ANALISIS PERUBAHAN MORFOLOGI PULAU KODINGARENG KEKE BERDASARKAN INTERPRETASI CITRA LANDSAT DAN SPOT Morphological Change Analysis of Kodingareng Keke Island based on Interpretation of Landsat and SPOT Images
Haerany Sirajuddin, Safri Burhanuddin dan Sumbangan Baja
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai terjadinya perubahan pulau secara spasial dan menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya perubahan tersebut. Metode yang digunakan adalah studi pustaka dan pengumpulan data dengan berdasarkan pada pengamatan dan pengukuran langsung di lapangan serta analisis trench. Perubahan morfologi pulau dianalisis berdasarkan interpretasi citra satelit Landsat dan SPOT. Hasil pengamatan dan analisis trench menunjukkan adanya perusakan struktur pada bagian barat dan selatan Pulau Kodingareng Keke. Adapun di bagian utara dan timur terjadi pengendapan pasir dan kerikil yang menimbun pantai. Berdasarkan pengolahan data prediksi gelombang dan kecepatan arus diperoleh hasil bahwa angkutan sedimen semakin bertambah dalam kurun waktu 1998 sampai dengan 2008. Hasil interpretasi citra satelit Landsat 5, Landsat 7 dan SPOT 4 serta hasil pengukuran lapangan, menunjukkan adanya perubahan bentuk dan penambahan luas pulau dari 4.875 m2 menjadi 8.774 m2 dan pergeseran pulau pasir sebesar 2,2” ke arah timur sedikit menenggara. Perubahan bentuk morfologi dan pergeseran pulau dipengaruhi oleh aktivitas arus dan gelombang yang tidak seimbang pada munson barat dan timur, karakteristik sedimen dan sistem pengendapan serta kondisi geologi dan tektonik.
ABSTRACT This research aims to analyze the morphological change of Kodingereng Keke island based on Landsat and SPOT images interpretation. This is intended to obtain information about spatial changes of the island and determine factors that influence the occurrence of such changes. The method used in this research was literature study and data collection based on observations and measurement in the field. The observation and analysis of trench in the field revealed the occurrence of structure destruction at the west and south of Kodingareng Keke island, while in the north and east, sand and gravel sedimentation are piled up on beach.Based on the processing of data wave and current speed predictions, it is found that there has been an increase of sediment transport in the period 1998 to 2008. The results of satellite image interpretation of Landsat 5, Landsat 7 and SPOT 4; and the field measurements reveal a changes in the form of the island and extension of the island from 4875 m2 to 8774 m2. In addition, there is a shift of the sand island, 2.2” towards the east (a bit to the south east). The morphological changes and the shift are influenced by currents and wave activities that are not balanced at in the time of east and west munsoon, sedimentary characteristics, depositional systems, as well as geological and tectonic conditions. Key word : morphological change, Landsat/ SPOT, wave and current.
1.
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara maritim yang memiliki 17.508 pulau dan sekitar 70 % wilayahnya merupakan laut dengan garis pantai sepanjang 81.000 km atau terpanjang kedua di dunia setelah Kanada (Priyono, 2007). Kondisi objektif dengan wilayah pesisir yang luas dan memiliki potensi yang cukup besar diantaranya sebagai budidaya perikanan, industri, wisata pantai dan lainnya. Aspek hidrodinamika di sekitar wilayah pantai dapat menyebabkan terjadinya perubahan, apabila berlangsung secara terus menerus dan dalam waktu yang panjang maka terjadi proses erosi dan
1
sedimentasi yang berakibat pada perubahan morfologi di sekitar wilayah pantai. Perubahan garis pantai yang disebabkan oleh aspek hidrodinamika seperti arus dan gelombang yang diakibatkan oleh adanya pengaruh angin di permukaan laut serta pasang surut, akan menyebabkan terjadinya pengikisan dan pengendapan terhadap material-material di sekitar pantai tersebut. Proses ini berlangsung terus menerus mengikuti perubahan musim munson barat (Desember-Februari) dan munson timur (Juni-Agustus). Terjadinya proses pengikisan dan pengendapan di pantai akan pulih kembali dalam waktu yang tidak lama. Hal ini terjadi jika ada keseimbangan antara banyaknya material yang terkikis dan terendapkan atau disebut juga proses pemulihan secara alami. Namun jika keseimbangan alam terganggu sehingga menyebabkan jumlah erosi melebihi kemampuan mengendapkan, maka pantai akan terkikis. Begitu pula sebaliknya, jika kemampuan mengendapkan melebihi kemampuan mengikis maka garis pantai akan berubah sehingga maju ke arah laut. Proses terjadinya perubahan garis pantai dalam arti perubahan morfologi pada Pulau Kodingareng Keke merupakan fenomena alam yang menjadi daya tarik tersendiri bagi para ahli untuk mengadakan penelitian di pulau tersebut. Perubahannya cukup signifikan dan dibuktikan melalui berbagai penelitian ditahun 1979 hingga tahun 1993 disaat pulau ini masih belum ditumbuhi pepohonan sehingga proses erosi dan sedimentasi dapat terjadi secara meluas. Menjelang tahun 2000, pulau ini dikembangkan menjadi salah satu tujuan wisata bahari yaitu dengan melakukan penanaman pohon pinus dan membangun rumah peristirahatan (Burhanuddin, Ahmad dan Liebner 2006). Kondisi tersebut, kemungkinan dapat mempengaruhi perkembangan Pulau Kodingareng Keke dan hal ini tentunya memerlukan penelitian lebih lanjut. Disamping itu pula, terumbu karang di pulau ini juga ikut terpengaruh akibat adanya perubahan garis pantai sehingga perlu pula untuk dikaji lebih jauh mengenai kondisi dan perkembangannya. Atas dasar hal tersebut, maka mendorong penulis untuk meneliti mengenai perubahan pulau ini dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh yakni melalui analisis citra Landsat 5 tahun 1998, Landsat 7 tahun 2003 dan SPOT 4 tahun 2007. Tekonologi penginderaan jauh telah dipopulerkan di Indonesia sejak tahun 1950 (Bintaro dan Surastopo, 1979 dalam Srijono, Sunarto dan Siswandono, 1984), dapat mendeteksi tipe parameter wilayah pantai berupa batimetri, suhu, salinitas, ikan, vegetasi, topografi, lapisan tumpahan minyak, kecepatan dan arah angin. Pemanfaatan teknologi ini dapat dimengerti mengingat cakupan wilayah pantai dan kelautan umumnya tidak mungkin dikaji hanya dengan survei di lapangan. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa teknologi penginderaan jauh dapat bekerja lebih cepat, biaya relatif murah dengan ketelitian memadai dan mengurangi kerja lapangan. Kelebihan yang lainnya adalah dapat memberikan gambaran secara terpadu dan ringkas, serta adanya objek tertentu yang terekam dalam citra tapi tidak mungkin didatangi atau terlihat di lokasi yang sebenarnya. Pemanfaatan teknologi penginderaan jauh seperti satelit Landsat dan SPOT dalam melakukan penelitian merupakan metode yang sangat efektif dan efisien dari segi waktu, tenaga dan biaya karena dapat dilakukan dari waktu ke waktu dan dengan cakupan wilayah yang luas. Citra satelit Landsat ini sendiri merupakan salah satu satelit lingkungan yang digunakan untuk memantau sumberdaya alam seperti memantau perubahan-perubahan yang terjadi di perairan laut dangkal dan pesisisr (Butler dalam Bintoro, 2003) serta mempunyai kemampuan untuk membedakan keruangan antara obyek (resolusi spasial) 15 x 15 meter. Data penginderaan jauh seperti Landsat dan SPOT mempunyai kemampuan dan manfaat dalam mendukung tersedianya data dan informasi di sekitar wilayah pantai, terlebih lagi dalam kaitannya dengan dinamika morfologi wilayah pantai dapat tercapai maksimal sebab tersedia berbagai jenis citra dan citra berbagai waktu (multi temporal image dan multi date). Dengan mengembangkan model metode pengolahan dan mengkaji pemanfaatan data inderaja tersebut, maka diharapkan dapat diperoleh data dan informasi terbaru yang sangat bermanfaat dalam melakukan penelitian dimasa mendatang. Adapun ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisis perubahan morfologi pulau melalui interpretasi citra Landsat 5, landsat 7 dan SPOT 4 serta menggolongkan dan menguraikan faktor-faktor yang mempengaruhinya meliputi peranan angin dalam membangkitkan gelombang dan arus, pasang surut, erosi, sedimentasi, membuat peta topografi dan batimetri guna mendapatkan informasi tentang terjadinya perubahan morfologi pada Pulau Kodingareng Keke. Pulau Kodingareng Keke merupakan salah satu dari pulau karang yang terbentuk di Kepulauan Spermonde dengan luas sekitar 8774 m2 , terletak di sebelah barat kota Makassar dengan jarak 13,48 km dan termasuk dalam wilayah kecamatan Ujung Tanah. Secara geografis berada pada posisi 119o 17′17” - 119o17′20” Bujur Timur dan 5o6’18” – 5o6′22” Lintang Selatan (gambar 1). Iklim Kepulauan Spermonde adalah tropis, rata-rata temperatur 28o C dengan temperatur rata-rata minimal 22oC dan temperatur rata-rata maksimal adalah 30oC. Paparan Spermonde (Spermonde shelf) terdapat di bagian selatan Selat Makassar, tepatnya di pesisir barat daya Pulau Sulawesi. Sebaran pulau karang yang terdapat di Kepulauan Spermonde terbentang dari utara ke selatan sejajar pantai daratan Pulau Sulawesi (Van Vuuren, 1920a,b. dalam de Klerk, 1983). Kepulauan Spermonde dikenal oleh masyarakat pulau sebagai Kepulauan Sangkarang,
2
terdiri atas ± 121 pulau mulai dari Kabupaten Takalar di selatan hingga Kabupaten Pangkep di sebelah utara. Perairan di seputar pantai Pulau Kodingareng Keke merupakan perairan yang dangkal. Pada saat pasang terendah, terdapat dataran cukup luas yang tersusun atas material pecahan koral khususnya pada perairan sebelah barat yang terbentuk akibat proses sedimentasi. Kedalaman bervariasi antara 5 hingga 20 meter. Pada sisi selatan pulau, pantainya tersusun oleh pecahan karang beraneka ukuran, sedang pada sisi utara pulau terhampar pasir putih berukuran halus – sedang. Sedangkan perairan sebelah timur dan selatan merupakan alur pelayaran masuk dan keluar dari Pelabuhan Makassar. Dengan kondisi perairan yang jernih tanpa kontaminasi limbah kota, perairan ini menjadi lokasi yang ideal untuk menyelam menyaksikan indahnya terumbu karang dan keanekaragaman biota laut di dasar laut. Sementara di pantai, pasir putih terhampar dan di sekitarnya ditumbuhi pohon pinus dan pepohonan lainnya. Pulau ini tidak dihuni penduduk namun sesekali ada yang datang untuk menjaga ataupun membersihkan tempat peristirahatan yang telah didirikan sejak tahun 2001 dan dikelola oleh seorang warga Negara Belanda. Tidak ada pelayaran reguler menuju ke pulau Kodingareng Keke, sehingga untuk menjangkau lokasi pulau dilakukan dengan menyewa perahu motor 40 PK yang tersedia di dermaga POPSA dengan tarif Rp 500 ribu/hari. Perjalanan ke pulau ini memakan waktu sekitar 40 menit.
Lokasi penelitian
Gambar 1. Peta tunjuk lokasi Pulau Kodingareng Keke di kepulauan Spermonde. 2.
METODE PENELITIAN
Penelitian yang dilakukan di Pulau Kodingareng Keke merupakan penelitian kuantitatif yaitu menganalisa data dari lapangan secara kuantitatif dan penelitian secara deskriptif kualitatif yaitu menganalisa dan menginterpretasi data yang selanjutnya dibuat suatu kesimpulan berdasarkan data tersebut. Dalam penelitian ini digunakan metode sebagai berikut : 1. Studi Pustaka, yaitu pengumpulan data melalui laporan-laporan, literatur dan makalah-makalah ilmiah yang mendukung penelitian. 2. Observasi, yaitu pengumpulan data melalui pengamatan dan pengukuran langsung terhadap obyek penelitian. Dalam melakukan pengolahan data , dilakukan beberapa proses yakni meliputi : 1. Prediksi Gelombang Guna menganalisis data gelombang, dilakukan prediksi dengan menggunakan data arah dan kecepatan angin dari BMG Wilayah IV Makassar. 2. Peta Arah Arus Arus yang diukur merupakan arus laut dangkal atau arus permukaan di sekitar pulau. Dilakukan pada beberapa stasiun pengukuran untuk mengetahui pola arus di sekitar pulau. yaitu dengan peralatan sederhana yang disebut layang-layang air, kompas geologi untuk menentukan arah arus dan stop watch. Data yang diperoleh digunakan untuk membuat peta arus.
3
3. Pengukuran Pasang Surut Pengukuran ini bertujuan untuk menentukan permukaan air laut rata-rata dengan menggunakan rambu pasang surut. Data yang didapatkan dibuat dalam bentuk tabel dan kurva untuk selanjutnya ditentukan jenisnya. Sebagai pembanding digunakan data dari Dinas HidroOseanografi ALRI. 4. Analisa Sedimen Pengamatan dan pengambilan sampel sedimen dilakukan dengan maksud untuk menganalisa struktur dan tekstur sedimen. Untuk mengetahui tekstur sedimen terlebih dahulu dilakukan pengambilan beberapa sampel di sekitar pulau dengan menggunakan perahu dan grab sampel. Selanjutnya sampel tersebut dianalisa dengan menggunakan komparator ukuran butir berdasarkan pada skala Wentworth. Sedang untuk menganalisa struktur sedimen dilakukan dengan membuat parit (trench) di bagian-bagian tertentu pulau sebanyak 7 buah dengan arah, kedalaman dan panjang galian yang berbeda-beda. Kedalaman parit sekitar 65 – 90 cm dan panjang 2 – 5 m. 5. Pembuatan Peta Topografi dan Batimetri Pemetaan topografi dilakukan untuk menunjukkan konfigurasi muka daratan, kemiringan lereng dan bentuk pulau dalam kondisi sekarang, agar dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan terhadap kondisi pulau beberapa tahun sebelumnya. Peralatan yang digunakan terdiri dari kompas geologi dan GPS, dilakukan dengan cara poligon tertutup di sepanjang pantai pada jalur yang telah ditentukan sebelumnya.Batimetri merupakan peta yang dapat menggambarkan kedalaman air laut, dilakukan secara manual dengan menggunakan tali bersamaan dengan pengambilan sampel sedimen dengan sistem poligon terbuka, yaitu pengikatan dua titik patokan di pulau pada base camp dan pohon yang sudah diberi tanda. 6. Pemetaan Garis Pantai Perubahan garis pantai yang menunjukkan perubahan morfologi pulau diukur dan dipetakan kembali selama 2 bulan berturut-turut dan dilakukan setiap bulan, berdasarkan patok yang telah dipasang dengan menggunakan peralatan kompas geologi dan meteran. Data yang didapatkan diharapkan dapat menunjukkan perubahan terhadap pulau tersebut. 7. Pengolahan Citra Untuk keperluan pembuatan peta dasar dalam penelitian ini digunakan hasil interpretasi citra penginderaan jauh berupa citra digital Landsat 5, Landsat 7 pada kanal sinar tampak dan kanal infra merah dekat pada band 4 3 2 dan SPOT 4.
3.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembahasan terhadap perubahan morfologi pulau Kodingareng Keke dimulai dengan menjabarkan hasil-hasil penelitian lapangan yang terdiri dari : 1. Arus Pengukuran arus dilakukan pada munson timur (27 Juli 2008) dengan menggunakan layanglayang air untuk mengukur kecepatan arus dan kompas geologi untuk penentuan arah arus. Dari hasil pengukuran pada pagi hari (jam 07.30 – 10.30), menunjukkan arah umum arus dari utara ke selatan (N 135oE – N 200oE), dengan kecepatan sekitar 0,30 – 0,65 m/det. Kecepatan arus paling tinggi terjadi pada stasiun pengamatan HR 20 yaitu 0,65 m/det kemudian HR 14, HR 17 dan HR 21 masing 0,60 m/det. Hal ini disebabkan karena lokasinya relatif lebih dalam sehingga hambatan pergerakan air relatif kecil. Beda halnya pada stasiun pengamatan HR 11, HR 12, HR 13, HR 24 dan HR 26 mempunyai kecepatan relatif rendah yaitu sekitar 0,30 – 0,40 m/det. Hal ini disebabkan oleh dangkalnya perairan sehingga hambatan pergerakan air cukup besar. Dengan melihat sifat arus yang terjadi di sekitar pulau Kodingareng Keke yang tidak searah dengan arah gelombang namun relatif satu arah dari utara ke selatan, menunjukkan ciri arus susur pantai (arah gelombang pada umumnya mengarah ke pulau). 2.
Pasang Surut
Pengukuran pasang surut dilakukan pada munson timur selama 24 jam pada tanggal 26 – 27 Juli 2008 yang dimulai pada jam 09.43 sampai jam 08.43 pada keesokan harinya, dengan interval waktu pengukuran 30 menit. Lokasi pengamatan berada sekitar 50 meter sebelah barat pulau. Dari hasil pengamatan (tabel 6) dan dalam kurva pengukuran (gambar 2), menunjukkan bahwa selama 24 jam terjadi satu kali air naik dan satu kali turun. Titik terendah terjadi pada jam 15.13 dan titik tertinggi muka air terjadi pada jam 07.43. Fluktuasi muka air jenis ini disebut pasang tunggal (diurnal tide) dan dari hasil pengukuran pada kurva pasang surut menunjukkan jenjang pasang surut (tidal range) yaitu 60 cm, jadi muka air rata-rata (MSL) terjadi pada jam 11.28 dan 18.58.
4
150 100 50 0 -50
9:43 10:43 11:43 12:43 13:43 14:43 15:43 16:43 17:43 18:43 19:43 20:43 21:43 22:43 23:43 0:43 1:43 2:43 3:43 4:43 5:43 6:43 7:43 8:43
Kurva Pasang Surut
Gambar 2. Kurva pasang surut pada tanggal 26-27 Juli 2008. 3.
Tekstur Sedimen
Sedimen pasir kasar tersebar di bagian tenggara pulau yaitu pada stasiun HR 3, HR 18 dan HR 20, berbatasan dengan kerikil karang di sebelah barat dan pasir sedang di sebelah timur dan utara. Terbentuk dari hasil sortasi gelombang angin timur yang berarah dari tenggara ke barat laut, sedimen berukuran pasir sedang – halus dilepas dan ditransportasi oleh arus dan gelombang ke arah utara pulau. Sedimen pasir kasar ini tersusun oleh hasil hancuran/rombakan terumbu karang yang terjadi terutama akibat pengaruh gelombang munson barat (gambar 3). 4.
Struktur Sedimen
Untuk mengetahui struktur sedimen di pulau Kodingareng Keke, dilakukan dengan membuat paritan (trench) pada bagian tepi pulau dengan berbagai arah dan kedalaman yang bervariasi (65 – 90 cm) dari permukaan pasir dengan panjang antara 2 – 5 m. Berdasarkan pengamatan dan analisa endapan trench di lapangan menunjukkan bahwa pada bagian barat dan selatan pulau terjadi erosi dan perusakan struktur, di sisi lain pada bagian timur dan utara pulau pada munson barat terjadi pengendapan pasir dan kerikil yang menimbun pantai. Namun adanya pengaruh munson timur terhadap akumulasi endapan pasir ini, tidak dapat mengimbangi sedimentasi di musim barat sehingga tampak adanya kecendrungan pertumbuhan tubuh endapan pasir di pulau ini ke arah utara – timur laut. 5.
Topografi dan Batimetri
Pulau Kodingareng Keke tersusun oleh terumbu sebagai inti pulau dan endapan pasir serta kerikil karang. Terumbu karang sebagai inti pulau merupakan terumbu purba yang telah mati akibat faktor pendangkalan sehingga dapat muncul di permukaan laut, sebagian tertutup oleh hancuran karang berupa pasir dan kerikil. Pada inti terumbu inilah yang selalu berinteraksi dengan gelombang dan arus (foto 1) karena posisinya berada pada zona maksimum terjadinya erosi akibat pendangkalan dan tampaknya bagian pulau inilah yang bersifat permanen. Namun pada bagian lain yaitu bagian pulau yang muncul di permukaan laut yang tersusun oleh material sedimen, mengalami perubahan-perubahan bentuk baik dalam waktu bulanan, musiman maupun tahunan yang sifatnya berjalan terus (de Klerk, 1983). Dari hasil pengukuran dan pemetaan topografi yang telah dilakukan, menunjukkan ketinggian pulau sekitar 1,7 m di atas permukaan laut. Sedang pada pemetaan batimetri, kedalaman hanya terbatas pada 5 m karena faktor cuaca yang tidak bersahabat sehingga mempengaruhi jangkauan pengukuran yang terbatas (Gambar 3). Aktivitas arus dan gelombang pada bagian tepi inti pulau berupa terumbu menunjukkan sisasisa rombakan karang berupa kerikil-kerikil dan pasir karang sebagai sumber dari material sedimen pembentuk pasir pulau. Pada bagian tepi pulau yang kedalamannya kurang dari 4 m tampak pertumbuhan karang sudah terganggu atau tumbuh kurang subur, bahkan sebagian besar telah mati dan dihancurkan oleh hempasan gelombang terutama di munson barat yang mempunyai energi gelombang tertinggi. Pada bagian pulau yang terendam air (di bawah muka laut), tertutup oleh pasir kasar – pasir sedang, kerikil karang dan paparan karang mati (lihat peta tekstur). Bentuk morfologi pulau yang tingginya ± 1,7 m tersusun oleh endapan pasir dan kerikil karang, menampakkan di bagian barat relatif terjal dengan kemiringan 50o – 60o. Hal ini diakibatkan oleh aktivitas erosi gelombang di munson barat yang merombak dan menghempaskan material sedimen ke
5
bagian atas pulau, sehingga bagian barat pulau semakin tinggi, sedang di bagian timur pulau pada dasar pantai akan mendapatkan penimbunan sedimen, menyebabkan lereng pantai relatif landai.
Gambar 4. Peta topografi dan batimetri. Laju sedimentasi yang terjadi kurang bisa diimbangi oleh proses erosi yang relatif kecil di munson timur sehingga bagian timur pulau relatif landai dengan kemiringan 5o – 10o . Adanya aktivitas pengendapan material sedimen di bagian timur pulau terjadi pada waktu munson barat, kemudian pada munson timur material sedimen tersebut di dorong dan dihempaskan kembali oleh arus dan gelombang di tepian pantai, sehingga membentuk undak-undak pantai memanjang dari utara ke selatan di sepanjang pantai bagian timur (foto 2). 6.
Erosi dan Sedimentasi
Faktor yang paling berperan dalam proses erosi yang terjadi di Pulau Kodingareng Keke adalah gelombang, menyusul kondisi kimiawi perairan pada waktu terjadi hujan bersamaan dengan surutnya air. Gelombang berperan menghantam dan menghancurkan terumbu karang serta mengangkut hasil erosi dan menyebarkannya. Sedang faktor kimia berhubungan dengan sifat air hujan yang dapat melarutkan dan menurunkan salinitas perairan sehingga terumbu karang terancam dan mati, akibatnya dapat dengan mudah tererosi oleh gelombang terutama pada munson barat. Berdasarkan kenampakan lapangan pada saat penelitian dilakukan, menunjukkan adanya hasil bongkaran dan hancuran terumbu karang berbagai ukuran mulai dari bongkah, kerakal, kerikil dan material halus lainnya sebagai hasil aktivitas erosi gelombang pada tepian terumbu terutama di sebelah barat dan selatan pulau. Lihat peta tekstur sedimen (erosi dan sedimentasi) Pada daerah pulau (tubuh pasir) tampak juga bekas dan gejala-gejala erosi yang terbagi atas dua yaitu erosi yang terjadi pada bagian barat pulau ditandai dengan adanya perusakan tubuh sedimen dan terpotongnya struktur sedimen oleh aktivitas gelombang di munson barat tahun 2008 di bagian luarnya ke arah laut terdapat material sedimen hasil sedimentasi munson timur (2007). Sedangkan pada sisi timur pulau di ujung selatan dan ujung utara terjadi erosi musim timur yang ditandai dengan sedimen kasar sisa sortasi dan perusakan struktur sedimen, lalu hasil erosinya diangkut ke arah barat melalui ujung utara pulau (lihat peta sebaran erosi). Terjadinya sortasi dan sedimentasi berulang secara terus menerus oleh aktivitas gelombang dan arus susur pantai, menghasilkan variasi ukuran dan kelompok sedimen yang tersebar di sekitar pulau seperti yang terlihat pada peta tekstur. Dari arah selatan ke utara, sifat material sedimen semakin halus yaitu dari ukuran kerikil, pasir kasar hingga pasir sedang dan bahkan di bagian luar jauh dari pulau sedimennya bersifat lempungan. Karakteristik sedimen ini menunjukkan arah sumber dari barat – selatan merupakan bagian pulau yang paling mendapat hempasan gelombang terutama pada munson barat. Penyebaran dan karakteristik sedimen di pulau Kodingareng Keke sangat tergantung pada faktor oseanografi dan sifat material sedimen itu sendiri. Aktivitas gelombang, arus dan pasang surut yang sangat tergantung pada musim,akan mempengaruhi pola dan sebaran sedimen.
6
7.
Prediksi Parameter Oseanografi
Pengolahan data gelombang terprediksi menggunakan data arah dan kecepatan angin tahun 1998 – 2008 dengan berdasarkan metode Wilson, melalui persamaan berikut ini : 1 2 gH 1/ 3 gF 2 0 . 30 1 1 0 . 004 2 2 U U 5 1 gT1 / 3 gF 3 1.37 1 1 0.008 2 2U U
L1 / 3 1,56 T 2 Untuk tinggi dan kedalaman gelombang pecah menggunakan persamaan : Hb H 1 / 3
0 , 563 H 0, 2 1/ 3 L
db 0,78 Hb
Sedang metode Longuet – Higgins digunakan dalam memprediksi kecepatan arus susur pantai dengan persamaan : )/ = 1,17 ( Laju angkutan partikel sedimen di pulau Kodingareng Keke yang didominasi oleh pasir dan kerikil karang diprediksi dengan metode CERC (1984) menggunakan persamaan berikut : = 0,401 = Selengkapnya pada tabel berikut ini. Tabel 1. Prediksi parameter oseanografi dan angkutan sediemen Musim/Tahun
o
o
3
H1/3 (m)
Hb (m)
ao ( )
ab ( )
V (m/det)
Q (m /jam)
Barat/1998-2003
3,17
3,20
62 – 87
25,62 - 30,44
1,43
397,68
Peralihan B-T/1998-2003
2,63
2,66
36 – 87
15,99 - 28,54
1,11
213,80
Peralihan T-B/1998-2003
2,06
2,09
68 – 87
23,50 - 29,47
1,04
133,08
Timur/1998-2003
1,96
2,01
36 – 87
15,52 - 28,63
1,08
114,88
Barat/2004-2007 Peralihan B-T/2004-2007 Peralihan T-B/2004-2007
3,09 2,76 1,14
3,12 2,81 1,19
45 – 87 45 – 87 36 – 87
19,74 - 30,31 18,61 - 29,76 14,64 - 25,70
1,41 1,32 0,74
371,81 278,91 18,53
Timur/2004-2007
1,49
1,53
36 – 87
14,99 - 26,20
0,71
43,82
Barat/2008 Peralihan B-T/2008 Peralihan T-B/2008
2,78 1,35 1,42
2,80 1,39 1,46
45 – 87 45 36-45
21,42 - 27,66 14,52 - 19,21 15,99 -18,28
1,04 0,67 0,59
222,30 33,88 32,73
Timur/2008
0,75
0,78
35-87
14,69 - 28,63
0,64
8,79
Pada tabel diatas menunjukkan adanya hubungan yang berbanding langsung antara terjadinya kenaikan parameter oseanografi dan besarnya angkutan sedimen. Pada munson barat tahun 1998 – 2003, menunjukkan tinggi gelombang maksimum 3,17 m, tinggi gelombang pecah 3,20 m, kecepatan arus 1,43 m/det dan angkutan sedimen 397,68 m3/jam. Sedang di munson timur menunjukkan adanya penurunan kondisi oseanografi dan angkutan sedimen yakni tinggi gelombang maksimum 1,96 m, tinggi gelombang pecah 2,01 m, kecepatan arus 1,08 m/det dan angkutan sedimen hanya 114,88 m3/jam. Data tersebut menunjukkan adanya keterkaitan dan saling mempengaruhi dari setiap parameter dalam proses erosi, pengendapan dan perubahan morfologi pulau pada setiap musim. Berbeda dengan kondisi pada tahun 2004 - 2007, tampak adanya perubahan dibandingkan dengan musim sebelumnya yaitu terjadi penurunan pada munson barat menunjukkan tinggi gelombang maksimum 3,09 m , tinggi gelombang pecah 3,12 m, kecepatan arus 1,41 m/det dan angkutan sedimen 371,81 m3/jam. Sedang pada munson timur tinggi gelombang 1,14 m, tinggi gelombang pecah 1,19 m,kecepatan arus 0,71 m/det dan besarnya angkutan sedimen hanya 43,82 m3/jam. Sedang data pada tahun 2008 menunjukkan bahwa di munson barat tinggi gelombang maksimum 2,78 m, tinggi gelombang pecah 2,80 m, kecepatan arus 1,04 m/det dan besarnya angkutan
7
sedimen 222,30 m3/jam. Pada munson timur menghasilkan tinggi gelombang maksimum 0,75 m, tinggi gelombang pecah 0,78 m, kecepatan arus 0,64 m/det dan besarnya angkutan sedimen hanya 8,79 m3/jam. 8.
Interpretasi Citra Satelit
Pengolahan data citra satelit dilakukan dengan menggunakan integrasi antara software ErMapper 7.0 dan software Arc-View 3.3. Data citra yang digunakan terdiri dari Landsat 5 path/row 114/64 tanggal akuisisi 2 April 1998, Landsat 7 path/row 114/64 tanggal akuisisi 8 April 2003 dan SPOT 4 tanggal akuisisi 5 November 2007. Selama kurun waktu 10 tahun, terjadi perubahan yang cukup signifikan pada Pulau Kodingareng Keke, hal ini terlihat jelas pada peta hasil interpretasi citra satelit tahun 1998, 2003 dan 2007(gambar 5, 6 dan 7)maupun dari hasil penelitian lapangan tahun 2008 (tabel 2).
Gambar 5. Peta hasil interpretasi citra satelit Landsat 5.
Bentuk Pulau Kodingareng Keke relatif melebar ke arah utara dan sedikit lebih tinggi. Kondisi ini dipengaruhi oleh aktivitas arus dan gelombang di setiap musim barat sepanjang tahun. Dalam penentuan luas pulau dapat diperoleh dari peta topografi terukur dengan menggunakan metode perhitungan pada software ArcView GIS 3.3. Berdasarkan pada peta topografi dan batimetri hasil penelitian lapangan, diperoleh hasil sebagai berikut : Luas bidang kontur bawah = 8.774 m2 Luas bidang kontur atas = 1.808 m2 Jarak vertikal dua bidang pembatas = 1,6 m Selanjutnya penentuan volume endapan pasir yang terendapkan maupun yang muncul di permukaan laut dapat diketahui melalui persamaan : = ( + ) Keterangan : V = volume pasir (m3) H = jarak vertikal dua bidang pembatas/tebal (m) A = luas bidang kontur bawah (m2) B = luas bidang kontur atas (m2) Berdasarkan rumus tersebut, maka volume pasir yang terendapkan pada saat penelitian (2008) dapat dihitung sebagai berikut : V = ½ x 1,6 x (8.774 + 1.808) = 8.465,6 m3 Adapun untuk menghitung volume endapan pasir Pulau Kodingareng Keke berdasarkan pada peta hasil interpretasi citra tahun 1998, maka diasumsikan bahwa luas kontur bawah dan jarak vertikal dua bidang pembatas adalah sama, sehingga volume endapan pasir dengan luas bidang kontur bawah 4.875 m2 dapat ditentukan sebagai berikut : V = ½ x 1,6 x (4.875 + 1.808)
8
= 5.346,1 m3 Hal yang sama juga dapat digunakan untuk menghitung volume endapan pasir Pulau Kodingareng Keke berdasarkan pada peta hasil interpretasi citra tahun 2003 dengan luas bidang kontur bawah 7.119 m2 yaitu sebagai berikut : V = ½ x 1,6 x (7.119 + 1.808) = 7.141,6 m3 Adapun volume endapan pasir berdasarkan pada peta hasil interpretasi citra tahun 2007 dengan luas bidang kontur bawah 8.741 m2 adalah sebagai berikut : V = ½ x 1,6 x (8.741 + 1.808) = 8.439,2 m3 Dengan demikian, pada tahun 1998 – 2003 terjadi penambahan volume sedimen sekitar 1.795,5 m3 dan pada tahun 2003 – 2007 penambahan volume sedimen adalah 1.297,6 m3 sedang pada tahun 2007 – 2008 mengalami penambahan volume sedimen sekitar 26,4 m3. Tabel 2. Luas dan volume sedimen berdasarkan interpretasi citra satelit dan pengukuran lapangan. Luas (m2)
Volume (m3)
Tahun 1998 Tahun 2003
4.875 7.119
222,30 33,88
Tahun 2007 Pengukuran Lapangan 2008
8.741 8.774
32,73 8,79
Interpretasi Citra Satelit
Meskipun pada tabel di atas menunjukkan adanya penurunan dalam hal penambahan luas pulau di setiap tahun pengamatan, akan tetapi karena luas pulau sifatnya kumulatif maka terlihat adanya perubahan yaitu pulau menjadi semakin besar, yaitu dari tahun 1998 luas pulau 4.875 m2 dan pada tahun 2008 menjadi 8.774 m2. Berdasarkan hasil interpretasi citra satelit dari tahun 1998, 2003 dan 2007, terlihat adanya perubahan bentuk morfologi pulau baik penambahan luas maupun posisinya yaitu menunjukkan adanya pergeseran dari barat ke timur sedikit menenggara. Dari hasil pengamatan dan penelitian lapangan yang telah dilakukan pada bulan Juni – Juli 2008 dan melalui studi pustaka, maka ditemukan beberapa faktor yang mempengaruhi morfologi pulau Kodingareng Keke antara lain aktivitas gelombang dan arus, karakteristik material sedimen dan sistem pengendapan serta kondisi geologi dan tektonik. Selama sepuluh tahun terakhir tampak terjadi penurunan aktivitas gelombang dan arus yang berdampak pada menurunnya proses erosi dan jumlah angkutan sedimen dari tahun ke tahun di pulau Kodingareng Keke. Hal ini sangat berkaitan dengan adanya kecenderungan musim hujan yang sifatnya lebih panjang/lama dibanding dengan musim kemarau, sehingga kondisi iklim sebagai pembangkit gelombang dan arus cenderung melemah, seperti yang terlihat pada tabel 1 tersebut diatas. 9.
Analisis Perubahan Morfologi Pulau
Pulau Kodingareng Keke merupakan pulau karang Kuarter terangkat, perairan mendangkal sehingga sebagian besar terumbu terancam dan mati bahkan hancur dan terosi membentuk akumulasi sedimen berbagai ukuran di atas tubuh terumbu (inti pulau). Secara lateral tampak adanya gradasi tekstur dari kasar ke halus yang berarah dari utara ke selatan. Sifat material sedimen karang yang relatif sulit tertransportasi oleh gelombang dan arus, serta sistem sedimentasi susur pantai yang mengangkat dan menghempaskan material sedimen ke daerah dangkal atau daratan yang berbeda dengan sistem pengendapan biasa dari daerah dangkal ke lingkungan yang lebih dalam, menyebabkan terjadinya perkembangan dan perubahan morfologi pulau berjalan secara teratur dan sitematis. Pengendapan material sedimen di sekitar Pulau Kodingareng Keke bersifat bolak balik dan mengitari pulau yang ditentukan oleh pengaruh dua musim, menyebabkan terjadinya pergeseran pulau berjalan lambat dari barat ke timur sedikit menenggara. Pulau Kodingareng Keke merupakan salah satu pulau karang di Kepulauan Sangkarang Selat Makassar yang terbentuk oleh pengangkatan tektonik sejak 7000 tahun yang lalu dengan kecepatan rata-rata 1 mm/tahun (de klerk, 1983). Dengan demikian akan terjadi pendangkalan terus menerus yang menyebabkan bertambah besarnya pulau, matinya terumbu karang, meningkatkan erosi dan pengendapan material sedimen hasil aktivitas gelombang dan arus. Namun karena faktor kecenderungan musim hujan lebih panjang, menyebabkan aktivitas gelombang dan arus melemah akibat berkurangnya kondisi cuaca ekstrim atau perubahan yang menyolok, sehingga berpengaruh pada menurunnya angkutan dan pengendapan sedimen pada tahun-tahun terakhir. Hal lain yang ikut terkena dampak tektonik di daerah Pulau Kodingareng Keke adalah proses pemunahan terumbu karang yang terjadi secara sistematik, artinya suatu sistem yang melibatkan faktor
9
geologi global dan perubahan kondisi oseanografi perairan yang berjalan dalam jangka waktu lama. Pengangkatan dan pendangkalan dasar lingkungan terumbu karang oleh faktor geologi akan menyebabkan kondisi sangat rawan terhadap perubahan kondisi oseanografi perairan terutama bila terjadi air surut yang disertai dengan turunnya hujan. Kondisi ini menyebabkan menurunnya salinitas, suhu, dan pH air laut secara drastis sehingga mengakibatkan terumbu karang terancam bahkan sebagian mati dan mudah mengalami erosi oleh gelombang dan arus. Selama zaman Kuarter ini, proses-proses geologi berlangsung terus yang menyebabkan terjadinya penghancuran terumbu karang secara menyeluruh menghasilkan bahan rombakan sebagai sumber sedimen berupa bongkah-bongkah, kerikil dan pasir karang sebagai penyusun utama pulau pasir Kodingareng Keke. Kepulauan Spermonde merupakan gugusan pulau-pulau karang yang muncul di zaman Kwarter (de Klerk, 1983, Moka dan Mappa, 1985 ). Terbentuk setelah terjadinya Zaman Es 20.000 tahun yang lalu dan secara geologi terbentuk oleh pengangkatan dasar terumbu karang. Pengangkatan dasar terumbu karang berarti terjadinya pendangkalan yang berpengaruh langsung terhadap perkembangan karang yaitu karang terancam dan mati (Kaharuddin dan Musri, 1995). Hal ini didukung oleh Katili (1980) yang menyatakan bahwa perkembangan tektonik Kwarter Indonesia secara regional dipengaruhi oleh beberapa desakan lempeng benua yaitu lempeng HindiaAustralia dari arah selatan, lempeng pasifik dari Timur dan Kraton Asia dari baratlaut, sehingga posisi Indonesia sekarang dalam keadaan terdesak dan terangkat. Fisiografi Kepulauan Spermonde terbentuk oleh gugusan pulau-pulau terumbu karang yang terletak pada dangkalan Selat Makassar dengan kedalaman mencapai hingga 200 meter. Bentuk morfologi umumnya menunjukkan pulau yang tersusun oleh paparan inti terumbu karang, sebagian ditutupi oleh endapan paparan pasir sebagai bagian pulau yang muncul di atas permukaan laut. Kedudukan pulau-pulau pasir tersebut pada umumnya berkembang pada sisi timur paparan pulau karang. Pulau-pulau yang terdapat di sekitar Pulau Kodingareng Keke yaitu di sebelah utara terdapat Pulau Barang Caddi, Pulau Barang Lompo dan Pulau Bonetambung, di sebelah timur terdapat Pulau Samalona, Pulau Lae-lae serta beberapa gosong pasir terumbu dan daratan Makassar, di sebelah selatan terdapat Pulau Kodingareng Lompo dan di sebelah barat terdapat Pulau Lumu-lumu. Pulau-pulau di sekitar Pulau Kodingareng Keke menunjukkan letak pulau pasir yang pulau pada umumnya berada pada sisi timur yang memperlihatkan pada bagian barat pulau merupakan paparan yang luas dengan lereng relatif landai, sedang di sebelah timurnya merupakan paparan sempit dan lereng terjal. Bentuk morfologi ini menujukkan adanya proses erosi pada bagian barat dan sedimentasi di bagian timur pulau oleh gelombang dan arus yang bekerja pada setiap tahun. Energi gelombang pada musim barat lebih besar di banding dengan musim timur, sehingga menyebabkan pulau pasir yang menutupi pulau-pulau bergeser ke arah timur. Hal ini didukung oleh data penelitian terdahulu (Kaharuddin dan Musri, 1995), yang menyatakan bahwa pada mulanya pulau pasir yang menutupi terumbu terletak di tengah-tengah pulau, namun karena pengaruh erosi gelombang yang lebih aktif di sebelah barat pulau dan sebaliknya terjadi sedimentasi aktif di sebelah timurnya, maka terjadi pergeseran terhadap pulau pasir tersebut. Pada sisi lain, disebelah timur Pulau Kodingareng Keke tampak perkembangan spit (lidah pasir) muara sungai Jeneberang cenderung bertambah ke utara akibat hempasan dan erosi gelombang dari barat ke timur laut mengangkat dan mengendapkan sedimen ke arah utara (Kaharuddin, 1987). Berdasarkan data arah dan kecepatan angin dari Badan Meteorologi dan Geofisika Wilayah IV Makassar dari tahun 1998 – 2008, menunjukkan bahwa arah angin di daerah penelitian pada musim barat rata-rata dari arah barat dan barat laut yang akan membangkitkan gelombang relatif searah dengan arah angin tersebut. Sedang pada musim timur, arah angin relatif dari arah timur dan timur laut. Sebagaimana dalam pembahasan sebelumnya, bahwa aktivitas gelombang dan arus di musim barat lebih besar biila dibandingkan dengan musim timur, sehingga proses erosi sebelah barat lebih besar dan sebaliknya sedimentasi di bagian timur pun lebih dominan dibanding di sebelah barat. Hal ini menyebabkan adanya kecenderungan arah pergeseran pulau bergerak ke timur. Akan tetapi, gelombang dan arus yang dibangkitkan oleh musim barat berarah dari barat - baratlaut ke tenggara dan musim timur membangkitkan gelombang dari arah timur – timurlaut ke barat – barat daya, sehingga tubuh pulau pasir Kodingareng Keke bergerak ke timur dan sedikit menenggara. Pergeseran pulau ini terlihat jelas pada peta hasil interpretasi citra satelit dan melalui penelitian lapangan yang berdasarkan pada perubahan posisi bujur dan lintang (tabel 3). Dengan memperhatikan posisi pulau pasir yang bergeser terus sepanjang tahun sebagaimana ditunjukkan dalam peta, maka dalam jangka waktu 10 tahun atau sekitar tahun 2020, akan menyebabkan pulau pasir ini akan hilang terhapus oleh aktivitas gelombang dan arus, terendapkan di sekitar bagian karang atau dasar lingkungan pengendapan. Akan tetapi, hal ini mungkin sulit terjadi karena ada aspek lain yang harus diperhatikan yaitu proses geologi dan erosi – sedimentasi yang berlangsung terus sepanjang tahun, sebagai sistem pengendapan gelombang terpusat ke arah pulau. Artinya proses geologi
10
pengangkatan dan sistem pengendapan gelombang tersebut, akan menghasilkan pendangkalan dan akumulasi sedimen baru di atas paparan dangkalan pulau untuk mengimbangi material yang hilang atau terangkut ke arah luar pulau sehingga keberadaan pulau pasir ini masih dapat dipertahankan. Tabel 3 Perubahan posisi bujur dan lintang Pulau Kodingareng Keke. Tahun
Posisi Bujur o
o
1998
119 17’15,4” - 119 17’18”
2003
119 17’16,5” - 119 17’18,7”
2007
119 17’16,5” - 119 17’19,8”
2008
119 17’17,5” - 119 17’20,2”
o o o
o o o
Posisi Lintang o
o
5 6’18,2” - 5 6’21,4” o
o
5 6’18” - 5 6’22,1” o
o
5 6’18,2” - 5 6’22,8” o
o
5 6’18,5” - 5 6’22,5”
SIMPULAN 1. Berdasarkan pada pengamatan peta hasil interpretasi citra dan penelitian lapangan, luas pulau dan volume endapan pasir yang menutupi Pulau Kodingareng Keke menunjukkan peningkatan. Pada tahun 1998 luas pulau sekitar 4.875 m2 dan volume 5.346,1 m3 , tahun 2003 luas pulau 7.119 m2 dan volume 7.141,6 m3, tahun 2007 luas pulau 8.741 m2 dan volume 8.439,2 m3. Sedang hasil penellitian lapangan pada tahun 2008 menunjukkan luas pulau 8.774 m2 dan volume 8.465,6 m3. 2. Dari pengamatan lapangan menunjukkan terjadi erosi dan hancuran terumbu karang di bagian barat dan selatan pulau akibat aktivitas gelombang dan arus di musim barat dan sedimentasi lebih berkembang ke arah timur. 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan morfologi Pulau Kodingareng Keke adalah aktivitas gelombang dan arus, karakteristik sedimen dan sistem pengendapan serta kondisi geologi dan tektonik. 4. Perubahan bentuk dan pergeseran pulau pasir di Pulau Kodingareng Keke dipengaruhi oleh adanya ketidakseimbangan aktivitas gelombang dan arus di musim barat dan musim timur, sehingga pulau bergeser ke arah timur sedikit menenggara DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2006, Pedoman Penulisan Tesis dan Disertasi, Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin, Makassar. Asriningrum, W., Dault, A., Arifin, P., 2004, Studi Identifikasi Karakteristik Terumbu Karang Untuk Pengelolaan dan Penentuan Pulau Kecil Menggunakan Data Landsat, Sekolah Pasca Sarjana, Program S3/TKL, Institut Pertanian Bogor. Black, J.A., 1985, Ocean and Coasts, An Introduction to Oceanography, Wm.C.Brown Publishers, Dubuque, Iowa. Burhanuddin, S., Ahmad, Liebner,H., 2006, Wisata Bahari Makassar, Ara Sinergi Optima, Jakarta.
Darman, H., Sidi, F.H., 2000, The Outline of The Geology of Indonesia, Indonesia Association of Geologist, Indonesia. Hall, R., Blundell, D.J., 1996, Tectonic Evolution of Southeast Asia, Alden Press, Osney Mead, Oxford, UK. Horikawa, K., 1988, Nearshore Dynamic and Coastal Processes, Theory, Measurement and Predictive Models, University of Tokyo Press, Tokyo. Hutabarat, S., Evans, S.M., 1986, Pengantar Oseanografi, Universitas Indonesia Press, Jakarta.
11
Kaharuddin, Ma’waleda, M., 1995, Gejala terancamnya Terumbu Karang, Sebuah Kasus Pulau barang Lompo Selat Makassar, Lembaga Penelitian Universitas Hasanuddin. Khakhim, N., 2003, Pendekatan Sel Sedimen (Sedimen Cell) Sebagai Acuan Penataan Ruang Wilayah Pesisir Menggunakan Teknologi Penginderaan Jauh, Makalah Pengantar Falsafah Sains, Program Pascasarjana/S3, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Klerk, L.G., de, 1983, Sea Levels, Reef and Coastal Plains of South West Indonesia, Department of Geography of Utrecht, The Netherland. Kusumowidagdo, M, 2006, Perbandingan Sistem Penginderaan Jauh Landsat dan SPOT, Berita Inderaja Volume V No.9 Juli 2006. p. 6 – 17. Lillesand, T.M., Kiefer, R.W., 1993, Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra, Terjemahan oleh Dulbahri, Prapto Suharsono, Hartono, Suharyadi, Yogyakarta, Gadjah Mada University Press. Mappa, H.,Moka, W., 1985, Studi Mengenai Koral Di Daerah Kepulauan Di Selat Makassar, Lembaga Penelitian Universitas`Hasanuddin, Ujung Pandang. Prijono, J., 2007, Pemetaan Terumbu Karang Dengan Satelit Sumber Daya Alam, Beranda Inderaja, SIG, akses internet tanggal 23 Februari 2008, http://www.sutikno.org. Rahadiati,A., Hartini, S., 2007, Pemanfaatan Citra Resolusi Tinggi Untuk Pemetaan Sebaran Terumbu Karang Di Pulau Kecil, Proceeding Geo-Marine Research Forum, p.269 276. Robinson, I.S., 1985, Satelite Oceanography, An Introduction For Oceanographers and Remote Sensing Scientists, Ellis Horwood Limited, England. Setyandito, O., Triyanto, J., 2007, Analisa Erosi dan Perubahan Garis Pantai Pada Pantai Pasir Buatan dan Sekitarnya di Takising Propinsi Kalimantan Selatan , Jurnal Tekinik Sipil vol. 7 No. 3, Juni 2007, h..224 - 235. Wiguna, W.A.B., 2007, Integrasi Penginderaan Jauh dan Teknologi Sistem Informasi Geografi Untuk Pemetaan Perubahan Garis Pantai Tahun 1996 dan Tahun 2005 (Lokasi Antar Banjirkanal Barat – Sungai Wulan), Tugas Ahir, Universitas Negeri Semarang.
12