dan Ibunda Siti Makirah, atas segala kasih sayang, kesabaran dan pengertiannya dengan tulus dan ikhlas serta berbagai dukungan baik yang berbentuk materi maupun moril tanpa mengenal pamrih. Dan yang selalu setia menemani dalam iringan do’a restunya hingga penulis dapat menyelesaikan studi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang tercinta ini. Semoga Allah SWT selalu melimpahkn berkah dan kasih sayang yang tidak terhingga kepadanya. Amin ya robbal alamin. 2. Bapak Prof.Dr. Ahmad Rodoni, MM. Selaku dosen pembimbing I dan Ibu Titi Dewi Warninda SE., M.si. Selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan begitu banyak pengarahan, pengetahuan dengan tulus, sabar dan telah meluangkan waktunya serta memberikan kekuatan moril bagi
vii
penulis dengan setia. Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan dan ketulusan yang telah diberikannya. Amin. 3. Bapak Drs. Moh. Faisal Badroen, MBA selaku dekan Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Bapak Herni Ali SE., M.si selaku Ketua Jurusan Manajemen dan bapak Slamet Riyadi SE., M.si. selaku Sekretaris Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 5. Adik-adikku Imamah, Moh. Zainul Fatta, Reza Fahrizal Adhimah, M. Imron dan keluarga serta saudara-saudaraku tercinta dan tersayang yang selalu mendukung serta memotivasiku untuk menyelesaikan skripsi ini. 6. Teman-temanku seperjuangan yang selalu bersama-sama dalam suka maupun duka Lusiana, Aninda, Anggraeni, Dian, Boy, Dede, dan temanku semua yang tidak dapat disebutkan satu persatunya saya ucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya.
viii
DAFTAR ISI Hal HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI.......................................................
i
HALAMAN PENGESAHAN KOMPREHENSIF ......................................
ii
ABSTRACT .....................................................................................................
iii
ABSTRAK ......................................................................................................
iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ......................................................................
v
KATA PENGANTAR....................................................................................
vi
DAFTAR ISI...................................................................................................
viii
DAFTAR TABEL .........................................................................................
xi
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian .............................................................
1
B. Pembatasan Masalah ......................................................................
12
C. Perumusan Masalah .......................................................................
12
D. Tujuan ............................................................................................
13
E. Manfaat Penelitian .........................................................................
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Bank ............................................................................
15
B. Jenis-Jenis Bank ............................................................................
17
1. Dilihat dari segi fungsinya ........................................................
18
2. Dilihat dari segi kepemilikannya ..............................................
18
3. Dilihat dari segi status ...............................................................
19
4. Dilihat dari segi cara menentukan harga ...................................
20
C. Pengertian Rasio Keuangan .........................................................
22
D. Metode CAMEL ...........................................................................
24
E. Kebangkrutan ................................................................................
39
ix
1. Kesulitan Keuangan dan Kebangkrutan ....................................
39
2. Penyebab Kebangkrutan Perusahaan ........................................
43
3. Indikator Penting dalam Memprediksi Kesulitan Keuangan Perusahaan ...............................................................
46
4. Tahap-Tahap Kesulitan Keuangan dan Kebangkrutan .............
48
5. Analisis Prediksi Kesulitan Keuangan ......................................
49
6. Prediksi Kebangkrutan ..............................................................
50
F. Penelitian Terdahulu .....................................................................
52
G. Kerangka Penelitian .....................................................................
55
H. Hipotesis .......................................................................................
56
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian .............................................................
57
B. Metode Penentuan Sampel ............................................................
57
C. Metode Pengumpulan Data ...........................................................
58
D. Metode Analisis 1. Uji One Sample Kolmogorov-Smirnov .....................................
59
2. Uji Beda Parametrik Independent Samples T-Test....................
60
3. Uji Mann-Whitney U ...............................................................
62
4. Uji Analsisi Regresi Logistik ..................................................
63
E. Definisi Operasional Variabel .......................................................
68
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian
x
1. Sejarah Lembaga Keuangan Perbankan Indonesia ..................
71
2. Sejarah Bank Indonesia............................................................
75
B. Pengolahan Data dan Analisis Deskriptif ......................................
78
C. Uji One Sample Kolmogorov-Smirnov...........................................
88
D. Uji Independent Sample T-Test ......................................................
90
E. Uji Mann-Whitney U .....................................................................
92
F. Analisis Regresi Logistik ..............................................................
93
G. Interpretasi ....................................................................................
99
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A.
Kesimpulan .................................................................................. 100
B.
Implikasi ...................................................................................... 101
C. Keterbatasan Penelitian dan Saran ............................................... 101 Daftar Pustaka ................................................................................................. 103 Lampiran
xi
DAFTAR TABEL Nomor 4.1
Keterangan
Halaman
Data hasil perhitungan CAR pada 22 perusahaan perbankan periode 2002-2006 (%)
4.2
79
Data hasil perhitungan NPL pada 22 perusahaan perbankan periode 2002-2006 (%)
4.3
Data hasil perhitungan ROA
81 pada 22 perusahaan
perbankan periode 2002-2006 (%) 4.4
Data hasil perhitungan ROE
82 pada 22 perusahaan
perbankan periode 2002-2006 (%) 4.5
Data hasil perhitungan BOPO
84 pada 22 perusahaan
perbankan periode 2002-2006 (%) 4.6
Data hasil perhitungan LDR
85 pada 22 perusahaan
perbankan periode 2002-2006 (%)
86
4.7
Hasil Pengujian Normalitas Data One Sample K-S
89
4.8
Hasil Statistik Deskriptif variabel CAR
90
4.9
Hasil Uji Beda Independent T-Test Variabel CAR
91
4.10
Hasil Uji Beda Mann-Whitney
92
4.11
Identifikasi data pada regresi logistik
94
4.12
Data yang diproses pada regresi logistik
94
4.13
Hasil identifikasi prediksi klasifikasi pada regresi logistik
95
4.14
Hasil identifikasi prediksi klasifikasi pada regresi logistik
96
4.15
Ketetapan model dalam memprediksi kebangkrutan (block number = 0)
4.16
96
Ketetapan model dalam memprediksi kebangkrutan (block number = 1)
97
4.17
Koefisien Cox & Snell R Square and Nagelkerke R Square
98
4.18
Hasil signifikansi data
98
xii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perusahaan perbankan Indonesia selama dekade terakhir mengalami perkembangan yang pesat dan penuh gejolak. Kebijaksanaan pemerintah pada bulan Oktober 1988 yang memberikan kebebasan untuk membuka bank dan memperluas cabang bank, telah mengakibatkan kenaikan jumlah dan kantor cabang di Indonesia. Perkembangan tersebut selain memberikan pilihan yang semakin beragam kepada masyarakat terhadap pelayanan bank, juga memberikan kontribusi yang sangat positif terhadap dunia usaha dan perekonomian Indonesia secara keseluruhan. Setiap perusahaan perbankan didirikan tentunya dengan harapan akan menghasilkan profit sehingga mampu untuk bertahan dalam jangka panjang yang tak terbatas. Hal ini berarti dapat diasumsikan bahwa perusahaan akan terus hidup dan diharapkan tidak akan mengalami likuidasi. Dalam praktek, asumsi seperti diatas tidak selalu memjadi kenyataan. Seringkali perusahaan yang telah beroperasi dalam jangka waktu tertentu terpaksa membubarkan diri karena mengalami kegagalan usaha (kebangkrutan). Adapun kebangkrutan perusahaan ini biasanya disebabkan oleh faktor intern seperti manajemen yang tidak kompeten, kekurangan modal kerja, kredit yang diberikan kepada para pelanggan
terlalu
besar,
penyalahgunaan
wewenang
dan
timbulnya
kecurangan-kecurangan. Selain faktor intern tersebut juga bisa disebabkan oleh faktor ekstern perusahaan.
xiii
Kebangkrutan secara kronologi dapat dipisahkan menjadi dua dimensi yaitu ekonomis dan financial. Dari segi ekonomi, suatu perusahaan dianggap gagal apabila mempunyai return yang negatif atau dengan kata lain tidak adanya keseimbangan antara pendapatan dan pengeluaran. Sedangkan secara financial suatu perusahaan dikatakan gagal apabila pertama, jika perusahaan tersebut tidak mampu membayar hutangnya pada saat tanggal jatuh tempo meskipun aktiva total melebihi kewajiban sehingga perusahaan dianggap gagal keuangan dan kedua, jika total kewajiban melebihi nilai wajar dari aktiva totalnya sehingga perusahaan tersebut dinyatakan pailit. Seperti halnya krisis ekonomi yang pernah dialami Indonesia pada tahun 1997 yang mengakibatkan banyak sekali perusahaan yang kena dampak atas masalah ini sehingga tidak sedikit perusahaan yang dinyatakan pailit. Hasil survey yang Dilakukan Asian Development Bank (ABD), Political And Economic Risk Consultancy (PERC), Booz-Allen & Hamilton, World Bank, dan Pricewaterhouse Coopers yang menyimpulkan bahwa salah satu faktor penyebab krisis moneter di Indonesia adalah tidak dipenuhinya syarat-syarat pengelolaan korporasi yang memadai. Penyebabnya, pertama, intervensi eksternal yang menganggap dunia usaha sebagai sapi perah dan kedua, lemahnya sistem manajerial dan moral hazard manajer yaitu memanfaatkan celah (Ruvi’ah, 2005:2). Dampak yang paling nyata dari krisis ini adalah meningkatnya biaya produksi
yang
mengakibatkan
banyak
perusahaan
yang
mengalami
keterpurukan hingga ada yang sampai pada kebangkrutan. Adapun contoh
xiv
perusahaan tersebut adalah perusahaan otomotif, perusahaan real estate, perusahan food and bavarage, dan salah satunya adalah perusahaan perbankan. Manajemen perusahaan yang efektif tentu tidak dapat menunggu sampai perusahaan mengalami kebangkrutan total baru kemudian mengambil tindakan. Analisis prediksi kebangkrutan baik secara internal maupun eksternal dapat digunakan untuk mengenali lebih awal tanda-tanda kebangkrutan. Semakin awal tanda-tanda tersebut diketahui, semakin baik bagi manajemen untuk bisa mengambil strategi untuk memperbaiki kinerja dengan
segera.
Pihak
kreditur
dan
pemegang
saham
juga
perlu
mengidentifikasi tanda-tanda awal kebangkrutan supaya dapat segera mengambil keputusan investasi dan kredit untuk menghadapi kemungkinan terburuk berupa bangkrutnya perusahaan yang bersangkutan. Pada umumnya analisa untuk mengetahui tingkat kesehatan dan keberhasilan kinerja perusahaan adalah analisis internal, yaitu dengan cara melakukan analisis terhadap laporan keuangan yang dikeluarkan oleh perusahaan setiap tahunnya yang terdiri dari neraca, laporan laba-rugi dan laporan laba ditahan. Analisa untuk memprediksi kesulitan keuangan perlu dilakukan karena hasil dari analisis tersebut sangat berguna bagi beberapa pihak, diantaranya : 1) bagi pihak perusahaan dapat digunakan untuk melihat kinerja keuangannya dan jika terdapat tanda-tanda kesulitan keuangan yang mengarah kepada kebangkrutan, pihak manajemen dapat mengambil langkah-langkah untuk
xv
menyelamatkan perusahaan, 2) bagi pihak kreditor dapat dimanfaatkan sebagai alternatif analisis dalam pengambilan keputusan dapat tidaknya suatu perusahaan menerima kredit, 3) bagi investor dapat dijadikan sebagai tambahan pertimbangan dalam melakukan keputusan investasi. Pada seminar restrukturisasi perbankan di Jakarta tahun 1998 oleh Almilia dan Herdinigtyas (2005:131) disimpulkan beberapa penyebab menurunnya kinerja bank, antara lain, semakin meningkatnya kredit bermasalah perbankan, dampak likuidasi bank-bank 1 November 1997 yang mengakibatkan turunnya kepercayaan masyarakat terhadap perbankan dan pemerintah sehingga memicu penarikan dana secara besar-besaran, semakin turunnya permodalan bank-bank, banyak bank-bank tidak mampu melunasi kewajibannya karena menurunnya nilai tukar rupiah, manajemen tidak profesional. Dalam menjalankan bisnisnya dan untuk mencegah terjadinya kegagalan bank di Indonesia suatu bank harus menyampaikan laporan keuangan sebagai suatu bentuk pertanggungjawaban dalam mengelola keuangan. Laporan keuangan bank yang dipublikasikan di media cetak setiap periode sesuai dengan Surut Edaran Bank Indonesia (SE BI No.27/5/UPPB tanggal 25 januari 1995 Juncto No.28/5/UPPB tanggal 7 september 1995) merupakan satu-satunya informasi keuangan dari suatu bank di Indonesia yang bersifat menyeluruh. Laporan Keuangan Bank (LKB) memberikan informasi menyeluruh kepada masyarakat kondisi dengan panduan penilaian kesehatan bank yang telah diatur oleh Bank Indonesia melalui Surat Keputusan Direksi Bank
xvi
Indonesia No.30/11/KEP/DIR tanggal 30 april 1997 dan surat keputusan direksi Bank Indonesia No.30/277/KEP/DIR tanggal 19 Maret 1998 tentang Tatacara Penilaian Kesehatan Bank Umum. Bank Indonesia dalam menentukan tingkat kesehatan bank pada dasarnya dinilai dengan pendekatan kualitatif atas berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi dan perkembangan bank. Pendekatan kualitatif tersebut dilakukan dengan penilaian terhadap faktor-faktor permodalan kualitas aktiva produktif, manajemen, rentabilitas, dan likuiditas atau lebih dikenal dengan CAMEL (Capital, Assets, Management, Earnings And Liquidity) yang dikuantitatifkan sebagai aspek penilaian yang merupakan penghitungan rasio keuangan. Oleh karena itu rasio keuangan bermanfaat dalam menilai kondisi suatu bank. Tingkat kesehatan bank ada empat golongan, yaitu predikat sehat, predikat cukup sehat, predikat kurang sehat dan predikat tidak sehat. Tingkat kesehatan bank dapat dinilai dari beberapa indikator. Salah satu indikator utama yang dijadikan dasar penilaian adalah laporan keuangan bank yang bersangkutan. Berdasarkan laporan keuangan akan dapat dihitung sejumlah rasio keuangan yang lazim dijadikan dasar penilaian tingkat kesehatan bank. Analisis rasio keuangan memungkinkan manajemen untuk mengidentifikasikan perubahan-perubahan pokok pada trend jumlah, dan hubungan serta alasan perubahan tersebut. Hasil analisis laporan keuangan akan membantu mengintepretasikan berbagai hubungan kunci serta kecenderungan yang dapat memberikan dasar
xvii
pertimbangan mengenai potensi keberhasilan perusahaan dimasa mendatang (Almilia dan Herdinigtyas, 2005:132). Laporan keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan merupkaan salah satu sumber informasi mengenai posisi keuangan perusahaan, kinerja serta perubahan posisi keuangan perusahaan, yang sangat bergun untuk mendukung pengambilan keputusan yang tepat. Agar laporan yang tersaji menjadi lebih bermanfaat dalam pengambilan keputusan, data keuangan harus dikonversi menjadi informasi yang berguna dalam pengambilan keputusan ekonomis. Hal ini diperlukan dengan cara melakukan analisis laporan keuangan. Model yang sering digunakan dalam melakukan analisis tersebut adalah dalam bentuk rasio-rasio keuangan. Foster (1986) menyatakan 4 hal yang mendorong analisis laporan keuangan dilakukan dengan model rasio keuangan yaitu : untuk mengendalikan pengaruh perbedaan besaran antar perusahaan atau antar waktu, untuk membuat data menjadi memenuhi asumsi alat statistik yang digunakan, untuk menginvestigasi teori yang terkait dengan rasio keuangan, untuk mengkaji hubungna empirik antara rasio keuangan dan estimasi atau prediksi variabel tertentu (seperti kebangkrutan dan Financial Distress). (Almilia dan Herdinigtyas, 2005:132). Untuk membuktikan bahwa laporan keuangan bermanfaat maka dilakukan penelitian mengenai manfaat laporan keuangan, salah satu bentuk penelitian yang menggunakan rasio keuangan yaitu penelitian – penelitian yang berkaitan dengan manfaat laporan keuangan untuk tujuan memprediksi kinerja perusahaan seperti kebangkrutan dan Financial Distress.
xviii
Almilia dan Herdinigtyas, (2005:132), mendefinisikan kebangkrutan sebagai kondisi kesulitan keuangan pada perusahaan sehingga perusahaan tidak mampu menjalankan operasi perusahaan dengan baik yang disebut juga dengan likuidasi perusahaan atau penutupan perusahaan karena tidak mampu membayar kewajiban-kewajibannya (insolvabilitas). Sedangkan menurut Weston dan Copeland (1996:686) menjelaskan bahwa: “kegagalan usaha dapat diidentifikasikan dengan berbagai cara dan beberapa kegagalan tidak harus berasal dari kejatuhan dan pembubaran perusahaan”. Brigham dan Gapenski (1996:105), kesulitan keuangan (financial distress) merupakan keseluruhan kondisi keuangan yang meliputi dari kesulitan mengenai harapan profitabilitas dimasa depan, hingga kepada suatu keadaan dimana suatu perusahaan dibubarkan atau dilikuidasi. Harus berasal dari kejatuhan dan pembubaran perusahaan”. Dari definisi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kebangkrutan adalah kesulitan keuangan yang sangat parah sehingga perusahaan tidak mampu untuk menjalankan operasi perusahaan dengan baik. Sedangkan kesulitan keuangan (financial distress) adalah kesulitan keuangan atau likuidasi yang mungkin sebagai awal kebangkrutan. Sumarta (2000:49), dalam Almilia dan Herdinigtyas, (2005), Penilaian kinerja perusahaan penting dilakukan baik oleh manajemen, pemegang saham, pemerintah dan pihak lain yang berkepentingan dan terkait dengan distribusi kesejahteraan diantara mereka, tidak terkecuali perbankan. Untuk menilai
xix
kinerja perbankan umumnya digunakan lima aspek penilaian yaitu CAMEL. Secara internasional BIS (Bank For International Settlement) menetapkan CAMEL sebagai standar ukuran kinerja perbankan dan menjadi acuan hampir seluruh negara. Dengan standar kinerja yang sama dan diterapkan dengan ketat, kondisi demikian dapat menjadikan standarisasi pengukuran kinerja perbankan antar negara. Secara empiris tingkat kegagalan bisnis dan kebangkrutan bank dengan menggunakan rasio-rasio keuangan model CAMEL dapat diuji sebagaimana yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti yaitu: Thomson (1991) (dalam Almilia dan Herdinigtyas 2005) yang menguji manfaat rasio keuangan CAMEL dalam memprediksi kegagalan bank di USA pada tahun 1980an dengan menggunakan alat statistik regresi logit. Whalen dan Thomson (1988) (dalam Almilia dan Herdinigtyas 2005) menemukan bahwa rasio keuangan CAMEL cukup akurat dalam menyusun rating bank. Di Indonesia, Surifah (1999) menguji manfaat rasio keuangan dalam memprediksi kebangkrutan bank dengan menggunakan model CAMEL. Juniarsi dan Suwarno (2005) menguji manfaat rasio keuangan sebagai prediksi kegagalan pada bank umum swasta nasional non devisa di Indonesia. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Liza Angelia (2004), penelitiannya mengkaji keunggulan model untuk memprediksi kondisi kebangkrutan. Dalam penelitian ini perbandingan model sistem peringatan dini (Early Warning System) EWS untuk memprediksi kebangkrutan pada bank umum di Indonesia dengan membandingkan beberapa model untuk memprediksi kebangkrutan
xx
yaitu : model logit. Model MDA (Multiple Discriminant Analysis), dan model TR (Trait Recognition) menunjukkan bahwa model TR lebih unggul daripada model logit dan model MDA. Penelitian ini juga menjelaskan bahwa analisis model logistik merupakan teknik statistik yang lebih baik daripada model diskriminan apabila digunakan untuk tujuan estimasi dan parameter. Penelitian yang dilakukan oleh peneliti menggunakan analisis regresi logistik untuk memprediksi kebangkrutan pada perbankan yang go public. Maka acuan penelitian sebelumnya yang relevan adalah penelitian yang dilakukan Almilia dan Herdinigtyas (2005) dalam memprediksi kondisi bermasalah pada lembaga perbankan periode 2000-2002. Luciana Spica Almilia dan Winny Herdinigtyas (2005) melakukan penelitian terhadap prediksi kondisi perbankan yang bermasalah dan yang tidak bermasalah. Penelitian ini menggunakan rasio keuangan CAMEL (Capital, Asset, Management, Equity, Liabilities) untuk memprediksi kondisi perbankan yang bermasalah dan yang tidak bermasalah dengan menggunakan regresi logistik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rasio keuangan CAMEL memiliki daya klasifikasi keseluruhan 93,1% selain itu penelitian ini juga menunjukkan bahwa rasio CAR, APB, NPL, PPAPAP, ROA, NIM dan BOPO berbeda signifikan secara statistik antara kondisi bermasalah dan bank yang tidak bermasalah dan hanya variabel CAR dan BOPO yang signifikan untuk memprediksi kondisi bank yang bermasalah dan tidak bermasalah. Wilopo (2000) melakukan penelitian dengan tujuan untuk menguji kekuatan untuk memprediksi kegagalan bank dengan menggunakan rasio
xxi
keuangan model CAMEL. Data penelitian ini adalah sekunder berupa laporan keuangan yang dipublikasikan di media cetak Indonesia dan Indonesian Capital Market Directiry dengan periode pengamatan 1996-1997. Hasil penelitian yang diperoleh bahwa rasio keuangan model CAMEL, SIZE bank dan tingkat kepatuhan terhadap Bank Indoneisa belum dapat digunakan sebagai
prediksi
kegagalan
bank
sehingga
variabel
lainnya
perlu
dipertimbangkan sampai memperoleh model yang tepat. Penelitian sejenis yang memasukkan control group berupa perusahaanperusahaan yang sukses dilakukan oleh Altman (1968) dalam Warsidi (2007). Altman menggunakan sampel sebanyak 66 perusahaan, yang terdiri atas 33 perusahaan bangkrut dan 33 perusahaan yang tidak bangkrut. Dengan menggunakan multivariate discriminant analysis, Altman menemukan bahwa rasio-rasio keuangan liquidity, solvency, dan profitability bermanfaat dalam memprediksi kebangkrutan perusahaan dengan tingkat keakuratan yang semakin menurun seiring dengan semakin lamanya periode prediksi. Pada periode prediksi satu tahun sebelum perusahaan mengalami kebangkrutan, rasio-rasio keuangan tersebut bermanfaat untuk memprediksi kebangkrutan dalam tingkat keakuratan 95% yang menurun menjadi 76% pada periode dua tahun sebelum bangkrut, 48% untuk periode tiga tahun, 29% untuk periode empat tahun, kemudian naik lagi 36% untuk periode lima tahun sebelum perusahaan mengalami kebangkrutan. Adapun perbedaan penelitian ini terletak pada periode prediksi yaitu dari 2002-2006 sebelum perusahaan mengalami kondisi kebangkrutan dan
xxii
signifikansi perbedaan rasio-rasio keuangan antara perbankan yang mengalami kebangkrutan maupun yang sehat. Rasio keuangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah CAR, NPL, ROA, ROE, BOPO, LDR. Yang masingmasing mewakili dari rasio CAMEL (Capital, Asset, Management, Equity, Liabilities). Berdasarkan uraian di atas, peneliti akan meneliti bagaimana peranan rasio CAMEL dalam memprediksi kondisi bermasalah (bangkrut) pada perusahaan perbankan yang go public periode 2002-2006. Penelitian ini lebih terfokus untuk memprediksi kondisi bermasalah (bangkrut) pada perusahaan perbankan yang go public. Maksud dari kondisi bermasalah tersebut adalah : 1) bank-bank yang telah dinyatakan bangkrut atau telah ditutup oleh Bank Indonesia (Peraturan Pemerintah RI No. 25 tahun 1999), 2) bank-bank yang menderita kerugian tiga tahun berturut-turut, 3) bank-bank yang mengalami kerugian lebih dari 75% modal disetor (KUHD pasal 47 ayat 2) dalam Luciana Spica (2005). Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh bukti empiris apakah rasio keuangan CAMEL dapat digunakan untuk memprediksi kebangkrutan pada perusahaan perbankan yang go public di Indonesia. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan perbankan yang go public di Indonesia.
xxiii
B. Pembatasan Masalah Untuk meneliti seluruh identifikasi diatas memerlukan usaha dari peneliti, karena adanya keterbatasan kemampuan, maka penelitian ini hanya akan dibatasi pada : 1. Penelitian memfokuskan pada kelompok perusahaan perbankan yang go public dan terdaftar di BI. Periode yang digunakan adalah 20022006. 2. Penelitian memfokuskan pada laporan keuangan kelompok perusahaan perbankan per 31 Desember. Selama 5 periode (2002, 2003, 2004, 2005, 2006). Adapun rasio yang digunakan adalah rasio CAR, NPL, ROA, ROE, BOPO dan LDR. 3. Analisis yang dilakukan menggunakan model analisis regresi logistik untuk mempredikasi kondisi bermasalah (bangkrut) dan tidak bermasalah (sehat) perbankan yang go public. C. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah dan penelitian-penelitian terdahulu yang dikemukakan sebelumnya terlihat sangat banyak rasio-rasio keuangan CAMEL yang dapat digunakan untuk memprediksi kondisi kebangkrutan pada perusahaan perbankan. Dalam penelitian ini peneliti ingin menemukan bukti empiris bahwa rasio keuangan CAMEL dapat digunakan untuk memprediksi kondisi bermasalah (bangkrut) pada perusahaan perbankan yang terdapat di Bank Indonesia Jakarta periode 2002-2006. Adapun rasio-rasio keuangan CAMEL yang digunakan dalam penelitian adalah CAR, NPL, ROA, ROE,
xxiv
BOPO, LDR. Maka dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Apakah rasio keuangan CAR, NPL, ROA, ROE, BOPO, dan LDR setiap perusahaan dapat digunakan untuk memprediksi kemungkinan terjadinya kondisi bermasalah (kebankrutan) atau tidak pada perusahaan-perusahaan perbankan yang go public. 2.
Manakah variabel yang paling signifikan diantara rasio-rasio keuangan CAR, NPL, ROA, ROE, BOPO, dan LDR dalam memprediksi
kondisi
bermasalah
(kebangkrutan)
perusahaan
perbankan yang go public. 3. Apakah ada perbedaan secara statistik antara rasio-rasio keuangan perbankan yang mengalami kebangkrutan dan yang tidak mengalami kebangkrutan. D. Tujuan Dan Manfaat 1. Tujuan a. Untuk mendapatkan bukti empiris apakah rasio keuangan model CAMEL (CAR, NPL, ROA, ROE, BOPO, LDR) dapat digunakan untuk memprediksi kemungkinan terjadinya kebangkrutan pada perusahaan perbankan yang go public di Indonesia. b. Untuk menganalisis bahwa rasio keuangan CAMEL perbankan yang mengalami kebangkrutan dan yang tidak mengalami kebangkrutan berbeda secara statistik.
xxv
2. Manfaat a. Bagi pihak perusahaan: penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk melihat kinerja keuangan perusahaan periode 2002-2006 dan jika terdapat tanda-tanda kesulitan keuangan yang mengarah pada kebangkrutan, pihak manajemen dapat nengambil langkah prefentif untuk menyelamatkan perbankannya. b. Bagi investor: hasil dari penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam melakukan keputusan investasi sehingga mereka dapat mengetahui kondisi kesehatan perusahaan perbankan tersebut. c. Bagi penulis: penelitian ini diharapkan dapat memperluas wawasan dan pengetahuan penulis tentang penilaian tingkat kebangkrutan kelompok perusahaan perbankan yang go public. d. Bagi pihak lain: penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi dalam penelitian lebih lanjut untuk menghasilkan model prediksi kebangkrutan yang dapat diterapkan untuk semua jenis perusahaan di Indonesia.
xxvi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Bank Sebagai lembaga keuangan, bank memiliki usaha pokok berupa menghimpun dana yang (sementara) tidak dipergunakan untuk kemudian menyalurkan kembali dana tersebut ke dalam masyarakat untuk jangka waktu tertentu. Fungsi untuk mencari dan menghimpun dana dalam bentuk simpanan (deposit) sangat menentukan pertumbuhan suatu bank, sebab volume dana yang dapat dikembangkan oleh bank tersebut dalam bentuk pemberian kredit, pembelian efek-efek atau surat berharga dalam pasar uang. Abdurrachman dalam Ensiklopedia Ekonomi Keuangan dan Perdagangan (dalam jurnal Syahyunan, 2002:1) menjelaskan bahwa, “bank adalah suatu jenis lembaga keuangan yang melaksanakan berbagai macam jasa, seperti memberikan pinjaman, mengedarkan mata uang, pengawasan terhadap mata uang, bertindak sebagai tempat penyimpanan benda-benda berharga, membiayai usaha perusahaan-perusahaan dan lain-lain”. Definisi bank menurut UU No.14/1967 pasal 1 tentang pokok-pokok perbankan adalah “lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang”, dan pengertian bank menurut UU No.7 tahun 1992 tentang perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No.10 tahun 1998 yaitu : a. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkan kepada masyarakat dalam
xxvii
bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat banyak. b. Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. c. Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Menurut
Prof.
G.M.
Verryn
Stuart
dalam
www.edukasi.com
mendefinisikan bank adalah suatu badan yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan kredit, baik dengan alat pembayarannya sendiri atau dengan uang yang diperolehnya dari orang lain maupun dengan jalan mengedarkan alat-alat penukar baru berupa uang giral. Ahmad Rodoni (2006:21) mendefinisikan bank sebagai suatu badan usaha yang tugas utamanya sebagai perantara (financial intermediary) untuk menyalurkan penawaran dan permintaan kredit pada waktu yang ditentukan. Untuk
memelihara
kesinambungan
pembangunan
nasional
guna
mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan UUD ’45, pelaksanaan pembangunan ekonomi harus lebih memperhatikan keserasian, keselarasan dan keseimbangan unsur-unsur trilogi pembangunan. Disamping itu perbankan berazaskan demokrasi ekonomi dengan fungsi utamanya sebagai penghimpun dan penyalur dana dari masyarakat, memiliki
xxviii
peranan yang strategis untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional, dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, kearah peningkatan taraf hidup rakyat banyak. Ahmad Rodoni (2006:21-22) menyebutkan fungsi pokok bank adalah sebagai berikut: a. Menyediakan mekanisme alat pembayaran yang lebih efisien dalam kegiatan ekonomi. b. Mencipta uang. c. Menghimpun dana dan menayalurkannya kepada masyarakat. d. Menawarkan jasa-jasa keuangan. B. Jenis - Jenis Bank Menurut Kasmir (2004:32) perbedaan jenis perbankan dapat dilihat dari segi fungsi bank, serta kepemilikan bank. Dari segi fungsi perbedaan yang terjadi terletak pada luasnya kegiatan atau jumlah produk yang dapat ditawarkan maupun jangkauan wilayah operasinya. Sedangkan kepemilikan perusahaan dilihat dari segi kepemilikan saham yang ada serta akte pendiriannya. Perbedaan lainnya adalah dilihat dari segi siapa nasabah yang mereka layani apakah masyarakat luas atau masyarakat dalam lokasi tertentu (kecamatan). Jenis perbedaan juga dibagi ke dalam caranya menentukan harga jual dan harga beli. Adapun jenis perbankan dewasa ini dapat ditinjau dari beberapa segi antara lain:
xxix
1. Dilihat dari segi fungsinya Menurut undang-undang pokok perbankan No.14 tahun 1967 jenis perbankan menurut fungsinya terdiri dari: Bank umum, Bank pembangunan, Bank tabungan, Bank pasar, Bank desa, Lumbung desa, Bank pegawai, dan bank lainnya. Namun setelah keluar UU pokok Perbankan No.7 tahun 1992 dan ditegaskan lagi dengan keluarnya UU No.10 tahun 1998 maka jenis perbankan terdiri dari: Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). 2. Dilihat dari segi kepemilikannya Ditinjau dari segi kepemilikan maksudnya adalah siapa saja yang memiliki bank tersebut. Kepemilikan ini dilihat dari akte pendirian dan penguasaan saham yang dimiliki bank yang bersangkutan. Jenis bank dilihat dari segi kepemilikan tersebut adalah: a. Bank milik pemerintah Di mana baik akte pendirian maupun modalnya dimiliki oleh pemerintah, sehingga seluruh keuntungan bank ini dimiliki oleh pemerintah pula. Contoh bank milik pemerintah antara lain: Bank Negara Indonesia 46 (BNI), Bank Rakyat Indonesia (BRI), dan Bank Tabungan Negara (BTN). b. Bank milik swasta nasional Bank jenis ini seluruh atau sebagian besarnya dimiliki oleh swasta nasional serta akte pendiriannyapun didirikan oleh swasta, begitu pula pembagian keuntungannya untuk keuntungan swasta pula. Contoh bank
xxx
milik swasta nasional antara lain: Bank Muamalat, Bank Sentral Asia, Bank LIPPO, Bank Bumi Putra, Bank Niaga, dan Bank Internasional Indonesia. c. Bank milik koperasi Kepemilikan saham-saham bank ini dimiliki oleh perusahaan yang berbadan hukum koperasi. Sebagai contoh adalah Bank Umum Koperasi Indonesia. d. Bank milik asing Bank jenis ini merupakan cabang dari bank yang ada di luar negeri, baik milik swasta asing atau pemerintah asing. Jelas kepemilikannya dimiliki oleh pihak luar negeri. Contoh bank asing antara lain: ABN AMRO Bank, City Bank, Hongkong Bank, Bank of Amerika. e. Bank milik campuran Kepemilikan saham bank campuran dimiliki oleh pihak asing dan pihak swasta nasional. Kepemilikan sahamnya secara mayoritas dipegang oleh warga negara Indonesia. Contoh bank campuran antara lain: Bank Merincorp, Bank Sakura Swadarma, Inter Pacifik Bank, Sumitomo Niaga Bank. 3. Dilihat dari segi status Dilihat dari segi kemampuannya dalam melayani masyarakat maka bank umum dapat dibagi ke dalam2 macam. Pembagian jenis ini disebut juga pembagian berdasarkan kedudukan atau status bank tersebut.
xxxi
Kedudukan atau status ini menunjukkan ukuran kemampuan bank dalam melayani masyarakat baik dari segi jumlah produk, modal maupun kualitas pelayanannya. Oleh karena itu untuk memperoleh status tersebut diperlukan penilaian-penilaian dengan kriteria tertentu. Status bank yang dimaksud adalah: a. Bank Devisa Merupakan bank yang dapat melaksanakan transaksi ke luar negeri atau yang berhubungan dengan mata uang asing secara keseluruhan, misalnya transfer keluar negeri, inkaso keluar negeri, travellers cheque, pembukaan dan pembayaran Letter of Credit dan transaksi lainnya. Persyaratan untuk menjadi bank devisa ini ditentukan oleh Bank Indonesia. b. Bank Non Devisa Merupakan bank yang belum pempunyai izin untuk melaksanakan transaksi sebagai bank devisa, sehingga tidak dapat melaksanakan transaksi seperti halnya bank devisa. Jadi bank non devisa merupakan kebalikan dari bank devisa, dimana transaksi yang dilakukan masih dalam batas-batas negara. 4. Dilihat dari segi cara menentukan harga Jenis bank jika dilihat dari segi atau caranya dalam menentukan harga baik, harga jual maupun harga beli terbagi dalam 2 kelompok yaitu: a. Bank yang berdasarkan prinsip konvensional
xxxii
Mayoritas bank yang berkembang di Indonesia dewasa ini adalah bank yang berorientasi pada prinsip konvensional. Hal ini tidak terlepas dari sejarah bangsa Indonesia dimana asal mula di Indonesia dibawah oleh kolonial Belanda. Dalam mencari keuntungan dan menentukan harga kepada para nasabahnya, bank yang berdasarkan prinsip konvensional menggunakan 2 metode yaitu: 1) Menetapkan bunga sebagai harga, baik untuk produk simpanan seperti giro, tabungan maupun deposito. Demikian pula harga untuk produk pinjamannya (kredit) juga ditentukan berdasarkan tingkat suku bunga tertentu. Penentuan harga ini dikenal dengan istilah spread based. Apabila suku bunga simpanan lebih tinggi dari suku bunga pinjaman maka dikenal dengan nama negative spreed, hal ini telah terjadi di akhir tahun 1998 dan sepanjang tahun 1999. 2) Untuk jasa-jasa bank lainnya pihak perbankan barat menggunakan atau menerapkan berbagai biaya-biaya dalam nominal atau persentase tertentu. Sistem pengenaan biaya ini dikenal dengan istilah fee based. b. Bank yang berdasarkan prinsip syariah Bank berdasarkan prinsip syariah belum lama berkembang di Indonesia. Namun di luar negeri terutama di negara-negara Timur Tengah
xxxiii
bank yang berdasarkan prinsip syariah sudah berkembang pesat sejak lama. Bagi bank yang bersadarkan prinsip syariah dalam penentuan harga produknya sangat berbeda dengan bank berdasarkan prinsip konvensional. Bank berdasarkan prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dengan pihak lain untuk menyimpan dana atau pembiayaan usaha atau kegiatan perbankan lainnya. C. Pengertian Rasio Keuangan Helfert (1991) seperti yang telah dikutip oleh Warsidi (2007) memahami rasio keuangan sebagai instrumen analisis prestasi perusahaan yang menjelaskan berbagai hubungan dan indikator keuangan, yang ditujukan untuk menunjukkan perubahan dalam kondisi keuangan atau prestasi operasi di masa lalu dan membantu menggambarkan trend pola perubahan tersebut, untuk kemudian menunjukkan resiko dan peluang yang melekat pada perusahaan yang bersangkutan. Hal ini menunjukkan bahwa analisis rasio keuangan, meskipun didasarkan pada data dan kondisi masa lalu tetapi dimaksudkan untuk menilai resiko dan peluang di masa yang akan datang. Kegunaan sebenarnya dari setiap rasio keuangan ditentukan oleh tujuan spesifik analis. Lebih lanjut, rasio-rasio keuangan bukanlah merupakan kriteria yang mutlak (Helfert,1991). Pada kenyataannya, analisis rasio keuangan hanyalah suatu titik awal dalam analisis keuangan perusahaan. Analisis rasio tidak memberikan banyak jawaban, kecuali menyediakan
xxxiv
rambu-rambu tentang apa yang seharusnya diharapkan (Friedlob dan Plewa, 1996) dalam Warsidi (2007). Analisis rasio keuangan merupakan salah satu alat yang digunakan dalam melakukan suatu penilaian terhadap kinerja keuangan perusahaan. Analisis perusahaan yang menggunakan rasio keuangan memungkinkan bagi para pengguna untuk mengevaluasi kondisi keuangan perusahaan dengan cepat. Perbandingan
jalannya
perusahaan
dari
waktu
kewaktu
serta
mengidentifikasikan perkembangannya. Menurut Keown (2000:108) dalam Zulkarnain (2006:26) mengemukakan bahwa “rasio keuangan merupakan alat utama untuk menganalisis keuangan”. Sedangkan Weston dan Brigham (1983:121-123), “rasio keuangan disusun dan dianalisis dengan menggunakan bahan dasar berupa laporan keuangan (neraca, laporan laba rugi, dan laporan laba ditahan)”. Untuk mengetahui kondisi keuangan suatu bank maka dapat dilihat laporan keuangan yang disajikan oleh suatu bank dalam secara periode tersebut. Laporan ini sangat berguna terutama bagi pemilik, manajemen, pemerintah dan masyarakat sebagai nasabah bank, guna mengetahui kondisi bank tersebut, setiap laporan yang disajikan haruslah dibuat sesuai dengan standar yang ditetapkan. Agar laporan ini dapat dibaca sehingga menjadi berarti, maka perlu dilakukan analisis terlebih dahulu, analisis yang digunakan adalah menggunakan rasio-rasio keuangan dengan standar yang berlaku.
xxxv
Dalam penelitian ini tidak semua rasio keuangan dibahas, hanya beberapa rasio keuangan bank yang dianggap penting yang menjadi pokok bahasan. Adapun rasio-rasio keuangan yang akan disajikan adalah sebagai berikut: 1. Capital, yang diteliti adalah Capital Adequacy Ratio (CAR) yaitu rasio kecukupan modal. 2. Assets, yang diteliti adalah Non Performing Loan (NPL). 3. Earning, yang diteliti adalah Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO), Return on Assets (ROA), Return on Equity (ROE). 4. Liquidity, yang diteliti adalah Loan to Deposit Ratio (LDR). D. Metode CAMEL Menjadi kewajiban dan wewenang bank sentral diseluruh negara untuk menjaga dan mengendalikan kesehatan bank-bank yang ada dalam perusahaan perbankannya. Untuk melakukan kontrol terhadap tingkat kesehatan bank, maka bank sentral mewajibkan bank-bank untuk mengirimkan laporan keuangan secara berkala baik berupa laporan mingguan, triwulanan, semesteran, maupun laporan tahunan. Bagi bank yang dapat menunjukkan tingkat kesehatan yang baik dalam laporan keuangannya maka akan diberikan kesempatan yang lebih luas dalam megembangkan usahanya. Berbeda dengan bank yang menunjukkan tingkat kesehatan yang rendah maka bank sentral akan memberikan perhatian khusus berupa batasan-batasan dalam operasional bank tersebut.
xxxvi
Dalam melakukan penilaian terhadap kinerja bank, metode CAMEL adalah metode standar yang digunakan oleh bank sentral di seluruh dunia. Bank sentral di seluruh negara mempunyai kewajiban dan wewenang untuk menjaga dan mengendalikan bank-bank yang ada didalam industri perbankannya. Untuk melakukan kontrol terhadap kinerja maka bank sentral mewajibkan bank-bank untuk mengirimkan laporan keuangan secara berkala baik berupa laporan mingguan, triwulan, semesteran maupun laporan tahunan. Penelitian ini peneliti menggunakan rasio keuangan dengan metode CAMEL yaitu Capital, Assets, Management, Earning, Liquidity, sesuai dengan Standart Bank For Internasional Settlement, peraturan bank Indonesia No.6/10/PBI/2004 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum. Dimana penilaian kondisi suatu bank telah mengalami perubahan ke arah penilaian yang berbasis risiko. Secara lebih rinci pokok-pokok penilaian dalam setiap komponen metode CAMEL, yaitu: 1. Capital (Rasio Permodalan / Kecukupan Modal) Menurut Bank Indonesia (2004) modal merupakan salah satu rasio yang sangat vital dan sangat penting untuk menunjang pengembangan usaha dan penanggulangan risiko kerugian yang mungkin ditanggung oleh bank dalam menjalankan
operasionalnya
sangat
bergantung
pada
modal
yang
dimilikinya. Menurut Zainuddin (1999) dalam Zulkarnaen (2006:28) mengemukakan bahwa Capital Adequacy Ratio adalah kecukupan modal yang menunjukkan kemampuan bank dalam mempertahankan modal yang mencukupi dan
xxxvii
kemampuan
manajemen
bank
dalam
mengidentifikasi,
mengukur,
mengawasi dan mengontrol risiko-risiko yang timbul yang dapat berpengaruh terhadap besarnya modal bank. Karena itu penilaian mengenai kecukupan modal menjadi salah satu bagian terpenting dalam menilai kondisi bank. Dalam anggaran dasar suatu bank dikenal pengertian modal dasar dan modal disetor. Modal dasar yaitu jumlah modal yang dinyatakan dalam anggaran sedangkan modal disetor adalah jumlah modal yang telah disetor secara efektif oleh pemilik modal tersebut. Riyanto (1995:57) mengemukakan pengertian modal kerja terdapat beberapa konsep, yaitu : a. Konsep kuantitatif, yang mendasarkan pada kuantitas dari dana yang tertanam dalam unsur-unsur aktiva lancar dimana aktiva ini merupakan aktiva yang sekali berputar kembali dalam bentuk semula atau aktiva dimana dana yang tertanam didalamnya akan dapat bebas lagi dalam waktu yang pendek. b. Konsep kualitatif, pada konsep ini pengertian modal kerja dikaitkan dengan besarnya jumlah hutang lancar atau hutang segera harus dibayar. c. Konsep fungsional, konsep ini mendasarkan pada fungsi dari dana dalam menghasilkan pendapatan (income). Setiap dana yang dikerjakan atau digunakan oleh perusahaan adalah dimaksudkan untuk menghasilkan pendapatan.
xxxviii
Sinungan (1993:56) mengemukakan bahwa modal utama bank umumnya berasal
dari:
Modal
disetor
(paid-up
capital)
yang
berupa
saham preferen (preffered stock), saham biasa (common stock) dan pinjaman subordinasi (subordisiated debt). Siamat (1999:164) modal bagi bank yang didirikan dan berkantor pusat di Indonesia sesuai dengan pasal 3 ayat (1) surat keputusan tersebut terdiri atas modal inti dan modal pelengkap. Adapun rincian komponen dari masing-masing modal tersebut adalah sebagai berikut: a. Modal Inti. Modal inti terdiri atas modal disetor dan cadangancadangan yang dibentuk dari laba setelah pajak. Secara rinci, modal inti dapat berupa: 1) Modal disetor, yaitu modal yang setor secara efektif oleh pemiliknya. Bagi bank yang berbentuk hukum koperasi, modal disetor terdiri atas simpanan pokok dan simpanan wajib para anggotanya. 2) Agio saham, yaitu selisih lebih setoran modal yang diterima oleh bank sebagai akibat harga saham yang melebihi nilai nominalnya. 3) Cadangan umum, yaitu cadangan yang dibentuk dari penyisihan laba yang ditahan atau dari laba bersih setelah dikurangi pajak, dan mendapat persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham atau Rapat Anggota sesuai dengan ketentuan pendirian atau anggaran dasar masing-masing bank.
xxxix
4) Cadangan tujuan, yaitu bagian laba setelah dikurangi pajak yang disisihkan untuk tujuan tertentu dan telah mendapat persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham atau Rapat Anggota. 5) Laba yang ditahan, yaitu saldo laba bersih setelah dikurangi pajak, yang oleh Rapat Umum Pemegang Saham atau Rapat Anggota untuk tidak dibagikan. 6) Laba tahun lalu, yaitu laba bersih tahun lalu setelah dikurangi pajak dan belum ditetapkan penggunaannya oleh Rapat Umum Pemegang Saham atau Rapat Anggota. Jumlah laba tahun lalu yang diperhitungkan sebagai modal inti hanya sebesar 50%. Dalam hal ini bank mempunyai saldo rugi tahun-tahun lalu, maka seluruh kerugian tersebut menjadi faktor pengurang modal inti. 7) Laba tahun berjalan, yaitu laba yang diperoleh dalam tahun buku berjalan setelah dikurangi taksiran utang pajak. Jumlah laba tahun buku berjalan yang diperhitungkan sebagai modal inti sebesar 50%. Dalam hal ini pada tahun berjalan bank mengalami kerugian, maka seluruh kerugian tersebut menjadi faktor pengurang modal inti. 8) Bagian kekayaan bersih anak perusahaan yang laporan keuangannya dikonsolidasikan, yaitu modal inti anak perusahaan setelah dikompensasikan dengan nilai penyertaan bank pada anak perusahaan tersebut. Yang dimaksud anak perusahaan adalah
xl
bank lain, lembaga keuangan atau lembaga pembiyaan yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh bank. Apabila dalam pembukuan bank terdapat goodwill, maka jumlah pada seluruh modal inti tersebut di atas harus dikurangi dengan jumlah goodwill tersebut. b. Modal Pelengkap. Modal pelengkap terdiri atas cadangan-cadangan yang dibentuk tidak dari laba setelah pajak serta pinjaman yang sifatnya dipersamakan dengan modal. Secara perinci modal pelengkap dapat berupa: 1) Cadangan revaluasi aktiva tetap yaitu cadangan yang dibentuk dari selisih penilaian kewmbali aktiva tetap yang telah mendapat persetujuan Direktorat Jenderal Pajak. 2) Cadangan penghapusan aktiva diklasifikasikan yaitu cadangan yang dibentuk dengan cara membebani laba rugi tahun berjalan, dengan maksud untuk menampung kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat dari tidak diterimanya kembali sebagian atau seluruh aktiva produktif. Dalam kategori cadangan ini termasuk cadangan piutang ragu-ragu dan cadangan penurunan nilai surat-surat berharga. Jumlah cadangan penghapusan aktiva yang
diklasifikasikan
yang
dapat
diperhitungkan
adalah
maksimum sebesar 1,25% dari jumlah aktiva tertimbang menurut resiko.
xli
3) Modal dikuasai yang menurut BIS disebut hybrid (debt/equity) capital instrument, yaitu modal yang didukung oleh instrumen atau warkat yang memiliki sifat atau modal atau hutang dan mempunyai ciri-cari: a) Tidak
dijamin
oleh
bank-bank
yang
bersangkutan,
dipersamakan dengan modal (subordinated) dan telah dibayar penuh. b) Tidak dapat dilunasi atau ditarik atas inisiatif pemilik, tanpa persetujuan Bank Indonesia. c)
Mempunyai kedudukan yang sama dengan modal, dalam hal jumlah kerugian bank melebihi retainedearnings dan cadangan-cadangan yang termasuk modal inti, meskipun bank belum dilikuidasi.
d) Pembayaran bunga dapat ditangguhkan apabila bank dalam keadaan rugi atau labanya tidak mendukung untuk membayar bunga tersebut. Dalam pengertian modal dikuasai ini termasuk cadagan modal yang berasal dari penyetoran modal yang efektif oleh pemilik bank yang belum didukung oleh modal dasar (yang sudah dapat pengesahan dari instansi yang berwenang) yang nemcukupi. 4) Pinjaman subordinasi, yaitu pinjaman yang memenuhi syaratsyarat sebagai berikut:
xlii
a) Ada perjanjian tertulis antara bank dan pemberi pinjaman. b) Mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Bank Indonesia. Dalam
hubungan
permohonan
ini
pada
persetujuan,
saat
bank
bank
harus
mengajukan
menyampaikan
program pembayara kembali pinjaman subordinasi tersebut. c) Tidak dijamin oleh bank yang telah bersangkutan dan telah dibayar penuh. d) Minimal berjangka 5 (lima) tahun. e) Pelunasan sebelum jatuh tempo harus mendapat persetujuan dari BI, dan dengan pelunasan tersebut permodalan bank tetap sehat. f) Hak tagihnya dalam hal terjadinya likuidasi berlaku paling akhir dari segala pinjaman yang ada (kedudukannya sama dengan modal). Jumlah pinjaman disubordinasi yang dapat diperhitungkan sebagai modal untuk sisa jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir adalah pinjaman subordinasi dikurangi amortisasi yang dihitung dengan menggunakan metode garis lurus (prorata). Maksimum pinjaman subordinasi yang dapat dijadikan komponen modal pelengkap adalah sebesar 50% dari modal inti. Menurut Sinungan (1997:158) fungsi utama modal bank adalah melindungi para penyimpan uang (deposan) dari kerugian yang timbul. Modal bank digunakan untuk menjaga kepercayaan masyarakat, khususnya
xliii
masyarakat peminjam. Kepercayaan masyarakat akan terlihat dari besarnya dana goro deposito dan tabungan yang harus melebihi jumlah setoran modal dari para pemegang saham. Perkembangan perbankan sejak tahun 1970 telah menunjukkan perubahan yang sangat besar dalam posisi modal bank dibandingkan dengan total aktiva. Modal adalah faktor penting bagi suatu perusahaan dalam rangka pengembangan usaha serta untuk menampung resiko-resiko yang mungkin terjadi. Perhitungan rasio modal dapat dilakukan dengan berbagai cara. Salah satu rasio yang dihitung dari rasio permodalan: Capital Adequacy Ratio. Rasio ini digunakan untuk mengukur sampai sejauh mana modal yang tersedia dapat menutup atau mengimbangi total asetnya. Rasio ini berguna untuk memberikan indikasi apakah permodalan yang ada telah memadai. Manajemen permodalan (CAR) telah ditetapkan BI sebagai standar pengukuran atau penilaian permodalan. CAR merupakan alat ukur kemampuan permodalan yang ada serta menutup kemungkinan kerugian dalam kegiatan perkreditan dan perdagangan surat berharga. Semakin besar ketentuan minimum EAR yang ditetapkan oleh BI maka akan semakin besar pola modal yang harus disediakan. Adapun rumusnya sebagai berikut: CAR =
Modal Sendiri X 100 Aktiva tertimbang menurut resiko
Aktiva tertimbang menurut risiko adalah perhitungan yang mencakup baik aktiva yang tercantum dalam neraca maupun aktiva yang bersifat
xliv
administratif sebagaimana yang tercermin pada kewajiban yang masih bersifat kontijensi dan atau komitmen yang disediakan oleh bank bagi pihak ketiga. 2. Asset Quality (Rasio Kualitas Aset) Menurut Mulyadi dkk. (1999:274) aktiva merupakan penanamanpenanaman atau menempatkan dana bank yang dimaksudkan untuk mendapatkan penghasilan secara langsung. Penilaian terhadap aktiva produktif ini didasarkan pada kriteria atas kualitas dari masing-masing penanam, yang umumnya diukur dari tingkat kemungkinan diperolehnya kembali penanaman tersebut beserta bunganya (kolektibilitas). Asset quality (kualitas aktiva produktif) menunjukkan kualitas aset sehubungan dengan resiko kredit yang dihadapi bank akibat pemberian kredit dan investasi dana bank pada forfolio yang berbeda. Setiap penanaman dana bank dalam aktiva produktif dinilai kualitasnya dengan menentukan tingkat kolektibilitasnya, yaitu apakah lancar, kurang lancar, diragukan atau macet. Perbedaan tingkat kolektibilitas tersebut diperlukan untuk mengetahui besarnya cadangan minimum penghapusan aktiva produktif yang harus disediakan oleh bank untuk menutup resiko kemungkinan kerugian yang terjadi. Berdasarkan PakFeb 1991, bank wajib membentuk cadangan tersebut sekurang-kurangnya sebesar 1% dari seluruh aktiva produktif ditambah: (1) 3% dari aktiva produktif yang digolongkan kurang lancar, (2) 50% dari aktiva produktif yang digolongkan diragukan, (3) 100% dari aktiva
xlv
produktif yang digolongkan macet. Penilaian tingkat kesehatan aktiva produktif suatu bank didasarkan pada penilaian terhadap kualitas aktiva produktif yang dikuantitatifkan dan didasarkan pada dua ratio yaitu: (1) perbandingan aktiva produktif yang diklasifikasikan terhadap jumlah seluruh aktiva produktif, dan (2) perbandingan cadangan penghapusan aktiva produktif terhadap aktiva yang diklasifikasikan (Mudrajad, 2002:564). Salah satu rasio aset yang digunakan antara lain adalah Ratio Non Performin Loan (NPL). Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen aktiva dan penyisihan kredit yang bermasalah yang dibentuk dalam rangka menutup kemungkinan resiko kerugian yang terjadi karena tidak dapat dikembalikannya kredit serta tidak tertagihnya bunga. Rumus Non Performing Loan Ratio.
NPL=
Kredit bermasalah Total kredit
X 100%
3. Management (Rasio Manajemen) Menurut manajemen)
Mudrajat
(2002:565),
menunjukkan
management
kemampuan
quality
manajemen
bank
(kualitas untuk
mengidentifikasi, mengukur, mengawasi dan mengontrol resiko-resiko yang timbul melalui kebijakan-kebijakan dan strategi bisnisnya untuk mencapai target. Berdasarkan PakFeb 1991, manajemen suatu bank diwajibkan
xlvi
mengelola banknya dengan baik sesuai dengan peraturan dibidang perbankan yang berlaku agar bank tersebut sehat. Keberhasilan dari manajemen bank didasarkan pada penilaian kualitatif terhadap manajemen yang mencakup beberapa komponen tersebut terdiri dari manajemen permodalan, manajemen kualitas aktiva, manajemen umum, manajemen rentabilitas, dan manajemen likuiditas yang keseluruhannya meliputi 250 aspek. Manajemen bank dapat diklasifikasikan sebagai sehat apabila sekurangkurangnya memenuhi 81% dari sebelum aspek tersebut. Penilaian terhadap manajemen merupakan penilaian terhadap kemampuan bank dalam mengelola dana, baik dalam upaya menghimpun ataupun menyalurkan dana yang ada serta mengkoordinasikan potensi lain yang terdapat dalam bank guna mencapai tujuan tertentu. Penilaian tersebut dapat bersifat kuantitatif dan kualitatif. Apabila dikaitkan dengan penilaian tingkat kesehatan bank, menurut kriteria BI penilaian manajemen tersebut dikaitkan dengan penilaian terhadap 5 unsur CAMEL (Mulyadi, 1999:275). 4. Earnings (Rasio Rentabilitas) Menurut Mudrajad (2002:564) earning (rentabilitas) menunjukkan tidak hanya jumlah kuantitas dan trend earning tetapi juga faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan dan kualitas earning. Keberhasilan bank didasarkan pada penilaian terhadap kuantitatif terhadap rentabilitas bank yang diukur dengan dua rasio yang berbobot sama. Rasio tersebut terdiri dari: (1) rasio perbandingan laba dalam 12 bulan terakhir terhadap volume
xlvii
usaha dalam periode yang sama Return on asset (ROA), dan (2) rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional dalam periode 12 bulan. Sutu bank dapat diklasifikasikan sehat apabila; (1) rasio laba terhadap volume usaha mencapai sekurang-kurangnya 1,2%, dan (2) rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional tidak melebihi 93,5%. Mulyadi (1999:278) rentabilitas adalah untuk mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh bank. Sedangkan menurut Kasmir (2003:279), rentabilitas adalah alat pegukur efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh bank yang bersangkutan. Adapun rasio earning yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Return on Equity. Rasio ini mempunyai arti yang sangat penting untuk mengukuir kemampuan manajemen dalam mengelola modal yang tersedia untuk mendapatkan Net Income.
Net Income
Returm on Equity =
Equity Capital
X 100%
b. Return on Asset. Rasio ini digunakan untuk mengukur kemanpuan manajemen
bank
dalam
memperoleh
profitabilitasnya
dan
managerial efficiency secara umum.
Returm on Asset (ROA) =
Net Income Total Asset
X 100%
xlviii
c. Rasio biaya (beban) Operasonal. Rasio biaya operasional adalah perbandingan antara biaya operasional dan pendapatan operasional. Rumusnya adalah sebagai berikut:
BOPO =
Biaya Operasional Pendapatan Operasional
X 100%
5. Liquidity (Rasio Likuiditas) Sinungan (1997:990), manajemen likuiditas bank diartikan sebagai suatu proses pengendalian dari alat-alat likuid yang mudah ditunaikan guna memenuhi semua kewajiban bank yang segera harus dibayar. Menurut Siamat (1993:476), likuiditas rasio adalah kemampuan perusahaan bank adalah menyediakan dana untuk memenuhi penarikan tunai dan penarikan kredit dan kegiatan lainnya yang telah jatuh tempo. Riyanto (1995:25), masalah likuiditas adalah hubungan dengan masalah kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban financialnya yang harus segera dipenuhi. Likuiditas pada prinsipnya merupakan kemampuan untuk memenuhi permintaan dana yang harus segera dipenuhi. Yang mungkin menjadi pertanyaan disini adalah kewajiban yang segera harus dipenuhi, berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk memenuhi kewajiban segera tersebut dan berapa biaya yang pantas dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan likuiditas. Likuiditas dibutuhkan terutama untuk memenuhi cadangan wajib minimum, penarikan nasabah giro dan kewajiban-kewajiban lainnya yang
xlix
telah jatuh tempo. Disamping itu, likuiditas diperlukan pula untuk memenuhi permintaan kredit oleh debitur. Banyak lembaga keuangan mengembangkan hubungan jangka panjang dengan nasabahnya dengan memenuhi kebutuhan-kebutuhan kredit para nasabahnya. Konsekuensinya tidak dapat memenuhi permintaan kredit oleh nasabah tidaklah serius dengan konsekuensinya atas kegagalan untuk memenuhi penarikan oleh deposan, namun secara jangka panjang hal tersebut akan tetap menjadi masalah yang sangat serius. Untuk berbagai pihak pemakai laporan keuangan bank perhitungan likuiditas tersebut dapat digunakan melalui perhitungan-perhitungan rasio yang menggambarkan hubungan timbal balik antar aset dengan liabilities. Adapun salah satu rasio untuk mengukur likuiditas antara lain adalah: Loan Deposit Ratio (LDR). LDR menyatakan seberapa jauh kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana yang dilakukan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Dengan kata lain, seberapa jauh pemberian kredit kepada nasabah kredit dengan mengimbangi kerugian bank untuk segera memenuhi permintaan deposan yang ingin menarik kembali uangnya yang telah digunakan oleh bank untuk memberikan kredit. Rasio ini juga digunakan untuk mengukur tingkat likuiditas bank yang banyak digunakan, dan lebih mendekati sifat dari kegiatan bank yang murni. Semakin tinggi tingkat rasio ini maka tingkat likuiditasnya semakin kecil,
l
karena jumlah dana yang diperlukan untuk membiayai kreditnya semakain banyak. LDR merupakan rasio untuk mengukur komposisi jumlah kredit yang diberikan dibandingkan dengan jumlah dana masyarakat dan modal sendiri yang digunakan. Besarnya LDR menurut peraturan pemerintah maksimal adalah 110%. Adapun rumus perhitungan LDR adalah:
LDR =
Total Loans Total Deposit
X 100%
Rasio LDR juga merupakan indikator kerawanan dan kemampuan dari suatu bank. Sebagian besar praktisi perbankan menyepakati bahwa batas aman dari LDR suatu bank adalah sekitar 80%, namun batas toleransi berkisar antara 85% (Kasmir, 2004:272). E. Kebangkrutan 1. Kesulitan Keuangan dan Kebangkrutan Menurut Hariyanto dan Sudomo (1998:338) dalam Permanasari (2006), kebangkrutan adalah kesulitan likuiditas yang sangat parah sehingga perusahaan tidak mampu menjalankan operasinya dengan baik. Kesulitan keuangan adalah keuangan atau likuiditas yang mungkin mengawali kebangkrutan. Perusahaan mengalami kesulitan keuangan jika menghadapi keadaan insolvency (ketidakmampuan membayar) insolvency menggambarkan bahwa perusahaan tersebut mengalami kegagalan.
li
Menurut Brigham dan Gapenski (1996:105), kesulitan keuangan (financial distress) merupakan keseluruhan kondisi keuangan yang meliputi dari kesulitan mengenai harapan profitabilitas dimasa depan, hingga kepada suatu keadaan dimana suatu perusahaan dibubarkan atau dilikuidasi. Adapun pengertian-pengertian mengenai financial distress adalah sebagai berikut: a. Kegagalan Ekonomi (Economic Failure): yang berarti bahwa pendapatan (revenue) perusahaan tidak dapat menutup biaya total, termasuk biaya modal. b. Kegagalan Bisnis (Bussiness Failure): suatu perusahaan dinyatakan mengalami kegagalan bisnis apabila ia telah menutup satu atau lebih operasi usahanya yang mengakibatkan kerugian keuangan bagi pihak kreditur. c. Technical Insolvency: sebuah perusahaan dapat dikatakan technical insolvency apabila tidak dapat memenuhi kewajiban jangka pendeknya pada saat jatuh tempo. d. Insolvency in Bankcruptcy; suatu perusahaan dikatakan mengalami insolvency in bankcrupty jika total nilai buku kewajiban telah melebihi nilai pasar aktivanya. Kondisi ini lebih serius daripada technical insolvency karena hal ini umumnya menandakan kegagalan ekonomis dan mengarah kepada likuidasi perusahaan. Perlu dicatat bahwa perusahaan yang mengalami insolvency in bankrupcy tidak perlu melalui proses legal bankrupcy.
lii
e. Legal Bankruptcy: perusahaan menurut legal bankruptcy belum boleh dinyatakan pailit secara hukum, sebelum yang bersangkutan dinyatakan bangkrut oleh putusan pengadilan. Kebangkrutan biasanya diartikan sebagai kegagalan perusahaan dalam menjalankan operasi perusahaan untuk menghasilkan laba. Kebangkrutan juga sering disebut likuidasi perusahaan atau penutupan perusahaan. Kegagalan usaha atau kebangkrutan menurut Weston dan Copeland (1996:686) menjelaskan bahwa: “kegagalan usaha dapat diidentifikasikan dengan berbagai cara dan beberapa kegagalan tidak harus berasal dari kejatuhan dan pembubaran perusahaan”. Menurut Almilia dan Herdinigtyas (2005:132) Kegagalan dalam arti ekonomi berarti bahwa perusahaan kehilangan uang atau pendapatan perusahaan tidak bisa menutup biayanya sendiri, ini berarti tingkat labanya lebih kecil dari biaya modal atau nilai sekarang dari arus kas perusahaan lebih kecil dari kewajiban. Kegagalan terjadi bila arus kas sebenarnya dari perusahaan tersebut jatuh di bawah arus kas yang diharapkan. Bahkan kegagalan dapat juga berarti bahwa tingkat pendapatan atas biaya historis dari investasinya lebih kecil dari pada biaya modal perusahaan. Kegagalan keuangan bisa diartikan sebagai insolvensi yang membedakan antara dasar arus kas dan dasar saham. Insolvensi atas dasar arus kas ada dua bentuk yaitu insolvensi teknis dan insolvensi dalam pengertian kebangkrutan. Insolvensi teknis adalah perusahaan dapat dianggap gagal jika perusahaan tidak dapat memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo walaupun total aktiva
liii
melebihi total utang, atau terjadi bila suatu perusahaan gagal memenuhi salah satu atau lebih kondisi dalam ketentuan hutangnya seperti rasio aktiva lancar terhadap utang lancar yang telah ditetapkan atau rasio kekayaan bersih terhadap total aktiva yang disyaratkan.. Insolvensi juga terjadi bila arus kas tidak cukup untuk memenuhi pambayaran kembali pokok pada tanggal tertentu. Insolvensi dalam pengertian kebangkrutan adalah kebangkrutan didefinisikan dalam ukuran sebagai kekayaan bersih negatif dalam neraca konvensional atau nilai sekarang dari arus kas yang diharapkan lebih kecil dari kewajiban. Kebangkrutan adalah sebagai suatu keadaan atau situasi dalam hal ini perusahaan gagal atau tidak mampu lagi memenuhi kewajiban-kewajiban kepada debitur karena perusahaan mengalami kekurangan dan ketidakcukupan dana untuk menjalankan atau melanjutkan usahanya sehingga tujuan ekonomi yang ingin dicapai oleh perusahaan tidak dapat dicapai yaitu profit, sebab dengan laba yang diperoleh perusahaan bisa digunakan untuk mengembalikan pinjaman, membiayai operasi perusahaan dan kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi bisa ditutup dengan laba atau aktiva yang dimiliki. (Almilia dan Herdinigtyas, 2005:132). Maka dapat disimpulkan kebangkrutan adalah kesulitan keuangan yang sangat parah sehingga perusahaan tidak mampu untuk menjalankan operasi perusahaan dengan baik. Sedangkan kesulitan keuangan (financial distress) adalah kesulitan keuangan atau likuidasi yang mungkin sebagai awal kebangkrutan.
liv
Kebangkrutan akan cepat terjadi di negara yang sedang mengalami kesulitan ekonomi, karena kesulitan ekonomi akan memicu semakin cepatnya kebangkrutan perusahaan yang mungkin tadinya sudah sakit kemudian semakin sakit dan bangkrut. Perusahaan yang belum sakitpun akan mengalami kesulitan dalam pemenuhan dana untuk kegiatan operasional akibat adanya krisis ekonomi tersebut. Proses kebangkrutan tidak semata-mata disebabkan oleh faktor ekonomi tetapi juga disebabkan oleh faktor yang lain yang sifatnya non ekonomi (Almilia dan Herdinigtyas, 2005:133). Suatu perusahaan yang mengalami kebangkrutan memiliki penyebab yang berbeda dari satu situasi ke situasi yang lain. Namun demikian, pengertian penyebab kebangkrutan akan memberikan pemahaman yang mendasar untuk menghindari gagalnya bisnis dan melakukan perbaikan apabila restrukturisasi memang diperlukan untuk menghindari gagalnya suatu usaha. 2. Penyebab Kebangkrutan Perusahaan Untuk menentukan faktor apa yang menyebabkan suatu perusahaan bangkrut adalah bukan suatu pekerjaan yang mudah, karena terjadinya kebangkrutan itu adalah akibat dari beberapa faktor yang terakumulasi sehingga mempercepat proses terjadinya suatu kebangkrutan. Harnanto, (1998:487) menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya suatu kebangkrutan yaitu: a. Karakteristik sistem ekonomi, sistem perekonomian masyarakat atau negara yang menyebabkan adanya kebangkrutan. Terdapat beberapa alasan atas adanya fenomena tersebut antara lain:
lv
1) Sistem perekonomian bebas memberikan keleluasaan bagi setiap individu untuk menekuni dunia bisnis sehingga memungkinkan masuknya orang-orang yang tidak berpengalaman dan tidak terlatih dalam bisnis tertentu, sehingga yang mereka tekuni rentan terhadap kebangkrutan. 2) Dalam perekonomian yang cenderung bebas ketatnya persaingan adalah suatu hal yang bersifat keharusan. Untuk memenangkan persaingan didunia bisnis maka diperlukan kemampuan bersaing dan adaptasi yang cukup tinggi. b. Faktor intern perusahaan, meliputi: 1) Kredit yang diberikan kepada para pelanggan terlalu besar. Dalam upaya meningkatkan volume penjualan dan menghindarkan terjadinya iddle kapasitas, perusahaan melakukan penjualan kredit baik melalui saluran distribusinya maupun secara langsung kepada para konsumen dengan persyaratan kredit lunak. Akan tetapi, nilai pemberian kredit tersebut terlalu besar maka dalam jangka pendek akan mengganggu likuiditas karena terlalu over investment pada piutang dan dalam jangka panjang dapat menimbulkan tidak tercapainya tujuan perusahaan. 2) Manajemen yang tidak kompeten. Lemahnya kualifikasi personalia manajemen dan kurangnya kemampuan, pengalaman, keterampilan, sifat cepat tanggap dan
lvi
inisiatif dapat menyebabkan tidak tercapainya tujuan perusahaan sehingga mempercepat proses menuju kearah kebangkrutan. 3) Kekurangan modal kerja. Hasil penjualan yang tidak memadai dan tidak menutup harga pokok penjualan dan biaya operasional lainnya yang berkelanjutan akan menyebabkan kebangkrutan. 4) Penyalahgunaan
wewenang
dan
timbulnya
kecurangan-
kecurangan. Rendahnya kualitas individu dari pelaku di perusahaan dan kurangnya
pengawasan
yang
baik
memudahkan
terjadinya
penyalahgunaan wewenang dan timbulnya kecurangan-kecurangan sehingga menimbulkan suasana kerja yang tidak sehat dan dapat mempengaruhi kinerja perusahaan. c. Faktor ekstern perusahaan meliputi faktor-faktor yang tidak bisa dikendalikan perusahaan: 1) Kecelakaan atau bencana alam yang menimpa perusahaan. Terjadinya kecelakaan atau bencana alam dapat merugikan perusahaan baik dari segi materiil ataupun non materiil sehingga mempengaruhi jalannya aktivitas perusahaan. 2) Situasi politik yang tidak stabil Kondisi politik dan pemerintahan yang tidak stabil dapat menyebabkan hambatan terhadap aktivitas perusahaan sehingga kelangsungan usahanya dapat terpengaruh.
lvii
3) Kebijakan pemerintah. Salah satu hal yang juga cukup penting adalah pengaruh adanya kebijakan pemerintah yang mutlak harus dipenuhi. Disisi lain apabila perusahaan belum siap dalam melaksanakan kebijakan tersebut maka dapat mempengaruhi aktivitas perusahaan tergantung dampaknya bagi perusahaan itu. 3. Indikator
Penting
dalam
Memprediksi
Kesulitan
Keuangan
Perusahaan Kebangkrutan tidak datang tiba-tiba, tetapi merupakan suatu klimaks dari serangkaian tahap atau proses kesulitan keuangan yang dialami perusahaan. Sebelum pada akhirnya perusahaan dinyatakan bangkrut, biasanya muncul berbagai indikator khususnya yang terkait dengan efektivitas operasinya. Menurut Duduh Sudarachmat (1995:12-14) dalam Permanasari (2006), indikator-indiktaor yang dapat digunakan untuk melihat tanda-tanda kebangkrutan dibagi menjadi dua, yaitu: a. Dapat diamati oleh pihak ekstern, misalnya: 1) Penurunan jumlah deviden yang dibagikan kepada pemegang saham selama beberapa periode secara berturut-turut. 2) Penurunan laba secara terus menerus bahkan perusahaan mengalami kerugian. 3) Ditutup atau dijualnya satu atau lebih unit usaha. 4) Pemecetan pegawai secara besar-besaran 5) Harga saham dipasar modal turun secara terus menerus.
lviii
b. Sebaliknya indikator-indikator yang dapat diketahui dan harus diperhatikan oleh pihak intern perusahaan adalah: 1) Turunnya volume penjualan, hal ini dapat terjadi karena ketidakmampuan manajemen dalam menerapkan kebijakan dan strategi akibat kurang pengalaman atau kurang tanggap dalam menanggulangi kemunduran perusahaan serta kurang cepat dalam memanfaatkan peluang-peluang yang ada dalam situasi persaingan bisnis yang semakin kompetitip sehingga pangsa pasar (market share) menurun. 2) Turunnya kemampuan perusahaan dalam mencetak keuntungan. Hal ini dapat disebabkan karena kesalahan-kesalahan penentuan strategi pemasaran. 3) Ketergantungan terhadap hutang. Hutang perusahaan sangat besar sehingga biaya modalnya juga membengkak. 4. Tahap-tahap Kesulitan Keuangan dan Kebangkrutan Menurut Newton (1975) dalam Permanasari (2006:26) kesulitan-kesulitan keuangan yang merupakan penunjuk awal terjadinya kebangkrutan dapat dianalisis dan di identifikasi melalui empat tahap, yaitu: a. Periode inkubasi, dalam periode ini mungkin mncul satu atau beberapa kondisi operasi dan financial perusahaan yang tidak menguntungkan dan tidak segera terdeteksi oleh pihak manajemen maupun pihak eksternal, misalnya:
lix
1) Penurunan volume penjualan, karena adanya perubahan selera atau permintaan konsumen. 2) Kenaikan biaya operasi. 3) Inefisiensi produksi karena metode yang ketinggalan zaman. 4) Ketidakmampuan manajemen yang memegang posisi kunci. 5) Kegagalam dalam melaksanakan ekspansi. 6) Tidak efektifnya pelaksanaan fungsi pengumpulan piutang. 7) Kurang adanya dukungan atau fasilitas perbankan (kredit). b. Kesulitan likuiditas atau cash shortage. Pada tahapan ini untuk pertama kalinya perusahaan tidak mampu memenuhi kewajiban jangka pendek yang telah jatuh tempo, meskipun aktiva fisiknya melebihi kewajibannya
dan
perusahaan
masih
mampu
menghasilkan
keuntungan yang cukup bagus, atau dapat dikatakan aktiva perusahaan tidak likuid. c. Financial/commercial insolvency. Pada tahap ketiga ini, perusahaan tidak mampu memperoleh dana dari sumber-sumber reguler untuk memenuhi kewajiban yang jatuh tempo. d. Total insolvency. Gejala yang paling menonjol dari total isolvency adalah jumlah hutang yang lebih besar dari aktiva perusahaan. Pada titik ini perusahaan tidak lagi mampu menghindarkan diri dari pengakuan kebangkrutan, dan usaha yang dilakukan oleh pihak manajemen untuk memperoleh dana tambahn guna penyelamatan perusahaan tidak berhasil.
lx
5. Analisis Prediksi Kesulitan Keuangan Gejala-gejala yang mengindikasikan adanya kesulitan keuangan berawal dari (Lutfi:1997) dalam Permanasari (2006:27): a. Kegagalan memenuhi kewajiban pembayaran bunga tepat pada waktunya. b. Ketidakmampuan untuk melunasi obligasinya. c. Adanya indikasi terjadinya kebangkrutan. d. Likuidasi perusahaan. Mamdud dan M. Hanafi (1996) dalam permanasari (2006), Manfaat dilakukannya analisis kebangkrutan adalah untuk memperoleh peringatan awal kesulitan keuangan (tanda-tanda awal kebangkrutan). Semakin awal diketahuinya tanda-tanda kesulitan keuangan tersebut akan semakin baik bagi pihak manajemen. Hai ini dikarenakan dengan diketahinya tanda-tanda awal kebangkrutan, pihak manajemen akan dapat segera melakukan perbaikanperbaikan. Pihak kreditur dan pemegang saham juga bisa segera melakukan persiapan-persiapan guna menghadapi berbagai kemungkinan yang buruk. Dalam hal ini tanda-tanda kebangkrutan tersebut dapat dilihat dengan menggunakan data-data akuntansi. Manajemen perusahaan yang efektif tentu tidak dapat menunggu sampai perusahaan mengalami kebangkrutan total (total insolvency) untuk mengambil tindakan. Cara yang dapat ditempuh manajemen untuk menganalisis kondisi keuangan perusahaan setelah menangkap sinyal-sinyal kebangkrutan adalah analisis prediksi kesulitan keuangan, melalui metode internal maupun
lxi
eksternal. Langkah inidapat mendukung keyakinan serta menentukan letak kelemahan perusahan yang sangat esensial terhadap kebangkrutan perusahaan sehingga manajemen dapat secepat mungkin dapat mengambil tindakan antisipasi. Analisis eksternal untuk mendeteksi kebangkrutan dilakukan atas data yang bersumber dari luar perusahaan seperti tingkat harga saham, GNP (tingkat pendapatan nasional), data statistik tentang industri, maupun indikator ekonomi yang dikeluarkan pihak pemerintah maupun swasta. Sedangkan pada umumnya, analisis internal yang banyak digunakan adalah analisa terhadap laporan keuangan perusahaan, yaitu berupa (Sudarachmat,1995) dalam Permanasari (2006:29): a. Analisis trend : adalah analisis rasio perusahaan untuk beberapa periode. Dengan mempelajari trend beberapa periode dari kegiatankegiatan usaha perusahaan untuk beberapa yahun terakhir, diharapkan ada gambaran perekembangan, fluktuasi, atau kemunduran. b. Analisis rasio financial / keuangan : analisis rasio keuangan merupakan dasar untuk menilai dan meganalisis prestasi operasi perusahaan. Disamping itu, analisis rasio keuangan juga dapat digunakan sebagai kerangka kerja perencanaan dan pengendalian keuangan. 6. Prediksi Kebangkrutan Berdasarkan pihak yang berkepentingan terhadap informasi tentang kebangkrutan maka manfaat prediksi kebangkrutan menurut Harnanto, (1998:364) adalah sebagai berikut:
lxii
a. Kreditur untuk mengambil keputusan siapa yang akan diberi pinjaman dan juga untuk kebijakan memonitor pinjaman yang ada. b. Investor Dapat mengembangkan model prediksi kebangkrutan untuk melihat tanda-tanda kebangkrutan itu sedini mungkin. c. Pihak otoritas pembuat peraturan Seperti ikatan akuntan, badan pengawas pasar modal atau institusi lainnya, untuk membantu mengeluarkan peraturan-peraturan yang bisa melindungi publik. d. Pemerintah Pemerintah dapat melakukan tindakan-tindakan yang mungkin dapat mengantisipasi terjadinya kebangkrutan. e. Auditor Dapat melaksanakan audit yang memberikan pendapat terhadap laporan keuangan perusahaan dengan baik. f. Manajemen Kebangkrutan berarti munculnya biaya-biaya yang berkaitan dengan kebangkrutan dan biaya ini cukup besar, likuiditas atau kebangkrutan memerlukan biaya auditor dan biaya pengadilan. Bila manajemen dapat mendeteksi
kebangkrutan
lebih
awal,
maka
tindakan-tindakan
penghematan bisa dilakukan, misalnya dengan melakukan merger atau restrukturisasi keuangan sehingga kebangkrutan bisa dihindari.
lxiii
G. Penelitian Terdahulu Titik Aryati dan Hekinus Manau (2000) melakukan penelitian terhadap kekuatan rasio-rasio keuangan yang diukur dengan model CAMEL dalam membedakan bank yang sukses dan bank yang gagal. Data yang digunakan adalah laporan keuangan bank-bank yang terdapat dalam Direktori Bank Indonesia dari tahun 1993-1997. Hasil penelitian yang diperoleh bahwa analisa model CAMEL dapat memprediksi keberhasilan atau kegagalan bank. Kekuatan analisa model CAMEL dalam memprediksi tingkat ketepatannya untuk 1 tahun sebelum bangkrut 82% dan semakin menurun jika tahun peramalannya semakin jauh dengan tingkat kegagalannya. Penelitian yang dilakukan oleh Luciana Spica Almilia dan Winny Herdinigtyas (2005) terhadap prediksi kondisi perbankan yang bermasalah dan yang tidak bermasalah. Penelitian ini menggunakan rasio keuangan CAMEL (Capital, Asset, Management, Equity, Liabilities) untuk memprediksi kondisi perbankan yang bermasalah dan yang tidak bermasalah dengan menggunakan regresi logistik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rasio keuangan CAMEL memiliki daya klasifikasi keseluruhan 93,1% selain itu penelitian ini juga menunjukkan bahwa rasio CAR, APB, NPL, PPAPAP, ROA, NIM dan BOPO berbeda signifikan secara statistik antara kondisi bermasalah dan bank yang tidak bermasalah dan hanya variabel CAR dan BOPO yang signifikan untuk memprediksi kondisi bank yang bermasalah dan tidak bermasalah. Wilopo (2000) melakukan penelitian dengan tujuan untuk menguji kekuatan untuk memprediksi kegagalan bank dengan menggunakan rasio
lxiv
keuangan model CAMEL. Data penelitian ini adalah sekunder berupa laporan keuangan yang dipublikasikan di media cetak Indonesia dan Indonesian Capital Market Directiry dengan periode pengamatan 1996-1997. hasil penelitian yang diperoleh bahwa rasio keuangan model CAMEL, SIZE bank dan tingkat kepatuhan terhadap Bank Indoneisa belum dapat digunakan sebagai
prediksi
kegagalan
bank
sehingga
variabel
lainnya
perlu
dipertimbangkan sampai memperoleh model yang tepat. Etty M. Nasser dan Titik Aryati (2000) menyimpulkan bahwa dengan uji univariate ada dua jenis rasio yang signifikan yang menbedakan bank sehat dan bank gagal yaitu rasio EATAR dan OPM. Rasio keuangan yang dominan mempengaruhi kegagalan dan keberhasilan bank adalah EATAR dan PBTA. Melalui analisis stepwise statistic dan casewise statistic dapat diketahui tingkat keberhasilan keseluruhan dari fungsi diskriminan dan untuk peramalan empat tahun sebelum bangkrut adalah 67,6%. Penelitian ini menggunakan bank go public sebagai sampel. Variabel bebas yang digunakan adalah beberapa rasio-rasio keuangan model CAMEL yaitu CAR1, CAR2, ETA, RORA, ALR, NPM, OPM, ROA, ROE, BOPO, PBTA, EATAR, dan LDR. Sedangkan yang menjadi variabel terikat adalah Financial Distress dengan dua alternatif yaitu bank sehat dan bank gagal. Penelitian yang dilakukan oleh Haryati (2002) berusaha untuk menganalisa apakah terdapat perbedaan bermakna kinerja keuangan yang diukur dari rasio cadangan penghapusan kredit terhadap kredit, ROA, efisiensi dan LDR antar bank dengan kelompok kategori A, B dan C dan apakah rasio keuangan
tersebut
mempunyai
pengaruh
yang
bermakna
terhadap
lxv
kemungkinan kebangkrutan bank-bank katrgori A, B dan C. Hasil dari penelitian ini adalah dari empat rasio keuangan yang digunakan, ternyata rasio ROA, efisiensi dan LDR mempunyai perbedaan yang signifikan diantara bank-bank dalam kategori A, B dan C. adapun rasio cadangan penghapusan kredit terhadap kredit tidak mempunyai perbedaan bermakna mengingat pengukuran rasio ini apabila digunakan untuk menilai kualitas asset dari bank kurang tepat, yaitu tidak sesuai dengan pengukuran sebagaimana telah telah ditentukan oleh Bank Indonesia. Penggunaan rasio keuangan yang mempunyai perbedaan signifikan dalam model logistic regression untuk menguji kebangkrutan bank-bank dalam kategori bangkrut adalah akurat yang ditunjukkan dengan tingkat kemaknaan 0,00%. Dari ketiga rasio ROA, efisiensi dan LDR hanya rasio ROA yang mempunyai pengaruh bermakna terhadap kemungkinan kebangkrutan bank. Secara empiris tingkat kegagalan bisnis dan kebangkrutan bank dengan menggunakan rasio-rasio keuangan model CAMEL dapat dibuktikan sebagaimana yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti yaitu (1) Thomson (1991) (dalam Wilopo 2001) yang menguji manfaat rasio keuangan CAMEL dalam memprediksi kegagalan bank di USA pada tahun 1980an dengan menggunakan alat statistik regresi logit, (2) Abdul Mongid (2000) (dalam Wilopo 2001) yang menemukan bahwa rasio keuangan model CAMEL cukup akurat dalam menyusun rating bank, dan (3) Surifah (1999) yang menguji manfaat rasio keuangan dalam memprediksi kebangkrutan bank dengan menggunakan model CAMEL.
lxvi
H. Kerangka Penelitian BURSA EFEK JAKARTA
PERUSAHAAN PERBANKAN YANG GO PUBLIK
Variabel Independen: CAR NPL ROA ROE BOPO LDR
Variabel Dependen: 0 = Kebangkrutan 1= Tdk mengalami kebangkrutan
Uji Kolmogorov-Smirnov Uji Mann-Witney Uji Regresi Logistik
Uji Wald
Uji chi-Square Hosmer & Lemeshow
Koefisien Negelkerhe R Square
Interpretasi
lxvii
I. Hipotesis Berdasarkan analisis dan penelitian terdahulu, maka hipotesis penelitian dinyatakan sebagai berikut: H1 : Rasio keuangan CAMEL (CAR, NPL, ROA, ROE, BOPO, LDR) memiliki perbedaan yang signifikan antara bank bermasalah dan bank yang tidak bermasalah periode 2002-2006. H2 :
Rasio keuangan CAMEL (CAR, NPL, ROA, ROE, BOPO, LDR) dapat digunakan untuk memprediksi kondisi bermasalah (bangkrut) dan yang tidak bermasalah (sehat) periode 2002-2006.
lxviii
BAB III METODOLOGI PENELITIAN E. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan berdasarkan laporan keuangan tahunan perusahaan perbankan selama periode 2002-2006 yang dipublikasikan di Bank Indonesia (BI). Adapun laporan keuangan dalam penelitian ini diambil dari neraca dan laba (rugi) yang akan diubah menjadi rasio-rasio keuangan untuk memprediksi potensi kebangkrutan pada perusahaan perbankan. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah 22 bank yang go public dan telah terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ) tahun 2002-2006. Penelitian ini merupakan penelitian kausalitas karena tujuan penelitian ini adalah meneliti hubungan sebab akibat diantara dua variabel yaitu variabel dependen kebangkrutan dengan variabel independen Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Loan (NPL), Return On Asset (ROA), Return On Equity (ROE), Beban Operasional Terhadap Pendapatan Operasional (BOPO), dan Loan To Deposit Ratio (LDR). F. Metode Penentuan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah semua laporan perbankan yang go public dan terdaftar di Bursa Efek Jakarta dan Bank Indonesia periode 20022006. Bank yang dijadikan sampel sebanyak 22 bank dan terbagi menjadi dua kelompok yaitu 0 untuk bank yang bermasalah (mengalami kebangkrutan dan mengalami kerugian 3 tahun berturut-turut) dan 1 untuk bank yang tidak bermasalah (tidak mengalami kebangkrutan atau sehat).
lxix
Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode purposive sampling, yaitu pengambilan data disesuaikan dengan kriteriakriteria tertentu yang telah ditentukan sebelumnya. Adapun sampel yang digunakan dalam penelitian berdasarkan kriteria di bawah ini: 1. Laporan keuangan perusahaan tahunan perbankan yang dipublikasikan di Bank Indonesia periode 2002-2006. 2. Total aktiva yang dimiliki bank-bank tersebut lebih dari Rp 100 juta yang telah terdaftar di BEJ dan telah dipublikasikan di Bank Indonesia. 3. Bank yang dijadikan sampel terbagi menjadi 2 kategori yaitu : a. Bank tidak bermasalah: bank-bank tersebut masih beroperasi dari tahun 2002-2006 dan tidak mengalami kerugian selama 3 tahun berturut-turut. b. Bank bermasalah: bank yang menderita kerugian minimal 3 tahun berturut-turut, dan mengalami kerugian lebih dari 75% modal disetor serta bank yang mengalami kebangkrutan selama periode 2002-2006. G. Metode Pengumpulan Data 1. Data Sekunder Untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan dilakukan proses pengumpulan data melalui dokumentasi, yaitu metode pengumpulan data yang dilakukan dengan membuat salinan dengan cara mengadakan arsip dan catatan-catatan perusahaan yang ada.
lxx
Data yang dibutuhkan terdiri dari data sekunder, yaitu merupakan data atau informasi yang diperoleh dari pihak lain dalam bentuk laporan bulanan yang diperoleh dari publikasi bulanan antara lain JSX Monthly Reports, berasal dari publikasi Bursa Efek Jakarta melalui website www.jsx.co.id dan laporan bulanan Bank Indonesia melaui website www.bi.co.id, majalah, jurnal pasar modal, Indonesia capital market directory, infobank, warta ekonomi, serta sumber lainnya. 2. Data Primer Data primer berupa pengamatan dan pengambilan data langsung di Pusat Referensi Pasar Modal (PRPM) atau melakukan observasi di Bank Indonesia (BI), dan dari lembaga atau instansi terkait. Data yang diambil berupa laporan keuangan tahunan periode 2002-2006 dari Bank Indonesia (BI). 3. Studi Pustaka Pengumpulan data ini dilengkapi pula dengan membaca, mempelajari serta mengalisis literatur yang bersumber dari buku dan jurnal-jurnal yang berkaitan dengan penelitian ini sehingga memperoleh dasar-dasar teori dan informasi yang mendukung. H. Metode Analisis 1. Uji One Sample Kolmogorov-Smirnov Analisis awal pada penelitian ini sebelum melakukan uji hipotesis I adalah analisis normalitas data, dalam analisis ini digunakan uji One KolmogorovSmirnov dengan tingkat signifikansi yang digunakan α = 0.05, jika P-value > 5% maka data terdistribusi normal atau H0 diterima dan jika P-value < 5%
lxxi
maka H0 ditolak atau data tidak terdistribusi normal (Singgih Santoso, 2005:408). Ghozali, (2005:30), Hipotesis dalam uji One Kolmogorov-Smirnov adalah: Hipotesis Nol (H0)
: Data terdistribusi dengan normal.
Hipotesis alternatif (Ha)
: Data tidak terdistribusi dengan normal.
Uji ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui jenis alat analisis apa yang digunakan untuk melakukan uji beda statistik parametrik/ non parametrik. Jika data tidak normal maka dilakukan uji beda non parametrik dengan menggunakan Mann Whitney U sebaliknya jika data normal digunakan Independen T-test (Ghozali dan Castellan, 2002) dalam (Almilia dan Herdinigtyas, 2005:16). 2. Uji beda parametrik Independent samples T-Test Uji beda Independent sample T-Test digunakan untuk menentukan apakah dua sampel yang tidak berhubungan memiliki nialai rata-rata yang berbeda dengan asumsi data berdistribusi normal pada statistik parametrik. Uji beda ttest dilakukan dengan cara membandingkan perbedaan antara dua nilai ratarata dengan standar error dari perbedaan rata-rata dua sampel (Imam Ghozali, 2005:56) : t=
μ1 − μ 2 S .E .
Dimana: µ1
: Rata-rata sampel pertama
µ2
: Rata-rata sampel kedua
lxxii
S.E.
: Standar Error perbedaan rata-rata kedua sampel
Ada dua tahapan analisis dalam uji beda Independent Samples T-Test, yaitu: a. Dengan Levene Test apakah varian kedua populasi sampel sama atau berbeda. b. Dengan T-Test, dengan berdasarkan hasil Levene Test diambil suatu keputusan. Jika hasil Levene Test menunjukkan bahwa varian kedua populasi sama maka analisis harus menggunakan asumsi equal variance dengan malihat t hitung dibandingkan dengan t-tabel, jika t hitung > t tabel maka H0 ditolak dan menerima H1 dan jika t hitung < t tabel maka H0 tidak dapat ditolak (Imam Ghozali, 2002:26). Hipotesis dalam uji Independent Sampel T-Test ini adalah: H0
:Tidak terdapat perbedaan signifikan pada rasio keuangan CAMEL (CAR, ROA, ROE, NPL, BOPO, LDR) perusahaan bangkrut dan sehat.
Ha
:Terdapat perbedaan signifikan pada rasio keuangan CAMEL (CAR, ROA, ROE, NPL, BOPO, LDR) perusahaan bangkrut dan sehat.
Dasar pengambilan keputusan: Jika probabilitas > 0,05 maka H0 tidak dapat ditolak Jika probabilitas < 0,05 maka H0 ditolak dan menerima Ha.
lxxiii
3. Uji Mann-Whitney U Pada metode statistik parametrik uji perbedaan dua sampel tidak berhubungan dilakukan dengan uji Indepeneden Samples T-Test hanya saja uji ini mensyaratkan data bertipe interval atau rasio serta data mengikuti distribusi normal (Singgih Santoso, 2006:43), jika salah satu syarat tidak terpenuhi, yaitu: a. Data bertipe nominal atau ordinal. b. Data bertipe interval atau rasio namun tidak berdistribusi normal. Maka digunakan uji statistik nonparametrik yang khusus untuk dua sampel bebas yaitu Uji Mann-Whitney. Nilai Z pada uji Mann-Whitney dapat dicari dengan rumus (Ghozali dan Kastellan, 2002:115): Ζ=
Wx ± 0.5 − m( N + 1) / 2 mn( N + 1) / 12
Dimana: Wx
= Wilcoxon
m
= Kelompok perusahaan yang mengalami kebangkrutan
n
= Kelompok perusahaan yang sehat atau tidak mengalami kebangkrutan.
N
= Jumlah populasi dua kelompok perusahaan.
Hipotesis yang digunakan dalam pengujian ini: Ho
: Tidak terdapat perbedaan rasio keuangan CAR, NPL, ROA, ROE, BOPO dan LDR antara rasio keuangan perusahaan yang bangkrut dan yang sehat.
H1
: Terdapat perbedaan yang signifikan antara rasio keuangan CAR,
lxxiv
NPL, ROA, ROE, BOPO dan LDR antara rasio keuangan perusahaan yang bangkrut dan yang sehat. Dasar pengambilan keputusan: Jika Asymp. Sig (2-Tailed)>0,05 maka Ho tidak dapat ditolak. Jika Asymp. Sig (2-Tailed)<0,05 maka Ho ditolak dan menerima H1. 4. Analisis Regresi Logistik Regresi logistik adalah bentuk khusus dari regresi dimana variabel dependennya terbagi menjadi dua bagian atau kelompok (biner), walaupun formulasinya dapat saja melebihi dari dua kelompok. Secara umum penginterpretasian regresi logistik sangat mirip dengan regresi linier (Hair, dkk, 1998) dalam Liza Angelina (2004:464). Analisis regresi logistik merupakan salah satu metode regresi yang digunakan untuk mencari hubungan antara variabel respon (Y) dengan satu atau lebih variabel penduga . Regresi logistik ini hanya digunakan untuk kasus khusus, yaitu variabel respon (Y) adalah variabel kualitatif yang biner atau dikotom, dimana hanya terdapat dua kemungkinan dari nilai Y, yaitu Intensi untuk keluar (Y=1) atau Intensi tetap bertahan (Y=0). Regresi logistik adalah regresi yang digunakan untuk mencari persamaan regresi jika variabel dependennya merupakan variabel yang berbentuk skala ordinal (Santoso dan Ashari, 2005:184). Regresi binary logistik digunakan untuk melakukan pemodelan suatu kemungkinan kejadian dengan variabel dependen (respons) bertipe kategorial dua pilihan. (Cornelius Trihendrati, 2007:63). Nilai kemungkinan kejadian berada pada rentang 0-1. hal ini sanagt
lxxv
berbeda dengan regresi linier biasa dimana nilai variabel (variabel respons) bisa bernilai < 0 atau > 1. Regresi logistik adalah regresi yang digunakan untuk menemukan persamaan regresi dimana variabel dependennya bertipe kategorial dua pilihan seperti : ya atau tidak atau lebih dari dua pilihan seperti tidak setuju, setuju, dan sangat setuju. Regresi logistik biner adalah regresi logistik dimana variabel dependennya berupa variabel dikotomi (dua kelompok) atau variabel biner. Variabel biner adalah data jenis nominal (data hanya memiliki kategori/grup bersifat mutually exclusive artinya bersifat eksklusif yang satu dan yang lainnya. (Asnawi dan Wijaya, 2006:10). Terdiri dari dua kriteria seperti ya dan tidak, sedangkan regresi linier, variabel dependennya bisa bernilai < 0 atau > 1. Di dalam analisis regresi logistik hubungan antara probabilitas variabel terikat (Y) dan variabel bebas (X) adalah non-linier, sedangkan hubungan antara log dari odds (probabilitas kadang-kadang dinyatakan odds) atau log of odds dan variabel bebas X linier. (Imam Ghozali, 2005:214). Bentuk dari odds rasio mempunyai interpretasi βi untuk yaitu odds rasio bertambah besar dengan kelipatan exp ( βi) untuk setiap pertambahan satu unit Xi (Stanislaus, 2006:227). Kita dapat merubah odds menjadi probabilitas dan sebaliknya, perhitungan nilai odds dengan log natural. Secara umum hubungan probabilitas dan odds digambarkan sebagai berikut (Stanislaus, 2006:64) :
lxxvi
πi =
l odds 1 = oddsi 1+ l 1 + l −oddsi
Atau
⎛ π oddsi = ln⎜⎜ i ⎝1− π i
⎞ ⎟⎟ ⎠
Dimana :
πi
= Kemungkinan (probabilitas) kejadian pada i
oddsi
= Nilai kecenderungan suatu kejadian pada case i
Nilai odds diasumsikan berhubungan linear dengan variabel prediktor (variabel independen) : Odds i =bo+b1Xi1+b2Xi2+…….+bpXip Xij
= Variabel prediktor j dengan case i
bj
= Koefisien variabel prediktor j
p
= Jumlah variabel prediktor
Jadi probabilitas adalah:
πi =
1+ l
(
1
− bo + b1 xi 1 + b2 xi 2 +......+ b p xip
)
Analisis regresi logistik digunakan untuk melihat pengaruh sejumlah variabel independen X1, X2, ….,Xk terhadap variabel dependen Y yang berupa variabel kategorik berdasarkan nilai variabel independen X1, X2, ….,Xk. (Stanislaus, 2006:225). Bentuk regresi logistik binary pada penelitian ini adalah : Logit (π ) = ln
sehat = β 0 + β 1 X j1 + β 2 X j 2 + .... + β k X k 1 − bangkrut
Dimana :
lxxvii
β0 = Konstanta, βi = Koefisien, dan πj = Probabilitas bahwa faktor / covariate ke-j punya respon = 1 (ya) dari respon regresi logistik biner yang mempunyai nilai 0 (tidak) dan 1 (ya). X1 = Prediktor ke-2, CAR (Capital Adequacy Ratio) X2 = Prediktor ke-3, NPL (Ratio Non Performin Loan) X3 = Prediktor ke-4, ROA (Return On Asset) X4 = Prediktor ke-5, ROE (Return On Equity) X5 = Prediktor ke-6, BOPO (Biaya Operasional) X6 = Prediktor ke-7, LDR (Loan Deposit Ratio) Uji wald pada tabel variables in the equation digunakan untuk menguji apakah masing – masing koefisien regresi logistik signifikan. Uji wald sama dengan kuadrat dari rasio koefisien regresi logistik B dan standard error S.E. dengan tingkat signifikansi α < 0.05 (Stanislaus, 2006:236) :
⎡ B ⎤ Wald = ⎢ ⎣ S .E ⎥⎦
2
Koefisien Cox dan Snell R square merupakan ukuran yang mencoba meniru ukuran koefisien R2 pada regresi linier berganda yang didasarkan pada teknik estimasi Likelihood dengan nilai maksimum kurang dari 1 sehingga sulit diinterpretasikan. Nagelkerke R square merupakan modifikasi dari koefisien Cox dan Snell untuk memastikan bahwa nilainya bervariasi dari 0-1.
lxxviii
Hal ini dilakukan dengan cara membagi nilai koefisien Cox dan Snell R2 dengan nilai maksimumnya. Nilai koefisien Nagelkerke’s R2 diinterpretasikan seperti nilai koefisien R2 pada regresi linier berganda (Imam Ghozali, 2005:219). Nilai koefisien Nagelkerke R Square umumnya lebih besar dari nilai koefisien Cox dan Snell R Square tapi cenderung lebih kecil dibandingkan dengan nilai koefisien determinasi R2 pada regresi linier berganda. (Stanislaus, 2006:236). Persamaan yang baik adalah persamaan yang tingkat kemiripan antara hasil dugaan dengan nilai pengamatan sangat tinggi dan ini akan menghasilkan nilai -2logLikelihood yang rendah. Kalau persamaan yang diperoleh cocok, maka nilai kemiripannya 1 dan nilai -2LogLikehood adalah 0. penilaian keseluruhan model regresi menggunakan nilai -2LogLikehood dimana jika terjadi penurunan dalam nilai -2LogLikehood pada blok kedua jika dibandingkan dengan blok pertama maka dapat disimpulkan bahwa model kedua regresi menjadi lebih baik. (Santosa dan Ashari, 2005:191). Untuk menilai kelayakan model regresi dalam memprediksi digunakan uji Chi Square Hosmer And Lemshow. Uji Chi Square Hosmer And Lemshow mengukur perbedaan antara nilai hasil observasi dan nilai prediksi variabel dependen. Semakin kecil perbedaan diantara keduanya maka model yang diperoleh semakin baik. Pengujian ini digunakan untuk menguji hipotesis : H0
: Tidak terdapat perbedaan antara klasifikasi yang diprediksi dengan klasifikasi yang diamati.
lxxix
Ha
: Terdapat perbedaan antara klasifikasi yang diprediksi dengan klasifikasi yang diamati.
Dilihat dari atas jika nilai sig > α (0,05) berarti keputusan yang diambil adalah menerima H0 yang berarti tidak ada perbedaan antara klasifikasi yang diprediksi dengan klasifikasi yang diamati. Artinya model regresi logistik bisa digunakan untuk analisis selanjutnya. (Santosa dan Ashari, 2005:190). B. Definisi Operasional Variabel
Variabel adalah konsep yang memiliki bermacam-macam nilai. Sedangkan definisi operasional adalah suatu definisi yang diberikan kepada suatu variabel dengan cara memberikan arti, menspesifikasikan kegiatan, atau memberikan suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur variabel tersebut (Surbianto, 2004:55). 1. Capital Adequacy Ratio (CAR)
Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah rasio kecukupan modal yang menunjukkan kemampuan bank dalam mempertahankan modal yang mencukupi dan kemampuan manajemen bank dalam mengidentifikasi, mengukur, mengawasi dan mengontrol resiko-resiko yang timbul yang dapat berpengaruh terhadap besarnya modal bank. CAR ini juga digunakan untuk mengukur seberapa besar modal yang tersedia dapat menutupi atau mengimbangi total asetnya. Rasio ini dapat memberi informasi apakah permodalan yang ada telah memadai.
CAR =
Modal Sendiri X 100 Aktiva tertimbang menurut resiko
lxxx
2. Non Performing Loan (NPL)
Non Performing Loan (NPL), rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen dalam mengatasi masalah perkreditan.
Kredit bermasalah
NPL=
Total kredit
X 100%
3. Return On Asset (ROA)
Rasio ini digunakan untuk mengukur kemanpuan manajemen bank dalam memperoleh profitabilitasnya dan managerial efficiency secara umum.
Return on Asset (ROA) =
Net Income Total Asset
X 100%
4. Return On Equity (ROE)
Rasio ini mempunyai arti yang sangat penting untuk mengukur kemampuan manajemen dalam mengelola modal yang tersedia untuk mendapatkan Net Income. Return on Equity ini merupakan perbandingan antara laba bersih bank dengan modal sendiri. Rasio ini banyak diamati oleh para pemegang saham bank serta para investor di pasar modal yang ingin membeli saham yang bersangkutan.
Return on Equity
=
Net Income Equity Capital
X 100%
lxxxi
5. Beban Operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO)
Beban Operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya. Rasio BOPO merupakan perbandingan antara biaya operasional dengan pendapatan operasional.
BOPO =
Biaya Operasional Pendapatan Operasional
X 100%
6. Loan to Deposit Ratio (LDR)
Loan to Deposit Ratio (LDR) merupakan rasio untuk mengukur komposisi jumlah kredit yang diberikan dibandingkan dengan jumlah dana masyarakat dan modalnya sendiri yang digunakan. Semakin tinggi rasio ini maka tingkat likuiditas akan semakin kecil, karena jumlah dana yang diperlukan untuk membiayai kreditnya semakin banyak.
LDR =
Total Loans Total Deposit
X 100%
lxxxii
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Sejarah Lembaga Keuangan Perbankan Indonesia
Sistem perbankan Indonesia mengalami perubahan yang cukup mendasar setelah diundangkannya Undang-undang No.7 tahun 1992 dan undang-undang No.10 tahun 1998, yang menggantikan undang-undang No.14 tahun 1967. undang-undang No.14 sudah tidak memadai untuk menampung komleksnya permasalahan yang timbul dari industri perbankan sejalan dengan pesatnya perkembangna sektor perbankan mengikuti tuntunan kebutuhan masyarakat terhadap jasa-jasa perbankan disamping kuatnya pengaruh globalisasi. Memasuki era tahun 1990-an sistem perbankan Indonesia mengalami perkembangan yang signifikan, hal ini terbukti dengan adanya sekitar 400-an bank yang beroperasi di Indonesia. Pada era ini juga dikenal dengan adanya pasar bebas atau berlakunya sistem perdagangan dunia. Indoneisa merupakan negara sedang berkembang ingin mengikuti kompetisi untuk memasuki sistem tersebut dan menghadang resiko yang akan datang. Guna mengantisipasi perdagangan bebas tersebut pemerintah Indonesia mengambil kebijakan diberbagai sistem, salah satunya dalam sistem perbankan yaitu dengan memutuskan menggabungkan beberapa bank pemerintah dengan tujuan agar struktur bank menjadi lebih tangguh dan diharapkan lebih kompetitif baik dalam skala global maupun internasional. Disamping itu, untuk memperkuat daya saing perbankan, ketentuan permodalan minimum bagi pendirian bank
lxxxiii
baru menurut undang-undang No.10 tahun 1998 adalah minimal sebesar Rp 3 triliun. Sejalan dengan kebijakan diatas, untuk menyehatkan sektor keuangan dan perbankan bank Indonesia sampai saat ini melakukan pembekuan operasi bank, atau mengambil alih bank yang memang masih dapat diselamatkan serta melikuidasi sebagian bank yang secara struktural kondisi keuangannya sudah sulit untuk diperbaiki akibat banyaknya jumlah kredit bermasalah (non performing loan), disamping itu, bank tidak mampu memenuhi peraturan ketentuan peermodalan minimum atau CAR sebesar 4%, kemudian pada akhir tahun 2001 harus telah mencapai 8%. Dengan adanya kebijakan UU No.10 tahun 1998 dan restrukturisasi dalam perbankan, maka saat ini jumlah bank yang beroperasi di Indonesia sekitar 138 bank. Ada empat hal penting menandai kondisi terakhir sektor perbankan di Indonesia. Keempat hal tersebut adalah: a. Selesainya
penyusunan
Arsitekur
Perbankan
Indonesia
(API).
Munculnya API ini dipicu oleh adanya krisis perbankan dan krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia mulai tahun 1997. Salah satu landasan penting penyusunan API ini adalah usaha bank Indonesia untuk menerapkan 25 basel corel principal. b. Serangkaian rencana dan komitmen pemerintah, DPR, dan bank Indonesia untuk menyusun atau membentuk; lembaga penjamin
lxxxiv
simpanan, lembaga pengawas perbankan yang independen, otoritas jasa keuangan. c. Kinerja perbankan yang lebih menunjukkan kondisi masa peralihan atau masa pemulihan dari krisis ekonomi kearah kondisi perbankan yang lebih sesuai dengan praktek-praktek perbankan yang baik. Praktek perbankan yang baik ini antara lain mengarah kepada: manajemen pengelolaan resiko yang baik, struktur perbankan nasional yang lebih baik, dan penerapan prinsip kehati-hatian yang konsisten. d. Penyaluran dana masyarakat kearah yang lebih mencerminkan bank sebagai perantara keuangan dengan tetap berlandaskan prinsip kehatihatian. 1) Perkembangan Emiten Perbankan di Bursa Efek Jakarta Tahun 2007
Pada tahun 2007, perkembangan dunia perbankan diwarnai oleh gap bunga yang terlalu tinggi. Otoritas bank sentral meminta perbankan agar lebih efisien dalam menyalurkan kreditnya sehingga tidak terjadi lagi gap seperti sekarang ini. Direktur Direktorat Perencanaan Strategis dan Humas BI dalam harian umum Republika tanggal 7 Februari 2007 Budi Mulya, mengatakan sebenarnya sudah tidak relevan lagi bagi perbankan untuk menjaga suku bunga pinjaman yang tinggi. Hal ini jika dikaitkan dengan terus menurunnya suku bungan acuan BI, yang disusul dengan penurunan bunga deposito, tetapi tidak direspon bagus oleh turunnya bunga kredit.
lxxxv
Sebagai langkah kedepan, ruang untuk penurunan suku bunga BI semakin sempit, sehingga perlu ada stimulus lain untuk menggerakkan perekonomian, selain dari kebijakan moneter, papar Budi. Suku bunga deposito dibeberapa bank umum saat ini berkisar antara 7-8,5%. Untuk bunga kredit kosumsi tergolong masih tinggi, rata-rata diatas 16%, sedangkan kredit investasi di level 14%. Rapat Dewan Gubernur yang diadakan di Jakarta pada tanggal 16 Februari 2007, memutuskan BI rate sebesar 25 basis poin menjadi 9,25%. Gubernur BI dalam harian umum Repubilka tanggal 7 Februari 2007 mengatakan dari beberapa faktor resiko yang dipertimbangkan menunjukkan bahwa ruang bagi penurunan BI rate, walaupun masih ada akan semakin menyempit dan terbatas. Keputusan ini diambil setelah mengevaluasi kondisi makro ekonomi hingga akhir Januari 2007, prospek ekonomi moneter dan berbagai faktor resiko yang dihadapi serta pencapaian sasaran infalasi 6+1% dan 5+1% untuk tahun 2007 dan 2008. Dengan minimnya ruang untuk menurunkan BI rate maka realisasi perbaikan iklim investasi dan penurunan biaya tinggi serta distorsi struktural lainnya mesti dipercepat di semester satu tahun 2007. Masih minimnya penyaluran kredit juga terlihat dari posisi penyeluran kredit perbankan di 2006. kredit perbankan tumbuh 14,1% atau Rp. 102,8 triliun. Dengan demikian posisi kredit perbankan hingga Desember 2006 Rp. 832,9 triliun. Pencapaian kredit perbankan 2006 dibawah target yang ditetapkan BI sebesar 15-20%.
lxxxvi
Rasio kecukupan modal (CAR) perbankan meningkat menjadi 20,5% dari 19,5% pada tahun 2005. tingkat kredit bermasalah (NPL) gross hingga Desember 2006 tercatat persen dan NPL netto 3,6%. Aset perbankan nasional mengalami kenaikan ditengah sulitnya realisasi fungsi intermediasi tahun 2006. meskipun asset perbankan diatas 1000 triliun, namun kalangan pengusaha masih kesulitan mendapat kucuran kredit mengingat berbelitnya birokrasi bank dan nikmatnya perbankan menyimpan uang mereka di SBI yang tanpa resiko default. 2. Sejarah Bank Indonesia 1. Pendirian dan Informasi Umum
Bank Indonesia (BI, dulu disebut De Javasche Bank) adalah bank sentral Indonesia. Sebagai bank sentral, BI mempunyai satu tujuan tunggal, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah ini mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa, serta kestabilan terhadap mata uang negara lain. Untuk mencapai tujuan tersebut BI didukung oleh tiga pilar yang merupakan tiga bidang tugasnya. Ketiga bidang tugas ini adalah menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta mengatur dan mengawasi perbankan di Indonesia. Ketiganya perlu diintegrasi agar tujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah dapat dicapai secara efektif dan efisien. BI ini juga menjadi satu-satunya lembaga yang memiliki hak untuk mengedarkan
uang
di
Indonesia.
Dalam
melaksanakan
tugas
dan
lxxxvii
wewenangnya BI dipimpin oleh Dewan Gubernur. Untuk periode 2003-2008, Burhanuddin Abdullah menjabat posisi sebagai Gubernur BI. Babak baru dalam sejarah Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang independen dimulai ketika sebuah undang-undang baru, yaitu UU No.23/1999 tentang Bank Indonesia, dinyatakan berlaku pada tanggal 17 Mei 1999. Undang-undang ini memberikan status dan kedudukan sebagai suatu lembaga negara yang independen dan bebas dari campur tangan Pemerintah ataupun pihak lainnya. Sebagai suatu lembaga negara yang independen, Bank Indonesia mempunyai otonomi penuh dalam merumuskan dan melaksanakan setiap tugas dan wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam undang-undang tersebut.Pihak luar tidak dibenarkan mencampuri pelaksanaan tugas Bank Indonesia, dan Bank Indonesia juga berkewajiban untuk menolak atau mengabaikan intervensi dalam bentuk apapun dari pihak manapun juga. Untuk lebih menjamin independensi tersebut, undang-undang ini telah memberikan kedudukan khusus kepada Bank Indonesia dalam struktur ketatanegaraan Republik Indonesia. Sebagai Lembaga negara yang independen kedudukan Bank Indonesia tidak sejajar dengan Lembaga Tinggi Negara. Disamping itu, kedudukan Bank Indonesia juga tidak sama dengan Departemen, karena kedudukan Bank Indonesia berada diluar Pemerintah. Status dan kedudukan yang khusus tersebut diperlukan agar Bank Indonesia dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai otoritas moneter secara lebih efektif dan efisien.
lxxxviii
Status Bank Indonesia baik sebagai badan hukum publik maupun badan hukum perdata ditetapkan dengan undang-undang. Sebagai badan hukum publik Bank Indonesia berwenang menetapkan peraturan-peraturan hukum yang merupakan pelaksanaan dari undang-undang yang mengikat seluruh masyarakat luas sesuai dengan tugas dan wewenangnya. Sebagai badan hukum perdata, Bank Indonesia dapat bertindak untuk dan atas nama sendiri di dalam maupun di luar pengadilan. 2. Visi, Misi, Tujuan dan Tugas BI
1) Visi Bank Indonesia (BI) Mencapai
dan
memelihara
kestabilan
nilai
rupiah
melalui
pemeliharaan kestabilan moneter dan pengembangan stabilitas sistem keuangan
untuk
pembangunan
nasional
jangka
panjang
yang
berkesinambungan. 2) Misi Bank Indonesia (BI) Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya (kredibel) secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil. 3) Tujuan Bank Indonesia (BI) Dalam kapasitasnya sebagai bank sentral, Bank Indonesia mempunyai satu tujuan tunggal, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah ini mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa, serta kestabilan terhadap mata uang negara lain.
lxxxix
Aspek pertama tercermin pada perkembangan laju inflasi, sementara aspek kedua tercermin pada perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain. Perumusan tujuan tunggal ini dimaksudkan untuk memperjelas sasaran yang harus dicapai Bank Indonesia serta batas-batas tanggung jawabnya. Dengan demikian, tercapai atau tidaknya tujuan Bank Indonesia ini kelak akan dapat diukur dengan mudah. 4) Tugas Bank Indonesia (BI) Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Indonesia didukung oleh tiga pilar yang merupakan tiga bidang tugasnya. Ketiga bidang tugas ini adalah menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta mengatur dan mengawasi perbankan di Indonesia. Ketiganya perlu diintegrasi agar tujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah dapat dicapai secara efektif dan efisien. B. Pengolahan Data dan Analisis Deskriptif
Pengolahan data pada penelitian ini menggunakan microsoft excel dan SPSS versi 15.0 untuk windows untuk memudahkan perolehan data sehingga dapat menjelaskan variabel-variabel yang diteliti. Langkah pertama dalam penelitian ini adalah melakukan penentuan sampel dengan metode purposive sampling atau penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu pada perbankan periode 2002-2006 berdasarkan kriteria yang telah ditentukan dalam penelitian ini sebagai pedoman penentuan kebangkrutan. Tabel deskriptif menjelaskan variabel-variabel independen X yaitu X1 (Capital Adeqyacy Ratio), X2 (Non Performing Loan), X3 (Return On Asset),
xc
X4 (Return On Equity), X5 (Beban Operasional Terhadap Pendapatan Operasional), X6 (Loan To Deposit Ratio) untuk bank yang bemasalah (mengalami kebangkrutan) dan bank yang tidak bermasalah (sehat). Variabel dependen Y : kebangkrutan dimana kondisi 1 untuk bank yang sehat dan 0 untuk bank yang mengalami kebangkrutan. 1. CAR (Capital Adeqyacy Ratio)
CAR merupakan rasio kecukupan modal yang harus dimiliki oleh setiap bank untuk membiayai kegiatan operasionalnya. Modal adalah faktor penting bagi suatu perusahaan dalam rangka pengembangna usaha serta untuk menampung resiko-resiko yang mungkin terjadi. Tabel 4.1 Data hasil perhitungan CAR pada 22 perusahaan perbankan periode 2002-2006 (%) N O 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
NAMA BANK
2002
2003
2004
2005
2006
ARTA NIAGA K. BUMI PUTERA IND. BUANA Indonesia NUSANTARA P. DANAMON EKSEKUTIF INTER NIAGA
23.98 12.94 22.34 18.53 25.33 9.96 12.72
21.96 9.94 22.32 13.67 26.84 10.4 11.58
20.99 10.16 22.12 12.86 27 14.69 10.43
18.57 10.69 20.15 10.78 23.48 11.3 17.31
21.03 13.02 30.83 16.64 22.37 9.37 17.45
RATARATA CAR 21.306 11.35 23.552 14.496 25.004 11.144 13.898
KONDIS I 1 1 1 1 1 1 1
INTERNATIONAL IND.
33.21
22.02
20.89
22.41
24.08
24.522
1
SWADESI VICTORIA INTER MEGA NISP PAN IND. KESAWAN PERMATA LIPPO MAYAPADA INTER CIC INTER DANPAC GLOBAL INTER PIKKO INTER PASIFIC RATA-RATA PERTUMBUHAN
29.37 8.99 13.16 12.57 32.91 16.31 10.4 21.08 10.93 0.05 31.97 29.49 14.96 25.3 18.93 2
27.07 11.52 14.04 13.78 42.35 16.99 10.8 17.86 13.68 15.95 25.33 42.5 8.41 35.86 19.76 7
25.95 16.12 13.53 15.31 40.19 12.84 11.4 20.87 14.43 0 0 0 0 0 14.08 1
24.06 21.92 11.13 19.95 30.58 14.34 9.9 21.38 14.24 0 0 0 0 0 13.73 6
26.55 24.02 15.92 17.13 31.71 9.43 14.4 26.78 13.82 0 0 0 0 0 15.20 7
26.6 16.514 13.556 15.748 35.548 13.982 11.38 21.594 13.42 3.2 11.46 14.398 4.674 12.232
1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Sumber : (BI) data diolah
xci
Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan permodalan dan penyisihan penghapusan debitur yang dibentuk dalam rangka menutup kemungkinan
resiko
kerugian
yang
terjadi
karena
tidak
dapat
dikembalikannya kredit serta tidak tertagihnya bunga. Berdasarkan rasio CAR yang dimiliki oleh 22 perusahaan perbankan diatas, yang dimiliki rata-rata pertumbuhan CAR yang paling besar adalah PAN Indonesia yaitu sebesar 35.548%. hal ini menunjukkan bahwa PAN Indonesia selama periode 2002-2006 memiliki rasio modal minimum lebih baik dari bank lain. Dengan rasio ini berarti bahwa rasio modal tersebut menunjukkan bahwa kemampuan modal bank untuk menampung resiko kemungkinan rugi adalah sebesar 35.548% dari jumlah ATMT (Aktiva Tertimbang Menurut Resiko) yang dimiliki oleh PAN Indonesia Hal ini berarti pula bahwa setiap Rp 1,- kerugian bank Pan Indonesia yang terjadi karena kredit macet selama periode 2002-2006 dapat ditutup dengan 35.548% modal yang tersedia oleh PAN Indonesia. Sedangkan yang memiliki rata-rata pertumbuhan rasio CAR paling kecil adalah bank CIC International yaitu sebesar 3.2%. Dalam hal ini menunjukkan bahwa setiap Rp 1,- resiko kerugian bank CIC International yang terjadi karena kredit macet selama periode 2002-2006, hanya dapat ditutup dengan 3.2% modal yang tersedia oleh bank CIC International. 2. NPL (Non Performing Loan)
NPL digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengatasi masalah perkreditan. Berikut ini tabel perhitungan tentang Non
xcii
Performing Loan dari 22 perusahaan perbankan yang go public periode 20022006 : Tabel 4.2 Data hasil perhitungan NPL pada 22 perusahaan perbankan periode 2002-2006 (%) NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
NAMA BANK
2002
2003
2004
2005
2006
ARTA NIAGA K. BUMI PUTERA IND. BUANA IND. NUSANTARA P. DANAMON EKSEKUTIF INTER NIAGA INTERNATIONAL IND. SWADESI VICTORIA INTER MEGA NISP PAN IND. KESAWAN PERMATA LIPPO MAYAPADA INTER CIC INTER DANPAC GLOBAL INTER PIKKO INTER PASIFIC RATA-RATA PERTUMBUHAN
3.91 3.67 0.75 0.7 4.59 11.46 6.16
3.54 2.9 0.86 0.31 4.62 4.58 3.61
2.44 3.33 1.61 0.8 4.02 9.67 3.18
2.13 7.98 2.35 0.17 2.58 13.53 5.23
1.32 5.58 4.39 3.03 3.31 7.89 3.47
RATARATA NPL 2.668 4.692 1.992 1.002 3.824 9.426 4.33
9.02
6.2
4.01
2.88
5.43
5.508
1
4.91 2.7 0.23 1.67 15.23 2.63 37.5 12.38 3.26 25.05 1.78 4.27 2.76 93.61
2.66 4.05 1.54 0.84 9.61 4.04 14.01 8.84 4.68 4.59 0.76 3.08 2.95 89.57
2.63 7.26 1.98 1.01 7.71 5.79 3.6 6.75 3.11 0 0 0 0 0
2.55 6.03 1.43 2.46 9.34 12.76 5.3 1.75 1.79 0 0 0 0 0
2.14 3.79 1.68 2.49 7.95 6.2 6.4 1.96 0.65 0 0 0 0 0
2.978 4.766 1.372 1.694 9.968 6.284 13.362 6.336 2.698 5.928 0.508 1.47 1.142 36.636
1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0
11.284
8.084
3.132
3.648
3.076
KONDISI 1 1 1 1 1 1 1
Sumber : (BI) data diolah Berdasarkan rasio NPL yang dimiliki oleh 22 perusahaan perbankan diatas, yang mempunyai rasio NPL terkecil adalah Bank Nusantara Parahyangan yaitu sebesar 1.002%. Hal ini menunjukkan bahwa Bank Nusantara Parahyangan mempunyai NPL lebih kecil dari bank lain, karena NPL yang baik adalah harus dibawah 5% (Asosiasi Perbankan Indonesia yang dikutip dari Infobank No.303, Juni 2004). Semakin kecil NPL maka akan semakin baik kinerja perusahaan perbankan yang bersangkutan. Dalam hal ini
xciii
Bank Nusantara Parahyangan mempunyai rata-rata rasio NPL yang menunjukkan bahwa kredit yang diberikan oleh Bank Nusantara Parahyangan selama periode 2002-2006 yang bermasalah atau tidak tertagih hanya sebesar 1.002% dari kredit yang diberikan oleh Bank Nusantara Parahyangan. 3. ROA (Return On Asset)
Rasio ROA digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam menghasilkan laba atas sejumlah modal dan aktiva yang dimilikinya, sehingga dapat mengukur profitabilitas yang dicapai oleh 22 perusahaan perbankan seperti yang tertera pada tabel dibawah ini. Tabel 4.3 Data hasil perhitungan ROA pada 22 perusahaan perbankan periode 2002-2006 (%) NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
NAMA BANK
2002
2003
2004
2005
2006
1.13 1.32 2.86 1.72 2.01 1.28 0.53
1.7 1.4 2.31 1.84 3.29 3.23 2.03
1.58 1.27 2.66 1.98 5.94 1.06 2.91
1.52 -1.24 3.13 1.59 4.26 -4.2 2.1
1.4 0.26 3.47 1.84 2.4 -0.96 2.27
RATARATA ROA 1.466 0.602 2.886 1.794 3.58 0.082 1.968
0.41 3.54 0.62 2.28 1.52 0.66 0.11 -4.8 -1.01 0.5 -6.94 1.53 0.29 1.02 0.64
0.76 2.33 0.69 3.24 1.71 2.92 0.32 1.9 -1.48 0.94 3.95 1.54 0.51 -3.15 0.89
2.37 2.34 1.54 2.99 2.5 5.61 0.37 2.3 3.33 2.11 0 0 0 0 0
1.72 2.06 1.46 1.25 1.52 2.27 0.3 1.2 1.87 0.84 0 0 0 0 0
1.43 1.28 1.76 0.88 1.55 2.78 0.36 1.2 1.98 1.55 0 0 0 0 0
1.338 2.31 1.214 2.128 1.76 2.848 0.292 0.36 0.938 1.188 -0.598 0.614 0.16 -0.426 0.306
0.51
1.494
1.948
0.984
1.157
ARTA NIAGA K. BUMI PUTERA IND. BUANA IND. NUSANTARA P. DANAMON EKSEKUTIF INTER NIAGA INTERNATIONAL IND. SWADESI VICTORIA INTER MEGA NISP PAN IND. KESAWAN PERMATA LIPPO MAYAPADA INTER CIC INTER DANPAC GLOBAL INTER PIKKO INTER PASIFIC RATA-RATA PERTUMBUHAN
KONDISI 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Sumber : (BI) data diolah
xciv
Berdasarkan rasio ROA yang dimiliki oleh 22 perusahaan perbankan diatas menunjukkan bahwa Bank Danamon mempunyai rata-rata pertumbuhan ROA yang paling besar. Bank Danamon mempunyai ratarata sebesar 3,58%, hal ini menunjukkan bahwa selama tahun 2002-2006 bank Danamon berhasil mendapatkan profit sebesar 3,58% dengan memanfaatkan sejumlah asset yang ada. Rata-rata ROA dari tahun 2002 sampai 2006 pada 22 perusahaan perbankan yang dijadikan sampel penelitian ini berkisar antara 0,5% sampai dengan 1,25%, artinya perusahaan masih taat pada ketentuan BI No.6/ 23/ DPNP/ Tanggal 31 Mei 2004 yang menyatakan bahwa semakin besar ROA yang dimiliki perusahaan perbankan akan semakin baik kinerja bank yang bersangkutan, karena akan besar profitabilitas dari pengelolaan asset dan permodalan yang ada. Perolehan profit ini didukung oleh adanya faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya kualitas rentabilitas, diantaranya profit margin (perbandingan antara net operating asset atau tingkat perputaran asset dan turn over of operating asset dalam satu periode) sehingga laba yang diperoleh perusahaan semakin meningkat. Makin besar perolehan laba yang diperoleh perusahaan maka semakin baik keadaan perusahaan tersebut. Hal ini juga menunjukkan bahwa selama periode 2002-2006 beberapa perusahaan berhasil memanfaatkan sejumlah asset yang dimilikinya dengan baik.
xcv
4. ROE (Return On Equity)
Return on Equity ini merupakan perbandingan antara laba bersih bank dengan modal sendiri. Rasio ini banyak diamati oleh para pemegang saham bank serta para investor di pasar modal yang ingin membeli saham yang bersangkutan. Tabel 4.4 Data hasil perhitungan ROE pada 22 perusahaan perbankan periode 2002-2006 (%) NO
NAMA BANK
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
ARTA NIAGA K. BUMI PUTERA IND. BUANA IND. NUSANTARA P. DANAMON EKSEKUTIF INTER
NIAGA INTERNATIONAL IND.
SWADESI VICTORIA INTER MEGA NISP PAN IND. KESAWAN PERMATA LIPPO MAYAPADA INTER CIC INTER DANPAC GLOBAL INTER PIKKO INTER PASIFIC RATA-RATA PERTUMBUHAN
5.94
8.03
9.17
10
9.39
RATARATA ROE 8.506
9.91
12.37
11.21
-16.45
1.61
3.73
1
26.96 18.38 22.27 12.82 13.38 -22.22 16.55 13.09 30.38 13.42 3.87 1.2 -153.5
17 19.17 31.41 36.18 39.58 18.14 10.83 8.77 32.51 17.97 15.34 3.14 66.1
17.75 21.73 38.55 7.5 41.87 38.25 12.09 14.79 31.58 26.87 28.16 3.19 42.7
18.91 19.12 26.12
16.04 15.33 15.63
1 1 1
-39.94
-16.29
21.07 25.97 11.69 11.68 15.11 14.79 14.14 3.82 14.3
16.57 19.49 7.76 12.11 9.1 11.01 14.27 3.81 13.1
19.332 18.746 26.796 0.054 26.494 15.926 11.784 12.088 23.736 16.812 15.156 3.032 -3.46
-36.26
-45.79
104.48
24.11
23.66
14.04
4.93
2.08 0.14 7.75 2.33
5.29 0 0 0 0 0
10.65 0 0 0 0 0
7.212
5.4
13.11 0 0 0 0 0
10.57
21.045
8.169
8.329
2002
-178.74
7.75 1.44 16.2 4.87 -7.607
2003
-75.91
2004
2005
2006
-35.72
3.1 0.754 -11.942 2.054
KONDISI 1
1
1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Sumber : (BI) data diolah Berdasarkan rasio ROE yang dimiliki oleh 22 perusahaan perbankan diatas menunjukkan bahwa bank Danamon mempunyai rata-rata pertumbuhan ROE yang paling besar. Bank Danamon mempunyai rata-
xcvi
rata sebesar 26,796%, hal ini menunjukkan bahwa selama tahun 20022006 bank Danamon berhasil mendapatkan profit sebesar 26,796% dengan memanfaatkan sejumlah ekuitas yang ada. 5. BOPO (Beban Operasional Terhadap Pendapatan Operasional)
Rasio BOPO merupakan rasio perbandingan antara biaya operasonal terhadap pendapatan operasional. Rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya. Tabel 4.5 Data hasil perhitungan BOPO pada 22 perusahaan perbankan periode 2002-2006 (%) NO
NAMA BANK
2002
2003
2004
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
ARTA NIAGA K. BUMI PUTERA IND. BUANA IND. NUSANTARA P. DANAMON EKSEKUTIF INTER NIAGA
93.62 92.5 81.84 87.11 86.74 91.02 98.45 87.34 96.42 86.99 88.36 95.39 99.21 138.1
93.52 90.67 80.35 83.4 82.31 82.63 89.12 93.29 83.72 95.47 76.49 86.67 82.32 97.41 86.6
111.14
101.25
INTERNATIONAL IND.
SWADESI VICTORIA INTER MEGA NISP PAN IND. KESAWAN PERMATA LIPPO MAYAPADA INTER CIC INTER DANPAC GLOBAL INTER PIKKO INTER PASIFIC RATA-RATA PERTUMBUHAN
96.61
94.35
207.17
103.96
91.37 99.72
92.43 97.65
122.98
94.03
125.72 150.03
87.89 91.38 75.1 82.37 52.32 81.57 79.41 79.65 80.93 89.46 73.83 76.49 55.58 98.41 83.1 82.18 81.27 0 0 0 0 0
102.11
94.062
61.406
100.31
2005
2006
87.5 74.64 86.43 65.65
90.12 98.54 74.32 88.18 80.33
124.52
110.48
82.11 84.89 82.91 88.94 88.88 86.52 77.65 98.28 89.6 77.51 92.65 0 0 0 0 0
82.85 89.82 91.12 86.88 92.78 87.98 78.25 97.65 90 75.34 88.99 0 0 0 0 0
68.388
68.347
115.86
RATA-RATA BOPO 90.53 97.79 77.25 85.498 73.47 98.044 86.76 89.22 85.204 91.434 83.794 85.204 77.838 98.192 97.48 89.484 90.774 62.226 36.76 39.474 49.74 48.812
KONDISI 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Sumber : (BI) data diolah
xcvii
Berdasarkan perbandingan beban operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) yang dimiliki oleh perusahaan perbankan diatas. Hal ini menunjukkan arti yang sangat penting untuk mengukur kemampuan manajemen dalam mengelola beban operasional terhadap pendapatan operasional yang tersedia dalam setiap perusahaan untuk mendapatkan pendapatan operasional. Dalam tabel tersebut ditunjukkan perbankan yang memiliki tingkat BOPO yang paling tinggi adalah Bank Kesawan sebesar 98.192%. Hal ini menunjukkan bahwa setiap Rp 1,- beban operasional yang digunakan dapat menghasilkan pendapatan operasional sebesar Rp. 0.98192. semakin besar rasio ini menunjukkan bahwa semakin efisien perusahaan dalam mengelola pendapatan operasional bank. 6. LDR (Loan To Deposit Ratio)
Loan To Deposit Ratio merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat likuiditas bank, sifatnya lebih mendekati kegiatan murni perbankan. Semakin tingkat rasio ini, maka tingkat likuiditasnya akan semakin kecil karena jumlah dana yang diperlukan untuk membiayai kredit semakin kecil. Untuk mengetahui besarnya tingkat LDR 22 perusahaan perbankan periode 2002-2006 dapat dilihat dari tabel berikut ini : Tabel 4.6 Data hasil perhitungan LDR pada 22 perusahaan perbankan periode 2002-2006 (%) N O 1 2
NAMA BANK
2002
2003
2004
2005
2006
ARTA NIAGA K. BUMI PUTERA IND.
65.38 93.5
63.09 96.21
71.26 83.76
74.15 80.6
64.56 87.42
RATARATA LDR 67.688 88.298
KONDIS I 1 1
xcviii
3 4 5 6
BUANA IND. NUSANTARA P. DANAMON EKSEKUTIF INTER
34.54 29.69 50.23 69.91
43.37 40.43 50.15 77.09
58.55 52.39 72.49 89.98
79.96 57.03 80.82 83.6
83.03 54.82 75.51 74.8
59.89 46.872 65.84 79.076
1 1 1 1
59.57
72.12
85.37
85.35
84.78
77.438
1
19.39
35.03
43.62
55.3
57.22
42.112
1
55.14 36.24 58.82 75.61 77.05 56.79 40.5 22.69 77.12 48.99 39.28 33.99 19.31 3602.9
59.17 40.22 55.61 77.95 71.16 43.9 41.3 19.95 77.3 30.86 40.29 32.65 26.82 6077.8
54.11 54.72 48.8 77.34 72.93 52.32 57.2 22.6 73.74 0 0 0 0 0
55.36 41.2 51.25 77.62 55.17 55.4 78.5 32.36 82.35 0 0 0 0 0
54.89 51.94 42.7 82.17 80.47 69.5 83.1 44.87 85.29 0 0 0 0 0
55.734 44.864 51.436 78.138 71.356 55.582 60.12 28.494 79.16 15.97 15.914 13.328 9.226 1936.12
1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0
212.12
326.02
48.69
51.183
53.503
Lanjutan tabel 4.6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
NIAGA INTERNATIONAL IND. SWADESI VICTORIA INTER MEGA NISP PAN IND. KESAWAN PERMATA LIPPO MAYAPADA INTER CIC INTER DANPAC GLOBAL INTER PIKKO INTER PASIFIC RATA-RATA PERTUMBUHAN
Sumber : (BI) data diolah Berdasarkan tabel diatas, rasio LDR pada 22 perusahaan perbankan periode 2002-2006 menunjukkan hasil yang sangat penting untuk mengukur kemampuan manajemen dalam mengelola kredit pihak ketiga yang ditanamkan dalam kredit yang diberikan oleh bank. Dalam tabel diatas, tingkat LDR sangat bervariasi dan berfluktuatif. Namun tingkat LDR yang diharapkan sebesar 85% keatas oleh BI baru dapat dipenuhi oleh bank Bumi Putera Indonesia pada tahun 2002, 2003, dan 2006, bank Eksekutif Internasional pada tahun 2004, bank Niaga pada tahun 2004 dan 2005, serta bank Mayapada Internasional pada tahun 2006. karena LDR ini merupakan dana pihak ketiga yang ditanamkan oleh pihak bank. Tingkat LDR terbesar dimiliki oleh bank Bumi Putera Indonesia sebesar 88,298% dari
xcix
dana pihak ketiga yang ditanamkan dalam likuid asset untuk menjaga kebutuhan likuiditasnya. Mengacu pada ketentuan BI berdasarkan paket kebijakan 29 Mei 1993, LDR dibatasi sampai dengan 110%. Rata-rata LDR tahun 2002 sebesar 212,12%, tahun 2003 sebesar 326,02 %, tahun 2004 sebesar 48,69%, tahun 2005 sebesar 51,183%, tahun 2006 sebesar 53,503%. Terlihat ada fluktuasi LDR dari tahun ke tahun. LDR yang meningkat dikarenakan perbankan mampu mengelola kreditnya dengan baik, sehingga kedua belah pihak saling menguntungkan. Keadaan ini mengisyaratkan bahwa perbankan sudah mampu mengatasi intermediasi dengan baik, yaitu lebih berani mengucurkan kreditnya dengan tidak mengabaikan tolak ukur yang ditetapkan BI tentang LDR. Dengan demikian, sampel yang dijadikan objek dalam penelitian oleh penulis mampu mengendalikan kedit yang diberikan oleh pihak bank atau kreditur kepada pihak peminjam (nasabah) dan mampu mengatasi permasalahan intermediasi perbankan dengan berani mengucurkan kreditnya juga dapat menarik kembali modal usaha atau kreditnya. C. Uji One Sample Kolmogorov-Smirnov
Uji normalitas data One Sample Kolmogorov-Smirnov dilakukan untuk mengetahui jenis alat statistik yang akan digunakan untuk melakukan uji beda statistik parametrik / non-parametrik pada penelitian ini. Jika data terdistribusi dengan normal maka alat uji beda yang digunakan Independen Sample Test
c
dan jika data tidak terdistribusi dengan normal maka alat uji beda yang digunakan Mann Whitney U.
Tabel 4.7 Hasil Pengujian Normalitas Data One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test CAR 110
N Normal Parameters(a,b) Most Extreme Differences
NPL 110
ROA 110
ROE 110
BOPO 110
LDR 110
Mean
16.3445
5.8447
1.2186
8.1014
78.6535
138.3026
Std. Deviation
9.98705
12.77305
1.74962
30.93332
35.88075
664.84702
.094
.324
.170
.315
.282
.507
Absolute Positive
.094
.297
.086
.156
.174
.507
Negative
-.079
-.324
-.170
-.315
-.282
-.418
Kolmogorov-Smirnov Z
.987
3.394
1.786
3.303
2.954
5.318
Asymp. Sig. (2-tailed)
.285
.000
.003
.000
.000
.000
a Test distribution is Normal. b Calculated from data.
Sumber : Data diolah, 2008. Pada hasil pengujian normalitas data pada tabel 4.7 diatas dijelaskan bahwa: 1. Variabel CAR signifikan dengan Asymp. Sig (2-tailed/ uji dua sisi) > α = 0.05 maka Ho tidak dapat ditolak, variabel CAR tidak berdistribusi dengan normal dengan P-value = 0.285 2. Variabel NPL tidak signifikan dengan Asymp. Sig (2-tailed/ uji dua sisi) < α = 0.05 maka Ho ditolak, variabel NPL tidak berdistribusi dengan normal dengan P-value = 0.000 3. Variabel ROA tidak signifikan dengan Asymp. Sig (2-tailed/ uji dua sisi) < α = 0.05 maka Ho ditolak, variabel ROA tidak berdistribusi dengan normal dengan P-value = 0.003
ci
4. Variabel ROE tidak signifikan dengan Asymp. Sig (2-tailed/ uji dua sisi) < α = 0.05 maka Ho ditolak, variabel ROE tidak berdistribusi dengan normal dengan P-value = 0.000 5. Variabel BOPO tidak signifikan dengan Asymp. Sig (2-tailed/ uji dua sisi) < α = 0.05 maka Ho ditolak, variabel BOPO tidak berdistribusi dengan normal dengan P-value = 0.000 6. Variabel LDR tidak signifikan dengan Asymp. Sig (2-tailed/ uji dua sisi) < α = 0.05 maka Ho ditolak, variabel LDR tidak berdistribusi dengan normal dengan P-value = 0.000 Dari hasil pengujian normalitas data diketahui bahwa variabel NPL, ROA, ROE, BOPO, dan LDR tidak berdistribusi normal sedangkan variabel CAR berdistribusi dengan normal. Selanjutnya uji beda Mann Whitney akan digunakan pada variabel-variabel yang tidak berdistribusi dengan normal sedangkan uji beda Independent Samples T-Test akan digunakan pada variabel yang berdistribusi dengan normal yaitu variabel CAR. D. Uji Independent Sample T-Test
Uji ini digunakan pada variabel rasio keuangan yang berdistribusi normal, dari hasil pengujian normalitas data diketahui bahwa rasio keuangan yang berdistribusi dengan normal hanya variabel CAR. Tabel 4.8 Hasil Statistik Deskriptif variabel CAR Group Statistics
CAR
BANGKRUT bangkrut sehat
N 40 70
Mean 11.6150 19.0470
Std. Deviation 11.83827 7.61402
Std. Error Mean 1.87180 .91005
cii
Pada output tabel grup statistik terlihat bahwa rata-rata rasio CAR pada perusahaan kondisi bangkrut adalah 11.6150 kali sedangkan untuk kelompok perusahaan yang tidak mengalami kebangkrutan (sehat) adalah 19.0470 kali. Secara absolute jelas bahwa rata-rata rasio CAR antara perusahaan kondisi bangkrut dan tidak bangkrut (sehat) berbeda. Untuk melihat apakah perbedaan ini nyata secara statistik akan dijelaskan pada tabel 4.9. Tabel 4.9 Hasil Uji Beda Independent T-Test Variabel CAR Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
F CAR
Equal variances assumed Equal variances not assumed
11.412
Sig. .001
t-test for Equality of Means
t
df
Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper
-4.005
108
.000
-7.43200
1.85560 -11.11012
-3.75388
-3.571
57.792
.001
-7.43200
2.08130 -11.59849
-3.26551
Pada tabel 4.9 terlihat bahwa F hitung dengan levene’s test pada variabel CAR dengan asumsi varians sama adalah 11.412 dengan probabilitas 0.001. karena probabilitas P-value = 0.001 < α = 0.05 maka H0 dapat ditolak yang berarti varian rasio keuangan CAR perusahaan yang bangkrut berbeda dengan perusahaan yang tidak bangkrut (sehat). Dari hasil t-test dapat dijelaskan bahwa nilai t hitung = 4.005 > t tabel = 1.982 (didapat nilai t tabel dari distribusi t uji dua sisi, df = 108) dan untuk asumsi varian sama probabilitas 0.000 (uji dua sisi) < α = 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa rata-rata rasio keuangan CAR perusahaan yang bangkrut berbeda signifikan (tidak identik) dengan rata-rata rasio CAR perusahaan yang tidak mengalami bangkrut (sehat).
ciii
Dari hasil levene’s test dan t-test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara varian rasio keuangan CAR pada perusahaan kelompok yang bangkrut dan yang tidak bangkrut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata rasio keuangan CAR untuk perusahaan kelompok bangkrut dan yang tidak bangkrut, maka Ha diterima yang menyatakan terdapat perbedaan yang signifikan antara perusahaan kelompok bangkrut dan yang tidak bangkrut (sehat). E. Uji Mann-Whitney U
Uji ini dilakukan pada variabel-variabel rasio keuangan yang tidak berdistribusi normal berdasarkan hasil uji One Sample Kolmogorov-Smirnov. Tabel 4.10 Hasil Uji Beda Mann-Whitney Test Statisticsa Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed)
NPL 1181.500 2001.500 -1.359 .174
ROA 503.000 1323.000 -5.581 .000
ROE 570.000 1390.000 -5.164 .000
BOPO 1366.000 2186.000 -.212 .832
LDR 454.000 1274.000 -5.886 .000
a. Grouping Variable: BANGKRUT
Sumber : Data diolah, 2008. Tabel 4.10 menunjukkan bahwa variabel-variabel rasio keuangan yang tidak berdistribusi normal berbeda antara perusahaan yang mengalami kondisi bermasalah (bankrut) dan kondisi yang tidak bermasalah (sehat) dengan penjelasan sebagai berikut: 1. Rata-rata rasio keuangan NPL berbeda signifikan antara perusahaan yang bangkrut dan yang sehat dengan nilai Z hitung = -1.359 dan ditunjukkan dengan asymp. Sig. (dua sisi) = 0.174 > α = 0.05.
civ
2. Rata-rata rasio keuangan ROA berbeda signifikan antara perusahaan yang bangkrut dan yang sehat dengan nilai Z hitung = -5.581 dan ditunjukkan dengan asymp. Sig. (dua sisi) = 0.000< α = 0.05. 3. Rata-rata rasio keuangan ROE berbeda signifikan antara perusahaan yang bangkrut dan yang sehat dengan nilai Z hitung = -5.164 dan ditunjukkan dengan asymp. Sig. (dua sisi) = 0.000 < α = 0.05. 4. Rata-rata rasio keuangan BOPO berbeda signifikan antara perusahaan yang bangkrut dan yang sehat dengan nilai Z hitung = -0.212 dan ditunjukkan dengan asymp. Sig. (dua sisi) = 0.832 > α = 0.05. 5. Rata-rata rasio keuangan LDR berbeda signifikan antara perusahaan yang bangkrut dan yang sehat dengan nilai Z hitung = -5.886 dan ditunjukkan dengan asymp. Sig. (dua sisi) = 0.000 < α = 0.05. Hasil uji Mann Whitney menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan rata-rata rasio keuangan ROA, ROE dan LDR pada bank bermasalah dan bank sehat. Untuk rasio NPL signifikansi 0.174 dan rasio BOPO signifikansinya 0.728. Kedua rasio tersebut mempunyai nilai lebih besar dari 0.05 maka dapat diartikan bahwa NPL dan BOPO tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara bank bermasalah dan bank sehat. F. Analisis Regresi Logistik
Regresi binary logistik adalah regresi yang digunakan untuk melakukan pemodelan suatu kemungkinan kejadian dengan variabel Y (respons) bertipe kategorial dua pilihan (Cornelius Trihendrati, 2007:63).
cv
Dalam penelitian ini variabel dependen (respons) Y bertipe kategorik / dua pilihan yaitu: perbankan yang mengalami kebangkrutan diberi nilai = 0 dan perbankan yang tidak mengalami kebangkrutan (sehat) diberi nilai = 1. keterangan ini dapat dilihat dalam tabel identifikasi data : Tabel 4.11 Identifikasi data Dependent Variable Encoding Original Value Bangkrut
Internal Value 0
Sehat
1
Sumber : Data diolah, 2008. Dalam penelitian ini jumlah data yang diproses sebanyak 110 atau N = 110. Untuk melihat kelengkapan data yang diproses dalam penelitian ini dan tidak adanya missing case ditunjukkan oleh tabel Case Processing Summary : Tabel 4.12 Data yang diproses Case Processing Summary Unweighted Cases(a) Selected Cases Included in Analysis Missing Cases Total Unselected Cases
N 110
Percent 100.0
0
.0
110
100.0
0
.0
Total
110 100.0 a If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.
Sumber : Data diolah, 2008. 1. Ketetapan Prediksi Klasifikasi
Untuk melihat ketetapan prediksi klasifikasi yang diamati ditunjukkan dengan bantuan tabel berupa predicted values dari variabel dependen dan baris merupakan data aktual yang diamati seperti yang ditunjukkan pada tabel 4.13 berikut ini :
cvi
Tabel 4.13 Hasil identifikasi prediksi klasifikasi Classification Tablea Predicted
Step 1
Observed BANGKRUT
bangkrut sehat
BANGKRUT bangkrut sehat 24 16 4 66
Overall Percentage
Percentage Correct 60.0 94.3 81.8
a. The cut value is .500
Sumber : Data diolah, 2008. Menurut prediksi, bank yang mengalami kebangkrutan adalah 40 bank sedangkan hasil observasi menunjukkan hanya 24 bank, jadi ketepatan klasifikasi yang diamati untuk bank yang mengalami kebangkrutan sebesar 60.0% (24/40), sedangkan prediksi untuk bank yang tidak mengalami kebangkrutan (sehat) adalah 70 bank dan hasil observasinya hanya 66, maka ketepan prediksi klasifikasi yang diamati untuk bank yang tidak mengalami kebangkrutan (sehat) sebesar 94.3% (66/70). Secara keseluruhan ketepatan klasifikasi sebesar 81.8%. 2. Uji Chi Square Hosmer and Lemeshow
Untuk menilai kelayakan model regresi dalam prediksi digunakan Uji Chi Square Hosmer and Lemeshow. Pengujian ini digunakan untuk menguji hipotesis :
cvii
H0 : Tidak terdapat perbedaan antara klasifikasi yang diprediksi dengan klasifikasi yang diamati. Ha : Terdapat perbedaan antara klasifikasi yang diprediksi dengan klasifikasi yang diamati.
Tabel 4.14 Hasil identifikasi prediksi klasifikasi Hosmer and Lemeshow Test Step 1
Chi-square 3.799
df 7
Sig. .803
Sumber : Data diolah, 2008. Hasil pengujian pada tabel 4.14 menunjukkan nilai Chi Square sebesar 3.799 dengan nilai sig. sebesar 0.803. Dari hasil tersebut terlihat bahwa nilai sig. > α = (0.05) (sig. diatas 0.05) yang berarti keputusan yang diambil adalah menerima H0 : tidak ada perbedaan antara klasifikasi yang diprediksi dengan klasifikasi yang diamati maka model regresi ini dapat digunakan untuk analisis selanjutnya. 3. Ketepatan Model Prediksi
Untuk melihat model yang lebih baik untuk memprediksi kemungkinan terjadinya kebangkrutan pada bank menggunakan nilai-2 LogLikehood. Dari hasil perhiitungan -2 LogLikehood pada block pertama (block number = 0) terlihat nilai -2 LogLikehood sebesar 144.206 seperti yang terlihat pada tabel 4.15 sebagai berikut: Tabel 4.15 Ketetapan model dalam memprediksi kebangkrutan (block number = 0) Iteration History(a,b,c) Iteration
-2 Log
Coefficients
cviii
likelihood Step 0
1
144.211
Constant .545
2
144.206
.560
3
144.206
.560
a Constant is included in the model. b Initial -2 Log Likelihood: 144.206 c Estimation terminated at iteration number 3 because parameter estimates changed by less than .001.
Sumber : Data diolah, 2008 Kemudian hasil perhiutngan nilai -2 LogLikehood pada block kedua (block number 1) terlihat nilai -2 LogLikehood sebesar 97.291 terjadi penurunan pada block kedua (block number 1) yang ditunjukkan pada tabel 4.16. sebagai berikut : Tabel 4.16 Ketetapan model dalam memprediksi kebangkrutan (block number 1) Iteration History(a,b,c,d) -2 Log likelihood
Iteration
Step 1
1 2 3 4 5
Coefficients
101.443
Constant -1.720
CAR -.004
NPL -.037
ROA .600
ROE -.006
BOPO .024
LDR .000
97.578
-2.436
-.011
-.063
.971
-.017
.032
.000
97.296
-2.742
-.013
-.070
1.096
-.021
.036
.000
97.291
-2.790
-.013
-.070
1.106
-.021
.036
.000
97.291
-2.791
-.013
-.070
1.107
-.021
.036
.000
a Method: Enter b Constant is included in the model. c Initial -2 Log Likelihood: 144.206 d Estimation terminated at iteration number 5 because parameter estimates changed by less than .001.
Sumber : Data diolah, 2008 Penilaian keseluruhan model regresi (overall fit model) menggunakan nilai -2 LogLikehood dimana jika terjadi penurunan pada blok kedua dibanding blok pertama maka dapat disimpulkan bahwa model regresi kedua menjadi lebih baik. Seperti yang ditunjukkan pada tabel 4.15. dan 4.16. Pada blok pertama (block number = 0) nilai -2 LogLikehood sebesar 144.206 dan pada blok kedua (block number 1) nilai -2 LogLikehood sebesar 97.291. Dari hasil
cix
ini kita dapat menyimpulkan bahwa model regresi kedua lebih baik untuk memprediksi kemungkinan kebangkrutan sebuah bank. 4. Koefisien Cox & Snell R Square and Nagelkerke R Square
Koefisien Cox & Snell R Square pada tabel model summary dapat diinterpretasikan sama seperti koefisien determinasi R Square pada regresi linier berganda, tetapi karena nilai maksimum Cox & Snell R Square biasanya lebih kecil dari satu sehingga sulit diinterpretasikan seperti R Square dan jarang digunakan (Stanislaus, 2006:236). Tabel 4.17 Koefisien Cox & Snell R Square and Nagelkerke R Square Model Summary Step 1
-2 Log likelihood 97.291(a)
Cox & Snell R Square .347
Nagelkerke R Square .475
a Estimation terminated at iteration number 5 because parameter estimates changed by less than .001.
Sumber : Data diolah, 2008 Koefisien Nagelkerke R Square pada tabel model summary merupakan modifikasi dari koefisien Cox & Snell R Square untuk memastikan bahwa nilainya bervariasi dari 0 sampai 1. Dilihat dari tabel 4.17. nilai Koefisien Nagelkerke R Square sebesar 0.475 yang berarti kemampuan variabel bebas menjelaskan variabel tidak bebas sebesar 47.5%. 5. Uji Wald
Tabel 4.18 Hasil signifikansi data Variables in the Equation
Step 1(a)
B -.013
S.E. .037
Wald .134
NPL
-.070
.069
ROA
1.107
.417
ROE
-.021
.018
CAR
df 1
Sig. .715
Exp(B) .987
1.050
1
.306
.932
7.025
1
.008
3.024
1.361
1
.243
.979
cx
BOPO
.036
.012
8.506
1
.004
1.037
LDR
.000
.001
.005
1
.942
1.000
1
.009
.061
Constant
-2.791 1.068 6.836 a Variable(s) entered on step 1: CAR, NPL, ROA, ROE, BOPO, LDR.
Sumber : Data diolah, 2008 Untuk melihat hasil signifikansi setiap koefisien dalam regresi logistik ini, digunakan model persamaan yang memasukkan semua variabel independen yang tampak pada tabel Variables in the Equation. Pada tabel 4.18. terlihat bahwa hanya koefisien variabel ROA dan BOPO yang signifikan dan yang lainnya tidak. Koefisien variabel ROA sig. pada probabilitas 0.008 < α = 0.05 (sig. di bawah 0.05), BOPO sig. pada probabilitas 0.004 < α = 0.05 (sig. di bawah 0.05). Untuk menguji signifikansi masing-masing koefisien regresi logistik digunakan uji Wald. Untuk koefisien variabel CAR: uji wald = 0.134, P-value = 0.715 lebih besar dari α = 0.05 maka koefisien variabel CAR tidak signifikan. Untuk koefisien variabel NPL : uji wald = 1.050, P-value = 0.306 lebih besar dari α = 0.05 maka koefisien variabel NPL tidak signifikan. Untuk koefisien variabel ROA : uji wald = 7.025, P-value = 0.008 lebih kecil dari α = 0.05 maka koefisien variabel ROA signifikan. Untuk koefisien variabel ROE : uji wald = 1.361, P-value = 0.243 lebih besar dari α = 0.05 maka koefisien variabel ROE tidak signifikan. Untuk koefisien variabel BOPO : uji wald = 8.506, P-value = 0.004 lebih kecil dari α = 0.05 maka koefisien variabel BOPO signifikan. Untuk koefisien variabel LDR : uji wald = 0.005, P-value = 0.942 lebih besar dari α = 0.05 maka koefisien variabel LDR tidak signifikan.
cxi
G. Interpretasi
Dari hasil perhitungan uji beda yang dilakukan dengan Independent Samples T-Test dan Mann Whitney dapat disimpulkan bahwa rasio keuangan CAR, ROA, ROE, dan LDR kelompok perusahaan yang bermasalah dan kelompok perusahaan yang tidak bermasalah (sehat) secara statistik terdapat perbedaan yang signifikan dan mendukung hipotesis I dalam penelitian ini sedangkan untuk rasio NPL dan BOPO tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara bank bermasalah dan bank sehat. Hasil persamaan regresi logistik dalam penelitian ini menunjukkan daya klasifikasi ketepatan prediksi keseluruhan sebesar 81.8% dengan klasifikasi untuk kelompok industri perbankan yang mengalami kebangkrutan sebesar 60.0% dan untuk industri perbankan yang tidak mengalami kebangkrutan (sehat) sebesar 94.3% ini ditunjukkan dengan classification table pada output SPSS dengan cut-off value 0.50 dan mendukung hipotesis II dalam penelitian ini yang berarti bahwa rasio keuangan dapat digunakan dalam memprediksi kondisi kebangkrutan pada perusahaan perbankan yang go public. Nilai koefisien Nagelkarke R Square menjelaskan bahwa dalam model regresi ini kemampuan rasio keuangan dalam menjelaskan kebangkrutan dan kondisi perusahaan sehat sebesar 47.5%. Dengan perhitungan yang terdapat pada wald stastistic menunjukkan bahwa hanya 2 variabel saja yang berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen : bank yang bermasalah (bangkrut) dan bank yang tidak bermasalah
cxii
(sehat) yaitu variabel ROA dan BOPO dan variabel lainnya tidak signifikan. Persamaan regresi yang dibentuk adalah sebagai berikut : Bangkrut = -2.791 + 1.107 ROA + 0.036 BOPO
Tafsiran pada regresi logistik : 1. Angka negatif dianggap probabilitas 0 2. Angka positif lebih dari satu dianggap probabilitas 1 3. Angka positif di antara 0 sampai 1, probabilitas sesuai dengan angka yang ada. Nilai konstanta sebesar -2.746 dianggap probabilitas 0 karena bernilai negatif yang berarti jika tidak ada perusahaan perbankan yang sehat sebagai kontrol maka kemungkinan perusahaan perbankan yang mengalami kebangkrutan semua. Koefisien variabel ROA sebesar 1.384 menjelaskan bahwa setiap kenaikan satu unit pada Return On Asset (ROA) dianggap probabilitas 1 maka kemungkinan besar perusahaan akan sehat dan kemungkinan kecil mengalami kebangkrutan dengan pengaruh persamaan positif sebesar 1.384 dan kemungkinan terjadi 3.992 kali kejadian dari perusahaan perbankan yang mengalami kebangkrutan dimana variabel lain dianggap konstan. Koefisien variabel BOPO sebesar 0.040 menjelaskan bahwa setiap perubahan / kenaikan pada Beban Operasional Terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) dianggap probabilitas 0.040 maka kemungkinan besar perusahaan perbankan akan sehat dan kemungkinan kecil perusahaan
cxiii
perbankan mengalami kebangkrutan dengan pengaruh persamaan positif sebesar 1.040 kali kejadian dari perusahaan perbankan yang mengalami kebangkrutan. Dari hasil di atas dijelaskan juga bahwa secara persamaan regresi logistik binary hubungan antara rasio keuangan dengan kemungkinan perusahaan akan sehat memiliki pengaruh positif sedangkan hubungan antara rasio keuangan dengan kondisi kebangkrutan perusahaan perbankan berbanding terbalik. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Luciana Spica Almilia dan Herdinigtyas (2005) bahwa rasio keuangan CAMEL dapat memprediksi kondisi kebangkrutan perusahaan perbankan yang berjudul analisis rasio CAMEL terhadap prediksi kondisi bermasalah pada lembaga perbankan periode 2000-2002. Hasil dari penelitian ini adalah rasio keuangan CAMEL merupakan variabel yang signifiakn untuk memprediksi kondisi kebangkrutan perusahaan perbankan. Dengan melihat penelitian sebelumnya tampak jelas bahwa rasio-rasio keuangan dapat memprediksi kondisi bermasalah (bangkrut) perusahaan dan kondisi kesehatan perusahaan perbankan dan terdapat perbedaan yang signifikan antara rasio keuangan perusahaan kondisi sehat dan yang mengalami
kebangkrutan.
Dapat
disimpulkan
bahwa
penelitian
ini
mendukung penelitian yang dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya.
cxiv
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Kesimpulan
Dari hasil pembahasan dari penelitian ini, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada perusahaan-perusahaan perbankan ditemukan 9 perusahaan yang mengalami kebangkrutan dan 13 perusahaan tidak mengalami kebangkrutan (sehat) sebagai kontrol selama periode 2002-2006. 2. Rasio CAR, ROA, ROE, dan LDR berbeda signifikan berdasarkan hasil uji beda rata-rata Mann-Whitney U dan Independent Sample T-Test antara perusahaan yang mengalami kebangkrutan dan perusahaan yang sehat. Sedangkan rasio NPL dan BOPO tidak ada perbedaan yang signifikan antara perusahaan yang mengalami kebangkrutan dan perusahaan yang tidak mengalami kebangkrutaan (sehat). 3. Daya klasifikasi ketepatan prediksi secara keseluruhan sebesar 81% dengan klasifikasi untuk kelompok perusahaan yang mengalami kebangkrutan sebesar 64,4% dan untuk perusahaan yang yang sehat sebesar 93,8% ini membuktikan bahwa dengan menggunakan regresi logistik rasio keuangan CAMEL dapat digunakan untuk memprediksi kondisi kebangkrutan perusahaan-perusahaan.
cxv
4. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rasio keuangan yang paling signifikan untuk memprediksi kondisi kesehatan keuangan perusahaan perbankan adalah
Return on Asset (ROA) dan
Beban Operasional
Terhadap Pendapatan Operasional (BOPO). B. Implikasi
1. Perusahaan Perbankan Bagi emiten yang bergerak pada sektor perusahaan perbankan, seharusnya meningkatkan nilai Return on Asset (ROA) dan Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) karena besarnya ROA dan BOPO berpengaruh positif dan signifikan terhadap profitabilitas perbankan. 2. Investor Bagi investor, dalam menganalisa profitabilitas perbankan sebaiknya memperhatikan faktor-faktor internal dan eksternal perusahaan. Faktor internal yaitu faktor yang sangat fundamental dalam perusahaan seperti CAR, NPL, ROA, ROE, BOPO, LDR, serta rasio keuangan lainnya. Sedangkan faktor eksternal seperti keadaan ekonomi, faktor fiskal dan moneter, kebijakan pemerintah dalam keuangan seperti pajak dan tingkat bunga. C. Keterbatasan Penelitian dan Saran
1. Variabel yang digunakan untuk memprediksi kondisi kesehatan perusahaan hanya sebatas rasio keuangan CAMEL.
cxvi
2. Penelitian ini hanya menggunakan 5 tahun
waktu penelitian.
Diharapakan peneliti lain dapat meneliti lebih banyak sampel, memperpanjang waktu penelitian dan jumlah variabel yang signifikan diganti dengan variabel lain atau menambah jumlah variabel dalam penelitian. 3. Sampel dalam penelitian ini adalah hanya 22 perusahaan perbankan. Disarankan pada penelitian mendatang dapat menambah jumlah sampel dengan menggunakan data dari seluruh perusahaan perbankan yang Go Publik di Indonesia.
cxvii
DAFTAR PUSTAKA Almilia, Luciana Spica dan Winny Herdinigtyas. “Analisis Rasio Camel Terhadap Prediksi Kondisi Bermasalah Pada Lembaga Perbankan Periode 20002002”, Jurnal Akuntansi dan Keuangan, hal. 131-147, Vol.7 No.2 November 2005. Angelina, Liza. “Perbandingan Early Warning System (EWS) Untuk Memprediksi Kebangkrutan Bank Umum Di Indonesia”, Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Desenber 2004. Arifin, Johar. “Analisis Laporan Keuangan Berbasis Komputer”, Penerbit PT. Elex Media Komputindo, Jakarta, 2004. Ashari dan Budi Santoso, Purboyo, analisis Statistik Dengan Microsoft Excell dan SPSS. Andi Ofsset, Yogyakarta, 2005. Bambang, Riyanto. “Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan”, Edisi Revisi, BPFE, Yogyakarta, 2005. Brigham, E and Gapenski L. “Intermediate Financial Management”, 5th Edition, USA: The Dryden Harcourt Brace College Publishers, 1996. Cornelius Trihendradi, 2007. Kupas Tuntas Analisis Regresi. Yogyakarta : ANDI. Dahlan, Siamat. “Manajemen Bank Umum”, Edisi Pertama, Intermedia, Jakarta, 1993. Foster G. “Financial Statement Analysis”, 2nd Edition, USA: Prentice Hall Int. Inc, 1986. Ghozali, Imam. “Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS”. Edisi kedua. Semarang, Badan Penerbit Universitas Dipenogoro, 2002. . “Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS”. Edisi ketiga. Semarang, Badan Penerbit Universitas Dipenogoro, 2005. . dan N. John Castellan, jr. “Statistik nonparametrik”. Semarang, Badan Penerbit Universitas Dipenogoro, 2002. Hamid, Abdul. Panduan Penulisan Skripsi, FEIS UIN Press, Jakarta, 2005. Harnanto. “Analisis Laporan Keuangan”, Edisi 1 BPFE, Yogyakarta, 1998.
cxviii
Jhon Suprihanto. “Manajemen Modal Kerja”, Edisi Pertama, PT. BPFE, Yogyakarta, 1996. Juniarsi AS, Titis dan Agus Endro Suwarno. “Rasio Keuangan Sebagai Prediksi Kegagalan Pada Bank Umum Swasta Nasional Non Devisa Di Indonesia”, Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Hal. 36-47 Vol. 4 No.1 April 2005. Kasmir. “Bank Dan Lemabaga Keuangan Lainnya”, Edisi Keenam, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004. Kasmir. “Pemasaran Bank”, Edisi Pertama, Pranada Media, Jakarta, 2004. Muchdarsyah, Sinungan. “Manajemen Dana Bank”, Bumi Aksara, Jakarta 2007. Mudrajat, Kuncoro. “Manajemen Perbankan”, Edisi Pertama, PT, BPFE, Yogyakarta, 2002. Muhammad Ali, Zulkarnain.”Analisis Komparatif Kinerja Bank Syariah Menggunakan Metode CAMEL”, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2006. Mulyadi dan Bachtiar Gani. “Akuntansi Perbankan”, Edisi Institut Bank Indonesia, Jakarta, 1999. Permanasari, Ratih. “ Analisis Kebangkrutan Dengan Menggunakan Model Altman (Z-Score) Dan Zavgren (Model Logit) Pada Perusahaan Food And Beverages” UNBRAW, Malang, 2006. Rodoni, Ahmad. “Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya”, Center for Social and Economics Studies (CSES) Press, Jakarta, 2006. Singgih Santoso, 2005. Menguasai Statistik Di Era Informasi Dengan SPSS 12. Jakarta : Elex Media Komputindo. Surbianto, Sapto. “Analisis Camel Dan Pengaruhnya Terhadap Tingkat Profitabilitas Perbankan Periode 2000-2003”, Skripsi FEIS, Jakarta, 2004. Suyatno, Thomas et. al. “Kelembagaan Perbankan” Edisi Ketiga, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003. Syahyunan. “Analisis Kualitas Aktiva Produktif Sebagai Salah Satu Alat Ukur Kesehatan Bank”, USU Digital Library 2002, Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
cxix
Usman, Bahtiar. “Analisis Rasio Keuangan Dalam Memprediksi Laba Pada Bank-Bank Di Indonesia”, Media Riset Bisnis dan Manajemen, Vol.3 No.1 LPFE Univ. Trisakti, Jakarta, 2003. Warsidi.”Evaluasi Kegunaan Rasio Keuangan dalam Memprediksi Perubahan Laba di Masa Yang Akan Datang”, e-LearnAccounting.com, 2007. Weston dan E. Copelan Thomas. “Manajemen Keuangan”,Edisi Revisi, Bumiputra Aksara, Jakarta, 1996. http//.www.bi.go.id http//.www.edukasi.com http//.www.jsx.co.id
cxx