ANALISIS KOMPARATIF PEMIKIRAN MUHAMMAD ABDUL MANNAN DAN MONZER KAHF DALAM KONSEP KONSUMSI ISLAM
Oleh : IRHAM FACHREZA ANAS NIM. 104046101646
PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH JURUSAN MUAMALAT (EKONOMI ISLAM) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429 H/2008M
ABSTRAK IRHAM FACHREZA ANAS 104046101646 ANALISIS KOMPARATIF PEMIKIRAN MUHAMMAD ABDUL MANNAN DAN MONZERKAHF DALAM KONSEP KONSUMSI ISLAM + 127 Halaman + 18 Tabel + 20 Gambar + 14 Lampiran + Daftar Pustaka : 50 Buku + 2 Makalah + 4 Kamus + 8 Artikel Menurut Muhammad Abdul Mannan kegiatan konsumsi tidak hanya sekedar bagaimana menggunakan hasil produksi. Lebih dari itu, konsumsi Islami harus dapat menciptakan sebuah distribusi pendapatan dan kekayaan (ekonomi) yang adil. Dalam analisis lain, Monzer Kahf menyatakan bahwa memaksimalkan pemuasan (kebutuhan) tidaklah dikutuk dalam Islam selama kegiatan tersebut tidak melibatkan hal-hal yang merusak. Penelitian ini bertujuan untuk : (1) mengetahui secara komprehensif perihal Konsumsi Islami berdasarkan pemikiran Muhammad Abdul Mannan dan Monzer Kahf, (2) mengetahui persamaan dan perbedaan konsep Konsumsi Islami dari kedua tokoh ekonomi Islam tersebut serta faktor penyebab terjadinya perbedaan pemikiran. Dan (3) membuat perencanaan/strategi konsumsi Islam bagi masyarakat sebagai upaya mengarahkan preferensi konsumsi menuju pola konsumsi Islami. Dari hasil perbandingan dengan analisa kualitatif (analisis himpunan) pemikiran kedua tokoh ekonomi Islam terdapat 5 buah konsep konsumsi Islam yang hampir sama dari sisi isi dan pokok bahasan. Sedang 3 konsep lainnya ternyata berbeda secara isi dan pokok bahasan. Dari pemikiran kedua tokoh tersebut dapat dikembangkan 3 buah konsep baru dalam konsumsi Islam; yaitu (1) Prinsip halal dan
tayyib, (2) Konfigurasi pilihan konsumsi dan (3) Perencanaan konsumsi Islami.Terdapat 2 faktor yang menyebabkan adanya perbedaan dan persamaan dari pemikiran Muhammad Abdul Mannan dan Monzer Kahf tentang ekonomi Islam khususnya dalam kajian tentang konsep konsumsi, yaitu latar belakang pendidikan dan latar belakang kondisi sosial dan politik. Strategi utama yang tepat dalam upaya perberdayaan konsumsi masyarakat adalah Dakwah. Ditemukan bahwa ada hubungan positif antara tingkat (relegiusitas) keagamaan responden terhadap perilaku mengkonsumsi komoditas halal dan tayyib sebesar 0,434. Angka ini adalah sebuah angka yang signifikan dari hasil perhitungan korelasi dengan menggunakan uji hipotesa Rank Spearman. Terkait dengan dakwah sebagai strategi merubah preferensi masyarakat ke arah preferensi konsumsi Islami ada tiga hal yang menjadi perhatian yaitu kualitas kemurnian konsumsi, menumbuhkan kesadaran bersedekah dan hakikat berkonsumsi dalam Islam. Pemerintah daerah, MUI daerah, BP POM, LSM, PTN/S dan Majlis Ta’lim memiliki peran dalam strategi ini. Instsitusi-institusi ini merupakan stake holder dalam upaya memberdayakan konsumsi masyarakat.
DAFTAR ISI Kata Pengantar………………………………………………………………………
i
Daftar Isi…………………………………………………………………………….
iii
Daftar Tabel……………………………………………………………………….
vi
Daftar Gambar……………………………………………………………………….
vii
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah………………………………………….
1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah…………………………….
10
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian…………………………………...
11
D. Kajian Kepustakaan (Studi Review Terdahulu)…………………..
13
E. Kerangka Konseptual……………………………………………..
15
F. Metode Penelitian………………………………………………...
15
G. Sistematika Penulisan…………………………………………….
18
KONSEP KONSUMSI ISLAM MUHAMMAD ABDUL MANNAN DAN MONZER KAHF A. Biografi Muhammad Abdul Mannan……………………………….. 20 B. Konsep Konsumsi Islam Muhammad Abdul Mannan……………… 25 C. Biografi Monzer Kahf ……………………………………………… 35
D. Konsep Konsumsi Islam Monzer Kahf……………………………... 40 BAB III
METODE PENELITIAN A. Perbandingan Konsep Konsumsi Islam Muhammad Abdul Mannan dan Monzer Kahf……………………………………………………
51
B. Dampak Zakat dan Sedekah Terhadap Average Propensity to Concume
(APC)
dan
Average
Propensity
to
Saving
(APS)……………………….……………………………………….. 55 C. Analisis Korelasi Latar Belakang Keagamaan terhadap Perilaku Mengkonsumsi Komoditas Halal dan Tayyib………….…………… BAB IV
58
ANALISIS KOMPARATIF PEMIKIRAN MUHAMMAD ABDUL MANNAN DAN MONZER KAHF DALAM KONSEP KONSUMSI ISLAM A. Perbandingan
Konsep
Konsumsi Islam Muhammad Abdul
Mannan dan Monzer Kahf………………….……………………….
69
B. Prinsip Halal dan Tayyib Dalam Proses Konsumsi ………………… 75 C. Konfigurasi
Pilihan
Konsumsi
dalam
Perspektif
Ekonomi
Islam………………………………………………………………… 84 D. Perencanaan
Konsumsi
dalam
Perspektif
Ekonomi
Islam………………………………………………………………… 88 E. Studi Empiris Perilaku Konsumsi Masyarakat Muslim………….. F. Strategi Merubah Preferensi Konsumsi Masyarakat Muslim
94
kepada Preferensi Konsumsi Islam…………………………….….. BAB V
105
PENUTUP A. Kesimpulan………………………………………………………….
121
B. Saran………………………………………………………………… 125 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR Gambar 1
1.1. Kerangka Konseptual Penelitian……………………………......
15
Gambar 2
2.1. Aktifitas Ekonomi Islam………………………………………..
24
Gambar 3
2.2.. Grafik Tiga Dimensi dari Keseimbangan Konsumsi…………..
45
Gambar 4
3.1. Diagram Venn yang menunjukkan Interseksi dari himpunanhimpunan Mannan dan Kahf ………………………………....
Gambar 5
69
4.2. Konfigurasi Pilihan Konsumsi dalam Perspektif Ekonomi Islam……………………………………………….....
86
Gambar 6
4.3. Rancang Bangun Konsumsi Islami…………………………….
89
Gambar 7
4.4. Efek Zakat dan Sedekah terhadap Fungsi Konsumsi………......
100
Gambar 8
4.5. Tahapan psikologis menuju preferensi konsumsi Islami…….....
106
Gambar 9
4.6. Sistem Dakwah dalam Permberdayaan Konsumsi Masyarakat
108
Gambar 10
4.7. Rancang Bangun Konsumsi Islami……………………………..
120
DAFTAR TABEL 1.1. Pengeluaran Konsumsi Rata-rata Per- Kapita Sebulan Untuk Makanan Tabel 1
dan Bukan Makanan Indonesia versi Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia...................................................................................................
4
Tabel 2
1.2. Indeks Gini versi Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia.........................
5
Tabel 3
1.3. Indeks Gini versi Faisal Basri...................................................................
5
Tabel 4
2.1. Rumusan Matematis Proses dan Fungsi Konsumsi milik Mannan..........
26
Tabel 5
3.1. Himpunan Mannan....................................................................................
52
Tabel 6
3.2. Himpunan Kahf.........................................................................................
Tabel 7
3.3. Variabel dan Indikator Variabel dari fungsi Konsumsi Islam..................
Tabel 8
3.4. Variabel Latar Belakang Keagamaan.......................................................
64
Tabel 9
4.1. Jenis Kelamin Responden……………………………………………….
94
Tabel 10
4.2. Usia Responden…………………………………………………………
53 57
94
4.3. Responden yang Menjadi Nasabah/Peserta Bank Syariah dan Asuransi Tabel 11
Syariah…………………………………………………........................
Tabel 12
4.4. Pengalokasian Sisa Pendapatan Bulanan Responden……………..........
Tabel 13
4.5. Motivasi Konsumsi Konsumen Muslim………………………………..
Tabel 14
4.6. Efek Zakat dan Sedekah terhadap MPC dan MPS Konsumen
95 96 97
Muslim…………………………………………………………….........
101
Tabel 15
4.7. Out put SPSS 11.0 Hasil Perhitungan Korelasi Spearman……………..
104
Tabel 16
4.8. Kebiasaan Membaca Label Halal Produk……………………………….
110
Tabel 17
4.9. Kebiasaan Membaca Tanggal Kadaluarasa Produk……………………..
110
Tabel 18
4.10. Alokasi Zakat dan Sedekah Responden………………………………..
112
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Ekonomi Islam merupakan sebuah ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat dengan berpedoman kepada nilai-nilai ’ilahiyah’ yaitu ajaran Islam yang paripurna (QS. al-Mâidah / 5:3).1 Defenisi yang dikemungkakan oleh M.A Mannan meletakkan ekonomi Islam ke dalam sebuah disiplin keilmuan. Menurut Muhammad Sholahuddin, ekonomi Islam juga dapat dikatakan sebagai sebuah sistem ekonomi tersendiri. Aspek-aspek yang ada dalam kajian ekonomi Islam juga tidak jauh berbeda dengan sistem ekonomi lainnya, yaitu produksi, distribusi dan konsumsi. Muhammad Sholahuddin dalam bukunya yang berjudul ‘Asas-asas Ekonomi Islam’ menggunakan istilah sistem untuk penyebutan ekonomi Islam dengan harapan agar masyarakat tidak terjebak dalam wacana Islamisasi keilmuan. 2 Perkembangan ekonomi Islam di dunia dalam tataran praktisi maupun akademis saat ini sangat signifikan. Hal ini ditandai dengan munculnya bank syariah dan menjamurnya lembaga keuangan syariah lainnya di seluruh dunia.
1
Muhammad Abdul Mannan, Islamic Economics; Theory and Practice Foundation of Islamic Economics (England : Hodder and Stoughton Ltd, 1986), h. 18 2
Muhammad Sholahuddin, Asas-asas Ekonomi Islam (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2007), h. 7 dan h. 32-33
Lembaga keuangan syariah merupakan motor dari eksistensi sistem ekonomi Islam di dunia. Tidak hanya negara-negara berpenduduk mayoritas muslim yang membangun lembaga keuangan syariah (baca : bank syariah), melainkan negara-negara yang notabene bukan negara Islam pun juga turut membangun lembaga keuangan syariah. Misalnya, Singapura. Pemerintah Singapura, sebagaimana diberitakan oleh harian Republika edisi sabtu 11 Juni 2005, bahkan memiliki ambisi untuk menjadi penguasa ekonomi syariah (baca : Islam). Terkait
dengan
paragraf
di
atas,
Euis
Amalia
dalam
bukunya
‘Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam’ dan makalah ‘Ekonomi Islam; Konstruksi Ilmu, Pengembangan Sistem dan Kelembangaan’ menuliskan bahwa matinya teori ekonomi (kapitalisme) disebabkan oleh beberapa hal, yaitu (dua di antaranya): 1. Teori ekonomi tersebut bertujuan untuk memaksimalkan kepuasan keinginan maximizing satisfaction of wants setiap aktivitas ekonomi yang didukung oleh asumsi pasar persaingan sempurna. 2. Ketidakmampuan teori ekonomi tersebut untuk mengentaskan kemiskinan dan ketimpangan distribusi pendapatan di masyarakat. Fenomena pemuasan keinginan dan ketimpangan distribusi pendapatan merupakan ‘kanker ganas’ dan telah menjangkiti seluruh aspek ekonomi, seperti produksi, distribusi dan konsumsi. ‘Penyakit’ ekonomi ini lahir dari eksistensi
sistem ekonomi kapitalis di dunia. Contoh dari dampak negatif eksistensi sistem ekonomi kapitalis di dunia adalah dalam aspek konsumsi. Konsumsi merupakan faktor vital yang mendasari munculnya aktifitas produksi dan distribusi. Tanpa konsumsi tidak mungkin seseorang akan melakukan aktifitas produksi dan distribusi. Sistem ekonomi kapitalis secara langsung telah menyebabkan perilaku konsumsi masyarakat dunia lebih cenderung kepada pemuasan keinginan maximizing satisfaction of wants. Perilaku ini direpesentasikan dengan memaksimalkan pengunaan barang dan jasa maximizing utility yang cenderung bebas nilai. Lambat laun perilaku semacam ini akan bermuara pada munculnya budaya baru dalam perilaku konsumsi masyarakat dunia yaitu hedonisme dan permisivisme. Hedonisme adalah paham yang mengutamakan pemuasan nafsu duniawi semata sedangkan permisivisme adalah paham yang serba membolehkan (mengkonsumsi) segalanya.3 Di Indonesia, perilaku konsumtif masyarakat terhadap barang dan jasa tumbuh dan berkembang dikarenakan pengaruh dari arus globalisasi ekonomi (kapitalis) yang masuk ke Indonesia. Ditandai dengan menjamurnya pusat perbelanjaan semacam shopping mall, industri mode, kawasan hunian mewah, kegandrungan terhadap merk asing, makanan serba instan (fast food), telepon
3
Hari Mukti, Ubah Pola Pikir Hedonisme, Materi ceramah yang diakses dari www.antara.co.id/arc/2007/9/27/hari-moekti-ubah-pola-pikir-hedonisme.
seluler dan lain sebagainya, sehingga masyarakat Indonesia mendapatkan kemudahan akses pasar untuk berperilaku konsumtif. Dengan demikian, masyarakat Indonesia dapat terkondisikan dengan paradigma yang menganggap bahwa konsumsi tidak lagi sekedar berkaitan dengan memanfaatkan nilai guna suatu barang dan jasa dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar manusia, akan tetapi konsumsi juga berkaitan dengan unsurunsur simbolik untuk menandai kelas, gaya, status atau simbol sosial tertentu.4 Berikut data pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia untuk periode 2002, 2005 dan 2007; PENGELUARAN KONSUMSI (%) -----------------------
2002
2005
2007
Makanan
58,47
51,37
49,24
Bukan Makanan
41,53
48,63
50,76
Tabel 1.1. Pengeluaran Konsumsi Rata- rata Per- Kapita Sebulan Untuk Makanan dan Bukan Makanan Indonesia versi Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia
Berdasarkan data pengeluaran konsumsi dari Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia menunjukkan bahwa selama periode 2005 – 2007 secara agregat terjadi kenaikan pengeluaran konsumsi masyarakat. Kenaikan pengeluaran konsumsi terjadi pada komoditas bukan makanan (meliputi; property, pakaian, barang tahan lama, elektronik dll ) sebesar 5,3%, yaitu dari 41,53% pada tahun 2002 naik menjadi 50,76% pada tahun 2007. Sedang pengeluaran konsumsi untuk makanan 4
Sonarja Lahmanindra. Kampanye Konsumerisme di Kalangan Remaja Bandung, Artikel yang diakses dari http://digilib.unikom.ac.id/go.php?id=jbptunikompp-gdl-s1-2006-sonarjalah-3065.
cenderung mengalami penurunan sebesar 15,5%, yaitu dari 58,47 % padatahun 2002 turun menjadi 49,24% pada tahun 2007. Sebuah
studi
lain
yang
dilakukan
5
oleh
Euromonitor
International
menunjukkan, dalam kurun waktu 25 tahun (1990-2015), rumah tangga Indonesia mengalami revolusi konsumsi yang luar biasa. Belanja konsumen untuk produk AC naik 332 persen, cable TV naik 600 persen, kamera naik 471 persen, sepeda motor naik 17.430 persen, mesin cuci piring naik 291 persen, dan telepon naik 1.643 persen6. Dengan kata lain, dalam sebuah keluarga tidak cukup kalau hanya memiliki satu TV, satu sepeda motor atau bahkan satu mobil. Masalah lain yang ditimbulkan dari eksistensi ekonomi kapitalis adalah ketimpangan
distribusi
pendapatan.
Distribusi
pendapatan
yang
buruk,
mengakibatkan terjadinya kesenjangan yang tinggi, baik kesenjangan pendapatan maupun
kesenjangan
kesempatan.
Tingkat
ketimpangan
pendapatan
di
masyarakat dapat diketahui dengan menggunakan indeks gini. Berikut data perkembangan tingkat ketimpangan distribusi pendapatan di indonesia dalam dua versi; INDEKS GINI 2002
2005
2007
5
Direktorat Badan Statistik (Pengeluaran untuk Konsumsi penduduk Indonesia Per-Provinsi 2007, book 1 (Jakarta : Badan Pusat Statistik, 2007) h. 17 6
Kharies. Konsumerisme Menjebak Dalam Kapitalisme. Artikel http://ardian.awardspace.info/detail.php?recordID=2.
Bangsa yang
Indonesia diakses
ke dari
0,32
0,363
0,364
Tabel 1.2. Indeks Gini versi Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia
INDEKS GINI 2002
2003
2007
0,32
0,341
0,376
Tabel 1.3. Indeks Gini versi faisal Basri
Berdasarkan Indeks Gini versi BPS ternyata ketimpangan pendapatan di Indonesia mengalami peningkatan yaitu 0,32 pada tahun 2002 menjadi 0,364 pada tahun 2007. Nilai indeks gini sebesar 0,364 menunjukkan bahwa ketimpangan distribusi pendapatan di Indonesia sangat parah. Sebab, besaran angka indeks Gini yang ditorerir adalah maksimal 0,3/ 0,30. sementara itu, provinsi Papua, Gorontalo dan Banten merupakan provinsi yang masuk dalam kategori ketimpangan pendapatan yang tinggi, yaitu sebesar 0,42 (Papua), 0,388 (Gorontalo) dan 0,365 (Banten).7 Sementara itu, berdasarkan data indeks gini versi Faisal Basri, dapat diketahui bahwa tren kenaikan ketimpangan distribusi pendapatan di Indonesia memang benar terjadi. Hanya saja data yang dirujuk oleh pengamat ekonomi tersebut menunjukkan bahwa nilai indeks gini pada tahun 2007 lebih tinggi sebesar 0,376
7
Direktorat Badan Statistik (Pengeluaran untuk Konsumsi penduduk Indonesia Per-Provinsi 2007, book 3 (Jakarta : Badan Pusat Statistik, 2007) h. 23
ketimbang data yang dihasilkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia sebesar 0,364.8 Berangkat dari pemaparan di atas terlihat bahwa pengeluaran konsumsi masyarakat indonesia secara nyata tidak sinergis dengan upaya pemerataan (resdistribusi) pendapatan di kalangan masyarakat. Artinya, pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia naik dan tingkat ketimpangan pendapatan juga naik. Bilamana pemerintah meng-klaim bahwa konsumsi agregat Indonesia saat ini mengalami kenaikan, berarti telah tercipta sebuah kenaikan konsumsi yang semu (tidak berkeadilan), yaitu konsumsi agregat yang hanya dapat dinikmati oleh masyarakat yang memiliki pendapatan menengah dan kaya. Sangat ironi bilamana masyarakat Indonesia disibukkan oleh aktivitas konsumtif dengan kemudahan akses pasar dan ekuitas, sedangkan di sisi lain penduduk miskin di Indonesia makin bertambah, distribusi pendapatan dan kekayaan semakin tidak merata, penyakit-penyakit kekurangan gizi merebak di seluruh penjuru negeri ini dan lain sebagainya. Menurut penulis, penyebab dari pesatnya perkembangan ekonomi Islam di dunia sangat dilatarbelakangi oleh adanya faktor-faktor penyebab matinya teori ekonomi, sebagaimana yang dituliskan oleh Euis Amalia pada paragraf di atas, yang terlihat begitu nyata menghancurkan sendi-sendi perekonomian dunia, termasuk Indonesia.
8
Faisal Basri, Tantangan Baru Perangi Kemiskinan. Paper yang diakses pada hari Kamis, 23 Mai 2008 dari http://www.tokohindonesia.com/ensiklopedi/f/faisal-basri/publikasi/02.shtml dan Arif Anshory Yusuf, Mengkaji Lagi Ketimpangan Di Indonesia, Artikel Koran edisi kamis 14 September 2006 yang diakses dari http://www.kompas.com / kompas-cetak/ 0609/14/ opini/ 2953496. htm.
Lantas bagaimanakah ekonomi Islam memperbaiki moral ekonomi dan meluruskan asumsi ekonomi yang telah nyata menjadi ‘penyakit ekonomi’ sebagaimana paragraf di atas? Ekonomi Islam hadir di dunia sebagai solusi untuk memperbaiki kerusakan perekonomian yang disebabkan oleh eksistensi ekonomi kapitalisme. Ekonomi Islam hadir untuk memperbaiki moral ekonomi masyarakat dunia serta meluruskan asumsi-asumsi ekonomi dunia ke arah asumsi ‘ilahiah’ yang tidak bebas nilai. Seluruh kegitan ekonomi dalam Islam bukanlah sebuah tujuan akhir dari kehidupan melainkan hanya merupakan sarana untuk mencapai tujuan yang tinggi, yaitu falah.9. Dalam aspek konsumsi, Muhammad Abdul Mannan menyatakan bahwa konsumsi (baca: proses konsumsi) merupakan bagian yang sangat penting dalam kajian ekonomi Islam10. Baginya kegiatan konsumsi tidak hanya sekedar bagaimana menggunakan hasil produksi. Lebih dari itu, konsumsi Islami harus dapat menciptakan sebuah distribusi pendapatan dan kekayaan (ekonomi) yang adil. Keberadaan segala bentuk pelarangan konsumsi barang mewah dalam Islam tanpa disertai redistribusi kekayaan dan pendapatan tidak akan sama sekali menyelesaikan masalah-masalah ekonomi.11 Dalam analisis lain, Monzer Kahf mengaitkan kegiatan konsumsi dalam Islam dengan rasionalisme Islam, konsep falah, dan skala waktu. Kahf menyatakan, konsumsi dalam Islam berimplikasi pada dua tujuan, yaitu duniawi dan ukhrawi.
9
Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam, Terj. Zainul Arifin dan Dahlia Husin (Jakarta : Gema Insani Press, 1997), h. 33 10
Muhammad Abdul Mannan, Economic Development and Social Peace in Islam (Bangladesh : Bangladesh Social Peace Foundation,1989), h. 34 11
Mannan, Islamic Economics, h. 44
Baginya, memaksimalkan pemuasan (kebutuhan) tidaklah dikutuk dalam Islam selama kegiatan tersebut tidak melibatkan hal-hal yang merusak.12 Muhammad Abdul Mannan adalah tokoh mainstream ekonomi Islam. Ia mendapatkan gelar doktor di bidang Industri dan Keuangan dari Michigan State University pada tahun 1973. Kontribusinya yang nyata dalam ekonomi Islam adalah karyanya yang fenomenal yaitu Islamic Economics;Theory and Practice yang diterbitkan pada tahun 1970. Buku Mannan ini dipandang sebagai litetratur Ekonomi Islam pertama yang mengulas ekonomi Islam secara komprehensif. Atas karya (Islamic Economics) ini, Muhammad Abdul Mannan mendapat penghargaan pemerintah pakistan sebagai highest academic award of pakistan pada tahun 1974. Penghargaan ‘bergengsi’ ini bagi Mannan setara dengan hadiah Pulitzer penulis di Eropa dan Amerika.13 Monzer Kahf adalah seorang guru besar ekonomi Islam dan perbankan di The Garduate Programe of Islamic Economics and Banking, Universitas Yarmouk di Jordan. Ia meraih gelar Ph.D untuk ilmu ekonomi spesialisasi ekonomi International dari University of Utah, USA pada tahun 1975. Pada tahun 1978, Kahf menyelesaikan buku pertamanya tentang ekonomi Islam berjudul ”The Islamic Economy : Analytical Study of The Functioning of The Islamic
12
Monzer Kahf. Ekonomi Islam : Telaah Analitik terhadap Fungsi dan Sistem Ekonomi Islam. Terj. Machnul Husein (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1997), h. 28 13
Luqman. Biografi M.A Mannan. Artikel yang diakses melalui maillis ekonomi-syariah dari http://luqmannomic.wordpress.com/2007/09/18/dr-abdul-mannan/. 21 November 2007.
System.” hingga saat ini, Kahf aktif sebagai penulis, konsultan, trainer dan dosen dalam ilmu ekonomi, keuangan dan perbankan.14 M.A. Mannan dan Monzer Kahf memang memiliki latar belakang keilmuan yang sama, yaitu ekonomi. Namun, spesialisasi keilmuan mereka jelas berbeda. Pemikiran Mannan terhadap ekonomi Islam merupakan hasil analisanya terhadap fungsi ekonomi itu sendiri yang dikaitkan dengan prinsip-prinsip Islam. Sementara itu, pemikiran Monzer Kahf tentang ekonomi Islam secara nyata memisahkan kajian fiqh muamalat dengan kajian ekonomi Islam serta berlandaskan pada nilai-nilai universal. Bila dilakukan kajian komparasi pemikiran
kedua
cendikiawan
khususnya
aspek
konsumsi
tentu
akan
menghasilkan sebuah pemahaman yang komprehensif mengenai konsep konsumsi Islam yang maslahat. Dengan bertitik tolak pada pemaparan di atas, maka penulis sangat tertarik untuk mengkaji lebih mendalam mengenai kedua tokoh ekonomi Islam tersebut yang dituangkan ke dalam skripsi berjudul “ANALISIS KOMPARATIF PEMIKIRAN MUHAMMAD ABDUL MANNAN DAN MONZER KAHF DALAM KONSEP KONSUMSI ISLAMI”
14
Djaka Heru Priono. Konsep Ekonomi Islam Baqir Sadr dan Monzer Kahf : Sebuah Studi Komparasi. ( Skripsi S-1 Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006), h. 33-34
Pembatasan dan Perumusan Masalah Pemikiran Ekonomi Islam dari tokoh Muhammad Abdul Mannan dan Monzer Kahf sangat beragam, yaitu ; aspek Produksi, Distribusi, Konsumsi, Politik Ekonomi, Kebijakan Fiskal dan Moneter dan lain sebagainya. Agar penelitian pada skripsi ini fokus pada persoalan yang dimunculkan, maka penulis membatasi kajian pemikiran kedua tokoh tersebut, yaitu ; 1. Penelitian hanya pada Aspek Konsumsi dengan menggunakan pemikiran dari Muhammad Abdul Mannan dan Monzer Kahf. 2. Analisa
konsumsi
menggunakan
pendekatan
keseimbangan
ekonomi
(equilibrium / Y = C+S) dan perilaku konsumen. Bilamana pada isi bahasan penulis menyinggung aspek di luar Konsumsi, misalnya distribusi ekonomi, hal itu dimaksudkan untuk mempertajam analisa penelitian. Mengingat, menurut Muhammad Abdul Mannan, bahwa konsumsi dalam Islam memiliki keterkaitan dengan permasalahan distribusi pendapatan dan kekayaan. Adapun perumusan masalah pada skripsi ini sebagai berikut; 1. Bagaimana pemikiran Muhammad Abdul Mannan dan Monzer Kahf tentang Konsumsi dalam perspektif ekonomi Islam? 2. Dimanakah letak persamaan dan perbedaan pemikiran keduanya dalam konsep Konsumsi Islami?
3. Bagaimanakah strategi merubah preferensi konsumsi masyarakat menuju pola konsumsi Islam berdasarkan perspektif kedua tokoh tersebut?
Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian Tujuan dari penelitian ini, yaitu; 1. Mengetahui secara komprehensif perihal Konsumsi Islami berdasarkan pemikiran Muhammad Abdul Mannan dan Monzer Kahf. 2. Mengetahui persamaan dan perbedaan konsep Konsumsi Islami dari kedua tokoh Ekonomi Islam tersebut serta faktor penyebab terjadinya perbedaan pemikiran. 3. Membuat perencanaan konsumsi Islam bagi masyarakat sebagai upaya mengarahkan preferensi konsumsi menuju pola konsumsi Islami. Manfaat dari penelitian ini, yaitu: 1. Masyarakat Memberikan informasi mengenai keberadaaan ilmu dan sistem ekonomi Islam yang tidak terbatas pada perbankan syariah serta memberikan kiat-kiat berkonsumsi secara Islami.
2. Fakultas Memberikan sumbangsih hasil pemikiran tentang ekonomi mikro Islam khususnya pada aspek konsumsi guna memperkaya khazanah pemikiran ekonomi Islam di fakultyas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, serta menambah literature kepustakaan khususnya mengenai kajian komparatif pemikiran Muhammad Abdul Mannan dan Monzer Kahf dalam Konsep Konsumsi Islami.
3. Penulis Menambah wawasan mengenai ekonomi mikro Islam, khususnya aspek konsumsi dalam perspektif ekonomi Islam dari komparasi pemikiran Muhammad Abdul Mannan dan Monzer Kahf.
Kajian Kepustakaan ( Studi Review Terdahulu ) Berikut berapa anotasi dari beberapa Skripsi yang terkait dengan tema penulis yang didapatkan dari Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta; Penelitian pertama adalah penelitian yang dilakukan oleh Henny Khairani (Mahasiswa Perbankan Syariah UIN) yang berjudul Pengaruh Pendapatan Terhadap Pola Konsumsi, Tabungan dan Zakat (Studi Kasus Di Kelurahan Rangkapan Jaya, Depok). Penelitian yang dilaksanakan pada tahun 2006 ini mempunyai berfokus pada penjelasan mengenai pengaruh dari tingkat pendapatan terhadap beberapa variabel, seperti pola konsumsi, kebiasaan menabung dan jumlag infak. Dari sisi metode penelitian, penelitian yang dilakukan Heny Khairani menggunakan pendekatan normatif empiris. Kemudian, instrumen pengumpulan data yang digunakan adalah kepustakaan, kuisioner dan wawancara dengan metode analisa kualitatif dan kuantitatif. Penelitian yang dibuat oleh Henny Khairani jelas berbeda dengan penelitian yang penulis bahas. Perbedaan tersebut terletak (salah satunya ) pada objek penelitian. Objek penelitian penulis adalah pemikiran dua tokoh ekonomi Islam serta dikaitkan dengan pola-pola konsumsi masyarakat. Penelitian kedua adalah penelitian yang dilakukan oleh Awaludin (Mahasiswa Perbankan Syariah UIN) yang berjudul Peran Konsumsi dalam Memelihara Maqasid Syariah. Penelitian yang dilaksanakan pada tahun 2003 ini mempunyai berfokus pada penjelasan mengenai peran kegiatan konsumsi yang dilakukan oleh muslim dalam menjaga memelihara unsur Maqâsid Syariah dan serta bagaimana kegiatan konsumsi dapat memelihara unsur Maqâsid Syariah. Dari sisi metode penelitian, penelitian yang dilakukan Awaludin menggunakan pendekatan normatif. Kemudian, instrumen pengumpulan data yang digunakan adalah hanya kepustakaan dengan metode analisa deskriptif kualitatif. Penelitian yang dibuat oleh Awaludin jelas berbeda dengan penelitian yang penulis bahas. Perbedaan tersebut terletak pada (salah satunya) objek penelitian. Objek penelitian penulis adalah pemikiran dua tokoh ekonomi Islam serta dikaitkan dengan pola-pola konsumsi masyarakat. Penelitian kedua adalah penelitian yang dilakukan oleh Djaka Heru Priono (Mahasiswa Perbankan Syariah UIN) yang berjudul Konsep Ekonomi Islam Baqir Shadr dan Monzer kahf: Sebuah Studi Komparatif. Penelitian yang dilaksanakan pada tahun 2006 ini mempunyai berfokus pada
penjelasan mengenai beberapa pemikiran Baqir Sadr dan Monzer Kahf secara umum dan perbedaan-perbedaan di antara keduanya serta relevansi konsep ekonomi mereka terhadap perekonomian indonesia. Dari sisi metode penelitian, penelitian yang dilakukan Djaka Heru Priono menggunakan pendekatan normatif. Kemudian, instrumen pengumpulan data yang digunakan adalah hanya kepustakaan dengan metode analisa deskriptif kualitatif. Penelitian yang dibuat oleh Awaludin jelas berbeda dengan penelitian yang penulis bahas. Perbedaan tersebut terletak pada (salah satunya) objek penelitian Objek penelitian penulis adalah pemikiran dua tokoh ekonomi Islam serta dikaitkan dengan pola-pola konsumsi masyarakat. Kerangka Konseptual Konsep Konsumsi Islam
Konsep Konsumsi Islam M.A. Mannan
Konsep Konsumsi Islam Monzer Kahf;
Perbandingan Variabel (Analisis Himpunan)
Pengembangan Konsep
Kolaborasi Konsep
Realita Pola Konsumsi Masyarakat Strategi Merubah Preferensi Konsumsi Masyarakat ke Arah preferensi Konsumsi Islam Gambar 1.1. Kerangka Konseptual Penelitian
Metode Penelitian 4. Jenis dan Pendekatan Penelitian Secara keseluruhan Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian kualitatif, kualitatif, yaitu penelitian yang tidak mengadakan penghitungan matematis, statistik dan lain sebagainya, melainkan
menggunakan
penekanan
ilmiah15
atau
penelitian
yang
menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai dengan menggunakan prosedur-prosedur statistik atau dengan cara-cara lain dari kuantifikasi16. Bilamana terdapat ilustrasi yang mengarah pada penghitungan yang berbentuk angka-angka (kuantitatif), maka hal itu dimaksudkan hanya untuk mempertajam analisa dan menguatkan argumentasi penelitian. Sebab, pada beberapa bagian penulis melakukan analisa kuantitatif yaitu dengan menggunakan SPSS dan Microsoft Excel. Secara keseluruhan pendekatan penelitian yang digunakan dalam penulisan skirpsi ini adalah pendekatan normatif, yaitu penelitian ekonomi normatif. Bilamana terdapat data-data empiris, maka hal itu dimaksudkan hanya untuk mempertajam analisa dan menguatkan argumentasi penelitian. 5. Data Penelitian
15
Lexy Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif ,ed: revisi (Bandung : PT Remaja Rosda Karya,1997), cet. Ke-8, h. 6 16
Salam, Metodologi Penelitian Sosial, h. 30
Sumber data yang penulis gunakan adalah sumber data Primer dan Sekunder. Data Primer pada skripsi ini merujuk pada buku-buku karya Muhammad Abdul Mannan dan Monzer Kahf serta data hasil kuisioner yang dilakukan untuk mendapatkan gambaran umum mengenai pola konsumsi masyarakat. Sedangkan untuk data sekunder adalah seluruh literatur yang berhubungan dengan Ekonomi Islam secara umum atau literatur lain yang dapat memberikan informasi tambahan pada judul yang diangkat dalam skripsi ini. Yaitu, buku, majalah, jurnal, artikel dan lain sebagainya. Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penulisan skripsi ini adalah Studi Dokumentasi Naskah (studi pustaka), yaitu pengumpulan data dengan cara mengkaji buku-buku ilmiah, literatur, media cetak dan atau semua bahan tertulis lainnya, termasuk karya ilmiah yang diakses dari internet. Khusus data mengenai gambaran umum pola konsumsi masyarakat, penulis menggunakan data dari hasil kuisioner. 6. Teknik Pengolahan Data Data – data deskriptif mengenai kedua tokoh yang didapatkan akan disusun ulang hingga dapat menyatu dengan teks-teks atau pembahasan skripsi. Sedangkan data-data dari hasil kuisioner akan diolah melalui SPSS 11.0 dan Microsoft Excel. 7. Metode Analisa Data
Teknik analisa yang digunakan pada skripsi ini adalah Deskriptif Komparatif analisis. Deskriptif berarti teknik analisa dengan cara memberikan gambaran-gambaran umum mengenai pemikiran dari Muhammad Abdul Mannan dan Monzer Kahf perihal konsep konsumsi Islami. Komparatif berarti teknik analisa dengan cara membandingkan hasil pemikiran dari Muhammad Abdul Mannan dan Monzer Kahf perihal konsumsi Islami dengan menggunakan beberapa variabel isi dari kedua tokoh ini. Pada tahap ini penulis menggunakan alat interseksi union untuk membandingkan beberapa variabel dari pemikiran mereka mengenai konsumsi Islam. Setelah itu, penulis mencoba mengelaborasi pemikiran kedua tokoh ini agar dapat diambil sebuah kesimpulan yang komprehensif mengenai konsumsi dalam perspektif Ekonomi Islam yang telah dikaitkan dengan studi empiris mengenai pola konsumsi masyarakat. 8. Pedoman Penulisan Laporan Teknik penulisan skripsi ini berpedoman pada ‘Pedoman Penulisan Skripsi tahun 2007’ yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah, dengan beberapa pengecualian : i.
Dalam daftar pustaka al-Qur’an ditempatkan pada urutan pertama.
ii.
Terjemahan Qur’an dan Hadits ditulis satu setengah (11/2) spasi sekalipun kurang dari enam baris.
Sistematika Penulisan BAB I
PENDAHULUAN Yaitu meliputi latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka konseptual, kajian kepustakaan (Studi review terdahulu), metode penelitian serta sistematika penulisan.
BAB II
KONSEP KONSUMSI ISLAM MUHAMMAD ABDUL MANNAN DAN MONZER KAHF Yaitu membahas Biografi Muhammad Abdul Mannan, Konsep Konsumsi Islam Muhammad Abdul Manna, Biografi Monzer Kahf dan Konsep Konsumsi Islam Monzer Kahf
BAB III
METODE PENELITIAN Yaitu membahas metode penelitian tetang; Perbandingan Konsep Konsumsi Islam Muhammad Abdul Mannan dan Monzer Kahf, Dampak Zakat dan Sedekah Terhadap Average Propensity to Concume (APC) dan Average Propensity to Saving (APS) dan Analisis Korelasi Latar Belakang Keagamaan terhadap Perilaku Mengkonsumsi Komoditas Halal dan Tayyib
BAB IV
ANALISIS
KOMPARATIF
PEMIKIRAN
MUHAMMAD
ABDUL
MANNAN DAN MONZER KAHF DALAM KONSEP KONSUMSI ISLAMI Yaitu membahas tentang; Perbandingan
Konsep
Konsumsi Islam
Muhammad Abdul Mannan dan Monzer Kahf, Prinsip Halal dan Tayyib
Dalam Proses Konsumsi, Konfigurasi Pilihan Konsumsi dalam Perspektif Ekonomi Islamm, Perencanaan Konsumsi dalam Perspektif Ekonomi Islam, Studi Empiris Perilaku Konsumsi Masyarakat Muslim, Strategi Merubah Preferensi Konsumsi Masyarakat Muslim kepada Preferensi Konsumsi Islam BAB V
PENUTUP Meliputi kesimpulan dan saran
BAB II KONSEP KONSUMSI ISLAM MUHAMMAD ABDUL MANNAN DAN MONZER KAHF
E. Biografi Muhammad Abdul Mannan Muhammad Abdul Mannan (selanjutnya dibaca : Mannan) dilahirkan di Bangladesh, pada tahun 1918. Mannan menikah dengan seorang wanita bernama Nargis Mannan yang bergelar master di bidang ilmu politik.17 Ia merupakan seorang tokoh ekonomi Islam yang menjadi menganjurkan pembentukan Bank Dunia Islam Muslim World Bank, lima tahun sebelum pembentukan sesungguhnya dari Islamic Development Bank (IDB) pada tahun 1975 di Jeddah, Arab Saudi. Mannan menerima gelar master di bidang ekonomi dari universitas Rajshahi pada tahun 1960. Setelah menerima gelar master di bidang ekonomi, ia bekerja di berbagai kantor ekonomi pemerintah di Pakistan, di antaranya; asisten pimpinan di the Federal Planning Commission of Pakistan pada tahun 1960-an. Pada tahun 1970, Mannan
melanjutkan studinya di Michigan State University, Amerika
Serikat, untuk program MA (economics) dan ia menetap di sana. Setelah 17
Muhammad Abdul Mannan, Economic Development and Social Peace in Islam, (Bangladesh : Bangladesh Social Peace Foundation, 1989), h. 126
mendapatkan gelar MA (economics) pada tahun 1973, Mannan mengambil program doktor di bidang industri dan keuangan pada universitas yang sama.18 Setelah menyelesaikan program doktor-nya, Mannan menjadi dosen senior dan aktif mengajar di Papua New Guinea University of Tehcnology. Di sana ia juga ditunjuk sebagai pembantu dekan. Pada tahun 1978, ia ditunjuk sebagai profesor di Internasional Centre for Research in Islamic Economics, universitas King Abdul Azis. di Jeddah. Selama periode tersebut, Mannan juga aktif sebagai visiting professor pada Moeslim Institute di London dan Georgetown University di Amerika Serikat. Melalui pengalaman akademiknya yang panjang, Mannan memutuskan bergabung dengan Islamic Development Bank dan sejak 1984 ia menjadi ahli ekonomi (Islam) senior di IDB. Selama 30 tahun kariernya, Mannan banyak berperan dalam sejumlah besar organisasi pendidikan dan ekonomi. Pada tahun 1970 di Pakistan, ia menerbitkan bukunya yang pertama yang berjudul Islamic Economics : Theoiry and Practice. Buku ini di revisi ke dalam bahasa Inggris pada tahun 1986 dan telah diterbitkan sebanyak 15 kali serta telah diterjemahkan dalam berbagai bahasa tak terkecuali indonesia.19 Atas sumbangsih terhadap perkembangan studi ekonomi Islam dari bukunya (baca: Islamic Economics: Theory…) ini, Mannan mendapat penghargaan pemerintah Pakistan sebagai Highest Academic Award of Pakistan 18
Luqman. Biografi M.A Mannan. Artikel yang diakses melalui maillis ekonomi-syariah dari http://luqmannomic.wordpress.com/2007/09/18/dr-abdul-mannan/. 21 November 2007. 19
Mannan. Economic Development…, h. 126
pada tahun 1974, yang baginya setara dengan hadiah pulitzer. Adapun hasil karya Mannan yang lain adalah : An Introduction to Applied Economy (Dhaka:1963), Economic Problem and Planning in Pakistan (Lahore:1968), The Making of Islamic Economic Society : Islamic Dimensions in Economic Analysis (Kairo:1984) dan The Frontier of Islamic Economics (India : 1984), Economic Development and Sosial Peace in Islam (UK: 1989), Management of Zakah in Modern Society (IDB: 1989), Developing a System of Islamic Financial Instruments (IDB: 1990), Understanding Islamic Finance : A Study of Security Market in an Islamic Framework (IDB: 1993), International Economic Relation from Islamic Perspectives (IDB:1992), Structural Adjustments and Islamic Voluntary sector with special reference to Bangladesh (IDB: 1995), The Impact of Single European Market on OIC Member Countries, (IDB: 1996), Financing Development in Islam ( IDB: 1996) serta beberapa artikel dan paper lainnya yang tidak dapat disebut seluruhnya disini. 20 1. Ekonomi Islam ; Pengertian dan Metodologi a. Pengertian Ekonomi Islam Pemahaman Mannan terhadap ekonomi Islam berada pada sudut pandang mainstream. Mazhab pemikiran ini menganggap bahwa masalah ekonomi
20
muncul
karena
keterbatasan
sumber
daya
yang
ada
Muhammad Abdul Mannan, Sertifikat Wakaf Tunai: Sebuah Inovasi Instrumen Keuangan Islam. Terj. Tjasmijanto dan Rozidyanti (Depok : CIBER dan PKKT-UI, 2001), h. 105-106
(negara/tempat) yang dihadapkan pada keinginan manusia yang tidak terbatas.21 Mannan menyatakan bahwa ekonomi Islam merupakan sebuah ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang diilhami dari nilai-nilai Islam. Pengertian ini tidak dimaksudkan menghalangi kaum muslim untuk mempelajari masalah-masalah ekonomi non-muslim. Jika ilmu sosiologi merupakan induk, ilmu ekonomi merupakan jenis yang sama. Maka, tidak diragukan lagi bahwa bahwa ekonomi Islam bagian dari sosiologi dalam arti terbatas, sebab ekonomi Islam tidak mempelajari setiap individu yang hidup di masyarakat. Ekonomi Islam adalah ilmu tentang manusia, bukan sebagai individu, melainkan individu sosial yang meyakini nilai-nilai hidup Islam.22 Persoalan yang timbul dari kenyataan bahwa sumber daya kita begitu terbatas sehingga membuat kita harus mengorbankan suatu kepentingan untuk terpenuhinya kepentingan lain menjadi abadi. Pertikaian antara beberapa kebutuhan ini memaksa seseorang untuk membuat pilihanpilihan
dengan
menetapkan
skala
prioritas
dan
kemudian
mendistribusikannya sedemikian rupa sehingga mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan secara maksimum. Dalam ilmu ekonomi Islam, 21 22
Adiwarman Azwar Karim, Ekonomi Mikro Islam (Jakarta :IITI, 2004), h. 48-49
Muhammad Abdul Mannan. Islamic Economics; Theory and Practice Foundation of Islamic Economics, (England : Hodder and Stoughton Ltd, 1986) h.18
seseorang
tidak
berada
dalam
kedudukan
semau-nya
dalam
mendistribusikan sumber daya. Dalam hal ini, ada suatu pembatasa yang serius berdasarkan ketetapan Qur’an dan Sunnah atas tenaga individu.23 Berikut lingkaran aktifitas ekonomi dalam Islam; Ilmu Ekonomi Islam; Manusia (sosial namun relegius ) Kebutuhan yang tidak terbatas
Kekurangan sarana
Masalah-masalah ekonomi Pilihan alternatif (yang dituntun oleh nilai-nilai Islam) Pertukaran terpadu dan transfer satu arah (dituntun oleh etika Islami, kekuatan pasar dan kekuatan bukan pasar ) Gambar. 2.1. Aktifitas Ekonomi Islam
b. Metodologi Ekonomi Islam Suatu teori ekonomi Islam yang sarat dengan nilai ideal dapat memiliki dimensi waktu dan ruang. Hal ini diperlukan untuk menjelaskan tentang perilaku lembaga dan organisasi ekonomik di masa lampau, saat ini ataupun membayangkannya untuk masa yang akan datang. Akan tetapi harus dipahami dalam kerangka abadi Qur’an dan Sunnah. Walaupun ekonomi Islam merupakan bagian dari suatu ‘sistem’, tetapi ia juga merupakan suatu ilmu. Perbedaan antara ekonomi positif dan normatif 23
Mannan. Islamic Economics;...., h. 19
tidaklah diperlukan, bahkan dalam hal-hal tertentu dapat menyesatkan. Metode deduktif sebagaimana yang dikembangkan oleh ahli hukum Islam, dapat diterapkan pada ekonomi Islami dalam mendeduksikan prinsip sistem Islam dari sumber-sumber hukum Islam. Metode induktif dapat pula digunakan untuk memperoleh penyelesaian dari problematika ekonomik yang menunjuk pada keputusan historik yang sah (nash).24
F. Konsep Konsumsi Muhammad Abdul Mannan 1. Proses Konsumsi Menurut Mannan proses konsumsi adalah kegiatan mendapatkan dan menggunakan penghasilan seseorang. Mannan membagi bentuk konsumsi ke dalam tiga bagian ; yaitu konsumsi individu, konsumsi sosial atas dasar Allah dan investasi untuk menyokong kehidupan masa datang.25 Dalam analisis pada tulisan yang berbeda, Mannan mengaitkan proses konsumsi dengan pendapatan, konsumsi pribadi, konsumsi untuk keluarga, konsumsi untuk sosial (tetangga dekat), zakat dan sadaqah. Pendekatan ini ia sebut sebagai fungsi konsumsi dalam Islam. Setiap variabel yang disebutkan pada fungsi konsumsi didasari dari syariah (nash).26 Berikut rumusan matematika sederhana dari kedua pernyataan Mannan: Proses konsumsi Y
=
C+I
C
=
f { Pc, Sc }
Fungsi Konsumsi C dimana;
dimana;
26
Y
=
Pendapatan
C
=
Konsumsi
Pc
=
Pribadi
= f {Y, I, H, V, Z, S }
C
= Konsumsi
Y
= Pendapatan
I H
= Konsumsi Intra Keluarga = Konsumsi Horizontal (kerabat dekat, tetangga, dll)
24
Mannan, Islamic Economics;...., h. 15
25
Mannan, Economic Development…, h. 34 dan 49
Muhammad Abdul Mannan, The Making of Islamic Economic Society; Islamic Dimensions in Economic Analysis, (Kairo : International Association of Islamic Banks, 1984), h. 290-291
Sc
=
Konsumsi Sosial
I
=
Investasi
Konsumsi Vertikal V
= Kewajiban Zakat
Z
= Sedekah
S
=
Tabel 2.1. Rumusan Matematis Proses dan Fungsi Konsumsi milik Mannan
Ke semua bagian dari konsumsi tersebut harus dikelola secara seimbang. Islam menghargai kegiatan konsumsi dengan mencegah kemubaziran dan kikir. Atas dasar ini sebuah konsep ‘kesederhanaan konsumsi’ moderation consumption muncul dalam Islam. 2. Prinsip Konsumsi Islami Konsumsi merupakan bagian yang sangat penting untuk dipahami dalam ekonomi Islam. Artinya, pembahasan mengenai konsumsi adalah primer. Menurut, Mannan konsumsi merupakan permintaan. Islam tidak mengakui mengakui kegemaran matrealis, khususnya dalam pola konsumsi modern. Semakin tinggi sebuah peradaban, maka masyarakat semakin terkalahkan oleh kebutuhan fisiologik karena faktor-faktor psikologis. Cita rasa (baca: selera), keangkuhan, motivasi untuk pamer, dan sebagainya merupakan variabel yang dominan dalam menetukan bentuk konkrit dari kebutuhan fisiologik. Peradaban matrealistik Barat telah menghancurkan kesederhanaan dari kebutuhan konsumsi masyarakat. Peradaban mereka telah membuat semakin luasnya macam dan bentuk kebutuhan konsumsi dalam mencapai kesejahteraan. Kesejahteraan bagi peradaban matrealis Barat diukur berdasarkan sifat kebutuhan yang diusahakannya untuk memenuhi suatu kepuasan khusus (self service). Dari segi kemajuan suatu masyarakat, peradaban modern Barat menilai bahwa kemajuan suatu masyarakat dinilai dari sifat kebutuhan-kebutuhan materialnya. Artinya, semakin tinggi tingkat hidup masyarakat, maka akan semakin luas kebutuhan-kebutuhan mereka yang akan menambah perasaan tidak puas dan kekecewaan, sehingga nafsu untuk mengejar tingkatan konsumsi akan terus bertambah.27
Pandangan kehidupan dan kemajuan peradaban matrealis Barat, sangat berbeda dengan konsepsi nilai Islam. Etika Ilmu Ekonomi Islam berusaha untuk mengurangi kebutuhan material manusia yang luar biasa untuk menghasilkan energi dalam mengejar cita-cita spritualnya. Ketentuan Islam
27
Mannan, Islamic Economics;...., h. 45
mengenai konsumsi dikendalikan oleh lima prinsip, yaitu keadilan (righteousness), kebersihan (cleanliness), kesederhanaan (moderation), kemurahan hati (beneficence) dan moralitas (morality).28 Berikut penjelasannya; a. Keadilan Allah SWT berfirman:
☺
⌧
Artinya : ‘Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.’
{QS. al-Baqarah/ 2:168}
Ayat ini mengandung pengertian ganda mengenai mencari rezeki secara halal dan tidak dilarang hukum. Dalam hal makanan dan minuman, Islam melarang umat muslim untuk mengkonsumsi; darah, bangkai binatang yang mati sendiri, daging babi dan daging binatang hasil sembelihan yang tidak menyebut nama Allah dengan maksud untuk persembahan dan atau pemujaan terhadap siapa pun selain Allah. Pelarangan terhadap tiga golongan pertama disebabkan karena hewan-hewan tersebut berbahaya bagi tubuh dan juga jiwa 28
Mannan, Islamic Economics;...., h. 45
manusia. Larangan terakhir berkaitan dengan segala sesuatu yang langsung membahayakan moral dan spritual (termasuk judi). Adapun kelonggaran untuk mengkonsumsi barang-barang tersebut diberikan bagi orang-orang yang dalam keadaan terpaksa (QS: al-Baqarah/ 2:173). b. Kebersihan Prinsip ini mengandung arti makanan dan minuman yang dikonsumsi umat muslim harus baik dan atau cocok dimakan, tidak kotor dan menjijikkan sehingga merusak selera. Oleh karena itu, tidak semua yang diperkenankan untuk dimakan dan diminum boleh dikonsumsi dalam semua keadaan. Dari semua yang boleh dimakan dan diminum, hanya makanan dan minuman yang bersih dan bermanfaatlah yang boleh dikonsumsi. Islam adalah agama yang sangat menganjurkan kebersihan. Sebagaimanan Rasulullah SAW bersabda: Artinya: “Rasulullah Bersabda : Sebelum tidur, matikan lampu, tutup pintu dan tutupilah makanan dan minuman ” {HR. Bukhâri} c. Kesederhanaan Kesederhanaan bukan berarti serderhana secara harfiah dalam gaya hidup. Kesederhanaan berarti menghindari konsumsi yang berlebihan conspicuous consumption yang dapat mengarahkan pada kemubaziran dalam perspektif ekonomi Islam.29 Prinsip ini mengatur perilaku manusia
29
Mannan. Economic Development…, h. 35
mengenai makanan dan minuman adalah dengan sikap tidak berlebihlebihan dalam makan dan minum. Allah SWT berfirman : ... ☺ Artinya:
“…makan
dan
minumlah,
tetapi
jangan
berlebihan.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihlebihan”{QS. al-A’râf / 7: 31} Dalam ayat lain Allah berfirman:
... Artinya : “Hai orang orang yang beriman janganlah kamu haramkan apaapa yang baik yang telah telah Allah halalkan bagimu dan jangan melampaui batas….” {QS. al-Mâidah / 5: 87} Arti penting kedua ayat di atas adalah kekurangan makanan dan minuman dapat mengakibatkan tertanggunya pembangunan jiwa dan tubuh. Demikian pula sebaliknya, bila perut manusia itu terlalu penuh maka hal itu akan mengakibatkan terganggunya kesehatan tubuh dan jiwanya.
Praktik
menginkari
jenis-jenis
makanan
tertentu
dengan
pertimbangan individu, dengan tegas tidak diperbolehkan dalam Islam. d. Kemurahan Hati
Dengan mentaati perintah Islam tidak ada bahaya maupun dosa bilamana seseorang mengkonsumsi makanan dan minuman halal yang telah disediakan Allah SWT karena kemurahan hati-Nya. Artinya, kebolehan untuk mengkonsumsi adalah selama dimaksudkan untuk menjaga kelangsungan hidup dan kesehatan guna dapat melaksanakan perintah Allah SWT dengan keimanan yang kuat. Atas dasar ini, dalam Islam terjadi peralihan secara bertahap yang bersifat elatis dan memperhitungkan tujuan makanan dan minuman yang pokok (tidak berbahaya). e. Moralitas Tujuan akhir dari konsumsi dalam bukan hanya sekedar makan dan minum, melainkan untuk meningkatkan nilai-nilai spritualitas seorang muslim. Seorang muslim diajarkankan untuk menyebut nama Allah sebelum makan dan minum serta mengucapkan terma kasih pada-Nya setelah selesai makan dan minum. Hal ini dimaksudkan agar ia dapat merasakan kehadiran ilahiah dalam melaksanakan setiap aktifitas-nya, khususnya makan dan minum. Selain itu, adanya larangan terhadap minuman keras
dimaksudkan untuk menghindarkan manusia dari
perselisihan, permusuhan dan lupa mengingat Allah (QS. al-Mâidah / 5: 90-91). Ini merupakan hal penting, sebab Islam menghendaki perpaduan nilai-nilai hidup material dan spritual yang harmonis. 3. Kebutuhan dan Urutan Prioritas dalam Islam
Terdapat tiga bagian dari kebutuhan seseorang, yaitu keperluan (necessities), kesenangan (comforts) dan kemewahan (luxuries).30 Berikut penjelasannya; a. Keperluan adalah segala sesuatu yang menjadi kebutuhan dasar yang harus dipenuhi. b. Kesenangan diartikan sebagai segala komoditi konsumsi yang digunakan untuk menambah kemanfaatan bagi seseorang. c. Kemewahan diartikan sebagai komoditi konsumsi yang tidak menambah kemanfaatan (fisiologik) seseorang. Mobil, pakaian dan perhiasan mahal serta rumah yang menyerupai istana merupakan bagian dari kemewahan bagi kebanyakan orang. Timbul pertanyaan manakah dari tentang urutan prioritas kebutuhan suatu negara dan apakah suatu negara Islam hanya mendorong untuk memproduksi barang-barang mewah dalam keadaan sekarang ini (Pakistan tahun 1969-1970). Mengenai urutan prioritas, ajaran Islam mengenai makanan harus mengikuti tuntunan sebagaimana yang telah dibicarakan di atas (prinsip konsumsi). Persoalan kedua, apakah negara Islam harus mendorong produksi barangbarang mewah dalam kerangka sosial kapitalistik negara-negara muslim saat ini. Suatu mazhab pemikiran berpendapat bahwa produksi barang-barang mewah tidak bisa didorong karena konsumsi barang-barang mewah secara ekonomi dianggap sia-sia wasteful dan pemakaian terhadap barang-barang mewah tersebut tidak akan menambah efisiensi (ekonomi) seseorang. Mereka berkata bahwa secara positif, dari segi sosial hal itu (produksi barang mewah) merugikan, sebab menyerap banyak faktor produksi yang dalam pekerjaan sia-sia. Jikalau mereka dibebaskan dari pekerjaannya mungkin akan banyak sekali membantu manambah arus barang dan jasa yang berguna useful goods and services. Pendapat di atas mengabaikan suatu kenyataan penting bahwa semua pekerjaan tergantung pada permintaan efektif ‘efective demand’ dan tidaklah mungkin untuk menambah arus kebutuhan necessity dan kesenangan comfort kecuali terlebih dahulu diambil langkah untuk mengalihkan daya beli yang saat ini berada di tangan segelintir orang kaya kepada kaum muslim yang banyak jumlahnya. Dengan hanya melarang produksi barang-barang mewah tanpa disertai dengan pola pembagian kekayaan dan pendapatan, rupanya sama sekali tidak akan meredakan persoalan ekonomi.31 Dalam sistem kapitalis di hampir semua negara Islam, sebagian besar dari volume daya beli berpusat di tangan si kaya. Permintaan barang mewah dari pihak kaya merupakan unsur dari permintaan efektif bagi masyarakat secara keseluruhan. Oleh karena itu, bilamana konsumsi barang mewah dilarang — dan tidak ada sesuatu pun untuk membuat si kaya menjadi kurang kaya dan si miskin menjadi kurang miskin— pasti akan timbul pengangguran dalam jumlah besar dan si miskin akan bertambah miskin. Bila konsumsi barang mewah dihentikan, maka faktorfaktor produksi akan menambah jumlah pengangguran kronik. 30
Mannan. Islamic Economics…, h. 48 31
Mannan. Islamic Economics…, h. 48
Atas dasar itu, secara ekonomik tidak semua konsumsi barang mewah itu sia-sia. Pendapat ini adalah relatif bergantung pada keberadaan struktur kapitalis negara-negara muslim yang ditandai dengan sangat tidak meratanya pendapatan. Di negara-negara muslim yang belum berkembang unsur monopoli ada dengan dengan bentuk yang berbeda-beda di hampir seluruh sektor perekonomian. Oleh karenanya, bilamana susunan ekonomi tersebut berubah dan suatu sistem masyarakat ekonomi yang lebih bersifat merata telah tersusun berdasarkan nilai-nilai Islam, maka faktor-faktor produksinya, yang saat ini terpakai dalam industri barang mewah secara otomatis akan beralih pada produksi komoditi yang berguna (necessities and comforts) sehingga permintaan efektif akan tinggi. Merupakan tugas negara untuk menciptakan suatu lingkungan yang berkembang rasa tanggungjawab moral mendalam di antara rakyatnya. Dalam masa perkembangan negara-negara muslim, jika diperlukan bisa saja diambil beberapa tidakan paksaan demi kepentingan masyarakat luas.
4. Hakikat Perilaku Konsumen Dalam rangka menganalisa perilaku konsumen muslim, seseorang bisa saja berpandangan sempit dan statik dengan mengatakan bahwa konsumen dalam suatu masyarakat Islam hanya dituntut secara ketat dengan sederetan larangan. Sebab, memang dalam syariat Islam semua larangan bersifat pasti. Oleh karenanya, umat muslim tidak boleh memperturutkan hatinya untuk mengkonsumsi hal yang terlarang demi kedisiplinan sosial, persatuan Islam dan nilai spritulitas. Mannan berpendapat “sikap tidak berlebihan” (kesederhanaan/ moderation) dalam konsumsi dituntun oleh perilaku para konsumen muslim yang mengutamakan kepentingan orang lain.32 Pada hakikatnya konsumsi dalam Islam adalah suatu pengertian yang positif. Keberadaan larangan dan perintah mengenai makanan dan minuman harus dilihat sebagai usaha untuk meningkatkan sifat perilaku konsumen. Dengan mengurangi pemborosan yang tidak perlu, Islam menekankan perilaku mengutamakan kepentingan orang lain.
G. Biografi Monzer Kahf Monzer Kahf (selanjutnya dibaca : Kahf) dilahirkan di Damaskus, Syria, pada tahun 1940.33 Kahf adalah orang pertama yang mencoba mengaktualisasikan penggunaan institusi distribusi Islam (zakat,sedekah) terhadap agregat ekonomi, pendapatan, konsumsi, simpanan dan investasi.34 Kahf menerima gelar B.A (setara S1) di bidang Bisnis dari universitas Damaskus pada tahun 1962 serta memperoleh penghargaan langsung dari presiden Syria sebagai lulusan terbaik. Pada tahun 1975, Kahf meraih gelar Ph.D untuk ilmu ekonomi spesialisasi ekonomi International dari University of Utah, 32
Mannan. The Making of Islamic Economic.., h. 300-301
33
Ttn. Dr. Monzer Kahf. Diakses dari http://www.irtipms.org/ Monzer%20Kahf_ E. asp#top
34
Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam : dari masa Klasik hinga Kontemporer (Jakarta : Pustaka Asatruss, 2005), h. 275
Salt Lake City, USA. Selain itu, Khaf juga pernah mengikuti kuliah informal yaitu, training and knowledge of Islamic Jurisprudence (Fiqh) and Islamic Studies di Syria. Sejak tahun 1968, ia telah menjadi akuntan publik yang bersertifikat. Pada tahun 2005, Monzer Kahf menjadi seorang guru besar ekonomi Islam dan perbankan di The Garduate Programe of Islamic Economics and Banking, Universitas Yarmouk di Jordan. Lebih dari 34 tahun Kahf mengabdikan dirinya di bidang pendidikan. Ia pernah menjadi asisten dosen di fakultas ekonomi University of Utah, Salt Lake City (1971-1975). Khaf juga pernah aktif sebagai instruktur di School of Business, University of Damascus (Syria. 1962 – 1963). Pada tahun 1984, Kahf memutuskan untuk memutuskan bergabung dengan Islamic Development Bank dan sejak 1995 ia menjadi ahli ekonomi (Islam) senior di IDB. Monzer Kahf merupakan seorang penulis yang produktif dalam menghasilkan pemikiran-pemikiran di bidang ekonomi, keuangan, bisnis, fiqh dan hukum dengan dwi bahasa, yaitu Arab dan Inggris. Pada tahun 1978, Kahf menerbitkan buku tentang ekonomi Islam yang berjudul ‘The Islamic Economy: Analytical Study of the Functioning of the Islamic Economic System’. Buku ini diangap menjadi awal dari sebuah analisis matematika ekonomi dalam mempelajari ekonomi Islam, sebab pada tahun 1970-an, sebagian besar karya-karya mengenai
ekonomi Islam masih mendiskusikan masalah prinsip dan garis besar ekonomi.35 Adapun hasil karya Kahf yang lain adalah : A Contribution to the Theory of Consumer Behavior in an Islamic Society ( Kairo : 1984), Principles of Islamic Financing : A Survey, (with Taqiullah Khan IDB:1992), Zakah Management in Some Muslim Societies (IDB: 1993), The Calculation of Zakah for Muslim in North Amerika, (Ed. 3, Indiana: 1996), Financing Development in Islam ( IDB: 1996), The Demand Side or Consumer Behaviour In Islamic Perspective serta beberapa artikel dan paper lainnya yang tidak dapat disebut seluruhnya disini 1. Ekonomi Islam ; Pengertian dan Metodologi i.
Pengertian Ekonomi Islam Pemahaman Kahf terhadap ekonomi Islam berada pada sudut pandang mainstream. Mazhab pemikiran ini menganggap bahwa masalah ekonomi muncul karena keterbatasan sumber daya yang ada (negara/tempat) yang dihadapkan pada keinginan manusia yang tidak terbatas.36 Monzer Kahf menghubungkan antara aspek agama secara umum dan aspek ekonomi dalam menjelaskan konsep ekonomi Islam. Meskipun semua agama berbicara tentang masalah-masalah ekonomik, agamaagama itu berbeda dalam pandangannya tentang kegiatan-kegiatan ekonomi. Beberapa agama tertentu melihat kegiatan-kegiatan ekonomi manusia hanyalah sebagai kebutuhan hidup yang seterusnya dilakukan
35
36
Euis Amalia. Sejarah Pemikiran…, h. 275 Adiwarman Azwar Karim, Ekonomi Mikro Islam (Jakarta : IITI, 2004), h. 48-49
hanya sebatas memenuhi kebutuhan makan dan minumnya semata-mata, sembari beranggapan bahwa kegiatan ekonomi yang melampaui batas tersebut merupakan orientasi yang keliru terhadap sumber-sumber manusia atau merupakan sejenis kejahatan. Namun sebaliknya, Islam mengannggap kegiatan-kegiatan ekonomi manusia sebagai salah satu aspek dari pelaksanaan tanggung jawabnya di bumi (dunia) ini. Orang yang semakin terlibat kegiatan ekonomi dia akan semakin baik, selama kehidupannya tetap terjaga keseimbangannya. Kesalehan bukan fungsi positif dari ketidakproduktifan ekonomi. Semakin saleh kehidupan seseorang, justru seharusnya dia semakin produktif (QS. an-Nahl : 76). 37 Harta itu sendiri baik dan keinginan untuk memperolehnya merupakan tujuan yang sah dari perilaku manusia karena pekerjaan yang secara ekonomik produktif pada dasarnya memiliki nilai keagamaan disamping nilai-nilai lainnya. ii.
Metodologi Ekonomi Islam Ekonomi Islam dibatasi oleh Hukum Dagang Islam (fiqh muamalat), tetapi bukan satu-satunya pembatasan mengenai kajian ekonomi itu. Tidak adanya pembedaan antara fiqh muamalat dan ekonomi Islam merupakan sumber dari kesalahan konsep dan literatur mengenai ekonomi Islam.
37
Monzer Kahf, Ekonomi Islam : Telaah Analitik terhadap Fungsi dan Sistem Ekonomi Islam. Terj. Machnul Husein (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1997) h. 4
Kajian tentang sejarah sangat penting bagi ekonomi karena sejarah adalah laboratorium umat manusia. Ekonomi sebagai ilmu sosial perlu kembali
kepada
sejarah
agar
dapat
melaksanakan
eksperimen-
eksperimennya dan menurunkan kecendrungan-kecendrungan jangka-jauh dalam berbagai ubahan ekonomiknya. Sejarah dua memberikan aspek utama kepada ekonomi, yaitu sejarah pemikiran ekonomi dan sejarah unitunit ekonomi, seperti individu-individu, badan-badan usaha dan ilmu ekonomi itu sendiri. Literatur Islam yang ada sekarang mengenai ekonomi mempergunakan 2 macam metode (alat-alat analisis), yaitu metode deduksi dan pemikiran retrospektif. Metode deduksi dikembangkan oleh pada ahli hukum Islam. Metode
ini
diaplikasikan
dalam ekonomi
Islam modern
untuk
menampilkan prinsip-prinsip sistem Islam dan kerangka hukum-nya dengan berkonsultasi pada nash, yaitu Qur’an dan Hadits. Sedangkan metode
retrospektif
dipergunakan
oleh
banyak
penulis
muslim
kontemporer yang merasakan tekanan kemiskinan dan keterbelakangan di dunia Islam dan berusaha mencari berbagai alternatif pemecahan persoalan ekonomi umat muslim dengan kembali pada Qur’an dan Hadits untuk mencari dukungan atas pemecahan persoalan ekonomi dan mengujinya dengan memperhatikan petunjuk Qur’an. Kahf menggunakan metode deduksi dan retrospektif dalam analisisnya terhadap ekonomi Islam, khususnya terdapat dalam bukunya ekonomi
Islam yang telah ditulisnya dengan ‘The Islamic Economy: Analytical Study of the Functioning of the Islamic Economic System.’
H. Konsep Konsumsi Monzer Kahf Dalam menjelaskan teori /konsep konsumsi Islam, Monzer Kahf mengaitkan konsumsi Islam dengan 3 unsur pokok, yaitu Rasionalisme perilaku konsumen, konsep barang-barang (dalam Islam) dan norma-norma etika mengenai konsumen muslim.38 1. Rasionalisme Islam Rasionalisme adalah salah satu istilah yang paling bebas digunakan dalam ekonomi, sebab segala sesuatu dapat dirasionalisasikan sekali kita mengacu kepada beberapa perangkat aksioma yang relevan. Teori perilaku konsumen yang dikembangkan di Barat setelah timbulnya kapitalisme merupakan sumber dualitas, yaitu ’rasionalisme ekonomik’ dan ’utilitarianisme’. Rasionalisme ekonomik menafsirkan perilaku manusia sebagai sesuatu yang dilandasi dengan ’perhitungan yang cermat’ untuk memperoleh keberhasilan ekonomi. Keberhasilan ekonomi secara ketat didefenisikan sebagai (keahlian dan kebaikan) memperoleh harta, baik dalam pengertian uang atau komoditas lain, yang merupakan tujuan akhir, dan pada
38
Kahf, Ekonomi Islam :…, h. 15
saat yang sama, merupakan tongkat pengukur keberhasilan ekonomik. Utilitarinisme adalah sumber nilai-nilai dan sikap moral. Para penulis muslim memandang perkembangan rasionalisasi dan teori konsumen yang ada selama ini dengan penuh kecurigaan dan menuduhnya sebagai aspek perilaku manusia yang terbatas (akal) dan berdimensi tunggal (dunia). Dengan mengikuti padangan Max Weber yang menyatakan bahwa rasionalisme merupakan konsep kultural, rasionalisme Islam dinyatakan sebagai alternatif yang konsisten dengan nilai-nilai Islam. Faktor-faktor nonmatrealistik Imponderables tidak dapat dipisahkan dari analisis terhadap perilaku konsumen dalam Islam.39 Menurut Kahf ada dua faktor yang mempengaruhi perilaku konsumsi, yaitu (1) faktor eksogenus; yang meliputi pendapatan, selera, teknologi, kesehatan lingkungan, kebudayaan, agama dan legalitas serta (2) endogenus; yang meliputi informasi harga produk di pasar dan keberadaan barnag substitusi serta komplementer di pasar.40 Unsur-unsur pokok dari rasionalisme Islam adalah sebagai berikut ; a. Konsep Keberhasilan Konsep keberhasilan dalam Islam senantiasa dikaitkan dengan nilainilai moral. Keberhasilan terletak dalam kebaikan. Kebaikan dalam Islam 39
Kahf, Ekonomi Islam :…, h. 17-18 dan lihat juga Masudul Alam Choudhury,. Contribution to Islamic Economic Theory. New York : St. Martin’s Press. 1986. h. 27 40
Monzer Kahf, The Demand Side or Consumer Behaviour In Islamic Perspective. Makalah yang diterima dari Pusat Riset dan Data Perkembangan Ekonomi Syariah/PRIDES (Sabtu, Maret 2008), h. 2-9
berarti sikap positif terhadap kehidupan orang lain.41 Hal yang paling buruk bisa dilakukan orang adalah meninggalkan kehidupan dan masyarakat atau melaksanakan negativisme terhadapnya. Dengan demikian upaya untuk mendapatkan kemajuan ekonomik bukan kejahatan menurut pandangan Islam. Bahkan, sebenarnya ia menjadi salah satu kebaikan bila ia bisa diseimbangkan dan diniatkan untuk mendapatkan kebaikan. b. Skala Waktu Perilaku Konsumen Islam mengaitkan secara ketat kepercayaan terhadap adanya Hari Kiamat dan kehidupan di akhirat dengan kepercayaan terhadap adanya Allah. Hal ini memperluas cakrawala pengetahuan setiap muslim mengenai waktu setelah terlampauinya kematian. Kehidupan sebelum kematian dan kehidupan sesudah kematian terkait satu sama lain dengan erat sekali dalam urutannya. Pandangan ini akan memiliki dua efek dalam perilaku konsumen. Petama, akibat dari pemilihan perbuatan itu terdiri dari dua bagian, yaitu efek langsung dalam kehidupan dunia sekarang dan efeknya yang kemudian dalam kehidupan akhirat. Karena itu, manfaat yang diperoleh dari pilihan semacam itu adalah keutuhan nilai-nilai sekarang dari kedua efek ini. Kedua, jumlah manfaat alternatif dari penghasilan seseorang ditingkatkan jumlahnya dengan dimasukkannya semua keuntungan yang akan diperoleh di akhirat. 41
Kahf, The Demand Side…, h. 11
Lebih dari itu, menurut ajaran-ajaran islam, setiap muslim “wajib mempergunakan sebagian waktunya untuk mengingat Allah, dia harus menyumbangkan sebagian tenganya untuk menyiarkan kebenaran dan amal saleh, dan harus memanfaatkan: waktu dan usahanya untuk mengingatkan kehidupan spiritual, moral dan ekonomi masyarakat.” Hal ini dapat dilakukan hanya dengan mengikhlaskan sebagian tenaga manusia untuk mendapatkan makanan dan barang-barang konsumsi lainnya, karena alternatif lainnya, yakni, sikap masa bodoh, negativisime, dan kelaparan, bertentangan baik dengan sifat manusia maupun dengan ajaran-ajran islam. Cakrawala waktu yang lebih luas ini mempunyai makna bahwa setiap mu’min (orang yang beriman) seharusnya tidak membatasi dirinya sendiri untuk melaksanakan hal-hal yang manfaat-manfaatnya dapat dia peroleh dalam kehidupan (di dunia) ini. Dia arahkan sedemikian rupa sehingga dia akan melakukan apa yang baik atau berguna bagi dirinya atau mengekspresikannya dalam istilah-istilah islami, karena allah akan memberikan imbalan pahala untuk itu.
Keberhasilan sebenarnya bagi
setiap muslim adalah keberhasilan yang mencakup cakrawala utuh setiap waktu, karena usaha yang sama untuk melakukan kebaikanlah yang akan menghasilkan kebaikan dalam kehidupan dunia ini dan kehidupan akhirat. c. Konsep Harta
Islam menganggap harta sebagai anugerah dari Allah. Ketamakan dan pemborosan dalam (mengusahakan) harta merupakan kejahatan. Orang mukmin digambarkan dalam Qur’an sebagai salah satu di antara ’orangorang yang ketika membelanjakan harta tidak berlebihan dan tidak menimbulkan keburukan, tetapi (mempertahankan) keseimbangan yang adil di antara sikap-sikap (yang ekstrim) tersebut (QS. al- Furqân /25: 67) Dalam hal pembelanjaan sedekah, untuk meningkatkan kondisi kehidupan masyarakat dan menyebarluaskan ajaran-ajaran Islam, konsep berlebih-lebihan tersebut tidak berlaku. Tidak ada pembatasan jumlah dalam belanja jenis ini (sedekah) dan setiap pembelanjaan untuk keperluan tersebut akan mendapatkan imbalan (pahala/kebaikan) dari Allah.42 2. Keseimbangan Konsumsi Seorang konsumen akan berusaha untuk mencapai kepuasan maksimum menyeimbangkan pendapatan dan hartanya. Dalam asumsi rasionalitas Islam seorang konsumen muslim akan meng-kombinasikan rasional ekonominya dengan kepercayaan hari Akhir. Artinya, seorang konsumen muslim akan mengalokasikan hartanya untuk kegiatan-kegiatan amal (misalnya; sedekah).
42
Kahf, Ekonomi Islam…, h. 24
Harta dan pendapatan seorang muslim akan dipergunakan untuk tiga keperluan, yaitu alokasi kebajikan (untuk mendekatkan diri pada Allah), tabungan dan konsumsi itu sendiri.43 Perhatikan gambar dibawah ini; S f
g
B
h C Gambar 2.2. Grafik Tiga Dimensi dari Keseimbangan Konsumsi
Dalam gambar di atas huruf S adalah tingkat tabungan. Sedangkan, huruf B dan C merupakan pengeluaran kebajikan dan konsumsi. Point f, g dan h merupakan penyangga (intercept) dari grafik S,B,C. Point ini menggambarkan factor-faktor yang mempengaruhi S, B dan C. Kedua bagian pada grafik tersebut merupakan satu kesatuan. Adapun garis-garis pada S, B dan C merupakan jumlah dari pemanfaatan barang dan jasa {Q1…n}yang dikaitkan dengan harga {P1…n}.
43
Monzer Kahf, The Demand Side…, h. 24
Kahf mengkaji pemaknaan falâh dalam menjelaskan kepuasan konsumsi seorang muslim. Kahf menyatakan bahwa falâh merupakan fungsi dari nilai keagamaan, psikologis, budaya, legalitas, politik dan faktor lain yang mempengaruhi pilihan konsumen. Secara matematis pernyataan kahf digambarkan dengan ; F = f (M, s, b, Q1, Q2…, Qn) Huruf F mengambarkan tingkat falâh seorang konsumen muslim yang dipicu dari penggunaan harta untuk tabungan, pengeluaran kebajikan dan konsumsi.
Sedangkan
huruf
M
mengambarkan
faktor-faktor
yang
mempengaruhi pilihan konsumen, meliputi nilai keagamaan, kebudayaan, psikologis, legalitas, politik dan lain sebagainya. 3. Konsep Islam Tentang Barang Dalam kerangka acuan Islam, barang-barang adalah anugrah yang diberikan oleh Allah SWT kepada umat manusia. Penelaahan tertahadap Qur’an memberikan kita kepada suatu konsep unik tentang berbagai produk dan komoditas. Qur’an senantiasa menyebut barang-barang yang dapat dikonsumsi dengan menggunakan istilah-istilah yang mengaitkan nilai-nilai moral dan ideologik terhadap keduanya. Dalam hal ini ada dua macam istilah yang digunakan dalam Qur’an, yaitu al-Tayyibât dan al-Rizq.44 Istilah al-Tayyibât diulang 18 kali dalam Qur’an, menurut Yusuf Ali, istilah al-Tayyibât berarti ’barang-barang yang baik’, ’barang-barang yang 44
Kahf. Ekonomi Islam;…, h. 25
baik dan suci’, ’barang-barang yang bersih dann suci’, ’hal-hal yang baik dan indah’ dan ’makanan di antara yang baik.’ Dengan demikian barang-barang konsumsi terkait erat dengan nilai-nilai dalam Islam, yaitu nilai keindahan, kesucian dan kebaikan. Sebaliknya, benda-benda yang buruk, tidak suci (najis) dan tidak bernilai tidak dapat digunakan dan juga tidak dapat dianggap sebagai barang-barang konsumsi. Istilah al-rizq diulang 120 kali dalam Qur’an, menurut Yusuf Ali, istilah al-rizq berarti ’makanan dari tuhan’, ’pemberian tuhan’, ’bekal-bekal dari tuhan’, dan ’anugerah-anugerah dari langit’. Semua makna tersebut menunjukkan konotasi bahwa Allah adalah pemberi Rahmat yang sebenarnya dan pemasok semua kebutuhan manusia. Sebagai konsekuensinya dalam konsep Islam barang-barang konsumen adalah bahan-bahan konsumsi yang berguna dan baik yang manfaatnya menimbulkan menimbulkan perbaikan secara material, moral maupun spritual pada konsumennya. Barang-barang yang tidak memiliki kebaikan dan tidak membantu meningkatkan manusia, menurut konsep Islam, bukan barang dan tidak dapat dianggap sebagai milik atau aset umat muslim. Oleh sebab itu, barang-barang yang dilarang (untuk dikonsumsi) tidak dianggap barang dalam Islam.
4. Etika Konsumsi dalam Islam Menurut Islam anugerah Allah itu milik semua manusia dan suasana yang menyebabkan sebagian di antara anugerah-anugerah itu berada di tangan orang-orang tertentutidak berarti bahwa mereka dapat memanfaatkan anugerah itu untuk mereka sendiri, sehingga orang lain tidak memiliki bagiannya. Padahal mereka masih berhak atas anugerah tersebut walaupun mereka tidak memperolehnya. Qur’an membatalkan argumen yang dikemungkakan oleh orang kaya yang kikir karena ketidaksediaanya memberikan bagian atau miliknya. Allah SWT berfirman:
☺
⌧ ⌧ ☺
Artinya: “Dan apabila dikatakakan kepada mereka: "Nafkahkanlah sebahagian dari reski yang diberikan Allah kepadamu", maka orang-orang yang kafir itu Berkata kepada orang-orang yang beriman: "Apakah kami akan memberi makan kepada orang-orang yang jika Allah menghendaki tentulah dia akan memberinya makan, tiadalah kamu melainkan dalam kesesatan yang nyata". {QS. Yâsîn / 36 : 47}
Selain itu, perbuatan untuk memanfaatkan atau meng-konsumsi barangbarang yang baik itu sendiri dianggap sebagai kebaikan dalam Islam, karena kenikmatan yang diciptakan Allah untuk manusia adalah ketaatan kepada-
Nya. Konsumsi dan pemuasan (kebutuhan) tidak dikutuk dalam Islam selama keduanya tidak melibatkan hal-hal yang tidak baik atau merusak.45 Allah SWT berfirman:
☺
⌧ ⌧
⌧ Artinya : ‘Katakanlah: "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezki yang baik?" Katakanlah: "Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat. Demikianlah kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui.’ {QS. al-A’râf / 7: 32} Konsumsi berlebih-lebihan, yang merupakan ciri khas masyarakat yang tidak mengenal tuhan, dikutuk dalam Islam dan disebut dengan Isrâf (pemborosan) atau tabzîr (menghambur-hamburkan harta tanpa guna). Tabzîr berarti mempergunakan harta dengan cara yang salah dengan cara yang salah, yakni, untuk tujuan-tujuan yang terlarang, seperti; penyuapan, hal-hal yang melanggar hukum atau dengan cara yang tanpa aturan. Setiap kategori ini mencakup beberapa penggunaan beberapa jenis harta yang hampir-hampir
45
Kahf. The Demand Side…, h. 19
sudah menggejala pada masyarakat yang berorientasi konsumer.46 Ajaranajaran Islam menganjurkan pola konsumsi dan penggunaan harta secara wajar dan berimbang, yakni pola yang terletak di antara kekikiran dan pemborosan. Konsumsi di atas dan melampaui tingkat moderat (wajar) dianggap isrâf dan tidak disenangi Islam. Salah satu ciri penting dalam Islam bahwa Islam tidak hanya mengubah nilai-nilai dan kebiasaan-kebiasaan masyarakat tetapi juga menyajikan kerangka legislatif yang perlu untuk mendukung dan memperkuat tujuantujuan ini dan menghindari penyalahgunaan (harta). Contoh, bagi mereka yang terkena kasus tabzîr orang semacam ini dikenakan pembatasanpembatasan dan bila perlu dilepaskan dan dibebaskan dari tugas mengurus harta miliknya.
Dalm fiqh Islam hal ini dikenal dengan istilah al-Hajr
(pengampuan).47
46
Kahf, Ekonomi Islam…, h. 27
47
Nasrun Haroen. Fiqh Muamalah. Jakarta : Gaya Media Pratama. tt. h. 200
BAB III METODE PENELITIAN
D. Perbandingan Konsep Konsumsi Islam Muhammad Abdul Mannan dan Monzer Kahf 1. Alat Analisis Untuk membandingkan pemikiran dari Muhammad Abdul Mannan dan Monzer Kahf perihal konsumsi Islami penulis menggunakan analisis himpunan, dalam hal ini digunakan konsep interseksi union. Interseksi (irisan) dari dua buah himpunan adalah merupakan himpunan yang terdiri dari unsur yang menjadi anggota baik dari himpunan yang satu
maupun dari himpunan lainnya.48 Notasi atau tanda yang menyatakan interseksi dari dua buah himpunan adalah ∩. Berikut contoh interseksi dari dua buah himpunan ditunjukkan dengan diagram Venn;
A
B
A∩B Gambar 3.1. Diagram Venn yang menunjukkan Interseksi dari himpunan-himpunan A dan B
2. Variabel dan Indikator Variabel Berikut variabel dan indikator variabel dari pemikiran Muhammad Abdul Mannan dan Monzer Kahf tentang konsep konsumsi Islam yang akan dijadikan anggota dari 2 buah himpunan, yaitu himpunan Mannan dan himpunan Kahf; Himpunan Mannan (M)
48
Sofjan Assauri. Matematika Ekonomi. Ed.2. Cet. 21. Jakarta : Raja Grafindo Persada. 2002. h. 12 – 14.
Indikator Variabel
Variabel 1. Konsumsi individu Proses Konsumsi
2. Konsumsi sosial atas dasar Allah
(P)
3. Investasi
untuk
menyokong
kehidupan masa datang. 1. Keadilan Prinsip Konsumsi Islami (Pr)
2. Kebersihan 3. Kesederhanaan 4. Kemurahan Hati 5. Moralitas Necessities, Comforts dan Luxuries Tidak
semua
konsumsi
barang
mewah itu sia-sia. Kebutuhan dan Urutan Prioritas (KU)
Dengan adanya larangan terhadap produksi mewah
dan
konsumsi
barang
tanpa
disertai
rencana
pembagian kekayaan dan pendapatan tidak
akan
memecahkan
permasalahan ekonomi. Umat muslim tidak boleh memperturutkan hatinya untuk mengkonsumsi hal yang terlarang demi kedisiplinan
Hakikat Perilaku Konsumen (Hp)
sosial, persatuan Islam dan nilai spritulitas. Dengan mengurangi pemborosan yang tidak perlu, Islam menekankan perilaku mengutamakan kepentingan orang lain.
Tabel 3.1. Himpunan Mannan
Himpunan Kahf (K)
Indikator Variabel
Variabel Rasionalisme Perilaku Konsumen (Rp)
1. Konsep Keberhasilan 2. Skala waktu Perilaku Konsumen 3. Konsep Harta dalam Islam Kegiatan konsumsi : 1. Alokasi
kebajikan
(untuk
mendekatkan diri pada Allah) 2. Tabungan 3. Konsumsi Keseimbangan Konsumsi (Kk)
Tingkat falâh seorang konsumen muslim yang dipicu dari penggunaan harta (konsumsi) dipengaruhi oleh nilai keagamaan, kebudayaan, psikologis, legalitas, politik dan lain sebagainya. Barang konsumsi adalah komoditas konsumsi yang berguna dan baik yang
Konsep Islam tentang Barang (Kb)
manfaatnya
menimbulkan
menimbulkan
perbaikan
secara
material, moral maupun spritual pada konsumennya. Komoditas
yang
dilarang
(untuk
dikonsumsi) tidak dianggap sebagai barang dalam Islam.
Konsumsi dan pemuasan (kebutuhan) tidak dikutuk dalam Islam selama keduanya tidak melibatkan hal-hal Etika Konsumsi Islam (Ek)
yang tidak baik atau merusak Etika Konsumsi : 1. Tidak Kikir / Bakhil / Pelit 2. Tidak Isrâf tabzîr
(pemborosan) atau
(menghambur-hamburkan
harta tanpa guna) Tabel 3.2. Himpunan Kahf
Pada 2 tabel di atas penulis memaparkan secara singkat seluruh variabel konsep konsumsi Islam dari kedua cendikiawan muslim tersebut. Masingmasing dari variable tersebut di atas diberi kode sesuai dengan klasifikasi huruf. Misalnya, variabel Proses Konsumsi dari Mannan ditulis dengan kode (P), sedangkan variabel Rasionalisme Perilaku Konsumen dari Kahf ditulis dengan huruf (Rp). Pemberian kode pada masing-masing variabel bertujuan untuk menyederhanakan kata-kata, sehingga bilamana variabel-variabel ditulis dalam rumus matematika menjadi tidak membingungkan. Bilamana pada saat melakukan analisa himpunan penulis mendapatkan beberapa variabel yang berbeda, maka penulis akan mencoba untuk mengembangkan konsep dari variabel-variabel yang berbeda tersebut.
E. Dampak Zakat dan Sedekah Terhadap Average Propensity to Concume (APC) dan Average Propensity to Saving (APS) 1. Kerangka Teori Average Propensity to Consume (APC) dan Average Propensity to Save (APS) merupakan besaran ekonomi yang menunjukkan hasrat rata-rata konsumsi dan menabung rumah tangga. APC dan APS merupakan dua buah konsep dari fungsi konsumsi dan tabungan. Berikut formulasi penentuan dari APC dan APS49; APC = C/Y
↔
APS = S/Y (APS = 1 - APC)
Y = Pendapatan ; C = Konsumsi ;
S = Tabungan
Selain APC dan APS ada lagi konsep lain dari fungsi konsumsi dan tabungan yaitu Marginal Propensity to Consume (APC) dan Marginal Propensity to Save (APS). Keduanya merupakan suatu parameter yang menunjukkan besarnya perubahan konsumsi dan tabungan bilamana terjadi kenaikan pendapatan. MPC dan MPS pada dasarnya merupakan turunan pertama dari APC dan APS. Untuk mempermudah pemahaman, dalam konteks studi empiris pada bab 4, penulis tidak membedakan makna dari APC,APS, MPC dan MPS sebab ke – empat konsep tersebut bermuara pada
49
Eko Suparyitno, Ekonomi Islam: Pendekatan Ekonomi Makro Islam dan Konvensional (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2005), h. 62-63 dan 110
parameter dalam menentukan hasrat rata-rata konsumsi dan menabung rumah tangga. Zakat merupakan kewajiban (finansial) bagi seorang muslim mampu (kaya) dan diserahkan kepada orang-orang fakir, tentunya kadar yang harus dikeluarkan sudah jelas.50 Zakat hanya diambil dari pendapatan bersih.51 Pengambilan zakat dari pendapatan bersih dimaksudkan supaya hutang bisa dibayar bila ada dan biaya hidup terendah seseorang yang dalam tanggungan bisa dikeluarkan sebab biaya terendah merupakan kebutuhan pokok seseorang, sedangkan zakat diwajibkan atas jumlah senisab yang sudah melebihi kebutuhan pokok. Kewajiban zakat yang dibebankan kepada umat muslim bertujuan untuk membersihkan dan mensucikan mereka dari sifat kekikiran dan kecintaan berlebihan terhadap harta. Perlu diingat, bahwa dalam harta setiap muslim masih terdapat hak orang lain di dalamnya. Sedekah merupakan pemberian (finansial) yang dikeluarkan seseorang menurut kemampuannya dengan maksud untuk mendekatkan diri kepada Allah. Monzer Kahf menyatakan bahwa dalam hal pembelanjaan sedekah, untuk meningkatkan kondisi kehidupan masyarakat dan menyebarluaskan ajaran-ajaran Islam, konsep berlebih-lebihan tersebut tidak berlaku. Tidak ada pembatasan jumlah dalam belanja jenis ini (sedekah) dan setiap 50
Misalnya, zakat maal wajib dikeluarkan pedagang 2,5% dari hasil kotor pedagang pada masa panen ( baca : penghitungan laba akhir bulan ). 51
Yusuf Qardhawi, Hukum Zakat. Terj. Salman Harun, Didin Hafidudin dan Hasanuddin (Jakarta : Litera Antar Nusa dan Mizan, 1996), h. 482-482
pembelanjaan untuk keperluan tersebut akan mendapatkan imbalan (pahala/kebaikan) dari Allah.52 2. Variabel dan Indikator Variabel Berikut variabel dan indikator variabel yang penulis gunakan dalam bahasan mengenai ‘Dampak Zakat dan Sedekah Terhadap APC dan APS’; Indikator Variabel
Variabel Pendapatan (bulanan) (Y)
1. Pendapatan Pokok 2. Pendapatan Tambahan 1. Konsumsi Barang Cepat Habis 2. Konsumsi Barang Tahan Lama
Konsumsi (bulanan) 3. Dana Pendidikan (C) 4. Zakat (atas penghasilan bulanan) 5. Sedekah 1. Alokasi Kesehatan Tabungan 2. Alokasi Rekreasi (S) 3. Lain-lain; kebutuhan mendatang Tabel 3.3. Variabel dan Indikator Variabel dari fungsi Konsumsi Islam
F. Analisis Korelasi Latar Belakang Keagamaan terhadap Perilaku Mengkonsumsi Komoditas Halal dan Tayyib 52
Monzer Kahf, Ekonomi Islam : Telaah Analitik terhadap Fungsi dan Sistem Ekonomi Islam. Terj. Machnul Husein (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1997) h. 24
1. Besaran Sampel Kelurahan Pamulang Barat merupakan daerah yang termasuk dalam wilayah Kecamatan Pamulang, Banten. Luas wilayah Kelurahan Pamulang Barat adalah + 461 ha dengan jumlah populasi penduduk + 42.020 jiwa. Jumlah rukun warga di Kelurahan Pamulang Barat + 23 RW dengan jumlah KK + 346. Kelurahan Pamulang Barat dikelilingi oleh empat kelurahan lainnya yang masih termasuk dalam satu kecamatan Pamulang, yaitu Kelurahan Pondok Benda (Barat), Kelurahan Pamulang Timur (Timur), Kelurahan Bambu Apus (Selatan) dan Kelurahan Serua/Sawangan (utara). Besaran sampel pada studi ini ditentukan dengan menggunakan metode yang dinyatakan oleh Suharsimi Arikunto53; “Sebagai ancar-ancar dalam pengambilan sampel, maka apabila subjek penelitian kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitian merupakan penelitian populasi. Selanjutnya apabila subjeknya besar (> 100) dapat diambil antara 10-15 % atau 20-25 % atau lebih, tergantung setidaktidaknya dari ; a) Kemampuan penelitian dari segi waktu, tenaga dan biaya; b)
Sempit
luasnya
wilayah
pengamatan
dari
setiap
subjek
serta
c) Besar kecilnya risiko yang ditanggung peneliti” Atas dasar pendapat ini, maka besaran sampel yang penulis gunakan adalah 47 sampel yang berasal dari 236 KK (muslim) yang ada di RW 15.
53
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian ; Suatu Pendekatan (Jakarta : PT Rieneke Cipta, 1998), h. 112
Informasi mengenai jumlah KK yang beragama Islam diperoleh melalui keterangan bapak Ali selaku pihak keamanan kelurahan yang bertugas di RW 015. 2. Metode Pengambilan Sampel Responden yang menjadi sampel penelitian dipilih dengan menggunakan metode adalah Purposive Sample, yaitu pengambilan sampel ditentukan berdasarkan pada pertimbangan karakteristik dan kriteria tertentu dari objek penelitian dalam hal ini kemudahan untuk memperoleh informasi. Oleh sebab itu, diperoleh beberapa responden untuk dengan perincian sebagai berikut; responden pada RT 01/015 sebanyak + 7 KK, responden RT 02/015 sebanyak + 12 KK dan responden RT 03/015 sebanyak + 28 KK, dengan total sebanyak 47 responden. Kriteria responden yang berhak mengisi kuisioner adalah warga yang telah berpenghasilan tetap (kerja), baik pria maupun wanita.
3. Kerangka Teori Bahasan mengenai korelasi latar belakang keagamaan terhadap perilaku mengkonsumsi komoditas halal dan tayyib dimunculkan dari pemikiran Monzer kahf mengenai skala waktu perilaku konsumen. Kahf menyatakan bahwa; “Islam associates belief in the Day of judgment and the afterlife inextricably with belief in God. This Extends the muslim’s horizon of time
beyond death. Life before death and life after death are closely interrelated in a sequential manner.”54 Artinya; “Islam mengaitkan kepercayaan terhadap adanya hari kiamat dan kehidupan akhirat dengan kepercayaan terhadap adanya Allah. Hal ini memperluas cakrawala pengetahuan setiap muslim mengenai waktu setelah kematian. Kehidupan sebelum kematian dan kehidupan sesudah kematian terkait satu sama lain dengan erat sekali dalam urutannya.” Pernyataan ini dapat berimplikasi pada keberadaan pilihan terhadap konsumsi duniawi dan ukhrawi dalam perilaku konsumsi seorang muslim. Keberadaan ini merupakan esensi dari kepercayaan kepada Allah SWT yang ter-implementasi dalam setiap aktifitas kosumsi yang dilakukan seorang konsumen (hamba Allah). Artinya, dalam setiap aktifitas konsumsi yang dilakukan
oleh
konsumen
akan
menimbulkan
dua
efek
terhadap
kehidupannya. Efek pertama adalah duniawi yaitu terpenuhinya kebutuhan hidup mereka yang ter-implementasi melalui pemenuhan lima kebutuhan dasar manusia; keimanan (dîn), kehidupan (nafs), keluarga/keturunan (nasl), pendidikan (aql) dan kekayaan (mâl). Sedang efek kedua adalah ukhrawi yaitu beribadah atau mendekatkan diri kepada Allah SWT. Manifestasi dari efek kedua ini adalah adalah seorang muslim akan selalu merasakan keberadaan Sang Pencipta di setiap aktifitas ekonomi yang dilakukannya tak terkecuali
54
Monzer Kahf. The Demand Side or Consumer Behaviour In Islamic Perspective. Makalah yang diterima dari Pusat Riset dan Data Perkembangan Ekonomi Syariah/PRIDES (Sabtu, Maret 2008), h. 14
dalam aktifitas konsumsi. Misalnya, ketika seorang muslim dihadapkan pilihan membeli makanan karena lapar, maka dengan sendirinya mereka akan mempertimbangkan nilai-nilai (moral) agama yang ada dalam makanan tersebut, sebut saja halal-haram. Berangkat dari pernyataan ini, berikut kerangka teoritik mengenai keagamaan (baca : Agama Islam) dan perilaku mengkonsumsi komoditas Halal dan tayyib. a. Agama Islam Kata al-Dîn yang biasa disandarkan kepada kata agama dalam bahasa Indonesia, menurut Quraish Shihab, dalam bahasa Arab terdiri dari huruf dal, ya dan nun. Dari huruf-huruf tersebut bisa dibaca dengan dain yang berarti hutang dan dengan din yang berarti agama, menguasai, menundukkan, patuh, kebiasaan dan hari kiamat.55 Agama memang membawa peraturan-peraturan yang merupakan hukum yang harus dipatuhi orang. Agama selanjutnya menguasai diri seseorang dengan membuat ia tunduk dan patuh kepada Tuhan dengan menjalankan ajaranajaran agama. Agama membawa kewajiban-kewajiban yagn kalau tidak dijalankan maka akan menjadi hutang baginya. Barang siapa yang patuh menjalankan kewajiban maka akan mendapat balasan baik dari tuhan.
55
Achmad Gholib, STUDI ISLAM : Pengantar Memahami agama, al-Qur’an, al-Hadits dan Sejarah Peradaban Islam (Jakarta : Faza Media, 2006) h. 4-5
Islam adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Allah SWT kepada masyarakat melalui Nabi Muhammad SAWyang berisi ajaranajaran yang bukan hanya mengenal segi, tapi mengenai berbagai aspek kehidupan manusia. Ajaran-ajran tersebut dapat berupa kepercayaan pada sesuatu yang ghaib, kewajiban menjalankan ibadah (sholat, zakat, menuntut ilmu, dll). Sumber utama ajaran Islam adalah Qur’an dan Hadits Nabi Muhammad SAW. Sedang karakteristik dari ajaran Islam adalah agama yang diyakini umat manusia bisa berperan sebagai penetu rasa aman, dapat memecahkan segala problema hidup dan mampu menstimulus manusia agar senantiasa taat terhadap segala sesuatu yang dititahkan Allah SWT.56 b. Perilaku Konsumsi Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, istilah ‘perilaku’ diartikan sebagai tanggapan, reaksi individu terhadap rangsangan lingkungan. Tanggapan merupakan sikap positif-negatif, setuju-tidak setuju yang ada dalam setiap diri seseorang. Sedang reaksi merupakan tindakan yang diambil dalam merespon sebuah tanggapan. Muhammad Abdul Mannan mendefenisiskan ‘konsumsi’ sebagai “Permintaan, yaitu permintaan akan hasil produksi.”57 Menurutnya, konsumsi tidak hanya sebatas mengkonsumsi barang secara fisik tangible 56
Gholib, STUDI ISLAM : Pengantar …, h. 4-5 Muhammad Abdul Mannan. Islamic Economics; Theory and Practice Foundation of Islamic Economics, (England : Hodder and Stoughton Ltd, 1986) h. 44 57
goods melainkan juga berlaku pada barang yang tidak berwujud intangible goods. Perilaku konsumsi (consumption behavior) berbeda dengan perilaku memakan dan minum (eating behavior). Perilaku konsumsi lebih mengarah kepada pengalokasian pendapatan untuk kegiatan konsumsi itu sendiri, zakat, sedekah, tabungan
dan investasi. Sedangkan, perilaku
makan dan minum (eating behavior) merupakan kegiatan dalam mengkonsumsi makanan dan minuman , termasuk jasa. Perilaku ini merupakan bagaian dari perilaku konsumsi, yaitu pada aspek kegiatan konsumsi. Dalam konteks penelitian ini, makna perilaku mengkonsumsi komoditas halal dan tayyib diarahkan kepada makna kedua dari perilaku konsumsi yaitu perilaku makan dan minum (eating behavior), termasuk penggunaan jasa.
c. Halal dan Tayyib Halal dan tayyib bukanlah dua kata yang bersinonim. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia dan Kamus Arab Kontemporer karya Atabik Ali, dkk, halal diartikan sebagai sesuatu yang diizinkan, tidak dilarang Syara’ dan sah. Sedangkan tayyib diartikan sebagai sesuatu yang patut, tidak ada
cela, layak, rapi, sesuatu yang lezat dan enak dimakan.58 Benda yang dikatakan halal dapat saja dikatakan tidak tayyib. Dalam hal makanan dan minuman, makna halal tidak hanya terkait dengan zat dari benda tersebut melainkan juga berkaitan dengan proses dari pembuatan makanan dan minuman tersebut.59 4. Variabel dan Korelasinya Variabel Latar Belakang Keagamaan {X} Verifikasi Varibel
Indikator 1. Rukun Islam dan Rukun Iman
Pemahaman Keagamaan
2. Aturan Halal / Haram 3. Zakat dalam Islam 4. Tafsir Qur’an dan Hadits 1. Sholat Fardu dan Sunnah 2. Wirid Sesudah Sholat
Pelaksanaan Ibadah
3. Membaca Qur’an Setiap Hari 4.
Puasa Sunnah
5. Mengikuti Pengajian/Majlis 6. Ceramah/Majlis Dzikir
58
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta : Balai Pustaka, 1988 ) h. 383 dan 1151 dan Atabik Ali dan Zuddi, Ahmad, Kamus Kontemporer Arab Indonesia (Yogyakarta : Multi Karya Grafika, 1998) h. 789 dan 1245 59
Yusuf Qardhawi, Halal dan Haram Dalam Islam, Terj. Abu Hana Zulkarnaen dan Abdurrahim Mu’thi (Jakarta : Media Eka Sarana, 2004), h. 71-74
1. Dekat dengan Allah SWT Pengalaman Spritual
2. Dicintai oleh Allah SWT 3. Doa didengar Allah SWT 4. Tenang saat Pelaksanaan Ibadah
Tabel 3.4. Variabel Latar Belakang Keagamaan
Perilaku Konsumsi Komoditas H/T {Y} Verifikasi Varibel
Indikator 1. Selain Halal, produk yang boleh dikonsumsi/dimakan
adalah
produk yang betul-betul tidak Sikap Terhadap H/T
merusak selera dan kesehatan. 2. Selain Halal, jasa yang boleh dikonsumsi/digunakan adalah jasa yang betul-betul tidak merusak kesehatan dan moral. 1. Memastikan setiap
aspek
kebersihan
mengkonsumsi
produk/barang Praktek/Kebiasaan Mengkonsumsi Komoditas H/T
2. Hanya akan membeli komoditas yang benar-benar halal 3. Hanya akan membeli komoditas yang benar-benar tidak merusak kesehatan
Tabel 3.5. Variabel Perilaku Konsumsi Komoditas H/T{Y}
Korelasi Variabel ; X Latar Belakang Keagamaan Responden
Y Perilaku Mengkonsumsi Komoditas Halal&Tayyib
4. Hipotesa Berangkat dari gambaran variabel karelasi di atas, maka penulis membuat dua buah hipotesa dalam studi korelasi ini, yaitu;
a. H : p = 0 ; Tidak ada korelasi antara latar belakang keagamaan masyarakat dan perilaku mengkonsumsi komoditas halal dan tayyib b. H : p ≠ 0 ; Ada korelasi antara latar belakang keagamaan masyarakat dan perilaku mengkonsumsi komoditas halal dan tayyib
5. Sumber Data Data mengenai studi empiris ini diperoleh dari penyebaran kuisioner (data primer).Daerah yang menjadi sampel penelitian adalah RW 015 dengan jumlah KK muslim + 236. Data yang diperoleh dari hasil kuisioner diolah menggunakan SPSS versi 11.0 dan Microsoft Excel. Kuisioner-kuisioner yang disebarkan kepada responden masing-masing telah diberi kode-kode tertentu yang bertujuan untuk memudahkan pelacakan bilamana terjadi human error baik dari responden, petugas angket maupun penulis. Pemberian kode didasari dari inisial nama yang bertugas menyebar kuisioner. Sebagai contoh, kuisioner yang disebar oleh Irham diberi kode Ir 1,
Ir 2, … dan seterusnya, sedang kuisioner yang disebar oleh Eko (teman penulis) diberi kode Ek 1, Ek 2,… dan seterusnya.
6. Uji Reliabilitas Data Uji reliabilitas pada studi empiris ini adalah dengan menggunakan nilai Cronbach Alpha pada SPSS versi 11.0. Dari hasil Uji reliabilitas diperoleh 0,8784. Nilai ini menunjukkan bahwa indikator-indikator yang penulis tanyakan kepada responden sangat layak (sangat bagus) untuk diteruskan pada tahap uji hipotesa.
7. Uji Normalitas Data Uji normalitas data pada studi empiris ini adalah dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnof dan Shapiro-Wilk pada SPSS versi 11.0. Dari hasil Uji normalitas data diperoleh angka signifikansi yang lebih kecil dari nilai alpha yang digunakan penulis pada studi empiris ini, yaitu 5% (0,05). Artinya, data yang ada pada penulis adalah data yang terdistribusi tidak normal. 8. Uji Hipotesa Uji hipotesa data pada studi empiris ini adalah dengan menggunakan uji korelasi statistik non-parametrik Rank Spearman. Uji ini digunakan sebab
data penulis adalah data yang berdistribusi tidak normal. Berikut rumusan matematisnya; rs dimana;
=
1 - {6 ∑di2 / n(n2-1)}
= di = beda (selisih) setiap pasang rank n = jumlah pasang rank rs = rangking spearman
BAB IV ANALISIS KOMPARATIF PEMIKIRAN MUHAMMAD ABDUL MANNAN DAN MONZER KAHF DALAM KONSEP KONSUMSI ISLAM
G. Perbandingan Konsep Konsumsi Islam Muhammad Abdul Mannan dan Monzer Kahf; Berikut rumus matematis union perbandingan dua buah konsep konsumsi Islami dari Mannan dan Kahf; Mannan = { P, Pr, KU dan Hp }……………………………. 1 Kahf = {Rp, Kk, Kb dan Ek}……………………………….. 2 1. berarti himpunan dari konsep konsumsi Islam milik Mannan adalah variabel P,Pr, KU dan Hp 2. berarti himpunan dari konsep konsumsi Islam milik Kahf adalah variabel Rp, Kk, Kb dan Ek
Mannan
Kahf
Hp dan KU
P, Kk, Pr
Rp
Ek dan Kb
Mannan ∩ Kahf Gambar 4.1. Diagram Venn yang menunjukkan Interseksi dari himpunan-himpunan Mannan dan Kahf
Berangkat gambar diagram Venn di atas, penulis menyimpulkan bahwa variabel yang sama atau satu unsur intersection dari himpunan konsep konsumsi dari Mannan dan Kahf adalah (P, Kk, Pr, Ek dan Kb). Sedangkan variabel (Hp, KU dan Rp) dari himpunan konsep konsumsi Mannan dan Kahf tidak satu unsur atau masing-masing dari variabel berdiri sendiri mutual exclusive. Berikut rumusan matematis dari gambar di atas yang dibuat secara rinci; Mannan ∩ Kahf = { P, Kk, Pr, Ek dan Kb }……… 1 di mana; Mannan ∩ Kahf = { P dan Kk}………………………….1a Mannan ∩ Kahf = { Pr, Ek dan Kb }……………………1b Mannan U Kahf = { Hp, KU dan Rp}…………………. 2 1. Analisis pertama ; berarti variabel { P, Kk, Pr, Ek dan Kb } milik Mannan dan Kahf digolongkan ke dalam variabel – variabel yang interseksi (sama, satu unsur atau sejenis ), dimana ;
a. (1a) berarti variabel Proses Konsumsi milik Mannan dan Keseimbangan Konsumsi milik Kahf adalah sama. Eksplorasi pemikiran kedua tokoh pada konteks ini secara tidak langsung bermuara pada penjelasan mengenai penggolongan dari kegiatan konsumsi dalam Islam yang harus dilakukan secara seimbang. Dalam konteks proses konsumsi ini, eksplorasi Kahf dalam menjabarkan konsepnya sedikit lebih luas daripada Mannan. Hal ini dapat diketahui dari pembahasan konsep falâh dalam kegiatan konsumsi oleh Kahf dipengaruhi oleh nilai keagamaan, kebudayaan, psikologis, legalitas, politik dan lain sebagainya. Pendekatan ‘modelling’ (matematika) menjadi alat dalam analisa proses konsumsi dari Mannan dan Kahf. b. (1b) berarti variabel Prinsip Konsumsi Islam milik Mannan dan Konsep Barang dalam Islam serta Etika Konsumsi Islam milik Kahf adalah sama. Eksplorasi pemikiran kedua tokoh pada konteks ini secara tidak langsung bermuara pada penjelasan mengenai norma, prinsip dan hukum secara umum yang terkait dengan kegiatan konsumsi dalam Islam. Dalam konteks ini, eksplorasi kedua tokoh dalam menjabarkan konsepnya masing-masing dapat dikatakan sama-sama mendalam. yang sedikit berbeda adalah bahwa Kahf menggunakan 2 variabel dalam menjelaskan norma, prinsip dan hukum secara umum yang terkait dengan kegiatan konsumsi dalam Islam sedangkan Mannan hanya 1 yaitu Prinsip Konsumsi Islami.
2. Analsis Kedua ; berarti variabel Hakikat Perilaku Konsumen dan Kebutuhan serta Urutan Prioritas milik Mannan dan Rasionalisme (perilaku konsumen) Islam milik Kahf digolongkan ke dalam variabel – variabel yang berdiri sendiri dan tidak memiliki kesamaan mutual exclusive dari isi dan pokok bahasan. Misalnya, pembahasan Hakikat Perilaku Konsumsi, Mannan berusaha
menjelaskan
mengutamakan
pentingnya
kepentingan
orang
mengurangi lain.
pemborosan
Sedangkan
dalam
dengan konsep
Rasionalisme (perilaku Konsumen) Islam, Kahf mencoba mengaitkan aspek rasional manusia dengan konsep keberhasilan dan kepercayaan akan hari akhirat. Pernyataan ini dapat dipahami secara komprehensif dari pemikiran kedua tokoh pada masing-masing variabel yang disebutkan sebagaimana terdapat pada bab dua dan tiga. 3. Analisis Ketiga; terdapat 2 faktor yang menyebabkan adanya perbedaan dan persamaan dari pemikiran Muhammad Abdul Mannan dan Monzer Kahf tentang ekonomi Islam khususnya dalam kajian tentang konsep konsumsi. a. Latar Belakang Pendidikan Sebagaimana diketahui bahwa latar belakang pendidikan Mannan adalah master di bidang ekonomi menerima gelar master di bidang ekonomi dari 2 universitas, yaitu di universitas Rajshahi pada tahun 1960 dan Michigan State University, Amerika Serikat pada tahun 1973 serta doktor di bidang keuangan di Michigan State University, Amerika Serikat. Sedangkan Kahf
meraih gelar Ph.D untuk ilmu ekonomi spesialisasi
ekonomi International dari University of Utah, Salt Lake City, USA pada tahun 1975. Kedua tokoh ini, sama-sama merupakan ekonom lulusan Barat. Artinya, mereka mempelajari ekonomi Islam dengan menggunakan pendekatan rasional (Barat) tentunya dengan memperhatikan petunjuk dari Nash Islam. Dalam konteks ini, faktor latar belakang pendidikan mereka yang merupakan lulusan Barat menjadi faktor penyebab terjadinya persamaan. Mannan dan Kahf sama-sama menggunakan pendekatan modeling (matematika/fungsi) dalam menjelaskan proses konsumsi. Kedua tokoh ini, mencoba merasionalkan prinsip-prinsip umum dalam konsumsi Islam yang kemudian diturunkan ke dalam suatu fungsi matematika. Faktor latar belakang pendidikan dari kedua tokoh ini juga mengakibatkan mereka menerima dan menggunakan metodologi deduksi dan induksi (retrospektif) dalam mengkaji ekonomi Islam, khususnya aspek konsumsi, sehingga menghasilkan sebuah kesimpulan bahwa metode deduksi dapat digunakan untuk menggali prinsip-prinsip umum Nash tentang aktifitas ekonomi yang dilakukan manusia. Sedangkan metode induksi, atau yang disebut Kahf sebagai metode retrospektif dapat digunakan untuk untuk memperoleh penyelesaian dari problematika ekonomik yang menunjuk pada keputusan historik yang sah (Nash). Pernyataan ini dapat dilihat pada buku milik mereka, yaitu berjudul The Making of Islamic Economic Society : Islamic Dimensions in
Economic Analysis milik Mannan yang diterbitkan pertama kali pada tahun 1984 di Kairo dan The Islamic Economy: Analytical Study of the Functioning of the Islamic Economic System milik Kahf yang diterbitkan pertama kali pada tahun 1978. Pada saat kedua buku tersebut di atas diterbitkan mereka sama-sama telah menyelesaikan pendidikan mereka dari universitas Barat.
b. Latar Belakang Kondisi Sosial dan Politik Faktor sosial politik memang memiliki pengaruh yang cukup besar dalam corak pemikiran seseorang. Faktor ini juga mempengaruhi pemikiran Mannan dan Kahf dalam mengkaji ekonomi Islam, khususnya pada aspek konsumsi. Mannan merupakan seorang pria yang dilahirkan di Bangladesh pada tahun 1918. Ketika Mannan meraih gelar master pertama di bidang ekonomi dari universitas Rajshahi pada tahun 1960 memang diiringi dengan fenomena ketimpangan distribusi pendapatan yang terjadi di negaranya (Bangladesh)60
2
Pada tanggal 6 desember 1971 hubungan India Pakistan pecah akibat India mengakui kemerdekaan Bangladesh. Bangladesh pisah dari Pakistan (bag. Timur) karena kesenjangan ekonomi lima tahun sebelumnya. Sumber metro world news edisi 6 desember 2007.
Kahf lebih beruntung dari Mannan, ia hidup pada kondisi sosial dan politik yang stabil di negaranya waktu itu (tahun 1940 sampai 1970). Terlebih lagi diketahui bahwa Kahf berganti kewarganegaraan menjadi warga negara Amerika Serikat pada saat melanjutkan studi masternya di sana. Dalam konteks ini, faktor latar belakang sosial politik mereka menjadi faktor penyebab terjadinya perbedaan pemikiran. Dalam meng-eksplorasi kajian mengenai konsumsi Islam, Mannan sangat menekankan pada pemikiran redistribusi pendapatan dalam perilaku konsumsi seseorang melalui pola hidup wajar moderation dan pemberlakukan zakat atas harta berlebih dan sedekah. Ia sangat konsisten dalam menekankan pola redistribusi pendapatan di setiap pemikiran ekonominya. Hal ini dapat dilihat dari dalam 3 buah buku yang ia tulis ( Islamic Economics..., The Making..., dan Economic Development...) Sedangkan pemikiran Kahf yang sangat berbeda dari Mannan adalah penggunaan Rasionalisme Islam dalam aktifitas konsumsi terutama pada perilaku konsumsi seorang muslim. Ia menekankan bahwa meraih keberhasilan ekonomi (seperti di Barat ) bukan merupakan sebuah kejahatan dalam Islam selama hal tersebut dilakukan dalam batas-batas yang wajar sesuai syariah Islam.
H. Prinsip Halal dan Tayyib dalam Proses Konsumsi
Proses konsumsi dijelaskan oleh Mannan meliputi dua hal yang sangat umum yaitu pendapatan dan penggunaan (konsumsi).61 Pendapatan merupakan fungsi dari konsumsi ( C = f{Y…}). Artinya, dalam konsteks ini, seseorang tidak mungkin melakukan konsumsi bilamana tidak memiliki pendapatan. Dalam Islam seluruh tindakan manusia merupakan sebuah satu kesatuan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT. Sebagaimana Allah menyatakan bahwa “Manusia dan Jin diciptakan hanya untuk beribadah kepadanya”, (QS. adz-Dzâriât/55 : 56 ). Ibadah sholat yang dilaksanakan oleh umat muslim harus didahului oleh syariat berwudlu. Wudu merupakan media pembersih bagi muslim yang akan melaksanakan
shalat.
Kesempurnaan
wudlu
akan
berimplikasi
pada
kesempurnaan shalat. Bilamana seorang muslim tidak bersih (tidak wudu ) pada pelaksanaan sholat maka shalatnya dapat dikatakan tidak sempurna. Demikian pula dengan kegiatan konsumsi, bilamana seseorang melakukan konsumsi dengan menggunakan pendapatan haram dan tidak bersih, maka kegiatan konsumsinya pun juga ikut menjadi benda haram dan tidak berkah. Walaupun ia mengkonsumsi kebutuhan yang halal dan tayyib. Begitu pula bila seseorang memiliki pendapatan yang halal dan tayyib, bilamana ia mengkonsumsi kebutuhan yang haram dan tidak tayyib maka tetap saja kegiatan konsumsinya menjadi haram dan tidak berkah. 61
Muhammad Abdul Mannan, Economic Development and Social Peace in Islam (Bangladesh : Bangladesh Social Peace Foundation, 1989) h. 34
Prinsip halal dan tayyib dalam proses konsumsi (pendapatan dan penggunaan) tidak dapat dipisahkan-pisahkan. prinsip ini bersifat komprehensif. Kata halal dan tayyib dalam ayat 168 pada surat al-Baqarah bermakna ganda. Artinya, halal dan tayyib tidak hanya berlaku pada konsumsi saja melainkan cara-cara untuk mendapatkan penghasilan pun juga harus halal dan tayyib. Berikut pernyataan Mannan;
“this condition carries the double significance of earning lawfully and not having been prohibited by law” Artinya; “syarat ini ( dalam surat al-Baqarah : 168) bermakna ganda penting mengenai mencari rezeki halal dan tidak melanggar hukum” Halal dan tayyib bukanlah dua kata yang bersinonim. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia halal diartikan sebagai sesuatu yang diizinkan, tidak dilarang Syara’ dan sah. Sedangkan tayyib diartikan sebagai sesuatu yang patut, tidak ada cela, layak, rapi, sesuatu yang lezat dan enak dimakan. Benda yang dikatakan halal dapat saja dikatakan tidak tayyib. Berikut penjabaran kedua prinsip ini dalam proses konsumsi; 1. Pendapatan Halal dan Tayyib Prinsip halal dan tayyib dalam konteks ini adalah segala bentuk pendapatan atau kekayaan yang akan dipergunakan untuk konsumsi.
Pendapatan halal berarti pendapatan yang dihasilkan dari proses yang tidak bertentangan dengan syariat dan hukum. Pendapatan halal bisa diperoleh melalui bekerja. Pengajar, pedagang, buruh, pencuci piring dan lain sebagainya, merupakan jenis dari pekerjaan yang dapat menghasilkan pendapatan. Dalam Islam seorang muslim harus memperoleh pendapatan yang halal untuk berkonsumsi. Tidak semua jenis pekerjaan dapat menghasilkan pendapatan yang halal. Mencuri, merampok, mencopet, menipu dan lain sebagainya tidak bisa menghasilkan pendapatan yang halal. Pendapatan yang halal hanya dapat diperoleh melalui pekerjaan yang tidak bertentangan dengan Syara’. Allah SWT berfirman : ... Artinya; “Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil ...” {QS. al-Baqarah/ 2 : 188 }. Ada dua persyaratan yang harus dipenuhi untuk mengatakan bahwa pendapatan yang akan kita konsumsi dapat disebut tayyib. Yaitu dengan meng-alokasikan sebagaian pendapatan tersebut untuk pelunasan hutang dan pembayaran zakat (bila mencapai nisab/haul). Utang merupakan kewajiban yang harus dibayar. Bilamana seorang muslim memiliki utang, maka pendapatan yang telah diterimanya dari hasil bekerja harus dialokasikan sebagian untuk pelunasan utang. Rasulullah Saw mengatakan bahwa
menunda-nunda pembayaran utang bagi orang yang telah mampu adalah kezaliman. {ﻞ …}ﻩيلع قفتم ﻩاور ُﻄ ْ ﻰ َﻣ ﻇ ْﻠ ٌﻢ ا ْﻟ َﻐ ِﻨ ﱢ ُ Artinya; Abu Hurairoh r.a, Rasulullah SAW bersabda: “Penundaan utang dari orang yang kaya (mampu secara finansial) adalah kezaliman…” {HR. Muttafaqun ‘Alaih} Dalam buku al-Jâmiu´ al-Saghîr fi Ahâditsi al-Basyîri al-Nazîr karya Jalaludin as-Suyûti, hadits ini dikategorikan sebagai hadits yang sahîh.62 Zakat merupakan kewajiban (finansial) bagi seorang muslim mampu (kaya). Zakat hanya diambil dari pendapatan bersih.63 Pengambilan zakat dari pendapatan bersih dimaksudkan supaya hutang bisa dibayar bila ada dan biaya hidup terendah seseorang yang dalam tanggungan bisa dikeluarkan sebab biaya terendah merupakan kebutuhan pokok seseorang, sedangkan zakat diwajibkan atas jumlah senisab yang sudah melebihi kebutuhan pokok. Kewajiban zakat yang dibebankan kepada umat muslim bertujuan untuk membersihkan dan mensucikan mereka dari sifat kekikiran dan kecintaan berlebihan terhadap harta. Perlu diingat, bahwa dalam harta setiap muslim masih terdapat hak orang lain di dalamnya. Bertolak dari pemahaman ini,
62
Jalâluddin ibn Abu Bakr al- Suyûti, al-Jâmiu´ al-Saghîr fi Ahâditsi al-Basyîri al-Nazîr. (Beirut : Darul Kitab Ilmiyyati, 2003), h. 500 63
Yusuf Qardhawi, Hukum Zakat. Terj. Salman Harun, Didin Hafidudin dan Hasanuddin (Jakarta : Litera Antar Nusa dan Mizan, 1996), h. 482-482
dikatakan bahwa, pendapatan yang belum dikurangi zakat merupakan pendapatan yang belum bersih.
....
Artinya ; “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka …”
{ QS. at-Taubah / 9: 103 }
2. Konsumsi Halal dan Tayyib Prinsip halal dan tayyib dalam konteks ini adalah segala bentuk kebutuhan konsumsi baik yang benda berwujud maupun tidak berwujud. Kebutuhan konsumsi yang halal berarti segala sesuatu yang tidak dilarang oleh syariat islam, misalnya mengkonsumsi darah, daging babi, daging bangkai (yang mati sendiri), daging hewan hasil sembelihan tanpa menyebut nama Allah, perjudian, dan lain sebagainya {QS. al-An´âm / 6: 145}. Kebutuhan konsumsi tayyib dapat diartikan benda yang secara fisik terlihat kebaikannya dari aspek kesehatan, tidak kotor dan berbau busuk, serta kebutuhan yang tidak berwujud, namun dapat dirasakan manfaatnya, yang tidak layak seperti liburan dengan melakukan hal-hal yang melanggar norma kesopanan dan kesusilaan. Hal yang harus diingat adalah barang-barang (kebutuhan) yang haram, buruk, najis, tidak bernilai tidak dapat dianggap
sebagai objek yang bernilai konsumsi dan tidak boleh dimanfaatkan dalam Islam.64 Dalam Qur’an kata halal dan tayyib selalu disandingkan pada setiap penyebutan ayat mengenai konsumsi. Seperti firman Allah SWT;
☺
⌧
Artinya : ‘Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.’ {QS. al-Baqarah / 2:168} Pada dasarnya kewajiban tersebut muncul untuk menyelamatkan seorang muslim dari kemungkinan-kemungkinan buruk yang ditimbulkan dari kebutuhan konsumsi yang haram. Misalnya, binatang Babi, ia merupakan binatang yang telah diharamkan dagingnya oleh Allah SWT untuk dikonsumsi. Sebab, pada daging babi dikabarkan mengandung cacing pita ( Tainia ) jenis Solium bertaring yang dapat merusak dinding usus pada manusia dan juga bakteri yang tidak akan mati walaupun telah dipanaskan 100 0C. Namun demikian, terdapat suatu sebab pengharaman yang tidak dapat
64
Monzer Kahf, Ekonomi Islam : Telaah Analitik terhadap Fungsi dan Sistem Ekonomi Islam, Terj. Machnul Husein (Yogyakarta : Pustaka Pelajar. 1997), h. 26
diketahui oleh manusia, hal itu hanya dapat diketahui oleh Allah SWT.65 Artinya, label keharaman suatu benda yang telah ditetapkan dalam Nash, tidak akan dapat dihilangkan walaupun sifat-sifat negatif dari benda tersebut telah dihilangkan. Walaupun cacing pita dan bakteri pada daging babi telah dihilangkan, tetap saja daging babi tersebut haram dagingnya untuk dikonsumsi. Hal ini tentu saja tidak dapat diartikan bahwa islam adalah agama yang banyak larangan. Sebab, bukti kasih sayang Allah pada umat muslim adalah adanya rukhsah (dispensasi/kebolehan) mengkonsumsi barang haram ( babi, khamar,dan lain-lain ) dalam keadaan darurat. Dalam konteks ini, keadaan darurat yang telah disepakati oleh para ulama fiqh adalah keadaan darurat dalam hal makanan, dimana seseorang tersiksa karena lapar dan ia masih belum mendapati apa yang bisa dimakan kecuali makanan-makanan yang diharamkan dalam Islam. Atas dasar itu, ia diperbolehkan memakan makanan yang diharamkan itu sekedarnya untuk menutupi keadaan darurat dan memelihara diri dari kebinasahan.66 Seseorang yang tersesat di hutan dapat diperbolehkan memakan babi pada saat tidak terdapat sesuatu apapun yang dapat dimakan selain babi. Namun, rukhsah ini tentu saja kejadian yang
65
Yusuf Qardhawi, Halal dan Haram Dalam Islam, Terj. Abu Hana Zulkarnaen dan Abdurrahim Mu’thi (Jakarta : Media Eka Sarana, 2004), h. 25 66
Ibid. h.65 lihat juga Afzalurrahman, Economic Doctrines of Islam, Vol.2 (Pakistan : Islamic Publications, 1985), h. 26
bersifat temporal dan dalam kadar-kadar tertentu.67 Artinya, bilamana darurat itu hilang maka hukum memakan barang haram kembali ke asal, yaitu haram. Allah SWT berfirman : ☺ ☺ ☺ ⌧
⌧ ⌧
⌦
Artinya; “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barang siapa terpaksa (memakannya), bukan karena
menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” { QS. al-Baqarah/ 2 : 173 } Muhammad Quraish Shihab (Tafsir al-Misbah, Vol 1) menyatakan bahwa makna terpaksa dalam ayat 173 surat al-Baqarah ini berarti keadaan yang diduga dapat mengakibatkan kematian; sedang frase tidak menginginkan adalah tidak memakannya (makanan haram) padahal ada makanan halal yang dapat dimakan, tidak pula memakannya memenuhi keinginan seleranya. Sedangkan frase tidak melampaui batas adalah tidak memakannya (makanan 67
Ahmad Sudirman Abbas, Qawaid Fiqhiyyah Dalam Perspektif Fiqh (Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya dan Anglo Media Jakarta, 2004), h. 151-152
haram) dalam kadar yang melebihi kebutuhan menutupi rasa lapar dan memelihara jiwa manusia tersebut.68 Eksistensi konsep rukhsah dalam kegiatan konsumsi Islam dapat diartikan bahwa hanya berlaku 2 aksioma pilihan konsumen pada barang haram dalam keadaan darurat, yaitu aksioma completeness dan transitivity. Aksioma lain yaitu continuity dan mutual exclusiveness tidak berlaku.69 sebab ulama fiqh sepakat bahwa bilamana keadaan darurat itu hilang maka hukum mengkonsumsi barang haram akan berubah ke asal hukum, yaitu dari boleh menjadi haram. Artinya, kebolehan yang dimaksud hanya bersifat sementara atau temporal. I. Konfigurasi Pilihan Konsumsi dalam Perspektif Ekonomi Islam Untuk memahami maksud pilihan konsumsi dalam Islam, terlebih dahulu akan dibahas mengenai tingkatan kebutuhan manusia dan skala waktu perilaku konsumen. 1. Tingkatan kebutuhan manusia Mannan mengelompokkan kebutuhan manusia kedalam 3 bagian umum, yaitu keperluan (necessities), kesenangan (comforts) dan kemewahan (luxuries). Pandangan Mannan terhadap kebutuhan manusia ini semisal dengan pandangan Ghazali dan Syatibi yang mengelompokkan fungsi 68
Muhammad Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an. Vol. 1 ( Jakarta : Lentera Hati.2002), h. 384-386 69
Masudul Alam Choudhury, Contribution to Islamic Economic Theory (New York : St. Martin’s Press, 1986), h. 24
kesejahteraan sosial ke dalam tiga tingkatan kebutuhan individu dan sosial, yaitu Darûriyyât, Hajjiât dan Tahsiniyât. Darûriyyât / necessities / keperluan merupakan segala sesuatu yang menjadi kebutuhan dasar yang harus dipenuhi untuk menjaga kelangsungan hidup. Tingkatan pertama ini, mencakup lima kebutuhan esensial manusia yaitu,
keimanan
(dîn),
kehidupan
(nafs),
keluarga/keturunan
(nasl),
pendidikan (aql) dan kekayaan (mâl). Kebutuhan-kebutuhan esensial ini tidak dapat dipisahkan. Bila ada satu jenis yang sengaja diabaikan, akan menimbulkan ketimpangan dalam hidup manusia. Hajjiât / comforts / kesenangan merupakan segala komoditi konsumsi yang digunakan untuk menambah kemanfaatan bagi seseorang. Misalnya, tidur dengan menggunakan kasur, bantal dan selimut. Dalam hal ini, kasur, bantal dan selimut tergolong dalam tingkatan Hajjiât. Tahsiniyât / luxuries / kemewahan merupakan segala komoditi konsumsi yang digunakan untuk menambah keindahan dan kesenangan hidup. Mannan menyatakan bahwa kemewahan tidaklah menambah kemanfaatan (fisiologik) seseorang. Misalnya, tidur dengan menggunakan kasur mewah, selimut dari bahan yang halus dan mahal serta AC (air conditioner) yang membuat ruang tidur menjadi nyaman. 2. Skala waktu perilaku konsumen Kahf menyatakan ;
“Islam associates belief in the Day of judgment and the afterlife inextricably with belief in God. This Extends the muslim’s horizon of time beyond death. Life before death and life after death are closely interrelated in a sequential manner.”70 Artinya; “Islam mengaitkan kepercayaan terhadap adanya hari kiamat dan kehidupan akhirat dengan kepercayaan terhadap adanya Allah. Hal ini memperluas cakrawala pengetahuan setiap muslim mengenai waktu setelah kematian. Kehidupan sebelum kematian dan kehidupan sesudah kematian terkait satu sama lain dengan erat sekali dalam urutannya.” Pernyataan Kahf di atas memiliki dua efek dalam perilaku konsumsi Islam. Petama, akibat dari pemilihan konsumsi itu terdiri dari dua bagian, yaitu efek langsung dalam yaitu efek langsung dalam kehidupan dunia sekarang dan efeknya yang kemudian dalam kehidupan akhirat. Kedua, jumlah manfaat alternatif dari penghasilan seseorang ditingkatkan jumlahnya dengan dimasukkannya semua keuntungan yang akan diperoleh di akhirat yang akan datang. Bertolak dari pandangan ini, dapat disimpulkan bahwa dalam ekonomi Islam terdapat tiga pilihan dari aktifitas konsumsi. Perhatikan skema berikut;
Pilihan
Konsumsi Duniawi
Konsumsi Ukhrawi
Pertama
70
Monzer Kahf. The Demand Side or Consumer Behaviour In Islamic Perspective. Makalah yang diterima dari Pusat Riset dan Data Perkembangan Ekonomi Syariah/PRIDES (Sabtu, Maret 2008), h. 14
Pilihan Kedua
Konsumsi Akan Datang
Konsumsi Saat Ini
Pilihan Ketiga
Darûriyyât
Hajjiât
Tahsiniyât
Gambar. 4.2. Konfigurasi Pilihan Konsumsi dalam Perspektif Ekonomi Islam
Gambar di atas memaparkan tiga pilihan konsumsi yang dihadapi oleh konsumen dalam perspektif ekonomi Islam. Pilihan pertama adalah pilihan terhadap konsumsi duniawi dan ukhrawi. Keberadaan pilihan pertama merupakan esensi dari kepercayaan kepada Allah SWT yang ter-implementasi dalam setiap aktifitas kosumsi yang dilakukan seorang konsumen (hamba Allah). Artinya, dalam setiap aktifitas konsumsi yang dilakukan oleh konsumen akan menimbulkan dua efek terhadap kehidupannya. Efek pertama adalah duniawi yaitu terpenuhinya kebutuhan hidup mereka yang ter-implementasi melalui pemenuhan lima kebutuhan dasar manusia; keimanan (dîn), kehidupan (nafs), keluarga/keturunan (nasl), pendidikan (aql) dan kekayaan (mâl). Sedang efek kedua adalah ukhrawi yaitu beribadah atau mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dalam hal konteks ini, pilihan terhadap zakat dan sedekah termasuk ke dalam bagian konsumsi ukhrawi. Pilihan kedua adalah pilihan terhadap konsumsi saat ini dan masa datang. Konsumsi saat ini berarti segala pilihan konsumsi yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan saat ini (sekarang). Sedangkan, konsumsi masa datang
ditujukan untuk memenuhi kebutuhan di masa mendatang yang telah diprediksi pada saat pemenuhan kebutuhan saat ini. Pilihan konsumsi masa datang, dapat direalisasikan dalam berbagai cara, pertama, melalui alokasi sisa pendapatan untuk konsumsi saat ini dalam bentuk tabungan; kedua, melalui surplus pendapatan yang diperoleh dari hasil investasi dan atau penjualan asset; ketiga, melalui tambahan pendapatan yang diperoleh dari hutang dan pemberian. Sedangkan, pilihan ketiga adalah pilihan terhadap tingkat kebutuhan hidup manusia yang meliputi Darûriyyât, Hajjiât dan Tahsiniyât. Pilihan ketiga didasari dari penetuan terhadap urutan prioritas yang harus dipenuhi oleh setiap manusia sebagai konsumen. Level Darûriyyât merupakan pilihan pertama yang menyangkut segala sesuatu yang menjadi kebutuhan dasar dan harus dipenuhi pertama kali untuk menjaga kelangsungan hidup. Level mencakup lima kebutuhan esensial manusia yaitu, keimanan (dîn), kehidupan (nafs), keluarga/keturunan (nasl), pendidikan (aql) dan kekayaan (mâl). Level Hajjiât dan Tahsiniyât merupakan pilihan kedua dan ketiga yang dapat dipenuhi dengan memperkirakan tingkat efesiensi pendapatan yang dimiliki oleh setiap konsumen. Oleh sebab itu, pemenuhan kebutuhan pada level Hajjiât dan Tahsiniyât akan berbeda pada masing-masing konsumen, bergantung dari tingkat pendapatan yang dimiliki.
Dalam konteks pilihan ke-tiga, rukhsah terhadap konsumsi barang haram dapat menjadi bagian dari pilihan pengganti pada level Darûriyyât dengan syaratsyarat sebagaimana dijelaskan.71
J. Perencanaan Konsumsi dalam Perspektif Ekonomi Islam Berikut sebuah rumusan mengenai perencanaan konsumsi dalam perspektif ekonomi Islam yang di elaborasi dari hasil kesimpulan terhadap pemikiran Muhammad Abdul Mannan dan Monzer Kahf. Rumusan ini berfungsi sebagai pedoman dan kiat-kiat berkonsumsi secara Islam yang dapat mengarahkan preferensi konsumsi masyarakat kepada pola konsumsi Islam. Perhatikan gambar berikut ;
71
lihat bahasan mengenai prinsip halal dan tayyib dalam proses konsumsi
Falâh -------- Hamba Allah dan Makhluk Ekonomi Halal
Moderat
Tayyib
{Nilai-nilai Islam} Pendapatan
Konsumsi Pribadi
Konsumsi Sosial
Tabungan dan
Y
C
FS
Investasi S/I
{ Proses Konsumsi Dalam Islam } Keimanan /
Kehidupan /
Keturunan /
Pendidikan /
Kekayaan /
dîn
nafs
nasl
aql
mâl
{ Maqâsid Syariah } Maslahat Gambar. 4.3. Rancang Bangun Konsumsi Islami
1. Maslahat ; Maslahat berarti setiap kegiatan konsumsi yang dilakukan harus bisa memunculkan kesejahteraan dan kemanfaatan bagi diri sendiri dan pribadi. Kegiatan konsumsi dapat dikatakan maslahat bilamana kegiatan itu mampu menjaga dan memelihara lima prinsip / tujuan / kebutuhan hidup manusia (maqâsid syariah).72
72
Euis Amalia. Teori Perilaku Konsumen dalam Perspektif Ekonomi Islam; Analisis Perilaku Konsumen menurut Muhammad Fahim Khan. Jurnal Pemikiran Islam Konstekstual (JAUHAR), Vol 4. No 1( Juni, 2003), h. 11-12
2. Maqâsid Syariah ; a. Keimanan / dien; Kegiatan konsumsi yang dilakukan harus dapat mempertahankan prinsip-prinsip keimanan seseorang dalam hal ini adalah Islam, meliputi : tauhid, syariat dan Akhlak. b. Kehidupan / nafs; Kegiatan konsumsi dalam Islam bertujuan untuk mempertahankan kehidupan manusia di dunia ini yang merupakan dampak dari terpenuhinya segala kebutuhan fisiologi dan rohani mereka. c. Keturunan / nasl; Mempersiapkan kebutuhan-kebutuhan hidup bagi generasi penerus merupakan bagian dari kegiatan konsumsi dalam Islam. Oleh sebab itu, dibutuhkan perencanaan-perencanan tertentu dalam melakukan konsumsi. d. Pendidikan / aql; Pendidikan merupakan sarana yang sangat membantu proses pengembangan otak dan nalar sehingga mereka mampu mengendalikan perubahan-perubahan zaman. e. Kekayaan / mâl; harta kekayaan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari proses konsumsi. Upaya penggunaan, penghematan dan penambahan (memproduktifkan) terhadap harta kekayaan merupakan kegiatan yang tidak dilarang dalam Islam. 3. Proses Konsumsi dalam Islam; a. Pendapatan / income (Y) ;
Keberadaan pendapatan dari hasil usaha
merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam kegiatan konsumsi.
b. Konsumsi Pribadi / personal consumption (C); terpenuhinya segala kebutuhan pribadi merupakan bagian dari tujuan dilakukannya konsumsi dalam Islam. Kebutuhan pribadi dapat meliputi segala macam barang / jasa yang diperlukan bagi kelangsungan hidup seseorang. c. Konsumsi Sosial / final spending (FS); Dalam Islam, konsumsi tidak hanya untuk kemaslahatan pribadi saja, tetapi juga kemaslahatan orang lain. Atas dasar ini konsumsi sosial terbentuk dalam Islam, yang meliputi zakat dan sedekah (termasuk infaq). Zakat merupakan kewajiban finansial yang dikeluarkan oleh si kaya muzakki dan diperuntukkan bagi beberapa golongan mustahiq. Sedengkan, sedekah adalah suatu anjuran finansial dalam Islam yang diperuntukan bagi keluarga, tetangga, kerabat dekat dan orang lain yang membutuhkan. Kesemua bentuk dari konsumsi sosial ini dilakukan dengan maksud mendekatkan diri pada Allah SWT. d. Tabungan dan Investasi / saving and investing (S) ; Manusia yang berfikir jangka pendek dengan mengabaikan kepentingan jangka panjang berarti mereka tidak mempersiapkan diri menghadapi konsekuensi masa datang yang tidak ringan. Dalam Islam terdapat anjuran untuk memperhatikan kepentingan hari esok atau masa datang (QS. al-Hasyr/ 59 : 18). Simpanan atau tabungan merupakan langkah penghematan dari kegiatan konsumsi saat ini yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan lain di masa datang. Investasi merupakan sarana untuk memproduktifkan kekayaan seseorang. Dengan investasi, seseorang dimungkinkan untuk
memiliki pendapatan tambahan yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan saat ini atau mendatang. 4. Nilai-nilai Islam dalam Proses Konsumsi; a. Halal; Sesuatu yang diizinkan, tidak dilarang Syara’ dan sah. Nilai halal dalam proses konsumsi bermakna ganda, yaitu meliputi pendapatan dan penggunaan (konsumsi). b. Tayyib; Sesuatu yang patut, tidak ada cela, layak, rapi, seseuatu yang enak dan lezat dimakan. Benda yang dikatakan halal dapat saja dikatakan tidak tayyib. Nilai tayyib dalam proses konsumsi bermakna ganda, yaitu meliputi pendapatan dan penggunaan (benda berwujud maupun tak berwujud) c. Moderat ; Merupakan jalan tengah dari dua cara konsumsi yang ekstrim (QS. al-Furqân/ 25 : 67), yaitu boros (tabzîr) dan kikir (bakhil). Boros berarti
mempergunakan
harta
secara
berlebihan
tanpa
adanya
kemaslahatan yang ditimbulkan dari tindakan tersebut. Kikir berarti tidak membelanjakan harta untuk diri sendiri dan atau untuk keluarga. Kikir juga dapat diartikan tidak membelanjakan harta untuk tujuan kebaikan dan kedermawanan.
Moderat
atau
menggambarkan
kehidupan
dalam
kesederhanaan level
terendah.
bukan Akan
kesederhanaan diartikan dengan menjauhi pola konsumsi
berarti tetapi,
berlebihan
conspicuous consumption yang mengarah kepada kemubaziran dalam perspektif ekonomi Islam.73 5. Falâh ; Falâh berarti kemenangan, kesuksesan, mendapat yang dicari dan berhasil dengan baik. Dalam Islam kegiatan konsumsi dilakukan untuk memenuhi kebutuhan baik jasmani maupun ruhani sehingga mampu memaksimalkan fungsi kemanusiaannya sebagai hamba Allah SWT untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Kalimat penting yang harus menjadi dipahami adalah kebahagiaan dunia dan akhirat. Seseorang yang ingin mendapatkan kebahagian dunia akhirat dituntut harus mampu berjalan pada ‘jalan Ilahi’. Artinya, tunduk dan patuh pada peraturan dan ketentuan yang telah Allah SWT ciptakan bersamaan dengan pelaksanaan segala aktifitas ekonomi manusia. a. Kesuksesan Dunia; berarti terpenuhinya segala kebutuhan hidup manusia sebagai makhluk ekonomi. b. Kesuksesan Akhirat; berarti keberhasilan manusia dalam memaksimalkan fungsi kemanusiaannya (ibadah) sebagai hamba Allah.
73 Muhammad Akram
Khan, An Introduction to Islamic Economics ( Pakistan : International Institute of Islamic Thought, 1994), h. 15
E. Studi Empiris Perilaku Konsumsi Masyarakat Muslim Kelurahan Pamulang Barat Bagian ini mencoba mengkaji secara empiris
mengenai
masyarakat
perilaku
muslim
di
konsumsi Kelurahan
Usia
Frekuensi
%
17 - 30 Tahun
16
34,0
31 - 40 Tahun
13
27,7
Pamulang Barat. Varibel-variabel yang dimunculkan pada studi ini merupakan intisari dari pemikiran Muhammad Abdul Mannan dan Monzer Kahf dalam konsep konsumsi Islami yang dielaborasi dengan beberapa teori konsumsi Islam lainnya sebagaimana yang ada pada bab tiga. Jenis Kelamin
Frekuensi
%
Pria
32
68,1
Wanita
15
31,9
Total
47
100
Tabel 4.1. Jenis Kelamin Responden
2. Analisis Deskriptif a. Profil Responden
41 - 50 tahun
13
27,7
51 - 60 Tahun
5
10,6
Total
47
100
Tabel 4.2. Usia Responden
Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa jumlah responden pria lebih banyak, yaitu sebesar 68,1% (32 responden) dari total 47 responden. Sedangkan jumlah responden wanita pada studi ini yaitu sebesar 31,9% atau 15 responden. Bila dilihat dari interval usia responden, dapat disimpulkan bahwa responden yang berada pada usia 17-30 tahun mendomonasi yaitu sekitar 34%. Sedangkan, responden yang berada pada interval usia 31-40 tahun dan 41-50 berada dalam posisi sama, artinya jumlah responden pada kedua interval usia tersebut adalah sama (banyak). b. Responden Pengguna Jasa Perbankan Syariah dan Asuransi Syariah Bank Syariah
Frekuensi
%
Asuransi Syariah
Frekuensi
%
Ya
7
14,9
Ya
2
4,3
Tidak
40
85,1
Tidak
45
95,7
Total
47
100
Total
47
100
Tabel 4.3. Responden Pengguna Jasa Perbankan Syariah dan Asuransi Syariah
D
Dari 47 orang yang menjadi responden, hanya sekitar 14,9% atau 7 responden yang telah menjadi nasabah bank syariah. Dari ketujuh orang tersebut 4 diantaranya adalah nasabah Bank Syariah Mandiri dan selebihnya adalah nasabah BNI Syariah dan BPRS. Sedangkan responden yang telah menjadi peserta asuransi syariah adalah 4,3% atau 2 orang dari 47 responden yang menjadi objek studi. Dari data ini dapat disimpulkan bahwa potensi pasar dari perbankan dan asuransi syariah di indonesia, khususnya di RW 015 Pamulang Barat masih besar.
c. Pengalokasian Sisa Pendapatan Bulanan Responden
Bila ada sisa penghasilan setelah Frekuensi %
konsumsi/penggunaan, untuk apa penghasilan itu bapak/ibu/sdr. gunaka? Tabungan
37
78,7
Investasi
2
4,3
Sedekah
0
0
Lain-lain
8
17
47
100
37
orang,
Total Tabel 4.4. Pengalokasian Sisa Pendapatan Bulanan Responden
Mayoritas
responden,
yaitu
sebesar
78,7%
atau
mengalokasikan sisa pendapatan bulanan yang mereka miliki ke tabungan. Selanjutnya, responden yang mengalokasikan sisa pendapatan bulanan mereka untuk investasi ada 2 orang (4,3%) dan alokasi lain-lain sekitar 17% atau 8 orang. Dalam konteks ini penulis membedakan arti tabungan dan investasi, walaupun sebenarnya dana yang ada pada tabungan juga akan dialirkan ke sektor investasi oleh pengelola tabungan. Monzer Kahf pernah berpendapat bahwa “...berdasarkan sabda Nabi SAW bahwa uang dapat dikaitkan dengan persiapan cadangan untuk hari esok...”.74 Pernyataan Kahf juga selaras dengan teori permintaan uang dalam ekonomi Islam,
74
Kahf, Ekonomi Islam…, h. 99
yaitu salah satunya untuk berjaga-jaga.75 Artinya, dalam konteks pertanyaan (alokasi sisa...) di atas, tabungan merupakan instrumen yang dipilih oleh responden untuk mengamankan (sisa) dana/pendapatan mereka dalam memenuhi kebutuhan masa mendatang. Misalnya, kebutuhan rekreasi, perawatan kesehatan, biaya pernikahan, biaya pendidikan dan lain sebagainya. Sedangkan, investasi merupakan instrumen untuk memproduktifkan (sisa) pendapatan. Investasi dapat berupa membeli saham, penyertaan modal pada perkongsian usaha dan lain sebagainya. Makna investasi inilah yang penulis arahkan kepada para responden yang mengisi kuisioner. d. Tujuan konsumsi selain memenuhi kebutuhan hidup Apa motivasi bapak/ibu/sdr. melakukan belanja/konsumsi, SELAIN MEMENUHI KEBUTUHAN HIDUP saat ini dan Frekuensi
%
mendatang? Ibadah kepada Allah
28
59,6
Mengikuti Trend/Model
4
8,5
Penetapan Status Sosial
9
19,1
Mengikuti kerabat/teman.dll
1
2,1
Lain-lain
5
10,6
47
100
Total Tabel 4.5. Motivasi Konsumsi Konsumen Muslim
75
Eko Suparyitno. Ekonomi Islam: Pendekatan Ekonomi Makro Islam dan Konvensional. Yogyakarta : Graha Ilmu. 2005. hal 197
Pada pembahasan di bab 2, telah dikemungkakan bahwa Kahf berpendapat bahwa kepercayaan terhadap keberadaan Allah SWT yang ada pada diri setiap muslim saling berkaitan dengan kepercayaan tentang adanya hari kiamat (hari pembalasan) dan kehidupan akhirat.76 Manifestasi dari konsep kepercayaan tersebut adalah seorang muslim akan selalu merasakan keberadaan Sang Pencipta di setiap aktifitas ekonomi yang dilakukannya tak terkecuali dalam aktifitas konsumsi.
Artinya,
ketika seseorang menentukan pilihan-pilihan konsumsi, maka efek akhirat dan duniawi merupakan dua varibel yang menjadi pertimbangan untuk membuat keputusan dari pilihan-pilihan tersebut.
Misalnya, ketika
seorang muslim dihadapkan pilihan membeli makanan karena lapar, maka dengan sendirinya mereka akan mempertimbangkan nilai-nilai (moral) agama yang ada dalam makanan tersebut, sebut saja halal-haram. Berdasarkan data di atas, terlihat bahwa apa yang dikatakan oleh Kahf merupakan sebuah realita dan bukan hipotesa belaka. Dari 47 responden yang menjadi objek studi, ada 59,6% atau 28 reponden yang menyatakan bahwa mereka melakukan aktifitas konsumsi dengan motivasi ibadah kepada Allah SWT. Selanjutnya ada 19,1% atau 9 responden yang memilih motivasi penetapan status sosial serta 12,7% atau sekitar 6
76
Kahf. The Demand…, h. 14
responden yang memilih opsi mengikuti kerabat dan lain-lain, meliputi membahagiakan keluarga, memanfaatkan pendapatan dan lain sebagainya.
3. Dampak Zakat dan Sedekah terhadap Average Propensity to Consume (APC) dan Average Propensity to Save (APS) Perbedaan mendasar pada konsep konsumsi Islam yang tidak ditemukan pada konsep ekonomi manapun adalah keberadaan variabel zakat dan sedekah yang turut menjadi bagian dari konsumsi (C). Zakat dan sedekah dalam Islam merupakan bentuk konsumsi yang tidak kalah pentingnya dengan konsumsi materi. Pelaksanaan zakat dan sedekah merupakan sebuah bentuk konsumsi sosial yang dilakukan para konsumen muslim dalam rangka mendekatkan diri pada Dzat Yang Maha Suci. Zakat dan sedekah dalam konsep konsumsi Islam tidak hanya mampu merubah lereng dari fungsi konsumsi akan tetapi zakat dan sedekah juga mampu merubah lereng fungsi intersept. Muhammad Abdul Mannan menyatakan bahwa keberadaan zakat (sedekah) mampu meningkatkan fungsi intersept dari level bawah (01) ke level atas (01) dan mampu meningkatkan Marginal Propensity to Consume/MPS (baca: APC) dari konsumen yang menerima dana zakat, yaitu fakir miskin dan pihak membutuhkan lainnya. Ia juga berpendapat zakat juga
dapat mengurangi Marginal Propensity to Save/MPS (baca: APS) akan mengalami penurunan sebesar 2,5%.77 Perhatikan gambar berikut;
Konsumsi (C) E=Y
C + ZS C
Pendapatan
(Y)
Gambar 4.4. Efek Zakat dan Sedekah terhadap Fungsi Konsumsi
Peningkatan terhadap fungsi intersep sebagaimana pada gambar di atas tidak diartikan sebagai perbuatan menghamburkan harta israf oleh konsumen muslim yang menjadi muzakki. Menurut Mannan, dana-dana yang di dapat dari zakat (dan sedekah) dialokasikan untuk peningkatan kemampuan masyarakat miskin dan yang membutuhkan untuk memperoleh pendapatan melalui penyediaan fasilitas perawatan kesehatan, pelaksanaan pelatihanpelatihan keterampilan kerja dan lain sebagainya.78
77
Muhammad Abdul Mannan, The Making of Islamic Economic Society; Islamic Dimensions in Economic Analysis, (Kairo : International Association of Islamic Banks, 1984), h. 292-294 78 Muhammad Abdul Mannan, The Making …, h. 294
Berdasarkan studi yang penulis lakukan di RW 015 Kelurahan Pamulang Barat terdapat sekitar 68,1% atau 32 responden dapat mengeluarkan zakat atas penghasilan bulanan mereka serta sebanyak 34 responden (72,3%) yang mengalokasikan pendapatan mereka untuk bersedekah.
Perhatikan tabel berikut; Kode APC APC+Z Naik Ir 4
0,69
0,72
Naik APC+ZS 0,03 0,75 0,06
APS
MPS-Z Turun MPS-ZS Turun
0,31
0,28
(0,03)
0,25
(0,06)
Ir 8
0,92
0,95
0,03
0,97
0,05
0,08
0,05
(0,03)
0,03
(0,05)
Ir 10
0,39
0,42
0,03
0,43
0,04
0,61
0,58
(0,03)
0,57
(0,04)
Ir 12
0,54
0,56
0,03
0,56
0,03
0,46
0,44
(0,03)
0,44
(0,03)
Ir 14
0,47
0,49
0,03
0,51
0,04
0,53
0,51
(0,03)
0,50
(0,04)
Ir 15
0,49
0,51
0,03
0,51
0,03
0,51
0,49
(0,03)
0,49
(0,02)
Ir 18
0,41
0,44
0,03
0,46
0,05
0,59
0,56
(0,03)
0,54
(0,05)
Ir 19
0,92
0,94
0,03
0,94
0,03
0,08
0,06
(0,03)
0,06
(0,03)
Ir 22
0,66
0,68
0,03
0,68
0,03
0,34
0,32
(0,03)
0,32
(0,03)
Ir 24
0,27
0,29
0,03
0,52
0,25
0,73
0,71
(0,03)
0,48
(0,25)
Ir 27
0,83
0,86
0,03
0,86
0,03
0,17
0,14
(0,03)
0,14
(0,03)
Ir 28
0,52
0,55
0,03
0,58
0,07
0,48
0,45
(0,03)
0,42
(0,07)
Ek 3
0,40
0,43
0,03
0,46
0,06
0,60
0,58
(0,03)
0,54
(0,06)
Ek 4
0,28
0,31
0,03
0,31
0,03
0,72
0,69
(0,03)
0,69
(0,03)
Ek 5
0,30
0,33
0,03
0,35
0,05
0,70
0,68
(0,03)
0,65
(0,05)
Ek 10 0,90
0,93
0,03
0,93
0,03
0,10
0,08
(0,03)
0,08
(0,03)
Ek 13 0,64
0,66
0,03
0,69
0,05
0,36
0,34
(0,03)
0,31
(0,05)
Ek 7
0,83
0,86
0,03
0,86
0,03
0,17
0,15
(0,03)
0,15
(0,03)
Ir 30
0,79
0,81
0,03
0,83
0,04
0,21
0,19
(0,03)
0,18
(0,04)
Tabel 4.6. Efek Zakat dan Sedekah terhadap APC dan APS Konsumen Muslim
Pada tabel ini, penulis hanya dapat memperoleh 19 responden yang benarbenar menuliskan besaran pendapatan, konsumsi, zakat dan sedekah mereka.; Data-data di atas mengambarkan kondisi APC / APS konsumen muslim sebelum dan sesudah zakat dan sedekah. Pada kode Ir 4 digambarkan bahwa APC responden sebelum zakat dan sedekah adalah sebesar 0,69 sedangkan APS-nya adalah 0,39. Dengan adanya zakat dan sedekah yang masuk menjadi bagian dari konsumsi responden Ir 4 maka, APC dan APS dari responden tersebut berubah. Kenaikan 0,06 terjadi pada APC responden Ir 4, sedangkan APS-nya mengalami penurunan sebesar 0,06. Bila dilihat secara keseluruhan bahwa zakat dapat meningkatkan APC dan mengurangi APS sebesar 0,03 dan angka ini merata terjadi pada setiap sampel. Kenaikan serta penurunan APC dan APS, yang terjadi secara merata akibat adanya zakat, sangat wajar terjadi sebab prosentase zakat yang bersifat tetap, dalam hal ini 2,5%.
Walaupun secara logika sederhana dapat dipastikan bahwa zakat dan sedekah dapat menaikkan intersep dan APC konsumen muslim dan juga dapat mengurangi APS, akan tetapi yang menjadi titik tekan pada bahasan ini adalah kemampuan konsep konsumsi Islam dalam meredistribusikan pendapatan dari golongan kaya (muzakki) kepada golongan fakir miskin dan yang membutuhkan lainnya melalui pengalokasian zakat dan sedekah dari kegiatan konsumsi orang-orang kaya. Artinya, konsep konsumsi dalam Islam bersifat sinergis dengan upaya peningkatan daya beli masyarakat miskin dan membutuhkan lainnya melalui redistribusi pendapatan. Peningkatan daya beli dari masyarakat ekonomi lemah akan mampu menciptakan konsumsi agregat yang berkeadilan, yaitu konsumsi agregat yang tidak hanya dimonopoli oleh masyarakat kaya melalui pemenuhan kebutuhan hidup mereka melainkan masyarakat ekonomi lemah pun turut andil di dalamnya melalui pemenuhan kebutuhan dasar mereka. Harus diingat, bahwa fenomena kenaikan APC (hasrat mengkonsumsi) dan penurunan APS (hasrat menabung) seorang konsumen muslim yang disebabkan pembayaran oleh zakat dan sedekah tidak dapat diartikan sebagai perbuatan menghamburkan harta israf bagi konsumen muslim yang muzakki. Kenaikan APC dan penurunan APS dari konsumen muslim (baca : muzakki) justru merupakan upaya Islam untuk menaikkan APC dan APS dari konsumen muslim yang fakir-miskin dan membutuhkan lainnya (baca: mustahik).
Sebagaimana diketahui bahwa zakat dan sedekah diperuntukkan bagi peningkatan kemampuan finansial dari seoarang mustahik. Peningkatan tersebut dapat diwujudkan dengan pemberian dana konsumtif guna memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari, pemberian dana produktif dalam bentuk modal kerja dan atau pelatihan-pelatihan lainnya.
4. Analisis Korelasi Tingkat (Religius) Keagamaan dan Perilaku Mengkonsumsi Komoditas Halal dan Tayyib Sebelum melakukan perhitungan korelasi, berikut penulis cantumkan kembali hipotesa, sebagaimana pada bab III yang ada pada studi korelasi ini;
c. H : p = 0 ; Tidak ada korelasi antara latar belakang keagamaan masyarakat dan perilaku mengkonsumsi komoditas halal dan ayyib d. H : p ≠ 0 ; Ada korelasi antara latar belakang keagamaan masyarakat dan perilaku mengkonsumsi komoditas halal dan tayyib Setelah itu akan menguji hipotesa ini dengan menggunakan uji korelasi statistik non-parametrik Rank Spearman. Uji ini digunakan sebab data penulis adalah data yang berdistribusi tidak normal.
Correlations
Spearman's rho
Latar Belakang Keagamaan Responden Perilaku Mengkonsumsi Komoditas Halal/Tayyib
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Latar Perilaku Belakang Mengkonsum Keagamaan si Komoditas Responden Halal/Tayyib 1,000 ,434** , ,002 47 47 ,434** 1,000 ,002 , 47 47
**. Correlation is significant at the .01 level (2-tailed).
Tabel 4.7. Out put SPSS 11.0 Hasil Perhitungan Korelasi Spearman
Jadi nilai (rs) adalah positif sebesar 0,434. Artinya, ada hubungan positif antara tingkat (relegiusitas) keagamaan responden terhadap perilaku mengkonsumsi komoditas halal dan tayyib sebesar 0.434. Angka ini adalah angka yang signifikan berdasarkan level signifikansi, 0,434 berada pada level lebih kecil dari 0,01 yaitu sebesar 0.002.
F. Strategi Mengubah Preferensi Konsumsi Masyarakat kepada Preferansi Konsumsi Islami Pada pembahasan sebelumnya, penulis telah memaparkan data-data empiris mengenai perilaku konsumsi masyarakat muslim di RW 015 Kelurahan Pamulang Barat. Dapat diambil kesimpulan bahwa preferensi konsumsi masyarakat RW 015
Kelurahan Pamulang Barat secara bertahap telah menuju ke arah preferensi konsumsi Islam. Hal tersebut dapat dilihat dari 3 aspek besar dalam preferensi konsumsi Islam; (1) kemurnian kualitas konsumsi ( halal/haram), (2) penunaian zakat dan sedekah serta (3) hakikat Konsumsi dalam Islam. Namun, dari ke-tiga aspek tersebut belum secara sempurna dilaksanakan oleh masyarakat RW 015 Kelurahan Pamulang Barat. Mengingat ada beberapa hal yang harus menjadi perhatian bagi seluru masyarakat di Kelurahan tersebut. Bagian ini akan dijelaskan pada paragraf selanjutnya. Secara psikologis, untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat terhadap preferensi konsumsi Islam agar menjadi sebuah perilaku/kebiasaan ada beberapa tahap yang harus dilalui. Perhatikan gambar berikut;
(2) SIKAP
Tidak (STOP) Ya
Negatif (STOP) Positif
(1) PEMAHAMAN
(3) TINDAKAN (4) PRILAKU/ KEBIASAAN
Gambar 4.5. Tahapan psikologis menuju preferensi konsumsi Islami
Dari gambar di atas dapat disimpulkan bahwa sebelum sesuatu hal sampai pada tahap kebiasaan dalam mengerjakannya, maka langkah awal yang harus dibina adalah tahap pemahaman. Sebab, bilamana pemahaman seseorang terhadap
sesuatu telah tumbuh maka dengan sendirinya akan berbuah pada penentuan sikap yang akan berujung proses bertindak dan bilaman tindakan tersebut dilakukan berulang-ulang dilakukan maka dengan sendirinya sesuatu yang diajarkan tadi akan menjadi sebuah kebiasaan. Sebut saja, sesuatu yang dimaksud dengan, pelaksanaan zakat atas penghasilan bulanan (zakat profesi). Seorang konsumen muslim akan mengeluarkan zakat pada penghasilan bulanannya bilamana ia terlebih dahulu memahamai apa itu zakat (profesi), apa dasar hukumnya, bagaimana cara mengeluarkannya dan lain sebagainya. Barulah setelah konsumen muslim tersebut paham, atau paling tidak mengatahui, ia akan menentukan sikap (positif) terhadap keharusan mengeluarkan zakat dan kemudian dengan sendirinya ia akan membayar zakat (profesi). Berangkat dari tahapan-tahapan tersebut, maka strategi yang tepat untuk mengarahkan preferensi konsumsi masyarakat adalah DAKWAH. Dakwah adalah upaya penyampaian hidayah kepada umat manusia. Dakwah juga dapat berarti proses pembelajaran bagi setiap umat manusia atau yang biasa disebut dengan sosialisasi. Tujuan dari dakwah adalah mengarahkan umat manusia kepada jalan ‘ilahi’, yaitu jalan yang dapat mengantarkan manusia kepada kebahagian dunia dan akhirat. Kata hidayah dalam bahasa Arab terdiri dari hadâl dan yâ yang artinya antara lain menyampaikan dengan lemah lembut.79
79
Muhammad Muflih. Tingkat Pendapatan Masyarakat Perkotaan dan Pengaruhnya terhadap Perilaku Konsumsi Ditinjau dalam Perspektif Ekonomi Islam (Tesis Program Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Konsentrasi Ekonomi Islam) 2004. h. 173
Makna penyampaian dakwah dengan lemah lembut tidak dapat diartikan bahwa dakwah itu bebas dari kritik. Ada kalanya bila terjadi kekhilafan manusiawi dalam proses dakwah, kritik dapat menjadi instrumen penting bagi terciptanya islah perbaikan dalam dakwah. Terkait dengan dakwah sebagai strategi merubah prefereansi masyarakat ke arah preferensi konsumsi Islami, berikut sebuah gambar mengenai sistem permberdayaan konsumsi masyarakat berdasarkan perspektif Ekonomi Islam; Preferensi Konsumsi Islam
1. Kualitas Kemurnian Konsumsi 2. Pelaksanan ZIS 3. Hakikat Aktifitas Konsumsi
1. 2. 3. 4.
Masyarakat
1. 2. 3. 4.
Pemerintah Daerah MUI / BP POM LSM PTI/PTS Islam
DAKWAH ; Menyampaikan Memberi Contoh Memandu Mengawasi
4.6. Sistem Dakwah dalam Permberdayaan Konsumsi Masyarakat
Pada gambar di atas, preferensi konsumsi Islam dibagi ke dalam tiga bagian; (a) preferensi mengenai kualitas kemurnian konsumsi, (b) preferensi mengenai
pelaksanaan zakat, infaq dan sedekah dan (c) Hakikat kegiatan konsumsi dalam Islam. Penjelasan mengenai ketiganya akan dibahas pada paragraf selanjutnya. Pemerintah daerah, MUI daerah, LSM, PTN/S dan Majlis Ta’lim merupakan stake holder dalam upaya memberdayakan konsumsi masyarakat. Masing-masing pihak harus dapat bersinergi, mengingat masing-masing bagian memiliki peran yang berbeda. Misalnya, pemerintah daerah dalam hal ini berperan dalam upaya menciptakan peraturan untuk menumbuhkan budaya altruism (ZIS) di masyarakat, misalnya dengan menciptakan perda keteladanan. Majlis Ulama Indonesia (MUI) sebagai pihak yang terus-menerus mengawasi kualitas kemurnian konsumsi dari umat muslim melalui fatwa halal/haram sebuah komoditas. BP POM sebagai pihak yang terus-menerus mengawasi kualitas kemurnian kesehatan konsumsi melalui pemeriksaan terhadap kandungan gizi dari objek konsumsi. Dalam hal ini MUI dan BP POM memiliki fungsi yang hampir sama. Lembaga swadaya masyarakat yang terjun langsung ke masyarakat dalam membina pola konsumsi mereka, termasuk di dalam adalah Majlis Ta’lim yang biasanya rutin diadakan oleh pihak pengurus masjid/mushalla setempat. Sedangkan Perguruan Tinggi Negeri/Swasta Islam merupakan pihak yang berperan dalam kegiatan-kegiatan penelitian ilmiah dan pengembangan teori mengenai perilaku konsumsi masyarakat muslim. Penelitian dan pengembangan teori konsumsi Islam sangat diperlukan. Mengingat masih terbatasnya penelitian-penelitian empiris mengenai masalah ini.
Berkaitan dengan preferensi konsumsi Islam, terdapat 3 hal yang menjadi perhatian dalam dakwah; 1. Dakwah Mengenai Kualitas Kemurnian Konsumsi Perhatikan dua tabel berikut;
Apakah bapak/ibu/sdr. membaca dan memastikan label Halal
Frekuensi
%
0
0
Jarang
0
0
Kadang-kadang
7
14,9
Sering
12
40,4
Selalu
28
59,6
47
100
Frekuensi
%
0
0
Jarang
1
2,1
Kadang-kadang
1
2,1
Sering
5
10,6
Selalu
40
85,1
47
100
setiap membeli produk ? Tidak Pernah
Total Tabel 4.8. Kebiasaan Membaca Label Halal Produk
Apakah bapak/ibu/sdr. membaca dan memastikan tanggal kadaluarsa setipa produk yang akan dibeli? Tidak Pernah
Total Tabel 4.9. Kebiasaan Membaca Tanggal Kadaluarasa Produk
Berdasarkan studi yang penulis lakukan di RW 015 Kelurahan Pamulang Barat terdapat sekitar 59,6% atau 28 responden yang selalu membaca dan memastikan label halal setiap membeli produk, serta sebanyak 12 responden
(40,4%) yang selalu membaca dan memastikan label halal setiap membeli produk. Sedang 14,9 % atau 7 responden mengakui bahwa mereka kadangkadang akan membaca dan memastikan label halal setiap membeli produk. Kemudian terdapat sekitar 85,1% atau 40 responden yang selalu membaca dan memastikan tanggal kadaluarsa setiap produk yang akan dibeli, serta sebanyak 5 responden (10,6%) yang sering membaca dan memastikan tanggal kadaluarsa setiap produk yang akan dibeli. Sedang responden yang jarang dan terkadang membaca dan memastikan tanggal kadaluarsa setiap produk yang akan dibeli sejumlah 2 responden. Kesadaran untuk membaca serta memastikan label halal dan tanggal kadaluarsa setiap produk yang akan dibeli memang telah ada dikalangan masyarakat RW 015 Kelurahan Pamulang Barat. Namun, prosentase kebiasaan selalu membaca dan memastikan tanggal kadaluarsa lebih tiggi jumlahnya dibanding kebiasaan selalu membaca dan memastikan label halal. Islam mendorong penggunaan barang-barang yang halal, baik dan bermanfaat kepada setiap muslim. Kriteria dari barang-barang tersebut telah dijelaskan kepada umat manusia dengan menggunakan prinsip-prinsip umum yaitu halal dan tayyib. Penggunaan prinsip ini dimaksudkan untuk memberikan kebebasan bagi setiap muslim untuk menggunakan segala barang yang baik, bermanfaat bagi dirinya, menyenangkan, lezat dan lain sebagainya, selama dalam kerangka halal dan tayyib. Kebebasan yang diberikan Islam
kepada setiap muslim dalam berkonsumsi tak terlepas dari pandangan Islam itu sendiri bahwa perbuatan memanfaatkan atau meng-konsumsi barangbarang yang baik merupakan suatu kebaikan. Konsumsi dan pemuasan (kebutuhan) tidak dikutuk dalam Islam selama keduanya tidak melibatkan halhal yang tidak baik atau merusak. Satu hal yang harus diingat bahwa, prinsip halal dan tayyib dalam proses konsumsi (pendapatan dan penggunaan) tidak dapat dipisahkan-pisahkan. prinsip ini bersifat komprehensif. Kata halal dan tayyib dalam ayat 168 pada surat al-Baqarah bermakna ganda. Artinya, halal dan tayyib tidak hanya berlaku pada konsumsi saja melainkan cara-cara untuk mendapatkan penghasilan pun juga harus halal dan tayyib. Muhammad Abdul Mannan menyatakan ; “this condition carries the double significance of earning lawfully and not having been prohibited by law” Artinya; “syarat ini ( dalam surat al-Baqarah : 168) bermakna ganda penting mengenai mencari rezeki halal dan tidak melanggar hukum” 2. Dakwah Mengenai Menumbuhkan Kesadaran Bersedekah Zakat (pengasilan bulanan)
Frekuensi
%
Sedekah
Frekuensi
%
Ya
32
68, 1
Ya
34
72,3
Tidak
15
19,1
Tidak
13
27,7
Total
47
100
Total
47
100
Tabel 4.10. Alokasi Zakat dan Sedekah Responden
Berdasarkan studi yang penulis lakukan di RW 015 Kelurahan Pamulang Barat terdapat sekitar 68,1% atau 32 responden dapat mengeluarkan zakat atas penghasilan bulanan mereka serta sebanyak 34 responden (72,3%) yang mengalokasikan pendapatan mereka untuk bersedekah. Sedang 19,1 % atau 15 responden tidak mengeluarkan zakat atas pengahasilan bulanan mereka, adapun 5 diantaranya memang tidak cukup nisab. 80 Dengan demikian ada sekitar 10 responden yang tidak mengeluarkan zakat atas pengahasilan bulanan mereka. Kemudian juga terdapat 27,7% atau 13 responden yang tidak mengeluarkan sedekah. Kesadaran untuk melakukan sedekah (zakat&sedekah ) memang telah ada dikalangan masyarakat RW 015 Kelurahan Pamulang Barat. Namun, alangkah lebih sempurnanya bila pihakpihak yang belum mengeluarkan sedekah (zakat&sedekah), bukan karena tidak mampu melainkan belum mau, dapat tumbuh kesadaran dalam diri-nya untuk mau menyisihkann sebagaian harta mereka kepada fakir-miskin dan yang membutuhkan. Berikut ayat-ayat Qur’an yang dapat digunakan untuk menumbuhkan kesadaran bersedekah81, yaitu; a. Allah Menyuruh Hambanya Untuk Berbuat Kebajikan 80
zakat atas penghasilan dikeluarkan dengan mengikuti nisab emas sebanyak 85 gram (dihitung satu tahun) dengan harga Rp 230.000 /gram. Lihat Didin Hafiduddin, Zakat Dalam Perekonomian Modern (Jakarta : Gema Insani Press. 2002), h. 96-97 81
Afzalurrahman, Economic Doctrines …, h. 108
☺
...
... Artinya : “…berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah Telah berbuat baik...” {QS. al- Qasas / 28: 77} Berdasarkan, tafsir al-Misbah karya Muhammad Quraish Shihab, kata perintah ‘ahsin’/ (ÍÓä Ç) terambil dari kata ‘hasana’ (ÍÓä) yang berarti baik. Bentuk kata yang digunakan adalah kata perintah dan membutuhkan objek. Namun, objek tidak disebut, sehingga kata ‘ahsin’ merupakan kata perintah yang mencakup segala kebaikan, bermula terhadap lingkungan, harta benda, tumbuh-tumbuhan, binatang, manusia, baik orang lain maupun diri sendiri. Bahkan terhadap musuh pun dalam batas-batas yang dibenarkan.82 Dalam konteks menumbuhkan kesadaran bersedekah ayat ini secara impilisit merupakan ‘titah ilahi’ yang menyeru kepada umat muslim agar senantiasa dapat bersedekah (zakat, infaq dan sedekah) sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Bersedekah merupakan sebuah bentuk kebajikan, yaitu kebajikan terhadap orang lain. b. Sedekah Membentuk Kebajikan yang Sempurna Islam senantiasa mengajarkan nilai-nilai moral yang tinggi untuk membangun jiwa yang terpuji bagi setiap individu sehingga dalam dirinya akan selalu muncul keinginan untuk membantu orang lain. Nilai-nilai
82
Shihab. Tafsir al-Misbah…, Vol 10, h. 405-407
moral inilah yang kemudian menjadi prinsip dasar Islam dalam bersedekah. Allah SWT berfirman ;
☺ ⌧ Artinya : “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.” {QS. Ali –Imrân / 3: 92}
Ayat ini menunjukkan tentang perbuatan menafkahkan dari segala sesuatu yang dicintai oleh seseorang, seperti harta benda dan sebagainya, demi kepentingan masyarakat. Menurut, Muhammad Quraish Shihab dalam tafsir al-Misbah, menyatakan bahwa harta yang dinafkahkan dalam ayat ini (Ali –Imrân / 3: 92) adalah sebagian dari harta yang disukai (oleh manusia).83 Perintah untuk bersedekah dalam ayat ini (Ali –Imrân / 3: 92) tidak dapat diartikan bahwa islam adalah agama yang sangat merugikan bagi seseorang yang banyak harta. Bukti kasih sayang Allah pada umat muslim yang menafkahkan sebagian hartanya yang disukai terdapat pada ayat selanjutnya, yaitu segala sesuatu yang dinafkahkan oleh manusia baik yang disukai atau tidak maka sesungguhnya Allah SWT Maha
83
Ibid, Vol 2, h. 151-152
Mengetahui, dan Dia yang akan memberikan, untuk yang bersedekah tadi, ganjaran/pahala/kebaikan di dunia maupun akhirat. Dalam konteks menumbuhkan kesadaran bersedekah ayat ini secara impilisit merupakan ‘titah ilahi’ yang menjadikan perbuatan sedekah menjadi salah satu syarat bagi setiap muslim yang ingin mencapai kebajikan sempurna dalam Islam. c. Sedekah Menambah Kekayaan Salah satu dampak dari eksistensi sistem kapitalisme yang telah masuk ke dalam jiwa-jiwa setiap muslim di Indonesia adalah faham utilitarianisme, yaitu sebuah dogma yang mengajarkan bahwa sebuah kepuasan akan diperoleh dari mengkonsumsi/menggunakan sejumlah barang
tertentu.
Artinya,
barang
merupakan
objek
yang
dapat
menghasilkan kepuasaan.84 Manifestasi dari faham ini adalah setiap harta/kapital yang dikeluarkan untuk menolong orang lain merupakan tindakan yang merugikan, sebab kegiatan tersebut dapat menghambat pertumbuhan harta/kapital. Sebagai contoh, bila seseorang yang memiliki harta sebanyak 10 gram emas mensedekahkan 3 gram emas miliknya, maka (berdasar pada faham utilitarianisme) sisa harta-nya adalah 7 gram emas dan sedekah ini baginya adalah sebuah kerugian.
84
Mark Skousen, Sejarah Pemikiran Ekonomi; Sang Maestro Teori-teori Ekonomi Modern. Terj. Tri wibowo Budi Santoso, ( Jakarta : Prenada, 2005), h. 96
Islam membantah faham utilitarianisme ini dengan mengabarkan kepada manusia, bahwa setiap sedekah yang dikeluarkan oleh seorang muslim berdasarkan iman yang benar dan ketulusan hati justru akan menambah harta kekayaan mereka di hadapan Allah SWT, Dia berfirman;
⌧ ☺ Artinya: “Barangsiapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan barangsiapa yang membawa perbuatan jahat maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan)” {QS. al-An‘âm / 6 : 160}
Dalam ayat ini, Allah SWT memberikan jaminan bagi setiap muslim yang melakukan kebajkan (baca: sedekah) bahwa sedikitpun harta mereka tidak akan berkurang, karena bersedekah, melainkan harta mereka akan bertambah di hadapan Allah SWT dengan penambahan yang berlipat. Dalam konteks menumbuhkan kesadaran bersedekah ayat ini secara impilisit merupakan ‘titah ilahi’ yang mendorong setiap muslim untuk banyak-banyak
bersedekah
membutuhkan. d. Sedekah Menjamin Kesuksesan
demi
kepentingan
masyarakat
yang
Islam telah menjanjikan suatu akhir yang bahagia dan sukses bagi orang-orang yang senantiasa dengan iman yang benar dan ketulusan hati menafkahkan sebagaian harta mereka untuk kepentingan orang lain yang membutuhkan. Allah SWT berfirman ;
... ☺ Artinya : “(3) (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang kami anugerahkan kepada mereka… (5) Mereka Itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung (menang/sukses)” {QS. al-Baqarah / 2 : 3 dan 5} Dalam konteks menumbuhkan kesadaran bersedekah ayat ini secara expilisit merupakan ‘titah ilahi’ yang memberikan kabar gembira pada setiap muslim yang beriman, mendirikan sholat dan menafkahkan sebagian harta bahwa mereka itulah orang-orang yang akan memperoleh keberuntungan ‘muflihūn’ baik di dunia maupun akhirat. 3. Dakwah Mengenai Hakikat Kegiatan Konsumsi Dalam Islam, kegiatan konsumsi pada hakikatnya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan baik jasmani maupun ruhani sehingga mampu memaksimalkan fungsi kemanusiaannya sebagai hamba Allah SWT untuk
mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat atau yang biasa disebut dengan Falâh.
Kalimat penting yang harus menjadi dipahami adalah (falâh) yaitu kebahagiaan dunia dan akhirat. Dalam Islam, kebahagiaan di Dunia berarti terpenuhinya segala kebutuhan hidup manusia sebagai makhluk ekonomi. Sedang kebahagiaan di akhirat kelak berarti keberhasilan manusia dalam memaksimalkan fungsi kemanusiaannya (ibadah) sebagai hamba Allah sehingga mendapatkan ganjaran dari Allah SWT yaitu kenikmatan ukhrawi (surga). Seseorang yang ingin mendapatkan kebahagian dunia akhirat dituntut harus mampu berjalan pada ‘jalan Ilahi’. Artinya, tunduk dan patuh pada peraturan dan ketentuan yang telah Allah SWT ciptakan bersamaan dengan pelaksanaan segala aktifitas ekonomi manusia, termasuk di dalamnya ketentuan mengenai kegiatan konsumsi yang dilakukan oleh umat muslim. Monzer Kahf menyatakan bahwa falâh merupakan fungsi dari nilai keagamaan, psikologis, budaya, legalitas, politik dan faktor lain yang mempengaruhi pilihan konsumen.85 Seseorang yang ingin mendapatkan falâh dari aktifitas konsumsinya adalah seorang konsumen muslim yang mampu mengimplementasikan ketentuan Islam dalam hal proses konsumsi. Misalnya, 85
Kahf. The Demand…, h. 26
Falâh -------- Hamba Allah dan Makhluk Ekonomi Halal
Moderat
Tayyib
{Nilai-nilai Islam} Pendapatan
Konsumsi Pribadi
Konsumsi Sosial
Tabungan dan
Y
C
FS
Investasi S/I
{ Proses Konsumsi Dalam Islam } Keimanan /
Kehidupan /
Keturunan /
Pendidikan /
Kekayaan /
pelaksanaan ZIS dalam konsumsi, kepatuhan terhadap nilai-nilai Islam seperti halal, tayyib, dan moderat. Perhatikan gambar berikut ini;
dîn
nafs
nasl { Maqâsid Syariah } Maslahat
Gambar 4.7. Rancang Bangun Konsumsi Islami
aql
mâl
BAB V KESIMPULAN I. Kesimpulan 1. Konsep Konsumsi Islam Muhammad Abdul Mannan dan Monzer Kahf ; a. Muhammad Abdul Mannan Mannan membagi bentuk konsumsi ke dalam tiga bagian ; yaitu konsumsi individu, konsumsi sosial atas dasar Allah dan investasi untuk menyokong kehidupan masa datang. Ke semua bagian dari konsumsi tersebut harus dikelola secara seimbang. Islam menghargai kegiatan konsumsi dengan mencegah kemubaziran dan kikir. Atas dasar ini sebuah konsep ‘kesederhanaan konsumsi’ moderation consumption muncul dalam Islam. Ketentuan Islam mengenai konsumsi dikendalikan oleh lima prinsip, yaitu keadilan (righteousness), kebersihan (cleanliness), kesederhanaan (moderation), kemurahan hati (beneficence) dan moralitas (morality).Terdapat tiga bagian dari kebutuhan seseorang, yaitu keperluan (necessities), kesenangan (comforts) dan kemewahan (luxuries).Dengan
hanya melarang produksi barang-barang mewah tanpa disertai dengan pola pembagian kekayaan dan pendapatan, rupanya sama sekali tidak akan meredakan
persoalan
ekonomi.Keberadaan
larangan
dan
perintah
mengenai makanan dan minuman harus dilihat sebagai usaha untuk meningkatkan sifat perilaku konsumen. Dengan mengurangi pemborosan yang tidak perlu, Islam menekankan perilaku mengutamakan kepentingan orang lain
b. Menurut Kahf rasionalisme Islam dinyatakan sebagai alternatif yang konsisten
dengan
nilai-nilai
Islam.
Faktor-faktor
non-matrealistik
Imponderables tidak dapat dipisahkan dari analisis terhadap perilaku konsumen dalam Islam. Unsur-unsur pokok dari rasionalisme Islam adalah sebagai berikut ; Konsep Keberhasilan, Skala Waktu Perilaku Konsumen dan Konsep Harta. Harta dan pendapatan seorang muslim akan dipergunakan untuk tiga keperluan, yaitu alokasi kebajikan (untuk mendekatkan diri pada Allah), tabungan dan konsumsi itu sendiri. Barangbarang yang tidak memiliki kebaikan dan tidak membantu meningkatkan manusia, menurut konsep Islam, bukan barang dan tidak dapat dianggap sebagai milik atau aset umat muslim. Oleh sebab itu, barang-barang yang dilarang (untuk dikonsumsi) tidak dianggap barang dalam Islam. Ajaranajaran Islam menganjurkan pola konsumsi dan penggunaan harta secara wajar dan berimbang, yakni pola yang terletak di antara kekikiran dan
pemborosan. Konsumsi di atas dan melampaui tingkat moderat (wajar) dianggap isrâf dan tidak disenangi Islam. 2. Hasil dari analisis himpunan dapat dinyatakan bahwa ; variabel Proses Konsumsi milik Mannan dan Keseimbangan Konsumsi milik Kahf adalah sama. Eksplorasi pemikiran kedua tokoh pada konteks ini secara tidak langsung bermuara pada penjelasan mengenai penggolongan dari kegiatan konsumsi dalam Islam yang harus dilakukan secara seimbang. Variabel Prinsip Konsumsi Islam milik Mannan dan Konsep Barang dalam Islam serta Etika Konsumsi Islam milik Kahf adalah sama. Eksplorasi pemikiran kedua tokoh pada konteks ini secara tidak langsung bermuara pada penjelasan mengenai norma, prinsip dan hukum secara umum yang terkait dengan kegiatan konsumsi dalam Islam. Variabel Hakikat Perilaku Konsumen dan Kebutuhan serta Urutan Prioritas milik Mannan dan Rasionalisme (perilaku konsumen) Islam milik Kahf digolongkan ke dalam variabel – variabel yang berdiri sendiri dan tidak memiliki kesamaan pokok bahasan. Dari pemikiran kedua tokoh tersebut dapat dikembangkan 3 buah konsep baru dalam konsumsi Islam; yaitu (1) Prinsip halal dan tayyib, (2) Konfigurasi pilihan konsumsi dan (3) Perencanaan konsumsi Islami.Terdapat 2 faktor yang menyebabkan adanya perbedaan dan persamaan dari pemikiran Muhammad Abdul Mannan dan Monzer Kahf tentang ekonomi Islam khususnya dalam kajian tentang konsep konsumsi, yaitu Pertama, Latar Belakang Pendidikan. Dalam konteks ini, faktor latar belakang pendidikan mereka yang merupakan
lulusan Barat menjadi faktor penyebab terjadinya persamaan. Mannan dan Kahf sama-sama menggunakan pendekatan modeling (matematika/fungsi) dalam menjelaskan proses konsumsi. Kedua, Latar Belakang Kondisi Sosial dan Politik. Dalam konteks ini, faktor latar belakang sosial politik mereka menjadi faktor penyebab terjadinya perbedaan pemikiran. Mannan hidup disaat Bangladesh (negaranya) mengalami ketimpangan distribusi pendapatan. Oleh sebab itu, Mannan sangat menekankan pada pemikiran redistribusi pendapatan dalam perilaku konsumsi seseorang melalui pola hidup wajar moderation dan pelaksanaan ZIS. Sedang, Kahf lebih beruntung dari Mannan, ia hidup pada kondisi sosial dan politik yang stabil di negaranya waktu itu (tahun 1940 sampai 1970). Pemikiran Kahf yang sangat berbeda dari Mannan adalah penggunaan Rasionalisme Islam dalam aktifitas konsumsi terutama pada perilaku konsumsi seorang muslim. 3. Sebagaimana telah diketahui bahwa ada hubungan positif antara tingkat (relegiusitas) keagamaan responden terhadap perilaku mengkonsumsi komoditas halal dan tayyib sebesar 0,434. Angka ini adalah sebuah angka yang signifikan. Oleh sebab itu strategi utama yang tepat dalam upaya perberdayaan konsumsi masyarakat adalah Dakwah. Dakwah adalah upaya penyampaian hidayah kepada umat manusia. Tujuan dari dakwah adalah mengarahkan umat manusia kepada jalan ‘ilahi’, yaitu jalan yang dapat mengantarkan manusia kepada kebahagian dunia dan akhirat. Terkait dengan dakwah sebagai strategi merubah preferensi masyarakat ke arah preferensi
konsumsi Islami, maka Pemerintah daerah, MUI daerah, LSM, PTN/S dan Majlis Ta’lim memiliki peran dalam strategi ini. Ke semua instsitusi tersebut merupakan stake holder dalam upaya memberdayakan konsumsi masyarakat. Masing-masing pihak harus dapat bersinergi, mengingat masing-masing bagian memiliki peran yang berbeda.
J. REKOMENDASI ; Saran dibuat berdasarkan studi empiris mengenai preferensi konsumsi masyarakat RW 015 Kelurahan Pamulang Barat dan ditujukan kepada pihak-pihak yang terkait dengan upaya pemberdayaan konsumsi masyarakat indonesia, khususnya masyarakat RW 015 Kelurahan Pamulang Permai Barat: 1. Kepada seluruh pihak mulai dari pemerintah daerah, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Daerah, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), civitas akdemik di Perguruan Tinggi Islam Negeri / Swasta (PTIN/S) agar dapat bersinergi dalam upaya melakukan sosialisasi, pelaksanaan dan monitoring terhadap preferensi konsumsi masyarakat, khususnya masyarakat RW 015 Kelurahan Pamulang Permai Barat. 2. Kepada Pemerintah Daerah, yaitu Kecamatan Pamulang dan Kelurahan Pamulang Barat; agar dapat menindaklanjuti preferensi konsumsi masyarakat melalui pembuatan Peraturan Daerah (Perda). Misalnya, Perda tentang
kedermawanan. Perda semacam ini dimaksudkan untuk menumbuhkan kesadaran berderma (zakat/sedekah) serta meng-eleminir perilaku boros dan kikir dalam penggunaan harta di kalangan masyarakat secara yuridis. Selain itu, pemerintah daerah juga harus aktif dalam monitoring dan evaluasi lapangan mengenai preferensi konsumsi masyarakat, khususnya pada aspek kualitas kemurnian konsumsi. Hal ini dapat di tempuh melalui
inspeksi
mendadak (Sidak) ke tempat-tempat pembelanjaan yang ada di Pamulang untuk kemudian dilakukan evaluasi. 3. Kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI) Daerah dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), khususnya di Kecamatan Pamulang; agar secara aktif melakukan pengawasan mengenai kualitas konsumsi masyarakat dengan memonitoring secara berkala aspek kehalalan dan kesehatan dari produkproduk dan jasa yang sudah ada dan akan masuk ke pasar di wilayah Pamulang. 4. Civitas akdemik di Perguruan Tinggi Islam Negeri / Swasta (PTIN/S) yang ada di Pamulang; agar secara aktif dan berkala melakukan penelitianpenelitian mengenai preferensi konsumsi masyarakat Pamulang. Keberadaan penelitian
dimaksudkan
untuk
memperoleh
data-data
empiris
dari
preferensi/pola konsumsi masyarakat Pamulang. Data-data tersebut dapat berfungsi sebagai media untuk mengetahui kriteria preferensi konsumsi masyarakat Pamulang. di samping itu, data penelitian juga dapat berfungsI sebagai media untuk mengukur tingkat keberhasilan pemerintah dan pihak
terkait lainnya dalam mengawasi perilaku konsumsi masyarakat. Misalnya, pertumbuhan
kesadaran
ber-sedekah
dan
peningkatan
kesadaran
mengkonsumsi komoditas halal dan tayyib. Kemudian, diharapkan kepada seluruh perguruan tinggi untuk mengembangkan Ekonomi Islam dari sisi teoritis dan praktis. 5. Kepada para ulama, ustadz dan ustadzah; agar secara terus-menerus menyampaikan dakwah-dakwah yang terkait dengan preferensi konsumsi Islam (misalnya; zakat, sedekah, halal, tayyib, dan lain-lain). Dakwah yang dimaksud adalah dakwah dengan lisan (dakwah bi al-Lisan) dan dakwah dengan perbuatan/tauladan (dakwah bi al-Hal). Penyampaian dakwah dengan lisan (dakwah bi al-Lisan) kepada masyarakat dapat dilakukan melalui majlis ta’lim, pengajian mingguan dan kegiatan islami lainnya yang bertujuan untuk melakukan pembianaan secara ke-ilmuan langsung kepada masyarakat. Sedang dakwah dengan perbuatan/tauladan (dakwah bi al-Hal) dapat dilakukan melalui kegiatan bermasyarakat sehari-hari dengan cara memberi contoh langsung kepada masyarakat yang bertujuan untuk melakukan pembinaan secara praktek/kebiasaan langsung kepada masyarakat. Proses menumbuhkan kesadaran masyarakat terhadap preferensi konsumsi Islam tidak mudah dan dibutuhkan kesabaran dari para ulama, ustadz dan ustadzah.
DAFTAR PUSTAKA al-Qur’an al-Karim Abbas, Ahmad Sudirman. Qawaid Fiqhiyyah Dalam Perspektif Fiqh. Cet. Ke-1. Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya dan Anglo Media Jakarta. 2004. Ahmad, Habeb. Role of Zakat and Awqaf In Poverty Allevation. Jeddah : IDB, Islamic Research and Training. 2004. Ali, Atabik dan Zuddi, Ahmad. Kamus Kontemporer Arab Indonesia. Yogyakarta : Multi Karya Grafika. 1998. Amalia, Euis. Ekonomi Islam : Konstruksi Ilmu, Pengembangan Sistem dan Kelembagaan. Makalah yang dipresentasikan pada mata kuliah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2005. _____________. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam : dari masa Klasik hinga Kontemporer. Jakarta : Pustaka Asatruss. 2005. _____________. Teori Perilaku Konsumen dalam Perspektif Ekonomi Islam; Analisis Perilaku Konsumen menurut Muhammad Fahim Khan. Jurnal Pemikiran Islam Konstekstual (JAUHAR). Vol 4. No 1. Juni, 2003. Assauri, Sofjan. Matematika Ekonomi. Ed.2. Cet. 21. Jakarta : Raja Grafindo Persada. 2002. Basri, Faisal. Tantangan Baru Perangi Kemiskinan. Paper yang diakses pada hari Kamis, 23 Mai 2008 dari http://www.tokohindonesia.com/ensiklopedi/f/faisalbasri/publikasi/02.shtml Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan). Jakarta Rieneke Cipta. 1998.
Bukhâri,
Abdullah
Muhammad
ibn
Isma´îl.
Sahîh
Bukhâri.
Islamic
Economic
Jil
1.
Kairo : Darul Fikr. 1998. Choudhury,
Masudul
Alam.
Contribution
to
Theory.
New York : St. Martin’s Press. 1986. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka. 1988. Direktorat Badan Statistik. Banten dalam Angka 2006/2007. Jakarta : Badan Pusat Statistik. 2007. ____________________. Indikator Ekonomi . Jakarta : Badan Pusat Statistik. 2007. ____________________. Pengeluaran untuk Konsumsi penduduk Indonesia PerProvinsi 2007, Book 1 dan 3. Jakarta : Badan Pusat Statistik. 2007. ____________________. Statistik Indonesia. Jakarta : Badan Pusat Statistik. 2007. Echols, John dan Sadily, Hasan. Kamus Bahasa Inggris Indonesia. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. 2003. Gholib, Achmad. STUDI ISLAM : Pengantar Memahami agama, al-Qur’an, alHadits dan Sejarah Peradaban Islam. Jakarta : Faza Media. 2006. Hafidhuddin, Didin. Zakat Dalam Perekonomian Modern. Jakarta : Gema Insani Press. 2002. Haroen, Nasrun. Fiqh Muamalah. Jakarta : Gaya Media Pratama. 2000. Karim, Adiwarman Azwar. Ekonomi Mikro Islam. Jakarta :IITI. 2004. _____________________. Bank Islam : Analisis Fiqh dan Keuangan. Ed 3. Jakarta : Raja Grafindo Persada. 2006. Kahf, Monzer. Ekonomi Islam : Telaah Analitik terhadap Fungsi dan Sistem Ekonomi Islam. Terj. Machnul Husein. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. 1995. ___________. The Demand Side or Consumer Behaviour In Islamic Perspective. Makalah yang diterima dari Pusat Riset dan Data Perkembangan Ekonomi Syariah (PRIDES). Sabtu, Maret 2008. ____________. Zakah Management in Some Muslim Societies. Kairo : International Association of Islamic Banks /IDB. 1993.
Khairani, Henny. Pengaruh Pendapatan Terhadap Pola Konsumsi, Tabungan Dan Zakat ; Studi Kasus di Kelurahan Rangkapan Jaya Baru, Depok. ( Skripsi S-1 Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Jurusan Muamalat) 2006. Khan, Muhammad Fahim. Essays In Islamic Economics. United Kingdom : The Islamic Foundation. 1995. Khan, Muhammad Akram. An Introduction to Islamic Economics. Pakistan : International Institute of Islamic Thought. 1994. Kharies. Konsumerisme Menjebak Bangsa Indonesia ke Dalam Kapitalisme. Artikel yang diakses dari http://ardian.awardspace.info/detail.php?recordID=2 Lahmanindra, Sonarja. Kampanye Konsumerisme di Kalangan Remaja Bandung, Artikel
yang
diakses
dari
http://digilib.unikom.ac.id/go.php?id=
jbptunikompp-gdl-s1-2006-sonarjalah-3065. Luqman. Biografi M.A Mannan. Artikel yang diakses melalui maillis ekonomisyariah
dari
http://luqmannomic.wordpress.com/2007/09/18/dr-abdul-
mannan/. 21 November 2007.
Majid, Aidil Akbar. Yang Tidak Diketahui dari Kartu Kredit. Artikel edisi Minggu 8 April 2007 yang diakses dari http://www.mediakonsumen. com/ Artikel460. html. Mannan, Muhammad Abdul. Economic Development and Social Peace in Islam. Bangladesh : Bangladesh Social Peace Foundation. 1989. _______________________.Islamic Economics; Theory and Practice (Foundation of Islamic Economics). England: Holder and Stoughton Ltd. 1986. _______________________. The Frontier of Islamic Economics. India : Idharah Adhabiyat. 1984.
_______________________. The Making of Islamic Economic Society; Islamic Dimensions in Economic Analysis. Kairo : International Association of Islamic Banks. 1984. _______________________. Sertifikat Wakaf Tunai: Sebuah Inovasi Instrumen Keuangan Islam. Terj. Tjasmijanto dan Rozidyanti. Depok : CIBER dan PKKT-UI. 2001. Mauludi, Ali. Statistik 1 ; Penelitian Ekonomi Islam dan Sosial. Ciputat : Prima Heza Lestari. 2006. Metwally, M.M. Teori dan Model Ekonomi Islam. Terj. Husein sawit. Jakarta : PT Bangkit Daya Insana.1995. Moleong, Lexy.J. Metode Penelitian Kualitatif, (edisi : revisi). Bandung : PT Remaja Rosda Karya. 2006. Muflih, Muhammad. Perilaku Konsumen Dalam Perspektif Ilmu Ekonomi Islam. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. 2006. _________________. Tingkat Pendapatan Masyarakat Perkotaan dan Pengaruhnya terhadap Perilaku Konsumsi Ditinjau dalam Perspektif Ekonomi Islam : Studi terhadap Penduduk Berpenghasilan Tetap Muslim Kota Tangerang . (Tesis Program Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Konsentrasi Ekonomi Islam) 2004. Mukti, Hari. Ubah Pola Pikir Hedonisme. Materi ceramah yang diakses dari www.antara.co.id/arc/2007/9/27/hari-moekti-ubah-pola-pikir-hedonisme Muslim, Abu Husain. Sahîh Muslim. Riyâd : Dar – Salâm. 1998. Natsir, Muhammad. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia. 1998. Pratomo, Eko.P. Cara Mudah Mengelola Keuangan Keluarga Secara Islami. Jakarta: Hijrah Institut. 2004. Priono, Djaka Heru. Konsep Ekonomi Islam Baqir Sadr dan Monzer Kahf : Sebuah Studi Komparasi. ( Skripsi S-1 Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Jurusan Muamalat) 2006.
Qardhawi, Yusuf. Halal dan Haram Dalam Islam. Terj. Abu Hana Zulkarnaen dan Abdurrahim Mu’thi. Cet. Ke-1. Jakarta : Media Eka Sarana. 2004. ______________. Norma dan Etika Ekonomi Islam. Terj. Zainul Arifin dan Dahlia Husin. Jakarta : Gema Insani Press. 1997. ______________. Hukum Zakat. Terj. Salman Harun, Didin Hafidudin dan Hasanuddin. Jakarta : Litera Antar Nusa dan Mizan. 1996. Rahardja, Pratama, Mandala Manurung. Teori Ekonomi Makro, Suatu Pengantar. Jakarta : Lembaga Penerbit fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. 2004. Rahman, Afzalur. Economic Doctrines of Islam, Vol.2. Pakistan : Islamic Publications. 1985. Sâbûni, Muhammad ´Ali. Mukhtasar Tafsir Ibn Katsîr. Qahiroh : Darul Sâbûni. 1999. Salam, Syamsir dan Jaenal Aripin. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta : UIN Jakarta Press.2006. San´âni, Muhammad ibn Ismâ´îl al-Amîri al-Yamîn. Subûlussalâm, Jil 3. Kairo : Darul Hadits .2000. Schiffman, Leon.G dan Kanuk, Leslie Lazar. Perilaku Konsumen. Terj. Zoelkifli Kasip. Jakarta : Indeks. 2004. Sholahuddin, Muhammad. Asas-Asas Ekonomi Islam. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. 2007. Shihab, Muhammad Quraish. Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian alQur’an. Vol. 1,2,10,13 dan 14. Jakarta : Lentera Hati.2002. Siddiqi, Muhammad Nejatullah. Kegiatan Ekonomi Dalam Islam. Terj. Anas Sidik. Jakarta : PT Bumi Aksara. 2004. Skousen, Mark. Sejarah Pemikiran Ekonomi; Sang Maestro Teori-teori Ekonomi Modern. Terj. Tri wibowo Budi Santoso. Jakarta : Prenada. 2005. Subana, Muhammad, Sudrajat. Dasar-dasar Penelitian Ilmiah. Bandung : Pustaka Setia. 2005. Sugiyanto. Analisis Statistika Sosial. Malang : Bayu Media. 2004
Sukirno, Sadono. Pengantar Teori Ekonomi Mikro. Jakarta : Raja grafindo Persada. 2002. Suma. Muhammad Amin. Menggali Akar, Mengurai Serat Ekonomi dan Keuangan Islam. Jakarta : Kolam Publishing. 2008. Suprayitno, Eko. Ekonomi Islam: Pendekatan Ekonomi Makro Islam dan Konvensional. Yogyakarta : Graha Ilmu. 2005. Suyûti, Jalâluddin ibn Abu Bakr. al-Jâmiu´ al-Saghîr fi Ahâditsi al-Basyîri al-Nazîr. Beirut : Darul Kitab Ilmiyyati. 2003. Tim Penulis Fakultas Syariah dan Hukum. Pedoman Penulisan Skripsi. Ciputat : Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah. 2007. ttn. Monzer Kahf : Dari Syiria ke AS Sebarkan Ekonomi Islam. Majalah Ekonomi Syariah Vol. 7 No. 1. 2008/1429 H. ttn. Al-Munjid Fil Lughati. Beirut, Libanon : Darul Masyruq. 1986. Yasni, Muhammad Gunawan. Ekonomi Sufistik ; Adil dan Membahagiakan. Bandung : Mizan. 2007. Yusuf, Arif Anshory. Mengkaji Lagi Ketimpangan Di Indonesia. Artikel Koran edisi kamis 14 September 2006 yang diakses dari http://www.kompas.com / kompas-cetak/ 0609/14/ opini/ 2953496. htm.
Kahf, Monzer. A Contribution to the Theory of Consumer Behavior in an Islamic Society. Kairo : International Association of Islamic Banks. 1984.
☺
☺
☺
☺ ☺ ☺
Ayat – ayat Qur’an yang berkaitan dengan kegiatan Konsumsi dalam ekonomi Islam; 1. al- Mâidah : 90-91 (pada halaman 30 )
☺ Artinya : (90) ‘Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (91) Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; Maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).’
2. an-Nahl : 76 (pada halaman 38) ⌧ ☺ ⌧
⌧ ☺
artinya : (76) Dan Allah membuat (pula) perumpamaan: dua orang lelaki yang seorang bisu, tidak dapat berbuat sesuatupun dan dia menjadi beban atas penanggungnya, ke mana saja dia disuruh oleh penanggungnya itu, dia tidak dapat mendatangkan suatu kebajikanpun. samakah orang itu dengan orang yang menyuruh berbuat keadilan, dan dia berada pula di atas jalan yang lurus?
3. al- Furqân : 67 (pada halaman 43) ⌧
Artinya : ‘Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.’ (QS. al- Furqân : 67)
Ali, Atabik dan Zuddi, Ahmad. Kamus Kontemporer Arab Indonesia. Yogyakarta : Multi Karya Grafika. 1998. Maslahat :Mashala; kemanfaatan, kepabikan dan kepentingan 1741 Halal ;mubah 789 Thayyib :yang baik, yang bagus, yang enak dan yang lezat 1245 Falah/Aflaha :mendapat yang dicari, sukses dan berhasil dengan baik.
Indo Maslahat : sesuatu yang mendatangkan kebaikan, keselamatan. 720 Falah : kemenangan Halal : diizinkan (tidak dilarang oleh syara’) sah. 383 Tayyib : bagus 1151
M. Amin Suma; bathil lawan dari Haq ; sia-sia, palsu, salah dusta, tukuang sihir dan setan, dll, 324
9.
Konsep Konsumsi dalam Islam M.A Mannan seorang pemikir Ekonomi Islam mencoba mendefenisiskan
‘konsumsi’ sebagai “Permintaan, yaitu permintaan akan hasil produksi.”86 Menurutnya, konsumsi tidak hanya sebatas mengkonsumsi barang secara fisik tangible goods melainkan juga berlaku pada barang yang tidak berwujud intangible goods . Hal ini didasarkan pada kebutuhan dasar manusia basic needs yang dibagi ke dalam 2 golongan; yaitu makanan ( berwujud ) dan keamanan ( tidak berwujud ). Allah SWT berfirman;
“(Allah)
Yang
telah
memberi
makanan
kepada
mereka
untukmenghilangkanlapar dan mengamankan mereka dari ketakutan”. { QS. Quraisy : 4 } Konsumsi secara matematis dapat dikaji melalui 2 pendekatan ekonomi, yaitu keseimbangan ekonomi (equilibrium) dan pengeluaran konsumsi otonom (outonomous consumption). Keseimbangan ekonomi dalam konsumsi adalah 86
Mannan. Islamic Economics. h. 44
terjadinya hubungan yang seimbang antara pendapatan (Y) dan pengeluaran (C). dimana C sudah merupakan gabungan antara konsumsi dan Final Spending (FS), yaitu infaq dan sedekah serta juga ditambahkan S (saving). Artinya, bahwa tingkat konsumsi seseorang muslim juga bergantung pada tingkat pendapatan yang dimilikinya.87 Sedangkan pengeluaran konsumsi otonom adalah konsumsi minimum yang harus dilakukan seorang muslim walaupun tidak memiliki pendapatan. Pendekatan ini berasal dari kajian terhadap hasrat marjinal berkonsumsi (Marjinal Propensity to Consume/MPC).88 Berikut ilustrasinya; Keseimbangan Ekonomi
Autonomous Consumption Y = C ⇒ C = C + FS ⇒ + S
C = a + bY
Maka Y = (C+FS) + S
MPC = ∆C/∆Y
dimana;
dimana;
Y = Pendapatan
A dan b adalah konstan a > 0 ; 0 < b < 1
C = Konsumsi
C = Konsumsi
S = Saving
a = besarnya pengeluaran konsumsi bila
FS (Final Spending) = Sedekah dan pendapatan tidak ada (konsumsi otonom) Infak
b = MPC = Marjinal Propensity to Consume
Gambar 1.F.1. Rumus Equilibrium dan Autonomous Consumption
87
Eko Suparyitno. Ekonomi Islam: Pendekatan Ekonomi Makro Islam dan Konvensional. Yogyakarta : Graha Ilmu. 2005. hal 50 88
Ibid. hal 51 dan juga terdapat dalam M.M. Metwally, Teori dan Model Ekonomi Islam. Terj. Husein sawit. Jakarta : PT Bangkit Daya Insana.1995. hal 48.
10.
Interseksi Interseksi (irisan) dari dua buah himpunan adalah merupakan himpunan
yang terdiri dari unsur yang menjadi anggota baik dari himpunan yang satu maupun dari himpunan lainnya.89 Notasi atau tanda yang menyatakan interseksi dari dua buah himpunan adalah ∩. Berikut contoh interseksi dari dua buah himpunan ditunjukkan dengan diagram Venn; A
B
A∩B Gambar 1.F.2. Diagram Venn yang menunjukkan Interseksi dari himpunan-himpunan A dan B
5. Konsep Konsumsi Islam dan Konsumsi Kapitalis (Matrealistik) Pada paragraf ini, penulis akan mengemungkakan 3 perbedaan antara konsep konsumsi dalam Islam dan Kapitalis Matrealistik. Tujuan Konsumsi, variable konsumsi dan objek konsumsi. Berikut penjelasannya ; Tujuan konsumsi dalam Ilmu Ekonomi Barat (matrealis) adalah pemenuhan kebutuhan hidup dengan cara memaksimalkan utilitas dari sebuah barang (maximaizing utilities) untuk memperoleh kepuasan khusus. Konsep utilitas 89
Sofjan Assauri. Matematika Ekonomi. Ed.2. Cet. 21. Jakarta : Raja Grafindo Persada. 2002. h. 12 – 14.
merupakan dasar ditetapkannya keinginan-keinginan seseorang.90 Konsep utilitas jelas bersifat subyektif dan bebas nilai. Artinya, setiap orang yang menggunakan konsep utilitas dalam kegiatan konsumsi-nya berhak menentukan kepuasan mereka berdasarkan kriteria-kriteria mereka sendiri. Hasilnya, akan muncul sebuah tindakan yang bebas nilai. Segala sesuatu atau barang apapun yang dapat memuaskan keinginan mereka, maka mereka akan berusaha memenuhinya tanpa peduli dengan efek-efek negatif terhadap orang lain. Konsumsi terhadap khamr, babi, judi, spekulasi dan lain sebagainya yang dilarang dalam Islam tidak menjadi masalah dalam konsep ini selama komoditas-komoditas tersebut dapat memuaskan mereka. Tujuan konsumsi dalam konsep kapitalis sangat berbeda dengan Islam. Tujuan konsumsi dalam Islam adalah untuk memenuhi kebutuhan baik jasmani maupun ruhani (maslahat) sehingga mampu memaksimalkan fungsi kemanusiaannya sebagai hamba Allah SWT untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat (falah). Konsep maslahat dalam Islam merupakan dasar ditetapkannya kebutuhankebutuhan manusia.91 Maslahat berarti terpeliharanya lima tujuan hidup manusia yaitu agama, jiwa, keturunan, akal (pendidikan) dan harta. Konsep maslahat tidak bersifat subjektif (dalam arti khusus) dan tidak bebas nilai. Ia dikendalikan oleh
90
Euis Amalia. Teori Perilaku Konsumen dalam Perspektif Ekonomi Islam; Analisis Perilaku Konsumen menurut Muhammad Fahim Khan. Jurnal Pemikiran Islam Konstekstual (JAUHAR). Vol 4. No 1. Juni, 2003. h. 11 91 Ibid. h. 11 dan baca juga Euis Amalia. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam : dari masa Klasik hinga Kontemporer. Jakarta : Pustaka Asatruss. 2005. h. 213
nilai-nilai Islam yang bersumber dari Qur’an dan Hadits. Implikasi konsep maslahat dalam kegiatan konsumsi Islam adalah
(a) konsumsi
merupakan alat untuk mendekatkan diri pada Allah SWT dan
(b) adanya
nilai-nilai (normatif/ilahiah) yang harus dijaga dalam berkonsumsi. Fungsi konsumsi pada konsep kapitalis hanya berputar konsumsi saja, di mana {C = f (Y,C,S/I)}. Zakat dan sadaqoh (sumbangan) bukan termasuk dari fungsi konsumsi. Fungsi konsumsi dalam Islam tidak hanya berputar konsumsi saja. Zakat, sedekah (sumbangan) termasuk dari fungsi Konsumsi. Mannan menamakan varibel tersebut sebagai konsumsi sosial.92 Jadi, fungsi konsumsi dalam Islam ditulis dengan persamaan {C = f(Y,FS,S/I)}. Final Spending (FS) merupakan kewajiban finansial bagi setiap muslim. Yang termasuk dalam kategori FS adalah zakat, sedekah, wakaf dan lain sebagainya yang ditujukan untuk mengabdi kepada Allah. Final Spending muncul dalam ekonomi Islam sebagai instrumen redistribusi pendapatan di masyarakat dan peningkatan daya beli (purchasing power) masyarakat miskin. Dalam ekonomi modern (kapitalis/matrealis) segala sesuatu memiliki nilai manfaat ekonomik bilamana ia dapat dipertukarkan di pasar. Artinya, Komoditas apapun yang dapat diserap oleh pasar akan memiliki nilai manfaat ekonomik dan juga dapat dikonsumsi oleh masyarakat selama komoditas tersebut dapat 92
Muhammad Abdul Mannan. The Making of Islamic Economic Society; Islamic Dimensions in Economic Analysis. Kairo : International Association of Islamic Banks. 1984. Chapter 13 : Consumption Function. h. 290-291
memuaskan keinginan mereka. Minuman keras, daging babi, perjudian dan lain sebagainya dalam konsep kapitalis merupakan komoditas yang bernilai ekonomik dan dapat dikonsumsi. Dalam Islam merupakan salah satu syarat yang perlu tetapi tidak memadai untuk mendefenisikan bahwa komoditas dapat memiliki nilai manfaat ekonomik bilamana ia dapat dipertukarkan dipasar. Segala sesuatu yang dapat memberikan manfaat ekonomik seharusnya juga dapat bermanfaat secara moral. Tidak ada pemisahan antara nilai ekonomik dan moral dalam mendefenisikan kemanfaatan suatu komoditas. Atas dasar ini objek konsumsi dalam Islam harus meliputi segala komoditas yang berguna dan baik yang manfaatnya dapat menimbulkan perbaikan secara material, moral maupun spritual pada konsumennya.
Analisa Korelasi Tingkat (relegiusitas) Keagamaan {X} Responden dan Perilaku Konsumsi Komoditas Halal dan Tayyib {Y} No Kode
X
Y
X2
Y2
XY
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
61 64 71 66 55 69 55 54 82 75 73 51 49 77 64 72 67 70 64 63 85 61 73 67 59 66 66 68 72 67 49 56 56 51
28 30 25 27 28 28 25 26 30 26 28 30 22 30 27 30 30 30 23 22 30 25 30 22 29 28 29 28 30 26 23 28 27 28
3721 4096 5041 4356 3025 4761 3025 2916 6724 5625 5329 2601 2401 5929 4096 5184 4489 4900 4096 3969 7225 3721 5329 4489 3481 4356 4356 4624 5184 4489 2401 3136 3136 2601
784 900 625 729 784 784 625 676 900 676 784 900 484 900 729 900 900 900 529 484 900 625 900 484 841 784 841 784 900 676 529 784 729 784
1708 1920 1775 1782 1540 1932 1375 1404 2460 1950 2044 1530 1078 2310 1728 2160 2010 2100 1472 1386 2550 1525 2190 1474 1711 1848 1914 1904 2160 1742 1127 1568 1512 1428
Ir 1 Ir 2 Ir 3 Ir 4 Ir 5 Ir 6 Ir 7 Ir 8 Ir 9 Ir 10 Ir 11 Ir 12 Ir 13 Ir 14 Ir 15 Ir 16 Ir 17 Ir 18 Ir 19 Ir 20 Ir 21 Ir 22 Ir 23 Ir 24 Ir 25 Ir 26 Ir 27 Ir 28 Ir 29 Ir 30 Ir 31 Ek 1 Ek 2 Ek 3
35 36 37 38 38 40 41 42 43 44 45 46 47
Ek 4 Ek 5 Ek 6 Ek 7 Ek 8 Ek 9 Ek 10 Ek 11 Ek 12 Ek 13 Ek 14 Ek 15 Ek 16
rxy
71 67 63 57 58 72 63 57 76 67 73 58 71 3051
30 28 30 28 30 27 26 27 30 30 28 28 30 1300
5041 4489 3969 3249 3364 5184 3969 3249 5776 4489 5329 3364 5041 201325
900 784 900 784 900 729 676 729 900 900 784 784 900 36224
2130 1876 1890 1596 1740 1944 1638 1539 2280 2010 2044 1624 2130 84758
n ∑xy- ( ∑x )( ∑y ) =
[ n ∑x2 – ( ∑x ) 2 ] [ n ∑y2 – ( ∑y ) 2 ] 47 (84758) - ( 3051 )( 1300 )
=
[ 47 (201325) – ( 3051 ) 2 ] [ 47(36224) – ( 1300 ) 2 ] 3983626 - 2966300
=
[153674] [ 12528 ]
=
17326 / 4387
=
0,395
Info Tambahan Angket B1 KODE INFO Ek 14 Akademi
B2 KODE Ir 7 Ir 9 Ir 13 Ir 24 Ir 25 Ir 26 Ir 28 Ir 30 Ek 3 Ek 14 Ek 15
INFO Rumahan Wiraswasta Property Produksi Pns Telkom Rumahan Pertambangan Jasa Tenaker Percetakan Sosial
B3 KODE Ir 3 Ir 7 Ir 8 Ir 10 Ir 11 Ir 13 Ir 14 Ir 15 Ir 18 Ir 19 Ir 20 Ir 24 Ir 25 Ir 26 Ir 27 Ir 28 Ek 1 Ek 3 Ek 8 Ek 13 Ek 14 Ek 15
INFO Distributor Ibu rumah tangga Teknisi Konsultan Akuntan Staf IT Karyawan Akuntan Owner angkot Karyawan Pegawai Pegawai Pegawai Pegawai/pensiunan Karyawan Ibu rumah tangga Administrasi Supervisor Administrasi Supir Staf Volunteer
B25 KODE Ir 1 Ir 26 Ek 9 Ek 2
B26
INFO Menikmati hidup apa adanya Manfaat sesuai kemampuan Lain2 Membahagiakan keluarga
KODE Ir 1 Ir 11 Ir 15 Ir 19 Ek 9
INFO 1,2,3 ibadah dan ingin nolong suatu kewajiban 1,4 1 dan dorongan manusiawi
B27 KODE Ir
INFO Menjalani hidup sesuai agama B12
B17
KODE
INFO
KODE
INFO
Ir 22
Panti asuhan
Ir 5 Ir 9 Ir 11 Ir 26 Ek 15 Ek 7 Ek 11
Tidak ada sisa Untuk tambahan harian Tab-sedekah Tidak ada sisa Kemanusiaan Ga da sisa 1 dan 2
Judul
:
Pengaruh Pendapatan Terhadap Pola Konsumsi, Tabungan dan Zakat (Studi Kasus Di Kelurahan Rangkapan Jaya, Depok)
Tahun
:
2006
Penulis
:
Henny Khairani (Mahasiswa Perbankan Syariah UIN)
Rumusan Masalah :
1. Bagaimana pengaruh tingkat pendapatan terhadap pola konsumsi masyarakat setempat? 2. Bagaimana pengaruh tingkat pendapatan terhadap kebiasaan menabung? 3. Bagaimana pengaruh tingkat pendapatan terhadap jumlah uang yang diinfakkan?
Metode Penelitian : 1. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Studi Pustaka dan Lapangan, Normatif dan Empiris
2. IPD
Kepustakaan, Angket dan wawancara
3. Metode Analisa Data
Kualitatif dan kuantitatif
Judul
:
Peran Konsumsi dalam Memelihara Maqasid Syariah
Tahun
:
2003
Penulis
:
Awaludin (Mahasiswa Perbankan Syariah UIN)
Rumusan Masalah :
1. Apa sebenarnya peran konsumsi dalam memelihara maqasid syariah? 2. Bagaimana konsumsi mempengaruhi unsure-unsur utama maqasid syariah?
Metode Penelitian : 1. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Studi Pustaka, Normatif
2. IPD
Kepustakaan
3. Metode Analisa Data
Judul
:
Deskriptif Analisis
Konsep Ekonomi Islam Bagir Shadr dan Monzer kahf: Sebuah Studi Komparatif
Tahun
:
2006
Penulis
:
Djaka Heru Priono (Mahasiswa Perbankan Syariah UIN)
Rumusan Masalah :
1. Bagaimana konsep ekonomi Baqir shard dan Monzer Kahf? 2. Apa saja persamaan dan perbedaan konsep ekonomi keduanya? 3. bagaimana relevansi konsep ekonomi keduanya dikaitkan dengan perekonomian saat ini?
Metode Penelitian : 1. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Studi Pustaka, Normatif
2. IPD
Kepustakaan
3. Metode Analisa Data
Deskriptif Analisis
Judul
:
Peran Konsumsi dalam Memelihara Maqasid Syariah
Tahun
:
2003
Penulis
:
Awaludin (Mahasiswa Perbankan Syariah UIN)
Rumusan Masalah :
1. Apa sebenarnya peran konsumsi dalam memelihara maqasid syariah?
2. Bagaimana konsumsi mempengaruhi unsure-unsur utama maqasid syariah? Metode Penelitian : 1. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Studi Pustaka, Normatif
2. IPD
Kepustakaan
3. Metode Analisa Data
Deskriptif Analisis
Fungsi konsumsi : sifat dan ruang lingkupnya dalam Islam
Agus Baihaki
2002
M. Amin Suma
PETUNJUK PENGISIAN Mohon kepada bapak/ibu/sdr. untuk menjawab pertanyaan di bawah ini dengan se-objektif dan sebenarbenarnya. Teknik memberikan jawaban dengan cara melingkari nomor pilihan dan atau mengisi kolom yang tersedia sesuai pilihan bapak/ibu/sdr.
PROFIL RESPONDEN 11. Berapa usia bapak/ibu/sdr. ?
______ tahun
Apa jenis kelamin bapak/ibu/sdr.?
1. Pria
2. Wanita
Apa status perkawinan bapak/ibu/sdr.? 1. Belum menikah
3. Duda / janda cerai
2. Menikah
4. Duda / janda (mati)
12. Jika menikah, apakah bapak/ibu/sdr. memiliki anak ? 1. Belum
2. Ya, (___ orang)
13. Berapa orang anak yang masih dalam tanggungan keuangan bapak/ibu/sdr.? ______ anak
FAKTOR SOSIAL - EKONOMI 14. Apa tingkat pendidikan terakhir yang pernah bapak/ibu/sdr. tamatkan ? 1. Tidak sekolah 2. SD 3. SLTP
15.
7. S-1 8. S-2 9.____________
Pekerjaan bapak/ibu/sdr. bergerak di bidang apa? 1. Pendidikan 2. Perdagangan 3. Jasa kesehatan 4. Jasa Keuangan
16.
4. SLTA 5. Dipl 1 / 2 6. Dipl 3 / BA
5. Jasa Hukum 6. Jasa Transportasi 7. Peternakan 8. Perikanan
9. Perkebunan 10. Militer 11. Kepolisian 12________________
Apa jabatan bapak/ibu/sdr. di pekerjaan di atas ? 1. Pejabat eselon 3
5. Perawat
9. Pengacara
2. Manajer 3. Dosen 4. Guru
6. Dokter 7. Pedagangdi toko/warung 8. Petani
10. Satpam 11. Penjahit 12. _________________
Berapa rata-rata penghasilan bulanan/gaji bapak/ibu/sdr. ? (mohon diisi)
Rp________________
Berapa rata-rata penghasilan tambahan bulanan bapak/ibu/sdr. ? (mohon diisi)
Rp_______________
Berapa total dana yang bapak/ibu/sdr. keluarkan untuk konsumsi barang cepat habis {sembako, susu, gula, teh, kopi, sirup, rekening telepon, air, listrik, dll} setiap bulannya?
(mohon diisi)
Rp
_________________________________
17.
Berapa total dana yang bapak/ibu/sdr. keluarkan
untuk konsumsi barang tahan lama
{
rumah atau angsurannya, tanah, perabotan rumah, pakaian, kendaraan bermotor atau angsurannya, alat elektronik
(TV,
Tape,
laptop)
atau
angsurannya,
perkakas dapur, dll) setiap bulannya?
(mohon diisi)
Rp ________________________________ 18.
Berapa total dana yang bapak/ibu/sdr. keluarkan
biaya pendidikan
bapak/ibu/sdr. dan atau anak dari
bapak/ibu untuk setiap bulannya ? (mohon diisi)
Rp
____________________ Apakah bapak/ibu/sdr. mengalokasikan dana dari pendapatan bulanan untuk melakukan kegiatan REKREASI?
1. Tidak
2. Ya (mohon diisi
Rp_________________________ ) Apakah bapak/ibu/sdr. mengalokasikan dana dari pendapatan bulanan untuk perawatan MEDIS/KESEHATAN ?
1. Tidak
2. Ya (mohon diisi
Rp_________________________ ) 19.
Apakah bapak/ibu/sdr. menyisihkan zakat (atas
pendapatan bulanan) setiap bulan-nya ? (lanjut pertanyaan nomor 13)
2. Ya
1. Tidak (mohon diisi
Rp_____________________ ) Kemana zakat (atas penghasilan bulanan) tersebut bapak/ibu/sdr. salurkan ? 1. BAZIS 2. Amil Zakat Masjid (setempat)
20.
Apakah
bapak/ibu/sdr.
3. Langsung kpd yang membutuhkan 4.___________
menyisihkan
setiap bulan-nya ?
sedekah 1. Tidak
2. Ya ( mohon diisi Rp __________________________ ) Kemana sedekah tersebut bapak/ibu/sdr. salurkan ? 1. BAZIS 2. Amil Zakat Masjid (setempat)
21.
3. Langsung kpd yang membutuhkan 4.___________
Apakah saat ini bapak/ibu/sdr. memiliki hutang ?
1. Ya
2. Tidak ( lanjut pertanyaan nomor 17 )
Apakah pendapatan bulanan bapak/ibu/sdr. telah dialokasikan untuk pembayaran angsuran/cicilan hutang tersebut? 1. Tidak
2. Ya
22.
Bila
ada
sisa
konsumsi/penggunaan,
penghasilan untuk
apa
setelah penghasilan
itu bapak/ibu/sdr. gunakan ? 1. Tabungan
2. 3. Sedekah
4. ____________
Investasi 23. Apakah bapak/ibu/sdr menjadi peserta/pengguna asuransi syariah? 1. Ya
2. Tidak (lanjut pertanyaan nomor 20)
Jenis dan instansi asuransi syariah apakah yang bapak/ibu/sdr ikuti (beri tanda X )?
( ( ( (
24.
) ) ) )
Jenis Asuransi
Instansi
Jiwa Kesehatan Pendidikan Lain-lain ________________
_____________________________ _____________________________ _____________________________ _____________________________
Apakah bapak/ibu/sdr menjadi peserta/pengguna
perbankan syariah? Tidak
1.
2. Ya (sebutkan __________________ )
Apakah bapak/ibu/sdr memiliki fasilitas/peralatan sebagai berikut ? Beri tanda ( ( ( ( ( ( (
) ) ) ) ) ) )
Jenis Aset Rumah Sendiri (permanen) Mobil Pribadi Sepeda Motor Pribadi Laptop Pribadi TV 29 Inci ke atas Mesin cuci Kulkas
Jumlah _____ _____ _____ _____ _____ _____ _____
25.
Seberapa
iklan
media
elektronik
dan
cetak
mempengaruhi keputusan pilihan konsumsi (keputusan membeli barang/jasa) bapak/ibu/sdr. ? 1. Sangat berpengaruh dan pasti membeli
2. Berpengaruh
3.
Biasa- biasa saja
26.
Produk
buatan
mana
yang
lebih
sering
bapak/ibu/sdr. gunakan/pakai ? 1. Luar negeri
2. Dalam negeri
27. Berapa tingkat frekuensi bapak/ibu/sdr. berbelanja di MALL dalam sebulan terakhir? 1. Sekali 2. Dua kali Apa motivasi
3. Tiga Kali 5. tidak tentu ( ___ / ____ kali) bapak/ibu/sdr. melakukan belanja/konsumsi,
SELAIN
MEMENUHI KEBUTUHAN HIDUP saat ini dan mendatang? 1. Ibadah kepada Allah
2. Mengikuti Trend/model
4. Mengikuti kerabat/teman,dll
3.Penetapan STATUS SOSIAL
5._______________________
Apa motivasi bapak/ibu/sdr. dalam ber- sedekah? 1. Ibadah kepada Allah
2. Ber-empati
3. Merasa Iba (kasihan)
4. Ingin menolong (sosial)
5. ___________________
Dakwah atau ceramah apa yang paling sering bapak/ibu/sdr. dengar ? 1. Individu (sholat, haji, puasa, penyakit-penyakit hati,dll) 2. Sosial (zakat, sedekah, wakaf dll) 3. Keduanya 4.__________________________________
PERILAKU KONSUMSI KOMODITAS HALAL DAN TAYYIB C.1.
Bagaimana
pengetahuan
bapak/ibu/sdr. Sangat tdk
terhadap aspek-aspek berikut? 1. Kehalalan barang/jasa tidak hanya terkait dengan (zat) bahan baku, tapi juga ditentukan oleh proses
Tidak
Cukup
tahu
tahu
tahu
1
2
3
Tahu Sangat tahu 4
5
(pembuatan). 2. Kehalalan barang/jasa tidak hanya terbatas untuk dimakan, tapi juga
untuk diperjual-belikan dan
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
digunakan 3. Aspek kebersihan, kesehatan dan moral dari barang/jasa
juga
menjadi
penentu
kebolehan
mengkonsumsi komoditas tersebut. 4. Penetapan status HALAL produk ditentukan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) C.2.
Bagaimana
sikap
bapak/ibu/sdr.
terhadap pernyataan berikut? 1. Setiap muslim, wajib membeli barang/jasa yang telah jelas kehalalannya. 2.
Selain
halal,
produk
yang
Sangat tdk
Tidak
Cukup
Setuju
Sangat
setuju
setuju
setuju
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
setuju
boleh
dikonsumsi/dimakan adalah produk betulbetul tidak merusak selera dan kesehatan (tubuh) kita 3.
Selain
halal,
jasa
yang
boleh
dikonsumsi/digunakan adalah jasa yang betul-
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
betul tidak merusak kesehatan dan moral. 4. Barang/jasa yang TIDAK ADA JAMINAN KEHALALANNYA harus dihindari untuk dibeli, dikonsumsi dan digunakan
C.3.
Bagaimana
praktek/kebiasaan
bapak/ibu/sdr.
dalam meng-konsumsi komoditas halal dan tayyib?
Tidak pernah
1. Membaca/memastikan LABEL HALAL setiap membeli produk/barang/jasa. 2. Membaca/memastikan TABEL GIZI setiap membeli produk/barang. 3.Membaca/memastikan
tanggal
KADALUARSA
setiap produk yang akan dibeli. 4. Memastikan aspek kebersihan setiap mengkonsumsi produk/barang. 5. Saya hanya akan membeli produk/barang/jasa yang SUDAH JELAS KEHALALANNYA. 6. Saya hanya akan membeli produk/barang yang BETUL-BETUL TIDAK MERUSAK KESEHATAN. 7. Saya hanya akan membeli dan menggunakan produk/jasa yang tidak merusak kesehatan dan moral. 8.
Saya
hanya
bersedia
diajak
ke
Jarang
tempat
makan/restoran yang sudah ada jaminan kehalalannya.
Kadang-
Sering
Selalu
kadang
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
D. LATAR BELAKANG KEAGAMAAN RESPONDEN D.1. Bagaimana pemahaman bapak/ibu/sdr.
Sangat
Tidak
Cukup
tdk paham
paham
paham
1. Rukun Iman dalam Islam
1
2
3
4
5
2. Rukun Islam
1
2
3
4
5
3. Aturan rinci halal/haram dalam Islam
1
2
3
4
5
4. ZAKAT dalam Islam
1
2
3
4
5
terhadap aspek-aspek berikut?
Paham
Sangat
paham
5. Kandungan (tafsir) Qur’an
1
2
3
4
5
6. Kandungan Hadits/Sunnah Nabi SAW
1
2
3
4
5
Kadang-
Sering
Selalu
D.2.
Bagaimana
kebiasaan
bapak/ibu/sdr.
dalam
Tidak
Jarang
melakukan ritual ibadah di bawah ini selama 3 bulan pernah
kadang
terakhir ? 1. Mengerjakan sholat wajib (subuh, dzuhur…)
1
2
3
4
5
2. Mengerjakan sholat sunah (ba’diah/qabliah)
1
2
3
4
5
3. Mengerjakan sholat Tahajjud
1
2
3
4
5
4. Membaca Qur’an (setiap hari)
1
2
3
4
5
5. Membaca wirid sesudah sholat fardu
1
2
3
4
5
6. Mengikuti pengajian (majlis ceramah)
1
2
3
4
5
7. Mengerjakan puasa Sunnah
1
2
3
4
5
D.3. Bagaimana pengalaman bapak/ibu/sdr. terhadap
Tidak
Jarang
Kadang-
Sering
Selalu
aspek berikut ini dalam 3 bulan terakhir?
pernah
kadang
1. Merasa dekat dengan Allah SWT
1
2
3
4
5
2. Merasa dicintai oleh Allah SWT
1
2
3
4
5
3. Merasa Doa-nya didengar oleh Allah SWT
1
2
3
4
5
4. Merasa tenang/nikmat ketika melakukan ibadah
1
2
3
4
5
5. Merasa resah ketika tidak melakukan ibadah wajib
1
2
3
4
5
6. Merasa tenang dalam menjalani aktifitas sehari-hari
1
2
3
4
5
Kuisioner Penelitian PERILAKU KONSUMSI MASYARAKAT MUSLIM {RW 15 / Kelurahan Pamulang Barat } Alamat Sampel / Responden Blok
: __________________________
RT
:__________________________
RW
: 015
Kelurahan
: Pamulang Barat Surat Pengantar
Kepada Yth. Bapak/Ibu/Sdr. Responden
Assalamu’alaikum Wr.Wb Kami berdoa semoga Bapak/Ibu / Sdr selalu dalam lindungan Allah SWT. Amin Sehubugan dengan pelaksanaan penelitian dengan tema ‘Analisis Perilaku Konsumsi Masyarakat Kelurahan Pamulang Barat’ Bersama dengan ini kami memohon kesediaan Bapak/Ibu/Sdr untuk mengisi kuisioner yang kami edarkan. Atas perhatian dan bantuan Bapak/Ibu/Sdr kami ucapkan terima kasih. Semua informasi dalam angket ini bersifat rahasia dan identitas Bapak/Ibu/Sdr tetap akan dirahasiakan.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Pelaksanan : Irham Fachreza Anas ( NIM: 104046101646 ). Mahasiswa Muamalat (Ekonomi Islam) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta