ANALISA DEBIT BANJIR RANCANGAN DENGAN HIDROGRAF SATUAN SINTETIK (HSS) GAMA I PADA DAS KALI BLAWI KABUPATEN LAMONGAN Zulkifli Lubis, Dwi Kartika Sari ABSTRAK Kali Blawi merupakan area Bengawan Jero yang sering mengalami bencana banjir setiap tahunnya. Analisis perhitungan debit banjir rancangan pada DAS Kali Blawi dapat dimanfaatkan untuk mengurangi resiko bencana banjir yang sering terjadi pada Bengawan Jero. Pengolahan data curah hujan dimulai dengan uji konsistensi, perhitungan curah hujan rata-rata, analisis frekuensi, kemudian distribusi hujan jam-jaman. Metode perhitungan debit banjir menggunakan hidrograf satuan sintetik Gama I dan Snyder, dengan uji penyimpangan Root Mean Square Errors (RMSE). Data curah hujan menggunakan 7 (tujuh) stasiun pengamatan hujan yang berada di sekitar DAS Kali Blawi selama 10 (sepuluh) tahun (2002-2011). Pada analisis frekuensi digunakan distribusi Log Pearson Tipe III dengan uji kesesuaian data Smirnov Kolmogorov dan Chi Square. Hasil perhitungan debit banjir rancangan dengan HSS Gama I sebesar 461,463 m3/dt pada kala ulang 100 tahun, sedangkan debit pengamatan pada Kali Blawi sebesar 205,48 m3/dt. Kata kunci:
Kali Blawi, Debit Banjir Rancangan, Hidrograf Satuan Sintetik Gama I
Jurnal Teknika Vol. 5 No.1 Maret 2013
I. PENDAHULUAN Banjir merupakan peristiwa terjadinya aliran/genangan air yang dapat terjadi karena adanya luapan-luapan pada kanan atau kiri sungai/saluran akibat alur sungai tidak memiliki kapasitas yang cukup bagi debit aliran yang lewat (Sudjarwadi, 1987). Curah hujan sangat berpengaruh pada besarnya debit air yang mengalir pada sungai. Curah hujan yang diperlukan untuk analisis hidrologi adalah curah hujan rata-rata dari seluruh daerah yang bersangkutan, bukan curah hujan pada suatu titik tertentu (stasiun) (Sosrodarsono, 1999). Kali Blawi merupakan area Bengawan Jero yang sering mengalami bencana banjir setiap tahunnya, terutama musim penghujan. Hal ini disebabkan akibat ketidak mampuan sungai menampung aliran air. Bengawan Jero merupakan daerah hamparan wilayah yang berada pada 6 kecamatan yaitu Kecamatan Turi, Karanggeneng, Kalitengah, Karangbinangun, Glagah dan Deket. Luas hamparan sebesar ± 10.329 Ha yang merupakan wilayah terminal air yang menampung buangan air dari 16 kecamatan yang berarti ± 65% dari seluruh kecamatan di Kabupaten Lamongan melalui sistem rawa dan anak-anak kali Bengawan Solo, diantaranya adalah Kali Gondang, Plalangan, Mengkuli, Dapur, Pengaron, Deket dan Blawi (dikutip dari www.lamongankab.go.id, tanggal 5 Maret 2012; 9:20 WIB). Sebagai urat nadi Bengawan Jero adalah Kali Blawi yang membentang di tengah – tengahnya dengan panjang ± 20 km. Posisi Kali Blawi membujur dari arah barat ke timur yang dimulai dari sluis Kentong Desa Pucangro Kecamatan Kalitengah sampai dengan Sluis Kuro di Desa Kuro Kecamatan Karangbinangun. Kedalaman Kali Blawi paling rendah di banding dengan kali-kali lainnya yaitu antara - 2.00 sampai dengan 3.50 SHVP (dikutip dari www.lamongankab.go.id, tanggal 5 Maret 2012; 9:35 WIB). Metode-metode yang akan digunakan untuk perhitungan dan perbandingan dalam menganalisa debit banjir rencana menggunakan hidrograf satuan sintetik Gama I Analisis perhitungan debit banjir rancangan pada Kali Blawi dapat dimanfaatkan untuk mengurangi resiko bencana banjir yang sering terjadi pada Bengawan Jero khususnya pada
ISSN No. 2085 - 0859
Kecamatan Glagah Karangbinangun.
dan
Kecamatan
Maksud dan Tujuan Maksud dan tujuan dari kajian ini adalah untuk: 1. Mengetahui pola distribusi yang sesuai pada DAS Kali Blawi. 2. Mengetahui besarnya intensitas hujan maksimum pada DAS Kali Blawi. 3. Mengetahui analisa perbandingan debit banjir rancangan pada DAS Kali Blawi dengan menggunakan hidrograf satuan sintetik Gama I dan Snyder. II LANDASAN TEORI 2.1 Sungai Sebagian air hujan yang turun ke permukaan tanah, mengalir ke tempat-tempat yang lebih rendah dan setelah mengalami bermacam-macam perlawanan akibat gaya berat, akibatnya melimpah ke danau atau ke laut. Suatu alur yang panjang di atas permukaan bumi tempat mengalirnya air yang berasal dari hujan disebut alur sungai. Bagian yang senantiasa tersentuh aliran air ini disebut alur sungai. Dan perpaduan antara alur sungai dan aliran air di dalamnya disebut sungai (Sosrodarsono dan Tominaga, 1994). 2.2 Karakteristik Sungai 2.2.1 Daerah Pengaliran Daerah pengaliran sungai adalah suatu kesatuan wilayah tata air yang terbentuk secara alamiah, dimana air meresap atau mengalir melalui sungai dan anak-anak sungai yang bersangkutan. Sering disebut dengan DAS (daerah aliran sungai) atau DTA (daerah tangkapan air). Menurut Sri Harto (1993), daerah aliran sungai merupakan daerah yang dimana semua airnya mengalir ke dalam sungai yang dimaksudkan.
Gambar .1 Gambaran Suatu DAS Corak dan Karakteristik Daerah Pengaliran Karakteristik sungai memberikan gambaran atas profil sungai, pola aliran sungai dan genetis sungai. Menurut Sosrodarsono dan
Jurnal Teknika Vol. 5 No.1 Maret 2013
Tominaga (1994) bentuk DAS dibedakan menjadi tiga bentuk, yaitu: 1. Daerah Pengaliran Bulu Burung
ISSN No. 2085 - 0859
dapat
sekitar tempat penakar hujan dipasang, misalnya, penakar hujan terlindung oleh pohon, terletak berdekatan dengan gedung tinggi, perubahan cara penakaran dan pencatatan, pemindahan letak penakar dan sebagainya, memungkinkan terjadi penyimpangan terhadap trend semula. 2.3.2
Gambar 2 DAS Berbentuk Bulu Burung 2. Daerah Pengaliran Radial
Perhitungan Curah Hujan Ratarata Daerah Aliran Sungai Secara umum terdapat tiga metode untuk mendapatkan curah hujan rata-rata daerah yaitu : 1. Cara Rata-rata Aljabar Cara ini adalah perhitungan rata-rata secara aljabar curah hujan di dalam dan di sekitar daerah yang bersangkutan.
Gambar 3 DAS Berbentuk Radial 3. Daerah Pengaliran Pararel Dimana : = curah hujan rata-rata (mm)
Gambar 4 DAS Berbentuk Pararel 4. Daerah Pengaliran Kompleks Hanya beberapa buah daerah aliran yang mempunyai bentuk-bentuk ini dan disebut daerah pengaliran yang kompleks. 2.3 Curah Hujan Curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air dan rancangan pengendalian banjir adalah curah hujan rata-rata di seluruh daerah yang bersangkutan, bukan curah hujan pada suatu titik tertentu. Curah hujan ini disebut curah hujan wilayah/daerah dan dinyatakan dalam mm (Sosrodarsono dan Takeda, 1999). Curah hujan dimaksudkan untuk mendapatkan data hujan terolah yang dapat digunakan pada analisis selanjutnya. Dalam hal ini analisis-analisis yang memerlukan data hujan terolah adalah analisis debit banjir rancangan. 2.3.1
Uji Konsistensi Jika data hujan tidak konsistensi karena perubahan atau gangguan lingkungan di
= besarnya curah hujan pada masing-masing satuan (mm) = banyaknya stasiun hujan (Sosrodarsono dan Takeda, 1999). 2. Cara Poligon Thiessen Cara ini memberikan bobot tertentu untuk setiap stasiun hujan dengan pengertian bahwa setiap stasiun hujan dianggap mewakili hujan dalam suatu daerah dengan luasan tertentu (Sri Harto, 1993).
Dimana : = curah hujan rata-rata (mm) = curah hujan ditiap pengamatan (mm) = bagian daerah yang mewakili tiap titik pengamatan (km2) 3. Cara Isohyet Isohyet ini adalah garis yang menghubungkan tempat-tempat yang mempunyai kedalaman hujan sama pada saat yang bersamaan (Sri Harto, 1993). Curah hujan itu dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut: Rumus :
Jurnal Teknika Vol. 5 No.1 Maret 2013
Dimana : = curah hujan daerah = curah hujan rata-rata pada area A1, A2, A3 = bagian daerah antara garis isohyet (topografi). 2.4 Analisis Frekuensi Dalam perhitungan untuk keperluan analisa mencari rata-rata hujan rencana, dibutuhkan analisa distribusi frekuensi, ini dimaksudkan untuk mendapatkan besaran curah hujan rancangan yang ditetapkan berdasarkan patokan perencanaan tertentu. Untuk keperluan analisa ditetapkan curah hujan dengan periode ulang 5,10,25,50 dan 100 tahun. Dalam statistik dikenal beberapa parameter yang berkaitan dengan analisis data yang meliputi : Tabel 1: Parameter Statistik Analisis Frekuensi Parameter Rumus Rata-rata
Simpangan baku Koefisien variasi Koefisien skewness Koefisien kurtosis (Singh, 1992). Dalam analisis frekuensi, hasil yang diperoleh tergantung pada kualitas dan panjang data. Makin pendek data yang tersedia, makin besar penyimpangan yang terjadi. Menurut Soemarto (1987), dalam ilmu statistik dikenal beberapa macam distribusi dan empat jenis distribusi yang umum digunakan dalam bidang hidrologi, adalah : 1. Distribusi Normal 2. Distribusi Log Normal 3. Distribusi Log-Pearson Type III dan 4. Distribusi Gumbel Distribusi Log Pearson Type III
ISSN No. 2085 - 0859
Langkah-langkah ...(2.4) penggunaan distribusi Log Pearson Type III adalah sebagai berikut : 1. Mengubah data ke dalam bentuk logaritmis, X = log X, 2. Nilai rata-rata:
3. Standar Deviasi:
4. Koefisien kemencengan (coeffisient skew):
5. Hitung logaritma periode ulang T:
hujan
dengan
(Lingsley, 1975) Dimana : = nilai rata-rata n = banyak data Sd = standar deviasi Cs = koefisien Skewness Sehingga nilai X bagi setiap tingkat probabilitas dapat dihitung dari persamaan: Log Xt = G.(Sd) hubungan antara koefisien skewness dengan kala ulang nilai Xt didapat dari anti LogXt. 2.5 Uji Kesesuaian Distribusi Setelah memilih distribusi yang akan digunakan sesuai, kemudian dilakukan uji kesesuaian distribusi untuk mengetahui kebenaran analisa curah hujan rancangan baik secara simpangan data vertikal ataupun simpangan horizontal. Uji kesesuaian distribusi ini digunakan beberapa uji, yaitu: Uji Smirnov Kolmogorov Uji Chi Square 2.5.1 Uji Smirnov Kolmogorof Pengujian Smirnov Kolmogorof ini digunakan untuk menguji simpangan secara horizontal yaitu merupakan selisih/persimpangan maksimum antara distribusi teoritis dan empiris (Δ maks). Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut: Dimana:
Jurnal Teknika Vol. 5 No.1 Maret 2013
Δ maks = selisih data probabilitas teoritis dan empiris Pt = peluang teoritis Pe = peluang empiris Perhitungan peluang empiris dengan persamaam Weibull (CD. Soemarto, 1995), sebagai berikut:
Dimana: Pe = peluang (%) m = nomor urut data n = jumlah data Kemudian dibandingkan antara Δmaks dan Δcr (dari Tabel 2.4). Apabila Δmaks < Δcr maka distribusi frekuensi tersebut dapat diterapkan untuk data yang ada.
Tabel 2. Nilai Kritis Uji Smirnov Kolmogorov α N 0,2 0,1 0,05 0,01 5 0,45 0,51 0,56 0,67 10 0,32 0,37 0,41 0,49 15 0,27 0,30 0,34 0,40 20 0,23 0,26 0,29 0,36 25 0,21 0,24 0,27 0,32 30 0,19 0,22 0,24 0,29 35 0,18 0,20 0,23 0,27 40 0,17 0,19 0,21 0,25 45 0,16 0,18 0,2 0,24 50 0,15 0,17 0,19 0,23 N> 1,07/(N 1,22/(N 1,36/(N 1,63/(N 0,5 0,5 0,5 0,5 50 ) ) ) ) 2.5.2 Uji Chi Square Pengujian Chi Square yang dimaksudkan untuk menentukan apakah persamaan distribusi peluang yang telah dipilih dapat mewakili dari distribusi statistik sampel data yang dianalisis. Rumus :
Jumlah distribusi dihitung dengan rumus sebagai berikut : Dimana : G = jumlah sub-kelompok k = jumlah kelas distribusi
ISSN No. 2085 - 0859
n = banyak data Of = frekuensi yang terbaca pada kelas yang sama Ef = frekuensi yang diharapkan sesuai pembagian kelasnya Agar distribusi frekuensi yang dipilih dapat diterima, maka harga X²Hit < X² Cr harga X²cr dapat diperoleh dengan menentukan taraf signifikan α dengan derajat kebebasannya (level of significant). 2.6 Distribusi Hujan Jam-Jaman Dalam perhitungan distribusi hujan jamjam menggunakan rumus Mononobe. Persamaannya adalah sebagai berikut :
Dimana : R24= curah hujan efektif dalam satu hari (mm) T=waktu dari awal hujan sampai ke T (jam) t= lamanya curah hujan (jam), diambil 6 jam RT= rerata intensitas hujan dari awal sampai jarak ke T (mm/jam) Dari hasil perhitungan rerata intensitas hujan satuan kemudian dihitung prosentase distribusi hujan satuannya. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut : Dimana : Rt=curah hujan pada jam ke T RT= rerata intensitas hujan dalam T jam t= lamanya curah hujan (jam) RT-1=intensitas hujan dalam (t-1) Setelah didapat nilai prosentase distribusi hujan satuan, kemudian dihitung sebaran curah hujan efektif jam-jaman. Persamaannya adalah sebagai berikut : Dimana : Rn=curah hujan efektif (mm) C= koefisien pengaliran R= curah hujan rancangan (mm) 2.7 Debit Banjir Rancangan Debit ...(2.14) rancangan (design flood) ditakrifkan sebagai besaran banjir yang menentukan ...(2.15) untuk mendimensi bangunanbangunan hidraulik atau struktur kaitannya sedemikian rupa sehingga kerusakan yang ditimbulkan baik langsung maupun tidak langsung oleh banjir tidak boleh terjadi selama ...(2.16) besaran banjir itu tidak terlampaui. Banjir rancangan dapat berupa debit puncak, volum
Jurnal Teknika Vol. 5 No.1 Maret 2013
banjir, tinggi muka air maupun hidrograf (Sri Harto, 1993). Pada analisa debit puncak akan dilakukan perhitungan dengan menggunakan hidrograf satuan sintetik Gama I dan Snyder. 2.7.1 Hidrograf Satuan Teori hidrograf satuan yang pertama kali dikembangkan oleh Sherman (1932) ditaktifkan sebagai hidrograf limpasan langsung yang dihasilkan oleh hujan mangkus satu satuan kedalaman yang tersebar merata di seluruh DAS dengan intensitas tetap selama satu satuan waktu (Sherman, 1932; Chow, 1964; Givler, 1972; Sri Harto, 1985). Menurut Sri Harto (1993), hidrograf satuan mempunyai dua andaian pokok, yaitu: 1. Hidrograf satuan ditimbulkan oleh hujan yang terjadi merata di seluruh DAS (spatialy evenly distributed). 2. Hidrograf satuan ditimbulkan oleh hujan yang terjadi merata selama waktu yang ditetapkan (constant intensity). Selain itu, konsep hidrograf juga didasarkan pada tiga buah landasan pemikiran (postulates): 1. Ordinat hidrograf satuan sebanding dengan volume hujan yang menimbulkannya (linier system). 2. Tanggapan DAS tidak tergantung dari waktu terjadinya masukan (time invariant). 3. Waktu dari puncak hidrograf satuan sampai akhir hidrograf limpasan langsung selalu tetap. 2.7.1.1 Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) Gama I Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) Gama I (Sri Harto, 1993) diturunkan berdasarkan parameter-parameter DAS yang dapat diukur dari peta topografi pada penggal sungai yang ditinjau. Parameter-parameter DAS tersebut dapat ditakrifkan sebagai berikut ini : 1. Faktor sumber (SF) yaitu perbandingan antara jumlah panjang sungai-sungai tingkat satu dengan jumlah panjang sungai-sungai semua tingkat. 2. Frekuensi sumber (SN) yaitu perbandingan antara jumlah pangsa sungai-sungai tingkat satu dengan jumlah pangsa sungai-sungai semua tingkat. 3. Faktor lebar (WF) yaitu perbandingan antar lebar DAS yang terukur di titik sungai yang berjarak 0,75 L dengan
ISSN No. 2085 - 0859
lebar DAS yg diukur di titik di sungai yg berjarak 0,25 L dari stasiun hidrometri.
Gambar 5: Sketsa Penerapan WF 4. Luas DAS sebelah hulu (RUA) yaitu perbandingan antara luas DAS yg diukur di hulu garis yg ditarik tegak lurus garis hubung antara stasiun hidrometri dengan titik yg paling dekat dengan titik berat DAS, melewati titik tersebut.
Gamba 6: Sketsa Penerapan RUA 5. Faktor simetri (SIM) yaitu hasil kali antara faktor lebar (WF) dengan luas DAS sebelah hulu (RUA). 6. Jumlah pertemuan sungai (JN) antara jumlah semua pertemuan sungai di dalam DAS tersebut. Jumlah ini tidak lain adalah jumlah pangsa sungai tingkat satu dikurangi satu. 7. Kerapatan jaringan kuras (D) yaitu jumlah panjang sungai semua tingkat tiap satuan luas DAS. Hidrograf satuan memiliki persamaan sebagai berikut : Dimana : Qt = debit pada jam ke t (m3/dt) Qp = debit puncak (m3/dt) t = waktu dari saat terjadinya debit puncak (jam) K = koefisien tampungan Selanjutnya hidrograf satuan diberikan dengan empat variabel pokok, yaitu waktu naik (TR), debit puncak (Qp), waktu dasar (TB) dan koefisien tampungan (K), dengan persamaan-persamaan berikut ini:
Jurnal Teknika Vol. 5 No.1 Maret 2013
1.
Waktu puncak HSS Gama I
2.
Debit puncak banjir
ISSN No. 2085 - 0859
sungai mengkonsentrasi ke suatu titik secara radial, dan banjir besar dalam waktu yang ...(2.22) cepat. ...(2.23)
3.
Waktu dasar
4.
Koefisien resesi
...(2.24) ...(2.25) Dimana : A = luas DAS (km2) L = panjang sungai utama (km) S = kemiringan dasar sungai SF = faktor sumber SN = frekuensi sumber WF = faktor lebar JN = jumlah pertemuan sungai RUA = luas DAS sebelah hulu SIM = faktor simetri (hasil kali antara WF dengan RUA) D = kerapatan jaringan kuras III. METODOLOGI PENELITIAN
Gambar 7 Diagram Alur Penelitian IV. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 Daerah Aliran Sungai (DAS) Karakterisitik Daerah Aliran Sungai (DAS) Kali Blawi berbentuk radial. DAS berbentuk radial memiliki ciri-ciri, anak-anak
Tikung
Gambar 8 DAS Kali Blawi Dalam penentuan Daerah aliran Sungai (DAS) pada Kali Blawi, perlu diperhatikan peta topografi sungai. Luas DAS Kali Blawi 760,83 km2, yang mencakup 17 kecamatan pada Kabupaten Lamongan, antara lain: Kecamatan Tikung, Kecamatan Lamongan, Kecamatan Kembangbahu, Kecamatan Sambeng, Kecamatan Sugio, Kecamatan Sukodadi, Kecamatan Pucuk, Kecamatan Kedungpring, Kecamatan Babat, Kecamatan Sekaran, Kecamatan Maduran, Kecamatan Karanggeneng, Kecamatan Kalitengah, Kecamatan Karangbinangun, Kecamatan Deket, Kecamatan Mantup, dan Kecamatan Glagah. 4.2 Analisis Data Curah Hujan Dalam proses analisis digunakan data curah hujan harian sebagai data acuan, karena ketidak tersediaan data debit sungai. Dari data curah hujan yang diperoleh, dilakukan analisis hidrologi untuk menentukan debit banjir rencana. Data curah hujan yang dipergunakan dalam perhitungan diperoleh dari 7 (tujuh) stasiun pengamatan hujan yang berpengaruh di sekitar DAS Kali Blawi, yaitu : Tabel 3 Nama-nama Stasiun Pengamatan Hujan No. Elevasi No. Nama Stasiun Stasiun (SHVP) 1. 53 Lamongan + 1,0 2. 50.a Blawi + 1,2 3. 44 Karanggeneng + 2,1 4. 45 Pucuk + 3,0 5. 1 Babat + 5,0 6. 46 Gondang + 30 7. 56 Kembangbahu + 10 Sumber : DPU. Pengairan Kab. Lamongan
Jurnal Teknika Vol. 5 No.1 Maret 2013
ISSN No. 2085 - 0859
Tabel 4 Rekapitulasi Data Curah Hujan Maksimum Tahun
R max Lmg
2002
Blawi
129
Kr. geneng Pucuk Babat Gondang Kb.bahu
136
149
75
74
111
Perhitungan curah hujan rancangan menggunakan distribusi Log Pearson Tipe III, adalah sebagai berikut: Tabel 8 Perhitungan Distribusi Log Pearson Tipe III
91
Xi (mm)
Th.
2003
65
94
102
65
102
97
112
2004
123
53
80
96
105
102
79
2005
72
70
68
125
75
109
61
2006
66
65
73
113
89
81
60
2007
77
200
119
96
94
92
86
2008
50
55
86
50
115
101
90
2009
83
81
91
120
86
90
94
2010
59
96
122
80
128
118
105
2011 92 113 99 60 94 71 84 Sumber : Hasil Analisa Uji Konsistensi Tabel 5 Rekapitulasi Uji Konsistensi No. Nama Stasiun R2 1. Lamongan 0,991 2. Blawi 0,987 3. Karanggeneng 0,996 4. Pucuk 0,988 5. Babat 0,998 6. Gondang 0,998 7. Kembangbahu 0,998 Sumber: Hasil Perhitungan Jika nilai R2 semakin mendekati nilai 1, maka data tersebut konsisten dan memiliki keterkaitan yang tinggi terhadap stasiun yang lain. Dari hasil uji konsistensi dari masingmasing stasiun di atas, diperoleh nilai R2 mendekati nilai 1, yang artinya data tersebut konsisten semua. Analisis Data Curah Hujan Rata-Rata Tabel 7 Luas Daerah Pengaruh Stasiun Hujan Nama Stasiun Hujan
Poligon Thiessen Faktor Luas DAS (km²) Bobot (%)
1
Lamongan
161,11
21,18
2
Blawi
86,38
11,35
3
Karanggeneng
83,05
10,92
4
Pucuk
166,03
21,82
5
Babat
33,02
4,34
6
Gondang
83,76
11,01
7
Kembangbahu
147,48
19,38
Jumlah
760,83
100,00
No.
Sumber : Hasil Perhitungan Analisis Frekuensi Curah Hujan Rencana Distribusi Log Pearson Tipe III
2010 70,69 2003 78,39 2002 84,39 2005 84,97 2006 86,57 2011 92,84 2007 93,07 2009 94,75 2004 103,83 2008 108,46 Jumlah 897,97 Rerata 89,80 Sd. Dv 11,29 Skewness (Cs)
P (%)
Log Xi
9,09 18,18 27,27 36,36 45,45 54,55 63,64 72,73 81,82 90,91
1,85 1,89 1,93 1,93 1,94 1,97 1,97 1,98 2,02 2,04 19,50 1,95 0,06 -0,24
Log XiLog X -0,10 -0,06 -0,02 -0,02 -0,01 0,02 0,02 0,03 0,07 0,09
(Log Xi-Log X)² 0,010159 0,003119 0,000568 0,000435 0,000163 0,000311 0,000348 0,000700 0,004381 0,007248 0,027433
(Log XiLog X)3 -0,001024 -0,000174 -0,000014 -0,000009 -0,000002 0,000005 0,000007 0,000019 0,000290 0,000617 -0,000285
Sumber : Hasil Perhitungan Perhitungan Standar Deviasi (Si)
Perhitungan Koefisien Skewness
tuk nilai Cs = -0,2 dan Cs = -0,3 didapat nilai K (koefisien Pearson Tabel 10 Interpolasi Data Koefisien Pearson untuk Cs = -0,24 Tr 5 10 25 50 100 Cs = 0,851 1,253 1,667 1,926 2,152 -0,24 Sumber : Hasil Perhitungan Contoh perhitungan nilai koefisien pearson: Cs = -0,24 ; kala ulang 5 tahun
Tabel 11 Curah Hujan Rancangan Metode Log Pearson Tipe III dengan Berbagai Kala Ulang Curah Std Hujan R Devias Skewnes Rancan No Tr rata2 i s Pel K g (tahun (% m ) (Log) (log) (Cs) ) Log m [1 [7 ] [2] [3] [4] [5] [6] ] [8] [9] 1 2
5 10
1,95 1,95
0,06 0,06
-0,24 -0,24
20 10
0,85 1,25
2,00 2,02
99,34 104,5
Jurnal Teknika Vol. 5 No.1 Maret 2013
3
25
ISSN No. 2085 - 0859
1,95
0,06
-0,24
4
1,66
2,04
4 50
1,95
0,06
-0,24
2
1,92
2,06
5 100
1,95
0,06
-0,24
1
2,15
2,07
5 110,1 9 113,8 8 117,2 0
Sumber : Hasil Perhitungan Dari perhitungan didapat nilai D max = 0,068 Dari tabel 2.4 (Bab II) didapat nilai D kritis, dengan n = 10, adalah sebagai berikut: n = 10 dan α = 5%, maka Δ kritis = 0,41 n = 10 dan α = 1%, maka Δ kritis = 0,49 Δ max < Δ kritis, maka pemilihan distribusi Log Pearson Tipe III memenuhi syarat/sesuai. 4.5 Distribusi Hujan Jam-Jaman Dalam perhitungan distribusi hujan jamjam menggunakan rumus Mononobe sebagai berikut :
Maka diperoleh rerata intensitas hujan satuan, sebagai berikut : Tabel 12 Intensitas Hujan Satuan T (jam) Jam 1 Jam 2 Jam 3 Jam 4 Jam 5 Jam 6
t (jam) 6 6 6 6 6 6
nilai koefisien pengaliran 0,45 (Bab II Tabel 2.6). Persamaannya adalah sebagai berikut : Kala ulang 100 tahun Tabel 13 Perhitungan Curah Hujan Efektif Jam-Jaman (100 th) R efektif No R Jam R 100 Koef Pro . ke (mm) Pengaliran efektif sentase (mm)
jamjaman
(mm )
1.
1
117,20 0,45
52,74 55,03% 29,02
2.
2
117,20 0,45
52,74 14,30% 7,54
3.
3
117,20 0,45
52,74 10,03% 5,29
4.
4
117,20 0,45
52,74 7,99%
4,21
5.
5
117,20 0,45
52,74 6,75%
3,56
6.
6
117,20 0,45
52,74 5,90%
3,11
Sumber : Hasil Perhitungan 4.6 Waktu Konsentrasi Diketahui : Panjang saluran (L) (mm):760,83 km2 Kemiringan saluran (S) (m/m): 0,0005
RT 0,550 0,347 0,265 0,218 0,188 0,167
R24 R24 R24 R24 R24 R24
Sumber : Hasil Perhitungan Dari hasil perhitungan rerata intensitas hujan satuan kemudian dihitung prosentase distribusi hujan satuannya, dengan rumus sebagai berikut : Tabel 13 Distribusi Hujan Satuan t RT Rt Prosentase (jam) Jam 1 0,550 0,550 55,03% Jam 2 0,347 0,143 14,30% Jam 3 0,265 0,100 10,03% Jam 4 0,218 0,080 7,99% Jam 5 0,188 0,067 6,75% Jam 6 0,167 0,059 5,90%
Sumber : Hasil Perhitungan Setelah didapat nilai prosentase distribusi hujan satuan, kemudian dihitung sebaran curah hujan efektif jam-jaman, dengan
Maka diperoleh intensitas hujan sebagai berikut: Tabel 14 Perhitungan Intensitas Hujan Curah Tr Hujan Tc Intensitas (Tahun) Max (mm/jam) 5 99,34 2,48 18,78 10 104,55 2,48 19,77 25 110,19 2,48 20,83 50 113,88 2,48 21,53 100 117,20 2,48 22,16 Sumber: Hasil Perhitungan 4.7 Debit Banjir Rancangan 4.7.1 Hidrograf Satuan Sintetik Gama I Perhitungan debit banjir rancangan dengan Hidrograf Satuan Sintetik Gama I menggunakan persamaan 2.21 sampai dengan persamaan 2.25 (Bab II). Data-data yang digunakan dalam perhitungan HSS Gama I DAS Kali Blawi adalah sebagai berikut: Tabel 15 Karakteristik Sungai No.
Karakteristik
Notasi Satuan
Nilai
Jurnal Teknika Vol. 5 No.1 Maret 2013
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Panjang sungai utama Lebar DAS 1/4 L Lebar DAS 3/4 L Luas DAS Luas DAS hulu Jumlah pertemuan sungai Jumlah pangsa sungai tingkat I Jumlah pangsa sungai semua tingkat Jumlah panjang sungai semua tingkat Jumlah panjang sungai tingkat I Slope sungai utama Panjang sungai ke titik berat DAS
ISSN No. 2085 - 0859
L WL WU A Au
km km km km2 km2
22 28,29 21,13 760,83 367,24
c
bh
8
d
bh
8
e
bh
13
LN
km
126,5
LI S
km
83,5 0,0005
Lc
km
6,35
Sumber: Hasil Analisa
Parameter-parameter DAS adalah sebagai berikut: 1. Faktor sumber (SF)
2. Frekuensi sumber (SN)
3. Faktor lebar (WF)
5. Waktu naik (TR)
6. Debit puncak banjir (QP)
7. Waktu dasar (TB)
8. Koefisien tampungan (K)
Dari hasil perhitungan debit banjir banjir rancangan didapat nilai debit banjir rancangan dengan kala ulang 5th, 10th, 25th, 50th, dan 100 th, sebagai berikut:
Tabel 16 Perbandingan Debit Rancangan Kala Ulang Q puncak (Tr/Tahun) Gama I 5 394,544 10 414,074 25 435,214 50 449,013 100 461,463 Sumber: Hasil Analisa
Banjir
4. Luas DAS sebelah hulu (RUA)
5. Faktor simetri (SIM) yaitu hasil kali antara faktor lebar (WF) dengan luas DAS sebelah hulu (RUA).
6.
7.
Jumlah pertemuan sungai (JN) antara jumlah semua pertemuan sungai di dalam DAS tersebut. Kerapatan
jaringan
kuras
(D)
Selanjutnya hidrograf satuan diberikan dengan empat variabel pokok, yaitu waktu naik (TR), debit puncak (QP), waktu dasar (TB) dan koefisien tampungan (K), dengan persamaan-persamaan berikut ini:
V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Intensitas hujan maksimum pada DAS Kali Blawi sebesar 22,16 mm/jam dalam kala ulang 100 tahun dengan waktu konsentrasi 2,48 jam. 2. Dari hasil analisis debit banjir rancangan menggunakan HSSGama I Q puncak Kala Ulang Gama I (Tr/Tahun) (m3/dt) 5 394,544 10 414,074 25 435,214 50 449,013 100 461,463
Jurnal Teknika Vol. 5 No.1 Maret 2013
Perhitungan debit banjir dengan menggunakan HSS Gama I menghasilkan debit puncak sebesar 461,463 m3/dt, pada kala ulang 100 tahun.
5.2 Saran Untuk mengurangi debit banjir yang melebihi kapasitas Kali Blawi dapat dilakukan beberapa alternatif, antara lain: 1. Normalisasi Kali Blawi, yaitu pengerukan Kali Blawi agar lebih maksimal dalam memperlancar pembuangan air banjir ke Bengawan Solo. 2. Pembuangan air menggunakan pompa di bagian hilir tepatnya di Sluis Kuro ke sungai Bengawan Solo pada saat air Bengawan Solo tinggi. 3. Pengerukan waduk-waduk dan rawa-rawa yang berada di selatan Kali Blawi untuk menampung debit air sungai yang mengarah ke Kali Blawi, selain berguna untuk mengurangi debit air yang masuk ke Kali Blawi juga dapat digunakan untuk kepentingan irigasi. Daftar Pustaka Lamongankab, 2011. Uraian Singkat Bengawan Jero. http://www.lamongankab.go.id/instansi/dinas_ pu_pengairan. [05 Maret 2012 pukul 09.20 WIB]. Loebis, J., 1992. Banjir Rencana dan Bangunan Air. Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta. Martha, Joyce, 1991. Mengenal Dasar-Dasar Hidrologi. Nova, Bandung. Sandi, I Made, dkk, 1985. Geomorfologi Terapan. Jurusan Geografi MIPA Universitas Indonesia, Jakarta. Soemarto, C.D., 1987. Hidrologi Teknik. Usaha Nasional, Surabaya. Sosrodarsono, Suyono. dan K. Takeda , 1999. Hidrologi Untuk Pengairan. Pradnya Paramita, Jakarta.
ISSN No. 2085 - 0859