ANALISA PENGARUH VARIASI SUDUT RAKE PROPELLER B-SERIES TERHADAP DISTRIBUSI ALIRAN FLUIDA DENGAN METODE CFD Oleh Wisnu Cahyaning Ati 1) , Irfan Syarif Arief ST, MT 2) ,Ir. Surjo W. Adji, M.Sc, CEng, FIMarEST 2) 1)
Mahasiswa Jurusan Teknik Sistem Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan ITS 2) Dosen Jurusan Teknik Sistem Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan ITS
ABSTRAK
Propeller merupakan alat gerak mekanik pada kapal. Salah satu hal yang menggambarkan karakteristik propeller adalah sudut rake. Propeller rake merupakan sudut kemiringan antara blade propeller dengan pusat propeller. Rake pada propeller dibuat untuk meningkatkan jumlah massa air yang digunakan untuk mendorong kapal. Sudut rake yang lebih tinggi dapat mengurangi drag pada lambung kapal dan meningkatkan kecepatan. Namun, propeller dengan sudut rake yang rendah juga dapat mengarahkan gaya dorong dengan drag yang lebih kecil dan meningkatkan efisiensi. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode CFD. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara thrust dan Sudut Rake terhadap aliran fluida pada propeller B-Series dan mengetahui seberapa optimum besar Sudut Rake pada propeller B-Series. Kata kunci : rake, propeller B-Series, CFD.
1. Pendahuluan Propeller merupakan salah satu alat gerak mekanik dalam kapal. Hal terpenting yang berpengaruh terhadap propeller adalah kekuatan / mekanikal propertis dari propeller. Ada dua faktor yang mempengaruhi mekanikal tersebut, diantaranya adalah material propeller dan desain dari propeller itu sendiri. Dalam mendesain propeller, propeller Thrust, propeller Torque, diameter propeller, putaran propeller, dan Sudut Rake harus diperhatikan. Analisa yang dilakukan adalah dengan menggunakan pendekatan software ANSYS CFD (Computational Fluid Dynamic). Software dapat memberikan gambaran mengenai distribusi fluida yang terjadi dengan kondisi serta variasi yang telah ditentukan, sehingga dari gambaran tersebut dapat dianalisa mengenai aliran fluida pada propeller tersebut.
1.1 Rumusan Masalah Ada beberapa rumusan masalah dalam skripsi ini, diantaranya Bagaimana hubungan antara thrust dan Sudut Rake terhadap aliran fluida pada propeller? Seberapa optimum besar Sudut Rake pada propeller tersebut? 1.2 Tujuan Tujuan yang akan dicapai dalam skripsi ini ada dua macam,yaitu Mengetahui hubungan antara thrust dan Sudut Rake terhadap aliran fluida pada propeller B-Series Mengetahui seberapa optimum besar Sudut Rake pada propeller B-Series
2. Tinjauan Pustaka 2.1 Pengertian Rake Propeller Ada berbagai istilah yang menggambarkan karakteristik propeller, salah satunya adalah rake. Propeller rake merupakan sudut kemiringan antara blade propeller dengan pusat propeller. Rake pada propeller dibuat untuk meningkatkan jumlah massa air yang dapat dihisap dan digunakan untuk mendorong kapal. Kebanyakan sudut rake dirancang relatif ke arah belakang terhadap generator line dari propeler.
Dan atau juga dapat ditunjukkan sebagai jarak antara A dan B pada gambar di bawah ini.
Gambar 2.1.3 Garis referensi blade
Gambar 2.1.1 Rake Propeller
Rake propeller dibagi menjadi dua komponen generator line rake (iG) dan skew induced rake (is). Rake total yang berhubungan dengan directrix (iT) didefinisikan sebagai: iT(r) = is(r) + iG(r) Generator line dari rake diukur pada bidang xz pada gambar di bawah ini.
Jarak tersebut paralel dengan sumbu x, dari direktriks ke titik di mana heliks dari bagian pada radius r memotong bidang x-z. untuk memahami skew induced rake dapat ditunjukkan pada gambar 2.1.3, yang mana menunjukkan “bagian yang terbuka” dari dua bagian silindrikal, satu sebagai pangkal propeler dan yang satu lagi pada radius r di antara ujung dan pangkal blade. Terlihat bahwa skew induced rake adalah komponen, yang diukur pada arah x, dari jarak helikal disekitar silinder dari titik mid-chord dari bagian tersebut ke proykesi dari direktriks ketika dilihat secara normal ke bidang y-z. sehingga: is = rθs tan(rθnt) Sehingga ini memungkinkan untuk mendefiniskan fokus dari titik mid-chord dari blade propeler pada ruang yang mengikuti blade yang berputar right-handed yang pada awalnya didefiniskan, ϕ=0, di sekitar sumbu OZ pada rangka referensi global: (gambar 2.1.4) Xc/2 = -[iG + rθs tan(θnt)] Yc/2 = -r sin(φ - θs) Zc/2 = r cos(φ - θs)
Gambar 2.1.2 a) Global reference frame b) Local reference frame
Gambar 2.1.4 Definisi rake total
Sudut rake diukur dalam derajat. Rake dapat bernilai negatif (condong ke arah perahu), atau positif (condong menjauh dari perahu). Sudut rake yang lebih tinggi membantu meningkatkan kemampuan kapal untuk beroperasi dalam situasi air berudara (bergelembung) dengan menyebabkan air lebih melekat pada blade propeller. Gaya sentrifugal yang diciptakan baling-baling, melempar air ke luar dan semakin tinggi dan/atau propeller dengan rake yang lebih progresif dapat menahan dan mengontrol air dengan lebih baik, sehingga meningkatkan gaya dorong ke belakang. Sudut rake yang lebih tinggi juga dapat membantu mempertahankan posisi haluan kapal lebih tinggi di udara, mengurangi drag pada lambung kapal dan meningkatkan kecepatan. Namun, propeller dengan sudut rake yang rendah dapat menjadi pilihan yang lebih baik bagi lambung kapal cepat karena dapat mengarahkan gaya dorong dengan drag yang lebih kecil dan meningkatkan efisiensi.
Hampir untuk semua aplikasi normal, blade vertikal adalah pilihan optimal. Propeller dengan rake condong ke buritan (rake aft) sering digunakan untuk “mencuri” sedikit diameter efektif tambahan pada situasi yang mendesak. Hal ini dikarenakan propeller yang memilik sudut rake lebih panjang sehingga lebih luas daripada blade vertikal dengan diamater yang sama. Sebagai tambahan, blade dengan sudut rake, yang memiliki ujung lebih jauh dari bagian belakang kapal, diperbolehkan memiliki diameter lebih besar. Blade dengan rake negatif biasanya didapati pada kapal dengan kecepatan sangat tinggi dan propeller yang diberi beban tinggi. Pada kasus ini, rake dapat membantu memperkuat blade. Banyak propeller untuk kecepatan tinggi dipasang pada poros dengan sudut rake yang memadai. Karakteristik beban propeler dapat ditampilkan dengan grafik oleh beberapa koefisien dalam bentuk ukuran. Diagram memberikan Torque dan Thrust sebagai fungsi kecepatan. Karakteristik propeler terdiri dari koefisien Thrust (KT), koefisien torque (KQ), dan koefisien advanced (J). (K T ) =
T n 2 D 4
(K Q ) =
Q n 2 D 5
J
=
Va nD
Dimana : = massa jenis fluida ( Fluid Density ) D = diameter propeller n = putaran propeller Va = advanced speed T = thrust propeler Q = torque propeler Untuk nilai effisiensi propeler pada open water diberikan rumus:
0 = Gambar 2.1.5 Blade tanpa rake
TVa 2nQ
0 =
JK T 2K Q
setelah menyeleksi propeler, diagram dari open water dapat dipakai untuk menerjemahkan karakteristik tahanan kapal ke dalam karakteristik beban propeler. Oleh sebab itu, pada perkiraan sebuah kurva tahanan dapat dikonversi sebagai berikut: Tahanan kapal ditentukan oleh rumus : R = V2 atau R = 0.5 C f S V s
2
Dengan nilai K = 0.5 C f S, sehingga dapat ditulis :
R = K Vs
2
Dimana berhubungan juga bahwa : R =T(1-t) dan Va = Vs(1-w) Sehingga :
Va T(1-t) = K 1 w
2
didapat nilai T sebagai : T=
KVa 2 (1 t )(1 w) 2
Dimana : t = thrust deduction factor w = wake factor sesuai karakteristik propeler, nilai thrust adalah : T = K T n2 D4 Sehingga : K T n2 D4 =
KT =
2.2 Propeller B-Series Propeller B-Series atau lebih dikenal dengan Wageningen merupakan propeller yang paling sering digunakan terutama pada kapal jenis merchant ship. Bentuk dari propeller B-Series sangatlah sederhana. Propeller ini mempunyai section yang modern dan karakteristik kinerja yang baik. Pada umumnya, propeller B-Series mempunyai variasi P/D 0.5 sampai 1.4 Z 2 sampai 7 AE/A0 0.3 sampai 1.05 Di bawah ini adalah karakteristik dasar dari propeller B-Series Berdiameter 250 mm dan RH/R 0.167 ( RH adalah jari-jari hub) Memiliki distribusi radial pitch yang konstan Sudut rake sampai 150 dengan distribusi rake linier Kontur blade yang cukup lebar Mempunyai segmental tip blade section dan aerofoil section pada jari-jari dalam Tabel 2.2.1 Tingkatan propeller B-Series
KVa 2 (1 t )(1 w) 2
KVa 2 Va 2 (1 t )(1 w) D nD
2
Va Jika advance koefisien J = nD Maka didapatkan :
KVa 2 J 2 2 (1 t )(1 w) D Sekarang tahanan kapal dapat diberikan sebagai hubungan KT dan J, dan KT =
saat hubungan tersebut digambarkan pada diagram open water, hubungannya dengan kurva KT akan memberikan titik operasional dari advance koefisien propeler (J), sehingga kita dapat menentukan koefisien torque dan efisiensi open water.
2.3 Computational Fluid Dynamic
Program CFD yang digunakan disini adalah sebagai alat bantu pemodelan atas konfigurasi propeler yang akan dianalisa. Selanjutnya dilakukan modifikasi bentuk atau variasi, dimulai dari banyaknya blade, diameter serta pitch propeler. Dari pemodelan ini nantinya akan diperoleh data distribusi tekanan yang akan diolah lebih lanjut sehingga
hasil akhir diperoleh gambaran distribusi tekanan,area, dan wallshear. Computational Fluid Dynamic merupakan ilmu sains dalam penentuan penyelesaian numerik dinamika fluida. Computationa Fluid Dynamic (CFD). Adapun beberapa keuntungan yang diperoleh dengan menggunakan CFD antara lain: • Meminimumkan waktu dan biaya dalam mendesain suatu produk, bila proses desain tersebut dilakukan dengan uji eksperimen dengan akurasi tinggi. • Memiliki kemampuan sistem studi yang yang dapat mengendalikan percobaan yang sulit atau tidak mungkin dilakukan dalam eksperimen. • Memiliki kemampuan untuk studi di bawah kondisi berbahaya pada saat atau sesudah melewati titik kritis (termasuk studi keselamatan dan skenario kecelakaan) • Keakuratannya akan selalu dikontrol dalam proses desain. Aplikasi dari CFD untuk penyelesaian masalah aliran pada propeler telah mengalami kemajuan cukup pesat pada akhir-akhir ini. Bahkan pada saat ini teknik CFD merupakan bagian dari proses desain dalam diagram spiral perancangan
Sedangkan untuk propeller 4 blade dan 5 blade, dianalisa dengan bentuk table yang sama denga propeller 3 blade di atas kemudian dibuat grafik.
3. Hasil Analisa
Berikut ini adalah hasil analisa dari pemodelan yang telah dibuat
Gambar 3.1 Kontur tekanan pada blade tiga
Gambar 3.2 hubungan thrust dan rake blade tiga
Gambar 3.3 hubungan thrust dan rake blade empat
Gambar 3.4 hubungan thrust dan rake blade lima
Dari ketiga grafik di atas dapat dilihat bahwa thrust mengalami kenaikan pada sudut rake 50, baik pada propeller 3 blade, 4 blade, maupun 5 blade. Nilai thrust terbesar ada pada propeller 3 blade dengan sudut rake 50 yaitu sebesar 750,13 kN. Setelah thrust mengalami kenaikan pada rake 50, thrust mengalami penurunan drastis pada rake 100 dan 150. Dari sini terlihat bahwa penambahan sudut rake yang terlalu besar dapat menyebabkan penurunan nilai thrust. Nilai thrust yang paling kecil terjadi ketika sudut rake propeller berada pada rake 150. Lebih spesifik lagi thrust terkecil yaitu pada propeller 5 blade bersudut rake 150 yang besarnya 724.11 kN.
4. Kesimpulan Berdasarkan hasil simulasi, analisa data, dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Pada propeller 3 blade, 4 blade, dan 5 blade, thrust cenderung mengalami kenaikan pada rake 50, sedangkan thrust mengalami penurunan pada rake 100 dan 150. 2. Thrust terbesar pada propeller B-Series 3 blade dihasilkan oleh sudut rake 50 pada putaran 3 RPS dengan nilai 750.13 kN. 3. Thrust terbesar pada propeller B-Series 4 blade dihasilkan oleh sudut rake 50 pada putaran 2.4 RPS dengan nilai 739.37 kN. 4. Thrust terbesar pada propeller B-Series 5 blade dihasilkan oleh sudut rake 50 pada putaran 3 RPS dengan nilai 733.70 kN. 5. Pada propeller 3 blade, 4 blade, dan 5 blade, sudut rake yang paling optimal adalah sudut rake 00 karena menghasilkan effisiensi yang terbesar yaitu 0.8288
Daftar Pustaka [1] Carlton. J. S. 2007. Marine Propellers and Propulsion: Second edition. Elsevier Ltd. [2] http://www.bblades.com/info/props101.cfm [3] Dave, Gerr. 2001. The Propeller Handbook: The Complete Reference for Choosing, Installing, and Understanding Boat Propellers. McGraw-Hill Professional. [4] J. P. Ghose, R. P. Gokarn. 2004. Basic ship propulsion. Allied Publishers. [5] Schoenherr, K.E. 1963. Formulation of Propeller Blade Strength. SNAME Spring Meeting. [6] W.Adji, Surjo. 2005. Engine Propeller Matching. Surabaya. [7] http://www.propline.com/PropellerGeneralI nformation.htm