ANALISA KEGAGALAN SHAFT STAINLESS STEEL 17-4 PH PADA POMPA SENTRIFUGAL 107-JC DI PABRIK 1 PLANT AMMONIA PT. PETROKIMIA GRESIK Galih Nurhadyan (2), Ir. Muchtar Karokaro, M.Sc (1), Tubagus Noor Rohmannudin, S.T, M.Sc (1) Jurusan Teknik Material dan Metalurgi, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
[email protected] 1. Dosen Teknik Material dan Metalurgi, FTI, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya 2. Mahasiswa Teknik Material dan Metalurgi, FTI, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. Abstract The failure analysis of the 107-JC pump’s shaft made of stainless steel 17-4 PH series has been done by the metallurgical investigation method. Pump’s shaft has failed on December 19th, 2010 causing the shut down of the pump. It is a centrifugal pumps that drain Semi Lean Benfield Solution (K2CO3) liquid that is used in the Ammonia’s production process. Initial visually observation on a cross sectional area of the fracture shaft indicates that the location of shaft fractures position is below the keyway of the impeller. Futhermore, the investigation had done by a results comparative of a fractograph, photographic, and metallographic examination, identification of the chemical composition, and also mechanical testing that became the base of this analysis scheme. The investigation’s purpose is to determine the factor causing failure on the pump’s shaft. The result of the investigation it is found a crack in cross-section area of a fracture shaft. The crack originated from the corner of the spie house area (crack initiation), which then form the propagation of cracks and finally fracture entirely on the side of the shaft (the final rupture). So it can be concluded that the mechanism of the fracture is a fatigue fracture. Record keeping and periodic testing of the condition of the pump shaft by using the method of NDT (Non destructive Test) in the form of ultrasonic testing and liquid penetrant test needs to be done. It is intended to anticipate the indication of component failure, especially on the pump shaft associated with the impeller. It also needs to do some selection and uses of the spie house size that adjusted to the existing standards. Keyword : stainless steel 17-4 PH, centrifugal pump‟s shaft, fatigue fracture, fracture pattern, stress concentration , crack propagation
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
1
mekanik, dengan hasil perhitungan analitikal beban - beban yang bekerja adalah skema dasar dari penelitian ini yang akan digunakan sebagai langkah antisipasi untuk meminimalisir kasus kegagalan dengan modus yang sama pada komponen ini di kemudian hari.
1.
PENDAHULUAN Permasalahan yang sering muncul terutama adalah pada mesin – mesin pabrik yang digunakan untuk proses produksi. Salah satu mesin yang digunakan sebagai alat produksi yang juga menjadi fokus pada penelitian ini adalah pompa. Pompa yang menjadi fokus penelitian ini adalah pompa 107-JC. Pompa tersebut adalah pompa sentrifugal yang mengalirkan fluida berupa Semi Lean Benfield Solution (K2CO3). Larutan tersebut berguna dalam proses produksi Ammonia sebagai CO2 absorber. Pompa, sebagai alat pemindah fluida memiliki beberapa komponen utama seperti shaft dan impeller. Karena dua komponen tersebut merupakan bagian pompa yang berfungsi sebagai penggerak dan pemindah fluida, sehingga beban yang diterima komponen tersebut juga sangat tinggi. Pada komponen inilah sering ditemui masalah ataupun kegagalan. Salah satu contoh kasus kegagalan pada shaft pompa yang terjadi pada komponen tersebut adalah patahnya shaft pompa (fracture) pada tanggal 19 Desember 2010. Indikasi awal terjadinya masalah adalah vibrasi pada mesin yang melebihi standar sehingga mesin harus dimatikan dan diperiksa. Pengamatan awal yaitu secara visual menunjukkan bahwa letak shaft fracture berada pada posisi keyway di impeller. Kerusakan pada bawah komponen ini memberikan dampak yang cukup besar pada proses produksi Ammonia di Pabrik 1. Kerugian secara teknis ataupun ekonomis adalah konsekuensi yang harus diterima akibat kegagalan ini. Berangkat dari kasus kegagalan pada shaft pompa 107-JC ini, beserta informasi yang telah terkumpul, maka telah dilakukan penelitian tentang analisis kegagalan pada shaft pompa 107-JC secara sistematik. Komparasi antara hasil fotografi, metalografi, fraktografi, identifikasi komposisi kimia, pengujian Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
2. METODOLOGI Metode yang digunakan dalam penelitian kali ini antara lain studi lapangan dan studi literatur. Studi lapangan mengacu pada pencarian informasi tentang komponen yang akan diteliti beserta informasi tentang kegagalannya dengan cara terjun langsung ke lapangan yaitu di PT. Petrokimia Gresik, sedangkan untuk studi literatur mengacu pada buku-buku, jurnal penelitian terbaru, situs industri yang mempelajari tentang permasalahan analisa kegagalan pada poros pompa.
2.1 Pengambilan Data Primer Data primer merupakan data utama yang digunakan untuk mencapai tujuan penelitian. Pengambilan data primer terdiri dari empat jenis pengujian, yaitu pengamatan makroskopik, fractography, identifikasi komposisi kimia, dan pengamatan mikroskopik. a. Pengamatan Makroskopik Pengamatan makroskopik dilaksanakan untuk mengetahui bentuk, 2
tampilan, dan lokasi komponen yang mengalami kegagalan secara makro (kasat mata). Pengamatan ini dilakukan dengan dua jenis metode yaitu pengamatan makroskopik menggunakan bantuan kamera digital SLR Canon EOS 500D dan dengan menggunakan bantuan Stereo Mikroskop. Pengamatan makro yang dilakukan pada komponen dan sampel material dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Fotografi terhadap komponen yang mengalami kegagalan. Pengamatan melalui Stereo Mikroskop terhadap sampel material dengan beberapa kali pembesaran untuk mendapatkan profil makronya. b. Pengamatan Fractography Fractography dilakukan untuk mengetahui profil permukaan patahan secara mikro. Sebelum dilakukan proses ini, sampel material akan dibersihkan dengan metode Blowing untuk menghindari adanya kotoran-kotoran yang menempel seperti oli, debu, keringat, dan lain sebagainya. Dalam tahapan fractography ini digunakan Scanning Electron Microscope ZEISS EVO MA10. c. Pengamatan Mikroskopik Pada pengamatan mikroskopik selain menggunakan SEM, juga digunakan mikroskop optik untuk pengujian metalografi. Pada tahap ini akan dibagi menjadi dua proses yaitu proses persiapan dan proses pengamatan metalografi. Pengujian metalografi dilakukan untuk mengetahui struktur mikro yang terdapat pada material tersebut. Pemeriksaan terhadap struktur mikro tersebut bertujuan untuk mengamati fasa pada permukaan material poros. Pada pengujian metalografi dibagi menjadi dua tahap sebagai berikut: Tahap persiapan : - Bagian dari spesimen yang akan diamati secara metallography Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
adalah penampang melintang pada poros. Masing-masing dari spesimen dipersiapkan untuk menjalani pengujian metalografi sesuai dengan standarisasi yang ada. - Bila spesimen terlalu kecil maka perlu dilaksanakan mounting untuk mempermudah proses persiapan selanjutnya. - Grinding : Spesimen digosok pada mesin grinder dari yang paling kasar bisa mulai dengan grid 800 sambil dialiri air. Setelah terjadi garis-garis goresan yang sejajar dan merata spesimen dicuci dengan air, dan kertas gosok diganti dengan grade yang lebih tinggi secara gradual yaitu 1000, 1200, 1500 dan seterusnya sampai pada grid 2000. - Polishing : Spesimen dipoles dengan ditekan pada permukaan piringan yang berputar cepat.. Akan didapatkan permukaan spesimen yang mengkilap seperti cermin. Untuk membersihkan goresan-goresan spesimen dicuci dengan air dan alkohol kemudian dikeringkan dengan dryer atau digosok dengan soft tissue. - Etching : Mencelup permukaan spesimen ke dalam larutan kimia tertentu (etching reagent) dalam waktu yang singkat (dari beberapa detik sampai beberapa puluh detik). Untuk masing–masing logam diperlukan etching reagent dan lamanya waktu pencelupan yang berbeda–beda. Adapun etching reagent yang digunakan untuk spesimen ini menurut Fry’s Reagent yang terdiri dari 5 gr CuCl2, 40 mL HCl, 30 mL ethanol, dan 30 mL aquades. Tahap pengamatan : Pada tahap pengamatan dilakukan untuk mengamati struktur mikro yang terdapat pada spesimen 3
dengan menguunakan mikroskop optik dengan beberapa kali perbesaran. d. Identifikasi Komposisi Kimia Identifikasi kimia dilaksanakan untuk mengetahui komposisi kimia dalam hal ini unsur apa saja yang terdapat pada komponen yang mengalami kegagalan. Pada identifikasi komposisi kimia dilaksanakan dengan menggunakan metode Optical Emission Spectroscopy (OES) untuk mengetahui unsur kimia apa saja yang terkandung dalam poros pompa secara kuantitatif. Mesin yang digunakan dalam percobaan ini adalah OES ARC-MET 8000.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Pengambilan Data Pada penelitian ini data penelitian terbagi menjadi dua jenis yaitu data primer dan data sekunder. Data primer terdiri dari pemeriksaan awal dan pengamatan makroskopik, pengamatan fractography, pengamatan metalografi dan mikroskopik, identifikasi komposisi kimia. Untuk data sekunder terdiri dari identifikasi beban dan tegangan operasi serta pengujian mekanik. Berikut akan ditampilkan masing – masing data beserta analisa dari data yang didapatkan. 3.1.1 Informasi Kegagalan Terdapat beberapa metode yang bisa dijadikan acuan ketika akan menganalisa jejak terjadinya kegagalan pada suatu komponen (Brooks.R.C, 2002), diantaranya:
2.2 Pengambilan Data Sekunder Data sekunder akan digunakan sebagai data validasi dari kondisi yang sebenarnya terhadap spesifikasi awal dari komponen yang fungsinya sebagai penguat dari keberadaan data primer. Pengambilan data sekunder terdiri dari dua jenis pengujian, yaitu identifikasi beban dan tegangan operasi serta pengujian mekanik. a. Identifikasi Beban dan Tegangan Operasi Identifikasi tegangan operasi dilaksanakan untuk mengetahui kondisi operasi dari komponen. Tegangan operasi pada poros pompa diantaranya adalah dikarenakan torsi, berat komponen, dan gaya hidrolik radial maupun aksial. Untuk mengetahui gaya – gaya yang bekerja, maka pertama – tama yang harus dilakukan adalah mengukur profil permukaan dari poros pompa itu sendiri. b. Pengujian Mekanik Pengujian mekanik yang dilaksanakan adalah pengujian kekerasan menggunakan metode Rockwell C seperti terlihat pada Gambar 3.7, dengan pembebanan sebesar 150 kgf
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
3.1.1.1 Data dan Waktu saat Terjadi Kegagalan Pada tanggal 19 Desember 2010 malam, pompa sentrifugal 107-JC trip (mati) akibat masalah pada metanator (106 D). Ditemukan bahwa mechanical seal sisi luar pecah. Bearing sisi luar terbakar karena kemasukan Benfield. Setelah mesin dibuka, ditemukan sumber permasalahan berupa poros pompa yang mengalami patah. 3.1.1.2 Lokasi Terjadinya Kegagalan Komponen poros ini merupakan bagian dari pompa sentrifugal 107-JC, dan berikut merupakan letak terjadinya patah pada poros tersebut: Lokasi Patahan
Gambar 1 Lokasi patahan shaft di posisi keyway impeller
4
Cara yang digunakan untuk mengamati lebih lanjut dari permukaan patahan tersebut adalah dengan menggunakan stereo microscope untuk melihat pola patahan yang terjadi. Fungsi dari pengamatan dengan menggunakan stereo microscope ini adalah untuk memeperjelas hasil pengamatan secara makro dari hasil analisa sementara awal retakan dan penjalaran retakan pada permukaan patahan karena alat ini memeiliki perbesaran beragam mulai dari 8x perbesaran sampai dengan 32x perbesaran. Untuk lebih jelasnya, pola patahan hasil pengamatan dengan menggunakan stereo microscope tersebut difoto menggunakan kamera SLR agar dapat dilihat dengan lebih jelas lagi awal patahan (crack initiation), penjalaran patahan (crack propagation), dan juga akhir patahan (final rupture). Pada gambar 3 tersebut merupakan gambar yang menunjukkan daerah awal terjadinya retakan. Gambar tersebut merupakan gambar yang diambil dari stereo microscope dengan perbesaran sebesar 10x. Terlihat di sana awal retakan kecil yang kemudian merambat ke bagian penjalaran retakan.
3.2 Data Primer 3.2.1 Pemeriksaan Awal dan Pengamatan Makroskopik Langkah awal dalam proses analisa kegagalan tentu adalah pengamatan patahan secara makro. Pengamatan makroskopik dilaksanakan dalam dua tahapan yaitu pengamatan makroskopik dari komponen yang mengalami kegagalan dan pengamatan permukaan patahan dari sampel material yang diambil. Langkah awal yang harus dilakukan adalah poros dipotong terlebih dahulu dan diambil bagian patahannya agar lebih mudah untuk dilakukan proses pengamatan. Cara awal yang dilakukan adalah dengan mengamati secara langsung pola patahan yang terjadi pada poros tersebut. Setelah mempelajari pola patahan secara kasat mata, kemudian diprediksi letak awal terjadinya patahan, penjalaran retakan, dan juga akhir patahan. Kecurigaan terjadinya awal retakan tentu pada bagian dengan daerah yang memiliki konsentrasi tegangan. Dalam hal ini daerah pada poros tersebut yang memiliki konsentrasi tegangan adalah pada daerah keyway (rumah pasak). Karena terdapat daerah yang memiliki radius terkecil. Selanjutnya dilakukan pengamatan lebih lanjut pada permukaan patahan untuk menganalisa daerah penjalaran retakan dan akhirnya pada daerah akhir patahan. Arah putaran
Awal retakan Gambar 3 Awal terjadinya retakan perbesaran 10x
Penjalara n retakan
Gambar 2 Awal terjadinya retakan
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
5
Selanjutnya ditelusuri arah perambatan retakan setelah terjadinya awal retakan. Perambatan retakan tersebut ditunjukkan pada gambar 4. Perbesaran yang diberikan pada pengamatan perambatan retakan tersebut juga sebesar 10x.
Kemudian, hal yang dilakukan pada pengamatan patahan tersebut adalah menentukan letak akhir patahan yang terjadi. Setelah ditentukan letaknya, kemudian dilakukan pengamatan pada area yang diperkirakan sebagai akhir terjadinya perambatan patahan tersebut dengan menggunakan stereo microscope juga dengan perbesaran sebesar 10x.
saat pengamatan secara visual serta pengamatan dengan menggunakan stereo microscope, yaitu daerah awal patahan (crack initiation), penjalaran patahan (crack propagation), dan juga akhir patahan (final rupture). Kemudian untuk lebih mengetahui pola yang terjadi pada daerah awal patahan tersebut dilakukan pengamatan dengan perbesaran hingga 500x. Dan hasilnya bisa dilihat pada gambar 6. di sana terlihat pola – pola yang nampak pada daerah perambatan retakan.
Gambar 4 Perambatan retakan perbesaran 10x
Gambar 6 Daerah awal terjadinya retakan perbesaran 500x
Pengamatan dilanjutkan pada daerah perambatan retakan yang telah diamati sebelumnya. Dan pada daerah perambatan ini perbesaran yang diberikan adalah 500x. Di situ nampak dengan jelas lubang – lubang seperti poros pada permukaan patahan pada area perambatan retakan. Kemudian, daerah yang diamati selanjutnya adalah pada daerah akhir terjadinya patahan. Untuk mengamati daerah akhir patahan tersebut perbesaran yang diberikan cukup sebesar 20x karena sudah terlihat jelas pola patahan yang terjadi. Hasil pengamatan pada daerah ini ditunjukkan pada gambar 8.
Gambar 5 Akhir patahan perbesaran 10x
3.2.2 Pengamatan Fractography (Hasil Uji SEM) Setelah melakukan pengamatan secara visual dan secara makro dengan menggunakan stereo microscope dan juga kamera SLR, langkah yang dilakukan selanjutnya adalah melakukan pemeriksaan secara fractography. Dalam pengamatan pada tahap ini digunakan Scanning Electron Microscope (SEM). Hasil yang didapatkan akhirnya dapat menampakkan pola – pola yang terdapat pada permukaan patahan poros tersebut. Letak – letak yang diamati pada pengamatan kali ini mengacu pada prediksi Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
6
yang digambarkan dengan jarum – jarum martensit berwarna kehitaman pada gambar. Etsa yang digunakan adalah Fry’s Reagent.
Gambar 7 Daerah perambatan retakan dengan perbesaran 500x
Gambar 9 Struktur Mikro stainless steel 17-4 PH sample 1 dengan perbesaran 100x
4.2.4 Identifikasi Komposisi Kimia Pemeriksaan komposisi kimia pada material poros Stainless Steel 17-4 PH dilaksanakan untuk mengetahui apakah komposisi kimia material tersebut sesuai dengan standar komposisi material ASTM A564 / ASME SA564 type 630 berikut: Gambar 8 Daerah akhir patahan dengan perbesaran 20x
Tabel 1 Komposisi kimia SS 17-4 PH
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
Kompos is i
Type
3.2.3 Pengamatan pada Struktur Mikro Langkah yang dilakukan setelah pemeriksaan secara makro adalah pemeriksaan secara mikro. Pemeriksaan secara mikro kali ini dilakukan untuk mengamati struktur mikro pada material poros berupa Stainless Steel 17-4 PH. Dari pemeriksaan struktur mikro nanti akan didapatkan fasa pada material tersebut. Sehingga dapat diamati apakah material tersebut telah mengalami perlakuan panas sesuai dengan standar yang telah diberikan atau tidak. Pada gambar 9 ditunjukkan struktur mikro yang terdapat pada stainless steel 17-4 PH dengan perbesaran masing masing 100x pembesaran. Pada gambar tersebut tampak fasa penyusun utama dari material tersebut adalah berupa tempered martensit
C
Mn
630 (wrought) 0,07
1
P
S
Si
Cr
Ni
Cu N Mo Ti
0,04 0,03 1 15 - 17,5 3 - 5 3 - 5 -
-
Cb + Ta
- 0,15 - 0,45
Pengujian ini dilakukan karena tidak adanya sertifikat material yang menyertai komponen poros ini. Pengujian komposisi yang dilakukan ini menggunakan alat spestroskopi dengan sistem OES (Optical Emission Spestroscopy). Spesimen yang akan diuji harus memiliki permukaan yang datar untuk diuji komposisi kimianya. Berikut adalah hasil pengujian komposisi kimia pada spesimen patahan poros: Tabel 4.2 Komposisi kimia patahan poros 107-JC Type
Kompos is i C
Mn
P
S
Si
Cr
Ni
Cu
N
Mo
Ti
Poros 107-JC 0,064 0,528 0,050 0,000 0,468 14,170 4,397 3,702 - 0,143 0,017
7
Cb + Ta -
tentu juga terdapat konsentrasi tegangan. Dan konsentrasi tegangan tersebut dapat dihitung dengan menggunakan faktor konsentrasi tegangan (Kf). Nilai konsentrasi tegangan pada poros ini bernilai 2 menurut standar yang ada karena material poros ini melalui proses perlakuan panas berupa precipitation hardening dan mengalami pendinginan secara cepat (quenching).
3.3 Data Sekunder 3.3.1 Analisa Gaya yang Bekerja pada Poros Pompa Selain data – data dari segi pengamatan permukaan patahan, juga perlu dilakukan analisa terhadap gaya – gaya yang bekerja pada poros pompa tersebut sebagai data pendukung dalam penelitian kali ini. Pada gambar 10 Ditunjukkan gaya – gaya yang bekerja pada poros pompa tersebut antara lain berupa gaya radial (Fr) berupa impeller pompa itu sendiri. Selain itu berat impeller dan pompa itu sendiri juga termasuk gaya yang mempengaruhi kerja dan beban dari poros tersebut. Selanjutnya terdapat pula 2 bearing yang juga menjadi tumpuan pada poros yang juga dimasukkan sebagai perhitungan gaya pada poros pompa sentrifugal tersebut.
Gambar 11 Skema pembebanan pada pasak
Ukuran pasak juga sebenarnya menjadi pertimbangan tertentu pada proses pembebanan yang dialami oleh poros tersebut. Menurut perencanaan ukuran pasak pada poros tersebut memiliki lebar 0,5709 in dengan tinggi pasak 0,2165 in. 3.3.2 Hasil Uji Kekerasan Dalam penelitian analisa kegagalan kali ini selain dilihat dari aspek metalurgi, tentu juga dibutuhkan data – data melalui aspek mekaniknya. Salah satu data mekanik yang diperlukan dalam penelitian kali ini adalah data kekerasan dari material tersebut. Untuk itu, perlu dilakukan pengujian kekerasan pada potongan poros yang mengalami kegagalan tersebut. Titik – titik yang diambil melintang tegak lurus untuk mengetahui distribusi nilai kekerasan pada material poros tersebut. Pengujian yang dilakukan menggunakan alat uji kekerasan rockwell C. Dari data yang didapat melalui pengujian kekerasan tersebut didapat rata – rata nilai kekerasan penampang melintang
Gambar 10 Gaya – gaya yang bekerja pada poros
Melalui perhitungan yang sudah dilakukan dan pengujian kekuatan yang juga telah dilakukan, didapatkan data mekanik untuk material poros sebagai berikut: σy = 724,69 MPa Sf (safety factor) =2 Kf (stress concentration factor) = 2 σx (momen) = 1,998 MPa τxy (torsi) = 20,64 MPa Seperti yang telah dijelaskan pada penjelasan awal terjadinya patahan, beban tertinggi terletak pada rumah pasak (spie) yaitu sebuah pasak yang menghubungkan poros dengan impeller. Pada daerah ini Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
8
sisi A yaitu 40.8 HRC dan nilai kekerasan rata – rata pada penampang B adalah 41.4 HRC. Hal itu menunjukkan nilai kekerasan pada kedua sisi penampang tersebut merata dan memiliki nilai kekerasan yang hampir sama.
keadaan jauh di bawah titik luluhnya. Kegagalan ini juga disebabkan oleh pembebanan berulang yang kemudian menyebabkan patahnya poros tersebut. Menurut ASM, patah lelah dapat didefinisikan sebagai proses berubahnya struktur secara permanen akibat tegangan berulang yang menyebabkan satu titik pada permukaan terjadi retakan dan akhirnya patah setelah perubahan beban tertentu. Sebenarnya poros tersebut sudah didesain sedemikian rupa agar beban yang bekerja kurang dari kekuatan luluhnya, namun tetap saja terjadi kegagalan. Patah lelah yang terjadi pada poros ini diakibatkan oleh pembebanan dinamis, bukan diakibatkan oleh pembebanan statis. Masih menurut ASM, patah lelah dimulai dari suatu retak yang sangat kecil, yang tidak akan kelihatan dengan mata telanjang. Dengan berlangsungnya beban yang berulang, retak tersebut mulai mengembang. Retak tersebut akan semakin menjalar karena terjadi konsentrasi tegangan di area retak tersebut. Setelah panjang retak mencapai titik tertentu dan struktur tidak mampu lagi menahan beban yang bekerja, maka akan terjadi patah secara tiba tiba. Tahap – tahap terjadinya patah pada poros tersebut dimulai dari adanya crack initiation (awal retakan), kemudian crack tersebut mengalami crack propagation (perambatan retakan) dan tahap terakhir terjadi final rupture (akhir patahan). Hal tersebut telah dibuktikan pada hasil pengamatan secara makro baik itu melalui pengamatan visual langsung maupun dengan menggunakan stereo microscope maupun dengan menggunakan scanning electron microscope (SEM). Pada permukaan patahan yang diamati terdapat beberapa bagian yang tampak halus dan terlihat seperti hilang alur patahannya dikarenakan rotating bending. Poros tersebut terus berputar setelah mengalami patah sehingga terjadi gesekan antara permukaan patahan poros sehingga menyebabkan jejaknya sedikit terhapus.
3.3.3 Hasil Uji Kekuatan Selain uji kekerasan, data sifat mekanik yang penting dan juga sering digunakan adalah nilai kekuatan material tersebut. Untuk mendapatkan nilai kekuatan, pengujian yang dilakukan adalah dengan melakukan uji tarik. Sebelum melakukan uji tarik, material yang akan diuji kekuatannya tersebut harus dipreparasi sesuai dengan standar uji tarik yang ada. Pada pengujian kali ini, sample yang diambil berasal dari potongan poros pompa 107-JC dan dibentuk sesuai dengan standar spesimen uji tarik dengan standarisasi JIS Z 2201. Pengujian dilakukan dengan menggunakan 2 spesimen uji. Hal itu bertujuan untuk memastikan nilai kekuatan material poros tersebut. Dari hasil pengujian yang telah dilakukan didapat nilai kekuatan material poros pompa tersebut memiliki tegangan tarik maksimum rata – rata (σu) 1.076,6 MPa dan tegangan luluhnya (σy) 724,69 MPa. Selain itu data yang didapat dari hasil pengujian tarik ini berupa data regangan (elongation-ɛ). Nilai regangan pada material ini adalah 11,45 %. 3.4
Pembahasan Setelah melakukan beberapa tahapan pengamatan, pengujian, dan juga perhitungan, kemudian dilakukan analisa terhadap data – data yang telah diperoleh. Dari dugaan awal bahwa poros tersebut mengalami kegagalan patah lelah semakin diperkuat dengan pengamatan pola patahan yang telah dilakukan. Ciri – ciri patahan pada poros tersebut memenuhi ciri – ciri terjadinya patah lelah. Salah satunya, kegagalan tersebut terjadi sebelum usia pakainya habis dan juga bekerja pada Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
9
Kemudian, bila ditinjau dari pengamatan secara mikro, telah dilakukan pengujian metalografi dan pengujian komposisi kimia dengan menggunakan alat optical emission spestroscopy (OES). Hasil yang didapatkan adalah, material tersebut telah memenuhi standar ASTM A564 / ASME SA 564 Type 630. Stainless steel 17-4 PH adalah baja tahan karat dengan komposisi kimia penyusun utamanya berupa paduan Cr – Ni – Cu. Pada hasil pengujian komposisi ditemukan bahwa kadar Cr di dalam baja tersebut sebesar 14,17 %, memang masih sedikit berada di bawah standarnya yaitu minimal 15 % Cr, namun hal tersebut masih berada dalam batas kewajaran standar komposisi kimianya. Selain Cr, baja tersebut memiliki Ni sebesar 4,397 % sehingga masih berada pada batas jarak standar Ni pada ASTM yaitu antara 3 – 5 %. Baja 17-4 PH ini merupakan baja tahan karat khusus yang mampu mengalami proses perlakuan panas. Perlakuan panas yang diberikan pada baja ini adalah precipitation hardening, yaitu proses pengerasan dengan memunculkan adanya presipitat. Presipitat yang muncul dari baja ini adalah Cu. Hal itu ditunjukkan pada pengujian spestroskopi yang menghasilkan kadar Cu sebesar 3,702 % berada dalam paduan itu. Keadaan ini sesuai dengan standar ASTM yang mengharuskan adanya presipitat Cu dengan kadar antara 3 – 5 %. Komposisi kimia lainnya pada baja tersebut juga sudah sesuai dengan standar ASTM seperti unsur C, Mn, P, S, Si. Selain ditunjukkan dari komposisi kimianya, bukti yang menunjukkan bahwa material tersebut telah mengalami perlakuan panas yang sesuai adalah dilihat dari struktur mikro material tersebut. Pengujian metalografi yang telah dilakukan menunjukkan adanya fasa tempered martensit yang merata pada seluruh permukaan material tersebut. Dan sesuai dengan gambar diagram fasa yang ditunjukkan pada gambar 12, menunjukkan Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
fasa pada baja yang telah mengalami perlakuan panas pada temperatur 900˚ C tersebut adalah fasa α dan γ.
Gambar 12 Diagram Fasa Terner Fe-Cr-Ni pada 900˚C
Pengamatan lain yang dilakukan pada penelitian ini selain secara metalurgi, juga dilakukan penelitian secara mekanik sebagai data pendukung penelitian yang dilakukan. Pengujian secara mekanik yang dilakukan pada penelitian kali ini adalah pengujian kekerasan dan pengujian kekuatan. Dari pengujian kekerasan didapatkan hasil bahwa material mengalami perlakuan panas yang merata dan menyeluruh terbukti dari hasil kekerasan yang diambil secara melintang pada diameter porosnya. Nilai rata – rata kekerasan material tersebut berkisar di 40.8 HRC dan 41.4 HRC. Pada pengujian kekuatan, didapatkan beberapa data yang menunjukkan bahwa material tersebut telah mengalami proses perlakuan panas. Hasil pengujian tarik material poros pompa tersebut memiliki tegangan tarik maksimum rata – rata (σu) 1.076,6 MPa dan tegangan luluhnya (σy) 724,69 Mpa. Dan nilai regangan pada material ini adalah 11,45 %. Hasil perlakuan panas pada material tersebut. Bila tidak mengalami perlakuan panas yang sesuai dengan standar, kekuatan tarik 10
maksimumnya hanya berkisar pada 850 MPa. Selain pengambilan data mekanik, juga telah dilakukan perhitungan beban dan gaya yang bekerja pada poros pompa tersebut. Dilakukan tiga metode untuk menganalisa kriteria kegagalan pada material tersebut, antara lain Teori tegangan normal maksimum, teori tegangan geser maksimum, dan juga teori distribusi energi maksimum. Dari hasil ketiga perhitungan tersebut, seperti yang telah dijelaskan di awal pembahasan, material ini seharusnya tidak mengalami kegagalan. Hal itu disebabkan karena beban dan gaya yang bekerja pada poros tersebut masih jauh di bawah kemampuannya (tegangan luluh dan tegangan ijinnya). Dari beberapa pengujian tersebut semakin kuat bukti bahwa poros tersebut mengalami kegagalan berupa patah lelah. Dan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, terjadinya patah lelah dikarenakan adanya konsentrasi tegangan dan adanya pembebanan yang berulang – ulang. Daerah yang memiliki konsentrasi tegangan pada poros tersebut adalah bagian rumah pasaknya. Daerah ini memiliki konsentrasi tegangan karena memiliki bagian yang membentuk notch dan tempat menghubungkan poros dengan impeller, sehingga beban terbesar pun ada pada bagian ini. Dan material poros tersebut memiliki fracture toughness (K1C) sebesar 53 MPa √m. Perhitungan lebih lanjut ada pada lampiran 2. Setelah melakukan pengamatan, ditemukan bahwa ukuran rumah pasak pada poros tersebut tidak memenuhi standar ASME: ANSI Standard B17.1 – 1967. Pada perencanaan ukuran rumah pasak pada poros tersebut memiliki lebar 0,5709 in dengan tinggi pasak 0,2165 in. Sedangkan pada ASME: ANSI Standard B17.1 – 1967 tersebut menunjukkan pada poros dengan diameter 85 mm atau 3,3465 in memiliki ukuran pasak dengan lebar 0,875 in dengan toleransi –0,0030 dan Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
tinggi 0,625 in dengan toleransi +0,0030. Ukuran pasak yang kecil tersebut sangat memungkinkan konsentrasi tegangan pada daerah spie tersebut semakin besar dan rawan terjadinya patah. 4. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Dari penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik beberapa kesimpulan mengenai kegagalan yang terjadi pada poros pompa 107-JC, yaitu: 1. Awal retakan (crack initiation) terjadi karena adanya konsentrasi tegangan pada daerah rumah pasak yang memiliki sudut yang tajam. 2. Mekanisme terjadinya kegagalan pada poros pompa diawali dengan terbentuknya retakan yang berasal dari sudut daerah rumah pasak (crack initiation) yang kemudian membentuk rambatan retakan (crack propagation) dan akhirnya patah seluruhnya pada bagian sisi poros (final rupture) yang merupakan patah lelah. 3. Faktor penyebab retakan yang mengakibatkan patahnya poros tersebut adalah konsentrasi tegangan pada rumah pasak, momen bending yang bekerja pada poros, momen torsi yang bekerja pada poros. 4. Material poros pompa tersebut telah memenuhi standar Stainless Steel 17-4 PH menurut ASTM A564 / ASME SA564 Type 630 setelah melalui pengujian komposisi dan uji struktur mikro yang menunjukkan bahwa material tersebut telah mengalami perlakuan panas H900 secara meneluruh dengan fasa penyusun utama adalah tempered martensit dan Cu sebagai presipitatnya. 5. Ukuran desain rumah pasak kurang sesuai dengan standar ASME: ANSI Standard B17.1 – 1967 di mana pada perencanaan ukuran 11
pasak pada poros tersebut memiliki lebar 0,5709 in dengan tinggi pasak 0,2165 in sedangkan menurut standar poros dengan diameter 85 mm atau 3,3465 in memiliki ukuran pasak dengan lebar 0,875 in dengan toleransi –0,0030 dan tinggi 0,625 in dengan toleransi +0,0030.
Jamshedpur 831 007, India, Engineering Failure Analysis 6 (1999) 267-276 Unknown. 2005. Single Stage Centrifugal Pump IRI-SM-06EMD:Equipment Maintenance Description. Industrial Resources, Inc. Anis, Samsudin. 1998. Dasar Pompa. Semarang; Universitas Negeri Semarang. Zubek, P. E., 2006. „A Technical Review of Precipitation Hardening Stainless Steel Grades‟. Aalco Metals, Ltd. Specification For Stainless Steel: Precipitation Hardening Stainless Steel. Wu, Jui-Hung., 2003. “High Temperature Mechanical Properties, Fatigue, and Fracture Behaviour of 17-4 PH Stainless Steel”, Departement of Mechanical Engineering National Central University ASM Handbook Committee. 2002, ASM Metals Handbook Vol. 11: Failure Analysis and Prevention. Ohio, USA: ASM International. ASM Handbook Committee, 2002, ASM Metals Handbook, Volume 3, Phase Diagram. Ohio: ASM International. R. Brooks, Charlie and Choudhury, Ashok. 2002. Failure Analysis of Engineering Materials. New York : McGraw-Hill.
4.2 Saran Saran – saran yang diberikan untuk mencegah terjadinya kerusakan pada poros pompa dengan pola yang sama di kemudian diantaranya: 1. Penggunaan NDT ultrasonic testing dan liquid penetrant test melalui perawatan secara berkala untuk mengantisipasi adanya indikasi kegagalan komponen poros pompa terutama pada bagian yang berhubungan dengan impeller. 2. Pencatatan secara berkala kondisi poros sehingga dapat diketahui secara pasti cycle number dan kondisi poros serta pendataan dalam historical card yang sistematis. 3. Penggunaan ukuran rumah pasak disesuaikan dengan standar yang ada. Daftar Pustaka Karassik, Igor J. 1960. Centrifugal Pumps: Selection, Operation, and Maintenance. McGrawHill, Inc. Totten, George E. 2007. Steel Heat Treatment: Metallurgy and Technologies. Taylor and Francis Group. Berndt, F.and Bennekom, A. Van., 2001. “Pump Shaft failures – A Compendium of Case Studies”, Engineering Failure Analysis 8 (2001) 135-144 Das, G., dkk., 1999. “Failure Analysis of Counter Shafts of A Centrifugal Pump”, National Metallurgical Laboratory, Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
Nash, William A. 1998. Schaum‟s Outline of Theory And Problems of Strength of Materials 4th edition. McGrawHill, Inc. Shigley, Joseph E ; Mischke, Charles R.; and Brown, Thomas H. 1986. Standard Handbook of
12
Machine Design. McGrawHill, Inc. Smith, William F. 1990. Principles of Materials Science And nd Engineering 2 edition. McGraw-Hill, Inc. www.asminternational.org (http://www.pumpi.com.mk/img/pd.jp g)
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
13