ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP PENDAPATAN PEDAGANG KAKI LIMA MAKANAN DAN MINUMAN DI JALAN MALIOBORO YOGYAKARTA
Skipsi Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta
oleh : DWI OKTI NURANI NIM : F0105049
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010 i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi dengan judul :
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP PENDAPATAN PEDAGANG KAKI LIMA MAKANAN DAN MINUMAN DI JALAN MALIOBORO YOGYAKARTA
Surakarta, 8 April 2010 Disetujui dan diterima oleh Pembimbing
Drs.Joko Nugroho, M.E. NIP. 19620630 198903 1001
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Telah disetujui dan diterima baik oleh tim penguji Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret guna melengkapi tugas – tugas dan memenuhi syarat – syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan.
Surakarta,
Juni 2010
Tim Penguji Skripsi
1. Drs. BRM. Bambang Irawan, M.Si NIP. 19670523 199403 1002
Sebagai Ketua
2. Drs. Joko Nugroho, M.E. NIP. 19620630 198903 1001
Sebagai Pembimbing
3. Sumardi, S.E. NIP. 1920908 198702 1004
Sebagai Anggota
iii
(
.)
(
)
(
.)
MOTTO
“Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada
yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada ALLAH” (QS. Ali Imran :110)
“…Allah akan meninggikan orang – orang yang beriman diantaramu dan orang – orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Mujadilah : 11)
“Usaha tanpa doa itu sombong, doa tanpa usaha itu bohong.” (Penulis)
iv
PERSEMBAHAN Skripsi ini penulis persembahkan kepada Allah SWT Semoga Engkau mengampuni segala dosa – dosaku…Semoga Engkau selalu membimbingku…tetapkan imanku…agar aku selalu istiqomah dijalanMu sampai Engkau memanggilku
v
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT tak henti-hentinya penulis ucapkan atas segala rahmat, Hidayah dan InayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang ” ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP
PENDAPATAN
PADA
PEDAGANG
KAKI
LIMA
MAKANAN DAN MINUMAN DI JALAN MALIOBORO YOGYAKARTA” ini dengan baik. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar kesarjanaan pada Fakultas Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulisan skripsi ini dapat selesai berkat bantuan dari banyak pihak, maka pada kesempatan ini dengan rendah hati penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Drs.Joko Nugroho, M.E, selaku pembimbing skripsi yang telah banyak membantu dan membimbing penulis dalam penulisan skripsi ini. 2. Bapak Drs. BRM. Bambang Irawan, Msi selaku ketua penguji sekaligus pembimbing dalam perbaikan skripsi ini. 3. Bapak Prof. DR. Bambang Sutopo, M. Com, Ak. selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta. 4. Bapak Drs. Kresno Sarosa Pribadi, M.Si, selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 5. Ibu Dra. Izza Mafruhah, M.Si, selaku Sekretaris Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 6. Ibu Dra. Nunung Sri Mulyani, selaku pembimbing akademik yang telah banyak membantu penulis selama menuntut ilmu di Fakultas Ekonomi UNS. vi
7. Bapak dan Ibu Dosen serta seluruh pegawai dan karyawan di Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta. 8. Seluruh Pedagang Kaki Lima Makanan dan Minuman Di Jalan Malioboro Yogyakarta yang telah banyak membantu penulis dalam mengumpulkan data yang sangat berguna dalam penyusunan skripsi. 9. Seluruh karyawan BPS Provinsi Yogyakarta yang telah banyak membantu penulis dalam mengumpulkan data yang sangat berguna dalam penyusunan skripsi. 10. Orang Tuaku tersayang serta Kakak-kakakku yang selalu membimbing dan mendukung serta mendoakan penulis . 11. Tim penyebar kuesioner ( Ms Dhanu, De’ Fitri, De’ Febri, Ajenk) terima kasih atas bantuan kalian, panas, dingin, hujan kalian selalu menemaniku. Semoga Allah menggantinya dengan yang lebih baik. 12. Reni (makasih banget antar jemput aku selama kuliah.hehehe…..!) 13. Teman – teman angkatan 2005 Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret semua jurusan terutama jurusan Ekonomi Pembangunan. Terima kasih atas segala yang diberikan sehingga aku dapat berkembang sampai saat ini. Mohon maaf tidak disebutkan satu per satu, semoga dapat terwakili. 14. Semua pihak yang telah memberikan bantuan yang bermanfaat dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu, semoga Allah SWT memberi balasan yang lebih baik.
vii
Penulis sadar bahwa segalanya tak ada yang sempurna dan tidak dapat disangkal pula jika dalam skripsi ini terdapat kekurangan. Akhir kata penulis berharap agar karya yang sangat sederhana ini dapat bermanfaat bagi penulis pribadi dan bagi para pembaca yang budiman. Surakarta,
Penulis
viii
April 2010
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ....................................................................................
i
ABSTRAK ....................................................................................................
ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................... iii HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iv HALAMAN MOTTO ...................................................................................
v
HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................... vi KATA PENGANTAR ................................................................................... vii DAFTAR ISI ................................................................................................. x DAFTAR TABEL ......................................................................................... xiv DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xvi BAB I PENDAHULUAN A.
Latar belakang Masalah ..........................................................
1
B.
Perumusan Masalah ................................................................ 5
C.
Tujuan Penelitian .................................................................... 5
D.
Manfaat Penelitian .................................................................. 6
E.
Batasan Penelitian ...................................................................
8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.
PKL Sebagai Bagian Dari Usaha Kecil Di Sektor Informal ...
7
B.
Sektor Informal .......................................................................
8
1. Pengertian Sektor Informal ...............................................
8
2. C.
Ciri – Ciri Sektor Informal .............................................. 12
Pedagang Kaki Lima ............................................................... 17 1. Pengertian Pedagang Kaki Lima ....................................... 17 2. Ciri – Ciri Pedagang Kaki Lima ....................................... 18 3. Kekuatan dan Kelemahan Pedagang Kaki Lima ............... 22
D.
Konsep Pendapatan ................................................................. 23
E.
Faktor yang Berpengaruh Terhadap Pendapatan .................... 24 1. Lama Usaha........................................................................ 24 2.
Jumlah Tenaga Kerja ....................................................... 24
3. Luas Kapling ..................................................................... 26 ix
4. Waktu Dagang ................................................................... 28 F.
Penelitian Sebelumnya ............................................................ 28
G.
Kerangka Pemikiran ................................................................ 31
H.
Hipotesis Penelitian ................................................................. 32
BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian ....................................................... 33 1. Bentuk Penelitian ................................................................ 33 2. Lokasi Penelitian ................................................................. 33 3. Teknik Pengumpulan Data .................................................. 33 a. Wawancara ...................................................................... 34 b. Teknik Kuesioner ............................................................. 34 c. Observasi atau Pengamatan ............................................. 34 d. Studi Pustaka ................................................................... 34 4. Populasi, Sampel dan Metode Sampling ............................. 34 5. Definisi Operasional ........................................................... 35 a. Pendapatan ................................................................... 35 b. Lama Usaha .................................................................. 36 c. Jumlah Tenaga Kerja ................................................... 36 d. Luas Kapling ............................................................... 37 e. Waktu Dagang ……………………………………….. 37 6. Metode Analisa Data ........................................................... 38 1. Uji Pemilihan Model ...................................................... 38 a.Uji MWD ..................................................................... 38 b. Metode Regresi Log-Linier ......................................... 41 2. Uji Statistik ..................................................................... 42 a. Uji t
....................................................................... 42
b. Uji F
....................................................................... 45
c. Uji Koefisien Determinasi ........................................... 45 3. Uji Asumsi Klasik .......................................................... 45 a Multikolinearitas ........................................................ 46 b. Heteroskedastisitas ..................................................... 46 x
c. Autokorelasi ............................................................... 47 BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A.
Gambaran Umum Daerah Penelitian ...................................... 48 1. Aspek Geografis ………………………………………... 50 2. Aspek Demografis ……………………………………… 50 3.
Aspek Sosial Ekonomi …………………………………. 50
B.
Statistik Deskriptif ................................................................. 53
C.
Analisis Data dan Pembahasan ............................................... 58 1. Metode Analisis Data ......................................................... 58 a. Uji MWD …………………………………………… 59 b. Regresi Log-Linier …………………………………… 61 c. Uji Statistik ………………………………………….. 63 1) Uji t ……………………………………………… 63 2) Uji F ………………………………………………. 64 3) Uji Koefisien Determinasi R2 …………………….. 65 d. Uji Asumsi Klasik …………………………………… 66 1) Multikolinearitas ...................................................... 67 2) Heteroskedastisitas .................................................. 67 3) Autokorelasi ............................................................ 68 2. Intepretasi Ekonomi ........................................................... 70 1. Pengaruh Lama Usaha Terhadap Pendapatan ………. 70 2. Pengaruh Jumlah Tenaga Kerja Terhadap Pendapatan …………………………………………. 71 3. Pengaruh Luas Kapling Terhadap Pendapatan …….. 71 4. Pengaruh Waktu Dagang Terhadap Pendapatan …… 72
BAB V PENUTUP A.
Kesimpulan ........................................................................... 73
B.
Saran ...................................................................................... 74
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xi
DAFTAR TABEL Tabel 1.1
Halaman Jumlah PKL makanan dan minuman di Trotoar sebelah timur Jalan Malioboro Kecamatan Danurejan Yogyakarta ..
4.1
Luas
Wilayah,Penduduk
Pembagian
Wilayah
Menurut
Administrasi
Jenis dan
Kelamin Kepadatan
Penduduk Kota Yogyakarta Tahun 2007 …………………. 4.2
50
Banyaknya Penduduk Umur 5 Tahun ke Atas Menurut Pendidikan di Kota Yoyakarta Tahun 2007 ………………
4.3
4
51
Banyaknya Penduduk Menurut Mata Pencaharian (Usia 15 Tahun ke Atas) di Kota Yogyakarta Pada Tahun 2007 …..
52
4.4
PDRB Kota Yogyakarta Pada Tahun 2006 – 2007 …….....
53
4.5
Distribusi Pendapatan PKL Makanan dan Minuman di Jalan Malioboro Yogyakarta ……………………………...
4.6
54
Distribusi Lama Usaha Pada PKL Makanan dan Minuman di Jalan Malioboro Yogyakarta …………………………… 55
4.7
Distribusi Jumlah Tenaga Kerja Pada PKL Makanan dan Minuman di Jalan Malioboro Yogyakarta ..........................
4.8
56
Distribusi Luas Kapling Pada PKL Makanan dan Minuman di Jalan Malioboro Yogyakarta …………………………..
xii
57
4.9
Distribusi Waktu Dagang Pada PKL Makanan dan Minuman di Jalan Malioboro Yogyakarta ………………...
58
4.10
Hasil Uji MWD Linier …………………………………….
59
4.11
Hasil Uji MWD Log-Linier .................................................
61
4.12
Hasil Persamaan Regresi Pendapatan .................................
61
4.13
Hasil Uji t .............................................................................
63
4.14
Hasil Uji Multikolinieritas ....................................................
67
4.15
Hasil Uji Hateroskedastisitas ................................................
68
4.16
Hasil Uji Autokorelasi ...........................................................
69
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
2.1 Skema Kerangka Pemikiran ………………………………....
31
3.1 Aturan Uji t…………………………………………………..
42
3.2 Aturan Uji F ………………………………………………….
44
xiv
ABSTRAK Dwi Okti Nurani NIM. F0105049 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP PENDAPATAN PEDAGANG KAKI LIMA MAKANAN DAN MINUMAN DI JALAN MALIOBORO YOGYAKARTA Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel lama usaha, jumlah tenaga kerja, luas kapling dan waktu dagang terhadap pendapatan PKL makanan dan minuman di Jalan Malioboro Yogyakarta. Diduga variabel lama usaha, jumlah tenaga kerja, luas kapling dan waktu dagang berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan PKL makanan dan minuman di Jalan Malioboro Yogyakarta. Jenis penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk memperoleh pembuktian dari sebuah hipotesis. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara dan kuesioner serta pengamatan langsung. Sampel yang digunakan sebanyak 92 PKL makanan dan minuman dengan teknik sampling acak sederhana (simple random sampling). Analisis data menggunakan pengujian statistik dengan bantuan program E-views 4.0. Dalam menganalisis digunakan teknik analisis regresi log-linier, dengan uji statistik (uji t, uji F, koefisien determinasi (R2), serta uji asumsi klasik (uji multikolinieritas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi). Hasil penelitian menunjukkan dengan uji terhadap koefisien regresi secara parsial (uji t) dengan α = 5% menunjukan ketiga variabel (lama usaha,tenaga kerja dan luas kapling) berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan PKL makanan dan minuman di Jalan Malioboro Yogyakarta sedangkan variabel waktu dagang tidak berpengaruh terhadap pendapatan. Hasil Uji F dengan α = 5% menunjukkan bahwa secara bersama-sama variabel lama usaha, jumlah tenaga kerja, luas kapling dan waktu dagang berpengaruh terhadap pendapatan PKL makanan dan minuman di Jalan Malioboro Yogyakarta. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, disarankan: pendapatan pengusaha PKL dapat ditingkatkan dengan cara meningkatkan menambah lama usaha,menambah tenaga kerja dan mengoptimalkan jumlah meja.
Kata Kunci : Pendapatan, PKL makanan dan minuman, lama usaha, jumlah tenaga kerja, luas kapling, waktu dagang, simple random sampling, analisis regresi log-linier.
xv
ABSTRACT Dwi Okti Nurani NIM F0105049
ANALYSIS OF INFLUENTIAL FACTORS ON INCOME OF FOOD AND BEVERAGE SELLER AT MALIOBORO STREET JOGJAKARTA
Purpose of this research is to find out the influence of time work, total labour, plot of land vast, and time trade variables to income of Food and Beverage Seller at Malioboro Street Jogjakarta. It is conjectured that time work, total labour, plot of land vast, and time trade variables had positive effect and significant to income of Food and Beverage Seller at Malioboro Street Jogjakarta. The research type is quantitative research, it purposes is to acquire evidence from hypothesis. The data collect held by interview, questionnair, and also observation methods. Sample as used in this research about 92 Food and Beverage Seller by simple random sampling technique (simple random sampling). Data analysis held by statistic testing with helping program E-views 4.0. Data analyzing held by regression log-linier analysis technique, by statistic test ( t test, F test, determination coefficient (R2), and also classic assumption test (multikolinier, heteroskedastisitas, and autocorellation test). The result shows that by testing regression coefficient partially (t test) with α = 5 % , it indicates that three variables (time work, total labour, and plot of land vast) had positive effect and significant on income of PKL Food and Beverage at Malioboro Street Yogyakarta, whereas, time trade variable hadn’t positive effect on the income. Result of F test with α = 5 % indicates that time work, total labour, plot of land vast, and time trade variables simultaneously had an effect on income of PKL Food and Beverage at Malioboro Street Yogyakarta. Based on result held by researcher, it is suggested : income of Food and Beverage seller can be increased by adding time work, total labour, and optimizing amount of table.
Key Words : Income, Food and Beverage Seller, time work, total labour, plot of land vast, time trade, simple random sampling, regression log-linier analysis.
xvi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah tenaga kerja
perkotaan di Indonesia biasanya dikaitkan
dengan dua gejala pokok: tingkat pengangguran terbuka yang relatif tinggi dan pembengkakan sektor informal yang ditandai rendahnya produktivitas dan penghasilan di sektor tersebut (Lluch dan Mazumbar dalam Chris Manning dkk, 1990 : 1). Pembengkakan
sektor
informal
tersebut
disebabkan
oleh
ketidakmampuan sektor formal menyerap lebih banyak tenaga kerja. Ketidakmampuan sektor formal ini disebabkan oleh pertumbuhan penduduk melebihi kecepatan penyediaan lapangan pekerjaan. Oleh karena itu kegiatan ekonomi sektor informal menjadi alternatif utama untuk mengurangi pengangguran (Fransiska.R.Korompis, 2002 : 2). Badan Pusat Statistik mengumumkan, angka pengangguran Februari 2008 menurun dibandingkan Februari 2007 dan Agustus 2007. Problem pengangguran terselamatkan oleh sektor informal yang lebih bisa menyerap tenaga kerja (Kompas Cetak, www.kompas.com). Kondisi tersebut di atas terlihat juga di Kota Yogyakarta. Kota Yogyakarta seperti juga kota - kota besar lainnya merupakan kota perdagangan. Sektor perdagangan mempunyai peranan yang besar bagi PDRB Kota Yogyakarta sehingga dijadikan sebagai salah satu kota tujuan
xvii
pedagang kaki lima. Pada tahun 2008 jumlah orang yang bekerja di sektor informal dalam hal ini sebagai pedagang kaki lima sebanyak 3.727 orang. Di Kota Yogyakarta, dalam rangka menertibkan dan membina pedagang kaki lima, pedagang tersebut diberi kesempatan untuk berusaha di lokasi tertentu. Sebagai pedagang atau usahawan mereka berusaha untuk menempati lokasi yang strategis. Malioboro merupakan salah satu kawasan perdagangan di Kota Yogyakarta. Jalan Malioboro merupakan lokasi pedagang kaki lima yang diapit oleh pertokoan, perkantoran, rumah makan, hotel berbintang, kantor Gubernur Provinsi DIY, gedung DPRD provinsi DIY, dan bangunanbangunan bersejarah, dan lain-lain. Hal ini menyebabkan Malioboro selain sebagai pusat perdagangan, pemerintahan, juga merupakan salah satu tujuan pariwisata di Kota Yogyakarta. Jadi Jalan malioboro merupakan lokasi yang strategis bagi para pedagang kaki lima. Di lokasi yang telah ditetapkan sebagai tempat pedagang kaki lima berusaha, terdapat banyak pedagang kaki lima yang sama atau hampir sama yaitu banyak pedagang yang menjual pakaian, pedagang yang menjual makanan dan minuman, pedagang yang menjual cinderamata, barang – barang kerajinan. Pedagang kaki lima dapat dibagi kedalam dua golongan yaitu pedagang kaki lima yang memproduksi suatu barang atau produk kemudian menjualnya sendiri disebut produsen pedagang dan pedagang kaki lima yang
xviii
membeli barang atau produk orang lain kemudian menjualnya kembali disebut pedagang (Ahmad Hamid, 2008 : 24). Pedagang kaki lima makanan dan minuman di trotoar sebelah timur Jalan Malioboro Yogyakarta kecamatan Danurejan adalah salah satu jenis pedagang kaki lima (disingkat PKL) yang ada di kawasan Malioboro selain pedagang kaki lima yang menjual pakaian, barang – barang kerajinan. Pedagang kaki lima yang menjual makanan dan minuman umumnya dapat digolongkan produsen pedagang sedangkan pedagang kaki lima yang menjual pakaian, cenderamata umumnya dapat digolongkan sebagai pedagang. Jenis usaha makanan dan minuman mempunyai pendapatan relatif lebih tinggi daripada jenis usaha lainnya. Hal ini karena produk makanan dan minuman merupakan urusan yang sangat dekat dengan perut manusia, sehingga meskipun harga mengalami kenaikan produk makanan masih banyak dinanti dan dibutuhkan banyak orang. Menurut Heni Sukesi, jenis usaha PKL yang potensial untuk dikembangkan dengan memperhatikan prospek dan tingkat kontribusi terhadap pendapatan adalah jenis usaha makanan dan minuman. Ini karena jenis usaha tersebut ; (1) mudah pengelolaannya dan tidak memerlukan skill yang tinggi, (2) penggunaan modal relatif kecil dengan perputaran yang cepat, (3) relatif menjajikan keuntungan yang besar. Pedagang kaki lima yang menjual makanan dan minuman kemudian berlokasi di trotoar sebelah timur Jalan Malioboro Yogyakarta. Berdasarkan data yang diperoleh dari Kantor Kecamatan Danurejan Yogyakarta jumlah
xix
PKL makanan dan minuman di trotoar sebelah timur Jalan Malioboro pada tahun 2009 berjumlah 112 . Tabel 1.1 Jumlah PKL makanan dan minuman di Trotoar sebelah timur Jalan Malioboro Kecamatan Danurejan Yogyakarta PKL 1. Pedagang kaki lima makanan dan
Jumlah 34
minuman lesehan malam hari 2. Pedagang kaki lima makanan dan
78
minuman angkringan siang hari Total
112
Sumber : Kecamatan Danurejan Yogyakarta, 2009. Terdapat dua kelompok pedagang kaki lima di Jalan Malioboro ini, yaitu pedagang makanan dan minuman angkringan disiang hari yang berjualan mulai pukul 09.00 sampai dengan pukul 17.00 dan pedagang makanan, minuman lesehan dimalam hari yang berjualan mulai pukul 17.00 sampai dengan pukul 01.00. Waktu siang hari di Jalan Malioboro Yogyakarta ini cenderung lebih ramai daripada malam hari, karena malioboro juga merupakan kawasan pertokoan, pasar, dan juga perkantoran dimana aktivitas – aktivitas tersebut dijalankan disiang hari. Meskipun dimalam hari orang – orang biasanya keluar mencari makan sambil bersantai atau sekedar jalan – jalan tetapi hal itu tidak berlangsung sepanjang malam, semakin malam di Kawasan Malioboro juga semakin sepi. Para PKL juga mempunyai tenaga kerja. Tenaga kerja merupakan faktor yang penting dalam kegiatan produksi, karena pekerja inilah yang mengalokasikan dan memanfaatkan faktor – faktor lain guna menghasilkan xx
suatu output yang bermanfaat. Dengan adanya pekerja juga memberikan pelayanan yang lebih baik kepada para pembeli. Luas kapling yang digunakan PKL Malioboro dalam berjualan ternyata berbeda – beda. Tentunya semakin besar kapling dapat menampung pembeli semakin banyak pula. Akan tetapi semakin besar kapling kadang juga memberi kesan kepada calon pembeli bahwa harga makanan dan minuman yang dijual semakin mahal daripada PKL lain yang menggunakan kapling yang lebih kecil. Semakin besar jumlah PKL tentunya semakin memperketat tingkat persaingan, sehingga pendapatan yang diperoleh semakin berkurang. Keberhasilan PKL yang berupa tingkat pendapatan yang optimal dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut di atas. Karena begitu banyaknya pesaing maka para PKL harus membuat strategi untuk mencapai kinerja yang optimal. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana menggunakan faktor-faktor itu agar pendapatan PKL makanan dan minuman di trotoar sebelah timur Jalan Malioboro Yogyakarta optimal. B. Perumusan Masalah “Bagaimanakah pengaruh lama usaha, jumlah tenaga kerja, luas kapling, dan waktu dagang terhadap tingkat pendapatan pedagang kaki lima makanan dan minuman di Jalan Malioboro Yogyakarta “ C. Tujuan Penelitian 1.
Untuk mengetahui bagaimana
pengaruh lama usaha terhadap tingkat
pendapatan pedagang kaki lima di Jalan Malioboro Yogyakarta
xxi
2.
Untuk mengetahui bagaimana
pengaruh jumlah tenaga kerja terhadap
tingkat pendapatan pedagang kaki lima di Jalan Malioboro Yogyakarta 3.
Untuk mengetahui bagaimana pengaruh luas kapling terhadap tingkat pendapatan pedagang kaki lima di Jalan Malioboro Yogyakarta
4.
Untuk mengetahui bagaimana
pengaruh waktu dagang terhadap
pendapatan pedagang kaki lima makanan dan minuman di Jalan Malioboro Yogyakarta ? D. Manfaat Penelitian 1. Memberikan informasi kepada pedagang kaki lima mengenai cara – cara apa saja yang perlu dilakukan dalam rangka peningkatan pendapatan dan perkembangan usaha. 2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pemerintah daerah dan pihak terkait dalam upaya menyempurnakan pembinaan PKL makanan dan minuman di Jalan Malioboro Yoggyakarta.
xxii
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pedagang Kaki Lima Sebagai Bagian Dari Usaha Kecil Di Sektor Informal Di dalam UU. Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil dijelaskan bahwa yang dimaksudkan dengan usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta kepemilikan. Adapun usaha kecil tersebut meliputi : usaha kecil formal, usaha kecil informal dan usaha kecil tradisional. Usaha kecil formal adalah usaha yang telah terdaftar, tercatat dan telah berbadan hukum, sementara usaha kecil informal adalah usaha yang belum terdaftar, belum tercatat dan belum berbadan hukum, antara lain petani penggarap, industri rumah tangga, pedagang asongan, pedagang keliling, pedagang kaki lima dan pemulung. Sedangkan usaha kecil tradisional adalah usaha yang menggunakan alat produksi sederhana yang telah digunakan secara turun temurun dan/atau berkaitan dengan seni dan budaya. Dalam UU. Nomor 9 Tahun 1995 juga ditetapkan beberapa Kriteria Usaha Kecil, antara lain (1) memiliki kekayaan bersih paling banyak 200 juta rupiah, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau (2) memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak 1 (satu) milyar rupiah; (3) milik warga negara Indonesia; (4) berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, xxiii
dikuasai atau berafiliasi, baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha
menengah
atau
usaha
besar;
(5)
berbentuk
usaha
orang
perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Usaha Kaki Lima adalah bagian dari Kelompok Usaha Kecil yang bergerak di sektor informal, dikenal dengan istilah “Pedagang Kaki Lima” (Fransiska.R. Korompis, 2005 : 8-9). B. Sektor Informal 1. Pengertian Sektor Informal
Konsepsi sektor informal mendapat sambutan yang sangat luas secara internasional dari para pakar ekonomi pembangunan, sehingga mendorong dikembangknnya penelitian pada beberapa negara berkembang termasuk Indonesia oleh berbagai lembaga penelitian pemerintah, swasta, swadaya masyarakat dan universitas. Hal tersebut terjadi akibat adanya pergeseran arah pembangunan ekonomi yang tidak hanya memfokuskan pada pertumbuhan ekonomi makro semata, akan tetapi lebih kearah pemerataan pendapatan. Swasono (1987) dalam Fransiska.R.Korompis (2005) mengatakan bahwa adanya sektor informal bukan sekedar karena kurangnya lapangan pekerjaan, apalagi menampung lapangan kerja yang terbuang dari sektor informal akan tetapi sektor informal adalah sebagai pilar bagi keseluruhan ekonomi sektor formal yang terbukti tidak efisien. Hal ini dapat menunjukan bahwa sektor informal telah banyak mensubsidi
xxiv
sektor formal, disamping sektor informal merupakan sektor yang efisien karena mampu menyediakan kehidupan murah. Konsep mengenai sektor ’formal’ dan ’informal’ pertama kali diperkenalkan oleh Hart J.K lewat tulisannya yang berjudul Informal Income Opportunities and Urban Employment in Ghana pada tahun 1971.
Konsep ini kemudian dikembangkan dan diterapkan oleh International Labour Office (ILO) dalam penelitian di delapan kota Dunia Ketiga yaitu Free Town (Sierra Leone), Lagos dan Kana (Nigeria), Kumasi (Ghana), Kolombo, Jakarta, Manila, Kardoba dan Campina (Brazil). (Hart, 1973 dalam Bambang Supriyadi, 2007). Pengertian yang populer dari pekerjaan informal pada awalnya adalah sederhana, yakni suatu pekerjaan yang sangat mudah dimasuki, sejak skala tanpa melamar, tanpa ijin, tanpa kontrak, tanpa formalitas apapun, menggunakan sumberdaya lokal, baik sebagai buruh ataupun usaha milik sendiri yang dikelola dan dikerjakan sendiri, ukuran mikro, teknologi seadanya, hingga yang padat karya, teknologi adaptatip, dengan modal lumayan dan bangunan secukupnya. Mereka tidak terorganisir, dan tak terlindungi hukum. Istilah
“sektor informal”
muncul, ketika teori pembangunan
mengalami krisis sebagai akibat dari berkembangnya kesadaran bahwa model pertumbuhan ekonomi tidak berhasil dalam menciptakan lapangan kerja dan mengurangi kemiskinan di negara-negara sedang berkembang ( Bernabe dalam Tri Widodo, 2006 ). xxv
Istilah sector informal tersebut
pertama kali dicetuskan untuk menggambarkan sebagian angkatan kerja di perkotaan yang berada diluar pasar tenaga formal. Pandangan pertama mengenai sektor informal adalah sektor dimana individu-individu bekerja untuk dirinya sendiri (self-employed). Setelah itu pengkategorian ini digunakan untuk menunjukkan cara-cara hidup diluar perekonomian dengan upah formal, baik sebagai alternatif atau sebagai alat untuk manambah pendapatan. Meskipun ide awal mengenai sektor informal hanya terbatas pada orang yang bekerja untuk dirinya sendiri, pengenalan konsep tersebut memungkinkan untuk memasukkan kegiatan-kegiatan yang sebelumnya diabaikan dalam model-model teoritis pembangunan dan di dalam neraca ekonomi nasional. Selain pemikiran awal tersebut yang dianggap merupakan paper awal tentang sektor informal adalah laporan dari International Labor Organization mengenai kesempatan kerja di Kenya (ILO, 2000). Informalitas menurut laporan tersebut terutama sekali ditandai oleh pengabaian peraturan
pemerintah dan pajak. Pada mulanya ILO
menganggap tujuan utama dari sektor informal adalah penyediaan kehidupan subsistence bagi keluarga. ILO menghubungkan pertumbuhan sector informal dengan pengaruh positifnya terhadap peluang kerja dan distribusi pendapatan. Dieter-Evers
dikutip
Fransiska.R.Korompis
(2005)
menganalogikan sektor informal sebagai sebuah bentuk ekonomi bayangan dalam negara. Ekonomi bayangan digambarkan sebagai kegiatan ekonomi xxvi
yang tidak mengikuti aturan-aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Kegiatan ekonomi bayangan merupakan bentuk kegiatan ekonomi yang bergerak dalam unit-unit kecil sehingga bisa dipandang efisien dalam memberikan pelayanan. Dilihat dari sisi sifat produksinya, kegiatan ini bersifat subsistem yang bernilai ekonomis dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari khususnya bagi masyarakat yang ada dilingkungan sektor informal. Hutajulu (1985) dalam Fransiska.R.Korompis (2005) memberikan batasan tentang sektor informal, adalah suatu bidang kegiatan ekonomi yang untuk memasukinya tidak selalu memerlukan pendidikan formal dan keterampilan yang tinggi, dan memerlukan surat-surat izin serta modal yang besar untuk memproduksi barang dan jasa. Selanjutnya Sethurahman (1985) masih dalam Fransiska.R.Korompis (2005) memberi batasan sektor informal ini sebagai unit-unit usaha berskala kecil yang terlibat dalam proses produksi dan distribusi barang-barang, dimasuki oleh penduduk kota terutama bertujuan untuk mencari kesempatan kerja dan pendapatan dari pada memperoleh keuntungan. Pengertian
sektor
informal
yang
lain
dikutip
oleh
Frasiska.R.Korompis (2005) dari Moser (1978), bahwa sektor informal merupakan kegiatan ekonomi yang selama ini lolos dari pencacahan, pengaturan dan perlindungan pemerintah, tetapi mempunyai makna ekonomi dengan karakteristik kompetitif, padat karya, memakai input dan teknologi lokal, serta beroperasi atas dasar pemilikan sendiri oleh xxvii
masyarakat lokal, serta beroperasi atas dasar pemilikan sendiri oleh masyarakat.
Rachbini
dan
Hamid
(1994)
yang
dikutip
oleh
Fransiska.R.Korompis (2005) mengatakan, sektor informal berfungsi sebagai penyedia barang dan jasa terutama bagi masyarakat golongan ekonomi menengah ke bawah yang tinggal dikota-kota. Pelaku sektor ini pada umumnya berasal dari desa-desa dengan tingkat pendidikan dan keterampilan rendah serta sumber-sumber terbatas. 2. Ciri-Ciri Sektor Informal Salah satu permasalahan penting yang terdapat di kawasan perkotaan adalah tumbuh dan berkembangnya sektor informal. Ini merupakan sektor alternatif yang antara lain ditandai oleh (1) mudah untuk dimasuki ataupun untuk keluar, (2) ketergantungan pada sumberdaya asli atau endogenous resources, (3) kepemilikan dan pengelolaan bersifat kekeluargaan, (4) usahanya berskala kecil dengan tingkat mobilitas yang sangat tinggi, (5) labor-intensive dengan teknologi tradisional, (6) tidak membutuhkan keahlian tertentu sebagaimana pada sektor formal, dan (7) pasarnya bersifat kompetitif tetapi tidak disertai regulasi yang jelas (Gilbert & Gugler, 1984 dalam Antonius Tarigan, 2003).
Sektor informal bersifat sangat heterogen, sulit ditarik garis pembeda yang jelas dengan sektor formal, malahan terdapat kesatuan rangkaian antara usaha berskala kecil dengan yang berskala besar, illegal dan legal serta yang produktif dengan yang kurang produktif. Aktivitas yang mereka jalankan sangat beragam, mulai dari penjaja makanan, jasa xxviii
ojek, sampai pada para penjual barang-barang elektronik bajakan. Mereka tidak memiliki cukup modal untuk meningkatkan skala usahanya sehingga bahkan tidak cukup untuk sekedar menghidupi keluarganya. Orientasinya bukan pada pemupukan modal, tetapi lebih pada upaya memperoleh pendapatan cash yang langsung dapat dibelanjakan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga (Rakodi, 1993: 211 dalam Antonius Tarigan). Dengan karakter ini, sektor informal bisa menjadi sarana menuju sektor formal tetapi juga bisa menjadi tujuan itu sendiri. Atau ada juga yang melihatnya sebagai proses yang tidak terakomodasi dalam kerangka institusional dan legal suatu masyarakat sebagaimana aktivitas formal lainnya (Portes, et.al., 1989 dalam Antonius Tarigan). Terlepas dari karakterisasi semacam itu, sektor informal telah menjadi permasalahan sendiri. Namun tidak sedikit kalangan yang melihat bahwa sektor informal juga solusi; jadi tidak sekedar masalah. Perbedaan cara pandang semacam ini sangat menentukan kebijakan apa yang akan diambil pemerintah. Pandangan pertama yang dikenal dengan “pandangan evolusionis (developmentalis)” berpendapat bahwa sektor informal akan tumbuh dan berkembang menjadi sektor formal. Dalam pandangan ini, sektor informal dapat menjadi jawaban alternatif terhadap masalah pengangguran dan kemiskinan di kota, dan
karenanya, harus
dikembangkan. Pandangan semacam itu terutama sangat dipengaruhi hasil penelitian ILO pada tahun 1972 yang sekaligus mempopulerkan terminologi dan jenis aktivitas tersebut. xxix
Sementara itu, pandangan
kedua yang bersifat “involusionis-
eksploitatif” cenderung melihat sektor informal sebagai sektor yang tidak mungkin berkembang. Kehadiran mereka hanya menjadi sasaran empuk eksploitasi sektor formal. Dengan demikian, mengembangkan sektor informal merupakan upaya yang sia-sia. Cara pandang kedua inilah yang nampaknya dominan di tanah air sehingga setiap ada masalah, maka sektor inilah yang selalu menjadi korban, atau minimal kambing hitamnya. Tidak terkecuali dalam upaya penataan kota seperti bidang transportasi. Pengertian sektor informal ini lebih sering dikaitkan dengan dikotomi sektor formal-informal. Dikotomi kedua sektor ini paling sering dipahami dari dokumen yang dikeluarkan oleh ILO (1972). Badan Tenaga Kerja Dunia ini mengidentifikasi sedikitnya tujuh karakter yang membedakan kedua sektor tersebut: (1) kemudahan untuk masuk (ease of entry), (2) kemudahan untuk mendapatkan bahan baku, (3) sifat kepemilikan, (4) skala kegiatan, (5) penggunaan tenaga kerja dan teknologi, (6) tuntutan keahlian, dan (7) deregulasi dan kompetisi pasar. Pada dasarnya suatu kegiatan sektor informal harus memiliki suatu lokasi yang tepat agar dapat memperoleh keuntungan (profit) yang lebih banyak dari tempat lain dan untuk mencapai keuntungan yang maksimal, suatu kegiatan harus seefisien mungkin. Richardson (1991) dalam Fransiska.R.Korompis (2005), berpendapat bahwa keputusan-keputusan penentuan lokasi yang memaksimumkan penerimaan biasanya diambil bila memenuhi kriteria-kriteria pokok : xxx
1. Tempat yang memberi kemungkinan pertumbuhan jangka panjang yang menghasilkan keuntungan yang layak. 2. Tempat yang luas lingkupnya untuk kemungkinan perluasan unit produksi. Jadi jelasnya bahwa pengertian sektor informal mempunyai ruang lingkup yang sangat luas, artinya bahwa kegiatan yang paling besar dijalankan oleh penduduk berpendapatan rendah. Di Indonesia, sudah ada kesepakatan tentang 11 ciri pokok sektor informal sebagai berikut : 1. Kegiatan usaha tidak terorganisasi dengan baik karena timbulnya unit usaha tidak mempergunakan fasilitas atau kelembagaan yang tersedia di sektor formal. 2. Pada umumnya unit usaha tidak mempunyai ijin usaha. 3. Pola kegiatan usaha tidak teratur baik dalam arti lokasi maupun jam kerja. 4. Pada umumnya kebijaksanaan pemerintah untuk membantu golongan ekonomi tidak sampai ke pedagang kaki lima. 5. Unit usaha mudah keluar masuk dari satu sub-sektor ke lain subsektor. 6. Teknologi yang digunakan bersifat primitif. 7. Modal dan perputaran usaha relatif kecil, sehingga skala operasi juga relatif kecil.
xxxi
8. Pendidikan yang diperlukan untuk menjalankan usaha tidak memerlukan pendidikan formal karena pendidikan yang diperoleh dari pengalaman sambil bekerja. 9. Pada umumnya unit usaha termasuk golongan one-man enterprise dan kalaummengerjakan buruh berasal dari keluarga. 10. Sumber dana modal usaha yang umumnya berasal dari tabungan sendiri atau lembaga keuangan yang tidak resmi. 11. Hasil produksi atau jasa terutama dikonsumsi oleh golongan masyarakat desa-kota berpenghasilan rendah dan kadang-kadang juga yang
berpenghasilan
menengah
(Hidayat,
1987
dalam
Fransiska.R.Korompis, 2005). Klasifikasi yang didasarkan pada kemungkinan – kemungkinan untuk memperoleh pendapatan yang bersifat informal (Manning dan Effendi, 1985 dalam Imbang Sutrisno, 2005) : a. Kemungkinan – kemungkinan pendapatan informal yang sah 1) Kegiatan – kegiatan usaha primer dan sekunder, pertanian, perkebunan untuk pasar, kontraktor bangunan serta kegiatan – kegiatan yang berkaitan dengannya, tukang yang berdiri sendiri (self employed artisans), tukang jahit. 2) Badan – badan usaha tersier dengan input modal yang relatif besar, perumahan, pengangkutan, spekulasi barang.
xxxii
3) Distribusi berlingkup kecil, petugas – petugas pasar, pedagang kecil, penjaja di jalan,pengusaha makanan dan minuman, agen – agen komisi dan pengecer. 4) Jasa – jasa lainnya, tukang musik, tukang semir sepatu, tukang cukur, tukang potret, tukang reparasi kendaraan serta kerja – kerja pemeliharaan lainnya, perantara dan makelar, jasa – jasa keagamaan, obat – obatan. 5) Pembayaran – pembayaran antar perorangan (private transfer payment), peminjaman barang antar orang perorang, pengemis. b. Kemungkinan – kemungkinan pendapatan informal yang tidak sah 1) Jasa – jasa para penjual tenaga dan parasit pada umumnya, mereka yang menerima barang curian, kegiatan meriba dan gadai menggadai (dengan tingkat bunga ilegal), menjual obata – obatan terlarang, pelacuran, kegiatan penyelundupan. 2) Pencurian, pencopetan, perampasan bersenjata, perjudian. C. Pedagang Kaki Lima 1. Pengertian Pedagang Kaki Lima Secara umum, pedagang dapat diartikan sebagai penyalur barang dan
jasa-jasa
perkotaan
(Rais
dalam
Umboh,
1990
dalam
Fransiska.R.Korompis , 2005). Adapun menurut McGee yang juga dikutip oleh Fransiska.R.Korompis, 2005), mendefinisikan pedagang kaki lima adalah “The People who offer goods or services for sale from public places, primarily streetes and pavement”. Sedangkan Manning dan xxxiii
Tadjudin Noer Effendi (1985) menyebutkan bahwa pedagang kaki lima adalah salah satu pekerjaan yang paling nyata dan penting dikebanyakan kota di Afrika, Asia, Timur Tengah dan Amerika Latin. Menurut Breman (1988) dalam Fransiska.R.Korompis (2005), pedagang kaki lima merupakan usaha kecil yang dilakukan oleh masyarakat yang berpenghasilan rendah (gaji harian) dan mempunyai modal yang terbatas. Dalam bidang ekonomi, pedagang kecil ini termasuk dalam sektor informal, di mana merupakan pekerjaan yang tidak tetap dan tidak terampil serta golongan-golongan yang tidak terikat pada aturan hukum, hidup serba susah dan semi kriminil pada batas-batas tertentu. Dari pengertian/batasan tentang pedagang kaki lima sebagaimana dikemukakan beberapa ahli di atas, dapat dipahami bahwa pedagang kaki lima merupakan bagian dari kelompok usaha kecil yang bergerak di sektor informal. Secara khusus, pedagang kaki lima dapat diartikan sebagai distribusi barang dan jasa yang belum memiliki ijin usaha dan biasanya berpindah-pindah. 2. Ciri – Ciri Pedagang Kaki Lima Menurut Sethurahman (1985) yang dikutip Fransiska.R.Korompis (2005) bahwa istilah pedagang kaki lima biasanya untuk menunjukkan sejumlah kegiatan ekonomi yang berskala kecil, tetapi akan menyesatkan bila disebut dengan “perusahaan” berskala kecil karena beberapa alasan, antara lain :
xxxiv
1. Mereka yang terlibat dalam sektor ini pada umumnya miskin, berpendidikan rendah (kebanyakan para migran). Jelaslah bahwa mereka
bukanlah
kapitalis
yang
mencari
investasi
yang
menguntungkan dan juga bukanlah pengusaha seperti yang dikenal pada umumnya. 2. Cakrawala mereka nampaknya terbatas pada pengadaan kesempatan kerja dan menghasilkan pendapatan yang langsung bagi dirinya sendiri. 3. Pedagang kaki lima di kota terutama harus dipandang sebagai unitunit berskala kecil yang terlibat dalam produksi dan distribusi barangbarang yang masih dalam suatu proses evaluasi daripada dianggap sebagai perusahaan yang berskala kecil dengan masukan-masukan (input) modal dan pengolahan yang besar. Selanjutnya menurut definisi International Labour Organization (ILO), pedagang kaki lima didefinisikan sebagai sektor yang mudah dimasuki oleh pendatang baru, menggunakan sumber-sumber ekonomi dalam negeri, dimiliki oleh keluarga berskala kecil, menggunakan teknologi padat karya, keterampilan yang dibutuhkan diperoleh di luar bangku sekolah, tidak dapat diatur oleh pemerintah dan bergerak dalam pasar persaingan penuh (Hadji Ali, 1985 dalam Frasiska.R.Korompis, 2005). Pengertian pedagang kaki lima yang lain adalah kegiatan sektor marginal (kecil-kecilan) yang mempunyai ciri sebagai berikut : 1. Pola kegiatan tidak teratur baik dalam hal waktu, permodalan maupun xxxv
penerimaannya. 2. Tidak tersentuh oleh peraturan-peraturan atau ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah (sehingga kegiatannya sering dikategorikan “liar”). 3. Modal, peralatan dan perlengkapan maupun omzetnya biasanya kecil dan diusahakan dasar hitung harian. 4. Pendapatan mereka rendah dan tidak menentu. 5. Tidak mempunyai tempat yang tetap dan atau keterikatan dengan usaha-usaha yang lain. 6. Umumnya dilakukan oleh dan melayani golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah. 7. Tidak membutuhkan keahlian dan keterampilan khusus sehingga secara luas dapat menyerap bermacam-macam tingkatan tenaga kerja. 8. Umumnya tiap-tiap satuan usaha yang mempekerjakan tenaga yang sedikit dan dari lingkungan keluarga, kenalan atau berasal dari daerah yang sama. 9. Tidak mengenal sistem perbankan, pembukuan, perkreditan dan sebagainya. 10. Sebagai saluran arus barang dan jasa, pedagang kaki lima merupakan mata rantai akhir sebelum mencapai konsumen dari satu mata rantai yang panjang dari sumber utamanya yaitu produsennya (Ramli, 1984) dalam Fransiska.R.Korompis, 2005).
xxxvi
Berdasarkan barang atau jasa yang diperdagangkan, menurut Karafi
dalam
Umboh
(1990)
yang
Dikutip
oleh
Fransiska.R.Korompis,2005, pedagang kaki lima dapat dikelompokkan sebagai berikut : 1). Pedagang minuman; 2). Pedagang makanan; 3). Pedagang buah-buahan; 4). Pedagang sayur-sayuran; 5). Pedagang daging dan ikan; 6). Pedagang rokok dan obat-obatan; 7). Pedagang buku, majalah dan surat kabar; 8). Pedagang tekstil dan pakaian; 9). Pedagang kelontong; 10). Pedagang loak; 11). Pedagang onderdil kendaraan, bensin dan minyak tanah; 12). Pedagang ayam, kambing, burung dan 13). Pedagang beras serta; 14). Penjual jasa. (Wirosardjono, 1985 dalam Frasiska.R.Korompis, 2005). Pengertian pedagang kaki lima sebagai bagian dari sektor informal dapat dijelaskan melalui ciri-ciri sebagai berikut
:
Merupakan pedagang yang kadang-kadang juga sekaligus produsen. Ada yang menetap pada lokasi tertentu, ada yang bergerak dari tempat satu ke tempat yang lain (menggunakan pikulan, kereta dorong) menjajakan bahan makanan, minuman dan barang-barang konsumsi lainnya secara eceran. Umumnya bermodal kecil terkadang hanya merupakan alat bagi pemilik modal dengan mendapatkan sekedar komisi sebagai imbalan atau jerih payahnya. Pedagang kaki lima di perkotaan tidak saja merupakan pelembagaan perilaku ekonomi semata tetapi juga merupakan pelembagaan sosial. (Kartini Kartono, 1980). 3. Kekuatan dan Kelemahan Pedagang Kaki Lima Kekuatan dan kelemahan pedagang kaki lima menurut Kartini Kartono adalah sebagai berikut : xxxvii
a.
Kekuatan Pedagang Kaki Lima 1. Pedagang kaki lima memberikan kesempatan kerja yang umumnya sulit didapat pada negara-negara yang sedang berkembang 2. Dalam prakteknya mereka biasa menawarkan barang dan jasa dengan harga bersaing mengingat mereka tidak dibebani pajak 3. Sebagian besar masyarakat kita lebih senang berbelanja pada pedagang kaki lima mengingat faktor kemudahan dan barang yang ditawarkan relatif lebih murah (terlepas dari pertimbangan kualitas)
b.
Kelemahan pedaganga kaki lima, antara lain : 1. Mereka dimasukkan kedalam kelompok marginal dan sub marginal dengan modal kecil, modal yang relatif kecil menyebabkan laba relative kecil padahal pada umumnya banyak anggota keluarga bergantung pada hasil yang minim ini. Oleh karena itu terciptalah keadaan dimana hasil yang mereka capai pas-pasan untuk sekedar hidup. Bahkan tidak ada kemungkinan untuk akumulasi modal 2. Karena rendahnya pendidikan dan kurangnya keterampilan, maka unsur efisiensi kurang mendapat perhatian, sehingga akan mempengaruhi kelancaran usaha 3. Ada kalanya pedagang kaki lima melihat pedagang kaki lima lainnya yang sukses dengan jenis barang dagangan tertentu mengikuti jejak mereka menyebabkan suatu jenis usaha tertentu xxxviii
menjadi
terlampau
padat,
sehingga sebagian
dari
mereka
berguguran dan terpaksa harus gulung tikar 4. Sering kali terdapat unsur penipuan dan penawaran dengan harga yang tinggi, sehingga menyebabkan citra masyarakat tentang pedagang kaki lima kurang positif. Disamping itu, tidak jarang diantara mereka terjadi persaingan yang menjurus tidak sehat yang sangat merugikan banyak pihak D. Konsep Pendapatan Pendapatan merupakan hasil yang didapatkan karena seseorang telah berusaha sebagai ganti atas jerih payah yang telah dikerjakannya. Pendapatan industri adalah pendapatan yang diperoleh karena telah mengorganisasikan seluruh faktor – faktor produksi yang dikelolanya. Pendapatan bersih merupakan pendapatan bruto setelah dikurangi dengan biaya – biaya dalam proses produksi. Biaya yang dimaksud disini adalah pengorbanan sumber ekonomi, yang diiukur dalam satuan uang, yang dikeluarkan saat proses produksi berlangsung, demi untuk menghasilkan suatu produk tertentu (Mulyadi, 1990 : 7). Biaya ini merupakan pengorbanan yang secara ekonomis tidak dapat dihindari dalam proses produksi.
E. Faktor yang Berpengaruh Terhadap Pendapatan Pedagang Kaki Lima 1. Lama Usaha xxxix
Penelitian tentang mobilisasi pekerjaan dan penghasilan migrant Surabaya menunjukkan adanya hubungan yang erat antara usia pendatang dan jangka waktu bertempat tinggal di kota (Steele dalam Imbang Sutrisno, 2006). Dalam pernyataan ini disimpulkan bahwa semakin lama seseorang menekuni pekerjaannya maka akan semakin mahir dalam mengelola manajemen usahanya. Ini akan berpengaruh terhadap omset penjualan dikarenakan semakin lama usaha maka akan semakin banyak konsumen yang mempunyai sifat langganan. Menurut Woodworth dan Marquis yang dikutip oleh Raida Nur Hapsari (2004), dalam hal pengalaman ternyata tidak hanya menyangkut jumlah masa kerja saja tapi lebih dari itu juga perlu diperhitungkan jenis pekerjaan yang pernah dihadapinya. Sejalan dengan bertambahnya pengalaman kerja maka akan bertambah pula pengetahuan dan keterampilan seseorang dalam melaksanakan pekerjaannya, karena pengusaaan situasi dan kondisi dalam menghadapi calon pelanggan yang bervariasi semakin baik. 2. Tenaga Kerja Tenaga Kerja merupakan faktor yang penting dalam kegiatan produksi, karena pekerja inilah yang mengalokasikan dan memanfaatkan faktor – faktor lain guna menghasilkan suatu output yang bermanfaat. Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik di dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan barang atau
xl
jasa guna memenuhi kebutuhan masyarakat. Soetomo (1990 : 3) mendefinisikan tenaga kerja adalah sebagai berikut : 1.
Tenaga kerja adalah seseorang yang mampu melakukan pekerjaan baik didalam maupun diluar hubungan kerja untuk menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
2.
Tenaga kerja adalah sejumlah penduduk yang dapat menghasilkan barang dan jasa, jika ada permintaan tenaga kerja dan mereka bersedia berpartisipasi dalam akivitas tersebut. Tenaga kerja juga berarti penduduk usia kerja dalam arti sudah bekerja, sedang bekerja, mencari kerja, dan yang sedang melakukan kegiatan seperti sekolah, mengurus rumah tangga, dan kegiatan lainnya, namun sewaktu – waktu dapat berpartisipasi untuk bekerja jika dibutuhkan. Pengertian tenaga kerja menurut PBB adalah penduduk usia 15
tahun sampai 64 tahun yang telah menghasilkan pendapatan. Pengertian tenaga kerja bagi penduduk Indonesia adalah penduduk usia 10 tahun keatas, karena pada kenyataannya penduduk Indonesia yang berusia diatas 65 tahun masih ada yang bekerja. (Aris Ananta dkk, 1988 : 21). Adapun tenaga yang benar – benar terlibat dalam kegiatan produksi dan yang sedang mencari pekerjaan disebut angkatan kerja. Definisi angkatan kerja adalah bagian dari tenaga kerja yang bekerja dan menganggur atau sedang mencari lowongan kerja (Payaman J. Simanjuntak, 1985 : 3).
xli
Faktor produksi tenaga kerja merupakan faktor produksi yang penting
dan harus diperhitungkan dalam proses produksi dengan
jumlah yang cukup, tidak hanya dalam hal jumlah namun juga dalam hal kualitas dan macam tenaga kerja yang memadai. Jumlah tenaga kerja yang diperlukan disesuaikan dengan kebutuhan pada tingkat tertentu sehingga jumlahnya optimum (Bambang Riyanto, 1994 dalam Mauritha, 2008). 3. Luas Kapling Luas kapling yaitu luas tempat usaha yang digunakan oleh PKL malioboro dalam memproduksi dan menjual barang dagangannya. Luas kapling yang digunakan PKL malioboro ternyata berbeda-beda. Tentunya semakin besar kapling dapat menampung pembeli semakin banyak pula sehingga semakin banyak pembeli pendapatan juga semakin besar. Akan tetapi besar kapling kadang juga memberi kesan kepada calon pembeli bahwa harga makanan dan minuman yang dijual juga semakin mahal daripada PKL lain yang menggunakan kapling lebih kecil. Dalam studi pemetaan PKL di Kota Surakarta Tahun 2003 yang dilakukan oleh Pusat Pengkajian dan Pelatihan Ekonomi (P3E) Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta, Variabel – variabel yang merupakan cerminan keberhasilan usaha pedagang kaki lima antara lain adalah volume penjualan atau omset usaha dan laba usaha. Sedangkan variabel yang diduga mempengaruhi tingkat keberhasilan yang xlii
dicerminkan dari variabel omset usaha dan laba usaha anatara lain adalah modal usaha, lama usaha, jam usaha, umur dan beberapa variabel kualitatif tingkat pendidikan, status perkawinan, dan lain sebagainya. Keberhasilan pedagang kaki lima antara lain dicerminkan oleh variabel laba usaha dan omset usaha. Variabel – variabel yang dapat dijadikan sebagai faktor penentu keberhasilan usaha (omset usaha) antara lain : 1. Luas tempat usaha pedagang kaki lima yang berhubungan positif meyakinkan dengan variabel omset usaha, dengan koefisien korelasi sebesar 0,236 dengan probabilitas 0,000, yang berarti jika luas tempat usaha semakin meningkat maka ada kecenderungan omset usaha pedagang kaki lima juga meningkat dan sebaliknya. 2. Modal awal usaha PKL yang berhubungan positif meyakinkan dengan dengan variabel omset usaha dengan koefisien korelasi sebesar 0,298 dengan probabilitas 0,000 yang berarti jika modal awal usaha
pedagang
kaki
lima
semakin
meningkat
maka
ada
kecenderungan omset usaha pedagang kaki lima meningkat dan sebaliknya. 3. Modal sekarang pedagang kaki lima yang berhubungan positif dengan variabel omset usaha, dengan koefisien korelasi sebesar 0,301 dengan probabilitas 0,000, yang berarti jika modal sekarang semakin meningkat maka ada kecenderungan omset usaha PKL xliii
meningkat dan sebaliknya. Pendidikan merupakan faktor pembeda omset usaha secara meyakinkan dengan derajat signifikansi sebesar 5 persen. 4. Waktu dagang Terdapat dua macam waktu dagang di Malioboro yaitu pedangang makanan, minuman di siang hari yang buka mulai pukul 09.00 sampai dengan pukul 17.00 dan pedagang makanan, minuman dimalam hari yang buka mulai pukul 17.00 sampai dengan pukul 01.00. Perbedaan waktu dagang antara siang hari dan malam hari ini mengakibatkan adanya perbedaan suasana yang ditawarkan pedagang. Pedagang pada malam hari sebagian besar dengan cara lesehan, ini memberikan suasana yang lebih akrab, santai. Sedangkan pedagang disiang hari sebagian besar berdagang dengan cara angkringan. Akan tetapi siang hari Malioboro cenderung lebih ramai daripada malam hari, hal ini karena selain sebagai lokalitas PKL Malioboro juga merupakan kawasan pertokoan, pasar, perkantoran dimana aktivitas – aktivitas tersebut dilakukan disiang hari. Semakin malam Malioboro semakin sepi seiring dengan mulai tutupnya pasar, pertokoan, perkantoran disekitarnya. F. Penelitian Sebelumnya Penelitian Kris Ciptawan (2009) dengan judul Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Keuntungan Pedagang Makanan dan Minuman di Gladag Langen Boga Surakarta ini bertujuan untuk mengetahui deskripsi dan menjelaskan seberapa besar pengaruh variabel modal usaha, lama usaha, xliv
harga menu utama, dan jumlah tenaga kerja terhadap keuntungan pedagang, serta untuk mengetahui manakah dari variabel bebas tersebut yang memberikan pengaruh paling besar tehadap keuntungan pedagang makanan dan minuman di Gladag Langen Boga Surakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua variabel bebas yaitu variabel modal usaha, lama usaha, harga menu utama, dan jumlah tenaga kerja berpengaruh terhadap keuntungan pedagang. Penelitian Imbang Sutrisno dengan judul Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Pendapatan Pedagang Kaki Lima Kota Surakarta Tahun 2005. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor – faktor yang mempengaruhi tingkat pendapatan Pedagang Kaki Lima di Kota Surakarta. Variabel – variabel penjelas dari variabel dependen tingkat pendapatan yang digunakan adalah lama usaha, tingkat pendidikan, usia pedagang kaki lima, modal usaha, serta variabel kualitatif, yang terdiri dari lokasi usaha dan cara yang digunakan dalam berdagang. Data yang digunakan dalam penelitian ini ada 2 macam, yaitu : data primer yang berupa data cross sectional yang diambil dengan teknik kuesioner
dari sampel yang berjumlah 100 responden. Sedangkan data
sekunder yang merupakan pendukung dari penelitian ini diperoleh dari BPS Kota Surakarta, Kantor Pengelolaan PKL Kota Surakarta serta Dinas Tenaga Kerja Kota Surakarta. Model persamaan analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah model semi-log dependen variabel.
xlv
Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel modal dan variabel jam kerja per hari signifikan pada tingkat α = 5 persen meskipun mempunyai hubungan yang positif terhadap tingkat pendapatan . Hal ini berarti sesuai dengan hipotesis. Variabel lama usaha dan variabel tingkat pendidikan tidak signifikan pada tingkat α = 5 persen meskipun mempunyai hubungan yang positif terhadap tingkat pendapatan sehingga tidak sesuai dengan hipotesis. Variabel usia pedagang kaki lima tidak signifikan pada tingkat α = 5 persen dan mempunyai hubungan yang negatif terhadap tingkat pendapatan. Hal ini berarti tidak sesuai dengan hipotesis. Sedangkan untuk variabel kualitiatif lokasi usaha signifikan pada tingkat α = 5 persen dan mempunyai hubungan yang positif terhadap tingkat pendapatan sehingga sesuai dengan hipotesis. Variabel kualitatif cara berdagang tidak signifikan pada tingkat α = 5 persen dan mempunyai hubungan yang negatif terhadap tingkat pendapatan. Sehingga tidak sesuai dengan tingkat hipotesis. Penelitian Ririn Tri Rahmawati dengan judul Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Keuntungan Pedagang Kaki Lima Sektor Makanan dan Minuman (Study Kasus di Seputaran Alun – Alun Kota Madiun) ini bertujuan untuk mengetahui deskripsi dan menjelaskan seberapa besar pengaruh variabel modal, jam kerja per hari, lama usaha, tingkat pendidikan dan usia terhadap keuntungan pedagang kaki lima, serta untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan keuntungan pedagang kaki lima menurut pengelompokkan jenis usaha sektor makanan dan minuman di seputaran alun – alun Kota Madiun. xlvi
Hasil penelitian menunujukkan dengan uji terhadap koefisien regresi secara parsial (Uji t) menunjukkan empat variabel yang berpengaruh terhadap keuntungan pedagang kaki lima yaitu modal, jam kerja per hari, lama usaha dan tingkat pendidikan, sedangkan variabel usaha tidak berpengaruh secara signifikan terhadap keuntungan pedagang kaki lima. Uji F menunjukkan bahwa secara bersama – bersama kelima variabel modal, jam kerja per hari, lama usaha tingkat pendidikan, dan usia berpengaruh terhadap keuntungan pedagang kaki lima. Selanjutnnya dengan uji beda dua mean, hipotesis kedua yaitu terhadap perbedaan keuntungan pedagang kaki lima sektor makanan dan minuman di seputaran alun – alun Kota Madiun menurut pengelompokkan jenis usaha tidak terbukti kebenarannya. G. Kerangka Pemikiran Untuk memberikan pedoman dan mempermudah dalam kegiatan penelitian, pengolahan data, penganalisaannya, agar diperoleh hasil penelitian yang benar, maka digunakan kerangka penelitian sebagai berikut :
Lama Usaha Jumlah Tenaga Kerja
Pendapatan
Luas Kapling
Waktu Dagang Gambar 2.1 Skema Kerangka Pemikiran xlvii
H. Hipotesis Penelitian 1. Diduga lama usaha berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan PKL makanan dan minuman di Jalan Malioboro Yogyakarta. 2. Diduga jumlah tenaga kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan PKL makanan dan minuman di Jalan Malioboro Yogyakarta. 3. Diduga luas kapling berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan PKL makanan dan minuman di Jalan Malioboro Yogyakarta. 4. Diduga waktu dagang berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan PKL makanan dan minuman di Jalan Malioboro Yogyakarta
xlviii
BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian 1. Bentuk Penelitian Penelitian ini berbentuk survey atas data primer dan data sekunder. Data primer diambil secara langsung melalui instrument kuesioner dari pedagang kaki lima. Data sekunder merupakan data yang diambil dari beberapa instansi terkait dan beberapa sumber kepustakaan lain yang mendukung data primer yang didapatkan. 2. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Jalan Malioboro Kecamatan Danurejan Yogyakarta yang berbatasan dengan Jalan Mangkubumi di sebelah Utara dan Jalan Ahmad Yani di sebelah Selatannya. Penelitian ini dilakukan di Jalan Malioboro Yogyakarta karena Malioboro merupakan salah satu tempat pariwisata dan merupakan salah satu pusat perdagangan di Kota Yogyakarta. Di Trotoar sepanjang Jalan Malioboro khususnya di trotoar sebelah timur yang masuk dalam wilayah Kecamatan Danurejan merupakan lokalitas PKL makanan dan minuman sedangkan di trotoar sebelah barat Jalan Malioboro merupakan tempat PKL yang berjualan cinderamata dan pakaian. 3. Teknik Pengumpulan Data a. Wawancara
xlix
Wawancara yaitu teknik pengumpulan data dengan cara tanya jawab dengan pihak – pihak terkait. b. Teknik kuesioner Teknik kuesioner yaitu mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan dalam penelitian dengan cara menanyakan secara langsung kepada PKL dan mengisi data melalui kuesioner yang dibagikan kepada PKL. c. Observasi atau Pengamatan Observasi atau pengamatan yaitu mengumpulkan data dengan cara melakukan pengamatan secara langsung terhadap PKL dan lokasi penelitian. d. Studi Pustaka Studi Pustaka yaitu pengumpulan data teori yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. 4. Populasi, Sampel dan Metode Sampling Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pedagang kaki lima makanan dan minuman di trotoar sebelah timur Jalan Malioboro Yogyakarta. Berdasarkan data yang diperoleh dari Kecamatan Danurejan jumlah PKL makanan dan minuman di trotoar sebelah timur Jalan Malioboro adalah sebanyak 112 PKL. Berdasarkan tabel ukuran sampel, jumlah sampel yang sesuai dengan tingkat keyakinan 95 persen adalah 92 orang (Sekaran, 2006:159).
l
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara acak sederhana (Simple Random Sampling), seluruh individu dalam populasi diberi kesempatan untuk dipilih menjadi anggota sampel 5. Definisi Operasional Variabel Ada dua jenis variabel yang perlu didefinisikan untuk keperluan dalam penelitian ini yaitu : a.
Variabel Dependen, yaitu pendapatan 1) Pengertian Pendapatan dalam penelitian ini adalah pendapatan bersih 2) Satuan Pengukuran variabel ini dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp) 3) Cara Mengukur a) Pedapatan bersih ini diperoleh dari total penerimaan (TR) dikurangi dengan total biaya (TC), diukur dalam satuan rupiah. b) Penerimanan Total (TR) Penerimaan total adalah seluruh penerimaan yang diterima dari makanan dan minuman yang terjual dikalikan dengan harga makanan dan minuman tersebut, diukur dalam satuan rupiah. c) Biaya Total (TC) Biaya total adalah seluruh biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan berdagang makanan dan minuman, diukur dalam satuan rupiah.
li
1. Biaya tetap (TFC) adalah biaya yang dikeluarkan pertama kali ketika mulai berdagang, berupa biaya alat – alat yang diperlukan untuk usaha berdagang makanan dan minuman, diukur dalam satuan rupiah. 2. Biaya variabel (TVC) adalah biaya yang dikeluarkan setiap kali memproduksi / melakukan kegiatan berdagang makanan dan minuman, berupa biaya yang dikeluarkan untuk membeli bahan baku dan bahan penolong serta keperluan lain, diukur dalam satuan rupiah. b.
Variabel independen, meliputi : a. Lama Usaha 1) Pengertian Jangka waktu yng telah ditempuh PKL dalam menjalankan usaha berdagang di Jalan Malioboro Yogyakarta sampai dengan penelitian ini dilakukan. 2) Satuan Pengukuran variabel ini dinyatakan dalam satuan tahun. 3) Cara Mengukur Menghitung jangka waktu pedagang kaki lima makanan dan minuman berjualan di Jalan Malioboro Yogyakarta. b. Jumlah Tenaga Kerja 1) Pengertian
lii
Jumlah tenaga kerja adalah banyaknya tenaga kerja yang terlibat dalam kegiatan produksi maupun penjualan makanan dan minuman, yang meliputi tenaga kerja yang dibayar dan tenaga kerja yang tidak dibayar (keluarga,pemilik). 2) Satuan Pengukuran variabel ini dinyatakan dalam satuan jumlah orang. 3) Cara Mengukur Menghitung jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam kegiatan berdagang makananan dan minuman di trotoar sebelah timur Jalan Malioboro Yogyakarta. c. Luas Kapling 1) Pengertian Kapling adalah tempat yang digunakan pedagang kaki lima makanan dan minuman di trotoar sebelah timur Jalan Malioboro Yogyakarta. 2) Satuan Pengukuran variabel ini dinyatakan dalam satuan m2. 3) Cara Mengukur Menghitung luas kapling yang dipakai Pedagang Kaki Lima untuk berdagang makanan dan minuman di trotoar sebelah timur Jalan Malioboro Yogyakarta. d. Waktu Dagang 1) Pengertian liii
Waktu dagang adalah waktu disaat PKL melakukan kegiatan berdagang yaitu waktu siang hari atau malam hari. 2) Satuan Pengukuran variabel ini dinyatakan dalam satuan siang hari dan malam hari. 3) Cara Mengukur Pengukuran variabel waktu dagang menggunakan variabel dummy, dimana PKL makanan dan minuman lesehan di malam hari dinilai D = 0, sedangkan PKL makanan dan minuman angkringan di siang hari dinilai D = 1 6. Metode Analisis Data 1. Uji Pemilihan Model a. Uji MWD Pemilihan bentuk fungsi model empirik merupakan masalah empirik (empirical question) yang sangat penting. Hal ini karena teori ekonomi tidak secara spesifik menunjukkan bentuk fungsi suatu model empirik dinyatakan dalam bentuk linear atau log-linear atau bentuk fungsi lainnya. Oleh karena itu, dalam melakukan studi empiris sebaiknya model yang akan digunakan diuji dulu, apakah sebaiknya menggunakan bentuk linear ataukah log-linear (Insukindro et al., 2003: 14). Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam pemilihan bentuk fungsi model empirik antara lain metode transformasi Boxliv
Cox, metode yang dikembangkan MacKinnon, White, dan Davidson atau lebih dikenal dengan MWD test, metode Bara dan McAleer atau dikenal dengan B-M test dan metode yang dikembangkan Zarembka (Modul Laboratorium Ekonometrika, 2006: 80). Dalam penelitian ini akan menggunakan metode yang dikembangkan Mac Kinnon, White dan Davidson pada tahun 1983 yang lebih dikenal dengan MWD test. Untuk dapat menerangkan uji MWD, maka langkah pertama adalah membuat dua model regresi dengan asumsi: Model regresi 1: Linier Y = β0 + β1X1 + β2 X2 + β 3X3 + β 4D1 + Ui Model regresi 2: Log-Linear LnY = β0 + β1 LnX1 + β2 LnX2 + β3 LnX3 + β 4D1 + Ui …..(3.2) Keterangan :
Y
= Pendapatan
X1
= Variabel Lama Usaha
X2
= Variabel Jumlah Tenaga Kerja
X3
= Variabel Luas Kapling
D1
= Variabel Waktu Dagang = Koefisien Intersep = Koefisien Lama Usaha = Koefisien Jumlah Tenaga Kerja = Koefisien Luas Kapling = Koefisien Waktu Dagang lv
…….(3.1)
= Variabel penganggu Dari persamaan (3.1) dan (3.2) di atas, selanjutnya akan diterapkan MWD test. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut: a. Melakukan regresi terhadap persamaan (3.1) kemudian kita dapatkan nilai fitted dari Y dan kita namai dengan YF. b. Melakukan regresi terhadap persamaan (3.2) kemudian kita dapatkan nilai fitted dari LY dan kita namai dengan LYF. c. Mencari nilai Z1 dengan cara mengurangkan nilai log dari YF dengan LYF. d. Mencari nilai Z2 dengan cara mengurangkan nilai antilog dari LYF dengan YF. e. Melakukan regresi dengan persamaan (3.1) dengan menambahkan variabel Z1 sebagai variabel penjelas. Y = β0 + β1X1 + β2 X2 + β 3X3 + β 4D1 + + β5Z1+ Ui
.........(3.3)
Bila Z1 signifikan secara statistik maka kita menolak model yang benar adalah linear atau dengan kata lain, bila Z1 signifikan, maka model yang benar adalah log-linear. f. Melakukan regresi dengan persamaan (3.2) dengan menambahkan variabel Z2 sebagai variabel penjelas. LnY = β0 + β1 LnX1 + β2 LnX2 + β3 LnX3 + β 4 LD1 + + β5Z2 + Ui …(3.4) Bila Z2 signifikan secara statistik maka kita menolak model yang benar adalah log-linear atau dengan kata lain, bila Z2 signifikan maka model yang benar adalah linear. lvi
b. Metode Regresi Log-Linier Untuk menguji hipotesis, seberapa besar pengaruh lama usaha, jumlah tenaga kerja, luas kapling dan waktu dagang terhadap pendapatan
maka
digunakan
rumus
regresi
linier
berganda
transformasi logaritma sebagai berikut: (Sumodiningrat, 1994;78) LnY = β0 + β1 LnX1 + β2 LnX2 + β 3 LnX3 + β 4D1+ Ui Dimana : LnY
= Pendapatan
LnX1
= Variabel Lama Usaha
LnX2
= Variabel Jumlah Tenaga Kerja
LnX 3
= Variabel Luas Kapling
D1
= Variabel Waktu Dagang = Koefisien Intersep = Koefisien lama usaha = Koefisien Jumlah Tenaga Kerja = Koefisien Luas Kapling = Koefisien Waktu Dagang
= Variabel penganggu Selanjutnya terhadap hasil analisis regresi dengan model tersebut dilakukan uji statistik dan uji asumsi. Uji statistik meliputi uji F, uji Determinasi dan uji t. uji asumsi meliputi uji autokorelasi, uji multikolienaritas dan uji hetroskedastisitas. lvii
2. Uji Statistik Uji statistik dilakukan untuk mengetahui kebenaran atau kepalsuan dari hipotesis nol. Ada tiga uji statistik yang dilakukan : a. Uji t Uji t adalah pengujian terhadap koefisien regresi secara parsial untuk mengetahui segnifikansi masing-masing variable independen terhadap variabel dependen. Adapun langkah-langkah pengujian sebagai berikut: 1) Menentukan hipotesis Ho :
tα 2; N - K
Ha : 2) Menentukan tingkat signifikan yang pada umumnya 95% atau pada α = 0.05 sehingga diperoleh nilai t tabel kemudian membandingkan t hitung dengan t tabel. 3) Kriteria pengujian
H0 ditolak
H0 diterima
-t α 2 ;N - K
H0 ditolak
tα 2; N - K
Gambar 3.1 Daerah Kritis Uji t.
lviii
a) Jika t hitung < t tabel maka Ho diterima dan Ha ditolak berarti variabel independen tidak mempengaruhi variabel dependen secara signifikan. b) Jika t hitung > t tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima berarti variabel independen mempengaruhi variabel dependen secara signifikan. 4) Menentukan nilai t hitung t hitung = Dimana; = koefisien regresi = standar error 5) Kesimpulan Ho diterima atau ditolak. b. Uji F (Uji secara bersama-sama) Yaitu pengujian untuk mengetahui besarnya pengaruh variabelvariabel independen terhadap variabel dependen secara bersama-sama, langkah-langkahnya sebagai berikut (Gujarati, 1995;120) 1) Menentukan hipotesis sebagai berikut Ho : b 1 = b 2 = b 3 = 0 Ha : b 1 ¹ b 2 ¹ b 3 ¹ 0 Menentukkan tingkat signifikansi 95% atau pada α=0.05 sehingga diperoleh nilai F tabel kemudian membandingkan nilai F hitung dengan F tabel lix
2) Ketentuan pengujian:
Ho diterima
Ho ditolak
F (a; K-1; N-K
Gambar 3.2 Daerah Kritis Uji F a) Jika F hitung < F tabel maka Ho diterima dan Ha ditolak berarti secara bersama-sama variabel independen tidak mempengaruhi variabel dependen secara signifikan. b) Jika F hitung > F tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima berarti secara bersama-sama variabel independen mempengaruhi variabel dependen secara signifikan. 4) Menentukan nilai F hitung dengan rumus: F hitung = Dimana: = koefisien determinasi. k = banyaknya koefisien regresi N = jumlah observasi 5) Kesimpulan Dengan membandingan antara langkah 4 dan pengujian pada langkah 3
lx
c. Uji koefisien determinasi Bertujuan untuk mengetahui tingkat ketepatan yang paling baik dalam analisis regresi yang ditunjukkan oleh besarnya koefisien determinasi (R2 adjusted) antara nol dan satu. Koefisien determinasi nol berarti varabel independen sama sekali tidak berpengaruh terhadap variabel dependen, bila mendekati satu berarti variabel independen berpengaruh sangat kuat terhadap variabel dependen. R2 =
{1 - (1 - R 2 )} /( N - k ) N - k -1
Dimana : R2 = koefisien determinasi N
= jumlah observasi
K
= jumlah variabel
3. Uji Asumsi Klasik Persamaan yang baik dalam ekonometrika harus memiliki sifat BLUE (Best Linear Unbiased Estimator) (Gujarati,1999:153). Untuk mengetahui apakah persamaan sudah memiliki sifat BLUE maka perlu dilakukan
uji
asumsi
klasik
yang
meliputi
multikolinearitas,
heteroskedasitas dan autokorelasi. Uji asumsi klasik yang digunakan adalah :
lxi
a. Uji Multikolinieritas Multikolinieritas adalah suatu keadaan dimana terdapat hubungan yang yang linier atau mendekati linier antara variabelvariabel penjelas. Akibat adanya multikolinieritas sempurna, r2xi, xj = 1, adalah koefisien yang diestimasi tidak dapat ditentukan dan standar error dari koefisien menjadi sangat besar. Untuk mendeteksi adanya multikolinieritas digunakan regresi auxiliary, yaitu membandingkan koefisien determinasi Regresi asal (Ra2) dengan koefisien determinasi regresi antar variabel independen (R2), Ra2 lebih besar dari R2
maka tidak terdapat masalah
multikolinieritas di dalam model. b. Uji Heteroskedasitas Asumsi dari model regresi linier klasik adalah kesalahan pengganggu mempunyai varians yang sama. Apabila asumsi tersebut tidak terpenuhi maka akan terjadi heteroskedastisitas yaitu suatu keadaan dimana varians dari kesalahan pengganggu tidak sama untuk semua nilai variabel bebas. Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk mendeteksi heteroskedastisitas dalam model empiris yaitu uji Park, uji Glejser, uji White, dan uji Breusch-Pagan-Godfrey. Pengujian heteroskedastisitas dalam penelitian ini akan menggunakan uji Glejser.
lxii
c. Autokorelasi Suatu model dikatakan terdapat autokorelasi apabila terjadi korelasi serial error term variabel pengganggu serangkaian observasi. Untuk menguji ada tidaknya autokorelasi dalam model digunakan Langrange Multiplier-test, yaitui berupa regresi atas semua variabel independen dalam persamaan model regresi diatas dan variabel lag-1 dari nilai residual dari hasil regresi model. Sehingga dari regresi tersebut akan didapat nilai R2 (R-squared) kemudian dimasukkan dalam rumus ( t -1)R2 , dimana t adalah jumlah observasi . Kemudian dilakukan pengujian dengan hipotesa sebagai berikut : Ho : r = 0, tidak ada masalah autokorelasi. Ha : r ¹ 0, terdapat masalah autokorelasi. Jika ( t -1)R2 > dari X2 (0,05), berarti terdapat masalah autokorelasi. Namun
jika sebaliknya maka tidak terjadi masalah autokorelasi
lxiii
BAB 1V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Daerah Penelitian 1. Aspek Geografis Kota Yogyakarta merupakan kota besar di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kota Yogyakarta yang juga dikenal dengan sebutan kota gudeg dan kota pelajar, merupakan sebuah dataran rendah yang terletak di daerah lereng Gunung Merapi memiliki ketinggian sekitar 100 meter di atas permukaan air laut. Kota Yogyakarta memiliki luas sekitar 32,5 km2, terletak antara 110024’19’’ – 110028’53’’ Bujur Timur dan antara 70036’ – 70056’ Lintang Selatan. Terdapat 3 sungai yang mengalir dari arah utara ke selatan yaituSungai Gajahwong yang mengalir di bagian timur kota, Sungai Code di bagian tengah dan Sungai Winongo di bagian barat kota. Secara administratif Kota Yogyakarta terdiri dari 14 kecamatan yaitu
Kecamatan
Kecamatan
Mantrijeron,
Umbulharjo,
Gondokusuman,
Kecamatan
Kraton,
Kecamatan
Mergangsan,
Kecamatan
Kotagede,
Kecamatan
Danurejan,
Kecamatan
Pakualamam,
Kecamatan Gondomanan, Kecamatan Ngampilan, Kecamatan Wirobrajan, Kecamatan Gedongtengen, Kecamatan Jetis, Kecamatan Tegalrejo. Batas wilayah Kota Yogyakarta adalah : a.
Sebelah Utara
: Kabupaten Sleman
b.
Sebelah Timur
: Kabupaten Bantul dan Sleman lxiv
c.
Sebelah Selatan
: Kabupaten Bantul
d.
Sebelah Barat
: Kabupaten Bantul dan Sleman
Suhu udara Kota Yogyakarta adalah rata – rata 26,60C dan rata – rata tekanan udara 1.010,4 mb. Kelembaban udara rata – rata cukup tinggi, tertinggi sebesar 86 persen dan terendah pada bulan sebesar 73 persen. 2. Aspek Demografis Jumlah penduduk Kota Yogyakarta pada tahun 2005 adalah sebesar 435.236 jiwa. Jumlah penduduk tahun 2005 jika dibandingkan dengan jumlah penduduk lima tahun sebelumnya pada tahun 2000 hasil sensus sebesar 397.398 jiwa, berarti dalam lima tahun terakhir Kota Yogyakarta mengalami kenaikan sebanyak 37.838 jiwa. Sedangkan jumlah penduduk Kota Yogyakarta pada tahun 2007 adalah sebesar 451,118 (Yogyakarta Dalam Angka, 2008). Meningkatnya jumlah penduduk disebabkan oleh urbanisasi dan pertumbuhan ekonomi. Hal ini dikarenakan untuk di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Kota Yogyakarta merupakan kota yang maju dan berkembang dibandingkan dengan kota – kota lainnya di provinsi ini. Apabila jumlah penduduk tersebut dibandingkan dengan luas wilayah yang sebesar 32,50 km2, kepadatan penduduknya adalah sebesar 13.881 jiwa per km2. Penduduk Kota Yogyakarta tersebar di 15 kecamatan.
lxv
Tabel 4.1 Luas Wilayah,Penduduk Menurut Jenis Kelamin Pembagian Wilayah Administrasi dan Kepadatan Penduduk Kota Yogyakarta Tahun 2007 Kecamatan
Mantrijeron Kraton Mergangsan Umbulharjo Kotagede Gondokusuman Danurejan Pakualaman Gondomanan Ngampilan Wirobrajan Gedongtengen Jetis Tegalrejo Jumlah
Luas Wilayah (km2)
Laki – laki (jiwa)
Perempuan (jiwa)
Jumlah
2,611 1,40 2,31 8,12 3,07 3,99 1,10 0,63 1,12 0,82 1,76 0,96 1,70 2,91 32.50
18.168 10.511 17.223 38.703 15.834 26.733 10.848 5.888 7.310 9.438 15.596 9.592 14.711 19.840 220.395
18.806 11.794 18.431 39.630 15.943 28.299 11.522 6.155 8.493 10.584 14.969 10.594 15.125 20.378 230.723
36.974 22.305 35.654 78.333 31.777 55.032 22.370 12.043 15,803 20.022 30.565 20.186 29.836 40.218 451.118
Kepadatan Penduduk (jiwa/km2) 14.166 15.932 15.435 9.647 10.351 13.792 20.336 19.116 14.110 24.417 17,366 21,027 17.551 13.821 13.881
Sumber : Kota Yogyakarta Dalam Angka 2008 Dengan demikian berdasarkan aspek demografis bahwa semakin tahun jumlah penduduk kota Yogyakarta semakin bertambah maka dapat mengimplikasikan pada keadaan dimana ceteris paribus permintaan akan makanan dan minuman akan semakin meningkat sehingga kelangsungan industri makanan dan minuman di Jalan Malioboro Yogyakarta tidak akan berhenti. 3. Aspek Sosial Ekonomi a.
Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Komposisi berdasarkan tingkat pendidikan adalah jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan yang telah dan sedang ditempuh, dalam hal ini pendidikan formal. Berdasarkan data dari
lxvi
Badan Pusat Statistik Yogyakarta, komposisi penduduk dapat dilihat pada tabel 4.2 di bawah ini : Tabel 4.2 Banyaknya Penduduk Umur 5 Tahun ke Atas Menurut Pendidikan di Kota Yoyakarta Tahun 2007 (Jiwa) No Tingkat Pendidikan 1 Tamat S2/S3 2 Tamat PT/D-IV 3 Tamat Akademi D-III 4 Diploma I/II 5 Tamat SMK 6 Tamat SLTA 7 Tamat SLTP 8 Tamat Sekolah Dasar 9 Tidak/Belum Tamat SD Sumber : Kota Yogyakarta Dalam Angka 2008 b.
Jumlah 4.240 42.991 20.255 5.729 44.796 140.387 70.599 73.983 48.134
Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian Komposisi menurut mata pencaharian merupakan jumlah penduduk yang bekerja (usia 15 tahun ke atas) menurut pekerjaan yang dijalaninya. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Yogyakarta, pada tahun 2007 jenis pekerjaan yang dijalani penduduk Kota Yogyakarta ada berbagai macam. Pada tabel 4.3 akan memperlihatkan banyaknya penduduk menurut mata pencaharian.
lxvii
Tabel 4.3 Banyaknya Penduduk Menurut Mata Pencaharian (Usia 15 Tahun ke Atas) di Kota Yogyakarta Pada Tahun 2007 (Jiwa) No 1 2
3
Mata Pencaharian Pertanian Manufacture (Pertambangan, Industri, Listrik, Gas, Air dan Bangunan/Konstruksi Services) (Perdagangan, Angkutan, Keuangan, Jasa Perusahaan dan Jasa Perorangan)
Jumlah Sumber : Yogyakarta Dalam Angka 2008 c.
Jumlah 786 31.847
173.881
206.514
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) PDRB
merupakan
salah
satu
indikator
perkembangan
perekonomian suatu daerah. Perhitungan PDRB yang dilakukan dengan harga konstan berarti dalam perhitungan telah dihilangkan pengaruh – pengaruh terhadap merosotnya nilai mata uang. Perhitungan PDRB Kota Yogyakarta pada tahun
2006 - 2007
berdasarkan harga konstan 2000 dapat dilihat pada tabel 4.4 di bawah ini :
lxviii
Tabel 4.4 PDRB Kota Yogyakarta Pada Tahun 2006 – 2007 (Dalam Rupiah) No 1 2 3 4 5 6 7 8
Lapangan Usaha Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bangunan Perdagangan, Hotel, dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Sewa dan Jasa 9 Perusahaan Jasa – Jasa PDRB Sumber : Yogyakarta Dalam Angka 2008
2006 21.351 270 529.450 60.741 362.187 1.146.083 862.341 607.748
2007 19.209 279 539.154 64.197 390.323 1.188.152 910.568 651.968
982.333
1.012.551
4.572.5204
4.776.401
Berdasarkan tabel 4.4 di atas dapat dilihat bahwa pada tahun 2006 – 2007 sektor industri perdagangan, hotel dan restoran memberikan kontribusi paling besar pada PDRB Kota Yogyakarta. B. Statistik Deskripitif Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap 92 kuesioner dalam penelitian ini, diperoleh data – data antara lain mengenai pendapatan, lama usaha, jumlah tenaga kerja, luas kapling, dan waktu berdagang. Data – data tersebut disajikan dalam tabel di bawah ini a. Pendapatan Dari data pendapatan pada PKL makanan dan minuman di Jalan Malioboro Yogyakarta pendapatan tertinggi dari 92 PKL adalah sebesar Rp 9.550.000,00, pendapatan terendah adalah sebesar Rp 442.500,00 dan pendapatan rata – rata sebesar Rp. 2.928.300. Distribusi frekuensinya adalah sebagai berikut : lxix
Tabel 4.5 Distribusi Pendapatan PKL Makanan dan Minuman di Jalan Malioboro Yogyakarta Pendapatan (Dalam Kelas Rupiah) 1 > 2.928.300 2 < 2.928.300 Total Sumber : Data Primer. diolah
Jumlah 36 56 92
Persentase (%) 31,13 60,87 100
Keterangan : Pendapatan di atas rata – rata
= > Rp 2.928.300
Pendapatan di bawah rata – rata
= < Rp 2.928.300
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa frekuensi terbesar adalah pada pendapatan di bawah pendapatan rata - rata yaitu sebesar 56 orang (60,87%). PKL yang memiliki pendapatan rata – rata berjumlah 36 orang (31,13%). b. Lama Usaha Berdasarkan lama waktu pada PKL makanan dan minuman di Jalan Malioboro Yogyakarta, diketahui bahwa waktu terlama yang sudah dijalani PKL dalam usaha ini adalah 28 tahun sedangkan waktu tersingkat adalah sebesar 2 tahun . Distribusi frekuensinnya adalah sebagai berikut :
lxx
Tabel 4.6 Tabel Distribusi Lama Usaha Pada PKL Makanan dan Minuman Di Jalan Malioboro Yogyakarta. Lama Usaha (Dalam Kelas Tahun) 1 1-4 2 5-8 3 9 - 12 4 13 - 15 5 16 - 19 6 20 - 23 7 24 - 27 8 28 - 31 Total Sumber : Data Primer. diolah
Jumlah 7 18 16 18 18 6 8 1 92
Persentase (%) 7,61 19,57 17,39 19,57 19,57 6,52 8,6 1,09 100
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa dari 6 kelas dengan 92 responden pada kelas pertama yang memiliki lama usaha 1 – 4 tahun berjumlah 7 (7,61%) responden. Pada lama usaha antara 5 – 8 tahun berjumlah 18 responden (19,57%) respoden. Responden yang memiliki lama usaha antara 9 – 12 tahun berjumlah 16 (17,39%) responden. Responden yang memiliki lama usaha antara 13 – 15 tahun berjumlah 18 (19,57%) responden. Responden yang memiliki lama usaha antara 16 – 19 tahun berjumlah 18 ( 19, 57%) responden. Pada lama usaha 20 – 23 tahun berjumlah 6 (6,52%) responden. Pada lama usaha antara 24 – 27 tahun terdapat 8 (8,6%) responden. Pada lama usaha 28 – 31 tahun terdapat 1 (1,09%) responden. c. Jumlah Tenaga Kerja Dari data tenaga kerja pada PKL makanan dan minuman di Jalan Malioboro Yogyakarta diketahui bahwa tenaga kerja terbanyak adalah 10 lxxi
orang dan paling sedikit 1 orang yang pada umumnya merupakan pemulik sendiri. Distribusi frekuensinnya adalah sebagai berikut : Tabel 4.7 Distribusi Tenaga Kerja Pada PKL Makanan dan Minuman di Jalan Malioboro Yogyakarta Jumlah Tenaga Kerja Kelas (Orang) 1 1-2 2 3-4 3 5-6 4 7-8 5 9 - 10 Total Sumber : Data Primer. diolah
Jumlah 58 21 9 2 2 92
Persentase (%) 63,04 22,83 9,78 2,17 2,17 100
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa dari 92 responden terdapat 58 (63,04%) responden yang memiliki tenaga kerja antara 1 – 2 orang. Responden yang memiliki tenaga kerja antara 3 – 4 orang berjumlah 21 (22,83%) orang. Terdapat 9 (9,78%) responden yang memiliki tenaga kerja antara 5 – 6 orang. Terdapat 2 (2,17%) responden yang memiliki tenaga kerja antara 7 – 8 orang. Terdapat 2 (2,17%) responden yang memiliki tenaga kerja antara 9 – 10 orang. Hal ini menggambarkan bahwa frekuensi tenaga kerja paling banyak adalah antara 1 – 2 orang. d. Luas Kapling Berdasarkan hasil penelitian luas kapling terbesar yang digunakan PKL makanan dan minuman di Malioboro adalah seluas 60 m2 dan kapling terkecil adalah seluas 6 m2. Distribusi ferkuensinya adalah sebagai berikut : lxxii
Tabel 4.8 Distribusi Luas Kapling Pada PKL Makanan dan Minuman di Jalan Malioboro Yogyakarta Luas Kapling (m2) 1-7
Kelas 1 2 3 4 5 6 7 8
8 - 15 16 - 23 24 - 31 32 - 39 40 - 47 48 - 55 56 - 63 Total
Jumlah 19 33 20 11 4 1 3 1 92
Persentase (%) 20,65 35,87 21,74 11,96 4,35 1,09 3,26 1,09 100
Sumber : Data Primer, diolah Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat responden yang memiliki luas kapling anatara 1 – 7 m2 adalah berjumlah 19 (20,65%) responden. Pada luas kapling antara 8 – 15 m2 berjumlah 33 (35,87%) responden. Pada luas kapling antara 16 – 23 m2 berjumlah 20 (21,74%) responden. Responden yang memiliki luas kapling antara 24 – 31 m2 berjumlah 20 (21,74%) responden, Responden yang memiliki luas kapling antara 32 – 39 m2 adalah berjumlah 4 (4,35%) responden. Responden yang memiliki luas kapling antara 40 – 47m2 berjumlah 1 (1,09%) responden. Pada luas kapling antara 48 – 55 m2 berjumlah 3 (3,26%) responden. Responden yang memiliki luas kapling antara 56 – 63 m2 berjumlah 1 (1,09%) responden. Hal ini menggambarkan bahwa frekuensi luas kapling terbesar antara 8 – 15 m2 maka dapt disimpulkan sebagian besar PKL makanan dan minuman di Jalan Malioboro Yogyakarta memiliki luas kapling rata – rata yaitu antara 8 – 15 m2. lxxiii
e. Waktu Dagang Tabel 4.9 Distribusi Waktu Dagang Pada PKL Makanan dan Minuman di Jalan Malioboro Yogyakarta Waktu Dagang
Jumlah
Persentase
Siang
28
30,43
Malam
64
69.57
Total
92
100
Sumber : Data Primer, diolah Waktu dagang dalam penelitian ini adalah waktu disaat PKL melakukan kegiatan berdagang yaitu malam hari atau siang hari. Berdasarkan hasil penelitian dari 92 sampel PKL makanan dan minuman di Malioboro yang berjualan pada malam hari sebesar 28 PKL dan 64 PKL berjualan di siang hari. C. Analisis Data dan Pembahasan 1. Metode Analisis Data a.
Uji Pemilihan Model (Uji MWD) Dalam melakukan suatu studi empirik, sebaiknya peneliti perlu melakukan pemilihan bentuk fungsi model empirik karena teori ekonomi tidak secara spesifik menunjukkan ataupun mengatakan apakah sebaiknya bentuk fungsi suatu model empirik dinyatakan dalam bentuk linear ataukah log-linear atau bentuk fungsi lainnya. Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam pemilihan bentuk fungsi model empirik antara lain metode transformasi BoxCox, metode yang dikembangkan MacKinnon, White, dan Davidson lxxiv
atau MWD test, metode Bara dan McAleer atau B-M test dan metode yang dikembangkan Zarembka (Modul Laboratorium Ekonometrika, 2006: 80). Penelitian ini menggunakan MWD test untuk melakukan pemilihan bentuk fungsi model, bila Z1 signifikan secara statistik, maka kita menolak hipotesis yang menyatakan bahwa model yang benar adalah bentuk linear atau dengan kata lain model yang benar adalah log-linear. Bila Z2 signifikan secara statistik, maka kita menolak hipotesis yang menyatakan bahwa model yang benar adalah bentuk log-linear atau dengan kata lain model yang benar adalah linear. Hasil uji MWD adalah: 1) Model Linier Tabel 4.10 Hasil UJi MWD Linier Dependent Variable: Y Method: Least Squares Date: 05/14/10 Time: 02:14 Sample: 1 92 Included observations: 92 Variable Coefficient C -784075.0 X1 174508.8 X2 480986.2 X3 25175.86 D1 -78510.61 Z1 -2466932. R-squared 0.739682 Adjusted R0.724548 squared S.E. of regression 1242712. Sum squared resid
1.33E+14
Log likelihood Durbin-Watson stat
-1.418.458 1.803.396
Std. Error t-Statistic 476182.8 -1.646.584 37068.34 4.707.760 109926.8 4.375.513 23391.93 1.076.263 335548.1 -0.233977 875710.4 -2.817.064 Mean dependent var S.D. dependent var
Prob. 0.1033 0.0000 0.0000 0.2848 0.8156 0.0060 2928332. 2367811.
Akaike info criterion
3.096.648
Schwarz criterion
3.113.095
F-statistic Prob(F-statistic)
4.887.310 0.000000
Sumber : Hasil Olahan E-Views 4.0 lxxv
Dari hasil uji MWD tersebut di atas dapat kita lihat bahwa tingkat signifikansi dari variabel Z1 (0,0060) signifikan, Hal tersebut berarti menolak model yang benar adalah linier. 2) Model Log-Linier Tabel 4.11Hasil Uji MWD Log-Linier Dependent Variable: LOG(Y) Method: Least Squares Date: 05/14/10 Time: 02:16 Sample: 1 92 Included observations: 92 Variable Coefficient C LOG(X1) LOG(X2) LOG(X3) D1 Z2 R-squared Adjusted Rsquared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood DurbinWatson stat
t-Statistic
Prob.
1.169.077 0.151402 0.642026 0.720144 0.059734 -1.71E-07 0.774199 0.761071
0.355362 3.289.821 0.114630 1.320.785 0.127439 5.037.905 0.138369 5.204.503 0.115529 0.517044 9.57E-08 -1.784.842 Mean dependent var S.D. dependent var
0.0000 0.1901 0.0000 0.0000 0.6065 0.0778 1.454.236 0.876722
0.428545
Akaike info criterion
1.206.154
1.579.400
Schwarz criterion
1.370.618
F-statistic
5.897.315
Prob(F-statistic)
0.000000
-4.948.306 2.017.779
Std. Error
Sumber : Hasil Olahan E-Views 4.0
Dari hasil uji MWD tersebut di atas dapat kita lihat bahwa tingkat signifikansi dari variabel Z2 (0,0778) tidak signifikan, Hal tersebut berarti kita tidak menolak model yang benar adalah Loglinier. Berdasarkan hasil uji MWD di atas, dengan melihat tingkat signifikansi dari variable Z1 yang signifikan yaitu Z1 = 0,0060 dan Z2 tidak signifikan yaitu Z2 = 0,0778, Maka dapat disimpulkan lxxvi
bentuk fungsi model yang layak digunakan adalah model regresi Log-linier. Untuk menguji hipotesis menggunakan analisis regresi linier berganda sehingga dapat mengetahui bagaimana pengaruh lama usaha, jumlah pekerja, luas kapling dan waktu dagang terhadap pendapatan pedagang kaki lima makanan dan minuman di Jalan Malioboro Yogyakarta. Adapun hasil regresi dapat disajikan dalam tabel berikut : Tabel 4.12 Hasil Persamaan Regresi Pendapatan Dependent Variable: LY Method: Least Squares Date: 05/14/10 Time: 02:20 Sample: 1 92 Included observations: 92 Variable Coefficient C 1.176.816 LX1 0.258128 LX2 0.581085 LX3 0.622846 D1 0.050370 R-squared 0.765834 Adjusted R0.755068 squared S.E. of 0.433895 regression Sum squared 1.637.905 resid Log likelihood -5.115.622 Durbin2.016.565 Watson stat
Std. Error t-Statistic 0.357109 3.295.394 0.099019 2.606.847 0.124313 4.674.382 0.128766 4.837.033 0.116851 0.431061 Mean dependent var S.D. dependent var
Prob. 0.0000 0.0108 0.0000 0.0000 0.6675 1.454.236 0.876722
Akaike info criterion
1.220.787
Schwarz criterion
1.357.841
F-statistic Prob(F-statistic)
7.113.298 0.000000
Sumber : Hasil Olahan E-Views 4.0 Dari hasil analisa diatas diperoleh persamaan regresi sebagai berikut : LnY
=
11,76816
+
0,258128LnX1
0,622846LnX3 + 0,50370D1 lxxvii
+
0,581085LnX2
+
Se = (0,357109 )
t =
R2 =
(0,099019 )
(0.128766)
( 0,116851)
(3,295394)
( 2,606847 )
(4,837033)
(1.614296)
(0,124313)
(4,674382 )
0,765834
Dimana : LnY
= Pendapatan PKL
LnX1 = Lama Usaha LnX2 = Jumlah Tenaga Kerja LnX3 = Luas Kapling D1
= Waktu Dagang Selanjutnya terhadap hasil analisis regresi dengan model
tersebut dilakukan uji statistik dan uji asumsi. Uji statistik meliputi uji F, uji Determinasi dan uji t. uji asumsi meliputi uji autokorelasi, uji multikolienaritas dan uji hetroskedastisitas. Pengujian tersebut dilakukan untuk mengetahui apakah dugaan sementara (hipotesis) terhadap parameter sudah sesuai secara teori dan statistik. Koefisien variabel luas kapling pada tabel 4.8 bernilai positif yaitu sebesar 45281,77 artinya bahwa luas kapling mempunyai pengaruh yang positif terhadap pendapatan PKL . Hal ini berarti sesuai dengan hipotesis.
lxxviii
b.
Uji Statistik 1) Uji t (Uji secara individu) Uji t adalah uji secara individual semua koefisien regresi yang bertujuan untuk mengetahui besarnya pengaruh dari masingmasing variabel independen terhadap variabel dependennya. Hasil pengujian statistik t akan didapat hasil sebagai berikut: a) Jika │t hitung│<│t tabel│pada tingkat signifikan 5% maka Ho diterima dan Ha ditolak, artinya variabel independen tidak mempengaruhi variabel dependen secara signifikan. b) Jika │t hitung│>│t tabel│pada tingkat signifikan 5%, maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya variabel independen mempengaruhi variabel dependen secara signifikan. Berikut ini adalah hasil pengujian parameter individual dengan tingkat signifikan 5% Tabel 4.13 Hasil Uji t (α = 5%) Variabel t-statistik Prob LnX1 2,606847 0.0108 LnX2 4,674382 0.0000 LnX3 4,837033 0.0000 D1 1.614296 0.6675 Sumber : Hasil Olahan E-Views 4.0
Kesimpulan Signifikan Signifikan Signifikan Tidak Signifikan
a) Koefisien regresi dari LnX1 (lama usaha) mempunyai t hitung │2,606847│>│1.986│dimana nilai probabilitasnya 0.0108 < 0.05, maka koefisien regresi tersebut signifikan pada tingkat lxxix
signifikansi 5%. Dengan kata lain, lama usaha secara statistik penting (berpengaruh terhadap pendapatan). b) Koefisien regresi dari LnX2 (jumlah tenaga kerja) mempunyai t hitung │4,674382│>│1.986│dimana nilai probabilitasnya 0.0000 < 0.05, maka koefisien regresi tersebut signifikan pada tingkat signifikansi 5%. Dengan kata lain, jumlah tenaga kerja secara statistik penting (berpengaruh terhadap pendapatan). c) Koefisien regresi dari variasi LnX3 (luas kapling) mempunyai t hitung │4,837033│>│1.986│dimana nilai probabilitasnya 0.0000 < 0.05, maka koefisien regresi tersebut signifikan pada tingkat signifikansi 5%. Dengan kata lain, luas kapling secara statistik penting (berpengaruh terhadap pendapatan). d) Koefisien regresi dari D1 (waktu dagang) mempunyai t hitung │1.614296│<│1.986│dimana nilai probabilitasnya 0,6675 > 0.05, maka koefisien regresi tersebut tidak signifikan pada tingkat signifikansi 5%. Dengan kata lain, waktu dagang secara statistik
tidak
penting
(tidak
berpengaruh
terhadap
pendapatan). 2) Uji Signifikansi Bersama-sama (Uji F) Uji F adalah uji untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara bersamasama. Jika nilai probabilitas F hitung lebih besar dari 0.05, maka Ho diterima yang berarti bahwa secara bersama-sama variabel lxxx
independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen pada tingkat signifikansi 5%. Sebaliknya, jika nilai Probabilitas F hitung lebih kecil dari 0,05, maka Ho ditolak yang berarti bahwa secara bersama-sama variabel independen berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen pada tingkat signifikansi 5%. Dari hasil pengolahan diperoleh Probabilitas F hitung =
0,000000 < 0,05
Jadi Ho ditolak dan Ha diterima (semua koefisien regresi secara bersama – sama signifikan pada tingkat 5%. Ini berarti faktor lama usaha, jumlah tenaga kerja, luas kapling dan waktu dagang secara bersama – sama berpengaruh nyata terhadap pendapatan PKL. 3) Uji Goodness of Fit atau Koefisien Determinasi (R2) Uji Goodness of Fit digunakan untuk mengetahui seberapa jauh variasi dari variabel bebas dapat menerangkan dengan baik variasi dari variabel terikat. Jika R2 mendekati nol, maka variabel bebas tidak menerangkan dengan baik variasi dari variabel terikatnya. Jika R2 mendekati 1, maka variasi dari variabel tersebut dapat menerangkan dengan baik dari variabel terikatnya. Dari hasil estimasi di atas diketahui nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,765834. Ini berarti 76,58% variasi variabel dependen (pendapatan) dapat dijelaskan oleh variabel independennya (lama usaha, jumlah tenaga kerja , luas kapling dan lxxxi
waktu dagang), sedangkan sisanya (1-R2) yaitu 23,42% disebabkan oleh variabel lain yang tidak ada dalam model. c.
Uji Asumsi Klasik
Persamaaan yang baik dalam ekonometrika harus memiliki sifat BLUE ( Best Linear Unbiased Estimator ) (Gujarati,1999:153). Untuk mengetahui apakah persamaan sudah memiliki sifat BLUE maka
perlu
dilakukan
uji
asumsi
klasik
yang
meliputi
multikolinearitas, heteroskedastisitas dan autokorelasi. Uji asumsi klasik yang digunakan adalah : 1) Uji Multikolinieritas Multikolinieritas merupakan suatu keadaan dimana terjadi satu atau lebih variabel bebas yang berkorelasi sempurna atau mendekati sempurna dengan variabel lainnya. Akibat adanya multikolinieritas sempurna adalah koefisien yang diestimasikan tidak dapat ditentukan dan standar error dari koefisien menjadi sangat besar Salah satu cara untuk mengetahui ada tidaknya multikolinieritas adalah dengan Regresi Auxiliary, yaitu membandingkan nilai koefisien determinasi regresi awal R2a dengan R2 antar variable independen. Apabila nilai R2a > R2 berarti tidak terjadi gejala multikolinearitas. Apabila nilai R2a < R2 berarti terjadi gejala multikolinearitas.
Tabel 4.14 Hasil Regresi Auxiliary untuk Mendeteksi Multikolinieritas lxxxii
2
Variabel
R
LnX1-LnX2-LnX3-D1
R awal
<
0,7658 34
Tidak terjadi multikolinieritas
<
0,7658 34
Tidak terjadi multikolinieritas
0,364082 LnX2-LnX1-LnX3-D1
2
Tanda
0,623486
Keterangan
LnX3-LnX1-LnX2-D1
0,658849
<
0,765834
Tidak terjadi multikolinieritas
D1-LnX1-LnX2-LnX3
0,285710
<
0,765834
Tidak terjadi multikolinieritas
Sumber : Hasil olahan E-Views 4.0 Dari hasil perhitungan diperoleh nilai R2 antara variabel-variabel independen yang ditunjukkan dalam tabel diatas lebih kecil dari nilai R2a (awal) hasil dari perhitungan regresi awal. Dapat diambil kesimpulan bahwa pada model regresi yang ditaksir tidak terdapat masalah multikolinearitas.
2) Uji Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas terjadi jika gangguan muncul dalam fungsi regresi yang mempunyai varian yang tidak sama sehingga penaksir OLS tidak efisien, baik dalam sampel kecil maupun sampel
besar.
Beberapa
metode
untuk
mendeteksi
heteroskedastisitas yaitu uji Park, uji Glejser, uji White, dan uji Breusch-Pagan-Godfrey. Pengujian heteroskedastisitas dalam penelitian ini akan menggunakan uji Glejser. Hasil pengujian heteroskedastisitas dengan uji Glejser tersebut dapat dilihat pada tabel 4.17 sebagai berikut: Tabel 4.15 Hasil Uji Glejser Untuk Mendeteksi Heteroskedastisitas lxxxiii
Dependent Variable: RESABS Method: Least Squares Date: 05/14/10 Time: 02:23 Sample: 1 92 Included observations: 92 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C LX1 LX2 LX3 D1
0.422499 0.027387 0.093130 -0.084799 0.000800
0.213159 0.059105 0.074202 0.076861 0.069748
1.982081 0.463363 1.255076 -1.103277 0.011468
0.0506 0.6443 0.2128 0.2729 0.9909
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.025593 -0.019207 0.258993 5.835717 -3.683935 2.143758
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
0.336059 0.256541 0.188781 0.325835 0.571272 0.684173
Sumber : Hasil Olahan E-Views 4.0 Berdasarkan dari hasil estimasi dengan menggunakan uji Glejser tidak terjadi masalah Heteroskedastisitas. Hal ini dapat dilihat dari nilai probabilitas masing – masing variabel independen yang tidak signifikan atau lebih besar dari 5 % yang berarti model ini tidak mengalami Heteroskedastisitas. 3) Uji Autokorelasi Autokorelasi dapat didefinisikan sebagai adanya korelasi antar unsur-unsur variabel pengganggu sehingga penaksir tidak lagi efisien baik dalam sampel kecil ataupun sampel besar. Dalam penelitian ini untuk mendeteksi ada tidaknya masalah autokorelasi akan digunakan Lagrange Multiplier Test. Uji ini dilakukan dengan meregresi semua variabel bebas dan variabel tak bebas, kemudian dilakukan uji Breusch Godfrey terhadap residu dari hasil model tersebut. Dari model tersebut akan lxxxiv
diperoleh nilai (n-1) R 2 untuk kemudian dibandingkan dengan X 2 dengan derajat kebebasan 1 dalam tabel statistik Chi Square menggunakan tingkat signifikansi 5%. Kriteria pengujiannya adalah jika nilai probabilitas obs*Rsquared
lebih besar dai 0,05, maka tidak terdapat masalah
autokorelasi dan sebaliknya bila nilai probabilitas obs*R-squared lebih kecil dari 0,05, maka terdapat autokorelasi. Tabel 4.16 Hasil uji LM Untuk Mendeteksi Autokorelasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared
0.010580 0.011317
Probability Probability
0.918313 0.915280
Test Equation: Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 05/14/10 Time: 02:25 Presample missing value lagged residuals set to zero. Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C LX1 LX2 LX3 D1 RESID(-1)
0.004881 -0.001606 0.001242 -0.000541 -0.000729 -0.011290
0.362279 0.100803 0.125608 0.129611 0.117735 0.109763
0.013474 -0.015928 0.009891 -0.004171 -0.006195 -0.102860
0.9893 0.9873 0.9921 0.9967 0.9951 0.9183
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.000123 -0.058009 0.436384 16.37704 -51.15056 1.993246
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
-7.23E-15 0.424252 1.242404 1.406868 0.002116 0.999999
Sumber : Hasil Olahan E-Views 4.0 Dari analisis yang telah dilakukan, didapat nilai probabilitas obs*R-squared adalah 0,9183 yang lebih besar dari 0,05. Karena nilai probabilitas obs*R-squared lebih besar dari 0,05 maka tidak terdapat autokolerasi. lxxxv
2. Interprestasi Hasil Secara Ekonomi Dari hasil analisa dan pembahasan di atas dapat diinterprestasikan bahwa secara ekonomi pendapatan pada industria PKL makanan dan minuman di Jalam Maliobo Yogyakarta sebagai berikut : 1. Pengaruh Lama Usaha Terhadap Pendapatan Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel lama usaha dengan tingkat signifikansi 5% berpengaruh signifikan dan positif terhadap pendapatan PKL makanan dan minuman di Jalan Malioboro Yogyakarta. Koefisien variabel lama usaha diperoleh hasil sebesar 0,258128. Nilai koefisien regresi tersebut memberikan makna bahwa pada kondisi cateris paribus, jika lama usaha meningkat 1 persen maka pendapatan PKL akan meningkat sebesar 0,258128 persen. Semakin lama umur usahanya maka akan menyebabkan semakin tinggi pula pendapatan. Semakin lama umur usahanya semakin banyak konsumen yang mempunyai sifat langganan serta sejalan dengan bertambahnya pengalaman kerja maka akan bertambah pula pengetahuan dan keterampilan PKL dalam melaksanakan pekerjaannya karena pemgusaan situasi dan kondisi dalam menghadapi calon pelanggan yang bervariasi semakin baik.
2. Pengaruh Jumlah Tenaga Kerja Tehadap Pendapatan
lxxxvi
Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel jumlah tenaga kerja dengan tingkat signifikansi 5% berpengaruh signifikan dan positif terhadap pendapatan PKL makanan dan minuman di Jalan Malioboro Yogyakarta.
Koefisien variabel jumlah tenaga kerja diperoleh hasil
sebesar 0,581085. Nilai koefisien regresi tersebut memberikan makna bahwa pada kondisi cateris paribus, jika jumlah tenaga kerja meningkat 1 persen maka pendapatan PKL akan meningkat sebesar 0,581085 persen. Setiap penambahan tenaga kerja maka akan dapat meningkatkan kualitas pelayanan misalnya dalam kecepatan memasak menu yang dipesan konsumen, serta kecepatan penyajian masakan karena terdapat tenaga kerja yang cukup untuk menyelesaikan pekerjaan. Hal ini akan berpengaruh terhadap peningkatan konsumen dan akan berpengaruh terhadap kenaikan pendapatan PKL makanan dan minuman di Jalan Malioboro Yogyakarta. 3. Pengaruh Luas Kapling Terhadap Pendapatan Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel luas kapling dengan tingkat signifikansi 5% berpengaruh signifikan dan positif terhadap pendapatan PKL makanan dan minuman di Jalan Malioboro Yogyakarta. Koefisien regresi variabel luas kapling diperoleh hasil sebesar 0,622846. Nilai koefisien regresi tersebut memberikan makna bahwa pada kondisi cateris paribus, jika luas kapling meningkat 1 persen maka pendapatan PKL akan mengalami peningkatan sebesar 0,622846 persen.
lxxxvii
Dengan tempat yang lebih luas maka dapat menampung pembeli lebih banyak. Dengan kapling yang lebih luas juga lebih memberikan kenyamanan bagi pembeli. 4. Pengaruh Waktu Dagang Terhadap Pendapatan Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel waktu dagang dengan tingkat signifikansi 5% tidak signifikan terhadap pendapatan PKL makanan dan minuman di Jalan Malioboro Yogyakarta. Hal ini berarti waktu dagang tidak berpengaruh terhadap pendapatan PKL makanan dan minuman di Jalan Malioboro Yogyakarta. Terdapat PKL yang buka dasar di siang hari dan ada PKL yang buka dasar di malam hari,variabel waktu dagang ternyata bukan merupakan faktor pembeda yang membedakan besarnya pendapatan yang diperoleh PKL di Jalan Malioboro. Hal ini dikarenakan tidak ada perbedaan tingkat keramaian antara siang hari dan malam hari di jalan Malioboro. Kawasan Malioboro merupakan daerah perdagangan, perkantoran, pertokoan, pasar dimana aktivitas – aktivitas perekonomian tersebut berjalan pada siang. Sementara pada malam hari jalan Malioboro merupakan daerah wisata yang mempunyai kekhasannya tersendiri. Selain itu juga festival – festival yang diadakan di jalan Malioboro diselenggarakan dimalam hari seperti lomba lukis yang diadakan pada tanggal 28 Oktober 2009 saat memperingati hari sumpah pemuda.
lxxxviii
BAB V PENUTUP Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap 92 PKL makanan dan minuman di Jalan Malioboro Yogyakarta , maka dapat diambil kesimpulan dan saran sebagai berikut: A. KESIMPULAN 1.
Dengan tingkat signifikansi 5%, lama usaha tebukti berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan PKL . Hal ini berarti hipotesis yang menyatakan bahwa lama usaha berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan terbukti.
2.
Dengan tingkat signifikansi 5%, jumlah tenaga kerja tebukti berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan PKL . Hal ini berarti hipotesis yang menyatakan bahwa jumlah tenaga kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan terbukti.
3.
Dengan tingkat signifikansi 5%, luas kapling tebukti berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan PKL. Hal ini berarti hipotesis yang menyatakan bahwa luas kapling berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan terbukti.
4.
Dengan tingkat signifikansi 5%, waktu dagang tebukti tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan PKL . Hal ini berarti hipotesis yang menyatakan bahwa waktu dagang berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan tidak terbukti, sehingga tidak ada perbedaan perbedaan pendapatan antara PKL yang buka dasar di siang hari atau
lxxxix
PKL yang buka dasar di malam hari karena tidak ada perbedaan tingkat keramaian Malioboro saat siang hari dan Malioboro saat malam hari. B. SARAN 1. Untuk meningkatkan pendapatan PKL dapat menambah lama usaha.. Semakin lama usahanya semakin banyak konsumen yang mempunyai sifat langganan serta sejalan dengan bertambahnya pengalaman kerja maka akan bertambah pula pengetahuan dan keterampilan sehingga dapat meningkatkan produktifitas yang ditunjukan antara lain dengan pelayanan yang lebih cepat, pelayanan yang lebih baik. Jadi semakin lama umur usahanya maka akan menyebabkan semakin tinggi pula pendapatan 2. Untuk meningkatkan pendapatan PKL dapat menambah tenaga kerja selama tamabahan upah yang harus dikeluarkan karena penambahan tenaga kerja masih lebih kecil daripada tambahan pendapatan yang diterima karena penambahan tenaga kerja tersebut sehingga justru tidak akan menurunkan pendapatan. Setiap penambahan tenaga kerja maka akan dapat meningkatkan kualitas pelayanan misalnya dalam kecepatan memasak menu yang dipesan konsumen, serta kecepatan penyajian masakan karena terdapat tenaga kerja yang cukup untuk menyelesaikan pekerjaan. Hal ini akan berpengaruh terhadap peningkatan konsumen dan akan berpengaruh terhadap kenaikan pendapatan 3. Untuk meningkatkan pendapat PKL dapat menambah luas kapling. Dengan tempat yang lebih luas maka dapat menampung pembeli lebih banyak. Dengan kapling yang lebih luas juga lebih memberikan xc
kenyamanan bagi pembeli. Akan tetapi kapling di Trotoar Jalan Malioboro ini tidak dapat diperluas lagi karena tempat yang terbatas sehingga PKL sudah tidak dapat lagi memperluas kaplingnya. Cara yang antara lain bisa dilakukan PKL adalah dengan mengoptimalkan jumlah meja sehingga supaya dapat menampug pembeli yang lebih banyak.
xci
DAFTAR PUSTAKA Bambang Supriyadi.2007.Implementasi Kebijakan Pemberdayaan Sektor Informal (Studi Kasus Implementasi Peraturan Daerah Kota Surabaya No.17 Tahun 2003 Tentang Pembinaan Pedagang Kaki Lima Di Kota Surabaya).Malang:Tesis Universitas Brawijaya Damodar Gujarati.1999. Ekonomtrika Dasar. Jakarta : Airlangga Djarwanto.2000. Pokok – Pokok Metode Riset dan Bimbingan Teknis Penulisan Skripsi. Yogyakarta : Liberty Fransiska.R.Korompis.2005.Pemberdayaan Sektor Informal : Studi Tentang Pengelolaan Pedagang Kaki Lima dan Kontribusinya Terhadap Penerimaan PAD Di Kota Manado.Manado:Tesis Universitas Sam Ratulangi Gujarati,Damodar.2003.Basic Econometric.Jakarta:Erlangga Imbang Sutrisno.2006.Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Pedagang Kaki Lima Kota Surakarta.Surakarta:Skripsi FE UNS Manning,Chris,Tatjudin Noer Effendi.1985.Urbanisasi, Pengangguran, dan Sektor Informal Di Kota.Jakarta:Gramedia Mceachern,William A.2001.Ekonomi Mikro.Jakarta: Salemba Empat Ririn Tri Rahmawati.2008.Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keuntungan Pedagang Kaki Lima (Studi Kasus Di Seputaran Alun-Alun Kota Madiun).Surakarta:Skripsi FE Sadono Sukirno.2002.Pengantar Teori Mikro Ekonomi.Jakarta: Raja Grafindo Persada Simanjuntak,Payaman.1985.Pengantar Manusia.Jakarta:FE UI
Ekonomi
Sumber
Daya
Sugiyono.2001. Statistik Nonparametris Untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta Th.A.M.Harsiwi.2002.Dampak Krisis Ekonomi Terhadap Keberadaan Pedagang Kaki Lima Di Kawasan Malioboro.Yogyakarta:Jurnal Ekonomi dan Bisnis FE Universitas Atma Jaya Volume 14,2002
xcii
Tri
Widodo.2006.Peranan Sektor Informal Terhadap Perekonomian Daerah.Yogyakarta: Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia Volume 1 Nomor 3, 2006
Winarno, Wing Wahyu.2009.Anaslisi Ekonometrika dan Statistika dengan Eviews.Yogyakarta:YKPN Wurdjinem.2001.Interaksi Soaial dan Strategi Survival Para Pekerja Sektor Informal (Kehidupan Pemulung Di Kota Bengkulu).Bengkulu:Jurnal Penelitian UNIB Volume VII Nomor 3Desember 2007 Yetti
Sarjono.2005.Pergulatan Pedagang Kaki Lima Di Perkotaan: Pendekatan Kualitatif.Surakarta: Muhammadiyah University Press
xciii