Seminar Nasional Informatika 2014
ANALISIS PENAMBAHAN MOMENTUM PADA PROSES PREDIKSI CURAH HUJAN KOTA MEDAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK Yudhi Andrian1, Purwa Hasan Putra2 1
Dosen Teknik Informatika, STMIK Potensi Utama Mahasiswa Sistem Informasi, STMIK Potensi Utama 1,2 STMIK Potensi Utama, Jl. K.L. Yos Sudarso Km 6,5 No. 3A Tanjung Mulia-Medan 1
[email protected],
[email protected] 2
Abstrak Jaringan saraf tiruan (Artificial Neural Network) sebagian besar telah cukup handal dalam pemecahan masalah, salah satunya adalah prediksi curah hujan dengan metode backpropagation. Algoritma momentum merupakan pengembangan dari algoritma backpropagation standar. Algoritma momentum memiliki kesamaan langkah dengan algoritma backpropagation standar tetapi berbeda pada saat umpan mundur (backward propagation). Penambahan momentum dimaksudkan untuk menghindari perubahan bobot yang mencolok akibat adanya data yang sangat berbeda dengan yang lain (outlier). Pada penelitian ini penulis akan menganalisis pengaruh penambahan momentum pada proses prediksi curah hujan di kota medan dengan metode backpropagation neural network. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan beberapa hal antara lain : Semakin kecil target error, maka jumlah iterasi akan semakin besar. Semakin kecil target error, maka nilai keakurasiannya cenderung semakin baik (semakin besar). Jumlah iterasi pada proses trainning dengan penambahan momentum lebih kecil dibandingkan dengan tanpa penambahan momentum. Tingkat akurasi tertinggi dicapai pada target error 0.0073 yaitu 43.65%. Kata kunci : momentum, prediksi curah hujan, backpropagation, neural network. 1.
Pendahuluan
Indonesia merupakan Negara yang dilewati oleh garis khatulistiwa serta dikelilingi oleh dua samudera dan dua benua. Posisi ini menjadikan Indonesia sebagai daerah pertemuan sirkulasi meridional (Utara-Selatan) dikenal sebagai sirkulasi Hardley dan sirkulasi Zonal (TimurBarat) dikenal sebagai sirkulasi Walker, dua sirkulasi yang sangat mempengaruhi keragaman iklim di Indonesia. Pergerakan matahari yang berpindah dari 23.50 Lintang Utara ke 23.50 Lintang Selatan sepanjang tahun mengakibatkan timbulnya aktivitas monsoon yang juga ikut dalam mempengaruhi kondisi cuaca. Faktor lain yang diperkirakan ikut berpengaruh terhadap kondisi cuaca di Indonesia ialah gangguan siklon tropis. Maka dari itu pengamatan terhadap kondisi cuaca, Khususnya kondisi curah hujan sangat penting dilakukan[3]. Besarnya curah hujan mempunyai peran yang sangat penting. Berdasarkan data curah hujan dapat dilakukan penggolongan iklim menurut perbandingan antara bulan kering dengan jumlah rata-rata bulan basah. Bulan kering terjadi jika curah hujan bulanan kurang dari 60 mm/bulan, sedangkan bulan basah terjadi jika curah hujan bulanan di atas 100 mm/bulan. Memprediksi besarnya curah hujan di suatu tempat, dapat dilakukan dengan menggunakan
teknik jaringan saraf tiruan (Artificial Neural Network) [3]. Jaringan Saraf Tiruan (Artificial Neural Network) sebagian besar telah cukup handal selama beberapa tahun terakhir dalam pemecahan masalah. Jaringan saraf tiruan menyediakan metodologi yang sangat handal dalam pemecahan masalah non-linier. Jaringan saraf tiruan terinspirasi oleh otak manusia di mana neuron saling interkoneksi secara non-linier. Neuron saling terhubung satu sama lain melalui suatu jaringan. Jaringan ini yang dilatih menggunakan algoritma backpropagation yang mengikuti Gradient Descent Method [4]. Gupta Akashap, Gautam Anjali, et al. (2013) menerapkan Neural Network untuk memprediksi curah hujan dengan metode Backpropagation. Hasilnya lebih akurat, nilai prediksi lebih dekat dengan nilai sebenarnya dan dirancang dapat digunakan untuk memprediksi curah hujan di india [1]. Ch.Jyostha Devi, B.Syam Prasad Reddy, et al. (2012) Neural Network yang berguna dalam peramalan cuaca dan kerja yang paling akurat prediksi algoritma yang disebut algoritma propagasi. Sebuah Neural Network 3-lapis dirancang dan dilatih dengan dataset yang ada dan memperoleh hubungan antara parameter cuaca non-linear. Dimana Neural Network dapat
165
Seminar Nasional Informatika 2014 memprediksi cuaca masa depan dengan suhu kurang error [2]. Dari penelitian sebelumnya belum pernah digunakan penambahan momentum pada proses prediksi curah hujan dengan metode backpropagation. Pada penelitian ini penulis akan menganalisis pengaruh penambahan momentum pada proses prediksi curah hujan di kota medan dengan metode backpropagation neural network.
hingga sebuah nilai ambang yang ditetapkan terlampaui. Algoritma pelatihan jaringan propagasi balik terdiri dari 3 tahapan yaitu [4]: a. Tahap umpan maju (feedforward). b. Tahap umpan mundur (backpropagation) dan galatnya. c. Tahap peng-update-an bobot dan bias.
2.
Algoritma momentum backpropagation merupakan pengembangan dari algoritma backpropagation standar dimana dalam pembelajarannya menggunakan momentum yang nilai konstanta momentum memiliki rentang 0 sampai 1. Algoritma momentum backpropagation memiliki kesamaan langkah dengan algoritma backpropagation standar tetapi berbeda pada saat umpan mundur (backward propagation). Berikut adalah algoritma backpropagation [5]. a. Inisialisasi bobot (ambil bobot awal dengan nilai random yang cukup kecil), Epoh = 1 dan MSE = 1. b. Tentukan Maksimum Epoh, Learning Rate (α), dan Target Error. c. Lakukan langkah ke-4 sampai 12 berikut selama (Epoh < maksimum epoh) dan (MSE > Target Error). d. Epoh = Epoh + 1. e. Umpan Maju (feedforward) 1) Tiap-tiap unit input (X1, i=1,2,3,…,n) menerima sinyal xi dan meneruskan sinyal tersebut ke semua unit pada lapisan yang ada di atasnya (lapisan tersembunyi). 2) Tiap-tiap unit tersembunyi (Z1, j=1,2,3,…,p) menjumlahkan bobot sinyal input, ditunjukkan dengan persamaan (1).
Neural Network
Artificial Neural Network / Jaringan Saraf Tiruan (JST) adalah paradigma pengolahan informasi yang terinspirasi oleh sistem saraf secara biologis, seperti proses informasi pada otak manusia. Elemen kunci dari paradigma ini adalah struktur dari sistem pengolahan informasi yang terdiri dari sejumlah besar elemen pemrosesan yang saling berhubungan (neuron), bekerja serentak untuk menyelesaikan masalah tertentu. Cara kerja JST seperti cara kerja manusia, yaitu belajar melalui contoh. Lapisan-lapisan penyusun JST dibagi menjadi 3, yaitu lapisan input (input layer), lapisan tersembunyi (hidden layer), dan lapisan output (ouput layer) [6]. 3.
Metode Backpropagation
Backpropagation adalah metode penurunan gradien untuk meminimalkan kuadrat eror keluaran. Ada tiga tahap yang harus dilakukan dalam pelatihan jaringan, yaitu tahap perambatan maju (forward propagation), tahap perambatanbalik, dan tahap perubahan bobot dan bias. Arsitektur jaringan ini terdiri dari input layer, hidden layer, dan output layer [6]. Aturan pelatihan jaringan backpropagation terdiri dari 2 tahapan, feedforward dan backward propagation. Pada jaringan diberikan sekumpulan contoh pelatihan yang disebut set pelatihan. Set pelatihan ini digambarkan dengan sebuah vector feature yang disebut dengan vector input yang diasosiasikan dengan sebuah output yang menjadi target pelatihannya. Dengan kata lain set pelatihan terdiri dari vektor input dan juga vektor output target. Keluaran dari jaringan berupa sebuah vektor output aktual. Selanjutnya dilakukan perbandingan antara output aktual yang dihasilkan dengan output target dengan cara melakukan pengurangan di antara kedua output tersebut. Hasil dari pengurangan merupakan error. Error dijadikan sebagai dasar dalam melakukan perubahan dari setiap bobot yang ada dengan mempropagasikannya kembali. Setiap perubahan bobot yang terjadi dapat mengurangi error. Siklus setiap perubahan bobot (epoch) dilakukan pada setiap set pelatihan sehingga kondisi berhenti dicapai, yaitu bila mencapai jumlah epoch yang diinginkan atau
166
4.
Algoritma Momentum Backpropagation
(1) Lalu gunakan fungsi aktivasi untuk menghitung sinyal outputnya, ditunjukkan dengan persamaan (2). (2) Dan kirimkan sinyal-sinyal tersebut ke semua unit di lapisan atasnya (lapisan output). 3) Tiap-tiap unit output (YK, K=1,2,3,..,m) menjumlahkan sinyal-sinyal input berbobot, ditunjukkan dengan persamaan (3). (3)
Lalu gunakan fungsi aktivasi untuk menghitung sinyal outputnya, ditunjukkan dengan persamaan (4). (4)
Seminar Nasional Informatika 2014 f. Umpan Mundur (Momentum Backpropagation) 1) Tiap-tiap unit output (Yk, k=1,2,3,…,m) menerima pola target yang sesuai dengan pola input pelatihan, kemudian hitung error, ditunjukkan dengan persamaan (5). (5) 2jk = - zj k = 8k Kemudian hitung koreksi bobot (yang nantinya akan digunakan untuk memperbaiki nilai Wjk), ditunjukkan dengan persamaan (6). jk + jk (6) Dilakukan sebanyak jumlah lapisan tersembunyi ke lapisan tersembunyi sebelumnya. 2) Tiap-tiap unit tersembunyi (Zj, j=1,2,3,..,p) menjumlahkan delta input (dari unit-unit yang berada pada lapisan di atasnya), ditunjukkan dengan persamaan (7). (7) Kalikan ini dengan turunan dari fungsi aktivasi error, ditunjukkan dengan persamaan (8). (8) ij =
j-
xj
jj Kemudian hitung korelasi bobot (yang nantinya akan digunakan untuk memperbaiki nilai Vij), ditunjukkan dengan persamaan (9). (9)
Hitung juga koreksi bias (yang nantinya akan digunakan untuk memperbaiki nilai bij), ditunjukkan dengan persamaan (10). (1 0) µ merupakan konstanta dari momentum dengan rentang [0.1]. g. Perbaikan bobot 1) Tiap-tiap unit output (Yk, k=1,2,3,..,m) memperbaiki bias dan bobotnya (j=0,1,2,..p), ditunjukan dengan persamaan (11).
5.
Metode Penelitian
Penelitian ini untuk menganalisa penambahan momentum pada proses prediksi curah hujan di Kota Medan dengan jaringan saraf tiruan metode backpropagation. Penulis ingin mengetahui apakah ada perbedaan antara penambahan momentum dengan metode backpropagation standar. Untuk mencapai tujuan tersebut, penulis akan melakukan perbandingan dengan menggunakan data skunder curah hujan bulanan Kota Medan tahun 1997-2012. Data bersumber dari BMKG Stasiun Polonia Kota Medan. Prediksi curah hujan dengan backpropagation neural network digunakan langkah-langkah sebagai berikut: a. Memisahkan data yang akan digunakan sebagai data pelatihan dan data uji. Data curah hujan tahun 1997 – 2008 akan digunakan sebagai data pelatihan selama perancangan JST sedangkan data tahun 2009 – 2012 digunakan sebagi data pengujian. b. Desain JST Desain JST dilakukan untuk prediksi curah hujan bulanan dimulai dengan menentukan banyaknya data masukan yang digunakan, banyaknya layar tersembunyi (hidden layer) yang digunakan, dan banyaknya keluaran yang diinginkan. Data yang digunakan sebagai masukan sebanyak 8 data (8 tahun) dan data keluaran atau target adalah data pada tahun ke-9 (data input 1997 – 2004 dengan target 2005). Untuk mengetahui curah hujan pada tahun ke-10 maka data masukannya merupakan data pada tahun ke-2 sampai tahun ke-9 (data input 1998 – 2005 dengan target 2006), demikian seterusnya. Desain JST ditunjukkan pada gambar 1.
(1 1) 2) Tiap-tiap unit tersembunyi (Zj, j=1,2,3,..p) memperbaiki bias dan bobotnya (i=0,1,2,..n), ditunjukkan dengan persamaan (12). (1 2) 3) Hitung nilai MSE, ditunjukkan dengan persamaan (13). (1 3)
167
Seminar Nasional Informatika 2014 Input Layer
Hidden Layer
Output Layer
x1
x2
v1
x3
v2
x4
v3 y1
x5
v4
x6
v5
x7
v6
x8
Gambar 1. Desain Backpropagation Neural Network c. Pengenalan pola (pelatihan) Pengenalan pola dilakukan dengan cara penyesuaian nilai bobot (dalam penelitian ini nilai bobot ditentukan secara random dan menggunakan penambahan momentum). Penghentian penyesuaian bobot dalam pengenalan pola apabila kuadrat error mencapai target error. Error dihitung setelah tahapan forward propagation. Apabila error lebih besar dari target error maka pelatihan akan dilanjutkan ke tahap backward propagation sampai error mencapai atau lebih kecil target error. d. Pengujian dan prediksi Pengujian dilakukan bertujuan untuk mengetahui tingkat keakuratan sistem JST yang telah dibuat dalam memprediksi data curah hujan pada tahun tertentu. Sedangkan prediksi bertujuan untuk memprediksi data curah hujan yang akan datang. 6.
Hasil dan Pembahasan
Dalam penelitian ini akan dilakukan prediksi curah hujan bulanan di Kota Medan, data yang digunakan sebagai input adalah data bulanan selama 15 tahun terahir. Untuk mengetahui apakah penambahan momentum pada proses prediksi curah hujan dengan metode 168
backpropagation neural network, maka dilakukan beberapa pengujian. Pengujian pertama peneliti melakukan pelatihan dengan jumlah hidden 6, alpha 1, target error 0,001, max. epoh 50, dan momentum 0,5. Data input ditunjukkan pada Tabel 1: Tabel 1(a) Data input tahun 1997 sampai 2004 dengan target 2005. Data Input Tahun 1997 Sampai 2004 dengan Target 2005 106.2 181 315 59 216.5 90.8 169.4 138.8 189.1 96.6 50.2268.8 86.7 15.1 78.5 85.7 200.8 43.9 134.4 29.4196.9 182.2 158 96.5 162.2 237.9 62.5 109.8 35.3 322 115 164.8 73.4 285.3 88.5 168.2 80.9133.5302.6 60.3 252.8195.2 245.7 229.5 68 175.3144.6256.2 191.1 306.7191.7 196.3 200.5 174 225.8 213 29.9 121.9 121.3139.2 312.1 206.8210.8 95.7 381 78.6 342.6 417.6156.3 282 204.3145.7 290.6170.8407.2 451.1 395.7382.5 561.5 475.3290.5 391.1340.3204.1 367.5 733363.8 471.9 377.5175.5 265.4275.8126.4 108 467.6164.3 125.4 141.2206.4 182.4394.2456.3 173.6 342.5102.2 187.7 166.4311.4 Tabel 1(b) Data input tahun 1998 sampai 2005 dengan target 2006. Data Input Tahun 1998 Sampai 2005 dengan Target 2006 181 315 59 216.5 90.8169.4 138.8 189.1 103.9 50.2268.8 86.7 15.1 78.5 85.7 200.8 43.9130.5 29.4196.9182.2 158 96.5162.6 237.9 62.5121.2 35.3 322 115 164.8 73.4285.3 88.5 168.2 222.5 133.5302.6 60.3 252.8 195.2245.7 68 300.5 229.5 144.6256.2191.1 306.7 191.7196.3 200.5 174251.4 213 29.9121.9 121.3 139.2312.1 206.8 210.8109.1 381 78.6342.6 417.6 156.3 282 204.3 145.7148.3 170.8407.2451.1 395.7 382.5561.5 475.3 290.5385.6 340.3204.1367.5 733 363.8471.9 377.5 175.5271.4 275.8126.4 108 467.6 164.3125.4 141.2 206.4148.4 394.2456.3173.6 342.5 102.2187.7 166.4 311.4346.6 Tabel 1(c) Data input tahun 1999 sampai 2006 dengan target 2007. Data Input Tahun 1999 Sampai 2006 dengan Target 2007 315 59216.5 90.8 169.4138.8 189.1 103.9 169.6 268.8 86.7 15.1 78.5 85.7200.8 43.9 130.5 8.6 196.9182.2 158 96.5 162.6237.9 62.5 121.2 62.3 322 115164.8 73.4 285.3 88.5 168.2 222.5 277.2 302.6 60.3252.8 195.2 245.7 68 229.5 300.5330.2 256.2191.1306.7 191.7 196.3200.5 174 251.4 99.4
Seminar Nasional Informatika 2014 29.9121.9121.3 78.6342.6417.6 407.2451.1395.7 204.1367.5 733 126.4 108467.6 456.3173.6342.5
139.2 156.3 382.5 363.8 164.3 102.2
312.1206.8 210.8 109.1261.6 282204.3 145.7 148.3153.4 561.5475.3 290.5 385.6256.5 471.9377.5 175.5 271.4303.3 125.4141.2 206.4 148.4374.1 187.7166.4 311.4 346.6218.4
Tabel 1(d) Data input tahun 2000 sampai 2007 dengan target 2008. Data Input Tahun 2000 Sampai 2007 dengan Target 2008 59216.5 90.8 169.4 138.8189.1 103.9 169.6 126.7 86.7 15.1 78.5 85.7 200.8 43.9 130.5 8.6 16.2 182.2 158 96.5 162.6 237.9 62.5 121.2 62.3126.8 115164.8 73.4 285.3 88.5168.2 222.5 277.2 146 60.3252.8195.2 245.7 68229.5 300.5 330.2172.5 191.1306.7191.7 196.3 200.5 174 251.4 99.4 62 121.9121.3139.2 312.1 206.8210.8 109.1 261.6276.8 342.6417.6156.3 282 204.3145.7 148.3 153.4195.7 451.1395.7382.5 561.5 475.3290.5 385.6 256.5294.8 367.5 733363.8 471.9 377.5175.5 271.4 303.3342.2 108467.6164.3 125.4 141.2206.4 148.4 374.1412.5 173.6342.5102.2 187.7 166.4311.4 346.6 218.4245.7 Selanjutnya adalah proses normalisasi. Normalisasi terhadap data dilakukan agar keluaran jaringan sesuai dengan fungsi aktivasi yang digunakan. Data-data tersebut dinormalisasi dalam interval [0, 1] karena dalam prediksi curah hujan nilai curah hujan pasti bernilai positif atau 0. Selain itu juga terkait fungsi aktivasi yang diberikan yaitu sigmoid biner. Fungsi sigmoid adalah fungsi asimtotik (tidak pernah mencapai 0 ataupun 1) maka transformasi data hendaknya dilakukan pada interval yang lebih kecil yaitu [0.1, 0.8] ditunjukkan dengan persamaan 14. (14) a adalah data minimum, b adalah data maksimum, x adalah data yang akan dinormalisasi dan x’ adalah data yang telah ditransformasi. Sehingga dihasilkan data hasil normalisasi yang ditunjukkan pada Tabel 2. Tabel 2(a) Data hasil normalisasi tahun 19972004 dengan target tahun 2005. Data Hasil Normalisasi 1997 199 1999 200 2001 200 2003 2004 2005 8 0 2 0.20 0.29 0.438 0.15 0.32 0.19 0.27 0.299 78 04 4 57 96 08 76 0.2438 3 0.19 0.14 0.387 0.18 0.10 0.17 0.18 0.139 72 59 4 63 72 72 51 0.312 3 0.23 0.12 0.3 0.29 0.2 0.19 0.27 0.353 0.159 89 3 08 17 65 71 01 2 5 0.21 0.12 0.446 0.21 0.27 0.17 0.490.188 0.276
18 0.17 98 0.28 41 0.33 99 0.19 62 0.41 14 0.52 24 0.38 36 0.29 19
95 1 0.23 0.424 79 7 0.25 0.250 02 2 0.32 0.123 57 5 0.51 0.177 13 3 0.27 0.540 91 2 0.46 0.315 63 9 0.39 0.230 51 1 0.52 0.594 58 4
75 0.15 71 0.30 15 0.22 51 0.46 89 0.58 87 0.49 64 0.20 98 0.28 22
25 0.36 97 0.42 92 0.22 45 0.55 17 0.52 75 0.9 0.60 69 0.46 87
16 0.30 61 0.30 22 0.24 42 0.26 31 0.51 29 0.49 23 0.27 19 0.20 34
56 2 0.36 0.165 18 6 0.30 0.311 73 9 0.43 0.318 52 9 0.40 0.316 19 1 0.71 0.615 06 4 0.61 0.507 17 4 0.22 0.246 9 4 0.29 0.274 78 3
3 0.344 0.282 7 0.323 3 0.251 4 0.411 3 0.284 3 0.318 4 0.434 4
Tabel 2(b) Data hasil normalisasi tahun 19982005 dengan target tahun 2006. Data Hasil Normalisasi 1998 199 2000 200 2002 200 2004 2005 2006 9 1 3 0.29 0.43 0.155 0.32 0.19 0.27 0.24 0.205 04 84 7 96 08 76 38 0.2993 2 0.14 0.38 0.186 0.10 0.17 0.18 0.31 0.234 59 74 3 72 72 51 23 0.139 6 0.12 0.30 0.291 0.26 0.19 0.27 0.35 0.159 0.224 3 8 7 5 71 01 32 5 4 0.12 0.44 0.217 0.27 0.17 0.40 0.18 0.276 0.336 95 61 5 25 16 56 82 3 2 0.23 0.42 0.157 0.36 0.30 0.36 0.16 0.344 0.422 79 47 1 97 61 18 56 4 0.25 0.37 0.301 0.42 0.30 0.30 0.31 0.282 0.368 02 34 5 92 22 73 19 7 1 0.32 0.12 0.225 0.22 0.24 0.43 0.31 0.323 0.211 57 35 1 45 42 52 89 3 0.51 0.17 0.468 0.55 0.26 0.40 0.31 0.251 0.254 13 73 9 17 31 19 61 4 3 0.27 0.54 0.588 0.52 0.51 0.71 0.61 0.411 0.516 91 02 7 75 29 06 54 3 3 0.46 0.31 0.496 0.9 0.49 0.61 0.50 0.284 0.390 63 59 4 23 17 74 3 2 0.39 0.23 0.209 0.60 0.27 0.22 0.24 0.318 0.254 51 01 8 69 19 9 64 4 4 0.52 0.59 0.282 0.46 0.20 0.29 0.27 0.434 0.473 58 44 2 87 34 78 43 4 3 Tabel 2(c) Data hasil normalisasi tahun 19992006 dengan target tahun 2007. Data Hasil Normalisasi 1999 200 2001 200 2003 200 2005 2006 2007 0 2 4 0.43 0.15 0.329 0.19 0.27 0.24 0.29 0.277 84 57 6 08 76 38 93 0.2052 8 0.38 0.18 0.107 0.17 0.18 0.31 0.13 0.1 74 63 2 72 51 23 9 0.234 6 0.30 0.29 0.265 0.19 0.27 0.35 0.150.224 0.159
169
Seminar Nasional Informatika 2014 8 0.44 61 0.42 47 0.37 34 0.12 35 0.17 73 0.54 02 0.31 59 0.23 01 0.59 44
17 0.21 0.272 75 5 0.15 0.369 71 7 0.30 0.429 15 2 0.22 0.224 51 5 0.46 0.551 89 7 0.58 0.527 87 5 0.49 0.9 64 0.20 0.606 98 9 0.28 0.468 22 7
71 0.17 16 0.30 61 0.30 22 0.24 42 0.26 31 0.51 29 0.49 23 0.27 19 0.20 34
01 0.40 56 0.36 18 0.30 73 0.43 52 0.40 19 0.71 06 0.61 17 0.22 9 0.20 34
32 0.18 82 0.16 56 0.31 19 0.31 89 0.31 61 0.61 54 0.50 74 0.24 64 0.27 43
95 4 0.27 0.336 63 2 0.34 0.422 4 4 0.28 0.368 27 1 0.32 0.211 33 0.25 0.254 14 3 0.41 0.516 13 3 0.28 0.390 43 2 0.31 0.254 84 4 0.43 0.473 44 3
3 0.396 6 0.455 2 0.200 3 0.379 4 0.259 9 0.373 8 0.425 5 0.503 6 0.331 7
Tabel 2(d) Data hasil normalisasi tahun 20002007 dengan target tahun 2008. Data Hasil Normalisasi 2000 2001 2002 2003 2004 0.155 0.329 0.1908 0.277 0.2438 7 6 6 0.186 0.107 0.1772 0.185 0.312 3 2 1 3 0.291 0.265 0.1971 0.270 0.353 7 1 2 0.217 0.272 0.1716 0.405 0.188 5 5 6 2 0.157 0.369 0.3061 0.361 0.165 1 7 8 6 0.301 0.429 0.3022 0.307 0.311 5 2 3 9 0.225 0.224 0.2442 0.435 0.318 1 5 2 9 0.468 0.551 0.2631 0.401 0.316 9 7 9 1 0.588 0.527 0.5129 0.710 0.615 7 5 6 4 0.496 0.9 0.4923 0.611 0.507 4 7 4 0.209 0.606 0.2719 0.229 0.246 8 9 4 0.282 0.468 0.2034 0.297 0.274 2 7 8 3
2005 2006 2007 2008 0.299 0.205 0.2778 0.2304 3 2 0.139 0.234 0.1 0.1084 6 0.159 0.224 0.1593 0.2305 5 4 0.276 0.336 0.3966 0.2517 3 2 0.344 0.422 0.4552 0.281 4 0.282 0.368 0.2003 0.159 7 1 0.323 0.211 0.3794 0.3962 3 0.251 0.254 0.2599 0.3066 4 3 0.411 0.516 0.3738 0.4161 3 3 0.284 0.390 0.4255 0.4684 3 2 0.318 0.254 0.5036 0.5461 4 4 0.434 0.473 0.3317 0.3618 4 3
Setelah data dinormalisasi, maka akan di generate bobot input ke hidden awal, bias input ke hidden, bobot hidden ke output, dan bias hidden ke output. Data bobot digenerate secara acak antara interval 0 sampai dengan 1. Tabel 3 menunjukkan hasil generate nilai bobot.
Tabel 3. Hasil generate Nilai Bobot Bobot Input Ke Hidden Awal 0.352 0.266 0.289 0.144 0.151 8 7 8 8 0.007 0.380 0.407 0.354 0.022 4 2 5 7 0.431 0.395 0.186 0.481 0.435 3 2 8 7 0.474 0.182 0.262 0.383 0.026 8 4 6 8 0.234 0.149 0.311 0.323 0.131 4 1 3 9 9 0.414 0.412 0.294 0.493 0.455 9 3 6 5 0.347 0.49 0.122 0.266 0.053 6 9 2 0.338 0.007 0.287 0.05 0.051 1 9 6 5 Data Input Ke Hidden 0.142 0.022 0.147 0.191 0.150 2 8 9 5 Bobot Input Ke Hidden 0.489 0.200 0.139 0.080 0.081 9 7 1 2 4 Bias Hidden Ke Output
0.387 4 0.207 0.028 1 0.296 2 0.139 7 0.113 4 0.499 7 0.399 4 0.474 3 0.323 3 0.367
Tahap selanjutnya adalah trainning. Proses training dilakukan sampai error yang dihasilkan sesuai atau lebih kecil dari target error. Gambar 2 merupakan grafik penurunan kuadrat error hasil trainning dengan bobot random yang telah digenerate tanpa penambahan momentum (backpropagation standar), dimana target error 0.01 dan jumlah hidden layer 6.
Gambar 2. Penurunan kuadrat error backpropagation tanpa penambahan momentum Pada gambar 2 menunjukkan bahwa target error dicapai pada iterasi ke 66. Pengujian berikutnya dilakukan dengan penambahan momentum pada proses perubahan bobotnya. Penurunan kuadrat error hasil trainning dengan bobot random yang telah digenerate dengan penambahan momentum ditunjukkan pada gambar 3.
170
Seminar Nasional Informatika 2014 curah hujan di kota Medan dapat dilihat pada tabel 5.
Gambar 3. Penurunan kuadrat error backpropagation dengan penambahan momentum. Gambar 3 menunjukkan bahwa target error dicapai pada iterasi ke 40. Jumlah iterasi lebih kecil dari proses trainning dengan bobot random yang telah digenerate tanpa penambahan momentum (backpropagation standar). Pengujian berikutnya adalah dilakukan bebepara kali proses trainning dan pengujian/testing dengan jumlah hidden 6 dan target error yang divariasikan. Hasil dari pengujian ini dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4. Data hasil pengujian perbedaan penambahan momentum dengan backpropagation standar. Dengan Tanpa Momentum Penambahan Targ Momentum et error Itera Keakurasi Itera Keakurasi si an si an 0.01 66 26.27 % 40 20.31 % 0.009 87 33.92 % 57 35.54 % 0.008 152 42.94 % 122 41.02 % 0.007 500 18.92 % 424 20.75% 4 0.007 1000 42.35 % 905 43.65 % 3 Pada tabel 4 dapat dilihat bahwa target error yang berbeda akan menghasilkan jumlah iterasi yang berbeda pula. Semakin kecil target error, maka jumlah iterasi akan semakin besar. Pada tabel 4 dapat dilihat juga bahwa ketika target error semakin kecil, maka nilai keakurasiannya cenderung semakin baik (semakin besar). Pada tabel 4 dapat dilihat juga bahwa dengan penambahan momentum, maka jumlah iterasi yang dihasilkan lebih kecil dibandingkan dengan jumlah iterasi yang dihasilkan tanpa penambahan momentum. Target error 0.0073 memiliki nilai akurasi yang lebih baik dibandingkan dengan pengujian lainnya yaitu 43.65%. Tahap terakhir yaitu melakukan prediksi curah hujan untuk beberapa tahun berikutnya dengan mengambil nilai akurasi tertinggi dari hasil pengujian yaitu 43.65%. Hasil prediksi
Tabel 5. Hasil prediksi tahun 2013, tahun 2014, tahun 2015, tahun 2016, dan tahun 2017. Tahun 2013 2014 2015 2016 2017 Bulan1 130 139.9 148.5 159.4 143.2 Bulan 2 129.2 126 129.3 130.6 128.2 Bulan 3 144 135 161.5 204.7 169.2 Bulan 4 218.5 192.2 147.4 144.3 135.4 Bulan 5 313.8 300.3 215.2 231.8 154.6 Bulan 6 136 127 132.3 137.6 140.6 Bulan 7 178.2 233.7 187.9 160.5 156.6 Bulan 8 138.5 142.1 193.1 269.2 275.6 Bulan 9 278.7 247.6 255.9 210 147.4 Bulan 304.3 278.9 253.3 220.8 212.4 10 Bulan 261.7 303 238.3 157.6 183.9 11 Bulan 255.1 189.4 147 128.9 150 12 Rata207.3 201.2 184.1 179.6 166.4 Rata Dari hasil prediksi yang telah dilakukan dapat dilihat bahwa pada tahun 2013 jumlah curah hujan rata-rata sebesar 207.3, lebih besar dari tahun-tahun berikutnya. Tahun 2013 rata-rata curah hujan adalah 201.367, sedangkan pada tahun 2017 rata-rata curah hujan adalah 166.4. 7.
Kesimpulan
Dari hasil dan penelitian dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Target error yang berbeda akan menghasilkan jumlah iterasi yang berbeda pula. Semakin kecil target error, maka jumlah iterasi akan semakin besar. 2. Semakin kecil target error, maka nilai keakurasiannya cenderung semakin baik (semakin besar). 3. Jumlah iterasi pada proses trainning dengan penambahan momentum lebih kecil dibandingkan dengan tanpa penambahan momentum. 4. Tingkat akurasi tertinggi dicapai pada target error 0.0073 yaitu 43.65%. Daftar Pustaka [1] Akashdeep, et al., 2013, Time Series Analysis of Forecasting Indian Rainfall, International Journal of Inventive Engineering and Sciences (IJIES) ISSN: 2319-9598, Volume-1, Issue-6, May 2013. [2] Ch.Jyosthna Devi, et al, 2012, ANN Approach for Weather Prediction using Back Propagation, International Journal of Engineering Trends and Technology171
Seminar Nasional Informatika 2014 Volume3Issue1-2012. [3] Indrabayu, et al., 2012, Prediksi Curah Hujan dengan Jaringan Saraf Tiruan, “Prosiding 2012”. [4] Indrabayu, et al., 2011, Prediksi Curah Hujan di Wilayah Makasar Menggunakan Metode Wavelet-Neural Network, Jurnal Ilmiah “Elektrikal Enjiniring” UNHAS, Vol. 09, No. 02, Agustus. [5] Nurcahaya, Pradana, T.P., et al, 2013, Pemanfaatn Seed Region Growing Segmentation dan Momentum
172
Backpropagation Neural Network Untuk Klasifikasi Jenis Sel Darah Putih. [6] Sutojo, T., et al, 2010, Kecerdasan Buatan, Yogyakarta: Andi Offset.