ANALISIS PEMBIAYAAN TALANGAN HAJI MENURUT HUKUM ISLAM DAN PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2013 (Studi Kasus di Bank Syari’ah Mandiri KC Salatiga)
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam
Oleh: Yessi Widhi Astuti NIM: 21411025
JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARI’AH FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA 2015 i
ii
iii
iv
MOTO PENULIS
"Wahai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu: "Berlapanglapanglah dalam majelis", maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu" maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (Q.S. Al-Mujadilah: 11)
“Ilmu tanpa agama adalah lumpuh, agama tanpa ilmu adalah buta” (Albert Einstein)
“Kegigihan adalah kekuatan hebat yang tak terlihat yang bisa menyingkirkan rintangan besar” (Yessi Widhi Astuti)
v
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan dengan cinta dan ketulusan hati karya ilmiah berupa skripsi ini kepada : 1. Kedua orang tuaku Bapak Ripto Haryono dan Ibu Nurhayati tercinta, yang telah mendoakan dan memberi kasih sayang serta pengorbanan selama ini. 2. Adikku Wisnu Syahrul Romansyah, yang telah mendoakan agar selalu tetap semangat dalam menuntut ilmu dan menjalani kehidupan di dunia ini. 3. Keluarga Besar Bani Mukaromah, yang selalu memberikan dorongan serta motivasi agar selalu bersabar dalam menghadapi setiap masalah. 4. Seseorang yang telah memberikan kehidupan bermakna, pencerahan dan motivasi yang tinggi sehingga penulis selalu semangat dalam menjalani kehidupan. 5. Para guru sejak Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi yang penulis sayangi dan hormati dalam memberikan ilmu dan membimbing dengan penuh kesabaran. 6. Almamater Tercinta Fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga yang penulis banggakan.
vi
KATA PENGANTAR Rasa syukur yang dalam penulis sampaikan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat-Nya Penulisan Skripsi ini dapat penulis selesaikan sesuai dengan yang
diharapkan.
Penulis
juga
bersyukur
atas
rizki
dan
kesehatan
yang telah diberikan oleh-Nya sehingga penulis dapat menyusun penulisan skripsi ini. Sholawat dan salam selalu penulis sanjungkan kepada Nabi, Kekasih, Spirit Perubahan, Rasullah Muhammad SAW beserta segenap keluarga dan para sahabat-sahabatnya, syafa‟at beliau sangat penulis nantikan di hari pembalasan nanti. Penulisan skripsi ini disusun untuk diajukan sebagai salah satu persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana dalam Hukum Islam, Fakultas Syari‟ah, Jurusan S1 Hukum Ekonomi Syari‟ah yang berjudul: “Analisis Pembiayaan Talangan Haji Menurut Hukum Islam dan Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2013 (Studi Kasus di Bank Syari’ah Mandiri KC Salatiga)”. Penulis mengakui bahwa dalam menyusun Penulisan Skripsi ini tidak dapat diselesaikan tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Karena itulah penulis mengucapkan penghargaan yang setinggi-tingginya, ungkapan terima kasih kadang tak bisa mewakili kata-kata, namun perlu kiranya penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd, selaku Rektor IAIN Salatiga 2. Ibu Dra. Siti Zumrotun, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Syari‟ah di IAIN Salatiga. vii
3. Bapak Ilya Muhsin, S.H.I., M.Si, selaku Wakil Dekan Fakultas Syari‟ah Bidang Kemahasiswaan dan Kerja Sama yang selalu memberikan ilmunya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan lancar dan baik. 4. Ibu Evi Ariyani, M.H, selaku Ketua Jurusan S1 Hukum Ekonomi Syari‟ah di IAIN Salatiga. 5. Bapak Farkhani, S.H.I., S.H., M.H, selaku Dosen Pembimbing yang selalu meberikan saran, pengarahan dan masukan berkaitan penulisan skripsi sehingga dapat selesai dengan maksimal sesuai yang diharapkan. 6. Ibu Lutfiana Zahriani, M.H, selaku Kepala Lab. Fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga yang memberikan pemahaman, arahan dalam penulisan skripsi sehingga penulisan skripsi ini bisa saya selesaikan. 7. Bapak Gery Baldi, selaku Direktur Bank Syari‟ah Mandiri KC Salatiga yang telah berkenan memberikan izin penelitian di Bank Syari‟ah Mandiri KC Salatiga serta jajaran pegawai yang telah memberikan informasi berkaitan penulisan skripsi. 8. Bapak dan Ibu Dosen selaku staf pengajar dan seluruh staf adminitrasi Fakultas Syari‟ah yang tidak bisa kami sebut satu persatu yang selalu memberikan ilmunya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tanpa halangan apapun. 9. Sahabat-sahabatku Lilis Setiyowati, Tri Subiyanti, dan Faza Atika Ulfah yang selalu mendukung penulis dalam menyusun skripsi ini.
viii
10. Teman-teman Jurusan S1 Hukum Ekonomi Syari‟ah angkatan 2011 di IAIN Salatiga yang telah memberikan banyak cerita selama menempuh pendidikan di IAIN Salatiga. Semoga Allah SWT membalas semua amal kebaikan mereka dengan balasan yang lebih dari yang mereka berikan kepada penulis, agar pula senantiasa mendapatkan maghfiroh, dan dilingkupi rahmat dan cita-Nya. Amiin. Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi metodologi, penggunaan bahasa, isi, maupun analisanya, sehingga kritik dan saran yang konstruktif, sangat penulis harapan demi enaknya penulisan skripsi ini dibaca dan dipahami. Akhirnya, penulis berharap semoga skrispi ini bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri dan umumnya bagi pembaca.
Salatiga, 06 Agustus 2015
Penulis.
ix
ASBTRAK Astuti, Yessi Widhi. 2015. Analisis Pembiayaan Talangan Haji Menurut Hukum Islam dan Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2013 (Studi Kasus di Bank Syari‟ah Mandiri KC Salatiga). Skripsi. Fakultas Syari‟ah. Jurusan. S1 Hukum Ekonomi Syari‟ah. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing: Farkhani, S.H.I., S.H., M.H. Kata Kunci : Pembiayaan, Talangan Haji, Hukum Islam. Bank Syari‟ah Mandiri KC Salatiga merupakan salah satu lembaga keuangan syari‟ah dalam bentuk perbankan syari‟ah yang banyak mengeluarkan produk pembiayaan. Salah satunya adalah pembiayaan talangan haji. Penulis dalam hal ini mengkaji tentang analisis hukum Islam dan Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2013 terhadap pelaksanaan pembiayaan talangan haji pada produk pembiayaan pembiayaan talangan haji di Bank Syari‟ah Mandiri KC Salatiga. Pertanyaan utama yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah (1) Bagaimana pelaksanaan pembiayaan talangan haji di Bank Syari‟ah Mandiri KC Salatiga (2) Apakah pelaksanaan pembiayaan talangan haji di Bank Syari‟ah Mandiri KC Salatiga sesuai dengan hukum Islam dan Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2013 tentang Bank Penerima Setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji. Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka dilakukan penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan sosiologis yuridis serta menggunakan jenis penelitian field research (penelitian lapangan) yaitu penelitian yang dilakukan di dalam masyarakat itu sendiri atau dalam instansi yang bersangkutan. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan produk pembiayaan talangan haji di Bank Syari‟ah Mandiri KC Salatiga. Temuan penelitian ini menunjukan bahwa, pertama: Pelaksanaan pembiayaan talangan haji di Bank Syari‟ah Mandiri KC Salatiga dari segi akadnya sudah menggunakan akad Qardh wal Ijarah yang sudah sesuai dengan prinsip-prinsip syara‟ dari akad tersebut dan sesuai fatwa DSN-MUI No. 19/DSN-MUI/IV/2001 dan fatwa DSN-MUI No. 09/DSNMUI/IV/2000 dan produk pembiayaan talangan haji di Bank Syari‟ah Mandiri KC Salatiga telah sesuai dengan Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2013. Karena sejak berlakunya Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2013 Bank Syari‟ah Mandiri memberikan layanan pembiayaan talangan haji dengan jangka waktu talangan hanya 1 (satu) tahun. Apabila dalam waktu satu tahun nasabah tidak bisa melakukan pelunasan, maka akan dilakukan akad ulang dan nasabah akan dikenakan ujrah sebesar Rp. 2.850.000,-. Kedua: Pelaksanaan pembiayaan Talangan Haji di bank Syari‟ah Mandiri KC Salatiga sudah sesuai dengan hukum Islam dan Peraturan Menteri Agama Nomor 30 Tahun 2013 tentang Bank Penerima Setoran Penyelenggaraan Ibadah Haji.
x
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL.................................................................................
i
NOTA PEMBIMBING..............................................................................
ii
PENGESAHAN.........................................................................................
iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN.................................................
iv
MOTO........................................................................................................
v
PERSEMBAHAN......................................................................................
vi
KATA PENGANTAR...............................................................................
vii
ABSTRAK.................................................................................................
x
DAFTAR ISI..............................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR.................................................................................
xiv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah.........................................................
1
B. Rumusan Masalah.................................................................
5
C. Tujuan Penelitian...................................................................
6
D. Kegunaan Penelitian..............................................................
6
E. Penegasan Istilah...................................................................
6
F. Tinjauan Pustaka...................................................................
7
G. Metode Penelitian..................................................................
9
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian.......................................
9
2. Kehadiran Peneliti ............................................................
10
3. Lokasi Penelitian ..............................................................
10
4. Sumber Data.......................................................................
11
5. Prosedur Pengumpulan Data .............................................
11
6. Analisis Data .....................................................................
13
7. Pengecekan Keabsahan Data .............................................
13
8. Tahap-tahap Penelitian.......................................................
14
H. Sistematika Penulisan............................................................
16
xi
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Haji Dalam Prespektif Fiqh...................................................
19
1. Pengertian Haji...................................................................
19
2. Dasar Hukum Haji..............................................................
21
3. Waktu Pelaksanaan Haji.....................................................
24
4. Rukun-Rukun Haji Dan Syarat-Syarat Haji.......................
25
B. Istiƫã‟ah Ibadah Haji..............................................................
33
1. Pengertian dan Batasan Istiƫã‟ah Ibadah Haji.....................
33
2. Istiƫã‟ah Ibadah Haji Menurut Para Ulama.........................
36
C. Tinjauan Tentang Pembiayaan Talangan Haji.......................
38
1. Pengertian Pembiayaan Talangan Haji...............................
41
2. Dasar Hukum Pembiayaan Talangan Haji..........................
42
3. Akad Dalam Pembiayaan Talangan Haji............................
43
D. Tinjauan Tentang Bank Penerima Setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPS BPIH)............................ BAB III
50
GAMBARAN UMUM PELAKSANAAN PEMBIAYAAN TALANGAN HAJI DI BANK SYARI’AH MANDIRI A. Gambaran Umum Bank Syari‟ah Mandiri............................
61
1. Sejarah Bank Syari‟ah Mandiri........................................
61
2. Profil Bank Syari‟ah Mandiri...........................................
63
3. Visi dan Misi....................................................................
64
4. Struktur Organisasi...........................................................
65
5. Produk-Produk di Bank Syari‟ah Mandiri.......................
70
B. Gambaran Umum Pembiayaan Talangan Haji di Bank
BAB IV
Syari‟ah Mandiri...................................................................
86
1. Pengertian Pembiayaan Talangan Haji...........................
86
2. Akad Pembiayaan Talangan Haji....................................
87
3. Mekanisme Pembiayaan Talangan Haji..........................
88
4. Manfaat Pembiayaan Talangan Haji...............................
91
ANALISIS DATA A. Analisis Pembiayaan Talangan Haji Menurut Hukum xii
Islam......................................................................................
92
B. Analisis Pembiayaan Talangan Haji Menurut Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2013 BAB V
99
PENUTUP A. Kesimpulan ..........................................................................
104
B. Saran-Saran...........................................................................
105
DAFTAR PUSTAKA DAFTAR RIWAYAT HIDUP LAMPIRAN-LAMPIRAN
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Struktur Organisasi Bank Syari‟ah Mandiri..................................... 67
xiv
DAFTAR GAMBAR
Tabel 3.2 Ketentuan Pembiayaan Talangann Haji Bank Syari‟ah Mandiri KC. Salatiga..................................................................................................
xv
88
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Haji adalah rukun Islam yang ke lima. Haji berarti: berkunjung, atau ziarah. Yang dimaksudkan ialah: berkunjung atau ziarah ke tanah suci (Baitullah dan sekitarnya) dalam rangka melaksanakan Rukun Islam yang kelima (Saleh, 2008: 202). Dalam buku Fikih Sunnah jilid 5, Syayyid Sabiq (1978: 31) menjelaskan bahwa haji ialah mengunjungi Mekkah buat mengerjakan ibadah Thawaf, sai, wuquf di Arafah dan ibadah-ibadah lain demi memenuhi titah Allah dan mengharap keridhaan-Nya. Waktu pelaksanaan ibadah haji hanya pada bulan Dzulhijjah. Dilaksanakan
pada
tanggal
8
sampai
13
Djulhijjah.
Tempat
dilaksanakannya ibadah haji adalah di Masjidilharam, Mekkah. Ibadah haji diwajibkan Allah kepada orang-orang yang mampu menunaikannya, yaitu orang-orang yang memiliki kesanggupan biaya serta sehat secara jasmani dan rohani untuk menunaikan ibadah haji. Dalam al-Qur‟an Surat Ali Imran ayat 97 dijelaskan bahwa diwajibkannya haji bagi orang yang mampu, dan tidak diwajibkan haji bagi orang yang tidak mampu, sebagai berikut:
1
Artinya: Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim, barang siapa memasukinya (baitullah itu) menjadi aman dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barang siapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam (Q.S. Ali Imran: 97). Selain itu terdapat hadis yang menjelaskan tentang keutamaan mengeluarkan biaya dalam melakukan ibadah haji. Dalam hadis yang diterima dari Buraidah bahwa Nabi saw. bersabda: “Mengeluarkan
biaya
untuk
keperluan
haji
sama
dengan
mengeluarkannya untuk perang sabil: satu dirham menjadi tujuh kali lipat.” (Sabiq, 1978: 39). Dalam rangka membantu umat Islam dalam menunaikan rukun Islam yang kelima ini maka lembaga keuangan syariah atau perbankan syariah berlomba-lomba untuk membuat berbagai macam produk pembiayaan. Produk pembiayaan tersebut diantarannya pembiayaan talangan haji. Yang menjadi landasan hukum dari produk ini adalah fatwa DSN MUI Nomor 29/DSN-MUI/VI/2002 dengan ketentuan sebagai berikut: 2
1. Dalam pengurusan haji bagi nasabah, LKS dapat memperoleh imbalan jasa (ujrah) dengan menggunakan prinsip al-Ijarah sesuai Fatwa DSNMUI nomor 9/DSN-MUI/IV/2000. 2. Apabila diperlukan, LKS dapat membantu menalangi pembayaran BPIH nasabah dengan menggunakan prinsip al-Qardh sesuai Fatwa DSN-MUI nomor 19/DSN-MUI/IV/2001. 3. Jasa pengurusan haji yang dilakukan LKS tidak boleh dipersyaratkan dengan pemberian talangan haji. 4. Besar imbalan jasa al-Ijarah tidak boleh didasarkan pada jumlah talangan al-Qardh yang diberikan LKS kepada nasabah. Dengan munculnya fatwa tersebut membuat nasabah sangat berminat terhadap produk pembiayaan talangan haji yang disediakan di perbankkan syari‟ah. Bahkan dengan biaya yang cukup terjangkau, kita dapat mendapatkan talangan haji yang cukup besar dan jangka waktu pengembalian yang relatif lama. Menurut Dyah Septiani dalam webnya (http://dyahseptatiani.wordpress.com/2013/03/24/dana-talangan-haji/, diakses pada 11 November 2014) menjelaskan bahwa untuk mendapatkan pembiayaan talangan haji di Bank Syari‟ah Mandiri hanya dengan dana minimal yang harus dimiliki oleh calon jamaah adalah sebesar Rp. 5.850.000,- maka dana Talangan haji yang akan diterima adalah sebesar Rp. 22.500.000,- dengan jangka waktu pengembalian dana 3 tahun (ketentuan jumlah setoran awal untuk memperoleh nomor porsi untuk
3
tahun 2012 adalah RP. 25.000.000,- info yang peroleh di tahun 2013 sekitar bulan april, pemerintah akan menaikan jumlah setoran awal). Jumlah yang akan dikembalikan selama jangka waktu 3 tahun tersebut tidak ditentukan batas minimalnya, hanya dikenakan ujrah (administrasi) per tahunnya. Untuk tahun pertama biaya Ujrah sebesar 2.850.000,- (sudah termasuk dalam dana minimal calon jamaah). Untuk tahun ke dua biaya ujrah sebesar Rp. 2.850.000,-. Untuk tahun ke tiga biaya ujrah Rp. 2.850.000,- Ujrah tersebut belum termasuk biaya materai (pada waktu akad). Syarat yang ditentukan oleh Bank Syariah Mandiri untuk mendapatkan dana talangan haji sangat mudah, hanya melampirkan copy KTP suami/isteri, copy kartu keluarga, copy Akta Nikah dan membuka Tabungan Mabrur. Banyaknya minat nasabah dan mudahnya syarat untuk memperoleh Pembiayaan Talangan Haji maka mengakibatkan banyak daftar tunggu haji (waiting list). Bahkan menurut artikel yang diakses oleh peneliti daftar tunggu haji untuk daerah Jawa Tengah sendiri dari 29.435 kuota haji yang disediakan sudah ada 402.598 jamaah yang mendaftar dan menyebabkan daftar tunggu haji sampai tahun 2028. Lamanya daftar tunggu haji tersebut dikarenakan banyaknya calon jemaah haji yang mendaftar. Namun dari 402.598 pendaftar baru 2.079 yang melunasi Biaya Penyelenggaraan Ibadah
Haji
(http://www.kabarmakkah.com/2014/09/berapa-tahun-
menunggu-kuota-haji.html, diakses pada 11 November 2014).
4
Maka dalam rangka meningkatkan pengelolaan setoran biaya penyelenggaraan ibadah haji secara lebih profesional, akuntabel, amanah, dan transparan Menteri Agama Republik Indonesia memberlakukan Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2013 yang mengatur tentang Bank Penerima Setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji. Selain itu untuk menanggulangi banyaknya daftar tunggu haji (waiting list) dalam Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2013 juga menetapkan bahwa Bank Penerima Setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji tidak boleh memberikan layanan dana talangan haji dengan jangka waktu talangan lebih dari 1 (satu) tahun. Berdasarkan pemaparan di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Analisis Pembiayaan Talangan Haji Menurut Hukum Islam dan Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2013 (Studi Kasus di Bank Syari’ah Mandiri Kantor Cabang Salatiga)”.
B. Fokus Penelitian Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas dapat diangkat pokok masalah yang dapat dijadikan pembahasan, yaitu : 1. Bagaimana pelaksanaan pembiayaan talangan haji di Bank Syari‟ah Mandiri Kantor Cabang Salatiga? 2. Apakah pelaksanaan pembiayaan talangan haji di Bank Syari‟ah Mandiri Kantor Cabang Salatiga sesuai dengan Hukum Islam dan 5
Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2013 Tentang Bank Penerima Setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji?
C. Tujuan Penelitian Dengan dilakukannya penelitian terhadap pembiayaan talangan haji di Bank Syari‟ah Mandiri Kantor Cabang Salatiga diharapkan dapat : 1. Untuk mengetahui dengan jelas bagaimana pelaksanaan pembiayaan talangan haji di Bank Syari‟ah Mandiri Kantor Cabang Salatiga. 2. Untuk mengetahui apakah pelaksanaan pembiayaan talangan haji di Bank Syari‟ah Mandiri Kantor Cabang Salatiga sesuai dengan Hukum Islam dan Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2013 Tentang Bank Penerima Setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji.
D. Kegunaan Penelitian 1. Sebagai sumbangan pemikiran dalam menambah wawasan tentang produk pembiayaan talangan haji. 2. Memberikan wawasan kepada pembaca mengenai kesesuaian antara peraturan dan praktek nyata dalam pembiayaan talangan haji.
E. Penegasan Istilah 1. Pembiayaan Talangan Haji merupakan pinjaman dana talangan dari bank kepada nasabah khusus untuk menutupi kekurangan dana untuk 6
memperoleh kursi/seat haji dan pada saat pelunasan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH) (www.syariahmandiri.co.id). 2. Hukum Islam adalah ketetapan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT yang berupa aturan-aturan untuk ditaati dan berupa larangan-larangan untuk dijauhi. 3. Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2013 adalah peraturan yang mengatur tentang Bank Penerima Setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji.
F. Tinjauan Pustaka Penelitian tentang pembiayaan talangan haji dalam lembaga perbankan
syari‟ah
sudah
banyak
dilakukan.
Penelitian
tentang
pembiayaan talangan haji ini pernah dilakukan oleh Maria Ulfah (2012: iv) mahasiswi di IAIN Walisongo yang dijadikan sebagai bahan skripsi. Maria Ulfah
meneliti
tentang
ANALISIS
PENGARUH
MARKETING
SYARIAH TERHADAP MINAT NASABAH DANA TALANGAN HAJI (STUDI KASUS DI BANK MUAMALAT CABANG SEMARANG). Maria Ulfah memfokuskan tentang masalah apakah ada pengaruh marketing syariah terhadap minat nasabah Dana Talangan Haji. Penelitian tersebut bertujuan menguji secara parsial dan simultan bagaimana marketing syariah berpengaruh terhadap minat nasabah untuk pengambilan porsi haji dalam bentuk dana Talangan Haji di Bank Muamalat Cabang Semarang.
7
Skripsi Nur Halimah (2009 : vi) mahasiswi di IAIN Walisongo dengan judul STUDI ANALISIS TERHADAP PRAKTEK AKAD
QARDH WAL IJARAH PADA PEMBIAYAAN TALANGAN HAJI DI BANK SYARI‟AH MANDIRI CABANG SEMARANG. Dalam skripsi Nur Halimah menjelaskan tentang penerapan dan praktek dari akad Qardh Wal ijarah pada pembiayaan talangan haji di Bank Syari‟ah Mandiri Cabang Semarang sudah sesuai dengan Syari‟at Islam. Skripsi Muhammad Bahtiyar Rifai (2010: ii) mahasiswa di UIN Sunan Kalijaga dengan judul TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRODUK TALANGAN HAJI (STUDI DI BANK SYARI‟AH MANDIRI CABANG CIK DI TIRO YOGYAKARTA). Dalam skripsi Muhamat Bahtiyar Rifai ini memfokuskan masalah tentang gambaran produk talangan haji di BSM Cabang Cik Di Tiro Yogyakarta dan bagaimana tinjauan Hukum Islam terhadap produk talangan haji tersebut. Dari tinjauan pustaka yang diperoleh penulis, maka pembahasan mengenai Analisis Pembiayaan Talangan Haji Menurut Hukum Islam dan Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2013 (Studi Kasus di Bank Syari‟ah Mandiri Kantor Cabang Salatiga) sangat menarik untuk dikaji. Walaupun sudah ada yang meneliti tentang tinjauan Hukum Islam terhadap dana talangan haji, namun disini peneliti akan membandingkan praktek pelaksanaan pembiayaan talangan haji di Bank Syari‟ah Mandiri Kantor Cabang Salatiga dengan Hukum Islam dan Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2013. 8
G. Metode Penelitian 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian Pendekatan
yang
digunakan
dalam
penelitian
ini
adalah
Pendekatan Sosiologis Yuridis. Pendekatan Sosiologis Yuridis yaitu strategi penelitian yang lebih banyak melihat fakta-fakta fenomena yang terjadi dalam kehidupan masyarakat, kemudian diambil dan dihubungkan dengan hukum-hukum positif nasional dengan tidak meninggalkan hukum syari‟ yang menjadi sumber keberadaan hukum pembiayaan talangan haji dalam perbankkan syari‟ah. Jenis penelitian yang digunakan adalah field research (penelitian lapangan) yaitu penelitian yang dilakukan di dalam masyarakat itu sendiri atau dalam instansi yang bersangkutan. Pengertian lain dari Penelitian lapangan (field research), yaitu research yang dilakukan dikancah atau di medan terjadinya gejala-gejala (Hadi, 2000: 10). Yaitu bagaimana pelaksanaan produk pembiayaan talangan haji di perbankkan syari‟ah, selain itu penelitian ini termasuk penelitian kualitatif, karena dalam penelitian ini bertujuan untuk mengungkap fakta secara menyeluruh melalui pengumpulan data di lapangan dan memanfaatkan diri peneliti sebagai instrumen kunci. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara holistic, dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, 9
pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Moleong, 2009: 6). Selain itu laporan penelitian kualitatif harus memiliki fokus yang jelas. Fokus dapat berupa masalah, objek evaluasi, atau pilihan kebijakan (STAIN, 2008: 26). 2. Kehadiran Peneliti Dalam penelitian ini peneliti menjadi instrumen yang sangat penting dan juga menjadi pengumpul data. Maka kehadiran peneliti disini sebagai partisipan penuh yang mengumpulkan data tentang penelitian. Dan kehadiran peneliti dalam meneliti produk pembiayaan talangan haji di Bank Syari‟ah Mandiri Kantor Cabang Salatiga ini diketahui karena peneliti melakukan wawancara dengan pihak perbankkan. 3. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini adalah Bank Syari‟ah Mandiri Kantor Cabang Salatiga yang beralamatkan di jalan Diponegoro Nomor 77, Kota: Salatiga, Indonesia. Peneliti memilih lokasi tersebut karena sesuai dengan topik yang akan diteliti. Dan dengan dipilihnya lokasi tersebut berharap akan menambah wawasan dan menemukan wawasan baru. 4. Sumber Data Sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data dapat Diperoleh (Arikunto, 2002: 107). Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 10
a. Data primer yaitu: data yang diperoleh secara langsung dari pihak pertama (Subagyo, 1991: 87). Sumber data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber pertama yakni pegawai bank syari‟ah melalui penelitian. b. Data sekunder yaitu: data yang diperoleh atau berasal dari bahan kepustakaan yang digunakan untuk melengkapi data primer (Subagyo, 1991: 89). Sumber data sekunder yaitu mencakup dokumen resmi, buku-buku, hasil penelitian yang serupa laporan buku harian dan sebagainnya. 5. Prosedur Pengumpulan Data Dalam penelitian kualitatif, peneliti tidak mengumpulkan data dengan seperangkat instrumen untuk mengatur variabel, tapi peneliti mencari dan belajar dari subjek dalam penelitiannya, serta menyusun format (yang disebut protokol) untuk mencatat data ketika penelitian berjalan (Alsa, 2003: 47). Adapun metode pengumpulan data tentang pembiayaan talangan haji ini dengan menggunakan tehnik sebagai berikut : a. Metode observasi Yaitu metode suatu pengumpulan data yang dilakukan dengan pengamatan langsung dan mencakup data-data yang diperoleh secara sistematis, dari objek penelitian. Seperti melakukan tes, kuisioner atau angket, rekaman gambar, dan rekaman suara. Ini berkaitan dengan produk pembiayaan talangan 11
haji di Bank Syari‟ah Mandiri Kantor Cabang Salatiga. Metode observasi inilah metode pertama yang penulis gunakan untuk memperoleh data-data yang berkaitan dengan produk pembiayaan talangan haji. b. Metode Wawancara Interview/ wawancara, yaitu suatu percakapan tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih yang duduk berhadapan secara fisik dan diarahkan pada suatu masalah tertentu (Kartono, 1996: 187). Atau mendapatkan informasi dengan cara tanya jawab langsung kepada pemuka agama, tokoh masyarakat setempat dan pejabat yang berkompeten, yang merupakan bagian penting dari cara pengumpulan data dalam penelitian lapangan. Metode ini digunakan untuk mengetahui tentang produk pembiayaan talangan haji. Adapun dalam penelitian ini yang diwawancarai adalah instrumen-instrumen penting dalam Bank Syari‟ah Mandiri Kantor Cabang Salatiga. Yaitu bagian customer service Bank Syari‟ah Mandiri Kantor Cabang Salatiga dan Unit Pelayanan Pembiayaan Talangan Haji di BMT Amal Mulia Suruh selaku mitra kerja dari Bank Syari‟ah Mandiri Kantor Cabang Salatiga. c. Dokumentasi Yaitu, mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar,
majalah, prasasti,
notulen rapat, lengger, agenda, dan sebagainya (Arikunto, 2002: 12
206). Untuk mendapatkan data yang jelas dan kongkrit, maka peneliti juga menggunakan metode dokumentasi berupa, bacaanbacaan yang memuat tentang tema yang akan diteliti. Selain itu peneliti juga akan mendokumentasikan kegiatan
penelitian
lapangan yang akan dilakukan. Seperti dokumentasi berupa gambar, rekaman suara, dan lain-lain. 6. Analisis Data Setelah data terkumpul, langkah selanjutnya adalah menganalisis data dan menyimpulkan dari data-data yang sudah terkumpul. Semuanya bertujuan untuk menyimpulkan data secara teratur dan rapi. Dalam pengolahan data ini penulis menggunakan metode Deskripsi Kualitatif yaitu metode yang digunakan terhadap suatu data yang telah dikumpulkan, kemudian diklasifikasikan, disusun, dijelaskan yakni digambarkan dengan kata-kata atau kalimat yang digunakan untuk memperoleh kesimpulan (Arikunto, 1998 : 245). Analisis data ini dilakukan dengan cara membandingkan antara fakta yang dihasilkan dari penelitian dilapangan yaitu di Bank Syari‟ah Mandiri Kantor Cabang Salatiga dengan teori Hukum Islam dan Hukum Positif di Indonesia. 7. Pengecekan Keabsahan Data Studi kasus ini menggunakan penelitian dan pendekatan kualitatif. Dalam pengecekan keabsahan data peneliti menggunakan berbagai metode seperti wawancara dan pengkajian dari Hukum Islam dan 13
Peraturan Menteri Agama. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan metode wawancara yang ditunjang dengan observasi. Selain itu peneliti menggunakan metode trianggulasi data. Trianggulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatun yang lain dalam membandingkan hasil wawancara terhadap objek penelitian (Moleong, 2004: 330). Jadi setelah peneliti melakukan wawancara kepada pihak Bank Syariah Mandiri dan mencatat hasil wawancara. Setelah hasil dari wawancara dirubah kedalam bentuk resume, maka peneliti melakukan pengecekan hasil resume tersebut kepada pihak Bank Syariah Mandiri. Apakah hasil resume wawancara sesuai dengan apa yang ada dalam Bank Syariah Mandiri. 8. Tahap-tahap Penelitian Yang pertama adalah tahap persiapan penelitian. Dalam tahap persiapan penelitian ini setelah peneliti menemukan hal yang ingin diteliti, maka peneliti membuat garis besar hal yang ingin dilteliti. Setelah itu peneliti membuat judul dan menentukan rumusan masalah. Peneliti membuat pedoman wawancara yang disusun berdasarkan permasalahan atau objek penelitian yang akan diteliti. Pedoman wawancara tersebut berisi tentang pertanyaan-pertanyaan mendasar yang yang nantinya akan dapat dikembangkan pada saat wawancara. Setelah itu tahap persiapan selanjutnya adalah mempersiapkan diri untuk melakukan wawancara. Setelah itu peneliti menentukan subjek 14
yang akan diwawancarai dan membuat kesepakatan dengan calon narasumber mengenai waktu dan tempat untuk melakukan wawancara. Setelah
wawancara
dilakukan,
tahap
selanjutnya
adalah
memindahkan hasil wawancara. Hasil wawancara bisa berupa catatan, rekaman, ataupun lainnya. Yang kemudian dilakukan pemindahan dalam bentuk tertulis atau teks. Maka langkah selanjutnya adalah melakukan pembuatan skripsi. Setelah judul dan rumusan masalah sudah ditentukan, maka langkah selanjutnya adalah membuat pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, fokus penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah, tinjauan pustaka, metode penelitian (metode penelitian ini berisi pendekatan dan jenis penelitian, kehadiran peneliti, lokasi penelitian, sumber data, prosedur pengumpulan data, analisis data, pengecekan keabsahan data, dan tahap-tahap penelitian), dan sistematika penulisan. Setelah pendahuluan selesai, peneliti mulai membuat kajian pustaka yang berisi landasan teori tentang haji dan penjelasan mengenai pembiayaan talangan haji menurut hukum Islam. Dan melakukan pengembangan dari rumusan masalah yang dijelaskan dalam pendahuluan. Setelah itu peneliti melakukan analisis data pembahasan yang berisi tentang analisis temuan data dilapangan yang berhubungan dengan pembiayaan talangan haji di Bank Mandiri Syari‟ah. Dan 15
langkah terakhir dalam penelitian ini adalah memberikan kesimpulan yang berisi kritik ataupun saran baik untuk tempat penelitian ataupun penelitian selanjutnya.
H. Sistematika Penulisan Sesuai dengan pedoman penulisan skripsi, penulis akan membagi skripsi ini menjadi lima bab. Masing-masing bab disusun secara sistematis dan logis. Dan dalam setiap bab terdapat sub bab yang akan menjelaskan masing-masing bab. Untuk lebih jelasnya penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: Bab pertama berisi tentang pendahuluan yang terdiri atas latar belakang masalah, fokus penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah, metode penelitian, kajian pustaja dan sistematika penulisan. Didalam metode penelitian berisi tentang pendekatan dan jenis penelitian, kehadiran peneliti, lokasi penelitian, sumber data, prosedur pengumpulan data, analisis data, pengecekan keabsahan data, dan tahaptahap penelitian. Bab kedua tentang tinjauan umum haji dan pembiayaan talangan haji, terdiri dari beberapa sub bab, sub bab pertama berisi tentang haji dalam prespektif fiqh yang didalamnya berisi mengenai pengertian, dasar hukum, waktu pelaksanaan ibadah haji, dan syarat serta rukun haji. Sub bab kedua berisi tentang penjelasan istiƫã‟ah ibadah haji yang didalamnya akan dijelaskan mengenai pengertian dan batasan istiƫã‟ah ibadah haji, 16
serta istiƫã‟ah ibadah haji menurut pendapat para ulama mazhab. Sub bab ketiga tentang penjelasan mengenai pembiayaan talangan haji yang didalamnya dijelaskan mengenai pengertian, dasar hukum dan akad yang digunakan dalam pembiayaan talangan haji. Sub bab keempat berisi tentang tinjauan tentang Bank Penerima Setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPS BPIH) Menurut Peraturan Menteri Agama RI No. 30 Tahun 2013. Bab ketiga membahas gambaran umum pelaksanaan pembiayaan talangan haji di Bank Syari‟ah Mandiri. terdiri dari beberapa sub bab, sub bab pertama berisi tentang gambaran umum Bank Mandiri Syari‟ah yang didalamnya akan dijelaskan mengenai sejarah Bank Syari‟ah Mandiri , visi dan misi Bank Syari‟ah Mandiri, profil Bank Syari‟ah Mandiri, dan produk-produk Bank Syari‟ah Mandiri. Sub bab kedua berisi tentang gambaran umum pelaksanaan pembiayaan talangan haji di Bank Mandiri Syari‟ah yang didalamnya dijelaskan mengenai pengertian pembiayaan talangan haji, mekanisme pembiayaan talangan haji, dan manfaat pembiayaan talangan haji. Bab keempat merupakan analisa terhadap Pelaksanaan Pembiayaan Talangan Haji di Bank Syari‟ah Mandiri, terdiri atas tinjauan dari segi hukum Islam terhadap Pembiayaan Talangan Haji di Bank Syari‟ah Mandiri yang meliputi tinjauan dari segi istiƫã‟ah dan dari segi kemaslahatan. Serta tinjauan menurut Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2013. 17
Dan pada bab kelima adalah penutup dari seluruh rangkaian pembahasan, memuat tentang kesimpulan dari apa yang diteliti dan juga memberikan kritik dan saran. Adapun bagian akhir dari skripsi memuat daftar pustaka serta lampiran-lampiran.
18
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Haji Dalam Perspektif Fiqh 1. Pengertian Haji Haji berarti: berkunjung, atau ziarah. Yang dimaksudkan ialah : berkunjung atau ziarah ke tanah suci (Baitullah dan sekitarnya) dalam rangka melaksanakan Rukun Islam yang kelima(Saleh, 2008: 202). Dalam buku Fikih Sunnah jilid 5, Syayyid Sabiq(1978: 31) menjelaskan bahwa haji ialah mengunjungi Mekkah buat mengerjakan ibadah Thawaf, sai, wuquf di Arafah dan ibadah-ibadah lain demi memenuhi titah Allah dan mengharap keridhaan-Nya. Menurut Departemen Agama Republik Indonesia (1983:329) yang dimaksudkan dengan Al-hajju adalah menyengaja, menuju. Dan yang dimaksud dengan menyengaja dan menuju disini adalah bepergian beribadat di Mekkah, melakukan thawaf, sa‟i, dan wuquf di Arafah, serta melaksanakan semua ketentuan-ketentuan haji, karena hendak memenuhi perintah Allah dan mengharapkan keridhaan Nya. Al-hajju,
atau
maknanya
al-qashdu
(menyengaja,
menuju,
memaksudkan), adalah salah satu dari rukun Islam yang lima Ia merupakan suatu perbuatan yang wajib dilakukan, bagi yang mampu. Jadi
pengertian
haji
menurut
penyusun
adalah
sengaja
mengunjungi Baitullah dalam rangka menunaikan rukun Islam yang ke 19
lima dan melaksanakan amalan-amalan dalam ibadah haji tersebut. Haji mempunyai beberapa keutamaan dan hikmah ibadah haji, di antarannya(Taufiqurrochman, 2009: 1-3): a. Mengerjakan ibadah haji adalah pekerjaan yang sangat mulia dan
terpuji.
Rosulullah
saw
bersabda,
“Barangsiapa
melaksanakan haji karena Allah, tidak melakukan rafats (berkata kotor) dan tidak fusuq (durhaka), maka ia kembali suci dari dosa seperti bayi yang dilahirkan dari kandungan ibunya”. (HR Bukhari-Muslim). b. Ibadah haji memberi kesan dan pesan terhadap perjalanan kehidupan seseorang. Karena itu, Siti Aisyah tak mau ketinggalan untuk mengerjakan haji setiap tahun. Menurutnya, “Aku bertanya kepada Rosulullah: Bolehkah aku ikut berperang dan berjihad bersamamu? Beliau menjawab: Jihad yang lebih baik dan sempurna ialah haji, haji yang mabrur. Sejak itulah, aku tak pernah meninggal haji”. c. Ibadah haji merupakan manifestasi ketundukan kepada Allah. d. Melaksanakan ibadah haji merupakan ungkapan syukur atas nikmat harta dan kesehatan. e. Haji menempa jiwa agar memiliki semangat juang tinggi. Segala kesulitan yang dihadapi sejak dari tanah air hingga di tanah suci dan kembali lagi ke tanah air merupakan tantangan
20
yang harus dihadapi seorang haji yang dengan itu, ia belajar sabar, tabah, kuat, disiplin dan terdorong berakhlak mulia. f. Haji dapat menjadi pemersatu antar umat Islam sedunia. g. Para jamaah haji adalah delegasi Allah swt. Rosulullah saw. bersabda, “Delegasi Allah ada tiga: orang yang berperang, orang yang berhaji dan orang yang berumrah” (HR al-Nasa‟i dan Ibnu Hibban). 2. Dasar Hukum Haji Ibadah haji disyariatkan sejak zaman nabi Ibrahim as, kemudian diteruskan hingga generasi umat nabi Muhammad saw. Allah berfirman mengenai ibadah haji dalam beberapa ayat al-Qur‟an, sebagai berikut: a. Al-Qur‟an Surat Ali Imran ayat 97
Artinya: Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim, barang siapa memasukinya (baitullah itu) menjadi aman dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barang siapa 21
mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam(Q.S. Ali Imran : 97). b. Al-Qur‟an surat al-Hajj ayat 27-28
Artinya: “Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh, supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak”(Q.S al-Hajj : 27-28). c. Al-Qur‟an surat al-Baqarah ayat 196
َ ْ َ َجِ ُّم ِ ال َّج َ ا ُل ْ َ َ ِ َّج Artinya: “Dan sempurnakanlah Ibadah Haji dan umroh karena Allah”. d. Rosulullah SAW bersabda : 22
ُ ََ َ ْل ِ ُ ا
َ ْ ُ جَ َل َّج ِ ْ َ َ ْ ُ َ َ َ ال َّج َ ِ َّج
Artinya: “Hendaklah kalian bersegera mengerjakan haji karena sesungguhnya seseorang tidak akan menyadari halangan yang akan merintanginya”(HR. Ahmad). e. Rosulullah SAW bersabda :
،ِ َ َ َّج ُ َل َّج ً َ ُس ْ ُل هللا،س َشهَ َد ِ َ ْ َّج إِاَ َ إِ َّج هللا ٍ ْ َِ ْسالَ ُم َع َى خ ا َّج َ َ َ ص ْ ِم َ َ ،ث ِ َ َ ِّ ابَ ْي،ت ِ َ َ إِ ْحَ ِء ا َّجز،ِ َصال ِ ض
بُنِ َي َ إِقَ ِم
Artinya : “Islam itu didirikan di atas 5 (lima) pilar : syahadat tiada ilah selain Allah dan sesungguhnya Muhammad Rosulullah, mendirikan shalat, membayar zakat, haji ke Baitullah dan puasa di bulan Ramadhan”(HR. Bukhari & Muslim). f. Rosulullah SAW bersabda :
ًَ ْ َ َكَ زَ ًد َ َ َ َةً َ َ ْ َ ُل َّج َالَ َع َ ْي ِ َ ْ َ ُ ْ تَ َهُ ْ ِد ً َ ْ نَصْ َ نِي Artinya: “Barang Siapa yang telah memiliki bekal dan kendaraan lalu dia tidak berhaji, hendaklah ia mati dalam keadaan menjadi orang Yahudi, atau Nasrani”(HR. AtTirmidzi dari Ali). Berdasarkan beberapa dasar hukum diatas mengenai ibadah haji, sangat jelas dituliskan dalam al-Qur‟an maupun hadis Nabi bahwa menunaikan ibadah haji merupakan suatu kewajiban bagi seluruh 23
umat Islam di dunia. Allah swt. mewajibkan umat Islam untuk menunaikan ibadah haji, dan ibadah haji juga termasuk rukun Islam. Bagi orang yang mampu haji merupakan suatu kewajiban, dan Allah Maha Kaya maka Allah tidak memerlukan sesuatu, jadi dengan kita melakukan ibadah haji kita akan menyadari bahwa Allah swt. tidak membutuhkan apapun dari kita namun kita yang senantiasa selalu mendekatkan diri kepada Allah. 3. Waktu Pelaksanaan Haji Waktu pelaksanaan ibadah haji berbeda dengan pelaksanaan umrah. Umrah bisa dilaksanakan kapan saja, namun kalau pelaksanaan ibadah haji hanya bisa dilakukan pada bulan tertentu. Lebih tepatnya pelaksanaan ibadah haji yaitu pada tanggal 8-13 Dzulhijjah. Berikut ini rincian pelaksanaan ibadah haji: a. Sebelum tanggal 8 Zulhijah, umat Islam dari seluruh dunia mulai berbondong untuk melaksanakan Tawaf Haji di Masjid Al Haram, Makkah. b. Tanggal 8 Zulhijah, jamaah haji bermalam di Mina. Pada pagi 8 Zulhijah, semua umat Islam memakai pakaian Ihram (dua lembar kain tanpa jahitan sebagai pakaian haji), kemudian berniat haji, dan membaca bacaan Talbiyah. Jamaah kemudian berangkat menuju Mina, sehingga malam harinya semua jamaah haji harus bermalam di Mina.
24
c. Tanggal 9 Zulhijah, pagi harinya semua jamaah haji pergi ke Arafah. Kemudian jamaah melaksanakan ibadah Wukuf, yaitu berdiam diri dan berdoa di padang luas ini hingga Maghrib datang. Ketika malam datang, jamaah segera menuju dan bermalam Muzdalifah. d. Tanggal 10 Zulhijah, setelah pagi di Muzdalifah, jamaah segera menuju Mina untuk melaksanakan ibadah Jumrah Aqabah, yaitu melempar batu sebanyak tujuh kali ke tugu pertama sebagai simbolisasi mengusir setan. Setelah mencukur rambut atau sebagian rambut, jamaah bisa Tawaf Haji (menyelesaikan Haji), atau bermalam di Mina dan melaksanakan jumrah sambungan (Ula dan Wustha). e. Tanggal 11 Zulhijah, melempar jumrah sambungan (Ula) di tugu pertama, tugu kedua, dan tugu ketiga. f. Tanggal 12 Zulhijah, melempar jumrah sambungan (Ula) di tugu pertama, tugu kedua, dan tugu ketiga. Sebelum pulang ke negara masing-masing, jamaah melaksanakan Thawaf Wada' (thawaf perpisahan) (http://id.wikipedia.org/wiki/Haji, diakses pada tanggal 14 Desember 2014). 4. Rukun-Rukun dan Syarat-Syarat Haji Rukun Haji Menurut Departemen Agama Republik Indonesia (1983:349) Rukun haji adalah ketentuan-ketentuan yang apabila ditinggalkan, 25
salah satu dari rukun tersebut tidak dikerjakan maka ibadah haji yang kita laksanakan tidak sah. Adapun rukun haji ada 6 (enam), yaitu: a. Ihram Yang dimaksud dengan ihram menurut Departemen Agama Republik Indonesia (1983: 373-376) adalah niat melakukan ibadah haji atau umrah, atau kedua-duanya bersama-sama. Ihram ini termasuk rukun, dijelaskan dalam al-Qur‟an surah al-Bayyinah ayat 5, yaitu:
Artinya: Dan tidaklah mereka diperintah kecuali agar beribadah kepada Allah, secara ikhlas. Kemudian memakai pakaian ihram. Pakaian Ihram ialah pakaian yang dipakai oleh orang yang melakukan ibadah haji dan umrah. Dalam website Kementrian Agama Republik Indonesia (http://haji.kemenag.go.id/,
diakses
pada
10
Juni
2015)
menjelaskan tentang ketentuan pakaian ihram tersebut, sebagai berikut: 1) Bagi pria memakai dua helai kain yang tidak berjahit, satu diselendangkan di bahu dan satu disarungkan menutupi pusar sampai dengan lutut. pada waktu melaksanakan tawaf, di sunnahkan memakai kain Ihram dikenakan dengan cara idtiba, 26
yaitu
dengan
membuka
bahu
sebelah
kanan
dengan
membiarkan bahu sebelah kiri menutup kain Ihram. Tidak boleh memakai baju, celana atau kain biasa. Diperbolehkan memakai ikat pinggang, jam tangan dan alas kaki yang tidak menutup mata kaki ketika shalat, sunatnya diselendangkan di atas kedua bahu hingga dada sehingga kedua pundaknya tertutup. 2) Bagi wanita memakai pakaian yang menutup seluruh tubuh kecuali muka dan kedua telapak tangan. Sunat sebelum berihram: mandi, memakai minyak wangi, menyisir rambut dan memotong kuku. Selain mengenai ketentuan pakaian ihram, terdapat larangan ihram. Larangan tersebut ialah: 1) Bagi pria dilarang: memakai pakaian berjahit (bertangkup), memakai sepatu/alas kaki yang menutupi mata kaki dan menutup kepala (seperti topi). 2) Bagi wanita dilarang: berkaos tangan(menutup telapak tangan) dan menutup muka (bercadar). 3) Bagi kedua-duanya dilarang: memakai wangi-wangian kecuali yang dipakai sebelum berihram, memotong kuku, mencukur atau
mencabut
bulu
badan,
berburu
atau
menggangu/membunuh binatang dengan cara apapun, nikah, menikahkan atau meminang wanita untuk dinikahi, bercumbu 27
atau bersetubuh (rafas), mencaci atau bertengkar mengucap kata-kata kotor (fusuq atau jidal) dan memotong pepohonan di tanah haram. Dan disunnatkan pula membaca talbiyah, langsung sesudah berihram, dan lafadzhnya sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Malik dari Nafi‟ dari Ibnu „Umar, dalam buku Ilmu Fiqh I (1983: 375) adalah:
Artinya: Aku datang memenuhi panggilan Mu ya Allah, aku datang memenuhi panggilan Mu, aku datang memenuhi panggilan Mu tidak ada sekutu bagi Mu, aku datang memenuhi panggilan Mu. Sesungguhnya segala puji nikmat dan segenap kekuasaan adalah milik Mu, tidak ada sekutu bagi Mu. b. Wukuf Wukuf di „Arafah merupakan rukun haji terbesar, sedangkan waktu wukuf adalah sejak matahari tergelincir pada hari „Arafah, yaitu pada tanggal sembilan Dzulhijjah, sampai fajar menyingsing pada hari Nahar, tanggal 10 Dzulhijjah (Departemen Agama Republik Indonesia, 1983: 389). Wukuf di „Arafah adalah kehadiran dan adanya seseorang dipadang „Arafah. 28
Pelaksanaan wukuf di awali khutbah, shalat Dzuhur dan Ashar dijama' taqdim dan qasar sebaiknya berjamaah, kemudian diisi dengan kegiatan membaca doa, berzikir, membaca Al-Quran, tasbih dan istigfar (http://haji.kemenag.go.id/, diakses pada 10 Juni 2015). c. Thawaf Thawaf menurut bahasa Kata tawaf adalah bentuk jamak dari kata taif, artinya orang yang bertawaf di sekeliling Baitul Haram (Ka‟bah). Sedangkan menurut istilah berarti mengelilingi Ka‟bah sebanyak 7 kali putaran, di mana tiga kali pertama dengan lari-lari kecil (jika mungkin) dan selanjutnya dengan berjalan biasa. Tawaf dimulai dan berakhir di Hajar Aswad (tempat batu hitam)
dengan
menjadikan
Baitullah
di
sebelah
kiri
(http://kamusfiqih.wordpress.com/2012/07/03/pengertian-ihramtawaf-wukuf-sai/, diakses pada 14 Desember 2014). Macam-macam tawaf sebagai berikut: 1) Tawaf Qudum ialah tawaf sunat sebagai penghormatan pada Baitullah(tahiyat), bagi orang yang melaksanakan haji ifrad atau haji qiran, sedangkan bagi haji tamattu' ketika pertama kali memasuki kota Mekkah langsung melakukan tawaf umrah. Tawaf umrah adalah rukun umrah, orang yang telah melakukan tawaf umrah berarti dia telah melakukan tawaf qudum karena didalamnya telah mencakup makna tawaf qudum. 29
2) Tawaf Ifadah ialah tawaf rukun haji apabila di tinggalkan tidak sah hajinya. adapun waktunya sesudah Wukuf di Arafah sedangkan awal waktunya setelah lewat tengah malam tanggal 10 Julhijah. 3) Tawaf Wada ialah tawaf pamitan yang wajib dilakukan seseorang yang akan meninggalkan kota Mekkah dan Tawaf Wada tersebut tidak disertai dengan sa'i. 4) Tawaf Sunat ialah tawaf yang dilakukan setiap masuk masjidil Haram tanpa pakaian ihram dan bukan dalam rangka haji. Syarat-syarat Tawaf (Departemen Agama Republik Indonesia, 1983: 378-379): 1) Suci dari hadas kecil maupun besar dan dari najis. 2) Menutup aurat. 3) Tujuh kali putaran. 4) Dimulai dari hajar aswad dan juga diakhiri di hajar aswad. 5) Baitullah selalu disebelah kirinya. 6) Bertawaf diluar bait. Sunah-sunah tawaf (Departemen Agama Republik Indonesia, 1983: 379-380): 1) Menghadapi hajar aswad ketika memulai tawaf, bertakbir, bertahlil, menyentuh hajar aswad. 2) Berjalan kaki 3) Menyentuh hajar aswad ketika permulaan tawafnya. 30
4) Tertib. d. Sa‟i Sa‟i adalah berjalan yang dimulai dari bukit Shafa, hingga bukit Marwah, dan dari Marwah ke Shafa. Sebanyak tujuh kali (Departemen Agama Republik Indonesia, 1983: 382). Dalam pelaksanaannya, lari-lari kecil sunat dilakukan bagi laki-laki mulai dari pilar hijau sampai pilar hijau berikutnya. Sedangkan bagi wanita tidak disunatkan berlari-lari kecil, cukup berjalan biasa. orang yang melakukan sa'i boleh dalam hadas besar (http://haji.kemenag.go.id/, diakses pada 10 Juni 2015). e. Memotong rambut f. Tertib Tertib
disini
berarti
semua
rangkaian
rukun
haji
dilaksanakan secara berurutan, jika tidak dilakukan secara berurutan maka hajinya tidak sah. Syarat wajib haji yaitu(Taufiqurrochman, 2009: 4): a. Islam (haji hanya diwajibkan bagi orang yang beragama Islam) b. Dewasa c. Berakal sehat d. Merdeka (bukan budak) e. Dan mampu (mempunyai biaya haji dan biaya keluarga yang ditinggalkan).
31
Selain itu ada juga wajib haji, wajib adalah perbuatan yang wajib dilakukan, tapi bila perbuatan wajib ini ditinggalkan, haji tetap sah, namun tetap wajib membayar dam/denda sebagai konsekuensi dari kewajiban yang ditinggalkan(Taufiqurrochman, 2009: 5). Adapun wajib haji ada lima, yaitu: a. Niat ihram dari Miqat Makani b. Bermala (mabit) di Muzdalifah c. Bermalam (mabit) di Mina d. Melontar jumrah e. Meninggalkan larangan ihram. f. Sunah Haji Menurut Taufiqurrochman(2009: 7) kesunnahan haji dan umrah banyak sekali, diantaranya; a. Menghilangkan semua kotoran badan, kuku, rambut ketiak, dan rambut kemaluan. b. Mandi untuk ihram. c. Berwangi-wangian pada badan saja (sebelum niat). d. Memakai kain dan selendang putih untuk pria. e. Shalat sunnah ihram sebanyak 2 rakaat sebelum berniat ihram. f. Membaca talbiyah. g. Memperbanyak bacaan Talbiyah selama dalam keadaan ihram. h. Membaca doa-doa yang dianjurkan Nabi.
32
B. Istiƫã’ah Ibadah Haji 1. Pengertian dan Batasan Istiƫã‟ah Ibadah Haji Salah satu syarat wajib menunaikan ibadah haji adalah mampu, secara sepakat para ulama Mazhab menetapkan bahwa bisa atau mampu itu merupakan syarat kewajiban haji (Mughniyah, 1991: 256). Kesepakatan para ulama Mazhab tersebut didasarkan pada firman Allah SWT, sebagai berikut:
Artinya: Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim, barang siapa memasukinya (baitullah itu) menjadi aman dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barang siapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam(Q.S. Ali Imran : 97). Dalam al-Qur‟an sudah dijelaskan istiƫã‟ah ibadah haji adalah kemampuan atau kesanggupan untuk melaksanakan ibadah haji. Mempunyai Istiƫã‟ah (kemampuan) disini berarti mempunyai biaya haji dan biaya keluarga yang ditinggalkan) (Taufiqurrochman, 2009: 33
4). Menurut Prof. Dr. H. Abd. Majid, M.A. (t.t: 2) dalam makalahnya menjelaskan tentang perluasan kesanggupan meliputi: a. Fisik (performance) b. Mental (sehat secara psikologis) c. Finansial (mempunyai keuangan sendiri) d. Kesehatan (mempunyai riwayat kesehatan klinis dari dokter). Sedangkan yang dimaksud Istita'ah menurut Kementrian Agama Republik Indonesia (http://haji.kemenag.go.id/, diakses pada 10 Juni 2015) adalah mampu melaksanakan ibadah haji ditinjau dari: a. Jasmani 1) Tidak sulit melakukan ibadah haji/umrah. 2) Tidak lumpuh. 3) Tidak dalam keadaan sakit yang diperkirakan lama untuk sembuh. b. Rohani 1) Memahami manasik haji/umrah. 2) Berakal sehat (tidak mengidap penyakit gangguan jiwa) dan memiliki kesiapan mental untuk ibadah haji/umrah dengan perjalanan yang jauh. c. Ekonomi 1) Mampu membayar biaya perjalanan ibadah haji (BPIH). 2) Memiliki biaya hidup untuk keluarga yang ditinggalkannya. 3) Bagi para petugas haji istita'ah ekonominya adalah : 34
a) Memenuhi persyaratan dan aman waktu melaksanakan ibadah haji/umrah. b) Aman bagi keluarga dan harta benda yang ditinggalkannya selama melakukan ibadah haji/umrah. d. Keamanan 1) Aman dalam perjalanan dan aman waktu melaksanakan ibadah haji/umrah. 2) Aman bagi keluarga dan harta benda yang ditinggalkannya selama melakukan ibadah haji/umrah. Sedangkan Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia dalam sidangnya pada tanggal 2 Februari 1979, memfatwakan bahwa: a. Orang Islam dianggap mampu (Istitha‟ah) melaksanakan ibadah haji,
apabila
memungkinkan
jasmaniah, ia
untuk
ruhaniah, menuaikan
dan tanpa
pembekalan menelantarkan
kewajiban terhadap keluarga, dianggap telah cukup memadai. b. Perlu adanya penerangan yang seksama, guna menjelaskan pelaksanaan Istitha‟ah, kesehatan, pokok-pokok manasik haji dan lain-lain yang dianggap sangat perlu bagi calon jemaah haji. c. Memang jemaah haji Indonesia sebagian besar terdiri dari masyarakat kampung dan pedesaan yang sangat kurang/buta pengalaman. Jika di antara mereka terdapat sekedar ketidak wajaran, kejanggalan adalah merupakan hal yang lumrah dan
35
tidak perlu dibesar-besarkan, malah hendaknya ditingkatkan bimbingannnya. d. Masyarakat kampung dan pedesaan jika mempunyai kelebihan kekayaan tidak membiasakan menyimpannya berupa uang, akan tetapi berupa barang (sawah, kebun, rumah) yang oleh karena setiap ada keperluan dan kebutuhan yang besar, mereka menjual barang-barang itu. Yang sangat penting, asal mereka tidak mengabaikan kewajiban yang lebih utama semisal nafkah keluarga. Dilihat dari berbagai aspek kehidupan, istiƫã‟ah atau kemampuan dalam ibadah haji mempunyai makna yang sangat luas. Jadi kita sebagai umat manusia yang hidup di zaman modern harus berfikir secara aktif dalam memaknai istilah istiƫã‟ah ibadah haji. 2. Istiƫã‟ah Ibadah Haji Menurut Para Ulama Salah satu syarat wajib menunaikan ibadah haji adalah mampu, secara sepakat para ulama Mazhab menetapkan bahwa bisa atau mampu itu merupakan syarat kewajiban haji. Tetapi para ulama Mazhab berbeda pendapat tentang arti bisa atau mampu itu (Mughniyah, 1991: 256). Pendapat
ulama
mazhab
empat
tentang
makna istitha‟ah
sebagaimana yang dikutip oleh Hidayatullah Asmawih dalam blognya yang diupload pada hari kamis tanggal 07 Februari 2013 sebagai berikut: 36
a. Mazhab Hanafi berpendapat bahwa makna istitha‟ah menjadi 3 macam yakni badan/fisik, harta, dan keamanan. Berkaitan dengan harta adalah bekal dan kendaraan, yakni memiliki bekal untuk pulang dan pergi dan kendaraan adalah sarana transportasi yang digunakan. Untuk bekal adalah yang mencukupi seseorang selama perjalanan dan pelaksanaan ibadah haji dan juga harta untuk menafkahi keluarga dan tanggungannya yang ditinggalkan selama dan pasca ibadah haji. b. Mazhab Maliki memaknai istitha‟ah dengan 3 hal yakni kemampuan fisik/badan, adanya bekal yang cukup, dan kemampuan perjalanan. Berkaitan dengan bekal yang cukup adalah sesuai dengan kebiasaan manusia. Sedangkan tentang perjalanan, mazhab ini tidak mensyaratakan perjalanan dengan kendaraan secara hakiki, maka berjalan pun jika mampu dibolehkan. Hakikat mampu adalah dapat mencapai perjalanan ke Mekah meskipun dengan usaha yang sulit hingga membuat seseorang sangat pas-pasan. Bahkan bila setelah haji ia menjadi fakir pun karena kehabisan harta dan keluarga yang ditinggalkan dalam keadaan kesulitan ekonomi asal tidak menyebabkan kematian, hukumnya boleh-boleh saja menurut mazhab ini.
37
c. Mazhab Syafii memaknai istitha‟ah dengan 3 hal yakni kemampuan fisik/badan, harta, dan kendaraan. Berhubungan dengan harta adalah yang mencukupi seseorang untuk melakukan perjalanan dan setelah pulang berhaji. Begitu pula bagi keluarga yang ia tinggalkan. d. Mazhab
Hanbali
berpendapat
bahwa istitha‟ah berkaitan
dengan bekal dan kendaraan. Seseorang wajib memiliki bekal dan kendaraan yang baik untuk beribadah haji. Begitu pula tentang bekal bagi keluarga yang ditinggalkan selama ibadah haji wajib dicukupi.
C. Tinjauan Tentang Pembiayaan Talangan Haji Fiqh muamalat adalah ilmu tentang hukum-hukum syara‟ yang mengatur hubungan antara manusia dengan manusia lainnya yang sasaranya adalah harta benda atau mãl (Muslich, 2010: 3). Hubungan tersebut mempunyai cakupan yang sangat luas, namun terdapat prinsipprinsip yang dijadikan pedoman dalam melakukan kegiatan bermuamalat tersebut. Prinsip-prinsip muamalat tersebut adalah(Muslich, 2010: 3-12): 1. Muamalat adalah urusan duniawi Muamalat adalah urusan duniawi yang berbeda dengan ibadah. Dalam ibadah, semua perbuatan yang dilarang kecuali yang diperintahkan. Maka semua perbuatan harus dikerjakan sesuai dengan al-Qur‟an dan Sunnah. Namun sebaliknya, dalam muamalat, semua 38
diperbolehkan kecuali yang dilarang. Karena muamalat merupakan hubungan antara manusia dengan manusia dibidang harta benda dan merupakan urusan duniawi, jadi dalam pengaturannya diserahkan kepada manusia itu sendiri. Oleh karena itu, semua bentuk akad maupun bentuk transaksi yang dibuat oleh manusia hukumnya sah atau diperbolehkan. Asalkan tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan umum yang ada dalam syara‟. Alasan tersebut sesuai dengan kaidah :
ّ ت ا ص َّجلةُ َ حَّجي َقُ ْ َم َداِ ْي ٌل َع َى ِ ألصْ ُل ِ ْي ا ُلقُ ْ ِد َ ا ُ َل َ َال ِ ْ ِ ْابُ ْ َال ِ َ احَّجل Artinya : Pada dasarnya semua akad dan muamalat hukumnya sah sehingga ada dalil yang membatalkan dan mengharamkannya. 2. Muamalat harus didasarkan kepada persetujuan dan kerelaan kedua belah pihak Mengingat muamalat merupakan hubungan antara sesama manusia maka persetujuan dan kerelaan kedua belah pihak dalam melakukan transaksi merupakan asas yang sangat penting untuk keabsahan setiap akad. 3. Adat kebiasaan dijadikan dasar hukum Adat kebiasaan dapat dijadikan dasar hukum dalam masalah muamalat, dengan syarat adat tersebut diakui dan tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan umum yang ada dalam syara‟. 39
4. Tidak boleh merugikan diri sendiri dan orang lain Mohammad Daud Ali (2004: 132-138) mengemukakan prinsip yang menjadi asas-asas hukum Islam di bidang perdata (muamalat). Asas-asas tersebut adalah sebagai berikut: asas kebolehan atau mubah, asas kemaslahatan hidup, asas kebebasan dan kesukarelaan, asas menolak mudharat dan mengambil manfaat, asas kebajikan (kebaikan), dan asas adil dan berimbang. Maka semakin modern peradaban manusia ini, semakin dituntut pula untuk melakukan inovasi-inovasi terutama dibidang keuangan syariah. Dewasa ini banyak produk-produk yang dikeluarkan oleh Lembaga Keuangan Syari‟ah (LKS), salah satunya adalah pembiayaan talangan haji. Mengingat bahwa pembiayaan talangan haji juga merupakan kegiatan yang sifatnya muamalat, maka kegiatan pembiayaan talangan haji harus berpegang pada prinsip-prinsip muamalat. Menurut Ahmad Azhar Basyir (2000: 16), prinsip-prinsip muamalat adalah sebagai berikut: Pada dasarnya segala bentuk muamalat adalah mubah, kecuali yang ditentukan lain oleh al-Qur‟an dan sunnah Rasul. Selain itu muamalat dilakukan atas dasar sukarela, tanpa mengandung unsur-unsur paksaan. Dan muamalat dilakukan
atas
dasar
pertimbangan
mendatangkan
manfaat
dan
menghindari madharat dalam hidup bermasyarakat. Serta muamalat dilaksanakan dengan memelihara nilai keadilan, menghindari unsur-unsur penganiayaan, unsur-unsur pengambilan kesempatan dalam kesempitan. 40
Pembiayaan talangan haji yang merupakan produk dari perbankan syari‟ah harus memiliki tiga ciri yang mendasar, yaitu (a) prinsip keadilan, (2) menghindari kegiatan yang dilarang, dan (c) memperhatikan aspek kemanfaatan (Ali, 2008: 20). Dan diuraikan lebih rinci sebagai berikut: 1. Pengertian Pembiayaan Talangan Haji Pembiayaan talangan haji merupakan salah satu produk yang dikeluarkan oleh Perbankan Syari‟ah. Produk tersebut ditujukan kepada nasabah guna memenuhi kebutuhan biaya setoran awal yaitu Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) yang besaranya ditentukan oleh
Kementrian Agama Republik Indonesia melalui Sistem
Komputerisasi Haji Terpadu (SISKOHAT), untuk mendapatkan nomor seat porsi haji. Dalam website Bank Mandiri Syariah juga menjelaskan mengenai pembiayaan talangan haji. Pembiayaan Talangan Haji merupakan pinjaman dana talangan dari bank kepada nasabah khusus untuk menutupi kekurangan dana untuk memperoleh kursi/seat haji dan pada saat pelunasan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH). Sedangkan dalam Peraturan Menteri Agama RI No. 30 Tahun 2013 menjelaskan bahwa dana talangan haji adalah dana yang diberikan sebagai bantuan sementara tanpa mengenakan imbalan oleh BPS BPIH (Bank Penerima Setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji) kepada calon jemaah haji. Dan Bank Penerima Setoran Biaya Penyelenggaraan
41
Ibadah Haji tidak boleh memberikan layanan dana talangan haji dengan jangka waktu talangan lebih dari 1 (satu) tahun. 2. Dasar Hukum Pembiayaan Talangan Haji Dikeluarkannya
produk
Perbankan
Syari‟ah
yang
berupa
pembiayaan talangan haji memiliki tujuan untuk memberikan kemudahan dan bantuan kepada nasabah pembiayaan talangan haji dalam memperoleh porsi/seat haji. Sedangkan tujuan untuk pihak Perbankan Syari‟ah adalah untuk menambah nasabah, mampu meningkatakan pembiayaan konsumtif dalam Perbankan Syari‟ah, dan juga meningkatkan daya saing Perbankan Syari‟ah dalam dunia perbankan. Dasar dikeluarkannya pembiayaan talangan haji ini adalah dengan dikeluarkannya fatwa DSN MUI N0. 29/DSN-MUI/VI/2002 pada tanggal 06 Juni 2002 tentang Pembiayaan Pengurusan Haji oleh LKS (Lembaga Keuangan Syari‟ah). Yang memuat ketentuan sebagai berikut: a. Dalam pengurusan haji bagi nasabah, LKS dapat memperoleh imbalan jasa (ujrah) dengan menggunakan prinsip al-Ijarah sesuai fatwa DSN-MUI No.9/DSN-MUI/IV/2000. b. Apabila diperlukan, LKS dapat membantu menalangi pembayaran BPIH nasabah dengan menggunakan prinsip al-Qardh sesuai fatwa DSN-MUI No.19/DSN-MUI/IV/2001.
42
c. Jasa
pengurusan
haji
yang
dilakukan
LKS
tidak
boleh
dipersyaratkan dengan pemberian talangan haji. d. Besar imbalan jasa al-Ijarah tidak boleh didasarkan pada jumlah talangan al-Qardh yang diberikan LKS kepada nasabah. 3. Akad Dalam Pembiayaan Talangan Haji Dalam fatwa DSN-MUI No. 29/DSN-MUI/VI/2002 sudah jelas disebutkan bahwa dalam memberikan pembiayaan talangan haji haruslah menggunakan akad al-Ijarah dan al-Qardh. Al-Qardh adalah suatu pinjaman yang diberikan atas dasar kewajiban sosial (untuk membantu). Sedangkan menurut Prof. Dr. H. Zainuddin Ali, M.A. dalam bukunya yang berjudul Hukum Perbankan Syariah (2010: 44) menjelaskan bahwa al-Qardh adalah meminjamkan harta kepada seseorang tanpa mengharap imbalan dan ia disebut juga
aqad
tathawwu‟ atau saling membantu. Namun. Nabi Muhammad Rosulullah saw. menggalakkan agar para sahabat memberikan profit sebagai terima kasih kepada oran yang telah meminjamkan. Dasar hukum Qardh adalah firman Allah SWT dalam Surah alHadid ayat 11, sebagai berikut:
Artinya: Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik maka Allah akan melipatgandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan dia akan memperoleh pahala yang banyak. 43
Rukun dan syarat Qardh adalah sebagai berikut: a. Aqid, yaitu muqridh dan muqtaridh yang disyaratkan harus orang yang mempunyai kecakapan untuk melakukan tabarru‟. Oleh karena itu Qardh tidak sah apabila dilakukan oleh anak yang masih dibawah umur tau orang gila. b. Ma‟qud „Alaih, yaitu uang atau barang. Yang menjadi objek akad dalam Qardh adalah barang-barang yang ditakar, ditimbang, dan yang halal. c. Shighat, yaitu ijab dan qabul (Muslich, 2010: 278-279). Sedangkan dalam fatwa DSN-MUI No. 19/DSN-MUI/IV/2001 dijelaskan mengenai akad al-Qardh sebagai berikut: a. Al-Qardh adalah pinjaman yang diberikan kepada nasabah (muqtaridh) yang memerlukan. b. Nasabah al-Qardh wajib mengembalikan jumlah pokok yang diterima pada waktu yang telah disepakati bersama. c. Biaya administrasi dibebankan kepada nasabah. d. LKS dapat meminta jaminan kepada nasabah bilamana dipandang perlu. e. Nasabah al-Qardh dapat memberikan tambahan (sumbangan) dengan sukarela kepada LKS selama tidak diperjanjikan dalam akad.
44
f. Jika nasabah tidak dapat mengembalikan sebagian atau seluruh kewajibannya pada saat yang telah disepakati dan LKS telah memastikan ketidakmampuanny, LKS dapat: 1) Memperpanjang jangka waktu pengembalian, atau 2) Menghapus (write off) sebagian atau seluruh kewajibannya. Sedangkan al-Ijarah menurut Muhammad Antonio Syafi‟i sebagaimana yang dikutip oleh Prof. Dr. H. Zainuddin Ali, M.A. dalam bukunya yang berjudul Hukum Perbankan Syariah (2010: 43) adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan (ownership milkiyah) atas barang itu sendiri. Dasar hukum ijarah, adalah Firman Allah SWT dalam Surah al-Baqarah ayat 233 sebagai berikut:
Artinya: Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Menurut Musthafa Dib Al-Bugha dalam bukunya yang berjudul Buku Pintar Transaksi Syariah (2010: 145) menjelaskan bahwa. Ijarah secara etimologis adalah upah sewa yang diberikan kepada seseorang yang telah mengerjakan satu pekerjaan sebagai balasan atas pekerjaannya. Untuk definisi ini digunakan istilah ajr, ujrah, dan ijarah. Kata ajara-hu 45
digunakan apabila seseorang memberikan imbalan atas pekerjaan orang lain. Istilah ini hanya digunakan pada hal-hal yang positif, bukan hal-hal yang negatif. Kata ajr (pahala) biasanya digunakan untuk balasan di akhirat, sedangkan kata ujrah (upah sewa) digunakan untuk balasan di dunia. Secara terminologis, pengarang mughni al-muhtaj yang bermazhab Syafi‟i mendefinisikan ijarah sebagai transaksi atas manfaat dari sesuatu yang telah diketahui, yang mungkin diserahkan dan dibolehkan, dengan imbalan yang juga diketahui. Sementara Al-Qaduri yang bermazhab Hanafiyah mendefinisikan sebagai transaksi atas berbagai manfaat (sesuatu) dengan memberikan imbalan. Rukun al-Ijarah menurut jumhur ulama, rukun al-Ijarah itu ada empat, yaitu (Muslich, 2010: 321): a. Orang yang menyewakan dan orang yang menyewa. Yang disyaratkan harus orang yang mempunyai kecakapan untuk melakukan akad tersebut. Oleh karena itu ijarah tidak sah apabila dilakukan oleh anak yang masih dibawah umur tau orang gila. b. Shighat, yaitu ijab dan qabul. c. Ujrah (uang sewa atau upah). d. Manfaat, baik manfaat dari suatu barang yang disewa atau jasa dan tenaga dari orang yang bekerja. Syarat-syarat al-Ijarah juga terdiri atas empat jenis persyaratan: a. Syarat terjadinya akad, syarat ini berkaitan dengan subyek, akad, dan obyek akad. Yang harus memenuhi sesuai rukun al-Ijarah. b. Syarat kelangsungan akad disyaratkan terpenuhinya hak milik atau kekuasaan.
46
c. Syarat sahnya al-Ijarah harus dipenuhinya beberapa syarat yang berkaitan denga pelaku, objek, sewa atau upah (ujrah) dan akadnya sendiri. Syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut: 1) Persetujuan kedua belah pihak 2) Objek akad yaitu manfaat harus jelas, sehingga tidak menimbulkan perselisihan. 3) Objek akad al-Ijarah harus dapat dipenuhi, baik menurut hakiki maupun syar‟i. 4) Manfaat yang menjadi objek akad harus manfaat yang dibolehkan oleh syara‟. Adapun syarat-syarat yang berkaitan dengan upah (ujrah) adalah sebagai berikut: 1) Upah harus berupa harta yang harus diketahui. Dan penentuan upah atau sewa ini boleh didasarkan kepada urf atau adat kebiasaan. 2) Upah atau sewa tidak boleh sama dengan jenis manfaat ma‟uqud „alaih. Apabila upah atau sewa sama dengan dengan jenis manfaat barang yang disewa, maka al-Ijarah tidak sah. d. Syarat mengikatnya akad al-Ijarah. Agar akad al-Ijarah itu mengikat, diperlukan dua syarat: 1) Benda yang disewakan harus terhindar dari cacatt yang menyebabkan terhalangnya pemanfaatan atas benda yang disewa itu. 47
2) Tidak terdapat alasan yang dapat membatalkan akad al-Ijarah (Muslich, 2010 :321-327). Sedangkan dalam fatwa DSN-MUI No. 09/DSN-MUI/IV/2000 dijelaskan mengenai akad al-Ijarah sebagai berikut: Pertama, menjelaskan mengenai rukun dan syarat al-Ijarah: a. Sighat ijarah, yaitu ijab dan qabul berupa pernyataan dari kedua belah pihak yang berakad (berkontrak), baik secara verbal atau dalam bentuk lain. b. Pihak-pihak yang berakad, terdiri atas pemberi sewa/pemberi jasa dan penyewa/pengguna jasa. c. Obyek akad ijara adalah, manfaat barang dan sewa atau manfaat jasa dan upah. Kedua, penjelasan mengenai obyek al-Ijarah: a. Obyek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan/atau jasa. b. Manfaat barang atau jasa harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan dalam kontrak. c. Manfaat barang atau jasa harus yang bersifat dibolehkan (tidak diharamkan). d. Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai dengan syari‟ah. e. Manfaat harus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk menghilangkan jahalah (ketidaktahuan) yang akan mengakibatkan sengketa. 48
f. Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas, termasuk jangka waktunya. Bisa juga dikenali dengan spesifikasi atau identifikasi fisik. g. Sewa atau upah adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar nasabah kepada LKS sebagai pembayaran manfaat. Sesuatu yang dapat dijadikan harga jual beli dapat dijadikan sewa atau upah dalam ijarah. h. Pembayaran sewa atau upah boleh berbentuk jasa (manfaat lain) dari jenis yang sama dengan obyek kontrak. i. Kelenturan (flexibility) dalam menentukan sewa atau upah dapat diwujudkan dalam ukuran waktu, tempat dan jarak. Ketiga, kewajiban LKS dan nasabah dalam pembiayaan ijarah: a. Kewajiban LKS sebagai pemberi manfaat barang atau jasa: 1) Menyediakan barang yang disewakan atau jasa yang diberikan. 2) Menanggung biaya pemeliharaan barang. 3) Menjamin bila terdapat cacat pada barang yang disewakan. b. Kewajiban nasabah sebagai penerima manfaat barang atau jasa: 1) Membayar sewa tau upah dan bertanggung jawab untuk menjaga keutuhan barang serta menggunakannya sesuai kontrak. 2) Menanggung biaya pemeliaraan barang yang sifatnya ringan (tidak meteriil).
49
3) Jika barang yang disewa rusak, bukan karena pelanggaran dari penggunaan yang dibolehkan, juga bukan karena kelalaian pihak penerima manfaat
dalam menjaganya, ia tidak
bertanggung jawab atas kerusakan tersebut. 4) Jika barang yang disewa rusak, bukan karena pelanggaran dari penggunaan
yang dibolehkan,
juga
bukan karena
kelalaian pihak Jadi Qardh wal Ijarah dalam pembiayaan talangan haji adalah akad pemberian pinjaman dari bank untuk nasabah yang disertai dengan penyerahan tugas agar bank menjaga barang jaminan yang diserahkan. Yang digunakan sebagai akad dalam pembiayaan talangan haji di Bank Syariah Mandiri.
D. Tinjauan Tentang Bank Penerima Setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPS BPIH) Menteri
Agama
Republik
Indonesia
dalam
meningkatkan
pengelolaan bank penerima setoran biaya penyelenggaraan ibadah haji mengeluarkan suatu peraturan yaitu Peraturan Menteri Agama No. 30 Tahun 2013 yang isinya sebagai berikut: PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2013 TENTANG
50
BANK PENERIMA SETORAN BIAYA PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka meningkatkan pengelolaan setoran biaya penyelenggaraan ibadah haji secara profesional, akuntabel, amanah dan transparan perlu menetapkan Peraturan Menteri Agama tentang Bank Penerima Setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji. Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4845) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2009 tentang Penrtapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 142, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5061); 51
2. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji; 3. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementrian Negara sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2011 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara; 4. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara; MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI AGAMA TENTANG BANK PENERIMA
SETORAN
IBADAH HAJI. 52
BIAYA
PENYELENGGARAAN
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam peraturan menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji yang selanjutnya disingkat BPIH adalah sejumlah dana yang harus dibayar oleh Warga Negara yang akan menunaikan Ibadah Haji. 2. Pengelolaan
BPIH
pengeluaran,
adalah
kegiatan
pengembangan,
perencanaan,
akuntansi,
penerimaan,
pelaporan,
dan
pertanggungjawaban BPIH. 3. Bank Penerima Setoran BPIH yang selanjutnya disingkat BPS BPIH adalah bank syari‟ah dan/atau bank umum nasional yang memiliki layanan syari‟ah. 4. Dana talanga haji adalah dana yang diberikan sebagai bantuan sementara tanpa mengenakan imbalan oleh BPS BPIH kepada calon jamaah haji. 5. Bank Koordinator BPS BPIH yang selanjutnya disebut Bank Koordinator adalah BPS BPIH yang merupakan Bank devisa yang ditugaskan melakukan pengendalian pengelolaan dan rekonsiliasi dana BPIH. 6. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama.
53
7. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Penyelenggara Haji dan Umrah. Pasal 2 (1) Menteri menetapkan BPS BPIH (2) BPS BPIH sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) ditetapkan setelah memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Berbadan hukum Perseroan Terbatas; b. Berbentuk bank syariah atau bank umum nasional yang memiliki layanan syari‟ah; c. Memiliki layanan bersifat nasional; d. Memiliki sarana, prasarana, dan kapasitas untuk berintegrasi dengan sistem layanan haji Kementerian Agama; e. Memiliki kondisi kesehatan bank sesuai dengan peraturan Bank Indonesia atau Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan ketentuan peraturan lainnya; f. Menunjukkan keterangan menjadi anggota Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan surat kesanggupan melaksanakan program penjamin LPS atas dana setoran awal; dan g. Tidak akan memberikan layanan dana talangan haji atau dana sejenisnya dengan jangka waktu talangan lebih dari 1 (satu) tahun yang dibuktikan dengan pernyataan tertulis. (3) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal 54
Pasal 3 (1) Penetapan BPS BPIH sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) berlaku untuk jangka waktu 4 (empat) tahun. (2) Jangka waktu penetapan BPS BPIH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang. (3) Perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan mempertimbangkan kinerja BPS BPIH. Pasal 4 (1) Bank yang akan mengajukan sebagai BPS BPIH menyampaikan permohonan tertulis kepada Menteri. (2) Permohonan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2. Pasal 5 (1) Permohonan tertulis sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 diverifikasi oleh Direktur Jenderal. (2) Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. Verifikasi administrasi; dan b. Verivikasi dan visitasi lapangan. Pasal 6 Bank yang memenuhi persyaratan berdasarkan hasil verifikasi dan visitasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat (2) diajukan kepada Menteri untuk ditetapkan sebagai BPS BPIH. Pasal 7 55
(1) BPS BPIH yang akan melakukan perpanjangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri. (2) Permohonan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya masa berlakunya penetapan BPS BPIH. (3) Direktur Jenderal melakukan kajian terhadap permohonan tertulis perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (4) Hasil kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menjadi dasar pertimbangan penetapan perpanjangan BPS BPIH oleh Menteri. Pasal 8 (1) Bank yang telah ditetapkan menjadi BPS BPIH sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 atau telah ditetapkan perpanjangan BPS BPIH sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (4) wajib menandatangani perjanjian kerjasama dengan Direktur Jenderal. (2) Perjanjian kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi sekurang-kurangnya: a. Hak dan kewajiban sebagai BPS BPIH; dan b. Kesanggupan untuk mentaati ketentuan peraturan perundangundangan. Pasal 9 (1) Direktur Jenderal menetapkan Bank Koordinator yang bertugas untuk melakukan rekonsiliasi data dan dana BPIH antara BPS BPIH dengan Kementerian Agama. 56
(2) Bank Koordinator sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling banyak 3 (tiga) BPS BPIH. (3) Penetapan Bank Koordinator sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah memenuhi persyaratan sekurang-kurangnya: a. Memiliki pengalaman paling sedikit 5 (lima) tahun sebagai BPS BPIH; b. Memiliki kualifikasi kesehatan keuangan terbaik berdasarkan data dan informasi dari Bank Indonesia atau OJK; c. Memiliki infrastruktur dan jaringan yang mendukung pelaksanaan tugas sebagai Bank Koordinator; dan d. Memiliki kemampuan mengelola risiko keuangan. (4) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal. (5) Penetapan Bank Koordinator sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan prinsip kehati-hatian (prudential), terbuka, objektif, dan kompetitif. (6) Penetapan BPS BPIH sebagai Bank Koordinator sebagaimana dimaksud pada ayat (5) berlaku untuk jangka waktu selama-lamanya 4 (empat) tahun. Pasal 10 (1) BPS BPIH yang telah ditetapkan sebagai Bank Koordinator sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 wajib menandatangani perjanjian kerjasama dengan Direktur Jenderal. 57
(2) Perjanjian kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi sekurang-kurangnya: a. Hak dan kewajiban sebagai Bank Koordinator; dan b. Kesanggupan untuk mentaati ketentuan peraturan perundangundangan. Pasal 11 (1) Direktur Jenderal melakukan pengawasan terhadap BPS BPIH dan Bank Koordinator. (2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi aspek kinerja, laporan keuangan, dan kepatuhan terhadap peraturan perundangan. (3) Hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaporkan kepada Menteri. Pasal 12 Dengan beralakunya Peraturan Menteri Agama ini: a. Bank umum nasional menyelenggarakan
yang menjadi
layanan
syariah
BPS BPIH dan tidak
wajib
menyesuaikan
pada
Peraturan Menteri ini paling lambat 1 (satu) tahun terhitung sejak Peraturan Menteri ini diundangkan. b. Dalam hal bank umum nasional yang menjadi BPS BPIH tidak dapat menyesuaikan sesuai batas waktu paling lambat 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud pada huruf a, bank tersebut dapat berfungsi sebagai BPS BPIH transito dan wajib mentransfer dana setoran awal 58
BPIH ke rekening Mneteri Agama pada bank yang ditunjuk oleh Menteri paling lambat 5 (lima) hari kerja. Pasal 13 Peraturan Menteri Agama ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar
setiap
orang
mengetahuinya,
memerintahkan
pengundangan
Peraturan Mentri ini dengan penempatannya delam Berita Negara Republik Indonesia. Dalam Peraturan Menteri Agama RI No.30 Tahun 2013 diatas, sudah dijelaskan bahwa BPS BPIH harus memenuhi syarat sebagai berikut: 1. Berbadan hukum Perseroan Terbatas. 2. Berbentuk bank syariah atau bank umum nasional yang memiliki layanan syariah. 3. Memiliki layanan bersifat nasional. 4. Memiliki sarana, prasarana, dan kapasitas untuk berintegrasi dengan sistem layanan haji Kementrian Agama. 5. Memiliki kondisi kesehatan bank sesuai dengan peraturan Bank Indonesia atau Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan ketentuan peraturan lainnya. 6. Menunjukkan keterangan menjadi anggota Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan surat kesanggupan melaksanakan program penjamin LPS atas dana setoran awal.
59
7. Tidak akan memberikan layanan dana talangan haji atau dana sejenisnya dengan jangka waktu talangan lebih dari 1 (satu) tahun yang dibuktikan dengan pernyataan tertulis.
60
BAB III GAMBARAN UMUM PELAKSANAAN PEMBIAYAAN TALANGAN HAJI DI BANK SYARIAH MANDIRI
A. Gambaran Umum Bank Syariah Mandiri 1. Sejarah Bank Syariah Mandiri Kehadiran Bank Syariah Mandiri sejak tahun 1999, sesungguhnya merupakan hikmah sekaligus berkah pasca krisis ekonomi dan moneter 1997-1998. Sebagaimana diketahui, krisis ekonomi dan moneter sejak Juli 1997, yang disusul dengan krisis multi-dimensi termasuk di panggung politik nasional, telah menimbulkan beragam dampak negatif yang sangat hebat terhadap seluruh sendi kehidupan masyarakat, tidak terkecuali dunia usaha. Dalam kondisi tersebut, industri perbankan nasional yang didominasi oleh bank-bank konvensional mengalami krisis luar biasa. Pemerintah akhirnya mengambil tindakan dengan merestrukturisasi dan merekapitalisasi sebagian bank-bank di Indonesia. Salah satu bank konvensional, PT Bank Susila Bakti (BSB) yang dimiliki oleh Yayasan Kesejahteraan Pegawai (YKP) PT Bank Dagang Negara dan PT Mahkota Prestasi juga terkena dampak krisis. BSB berusaha keluar dari situasi tersebut dengan melakukan upaya merger dengan beberapa bank lain serta mengundang investor asing. Pada saat bersamaan, pemerintah melakukan penggabungan (merger) empat bank (Bank Dagang 61
Negara, Bank Bumi Daya, Bank Exim, dan Bapindo) menjadi satu bank baru bernama PT Bank Mandiri (Persero) pada tanggal 31 Juli 1999. Kebijakan penggabungan tersebut juga menempatkan dan menetapkan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. sebagai pemilik mayoritas baru BSB. Sebagai tindak lanjut dari keputusan merger, Bank Mandiri
melakukan konsolidasi
serta membentuk
Tim
Pengembangan Perbankan Syariah. Pembentukan tim ini bertujuan untuk mengembangkan layanan perbankan syariah di kelompok perusahaan Bank Mandiri, sebagai respon atas diberlakukannya UU No. 10 tahun 1998, yang memberi peluang bank umum untuk melayani transaksi syariah (dual banking system). Tim Pengembangan Perbankan Syariah memandang bahwa pemberlakuan UU tersebut merupakan momentum yang tepat untuk melakukan konversi PT Bank Susila Bakti dari bank konvensional menjadi bank syariah. Oleh karenanya, Tim Pengembangan Perbankan Syariah segera mempersiapkan sistem dan infrastrukturnya, sehingga kegiatan usaha BSB berubah dari bank konvensional menjadi bank yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah dengan nama PT Bank Syariah Mandiri sebagaimana tercantum dalam Akta Notaris: Sutjipto, SH, No. 23 tanggal 8 September 1999. Perubahan kegiatan usaha BSB menjadi bank umum syariah dikukuhkan oleh Gubernur Bank Indonesia melalui SK Gubernur BI No. 1/24/ KEP.BI/1999, 25 Oktober 1999. Selanjutnya, melalui Surat 62
Keputusan
Deputi
Gubernur
Senior
Bank
Indonesia
No.
1/1/KEP.DGS/ 1999, BI menyetujui perubahan nama menjadi PT Bank Syariah Mandiri. Menyusul pengukuhan dan pengakuan legal tersebut, PT Bank Syariah Mandiri secara resmi mulai beroperasi sejak Senin tanggal 25 Rajab 1420 H atau tanggal 1 November 1999. PT Bank Syariah Mandiri hadir, tampil dan tumbuh sebagai bank yang mampu memadukan idealisme usaha dengan nilai-nilai rohani, yang melandasi kegiatan operasionalnya. Harmoni antara idealisme usaha dan nilai-nilai rohani inilah yang menjadi salah satu keunggulan Bank Syariah Mandiri dalam kiprahnya di perbankan Indonesia. BSM hadir untuk bersama membangun Indonesia menuju Indonesia yang lebih baik (www.syariahmandiri.co.id, diakses pada tanggal 14 Desember 2014). 2. Profil Bank Syariah Mandiri dan Bank Syariah Mandiri KC Salatiga Bank Syariah Mandiri merupakan perusahaan dalam bentuk perseroan terbuka, yaitu PT Bank Syariah Mandiri. PT Bank Syariah Mandiri berdiri pada tanggal 25 Oktober 2014, namun Bank Syariah Mandiri mulai beroperasi pada tanggal 1 November 1999. Dengan modal dasar untuk mendirikan bank tersebut sebesar Rp. 2. 500.000.000.000,- dan modal disetor sebesar Rp. 1.489.021.935.000,-. Sampai sekarang Bank Syariah Mandiri mempunyai kantor layanan sebanyak 864 kantor, yang tersebar di 33 provinsi di seluruh Indonesia. Dengan jumlah jaringan ATM BSM sebanyak 921 ATM Syariah 63
Mandiri, ATM Mandiri 11.886, ATM Bersama 60.922 unit (include ATM Mandiri dan ATM BSM), ATM Prima 74.050 unit, EDC BCA 196,870 unit, ATM BCA 10,596 dan Malaysia Electronic Payment System (MEPS) 12.010 unit. Per Desember tahun 2013, Bank Syariah Mandiri mempunyai 169.945 karyawan. Kepemilikan saham dari PT Bank Syariah Mandiri terbagi menjadi dua, yaitu PT Bank Mandiri (Persero) Tbk memiliki 231.648.712 lembar saham (99,999999%) dan PT Mandiri Sekuritas memiliki 1 lembar saham (0,000001%). Dan untuk memudahkan masyarakat dalam mengakses semua informasi mengenai Bank Syariah Mandiri, Bank Syariah Mandiri mempunyai
situs
web
yang
dapat
diakses
di
www.syariahmandiri.co.id. Sedangkan Bank Syari‟ah Mandiri Kantor Cabang Salatiga beralamatkan di Jl. Diponegoro Ruko Salatiga Square No. 77-A6 dan 77-A7, Kel. Sidorejo Lor, Kec. Sidorejo, Kota Salatiga, Jawa Tengah. 3. Visi dan Misi Bank Syariah Mandiri a. Visi Memimpin pengembangan peradaban ekonomi yang mulia. b. Misi 1) Mewujudkan pertumbuhan dan keuntungan di atas rata-rata industri yang berkesinambungan.
64
2) Mengutamakan penghimpunan dana murah dan penyaluran pembiayaan pada segmen UMKM. 3) Mengembangkan manajemen talenta dan lingkungan kerja yang sehat. 4) Meningkatkan
kepedulian
terhadap
masyarakat
dan
lingkungan. 5) Mengembangkan nilai-nilai syariah universal 4. Struktur Organisasi Bank Syariah Mandiri KC Salatiga Shared Values Setelah melalui proses yang melibatkan seluruh jajaran pegawai sejak pertengahan 2005, lahirlah nilai-nilai perusahaan baru yang disepakati bersama untuk dijadikan pedoman oleh seluruh pegawai Bank Syariah Mandiri yang disebut Bank Syariah Mandiri Shared Values. BSM shared values disingkat ETHIC. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut: a. Excellence Berupaya mencapai kesempurnaan melalui perbaikan yang terpadu dan berkesinambungan,meningkatkan keahlian sesuai dengan tugas yang diberikan dan sesuai dengan tuntutan profesi bankir, serta berkomitmen pada kesempurnaan. b. Teamwork Mengembangkan lingkungan kerja yang saling bersinergi dengan cara mewujudkan iklim lalu lintas pesan yang lancar 65
dan sehat, menghargai pendapat dan kontribusi orang lain, serta memiliki orientasi pada hasil dan nilai tambah bagi stakeholder. c. Humanity Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan religius dan meluruskan niat untuk mendapatkan ridha Allah. d. Integrity Mentaati kode etik profesi dan berpikir serta berperilaku terpuji dengan cara menerima tugas dan kewajiban sebagai amanah dan menjalankannya dengan penuh tanggung jawab sesuai dengan ketentuan dan tuntutan perusahaan. e. Customer Focus Memahami dan memenuhi kebutuhan pelanggan untuk menjadikan Bank
Syariah
Mandiri
sebagai
menguntungkan
dengan
cara
mitra
proaktif
yang
terpercaya
dan
dalam
menggali
dan
mengimplementasikan ide-ide baru untuk memberikan layanan yang lebih baik dan lebih cepat dibandingkan kompetitor. Nilai-nilai tersebut diupayakan untuk selalu ditanamkan dalam organisasi Bank Syariah Mandiri . Berikut ini adalah bagan struktur organisasi BSM Salatiga masing-masing bagian:
66
Gambar 3.1 Struktur Organisasi Bank Syari‟ah Mandiri Berdasarkan struktur organisasi tersebut akan diuraikan tugas dan wewenang dari masing-masing bagian, yaitu sebagai berikut: 1) Kepala Cabang a) Mengelola secara optimal sumber daya cabang agar dapat mendukung kelancaran opersional bank. b) Menetapkan dan melaksanakan strategi pemasaran produk bank guna mencapai tingkat volume/sasaran yang telah ditetapkan baik pembiayaan, dana, maupun jasa. c) Memastikan
realisasi
target
operasional
cabang
serta
menetapkan upaya-upaya pencapaiannya. d) Melakukan
kegiatan
penghimpunan
dana;
pemasaran
pembiayaan; pemasaran jasa-jasa dan mencapai target yang telah ditetapkan. e) Melakukan review terhadap katajaman dan kedalaman analisis pembiayaan guna antisipasi resiko. 67
f) Mengimplementasikan
corporate
culture
Bank
Syari‟ah
Mandiri kepada seluruh cabang. 2) Marketing Manager a) Mengelola secara optimal sumber daya agar dapat mendukung kelancaran operasional cabang. b) Membuat rencana kerja (RKSP) tahunan bidang pemasaran agar dapat mendukung kelancaran operasional cabang. c) Review syarat/prasyarat dalam Surat Penegasan Persetujuan Pembiayaan (SP3) telah sesuai dengan yang diputuskan Komite Pembiayaan Cabang/Pusat. d) Melaksanakan tugas-tugas lainnya yang diberikan Kepala Cabang. 3) Operation Manager a) Mengelola secara optimal sumber daya bidang operasi agar dapat mendukung kelancaran operasional cabang. b) Membuat rencana dan sasaran kerja tahunan di bidang operasi. c) Melakukan pembiayaan
pengecekan berdasarkan
pemenuhan Surat
prasyarat/syarat
Penegasan
Persetujuan
Pembiayaan (SP3) dan akad pembiayaan. d) Melaksanakan tugas lainnya yang diberikan oleh Kepala Cabang. 4) Customer Service
68
a) Memberikan penjelasan nasabah/calon nasabah atau investor mengenai produk-produk Bank Syariah Mandiri berikut syaratsyarat maupun tata cara prosedurnya. b) Melayani pembukaan rekening giro dan tabungan sesuai dengan permohonan investor. c) Melaksanakan tugas-tugas lainnya yang ditunjuk atasan. 5) Pelaksana SDI dan GA a) Mentatausahakan absensi harian pegawai (pagi dan sore). b) Mentatausahakan dan membayar uang lembur pegawai. c) Melaksanakan tugas-tugas lainnya yang diberikan oleh atasan. 6) Teller a) Bersama-sama dengan operation manager: (1) Mengambil/menyimpan uang tunai dari/ke dalam brangkas kas/teller. (2) Melaksanakan pengawasan brangkas. b) Pada awal/akhir hari mengambil/menyimpan box teller dari/ke dalam brangkas. c) Bersama-sama operation manager: (1) Menghitung persediaan uang yang ada di brangkas teller. (2) Pada awal/akhir membuka/ menutup brangkas teller. d) Melayani penyetoran tunai maupun non tunai dengan benar dan cepat.
69
e) Membuak
(posting)
mutasi
kas
secara
benar
melalui
teminalnya. 5. Produk-Produk di Bank Syariah Mandiri KC Salatiga Di Bank Syari‟ah Mandiri khususnya di Kantor cabang Salatiga terdapat berbagai produk, baik berupa pendanaan ataupun jasa. Produk-produknya sebagai berikut: a. Pendanaan 1) Tabungan BSM Tabungan
BSM
adalah
simpanan
yang
penarikannya
berdasarkan syarat -syarat tertentu yang disepakati. Manfaat: a) Sarana investasi jangka pendek b) Aman dan terjamin c) Bagi hasil kompetitif d) Setor dan tarik tunai online di seluruh cabang BSM e) Fasilitas e-Banking, yaitu BSM Mobile Banking dan BSM Net Banking f) Fasilitas BSM Card yang berfungsi sebagai kartu ATM dan debit g) Kemudahan dalam penyaluran zakat, infaq dan sedekah. Karakteristik: a) Berdasarkan prinsip syari‟ah dengan akad Mudharabah muthlaqah. Mudharabah muthlaqah
adalah akad antara
pihak pemilik modal (shahibul maal) dengan pengelola 70
(mudharib)
untuk
memperoleh
keuntungan,
yang
kemudian akan dibagikan sesuai nisbah yang disepakati. Dalam hal ini, mudharib (bank) diberikan kekuasaan penuh untuk mengelola modal atau menentukan arah investasi sesuai syariah. b) Minimum setoran awal Rp. 80.000,c) Minimum setoran berikutnya Rp. 100.000,d) Saldo minimum Rp. 50.000,e) Biaya tutup rekening Rp. 20.000,f) Biaya administrasi/bulan Rp. 6.000,Contoh perhitungan: Saldo rata-rata tabungan Pak Sarman bulan Agustus adalah RP. 1.000.000,-. Perbandingan bagi hasil (nisbah) antara Bank dan Nasabah adalah 66 : 34. Bila saldo rata-rata tabungan seluruh nasabah BSM pada bulan Agustus adalah RP. 70 Milyar dan pendapatan Bank yang dibagihasilkan untuk nasabah tabungan adalah RP. 6 milyar maka bagi hasil yang diperoleh Pak saman adalah : Rp. 1.000.000,- ̸ Rp. 70.000.000.000,- x Rp. 6.000.000.000,- x 34% = Rp. 29.143 (sebelum dipotong pajak). 2) Tabungan Berencana BSM Tabungan Berencana BSM adalah tabungan berjangka yang memberikan nisbah bagi hasil berjenjang serta kepastian 71
bagi penabung
maupun
ahli
waris
untuk
memperoleh
dananya sesuai target pada waktu yang diinginkan. Manfaat tabungan: a) Bagi hasil yang kompetitif b) Kemudahan
perencanaan
keuangan
nasabah
jangka
panjang. c) Perlindungan asuransi secara gratis dan otomatis, tanpa pemeriksaan kesehatan. d) Jaminan pencapaian target dana. Manfaat asuransi: a) Nisbah bagi hasil dengan pola berjenjang (progresif). Semakin besar saldo maka semakin besar nisbah bagi hasil yang didapat. b) Menggunakan sistem autodebet untuk mendisiplinkan pola menabung nasabah. c) Polis biaya premi asuransi jiwa ditanggung bank. d) Perlindungan asuransi jiwa sampai dengan Rp 200 juta. e) Setoran minimum hanya Rp 100 ribu per bulan. Karakteristik: a) Menggunakan
akad
mudharabah
mutlaqah.
Akad
mudharabah mutlaqah adalah akad antara pihak pemilik modal
(shahibul
untuk memperoleh 72
maal)
dengan pengelola (mudharib)
keuntungan yang kemudian akan
dibagikan sesuai nisbah yang disepakati. Dalam hal ini mudharib (bank) diberikank uasa penuh untuk mengelola modal atau menentukan arah investasi sesuai syariah. b) Periode tabungan 1 sampai 10 tahun. c) Usia nasabah minimal 18 tahun dan maksimal 60 tahun saat jatuh tempo. d) Setoran bulanan berlaku tetap minimal Rp 100.000,yang tidak bisa dicairkan hingga jatuh tempo (akhir masa kontrak). e) Target dana minimal Rp.1.2000. 000,- dan maksimal Rp. 200.000.000,f) Jumlah setoran bulanan dan periode tabungan tidak dapat diubah. g) Tidak dapat menerima setoran diluar setoran bulanan. h) Saldo tabungan tidak bisa ditarik. Apabila ditutup sebelum jatuh tempo (akhir masa kontrak) akan dikenakan biaya administrasi. 3) Tabungan Simpatik Tabungan berdasarkan prinsip wadiah yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat berdasarkan syarat-syarat yag disepakati. Manfaat: a) Aman dan terjamin. b) Online diseluruh outlet BSM. 73
c) Bonus bulanan yang dierikan sesuai dengan kebijakan BSM. d) Fasilitas BSM Card, yang berfungsi sebagai kartu ATM dan debit. e) Fasilitas e-Banking, yaitu BSM Mobile Banking dan BSM Net Banking. f) Penyaluran zakat, infaq dan sedekah. Karakteristik: a) Berdasarkan prinsip syariah dengan akad wadiah. b) Setoran awal minimal Rp. 20.000,- (tanpa ATM) dan Rp. 30.000,- (dengan ATM). c) Setoran berikutnya minimal Rp. 10.000,d) Saldo minimal Rp. 20.000,e) Biaya tutup rekening Rp. 10.000,f) Biaya administrasi Rp. 2.000,- per rekening per bulan atau sebesar bonus bulanan (tidak mengurangi saldo minimal) 4) Deposito Deposito BSM adalah produk investasi berjangka yang penarikannya hanya dapat dilakukan setelah jangka waktu tertentu sesuai kesepakatan. Manfaat: a) Sarana investasi terarah sesuai syariah b) Pilihan jangka waktu : 1, 3, 6, dan 12 bulan c) Dana aman dan terjamin 74
d) Dapat dijadikan jaminan pembiayaan e) Bagi hasil kompetitif. Karakteristik: a) Menggunakan
akad
dengan
prinsip
syariah
yaitu
mudharabah muthlaqah. Mudharabah muthlaqah adalah akad antara pihak pemilik modal (shahibul maal) dengan pengelola (mudharib) untuk memperoleh keuntungan ,yang kemudian akan dibagikan sesuai nisbah yang disepakati. Dalam hal ini, mudharib (bank) diberikan kekuasaan penuh untuk mengelola modal atau menentukan arah investasi. b) Dicairkan pada saat jatuh tempo. c) Setoran awal minimum Rp. 2.000.000,d) Biaya materai Rp. 6.000,Contoh perhitungan bagi hasil: Deposito Ibu Fitri Rp. 10.000.000,- berjangka waktu 1 bulan. Perbandingan nisbah bank dan nasabah adalaj 48%: 52%. Total saldo semua deposan (1 bulan) adala Rp. 200 milyar dan bagi hasil yang dibagikan adalah Rp. 3 milyar. Bagi hasil yang didapatkan Ibu Fitri adalah: Rp. 10.000.000,-/Rp. 200.000.000.000,- x Rp. 3.000.000.000,x 52% = Rp. 78.000,- (sebelum dipotong pajak). 5) Tabungan Mabrur
75
Tabungan
dalam
mata
uang
rupiah
untuk
membantu
pelaksanaan ibadah haji dan umrah. Manfaat yang diperoleh dari tabungan mabrur adalah: a) Aman dan terjamin b) Fasilitas talangan haji untuk kemudahan mendapatkan porsi haji. c) Online dengan SISKOHAT Departemen agama untuk kemudahan pendaftaran haji. Karakteristik: a) Berdasarkan prinsip syariah dengan akad mudharabah muthlaqah. b) Tidak dapat dicairkan kecuali untuk melunasi Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji/Umrah (BPIH). c) Setoran awal minimal Rp. 100.000,d) Setoran selanjutnya minimal Rp. 100.000,e) Saldo minimal untuk didaftarkan ke SISKOHAT adalah Rp. 25.000.000 atau sesuai ketentuan dari Departemen Agama. f) Biaya penutupan rekening karena batal Rp. 25.000,6) Tabungan Mabrur Junior Tabungan
dalam
mata
uang
rupiah
untuk
membantu
pelaksanaan ibadah haji dan umrah khusus untuk usia dibawah
76
17 tahun. Manfaat yang diperoleh dari tabungan mabrur junior adalah: a) Aman dan terjamin b) Kemudahan perencanaan keuangan untuk membantu pelaksanaan ibadah haji dan umrah. c) Kemudahan
pendaftaran
haji
melalui
SISKOHAT
Kementrian Agama. d) Kemudahan dalam penyetoran ke rekening tabungan. Fitur: a) Berdasarkan prinsip syariah yaitu mudharabah muthlaqah. Mudharabah muthlaqah adalah akad antara pihak pemilik modal (shahibul maal) dengan pengelola (mudharib) untuk memperoleh keuntungan ,yang kemudian akan dibagikan sesuai nisbah yang disepakati. Dalam hal ini, mudharib (bank) diberikan kekuasaan penuh untuk mengelola modal atau menentukan arah investasi. b) Usia nasbah maksimal 17 tahun dan belum mempunyai KTP. c) Tidak dapat dicairkan kecuali untuk melunasi Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji/Umrah (BPIH). d) Setoran
awal
minimal
RP.
100.000,-
selanjutnya minimal Rp. 100.000,-
77
dan
setoran
e) Saldo minimal untuk didaftarkan ke SISKOHAT adaah Rp. 25.100.000,- atau esuai ketentuan dari Kementrian Agama. f) Notifikasi reminder saldo melalui email dan/ atau sms apabila saldo sedah mencapai Rp. 25.000.000,- atau sesuai dengan ketentuan yang berlaku di bank (biaya notifikasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku di bank). g) Bebas biaya pembukaan rekening dan biaya administrasi. h) Apabila tabungan ditutup bukan karena penyetoran BPIH dan pembayaran umrah dikenakan biaya sebesar Rp. 25.000,i) Online di seluruh outlet BSM. 7) Giro Giro BSM adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, atau alat perintah bayar lainnya dengan prinsip wadiah yad adh-dhamanah. Manfaat yang dapat diperoleh dari Giro BSM adalah: a) Aman, terjamin dan tersedia setiap saat. b) Kemudahan bertransaksi finansial, cocok bagi para pengusaha. Transaksi dapat menggunakan cek atau bilyet giro. c) Dapat dijadikan jaminan pembiayaan.
78
d) Fasilitas Intercity Clearing untuk kecepatan bayar inkaso (kliring antar wilayah). e) Fasilitas BSM Card, sebagai kartu ATM sekaligus debet (untuk perorangan). f) Fasilitas pengiriman account statement setiap awal bulan. g) Bonus bulanan yang diberikan sesuai dengan kebijakan BSM. Karakteristik: a) Berdasarkan prinsip syariah dengan akad Wadi'ah dhamanah. Wadi'ah
yad
dhamanah
adalah
yad akad
penitipan uang antara pihak yang mempunyai uang dengan pihak yang diberi kepercayaan dengan tujuan untuk
menjaga
keutuhan
penerima titipan
berhak
uang,
di
mana
memanfaatkannya
pihak berikut
bertanggung jawab atas pengembalian kepada pihak yang menitipkan. b) Setoran awal minimum Rp. 500.000,- (perorangan) dan Rp. 1.000.000,- (perusahaan). c) Saldo minimum Rp. 500.000,- (perorangan) dan Rp. 1.000.000,- (perusahaan). d) Biaya administrasi bulanan untuk perorangan Rp. 10.000,sedangkan untuk perusahaan Rp. 15.000,-. e) Biaya tutup rkening Rp. 30.000,79
f) Biaya administrasi buku cek/bilyet giro Rp. 100.000,-. 8) Obligasi Obligasi Bank Syariah Mandiri (Mudharabah). Surat berharga jangka panjang berdasar prinsip syariah yang mewajibkan emiten (Bank Syariah Mandiri) untuk membayar pendapatan bagi hasil atas kupon dan membayar kembali Dana Obligasi Syariah pada saat jatuh tempo. Manfaat: a) Memperoleh nisbah yang lebih tinggi dibandingkan dengan simpanan dana pihak ketiga lainnya. b) Dapat diperjualbelikan Fasilitas: a) Jangka waktu 5 tahun dengan pemberian nisbah setiap 3 bulan. b) Pendapatan yang dibagi hasilkan hanya berdasarkan pendapatan dari pembiayaan
murabahah
yang dihitung
secara proposional dengan nisbah 77,5% untuk pemegang obligasi. c) Jumlah minimal yang dapat diperjualbelikan sebesar Rp. 10 juta. d) Bukti kepemilikan Obligasi Syariah. b. Pembiayaan 1) Gadai Emas BSM
80
Gadai Emas BSM merupakan produk pembiayaan atas dasar jaminan berupa emas sebagai salah satu alternatif memperoleh uang tunai dengan cepat. Manfaat yang diperoleh adalah: a) Proses cepat b) Proses mudah c) Jaminan keamanan Akad: Akad yang digunakan adalah akad Qardh wal Ijarah. Qardh wal Ijarah adalah akad pemberian pinjaman dari bank untuk nasabah yang disertai dengan penyerahan tugas agar bank menjaga barang jaminan yang diserahkan. 2) Mudharabah BSM Pembiayaan Mudharabah BSM adalah pembiayaan di mana seluruh modal kerja yang dibutuhkan nasabah ditanggung oleh bank. Keuntungan
yang
diperoleh
dibagi sesuai dengan
nisbah yang disepakati. Manfaat: a) Membiayai total kebutuhan modal usaha nasabah nisbah bagi hasil tetap antara Bank dan Nasabah. b) Angsuran berubah-ubah sesuai tingkat revenue atau realisasi usaha nasabah (revenue sharing). 3) Musyarakah BSM
81
Pembiayaan khusus untuk modal kerja, di mana dana dari bank merupakan bagian dari modal usaha nasabah dan keuntungan dibagi sesuai dengan nisbah yang disepakati. Manfaat: a) Lebih menguntungkan karena berdasarkan prinsip bagi hasil. b) Mekanisme pengembalian yang fleksibel sesuai dengan realisasi usaha . 4) Murabahah BSM Pembiayaan Murabahah BSM adalah pembiayaan berdasarkan akad jual beli antara bank dan nasabah. Bank membeli barang yang dibutuhkan dan menjualnya kepada nasabah sebesar harga pokok ditambah dengan keuntungan margin yang disepakati. Manfaat: a) Membiayai kebutuhan nasabah dalam hal pengadaan barang konsumsi seperti rumah, kendaraan atau barang produktif seperti mesin produksi, pabrik dan lain-lain. b) Nasabah dapat mengangsur pembayarannya dengan jumlah angsuran yang tidak akan berubah selama masa perjanjian. 5) Talangan Haji BSM Talangan Haji BSM merupakan pinjaman dana talangan dari bank kepada nasabah khusus untuk menutupi kekurangan dana untuk memperoleh kursi atau seat haji dan pada saat pelunasan BPIH. Manfaat: 82
a) Dapat dipenuhinya kebutuhan dana secara mendadak untuk menutup kekurangan dana sebagai persyaratan dalam memperoleh porsi haji atau pelunasan BPIH. b) Proses pinjaman relatif cepat dan mudah. Akad: Akad yang digunakan adalah akad Qardh wal Ijarah. Qardh wal Ijarah adalah akad pemberian pinjaman dari bank untuk nasabah yang disertai dengan penyerahan tugas agar bank menjaga barang jaminan yang diserahkan. c. Jasa 1) Jasa produk a) Kartu atau ATM BSM merupakan sarana untuk melakukan transaksi pada ATM Syariah Mandiri. Manfaat: (1) Penarikan tunai dengan cepat. (2) Penarikan beberapa kali, juga saat bank tutup. (3) Pemindahbukuan. (4) Praktis dan aman. (5) Kemudahan tarik tunai di seluruh ATM BSM, ATM MANDIRI, ATM BCA, ATM Bersama dan ATM Prima. b) BSM SMS Banking merupakan produk layanan perbankan berbasis teknologi seluler yang memberikan kemudahan melakukan berbagai transaksi perbankan. Manfaat: 83
(1) Transaksi kapan dan di mana saja (2) Pendaftaran gratis di seluruh cabang BSM (3) Biaya transaksi murah 2) Jasa operasional a) Setoran Klirin merupakan penagihan warkat bank lain di mana lokasi bank tertariknya berada dalam satu wilayah kliring. Karakteristik: (1) Hasil kliring dikreditkan ke rekening nasabah atau ditransfer ke rekening nasabah di bank lain. (2) Valuta rupiah. (3) Bank
hanya
penerima
amanat
dan
mewakili
(wakalah) nasabah, bila warkat tersebut ditolak bank tertarik,
maka
Bank
Syariah Mandiri tidak
bertanggung jawab. b) Inkaso merupakan penagihan warkat bank lain di mana bank tertariknyaberbeda wilayah kliring atau berada di luar negeri, hasilnya penagihan akan dikredit ke rekening nasabah. Karakteristik: (1) Nasabah harus memiliki rekening di Bank Syariah Mandiri. (2) Mata uang rupiah atau valuta asing lainnya (USD, SGD)
84
(3) Hasil inkaso dikreditkan ke rekening nasabah atau ditransfer ke rekening nasabah di bank lain. (4) Bank
hanya
(wakalah)
penerima
amanat
dan
mewakili
nasabah, bila terjadi kesalahan atau
keterlambatan hasil inkaso, maka Bank Syariah Mandiri tidak bertanggung jawab. 3) Jasa investasi BSM Investa Berimbang adalah reksadana Campuran (Mix Fund / Balanced Fund) berbasis instrument pasar uang, pasar obligasi dan pasar saham dengan ketentuan investasi sesuai syariah.
BSM
Investa
Berimbang
juga
dikelola,
diadministrasikan, disimpan dan didistribusikan (dijual) oleh sinergi 3 (tiga) kekuatan besar, yaitu: a) Mandiri Investasi (sebagai manajer investasi dengan dana kelolaan terbesar di Indonesia), b) Deutsche Bank (sebagai bank kustodi reksa dana terbesar di Indonesia yang sudah berperan aktif sebagai kustodi reksa dana konvensional maupun Syariah) dan c) Bank Syariah Mandiri (sebagai agen penjual yang merupakan bank syariah terbesar di Indonesia).
85
B. Gambaran Umum Pembiayaan Talangan Haji di Bank Syariah Mandiri 1. Pengertian Pembiayaan Talangan Haji di Bank Syariah Mandiri Pembiayaan talangan haji di Bank Syariah Mandiri merupakan pinjaman dana talangan dari bank kepada nasabah khusus untuk menutupi kekurangan dana untuk memperoleh kursi/seat haji dan pada saat pelunasan BPIH. Dasar dikeluarkannya pembiayaan talangan haji ini adalah dengan dikeluarkannya fatwa DSN MUI N0. 29/DSN-MUI/VI/2002 pada tanggal 06 Juni 2002 tentang Pembiayaan Pengurusan Haji oleh LKS (Lembaga Keuangan Syari‟ah). Yang memuat ketentuan sebagai berikut: a. Dalam pengurusan haji bagi nasabah, LKS dapat memperoleh imbalan jasa (ujrah) dengan menggunakan prinsip al-Ijarah sesuai fatwa DSN-MUI No.9/DSN-MUI/IV/2000. b. Apabila diperlukan, LKS dapat membantu menalangi pembayaran BPIH nasabah dengan menggunakan prinsip al-Qardh sesuai fatwa DSN-MUI No.19/DSN-MUI/IV/2001. c. Jasa
pengurusan
haji
yang
dilakukan
LKS
tidak
boleh
dipersyaratkan dengan pemberian talangan haji. d. Besar imbalan jasa al-Ijarah tidak boleh didasarkan pada jumlah talangan al-Qardh yang diberikan LKS kepada nasabah.
86
Dalam pelaksanaan pembiayaan di Bank Syariah Mandiri juga berdasarkan fatwa tersebut. Dari segi akad yang digunakan, perolehan imbalan jasa, maupun jasa pengurusan haji yang dilakukan LKS tidak boleh dipersyaratkan dengan pemberian talangan haji melainkan pembiayaan talangan haji. 2. Akad Pembiayaan Talangan Haji di Bank Syariah Mandiri Akad yang digunakan dalam pembiayaan talangan haji di Bank Syariah Mandiri adalah akad Qardh wal Ijarah. Qardh dalam operasional perbankan syariah merupakan salah satu akad yang digunakan dalam produk pembiayaan. Akad qardh dalam Bank Syariah Mandiri digunakan sebagai akad perjanjian utang-piutang antara bank dengan nasabah yang akan digunakan untuk pendaftaran perolehan porsi haji (kursi/seat haji) melalui Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (SISKOHAT) dan pada saat pelunasan BPIH. Dan dalam pelaksanaan akad ini Bank Syari‟ah Mandiri berdasarkan fatwa DSNMUI No.19/DSN-MUI/IV/2001. Menurut Customer Service Bank Mandiri dalam akad qardh, nasabah tidak dikenakan biaya administrasi. Maka untuk menghindari Ibadah haji dengan cara berhutang, nasabah berkewajiban melunasi hutangnya sebelum keberangkatan Ibadah haji. Sedangkan Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan (ownership milkiyyah) atas barang tersebut 87
(Ali, 2010 : 43). Dalam pembiayaan talangan haji di Bank syariah Mandiri akad ijarah ini digunakan dalam proses administrasi dan jasa dari Bank Syari‟ah Mandiri untuk mengurus pendaftaran SISKOHAT (Sistem Komputerisasi Haji Terpadu) serta pelayanan haji kepada nasabah. Jadi Bank Syari‟ah Mandiri dapat memperoleh ujrah dari akad ijarah ini. Dan dalam pelaksanaan akad ini Bank Syari‟ah Mandiri berdasarkan fatwa DSN-MUI No.9/DSN-MUI/IV/2000. Jadi Qardh wal Ijarah adalah akad pemberian pinjaman dari bank untuk nasabah yang disertai dengan penyerahan tugas agar bank menjaga barang jaminan yang diserahkan. Namun dalam pembiayaan talangan haji tidak ada barang yang dijaminkan. Karena dalam pembiayaan talangan haji di Bank Syari‟ah Mandiri ini menggunakan asas saling percaya dan demi kemaslahatan hidup. Akad inilah yang digunakan sebagai akad dalam pembiayaan talangan haji di Bank Syariah Mandiri. 3. Mekanisme Pembiayaan Talangan Haji Talangan Haji Jangka Waktu Tabungan Mabrur BSM Ujrah Pendaftaran haji Materai Total
Rp. 22.500.000,1 Tahun Rp. 100.000,Rp. 2.850.000,Rp. 2.500.000,Rp. 48.000,Rp. 5.498.000,-
Sumber: Bank Syari‟ah Mandiri KC. Salatiga
Tabel 3.2 Ketentuan Pembiayaan Talangan Haji Bank Syari‟ah Mandiri KC. Salatiga 88
Dari Tabel 3.2 dapat dijelaskan bahwa Bank Syari‟ah mandiri memberikan pembiayaan talangan haji sebesar Rp. 22.500.000,dengan jangka waktu pengembalian adalah 1 tahun. Syarat untuk para calon nasabah pembiayaan talangan haji harus memiliki rekening Tabungan Mabrur BSM dengan saldo yang harus ada dalam tabungan mabrur tersebut adalah Rp. 100.000,-. Serta memiliki formulir Surat Pendaftaran Pergi Haji (SPPH) yang telah dilegalisir Kantor Departemen Agama setempat. Dan nasabah akan dikenakan biaya pendaftaran haji sebesar Rp. 2.500.000,- serta ujrah untuk bank Syari‟ah Mandiri sebesar Rp. 2.850.000 dan biaya materai Rp. 48.000,-. Jadi total biaya yang harus dikeluarkan calon nasabah untuk mendapatkan pembiayaan talangan haji di Bank Syari‟ah Mandiri adalah Rp. 5.498.000,-. Setelah calon nasabah melengkapi persyaratan dan pihak Bank Syari‟ah Mandiri melakukan survei kepada calon nasabah, maka pihak Bank Syari‟ah Mandiri akan memutuskan. Apakah calon nasabah tersebut layak untuk mendapatkan pembiayaan talangan haji atau tidak. Setelah dinyatakan layak oleh pihak Bank Syari‟ah Mandiri maka nasabah wajib menandatangani perjanjian yang dibuat antara nasabah dengan pihak bank atas dasar kesukarelaan dari kedua belah pihak. Setelah itu nasabah melakukan pembayaran sejumlah Rp. 5.498.000,-, dan mendapatkan rekening tabungan mabrur.
89
Namun sebelum pihak bank mendaftarkan nasabah melalui SISKOHAT (Sistem Komputerisasi Haji Terpadu), nasabah calon jamaah haji harus datang ke kantor Kementrian Agama setempat untuk mengisi Surat Pendaftaran Pergi Haji (SPPH), dengan membawa kartu rekening tabungan dan melampirkan dokumen-dokumen
yang
dipersyaratkan. Kemudian nasabah calon jamaah haji datang lagi ke Bank Syari‟ah Mandiri dengan membawa: SPPH, 5 lembar pas photo, dan buku tabungan mabrur. Maka setelah itu dari pihak Bank Syari‟ah Mandiri akan mendaftarkan nasabah melalui SISKOHAT (Sistem Komputerisasi Haji Terpadu). Dan setelah mendapatkan nomor porsi, nasabah calon jamaah haji mendaftar ulang ke kantor Kementrian Agama setempat dengan membawa bukti setoran BPIH dan bukti pendebetan serta untuk menanyakan jadwal keberangkatan Untuk menjamin pelunasan atas hutang nasabah yang diberikan oleh bank, maka nasabah menyerahkan barang jaminan berupa: a. Tabungan Bank Syari‟ah Mandiri dalam hal ini adalah Tabungan Mabrur, atau b. Satu lembar bukti setoran tabungan (setelah di entry ke SISKOHAT). c. Surat pernyataan batal dari calon jamaah haji. d. Surat permohonan batal kepada Kantor Departemen Agama dari calon jamaah haji.
90
e. Surat kuasa kepada bank untuk mengurus pembatalan dari calon jamaah haji. 4. Manfaat Pembiayaan Talangan Haji Manfaat
yang
diperoleh
apabila
kita
menggunakan
jasa
pembiayaan talangan haji di Bank Syariah Mandiri adalah sebagai berikut : b. Dapat dipenuhinya kebutuhan dana secara mendadak untuk menutupi kekurangan dana sebagai persyaratan dalam memperoleh porsi haji atau pelunasan BPIH. c. Proses pinjaman relatif cepat dan mudah.
91
BAB IV ANALISIS DATA
A. Analisis Pembiayaan Talangan Haji Menurut Hukum Islam Islam memahami bahwa perkembangan perekonomian berjalan begitu cepat dan dinamis. Islam memberikan jalan serta kebebasan bagi manusia untuk melakukan berbagai kegiatan bermuamalat antara sesama manusia. Dan Islam juga memberikan kebebasan bagi manusia untuk melakukan berbagai improvisasi dan inovasi melalui berbagai macam kegiatan dalam bidang perekonomian. Salah satunya improvisasi dan inovasi dalam produk Lembaga Keuangan Syari‟ah. Dewasa ini kebutuhan akan adanya berbagai produk dalam Lembaga Keuangan Syari‟ah semakin meningkat. Meningkatnya taraf hidup manusia, mendorong inovasi akan adanya suatu produk dari Lembaga Keuangan Syari‟ah atau Perbankan Syari‟ah yang dapat membantu masyarakat untuk mencapai suatu keridhaan kepada Allah SWT. Salah satunya produk pembiayaan talangan haji yang dikeluarkan oleh Bank Syari‟ah Mandiri. Pembiayaan talangan haji di Bank Syariah Mandiri merupakan pinjaman dana talangan dari bank kepada nasabah khusus untuk menutupi kekurangan dana untuk memperoleh kursi/seat haji dan pada saat pelunasan BPIH. Namun dalam perspektif fiqh salah satu syarat wajib menunaikan ibadah haji adalah mampu, dan secara sepakat para ulama Mazhab 92
menetapkan bahwa bisa atau mampu itu merupakan syarat kewajiban haji (Mughniyah, 1991 : 256). Kesepakatan para ulama Mazhab tersebut didasarkan pada firman Allah SWT, sebagai berikut:
Artinya: Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim, barang siapa memasukinya (baitullah itu) menjadi aman dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barang siapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam(Q.S. Ali Imran : 97). Mampu disini mempunyai arti yang luas, dan ulama Mazhab juga berbeda pendapat dalam mengkategorikan “mampu”. Yang dapat diambil kesimpulan bahwa mampu disini, berarti mampu mengeluarkan biaya untuk
melakukan
perjalanan,
mempunyai
cukup
bekal
selama
melaksanakan ibadah haji, tidak menelantarkan keluarga yang ditinggal melaksanakan perjalanan ibadah haji, serta sekembalinya ke rumah masih bisa melangsungkan kehidupan. Dari uraian diatas menimbulkan pertanyaan, bagaimana dengan nasabah yang menggunakan produk pembiayaan talangan haji di Bank Syari‟ah Mandiri? apakah mereka dianggap mampu dalam melakukan 93
perjalanan ibadah haji? Bank Syariah Mandiri sebelum memberikan pembiayaan talangan haji juga mempertimbangkan berbagai aspek. Salah satunya dari segi perekonomian nasabah. Bank Syari‟ah Mandiri juga melakukan survei melalui data-data persyaratan yang diperoleh dari nasabah. Menurut penulis adanya produk pembiayaan talangan haji tersebut justru
dapat
membantu
dan
memudahkan
para
nasabah
untuk
melaksanakan rukun Islam yang ke-5. Dan dengan memperhatikan berbagai aspek dalam memberikan pembiayaan talangan haji, semakin meyakinkan bahwa nasabah yang menggunakan produk pembiayaan talangan haji dapat dikategorikan sebagai seseorang yang telah memenuhi syarat mampu dalam syarat wajib haji. Hal tersebut diperkuat dengan adanya fatwa dari Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia dalam sidangnya pada tanggal 2 Februari 1979, yang memfatwakan bahwa : a. Orang Islam dianggap mampu (Istitha‟ah) melaksanakan ibadah haji, apabila jasmaniah, ruhaniah, dan pembekalan memungkinkan ia
untuk
menuaikan
tanpa
menelantarkan kewajiban terhadap
keluarga, dianggap telah cukup memadai. b. Masyarakat kampung dan pedesaan jika mempunyai kelebihan kekayaan tidak membiasakan menyimpannya berupa uang, akan tetapi berupa barang (sawah, kebun, rumah) yang oleh karena setiap ada keperluan dan kebutuhan yang besar, mereka menjual barang94
barang itu. Yang sangat penting, asal mereka tidak mengabaikan kewajiban yang lebih utama semisal nafkah keluarga. Jadi dengan adanya pembiayaan talangan haji tersebut nasabah dikatakan telah memenuhi syarat mampu dalam melaksanakan haji, selain diperkuat adanya fatwa dari Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia dalam pelaksanaannya di Bank Syari‟ah Mandiri bahwa pemberian pembiayaan talangan haji tersebut hanya untuk mendaftarkan nasabah untuk memperoleh porsi atau nomor antrian haji. Jadi dalam satu waktu nasabah tidak langsung berangkat untuk menunaikan ibadah haji. Sebagai ilustrasi apabila nasabah mendaftar pada tahun 2015 maka nasabah belum tentu berangkat pada tahun 2015, bisa jadi nasabah berangkat pada tahun 2020 atau bahkan 2023. Jadi dalam jangka waktu menunggu tersebut nasabah bisa melunasi pembiayaan talangan yang diberikan oleh bank Syari‟ah Mandiri dan juga bisa menabung untuk biaya keberangkatan dan bekal selama melakukan ibadah haji. Jadi nasabah yang mendapatkan pembiayaan talangan haji dari segi kemampuannya sudah memenuhi salah satu syarat haji yaitu mampu. Selain memenuhi syarat wajib haji, aspek lain yang harus diperhatikan adalah produk pembiayaan talangan haji itu sendiri. Pada dasarnya semua bentuk hubungan atau muamalat itu diperbolehkan sehingga ada dalil yang membatalkan dan mengharamkannya. Dan dasar dikeluarkannya
pembiayaan
talangan
haji
ini
adalah
dengan
dikeluarkannya fatwa DSN MUI N0. 29/DSN-MUI/VI/2002 pada tanggal 95
06 Juni 2002 tentang Pembiayaan Pengurusan Haji oleh LKS (Lembaga Keuangan Syari‟ah). Yang memuat ketentuan sebagai berikut : a. Dalam pengurusan haji bagi nasabah, LKS dapat memperoleh imbalan jasa (ujrah) dengan menggunakan prinsip al-Ijarah sesuai fatwa DSNMUI No.9/DSN-MUI/IV/2000. b. Apabila diperlukan, LKS dapat membantu menalangi pembayaran BPIH nasabah dengan menggunakan prinsip al-Qardh sesuai fatwa DSN-MUI No.19/DSN-MUI/IV/2001. c. Jasa pengurusan haji yang dilakukan LKS tidak boleh dipersyaratkan dengan pemberian talangan haji. d. Besar imbalan jasa al-Ijarah tidak boleh didasarkan pada jumlah talangan al-Qardh yang diberikan LKS kepada nasabah. Menurut peneliti dalam pembiayaan talangan haji di Bank Syari‟ah Mandiri sesuai dengan hukum Islam, karena mekanisme pembiayaan talangan haji di Bank Syari‟ah Mandiri dilaksanakan sesuai dengan syara‟ dan sesuai dengan Fatwa DSN-MUI No.29/DSN-MUI/VI/2002. Baik dari akad, prinsip perolehan imbalan (ujrah), dan besarnya perolehan imbalan jasa. Dalam pembiayaan talangan haji menggunakan akad Qardh wal Ijarah yang sudah sesuai dengan prinsip-prinsip syara‟ dari akad tersebut dan sesuai fatwa DSN-MUI No. 19/DSN-MUI/IV/2001 dan fatwa DSNMUI No. 09/DSN-MUI/IV/2000. Dan pada prinsip perolehan imbalan (ujrah) serta besarnya perolehan imbalan jasa juga sudah sesuai. Hanya 96
dengan dana minimal yang harus dimiliki oleh calon jamaah adalah sebesar
Rp.
5.850.000,-
maka
pembiayaan
talangan
haji
yang
pelaksanaannya menggunakan akad Qardh akan diterima adalah sebesar Rp. 22.500.000,- dengan jangka waktu pengembalian pinjaman selama 1 tahun. Jumlah yang akan dikembalikan selama jangka waktu 1 tahun tersebut minimal Rp. 1.000.000,-/ bulan dengan ujrah yang diperoleh dari jasa Bank Syariah Mandiri sebesar Rp. 2.850.000/tahun. Dan Dengan asumsi apabila dalam waktu 1 tahun tersebut nasabah belum bisa menutupi kekurangannya, maka akan dilakukan akad ulang dan akan dikenakan ujrah (administrasi) per tahunnya. Dapat disimpulkan besar imbalan jasa al-Ijarah yang diperoleh Bank Syari‟ah Mandiri tersebut juga tidak didasarkan pada jumlah talangan al-Qardh yang diberikan LKS kepada nasabah. Jadi pembiayaan talangan haji di Bank Syari‟ah Mandiri Sudah sesuai dengan hukum Islam. Selain itu dalam produk pembiayaan talangan haji di Bank Syari‟ah Mandiri juga menekankan prinsip-prinsip bermuamalat. Menurut Mohammad Daud Ali (2004 : 132-138) asas-asas muamalat adalah sebagai berikut: a. Asas kebolehan atau mubah, yang menunjukkan bahwa kebolehan melakukan semua hubungan muamalat selama hubungan itu tidak dilarang oleh al-Qur‟an dan sunnah. Dalam produk pembiayaan talangan haji di Bank Syari‟ah Mandiri sudah memperhatikan aspek
97
ini. Karena dalam pelaksanaannya berdasarkan pada nilai-nilai syara‟ dan sesuai dengan fatwa DSN MUI No.29/DSN-MUI/VI/2002. b. Asas kemaslahatan hidup Asas kemaslahatan hidup yaitu sesuatu yang mendatangkan kabaikan,
berguna
dan
berfaedah
bagi
kehidupan.
Dalam
menyimpulkan asas kemaslahatan ini peneliti menggunakan kaidah mashlahah al-mursalah. Kaidah mashlahah al-mursalah yaitu suatu kemaslahatan yang tidak ada nash juz‟i (rinci) yang mendukungnya, dan tidak ada pula yang menolaknya dan tidak ada pula ijma‟ yang mendukungnya (Haroen, 1996 : 113). Artinya bahwa penetapan suatu hukum itu tiada lain kecuali untuk menerapkan kemaslahatan umat manusia; yakni menarik suatu manfaat, menolak bahaya atau menghilangkan kesulitan umat manusia (Khallaf, 2003 : 110). Dalam pembiayaan talangan haji di Bank Syari‟ah Mandiri memperhatikan asas kemaslahatan ini, karena dalam pelaksanaannya pembiayaan talangan haji ini lebih banyak manfaatnya dan dapat menghilangkan kesulitan-kesulitan para nasabah. Manfaat tersebut adalah dapat dipenuhinya kebutuhan dana secara mendadak untuk menutupi kekurangan dana sebagai persyaratan dalam memperoleh porsi haji atau pelunasan BPIH. Serta proses pinjaman relatif cepat dan mudah.
98
Selain manfaat yang didapat, pembiayaan talangan haji Dan meminimalisir bahaya yang akan terjadi, misalnya penipuan biro haji yang tidak bertanggung jawab. Dapat ditarik kesimpulan bahwa pelaksanaan pembiayaan talangan haji di Bank Syari‟ah Mandiri tidak menyimpang dari prinsip-prinsip bermuamalat. c. Asas kebebasan dan kesukarelaan Asas kebebasan dan kesukarelaan mengandung arti bahwa setiap hubungan bermuamalat harus dilakukan secara bebas dan sukarela. Bebas berarti para pihak mempunyai kebebasan untuk berkehendak yang dapat melahirkan kesukarelaan dalam mencapai kesepakatan. Dalam pembiayaan talangan haji di Bank Syari‟ah Mandiri asas kebebasan ini sangatlah diutamakan, karena nasabah sepenuhnya bebas memilih dan melakukan perjanjian. Dan perjanjian tersebut didasarkan pada rasa sukarela dan tidak ada paksaan.
B. Analisis Pembiayaan Talangan Haji Menurut Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2013 Menteri Agama telah mengeluarkan peraturan mengenai pembiayaan talangan haji dalam rangka meningkatkan pengelolaan setoran biaya penyelenggaraan ibadah haji secara lebih profesional, akuntabel, amanah, dan transparan. Maka Menteri Agama Republik Indonesia memberlakukan Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2013 yang mengatur tentang Bank Penerima Setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah 99
Haji. Selain untuk menanggulangi banyaknya daftar tunggu haji (waiting list) dalam Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2013 pasal 2 ayat 2 juga menetapkan bahwa Bank Penerima Setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji harus mendaftar terlebih dahulu kepada Kementrian Agama RI dengan syarat sebagai berikut: 1. Berbadan hukum Perseroan Terbatas 2. Berbentuk bank syariah atau bank umum nasional yang memiliki layanan syariah 3. Memiliki layanan bersifat nasional 4. Memiliki sarana, prasarana, dan kapasitas untuk berintegrasi dengan sistem layanan haji Kementrian Agama 5. Memiliki kondisi kesehatan bank sesuai dengan peraturan Bank Indonesia atau Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan ketentuan peraturan lainnya 6. Menunjukkan keterangan menjadi anggota Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan surat kesanggupan melaksanakan program penjaminan LPS atas dana setoran awal, dan 7. Tidak akan memberikan layanan dana talangan haji atau dana sejenisnya dengan jangka waktu talangan lebih dari 1 (satu) tahun yang dibuktikan dengan pernyataan tertulis. Bank Syari‟ah Mandiri sebagai Bank Penerima Setoran Pembiayaan Talangan Haji sudah sesuai dengan persyaratan yang diatur dalam Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2013 100
pasal 2 ayat 2. Dan Bank Syari‟ah Mandiri telah mendaftar dan lolos seleksi sebagai salah satu Bank Penerima Setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji. Maka sebagai Bank Penerima Setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji Bank Syari‟ah Mandiri harus melaksanakan tugasnya sesuai dengan Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2013. Dan didalam peraturan tersebut pada pasal 2 ayat 2.g menjelaskan bahwa Bank Penerima Setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji tidak boleh memberikan layanan dana talangan haji dengan jangka waktu talangan lebih dari 1 (satu) tahun. Yang sebelum adanya Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2013 Bank Syari‟ah Mandiri memberikan
layanan
dana
talangan
haji
dengan
jangka
waktu
pengembalian selama 3 (tiga) tahun. Setelah penulis melakukan wawancara pada pihak Bank Syari‟ah Mandiri, dalam pelaksannannya produk pembiayaan talangan haji di BSM telah sesuai dengan Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2013. Karena sejak berlakunya Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2013 Bank Syari‟ah Mandiri memberikan layanan pembiayaan talangan haji dengan jangka waktu talangan hanya 1 (satu) tahun. Apabila dalam waktu satu tahun nasabah tidak bisa melakukan pelunasan, maka akan dilakukan akad ulang dan nasabah akan dikenakan ujrah sebesar Rp. 2.850.000,-. Namun dengan adanya peraturan tersebut dan diadakannya kembali pembiayaan talangan haji, yang diharapkan dapat mengurangi 101
daftar tunggu haji di Indonesia justru semakin menambah daftar tunggu haji. Karena dengan adanya pembiayaan talangan haji justru meningkatkan minat nasabah untuk segera melaksanakan ibadah haji. Walaupun pada kenyataannya kuota haji untuk jamaah haji Indonesia selalu ditambah dan dengan diundangkannya peraturan tersebut masih tidak bisa mengurangi daftar tunggu haji untuk jamaah haji Indonesia. Dalam upaya lanjutan untuk mengurangi daftar tunggu haji di Indonesia, Kementrian Agama Republik Indonesia mengeluarkan surat edaran. Surat edaran tersebut ditujukan kepada Lembaga Keuangan Syariah maupun non syariah yang mempunyai layanan pembiayaan talangan haji untuk memberhentikan pembiayaan talangan haji. Di Bank Syari‟ah Mandiri sendiri mulai menghentikan produk tersebut pada bulan Maret 2015. Pemberhentian produk pembiayaan talangan haji menimbulkan permasalahan baru. Bagaimana dengan nasabah yang sudah menjadi dan menggunakan produk pembiayaan tersebut? Bagaimana dengan nasabah yang belum lunas dalam melunasi pembiayaan talangan haji yang sudah diberikan oleh Bank Syari‟ah Mandiri? Apakah dibatalkan dalam akadnya ataukah tetap dilanjutkan pelunasannya? Dari hasil wawancara peneliti dengan pihak Bank Syari‟ah Mandiri, bahwa setelah diterimanya surat edaran dari Kementrian Agama Republik
Indonesia
tersebut
produk
pembiayaan
talangan
haji
diberhentikan. Dan untuk nasabah yang sudah menerima pembiayaan 102
talangan haji dan belum lunas dalam pengembalian pembiayaan tersebut, tetap melakukan pelunasan sampai batas waktu yang telah ditentukan diawal
perjanjian.
Sedangkan
untuk
calon
nasabah
yang
ingin
mendapatkan pembiayaan talangan haji, oleh customer service Bank Syari‟ah mandiri langsung dijelaskan bahwa produk pembiayaan talangan haji tersebut sudah dihentikan dan Bank Syari‟ah Mandiri memberikan alternatif dengan ditawarkannya tabungan mabrur jika calon nasabah berumur lebih dari 17 tahun dan sudah mempunyai Kartu Tanda Penduduk (KTP) apabila calon nasabah berumur kurang dari 17 tahun akan disarankan untuk menjadi nasabah tabungan mabrur junior.
103
BAB IV KESIMPULAN
A. Kesimpulan Dari uraian pada bab gambaran umum dan analisis data dapat disimpulkan bahwa: 1. Pelaksanaan pembiayaan talangan haji di Bank Syari‟ah Mandiri KC Salatiga dari segi akadnya sudah menggunakan akad Qardh wal Ijarah yang sudah sesuai dengan prinsip-prinsip syara‟ dari akad tersebut dan sesuai fatwa DSN-MUI No. 19/DSN-MUI/IV/2001 dan fatwa DSNMUI No. 09/DSN-MUI/IV/2000 dan produk pembiayaan talangan haji di Bank Syari‟ah Mandiri KC Salatiga telah sesuai dengan Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2013. Karena sejak berlakunya Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2013 Bank Syari‟ah Mandiri memberikan layanan pembiayaan talangan haji dengan jangka waktu talangan hanya 1 (satu) tahun. Apabila dalam waktu satu tahun nasabah tidak bisa melakukan pelunasan, maka akan dilakukan akad ulang dan nasabah akan dikenakan ujrah sebesar Rp. 2.850.000,-. 2. Pelaksanaan pembiayaan Talangan Haji di bank Syari‟ah Mandiri sudah sesuai dengan hukum Islam dan Peraturan Menteri Agama Nomor
30
Tahun
2013
Penyelenggaraan Ibadah Haji. 104
tentang
Bank
Penerima
Setoran
B. Saran-Saran 1. Untuk Kementerian Agama Republik Indonesia: Membuat undang-undang atau peraturan, yang isinya mengenai pembatasan untuk calon jamaah haji yang sudah pernah menunaikan ibadah haji supaya melakukan ibadah haji dengan jeda antara 10 sampai 20 tahun berikutnya. 2. Untuk calon jamaah haji: Calon jamaah haji yang sudah pernah menunaikan ibadah haji diharapkan dapat memberikan kesempatan untuk orang lain yang belum pernah menunaikan ibadah haji untuk menunaikan ibadah haji.
105
DAFTAR PUSTAKA
KITAB Al-Qur‟an al-Karîm.
BUKU-BUKU Al-Bugha, Musthafa Dib. 2010. Buku Pintar Transaksi Syariah. Jakarta: Hikmah. Ali, Mohammad Daud. 2004. Hukum Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Alsa, Asmadi. 2003. Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif Serta Kombinasinya dalam Penelitian Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT Rineka Cipta. Basyir, Ahmad Azhar. 2000. Asas Asas Hukum Muamalat (Hukum Perdata Islam). Yogyakarta: UII Press. Departemen Agama Republik Indonesia. 1983. Ilmu Fiqh I. Jakarta: Asona. Hadi, Sutrisno. 2000. Metodologi Research, Jilid I. Yogyakarta: ANDI. Halimah, Nur. 2009. Studi Analisis Terhadap Praktek Akad Qardh Wal Ijarah Pada Pembiayaan Talangan Haji di Bank Syari’ah Mandiri Cabang Semarang. Skripsi tidak diterbitkan. Semarang: Jurusan Mu‟amalah IAIN Walisongo. Haroen, Nasrun. 1996. Ushul Fiqh 1. Jakarta: Logos. Hasbi, Ash-Shiddieqy. 1978. Hukum-Hukum Fiqh Islam. Jakarta: Bulan Bintang. Kartono, Kartini. 1996. Pengantar Metodologi Riset Sosial. Bandung: CV. Mandar Maju. Moleong, Lexy J. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya. 106
Mughniyah, Muhammad jawad. 1991. Fiqh Lima Mazhab. Jakarta: Basrie Press. Muslich, Ahmad Wardi. 2010. Fiqh Muamalah. Jakarta: Amzah. Rifai, Muhammad Bahtiyar. 2010. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Produk Talangan Haji (Studi di Bank Syari’ah Mandiri Cabang Cik Di Tiro Yogyakarta). Skripsi tidak diterbitkan. Yogyakarta: Jurusan Muamalah UIN Sunan Kalijaga. Sabiq, Sayyid. 1978. Fikih Sunnah Jilid 5. Bandung: PT Alma‟arif. Saleh, Hassan. 2008. Kajian Fiqh & Fiqh Kontemporer. Jakarta: Rajawali Pers. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. 2008. Pedoman Penulisan Skripsi dan Tugas akhir. Salatiga: STAIN Salatiga. Subagyo, P. Joko. 1991. Metode Penelitian Dalam Teori Dan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Ulfah, Maria. 2012. Analisis Pengaruh Marketing Syariah Terhadap Minat Nasabah Dana Talangan Haji (Studi Kasus di Bank Muamalat Cabang Semarang). Skripsi tidak diterbitkan. Semarang: Jurusan Ekonomi Islam IAIN Walisongo.
UNDANG-UNDANG dan PERATURAN Fatwa DSN MUI tentang Istitha‟ah Dalam Melaksanakan Ibadah Haji. Fatwa DSN MUI Nomor 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah. Fatwa DSN-MUI No. 19/DSN-MUI/IV/2001 tentang Pembiayaan Qardh. Fatwa DSN MUI Nomor 29/DSN-MUI/VI/2002 tentang Pembiayaan Pengurusan Haji Lembaga Keuangan Syari‟ah. Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2013 tentang Bank Penerima Setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji.
Lain-lain Asmawih, Hidayatullah. 2013. Dana Talangan Haji Dasar Hukum Fatwa. (online), (http://dayatfsh.blogspot.com/2013/02/dana-talangan-haji-dasarhukum-fakta.html., diakses pada 14 Juni 2015). 107
Septatiani, Dyah. 2013. Dana Talangan Haji. (online), (http://dyahseptatiani.wordpress.com/2013/03/24/dana-talangan-haji/, diakses pada 11 November 2014). www.syariahmandiri.co.id http://id.wikipedia.org/wiki/Haji. http://kamusfiqih.wordpress.com/2012/07/03/pengertian-ihram-tawaf-wukuf-sai/ http://www.kabarmakkah.com/2014/09/berapa-tahun-menunggu-kuota-haji.html.
108