Analisis Perbandingan Sistem Pengenalan Rambu-Rambu Lalu Lintas Menggunakan Metode Generative Learning dan Support Vector Machine Moses Jefferson Irawan, Dodi Sudiana Teknik Komputer, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia
[email protected],
[email protected]
Abstrak Skripsi ini membahas analisis perbandingan dua sistem pengenalan rambu lalu lintas yaitu menggunakan metode Generative Learning (GL) dan Support Vector Machine (SVM). GL merupakan metode pengenalan yang baru dikembangkan di mana sampel training dihasilkan dengan memvariasikan sampel yang ada berdasarkan parameter tertentu sehingga dapat mempermudah pembuatan citra untuk training serta dapat memberikan hasil pengenalan yang lebih baik. SVM merupakan metode pengenalan yang telah banyak digunakan dan menggunakan karakteristik vektor untuk memisahkan objek dari latar belakangnya. Sambil berjalan, ramburambu lalu lintas direkam oleh kamera video di atas kendaraan bermotor yang hasil rekamannya dianalisis menggunakan kedua metode tersebut. Hasil pengenalan rambu lalu lintas yang dianalisis dalam beberapa kondisi seperti jumlah sampel training, resolusi video, tingkat kecerahan sekitar, dan kecepatan kendaraan kemudian dibandingkan dan dianalisis tingkat akurasinya. Dari hasil percobaan didapat bahwa akurasi pengenalan metode GL lebih baik dibandingkan SVM yaitu dengan persentase masing-masing 95,56% dan 94,67%.
Comparative Analysis of Traffic Sign Recognition System Using Generative Learning and Support Vector Machine Method Abstract This thesis discusses the comparative analysis of two traffic signs recognition system using Generative Learning (GL) and Support Vector Machine (SVM) methods, respectively. GL is a newly developed method in which the training samples are generated by varying samples based on certain parameters which makes it easier to the training images and produce better recognition result. SVM is a method that has been widely used which uses vector characteristics to separate objects from its background. Traffic signs are recorded using a video camera in a moving motorcycle and videos of them are analyzed using both methods. The accuracy of recognition results will be compared under some conditions, such as the number of training imageries, video resolutions, and lighting conditions, and vehicle’s speed. Recognition results showed that GL has better accuracy than SVM, with percentage of 95.56% and 94.67%, respectively. Keywords: Generative Learning (GL); recognition
image processing; Support Vector Machine (SVM); traffic sign
Pendahuluan Rambu-rambu lalu lintas adalah salah satu sarana yang paling umum digunakan dalam mengatur arus lalu lintas yang terjadi di jalan. Rambu-rambu ini memegang peranan yang penting dalam mengatur arus lalu lintas, khususnya juga untuk menghidari terjadinya kecelakaan lalu lintas yang sangat mungkin terjadi apabila terjadi pelanggaran terhadap
Analisis Perbandingan ..., Moses Jefferson Irawan, FT UI, 2013
rambu-rambu lalu lintas ini. Karena itulah pengembangan sistem pengenalan rambu-rambu lalu lintas menjadi salah satu topik yang banyak dikerjakan mengingat pentingnya peranan rambu-rambu lalu lintas, khususnya bagi keamanan dalam berkendara. Dengan adanya sistem pengenalan ini dapat mencegah terjadinya kecelakaan akibat pelanggaran terhadap ramburambu lalu lintas baik yang disengaja maupun tidak disengaja. Selain itu, semakin banyaknya pengembangan model kendaraan otomatis menyebabkan sistem pengenalan rambu-rambu lalu lintas akan sangat diperlukan. Pengenalan rambu-rambu lalu lintas secara otomatis dapat diterapkan dalam model kendaraan otomatis untuk dapat mengenali rambu-rambu lalu lintas yang ada. Pengenalan dari rambu-rambu lalu lintas juga telah menjadi salah satu topik bahasan yang cukup menarik minat untuk dikembangkan. Telah banyak pengembangan yang dilakukan dengan menggunakan berbagai metode. Metode yang umum digunakan dalam deteksi ramburambu lalu lintas menggunakan color recognition [1] dan shape recognition [2]. Selain itu ada juga yang menggabungkan dengan metode lain seperti motion information [3]. Namun kini, telah banyak metode pengenalan lain yang digunakan seperti menggunakan metode support vector machines (SVM) [4] dan generative learning [5] yang memiliki hasil deteksi yang lebih baik dibandingkan color and shape recognition. Pada skripsi ini akan coba dirancang sistem pengenalan rambu-rambu lalu lintas menggunakan metode generative learning. Kemudian sistem akan diuji coba untuk melakukan pengenalan rambu-rambu lalu lintas melalui video yang diambil dari jalan dalam berbagai kondisi, termasuk juga dibandingkan dengan metode SVM. Kemudian akan dilakukan analisis terhadap kemampuan sistem untuk mengenali rambu-rambu lalu lintas dalam beberapa kondisi, seperti misalnya kondisi kurang cahaya (sore sampai malam hari), dan termasuk juga pengaruh kecepatan kendaraan terhadap kinerja sistem tersebut.
Tinjauan Teoritis 1. Support Vector Machine (SVM) Support Vector Machine (SVM) pertama kali dikembangkan oleh Boser, Guyon, Vapnik, dan kemudian dipresentasikan pada tahun 1992 di Annual Workshop on Computational Learning Theory. Konsep dasar SVM sebenarnya merupakan kombinasi harmonis dari teori-teori komputasi yang telah ada puluhan tahun sebelumnya, seperti marginhyperplane, kernel diperkenalkan oleh Aronszajn tahun 1950, dan demikian juga dengan kosep-konsep
Analisis Perbandingan ..., Moses Jefferson Irawan, FT UI, 2013
pendukung yang lain. Akan tetapi hingga tahun 1992, belum pernah ada upaya merangkaikan komponen-komponen tersebut. Konsep SVM dapat dijelaskan sebagai usaha mencari hyperplane terbaik yang berfungsi sebagai pemisah dua buah kelas pada input space. Pattern yang digunakan merupakan anggota dari dua buah kelas yaitu +1 dan –1. Permasalahan klasifikasi dapat diterjemahkan dengan usaha menemukan garis (hyperplane) yang memisahkan antara kedua kelompok tersebut. Hyperplane pemisah terbaik antara kedua kelas dapat ditemukan dengan mengukur margin hyperplane tersebut. dan mencari titik maksimalnya. Margin adalah jarak antara hyperplane tersebut dengan pattern terdekat dari masing-masing kelas. Pattern yang paling dekat ini disebut sebagai support vector. Hyperplane terbaik merupakan hyperplane yang terletak tepat pada tengah-tengah kedua kelas. Usaha untuk mencari lokasi hyperplane ini merupakan inti dari proses pembelajaran pada SVM. A. Soft Margin Soft margin digunakan pada saat dua kelas pada inputspace tidak dapat terpisah secara sempurna. Hal ini menyebabkan constraint pada persamaan (2.5) tidak dapat terpenuhi, sehingga optimisasi tidak dapat dilakukan. Untuk mengatasi masalah ini, SVM dirumuskan ulang dengan memperkenalkan teknik soft margin. Pada soft margin, persamaan (2.5) dimodifikasi dengan memasukkan slack variable ξi (ξi> 0) sebagai berikut : !! !! . ! + ! ≥ 1 − !! ,
∀!
dengan demikian persamaan (2.4) diubah menjadi: !"# !τ
1 !, ξ = ! 2
! !
+!
!! !!!
Parameter C dipilih untuk mengontrol tradeoff antara margin dan eror klasifikasi ξ. Nilai C yang besar berarti akan memberikan penalti yang lebih besar terhadap error klasifikasi tersebut. B. Kernel Trick dan Non-Linear Classification pada SVM Pada umumnya masalah dalam domain dunia nyata (real world problem) jarang yang bersifat linear separable (tidak terpisahkan secara linear), tetapi bersifat non-linear. Untuk menyelesaikan problem non linear, SVM dimodifikasi dengan memasukkan fungsi kernel. Dalam non-linear SVM, pertama-tama data x dipetakan oleh fungsi kernel.
Analisis Perbandingan ..., Moses Jefferson Irawan, FT UI, 2013
Pada non-linear SVM, data! dipetakan oleh fungsi !(!) ke ruang vektor yang berdimensi lebih tinggi. Di dalam ruang vektor yang baru, hyperplane yang memisahkan kedua kelas tersebut dapat dikontruksikan. Ilustrasi konsep tersebut dapat digambarkan sebagai input bidang berdimensi dua yang tidak dapat dipisahkan secara linear. Fungsi Φ memetakan tiap data pada input space tersebut ke ruang vektor baru yang berdimensi lebih tinggi (dimensi 3), sehingga kedua kelas dapat dipisahkan secara linear oleh sebuah hyperplane. Notasi matematika dari mapping ini adalah sebagai berikut : !: ℜ! → ℜ! ! < Selanjutnya proses pembelajaran pada SVM dalam menemukan titik-titik support vector, hanya bergantung pada dot product dari data yang sudah ditransformasikan pada ruang baru yang berdimensi lebih tinggi, yaitu ! !! . !! . Karena umumnya transformasi Φ ini tidak diketahui, dan sangat sulit untuk dipahami secara mudah, maka perhitungan dot product dapat digantikan dengan fungsi kernel !(!! , !! ) yang mendefinisikan secara implisit transformasi Φ. Hal ini disebut sebagai Kernel Trick, yang dirumuskan : !(!! , !! ) = ! !! . !! Kernel trick memberikan berbagai kemudahan karena dalam proses pembelajaran SVM, untuk menentukan support vector, kita hanya cukup mengetahui fungsi kernel yang dipakai, dan tidak perlu mengetahui wujud dari fungsi non linear Φ. Berikut beberapa jenis fungsi kernel yang umum digunakan dalam SVM. Tabel 1. Kernel yang umum dipakai dalam SVM Jenis Kernel Polynomial Gaussian Sigmoid RBF
Definisi K(x! , x! ) = (x! , x! + 1)! (x! − x! K(x! , x! ) = exp − 2σ!
!
K(x! , x! ) = tanh(αx! , x! + β) ! − !! ! K(x! , x! ) = exp σ!
Hasil klasifikasi dari data ! diperoleh dari persamaan berikut: ! ! !
= !. ! ! + !
Analisis Perbandingan ..., Moses Jefferson Irawan, FT UI, 2013
!
! ! !
=
!! !! ! (!! ). !(!! ) + ! !!!,!! ∈!"
SV pada persamaan di atas dimaksudkan dengan subset dari training set yang terpilih sebagai support vector, dengan kata lain data xi yang berkorespondensi pada αi≥ 0 . C. Multiclass Support Vector Machine Ada dua pilihan untuk mengimplementasikan multiclass SVM yaitu dengan menggabungkan beberapa SVM biner atau menggabungkan semua data yang terdiri dari beberapa kelas ke dalam sebuah bentuk permasalahn optimal. Namun pada pendekatan yang kedua permasalahan optimasi yang harus diselesaikan jauh lebih rumit. Berikut ini adalah metode yang umum digunakan untuk mengimplementasikan multiclass SVM dengan pendekatan yang pertama: a) Metode one-against-all (satu lawan semua) Dengan menggunakan metode ini, dibagun k buah model SVM biner (k adalah jumlah kelas) b) Metode one-against-one (satu lawan satu) Dengan menggunakan metode ini, dibagun k(k-1)/2 buah model klasifikasi biner (k adalah jumlah kelas). Terdapat beberapa metode untuk melakukan pengujian setelah keseluruhan k(k-1)/2 model klasifikasi selesai dibangun. 2. Generative Learning Generative learning merupakan salah satu metode pembelajaran yang menggunakan jumlah sampel training yang banyak dengan berbagai variasi tampilan. Sampel training yang digunakan tidak diambil langsung dengan berbagai variasi, namun divariasikan terhadap parameter tertentu. Tahapan dalam generative learning, pertama adalah menentukan parameter-parameter yang ingin divariasikan, seperti misalnya bentuk, tekstur, atau warna. Kemudian, adalah menyiapkan beberapa gambar asli sebagai sampel untuk divariasikan. Kemudian, gambar sampel asli yang sudah ada divariasikan sesuai model yang telah ditetapkan. Dengan metode ini kita akan bisa mendapatkan data dengan jumlah yang banyak sebagai sampel untuk proses pembelajaran. Dengan metode ini, biaya untuk mengumpulkan citra sebagai sampel training akan dapat dikurangi secara signifikan. Berikut beberapa model dalam memodifikasi citra untuk proses pembelajaran: a. Model Modifikasi Bentuk dan Tekstur
Analisis Perbandingan ..., Moses Jefferson Irawan, FT UI, 2013
1.Rotasi Hal ini disimulasikan dengan memberikan rotasi dalam setiap axis θx, θy, θz, dari koordinat tiga dimensi dengan titik pusat pada central dari citra asli. 2.Shifting Hal ini disimulasikan dengan melakukan pergeseran pada citra asli dengan parameter pergeseran horizontal sebesar ∆x dan pergeseran vertikal sebesar ∆y. 3.Stretching Hal ini disimulasikan dengan memperlebar citra asli dengan kelipatan lebar rw dan tinggi rh dari citra asli. 4.Optical Blurring Hal ini disimulasikan dengan menghitung konvolusi dari citra asli dan fungsi Gaussian berikut: ℎ !, ! =
1 !! + !! !"# − 2!" 2! !
di mana parameter σ mengatur derajat dari optical blurring yang terjadi. 5.Background Pattern Hal ini disimulasikan dengan mengambil beberapa background pattern yang berbeda dan dikombinasikan dengan citra masukan. b. Model Modifikasi Warna 1. Degradasi warna Degradasi warna atau discoloration bergantung pada warna, sehingga citra asli akan dibagi menjadi n color region. Kemudian akan ditentukan warna (hi, si, vi) dari masing-masing region i dengan cara menambahkan variasi warna dalam space HSV. Hasilnya, akan diperoleh citra yang mengalami degradasi warna dengan n color region. 2. Refleksi dan bayangan Hal ini disimulasikan dengan variasi brightness v yang ditambahkan ke seluruh pixel dari citra asli. A. Sistem Deteksi dengan Sistem Cascaded Classifier Sistem Cascaded-Classifier merupakan suatu metode untuk mengkombinasikan beberapa classifier dalam bentuk “cascade” yang memungkinkan daerah background dari suatu citra
Analisis Perbandingan ..., Moses Jefferson Irawan, FT UI, 2013
untuk dapat dihilangkan sehingga dapat memfokuskan proses kepada suatu daerah objek yang lebih spesifik. Sistem ini telah banyak digunakan dalam sistem deteksi, seperti misalnya deteksi wajah dan sudah mulai diterapkan juga dalam sistem deteksi rambu-rambu lalu lintas [6]. Cascade dapat dilihat sebagai sebuah mekanisme yang dapat fokus pada suatu objek spesifik di mana objek latar belakang yang dibuang dapat dipastikan tidak berisi objek yang ingin diproses. Metode ini dapat meningkatkan performa deteksi sistem dengan tingkat kesalahan yang lebih rendah. Metode ini dilakukan dengan beberapa buah classifier yang secara bertahap menghilangkan background yang tidak diinginkan pada suatu citra.
Gambar 1. Arsitektur dari classifier-cascade
Classifier ini akan menggunakan metode Haar-like feature serta algoritma AdaBoost. Dalam tiap tingkatan akan menggunakan fitur haar-like yang jenis dan jumlahnya beragam, di mana, semakin tinggi tingkatan, maka akan semakin banyak fitur yang digunakan.
B. Metode Haar-like Features Pelatihan model Haar-like menggunakan dua buah sampel, yaitu sampel positif yang mengandung objek yang diinginkan, dan sampel negatif, yaitu citra yang tidak mengandung objek yang diinginkan. Kedua jenis sampel ini akan digunakan dalam pelatihan secara bersamaan dan perbedaannya akan menjadi parameter untuk deteksi objek yang diinginkan. Informasi ini akan disimpan sebagai parameter model statistik. Klasifikasi citra akan dilakukan berdasarkan nilai dari sebuah fitur. Penggunaan fitur dipilih karena pemrosesan fitur akan membutuhkan waktu
proses yang lebih cepat dibanding
pemrosesan seluruh pixel citra. Pemrosesan pixel per pixel akan membutuhkan resource yang mahal, baik waktu maupun komputasi. Terdapat begitu banyak fitur dalam metode
Analisis Perbandingan ..., Moses Jefferson Irawan, FT UI, 2013
penghitungan ini. Sehingga hanya fitur-fitur tertentu yang digunakan. Pemilihan fitur ini akan menggunakan algoritma AdaBoost.
Gambar 2. Contoh fitur-fitur Haar-like
Nilai dari Haar-like features adalah perbedaan antara nilai piksel level abu-abu daerah kotak hitam dan daerah kotak putih. ! ! = !"#!"#$%&'$(#)*"' !"#$%&'()%$*$% − !"#!!!"#$#%"&'()# !"#$%&'()%$*$% Nilai kotak haar-like features dapat dihitung dengan cepat menggunakan integral image. Integral image merupakan penggabungan unit-unit kecil (piksel) menjadi satu. Nilai integral untuk setiap piksel adalah jumlah dari semua piksel di atas dan di kiri piksel tersebut. Mulai dari kiri atas ke kanan bawah, seluruh citra dapat digabung dengan operasi nilai yang lebih sedikit tiap pikselnya.
Metode Penelitian Sistem pengenalan rambu-rambu lalu lintas ini akan menggunakan video jalan dengan beberapa rambu-rambu lalu lintas sebagai masukannya. Video akan menjadi masukan yang kemudian diproses oleh sistem dan kemudian akan didapat hasil berupa data rambu-rambu lalu lintas yang dikenali oleh sistem. Secara garis besar, berikut gambaran dari sistem pengenalan rambu-rambu lalu lintas ini:
Analisis Perbandingan ..., Moses Jefferson Irawan, FT UI, 2013
Rambu-rambu lalu lintas
Video Rekaman
Sistem pengenalan rambu-rambu dengan metode generative learning
Data rambu-rambu yang dikenali
Hasil Pengenalan Gambar 3. Gambaran umum sistem
Gambar 4 menunjukkan 10 rambu yang akan digunakan sebagai sampel dalam pengujian sistem pengenalan rambu-rambu lalu lintas yang akan dirancang.
Gambar 4. Rambu-rambu yang akan diuji
Video akan diambil secara nyata dari kondisi di jalan yang berisi rambu-rambu lalu lintas yang digunakan sebagai sampel. Video diambil dengan menggunakan kamera Nikon Coolpix P510, 16 megapiksel, dalam beberapa kondisi untuk menguji kemampuan sistem dalam mengenali rambu-rambu lalu lintas dalam beberapa kondisi. Video akan diambil dalam kondisi siang hari, sore hari, juga dalam beberapa variasi kecepatan kendaraan sehingga dapat diuji kapabilitas sistem dalam mengenali rambu-rambu. Tabel 2 menunjukkan beberapa kondisi yang akan diambil untuk menjadi sampel uji coba.
Analisis Perbandingan ..., Moses Jefferson Irawan, FT UI, 2013
Tabel 2. Variasi kondisi pengambilan video Kondisi Pencahayaan
Siang hari
Sore hari
Kualitas video uji
640x480p
640x480p
1280x720p
300 citra Kurang dari 50 km/jam
500 citra
1000 citra
Jumlah data training Kecepatan Kendaraan
50-60 km/jam
Video yang dijadikan input diambil dari jalan yang memiliki rambu-rambu lalu lintas dan memiliki resolusi 640x480p dengan frame rate 24 fps. Sebagai output akan didapat persentase kemampuan masing-masing sistem dalam mengenali rambu-rambu lalu lintas dari setiap kondisi pengambilan video yang ada. Sistem akan dirancang dengan menggunakan bahasa pemrograman C dengan memanfaatkan beberapa library dari opencv. Video hasil rekaman kemudian akan menjadi inputan sistem dalam program yang sudah dirancang. Setiap rambu yang dikenali akan diberikan tanda kotak dan tulisan nama rambu tersebut seperti ditunjukkan dalam Gambar 5.
Gambar 5. Contoh hasil pengenalan rambu
Setiap frame dari video akan diproses kemudian disimpan hasilnya berupa citra untuk kemudian dihitung persentase keberhasilan
sistem mengenali rambu-rambu lalu lintas.
Persentase akhir merupakan nilai data yang dikenali secara tepat dikurangi dengan adanya kesalahan yang mungkin terjadi, yaitu rambu yang tidak terdeteksi sama sekali, rambu yang tidak dikenali secara tepat, dan citra tanpa rambu yang dideteksi sebagai rambu (false positive). Hasil dari kedua metode ini dalam beberapa kondisi kemudian akan dianalisis dan dibandingkan untuk melihat performa masing-masing metode dalam mengenali rambu-rambu lalu lintas.
Analisis Perbandingan ..., Moses Jefferson Irawan, FT UI, 2013
Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab ini berisi hasil pengujian yang dilakukan terhadap video serta analisis terhadap hasil pengenalan sistem terhadap rambu-rambu lalu lintas. Video untuk diuji diambil dengan kamera 16 megapiksel dalam beberapa kondisi untuk menguji kemampuan sistem. Hasil akurasi pengenalan rambu-rambu dari metode GL juga akan dibandingkan dengan hasil dari metode SVM sebagai metode pembanding. Setiap pengujian akan menggunakan 15 video yang diambil dengan kendaraan dengan variasi kecepatan, variasi waktu pengambilan, serta variasi kondisi pengujian yaitu resolusi video dan jumlah data latih.
Gambar 6. Sampel video uji
Gambar 6. menunjukkan contoh 15 video sebagai video uji. Video yang diujikan akan menggunakan resolusi 480x320p, 640x480p, dan 1280x720p dengan format video avi. A. Hasil Pengujian GL dengan Jumlah Citra Training yang Berbeda Tabel 3 dan Gambar 7 menunjukkan perbandingan hasil uji coba akurasi pengenalan metode generative learning dengan beberapa variasi jumlah data latih yang digunakan. Pengujian dilakukan pada siang hari dengan video resolusi 640x480 piksel dan kecepatan di bawah 50 km/jam.
Analisis Perbandingan ..., Moses Jefferson Irawan, FT UI, 2013
Tabel 3. Hasil uji coba metode generative learning dengan variasi jumlah citra training Jumlah Data Latih
300 citra
500 citra
1000 citra
Hasil Pengenalan
80,80%
91,65%
95,56%
100 95.56
95 91.65
90
Persentase keberhasilan 85 pengenalan 80 (%)
80.8
75 70 300 sampel
500 sampel 1000 sampel Jumlah data latih
Gambar 7. Grafik perbandingan jumlah data uji terhadap akurasi pengenalan
4.42
5.00 4.00
2.83
3.00 Waktu Latih (Jam)
2.00
1.42
1.00 0.00 300
500 Jumlah Data Latih
1000
Gambar 8. Grafik perbandingan jumlah data uji terhadap waktu latih
Hasil pengujian menunjukkan bahwa akurasi pengenalan mengalami peningkatan apabila jumlah data latih ditingkatkan. Hasil akurasi dari sistem generative learning dengan 300 sampel memiliki akurasi yang cukup rendah yaitu sekitar 80,8%. Sistem dengan 500 sampel latih memiliki akurasi yang jauh lebih baik, yaitu sekitar 91,65%. Sistem dengan 1000 sampel sudah memiliki akurasi yang cukup baik yaitu sekitar 95,56%. Pada sistem dengan 300 sampel, sebenarnya pengenalan rambu-rambu sudah bisa dilakukan, namun banyak false positive yang terjadi, yaitu gambar bukan rambu yang dideteksi sebagai
Analisis Perbandingan ..., Moses Jefferson Irawan, FT UI, 2013
rambu lalu lintas. Jumlah false positive terus menurun dan mencapai hasil yang baik dengan 1000 sampel. Hal ini menunjukkan bahwa untuk mendapat sistem pengenalan yang lebih baik, dibutuhkan jumlah data latih yang semakin banyak. Pada pengenalan rambu-rambu lalu lintas ini dibutuhkan 1000 atau
lebih variasi data latih, sehingga dengan demikian sistem dapat
mengenali rambu-rambu lalu lintas dengan baik. Namun di sisi lain, semakin banyak data latih yang digunakan untuk melatih sistem, akan dibutuhkan waktu yang semakin panjang untuk melatih sistem tersebut seperti ditunjukkan dalam Gambar 8. B. Hasil Pengujian GL dengan Variasi Kondisi Pencahayaan Tabel 4 dan Gambar 9 menunjukkan perbandingan hasil uji coba akurasi pengenalan metode GL pada kondisi sore hari (antara pukul 18.00-20.00). Pengujian dilakukan dengan jumlah data latih 500 dan video resolusi 640x480 piksel dan kecepatan di bawah 50 km/jam. Tabel 4. Hasil uji coba metode generative learning pada sore hari hingga malam hari Waktu Keberhasilan Pengenalan
17.3018.00 91,53%
92.00 91.50 Persentasi 91.00 keberhasilan 90.50 pengenalan 90.00 (%) 89.50 89.00
18.0018.30 90,91%
18.3019.00 90,43%
19.0019.30 90,38%
19.3020.00 90,14%
91.53 90.91 90.43
90.38
90.14
Waktu Gambar 9. Grafik perbandingan waktu terhadap akurasi pengenalan pada sore hingga malam hari
Dari pengujian ini didapatkan bahwa akurasi pengenalan mengalami sedikit penurunan jika video rambu-rambu lalu lintas diambil pada kondisi kurang pencahayaan, yaitu sore hari hingga malam hari (17.30-20.00). Dari pengujian didapat bahwa akurasi pengenalan sistem generative learning terhadap rambu-rambu pada sore hari hingga malam hari rata-rata ada di
Analisis Perbandingan ..., Moses Jefferson Irawan, FT UI, 2013
antara 90-91%. Hal ini menunjukkan bahwa generative learning masih dapat mengenali rambu-rambu lalu lintas hingga malam hari.
Gambar 10. Contoh hasil pengenalan rambu pada malam hari
Rambu-rambu masih dapat dikenali meskipun pada malam hari, karena memang rambu-lalu lintas sebenarnya dicetak dengan cat khusus yang dapat memantulkan cahaya, sehingga akan terlihat jelas apabila tersorot cahaya pada malam hari, seperti ditunjukkan pada Gambar 10. C. Hasil Pengujian GL dengan Beberapa Kualitas Video Uji Tabel 5 dan Gambar 11 menunjukkan perbandingan hasil uji coba akurasi metode generative learning dengan beberapa variasi kualitas video uji. Pengujian dilakukan dengan jumlah data latih 500 pada siang hari pada video rambu beresolusi masing-masing 320×240, 640×480 dan 1280×720 piksel. Tabel 5. Hasil uji coba metode generative learning dengan variasi kualitas resolusi video uji Kualitas Video Uji
320x240p
640x480p
Hasil pengenalan
81,24%
91,65%
1280x720p 93,04%
Analisis Perbandingan ..., Moses Jefferson Irawan, FT UI, 2013
95
93.04
91.65
Persentase 90 keberhasilan 85 pengenalan (%) 80
81.23
75 320x240
640x480 1080x720 Resolusi Video (piksel)
Gambar 11. Grafik perbandingan kualitas video uji terhadap akurasi pengenalan
Hasil pengujian menunjukkan bahwa kualitas video uji mempengaruhi kemampuan sistem dalam melakukan pengenalan. Pengujian dengan video resolusi 1280x720 piksel memiliki hasil yang paling baik, yaitu 93,04%, jauh lebih baik daripada pengujian dengan video resolusi 320x240 piksel yang hanya memiliki akurasi pengenalan 81,24%. Hal ini menunjukkan bahwa apabila pengujian dilakukan dengan video yang resolusinya lebih tinggi, maka tingkat akurasi pengenalan akan mengalami peningkatan. Namun demikian, proses pengenalan rambu-rambu dari video yang berukuran besar akan membutuhkan waktu proses yang lebih lama daripada video dengan resolusi lebih rendah. Resolusi video yang tinggi menyebabkan data citra yang perlu diproses lebih banyak dan lebih besar sehingga membutuhkan waktu pemrosesan yang lebih lama. D. Hasil Pengujian GL dengan Variasi Kecepatan Kendaraan Tabel 6 dan Gambar 12 menunjukkan perbandingan hasil uji coba akurasi metode generative learning dengan beberapa variasi kecepatan kendaraan. Pengujian dilakukan dengan jumlah data latih 1000 pada siang hari dengan video resolusi 640x480 piksel di mana kendaraan dijalankan pada kecepatan 20-60 km/jam. Tabel 6. Hasil uji coba metode generative learning dengan variasi kecepatan kendaraan Kecepatan
20 km/jam
30 km/jam
40 km/jam
50 km/jam
60 km/jam
Keberhasilan Pengenalan
91,49%
91,54%
91,43%
90,91%
84,78%
Analisis Perbandingan ..., Moses Jefferson Irawan, FT UI, 2013
94.00 92.00 Persentase 90.00 keberhasilan 88.00 pengenalan 86.00 (%) 84.00 82.00 80.00
91.49
91.54
91.43
90.91
84.78
20
30 40 50 60 Kecepatan Kendaraan (km/jam)
Gambar 12. Grafik perbandingan kecepatan kendaraan terhadap akurasi pengenalan
Hasil pengujian menunjukkan bahwa dalam kecepatan 60 km/jam, akurasi pengenalan ramburambu lalu lintas mengalami penurunan dibanding saat kecepatan kendaraan berada di bawah 50 km/jam. Pada saat kecepatan kendaraan berada di bawah 50 km/jam, akurasi pengenalan mencapai rata-rata 91%, sedangkan pada saat kecepatan kendaraan 60 km/jam, akurasi pengenalan mengalami penurunan menjadi 84,78%. Terlihat bahwa kecepatan kendaraan memberikan pengaruh terhadap akurasi pengenalan, di mana semakin cepat kendaraan, maka akurasi pengenalan sistem terhadap rambu-rambu akan mengalami penurunan. Namun penurunan yang dialami tidak terlalu besar, menunjukkan bahwa sistem generative learning masih dapat melakukan pengenalan dalam kondisi kecepatan hingga 50 km/jam.
Gambar 13. Sampel hasil pengenalan dalam kecepatan 50-60 km/jam
Analisis Perbandingan ..., Moses Jefferson Irawan, FT UI, 2013
E. Hasil Perbandingan dan Analisis Metode Generative Learning dengan SVM Tabel 7 menunjukkan perbandingan hasil pengenalan rambu-rambu lalu lintas metode generative learning dengan menggunakan 1000 data latih dengan SVM dengan video uji 640x480 piksel pada kondisi siang hari dan kecepatan di bawah 50 km/jam. Tabel 7. Perbandingan akurasi pengenalan metode generative learning dengan SVM Metode
GL
SVM
Hasil pengenalan
95,56%
94,67%
Hasil perbandingan menunjukkan bahwa metode generative learning memiliki akurasi pengenalan sedikit lebih baik dibandingkan metode support vector machine. Dengan demikian maka metode generative learning cocok untuk melakukan deteksi rambu-rambu lalu lintas dan memiliki akurasi pengenalan yang baik. Selain itu generative learning juga memiliki kelebihan yaitu lebih mudah dalam mencari data latih. Dengan menggunakan generative learning tidak perlu mengumpulkan banyak macam variasi citra rambu sebagai data latih secara langsung, karena cukup memvariasikan sebuah citra dengan beberapa parameter maka akan didapat banyak variasi citra sebagai data latih.
Kesimpulan dan Saran Dari hasil pengujian sistem generative learning dan support vector machine untuk mengenali rambu-rambu lalu lintas, dapat diambil kesimpulan: 1. Banyaknya variasi sampel data latih yang digunakan mempengaruhi kemampuan sistem generative learning mengenali rambu-rambu lalu lintas, semakin banyak data latih yang digunakan maka kemampuan sistem dalam melakukan pengenalan akan semakin baik. 2. Kualitas video yang diuji terhadap sistem generative learning mempengaruhi kemampuan sistem untuk mengenali rambu-rambu lalu lintas, semakin baik kualitas video uji maka kemampuan sistem untuk dapat mengenali rambu-rambu akan semakin baik. 3. Generative learning masih dapat mengenali rambu pada sore sampai malam hari pada tempat dengan pencahayaan yang baik, karena rambu lalu lintas memang dirancang untuk dapat memantulkan cahaya. Namun tingkat kemampuan pengenalan mengalami penurunan dibandingkan kondisi siang hari.
Analisis Perbandingan ..., Moses Jefferson Irawan, FT UI, 2013
4. Generative learning masih dapat mengenali rambu-rambu sampai kecepatan kendaraan hingga 50 km/jam, namun pada kecepatan 60 km/jam akurasi pengenalan mulai mengalami penurunan. 5. Generative learning memiliki tingkat akurasi pengenalan sedikit lebih baik dibanding SVM, karena menggunakan variasi data latih sehingga memiliki akurasi pengenalan rambu-rambu yang lebih baik, termasuk dalam kondisi sore dan malam hari, serta kecepatan kendaraan hingga 60 km/jam. Selain itu generative learning juga lebih mudah dalam mengumpulkan data latih karena data latih didapat lewat dengan memvariasikan suatu gambar untuk mendapatkan berbagai variasi sebagai data latih. Sistem pengenalan yang dikembangkan saat ini masih memiliki beberapa kekurangan, seperti misalnya masih belum diterapkan secara realtime dan waktu pengenalan yang cukup lambat. Saran pengembangan ke depannya adalah untuk mengembangkan sistem pengenalan secara realtime.
Daftar Referensi [1] W. Ritter, F. Stein, R. Janssen. “Traffic sign recognition using colour information,” Mathematical and Computer Modelling, Vol. 22, Issues 4–7, pp.149–157, 159–161, August–October 1995. [2] G. Loy, et al., “Fast shape-based road sign detection for adriver assistance system,” Proc. of 2004 IEEE/RSJ International Conference on Intelligent Robots and Systems, Vol.1, pp.70–75, September–October 2004. [3] C. Bahlmann, et al., “A system for traffic sign detection, tracking, and recognition using color, shape, and motion information,” Intelligent Vehicles Symposium, pp. 255 – 260, Juni 2005. [4] S.Maldonado-Bascὀn, et al., “Road-sign detection and recognition based on support vector machines,” Proc. of 2007 IEEEInternational Conference on Intelligent Transportation Systems,Vol.8, pp.264–278, Juni 2007. [5] K. Doman, et al., “Construction of Cascaded Traffic Sign Detector Using Generative Learning,” Innovative Computing, Information and Control (ICICIC), 2009 Fourth International Conference on,Desember 2009. [6] P. Viola, M. Jones, “Rapid object detection using a boosted cascade of simple features,” Proc. of 2001 IEEE Computer SocietyConference on Computer Vision and Pattern Recognition,Vol.1, pp.511–518, December 2001. [7] S.Maldonado-Bascὀn, et al., “An optimization on pictogram identification for the roadsign recognition taskusing SVMs” Computer Vision and Image Understanding, Vol. 114, Issue 3, pp.373–383, March 2010.
Analisis Perbandingan ..., Moses Jefferson Irawan, FT UI, 2013