ANALISIS KESTABILAN PROTEIN 1GB1 MENGGUNAKAN SIMULASI DINAMIKA MOLEKUL
JELLYTA HATI
DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Kestabilan Protein 1GB1 Menggunakan Simulasi Dinamika Molekul adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Februari 2014 Jellyta Hati NIM G74100007
ABSTRAK JELLYTA HATI. Analisis Kestabilan Protein 1GB1 Menggunakan Simulasi Dinamika Molekul. Dibimbing oleh TONY IBNU SUMARYADA dan SETYANTO TRI WAHYUDI. Mekanisme untuk menjelaskan stabilitas protein masih menjadi masalah utama yang tidak dipahami sepenuhnya. Salah satu masalah adalah memahami kestabilan termal yang tinggi dari protein 1GB1. Kestabilan termal protein 1GB1 dapat dianalisis menggunakan teknik simulasi dinamika molekul. Penelitian ini bertujuan mempelajari dinamika molekul serta kestabilan termal protein 1GB1 dalam rentang simulasi hingga 100 ns. Proses simulasi terdiri dari tahap preparasi, minimisasi, pemanasan, ekuilibrasi, dan produksi. File koordinat awal 1GB1 dapat diunduh dari Protein Data Bank (PDB). Pengaruh termal yang diberikan adalah suhu sebesar 450K dan 475K selama 100 ns, sedangkan 500K dibatasi selama 2 ns. Proses unfolding terjadi pada suhu 475K saat 95 ns dan 500K saat 745 ps. Saat itulah struktur sekunder mengalami perubahan, namun hanya sebagian pada suhu 475K. Struktur α-helix dan β-hairpin rusak (collapse) hampir seluruhnya pada suhu 500K. Kata kunci: protein 1GB1, simulasi dinamika molekul, stabilitas termal, unfolding
ABSTRACT JELLYTA HATI. Analysis of the Stability of 1GB1 Protein Using Molecular Dynamics Simulation. Supervised by TONY IBNU SUMARYADA and SETYANTO TRI WAHYUDI. A mechanism to explain the stability of the protein is still a major problem that is not fully understood. One of the problem is understanding the high thermal stability of 1GB1 protein. The thermal stability of 1GB1 protein can be analyzed using molecular dynamics simulation technique. The aim of this research is to learn molecular dynamics and thermal stability of 1GB1 protein in the range of simulation up to 100 ns. Simulation process consists of the preparation, minimization, heating, equilibration, and production run. The initial coordinate file 1GB1 can be downloaded from Protein Data Bank. The influence of thermal that given by this simulation are 450K and 475K for 100 ns, while 500K is bounded for 2 ns. For 475K simulation, the unfolding process occured at 95 ns indicated by the dissappearance of some secondary structure. For 500K simulation, the unfolding process occured at 745 ps indicated by the dissappearance of most of the secondary structure (collapsing of α-helix and β-hairpin structure). Keywords: molecular dynamics simulation, 1GB1 protein, thermal stability, unfolding
ANALISIS KESTABILAN PROTEIN 1GB1 MENGGUNAKAN SIMULASI DINAMIKA MOLEKUL
JELLYTA HATI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Pada Departemen Fisika
DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Analisis Kestabilan Protein 1GB1 Menggunakan Simulasi Dinamika Molekul Nama : Jellyta Hati NIM : G74100007
Disetujui oleh
Dr. Tony Ibnu Sumaryada Pembimbing I
Setyanto Tri Wahyudi, M.Si Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr. Akhiruddin Maddu Ketua Departemen Fisika
Tanggal Lulus :
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul “Analisis Kestabilan Protein 1GB1 Menggunakan Simulasi Dinamika Molekul”. Shalawat beriring salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW. Karya ilmiah ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan program sarjana di Departemen Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Tony Ibnu Sumaryada selaku pembimbing pertama dan Bapak Setyanto Tri Wahyudi, M.Si selaku pembimbing kedua. Disamping itu juga kepada orang tua, keluarga, staff, Eni, Roro, Hanna, dan rekan-rekan mahasiswa/i fisika yang senantiasa memberikan motivasi, semangat, dan saran selama ini. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada Ibu Mersi Kurniati, M.Si selaku pembimbing akademik, Bapak Ardian Arief, M.Si selaku penguji dan kak Kania Nur Sawitri, S.Si yang sangat membantu penulis dalam memahami prosedur penelitian ini. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat untuk mengembangkan simulasi dinamika molekul di Departemen Fisika FMIPA-IPB.
Bogor, Februari 2014 Jellyta Hati
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Hipotesis TINJAUAN PUSTAKA Struktur Protein 1GB1 Stabilitas Termal Protein Jari-Jari Girasi Root Mean Square Deviation (RMSD) dan Root Mean Square Fluctuation (RMSF) Jembatan Garam Solvent Accessible Surface Area (SASA) Ikatan Hidrogen Energi METODE Waktu dan Tempat Alat Studi Pustaka Preparasi Molekul Simulasi Dinamika Molekul Pengolahan Hasil Simulasi HASIL DAN PEMBAHASAN Validasi Struktur Sekunder Jari-Jari Girasi RMSD RMSF Energi Ikatan Hidrogen SASA Jembatan Garam SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
vi vi vi 1 1 1 1 2 2 2 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 5 5 5 5 6 6 6 7 8 9 9 10 11 13 14 14 15 15 17 20
DAFTAR TABEL
1 Residu penyusun struktur sekunder protein 1GB1 2 Pasangan residu penyusun jembatan garam setiap variasi suhu
2 13
DAFTAR GAMBAR
1 Nilai faktor beta kristal 1GB1 dengan simulasi 300K 2 Struktur sekunder dengan suhu (a) 450K selama 100 ns, (b) 475K selama 100 ns dan (c) 500K selama 2 ns 3 Jari-jari girasi selama simulasi dengan suhu (a) 450K dan 475K, (b) 500K 4 RMSD selama simulasi dengan suhu (a) 450K dan 475K, (b) 500K 5 RMSF dengan suhu (a) 450K dan 475K selama 100 ns, (b) 500K selama 2 ns 6 Energi konformasi dan non-ikatan selama simulasi dengan variasi suhu 7 Jumlah ikatan hidrogen selama simulasi dengan variasi suhu 8 Nilai SASA selama simulasi dengan variasi suhu 9 Energi elektrostatik pasangan jembatan garam E15-K4 (a) 450K dan 475K, (b) 500K 10 Energi elektrostatik pasangan jembatan garam E27-K31 (a) 450K dan 475K, (b) 500K
6 7 8 8 9 10 11 12 14 14
DAFTAR LAMPIRAN
1 Data faktor beta PDB dan simulasi 300K 2 Posisi pasangan jembatan garam pada struktur sekunder protein 1GB1 (a) E15-K4 suhu 475K, (b) E27-31 suhu 475K, (c) E-15-K4 suhu 500K, (d) E27-K31 suhu 500K 3 Konformasi akhir setiap variasi suhu (a) 450K, (b) 475K, (c) 500K 4 Karakteristik residu pada protein 1GB1
17
18 18 19
PENDAHULUAN Latar Belakang Protein merupakan rantai molekul panjang tersusun dari monomer yang membentuk bahan struktural jaringan tubuh. Ikatan peptida terbentuk dari gabungan asam amino melalui sintesis dehidrasi menjadi polipeptida yang membentuk menjadi protein. Protein berperan dalam penyusun utama makhluk hidup. Beberapa fungsi protein diantaranya sebagai elemen struktural, sintesis hormon, enzim dan antibodi serta terlibat dalam transportasi oksigen. Protein dapat melipat secara fungsional dalam bentuk konformasi pada jangka waktu milisekon serta seringkali dapat refold jika konformasi mereka menjadi terganggu atau terdenaturasi.1 Mekanisme untuk menjelaskan sifat stabilitas protein masih menjadi masalah utama yang tidak dipahami sepenuhnya. Banyak faktor yang mempengaruhi stabilitas termal protein. Proses pelipatan dari kebanyakan protein adalah fenomena fisik murni yang tergantung pada urutan asam amino tertentu dari protein dan lingkungan pelarut.2 Struktur protein dapat memberikan informasi pemahaman terhadap karakter dan aktivitas protein. Struktur tiga dimensi dapat ditentukan menggunakan metode kristalografi sinar-X (X-ray crystallography) dan Nuclear Magnetic Resonance (NMR). Kristalografi sinar-X merupakan metode yang menggunakan pancaran sinar-X yang ditembakkan ke suatu protein yang memiliki kemurnian tinggi sehingga berbentuk kristal. Pancaran tersebut akan terhamburkan dan hamburan yang muncul memberikan informasi struktur kristal protein. Sedangkan informasi struktural tingkat atom dari protein pada keadaan unfolded dapat menggunakan metode NMR. Informasi tersebut penting dalam karakterisasi proses pelipatan protein.3 Molekul mengalami perubahan konformasi (ikatan, sudut dihedral dan rotasi) molekul secara keseluruhan.4 Simulasi dinamika molekul merupakan teknik yang digunakan dalam mempelajari stabilitas enzim atau protein, struktur protein, perubahan konformasi, pelipatan protein, pengangkutan ion pada sistem biologi, evaluasi struktur hasil kristalografi sinar-X dan NMR, serta perancangan obat.5 Terdapat banyak jenis protein di alam ini. Setiap protein memiliki sifat kestabilan termal yang berbeda. Kestabilan termal yang tinggi dimiliki salah satunya pada protein 1GB1. Perumusan Masalah 1. 2. 3.
Bagaimana dinamika dan kestabilan protein 1GB1 dalam rentang waktu simulasi yang panjang (100 ns)? Bagaimana pengaruh suhu terhadap dinamika serta proses unfolding protein 1GB1? Jenis interaksi apakah yang berperan terhadap kestabilan termal protein 1GB1? Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari dinamika molekul serta kestabilan termal protein 1GB1 dalam rentang simulasi hingga 100 ns.
2
Hipotesis Protein 1GB1 memiliki kestabilan termal yang tinggi dan akan mengalami proses unfolding pada suhu yang tinggi.
TINJAUAN PUSTAKA Struktur Protein 1GB1 Protein terdiri dari kumpulan kovalen dua puluh asam amino yang berbeda. Dua puluh asam amino standar masing-masing terdiri dari sebuah gugus karboksil, gugus amino, dan rantai samping yang disebut residu. Residu inilah yang menjadikan asam amino berbeda yang akan berpengaruh keseluruhan terhadap suatu protein. Struktur protein terdiri dari struktur primer, sekunder, tersier, dan kuartener. Struktur sekunder merupakan struktur tiga dimensi dari rangkaian asam amino pada protein yang distabilkan oleh ikatan hidrogen. Struktur sekunder ini terdiri dari alpha helix, beta sheet, turn, dan coil. Protein 1GB1 merupakan jenis protein kompleks yang terdiri dari empat rantai peptida. Protein ini adalah jenis antibodi utama yang ditemukan di aliran darah. Sifat pengikatan protein ini berfungsi dalam menghindari pertahanan inang dari suatu organisme. Protein 1GB1 termasuk dalam kelompok G Streptococcus dengan domain B1 yang terdiri dari 56 residu. Residu ini membentuk 2 pasang betahairpin, 2 coil, 2 turn dan 1 alpha-helix seperti terlihat pada Tabel 1. Kestabilan termal dari protein 1GB1 ini dapat dipertanggungjawabkan oleh topologi yang luar biasa, berhubungan dengan ikatan hidrogen yang tinggi, sifat hidropobik pada bagian dalam protein, dan sifat hidropilik bagian luar protein.6 Tabel 1 Residu penyusun struktur sekunder protein 1GB1.7 Struktur Index No Kode Residu Sekunder Residu 1 Beta-sheet 2 s/d 8 T, Y, K, L, I, L, N 13 s/d 19 K, G, E, T, T, T, E 42 s/d 46 E, W, T, Y, D 51 s/d 55 T, F, T, V, T 2 Alpha-helix 23 s/d 37 A, A, T, A, E, K, V, F, K, Q, Y, A, N, D, N 3 Turn 9 s/d 12 G, K, T, L 47 s/d 50 D, A, T, K 4 Coil 1 M 20 s/d 22 A, V, D 38 s/d 41 G, V, D, G 56 E
3
Stabilitas Termal Protein Stabilitas termal suatu protein merupakan kemampuan protein dalam mempertahankan struktur pada keadaan folded sebagai respon terhadap energi tinggi. Unfolding terjadi saat keadaan protein tidak stabil sehingga memiliki energi yang lebih tinggi dari keadaan folded. Mekanisme unfolding digambarkan dalam empat keadaan F H S U F (frayed) adalah keadaan struktur berjumbai saat folded. H adalah keadaan inti hidropobik terbungkus tanpa struktur sekunder. S adalah keadaan sebagian inti hidropobik terlarut. U adalah keadaan unfolded sempurna.8 Parameter yang dapat digunakan untuk menjelaskan proses unfolding protein, diantaranya adalah: Jari-jari Girasi Jari-jari girasi pada penelitian ini menunjukkan kepadatan dan kelarutan dari gugus hidropobik serta merujuk pada atom berat sisi rantai aromatik di gugus hidropobik.8 Peningkatan nilai jari-jari girasi suatu simulasi menunjukkan volume struktur protein yang semakin membesar secara geometri. Peningkatan volume ini menggambarkan semakin berkurangnya kerapatan molekul protein atau semakin berkurangnya kekompakan struktur.9 Jari-jari girasi didefinisikan sebagai akar kuadrat rata-rata jarak antara atom dengan pusat gravitasi rantai molekul. 𝑅𝐺 2 = (∑𝑖<𝑗 𝑟𝑖𝑗 2 )⁄(𝑛 + 1)2 dimana 𝑟𝑖𝑗 adalah vektor jarak atom ke-i dan atom ke-j.10
(1)
Root Mean Square Deviation (RMSD) dan Root Mean Square Fluctutation (RMSF) RMSD bergantung pada atom yang digunakan serta dapat menjelaskan prosedur pelipatan protein dan mengetahui waktu saat perubahan konformasi.11 RMSD adalah jarak rata-rata antara konformasi dan struktur referensi.4 𝑅𝑀𝑆𝐷 = √
∑𝑖 𝑚𝑖 (𝑟1 𝑟𝑒𝑓 −𝑟𝑖 )2 ∑𝑖 𝑚1
(2)
RMSF menunjukkan tingkat fleksibilitas residu protein selama simulasi. Nilai RMSF yang tinggi merupakan daerah dengan fleksibilitas yang tinggi. RMSF bertujuan mengukur deviasi antara posisi atom dan beberapa struktur referensi yang dapat diinterpretasikan menjadi 1
𝑅𝑀𝑆𝐹(𝑣) = √𝑇 ∑𝑇𝑖=1(𝑣𝑖 − 𝑣̅ )2
(3)
dimana 𝑇 adalah jumlah frame, 𝑣𝑖 adalah kedudukan residu pada frame ke-i, dan 𝑣̅ adalah kedudukan rata-rata residu selama frame T.12 Jembatan Garam Jembatan garam dihasilkan dari interaksi elektrostatik antara 𝐶𝑂𝑂− pada residu polar negatif (Glutamic acid atau Aspartic acid) dengan 𝑁𝐻3+ residu polar
4
positif (Lysine).7 Jembatan garam di protein dengan kestabilan suhu tinggi lebih sering dihubungkan dengan sisi gugus hidropobik dibandingkan dengan susunan interaksi elektrostatiknya.13 Solvent Accessible Surface Area (SASA) SASA menggambarkan luasan area permukaan protein yang dapat diakses oleh molekul pelarut. SASA digunakan sebagai proxy sederhana untuk fleksibilitas protein. Ini menunjukkan hubungan yang kuat antara fleksibilitas protein terikat dan perubahan konformasi yang mengikat protein.14 Ikatan Hidrogen Ikatan hidrogen terjadi akibat gaya tarik antarmolekul antara dua muatan listrik parsial dengan polaritas yang berlawanan. Ikatan hidrogen termasuk jenis ikatan yang lebih kuat dari gaya antarmolekul lainnya, tetapi lebih lemah dibandingkan dengan ikatan kovalen dan ikatan ion.15 Ikatan hidrogen terbentuk dari interaksi antara sebuah atom hidrogen dari molekul atau fragment molekul XH, X memiliki kelebihan elektronegatifan daripada H.16 Energi Gradien energi potensial yang bekerja pada atom-atom terhadap koordinat masing-masing dalam struktur ruang 3D menggambarkan interaksi intramolekul. Fungsi energi potensial dalam simulasi dinamika molekul diberikan oleh force field, yaitu fungsi yang mendefinisikan gaya-gaya yang bekerja pada suatu atom individual pada keadaan energi rendah. Energi potensial dapat dipengaruhi oleh kelompok interaksi internal dan eksternal. Interaksi internal meliputi energi ikatan, sudut ikatan dan sudut dihedral. Interaksi eksternal meliputi non-kovalen dan nonikatan. Jenis interaksi non-ikatan adalah interaksi elektrostatik (potential Coulomb) dan interaksi van der Waals (potential Lennard-Jones).9
METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2013 sampai bulan Februari 2014. Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika Teori dan Komputasi, Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Alat Penelitian ini menggunakan peralatan berupa alat tulis, komputer dengan spesifikasi 3,40 GHz, 12 GB RAM, dan laptop dengan spesifikasi 1,70 GHz, 4 GB RAM menggunakan sistem operasi Linux Ubuntu 12.10. Program pendukung VMD 1.9.1, NAMD 2.9, CatDCD 4.0, Gnuplot 4.6.4, Gimp 2.8, dan Ms.Excel 2013. VMD digunakan pada tahap preparasi, analisis, menampilkan, dan menganimasikan molekul. NAMD sebagai simulator dinamika molekul. Sedangkan yang lain digunakan dalam tahap pengolahan data.
5
Studi Pustaka Studi pustaka dilakukan agar dapat memahami konsep dan fungsi protein 1GB1, stabilitas termal suatu protein, simulasi dinamika molekul, dan analisis dinamika molekul. Preparasi Molekul Pada awal preparasi ini dibutuhkan file 1GB1.pdb yang mengandung koordinat atom dari hasil kristalografi sinar-X dan NMR sehingga struktur tiga dimensi protein 1GB1 dapat ditentukan. File ini dapat diunduh dari Protein Data Bank (PDB). Langkah pertama, 1GB1.pdb diatur jumlah framenya menjadi sama dengan satu. Kemudian atom hidrogen dihilangkan yang akan menghasilkan keluaran 1GB1-noh.pdb. Agar memudahkan perhitungan selanjutnya, pusat koordinat digeser ke (0,0,0). Kedua, membuat file 1GB1-psf.pdb dan 1GB1-psf.psf melalui automatic psf builder. Hal tersebut diperlukan untuk menerapkan medan gaya tertentu ke dalam sistem molekul. Ketiga, melarutkan molekul agar sistem mendekati keadaan sebenarnya, melalui add solvation box dibuat kotak air berdimensi (80x80x80)Å sebagai wadah pelarut molekul 1GB1. Keluaran tahap ini adalah 1GB1-solv.pdb dan 1GB1-solv.psf. Keempat, penetralan sistem, molekul masih mengandung ion-ion dari residu polar sehingga diperlukan penetralan. Melalui add ions digunakan penetral sistem NaCl 0.15 M. Keluarannya adalah 1GB1-ion.pdb dan 1GB1-ion.psf. Simulasi Dinamika Molekul Simulasi ini melakukan empat tahap menggunakan program NAMD dengan masukan awal file konfigurasi. File ini sebagai pengontrol sistem yang berisi parameter dalam menjalankan simulasi. File topologi yang digunakan adalah par_all27_prot_na_lipid.inp. Tahap pertama adalah minimisasi. Minimisasi bertujuan untuk meminimalkan energi pada molekul. Masukan awal adalah 1GB1ion.pdb dan 1GB1-ion.psf hasil dari preparasi molekul. Kedua, pemanasan, masukan awal adalah hasil dari minimisasi. Pada awal simulasi sistem bersuhu 0K, suhu akhir akan divariasikan menjadi 450K, 475K dan 500K. Ketiga, ekuilibrasi, suhu sistem dijaga konstan dengan protokol Langevin. Kemudian tahap terakhir adalah production run. Pada tahap inilah simulasi dinamika molekul dijalankan. Molekul dibiarkan bebas bergerak dengan cara suhu sistem tidak dikontrol lagi. Tahap ini dilakukan selama 100 ns, kecuali untuk suhu 500K selama 2 ns. Simulasi suhu 300K juga dilakukan namun hanya selama 10 ns. Hal ini diperlukan untuk validasi data, sehingga dapat dipastikan variasi suhu selanjutnya dapat dilanjutkan. Pengolahan Hasil Simulasi Keluaran dari tahap akhir simulasi dinamika molekul adalah file 1GB1md.dcd. File ini dimasukkan ke program VMD. Data yang diperoleh tersebut menghasilkan grafik yang dibutuhkan untuk analisis kestabilan termal protein 1GB1, yaitu struktur sekunder, jari-jari girasi, RMSD, RMSF, energi, ikatan hidrogen, SASA, dan jembatan garam.
6
HASIL DAN PEMBAHASAN Validasi Setiap penelitian dengan metode komputasi perlu divalidasi untuk memastikan bahwa hasil simulasi sesuai dengan hasil eksperimen. Validasi dilakukan dengan membandingkan faktor beta hasil simulasi dengan faktor beta data eksperimen yang diperoleh dari PDB (data disajikan pada Lampiran 1). Faktor beta menggambarkan pergeseran kerapatan elektron suatu atom pada kristal. Nilai faktor beta simulasi dapat diperoleh dari nilai RMSF atom-atom C-α dari simulasi pada suhu 300K. Data validasi dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Nilai faktor beta kristal 1GB1 dengan simulasi 300K Gambar 1 menunjukkan bahwa hasil simulasi memiliki pola yang sama terhadap data eksperimen. Hal ini berarti model simulasi pada penelitian ini memiliki validitas yang baik sehingga model dapat digunakan untuk variasi suhu yang lain. Struktur Sekunder Analisis struktur sekunder memberi informasi terhadap perubahan struktur protein selama simulasi berlangsung. Gambar 2(a) merupakan struktur sekunder pada suhu 450K, terlihat bahwa β-hairpin mengalami gangguan perubahan struktur, namun sampai akhir simulasi struktur sekunder masih tetap lengkap meskipun sedikit mengalami perubahan. Pada Gambar 2(b) terlihat bahwa pengaruh suhu 475K dapat menganggu struktur sekunder protein ini. Simulasi selama 100 ns menyebabkan struktur α-helix dan β-hairpin mengalami perubahan. Ini mengindikasikan terjadinya unfolding tahap awal. Unfolding terjadi saat keadaan protein tidak stabil sehingga memiliki energi yang lebih tinggi dari keadaan native. Sedangkan pada Gambar 2(c) menunjukkan bahwa pengaruh suhu 500K dapat menyebabkan terjadinya perubahan yang hampir sempurna pada struktur sekunder protein. Struktur β-hairpin dan α-helix berubah menjadi turn maupun coil.
7
(a)
(b) Keterangan: Beta-sheet Alpha helix Turn Coil
(c) Gambar 2 Struktur sekunder dengan suhu (a) 450K selama 100 ns, (b) 475K selama 100 ns, dan (c) 500K selama 2 ns Jari-Jari Girasi Analisis terhadap jari-jari girasi selama simulasi merupakan salah satu parameter yang dapat mempelajari proses terjadinya unfolding. Jari-jari girasi menggambarkan kekompakan struktur protein. Jika terjadi peningkatan jari-jari girasi maka kekompakan struktur protein berkurang. Grafik dibawah ini merupakan data yang diperhalus dengan moving average untuk setiap 50 frame. Gambar 3(a) menunjukkan perbandingan nilai jari-jari girasi pada suhu 450K dan 475K. Terlihat perbedaan yang sangat signifikan pada waktu sekitar 95 ns. Nilai jari-jari girasi suhu 475K mengalami kenaikan yaitu sebesar 11 sampai 14.5 Å. Molekul protein berekspansi dan mengalami peningkatan volume. Hal ini mengindikasikan bahwa terjadi proses unfolding. Begitu juga pada suhu 500K yang dipresentasikan pada Gambar 3(b), nilai jari-jari girasi meningkat dari 11 sampai 17.5 Å pada waktu sekitar 745 ps. Waktu terjadinya unfolding yang sangat cepat ini disebabkan oleh pengaruh suhu yang lebih tinggi. Setelah mengalami peningkatan yang cukup drastis, nilai jari-jari girasi kembali turun namun memiliki nilai yang lebih tinggi dibanding sebelum terjadi unfolding. Peningkatan jari-jari girasi juga terkait dengan berkurangnya ikatan hidrogen intramolekular yang menjaga kekompakan protein. Hal ini berarti pada suhu 475K saat 95 ns dan suhu 500K saat 745 ps, kekompakan protein berkurang.
8
(a)
(b)
Gambar 3 Jari-jari girasi selama simulasi dengan suhu (a) 450K dan 475K, (b) 500K RMSD Analisis RMSD menggambarkan terjadinya perubahan struktur protein selama simulasi. Nilai RMSD yang berfluktuasi menunjukkan proses perubahan konformasi dari awal sampai akhir simulasi. Tercapainya keseimbangan suatu simulasi juga dapat dilihat dari nilai RMSD ketika menunjukkan kecenderungan linear. Gambar 4(a) menunjukkan fluktuasi nilai RMSD pada suhu 450K dan 475K selama simulasi 100 ns. Pada suhu 450K, tidak terjadi perubahan nilai RMSD yang signifikan. Hal ini berarti tidak terjadi perubahan konformasi yang cukup besar selama simulasi berlangsung. Sedangkan pada suhu 475K saat 95 ns nilai RMSD meningkat drastis dari 3 sampai 12 Å. Suhu 500K saat 745 ps juga menunjukkan hasil yang sama yaitu terjadi perubahan nilai RMSD yang cukup besar dari 1 sampai 9.5 Å. Peningkatan RMSD ini mengindikasikan bahwa terjadi perubahan struktur protein selama simulasi sehingga dapat dikatakan terjadi proses unfolding. Kesetimbangan sistem yaitu kesetimbangan konformasi protein juga dapat dilihat pada suhu 500K yang terjadi pada 1200 ps yang ditunjukkan pada nilai RMSD yang sudah linear.
(a)
(b)
Gambar 4 RMSD selama simulasi dengan suhu (a) 450K dan 475K, (b) 500K
9
RMSF Analisis RMSF pada simulasi dinamika molekul dapat mempelajari daerah fleksibel suatu protein. Nilai RMSF pada hasil simulasi ini adalah nilai dari pergerakan atom-atom C-α pada suatu residu yang dipresentasikan pada Gambar 5. Gambar 5(a) menunjukkan perbedaan nilai RMSF pada suhu 450K dan 475K, dapat diamati suhu 475K memiliki nilai RMSF yang lebih tinggi dibanding 450K. Daerah fleksibel untuk suhu 475K lebih banyak, ditunjukkan oleh banyaknya puncak yang muncul yaitu residu M1, T11, V21, D41, D48, dan E56. Sedangkan pada suhu 500K yang dipresentasikan pada Gambar 5(b), daerah fleksibel menjadi semakin bertambah. Hal ini juga semakin mendukung bahwa terjadi proses unfolding. Banyak residu menjadi fleksibel seiring dengan meningkatnya suhu.
(a)
(b)
Gambar 5 RMSF dengan suhu (a) 450K dan 475K selama 100 ns, (b) 500K selama 2 ns Energi Analisis terhadap perubahan energi selama simulasi juga dapat mempelajari proses terjadinya unfolding sehingga dapat menjelaskan stabilitas termal protein. Energi potensial ini meliputi energi interaksi internal yang biasa disebut sebagai energi konformasi yaitu energi ikatan, sudut ikatan dan sudut dihedral, serta interaksi eksternal yaitu non-kovalen dan non-ikatan. Jenis interaksi non-ikatan adalah interaksi elektrostatik dan interaksi van der Waals. Grafik sudah diperhalus dengan moving average untuk setiap 100 frame. Sepanjang simulasi, protein mengalami perubahan konformasi sehingga membutuhkan sejumlah energi. Gambar 6(a) menjelaskan perubahan energi konformasi yang fluktuatif pada suhu 450K dan 475K, sedangkan Gambar 6(b) pada suhu 500K. Dapat dilihat semakin tinggi suhu, energi konformasi semakin besar. Ini disebabkan oleh pengaruh suhu yang lebih tinggi sehingga energi yang dibutuhkan untuk mengalami konformasi juga lebih besar. Selain itu, terlihat pada 745 ps suhu 500K terjadi lonjakan energi yang sangat drastis sebesar 115 Kcal/mol. Begitu juga pada perubahan energi non-ikatan (Gambar 6(d)) meskipun lonjakan yang terjadi kecil. Hal ini disebabkan oleh pengaruh konsentrasi ion dalam sistem serta jumlah residu polar dan bermuatan yang tetap selama simulasi. Maka dapat dikatakan pada 745 ps terjadi perubahan konformasi yang cukup besar sekaligus memperkuat bahwa protein berada pada keadaan tidak stabil (unfolded).
10
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 6 Energi konformasi dan non-ikatan selama simulasi dengan variasi suhu Ikatan Hidrogen Ikatan hidrogen termasuk salah satu parameter yang berperan dalam membentuk struktur sekunder protein. Ikatan hidrogen juga berperan dalam stabilitas dan fungsi protein. Perubahan struktur dan kestabilan protein selama simulasi dapat dijelaskan oleh jumlah ikatan hidrogen. Analisis yang dilakukan adalah ikatan hidrogen antar protein, backbone-backbone dan protein-pelarut. Gambar 7(a) dan 7(b) menunjukkan jumlah ikatan hidrogen protein-protein. Grafik yang ditampilkan ini diperhalus dengan moving average untuk setiap 100 frame. Pada suhu 450K dan 475K jumlah ikatan hidrogen berfluktuasi selama simulasi. Penurunan jumlah ikatan hidrogen terjadi pada suhu 500K saat 745 ps, namun kembali meningkat dan berfluktuasi seperti semula (Gambar 7(b)). Sedangkan pada Gambar 7(c) dan 7(d) menunjukkan jumlah ikatan hidrogen backbone-backbone dengan pola yang hampir sama pada jumlah ikatan hidrogen protein-protein. Penurunan jumlah ikatan hidrogen ini menggambarkan terjadinya ekspansi molekul protein sebagai salah satu tahap terjadinya unfolding. Gambar 7(e) dan 7(f) menunjukkan jumlah ikatan hidrogen protein-pelarut (air). Hasilnya dapat dilihat bahwa pada suhu 450K dan 475K sangat fluktuatif. Hal ini berbeda dengan suhu 500K, terlihat penurunan jumlah ikatan hidrogen yang sangat signifikan. Hasil simulasi sudah benar karena saat terjadi unfolding, wadah pelarut (air) pecah sehingga jumlah ikatan hidrogen antara protein dengan air berkurang. Dari hasil analisis ikatan hidrogen ini dapat dipresentasikan bahwa penurunan jumlah ikatan hidrogen menyebabkan terjadinya perubahan struktur sekunder protein dan mengalami unfolding.
11
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
Gambar 7 Jumlah ikatan hidrogen selama simulasi dengan variasi suhu SASA Analisis SASA dapat digunakan untuk menghitung luas area permukaan protein yang dapat diakses oleh molekul pelarut. Semakin besar nilai SASA menunjukkan semakin besar molekul protein berekspansi. Grafik pada Gambar 8 ini diperhalus dengan moving average untuk setiap 50 frame. Selama simulasi pada suhu 450K, nilai SASA total tidak berfluktuasi secara signifikan, namun pada suhu 475K nilai SASA total meningkat pada waktu 95 ns yaitu berkisar antara 43005100 Å ditunjukkan pada Gambar 8(a). Pada suhu 500K (Gambar 8(b)) juga dapat dilihat peningkatan nilai SASA total yang sangat drastis yaitu pada 745 ps berkisar antara 4100-6500 Å. Begitu juga untuk nilai SASA backbone, SASA polar dan SASA nonpolar. Peningkatan nilai SASA total ini menunjukkan bahwa area interior protein telah diakses oleh molekul pelarut serta pusat hidropobik dari molekul protein perlahan rusak. Hal ini juga menandakan terjadi proses unfolding. Semakin tinggi suhu simulasi, maka semakin cepat terjadinya peningkatan nilai SASA total.
12
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
(g)
(h)
Gambar 8 Nilai SASA selama simulasi dengan variasi suhu
13
Jembatan Garam Setiap struktur protein memiliki beberapa kelompok residu polar bermuatan dan residu netral. Interaksi kedua jenis residu ini menghasilkan interaksi elektrostatik, contohnya jembatan garam. Seperti halnya ikatan hidrogen, interaksi elektrostatik berperan penting dalam stabilitas dan fungsi protein. Pada hasil simulasi beberapa pasangan jembatan garam muncul (Tabel 2), namun hanya tujuh pasang yang selalu muncul setiap variasi suhu, yaitu D40-K31, D47-K50, E15-K4, E15-K13, E27-K28, E27-K31, dan E56-K10. Tabel 2 Pasangan residu penyusun jembatan garam setiap variasi suhu Suhu
Pasangan
Suhu
Pasangan
Suhu
Pasangan
450K
D36-K10
475K
D22-K50
500K
D40-K31
D36-K13
D36-K10
D47-K4
D40-K10
D36-K31
D47-K50
D40-K31
D40-K10
E15-K4
D47-K50
D40-K31
E15-K13
E15-K4
D46-K10
E27-K28
E15-K13
D47-K10
E27-K31
E27-K28
D47-K50
E56-K10
E27-K31
E15-K4
E56-K31
E42-K10
E15-K13
E42-K31
E27-K28
E56-K10
E27-K31
E56-K31
E42-K31 E56-K10 E56-K13
Setiap jembatan garam ini memiliki energi elektrostatik yang berbeda. Jika energi tersebut menuju nol maka semakin kecil interaksi pasangan jembatan garam. Pasangan jembatan garam E15-K4 dan E27-K31 memiliki energi elektrostatik yang sangat fluktuatif pada suhu 450K dan 475K (Gambar 9(a) dan 10(a)) namun pada suhu 500K (Gambar 9(b) dan 10(b)), terlihat energi elektrostatik menuju nilai nol saat mengalami unfolding. Perubahan energi elektrostatik pasangan E15-K4 sebesar 95 Kcal/mol, sedangkan E27-K31 sebesar 45 Kcal/mol. Hal ini menunjukkan bahwa protein mengalami gangguan kestabilan. Dapat dilihat bahwa E15-K4 terletak pada struktur β-hairpin dan E27-K31 pada struktur α-helix yang disajikan pada Lampiran 2. Kedua struktur sekunder tersebut (dijelaskan pada subbab struktur sekunder) rusak (collapse) saat protein berada pada keadaan unfolded.
14
(a)
(b)
Gambar 9 Energi elektrostatik pasangan jembatan garam E15-K4 (a) 450K dan 475K, (b) 500K
(a)
(b)
Gambar 10 Energi elektrostatik pasangan jembatan garam E27-K31 (a) 450K dan 475K, (b) 500K
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Kestabilan termal dari protein 1GB1 dianalisis menggunakan teknik simulasi dinamika molekul. Perubahan pada struktur sekunder merupakan indikasi terjadinya unfolding yang berarti kestabilan protein terganggu. Selama simulasi, molekul berfluktuasi sebagai respon dari suhu yang diberikan. Peristiwa unfolding ini dijelaskan oleh beberapa parameter yang sudah dianalisis, yaitu meningkatnya jari-jari girasi, RMSD, energi konformasi, SASA dan bertambahnya jumlah residu yang lebih fleksibel. Keadaan unfolded terjadi pada suhu 475K saat 95 ns dan pada suhu 500K saat 745 ps. Semakin tinggi suhu yang diberikan pada simulasi, semakin cepat pula terjadinya unfolding protein. Saat itulah struktur sekunder mengalami perubahan. Pada suhu 475K, struktur α-helix residu 23-24 dan 33-37 berubah menjadi turn, empat diantaranya termasuk residu hidropobik. Pada β-hairpin, residu 42-46 dan
15
51-55 sebagian berubah menjadi coil. Residu ini juga didominasi dengan gugus hidropobik. Sedangkan pada suhu 500K, struktur β-hairpin rusak (collapse) hampir sempurna, hanya tersisa sedikit struktur α-helix yaitu residu 28 hingga residu 33. Struktur β-hairpin yang didominasi oleh residu hidropobik berubah menjadi coil maupun turn. Hilangnya residu hidropobik ini didukung oleh faktor meningkatnya nilai SASA. Stabilitas termal protein juga dipengaruhi oleh ikatan hidrogen dan interaksi elektrostatik yang membentuk jembatan garam. Penurunan jumlah ikatan hidrogen dipengaruhi oleh besarnya energi yang diberikan sehingga menyebabkan perubahan pada struktur sekunder protein. Menurunnya interaksi elektrostatik juga mengindikasikan terjadi proses unfolding protein. Saran Penelitian ini dapat dilanjutkan untuk variasi suhu yang lebih rendah serta waktu simulasi yang lebih lama lagi agar dapat dianalisis proses unfolding yang sempurna pada protein 1GB1 ini. Suhu yang tidak terlalu ekstrim diutamakan agar hasil simulasi dapat lebih mendekati pada keadaan sebenarnya serta mencegah wadah pelarut pecah akibat pengaruh suhu yang diberikan. Selain itu juga dapat dilakukan pengaruh lain seperti konsentrasi pH maupun mekanik.
DAFTAR PUSTAKA Murray, R. K., Graner, D. K., and Rodwell, V. W. Harper’s Ilustrated Biochemistry 28th edition. US: Mc Graw Hill Medical. 2009. 2. Osguthorpe, J David. Ab Initio Protein Folding. Department of Chemistry, University of Bath. UK: Claverton Down Bath. 2000. 3. Rico, Manuel. Protein structure, dynamics and function by NMR. Spain: Instituto de Química Física “Rocasolano” (CSIC). 4. Micaelo, Nuno. Analysis of Molecular Simulation Experiment [ulasan]. Portugal: Universidade do Minho. 2010. 5 Roux, B., Allen, T., Berneche, S.Im, W. Theoritical and Computational Models of Biological Ion Channels. Quart. Rev. Biophys. 2004; 37:15-103. 6. Gronenborn, A. M., Clore, G. M. Structural Studies of Immunoglobulin-Binding Domains of Streptococcal Protein G, Immunomethods. Maryland: Academic Press Inc. 1993. 7. Sawitri, K.N. Simulasi Dinamika Molekul Protein 1GB1 Menggunakan Not Just Another Molecular Dynamics Program (NAMD). [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. 2013. 8. Pande, V. S., Rokhsar, D. S. Molecular Dynamics Simulations of Unfolding and Refolding of Beta-hairpin Fragment of Protein G. Biophysics Journal. Vol. 96, August 1999, pp. 9062-9067. USA: Proc. Natl. Acad. Sci. 1999. 9. Randy, Ahmad. Desain Peningkatan Termostabilitas Lipase B Candida antartica dengan Rekayasa Penambahan Ikatan Disulfida pada Enzim. [tesis]. Depok: Universitas Indonesia. 2011. 10. Daune, Michel Molecular Biophysics: Structures in Motion. London: Oxford University Press. 2004. 1.
16
11. Aksimentiev, Alek, et.al. 2013. Using VMD. [Internet]. [diunduh 2013 Sep 18]. Tersedia pada http://www.ks.uiuc.edu. 12. Schuffler, Peter. Analyse a Molecular Dynamics (MD) Trajectory. 13. Thomas, A. S., Elcock, A. H. Molecular Simulations Suggest Protein Salt Bridges Are Uniquely Suited to Life at High Temperatures [Jurnal] Vol. 126, October 2004, pp. 2208-2214. J.AM.CHEM.SOC. 2004. 14. JA, Marsh, SA Teichmann. Relative Solvent Accessible Surface Area Predicts Protein Conformational Changes Upon Binding. UK: MRC Laboratory of Molecular Biology, Hills Road, Cambridge. 2010. 15. Zulfikar. 2010. Ikatan Hidrogen. [Internet]. [diunduh 2013 Sep 24]. Tersedia pada http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia-kesehatan/ikatankimia/ikatan-hidrogen/ 16. E, Arunan, G.R, Desiraju. Definition of The Hydrogen Bond. IUPAC Provisional Recommendation. 2004.
17
Lampiran 1 Data faktor beta PDB dan simulasi 300K Residu 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56
Faktor beta PDB 5.616518813 1.242851043 0.229978736 0.296094097 0.34264598 0.477596989 0.38609339 0.365735557 0.93265635 2.715198439 9.798085889 2.871111851 0.978033488 2.024469741 1.0291857 0.965373739 0.580429207 0.77128162 1.137807928 1.805148316 3.475482329 1.802149911 1.056669743 1.906789704 1.406373985 0.438031269 0.945422536 1.429326775 1.071573022 0.234491897 0.415576166 0.766846347 0.714748014 0.990508015 1.838371926 2.949213569 5.053438118 4.983413104 1.553120289 2.597617396 1.490311474 0.66373502 0.38048328 0.371012051 0.241447084 0.451600957 1.303651002 1.742043567 1.30004979 0.647195015 0.342669148 0.138476711 0.19466836 0.275538545 0.555890964 0.679063905
Faktor beta 300K 10.15154043 6.20686205 2.431217279 2.91775878 3.318012265 4.475728392 6.516518636 7.099652787 23.13901274 40.92050352 89.03323388 47.7133696 8.827037016 18.55345457 8.733146802 6.52367731 5.231189252 6.220185085 6.548100784 7.541854452 14.32045405 12.44498347 8.259876909 9.59449489 8.571076745 4.96200734 5.132290884 6.400157408 5.55616023 3.374805482 4.703697458 5.598925229 5.551821309 6.720916474 9.537989331 11.62554563 15.20526074 17.94467111 14.33976836 28.64594188 16.41714194 6.512998102 4.026026387 4.009007913 3.99879005 4.434799772 6.43378212 9.497782329 7.956271145 4.005256954 2.899856762 2.432421186 2.989873873 3.552693017 6.323477914 16.29377007
18
Lampiran 2 Posisi pasangan jembatan garam pada struktur sekunder protein 1GB1 (a) E15-K4 suhu 475K, (b) E27-K31 suhu 475K, (c) E15-K4 suhu 500K, (d) E27-K31 suhu 500K
(a)
(b)
(c)
(d)
Lampiran 3 Konformasi akhir setiap variasi suhu (a) 450K, (b) 475K, (c) 500K
(a)
(b)
(c)
19
Lampiran 4 Karakteristik residu pada protein 1GB1.7 No
Jenis Residu
1 2
Polar positif Polar negatif
3
Polar netral
4 5
Non polar Hidrophobik
6
Aromatik
Kode Residu K D E T N Q G A I L M F W Y V F Y W
Nama Residu Lysine Aspartic Acid Glutamic Acid Threonine Asparagine Glutamine Glycine Alanine Isoleucine Leucine Methionine Phenylalanine Tryptophan Tyrosine Valine Phenylalanine Tyrosine Tryptophan
20
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Banda Aceh pada tanggal 30 Juni 1992 dari Ayah Hamdani AR dan Ibu Kamsinar. Penulis adalah anak kelima dari 6 bersaudara. Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Laboratorium Unsyiah dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Sebelumnya penulis menempuh pendidikan di Sekolah Dasar Y.K Bhayangkari B. Aceh dan lulus tahun 2004, dilanjutkan di Sekolah Menengah Pertama Negri (SMPN) 3 B. Aceh (lulus tahun 2007). Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum Fisika TPB, Fisika Dasar 1, dan Fisika Dasar 2. Penulis juga mengajar mata kuliah Fisika TPB di bimbingan belajar Katalis Corp. Penulis aktif sebagai anggota UKM Panahan tahun 2010-2011 dan anggota Divisi Keilmuan Himpunan Mahasiswa Fisika (HIMAFI) IPB tahun 2011-2012. Selain itu, penulis pernah mengikuti International Seminar on Sciences 2013 di IPB International Convention Center (IICC) sebagai pemakalah.