ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DI KABUPATEN BATANG (Pendekatan Location Quotient dan Shift Share Analysis)
Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian (SP)
Oleh
Sofiyanto NIM: 1110092000041
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H/2015 M
ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DI KABUPATEN BATANG (Pendekatan Location Quotient dan Shift Share Analysis)
Oleh
Sofiyanto NIM: 1110092000041
Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian (SP)
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H/2015 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan guna memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 27 April 2015
Sofiyanto 1110092000041
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DATA DIRI 1. 2. 3. 4. 5.
Nama Lengkap Jenis Kelamin Tempat, Tanggal Lahir Kewarganegaraan Alamat
: : : : :
6. 7. 8. 9.
Agama Status Perkawinan Telepon / Hp. Email
: : : :
SOFIYANTO Laki-laki Batang, 10 Mei 1989 Indonesia Jl. Legoso RT: 005/001, Pisangan – Ciputat Timur - Tangerang Selatan Islam Belum Menikah 08788 4474 181 / 0857 800 55476
[email protected]
RIWAYAT PENDIDIKAN 1. 2. 3. 4.
(1995 – 2002) (2002 – 2005) (2007 – 2010) (2010–2015)
SD Negeri Keborangan SMP Negeri 3 Subah SMK Islam Ruhama, Prog. Adm. Perkantoran Agribisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
PENGALAMAN KERJA 1. Magang di PT PLN (Persero), Distribusi Jakarta Raya dan Tangerang Periode : 2 Januari 2009 s.d. 27 Februari 2009 Posisi : Staff Adm. Dalos 2. Bekerja di CV ERA USAHA JAYA Periode : 1 Agustus 2011 – 1 November 2011 Posisi : Staff Accounting 3. Bekerja di PT SARI BURGER INDONESIA Periode : 6 Juni – 30 Juli & 3 November 2011 – 25 April 2013 Posisi : Crew Part Time 4. Voulenteer di LEAP Indonesia Periode : 1 Januari 2012 – 30 Desember 2013 Posisi : Administrasi dan Tutor Computer Class 5. Magang di PT DAPETIN GLOBAL MANDIRI Periode : 1 Januari 2014 – 30 Maret 2014 Posisi : Adm.
RINGKASAN
SOFIYANTO, Analisis Peran Sub Sektor Pertanian Dalam Pembangunan Daerah Di Kabupaten Batang (Pendekatan Location Quotient dan Shift Share Analysis). Di bawah bimbingan Dr. Iskandar Andi Nuhung, M.Si dan Achmad Tjachja Nugraha, SP, MP
Pembangunan pertanian dalam era globalisasi dihadapkan kepada tuntutan peningkatan produktivitas dan efisiensi agar dapat berdaya saing di pasar domestik dan internasional. Untuk peningkatan daya saing tersebut peningkatan sumber daya lahan perlu diupayakan secara optimal sesuai dengan keunggulan komparatifnya sehingga mampu menampilkan produktivitas tinggi dalam pengembangan suatu komoditi. Mengingat terbatasnya Anggaran Perencanaan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Batang, maka strategi pembangunan ekonomi Kabupaten Batang yang perlu menjadi prioritas adalah pembangunan ekonomi yang berbasis pada sektor unggulan (basis). Perkembangan sektor unggulan diharapkan dapat meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD), serta dapat mendukung dan mendorong perkembangan sektor perekonomian lainnya, dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah maupun nasional sehingga dapat meningkatkan pendapatan perkapita masyarakat. Sektor perekonomian unggulan yang perlu mendapatkan perhatian lebih oleh pemerintah daerah Kabupaten Batang adalah sektor pertanian. Sektor tersebut selain memberikan kontribusi yang besar terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) juga menyerap tenaga kerja terbesar di Kabupaten Batang. Namun, disisi lain sektor pertanian semakin kedepan semakin menurun pertumbuhan dan kontribusinya dari tahun ke tahun. Dengan demikian perlu adanya upaya dalam memajukan sektor pertanian, mengingat besarnya peran sektor tersebut baik dalam perekonomian maupun penyerapan tenaga kerja. Upaya yang perlu dilakukan adalah dengan mengidentifikasi peran masing-masing sub sektor pertanian untuk memajukan sektor pertanian. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk 1) menganalisis pertumbuhan dan daya saing sektor pertanian, serta posisi sektor pertanian dalam perekonomian di Kabupaten Batang periode 2004-2013, 2) mengetahui sub sektor pertanian apa saja yang menjadi sub sektor unggulan dan menganalisis pertumbuhan dan daya saing sub sektor pertanian di Kabupaten Batang periode 2004-2013, 3) menganalisis rumusan prioritas pengembangan sub sektor pertanian dalam memajukan sektor pertanian di Kabupaten Batang. Metode analisis yang digunakan adalah pendekatan Location Quotient (LQ) dan analisis Shift Share (SS). Hasil penelitian dengan menggunakan Location Quotient (LQ) pada perekonomian Kabupaten Batang menunjukkan bahwa sektor pertanian di Kabupaten Batang termasuk sektor unggulan. Berdasarkan analisis Shift Share (SS) pada perekonomian Kabupaten Batang, sektor pertanian mengalami pertumbuhan yang lambat (PPij<0). Dilihat dari daya saingnya sektor pertanian tidak memiliki daya saing yang baik (PPWij<0) dengan sektor yang sama di daerah lain di Provinsi Jawa Tengah. Berdasarkan profil pertumbuhan sektor-
sektor perekonomian Kabupaten Batang, sektor pertanian berada pada posisi kuadran III, yang artinya sektor pertanian merupakan sektor terbelakang dalam perekonomian Kabupaten Batang. Hasil penelitian selanjutnya dengan menggunakan Location Quotient (LQ) pada sektor pertanian Kabupaten Batang menunjukkan bahwa sub sektor pertanian yang menjadi sub sektor pertanian unggulan adalah sub sektor tanaman perkebunan, sub sektor peternakan dan hasilnya, sub sektor kehutanan, dan sub sektor perikanan. Berdasarkan analisis Shift Share (SS) pada Sektor pertanian di Kabupaten Batang, sub sektor yang mengalami pertumbuhan cepat (PPij >0) yaitu sub sektor peternakan dan hasilnya, sub sektor kehutanan, dan sub sektor tanaman perkebunan, dengan masing-masing nilai pertumbuhan proporsional 44,09 persen; 7,06 persen; dan 3,98 persen. Dilihat dari daya saingnya, sub sektor pertanian yang memiliki daya saing yang baik (PPWij>0) yaitu sub sektor perikanan dan sub sektor tanaman bahan makanan, dengan masing-masing nilai pertumbuhan pangsa wilayah 69,72 persen dan 4,72 persen. Berdasarkan nilai pergeseran bersih (PB) sub sektor yang memiliki pertumbuhan progressive (PBij>0) yaitu sub sektor perikanan, sub sektor kehutanan, dan sub sektor peternakan dan hasilnya, dengan masing-masing nilai PB 61,00 persen; 3,94 persen; dan 1,46 persen. Dengan melihat perbandingan pergeseran bersih (PB) dan daya saing (PPW) sub sektor pertanian Kabupaten Batang periode 2004-2013, maka dapat ditentukan rumusan prioritas dalam pembangunan pertanian di Kabupaten Batang, yaitu sub sektor perikanan dijadikan prioritas pertama, karena sub sektor ini memiliki daya saing terbaik dan memiliki pertumbuhan yang progressive, yang ditunjukkan dengan nilai PPW positif (69,72) dan PB positif (61,00); sub sektor tanaman bahan makanan dijadikan prioritas ke dua, karena sub sektor ini memiliki daya saing yang baik walaupun pertumbuhannya kurang progressive, ditunjukkan dengan nilai PPW positif (4,72) dan PB negatif (-1,76); sub sektor kehutanan dijadikan prioritas ke tiga, karena sub sektor ini tidak berdaya saing namun masih memiliki pertumbuhan yang progressive, yang ditunjukkan dengan nilai PPW negatif (-3,12) dan PB positif (3,94); sub sektor peternakan dan hasilnya dijadikan prioritas ke empat, karena sub sektor ini tidak berdaya saing dan masih memiliki pertumbuhan yang progressive, yang ditunjukkan dengan nilai PPW negatif (42,62) dan PB positif (1,46); selanjutnya sub sektor tanaman perkebunan dijadikan prioritas ke lima, mengingat sub sektor ini tidak memiliki daya saing dan pertumbuhannya tidak progressive, yang di tunjukkan dengan nilai PPW dan PB sama-sama negatif yang nilainya masing-masing -28,65 dan -24,66.
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim Assalamualaikum Wr. Wb. Puji syukur Alhamdulillah kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat, karunia, taufik dan hidayah-Nya sehingga penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan olah penulis. Shalawat serta salam tidak lupa dipanjatkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW. beserta keluarga dan sahabatnya yang telah membawa umat manusia menuju jalan kebaikan. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pertanian. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah ikut membantu dalam penyusunan skripsi ini, terutama kepada : 1. Ayah dan Ibu, orangtuaku tercinta yang selama ini tidak pernah berhenti memberikan kasih sayang, do’a, serta segala upaya dalam memberikan dukungan kepada penulis. 2. Bapak Dr. Iskandar Andi Nuhung, M.Si dan Bapak Achmad Tjahja Nugraha, SP, MP selaku dosen pembimbing yang selalu meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, masukan, dan solusi yang bermanfaat bagi penulis dalam proses pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi. 3. Ibu Ir. Siti Rochaeni, M.Si dan Ibu Ir. Armaeni Dwi Humaerah, M.Si selaku dosen penguji yang telah bersedia memberikan kritik dan saran yang bermanfaat demi kesempurnaan penulisan skripsi. 4. Bapak Dr. Agus Salim, M.Si. selaku dekan Fakultas Sains dan Teknologi. 5. Ibu Dr. Ir. Elpawati, MP selaku Ketua Program Studi Agribisnis. 6. Bapak Akhmad Mahbubi, SP, MM selaku Sekretaris Program Studi Agribisnis. 7. Ibu Rizky Adi Puspita Sari, SP, MP selaku Dosen Penasehat Akademik.
8. Seluruh Bapak dan Ibu dosen pengajar pada Program Studi Agribisnis yang telah memberikan banyak ilmu yang bermanfaat, dan nasehat yang berharga, serta pengalaman kuliah yang tidak terlupakan. 9. Bapak Kepala BAPEDA Kabupaten Batang beserta karyawan yang telah memberikan
izin
penulis
melaksanakan
penelitian
dan
terbuka
memberikan informasi yang dibutuhkan untuk pelaksanaan penulisan skripsi. 10. Bapak Kepala BPS Kabupaten Batang beserta karyawan yang telah terbuka memberikan informasi yang dibutuhkan untuk pelaksanaan penulisan skripsi. 11. Thanty yang selalu memberikan support dan berbagi pemikiran bersama penulis. 12. Teman-teman “Tagor Team” Ichsan, Hendrik, Fahmi, Andhika, Adit, Ilham, Alam, Adrian, Reza, Tirto Agung AW, Riki Natanegara, dan Ricky Ade atas semangat, dan informasi selama penelitian hingga penulisan skripsi serta sebagai teman diskusi. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya. Wassalamualaikum Wr. Wb.
Jakarta, 27 April 2015 Penulis
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ...................................................................................................... i DAFTAR TABEL ............................................................................................ iv DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ vi DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................viii BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang .......................................................................... 1 1.2. Rumusan Masalah ................................................................... 10 1.3. Tujuan Penelitian .................................................................... 12 1.4. Kegunaan Penelitian................................................................ 12 1.5. Ruang Lingkup ........................................................................ 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pembangunan Ekonomi ............................................. 14 2.2. Konsep Pertumbuhan Ekonomi .............................................. 15 2.3. Otonomi Daerah ...................................................................... 20 2.4. Pembangunan Daerah dan Perencanaan Pembangunan Daerah ..................................................................................... 22 2.5. Pembangunan Pertanian .......................................................... 23 2.6. Peran Sektor Pertanian ............................................................ 25 2.7. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ............................. 27 2.8. Teori Ekonomi Basis ............................................................... 29 2.9. Konsep Sektor Unggulan (Basis) ............................................ 32 2.10. Metode Analisis Sektor Unggulan .......................................... 33 2.10.1. Metode Analisis LQ (Location Quotient) ................... 33 2.10.2. Metode Analisis SS (Shift Share) ................................ 34 2.11. Penelitian Terdahulu ............................................................... 36 2.12. Kerangka Pemikiran ................................................................ 42 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data ............................................................ 44 3.2. Metode Pengumpulan Data ..................................................... 44
i
3.3. Metode Analisis Data .............................................................. 45 3.3.1. Analisis LQ (Location Quotient) ................................... 45 3.3.2. Analisis SS (Shift Share) ............................................... 47 BAB IV KONDISI UMUM KABUPATEN BATANG 4.1. Kondisi Wilayah Kabupaten Batang ....................................... 54 4.2. Kependudukan dan Ketenagakerjaan ...................................... 57 4.3. Pendidikan ............................................................................... 59 4.4. Kesehatan ................................................................................ 59 4.5. Keadaan Perekonomian Daerah .............................................. 60 4.6. Keadaan Ekonomi Sektoral ..................................................... 61 4.6.1. Sektor Pertanian ............................................................. 61 4.6.2. Sektor Pertambangan dan Penggalian ........................... 63 4.6.3. Sektor Industri Pengolahan ............................................ 63 4.6.4. Sektor Listrik, Gas, dan Air Minum .............................. 65 4.6.5. Sektor Bangunan ............................................................ 69 4.6.6. Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran ..................... 69 4.6.7. Sektor Angkutan dan Komunikasi ................................. 70 4.6.8. Sektor Keuangan, Sewa, dan Jasa Perusahaan .............. 71 4.6.9. Sektor Jasa-Jasa ............................................................. 72 BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Sektor-Sektor Unggulan Kabupaten Batang Periode 2004-2013 Berdasarkan Pendekatan Location Quotient ......... 74 5.2. Pertumbuhan
dan
Daya
saing
Sektor
Pertanian
Berdasarkan Analisis Shift Share (SS) .................................... 79 5.2.1. Pertumbuhan Total PDRB Kabupaten Batang dan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2004-2013 ...................... 79 5.2.2. Rasio PDRB Total dan Sektoral Kabupaten Batang dan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2004-2013 ................ 83 5.2.3. Analisis
Komponen
Pertumbuhan
Wilayah
Kabupaten Batang Tahun 2004-2013 ............................ 86 5.2.4. Pertumbuhan dan Daya Saing Sektor-Sektor Unggulan........................................................................ 91 ii
5.3. Sub Sektor Pertanian Unggulan Kabupaten Batang Periode 2004-2013 Berdasarkan Pendekatan Location Quotient (LQ) .......................................................................... 95 5.4. Pertumbuhan PDRB ADHK Sektor Pertanian Kabupaten Batang dan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2004-2013 ............ 97 5.5. Pertumbuhan dan Daya Saing Masing-masing Sub Sektor Pertanian Berdasarkan Analisis Shift Share (SS) ...... 100 5.5.1. Sub Sektor Tanaman Bahan Makanan ...................... 100 5.5.2. Sub Sektor Tanaman Perkebunan ............................. 104 5.5.3. Sub Sektor Peternakan dan Hasilnya ........................ 105 5.5.4. Sub Sektor Kehutanan ............................................... 107 5.5.5. Sub Sektor Perikanan ................................................ 108 5.6. Rumusan Prioritas Pengembangan Sub Sektor Pertanian Dalam Pembangunan Daerah di Kabupaten Batang ............. 110 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ........................................................................... 113 6.2. Saran .. ................................................................................... 115 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 117 LAMPIRAN
iii
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
Tabel 1. Nilai, Distribusi dan Peringkat PDRB ADHB Tanpa Migas Menurut Kabupaten/Kota Se Jawa Tengah Tahun 2012 ...................... 3 Tabel 2. PDRB Kabupaten Batang Tahun 2012 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 ............................................................................. 6 Tabel 3. Kecamatan dan Desa/Kelurahan Kabupaten Batang .......................... 56 Tabel 4. Nilai LQ Sektor Perekonomian Kabupaten Batang Tahun 2004-2013 ........................................................................................... 75 Tabel 5. Perubahan PDRB Kabupaten Batang Menurut Lapangan Usaha Berdasarkan Harga Konstan 2000, Tahun 2004 dan 2013 (juta rupiah) ............................................................................... 81 Tabel 6. Perubahan PDRB Provinsi Jawa Tengah Menurut Lapangan Usaha Berdasarkan Harga Konstan 2000, Tahun 2004 dan 2013 (juta rupiah) ............................................................................... 83 Tabel 7. Rasio PDRB Kabupaten Batang dan Provinsi Jawa Tengah .............. 85 Tabel 8. Analisis Shift Share Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Batang Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Regional, Tahun 2004-2013 ................................................................................ 87 Tabel 9. Analisis Shift Share Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Batang Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Proporsional, Tahun 2004-2013 ................................................................................ 88 Tabel 10. Analisis Shift Share Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Batang Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah, Tahun 2004-2013 ................................................................ 90 Tabel 11. Nilai Persentase PP dan PPW di Kabupaten Batang........................... 92 Tabel 13. Nilai LQ Sub Sektor Pertanian Kabupaten Batang Tahun 2004-2013 ........................................................................................... 95 Tabel 14. Perubahan PDRB Sektor Pertanian Kabupaten Batang Menurut Lapangan Usaha Berdasarkan Harga Konstan 2000, Tahun 2004 dan 2013 ......................................................................... 98
iv
Tabel 15. Perubahan PDRB Sektor Pertanian Provinsi Jawa Tengah Menurut Lapangan Usaha Berdasarkan Harga Konstan 2000, Tahun 2004 dan 2013 ......................................................................... 99 Tabel 16. Perbandingan Pergeseran Bersih dan Daya Saing Sub Sektor Pertanian di Kabupaten Batang Tahun 2004 dan 2013 .................... 111
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
Gambar 1. Grafik Pertumbuhan Sektor Pertanian Kabupaten Batang Tahun 2008-2012 ........................................................................... 7 Gambar 2. Grafik Persentase Kontribusi Sektor Pertanian Terhadap PDRB Kabupaten Batang Tahun 2008-2012 ................................. 8 Gambar 3. Model Analisis Shift Share........................................................... 36 Gambar 4. Kerangka Pemikiran ..................................................................... 43 Gambar 5.
Profil Pertumbuhan Sektor-Sektor Perekonomian ....................... 52
Gambar 6.
Grafik Luas Wilayah Kabupaten Batang Menurut Kecamatan ................................................................................... 55
Gambar 7.
Grafik Perkembangan Jumlah Penduduk di Kabupaten Batang .......................................................................................... 57
Gambar 8.
Persentase Penduduk Usia >15 Tahun Menurut Jenis Lapangan Kerja ............................................................................ 58
Gambar 9.
Grafik Komposisi Industri Atas Dasar Harga Konstan, Tahun 2012 .................................................................................. 64
Gambar 10
Grafik Banyaknya Pemakaian Listrik yang Disalurkan .............. 66
Gambar 11. Grafik Jumlah Pelanggan Listrik di Kabupaten Batang Tahun 2012 .................................................................................. 66 Gambar 12. Grafik Pertumbuhan Pelanggan PT PLN Persero Tahun 2003-2012 .................................................................................... 67 Gambar 13. Grafik Pertumbuhan Jumlah Pelanggan PDAM .......................... 69 Gambar 14. Grafik Kondisi Jalan di Kabupaten Batang Tahun 2012............. 70 Gambar 15. Profil Pertumbuhan Sektor-Sektor Perekonomian Kabupaten Batang Periode 2004-2013 ........................................ 93 Gambar 16. Grafik Laju Pertumbuhan Sub Sektor Bahan Makanan Tahun 2008 – 2012 .................................................................... 101
vi
Gambar 17. Grafik Konstribusi Sub Sektor Bahan Makanan Tahun 2008 – 2012 ............................................................................... 101 Gambar 18. Grafik Produksi Padi Tahun 2008 – 2012 .................................. 102 Gambar 19. Grafik Produksi Palawija Tahun 2008 – 2012 ........................... 103 Gambar 20. Grafik Laju Kontribusi Sub Sektor Tanaman Perkebunan Terhadap PDRB Kabupaten Batang Tahun 2008 – 2012 .......... 104 Gambar 21. Grafik Laju Kontribusi Sub Sektor Tanaman Perkebunan Terhadap PDRB Kabupaten Batang Tahun 2008 – 2012 .......... 106 Gambar 22. Grafik Laju Kontribusi Sub Kehutanan Terhadap PDRB Kabupaten Batang Tahun 2008 – 2012...................................... 107 Gambar 23. Grafik Laju pertumbuhan Sub Sektor Perikanan Kabupaten Batang Tahun 2008 – 2012 ........................................................ 109
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
Lampiran 1. Luas Wilayah Kecamatan Tahun 2012 ............................................ 120 Lampiran 2. Luas Penggunaan Lahan Menurut Kecamatan Tahun 2012 (Ha) .................................................................................................. 121 Lampiran 3. Luas Panen, Produksi dan Rata-rata Produksi Tanaman Pangan Tahun 2007-2012 ................................................................ 122 Lampiran 4. Banyaknya Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas Menurut Lapangan Usaha Tahun 2012 .......................................................... 123 Lampiran 5. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur Dari Jenis Kelamin Tahun 2012 ....................................................................... 124 Lampiran 6. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Batang Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2004-2013 ............ 125 Lampiran 7. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Jawa Tengah Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2004-2013 ........... 126 Lampiran 8. Hasil Perhitungan Dengan Metode LQ Di Kabupaten Batang .............................................................................................. 127 Lampiran 9. Perubahan PDRB Kabupaten Batang dan Provinsi Jawa Tengah Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2004 dan 2013 ............................................... 128 Lampiran 10. Rasio PDRB Kabupaten Batang dan Provinsi Jawa Tengah Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2004 dan 2013 ............... 129 Lampiran 11. Analisis Shift Share Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Batang Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Regional, Proporsional dan Pangsa Wiayah Tahun 2004-2013..................... 130 Lampiran 12. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sektor Pertanian Kabupaten Batang Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2004-2013.................................................................. 131
viii
Lampiran 13. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sektor Pertanian Provinsi Jawa Tengah Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2004-2013 ................................................... 132 Lampiran 14. Hasil Perhitungan Dengan Metode LQ di Kabupaten Batang ............................................................................................ 133 Lampiran 15. Perubahan PDRB Sektor Pertanian Kabupaten Batang dan Provinsi Jawa Tengah Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2004 dan 2013 ............... 134 Lampiran 16. Rasio PDRB Sektor Pertanian Kabupaten Batang dan Provinsi Jawa Tengah Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2004 dan 2013 .................................................................... 135 Lampiran 17. Analisis Shift Share Sub Sektor Pertanian di Kabupaten Batang Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Regional, Proporsional dan Pangsa Wiayah Tahun 2004-2013..................... 136 Lampiran 18. Nilai Pergeseran Bersih (PB), Perbandingan Pergeseran Bersih dan Daya Saing Sub Sektor Pertanian di Kabupaten Batang Tahun 2004-2013 ............................................ 137
ix
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Visi pembangunan daerah adalah suatu gambaran yang menantang tentang kondisi daerah yang diinginkan pada akhir periode perencanaan pembangunan daerah yang direpresentasikan dalam sejumlah sasaran hasil pembangunan yang akan dicapai melalui berbagai strategi, kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan daerah. Penetapan visi pembangunan daerah sebagai bagian dari perencanaan strategis pembangunan daerah, merupakan suatu langkah penting dalam perjalanan pembangunan suatu daerah mencapai kondisi yang diharapkan. Penyusunan visi pembangunan daerah Kabupaten Batang untuk masa berlaku tahun 2012-2017 dilakukan dengan memperhatikan visi pembangunan daerah Kabupaten Batang untuk jangka panjang yang termuat dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Batang tahun 2005-2025, yaitu: “Batang yang sejahtera, maju, mantap, dan mandiri berbasis potensi unggulan”. Rencana Pembangunan Jangka Menegah Daerah (RPJMD) Kabupaten Batang tahun 2012-2017 mengakomodasikan penekanan pelaksanaan pembangunan daerah berdasarkan pada pentahapan pembangunan jangka menengah sebagaimana yang telah ditetapkan dalam RPJPD Kabupaten Batang tahun 2005-2025 (BAPEDA Kabupaten Batang, 2014). Berdasarkan implementasi UU RI No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU RI No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah, membawa konsekuensi pembangunan
1
tidak lagi dikendalikan secara ketat dari pusat namun sudah diserahkan kepada daerah kabupaten/kota dalam otonomi daerah yang seluas-luasnya (Murhaini, 2009). Otonomi daerah yang berkembang saat ini, di satu sisi memberikan kewenangan yang lebih luas bagi pemerintah daerah dalam mengatur dan melaksanakan program-program pembangunan di daerahnya, namun di sisi lain menuntut kesiapan daerah dalam mempersiapkan dan melaksanakan berbagai kebijakan yang kini bergeser menjadi tanggung jawab daerah. Pembangunan daerah di otonomi daerah perlu dilaksanakan secara terpadu, selaras, serasi dan seimbang serta sesuai dengan prioritas dan potensi daerah (Tjiptoherijanto, 1997 dalam Lusminah, 2008). Dengan demikian, pemerintah daerah perlu mengetahui sektor-sektor yang mempunyai peranan dominan dalam perekonomian daerahnya, sehingga akan lebih memudahkan pemerintah daerah dalam menetapkan sasaran pembangunan dan memajukan daerahnya. Dalam pembangunan daerah kabupaten/kota harus bersinergi dengan pembangunan daerah di atasnya, yaitu pembangunan daerah Provinsi. Selama periode tahun 2012, dinamika dan sinergi perekonomian kabupaten/kota se Jawa Tengah telah menciptakan total PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) senilai 482,54 triliun rupiah. Angka tersebut termasuk sektor minyak dan gas bumi (migas) yang nilainya 58,70 triliun rupiah. Tanpa sumbangan dari sektor migas yang kontribusinya mencapai 12,17 persen tersebut nilai total PDRB se Jawa Tengah hanya sebesar 423,83 triliun rupiah (BPS Provinsi Jawa Tengah, 2012).
2
Melihat PDRB ADHB tanpa migas tahun 2012 dari masing-masing kabupaten/kota di Jawa Tengah, nilainya sangat beragam. Besar kecilnya nilai PDRB mencerminkan jumlah dan kekuatan kegiatan ekonomi di masing-masing kabupaten/kota. Adapun nilai PDRB masing-masing dapat dilihat pada Tabel 1 sebagai berikut : Tabel 1. Nilai, Distribusi dan Peringkat PDRB ADHB Tanpa Migas Menurut Kabupaten/Kota Se Jawa Tengah Tahun 2012 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
Kabupaten/Kota Semarang *) Cilacap Kudus Brebes Semarang Klaten Kendal Banyumas Sukoharjo Surakarta *) Pati Karanganyar Jepara Boyolali Tegal Pemalang Magelang Pekalongan Sragen Banjarnegara Grobogan Kebumen Wonogiri Purworejo Purbalingga Demak Batang Temanggung Rembang Blora Wonosobo Pekalongan *) Tegal *) Magelang *) Salatiga *) Total 35 Kab/Kota
Rata-rata 35 Kab/Kota
PDRB (Triliun Rp)
Share
54.385 49.908 36.959 18.027 13.843 13.532 13.432 12.769 12.262 12.181 11.534 11.467 11.218 9.977 9.802 9.772 9.737 8.935 8.562 8.210 8.045 7.905 7.944 7.871 7.299 7.168 6.492 6.198 5.952 5.090 4.784 4.636 3.082 2.614 2.240
12.83 11.78 8.72 4.25 3.27 3.19 3.17 3.01 2.89 2.87 2.72 2.71 2.65 2.35 2.31 2.31 2.30 2.11 2.02 1.94 1.90 1.87 1.87 1.86 1.72 1.69 1.53 1.46 1.40 1.20 1.13 1.09 0.73 0.62 0.53
423.834
100
Rank 2011-2012 1→1 2→2 3→3 4→4 5→5 6→6 7→7 8→8 9→9 10→10 11→11 12→12 13→13 14→14 16↗15 15↘16 17→17 18→18 19→19 20→20 24↗21 21↘22 22↘23 23↘24 25→25 26→26 27→27 28→28 29→29 30→30 31→31 32→32 33→33 34→34 35→35
12.110
*) Kota
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, 2013
3
Dari data pada Tabel 1 tersebut, besaran PDRB ADHB tanpa migas kabupaten/kota di Jawa Tengah bervariasi dari 2,240 triliun sampai 45,385 triliun rupiah. Kabupaten/kota dengan PDRB terendah adalah Kota Salatiga dan yang tertinggi adalah Kota Semarang. Dari sebaran data PDRB ADHB, tiga kabupaten/kota yaitu Kota Semarang, Kabupaten Cilacap, dan Kabupaten Kudus nilainya sangat mencolok jauh di atas kabupaten/kota lainnya. Total nilai PDRB ADHB dari ke tiga kabupaten/kota ini mencapai 141,252 triliun rupiah dengan proporsi 33,33 persen terhadap total PDRB se Jawa Tengah. Kabupaten Kudus dengan potensi industri rokok menghasilkan PDRB sebesar 36,959 triliun rupiah (8,72 persen) menempati posisi ke tiga terbesar setelah Kota Semarang dan Kabupaten Cilacap dengan nilai PDRB masing-masing 54,358 triliun rupiah (12,83 persen) dan 49,908 triliun rupiah (11,78 persen). Pada posisi ke empat dengan jarak yang cukup jauh ditempati oleh Kabupaten Brebes dengan nilai 18,027 triliun rupiah (4,26 persen). Posisi ke lima dan selanjutnya adalah kabupaten/kota yang memberikan kontribusi kurang dari 3,30 persen. Sebagai perbandingan, rata-rata nilai PDRB ADHB dari 35 kabupaten/kota se Jawa Tengah adalah 12,110 triliun rupiah. Hanya 10 kabupaten/kota yang nilai PDRB-nya di atas rata-rata dan 25 kabupaten/kota lainnya di bawah rata-rata. Perkembangan dan pertumbuhan ekonomi selama tahun 2012 merubah posisi relatif antara kabupaten/kota di Jawa Tengah. berdasarkan urutan nilai PDRB ADHB tanpa migas kabupaten/kota se Jawa Tengah tahun 2012, sebanyak 29 kabupaten/kota tidak mengalami
4
perubahan sementara 6 kabupaten/kota yang lain bergeser posisi. Dua kabuaten/kota peringkatnya naik dan 4 kabupaten/kota mengalami penurunan peringkat. Dilihat dari perekonomian Jawa Tengah pada Tabel 1 tersebut, Kabupaten Batang hanya menempati posisi peringkat ke 27 dari 35 kabupaten/kota se Jawa Tengah. Dari tahun 2011 sampai 2012 tidak mengalami
perubahan
posisi
peringkat.
Kabupaten
Batang
hanya
memberikan kontribusi 1,53 persen dari total PDRB ADHB Jawa Tengah dengan nilai 6,492 triliun rupiah. Sementara itu, jika dilihat dari letak geografis, Kabupaten Batang merupakan daerah yang terletak di daerah pesisir dan dilalui oleh jalur Pantai Utara Jawa (Pantura). Hal tersebut menunjukkan bahwa daerah Kabupaten Batang merupakan daerah strategis untuk dikembangkan melalui pembangunan ekonomi. Namun, perlu diketahui sektor-sektor unggulan apa saja yang memiliki potensi untuk dikembangkan sehingga dapat dijadikan prioritas dalam pembangunan daerah di Kabupaten Batang. Berdasarkan data BPS Kabupaten Batang (2012), perekonomian Kabupaten Batang ditopang oleh 9 sektor yaitu sektor pertanian; sektor pertambangan dan penggalian; sektor industri pengolahan; sektor listrik, gas dan air; sektor bangunan; sektor perdagangan, perhotelan dan restoran; sektor angkutan dan komunikasi; sektor keuangan, sewa dan jasa perusahaan;
serta
sektor
jasa-jasa.
Sektor-sektor
dominan
dalam
pembentukan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di Kabupaten Batang pada tahun 2012 adalah sektor industri pengolahan; sektor pertanian;
5
sektor perdagangan, restoran dan hotel; sektor jasa-jasa; serta sektor bangunan. Besarnya kontribusi masing masing sektor tersebut terhadap pada PDRB Kabupaten Batang tahun 2012 dapat dilihat pada Tabel 2 sebagai berikut : Tabel 2. PDRB Kabupaten Batang Tahun 2012 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000. PDRB Lapangan Usaha (Ribuan Rp) (%) 1. Pertanian 648.359.314 24,83 a. Tanaman Bahan Pangan 361.387.422 13,84 b. Tanaman Perkebunan 119.642.391 4,58 c. Peternakan dan Hasilnya 88.349.761 3,38 d. Kehutanan 17.715.986 0,68 e. Perikanan 61.263.754 2,35 2. Pertambangan dan Penggalian 34.087.250 1,31 3. Industri Pengolahan 719.069.352 27,53 4. Listrrik, Gas dan Air Minum 24.466.477 0,94 5. Bangunan 159.246.868 6,10 6. Perdagangan, Restoran dan Hotel 447.527.395 17,14 7. Pengangkutan dan Komunikasi 103.334.591 3,96 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 103.996.234 3,98 9. Jasa-Jasa 371.441.240 14,22 Total PDRB 2.611.528.721 100 Sumber: BPS Kabupaten Batang, 2012
Kontribusi sektor industri pengolahan; sektor pertanian; sektor perdagangan, restoran dan hotel; sektor jasa-jasa; serta sektor bangunan, terhadap PDRB Kabupaten Batang pada tahun 2012, masing-masing adalah 27,53 persen; 24,83 persen; 17,14 persen; 14,22 persen; dan 6,10 persen. Sektor industri pengolahan, memberikan kontribusi yang dominan, yaitu sebesar Rp 719.069.352.000,- atau 27,53 persen dari total PDRB Kabupaten Batang. Jika dilihat dari distribusi penduduk 15 tahun ke atas menurut lapangan usaha tahun 2012, ternyata sektor pertanian menjadi gantungan hidup lebih dari 37 persen penduduk Kabupaten Batang, dimana 127.636
6
penduduk di Kabupaten Batang bekerja di sektor pertanian, 57.781 orang di sektor industri, 60.892 orang di sektor perdagangan, 41.359 orang di sektor jasa, 14.041 orang di sektor angkutan, dan 37.807 di sektor lainnya (BPS Kabupaten Batang, 2012). Terkait dengan struktur perekonomiannya dan distribusi tenaga kerja di Kabupaten Batang, jika melihat pertumbuhan ekonomi sektoral Kabupaten Batang lima tahun terakhir yaitu tahun 2008 – 2012 sektor pertanian selalu mengalami penurunan. Berdasarkan data BPS Kabupaten Batang tahun 2012, pertumbuhan sektor pertanian tersebut 4,56% pada tahun 2008; 2,78% pada tahun 2009; 2,95% pada tahun 2010; 2,38% pada tahun 2011; 1,62% pada tahun 2012.
(%)
Gambar 1. Grafik Pertumbuhan Sektor Pertanian Kabupaten Batang Tahun 2008-2012 (%) Sumber : BPS Kabupaten Batang, 2012
Dengan melihat data-data di atas, strategi pembangunan ekonomi Kabupaten Batang yang perlu menjadi prioritas adalah pembangunan ekonomi yang berbasis pada sektor pertanian. Mengingat sektor pertanian di Kabupaten Batang merupakan sektor yang menyerap tenaga kerja terbesar 7
dan memberikan kontribusi terbesar ke dua terhadap PDRB. Perkembangan sektor
pertanian
diharapkan
dapat
mendukung
dan
mendorong
perkembangan sektor perekonomian lain termasuk di dalamnya sektor industri, dan perdagangan. Namun, persentase kontribusi sektor pertanian terus mengalami penurunan. Berdasarkan data BPS Kabupaten Batang tahun 2012, persentase kontribusi sektor pertanian di Kabupaten Batang terhadap PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000 lima tahun terakhir dari tahun 2008 hingga tahun 2012 menunjukkan tren semakin menurun.
(%)
Gambar 2. Grafik Persentase Kontribusi Sektor Pertanian Terhadap PDRB Kabupaten Batang Tahun 2008-2012 (%) Sumber : BPS Kabupaten Batang, 2012
Tantangan yang dihadapi Kabupaten Batang dalam pelaksanaan strategi pembangunannya sebagaimana tersebut di atas adalah bagaimana meningkatkan produktivias dan efisiensi semua sub sektor pertanian dalam menghasilkan berbagai komoditi pertanian agar dapat memberikan nilai tambah yang sebesar-besarnya kepada masyarakat, dengan mengoptimalkan segala potensi yang dimiliki daerahnya. Peningkatan produktivitas dan efisiensi semua sub sektor pertanian di Kabupaten Batang dapat dilakukan apabila pemerintah daerah mengetahui potensi daerahnya.
8
Pembangunan pertanian dalam era globalisasi dihadapkan kepada tuntutan peningkatan produktivitas dan efisiensi agar dapat berdaya saing di pasar domestik dan internasional. Untuk peningkatan daya saing tersebut peningkatan sumber daya lahan perlu diupayakan secara optimal sesuai dengan
keunggulan
komparatifnya
sehingga
mampu
menampilkan
produktivitas tinggi dalam pengembangan suatu komoditi (Malik, 2006). Mengingat terbatasnya Anggaran Perencanaan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Batang, maka strategi pembangunan ekonomi Kabupaten Batang yang perlu menjadi prioritas adalah pembangunan ekonomi yang berbasis pada sektor unggulan (basis). Perkembangan sektor unggulan diharapkan dapat meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD), serta dapat mendukung dan mendorong perkembangan sektor
perekonomian
lainnya, dan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah maupun nasional sehingga dapat meningkatkan pendapatan per kapita masyarakat. Pada dasarnya pembangunan ekonomi adalah serangkaian usaha untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, memperluas lapangan pekerjaan, pemerataan pembagian pendapatan, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Sektor perekonomian yang perlu mendapatkan perhatian lebih oleh pemerintah daerah Kabupaten Batang adalah sektor pertanian. Sektor tersebut selain memberikan kontribusi besar terhadap PDRB juga menyerap tenaga kerja terbesar di Kabupaten Batang. Namun, di sisi lain sektor pertanian semakin ke depan semakin menurun pertumbuhannya dan kontribusinya dari tahun ke tahun semakin menurun. Dengan demikian perlu adanya upaya dalam memajukan sektor pertanian, mengingat besarnya peran sektor tersebut baik
9
dalam perekonomian maupun penyerapan tenaga kerja. Upaya yang perlu dilakukan adalah dengan mengidentifikasi peran masing-masing sub sektor pertanian untuk memajukan sektor pertanian. Dengan analisis peran sektor pertanian dalam pembangunan daerah di Kabupaten Batang, maka dapat diketahui peran masing-masing sub sektor pertanian dan potensinya sehingga dapat ditentukan prioritas pengembangan sub sektor pertanian di Kabupaten Batang. Informasi mengenai peran dan potensi sub sektor pertanian di Kabupaten Batang dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah dalam menentukan rencana dan kebijakan pembangunan pertanian, sehingga pembangunan daerah di Kabupaten Batang dapat berjalan lebih efisien dan efektif.
1.2. Rumusan Masalah Otonomi daerah memberikan kesempatan yang luas kepada daerah, khususnya kabupaten atau kota dalam melaksanakan program-program pembangunannya, sehingga pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan akan dapat berjalan lebih cepat dan lebih berkualitas. Keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah sangat tergantung pada kemampuan daerah dalam mengembangkan segenap potensi sektor-sektor perekonomian yang ada di daerahnya. Dalam pembangunan daerah, sektor ekonomi yang beragam di Kabupaten Batang merupakan sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang cukup besar perannya dalam pembangunan daerah Kabupaten Batang. Peran dan fungsi setiap sektornya terus meningkat seiring peningkatan laju
10
pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut. Di Kabupaten Batang itu sendiri memiliki potensi yang beraneka ragam. Jika dilihat dari PDRB dari tahun ke tahunnya semua sektor ekonomi sangat berpengaruh terhadap kemajuan perekonomian dan harapannya Pemerintah Daerah Kabupaten Batang memajukan sektor-sektor ekonomi tersebut. Namun, jika dilihat dari segi Anggaran Perencanaan Belanja Daerah (APBD) pemerintah tidak mungkin memajukan semua sektor ekonomi yang ada dengan keterbatasan anggaran yang ada pada APBD Kabupaten Batang. Maka dari itu, perlu adanya kebijakan untuk memprioritaskan sektor ekonomi yang termasuk ke dalam sektor ekonomi ungggulan yang harapannya akan meningkatkan pula sektor ekonomi non unggulan lainnya. Hal tersebut yang menyebabkan betapa pentingnya mengetahui posisi sektor pertanian dalam perekonomian, peran dan potensi semua sub sektor pertanian serta penentuan prioritas sub sektor pertanian dalam pembangunan di Kabupaten Batang sehingga pertumbuhan sektor pertanian yang diharapkan dapat tercapai. Pertumbuhan sektor pertanian dapat mendorong pertumbuhan sektor perekonomian lainnya sehingga pendapatan per kapita juga meningkat. Selain itu untuk meningkatkan kemampuan potensi sub sektor pertanian perlu juga memperhitungkan daya saing dan pertumbuhan sub sektor pertanian. Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian Analisis Peran Sektor Pertanian dalam Pembangunan Daerah di Kabupaten Batang periode 2004-2013 adalah sebagai berikut: 11
1. Bagaimana pertumbuhan dan daya saing sektor pertanian, serta posisi sektor pertanian dalam perekonomian di Kabupaten Batang periode 2004-2013? 2. Sub sektor pertanian apa saja yang menjadi sub sektor unggulan dan bagaimana pertumbuhan dan daya saing sub sektor pertanian di Kabupaten Batang periode 2004-2013? 3. Bagaimana rumusan prioritas pengembangan sub sektor pertanian dalam memajukan sektor pertanian di Kabupaten Batang?
1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menganalisis pertumbuhan dan daya saing sektor pertanian, serta posisi sektor pertanian dalam perekonomian di Kabupaten Batang periode 2004-2013. 2. Mengetahui sub sektor pertanian apa saja yang menjadi sub sektor unggulan dan menganalisis pertumbuhan dan daya saing sub sektor pertanian di Kabupaten Batang periode 2004-2013. 3. Menganalisis rumusan prioritas pengembangan sub sektor pertanian dalam memajukan sektor pertanian di Kabupaten Batang.
1.4. Kegunaan Penelitian Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Bagi penulis, dapat menambah pengetahuan dan wawasan berkaitan dengan topik penelitian.
12
2.
Bagi pemerintah, sebagai informasi dan bahan pertimbangan dalam mengambil kebijakan, khususnya dalam perencanaan pembangunan pada sektor pertanian dalam memajukan sektor tersebut di Kabupaten Batang.
3.
Bagi pembaca, sebagai bahan wacana dan kajian untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan terutama dalam hal keterkaitan potensi wilayah dengan pembangunan daerah serta sebagai bahan referensi bagi penelitian sejenis.
1.5. Ruang Lingkup 1.
Penelitian ini memfokuskan pada analisis kontribusi sektor pertanian terhadap pertumbuhan ekonomi serta peran sub sektor pertanian Kabupaten Batang pada periode 2004-2013 dengan pendekatan analisis LQ (Location Quotient) dan SS (Shift Share).
2.
Penggunaan analisis Location Qoutient dimaksudkan untuk melihat sektor-sektor ekonomi dan sub sektor pertanian apa saja yang menjadi sektor unggulan di Kabupaten Batang, sedangkan Analisis Shift Share dimaksudkan untuk melihat gambaran pertumbuhan dan daya saing sektor-sektor tersebut di Kabupaten Batang.
3.
Periode yang digunakan dalam penelitian ini adalah periode tahun 2004-2013, karena dilihat dari LPE (Laju Pertumbuhan Ekonomi) Kabupaten Batang menunjukkan bahwa pada periode tersebut LPE Kabupaten Batang terus meningkat dan lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya.
13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Pembangunan Ekonomi Menurut
Suryana
(2000)
usaha-usaha
yang
sedang
giat
dilaksanakan oleh negara-negara berkembang (developing countries) di dunia pada umumnya berorientasi kepada bagaimana memperbaiki atau mengangkat taraf hidup (Level of living) masyarakat di negara-negara tersebut agar mereka bisa hidup seperti masyarakat di negara-negara maju. Pembangunan ekonomi merupakan salah satu jawaban yang seakan-akan menjadi semacam kunci keberhasilan suatu negara untuk meningkatkan taraf hidup warga negaranya. Pembangunan
ekonomi
yang
efisien
membutuhkan
secara
seimbang perencanaan yang teliti mengenai sumberdaya-sumberdaya publik dan sektor swasta. Petani, pengusaha kecil, koperasi, pengusaha besar dan organisasi-organisasi sosial harus mempunyai peran dalam proses perencanaan. Melalui perencanaan pembangunan ekonomi daerah, suatu daerah dilihat secara keseluruhan sebagai suatu unit ekonomi (Economic entity) yang di dalamnya terdapat berbagai unsur yang berinteraksi satu sama lain (Arsyad, 1999). Pertumbuhan dan pembangunan ekonomi adalah dua konsep yang tidak dapat dipisahkan. Pembangunan dimaksudkan menentukan usaha pembangunan yang berkelanjutan dan tidak menghilangkan sumber asli, ketika teori dan model pertumbuhan yang dihasilkan dijadikan panduan dan dasar negara. Konsep pembangunan dikupas dalam teori pertumbuhan dan 14
pembangunan serta menganalisa dengan melihat kesesuaiannya dalam konteks negara. Walaupun tidak semua teori atau model dapat digunakan, namun mengenai peranan faktor pengeluaran termasuk buruh, tanah, modal dan pengusaha boleh menjelaskan sebab-sebab berlakunya ketiadaan pembangunan dalam sebuah negara. Pada peringkat awal, pendapatan per kapita menjadi pengukur utama bagi pembangunan. Walau bagaimanapun, melalui perubahan waktu, aspek pembangunan manusia dan pembangunan alam semakin ditekankan. Pembangunan melihat kepada aspek generasi yang akan datang melalui masa sekarang. Diumpamakan bahwa konsep pembangunan dan pertumbuhan tidak ditafsirkan dari perspektif ekonomi semata-mata tetapi juga disimpulkan dari berbagai disiplin seperti pendidikan, dan perindustrian (Idris, 2000 dalam Dewi, 2008).
2.2. Konsep Pertumbuhan Ekonomi Menurut Schumpeter, pertumbuhan ekonomi adalah penambahan alami dari tingkat pertambahan penduduk dan tingkat tabungan. Sedangkan, menurut Putong (2003) pertumbuhan ekonomi merupakan kenaikan pendapatan nasional secara berarti (dengan meningkatnya pendapatan per kapita) dalam suatu periode perhitungan tertentu. Jika kita membicarakan pertumbuhan ekonomi, pasti berbeda dengan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu indikator keberhasilan pembangunan. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi maka semakin tinggi pula kesejahteraan masyarakatnya di luar indikator yang lain. Manfaat dari pertumbuhan ekonomi itu sendiri adalah untuk mengukur
15
kemajuan ekonomi sebagai hasil pembangunan nasional maupun pembangunan daerahnya (Putong, 2003). Menurut Tarigan (2005), pertumbuhan ekonomi wilayah adalah pertambahan pendapatan masyarakat yang terjadi di suatu wilayah yang digambarkan oleh kenaikan seluruh nilai tambah yang terjadi di wilayah tersebut. Hal ini juga yang nantinya akan menggambarkan kemakmuran daerah tersebut. Kemakmuran suatu wilayah ditentukan pula dengan seberapa besar bagian pendapatan yang mengalir ke luar wilayah atau mendapat aliran dana dari luar wilayah. Setiap negara akan selalu menargetkan laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi pada setiap daerahnya, karena hal itu menggambarkan kemakmuran di daerah tersebut (Tarigan, 2005). W.W Rostow dalam Adisasmita (2008) mengemukakan suatu teori yang membagi pertumbuhan ekonomi dalam beberapa tahapan, yaitu masyarakat tradisional (the traditional society), prasyarat untuk lepas landas (the precondition for take off), lepas landas (the take off), gerakan ke arah kedewasaan (the drive to maturity) dan massa konsumsi tinggi (the age of high mass consumption). Penjelasan pertumbuhan Rostow ini dijelaskan dalam Arsyad (1999), yaitu sebagai berikut : 1.
Masyarakat Tradisional (The Traditional Society) Masyarakat tradisional adalah masyarakat yang perekonomiannya masih bertumpu pada sektor pertanian dan memiliki fungsi produksi yang terbatas dan relatif primitif yang kehidupannya sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai yang turun-menurun dan cenderung kurang rasional.
16
2.
Tahap Prasyarat Lepas Landas (The Precondition For Take Off) Dalam kondisi ini, merupakan transisi untuk mencapai pertumbuhan yang mempunyai kekuatan untuk berkembang. Segala sesuatunya dipersiapkan untuk mencapai pertumbuhan dengan kekuatan sendiri termasuk ilmu pengetahuan yang akan menghasilkan penemuan baru.
3.
Tahap Lepas Landas (The Take Off) Berlakunya perubahan yang sangat besar dalam masyarakat misalnya tercipta kemajuan yang pesat dalam inovasi, revolusi politik dan sebagainya.
4.
Tahap Menuju Kedewasaan (The Drive To Maturity) Dalam kondisi ini masyarakat sudah secara efektif menggunakan teknologi modern pada sebagian besar faktor produksi. Munculnya pemimpin baru yang bercorak lebih kepada perkembangan teknologi, kekayaan alam dan lain-lain.
5.
Tahap Konsumsi Tinggi (The Age Of High Mass Consumption) Konsumsi masal yang tinggi dimana perhatian masyarakat lebih menekankan kepada permasalahan yang berkaitan dengan konsumsi dan kesejahteraan masyarakat. Selain itu menurut Kuznets dalam bukunya Modern Economic Growth
tahun 1966, definisi pertumbuhan ekonomi itu sendiri ialah suatu kenaikan yang terus-menerus dalam produk per kapita, seringkali diikuti dengan kenaikan jumlah penduduk dan biasanya dengan perubahan struktural (Jhingan, 2004). Pakar-pakar ekonomi pembangunan pun berpendapat, menurutnya pertumbuhan ekonomi tersebut berbeda dengan pembangunan ekonomi.
17
Menurut mereka, pertumbuhan ekonomi merupakan istilah bagi negara yang telah maju untuk menyebut keberhasilan pembangunannya sedangkan pembangunan ekonomi itu digunakan untuk negara yang sedang berkembang (Putong, 2003). Sebenarnya banyak sekali teori pertumbuhan ekonomi yang berasal dari pakar-pakar ekonomi terdahulu. Teori klasik yang dikemukakan oleh Adam Smith melalui bukunya An Inquiry into The Nature and Cause of The Wealth of Nations yang terbit pada tahun 1917 menyatakan bahwa salah satu faktor yang menentukan pertumbuhan ekonomi adalah perkembangan penduduk. Penduduk yang bertambah akan memperluas pasar dan perluasan pasar akan meningkatkan spesialisasi dalam perekonomian tersebut. Lebih lanjut, spesialisasi akan meningkatkan produktivitas tenaga kerja sehingga meningkatkan upah dan keuntungan. Dengan demikian, proses pertumbuhan akan terus berlangsung sampai seluruh sumber daya termanfaatkan (Tarigan, 2005). Sementara itu, David Ricardo dalam bukunya The Principles of Political Economy and Taxation yang terbit pada tahun 1917, menyatakan pandangan
yang
bertentangan
dengan
Adam
Smith.
Menurutnya,
perkembangan penduduk yang berjalan cepat pada akhirnya akan menurunkan kembali tingkat pertumbuhan ekonomi ke taraf yang rendah. Pola pertumbuhan ekonomi menurut Ricardo berawal dari jumlah penduduk yang rendah dan sumber daya alam yang relatif melimpah (Tarigan, 2005). Menurut
Keynes, untuk menjamin pertumbuhan yang stabil
pemerintah perlu menerapkan kebijakan fiskal (perpajakan dan belanja pemerintah), kebijakan moneter (tingkat suku bunga dan jumlah uang beredar),
18
dan pengawasan langsung. Keynes mengemukakan bahwa pendapatan total merupakan fungsi dari pekerjaan total dalam suatu negara. Semakin besar pendapatan nasional, semakin besar volume pekerjaan yang dihasilkan, demikian sebaliknya. Volume pekerjaan tergantung pada permintaan efektif. Permintaan efektif ini ditentukan pada titik saat harga permintaan agregat sama dengan harga penawaran agregat. Selain itu Harrod-Domar pun mengemukakkan pandangannya. Dalam teori ini, Harrod-Domar melengkapi teori Keynes, dimana Keynes melihat dalam jangka pendek (kondisi statis), sedangkan Harrod-Dommar melihat dalam jangka panjang (kondisi dinamis). Harrod-Domar menyimpulkan bahwa pertumbuhan jangka panjang yang mantap, dimana seluruh kenaikan produksi dapat diserap oleh pasar, hanya dapat dicapai jika memenuhi syarat-syarat keseimbangan, yaitu g = k = n, dimana g adalah tingkat pertumbuhan output, k adalah tingkat pertumbuhan modal, dan n adalah tingkat pertumbuhan angkatan kerja (Priyarsono,et al., 2007). Proses pertumbuhan menurut pandangan Schumpeter adalah proses peningkatan dan penurunan kegiatan ekonomi yang berjalan siklikal. Pembaruan-pembaruan yang dilakukan oleh para pengusaha berperan dalam peningkatan kegiatan ekonomi. Dalam proses siklikal tersebut, tingkat keseimbangan yang baru akan selalu berada pada tingkat yang lebih tinggi daripada tingkat keseimbangan sebelumnya. Pada intinya, dari semua teori yang ada sama-sama menjelaskan tentang bagaimana kita mengelola sumberdaya yang ada (manusia, alam dan teknologi) pada suatu wilayah agar perekonomian dapat berjalan sesuai harapan (Putong, 2003).
19
Menurut Adam Smith dalam Boediono (1982), yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi adalah
pertumbuhan output (GDP) total dan
pertumbuhan penduduk. Smith melihat sistem produksi suatu negara terdiri dari 3 unsur pokok, yaitu 1) sumber-sumber alam yang tersedia (faktor produksi tanah), 2) sumber-sumber manusiawi (jumlah penduduk), 3) stok barang kapital yang ada.
2.3. Otonomi Daerah Menurut Soenarto (2001), dengan otonomi daerah berarti telah memindahkan sebagian besar kewenangan yang tadinya berada di pemerintah pusat diserahkan kepada daerah otonom, sehingga pemerintah daerah otonom dapat lebih cepat dalam merespon tuntutan masyarakat daerah sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Karena kewenangan membuat kebijakan (perda) sepenuhnya menjadi wewenang daerah otonom, maka dengan otonomi daerah pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan akan dapat berjalan lebih cepat dan lebih berkualitas. Keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah sangat tergantung pada kemampuan keuangan daerah, sumber daya manusia yang dimiliki daerah, serta kemampuan daerah untuk mengembangkan segenap potensi yang ada di daerah otonom. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundangundangan. Dengan ditetapkannya UU RI No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU RI No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
20
Keuangan antara Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan Daerah, maka daerah mempunyai hak, wewenang dan kewajiban mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai peraturan perundang-undangan. Sejalan dengan adanya Undang-Undang Otonomi Daerah tersebut maka sudah menjadi kewajiban pemerintah daerah untuk menangani potensi wilayah yang berada dalam ruang lingkup pemerintahannya (Murhaeni, 2009). Otonomi daerah memberikan kesempatan yang luas kepada daerah, khususnya
kabupaten/kota
dalam
melaksanakan
program-program
pembangunannya. Banyak aspek yang dapat dilakukan secara mandiri di tingkat pertanggungjawaban suatu program pembangunan. Otonomi daerah di sisi lain juga menuntut kesiapan daerah dalam mempersiapkan dan melaksanakan berbagai kebijakan yang kini bergeser menjadi tanggung jawab daerah. Kesiapan sumber daya manusia dan pemerintah daerah saja tidak cukup tanpa didukung oleh komponen lain, misalnya kesiapan masyarakat di daerah dan kondisi sumber daya alam. Daerah dalam konsep otonomi daerah mempunyai keunikan/karakteristik tersendiri. Karakteristik tersebut
antara lain masing-masing wilayah administratif mempunyai
potensi sumber daya alam, etnis, budaya/tradisi, sumber daya manusia yang beragam dan khas. Dalam konsep otonomi daerah diharapkan berbagai potensi yang ada di daerah dapat secara optimal mendukung pelaksanaan pembangunan (Usman et.al, 2001).
21
2.4. Pembangunan Daerah dan Perencanaan Pembangunan Daerah Masalah pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah yang besangkutan (endogenous development) dengan menggunakan potensi sumber daya manusia, kelembagaan, dan sumber daya fisik secara lokal (daerah). Orientasi ini mengarahkan kita kepada pengambilan inisiatif yang berasal dari daerah tersebut dalam proses pembangunan untuk menciptakan kesempatan kerja baru dan merangsang peningkatan kegiatan ekonomi (Arsyad, 2004). Pembangunan daerah pada umumnya mencakup berbagai dimensi pembangunan yang dilaksanakan secara bertahap. Pada awalnya, kegiatan pembangunan daerah biasanya ditekankan pada pembangunan fisik untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, kemudian diikuti dengan pembangunan sosial politik. Namun demikian, tahapan ini bukanlah merupakan suatu ketentuan yang berlaku umum, karena setiap daerah mempunyai potensi pertumbuhan yang berbeda dengan daerah lain. Potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, kondisi sosial, budaya, ekonomi, ketersediaan infrastruktur, dan lainnya sangat berpengaruh pada penerapan konsep pembangunan yang dilaksanakan (Adisasmita, 2006). Perencanaan pembangunan daerah dimaksudkan agar semua daerah dapat melaksanakan pembangunan secara proporsional dan merata sesuai dengan potensi yang ada di daerah tersebut. Manfaat perencanaan pembangunan daerah adalah untuk pemerataan pembangunan atau perluasan dari pusat ke daerah. Bila perencanaan pembangunan daerah dan
22
pembangunan daerah berkembang dengan baik maka diharapkan bahwa kemandirian daerah dapat tumbuh dan berkembang sendiri (mandiri) atas dasar kekuatan sendiri. Dengan demikian maka kenaikan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat di daerah tersebut tidak terlalu bergantung dari pusat tetapi relatif cukup didorong dari daerah yang bersangkutan (Soekartawi, 1990).
2.5. Pembangunan Pertanian Secara umum dapat dikemukakan bahwa pembangunan pertanian diarahkan untuk meningkatkan pendapatan dan taraf hidup petani dan nelayan, memperluas lapangan kerja dan kesempatan usaha, serta mengisi dan memperluas pasar, baik pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri. Ini dilakukan melalui pertanian yang maju, efisien, dan tangguh sehingga makin mampu meningkatkan dan menganekaragamkan hasil, meningkatkan mutu dan derajat pengolahan produksi dan menunjang pembangunan wilayah (Kamaluddin, 1998). Pembangunan pertanian patut mengedepankan potensi kawasan dan kemampuan masyarakatnya. Keunggulan komparatif yang berupa sumber daya alam perlu diiringi dengan peningkatan keunggulan kompetitif yang diwujudkan melalui penciptaan sumber daya manusia tani yang makin profesional. Masyarakat tani terutama masyarakat tani tertinggal sebagai sasaran pemberdayaan masyarakat perlu terus didampingi sebagai manusia tani yang makin maju, mandiri, sejahtera, dan berkeadilan. Sumber daya
23
alam dan manusia patut menjadi dasar bagi pengembangan pertanian masa depan (Wibowo, 2002). Rencana pembangunan pertanian di masa yang akan datang, khususnya di era otonomi daerah, perlu disusun berdasarkan suatu konsep pembangunan pertanian yang mengedepankan eksistensi petani sebagai produsen yang memerlukan topangan infrastruktur dan kebijakan agar: (i) proses untuk menghasilkan produk (massa hayati) dapat berlangsung secara efektif dan efisien, (ii) produk yang dihasilkan dapat ditingkatkan nilai ekonominya melalui proses pengolahan yang tepat, (iii) produk yang telah diolah memiliki ketahanan kualitas terhadap rentang waktu selama proses pemasaran, (iv) produk memiliki daya saing di pasaran dalam dan luar negeri (Usman et.al., 2001). Pembangunan pertanian harus mampu memanfaatkan secara maksimal keunggulan sumber daya wilayah dan dapat berkelanjutan, maka kebijaksanaan pembangunan pertanian harus dirancang dalam perspektif ekonomi wilayah. Pembanguan pertanian dalam konteks wilayah semakin relevan dengan berlakunya UU RI Nomor 22 dan Nomor 25 tahun 1999, yang kemudian dijabarkan dalam PP Nomor 2 tahun 2000. Dalam kebijaksanaan pembangunan pertanian saat ini secara implisit dirancang dalam perspektif ekonomi wilayah. Hal ini terlihat jelas dari peran daerah dalam
merencanakan
dan
mengimplementasikan
program-program.
Pemerintah Pusat dalam hal ini hanya merancang pelaksanaan yang bersifat makro, sedangkan Pemerintah Daerah merancang pelaksanaan pencapaian target sesuai dengan kondisi wilayah. Dalam perspektif kebijakan yang
24
demikian, maka Pemerintah Daerah benar-benar dituntut agar mampu melaksanakan kebijakan tersebut secara maksimal, untuk mengelola sumber daya spesifik lokasi. Sebagai bahan perencanaan diperlukan analisis potensi wilayah baik dalam aspek biofisik maupun sosial ekonomi. Dalam rangka memanfaatkan potensi tersebut, peran serta masyarakat secara partisipatif perlu didorong dan dikembangkan.
2.6. Peran Sektor Pertanian Peranan sektor pertanian dirasa masih penting walaupun kemajuan sektor industri berkembang begitu cepat dalam perekonomian suatu daerah. Pentingnya sektor pertanian dalam perekonomian dapat dilihat dari berbagai hal, antara lain dilihat dari masih relatif besarnya pangsa sektor pertanian terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), sektor pertanian juga merupakan pemasok bahan baku bagi industri, mampunya sektor ini menyediakan pangan dan gizi, dapat menyerap banyak tenaga kerja dan semakin signifikannya kontribusi sektor pertanian dalam meningkatkan ekspor nonmigas (Soekartawi, 1996). Peranan sektor pertanian dalam pembangunan yang utama diantaranya adalah sehubungan dengan pertimbangan-pertimbangan berikut: 1. Sebagian besar penduduk di negara-negara berkembang memiliki usaha yang menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. 2. Sektor pertanian di negara berkembang merupakan sumber utama untuk pemenuhan kebutuhan pokok terutama pangan.
25
3. Sektor pertanian merupakan sumber atau penyedia input tenaga kerja yang sangat besar untuk menunjang pembangunan sektor-sektor lainnya, terutama industri. 4. Sektor pertanian dapat juga berperan sebagai sumber dana dan daya yang utama dalam menggerakkan dan memacu pertumbuhan ekonomi di sebagian besar negara berkembang. 5. Sektor pertanian merupakan pasar yang potensial bagi hasil output sektor modern di perkotaan yang ditumbuhkembangkan. Pengalaman pembangunan nasional sampai dengan munculnya krisis ekonomi pada tahun 1997 menunjukkan betapa pentingnya posisi pembangunan pertanian dalam mendukung perekonomian nasional. Ketahanan pangan nasional menurun secara drastis, dimana impor beras nasional mencapai puncaknya pada tahun 1998 dan munculnya krisis pangan (kelaparan) karena lemahnya akses pangan (daya beli) di beberapa wilayah di tanah air. Krisis ekonomi dan pangan tersebut merefleksikan bahwa pembangunan nasional yang tidak didasarkan atas kondisi riil struktur perekonomian nasional akan rentan terhadap gejolak faktor eksternal dan tidak berkelanjutan. Kondisi riil perekonomian nasional tersebut dicirikan oleh dominasi sektor pertanian dan pedesaan dalam GDP dan kesempatan kerja nasional. Karena itu pembangunan nasional perlu diarahkan kepada pemanfaatan potensi sumber daya alam, peningkatan produktivitas tenaga kerja pedesaan, dan pengembangan potensi pasar dalam negeri yang sangat besar.
26
2.7. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu indikator pertumbuhan ekonomi suatu wilayah tertentu. Menurut BPS Kabupaten Batang (2012), Produk Domestik Regional Bruto yaitu data statistik yang disajikan secara series untuk memberikan gambaran kinerja ekonomi makro dari waktu ke waktu. Sehingga arah perekonomian regional akan lebih jelas, serta dapat memberikan manfaat untuk berbagai kepentingan seperti untuk perencanaan, evaluasi, maupun kajian pembangunan ekonomi. Pada dasarnya pembangunan ekonomi adalah serangkaian usaha untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, memperluas lapangan pekerjaan, pemerataan pembagian pendapatan, meningkatkan hubungan ekonomi antar daerah/wilayah dan mengupayakan terjadinya pergeseran kegiatan ekonomi yang semula dari sektor primer, yaitu sektor yang bergantung pada jenis lapangan usaha pertanian serta pertambangan dan penggalian kepada sektor sekunder (lapangan usaha industri pengolahan, listrik, gas,dan air minum, konstruksi/bangunan) serta sektor tersier (lapangan usaha perdagangan, hotel, dan restoran, angkutan dan komunikasi,
bank/lembaga keuangan, perusahaan persewaan, jasa
pemerintahan dan jasa swasta (BPS Kabupaten Batang, 2012). Perhitungan PDRB menggunakan dua macam harga yaitu PDRB atas dasar harga berlaku yaitu menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung dengan menggunakan harga setiap tahunnya. Selain itu ada PDRB atas harga konstan yaitu menggambarkan nilai tambah barang
27
dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada satu tahun tertentu sebagai tahun dasar perhitungannya. PDRB yang akan dianalisis adalah PDRB Kabupaten Batang dan Provinsi Jawa Tengah atas dasar harga konstan 2000 menurut lapangan usaha periode 2004-2013 (BPS Kabupaten Batang, 2012). Ketersediaan data dan penyusunan PDRB ini secara berkala, bermanfaat untuk memperoleh informasi antara lain (BPS Kabupaten Batang, 2012): 1. Tingkat pertumbuhan ekonomi Apabila angka-angka statistik PDRB disajikan atas dasar harga konstan akan menunjukkan laju pertumbuhan perekonomian suatu daerah baik keseluruhan maupun per sektor. 2. Tingkat kemakmuran suatu daerah Pertumbuhan ekonomi yang tinggi belum tentu menjamin kemakmuran yang tinggi bagi masyarakat kalau perkembangan penduduk juga tinggi. Tingginya pertumbuhan pendapatan per kapita lebih menunjukan perkembangan kemakmuran sebab bila dilihat dari sudut konsumsi, berarti masyarakat akan mempunyai kesempatan untuk menikmati barang dan jasa yang lebih banyak atau lebih tinggi kualitasnya. Untuk mengetahui tingkat kemakmuran suatu daerah harus tersedia angka pembanding
dari
daerah
lainnya
dan
untuk
mengetahui
perkembangannya perlu diketahui angka perkembangan pendapatan secara berkala. Adanya angka pembanding dari pendapatan per kapita
28
dapat disimpulkan bahwa tingkat kemakmuran suatu daerah lebih baik dari daerah lainnya. Selain itu dapat dilihat peningkatan kemakmuran daerah tersebut dari tahun ke tahun. 3. Tingkat inflasi dan deflasi Penyajian atas harga konstan dan atas harga berlaku dapat dipakai sebagai indikator untuk melihat tingkat inflasi ataupun deflasi yang terjadi. 4. Gambaran struktur perekonomian Angka-angka yang disajikan secara sektoral memperlihatkan tentang struktur perekonomian suatu daerah, apakah menunjukkan ke arah daerah yang agraris atau industri. Berdasarkan data dari masing-masing sektor dapat dilihat peranan atau sumbangan tiap sektor terhadap jumlah pendapatan secara keseluruhan. Dengan adanya gambaran perekonomian suatu daerah, merupakan bahan bagi para perencana ekonomi, baik dikalangan pemerintahan maupun swasta, untuk menentukan ke arah mana daerah tersebut akan dikembangkan.
2.8. Teori Ekonomi Basis Teori ekonomi basis menyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan barang dan jasa dari suatu daerah. Proses produksi di sektor industri di suatu daerah yang menggunakan sumber daya produksi (SDP) lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan baku, dan output-nya diekspor akan
29
menghasilkan pertumbuhan ekonomi, peningkatan pendapatan per kapita, dan penciptaan peluang kerja di daerah tersebut. Pertanyaan yang muncul dari teori ekonomi basis adalah sanggupkah setiap provinsi memanfaatkan peluang ekspor yang ada, terutama dalam era otonomi daerah dan era perdagangan bebas (Tambunan, 2001). Teori ekonomi basis digunakan untuk mengetahui apakah suatu sektor merupakan sektor basis atau non-basis. Ada beberapa metode pengukuran dalam teori ekonomi basis, yaitu metode pengukuran langsung dan metode pengukuran tidak langsung. Metode pengukuran langsung dapat dengan survei langsung untuk mengidentifikasi sektor mana yang merupakan sektor basis. Metode ini menentukan sektor basis dengan tepat. Akan tetapi metode ini memerlukan biaya, waktu, dan tenaga kerja yang banyak. Mengingat hal tersebut di atas, maka sebagian besar pakar ekonomi wilayah menggunakan metode pengukuran tidak langsung. Beberapa metode pengukuran tidak langsung, yaitu: (1) metode melalui pendekatan asumsi; (2) metode Location Quotient; (3) metode kombinasi 1 dan 2; (4) metode kebutuhan minimum (Budiharsono, 2001). Menurut Arsyad (2004), Location Quotient merupakan suatu teknik yang digunakan untuk memperluas analisis shift share. Teknik ini membantu kita untuk menentukan kapasitas ekspor perekonomian daerah dan derajad self sufficiency suatu sektor. Dalam teknik ini kegiatan ekonomi suatu daerah dibagi menjadi 2 golongan:
30
1. Kegiatan industri yang melayani pasar di daerah itu sendiri maupun di luar daerah yang bersangkutan. Industri seperti ini dinamakan industry basic. 2. Kegiatan ekonomi atau industri yang hanya melayani pasar di daerah tersebut. Jenis ini dinamakan industry non basic atau industri lokal. LQ adalah suatu metode untuk menghitung perbandingan relatif sumbangan nilai tambah sebuah sektor di suatu daerah (Kabupaten/Kota) terhadap sumbangan nilai tambah sektor yang bersangkutan dalam skala provinsi atau nasional. Dengan kata lain, LQ dapat menghitung perbandingan antara share output sektor i di kota dan share output sektor i di provinsi (Bappenas, 2003) :
⁄ ⁄ Keterangan: = PDRB sektor i regional = total PDRB regional = PDRB sektor i nasional = total PDRB nasional LQi > 1 mengindikasikan ada kegiatan ekspor di sektor tersebut atau sektor basis (B), sedangkan LQi < 1 disebut sektor nonbasis (NB). Ada beberapa keunggulan dari metode LQ, sebagai berikut:
31
1. Metode LQ memperhitungkan ekspor langsung dan ekspor tidak langsung. 2. Metode LQ sederhana dan tidak mahal serta dapat diterapkan pada data historis untuk mengetahui trend. Beberapa kelemahan Metode LQ adalah: 1. Berasumsi bahwa pola permintaan di setiap daerah identik dengan pola permintaan bangsa dan bahwa produktivitas tiap pekerja di setiap sektor regional sama dengan produktivitas tiap pekerja dalam industri-industri nasional. 2. Berasumsi bahwa tingkat ekspor tergantung pada tingkat disagregasi.
2.9. Konsep Sektor Unggulan (Basis) Sektor unggulan adalah sektor yang dimana keberadaannya diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan suatu wilayah. Kriteria sektor unggulan pun sangat bervariasi. Tergantung seberapa besar peranan sektor tersebut dalam pembangunan wilayah. Salah satu yang dapat memengaruhi sektor unggulan yaitu faktor anugerah (endowment factors). Dengan adanya keberadaan sektor unggulan ini sangat membantu dan memudahkan pemerintah dalam mengalokasikan dana yang tepat sehingga kemajuan perekonomian akan tercapai. Sektor basis atau sektor unggulan ini dapat mengalami kemajuan maupun kemunduran. Hal ini tergantung pada usaha-usaha suatu wilayah guna meningkatkan sektor unggulan tersebut. Adapun beberapa sebab
32
kemajuan sektor basis yaitu : 1) perkembangan jaringan transportasi dan komunikasi, 2) perkembangan pendapatan dan penerimaan daerah, 3) perkembangan teknologi dan 4) adanya pengembangan prasarana ekonomi dan sosial. Sedangkan penyebab terjadinya kemunduran pada sektor unggulan yaitu perubahan permintaan di luar daerah dan kehabisan cadangan sumberdaya. Sektor unggulan sangat berperan penting pada suatu pembangunan wilayah. Hal ini dapat dilihat pada besar kecilnya pengaruh serta peranannya terhadap pembangunan tersebut, diantaranya (Tarigan, 2005) : 1. Sektor unggulan tersebut memiliki laju pertumbuhan yang tinggi 2. Sektor unggulan tersebut memiliki angka penyerapan tenaga kerja yang relatif besar 3. Sektor unggulan tersebut memiliki keterkaitan antar sektor yang tinggi baik ke depan maupun ke belakang. 4. Sektor unggulan tersebut mampu menciptakan nilai tambah yang tinggi
2.10. Metode Analisis Sektor Unggulan 2.10.1. Metode Analisis LQ (Location Quotient) Metode ini dilakukan dengan cara menghitung perbandingan antara pendapatan di sektor i pada daerah bawah terhadap pendapatan total semua sektor di daerah bawah dengan pendapatan di sektor i pada daerah atas terhadap pendapatan semua sektor di daerah atasnya. Ketentuan dalam metode ini adalah jika nilai LQ > 1 maka sektor i dikategorikan sebagai sektor basis atau sektor unggulan. Sedangkan jika nilai LQ < 1 maka sektor
33
i dikategorikan sebagai sektor non-basis atau sektor nonunggulan (Priyarsono,et al., 2007). Tambunan (2001), LQ adalah suatu teknik atau metode yang digunakan untuk lebih memperluas dan memperjelas analisis Shift Share. Dasar pemikiran metode ini atau dasar teori metode ini adalah teori basis ekonomi. Menurut Tarigan (2005), Metode LQ ini yaitu metode yang membandingkan besarnya peranan suatu sektor di suatu daerah terhadap besarnya peranan sektor tersebut secara nasional. Analisis ini merupakan analisis yang sederhana dan sangat menarik bila dilakukan dalam kurun waktu tertentu.
2.10.2. Metode Analisis SS (Shift Share) Analisis Shift Share ini pertama kali diperkenalkan oleh Perloff, et al. pada tahun 1960. Analisis Shift Share ini merupakan metode yang digunakan untuk menganalisis struktur perekonomian di suatu wilayah. Selain itu dapat juga digunakan untuk melihat pertumbuhan sektor-sektor perekonomian suatu wilayah selama dua periode. Keunggulan utama dari analisis Shift Share yaitu analisis ini mengenai perubahan berbagai indikator kegiatan ekonomi, seperti produksi dan kesempatan kerja pada dua titik waktu di suatu wilayah. Kegunaan Analisis SS ini yaitu melihat perkembangan dari sektor perekonomian suatu wilayah terhadap perkembangan ekonomi wilayah yang lebih luas, juga melihat perkembangan sektor-sektor perekonomian jika dibandingkan
34
secara relatif dengan sektor lain. Analisis ini pun dapat melihat perkembangan dalam membandingkan besar aktivitas suatu sektor pada wilayah tertentu dan pertumbuhan antar wilayah (Priyarsono,et al., 2007). Menurut Budiharsono (2001), secara umum terdapat tiga komponen pertumbuhan wilayah dalam analisis Shift Share, yaitu : 1.
Komponen Component)
Pertumbuhan
Nasional/PN
(National
Growth
Yaitu perubahan produksi atau kesempatan suatu wilayah yang disebabkan oleh perubahan produksi atau kesempatan kerja nasional secara umum, perubahan kebijakan ekonomi nasional atau perubahan dalam hal-hal yang mempengaruhi perekonomian semua sektor dan wilayah misalnya devaluasi, kecenderungan inflasi, pengangguran dan kebijakan perpajakan. 2. Komponen Pertumbuhan Growth Component)
Proporsional/PP
(Proportional
Mix
Komponen ini tumbuh karena perbedaan sektor dalam permintaan produk akhir, perbedaan dalam ketersediaan bahan mentah, perbedaan dalam kebijakan industri (seperti kebijakan perpajakan, subsidi, dan price support) dan perbedaan dalam struktur dan keragaman pasar. 3. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah/PPW (Regional Share Growth Component) Komponen ini timbul karena peningkatan atau penurunan produksi atau kesempatan kerja dalam suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya. Cepat lambatnya pertumbuhan suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya ditentukan oleh keunggulan komparatif, akses
35
pasar, dukungan kelembagaan, prasarana sosial ekonomi serta kebijakan ekonomi regional pada wilayah tersebut. Berdasarkan ketiga komponen pertumbuhan wilayah tersebut dapat ditentukan dan diidentifikasikan perkembangan suatu sektor ekonomi pada suatu wilayah. Apabila PP + PPW > 0 maka dapat dikatakan bahwa pertumbuhan sektor ke-i di wilayah ke-j termasuk ke dalam kelompok progresif (maju). Sementara itu, PP + PPW < 0 menunjukkan bahwa pertumbuhan sektor ke-i pada wilayah ke-j termasuk pertumbuhannya lambat.
Gambar 3. Model Analisis Shift Share Sumber: Budiharsono, 2001
2.11. Penelitian Terdahulu Penelitian dengan pendekatan Location Quotient (LQ) dan Analisis Shift Share (SS) sudah dilakukan sebelumnya, seperti penelitian yang telah dilakukan oleh Ayu Sri Utami Hendriyani (2012) dengan judul “Analisis Sektor-Sektor Unggulan Pada Perekonomian Kabupaten Cirebon (Periode 2005-2010)”. Penelitian tersebut menganalisis sektor-sektor ekonomi di
36
Kabupaten Cirebon yang termasuk sektor unggulan dalam periode 20052010. Data yang digunakan yaitu PDRB Provinsi Jawa Barat tahun 20052010 dan PDRB Kabupaten Cirebon dalam periode 2005-2010 atas dasar harga konstan tahun 2000. Metode analisis penelitian ini menggunakan metode Location Quotient (LQ) dan metode analisis Shift Share (SS) dan alat analisis yang digunakan adalah Microsoft Excel 2007. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan hasil analisis metode LQ, sektor-sektor perekonomian Kabupaten Cirebon yang termasuk kedalam
sektor
unggulan
adalah
sektor
pertanian,
sektor
bangunan/konstruksi, sektor jasa-jasa, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, sektor pengangkutan dan komunikasi, dan sektor perdagangan hotel dan restoran. Sedangkan berdasarkan analisis Shift Share, sektor unggulan yang mengalami pertumbuhan yang cepat yaitu terdapat pada sektor bangunan/konstruksi, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, dan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Sedangkan sektor yang memiliki dayasaing yang baik yaitu sektor jasa-jasa. Berdasarkan hasil penelitian yang didapat, maka kebijakan yang bisa diambil oleh pemerintah Kabupaten Cirebon sebagai bahan pertimbangan adalah meningkatkan sektor jasa-jasa yang memiliki dayasaing yang baik juga pertumbuhan yang progressive. Pemerintah Kabupaten Cirebon pun dalam memajukan sektor jasa-jasa khususnya jasa hiburan dan rekreasi yaitu dengan cara mengadakan pameran dan peta wisata. Hal lain yang dapat dijadikan pertimbangan Pemerintah Kabupaten
37
Cirebon yaitu memberikan anggaran kepada sektor yang tepat yaitu sektor jasa-jasa agar sektor-sektor tersebut dapat memberikan kontribusi yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Cirebon. Jelita Septina Jamalia (2011) dalam penelitiannya yang berjudul “Studi Pengembangan Wilayah Kota Tangerang Selatan Melalui Pendekatan Sektor-Sektor Unggulan”. Penelitian tersebut bertujuan untuk 1) mengetahui sektor-sektor potensi untuk mengembangkan wilayah Kota Tangerang Selatan. 2) mengidentifikasi sektor yang menjadi sektor unggulan dalam pengembangan
wilayah
Kota Tangerang Selatan. 3) menganalisis
pertumbuhan dan dayasaing sektor-sektor unggulan wilayah Kota Tangerang Selatan. 4) mengidentifikasi potensi dan prospek sektor pertanian di Kota Tangerang Selatan. Data yang digunakan adalah data PDRB Kota Tangerang Selatan periode 2007-2008 dan data PDRB Provinsi Banten Periode 2007-2008 menurut sektor-sektor ekonomi. Metode analisis yang digunakan adalah pendekatan Location Quotient (LQ) dan Analisis Shift Share (SS). Hasil penelitian dengan menggunakan Location Quotient (LQ) menunjukkan bahwa sektor-sektor ekonomi yang menjadi sektor unggulan di Kota Tangerang Selatan berdasarkan yang terunggul adalah Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan; Sektor Jasa-Jasa; Sektor Bangunan; Sektor Pengangkutan dan Komunikasi; Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran; Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih. Berdasarkan Analisis Shift Share (SS) sektor unggulan yang mengalami pertumbuhan yang cepat yaitu sektor perdagangan, hotel dan restoran (PPij>0). Walaupun
38
demikian, sektor perdagangan, hotel dan restoran bukan menjadi sektor unggulan utama. Sektor dengan unggulan pertama dan memiliki pertumbuhan yang cepat yaitu sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan dan njasa-jasa. Dilihat dari dayasaingnya, bahwa sektor perdagangan, hotel dan restoran secara ekonomi dapat bersaing dengan baik (PPWij>0) dengan sektor ekonomi yang sama di Kabupaten/Kotamadya lain di Provinsi Banten. Sektor perdagangan, hotel dan restoran mempunyai laju pertumbuhan pangsa wilayahnya terbilang baik sebesar 4 persen dibandingkan dengan sektor-sektor unggulan maupun sektor non unggulan yang lainnya bernilai negatif. Hal ini mengindikasikan bahwa sektor-sektor yang nilai PPWij<0 memiliki dayasaing kurang baik pada wilayah pembandingnya yaitu Provinsi Banten yang lebih luas. Dari seluruh sektor-sektor unggulan Kota Tangerang Selatan, tidak semua sektor unggulan mempunyai penyerapan tenaga kerja yang tinggi. Sektor-sektor ekonomi yang menyerap tenaga kerja yang tinggi adalah sektor unggulan perdagangan, hotel dan restoran, sektor unggulan industri dan jasa-jasa. Oleh karena itu untuk meningkatkan perekonomian Kota Tangerang
Selatan,
pemerintah
hendaknya
memprioritaskan
dan
mengembangkan sektor-sektor unggulan dan pertumbuhan yang cepat serta dayasaing tinggi, sektor tersebut menyerap tenaga kerja yang cukup besar. Akan tetapi pemerintah juga tidak lupa dengan sektor yang harus dikembangkan yaitu sektor non ungulan pertanian, sektor industri karena melihat prospek yang bagus untuk pertumbuhan Kota serta menyerap tenaga kerja yang besar.
39
Noeke Korsiska Dewi (2008) dalam penelitiannya yang berjudul “Pembangunan Wilayah Kecamatan Berbasis Komoditi Pertanian di Kabupaten
Ponorogo”.
Tujuan
penelitian
tersebut
adalah
untuk
mengidentifikasi komoditi pertanian basis di Kabupaten Ponorogo, mengidentifikasi komponen pertumbuhan pangsa wilayah komoditi pertanian basis di Kabupaten Ponorogo dan mengidentifikasi komoditi pertanian yang menjadi komoditi pertanian unggulan di Kabupaten Ponorogo. Metode yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah deskriptif dengan analisis data yang digunakan yaitu analisis Location Quotient (LQ), Shift Share serta penggabungan LQ dan Shift Share. Data yang digunakan adalah data yang berupa nilai produksi komoditi pertanian di Kabupaten Ponorogo tahun 2004-2005, nilai produksi komoditi pertanian setiap kecamatan di Kabupaten Ponorogo tahun 2004-2005, Ponorogo dalam angka tahun 2004-2005 dan harga komoditi pertanian di tingkat produsen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komoditi pertanian di Kabupaten Ponorogo yang menjadi komoditi pertanian basis adalah Ubi jalar, manggis, nangka, pepaya, salak, jeruk keprok, sawo, alpukat, belimbing, jambu air, jambu biji, durian, sirsak, melon, mangga, pisang, rambutan, bawang putih, bawang merah, buncis, sawi, tomat, bayam, cabai rawit, terong, kangkung, cabai besar, ketimun, labu, kacang panjang, cengkeh, tebu, panili, lada, kakao, jahe, kopi, jambu mete, tembakau kerbau, kuda, kambing, domba, ayam kampung, itik, mentok, sapi, kelinci tawes, mujaer, lele, udang, katak, jati, mahoni, sono dan pinus. Kecamatan yang
40
memiliki komoditi pertanian basis terbanyak adalah Kecamatan Ngebel yaitu sebanyak 25 komoditi sedangkan Kecamatan Ponorogo dan Jetis memiliki jumlah komoditi pertanian basis terkecil yaitu 1 Komoditi. Komoditi basis yang memiliki dayasaing wilayah baik di Kabupaten Ponorogo adalah labu, buncis, bayam, kangkung, cabai rawit, ketimun, salak, rambutan, mangga, pepaya, jambu biji, jambu air, melon, manggis, jeruk keprok, pisang, sirsak, belimbing, nangka, cabai besar, tomat, kopi, jambu mete, tembakau, kakao, lada, panili, tebu, ayam kampung, kelinci, ayam ras, domba, itik, mentok, kuda, kerbau, mujaer, katak, tawes, udang, pinus, jati, mahoni dan sono. Kecamatan Ngebel memiliki jumlah komoditi pertanian yang mampu bersaing terbanyak yaitu 14 komoditi dan Kecamatan Ponorogo memiliki memiliki jumlah komoditi pertanian yang mampu bersaing terkecil yaitu 1 komoditi. Komoditi pertanian yang menjadi unggulan di Kabupaten Ponorogo adalah pepaya, salak, jambu biji, mangga, pisang, rambutan, tomat, cabai besar, jeruk keprok, jambu air, melon, manggis, buncis, bayam, belimbing, sirsak, tebu, panili, kakao, kopi, jambu mete, tembakau, lada, kuda, kambing, domba, ayam kampung, itik, mentok, kelinci, ayam ras, sapi, kerbau, tawes, mujaer, udang, lele, katak, jati, mahoni, sono, pinus. Kecamatan Ngebel memiliki komoditi pertanian unggulan terbanyak yaitu 12 komoditi dan Kecamatan Ponorogo memiliki komoditi pertanian unggulan terkecil yaitu 1 komoditi.
41
2.12. Kerangka Pemikiran Kabupaten Batang merupakan daerah yang memiliki berbagai potensi dan letak daerah yang strategis yaitu di jalur Pantura (Pantai Utara Jawa). Seharusnya sembilan sektor ekonomi yang dimiliki Kabupaten Batang dapat lebih ditingkatkan agar pertumbuhan ekonomi Kabupaten Batang pun dapat meningkat yang berdampak positif terhadap kesejahteraan masyarakat. Peningkatan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Batang tidak terlepas dari adanya sektor-sektor unggulan yang dimiliki Kabupaten Batang. Sektor pertanian di Kabupaten Batang merupakan sektor yang mempunyai peranan dominan dalam perekonomian daerah Kabupaten Batang. Sektor pertanian merupakan sumber mata pencaharian bagi sebagian besar penduduk Kabupaten Batang dan penyumbang kontribusi terbesar ke dua terhadap PDRB. Sektor pertanian yang terdiri dari 5 sub sektor yaitu sub sektor tanaman bahan makanan, sub sektor tanaman perkebunan, sub sektor kehutanan, sub sektor peternakan dan sub sektor perikanan mampu menghasilkan berbagai jenis komoditi pertanian. Disisi lain sektor pertanian dari tahun ke tahun mengalami penurunan pertumbuhan dan kontribusinya. Maka dari itu, sektor tersebut perlu mendapatkan perhatian lebih dalam pembangunan daerah Kabupaten Batang mengingat terbatasnya APBD Kabupaten Batang. Upaya yang perlu dilakukan adalah dengan menganalisis peran dan potensi semua sub sektor pertanian untuk mendukung pertumbuhan sektor pertanian yang nantinya dapat mendorong pertumbuhan pada sektor lainnya. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan metode Location Quotient (LQ) dan Analisis Shift
42
Share (SS). Metode LQ digunakan untuk menentukan sektor-sektor unggulan apa sajakah yang ada di Kabupaten Batang dalam periode 20032013, sedangkan metode analisis Shift Share digunakan untuk mengetahui gambaran pertumbuhan dan daya saing sektor-sektor unggulan tersebut. Secara skematis, kerangka pemikiran dapat dijelaskan pada Gambar 4 sebagai berikut :
Analisis Peran Sektor Pertanian Dalam Pembangunan Daerah di Kabupaten Batang Sektor Perekonomian Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan
1. Sektor Pertanian Analisis Location Quotient (LQ)
Sektor-Sektor Unggulan
1) Sub Sektor Tanaman Bahan Makanan 2) Sub Sektor Tanaman Perkebunan 3) Sub Sektor Peteranakan dan Hasilnya 4) Sub Sektor Kehutanan 5) Sub Sektor Perikanan
2. Sektor Pertambangan dan Penggalian 3. Sektor Industri Pengolahan 4. Sektor Listrik, Gas, dan Air 5. Sektor Bangunan 6. Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran 7. Sektor Angkutan dan Komunikasi 8. Sektor Keuangan, Sewa, dan Jasa Perusahaan 9. Sektor Jasa-Jasa
Analisis Shift Share (SS)
Pertumbuhan dan Daya Saing SektorSektor Unggulan
Posisi Sektor Pertanian dalam Perekonomian Kabupaten Batang Rumusan Prioritas Pengembangan Sub Sektor Pertanian dalam Pembangunan Pertanian di Kabupaten Batang
Gambar 4. Kerangka Pemikiran
43
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Batang dan Provinsi Jawa Tengah berdasarkan harga konstan tahun 2000 pada periode tahun 2004-2013, serta data-data lain yang mendukung. Data ini diperoleh dari BPS Pusat, BPS Provinsi Jawa Tengah, BPS Kabupaten Batang, dan instansi terkait lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini, berbagai literatur, internet dan sumber-sumber lainnya. Penulis menggunakan data tahun 2004 sampai tahun 2013 karena laju pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Batang dalam kurun waktu tersebut mengalami peningkatan daripada tahun sebelumnya. Kabupaten Batang pun mencapai pertumbuhan tertinggi yaitu sebesar 5,26 persen walaupun mengalami penurunan kembali pada tahun 2012. Selama kurun waktu tersebut, PDRB Kabupaten Batang juga menunjukkan tren yang meningkat setiap tahunnya walaupun pada tahun 2012 mengalami penurunan.
3.2. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang penulis gunakan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian adalah dengan data sekunder. Data tersebut terdiri dari PDRB sektor-sektor ekonomi menurut lapangan usaha di Kabupaten Batang periode tahun 2004-2013 dan data PDRB sektor-sektor
44
ekonomi menurut lapangan usaha Provinsi Jawa Tengah periode tahun 2004-2013, serta data Batang Dalam Angka dan Jawa Tengah Dalam Angka periode tahun 2004-2013. Data tersebut diperoleh dari BPS (Badan Pusat Statistik) Kabupaten Batang, BPS Provinsi Jawa Tengah, BPS Pusat, dan BAPEDA Kabupaten Batang. Selanjutnya, pengolahan datanya penulis menggunakan program Microsoft Excel 2010.
3.3. Metode Analisis Data 3.3.1. Analisis LQ (Location Quotient) Metode ini digunakan untuk melihat sektor-sektor yang termasuk ke dalam kategori sektor unggulan. Selain itu analisis ini merupakan salah satu indikator yang mampu menunjukkan besar kecilnya peranan suatu sektor dalam suatu daerah dibandingkan dengan daerah atasnya. Dalam hal ini dilakukan perbandingan antara pendapatan di sektor i pada daerah bawah terhadap pendapatan total semua sektor di daerah bawah dengan pendapatan di sektor i pada daerah atas terhadap pendapatan semua sektor di daerah atasnya. Secara matematis, rumus LQ dapat dituliskan (Budiharsono, 2001):
Keterangan : Sib = Pendapatan sektor i pada daerah bawah (Kabupaten Batang) Sb = Pendapatan total semua sektor daerah bawah (Kabupaten Batang) Sia = Pendapatan sektor i pada daerah atas (Provinsi Jawa Tengah) Sa = Pendapatan total semua sektor daerah atas (Provinsi Jawa Tengah)
45
Ketentuan dalam metode ini adalah jika nilai LQ > 1 maka sektor i dikategorikan sebagai sektor basis atau sektor unggulan. Nilai LQ yang lebih dari satu tersebut menunjukkan bahwa pangsa pendapatan pada sektor i di daerah bawah lebih besar dibanding daerah atasnya dan output pada sektor i lebih berorientasi ekspor. Artinya, peranan suatu sektor dalam perekonomian Kabupaten Batang lebih besar daripada peranan sektor tersebut dalam perekonomian Provinsi Jawa Tengah. Sebaliknya, apabila nilai LQ < 1 maka sektor i dikategorikan sebagai sektor non-basis atau sektor nonunggulan. Nilai LQ yang kurang dari satu tersebut menunjukkan bahwa pangsa pendapatan pada sektor i di daerah bawah lebih kecil dibanding daerah atasnya. Artinya, peranan suatu sektor dalam perekonomian Kabupaten Batang lebih kecil daripada peranan sektor tersebut dalam perekonomian Provinsi Jawa Tengah. Adapun asumsi yang digunakan dalam analisis LQ yaitu : 1. Pola konsumsi rumahtangga di daerah bawah (Kabupaten Batang) identik sama dengan pola konsumsi rumahtangga di daerah atasnya (Provinsi Jawa Tengah) 2. Selera dan pola pengeluaran di suatu daerah dengan daerah lain di seluruh wilayah Provinsi Jawa Tengah sama besarnya. 3. Setiap penduduk di Kabupaten Batang mempunyai pola permintaan terhadap suatu barang dan jasa yang sama terhadap pola permintaan barang dan jasa pada tingkat provinsi Jawa Tengah.
46
3.3.2. Analisis SS (Shift Share) Pada umumnya analisis Shift Share (SS) ini dapat digunakan untuk melihat pertumbuhan sektor-sektor perekonomian suatu wilayah selama periode waktu tertentu. Selain itu, dapat juga melihat dalam daerah bawah (Kabupaten Batang) sektor-sektor ekonomi mana saja yang memberikan kontribusi pertumbuhan paling besar terhadap perekonomian daerah atasnya (Provinsi Jawa Tengah) dan juga untuk mengetahui sektor mana saja yang mengalami pertumbuhan yang paling cepat di masing-masing wilayah bawahnya. Kegunaan lainnya, yaitu dapat melihat perkembangan suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya dan melihat perbandingan laju sektor-sektor perekonomian disuatu wilayah dengan laju pertumbuhan nasional serta sektor-sektornya (Budiharsono, 2001). Adapun langkah-langkah utama dalam analisis Shift Share (SS), yaitu sebagai berikut : 1. Menentukan wilayah yang akan dianalisis. Dalam penelitian ini, wilayah yang akan dianalisis adalah wilayah Kabupaten Batang. 2. Menentukan indikator kegiatan ekonomi dan periode analisis. Indikator kegiatan ekonomi yang digunakan disini adalah pendapatan yang dicerminkan dari nilai PDRB Kabupaten Batang dan PDRB Provinsi Jawa Tengah. Sedangkan periode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2013. 3. Menentukan sektor ekonomi yang akan dianalisis. Sektor ekonomi yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah terfokus pada semua sektor ekonomi berdasarkan lapangan usahanya yang terdiri dari 9 sektor,
47
yaitu: sektor pertanian; pertambangan dan penggalian; industri pengolahan;
listrik,
gas
dan
air
bersih;
bangunan/konstruksi;
perdagangan, hotel dan restoran; pengangkutan dan komunikasi; keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, serta jasa-jasa yang ada di Kabupaten Batang untuk melihat peranan, pertumbuhan dan dayasaing, serta posisi sektor pertanian dalam perekonomian di Kabupaten Batang. Selanjutnya menganalisis peranan, pertumbuhan dan daya saing sub sektor pertanian untuk melihat peranan dan potensi sub sektor pertanian dalam mendukung petumbuhan sektor pertanian. 4. Menghitung perubahan indikator ekonomi (Budiharsono, 2001). a) PDRB Provinsi Jawa Tengah dari sektor i pada tahun dasar analisis. Yi = ∑ Keterangan : Yi = PDRB Provinsi Jawa Tengah dari sektor i pada tahun dasar analisis Yij = PDRB sektor i wilayah Kabupaten Batang pada tahun akhir analisis b) PDRB Provinsi Jawa Tengah dari sektor i pada tahun akhir analisis. Y’i = ∑ Keterangan: Y’i = PDRB Provinsi Jawa Tengah dari sektor i pada tahun akhir analisis Y’ij = PDRB sektor i wilayah Kabupaten Batang pada tahun akhir analisis c) Perubahan indikator kegiatan ekonomi dirumuskan sebagai berikut: ∆ Yij = Y’ij - Yij
48
d) Presentase perubahan PDRB persen ∆ Yij = [(Y’ij – Yij)/Yij]*100 persen Keterangan: ∆Yij = perubahan PDRB sektor i pada wilayah Kabupaten Batang Yij = PDRB sektor i wilayah Kabupaten Batang pada tahun dasar analisis Y’ij = PDRB sektor i wilayah Kabupaten Batang pada tahun akhir analisis 5. Menghitung rasio indikator kegiatan ekonomi (Budiharsono, 2001). Rasio ini digunakan untuk melihat perbandingan PDRB sektor perekonomian di suatu daerah tertentu. Rasio tersebut terdiri dari ri, Ri, dan Ra. a) ri (Rasio PDRB sektor i pada wilayah Kabupaten Batang) ri = (Y’ij – Yij)/Yij Keterangan: Yij = PDRB sektor i wilayah Kabupaten Batang pada tahun dasar analisis Y’ij = PDRB sektor i wilayah Kabupaten Batang pada tahun akhir analisis b) Ri (Rasio PDRB sektor i pada wilayah Provinsi Jawa Tengah) Ri = (Y’i – Yi)/Yi Keterangan: Yi = PDRB sektor i wilayah Provinsi Jawa Tengah pada tahun dasar analisis Y’i = PDRB sektor i wilayah Provinsi Jawa Tengah pada tahun akhir analisis
49
c) Ra (Rasio PDRB pada wilayah Provinsi Jawa Tengah) Ra = (Y’… - Y…)/Y… Keterangan: Y… = PDRB wilayah Provinsi Jawa Tengah pada tahun dasar analisis Y’…= PDRB wilayah Provinsi Jawa Tengah pada tahun akhir analisis
6. Menghitung komponen pertumbuhan wilayah (Budiharsono, 2001). a) Komponen Pertumbuhan Regional (PR) PRij = (Ra) Yij Keterangan: PRij = komponen pertumbuhan regional sektor i untuk wilayah Kabupaten Batang Ra = rasio PDRB pada wilayah Provinsi Jawa Tengah Yij = PDRB sektor i wilayah Kabupaten Batang pada tahun dasar analisis b) Komponen Pertumbuhan Proposional (PP) PPij = (Ri-Ra) Yij Keterangan: PPij = komponen pertumbuhan proposional sektor i untuk wilayah Kabupaten Batang Ri = rasio PDRB sektor i pada wilayah Provinsi Jawa Tengah Ra = rasio PDRB pada wilayah Provinsi Jawa Tengah Yij = PDRB sektor i wilayah Kabupaten Batang pada tahun dasar analisis Ketentuan setelah menghitung komponen PP, yaitu sebagai berikut: a. Jika, PPij < 0 maka menunjukkan bahwa sektor i pada wilayah Kabupaten Batang laju pertumbuhannya lambat. b. Jika, PPij > 0 maka menunjukkan bahwa sektor i pada wilayah Kabupaten Batang laju pertumbuhannya cepat.
50
c) Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW) PPWij = (ri-Ri) Yij Keterangan: PPWij = komponen pertumbuhan pangsa wilayah sektor i untuk wilayah Kabupaten Batang ri
= rasio PDRB sektor i pada wilayah Kabupaten Batang
Ri
= rasio PDRB sektor i pada wilayah Provinsi Jawa Tengah
Yij
= PDRB sektor i wilayah Kabupaten Batang pada tahun dasar analisis
Jika : PPWij > 0, maka sektor i pada wilayah Kabupaten Batang mempunyai daya saing yang tinggi dibandingkan dengan wilayah lainnya. PPWij < 0, maka sektor i pada wilayah Kabupaten Batang mempunyai daya saing yang rendah dibandingkan dengan wilayah lainnya. 7. Rumus-rumus lainnya yaitu sebagai berikut (Budiharsono, 2001): a) Perubahan PDRB sektor i pada wilayah j (Kabupaten Batang), dirumuskan sebagai berikut: ∆Yij = PRij + PPij + PPWij ∆Yij = Y’ij + Yij b) Dalam bentuk persamaan matematik menjadi: ∆Yij = PRij + PPij + PPWij Y’ij + Yij = Yij(Ra) + Yij(Ri-Ra) + Yij(ri-Ri)
51
c) Persentase ketiga pertumbuhan wilayah dirumuskan sebagai berikut: persen PR
= Ra
persen PP
= Ri-Ra
persen PPW = ri-Ri atau persen PR
= (PRij)/Yij * 100 persen
persen PP
= (PPij)/Yij * 100 persen
persen PPW = (PPWij)/Yij * 100 persen 8. Menentukan kelompok sektor ekonomi yang ditentukan berdasarkan pergeseran bersih (Budiharsono, 2001). PBij = PPij + PPWij Jika : PBij > 0, menunjukkan bahwa sektor-sektor tersebut pertumbuhannya progressive (maju). PBij < 0, menunjukkan bahwa sektor-sektor tersebut pertumbuhannya tidak progressive. 9. Menganalisis profil pertumbuhan sektor-sektor perekonomian Untuk menganalisis profil pertumbuhan sektor-sektor perekonomiannya dapat dilakukan dengan cara menggunakan bantuan empat kuadran yang terdapat pada garis bilangan yaitu :
Gambar 5. Profil Pertumbuhan Sektor-sektor Perekonomian Sumber : Priyarsono,et al. (2007)
52
Pada gambar di atas, terdapat garis yang memotong Kuadran II dan Kuadran IV yang membentuk 45°. Garis tersebut merupakan garis yang menunjukkan nilai pergeseran bersih. Dalam gambar tersebut tedapat Kuadran I, II, III dan IV, maka penjelasannya sebagai berikut : 1. Kuadran I, merupakan kuadran dimana PP dan PPW sama-sama bernilai positif. Hal ini menunjukkan bahwa sektor-sektor di wilayah yang bersangkutan memiliki petumbuhan yang cepat (dilihat dari nilai PP-nya) dan memiliki daya saing yang lebih baik apabila dibandingkan dengan wilayah-wilayah lainnya (dilihat dari nilai PPW-nya). 2. Kuadran II, menunjukkan bahwa sektor-sektor ekonomi yang ada di wilayah yang bersangkutan pertumbuhannya cepat (PP-nya bernilai positif), tetapi daya saing wilayah untuk sektor-sektor tersebut dibandingkan dengan wilayah lainnya kurang baik (dilihat dari PPW yang bernilai negatif). 3. Kuadran III, merupakan kuadran dimana PP dan PPW nya bernilai negatif. Hal ini menunjukkan bahwa sektor-sektor ekonomi di wilayah yang bersangkutan memiliki pertumbuhan yang lambat dengan daya saing yang kurang baik jika dibandingkan dengan wilayah lain. 4. Kuadran IV, menunjukkan bahwa sektor-sektor ekonomi pada wilayah yang bersangkutan memiliki pertumbuhan yang lambat (dilihat dari PP yang bernilai negatif), tetapi daya saing wilayah untuk sektor-sektor tersebut baik jika dibandingkan dengan wilayah lainnya (dilihat dari PPW yang bernilai positif).
53
BAB IV KONDISI UMUM KABUPATEN BATANG
4.1. Kondisi Wilayah Kabupaten Batang Kabupaten Batang adalah salah satu kabupaten yang termasuk wilayah Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten Batang terletak pada koordinat antara 6° 51’ 46” dan 7° 11’ 47” LS dan antara 109° 40’ 19” dan 110° 03’ 06” BT. Kabupaten Batang terletak pada jalur utama pantura Pulau Jawa yang menghubungkan Jakarta-Surabaya yaitu terletak 100 km ke arah Barat dari Kota Semarang. Secara geografis sebagian wilayah Kabupaten Batang berada di wilayah pesisir, di mana salah satu batas geografis wilayah Kabupaten Batang bagian Utara adalah Laut Jawa. Berikut ini adalah batas-batas wilayah geografis Kabupaten Batang : Sebelah Utara
: Laut Jawa
Sebelah Timur
: Kabupaten kendal
Sebelah Selatan
: Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Banjarnegara
Sebelah Barat
: Kota Pekalongan dan Kabupaten Pekalongan.
Luas wilayah Kabupaten Batang tercatat sebesar 78.864,17 ha atau 788,65 km2 (BPS Kab. Batang, 2012). Luas wilayah ini merupakan luas wilayah daratan yang dimiliki oleh Kabupaten Batang. Sedangkan luas wilayah perairan laut sebesar 24.955 ha atau 249,55 km2. Luas wilayah perairan laut ini diperoleh berdasarkan panjang garis pantai Kabupaten
54
Batang sebesar 38,75 km dikalikan dengan luas wilayah pengelolaan laut sebesar 4 mil atau 6,44 km. Dari total luas wilayah yang telah disebutkan tadi, Kabupaten Batang terbagi menjadi 15 wilayah kecamatan dengan luas masing-masing wilayah dapat dilihat pada Gambar 6 sebagai berikut.
Gambar 6. Grafik Luas Wilayah Kabupaten Batang Menurut Kecamatan Sumber : BPS Kabupaten Batang, 2012
Dari gambar grafik diatas, terlihat jelas kecamatan yang memiliki wilayah terluas adalah Kecamatan Subah dengan luas wilayah 8.352,17 Ha dan kecamatan yang memiliki wilayah terkecil adalah Kecamatan Warungasem dengan luas 2.355,38 Ha. Secara administratif Kabupaten Batang terdiri dari 15 (lima belas) wilayah kecamatan. Di dalam wilayah-wilayah kecamatan tersebut terdapat 239 desa dan 9 kelurahan. Wilayah kecamatan tersebut yaitu sebagai berikut :
55
Tabel 3. Kecamatan dan Desa/Kelurahan Kabupaten Batang No 1.
Kecamatan Batang
2.
Tulis
3.
Warungasem
4.
Bandar
5.
Blado
6.
Wonotunggal
7.
Subah
8.
Gringsing
9.
Limpung
10.
Bawang
11.
Reban
12.
Tersono
13.
Kandeman
14.
Pecalungan
15.
Banyuputih
Desa/Kelurahan Rowobelang, Cepokokuning, Pasekaran, Kalisalak, Kecepak, Klidang Wetan, Klidang Lor, Kalipucang Wetan, Kalipucang Kulon, Karanganyar, Denasri Wetan, Denasri Kulon, Watesalit, Proyonanggan Tengah, Kauman, Karangasem Utara, Karangasem Selatan, Kasepuhan, Sambong, Proyonanggan Utara, Proyonanggan Selatan. Wringingintung, Sembojo, Posong, Kaliboyo, Beji, Tulis Simbangdesa, Simbangjati, Kedungsegog, Kenconorejo, Ponowareng, Siberuk, Kebumen, Cluwuk, Manggis, Jrakahpayung, Jolosekti. Pandansari, Kaliwareng, Pejambon, Sariglagah, Pesaren, Sidorejo, Cepagan, Masin, Banjiran, Warungasem, Gapuro, Kalibeluk, Sawahjoho, Candiareng, Lebo, Terban, Menguneng, Sijono. Tombo, Wonomerto, Wonodadi, Pesalakan, Binangun, Sidayu, Toso, Kluwih, Wonokerto, Bandar, Tumbrep, Tambahrejo, Pucanggading, Candi, Wonosegoro, Simpar, Batiombo. Gerlang, Kalitengah, Kembanglangit, Gondang, Bismo, Keteleng, Kalisari, Besani, Wonobodro, Bawang, Pesantren, Kambangan, Keputon, Blado, Cokro, Selopajang Barat, Kalipancur, Selopajang Timur. Silurah, Sodong, Gringgingsari, Kedungmalang, Sendang, Wonotunggal, Brokoh, Wates, Brayo, Kemlingi, Sigayam, Kreyo, Siwatu, Dringo, Penangkan. Menjangan, Karangtengah, Mangunharjo, Tenggulangharjo, Kalimanggis, Keborangan, Jatisari, Subah, Kumejing, Durenombo, Clapar, Adinuso, Sengon, Gondang, Kuripan, Kemiri Barat, Kemiri Timur. Surodadi, Sentul, Plelen, Kutosari, Mentosari, Gringsing, Yosorejo, Krengseng, Sawangan, Ketanggan, Lebo, Kebondalem, Sidorejo, Tedunan, Madugowongjati. Ngaliyan, Sukorejo, Tembok, Donorejo, Sidomulyo, Kalisalak, Limpung, Kepuh, Sempu, Babadan, Plumbon, Amongrogo, Dlisen, Rowosari, Pungangan, Lobang, Wonokerso. Pranten, Deles, Gunungsari, Jambangan, Kebaturan, Kalirejo, Sangubanyu, Wonosari, Jlamprang, Bawang, Candigugur, Pangempon, Sidoharjo, Surjo, Soka, Sibebek, Getas, Pasusukan, Candirejo, Purbo. Pacet, Mojotengah, Cablikan, Ngroto, Ngadirejo, Reban, Tambakboyo, Adinuso, Kumesu, Kepundung, Padomasan, Semampir, Wonosobo, Sojomerto, Karanganyar, Polodoro, Kalisari, Sukomangli, Wonorojo. Sendang, Banteng, Sumurbanger, Margosono, Sidalang, Plosowangi, Wanar, Gondo, Rejosari Barat, Boja, Pujut, Tersono, Tanjungsari, Kebumen, Harjowinangun Barat, Tegalombo, Kranggan, Satriyan, Harjowinangun Timur, Rejosari Timur. Tegalsari, Kandeman, Bakalan, Lawangaji, Depok, Tragung, Cempereng, Karanganom, Wonokerso, Ujungnegoro, Karanggeneng, Juragan, Botolambat. Pecalungan, Bandung, Gombong, Randu, Siguci, Pretek, Selokarto, Gemuh, Gumawang, Keniten. Banyuputih, Kalibalik, Sembung, Kedawung, Dlimas, Luwung, Kalangsono, Penundan, Banaran, Timbang, Bulu.
Sumber : BPS Kabupaten Batang, 2012
56
4.2. Kependudukan dan Ketenagakerjaan Pada tahun 2013, jumlah penduduk Kabupaten Batang tercatat sebanyak 758.735 jiwa, dengan komposisi laki-laki sebanyak 384.063 jiwa dan perempuan sebanyak 374.672 jiwa. Selama 10 (sepuluh) tahun terakhir yaitu dalam rentang tahun 2004-2013, tercatat bahwa jumlah penduduk di Kabupaten Batang telah mengalami peningkatan sebesar 10,89 persen. Data kependudukan sebagaimana disajikan pada Gambar 7 sebagai berikut :
Gambar 7. Grafik Perkembangan Jumlah Penduduk di Kabupaten Batang Sumber : BPS Kabupaten Batang, 2013
Pada Gambar 7 tersebut, terlihat jelas pada tahun 2013 penduduk Kabupaten
Batang
mengalami
peningkatan
yang
signifikan
jika
dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun 2012 penduduk Kabupaten Batang berjumlah sebanyak 715.115 jiwa dan pada tahun 2013 mengalami peningkatan sebesar 6,10 persen menjadi 758.735 jiwa. Sementara ditahun-tahun sebelumnya peningkatan jumlah penduduk Kabupaten Batang rata-rata dibawah satu persen.
57
Jika dilihat dari persentase penduduk usia di atas 15 tahun menurut jenis lapangan kerja, sektor pertanian masih menjadi mata pencaharian utama dari penduduk Kabupaten Batang. Kondisi ini terlihat dari sebanyak 37.59 persen penduduknya bekerja pada sektor ini (pertanian tanaman pangan, perkebunan, perikanan, peternakan, dan pertanian lainnya). Sektor pertanian merupakan sektor yang menyerap tenaga tertinggi di Kabupaten Batang. Sementara itu sektor yang menyerap tenaga kerja terendah adalah sektor angkutan yang hanya menyerap 4,14 persen. Persentase sektor lainya seperti sektor perdagangan, sektor industri, sektor jasa, dan sektor lainya masing-masing menyerap tenaga kerja 17,93 persen, 17,02 persen, 12,18 persen, dan 11,14 persen. Untuk selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 8 sebagai berikut :
Gambar 8. Persentase Penduduk Usia >15 Tahun Menurut Jenis Lapangan Kerja Sumber : BPS Kabupaten Batang, 2013
Selanjutnya persentase pencari kerja yang ada di Kabupaten Batang 81.31 persen adalah lulusan SLTA, kemudian SMP 10.25 persen, lulusan SD 3.87 persen, sarjana muda sebesar 2.79 persen, dan lulusan sarjana 58
sebesar 1.77 persen. Dari seluruh jumlah tenaga kerja yang terdaftar di Kantor Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Batang tercatat 60.93 persen berumur 20-44 tahun, sedangkan sisanya 29.07 persen berumur 1019 tahun (BPS Kabupaten Batang, 2012).
4.3. Pendidikan Persentase penduduk berumur 5 tahun keatas dilihat dari tingkat pendidikan yang ditamatkan terdapat 30,50 persen penduduk yang tidak/belum tamat SD, tamat SD 41,65 persen, 16,06 tamat SMP dan 8,86 persen tamat SMA serta 2,93 persen tamat Diploma (I,II,III & IV), Akademi dan Perguruan Tinggi. Banyaknya sekolah di lingkungan Dinas Pendidikan adalah sebagai berikut : Taman Kanak-kanak (TK) = 242 buah, Sekolah Dasar = 458 buah, SMP = 77 Buah, SMA/SMK = 31 buah, sedangkan di lingkungan Departeman Agama terdapat RA/BA sebanyak 117 buah, Madrasah Ibtidaiyah (MI) sebanyak 118 buah, Madrasah Tsanawiyah (MTs) = 32 buah, Madrasah Aliyah (MA) = 12 buah dan Madrasah Diniyah 531 buah.
4.4. Kesehatan Sarana kesehatan merupakan bagian yang sangat penting dalam peningkatan kesehatan masyarakat. Pada tahun 2012 sarana kesehatan yang ada di Kabupaten Batang adalah Puskesmas 21 buah, Puskesmas Pembantu 44 buah, Balai Pengobatan Umum 11 buah. Jumlah tenaga kesehatan yang ada pada RSUD Kabupaten Batang sebanyak 559 orang yang terdiri dari 13 dokter spesialis, 17 orang dokter umum, 2 orang dokter gigi, 250 orang
59
perawat dan selebihnya adalah tenaga apoteker, analis, non kesehatan dan lain-lain.
4.5. Keadaan Perekonomian Daerah Tahun 2012 pertumbuhan ekonomi nasional relatif lebih rendah dibandingkan tahun 2011, yaitu 6,1 persen, sedangkan tahun sebelumnya 6,5 persen. Untuk Jawa Tengah, pertumbuhan ekonomi tahun 2012 relatif lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya yaitu 6.3 persen sementara tahun 2011 sebesar 6,0 persen. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Batang pada tahun 2012 sebesar 5,02 persen, relatif lebih rendah dari tahun 2011 sebesar 5,26 persen. Laju inflasi 3,83 persen lebih tinggi dari inflasi tahun sebelumnya sebesar 3,01 persen. Pertumbuhan ekonomi tahun 2012 ini menyebabkan rata-rata pertumbuhan ekonomi selama lima tahun terakhir (2008-2012) mencapai 4,53 persen. Hasil pengolahan PDRB tahun 2012 menunjukkan pertumbuhan positif di semua sektor, pertumbuhan tertinggi terjadi pada sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan sebesar 7,79 persen. Sektor pertanian atas dasar harga berlaku masih tetap memberikan sumbungan terbesar yaitu 27,46 persen. Sektor industri atas dasar harga berlaku mengalami kenaikan kontribusi dari 25,61 persen pada tahun 2011 menjadi 26,02 persen pada tahun 2012.
60
4.6. Keadaan Ekonomi Sektoral 4.6.1. Sektor Pertanian 1. Pertanian Tanaman Pangan Produktivitas padi di Kabupaten Batang sebesar 40,24Kw/Ha. Produksi padi pada tahun 2012 yang sebesar 1.552.854 kwintal sebagian besar adalah padi sawah. Untuk luas panen dan produksi jagung masingmasing sebesar 6.781 Ha dan 429.730 Kw, luas panen tanaman ketela pohon adalah 1.151 Ha dengan produksi sebesar 218.008 Kw, sedangkan luas panen ketela rambat 468 Ha dengan produksi sebesar 72.986 Kw. Produksi beberapa jenis sayuran selama beberapa tahun terakhir mengalami fluktuasi. Produksi bawang merah, bawang putih, kubis, dan bawang daun masing-masing yaitu 2.776 Kw, 1.461 Kw, 32.614 Kw, dan 47.174 Kw. Sedangkan produksi petai dan melinjo masing-masing sebesar 10.493 Kw dan 23.097 Kw (Batang Dalam Angka, 2012). 2. Perkebunan Luas tanam dan produksi perkebunan besar pada tahun 2012 mengalami sedikit penurunan untuk beberapa komoditas, diantaranya karet dan kapok. Sedangkan luas tanaman dan produksi perkebunan rakyat yang pada tahun ini mengalami penurunan antara lain tanaman kelapa dengan luas 2.670,90 Ha dan produksi 3.918,835 butir, tanaman kapok randu dengan luas tanam 805,70 Ha dan produksi 156 Kw.
61
3. Peternakan Jenis ternak yang diusahakan di Kabupaten Batang adalah ternak besar yang terdiri dari sapi (potong/perah), kerbau dan kuda, sedangkan untuk jenis ternak kecil yang terdiri dari kambing, domba dan babi serta unggas seperti ayam, itik dan angsa. Populasi ternak besar pada tahun 2012, yaitu sapi, kerbau dan kuda masing-masing 25.945 ekor, 2.270 ekor dan 91 ekor. Kemudian populasi ternak kecil terdiri dari kambing 67.659 ekor, domba 23.102 ekor dan babi 5.700 ekor. Sedangkan populasi unggas terdiri atas ayam 4.490.393 ekor, itik 144.549 ekor dan angsa 3.307 ekor. Ternak yang dipotong di RPH selama tahun 2012 terdiri dari sapi 3.415 ekor, kerbau 26 ekor, kambing 842 ekor dan domba 454 ekor. Produksi telur ayam (ayam ras dan buras) tercatat sebesar 59.478.006 butir, telur itik 8.001.714 butir dan produksi susu sapi selama tahun ini sebanyak 105.500 liter. 4. Perikanan Sub sektor perikanan meliputi kegiatan usaha perikanan laut dan perikanan darat terdiri dari usaha budidaya (tambak, sawah, kolam) dan perairan umum. Produksi perikanan jenis perikanan laut 25.860.276 Kw; perikanan darat terdiri, ikan tambak 8.670,4 Kw; udang tambak 333,10 Kw. 5. Kehutanan Sub sektor kehutanan mencakup dua jenis kegiatan yaitu penebangan kayu dan pengambilan hasil hutan lainnya. Kegiatan
62
penebangan kayu menghasilkan kayu glondongan, kayu bakar, arang dan abu, sedangkan hasil kegiatan pengambilan hasil hutan lainnya berupa kulit kayu, kopal, akar-akaran dan sebagainya.
4.6.2. Sektor Pertambangan dan Penggalian Di wilayah Kabupaten Batang sektor penggalian pada umumnya adalah penggalian yang dilakukan pengusaha golongan C seluruhnya. Komoditi yang digali antara lain: pasir, batu kali, batu kapur, dan tanah liat.
4.6.3. Sektor Industri Pengolahan Sektor industri pengolahan berdasarkan jenis barang yang dihasilkan dirinci menjadi Sembilan sub sektor yaitu: industri makanan, minuman dan tembakau; industri tekstil, barang dari kulit dan alas kaki; industri barang dari kayu dan hasil hutan lainnya; industri kertas dan barang cetakan; industri pupuk, kimia dan barang dari karet; industri semen dan barang lain bukan logam; industri logam dasar besi dan baja; industri alat angkutan, mesin dan peralatan serta industri barang lainnya yang belum tercakup di sub-sub sektor di atas. Berdasarkan jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor ini, sektor industri pengolahan dikelompokkan menjadi empat kelompok yaitu: 1. Industri Besar : jumlah tenaga kerja lebih dari 100 orang. 2. Industri Sedang : jumlah tenaga kerja 20 – 99 orang. 3. Industri Kecil : jumlah tenaga kerja 5 – 19 orang. 4. Kerajinan Rumah Tangga : jumlah tenaga kerja 1 – 4 orang.
63
Separuh lebih industri di Kabupaten Batang adalah industri makanan, baik dari industri besar/sedang maupun industri kecil dan dan kerajinan rumah tangga. Industri tersebut sebagian besar menggunakan hasil pertanian, diantaranya: industri emping, krupuk/kripik, pengolahan hasil laut, ricemill, tahu/tempe, dan lainnya. Industri tekstil, kulit dan barang kulit juga merupakan andalan sektor industri di Batang, dan pada umumnya merupakan industri besar/sedang. Selain menyerap banyak tenaga kerja juga merupakan komoditi ekspor. Industri lainnya yang cukup berperan adalah industri pengolahan kayu dan hasil hutan lainnya, seperti penggergajian kayu, komponen bahan bangunan dari kayu, meubel, bak truk, peralatan rumah tangga dari kayu dan sebagainya. Industri semen dan barang non mineral di Batang terdiri dari industri batu bata, pemecah batu, paving dan barang sejenisnya. Untuk melihat komposisi industri yang terdapat di Kabupaten Batang dapat dilihat pada Gambar 9 sebagai berikut :
Gambar 9. Grafik Komposisi Industri Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2012 Sumber : BPS Kabupaten Batang, 2012
64
Gambar 9 tersebut memberikan gambaran komposisi jenis industri yang terdapat di Kabupaten Batang. Adapun komposisinya adalah industri makanan 57,32 persen; industri tekstil 23,47 persen; industri kayu 9,01 persen; non mineral 10,09 persen dan industri lainnya 0,11 persen. Komposisi tertinggi adalah industri makanan, karena di Kabupaten Batang memiliki berbagai macam kuliner yang tampak di sepanjang jalur Pantura.
4.6.4. Sektor Listrik, Gas, dan Air Minum Sektor ini meliputi tiga sub sektor, yaitu: sub sektor listrik, sub sektor gas, sub sektor air minum. Dari ketiga sub sektor tersebut, di Kabupaten Batang hanya dua sub sektor yaitu sub sektor listrik dan sub sektor air minum. Pada sub sektor listrik, aktifitas yang dicakup meliputi usaha listrik yang diusahakan oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN). Sedangkan sub sektor air minum meliputi kegiatan penjernihan air minum yang dikelola oleh perusahaan air minum yang merupakan public service. Kebutuhan energi listrik terus meningkat sejalan dengan roda perekonomian daerah. Jumlah energi listrik yang terjual selama tahun 2012 sebesar 292.577.027 Kwh. Energi listrik tersebut sebagian besar dimanfaatkan oleh rumah tangga. Dari tahun 2003 hingga 2012 banyaknya pemakaian listrik yang disalurkan terus mengalami peningkatan tiap tahunnya. Namun, pada tahun 2007 sempat mengalami penurunan sebesar 3,93 persen dari tahun sebelumnya dan pada tahun selanjutnya terus mengalami peningkatan, selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 10 sebagai berikut:
65
Gambar 10. Grafik Banyaknya Pemakaian Listrik yang Disalurkan Sumber : BPS Kabupaten Batang, 2003-2012 (diolah)
Jumlah pelanggan listrik di Kabupaten Batang adalah pelanggan rumah tangga yang mencapai 94,32 persen; industri 0,004 persen; dan pelanggan lainnya (kantor, sarana social dan lain-lain) 5,64 persen. Adapun grafiknya dapat dilihat pada Gambar 11 sebagai berikut :
Gambar 11. Grafik Jumlah Pelanggan Listrik di Kabupaten Batang Tahun 2012 Sumber : BPS Kabupaten Batang, 2012
66
Dari gambar 11 tersebut, terlihat pelanggan listrik tertinggi adalah pelanggan rumah tangga yang berjumlah 143.702 rumah tangga dan pelanggan listrik terendah adalah pelanggan industri yang berjumlah 60 industri. Sementara itu, pelanggan lainnya yang berjumlah 8.591 pemakai listrik meliputi sarana sosial dan fasilitas umum. Jumlah pelanggan tersebut dari tahun 2003 hingga tahun 2012 terus mengalami peningkatan dengan rata-rata peningkatan setiap tahunnya sebesar 7,29 persen. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 12 sebagai berikut :
Gambar 12. Grafik Pertumbuhan Pelanggan PT PLN Persero Tahun 2003-2012 Sumber : BPS Kabupaten Batang, 2003-2012 (diolah)
67
Dari grafik tersebut, terlihat jelas pelanggan listrik mengalami peningkatan setiap tahunnya. Peningkatan tertinggi terlihat pada tahun 2011 yang berjumlah 137.472 pelanggan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yaitu tahun 2010 yang berjumlah 120.900 pelanggan. Sementara peningkatan jumlah pelanggan listrik terendah terjadi pada tahun 2009 yang berjumlah 114.901 pelanggan jika dibandingkan tahun sebelumnya tahun 2008 yang berjumlah 110.475 pelanggan. Sedangkan kebutuhan air bersih dari tahun ke tahun juga mengalami peningkatan. Pada tahun 2012 air bersih yang disalurkan oleh PDAM Kabupaten Batang sebanyak 5.999.427 m3, dari jumlah tersebut sebagian besar disalurkan pada rumah/tempat tinggal 84,00 persen, umum 7,86 persen, sisanya disalurkan pada badan sosial/rumah sakit/tempat ibadah fasilitas umum, instansi pemerintah dan perusahaan/toko. Dari tahun 2003 hingga 2012 jumlah pelanggan PDAM terus mengalami peningkatan tiap tahunnya, dengan rata-rata peningkatan tiap tahun sebesar 7,96 persen, selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 13 sebagai berikut :
68
Gambar 13. Grafik Pertumbuhan Jumlah Pelanggan PDAM Sumber : BPS Kabupaten Batang, 2003-2012 (diolah)
4.6.5. Sektor Bangunan Sektor bangunan mencakup kegiatan kontruksi di wilayah Kabupaten Batang yang dilakukan oleh kontraktor umum, yaitu perusahaan yang melakukan pekerjaan kontruksi untuk pihak lain, maupun oleh kontraktor khusus, yaitu unit usaha atau individu yang melakukan kegiatan kontruksi.
4.6.6. Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran Sektor ini terdiri dari tiga sub sektor yaitu sub sektor perdagangan besar dan eceran, hotel, dan sub sektor restoran/rumah makan. Pada dasarnya kegiatan yang dicakup meliputi kegiatan perdagangan, penyediaan akomodasi/hotel serta penjualan makanan dan minuman (seperti restoran, warung kedai, pedagang keliling dan sejenisnya).
69
4.6.7. Sektor Angkutan dan Komunikasi Jalan sebagai sarana penunjuang transportasi memiliki peran penting khususnya transportasi darat. Panjang jalan di Kabupaten Batang tahun 2012 mencapai 579,53 Km dari panjang jalan tersebut 39,10 persen dalam kondisi baik, 27,72 persen sedang, dan 33,18 persen rusak.
Gambar 14. Grafik Kondisi Jalan di Kabupaten Batang tahun 2012 Sumber : BPS Kabupaten Batang, 2012
Sub sektor pengangkutan secara umum digolongkan menjadi kegiatan pengangkutan darat (yang terdiri dari kegiatan angkutan kereta api dan angkutan jalan raya), angkutan sungai dan danau, angkutan laut serta angkutan udara. Jasa penunjang angkutan adalah suatu jenis kegiatan yang menunjang kegiatan pengangkutan seperti terminal/pelabuhan, keagenan, ekspedisi, bongkar muat, pergudangan dan jalan tol. Sub sektor komunikasi meliputi kegiatan pengiriman berita/warta, telepon, telegram, teleks dan sejenisnya. Sebagian besar jasa pelayanan pengangkutan dan komunikasi ini ditujukan untuk kepentingan umum dan dilaksanakan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang ditujuk seperti PT Telkom, PT Pos Indonesia, PT Kereta Api Indonesia dan lain-lain.
70
4.6.8. Sektor Keuangan, Sewa, dan Jasa Perusahaan 1. Sub Sektor Perbankan Perbankan adalah suatu kegiatan pemberian pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kegiatan operasional bank yang antara lain meliputi: simpanan dalam bentuk giro dan tabungan, pemberian kredit, pembuatan rekening koran, pengiriman uang, menjual dan membeli surat-surat berharga, memberikan jaminan bank, menyewakan tempat menyimpan
barang-barang
berharga,
melaksanakan
kliring
dan
sebagainya. 2. Sub Sektor Lembaga Keuangan Bukan Perbankan Yang termasuk lembaga keuangan bukan bank meliputi perusahaan asuransi, perusahaan pegadaian dan koperasi. 3. Sub Sektor Sewa Bangunan Sub sektor ini mencakup semua kegiatan jasa atas penggunaan bangunan baik sebagai tempat tinggal maupun bukan tempat tinggal. 4. Sub Sektor Jasa Perusahaan Cakupan dari sub sektor jasa perusahaan meliputi kegiatan pemberian jasa hukum dan notaris, jasa angkutan dan pembukuan, jasa pengolahan dan penyajian data, jassa teknik dan arsitektur, jasa periklanan, jasa riset dan jasa perusahaan lainnya. Semua jasa ini biasanya diberikan berdasarkan sejumlah bayaran atau kontrak.
71
4.6.9. Sektor Jasa-Jasa Sektor ini mencakup empat sub sektor yaitu sub sektor jasa pemerintah dan hankam, sub sektor jasa sosial dan kemasyarakatan, jasa hiburan serta jasa perorangan dan rumah tangga. 1. Sub Sektor Jasa Pemerintah dan Hankam Cakupan sub sektor jasa pemerintah dan hankam adalah seluruh pegawai negeri sipil, TNI dan kepolisian yang benar-benar bekerja di wilayah Kabupaten Batang. 2. Sub Sektor Jasa Sosial Kemasyarakatan Sub sektor ini mencakup kegiatan jasa pendidikan, jasa kesehatan dan jasa sosial kemasyarakatan lainnya seperti palang merah Indonesia, panti asuhan, panti wreda, yayasan pemeliharaan anak cacat, rumah ibadah dan sejenisnya, terbatas yang dikelola oleh swasta saja. 3. Sub Sektor Jasa hiburan dan Rekreasi Kegiatan yang dicakup dalam sub sektor ini adalah seluruh kegiatan perusahaan/lembaga swasta yang bergerak dalam jasa hiburan, rekreasi dan kebudayaan, seperti pembuatan dan distribusi film, penyiaran radio dan televisi, produksi dan pertujukan sandiwara, tari, musik, serta jasa rekreasi lainnya seperti gelanggang pacuan, sirkus, taman hiburan dan klub malam. Juga termasuk disini penggubah lagu, penulis buku, pembuatan lukisan dan sebagainya.
72
4. Sub Sektor Jasa Perorangan dan Rumah Tangga Sub sektor ini mencakup segala jenis kegiatan jasa yang pada umumnya melayani perorangan dan rumah tangga, yang terdiri atas: a. Jasa perbengkelan/reparasi kendaraan bermotor meliputi perbaikan kecil-kecilan dari kendaraan roda dua, tiga, dan empat seperti mobil pribadi, mobil umum, bemo, sepeda montor dan sebagainya. b. Jasa reparasi lainnya seperti perbaikan/reparasi jam, TV, kulkas, mesin jahit, sepeda, dan barang-barang rumah tangga lainya. c. Jasa pembantu rumah tangga termasuk koki, tukang kebun, penjaga malam, pengasuh bayi dan anak, dan sebagainya. d. Jasa perorangan lainnya seperti tukang binatu, pemangkas rambut, tukang jahit, tukang semir sepatu dan sandal, dan lain sebagainya.
73
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Sektor-sektor Unggulan Kabupaten Batang Berdasarkan Pendekatan Location Quotient (LQ)
Periode
2004-2013
Untuk mengetahui sektor unggulan, pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan Location Quotient (LQ). Pada umumnya Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah indikator pendekatan LQ, sehingga dapat lebih menspesifikasi antara sektor unggulan dan sektor nonunggulan yang perannya berkaitan dengan pendapatan dan pertumbuhan wilayah Kabupaten Batang. Penelitian ini menggunakan data PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 baik PDRB Kabupaten Batang maupun PDRB Provinsi Jawa Tengah. Periode yang digunakan dari tahun 2004 hingga 2013. Penelitian ini menggunakan periode tersebut dikarenakan laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Batang pada tahun 2004 hingga tahun 2013 lebih besar daripada tahun-tahun sebelumnya dan mengalami peningkatan setiap tahunnya, walaupun mengalami perlambatan pada tahun 2006 dan 2012. Nilai LQ merupakan indikator untuk menyatakan sektor unggulan dan nonunggulan. Ketika suatu sektor memiliki nilai LQ lebih besar dari satu maka sektor tersebut termasuk kedalam sektor unggulan, yang artinya peranan suatu sektor dalam perekonomian Kabupaten Batang lebih besar daripada peranan sektor tersebut dalam perekonomian Provinsi Jawa Tengah. Hasil perhitungan analisis LQ menurut pendekatan pendapatan untuk seluruh sektor yang ada di Kabupaten Batang, yaitu sebagai berikut :
74
Tabel 4. Nilai LQ Sektor Perekonomian Kabupaten Batang Tahun 20042013 Lapangan Usaha 1. Pertanian 2. Pertambangan dan Penggalian 3. Industri Pengolahan 4. Listrik, Gas dan Air Minum 5. Bangunan 6. Perdagangan, Restoran dan Hotel 7. Pengangkutan dan Komunikasi 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 9. Jasa-jasa
Tahun Rata-rata Keterangan 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013*) LQ 1,28 1,44 0,91 0,88 1,05 0,80 0,79 0,99 1,16
1,28 1,34 0,91 0,94 1,05 0,80 0,77 1,00 1,18
1,30 1,22 0,90 1,12 1,07 0,79 0,76 1,01 1,18
1,34 1,20 0,89 1,12 1,07 0,78 0,73 1,02 1,19
1,39 1,20 0,85 1,13 1,07 0,79 0,72 1,03 1,25
1,39 1,20 0,85 1,12 1,06 0,78 0,73 1,00 1,29
1,41 1,18 0,84 1,10 1,04 0,78 0,73 1,02 1,31
1,44 1,18 0,84 1,08 1,02 0,77 0,73 1,03 1,34
1,43 1,17 0,84 1,09 1,02 0,77 0,73 1,02 1,37
1,45 1,16 0,84 1,07 1,02 0,78 0,72 1,01 1,38
1,37 1,23 0,87 1,06 1,05 0,78 0,74 1,01 1,26
Unggulan Unggulan Nonunggulan Unggulan Unggulan Nonunggulan Nonunggulan Unggulan Unggulan
* Angka sementara Sumber : BPS Kabupaten Batang & BPS Jawa Tengah Tahun 2003-2012 (diolah)
Berdasarkan nilai rata-rata LQ pada tabel di atas, sektor ekonomi yang termasuk pada sektor unggulan di Kabupaten Batang yaitu: 1. Sektor Pertanian Selama periode 2004–2013, nilai koefisien LQ > 1, yang artinya kontribusi sektor pertanian dalam perekoniman Kabupaten Batang lebih besar daripada kontribusi sektor tersebut dalam perekonomian Provinsi Jawa Tengah. Pesatnya pertumbuhan sektor ini juga dikarenakan ketersediaan kekayaan alam yang melimpah di Kabupaten Batang. Kabupaten Batang merupakan salah satu daerah produsen beras yang terletak di jalur pantura. Selain itu, kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB Kabupaten Batang memberikan andil terbesar ke dua setelah sektor industri pengolahan. Sektor ini pun menyerap tenaga kerja terbesar dibandingkan dengan sektor lainnya.
75
2. Sektor Pertambangan dan Penggalian Pada periode 2004-2013, nilai koefisien LQ > 1, yang artinya kontribusi sektor pertambangan dan penggalian dalam perekonomian Kabupaten Batang lebih besar daripada kontribusi sektor tersebut dalam perekonomian Provinsi Jawa Tengah. Sektor ini merupakan sektor unggulan peringkat kedua setelah sektor pertanian. Di wilayah Kabupaten Batang sektor penggalian pada umumnya adalah penggalian yang dilakukan pengusaha golongan C seluruhnya. Komoditi yang digali antara lain: pasir, batu kali, batu kapur, dan tanah liat. 3. Sektor Jasa-jasa Pada periode 2004-2013, nilai koefisien LQ > 1, yang artinya kontribusi sektor jasa-jasa dalam perekonomian Kabupaten Batang lebih besar daripada kontribusi sektor tersebut dalam perekonomian Provinsi Jawa Tengah. Hal ini dikarenakan terjadinya pertumbuhan yang cepat akibat banyaknya penambahan jasa sosial kemasyarakatan, jasa hiburan, rekreasi, jasa perorangan dan rumah tangga. Jasa sosial kemasyarakatan seperti dibukanya rumah sakit swasta, klinik swasta, sekolah-sekolah swasta, lembaga kursus, riset atau penelitian, palang merah, panti asuhan, panti wedra, Yayasan Pemeliharaan Anak Cacat (YPAC), rumah ibadah dan sejenisnya, baik yang dikelola oleh pemerintah maupun swasta yang ada di Kabupaten Batang. Jasa rekreasi di Kabupaten Batang juga terus berkembang yang diantaranya pengadaan bioskop, klub malam, taman hiburan, kolam
76
renang dan kegiatan hiburan lainnya. Sedangkan jasa perseorangan dan rumah tangga juga mengalami peningkatan seperti jasa-jasa reparasi alat-alat rumah tangga, pemangkas rambut dan salon kecantikan, elektronik, foto studio, tukang jahit, pembantu rumah tangga dan lain sebagainya. 4. Sektor Bangunan Pada periode 2004-2013, nilai koefisien LQ > 1, yang artinya kontribusi sektor bangunan dalam perekonomian Kabupaten Batang lebih besar daripada kontribusi sektor tersebut dalam perekonomian Provinsi Jawa Tengah. Sektor ini berkembang pesat karena didukung kondisi kurangnya bangunan-bangunan fasilitas umum dan kebutuhan perumahan warga di daerah Kabupaten Batang. Mengingat pertumbuhan jumlah penduduk setiap tahunnya mengalami peningkatan, maka kebutuhan akan bangunan berupa rumah juga meningkat. Sektor bangunan ini mencakup kegiatan pembangunan fisik , baik yang digunakan sebagai tempat tinggal atau sarana lainnya yang dilakukan oleh perusahaan kontruksi maupun yang dilakukan oleh perorangan. Misalnya kondisi terkini Kabupaten Batang membangun berbagai infrastruktur seperti jalan desa, sarana irigasi dan sebagainya. Bangunan yang dilaksanakan di Kabupaten Batang dengan tujuan agar fasilitas-fasilitas umum untuk masyarakat Kabupaten Batang dapat menjadi jauh lebih berkembang dan lengkap.
77
5. Sektor Listrik, Gas dan Air Minum Jika dilihat dari hasil analisis LQ diatas, sektor ini sempat bukan merupakan sektor unggulan yaitu pada tahun 2004 dan 2005, namun pada tahun selanjutnya dimulai dari tahun 2006 ke atas masuk ke dalam golongan sektor unggulan. Pada periode 2004-2013 berdasarkan nilai rata-rata koefisien LQ > 1, maka artinya kontribusi sektor listrik, gas, dan air minum dalam perekonomian Kabupaten Batang lebih besar daripada kontribusi sektor tersebut dalam perekonomian Provinsi Jawa Tengah. Sektor listrik, gas dan air minum mengalami pertumbuhan yang pesat karena didorong oleh kebutuhan listrik dan air minum oleh rumah tangga dan industri di Kabupaten Batang. Selain itu, sektor ini memiliki peran yang sangat penting karena sebagai sumber utama energi penggerak mesin-mesin produksi pada industri pengolahan. Untuk itu perlu adanya dorongan yang kuat oleh pemerintah Kabupaten Batang. 6. Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Pada periode 2003-2012, nilai koefisien LQ > 1, yang artinya kontribusi sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dalam perekonomian Kabupaten Batang lebih besar daripada kontribusi sektor tersebut dalam perekonomian provinsi Jawa Tengah. Di Kabupaten Batang kegiatan asuransi, dana pensiun, pegadaian, koperasi simpan pinjam, dan lembaga pembiayaan mengalami peningkatan setiap tahunnya.
78
Hal ini didukung oleh meningkatnya sektor pertanian, jasa-jasa dan sektor unggulan lainnya yang menyebabkan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan pun meningkat. Sedangkan sektor persewaan di Kabupaten Batang mencakup kegiatan usaha persewaan bangunan dan tanah, baik yang menyangkut bangunan tempat tinggal maupun sarana fasilitas umum. Sedangkan sektor jasa perusahaan di Kabupaten Batang mencakup kegiatan pemberian jasa hukum, jasa pengolahan dan penyajian data, jasa bangunan atau arsitek dan teknik, jasa periklanan dan riset pemasaran, serta jasa persewaan mesin, peralatan, dan lain sebagainya. Berdasarkan analisis LQ pada Tabel 4, adapun sektor-sektor perekonomian Kabupaten Batang yang termasuk ke dalam sektor nonunggulan yaitu : sektor industri pengolahan; sektor perdagangan, restoran dan hotel; dan sektor pengangkutan dan komunikasi.
5.2. Pertumbuhan dan Dayasaing Sektor Pertanian Berdasarkan Analisis Shift Share (SS) 5.2.1. Pertumbuhan Total PDRB Kabupaten Batang dan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2004-2013 Berdasarkan nilai riil PDRB Kabupaten Batang pada tahun 2004 atas dasar harga konstan tahun 2000 adalah sebesar Rp 1,92 triliun dan meningkat pada tahun 2013 menjadi Rp 2,75 triliun, sehingga pada periode 2004-2013 terjadi peningkatan dengan pertumbuhan sekitar Rp 0,83 triliun. Persentase pertumbuhan PDRB Kabupaten Batang pada periode 2004 hingga 2013 menunjukkan peningkatan sebesar 43,12 persen (Tabel 5).
79
Pada Tabel 5 terlihat jelas bahwa persentase pertumbuhan sektor perekonomian tertinggi adalah sektor listrik, gas dan air minum yaitu sebesar 95,19 persen. Sektor tersebut mengalami pertumbuhan yang pesat, karena didukung oleh meningkatnya pendapatan masyarakat yang tercermin dari pertumbuhan PDRB tiap tahunnya meningkat. Peningkatan rata-rata dari tahun 2004 hingga 2013 sebesar 3,87 persen. Di sisi lain pertumbuhan sektor industri pengolahan dan sektor bangunan juga sangat mempengaruhi kebutuhan listrik, karena pada sektor indusri listrik merupakan sumber energi yang sangat mendukung proses produksi seperti pengerak mesin-mesin industri dan peralatan pendukung lainnya. Sementara pada sektor bangunan, dengan meningkatnya industri perumahan maka jumlah kebutuhan listrik pun meningkat. Pada tahun 2004 kontribusi sektor listrik, gas dan air minum terhadap PDRB Kabupaten Batang adalah sebesar Rp 13,27 miliar dan meningkat pada tahun 2013 menjadi sebesar Rp 25,91 miliar, terjadi peningkatan sebesar Rp 12,64 miliar dengan persentase pertumbuhan 95,19 persen. Adapun tabel pertumbuhan pertumbuhan PDRB Kabupaten Batang, yaitu sebagai berikut :
80
Tabel 5. Perubahan PDRB Kabupaten Batang Menurut Lapangan Usaha Berdasarkan Harga Konstan 2000, Tahun 2004 dan 2013 (juta rupiah) Lapangan Usaha 1. Pertanian 2. Pertambangan dan Penggalian 3. Industri Pengolahan 4. Listrik, Gas dan Air Minum 5. Bangunan 6. Perdagangan, Restoran dan Hotel 7. Pengangkutan dan Komunikasi 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 9. Jasa-jasa Jumlah Total PDRB
Tahun
∆ PDRB
Persen % ∆ PDRB
2004
2013
518.432,69 27.027,50 565.348,09 13.274,51 110.361,49 321.473,64 72.575,58 67.336,02 223.150,63
668.023,87 35.794,26 754.637,61 25.910,15 168.596,88 481.033,63 109.106,18 113.245,35 390.132,30
149.591,18 8.766,77 189.289,52 12.635,64 58.235,39 159.559,99 36.530,61 45.909,33 166.981,68
28,85 32,44 33,48 95,19 52,77 49,63 50,33 68,18 74,83
1.918.980,13
2.746.480,23
827.500,10
43,12
Sumber : BPS Kabupaten Batang, 2005, 2009 dan 2013 (diolah)
Persentase pertumbuhan sektor perekonomian terendah terjadi pada sektor pertanian yang tumbuh sebesar 22,32 persen. Pada tahu 2004 kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB Kabupaten Batang adalah sebesar Rp 518,43 miliar dan meningkat pada tahun 2013 menjadi sebesar Rp 668,02 miliar. Selama periode 2004 hingga 2013 sektor ini meningkat sebesar Rp 149,59 miliar. Faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya pertumbuhan sektor pertanian diantaranya faktor iklim yang tidak menentu yang mengakibatkan gagal panen, kekeringan pada musim kemarau panjang akibat pendangkalan sungai-sungai yang digunakan sebagai irigasi pada lahan pertanian, mahalnya harga pupuk dan obat-obatan serta maraknya konversi lahan pertanian menjadi non pertanian sehingga mempengaruhi produktivitas hasil pertanian. Berdasarkan data yang bersumber dari BPS Jawa Tengah tahun 2012, pada tahun 2008 hingga 2012 konversi lahan sawah menjadi lahan non sawah yaitu seluas 88
81
hektar. Pada tahun 2008 lahan sawah seluas 22.568 hektar menjadi 22.480 hektar pada tahun 2012. Sementara itu, hal yang sama terjadi pada Provinsi Jawa Tengah, pada tahun 2004 nilai riil PDRB Provinsi Jawa Tengah atas dasar harga konstan 2000 adalah sebesar Rp 135,79 triliun dan meningkat pada tahun 2013 menjadi Rp 223,10 triliun (Tabel 6). Sedangkan pertumbuhan PDRB Provinsi Jawa Tengah mengalami peningkatan sebesar Rp 87,31 triliun (64,30 persen). Pada Tabel 6 terlihat jelas bahwa persentase pertumbuhan sektor ekonomi tertinggi adalah sektor pertambangan dan penggalian sebesar 88,24 persen. Sektor ini pada tahun 2004 memberikan kontribusi terhadap PDRB Provinsi Jawa Tengah sebesar Rp 1,33 triliun dan pada tahun 2013 meningkat
menjadi
Rp
2,50 triliun.
Sedangkan
persentase laju
pertumbuhan sektor ekonomi terendah terjadi pada sektor pertanian, yaitu sebesar 331,14 persen. Pada tahun 2004 kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB Provinsi Jawa Tengah adalah sebesar Rp 28,60 triliun dan meningkat pada tahun 2013 menjadi Rp 37,51 triliun. Selama periode 2004 hingga 2013 sektor ini mengalami peningkatan sebesar Rp 8,90 triliun. Sektor yang memiliki nilai perubahan PDRB terbesar dan terendah. Sektor yang memiliki perubahan nilai PDRB terbesar yaitu sektor industri pengolahan sebesar Rp 29,10 triliun. Nilai ini diperoleh dari selisih antara PDRB sektor industri pengolahan tahun 2013 sebesar Rp 44,00 triliun dengan PDRB sektor industri pengolahan tahun 2004 sebesar 82
Rp 73,10 triliun. Adapun selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 6 di bawah ini : Tabel 6. Perubahan PDRB Provinsi Jawa Tengah Menurut Lapangan Usaha Berdasarkan Harga Konstan 2000, Tahun 2004 dan 2013 (juta rupiah) Lapangan Usaha 1. Pertanian 2. Pertambangan dan Penggalian 3. Industri Pengolahan 4. Listrik, Gas dan Air Minum 5. Bangunan 6. Perdagangan, Restoran dan Hotel 7. Pengangkutan dan Komunikasi 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 9. Jasa-jasa Jumlah Total PDRB
Tahun 2004 28.606.237,28 1.330.759,58 43.995.611,83 1.065.114,58 7.448.715,40 28.343.045,24 6.510.447,43 4.826.541,38 13.663.399,59
2013
∆ PDRB
Persen % ∆ PDRB
37.513.957,62 2.504.980,10 73.092.337,30 1.973.195,73 13.449.631,46 50.209.544,03 12.238.463,10 9.073.225,04 23.044.405,96
8.907.720,34 1.174.220,52 29.096.725,47 908.081,15 6.000.916,06 21.866.498,79 5.728.015,67 4.246.683,66 9.381.006,37
31,14 88,24 66,14 85,26 80,56 77,15 87,98 87,99 68,66
135.789.872,31 223.099.740,34
87.309.868,03
64,30
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, 2005, 2009 dan 2013 (diolah)
Sektor yang mengalami perubahan PDRB terendah yaitu sektor listrik, gas dan air minum yaitu sebesar Rp 908,08 miliar. Nilai ini diperoleh dari selisih antara PDRB sektor listrik, gas dan air minum tahun 2013 sebesar Rp 1,97 triliun dengan PDRB sektor listrik, gas dan air minum tahun 2004 sebesar Rp 1,06 miliar.
5.2.2. Rasio PDRB Total dan Sektoral Kabupaten Batang dan Provinsi Jawa Tengah tahun 2004-2013 Semua sektor perekonomian Kabupaten Batang dan Provinsi Jawa Tengah pada umumnya mengalami peningkatan. Di setiap sektor perekonomian mempunyai rasio yang berbeda-beda baik pada PDRB Kabupaten Batang maupun Provinsi Jawa Tengah. Rasio yang dimiliki setiap sektor pada umumnya terlihat terlihat dari nilai Ra, Ri dan ri. Nilai
83
Ra diperoleh dari perhitungan selisih antara jumlah PDRB Provinsi Jawa Tengah tahun 2013 dengan Jumlah PDRB Provinsi Jawa Tengah tahun 2004 dibagi dengan jumlah PDRB Provinsi Jawa Tengah tahun 2004. Antara tahun 2004-2013 nilai Ra adalah sebesar 0,64 (Tabel 6) Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah meningkat sebesar 0,64. Nilai Ri diperoleh dari perhitungan selisih antara PDRB Provinsi Jawa Tengah sektor i pada tahun 2013 dengan PDRB Provinsi Jawa Tengah sektor i pada tahun 2004 dibagi dengan PDRB Provinsi Jawa Tengah sektor i tahun 2004. Kontribusi pada setiap sektor perekonomian mengalami peningkatan, sehingga seluruh sektor perekonomian memiliki nilai Ri yang positif. Nilai Ri terbesar terdapat pada sektor pertambangan dan penggalian; sektor pengangkutan dan komunikasi; dan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, ketiga sektor tersebut memiliki nilai yang sama yaitu sebesar 0,88. Hal ini dikarenakan laju pertumbuhan sektor tersebut adalah terbesar dalam perekonomian Provinsi Jawa Tengah. Sedangkan nilai Ri terkecil terdapat pada sektor pertanian, yaitu sebesar 0,31. Hal ini terjadi karena sektor pertanian mengalami laju pertumbuhan yang rendah. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 7, sebagai berikut:
84
Tabel 7. Rasio PDRB Kabupaten Batang dan Provinsi Jawa Tengah Lapangan Usaha 1. Pertanian 2. Pertambangan dan Penggalian 3. Industri Pengolahan 4. Listrik, Gas dan Air Minum 5. Bangunan 6. Perdagangan, Restoran dan Hotel 7. Pengangkutan dan Komunikasi 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 9. Jasa-jasa
Ra
Ri 0,64 0,64 0,64 0,64 0,64 0,64 0,64 0,64 0,64
ri 0,31 0,88 0,66 0,85 0,81 0,77 0,88 0,88 0,69
0,29 0,32 0,33 0,95 0,53 0,50 0,50 0,68 0,75
Sumber : BPS Kabupaten Batang & Provinsi Jawa Tengah, 2005, 2009 dan 2013 (diolah)
Selanjutnya nilai ri diperoleh dari perhitungan selisih antara PDRB sektor i di Kabupaten Batang tahun 2013 dengan PDRB sektor i Kabupaten Batang tahun tahun 2004 dibagi dengan PDRB Kabupaten Batang sektor i tahun 2004. Nilai ri terbesar terdapat pada sektor listrik, gas dan air minum, yaitu sebesar 0,95 karena sektor ini didukung oleh peningkatan kebutuhan listrik dan peningkatan jumlah pelanggan listrik maupun pelanggan PDAM yang setiap tahunnya meningkat. Sedangkan nilai ri terkecil terdapat pada sektor pertanian yaitu sebesar 0,29. Hal ini dikarenakan oleh beberapa faktor yang diantaranya faktor kekeringan, cuaca yang tidak menentu yang mengakibatkan gagal panen, mahalnya sarana produksi pertanian, maraknya konversi lahan pertanian menjadi nonpertanian sehingga sektor pertanian mengalami laju pertumbuhan yang menurun dan kecil.
85
5.2.3. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah Kabupaten Batang Tahun 2004-2013 Suatu pembangunan wilayah dipengaruhi oleh faktor-faktor komponen pertumbuhan wilayah. Komponen pertumbuhan wilayah tersebut terdiri dari komponen pertumbuhan regional (PR), komponen pertumbuhan proporsional (PP), dan komponen pertumbuhan pangsa wilayah (PPW). Komponen pertumbuhan regional diperoleh dari hasil perhitungan antara rasio PDRB Provinsi Jawa Tengah (Ra) dikali dengan PDRB Kabupaten Batang sektor i tahun tahun dasar analisis (2004). Ketiga komponen pertumbuhan wilayah tersebut terjadi disebabkan oleh adanya perubahan kebijakan ekonomi di tingkat provinsi dan adanya perubahan dalam hal-hal yang mempengaruhi perekonomian pada sektor-sektor perekonomian Kabupaten Batang. Jika dilihat secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2004 hingga 2013 telah mempengaruhi peningkatan PDRB Kabupaten Batang sebesar Rp 1,23 triliun (64,30 persen). Berdasarkan Tabel 8, sektor-sektor perekonomian yang ada di Kabupaten
Batang
mengalami
peningkatan
kontribusi.
Sektor
perekonomian yang memiliki peningkatan kontribusi terbesar yaitu terdapat pada sektor industri pengolahan sebesar Rp 363,50 miliar. Hal ini didorong dengan adanya peningkatan jumlah unit usaha industri yang terdapat di Kabupaten Batang. Peningkatan rata-rata jumlah usaha industri dari tahun 2005 hingga 2012 sebanyak 77 unit usaha industri (BPS
86
Kabupaten Batang, 2012). Sedangkan sektor yang memiliki kontribusi terendah yaitu sektor listrik, gas dan air minum sebesar Rp 70,96 miliar. Sementara itu, sektor pertanian mengalami peningkatan kontribusi terbesar kedua yaitu Rp 333,34 miliar. Adapun selengkapnya dapat dilihat pada Tabel di bawah ini : Tabel 8. Analisis Shift Share Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Batang Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Regional, Tahun 2004-2013 Lapangan Usaha 1. Pertanian 2. Pertambangan dan Penggalian 3. Industri Pengolahan 4. Listrik, Gas dan Air Minum 5. Bangunan 6. Perdagangan, Restoran dan Hotel 7. Pengangkutan dan Komunikasi 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 9. Jasa-jasa Total
Pertumbuhan Regional (PRij) Juta Rupiah % PRij 333.340,69 17.378,08 363.506,25 8.535,21 70.959,98 206.700,40 46.664,48 43.295,56 143.480,89 1.233.861,54
64,30 64,30 64,30 64,30 64,30 64,30 64,30 64,30 64,30
Sumber : BPS Kabupaten Batang & Provinsi Jawa Tengah, 2005, 2009 dan 2013 (diolah)
Berdasarkan data di atas, dapat disimpulkan bahwa sektor industri pengolahan dan sektor pertanian merupakan sektor yang sangat dipengaruhi oleh perubahan kebijakan pemerintah di tingkat Provinsi Jawa Tengah. Jika terjadi perubahan kebijakan pemerintah, maka kontribusi sektor tersebut beserta subsektornya akan mengalami perubahan. Selanjutnya pertumbuhan proporsional, diperoleh dari hasil kali antara PDRB Kabupaten Batang sektor i tahun dasar analisis (2004) dengan selisih antara Ri dan Ra. Hasil perhitungannya dapat dilihat pada Tabel 9 sebagai berikut:
87
Tabel 9. Analisis Shift Share Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Batang Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Proporsional, Tahun 2004-2013 Lapangan Usaha 1. Pertanian 2. Pertambangan dan Penggalian 3. Industri Pengolahan 4. Listrik, Gas dan Air Minum 5. Bangunan 6. Perdagangan, Restoran dan Hotel 7. Pengangkutan dan Komunikasi 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 9. Jasa-jasa Total
Pertumbuhan Proporsional (PPij) Juta Rupiah % PPij (171.905,50) 6.470,14 10.389,63 2.782,19 17.950,65 41.314,69 17.188,89 15.950,75 9.729,70 (50.128,86)
(33,16) 23,94 1,84 20,96 16,27 12,85 23,68 23,69 4,36
Sumber : BPS Kabupaten Batang & Provinsi Jawa Tengah, 2005, 2009 dan 2013 (diolah)
Semua sektor ekonomi pada tabel tersebut memiliki nilai PP positif (PPij > 0), kecuali sektor pertanian. Sektor yang memiliki nilai PP positif artinya sektor tersebut memiliki pertumbuhan yang cepat dalam perekonomian. Sektor ekonomi yang memiliki persentase PP tertinggi adalah sektor pertambangan dan penggalian sebesar 23,94 persen. Sektor ini memiliki pertumbuhan tercepat di Kabupaten Batang. Pada periode 2004-2013 industri perumahan di Kabupaten Batang mengalami peningkatan, sehingga permintaan terhadap bahan bangunan hasil dari sektor pertambangan dan penggalian meningkat. Selanjutnya sektor perekonomian yang memiliki nilai persentase PP negatif (PPij < 0) adalah sektor pertanian. Sektor ini memiliki nilai presentase PP terendah
yaitu
-33,16 persen. Itu menunjukkan bahwa sektor pertanian memiliki pertumbuhan yang lamban dalam perekonomian di Kabupaten Batang. Hal tersebut dikarenakan beberapa faktor yang diantaranya faktor iklim yang tidak menentu yang mengakibatkan gagal panen, kekeringan pada musim
88
kemarau panjang akibat pendangkalan sungai-sungai yang digunakan sebagai irigasi pada lahan pertanian, mahalnya harga pupuk dan obatobatan serta maraknya konversi lahan pertanian menjadi non pertanian sehingga mempengaruhi produktivitas hasil pertanian beberapa daerah Provinsi Jawa Tengah yang mempengaruhi produktivitas pertanian di seluruh wilayah Provinsi Jawa Tengah termasuk Kabupaten Batang. Selanjutnya pada Tabel 10 dapat dilihat tentang komponen pertumbuhan pangsa wilayah (PPW) dengan ketentuan yaitu sektor yang memiliki nilai PPWij > 0 atau positif maka sektor tersebut termasuk kedalam sektor yang memiliki daya saing yang baik. Sedangkan sektor yang memiliki nilai PPWij < 0 atau negatif maka sektor tersebut termasuk dalam sektor yang memiliki daya saing yang kurang baik. Pada Tabel 10, sektor unggulan yang memiliki nilai PPW positif (PPWij > 0) adalah sektor listrik, gas dan air minum dan sektor jasa-jasa. Sektor listrik, gas dan air minum memiliki nilai PPW sebesar Rp 1,32 miliar (9,93 persen), sedangkan sektor jasa-jasa memiliki nilai PPW sebesar Rp 13,77 miliar (6,17 persen). Sektor-sektor tersebut termasuk kedalam sektor unggulan yang memiliki daya saing yang baik. Sektor unggulan lainnya yang memiliki nilai PPW negatif
(PPWij < 0) adalah
sektor pertanian; sektor pertambangan dan penggalian; sektor bangunan; sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Adapun selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 10 sebagai berikut:
89
Tabel 10. Analisis Shift Share Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Batang Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah, Tahun 2004-2013 Lapangan Usaha 1. Pertanian 2. Pertambangan dan Penggalian 3. Industri Pengolahan 4. Listrik, Gas dan Air Minum 5. Bangunan 6. Perdagangan, Restoran dan Hotel 7. Pengangkutan dan Komunikasi 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 9. Jasa-jasa Total
Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPWij) Juta Rupiah % PPWij (11.844,01) (15.081,45) (184.606,37) 1.318,24 (30.675,24) (88.455,09) (27.322,77) (13.336,98) 13.771,09 (356.232,58)
(2,28) (55,80) (32,65) 9,93 (27,80) (27,52) (37,65) (19,81) 6,17
Sumber : BPS Kabupaten Batang & Provinsi Jawa Tengah, 2005, 2009 dan 2013 (diolah)
Nilai PPW sektor pertanian yaitu sebesar Rp -11,84 miliar (-2,28 persen); sektor pertambangan dan penggalian yaitu sebesar Rp -15,08 miliar (-55,80 persen); sektor bangunan yaitu sebesar Rp -30,67 miliar (27,80 persen); dan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan yaitu sebesar Rp -13,34 miliar (-19,81 persen). Sektor-sektor tersebut termasuk kedalam sektor unggulan yang memiliki daya saing yang kurang baik. Pada Tabel 10 terlihat bahwa sektor nonunggulan semuanya memiliki nilai PPW negatif (PPWij < 0) adalah sektor industri pengolahan yaitu sebesar Rp -184,61 miliar (-32,65 persen); sektor perdagangan, restoran dan hotel yaitu sebesar Rp -88,45 miliar (-27,52 persen); dan sektor pengangkutan dan komunikasi yaitu sebesar Rp -27,32 miliar (37,65 persen). Sektorsektor tersebut termasuk kedalam sektor nonunggulan yang memiliki daya saing yang kurang baik. Sektor unggulan yang memiliki laju pertumbuhan pangsa wilayah terbesar adalah sektor listrik, gas dan air minum yaitu sebesar 9,93 persen,
90
hal ini dikarenakan daya saing sektor tersebut lebih tinggi dibandingkan sektor yang sama di wilayah Provinsi Jawa Tengah. Sedangkan sektor yang memiliki laju PPW terkecil adalah sektor pertambangan dan penggalian yaitu sebesar -55,80 persen, hal ini dikarenakan di daerah Kabupaten Batang sektor penggalian masih berupa usaha bersekala kecil. Komoditi yang digali antara lain: pasir, batu kali, batu kapur, dan tanah liat yang jumlahnya terbatas. Hal ini mengakibatkan daya saing sektor pertambangan dan penggalian menjadi rendah dan kurang baik. Pada Tabel 10 sektor pertanian memiliki nilai PPW Rp 11,84 miliar dengan nilai persentase PPW -2,28. Hal tersebut menunjukkan bahwa sektor tersebut daya saingnya tidak terlalu rendah, karena di Kabupaten Batang sebagian besar wilayahnya adalah lahan pertanian dan secara geografis terletak di daerah pesisir sehingga komoditi perikanan sangat potensial di sana.
5.2.4. Pertumbuhan dan Dayasaing Sektor-sektor Unggulan Pada uraian sebelumnya telah dijelaskan bahwa penelitian ini akan melihat daya saing dan pertumbuhan dari sektor pertanian di Kabupaten Batang. Untuk melihat profil pertumbuhan sektor pertanian di Kabupaten Batang dapat dilakukan dengan bantuan empat kuadran yang terdapat pada garis bilangan. Nilai-nilai yang terdapat pada empat kuadran tersebut diperoleh dari nilai persentase pertumbuhan proporsional (PP) dan nilai persentase pertumbuhan pangsa wilayah (PPW). Berdasarkan nilai-nilai tersebut
91
nantinya dapat terlihat masing-masing sektor pada setiap kuadran. Adapun nilai persentase pertumbuhan proporsional dan pertumbuhan pangsa wilayah, yaitu sebagai berikut : Tabel 11. Nilai Persentase PP dan PPW di Kabupaten Batang Lapangan Usaha 1. Pertanian 2. Pertambangan dan Penggalian 3. Industri Pengolahan 4. Listrik, Gas dan Air Minum 5. Bangunan 6. Perdagangan, Restoran dan Hotel 7. Pengangkutan dan Komunikasi 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 9. Jasa-jasa
% PP
% PPW (33,16) 23,94 1,84 20,96 16,27 12,85 23,68 23,69 4,36
(2,28) (55,80) (32,65) 9,93 (27,80) (27,52) (37,65) (19,81) 6,17
Sumber : BPS Kabupaten Batang & Provinsi Jawa Tengah, 2005, 2009 dan 2013 (diolah)
Jika dilihat secara keseluruhan, nilai persentase pertumbuhan proporsional dan pertumbuhan pangsa wilayah hanya terdapat dua sektor yang ke dua nilainya bersifat positif. Sektor-sektor tersebut yaitu sektor listrik, gas dan air minum dan sektor jasa-jasa. Selanjutnya, sektor yang memiliki nilai PP dan PPW keduanya negatif dan nilai persentase keduanya terendah adalah sektor pertanian. Hal tersebut menunjukkan bahwa sektor pertanian memiliki pertumbuhan yang lambat dan semakin menurun serta memiliki daya saing yang rendah dibandingkan daerah lain di Provinsi Jawa Tengah. Mengingat besarnya peran sektor pertanian dalam perekonomian di Kabupaten Batang terutama pada besarnya kontribusi terhadap PDRB Kabupaten Batang dan besarnya penyerapan tenaga kerja, maka perlu adanya analisis lebih lanjut mengenai peran sub sektor pertanian dalam pembangunan daerah di Kabupaten Batang.
92
Analisis tersebut untuk menganalisis sub sektor pertanian apa saja yang menjadi sub sektor unggulan dan bagaimana pertumbuhan dan daya saing sub sektor pertanian di Kabupaten Batang. Sehingga dapat diketahui bagaimana rumusan prioritas pengembangan sub sektor pertanian dalam memajukan sektor pertanian secara keseluruhan. Untuk mengetahui posisi sektor pertanian dalam perekonomian di Kabupten Batang, berikut adalah profil pertumbuhan sektor-sektor ekonomi yang dapat diihat secara keseluruhan dalam ke empat kuadran, yaitu sebagai berikut : 70.00
PPW
60.00
IV
I
50.00
Pertanian
40.00
Pertambangan dan Penggalian
30.00
Industri Pengolahan
20.00
Listrik, Gas dan Air Minum
PP
10.00
Bangunan
0.00
-50 -40
-30
-20
-10-10.00
10
20
30
40
50
Perdagangan, Restoran dan Hotel
-20.00
Pengangkutan dan Komunikasi -30.00
Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan -40.00
III
-50.00
II
Jasa-Jasa
-60.00 -70.00
Gambar 12. Profil Pertumbuhan Sektor-Sektor Perekonomian Kabupaten Batang Periode 2004-2013
93
Berdasarkan Gambar 12, terlihat bahwa profil pertumbuhan sektor-sektor perekonomian Kabupaten Batang periode 2004 hingga 2013 terlihat pada setiap kuadrannya yaitu kuadran I, II, III, dan IV sebagai berikut : 1.
Berdasarkan hasil analisis, pada kuadran I terdapat sektor listrik, gas dan air minum dan sektor jasa-jasa. Hal ini artinya, sektor-sektor tersebut memiliki laju pertumbuhan yang cepat dan memiliki daya saing yang tinggi untuk wilayah tersebut jika dibandingkan dengan wilayah lain di Provinsi Jawa Tengah.
2.
Pada kuadran II terdapat sektor pertambangan dan penggalian; sektor industri pengolahan; sektor bangunan; sektor perdagangan, restoran dan hotel; sektor pengangkutan dan komunikasi; sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Artinya sektor-sektor tersebut memiliki laju pertumbuhan yang cepat, tetapi memiliki daya saing yang rendah untuk wilayah tersebut dibandingkan dengan wilayah lain di Provinsi Jawa Tengah.
3.
Pada kuadran III terdapat sektor pertanian, yang artinya bahwa sektor ini memiliki laju pertumbuhan yang lambat dan memiliki daya saing yang rendah jika dibandingkan dengan wilayah lain di Provinsi Jawa Tengah.
4.
Sedangkan pada kuadran IV tidak terdapat sektor apapun yang artinya tidak ada sektor perekonomian di Kabupaten Batang yang memiliki laju pertumbuhan yang lambat, tetapi memiliki daya saing yang tinggi dibandingkan dengan wilayah lain di Provinsi Jawa Tengah.
94
5.3. Sub Sektor Pertanian Unggulan Kabupaten Batang Periode 2004-2013 Berdasarkan Pendekatan Location Quotient (LQ) Nilai LQ merupakan indikator untuk menyatakan sektor unggulan dan nonunggulan. Ketika suatu sektor memiliki nilai LQ lebih besar dari satu maka sektor tersebut termasuk ke dalam sektor unggulan, yang artinya peranan suatu sektor dalam perekonomian Kabupaten Batang lebih besar daripada peranan sektor tersebut dalam perekonomian Provinsi Jawa Tengah. Hasil perhitungan analisis LQ menurut pendekatan pendapatan untuk seluruh sub sektor pertanian yang ada di Kabupaten Batang, yaitu sebagai berikut : Tabel 13. Nilai LQ Sub Sektor Pertanian Kabupaten Batang Tahun 2004-2013
Lapangan Usaha 1. Tanaman Bahan Makanan 2. Tanaman Perkebunan 3. Peternakan dan Hasilnya 4. Kehutanan 5. Perikanan
Tahun Rata-rata 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 LQ
Keterangan
0,76 2,44 1,25 1,57 1,05
Nonunggulan Unggulan Unggulan Unggulan Unggulan
0,78 2,29 1,20 1,33 1,15
0,80 2,02 1,14 1,47 1,42
0,82 1,92 1,01 1,55 1,48
0,83 1,89 0,98 1,62 1,47
0,83 1,88 0,97 1,57 1,48
0,83 1,96 0,95 1,50 1,59
0,82 1,96 0,95 1,49 1,60
0,80 1,99 0,98 1,55 1,64
0,80 1,96 0,96 1,56 1,69
0,81 2,03 1,04 1,52 1,46
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, 2005, 2009 dan 2013 (diolah)
Berdasarkan nilai rata-rata LQ pada tabel di atas, sub sektor pertanian yang tidak termasuk sub sektor pertanian unggulan adalah sub sektor tanaman bahan makanan. Sub sektor tersebut memiliki nilai koefisien LQ < 1 (0,81), yang artinya kontribusi sub sektor tanaman bahan makanan dalam perekoniman Kabupaten Batang lebih kecil daripada kontribusi sub sektor tersebut dalam perekonomian Provinsi Jawa Tengah. Selanjutnya,
95
sub sektor pertanian yang termasuk pada sub sektor unggulan di Kabupaten Batang yaitu: 1. Sub Sektor Perkebunan Selama periode 2004–2013, nilai koefisien LQ > 1, yang artinya kontribusi sub sektor perkebunan dalam sektor pertanian Kabupaten Batang lebih besar daripada kontribusi sub sektor tersebut dalam sektor pertanian Provinsi Jawa Tengah. 2. Sub Sektor Peternakan dan Hasilnya Selama periode 2004–2013, nilai koefisien LQ > 1, yang artinya kontribusi sub sektor peternakan dan hasilnya dalam sektor pertanian Kabupaten Batang lebih besar daripada kontribusi sub sektor tersebut dalam sektor pertanian Provinsi Jawa Tengah. 3. Sub Sektor Kehutanan Selama periode 2004–2013, nilai koefisien LQ > 1, yang artinya kontribusi sub sektor kehutanan dalam sektor pertanian Kabupaten Batang lebih besar daripada kontribusi sub sektor tersebut dalam sektor pertanian Provinsi Jawa Tengah. 4. Sub Sektor Perikanan Selama periode 2004–2013, nilai koefisien LQ > 1, yang artinya kontribusi sub sektor perikanan dalam sektor pertanian Kabupaten Batang lebih besar daripada kontribusi sub sektor tersebut dalam sektor pertanian Provinsi Jawa Tengah.
96
5.4. Pertumbuhan PDRB ADHK Sektor Pertanian Kabupaten Batang dan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2004-2013 Berdasarkan nilai riil PDRB sektor pertanian Kabupaten Batang pada tahun 2004 atas dasar harga konstan tahun 2000 adalah sebesar Rp 518,43 miliar dan meningkat pada tahun 2013 menjadi Rp 668,02 miliar, sehingga pada periode 2004-2013 terjadi peningkatan sekitar Rp 149,59 miliar. Persentase pertumbuhan PDRB sektor pertanian Kabupaten Batang pada periode 2004 hingga 2013 menunjukkan peningkatan sebesar 28,85 persen (Tabel 14). Dari tabel tersebut terlihat jelas bahwa persentase pertumbuhan sub sektor pertanian tertinggi adalah pada sub sektor perikanan yaitu sebesar 92,14 persen, dengan nilai peningkaan sebesar Rp 30,77 miliar. Sub sektor perikanan memiliki pertumbuhan tertinggi karena didukung oleh faktor geografis yaitu terletak di daerah pesisir dan dilalui oleh jalur pantura, serta semakin meningkatnya jumlah budidaya perikanan oleh masyarakat. Daerah pesisir merupakan daerah yang sangat potensial dalam memproduksi komoditi perikanan. Sementara persentase petumbuhan terendah terjadi pada sub sektor tanaman perkebunan, yaitu 6,48 persen dengan peningkatan nilai sebesar Rp 7,54 miliar. Semua sub sektor pertanian dari tahun 2004 – 2013 mengalami peningkatan
nilai
dan
mengalami
pertumbuhan.
Adapun
tabel
pertumbuhan PDRB sektor pertanian Kabupaten Batang, yaitu sebagai berikut :
97
Tabel 14. Perubahan PDRB Sektor Pertanian Kabupaten Batang Menurut Lapangan Usaha Berdasarkan Harga Konstan 2000, Tahun 2004 dan 2013 (juta rupiah) Lapangan Usaha 1. Tanaman Bahan Makanan 2. Tanaman Perkebunan 3. Peternakan dan Hasilnya 4. Kehutanan 5. Perikanan Jumlah Total PDRB
Tahun 2004 285.439,23 116.472,63 69.820,27 13.302,86 33.397,69 518.432,68
2013 369.286,75 124.014,29 92.584,22 17.969,14 64.169,46 668.023,86
∆ PDRB 83.847,52 7.541,66 22.763,95 4.666,28 30.771,77 149.591,18
Persen % ∆ PDRB 29,37 6,48 32,60 35,08 92,14 28,85
Sumber : BPS Kabupaten Batang, 2005, 2009 dan 2013 (diolah)
Dari data pada Tabel di atas terlihat sub sektor yang mengalami peningkatan nilai tertinggi adalah sub sektor tanaman bahan makanan, yaitu sebesar Rp 83.847,52 miliar. Hal tersebut dikarenakan nilai output yang dihasilkan pada sektor ini sangat besar jika dibandingkan dengan sub sektor pertanian lainnya. Selanjutnya, sub sektor yang memiliki peningkatan nilai terendah adalah sub sektor kehutanan, yaitu sebesar Rp 4.666,28 miliar. Hal ini dikarenakan nilai output yang dihasilkan pada sub sektor ini lebih kecil jika dibandingkan dengan sub sektor pertanian lainnya. Peningkatan sub sektor lainnya, yaitu sub sektor tanaman perkebunan; sub sektor peternakan dan hasilnya; dan sub sektor perikanan masing-masing sebesar Rp 7.541,66 miliar; Rp 22.763,95 miliar; dan 30.771,77 miliar Sementara itu, hal yang sama juga terjadi pada Provinsi Jawa Tengah, pada tahun 2004 nilai riil PDRB sektor pertanian Provinsi Jawa Tengah atas dasar harga konstan 2000 adalah sebesar Rp 28,61 triliun dan meningkat pada tahun 2013 menjadi Rp 37,51 triliun, dengan peningkatan
98
nilai sebesar Rp 8,90 triliun. Pada Tabel 15 terlihat bahwa persentase pertumbuhan sub sektor pertanian tertinggi adalah pada sub sektor peternakan dan hasilnya, yaitu sebesar 75,23 persen. Hal tersebut dikarenakan pemerintah telah mengupayakan pembinaan dan pelatihan peternakan, serta pemberian fasilitas pendukung. Sementara itu, sub sektor pertanian yang memiliki persentase pertumbuhan terendah adalah sub sektor perikanan. Hal tersebut dikarenakan sub sektor ini hanya berkembang pesat dan berpotensi pada wilayah pesisir. Karena tidak semua daerah di Provinsi Jawa Tengah memiliki wilayah pesisir. Persentase pertumbuhan sub sektor lainnya selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 15 sebagai berikut : Tabel 15. Perubahan PDRB Sektor Pertanian Provinsi Jawa Tengah Menurut Lapangan Usaha Berdasarkan Harga Konstan 2000, Tahun 2004 dan 2013 (juta rupiah) Lapangan Usaha
Tahun 2004
2013
∆ PDRB
1. Tanaman Bahan Makanan 20.679.734,58 25.777.283,67 5.097.549,09 2. Tanaman Perkebunan 2.634.349,91 3.559.549,75 925.199,84 3. Peternakan dan Hasilnya 3.076.706,09 5.391.172,08 2.314.465,99 4. Kehutanan 468.457,78 647.386,14 178.928,36 5. Perikanan 1.746.988,92 2.138.565,98 391.577,06 Jumlah Total PDRB 28.606.237,28 37.513.957,62 8.907.720,34
Persen % ∆ PDRB 24,65 35,12 75,23 38,20 22,41 31,14
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, 2005, 2009 dan 2013 (diolah)
Dari data pada Tabel di atas, sub sektor yang memiliki perubahan nilai tertinggi dan terendah adalah sub sektor tanaman bahan makanan dan sub sektor kehutanan dengan masing-masing nilai sebesar Rp 5,10 triliun dan Rp 178,93 miliar. Sub sektor tanaman bahan makanan memiliki perubahan nilai tertinggi karena sebagian besar pertanian di jawa tengah 99
mengupayakan komoditi dari sub sektor tersebut, seperti padi, palawija, buah-buahan dan sayur-sayuran, serta sebagian besar petani di Jawa Tengah mengupayakan komoditi tersebut, sehingga nilai output yang dihasilkan pada sektor ini menjadi besar. Besarnya perubahan nilai sub sektor lainnya seperti sub sektor tanaman perkebunan; sub sektor peternakan dan hasilnya; dan sub sektor kehutanan, masing-masing sebesar Rp 925,20 miliar; Rp 2,31 triliun; dan Rp 178,93 miliar.
5.5. Pertumbuhan dan Dayasaing Masing-Masing Sub Sektor Pertanian Berdasarkan Analisis Shift Share (SS) 5.5.1. Sub Sektor Tanaman Bahan Makanan Di Kabupaten Batang sub sektor tanaman bahan makanan merupakan bukan sub sektor unggulan yang ditunjukkan dengan nilai koefisien LQ < 0 (0,81), yang artinya kontribusi sub sektor tanaman bahan makanan dalam perekoniman Kabupaten Batang lebih kecil daripada kontribusi sub sektor tersebut dalam perekonomian Provinsi Jawa Tengah. Sedangkan berdasarkan analisis Shift Share sub sektor ini memiliki nilai pertumbuhan proporsional (PP) negatif (-6,49 persen), yang artinya sub sektor tanaman bahan makanan di Kabupaten Batang memiliki pertumbuhan yang lambat. Hal tersebut ditunjukkan dengan laju pertumbuhan sub sektor ini lima tahun terakhir yaitu tahun 2008 – 2012 semakin menurun, dapat dilihat pada Gambar 15 sebagai berikut:
100
(%)
Gambar 16. Grafik Laju Pertumbuhan Sub Sektor Bahan Makanan Tahun 2008 – 2012.
Sumber: BPS Kabupaten Batang, 2012 (diolah) Dari grafik di atas terlihat jelas sub sektor tanaman bahan makanan mengalami penurunan setiap tahunnya. Sementara itu jika dilihat dari konstribusinya sub sektor ini juga mengalami penurunan setiap tahunnya.
(%)
Gambar 17. Grafik Konstribusi Sub Sektor Bahan Makanan Tahun 2008 – 2012. Sumber: BPS Kabupaten Batang, 2012 (diolah)
Dari grafik di atas terlihat jelas konstribusi sub sektor ini setiap tahunnya mengalami penurunan kontribusi. Hal ini terjadi karena produksi komoditi-komoditi sub sektor ini mengalami penurunan jumlah produksi. Komoditi utama sub sektor ini adalah padi yang lima tahun terakhir (2008-
101
2012) cenderung mengalami penurunan jumlah produksi yang dapat dilihat pada grafik sebagai berikut :
Gambar 18. Grafik Produksi Padi Tahun 2008 – 2012 (Kw). Sumber: BPS Kabupaten Batang, 2012 (diolah)
Pada gambar 17 tersebut terlihat jelas pada tahun 2008 jumlah produksi padi sebesar 2.113.990 Kw dan pada tahun 2009 sebesar 2.028.842 Kw sehingga mengalami penurunan sebesar 85.147 Kw di tahun 2009. Di tahun 2010 jumah produksi meningkat 126.566 Kw menjadi 2.155.408 Kw. Pada tahun selanjutnya tahun 2011 dan 2012 kembali mengalami penurunan jumlah produksi. Kemudian hal yang sama juga terjadi pada komodi palawija yang hampir setiap tahunnya pengalami penurunan jumlah produksi, selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 18 sebagai berikut :
102
Gambar 19. Grafik Produksi Palawija Tahun 2008 – 2012. Sumber: BPS Kabupaten Batang, 2012 (diolah)
Dari gambar di atas, produksi komoditi palawija yang terdiri dari jagung, ketela pohon, ketela rambat, kacang tanah, kedelai, kacang hijau, dan kentang setiap tahunnya cenderung mengalami penurunan. Hal tersebut tentunya perlu adanya perhatian dari pemerintah untuk meningkatkan jumlah produksi komoditi-komoditi tersebut, mengingat besarnya kontribusi sub sektor ini terhadap PDRB di Kabupaten Batang. Berdasarkan komponen pertumbuhan pangsa wilayah (PPW) sub sektor tanaman bahan makanan memiliki nilai PPW positif (4,72 persen), yang artinya sub sektor ini memiliki daya saing yang baik. Hal ini ditunjukkan bahwa Kabupaten Batang merupakan produsen padi. Sebesar 28,44 persen (22.433,13 Ha) dari total luas wilayah Kabupaten Batang dimanfaatkan untuk lahan sawah (BPS Kabupaten Batang, 2012). Selain itu, Secara geografis kondisi wilayah Kabupaten Batang merupakan 103
kombinasi antara daerah pantai, dataran rendah dan pegunungan sehingga komoditi yang dihasilkan beragam. Jika, dilihat dari nilai pergeseran bersih (PB), sub sektor ini memiliki nilai PB negatif (-1,76) yang artinya sub sektor tanaman bahan makanan di Kabupaten Batang memiliki pertumbuhan yang tidak progressive.
5.5.2. Sub Sektor Tanaman Perkebunan Di Kabupaten Batang sub sektor tanaman perkebunan merupakan sub sektor unggulan yang ditunjukkan dengan nilai koefisien LQ > 0 (2,03), yang artinya kontribusi sub sektor tanaman perkebunan dalam perekoniman Kabupaten Batang lebih besar daripada kontribusi sub sektor tersebut dalam perekonomian Provinsi Jawa Tengah. Sedangkan berdasarkan analisis Shift Share sub sektor ini memiliki nilai pertumbuhan proporsional (PP) positif (3,98 persen), yang artinya sub sektor tanaman perkebunan di Kabupaten Batang memiliki pertumbuhan cepat. Hal tersebut ditunjukkan dengan meningkatnya kontribusi sub sektor ini terhadap PDRB Kabupaten Batang pada lima tahun terakhir yaitu tahun 2008-2012, selengkapnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
(%)
Gambar 20. Grafik Laju Kontribusi Sub Sektor Tanaman Perkebunan Terhadap PDRB Kabupaten Batang Tahun 2008 – 2012. Sumber: BPS Kabupaten Batang, 2012 (diolah)
104
Pada Gambar 19 tersebut, terlihat jelas kontribusi sub sektor ini setiap tahunnya cenderung meningkat. Pada tahun 2008 sub sektor ini memiliki kontribusi terhadap PDRB ADHK sebesar 17,57 persen; pada tahun 2009 mengalami peningkatan kontribusi menjadi 17,95 persen. Namun, pada tahun 2010 mengalami penurunan kontribusi menjadi 17,63 persen. Di tahun selanjutnya, tahun 2011 dan 2012 kembali mengalami peningkatan kontribusi terhadap PDRB ADHK masing-masing menjadi 18,18 persen dan 18,45 persen. Berdasarkan komponen pertumbuhan pangsa wilayah sub sektor tanaman perkebunan memiliki nilai PPW negatif (-28,65 persen), yang artinya sub sektor ini tidak memiliki daya saing dibandingkan daerah lain di Provinsi Jawa tengah. Hal tersebut dikarenakan komoditi yang dihasilkan dari sub sektor ini kurang memiliki keunggulan komparatif, yang di antaranya sebagian besar komoditi ini merupakan usaha skala kecil yang lokasinya tersebar, pemanfaatan lahan untuk komoditi-komoditi sub sektor ini masih kecil sehingga komoditi yang dihasilkan relatif rendah. Jika, dilihat dari nilai pergeseran bersih (PB), sub sektor ini memiliki nilai PB negatif (-24,66) yang artinya sub sektor tanaman perkebunan di Kabupaten Batang memiliki pertumbuhan yang tidak progressive.
5.5.3. Sub Sektor Peternakan dan Hasilnya Di Kabupaten Batang sub sektor peternakan dan hasilnya merupakan sub sektor unggulan yang ditunjukkan dengan nilai koefisien
105
LQ > 0 (1,04), yang artinya kontribusi sub sektor peternakan dan hasilnya dalam perekoniman Kabupaten Batang lebih besar daripada kontribusi sub sektor tersebut dalam perekonomian Provinsi Jawa Tengah. Sedangkan berdasarkan analisis Shift Share sub sektor ini memiliki nilai pertumbuhan proporsional (PP) positif (44,09 persen), yang artinya sub sektor peternakan dan hasilnya di Kabupaten Batang memiliki pertumbuhan cepat. Hal tersebut tercermin dari laju kontribusi sub sektor ini terhadap PDRB Kabupaten Batang lima tahun terakhir (2008-2012) semakin meningkat setiap tahunnya.
(%)
Gambar 21. Grafik Laju Kontribusi Sub Sektor Tanaman Perkebunan Terhadap PDRB Kabupaten Batang Tahun 2008 – 2012. Sumber: BPS Kabupaten Batang, 2012 (diolah)
Dari grafik di atas terlihat jelas dari tahun 2008–2012 setiap tahunnya sub sektor ini mengalami peningkatan kontribusi terhadap PDRB Kabupaten Batang. Kontribusi rata-rata setiap tahunnya yaitu sebesar 12,89 persen. Sedangkan laju pertumbuhan rata-rata pada tahun 2008 – 2012, yaitu sebesar 4,19 persen (BPS Kabupaten, 2012). Berdasarkan komponen pertumbuhan pangsa wilayah sub sektor peternakan dan hasilnya memiliki nilai PPW negatif (-42,62 persen), yang artinya sub sektor ini tidak memiliki daya saing dibandingkan daerah lain 106
di Provinsi Jawa tengah. Hal tersebut dikarenakan komoditi yang dihasilkan dari sub sektor ini kurang memiliki keunggulan komparatif. Usaha peternakan di Kabupaten Batang pada umumnya masih berskala kecil dan wilayahnya tersebar. Jika, dilihat dari nilai pergeseran bersih (PB), sub sektor ini memiliki nilai PB positif (1,46) yang artinya sub sektor peternakan dan hasilnya di Kabupaten Batang memiliki pertumbuhan yang progressive.
5.5.4. Sub Sektor Kehutanan Di Kabupaten Batang sub sektor kehutanan merupakan sub sektor unggulan yang ditunjukkan dengan nilai koefisien LQ > 0 (1,52), yang artinya kontribusi sub sektor kehutanan dalam perekoniman Kabupaten Batang lebih besar daripada kontribusi sub sektor tersebut dalam perekonomian Provinsi Jawa Tengah. Sedangkan berdasarkan analisis Shift Share sub sektor ini memiliki nilai pertumbuhan proporsional (PP) positif (7,06 persen), yang artinya sub sektor Kehutanan di Kabupaten Batang memiliki pertumbuhan cepat. Hal tersebut tercermin dari laju kontribusi sub sektor ini terhadap PDRB Kabupaten Batang lima tahun terakhir (2008-2012) yang dapat dilihat pada gambar grafik di bawah ini : (%)
Gambar 22. Grafik Laju Kontribusi Sub Kehutanan Terhadap PDRB Kabupaten Batang Tahun 2008 – 2012. Sumber: BPS Kabupaten Batang, 2012 (diolah)
107
Dari Gambar 21 tersebut, terlihat kontribusi sub sektor kehutanan terhadap PDRB Kabupaten Batang dari tahun 2008 – 2012 masing-masing yaitu 2,74 persen pada tahun 2008; 2,66 persen pada tahun 2009; 2,71 persen pada tahun 2010; 2,76 persen pada tahun 2011; dan 2,73 persen pada tahun 2012. Sedangkan laju pertumbuhan rata-rata dari tahun 2008 – 2012 adalah sebesar 2,14 persen. Berdasarkan komponen pertumbuhan pangsa wilayah sub sektor peternakan dan hasilnya memiliki nilai PPW negatif (-3,12 persen), yang artinya sub sektor ini kurang memiliki daya saing dibandingkan daerah lain di Provinsi Jawa tengah. Hal ini terkait jumlah luas lahan hutan di Kabupaten Batang lebih kecil jika di bandingkan daerah lain di Provinsi Jawa Tengah dan tingginya ilegal loging yang tercermin dari banyaknya kerusakan hutan di sana. Jika, dilihat dari nilai pergeseran bersih (PB), sub sektor ini memiliki nilai PB positif (3,94) yang artinya sub sektor kehutanan di Kabupaten Batang memiliki pertumbuhan yang progressive.
5.5.5. Sub Sektor Perikanan Di Kabupaten Batang sub sektor perikanan merupakan sub sektor unggulan yang ditunjukkan dengan nilai koefisien LQ > 0 (1,46), yang artinya kontribusi sub perikanan dalam perekoniman Kabupaten Batang lebih besar daripada kontribusi sub sektor tersebut dalam perekonomian Provinsi Jawa Tengah. Sedangkan berdasarkan analisis Shift Share sub sektor ini memiliki nilai pertumbuhan proporsional (PP) negatif (8,72 persen), yang artinya sub sektor perikanan di Kabupaten Batang memiliki pertumbuhan lambat. Hal tersebut tercermin dari laju pertumbuhan sub 108
sektor ini terhadap PDRB Kabupaten Batang lima tahun terakhir (20082012) cenderung menurun, selengkapnya dapat dilihat pada gambar grafik sebagai berikut :
(%)
Gambar 23. Grafik Laju pertumbuhan Sub Sektor Perikanan Kabupaten Batang Tahun 2008 – 2012. Sumber: BPS Kabupaten Batang, 2012 (diolah)
Pada gambar grafik di atas terlihat pada tahun 2008 sub sektor perikanan mengalami pertumbuhan sebesar 5,01 persen kemudian pada tahun 2009 sub sektor ini mengalami penurunan tajam sebesar -0,18 persen di bandingkan tahun sebelumnya. Selanjutnya pada tahun 2010 mengalami pertumbuhan kembali sebesar 6,53 persen. Pada tahun selanjutnya, kembali mengalami penurunan 6,05 persen pada tahun 2011 dan 5,70 persen pada tahun 2012. Berdasarkan komponen pertumbuhan pangsa wilayah sub sektor perikanan memiliki nilai PPW positif (69,72 persen), yang artinya sub sektor ini memiliki daya saing yang baik dibandingkan daerah lain di Provinsi Jawa tengah. Secara geografis Kabupaten memiliki keunggulan komparatif jika dibandingkan daerah lain dilihat dari sub sektor perikanan. Kabupaten Batang merupakan daerah yang memiliki wilayah pesisir dan dilalui jalur pantura yang tentunya komoditi perikanan sangat potensial
109
dan strategis untuk dikembangkan. Daerah pesisir merupakan daerah yang memiliki kekayaan laut yang melimpah. Jika, dilihat dari nilai pergeseran bersih (PB), sub sektor ini memiliki nilai PB positif (61,00) yang artinya sub sektor kehutanan di Kabupaten Batang memiliki pertumbuhan yang progressive.
5.6. Rumusan Prioritas Pengembangan Sub Sektor Pertanian Dalam Pembangunan Daerah Di Kabupaten Batang. Berdasarkan hasil analisis Location Quotient (LQ) hampir semua sub sektor pertanian termasuk sub sektor unggulan, terkecuali sub sektor tanaman bahan makanan, yang artinya kontribusi masing-masing sub sektor unggulan tersebut dalam perekoniman Kabupaten Batang lebih besar daripada kontribusi sub sektor tersebut dalam perekonomian Provinsi Jawa Tengah. Dalam upaya meningkatkan peran sub sektor pertanian terhadap pertumbuhan sektor pertanian di Kabupaten Batang, Pemerintah Kabupaten Batang perlu memprioritaskan sub sektor unggulan. Sub sektor unggulan yang perlu diprioritaskan Pemerintah dalam pembangunan daerah Kabupaten Batang dapat dilihat dalam analisis lebih lanjut, yaitu perbandingan pergeseran bersih dan daya saingnya. Adapun analisisnya dapat dilihat pada Tabel 16 sebagai berikut :
110
Tabel 16. Perbandingan Pergeseran Bersih dan Dayasaing Sub Sektor Pertanian di Kabupaten Batang Tahun 2004 dan 2013 (juta rupiah) Sektor Ekonomi
Peringkat Sektor Unggulan (LQ)
1. Tanaman Bahan Makanan 2. Tanaman Perkebunan 3. Peternakan dan Hasilnya 4. Kehutanan 5. Perikanan
Nonunggulan Unggulan Unggulan Unggulan Unggulan
Dayasaing (PPW) % 4,72 (28,65) (42,62) (3,12) 69,72
Pergeseran Bersih (PB) % (1,76) (24,66) 1,46 3,94 61,00
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, 2005, 2009 dan 2013 (diolah)
Berdasarkan hasil analisis di atas, sub sektor pertanian yang memiliki daya saing adalah sub sektor tanaman bahan makanan dengan nilai PPW 4,72 dan sub sektor perikanan dengan nilai PPW 69,72, yang di tunjukkan dengan nilai PPW positif. Sementara sub sektor lainnya tidak memiliki daya saing karena memiliki nilai PPW negatif. Selanjutnya sub sektor pertanian yang meiliki pertumbuhan progressive adalah sub sektor peternakan dan hasilnya dengan nilai PB 1,46; sub sektor kehutanan dengan nilai PB 3,94; dan sub sektor perikanan dengan nilai PB 61,00. Ketiga sub sektor tersebut memiliki nilai PB yang positif. Selebihnya sub sektor tanaman bahan makanan dan sub sektor perkebunan memiliki nilai PB negatif. Sub sektor pertanian yang memiliki dayasaing yang baik dan pertumbuhan progressive adalah sub sektor perikanan. Berdasarkan Tabel 16, maka dalam pembangunan daerah di Kabupaten Batang pemerintah perlu merumuskan prioritas pembangunan karena mengingat keterbatasan APBD. Dengan penentuan prioritas tersebut diharapkan pembangunan daerah dapat terlaksanan dengan efektif, sehingga
111
dapat mendorong pertumbuhan sektor pertanian dan sektor perekonomian lainnya. Sektor pertanian di Kabupaten Batang memiliki peranan yang sangat besar dalam perekonomian disana. Selain memberi kontribusi yang sangat besar terhadap PDRB, sektor ini juga merupakan matapencaharian utama sebagian besar penduduk di Kabupaten Batang. Adapun yang perlu dijadikan prioritas pertama dalam pembangunan pertanian di Kabupaten Batang adalah sub sektor perikanan, karena sektor ini selain memilki daya saing terbaik juga memiliki pertumbuhan yang sangat progressive. Selanjutnya prioritas ke dua adalah sub sektor tanaman bahan makanan, karena walaupun pertumbuhannya kurang progressive, namun sektor ini memiliki daya saing yang baik. Prioritas ke tiga adalah sub sektor kehutanan, karena sub sektor ini memiliki pertumbuhan yang progressive dan daya saingnya tidak terlalu rendah. Prioritas ke empat adalah sub sektor peternakan dan hasilnya, karena sub sektor ini walaupun memiliki daya saing kurang baik namun memiliki pertumbuhan yang progressive. Kemudian yang perlu dijadikan prioritass ke lima adalah sub sektor tanaman perkebunan, karena sub sektor ini memiliki daya saing terendah dan tidak memiliki pertumbuhan progressive.
112
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Dengan menggunakan metode Location Quotient (LQ), sektor pertanian termasuk kedalam sektor unggulan di Kabupaten Batang dengan nilai koefisien LQ 1,37. Sedangkan dengan pendekatan analisis shift share sektor pertanian memiliki pertumbuhan yang lambat dengan nilai PP negatif (-33,16). Jika dilihat dari daya saingnnya, sektor pertanian tidak memiliki daya saing yang baik, dengan nilai PPW negatif (-2.28). Selanjutnya berdasarkan profil pertumbuhan sektor-sektor ekonomi Kabupaten Batang, sektor pertanian berada pada posisi kuadran III atau sektor terbelakang dalam perekonomian di Kabupaten Batang. 2. Sub sektor pertanian yang termasuk kedalam sub sektor pertanian unggulan di Kabupaten Batang pada periode 2004-2013 adalah sub sektor tanaman perkebunan, sub sektor peternakan dan hasilnya, sub sektor kehutanan, dan sub sektor perikanan. Berdasarkan pendekatan analisis sihft share masing-masing sub sektor pertanian di Kabupaten Batang memiliki pertumbuhan dan daya saing yang berbeda-beda. Adapun pertumbuhan dan daya saing masing-masing sub sektor pertanian, yaitu : 1) Sub sektor tanaman bahan makanan, memiliki pertumbuhan yang lambat dengan nilai PP negatif (-6,49). Sektor ini memiliki daya saing 113
yang baik dengan nilai PPW positif (4,72). Jika dilihat dari nilai pergeseran bersih (PB) sektor ini memiliki pertumbuhan yang tidak progressive, dengan nilai PB < 0 (-1,73). 2) Sub sektor tanaman perkebunan memiliki pertumbuhan yang cepat dengan nilai PP positif (3,98). Sektor ini tidak memiliki daya saing yang baik dengan nilai PPW negatif (-28,65). Jika dilihat dari nilai pergeseran bersih (PB) sektor ini memiliki pertumbuhan yang tidak progressive, ditunjukkan dengan nilai PB < 0 (-24,66). 3) Sub sektor peternakan dan hasilnya memiliki pertumbuhan yang cepat dengan nilai PP positif (44,09). Sektor ini tidak memiliki daya saing yang baik dengan nilai PPW negatif (-42,62). Jika dilihat dari nilai pergeseran bersih (PB) sektor ini memiliki pertumbuhan yang progressive, ditunjukkan dengan nilai PB > 0 (1,46). 4) Sub sektor kehutanan memiliki pertumbuhan yang cepat dengan nilai PP positif (7,06). Sektor ini tidak memiliki daya saing yang baik dengan nilai PPW negatif (-3,12). Jika dilihat dari nilai pergeseran bersih (PB) sektor ini memiliki pertumbuhan yang progressive, ditunjukkan dengan nilai PB > 0 (3,94). 5) Sub sektor perikanan memiliki pertumbuhan yang lambat dengan nilai PP negatif (-8,72). Sektor ini memiliki daya saing yang baik dengan nilai PPW positif (69,72). Jika dilihat dari nilai pergeseran bersih (PB) sektor ini memiliki pertumbuhan yang progressive, yang ditunjukkan dengan nilai PB > 0 (61,00).
114
3. Dengan menggunakan perbandingan pergeseran bersih dan daya saing serta mempertimbangkan terbatasnya APBD, maka pembangunan pertanian
di
Kabupaten
Batang
dapat
dirumuskan
berdasarkan
prioritasnya. Adapun rumusan prioritasnya yaitu: sub sektor perikanan dijadikan prioritas pertama, sub sektor tanaman bahan makanan dijadikan prioritas ke dua, sub sektor kehutanan dijadikan prioritas ke tiga, sub sektor peternakan dan hasilnya dijadikan prioritas ke empat, selanjutnya sub sektor tanaman perkebunan dijadikan prioritas ke lima,
6.2. Saran Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat diberikan saran sebagai berikut: 1. Dalam upaya peningkatan peran sektor pertanian dalam pembangunan daerah di Kabupaten Batang, hendaknya pemerintah Kabupaten Batang memprioritaskan sub sektor pertanian yang memiliki daya saing yang baik dan memiliki pertumbuhan progressive (sub sektor perikanan dan sub sektor tanaman bahan makanan) karena sangat potensial untuk dikembangkan, dengan cara mengalokasikan dana yang tepat kepada sub sektor tersebut, sehingga akan dapat meningkatkan kontribusi terhadap PDRB Kabupaten Batang. 2. Pemerintah Kabupaten Batang diharapkan dapat lebih memperhatikan sektor pertanian. Mengingat sektor pertanian dalam profil pertumbuhan sektor-sektor perekonomian Kabupaten Batang menempati posisi terbelakang, upaya yang perlu dilakukan oleh pemerintah adalah dengan mendorong pertumbuhan sektor ini, sehingga kedepannya selain laju
115
pertumbuhannya semakin progressive juga akan meningkatkan daya saing sektor ini. Dengan majunya sektor pertanian tentunya dapat mendorong pertumbuhan sektor lain. 3. Pemerintah juga perlu memperhatikan sub sektor pertanian yang pertumbuhannya lambat dan daya sainnya rendah dengan melakukan upaya yang dapat mendorong pertumbuhan dan daya saing sub sektor tersebut agar kedepannya dapat tumbuh optimal dan daya saingnya meningkat.
Upaya
yang
perlu
dilakukan
antara
lain
dengan
meningkatkan infrastruktur masing-masing sub sektor pertanian, mengoptimalkan penyuluhan pertanian untuk mendorong peningkatan produksi dan produktifitas hasil pertanian di masing-masing sub sektor, membenahi kelembagaan pertanian. Upaya tersebut dilakukan agar nilai output sektor pertanian dapat meningkat sehingga kontribusi terhadap PDRB Kabupaten Batang juga meningkat.
116
DAFTAR PUSTAKA
Adisasmita, R. 2006. Pembangunan Kelautan dan Kewilayahan. Graha Ilmu. Yogyakarta. Adisasmita, R. 2008. Pengembangan Wilayah: Konsep dan Teori. Graha Ilmu. Yogyakarta. Arsyad, L. 1999. Ekonomi Pembangunan. STIE. Yayasan Keluarga Pahlawan. Yogyakarta. Arsyad, L. 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah. BPFE – UGM. Yogyakarta. Arsyad, L., 2004. Ekonomi Pembangunan. Bagian Penerbit Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN. Yogyakarta. BAPEDA., 2014. Evaluasi Rencana Pembangunan Jangka Menegah Daerah (RPJMD) Kabupaten Batang Tahun 2013. BAPEDA Kabupaten Batang. Modul Isian Daerah untuk Simrenas. Bappenas, 2003. http://www.bappenas.go.id/files/3813/5230/1299/modul-isiansimrenas__20081122231253__947__0.pdf. Diakses pada tanggal 10 September 2014. Boediono. 1982. Teori Pertumbuhan Ekonomi. Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. BPS., 2005. Batang dalam Angka 2005. BPS Kabupaten Batang. BPS., 2005. Produk Domestik Regional Bruto Jawa Tengah 2005. BPS Provinsi Jawa Tengah. BPS., 2007. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Batang 2007. BPS Kabupaten Batang. BPS., 2008. Batang dalam Angka 2008. BPS Kabupaten Batang. BPS., 2009. Produk Domestik Regional Bruto Jawa Tengah 2009. BPS Provinsi Jawa Tengah. BPS., 2012. Batang dalam Angka 2012. BPS Kabupaten Batang. BPS., 2012. Produk Domestik Regional Bruto Jawa Tengah 2012. BPS Provinsi Jawa Tengah.
117
BPS., 2012. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Batang 2012. BPS Kabupaten Batang. BPS., 2012. Tinjauan PDRB Kabupaten/Kota Se Jawa Tengah 2012. BPS Provinsi Jawa Tengah. BPS., 2013. Jawa Tengah dalam Angka 2013. BPS Provinsi Jawa Tengah. Budiharsono, Sugeng. 2001. Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan. PT Pradnya Paramita. Jakarta. Dewi, Noeke Korsiska. 2008. Pembangunan Wilayah Kecamatan Berbasis Komoditi Pertanian di Kabupaten Ponorogo. Skripsi pada Prodi Sosial Ekonomi Pertanian/Agribisnis Fakultas Pertanian USM Surakarta: tidak diterbitkan. Hendriyani, Ayu Sri Utami. 2012. Analisis Sektor-Sektor Unggulan Pada Perekonomian Kabupaten Cirebon (Periode 2005-2010). Skripsi pada Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB Bogor: tidak diterbitkan. Jamallia, Jelita Septina. 2011. Studi Pengembangan Wilayah Kota Tangerang Selatan Melalui Sektor-Sektor Unggulan. Skripsi pada Prodi Agribisnis Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: tidak diterbitkan. Jhingan, M.L. 2004. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan Wilayah. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Kamaluddin, R., 1998. Pengantar Ekonomi Pembangunan: Dilengkapi dengan Analisis Beberapa Aspek Pembangunan Ekonomi Nasional. Lembaga Penelitian Fakultas Ekonomi UI. Jakarta. Lusminah., 2008. Analisis Potensi Wilayah Kecamatan Berbasis Komoditi Pertanian Dalam Pembangunan Daerah di Kabupaten Cilacap. Skripsi pada Prodi Sosial Ekonomi Pertanian/Agribisnis Fakultas Pertanian USM Surakarta: tidak diterbitkan. Murhaini, H. Suriansyah. 2009. Kewenangan Pemerintah Daerah Mengurus Bidang Pertanahan. LaksBang Justitia. Surabaya. Priyarsono, D.S, Sahara, dan Muhammad, F. 2007. Ekonomi Regional. Universitas Terbuka. Jakarta. Putong, I. 2003. Pengantar Ekonomi Micro dan Macro. Ghalia Indonesia. Jakarta. Soekartawi, 1990. Prinsip Dasar Perencanaan Pembangunan. CV Rajawali. Jakarta.
118
Soekartawi. 1996. Pembangunan Pertanian untuk Mengentaskan Kemiskinan. UI Press. Jakarta. Soenarto, 2001. Otonomi Daerah dan Pelayanan Publik. http://www.pu.go.id/itjen/buletin/3031otoda.htm. Diakses pada tanggal 5 Agustus 2014. Suryana. 2000. Ekonomi Pembangunan: Problematika dan Pendekatan. Salemba Empat. Jakarta. Tambunan, T.T.H., 2001. Perekonomian Indonesia: Teori dan Temuan Empiris. Ghalia Indonesia. Jakarta. Tarigan, Robinson. 2005. Ekonomi Regional: Teori dan Aplikasi. Edisi Revisi. PT Bumi Aksara. Jakarta. Usman, W., Isnan F.N., dan Bayu M., 2001. Pembangunan Pertanian di Era Globalisasi. LP2KP Pustaka Karya. Yogyakarta. Wibowo, R., 2002. Pertanian dan Pangan: Bunga Rampai Prmikiran Menuju Ketahanan Pangan. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.
119
Lampiran 1 : Luas Wilayah Kecamatan Tahun 2012
Luas Wilayah Kecamatan Tahun 2012 No.
Kecamatan
Luas
Persentase
1
Wonotunggal
5.235,27
6,64
2
Bandar
7.332,80
9,30
3
Blado
7.838,92
9,94
4
Reban
4.633,38
5,88
5
Bawang
7.384,51
9,36
6
Tersono
4.932,98
6,26
7
Gringsing
7.276,64
9,23
8
Limpung
3.341,66
4,24
9
Banyuputih
4.442,50
5,63
10
Subah
8.352,17
10,59
11
Pecalungan
3.618,97
4,59
12
Tulis
4.508,78
5,72
13
Kandeman
4.175,67
5,29
14
Batang
3.434,54
4,36
15
Warungasem
2.355,38
2,99
Jumlah 78.864,17 Sumber : BPS Kabupaten Batang, 2012
100,00
120
Lampiran 2 : Luas Penggunaan Lahan Menurut Kecamatan Tahun 2012 (Ha)
Luas Penggunaan Lahan Menurut Kecamatan Tahun 2012 (Ha) No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Kecamatan Wonotunggal Bandar Blado Reban Bawang Tersono Gringsing Limpung Banyuputih Subah Pecalungan Tulis Kandeman Batang Warungasem
Lahan sawah
Bangunan Pekarangan
Tegal/ Huma
Padang Rumput
Tambak
Hutan Rakyat/ Negara
Perkebunan
Lainnya
Jumlah
1.726,43 2.412,74 1.139,98 1.461,25 1.691,41 1.908,71 1.921,86 1.878,87 622,36 1.168,68 1.031,64 1.334,12 1.591,65 1.396,20 1.147,23
868,08 1.413,30 410,18 516,64 399,51 540,08 799,69 597,73 467,06 676,36 875,21 650,44 1.082,20 1.357,22 847,36
954,37 1.846,28 2.009,12 1.842,39 2.431,58 1.569,50 1.543,20 565,89 1.582,83 2.175,43 1.378,81 1.359,74 1.284,61 335,17 285,52
-
1,50 0,02 1,64 1,21 67,36 0,08 31,39 2,00 19,04 12,20 3,70
1.487,58 632,58 2.709,58 368,84 2.617,35 619,64 850,70 204,63 425,66 1.894,26 201,83 181,00 -
797,87 690,78 307,00 218,00 195,75 1.903,76 1.184,55 1.664,02 210,00 -
197,31 230,01 879,28 135,62 25,45 99,30 190,07 94,46 160,03 742,03 131,48 771,48 198,17 333,75 71,57
5.235,27 7.332,80 7.838,92 4.633,38 7.384,51 4.932,98 7.276,64 3.341,66 4.442,49 8.352,17 3.618,97 4.508,78 4.175,67 3.434,54 2.355,38
2012 22.433,13 2011 22.462,41 2010 22.479,12 2009 22.479,12 Sumber : BPS Kabupaten Batang, 2012
11.501,06 11.472,28 11.456,58 11.456,58
21.164,44 21.164,44 21.164,44 21.164,44
-
140,14 140,14 139,14 139,14
12.193,65 12.193,65 12.193,65 12.193,65
7.171,73 7.171,73 7.171,73 7.171,73
4.260,01 4.259,51 4.259,50 4.259,50
78.864,16 78.864,16 78.864,16 78.864,16
Jumlah
121
Lampiran 3 : Luas Panen, Produksi dan Rata-rata Produksi Tanaman Pangan Tahun 2007-2012
Luas Panen, Produksi dan Rata-Rata Produksi Tanaman Pangan Tahun 2007 - 2012 Padi Sawah Padi Gogo Jagung Ketela Pohon Ketela Rambat Kacang Tanah Kedelai Kacang Hijau Kentang Luas Produksi Rata-rata Luas Produksi Rata-rata Luas Produksi Rata-rata Luas Produksi Rata-rata Luas Produksi Rata-rata Luas Produksi Rata-rata Luas Produksi Rata-rata Luas Produksi Rata-rata Luas Produksi Rata-rata No Tahun Panen (Kw) (Kw/Ha) Panen (Kw) (Kw/Ha) Panen (Kw) (Kw/Ha) Panen (Kw) (Kw/Ha) Panen (Kw) (Kw/Ha) Panen (Kw) (Kw/Ha) Panen (Kw) (Kw/Ha) Panen (Kw) (Kw/Ha) Panen (Kw) (Kw/Ha) (Ha) (Ha) (Ha) (Ha) (Ha) (Ha) (Ha) (Ha) (Ha) 1 2 3 4 5 6
2007 2008 2009 2010 2011 2012
40.110 41.201 42.178 44.883 43.547 38.590
2.201.931 2.108.290 2.014.567 2.152.279 1.875.569 1.552.854
54,90 51,17 47,76 47,95 43,07 40,24
115 4.142 222 5.700 544 14.275 119 3.129 5 132 195 5.850
36,02 25,68 26,24 26,29 26,30 30,00
6.491 8.306 8.873 7.451 8.261 6.781
394.683 641.185 542.096 500.430 515.239 429.730
60,80 77,20 61,10 67,16 62,37 63,37
2.246 1.732 1.826 1.733 1.401 1.151
507.008 521.822 468.208 448.060 367.706 218.008
225,74 1.392 183.270 301,28 667 94.864 256,41 542 75.185 258,55 565 74.140 262,46 375 49.500 189,41 463 72.986
131,66 1.934 21.574 142,22 1.264 22.608 138,72 1.240 19.209 131,22 614 6.880 132,00 443 4.652 157,64 370 4.180
11,16 17,89 15,49 11,21 10,50 11,30
2 12 24 8 77 1
20 102 250 73 860 13
10,00 8,50 10,42 9,13 11,17 13,00
16 25 6 4 8
112 184 48 42 82
7,00 7,36 8,00 10,50 10,24
1.951 1.570 1.432 1.274 1.272 1.215
389.150 301.316 279.207 217.729 247.050 226.118
Sumber : BPS Kabupaten Batang, 2010, 2012 & 2014
122
199,46 191,92 194,98 170,90 194,22 186,11
Lampiran 4 : Banyaknya Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas Menurut Lapangan Usaha Tahun 2012
Banyaknya Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas Menurut Lapangan Usaha Tahun 2012 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Kecamatan Wonotunggal Bandar Blado Reban Bawang Tersono Gringsing Limpung Banyuputih Subah Pecalungan Tulis Kandeman Batang Warungasem
Pertanian Pertanian Industri Tanaman Perkebunan Perikanan Peternakan Perdagangan Lainnya Pengolahan Pangan 6.202 9.337 6.416 8.158 9.309 8.409 8.287 5.982 3.386 8.243 7.144 4.704 4.815 2.679 2.431
Jumlah 95.502 Persentase 28,13 Sumber : BPS Kabupaten Batang, 2012
Jasa
Angkutan Lainnya Transportasi
Jumlah
278 601 1.014 2.249 661 64 687 72 516 950 329 405 3.009 427 20
62 138 22 15 27 25 415 41 185 239 39 309 1.925 5.484 74
278 295 191 122 1.023 464 416 264 204 221 180 322 268 293 190
271 667 2.143 187 1.994 168 275 245 154 285 179 149 161 215 28
1.860 1.971 1.766 3.551 7.054 3.467 1.719 3.638 2.584 3.191 2.512 1.612 3.514 11.669 7.673
2.380 5.381 2.637 2.286 3.649 2.252 4.429 4.433 3.676 3.392 1.779 2.859 3.306 13.106 5.327
1.647 3.431 2.202 1.308 2.471 2.018 2.453 2.561 1.998 2.757 1.071 1.971 1.618 10.852 3.001
464 1.498 801 503 637 492 1.388 1.007 864 1.389 407 1.174 525 2.006 886
1.769 3.298 1.987 1.128 1.643 1.811 3.734 2.061 1.812 2.301 1.366 2.179 2.375 8.225 2.118
15.211 26.617 19.179 19.507 28.468 19.170 23.803 20.304 15.379 22.968 15.006 15.684 21.516 54.956 21.748
11.282 3,32
9.000 2,65
4.731 1,39
7.121 2,10
57.781 17,02
60.892 17,93
41.359 12,18
14.041 4,14
37.807 11,14
339.516 100,00
123
Lampiran 5 : Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur Dari Jenis Kelamin Tahun 2012
Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dari Jenis Kelamin Tahun 2012 Kelompok Umur 00 - 04 05 - 09 10 - 14 15 - 19 20 - 24 25 - 29 30 - 34 35 - 39 40 - 44 45 - 49 50 - 54 55 - 59 60 - 64 65 - 69 70 + Jumlah
Laki-Laki
Perempuan
Jumlah
34.715
33.573
68.288
38.808
36.613
75.421
39.475
37.824
77.299
37.004
35.581
72.585
29.492
31.069
60.561
28.829
30.465
59.294
27.674
29.244
56.918
28.200
28.402
56.602
23.510
22.063
45.573
18.649
17.425
36.074
14.257
14.028
28.285
11.401
11.680
23.081
10.534
12.146
22.680
6.612
7.828
14.440
8.041
9.973
18.014
357.201
357.914
715.115
Sumber : BPS Kabupaten Batang, 2012
124
Lampiran 6 : Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Batang Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2004-2013
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Batang Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2004-2013 (Jutaan Rupiah) Lapangan Usaha 1. Pertanian 2. Pertambangan dan Penggalian 3. Industri Pengolahan 4. Listrik, Gas dan Air Minum 5. Bangunan 6. Perdagangan, Restoran dan Hotel 7. Pengangkutan dan Komunikasi 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 9. Jasa-jasa
Tahun 2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013*)
518.432,69 27.027,50 565.348,09 13.274,51 110.361,49 321.473,64 72.575,58 67.336,02 223.150,63
528.506,92 26.901,39 580.360,54 15.230,25 115.423,25 329.633,50 73.929,39 69.827,98 232.963,63
541.316,98 27.435,50 583.043,70 18.857,38 120.804,10 337.360,56 75.669,98 73.400,62 244.412,62
563.280,61 28.090,35 593.024,84 19.720,09 127.569,41 348.461,67 77.696,67 77.715,76 257.414,57
588.955,82 28.673,08 606.302,42 20.503,23 133.589,68 357.797,43 79.935,44 82.337,54 271.759,91
605.312,85 29.960,04 619.606,51 21.258,49 139.410,30 373.744,88 84.963,22 85.668,57 290.691,98
623.190,59 31.279,58 649.546,80 22.506,74 145.049,22 393.674,64 91.043,73 90.431,71 315.786,38
638.035,76 32.376,86 686.721,17 23.172,00 150.738,15 416.847,08 97.640,88 96.484,21 344.749,50
648.359,31 34.087,25 719.069,35 24.466,48 159.246,87 447.527,40 103.334,59 103.996,23 371.441,24
668.023,87 35.794,26 754.637,61 25.910,15 168.596,88 481.033,63 109.106,18 113.245,35 390.132,30
Jumlah Total PDRB 1.918.980,13 Pertumbuhan 2,07 Sumber : BPS Kabupaten Batang, 2005, 2010, 2012 & 2014
1.972.776,84 2,80
2.022.301,43 2,51
2.092.973,97 3,49
2.169.854,55 3,67
2.250.616,83 3,72
2.362.509,41 4,97
2.486.765,62 5,26
2.611.528,72 5,02
2.746.480,23 5,17
*) Angka sementara
125
Lampiran 7 : Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Jawa Tengah Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2004-2013
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Jawa Tengah Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2004-2013 (Jutaan Rupiah) Lapangan Usaha 1. Pertanian 2. Pertambangan dan Penggalian 3. Industri Pengolahan 4. Listrik, Gas dan Air Minum 5. Bangunan 6. Perdagangan, Restoran dan Hotel 7. Pengangkutan dan Komunikasi 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 9. Jasa-jasa
Tahun 2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011 r)
2012 *)
2013**)
28.606.237,28 1.330.759,58 43.995.611,83 1.065.114,58 7.448.715,40 28.343.045,24 6.510.447,43 4.826.541,38 13.663.399,59
29.924.642,25 1.454.230,59 46.105.706,52 1.179.891,98 7.960.948,49 30.056.962,75 6.988.425,75 5.067.665,70 14.312.739,86
31.002.199,11 1.678.299,61 48.189.134,86 1.256.430,34 8.446.566,35 31.816.441,85 7.451.506,22 5.399.608,70 15.442.467,70
31.862.697,60 1.782.886,65 50.870.785,69 1.340.845,17 9.055.728,78 33.898.013,93 8.052.597,04 5.767.341,21 16.479.357,72
32.880.707,86 1.851.189,43 55.348.962,88 1.408.666,12 9.647.593,00 35.226.196,01 8.581.544,49 6.218.053,96 16.871.569,54
34.101.148,13 1.952.866,70 57.444.185,45 1.489.552,65 10.300.647,63 37.766.356,61 9.192.949,90 6.701.533,13 17.724.216,37
34.956.425,39 2.091.257,42 61.387.556,40 1.614.857,68 11.014.598,60 40.054.938,34 9.805.500,11 7.038.128,91 19.029.722,65
35.399.800,56 2.193.964,23 65.439.443,00 1.711.200,96 11.753.387,92 43.159.132,59 10.645.260,49 7.503.725,18 20.464.202,99
36.712.340,43 2.355.848,88 69.012.495,82 1.820.436,99 12.573.964,87 46.719.025,28 11.486.122,63 8.206.252,08 21.961.937,06
37.513.957,62 2.504.980,10 73.092.337,30 1.973.195,73 13.449.631,46 50.209.544,03 12.238.463,10 9.073.225,04 23.044.405,96
Jumlah Total PDRB 135.789.872,31 Pertumbuhan 5,13 Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, 2005, 2010, 2012 & 2014
143.051.213,89 5,35
150.682.654,74 5,33
159.110.253,79 5,59
168.034.483,29 5,61
176.673.456,57 5,14
186.992.985,50 5,84
198.270.117,92 6,03
210.848.424,04 6,34
223.099.740,34 5,81
r) Angka revisi *) Angka sementara **) Angka sangat sementara
126
Lampiran 8 : Hasil Perhitungan Dengan Metode LQ Di Kabupaten Batang
HASIL PERHITUNGAN DENGAN METODE LQ DI KABUPATEN BATANG TAHUN 2004-2013 Lapangan Usaha 1. Pertanian 2. Pertambangan dan Penggalian 3. Industri Pengolahan 4. Listrik, Gas dan Air Minum 5. Bangunan 6. Perdagangan, Restoran dan Hotel 7. Pengangkutan dan Komunikasi 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 9. Jasa-jasa
2004 1,28 1,44 0,91 0,88 1,05 0,80 0,79 0,99 1,16
2005 1,28 1,34 0,91 0,94 1,05 0,80 0,77 1,00 1,18
2006 1,30 1,22 0,90 1,12 1,07 0,79 0,76 1,01 1,18
2007 1,34 1,20 0,89 1,12 1,07 0,78 0,73 1,02 1,19
Tahun 2008 1,39 1,20 0,85 1,13 1,07 0,79 0,72 1,03 1,25
2009 1,39 1,20 0,85 1,12 1,06 0,78 0,73 1,00 1,29
2010 1,41 1,18 0,84 1,10 1,04 0,78 0,73 1,02 1,31
2011 1,44 1,18 0,84 1,08 1,02 0,77 0,73 1,03 1,34
2012 1,43 1,17 0,84 1,09 1,02 0,77 0,73 1,02 1,37
2013*) 1,45 1,16 0,84 1,07 1,02 0,78 0,72 1,01 1,38
Rata-rata Keterangan LQ 1,37 1,23 0,87 1,06 1,05 0,78 0,74 1,01 1,26
Unggulan Unggulan Nonunggulan Unggulan Unggulan Nonunggulan Nonunggulan Unggulan Unggulan
127
Lampiran 9 : Perubahan PDRB Kabupaten Batang dan Provinsi Jawa Tengah Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2004 dan 2013
Perubahan PDRB Kabupaten Batang Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2004 dan 2013 (Jutaan Rupiah) Lapangan Usaha 1. Pertanian 2. Pertambangan dan Penggalian 3. Industri Pengolahan 4. Listrik, Gas dan Air Minum 5. Bangunan 6. Perdagangan, Restoran dan Hotel 7. Pengangkutan dan Komunikasi 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 9. Jasa-jasa Jumlah Total PDRB
Tahun
∆ PDRB
Persen % ∆ PDRB
2004
2013
518.432,69 27.027,50 565.348,09 13.274,51 110.361,49 321.473,64 72.575,58 67.336,02 223.150,63
668.023,87 35.794,26 754.637,61 25.910,15 168.596,88 481.033,63 109.106,18 113.245,35 390.132,30
149.591,18 8.766,77 189.289,52 12.635,64 58.235,39 159.559,99 36.530,61 45.909,33 166.981,68
28,85 32,44 33,48 95,19 52,77 49,63 50,33 68,18 74,83
1.918.980,13
2.746.480,23
827.500,10
43,12
Perubahan PDRB Provinsi Jawa Tengah Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2004 dan 2013 (Jutaan Rupiah) Lapangan Usaha 1. Pertanian 2. Pertambangan dan Penggalian 3. Industri Pengolahan 4. Listrik, Gas dan Air Minum 5. Bangunan 6. Perdagangan, Restoran dan Hotel 7. Pengangkutan dan Komunikasi 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 9. Jasa-jasa Jumlah Total PDRB
Tahun 2004
2013
∆ PDRB
Persen % ∆ PDRB
28.606.237,28 1.330.759,58 43.995.611,83 1.065.114,58 7.448.715,40 28.343.045,24 6.510.447,43 4.826.541,38 13.663.399,59
37.513.957,62 2.504.980,10 73.092.337,30 1.973.195,73 13.449.631,46 50.209.544,03 12.238.463,10 9.073.225,04 23.044.405,96
8.907.720,34 1.174.220,52 29.096.725,47 908.081,15 6.000.916,06 21.866.498,79 5.728.015,67 4.246.683,66 9.381.006,37
31,14 88,24 66,14 85,26 80,56 77,15 87,98 87,99 68,66
135.789.872,31
223.099.740,34
87.309.868,03
64,30
128
Lampiran 10 : Rasio PDRB Kabupaten Batang dan Provinsi Jawa Tengah Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2004 dan 2013
Rasio PDRB Kabupaten Batang dan Provinsi Jawa Tengan Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2004 dan 2013 Lapangan Usaha 1. Pertanian 2. Pertambangan dan Penggalian 3. Industri Pengolahan 4. Listrik, Gas dan Air Minum 5. Bangunan 6. Perdagangan, Restoran dan Hotel 7. Pengangkutan dan Komunikasi 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 9. Jasa-jasa
Ra
Ri 0,64 0,64 0,64 0,64 0,64 0,64 0,64 0,64 0,64
ri 0,31 0,88 0,66 0,85 0,81 0,77 0,88 0,88 0,69
0,29 0,32 0,33 0,95 0,53 0,50 0,50 0,68 0,75
129
Lampiran 11 : Analisis Shift Share Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Batang Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Regional, Proporsional dan Pangsa Wiayah Tahun 2004-2013
Analisis Shift Share Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Batang Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Regional Tahun 2004-2013 Lapangan Usaha 1. Pertanian 2. Pertambangan dan Penggalian 3. Industri Pengolahan 4. Listrik, Gas dan Air Minum 5. Bangunan 6. Perdagangan, Restoran dan Hotel 7. Pengangkutan dan Komunikasi 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 9. Jasa-jasa Total
Pertumbuhan Regional (PRij) Juta Rupiah % PRij 333.340,69 17.378,08 363.506,25 8.535,21 70.959,98 206.700,40 46.664,48 43.295,56 143.480,89 1.233.861,54
64,30 64,30 64,30 64,30 64,30 64,30 64,30 64,30 64,30
Analisis Shift Share Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Batang Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Proporsional Tahun 2004-2013 Lapangan Usaha 1. Pertanian 2. Pertambangan dan Penggalian 3. Industri Pengolahan 4. Listrik, Gas dan Air Minum 5. Bangunan 6. Perdagangan, Restoran dan Hotel 7. Pengangkutan dan Komunikasi 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 9. Jasa-jasa Total
Pertumbuhan Proporsional (PPij) Juta Rupiah % PPij (171.905,50) 6.470,14 10.389,63 2.782,19 17.950,65 41.314,69 17.188,89 15.950,75 9.729,70 (50.128,86)
(33,16) 23,94 1,84 20,96 16,27 12,85 23,68 23,69 4,36
Analisis Shift Share Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Batang Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah Tahun 2004-2013 Lapangan Usaha 1. Pertanian 2. Pertambangan dan Penggalian 3. Industri Pengolahan 4. Listrik, Gas dan Air Minum 5. Bangunan 6. Perdagangan, Restoran dan Hotel 7. Pengangkutan dan Komunikasi 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 9. Jasa-jasa Total
Pertumbuhan Pangsa Wi l ayah (PPWi j)
Juta Rupiah (11.844,01) (15.081,45) (184.606,37) 1.318,24 (30.675,24) (88.455,09) (27.322,77) (13.336,98) 13.771,09 (356.232,58)
% PPWij (2,28) (55,80) (32,65) 9,93 (27,80) (27,52) (37,65) (19,81) 6,17
130
Lampiran 12 : Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sektor Pertanian Kabupaten Batang Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2004-2013
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sektor Pertanian Kabupaten Batang Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2004-2013 (Jutaan Rupiah) Sub Sektor Pertanian
Tahun 2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013*)
285.439,23 116.472,63 69.820,27 13.302,86 33.397,69
296.836,18 111.296,85 69.828,81 16.251,15 34.293,92
308.458,30 100.797,99 71.541,20 14.927,02 45.592,45
323.295,97 103.088,91 71.998,79 15.952,47 48.944,46
345.173,28 103.475,91 72.791,37 16.120,61 51.394,64
353.249,73 108.681,78 75.985,81 16.093,87 51.301,65
362.509,29 109.872,49 79.253,03 16.903,00 54.652,77
362.413,57 115.986,13 84.090,63 17.586,52 57.958,91
361.387,42 119.642,39 88.349,76 17.715,99 61.263,75
369.286,75 124.014,29 92.584,22 17.969,14 64.169,46
Jumlah Total PDRB Sektor Pertanian 518.432,68 528.506,91 Pertumbuhan (2,19) 1,94 Sumber : BPS Kabupaten Batang, 2005, 2010, 2012 & 2014
541.316,96 2,42
563.280,60 4,06
588.955,81 4,56
605.312,84 2,78
623.190,58 2,95
638.035,76 2,38
648.359,31 1,62
668.023,86 3,03
1. Tanaman Bahan Makanan 2. Tanaman Perkebunan 3. Peternakan dan Hasilnya 4. Kehutanan 5. Perikanan
*) Angka sementara
131
Lampiran 13 : Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sektor Pertanian Provinsi Jawa Tengah Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2004-2013
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sektor Pertanian Provinsi Jawa Tengah Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2004-2013 (Jutaan Rupiah) Sub Sektor Pertanian
Tahun 2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011 r)
2012*)
2013**)
20.679.734,58 2.634.349,91 3.076.706,09 468.457,78 1.746.988,92
21.507.487,27 2.747.119,29 3.292.244,97 693.825,67 1.683.965,05
22.120.970,77 2.854.270,38 3.603.302,51 580.320,98 1.843.334,47
22.335.544,19 3.041.564,58 4.033.969,27 582.294,07 1.869.325,49
23.150.206,55 3.061.080,00 4.155.830,07 555.656,45 1.957.934,78
23.912.094,91 3.251.610,00 4.408.535,28 579.230,53 1.949.677,41
24.587.491,51 3.147.265,37 4.665.006,67 630.780,66 1.925.881,19
24.559.128,85 3.276.056,48 4.905.554,99 652.913,15 2.006.147,09
25.427.512,90 3.411.458,95 5.107.200,13 645.799,07 2.120.369,38
25.777.283,67 3.559.549,75 5.391.172,08 647.386,14 2.138.565,98
Jumlah Total PDRB Sektor Pertanian 28.606.237,28 29.924.642,25 Pertumbuhan (15,40) 4,61 Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, 2005, 2010, 2012 & 2014
31.002.199,11 3,60
31.862.697,60 2,78
32.880.707,85 3,19
34.101.148,13 3,71
34.956.425,40 2,51
35.399.800,56 1,27
36.712.340,43 3,71
37.513.957,62 2,18
1. Tanaman Bahan Makanan 2. Tanaman Perkebunan 3. Peternakan dan Hasilnya 4. Kehutanan 5. Perikanan
r) Angka revisi *) Angka sementara **) Angka sangat sementara
132
Lampiran 14 : Hasil Perhitungan Dengan Metode LQ di Kabupaten Batang
HASIL PERHITUNGAN DENGAN METODE LQ DI KABUPATEN BATANG Lapangan Usaha 1. Tanaman Bahan Makanan 2. Tanaman Perkebunan 3. Peternakan dan Hasilnya 4. Kehutanan 5. Perikanan
2004 0,76 2,44 1,25 1,57 1,05
2005 0,78 2,29 1,20 1,33 1,15
2006 0,80 2,02 1,14 1,47 1,42
2007 0,82 1,92 1,01 1,55 1,48
Tahun 2008 0,83 1,89 0,98 1,62 1,47
2009 0,83 1,88 0,97 1,57 1,48
2010 0,83 1,96 0,95 1,50 1,59
2011 0,82 1,96 0,95 1,49 1,60
2012 0,80 1,99 0,98 1,55 1,64
Rata-rata Keterangan 2013*) LQ 0,80 1,96 0,96 1,56 1,69
0,81 2,03 1,04 1,52 1,46
Nonunggulan Unggulan Unggulan Unggulan Unggulan
133
Lampiran 15 : Perubahan PDRB Sektor Pertanian Kabupaten Batang dan Provinsi Jawa Tengah Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2004 dan 2013
Perubahan PDRB Sektor Pertanian Kabupaten Batang Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2004 dan 2013 (Jutaan Rupiah) Tahun Persen Lapangan Usaha ∆ PDRB 2004 2013 % ∆ PDRB 1. Tanaman Bahan Makanan 2. Tanaman Perkebunan 3. Peternakan dan Hasilnya 4. Kehutanan 5. Perikanan Jumlah Total PDRB
285.439,23 116.472,63 69.820,27 13.302,86 33.397,69 518.432,68
369.286,75 124.014,29 92.584,22 17.969,14 64.169,46 668.023,86
83.847,52 7.541,66 22.763,95 4.666,28 30.771,77 149.591,18
29,37 6,48 32,60 35,08 92,14 28,85
Perubahan PDRB Sektor Pertanian Provinsi Jawa Tengah Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2004 dan 2013 (Jutaan Rupiah) Persen Tahun Lapangan Usaha ∆ PDRB 2004 2013 % ∆ PDRB 1. Tanaman Bahan Makanan 2. Tanaman Perkebunan 3. Peternakan dan Hasilnya 4. Kehutanan 5. Perikanan Jumlah Total PDRB
20.679.734,58 2.634.349,91 3.076.706,09 468.457,78 1.746.988,92 28.606.237,28
25.777.283,67 3.559.549,75 5.391.172,08 647.386,14 2.138.565,98 37.513.957,62
5.097.549,09 925.199,84 2.314.465,99 178.928,36 391.577,06 8.907.720,34
24,65 35,12 75,23 38,20 22,41 31,14
134
Lampiran 16 : Rasio PDRB Sektor Pertanian Kabupaten Batang dan Provinsi Jawa Tengah Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2004 dan 2013
Rasio PDRB Sektor Pertanian Kabupaten Batang dan Provinsi Jawa Tengan Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2004 dan 2013
Lapangan Usaha
Ra
Ri
ri
1. Tanaman Bahan Makanan
0,31
0,25
0,29
2. Tanaman Perkebunan
0,31
0,35
0,06
3. Peternakan dan Hasilnya
0,31
0,75
0,33
4. Kehutanan
0,31
0,38
0,35
5. Perikanan
0,31
0,22
0,92
135
Lampiran 17 : Analisis Shift Share Sub Sektor Pertanian di Kabupaten Batang Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Regional, Proporsional dan Pangsa Wiayah Tahun 2004-2013.
Analisis Shift Share Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Batang Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Regional Tahun 2004-2013
Lapangan Usaha 1. Tanaman Bahan Makanan 2. Tanaman Perkebunan 3. Peternakan dan Hasilnya 4. Kehutanan 5. Perikanan Total
Pertumbuhan Regional (PRij) Juta Rupiah % PRij 88.883,16 36.268,51 21.741,39 4.142,39 10.399,73 161.435,19
31,14 31,14 31,14 31,14 31,14
Analisis Shift Share Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Batang Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Proporsional Tahun 2004-2013
Lapangan Usaha 1. Tanaman Bahan Makanan 2. Tanaman Perkebunan 3. Peternakan dan Hasilnya 4. Kehutanan 5. Perikanan Total
Pertumbuhan Proporsional (PPij) Juta Rupiah % PPij (18.522,47) 4.637,39 30.781,22 938,66 (2.913,84) 14.920,96
(6,49) 3,98 44,09 7,06 (8,72)
Analisis Shift Share Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Batang Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah Tahun 2004-2013
Lapangan Usaha 1. Tanaman Bahan Makanan 2. Tanaman Perkebunan 3. Peternakan dan Hasilnya 4. Kehutanan 5. Perikanan Total
Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPWij)
Juta Rupiah 13.486,83 (33.364,24) (29.758,66) (414,77) 23.285,88 (26.764,97)
% PPWij 4,72 (28,65) (42,62) (3,12) 69,72
136
Lampiran 18 : Nilai Pergeseran Bersih (PB), Perbandingan Pergeseran Bersih dan Dayasaing Sub Sektor Pertanian di Kabupaten Batang Tahun 2004-2013
Nilai Pergeseran Bersih (PB) Sub Sektor Pertanian di Kabupaten Batang Tahun 2004 - 2013 Lapangan Usaha 1. Tanaman Bahan Makanan 2. Tanaman Perkebunan 3. Peternakan dan Hasilnya 4. Kehutanan 5. Perikanan Total
Pergeseran Bersih (PB) Juta Rupiah % PB (5.035,64) (28.726,85) 1.022,56 523,89 20.372,04 (11.844,01)
(1,76) (24,66) 1,46 3,94 61,00
Perbandingan Pergeseran Bersih dan Daya Saing Sub Sektor Pertanian di Kabupaten Batang Tahun 2004 - 2013 Sektor Ekonomi
Peringkat Sektor Unggulan (LQ)
1. Tanaman Bahan Makanan 2. Tanaman Perkebunan 3. Peternakan dan Hasilnya 4. Kehutanan 5. Perikanan
Nonunggulan Unggulan Unggulan Unggulan Unggulan
Dayasaing (PPW) % 4,72 (28,65) (42,62) (3,12) 69,72
Pergeseran Bersih (PB) % (1,76) (24,66) 1,46 3,94 61,00
137