ANALISA PERAMALAN GELOMBANG MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PADA PERENCANAAN DERMAGA TUKS PT.PETROKIMIA GRESIK (PERSERO) Ummul Muhlisa1, Very Dermawan2, Prima Hadi Wicaksono2 Mahasiswa Program Sarjana Teknik Jurusan Pengairan Universitas Brawijaya 2 Dosen Jurusan Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya 1
[email protected]
1
ABSTRAK Salah satu faktor penting yang harus diperhatikan dalam perencanaan bangunan pantai seperti pada proyek pembangunan dermaga TUKS (Terminal untuk Kepentingan Sendiri) baru milik PT. Petrokimia Gresik (Persero) adalah gelombang. Dalam menentukan karakteristik gelombang, studi ini menggunakan cara analitis yaitu dengan metode Joint North Sea Wave Program (Jonswap) dan Wilson. Karakteristik gelombang juga dapat diketahui dengan menggunakan program bersistem Jaringan Syaraf Tiruan (JST). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hasil dari pemodelan JST terhadap hasil dari cara analitis. Pemodelan JST menggunakan algoritma backpropagation dengan memanfaatkan fungsi-fungsi pada software MATLAB R2010a. Ada 3 set pelatihan dan pengujian yang dilakukan, antara lain: pelatihan data tahun 2002-2006 untuk memprediksi data tahun 2007-2009, pelatihan data tahun 2002 -2009 untuk memprediksi tahun 2010 – 2011, serta pelatihan tahun 2002-2011 untuk memprediksi data tahun 2015. Pada tahap pelatihan jaringan, data input dan prediksi berisi data harian yang meliputi fetch rerata dan maksimum, arah angin rerata dan maksimum, tegangan angin rerata dan maksimum untuk JST-Jonswap serta koreksi angin terhadap elevasi rerata dan maksimum untuk JST-Wilson. Sedang target dan keluaran (output) data meliputi tinggi dan periode gelombang hasil dari metode Jonswap dan Wilson. Setelah jaringan tersebut dianalisa, dengan cara yang sama membuat kembali jaringan baru dengan mengganti data tegangan angin (UA) dengan data kecepatan angin (U) pada input. Kemudian bandingkan mana yang terbaik. Dari kesemua model tersebut pemodelan dengan jaringan syaraf tiruan dapat dikatakan berhasil, ditandai dengan nilai Kesalahan Relatif (KR) tahap pelatihan dan tahap prediksi dibawah 5% dan nilai Mean Squared Error (MSE) nya yang hampir mendekati 10-10. Jika dibandingkan, pada tahap pelatihan pemodelan JST-Wilson memiliki nilai KR dan MSE rerata tinggi dan periode gelombang lebih kecil daripada pemodelan JST-Jonswap. Jika kedua pemodelan tersebut dibandingkan kembali dengan hasil pemodelan yang menginputkan data kecepatan angin (U), nilai KR dan MSE rerata tinggi dan periode gelombang model dengan input kecepatan angin (U) itulah yang lebih kecil. Sehingga dalam kasus ini menunjukkan pemodelan JST dengan kecepatan angin yang diambil dari bandara terdekat memberikan hasil dengan akurasi yang baik. Kata kunci : Jaringan Syaraf Tiruan, Matlab R2010a, Jonswap, Wilson ABSTRACT Wave is one important factor that must be considered in the planning of coastal buildings, such as design of PT. Petrokimia Gresik (Persero) private port. In determining of wave characteristics, analytical method that be used in this study are Joint North Sea Wave Program (Jonswap) method and Wilson method. Characteristics of wave can be determined by using Artificial Neural Network (ANN) program too. The purpose of this study is to know the result of ANN modeling and analytical method on wave forecasting, such as the height and the period of wave. ANN modeling use backpropagation algorithm with ANN tools of MATLAB R2010a software. There are 3 sets of training and testing conducted, consist of: training data in 2002-2006 to predicting the data in 2007-2009, training data in 2002 -2009 to predicting the data in 2010-2011, and training data in 2002-2011 to predicting the data in 2015. In the network training phase, input and prediction data contain daily data which include avarage and maximum fetch, avarage and maximum wind direction, average and maximum wind stress for ANN-Jonswap, and average and maximum wind elevation correction for ANN-Wilson. Target and output data contain height and period of wave which produced from the Jonswap and Wilson method. After the network have analyzed, it was done with the same methodology by replacing windstress data with the wind velocity data and the result data will be compared. The results of ANN models are close enough with Relative Error (RE) values are smaller than 5% and the Mean Squared Error (MSE) values of them approach 10-10. In comparison at the training phase, JSTWilson model has RE and MSE values of wave height and period is smaller than the JST-Jonswap model. If these models results are compared with models that use wind velocity (U) as input data, RE and MSE values of the models with wind velocity (U) as input is smaller. In this case, it is shown than ANN model with windspeed data from nearby airport give good acuracy. Keywords: Artificial Neural Network, Matlab R2010a, Jonswap, Wilson
1
PENDAHULUAN
Salah satu faktor yang harus dipertimbangkan dalam merencanakan suatu bangunan pantai adalah gelombang lautnya. Dalam merencanakan bangunanbangunan pantai, faktor gelombang memang menjadi faktor penting yang harus diperhatikan mengingat perubahan garis pantai juga dipengaruhi olehnya. Tak terkecuali pada proyek perencanaan pembangunan dermaga TUKS (Terminal untuk Kepentingan Sendiri) baru milik PT. Petrokimia Gresik (Persero) yang teletak di Kabupaten Gresik. Minimnya data gelombang laut menjadikan para perencana bangunan pantai memanfaatkan data angin untuk membangkitkan tinggi dan periode gelombang. Faktor-faktor yang menentukan karak-teristik gelombang laut adalah durasi angin (lamanya angin bertiup), kecepatan angin bertiup, dan panjang fetch. Cara analitis dalam pembangkitan data gelombang laut yang sering digunakan diantaranya metode Wilson dan metode Joint North Sea Wave Program (Jonswap). Tuntutan dari berbagai pihak yang membutuhkan informasi kondisi gelombang laut yang lebih cepat, lengkap, dan akurat menyebabkan adanya berbagai pene-litian untuk menentukan metode mana yang tepat dalam peramalan gelombang. Kebutuhan ini mendorong berkembangnya metode-metode prediksi gelombang laut yang berbasis pemograman. Salah satu metode pemograman yang digunakan untuk memprediksi tinggi dan periode signifikan gelombang laut adalah menggunakan system Jaringan Syaraf Tiruan (JST). Hal ini dikarenakan jaringan syaraf tiruan memiliki kemampuan untuk belajar dari pola-pola data yang telah ada, seperti halnya kemampuan yang dimiliki oleh otak manusia. Penggunaan jaringan syaraf tiruan telah dilakukan di berbagai bidang dan wilayah prakiraan, baik pada bidang
prakiraan cuaca, prakiraan suhu udara, serta prakiraan debit aliran sungai. Untuk itu peramalan tinggi gelombang pada perancanaan dermaga TUKS Baru PT. Petrokimia di Gresik ini juga akan menggunakan sistem JST. Jaringan syaraf tiruan yang digunakan dalam kajian ini menggunakan metode backpropagation yang program-nya menggunakan MATLAB R2010a. Menurut Anderson (1989 dalam Fitria, 2010:11) metode Backpropagation paling banyak dipakai untuk melakukan prediksi nilai berdasarkan data time series. Data time series pada studi ini diperoleh dari data kecepatan dan arah angin serta panjang fetch. Dari data-data tersebut, maka sistem jaringan syaraf tiruan akan mencoba memprediksi tinggi gelombang yang nantinya akan sangat membantu dalam proses perencanaan dermaga TUKS baru milik PT. Petrokimia Gresik (Persero). Tujuan dari studi ini adalah untuk mengetahui hasil pembangkitan gelombang laut dengan cara analitis menggunakan metode Jonswap, dan metode Wilson serta hasil dari proses pelatihan dan pengujian pada pemodelan JST. 2
METODOLOGI STUDI
Studi ini akan meramalkan tinggi dan periode gelombang pada perencanaan dermaga TUKS Baru yang berada pada pelabuhan milik PT. Petrokimia Gresik (Persero). Pelabuhan ini terletak di Kabupaten Gresik, Provinsi Jawa Timur. Lokasi Kabupaten Gresik terletak di sebelah barat laut Kota Surabaya yang merupakan Ibukota Provinsi Jawa Timur. Peramalan gelombang akan dilakukan dengan cara analitis menggunakan metode Jonswap dan metode Wilson serta dengan bantuan program komputer yang bersistem Jaringan Syaraf Tiruan (JST). 2.1 Data yang Diperlukan Dalam kajian ini data yang diperlukan adalah sebagai berikut:
1. Peta lokasi studi. Peta ini digunakan untuk penentuan panjang daerah pembangkitan gelombang atau fetch. Peta yang didapat adalah peta dengan skala 1:2000. 2. Data kecepatan dan arah angin. Data angin digunakan untuk memprediksi besarnya tinggi gelombang dan periode gelombang apabila tidak ada data pengukuran gelombang di laut dalam yang terjadi pada daerah studi. Data yang digunakan merupakan data harian mulai dari pengukuran tahun 2002 – 2011 dan 2015 yang diambil dari Lapangan Udara Juanda Surabaya. 2.2 Langkah Studi Menganalisis panjang fetch berdasarkan peta lokasi studi. Mengolah data angin, dengan mengoreksi data kecepatan angin terhadap elevasi, lokasi serta stabilitasnya. Membangkitkan data gelombang dari data angin yang sudah terkoreksi dengan menggunakan cara analitis dengan dua metode pembangkitan gelombang yaitu metode Wilson, dan metode Jonswap. Meramalkan gelombang menggunakan pemodelan sistem jaringan syaraf tiruan yang dalam pengerjaannya dapat menggunakan fungsi pada MATLAB. Membandingkan tinggi gelombang yang didapat dengan menghitung kesalahan relatif yang dihasilkan dari hasil pembangkitan gelombang secara analitis menggunakan metode Wilson dan metode Jonswap dengan hasil yang didapat dari pemodelan Jaringan Syaraf 2.3 Peramalan Gelombang Menggunakan Metode JONSWAP Adapun langkah-langkah yang dilakukan untuk perhitungan pembangkitan dengan metode JONSWAP adalah sebagai berikut (Anonim, 2010: 5-8):
1.
Diketahui : UA (Wind Stress Factor), F (Panjang Fetch efektif), dan (durasi = waktu bertiupnya angin).
2.
Kondisi : a. Fetch Limited (FL) = Lama hembus angin (t) > tc b. Duration Limited (DL) = Lama hembus angin (t) < tc Untuk Kondisi Fetch Limited (FL): Hitung H dari persamaan berikut: 1/ 2
gF 0,0016 2 0,2433 (1) 2 UA U A Hitung T dari persamaan berikut: gH mo
gT p UA
3.
2
gF 0,2857 2 U A
1/ 3
8,134
(2)
Untuk Kondisi Duration Limited (DL): • Hitung Fmin dari persamaan berikut 3/ 2
2 Fmin = gt 2 . U A 68,8.U g A
(3)
• Hitung H dengan menggunakan rumus H pada Persamaan 1, dengan nilai F=Fmin • Hitung T dengan menggunakan rumus T pada Persamaan 2, dengan nilai F=Fmin 4. Nilai H dan T yang didapat dari pembangkitan data angin tersebut adalah: • Nilai H → H = H1/3 = Hs = Tinggi Gelombang Signifikan • Nilai T → T = Tp = Periode puncak spectrum, dimana Ts ~ 0.95 Tp (Ts = Periode Gelombang Signifikan) td Hmo TP TS UA
Keterangan: = durasi angin = tinggi gelombang signifikan (m) = periode puncak gelombang (dt) = periode gelombang signifikan (dt) = 0,95TP = 0,71 U101,23 (faktor tegangan angin m/dt)
U10 = kecepatan angin pada ketinggian 10 m (m/dt) F = panjang fetch (m)
2.
3. 2.4 Peramalan Gelombang Menggunakan Metode Wilson. Metode Wilson mengemukakan bentuk persamaan pembangkitan geombang oleh angin dengan menggunakan nilai U10. Komponen gelombang dapat diselesaikan dengan Persamaan 4 dan 5 berikut (Akpinar, 2014):
4.
5.
6. (4)
7. Hs : tinggi gelombang (m) Ts : periode gelombang (dt) U10 : Kecepatan angin pada elevasi +10 m (m/dt) F : panjang fetch (m) Nilai fetch (F) yang digunakan tergantung pada kondisi gelombang. Gelombang dikatakan kondisi fetch limited ketika durasi angin (t) > tmin atau Feff ≤ Fmin. Perhitungan tinggi dan periode gelombang pada kondisi ini menggunakan Persamaan 4 dan 5 dengan nilai F merupakan nilai fetch efektif (Feff). Sebaliknya jika kondisi termasuk duration limited (nilai t ≤ tmin) maka nilai fetch yang digunakan pada Persamaan 4 dan 5 adalah nilai fetch minimum yang dihitung menggunakan Persamaan 6 berikut. (6) 𝑡𝑚𝑖𝑛 = 1,0 Dengan: F : panjang fetch (km) 𝑡𝑚𝑖𝑛 : durasi minimum (jam) U10 : Kecepatan angin pada elevasi +10 m (m/dt) 2.5 Langkah Pemodelan JST dengan Matlab R2010a Adapun langkah pemodelan dengan JST adalah sebagai berikut: 1. Membuka MATLAB R2010a
8.
9.
10. 11.
12.
13.
14. 15.
3
Membuat variable data pada workspace yaitu input data, target data serta prediksi data. Memasukkan data-data tersebut dengan format numeric dan tampilan dibuat horizontal. Memanggil sistem JST dengan mengetik ‘nntool’ pada command window. Mengimpor variabel data yang telah dibuat tadi, dan sesuaikan dengan jenis data pada data manager. Membuat jaringan dengan mengklik create pada data manager lalu aturlah fitur-fitur sesuai yang diinginkan. Klik jaringan yang baru dibuat, lalu masuk menu train. Aturlah pelatihan yang diinginkan. Pada kajian ini pelatihan dilakukan dengan menggunakan 10.000 epoch dan target MSE sebesar 10-10. Pelatihan terhenti apabila perulangannya mencapai 10.000 atau MSE nya telah lebih kecil dari targetnya. Setelah pelatihan berhenti grafik bisa kita lihat pada pilihan plots. Setelah grafik-grafik pada plot tersebut cukup bagus, maka masuk ke menu simulate. Menu ini berfungsi untuk mengeluarkan hasil prediksi dari proses pelatihan tadi. Setelah itu masuk ke menu adapt. Lalu adaptasikan pelatihan tersebut kedalam output pelatihan. Kemudian eksport semua output pelatihan dan pengujian pada data manager. Sehingga data output pelatihan dan pengujain tersebut akan muncul di workspace. Hitung kesalahan relatif dan MSE dari hasil pemodelan tersebut. Jika telah memenuhi syarat KR <5% maka pemodelan dilanjutkan untuk set selanjutnya. ANALISA DAN PEMBAHASAN
3.1 Distribusi Arah Angin Penentuan persentase angin tiap arah digunakan untuk mengetahui arah angin
yang paling dominan dan mengetahui jumlah persentase kejadian angin selama 10 tahun dari tahun 2002-2011. Data kecepatan angin rerata selama 10 tahun tersebut diklasifikasikan dalam enam kelas dengan interval 3 m/detik berdasarkan arah angin. Sedang data kecepatan angin maksimum diklasifikasikan menjadi 5 kelas dengan interval 5 m/detik. Pengklasifikasiannya pun dapat dilihat pada Tabel 1 dan Gambar 1 untuk kecepatan dan arah angin rerata serta Tabel 2 dan Gambar 2 untuk kecepatan dan arah angin maksimum berikut:
Tabel
2.
Frekuensi Kejadian Maksimum
Angin
Sumber: Hasil Perhitungan
Tabel 1. Frekuensi Kejadian Angin Rerata
Sumber: Hasil Perhitungan
Gambar 2. Mawar Angin Perairan Gresik untuk Data Angin Maksimum 10 tahun
Dari tabel distribusi diatas dapat dilihat bahwa angin rerata paling banyak terdistribusi dari arah timur dengan persentase kejadian sebanyak 64,50%. Begitu pula pada distribusi kejadian angin maksimum, arah timur juga paling banyak mengalami kejadian angin yaitu sebesar 56,45%. Sedang persentase kejadian angin paling minimum terjadi pada arah selatan yaitu 0,74% untuk angin rerata, serta untuk angin maksimum paling minimum terjadi pada arah barat daya yaitu sebesar 1,59%. Gambar 1. Mawar Angin Perairan Gresik untuk Data Angin Rerata 10 Tahun
3.2 Panjang Fetch Fetch adalah daerah pembentukan gelombang yang diasumsikan memiliki kecepatan dan arah angin yang relatif konstan. Pertama yang harus dilakukan untuk menentukan fetch rerata efektif adalah menggambar garis fetch pada peta lokasi studi. Garis fetch digambar dari titik pengamatan dengan interval 5°. Adapun tabel perhitungan dan rekapitulasi panjang fetch dapat dilihat pada Tabel 3 berikut. Tabel 3. Rekapitulasi Panjang Fetch
Tabel 4. Rekapitulasi Tinggi dan Periode Gelombang Rerata
Sumber: Data perhitungan
Tabel 5. Rekapitulasi Tinggi dan Periode Gelombang Maksimum
Sumber: Data perhitungan
Sumber: Hasil Perhitungan
3.3 Rekapitulasi Tinggi dan Periode Gelombang Metode Jonswap dan Wilson Setelah tinggi dan periode gelombang dihitung, kedua hasilnya pun dibandingkan. Terdapat perbedaan dari hasil tinggi dan periode gelombang yang dianalisa menggunakan metode Jonswap dan Wilson tersebut. Adapun rekapitulasi tinggi dan periode gelombang setiap tahun dari tahun 2002 hingga 2011 dan juga tahun 2015 dapat dilihat pada Tabel 4 dan Tabel 5 berikut.
Gelombang yang dihasilkan oleh analisa Jonswap memiliki tinggi dan periode gelombang yang lebih besar jika dibandingkan dengan hasil analisa metode Wilson. Dari rerata tahunan tinggi gelombang dapat dilihat bahwa tinggi gelombang rerata jonswap lebih besar 0,03 m atau sekitar 16,5 % dan periode gelombang lebih lama 0,06 detik atau sekitar 4,9% jika dibanding Wilson. Kemudian jika dilihat dari analisa metode Jonswap, tinggi gelombang paling maksimum terjadi pada tanggal 27 November 2003 dan 3 Februari 2004 yaitu sebesar 2,319 m. Pada hari yang sama dengan menggunakan metode Wilson, tinggi gelombang juga mempunyai ketinggian paling maksimum yaitu sebesar 1,699 m. Jika dibandingkan, tinggi gelombang maksimum metode Wilson
lebih kecil 26,7% dari hasil metode Jonswap. Sedang periode gelombang paling maksimum dari metode Jonswap terjadi pada tanggal yang sama yaitu 27 November 2003 dan 3 Februari 2004, yaitu selama 6,018 detik sedang apabila menggunakan metode Wilson, periode gelombang terjadi selama 5,007 detik. Sehingga perbedaannya hampir mencapai 1,01 detik, atau sekitar 16,8%. 3.4 Pemodelan JST dengan Matlab Pada kajian ini sistem JST dapat dikelola dengan memanfaatkan fungsi pada MATLAB R2010a. Selain cukup mudah digunakan oleh pengguna, software ini juga memiliki berbagai pilihan dalam algoritma pembelajaran misalnya perceptron, back-propagation dan lain sebagainya. Algoritma terbaik yang sering dipakai adalah backpropagation. Langkah awal dalam pemodelan ini adalah memasukkan input data pelatiahan, target data pelatihan serta prediksi data untuk pengujian. Adapun variabel input data meliputi: x1 = Tegangan angin rerata (UA rerata) untuk JST-Jonswap dan koreksi angin terhadap elevasi (U10 rerata) untuk JST-Wilson. x2 = Tegangan angin maksimum (UA maks) untuk JST-Jonswap dan koreksi angin terhadap elevasi (U10 maks) untuk JST-Wilson. x3 = Arah angin rerata x4 = Arah angin maksimum x5 = Fetch rerata x6 = Fetch maksimum Dan variabel output data meliputi: o1 = Tinggi gelombang (Hs) o2 = Periode gelombang (Ts) Pada tahap pelatihan dan pengujian jaringan, data input dan data prediksi terdiri dari komponen data yang sama yaitu x1, x2 hingga x6, yang membedakannya hanya dari tahun saja yang disesuaikan dengan tahun yang akan dilatih dan diuji. Ada 3 set pelatihan dan pengujian yang dilakukan yaitu: Set 1: training 2002-2006 Set 2: training 2002-2009 Set 3: training 2002-2011
prediksi 2007-2009 prediksi 2010-2011 prediksi: 2015
Perlu diingat bahwa hasil dari prediksi set sebelumnya akan dijadikan inputan data pada tahap pelatihan set selanjutnya. Adapun untuk data target disetiap pelatihan adalah berisi komponen variabel output o1 dan o2, yang merupakan hasil perhitungan dengan metode analitis yang dipilih yaitu Hs dan Ts hasil metode Jonswap ataupun Wilson. Setelah kedua jaringan dengan masing-masing 3 set dibentuk, dengan cara yang sama dibuat jaringan baru namun dengan mengganti input x1 dan x2 yang semula UA rerata dan UA maksimum menjadi kecepatan angin (U) rerata dan maksimum. Kemudian dari kesemua jaringan yang terbentuk, bandingkan hasil Kesalahan Relatif (KR) dan hasil Mean Suared Error (MSE) nya sehingga didapatkan jaringan yang terbaik. 3.5 Hasil KR dan MSE Tahap Pelatihan Hasil tahap pelatihan pada kedua metode kemudian dibandingkan dengan tinggi dan periode gelombang metode Jonswap dan Wilson. Keberhasilan tahap pelatihan dapat dilihat dari nilai Kesalahan Relatif (KR) dibawah 5% dan Mean Suared Error (MSE) nya medekati 10-10. KR dihitung menggunakan Persamaan (7) berikut (Hasibun,2007:40): (7) dengan: Kr = kesalahan relatif (%) Xa = nilai asli (Hs dan Ts cara analitis) Xb = aproksimasi (Hs dan Ts hasil pemodelan) MSE dihitung menggunakan Persamaan 8 berikut (Winita, 2011:6): (8) Dengan: Yt : nilai aktual pada periode waktu t. Ŷ’t : nilai ramalan untuk periode waktu t. n : Jumlah data Rekapitulasi hasil perbandingan antara pelatihan JST dan metode Jonswap dapat dilihat pada Tabel 6 berikut:
Tabel 6. Perbandingan KR dan MSE pada pemodelan JST-Jonswap dengan U dan UA
Sumber: Hasil Perhitungan Dengan melihat perhitungan diatas, hasil pelatihan JST-Jonswap-U memiliki nilai KR lebih kecil jika dibandingkan dengan KR hasil pelatihan JST-JonswapUA. Nilai KR rerata Hs dan Ts JSTJonswap-UA adalah sebesar 1,20% dan 0,26% sedang nilai KR rerata Hs dan Ts JST-Jonswap-U hanya sebesar 0,33% dan 0,05%. Begitu pula dengan perbandingan hasil MSE diatas, tabel tersebut menunjukkan bahwa MSE Hs dan Ts dari tahap pelatihan JST-Jonswap-U juga memiliki nilai yang lebih kecil. MSE Hs dan
Ts JST-Jonswap-U hanya sebesar 5,07x 10-6 dan 3,33 x 10-6 sedang untuk hasil pelatihan Hs dan Ts JST- Jonswap-UA adalah sebesar 3,42x10-5 dan 5,9 x10-5. Kedua model dapat dikatakan berhasil karena telah mencapai target nilai KR < 5% dan MSE mendekati 10-10. Sedang untuk jaringan yang menggunakan metode Wilson untuk targetnya, maka KR dna MSE dapat dilihat pada tahap pelatihan dapat dilihat pada Tabel 7 berikut.
Tabel 7. Perbandingan KR dan MSE pada pemodelan JST-Wilson dengan U dan U10
Sumber: Hasil Perhitungan Melihat perhitungan diatas, hasil pelatihan JST-Wilson-U juga memiliki nilai KR lebih kecil jika dibandingkan dengan KR hasil pelatihan JST-WilsonU10. Nilai KR rerata Hs dan Ts JSTWilson-U10 adalah sebesar 0,97% dan 0,15% sedang nilai KR rerata Hs dan Ts JST-Wilson-U hanya sebesar 0,52% dan 0,07%. Begitu pula dengan perbandingan hasil MSE diatas, tabel tersebut menunjukkan bahwa MSE Hs dan Ts dari tahap pelatihan JST-Wilson-U juga memiliki nilai yang lebih kecil. MSE Hs dan Ts JST-Wilson-U hanya sebesar 4,13x 10-6 dan 1,24 x 10-5 sedang untuk hasil pelatihan Hs dan Ts JST- Wilson-U10 adalah sebesar 1,06x10-5 dan 3,2 x 10-5. Dengan melihat nilai KR dan MSE dari pelatihan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pemodelan menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan ini cukup berhasil karena nilai rerata KRnya masih
dibawah 5% dan nilai MSEnya juga sudah mendekati 10-10. Dan jika dibandingkan nilai KR dan MSE pemodelan dengan input kecepatan angin (U) lebih kecil dari pada pemodelan dengan menginputkan tegangan angin (U10). 3.6 Hasil Perhitungan KR dan MSE Tahap Pengujian Ketika tahap pelatihan dapat dikatakan berhasil dengan melihat nilai KR dan MSE nya, maka jaringan bisa dilanjutkan ketahap prediksi untuk tahun selanjutnya. Adapun hasil prediksi pada pemodelan yang menggunakan kecepatan angin (U) dan tegangan angin (UA) dalam menginputkan datanya dapat kita lihat pada Tabel 8 berikut.
Tabel 8. Rekapitulasi KR dan MSE Hasil Pengujian Pemodelan JST dengan U dan UA/U10
Sumber: Hasil Perhitungan Dari perhitugan rekapitulasi KR rerata diatas, hasil prediksi pemodelan JSTJonswap-U dan JST-Wilson-U memiliki nilai KR lebih kecil dari hasil prediksi pemodelan dengan menggunakan UA ataupun U10. Nilai KR prediksi gelombang hasil pemodelan JST-Jonswap-U adalah sebesar 0,28% untuk Hs dan 0,05% untuk Ts dengan MSE sebesar 9,4 x 10-7 dan 1,5x10-6. Sedang KR Hs dan Ts JST-Jonswap-UA adalah sebesar1,15% dan 0,26% dengan nilai MSEnya sebesar 5,8 x 10-5 dan 3,7 x 10-4. Begitu pula dengan JST-Wilson, pemodelan dengan menginputkan langsung nilai kecepatan angin (U) memiliki nilai KR dan MSE lebih kecil dari pada jika menginputkan nilai koreksi angin terhadap elevasi (U10) nya. KR Hs dan Ts JST-Wilson-U hanya sebesar 0,60% dan 0,07% dengan MSE sebesar 2,8 x 10-6 dan 9,9 x 10-6. Sedang KR Hs dan Ts JST-Wilson-U10 adalah sebesar 0,87% dan 0,15% dengan nilai MSEnya sebesar 6,7 x 10-6 dan 2,7 x 10-5. Kecilnya nilai KR dan MSE prediksi tersebut menunjukkan bahwa tinggi dan periode gelombang yang dihasilkan oleh pemodelan jaringan syaraf tiruan ini sudah hampir menyamai analisa yang
dilakukan oleh kedua metode analitis yaitu metode Jonswap dan Wilson. 4
KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil perhitungan dan analisa data pada bab sebelumnya, terdapat halhal yang dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Metode yang dipakai dalam pembangkitkan gelombang pada kajian ini adalah metode Wilson dan metode Jonswap (Joint North Sea Wave Program). Terdapat perbedaan hasil tinggi dan periode gelombang dari kedua metode tersebut. Tinggi gelombang rerata metode Wilson lebih kecil 16,5% dan periodenya juga lebih kecil 4,9% dibanding tinggi dan periode gelombang rerata Jonswap. Tinggi gelombang rerata metode Jonswap adalah sebesar 0,176 m dengan periode selama 1,21 detik. Sedang tinggi gelombang rerata metode Wilson adalah sebesar 0,15 m selama 1,15 detik. Jika dilihat dari gelombang maksimum yang dihasilkan, tinggi gelombang maksimum metode Jonswap terjadi pada tanggal 27 November 2003 dan 3 Februari 2004 yaitu sebesar 2,32 m
2.
3.
dengan periode terjadinya selama 6,02 detik. Pada hari yang sama gelombang maksimum metode Wilson juga terjadi yaitu sebesar 1,70 m dengan periodenya 5,01 detik. Jika dilihat dari perbandingan tinggi dan periode gelombang maksimum tersebut, metode Wilson juga memiliki tinggi maksimum lebih kecil 26,7% dan periode lebih kecil 16,8% dari tinggi dan periode gelombang maksimum yang dihasilkan oleh metode Jonswap. Tinggi dan periode gelombang pada tahap pelatihan Jaringan Syaraf Tiruan (JST) cukup baik, ditandai dengan nilai Kesalahan Relatif (KR) pada model yang lebih kecil dari 5% dan nilai Mean Squared Error (MSE) nya yang mendekati 10-10. Pemodelan yang targetnya adalah Jonswao dan inputnya menggunakan kecepatan angin (U), mempunyai KR dan MSE paling kecil jika dibandingkan dengan dengan pemodelan yang menginputkan tegangan angin (UA) dan pemodelan yang menggunakan Wilson sebagai targetnya. Adapun nilai KR dan MSE hasil pelatihan adalah sebagai berikut: KR rerata Hs dan Ts JST-Wilson-U10 = 0,97% dan 0,15% MSE Hs dan Ts JST-Wilson-U10 = 1,06x10-5 dan 3,2 x 10-5 KR rerata Hs dan Ts JST-Wilson-U = 0,52% dan 0,07% MSE Hs dan Ts JST-Wilson-U = 4,13x10-6 dan 1,24x10-5 KRrerata Hsdan Ts JST-Jonswap-UA = 1,20% dan 0,26% MSE Hs dan Ts JST-Jonswap-UA = 3,42x10-5 dan 5,9 x10-5 KR rerata Hs dan Ts JST-Jonswap-U = 0,33% dan 0,05% MSE Hs dan Ts JST-Jonswap-U = 5,07x10-6 dan 3,33x10-6. Hasil prediksi JST pada kedua metode sangat baik, ditandai dengan telah tercapainya target KR yang kurang
dari 5% dan MSE yang mendekati 10-10 pada pemodelan tersebut. Jika dibandingkan, prediksi model JSTJonswap-U memiliki nilai KR dan MSE paling kecil dibanding hasil prediksi pemodelan lainnya. Nilai KR dan MSE hasil prediksi model adalah sebagai berikut: KR rerata Hs dan Ts JST-Wilson-U10 = 0,87% dan 0,15% MSE Hs dan Ts JST-Wilson-U10 = 6,7 x 10-6 dan 2,7 x 10-5 KR rerata Hs dan Ts JST-Wilson-U = 0,60% dan 0,07% MSE Hs dan Ts JST-Wilson-U = 2,8 x 10-6 dan 9,9 x 10-6 KRrerata Hsdan Ts JST-Jonswap-UA = 1,15% dan 0,26% MSE Hs dan Ts JST-Jonswap-UA = 5,8 x 10-5 dan 3,7 x 10-4 KR rerata Hs dan Ts JST-Jonswap-U = 0,28% dan 0,05% MSE Hs dan Ts JST-Jonswap-U = 9,4 x 10-7 dan 1,5x10-6
Dari hasil kajian studi yang dilakukan ada beberapa saran yang diajukan penyusun agar studi selanjutnya bisa lebih baik, antara lain: Keberadaan data asli yang diambil di lapangan akan sangat membantu dalam penentuan metode pembangkitan gelombang yang tepat pada daerah studi. Selain itu kajian yang lebih mendalam terhadap metode pembangkitan gelombang bisa dilakukan untuk memecahkan faktor penyebab adanya perbedaan terhadap tinggi dan periode gelombang yang dihasilkan. Kajian ini juga perlu dilanjutkan dengan menggunakan arsitektur dan parameter yang berbeda dari yang penyusun lakukan. Dengan lebih banyak variasi pemodelan JST, diharapkan dapat menghasilkan model jaringan yang lebih optimal. Penelitian lebih lanjut diharapkan mampu mengaplikasikan jaringan syaraf tiruan kedalam metode-
metode lain dengan data yang berbeda dan dengan program yang berbeda pula, sehingga menambah khasanah keilmuan. DAFTAR PUSTAKA Akpinar, Adem. 2014. Performance Evaluation of Parametric Models in the Hindcasting of Wave Parameters Along The South Coast of Black Sea. Indian Journal of Marine Sciences. 899-914. Anonim. 2010. Modul Peningkatan Kemampuan Perencanaan Tek-nis Pengaman Pantai. Jakarta Selatan: Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Jederal Sumber Daya Air Direktorat Rawa dan Pantai.
Hasibuan,
Zainal A. PhD. 2007. Metodologi Penelitian Pada Bidang Ilmu Komputer Dan Teknologi Informasi. Depok: Fasilkom Universitas Indonesia Winita. 2011. Pemilihan Teknik Peramalan dan Penentuan Kesalahan Peramalan. http://winita.staff.mipa.uns.ac.id.[Online] 2011. [Dikutip: 16 11 2015.] http://winita.staff.mipa.uns.ac.i d/files/2011/09/pemilihanteknik-peramalan.pdf. Yunanti, Fitria. 2010. Aplikasi Jaringan Syaraf Tiruan untuk Memprediksi Prestasi Siswa SMU dengan Metode Backpropagation. Yogyakarta