E-Jurnal Teknik Mesin, Vol.1 No.2 Juni 2014 ISSN:2337-9928
ANALISA PENGARUH VARIASI ARUS DAN SUDUT KAMPUH PENGELASAN SMAW TERHADAP TEGANGAN SISA PENGELASAN DANKEKUATAN MEKANIS SAMBUNGAN BAJA KARBON RENDAH Nurul Widyanto Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogakarta Jl. Kalisahak No. 28, Komp. Balapan Tromol Pos 45, Yogyakarta 55222
ABSTRAK Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui sifat fisis dan mekanis dari berbagai macam sudut kampuh V dan faktor penyebab terjadinya tegangan sisa pengelasan pada proses pengelasan SMAW baja karbon rendah. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah baja karbon rendah dengan ketebalan 4 mm, dilas dengan metode SMAW menggunakan elektroda E6013 berdiameter 2,6 mm. Spesimen uji tarik dibuat berdasarkan standart JIS Z 2201 (1968). Berdasarkan hasil pengujian diperoleh Nilai kekuatan tarik yang tertinggi pada pengelasan baja karbon rendah kampuh V pada arus 100 A yaitu sebesar 48,77 kg/mm2 pada variasi arus 90 A yaitu sebesar 47,49 kg/mm2 dan pada variasi arus 80 A denga nilai kekuatan tarik sebesar 47,16 kg/mm2. Nilai Tegangan sisa terbesar terjadi pada kampuh V sudut 60 0 dengan nilai tegangan sisa sebesar 35,19 kg/mm2 dan nilai tegangan sisa terkecil pada kampuh V pada arus 80 A sudut kampuh 40 0 dengan nilai tegangan sisa sebesar 2,76 kg/mm2.Besar heat input pengelasan berpengaruh pada besar tegangan sisa yang terjadi dimana besar tegangan sisa terbesar terjadi pada variasi Arus 100 A dengan heat input sebesar 226353,78 j/mm dan tegangan sisa terkecil terjadi pada variasi arus 80 A dengan besar nilai heat input sebesar 140464,85 j/mm. Kata kunci adalah Pengelasan SMAW bentuk kampuh, Heat input,Tegangan sisa.
struktur bahan di sekitar daerah las yang dapat menyebabkan turunnya kekuatan bahan. Struktur mikro sangat berpengaruh pada sifat mekanis bahan. Selain perubahan struktur mikro, akibat adanya lonjakan tegangan (tegangan sisa) tersebut juga dapat menimbulkan terjadinya distorsi.
PENDAHULUAN Pengembangan teknologi di bidang konstruksi yang semakin maju tidak dapat dipisahkan dari pengelasan karena mempunyai peranan penting dalam rekayasa dan reparasi logam. Pembangunan konstruksi dengan logam pada masa sekarang ini banyak melibatkan unsur pengelasan khususnya bidang rancang bangun karena sambungan las merupakan salah satu pembuatan sambungan yang secara teknis memerlukan keterampilan yang tinggi bagi pengelasnya agar diperoleh sambungan dengan kualitas baik. Lingkup penggunaan teknik pengelasan dalam konstruksi sangat luas meliputi perkapalan, jembatan, rangka baja, bejana tekan, sarana transportasi, rel, pipa saluran dan lain sebagainya. Sambungan las mungkin dapat menimbulkan lonjakan tegangan lebih besar dibanding sambungan paku keling maupun murbaut. Hal ini disebabkan oleh adanya perubahan
Adanya tegangan sisa dan distorsi tersebut sangat merugikan desain struktur karena dapat menimbulkan konsentrasi tegangan dan bentuk yang tidak sesuai dengan desain yang diharapkan. Tegangan sisa dan distorsi las dapat dikurangi dengan meminimalkan masukan panas dan panjang pengelasan, meminimalkan tebal pelat, penentuan urutan pengelasan dan sebagainya. Oleh karena itu pada penelitian ini akan membandingkan berbagai macam variasi arus dan sudut kampuh dengan metode pengelasan SMAW menggunakan logam induk baja karbon rendah. Hal ini bertujuanuntukmengetahuipengaruhsudutkampuhte
19
E-Jurnal Teknik Mesin, Vol.1 No.2 Juni 2014 ISSN:2337-9928
rhadapkekuatanmekanissambunganlas SMAW yang terindikasiterdapattegangansisapadahasilpengelasan nya. LANDASAN TEORI Gambar2 Tegangan Sisa karena Penahan Luar pada Las (Harsono W. dan ToshieO.)
Selama pengelasan, logam las dan logam induk mengalami siklus thermal berupa pemanas dan pendinginan.Siklus thermal ini menyebabkan terjadinya tegangan dan regangan yang selanjutnya mengakibatkan adanya tegangan sisa (residual stress)dan distorsi (distorsion). Tegangan sisa bisa menyebabkan penggentasan, berkurangnya ketahanan lelah, menurunnya kekuatan las dan ketahanan korosi.
Terjadinya tegangan sisa ini dapat dilihat pada gambar 1, dimana daerah C mengembang pada waktu pengelasan. Pengembangan pada C ditahan oleh daerah A, sehingga pada daerah C terjadi tegangan tekan dan pada daerah A terjadi tegangan tarik. Tetapi bila daerah A luasnya jauh lebih besar dari C, maka pada daerah C akan terjadi perubahan bentuk tetap, sedangkan pada A terjadi perubahan bentuk elastik Pada waktu pengelasan selesai, proses pendinginan di mana bagian C menyusut cukup besar di samping karena pendinginan juga karena adanya tegangan tekan. Penyusutan ini ditahan oleh daerah A, karena itu pada daerah C akan terjadi tegangan tarik yang diimbangi oleh tegangan tekan pada daerah A. Adanya tegangan sisa dalam suatu bahan kemungkinan dapat menguntungkan atau malah merugikan tergantung pada fungsi bahan, besar, dan arah tegangan sisa. Walaupun tegangan sisa secara visual tidak nampak, namun sesungguhnya tegangan sisa tersebut juga bertindak sebagai beban yang tetap yang akan menambah nilai beban kerja yang diberikan dari luar. Dalam proses pengelasan, bagian yang dilas menerima panas pengelasan setempat dan selama pemanasan berjalanterjadi pengembangan termal dan pelelehan logam. Pada saat proses pengelasan dihentikan, mulai terjadi proses selanjutnya yaitu proses pembekuan(solidifikasi). Proses ini merupakan awal terbentuknya tegangan sisa karena terjadinya prosespembekuan diikuti adanya penyusutan volum bahan. Penyusutan volume bahan menyebabkan terjadinya regangan.Regangan pada bahan akan menyebabkan terjadinya tegangan yang sifatnya tetap dan disebut tegangan sisa.
Tegangan sisa adalah tegangan yang bekerja pada bahan setelah semua gaya-gaya luar yang bekerja pada bahan tersebut dihilangkan. Pengertian lain dari tegangan sisa adalah gaya elastis yang dapat mengubah jarak antar atom dalam bahan tanpa adanya beban dari luar. Tegangan sisa ditimbulkan karena adanya deformasi plastis yang tidak seragam dalam suatu bahan, antara lain akibat perlakuan panas yang tidak merata atau perbedaan laju pendinginan pada bahan yang mengalami proses pengelasan.Pengelasan konstruksi bebas akan terjadi tegangan tarik arah memanjang pada sekitar garislas dan tegangan tekan pada jarak sedikit lebih jauh lagi dan seimbang antara satu sama lain.
Gambar 1 Pembentukan Tegangan Sisa (Harsono W. dan Toshie O.)
Sifat-sifat tegangan sisa Adanya tegangan sisa dalam suatu bahan kemungkinan dapat menguntungkan atau malah merugikan tergantung pada fungsi bahan, besar, dan arah tegangan sisa. Walaupun tegangan sisa secara visual tidak nampak, namun sesungguhnya tegangan sisa tersebut juga bertindak sebagai beban
20
E-Jurnal Teknik Mesin, Vol.1 No.2 Juni 2014 ISSN:2337-9928
yang tetap yang akan menambah nilai beban kerja yang diberikan dari luar. Dalam proses pengelasan, bagian yang dilas menerima panas pengelasan setempat dan selama pemanasan berjalanterjadi pengembangan termal dan pelelehan logam. Pada saat proses pengelasan dihentikan, mulai terjadi proses selanjutnya yaitu proses pembekuan(solidifikasi). Proses ini merupakan awal terbentuknya tegangan sisa karena terjadinya prosespembekuan diikuti adanya penyusutan volum bahan.
Elektrik Jenis Tahanan, Prinsip pemakaiannya sangat sederhana, bila suatu kawat ditarik, kawat akan memanjang dan penampang mengecil sehingga tahanan listriknya bertambah, bila kawat diletakkan pada suatu benda yang dibebani maka kawat akan memanjang atau memendek sesuai dengan regangan yang dialami benda. Perubahan tahanan tersebut dapat dikalibrasi menjadi regangan.
Pengukuran tegangan sisa Dalampengukurantegangansisapengelasan secaraumumdapatdiukurdenganmenggunakanmeto depemotongan,pengeborandansinar x. Metode yang dilakukan mengukur tegangan sisa : 1. Metode pemotongan (Sectioning technique) Tegangan sisa diukur dengan menggunakan strain gauge yang bekerjaberdasarkan perubahan tahanan listrik.Tegangan sisa diukur dengan menggunakan strain gauge yang bekerja berdasarkan perubahan tahanan listrik. Pada metoda ini strain gauge ditempelkan pada permukaan logam las dan sekitarnya. Setelah itu bagian logam yang ditempeli strain gauge dipotong kecil berukuran kira-kira 30 mm x 30 mm. Regangan hasil dari pemotongan ini disebut `relieved strain' dan persamaan yang bisa dipakai untuk menghitung tegangan sisa yang terjadi adalah : =
∆
Gambar 3 Contoh konstruksi strain gage dari jenis tahanan listrik(Harsono W. dan Toshie O.)
2. Metode pengeboran (hole drilling technique) Strain gauge disusun dengan posisi sudut 0o, 45o, dan 90o dan kemudian dibuat lubang ditengahnya. Adanya regangan saat pengeboran akan terukur oleh strain gauge. Regangan ini berasal dari pembebasan tegangan sisa.
....................... (1)
dimana : = tegangan sisa yang terjadi = Modulus elastisitas = panjang sebelum dipotong ∆ = perubahan panjang sebelum dan sesudah dipotong Untuk ketelitian hasil pengukuran, setidaknya dibutuhkan 3 strain gauge yang disusun membentuk sudut tertentu satu dengan yang lain (rosette). Untuk mengetahui kemungkinan terjadinya regangan karena momen lengkung (bending) saat pemotongan, strain gauge biasanya ditempatkan pada permukaan atas dan bawah plat di mana jika terjadi perbedaan pengukuran berarti ada pengaruh momen lengkung karena pemotongan. Jenis Strain Gauge yang sering digunakan pada metode pemotongan adalah
Gambar 4 Metode Pengeboran(Harsono W. dan Toshie O.) 3. Metode sinar X Prinsip kerja pengkuran sinar X berdasarkan sifat tegangan sisa yang dapat mempengaruhi struktur kristal. Jika sinar x mengenai bahan maka sebagian dari sinar tersebut mengalami difraksi dan membentuk pola-pola lingkaran yang biasa dilihat pada film.
21
E-Jurnal Teknik Mesin, Vol.1 No.2 Juni 2014 ISSN:2337-9928
3. Elektroda yang digunakan adalah jenis E 6013 dengan diameter 2,6mm. 4. Posisi pengelasan dengan menggunakan posisi down hand. 5. Arus pengelasan yang digunakan adalah 80A, 90A, 100A. 6. Kampuh yang digunakan jenis kampuh V denganvariasisudut40 . Gambar 5 Metode sinar X (Harsono W. dan Toshie O.)
METODE PENELITIAN
Gambar 8 Variasisudutkampuh 7. Bentuk spesimen benda uji mengacu standar JIS Z 2201 (1968) untuk pengujian tarik.
Gambar 9 spesimen uji standart JIS 2201 Z Tabel 1 Hasil uji komposisi kimia bahan N o
Komposisikim ia
1 2
Fe
Prosenta se 99,1
Standartdevi asi 0,23
C
0,0127
0,0009
3
Si
0,058
0,0392
4
Mn
0,152
0,0165
5
P
0,0309
0,0081
6
S
0,0447
0,0030
7
Cr
0,0439
0,0136
8
Mo
0,0389
0,0088
9
Ni
0,130
0,0402
10
Al
0,002
0,0000
11
Co
0,0410
0,0100
12
Cu
0,0285
0,0101
13
Nb
0,0376
0,0061
14
Ti
0,0363
0,0055
Gambar 6 Diagran alir penelitian Dimensi Benda Uji Spesifikasi benda uji yang digunakan dalam eksperimen ini adalah sebagai berikut : 1. Bahan yang digunakan adalah plat baja karbon rendah Mild Steel. 2. Ketebalan plat 4 mm.
Gambar 7 Ketebalandimensibendauji
22
Sample uji
E-Jurnal Teknik Mesin, Vol.1 No.2 Juni 2014 ISSN:2337-9928
15
V
0,0157
0,0051
16
W
0,199
0,0832
17
Pb
<0,0100
0,0000
18
Ca
<0,0001
0,0000
19
Zr
0,0208
0,0063
2. Hasil pengujian tarik untuk pengelasan dengan variasi arus 90 A Tabel 3 Analisa Kekuatan Tarik Hasil Pengelasan Sudutkam puh 40 derajat ( kg/mm2 ) 35.08 10.722 16.606
Sumber : Laboratorium uji komposisi Politeknik Manufaktur Klaten PEMBAHASAN Hasil Pengujian Tarik 1. Hasil pengujian tarik untuk pengelasan dengan variasi arus 80 A
Sudutkamp uh45 derajat ( kg/mm2 ) 35.61 39.03 24.81
Sudutkampuh60 derajat ( kg/mm2 ) 47.16 2.58 2.467
Dari data diatas kemudian dibuat grafik nilai kekuatan tarik hasil las sebagai berikut :
Tabel 2 Analisa Kekuatan Tarik Hasil Pengelasan
Nilai kekuatan tarik pengelasan dengan arus 90 A
Sudutkampuh 60 derajat ( kg/mm2 ) 33.72
16.33
24.5
47.16
29.18
30.32
37.16
kg/mm2
Sudutkampuh Sudutkampuh 40 derajat ( 45 derajat ( kg/mm2 ) kg/mm2 ) 26.022 28.92
Dari data diatas kemudian dibuat grafik nilai kekuatan tarik hasil las sebagai berikut :
Kg/mm2
Nilai kekuatan tarik pengelasan dengan arus 80 A
50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
sudut kampu h 40 derajat
Sudut kampu h 45 derajat
sudut kampu h 60 derajat
spesimen 1 26.022 spesimen 2 16.33
28.92
33.72
24.5
47.49
spesimen 3 29.18
30.32
37.16
50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
sudut sudut kamp kamp uh 40 uh 45 deraja deraja t t
sudut kamp uh 60 deraja t
spesimen 1 35.08 35.61 spesimen 2 10.722 39.03 spesimen 3 16.606 24.81
47.16 2.58 2.467
Gambar 11 Grafik pengujian tarik dengan variasi arus 90 A.
Gambar 10 Grafik pengujian tarik dengan variasi arus 80 A
23
E-Jurnal Teknik Mesin, Vol.1 No.2 Juni 2014 ISSN:2337-9928
3. Hasil pengujian tarik untuk pengelasan dengan variasi arus 100 A Tabel 4 Analisa Kekuatan Tarik Hasil Pengelasan Sudutkampuh 40 derajat ( kg/mm2 )
Sudutkampuh 45 derajat ( kg/mm2 )
36.25
31.2
Sudut kampuh60 derajat ( kg/mm2 ) 36.26
0.49
41.25
24.495
15.06
48.77
45.29
Struktur mikro daerah logam induk
Gambar 13 Strukturmikrologaminduk Dari pengujian struktur mikro yang dilakukan terlihat pada gambar di atas didominasi butir-butir ferite yang berwarna putih (terang) sedangkan fasa perlit lebih sedikit berwarna hitam. Butir ferit cenderung lebih halus dibandingkan dengan perlit.
Dari data diatas kemudian dibuat grafik nilai kekuatan tarik hasil las sebagai berikut :
60 50 40 30 20 10 0
sudut sudut kamp kamp uh 40 uh 45 deraja deraja t t
41.25 24.495
spesimen 3 15.06
48.77
Sudutkampuh4 0º 6.9
Sudutkampuh4 5º 10.35
Sudutkampuh6 0º 13.8
5.52
8.37
11.73
2.76
9.66
14.18
Dari data diatas kemudian dibuat grafik nilai teganagansisa hasil pengelasanarus 80 A sebagai berikut :
sudut kamp uh 60 deraja t
spesimen 1 36.25 spesimen 2 0.49
31.2
Tabel 5 Nilai tegangan sisa pengelasan arus 80 A
Grafik tegangan sisa vs Arus 80 A
36.26 kg/mm²
kg/mm2
Nilai kekuatan tarik pengelasan dengan arus 100 A
45.29
Gambar 12 Grafik pengujian tarik dengan variasi arus 100 A
16 14 12 10 8 6 4 2 0
1
2
3
Sudut kampuh 40 °
6.9
5.52
2.76
Sudut kampuh 45 °
10.35
8.37
9.66
Sudut kampuh 60 °
13.8
11.73
14.18
Gambar 14 Grafik Tegangan sisa vs Arus 80 A
24
E-Jurnal Teknik Mesin, Vol.1 No.2 Juni 2014 ISSN:2337-9928
Tabel 6 Nilai tegangan sisa pengelasan arus 90 A
Sudutkampuh 45 º 20.7
Sudutkampuh 60 º 22.08
18.63
21.39
24.15
19.32
20.01
23.46
kg/mm²
Sudutkampuh 40 º 17.25
Grafik tegangan sisa vs Arus 100 A 40 35 30 25 20 15 10 5 0 1 2 3
Dari data diatas kemudian dibuat grafik nilai teganagansisa hasil pengelasanarus 90 A sebagai berikut :
Sudut kampuh 40 °
27.6
33.87
26.22
Sudut kampuh 45 °
28.29
29.67
30.36
Sudut kampuh 60 °
31.05
32.43
35.19
kg/mm²
Grafik tegangan sisa vs Arus 90 A 30 25 20 15 10 5 0
Gambar 16. Grafik TegangansisavsArus 100 A
1
2
3
Sudut kampuh 40 °
17.25
18.63
19.32
Sudut kampuh 45 °
20.7
21.39
20.01
Sudut kampuh 60 °
22.08
semakinbesarsudutkampuh yang digunakansemakinbesar pula tegangansisa yang timbul. Selainitusemakinbesararus yang digunakansemakinbesar pula nilaiteganagansisa yang timbul.Haliniterlihatpadapengelasanarus 100 A memilikinilaitegangansisa paling besardibandingkanpadapengelasanarus 80 A maupun 90 A. KESIMPULAN
24.15
23.46
1. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa nilai kekuatan tarik tertingi pada pengelasan dengan variasai arus 100 A dengan nilai kekuatan tarik sebesar 48,77 kg/mm2 kemudian nilai kekuatan tarik terbesar kedua pada pengelasan arus 90 A dengan nilai kekuatan tarik sebesar 47,49 kg/mm2 dan kekuatan tarik terbesar ketiga pada pengelasan variasi arus 80 A dengan nilai kekuatan tarik sebesar 47,16 kg/mm2, hal ini menunjukan bahwa nilai variasi arus mempengaruhi nilai kekuatan tarik las dan nilai kekuatan tarik ini sebanding dengan peningkatan efisiensi pengelasan. Hal ini menunjukan bahwa nilai efisiensi las berpengaruh terhadap kekuatan tarik dimana semakin tinggi efisiensi las semakin tinggi kekuatan tariknya. 2. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa nilai efisiensi las cenderung meningkat pada setiap variasi arus yang digunakan yaitu pada arus 80 A dengan nilai efisiensi las sebesar 158022,96 j/mm, pada arus 90 A dengan nilai
Gambar 15 Grafik Tegangan sisa vs arus 90 A Tabel 7 Nilai tegangan sisa pada pengelasan arus 100 A Sudutkampuh 40 º 27.6
Sudutkampuh 45 º 28.29
Sudutkampuh 60 º 31.05
33.87
29.67
32.43
26.22
30.36
35.19
Dari data diatas kemudian dibuat grafik nilai teganagansisa hasil pengelasanarus 100 A sebagai berikut
25
E-Jurnal Teknik Mesin, Vol.1 No.2 Juni 2014 ISSN:2337-9928
Dengan Perlakuan Panas” politeknik perkapalan negeri Surabaya. Harsono,W.& Toshi Okumura,1981, Teknologi Pengelasan Logam. Jakarta: Pradnya Paramitha. JIS, Hand book 1984, Ferrous Material and, Tokyo Japanese standart Acociation
efisiensi las sebesar 180576 j/mm dan pada arus 100 A dengan nilai efisiensi las sebesar 226353,78 j/mm. 3. Dari pengujian struktur mikro las dapat terlihat bahwa pada logam induk terdapat dua fasa yang mendominasi struktur mikro yaitu ferrite dan perlite. pada daerah HAZ butiran-butiran struktur ferlite cenderung lebih memanjang dan menyebar diantara struktur perlite yang berbentuk serpihan. Sedangkan pada daerah las bentuk struktur ferrite dan perlite memiliki bentuk sama yaitu cenderung memanjang kebatas butir, pada daerah las didominasi struktur ferrlite yang lebih banyak disbandingkan struktur perlite. 4. Dari hasil penelitian terlihat bahwa semakin besar arus yang digunakan maka semakin besar pula tegangan sisa yang timbul selain itu sudut kampuh yang semakin besar juga menimbulkan tegangan sisa yang besar pula. Hal ini terlihat dari nilai tegangan sisa terkecil pada arus 80 A sudut kampuh 40 º dengan nilai 2,76 kg/mm2 dan nilai tegangan sisa terbesar pada arus 100 A sudut kampuh 60 º dengan nilai sebesar 35,19 kg/mm2. Ini disebabkan karena terjadinya distribusi panas yang tidak merata saat pengelasan, dari pengamatan foto makro terlihat bahwa pembekuan logam las dimulai dari dinding logam induk kearah tengah atau weld pool. Pada garis lebur dari sebagian dasar logam induk turut mencair dan selama pembekuan logam las tumbuh pada butir-butir logam induk dengan sumbu kristal yang sama. Arah pembekuan logam las cenderung dari tepi logam induk kearah las. Tegangan sisa yang sangat tinggi biasanya terjadi di daerah las dan daerah terpengaruh panas (heat affected zone/HAZ).
Rohyana, S., 2004,Mengelas Dengan Proses Las Busur Metal Manual. Bandung: Armico. Sudira, T. & Kenji Chijiwa, 1984, Pengetahuan Bahan Teknik. Jakarta:PT Pradnya Paramita. Sularso, 1995, Elemen Mesin. Jakarta: Pradnya Paramitha. W. Kenyon, 1987, Dasar-dasar Pengelasan. Penerbit Erlangga, Jakarta. Sriwidharto, 1987, Petunjuk Kerja Las. Jakarta: Pradnya Paramitha.
DAFTAR PUSTAKA Agarwal,R.L.& Tahil Manghnani, 1981,Welding Engineering. New Delhi:Khanna Publisher. ASM Metals handbook, Vol 6 Welding, Brazing and Soldering. ASM Metals Handbook, Vol 1 Properties and Selection Irons, steels, and HighPerformance Alloys Bakhtiar dkk., “Analisa Tegangan Sisa Aluminium Tipe 5083 Pada Hasil Pengelasan GMAW
26