SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 | DISKURSUS
Akulturasi Langgam Arsitektur pada Elemen Pintu Gerbang Masjid Agung Yogyakarta Firdha Ruqmana
[email protected] M ahasisw a S arjana P rogram S tudi A rsitektur, S ekolah A rsitektur, P erencanaan dan P engembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung
Abstrak Masjid Agung Yogyakarta (dikenal dengan Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta) merupakan fasilitas komplek Keraton Yogyakarta yang berada di sebelah barat Alun -Alun Kota Yogyakarta. Konon, masjid ini pertama kali dibangun pada tahun 1773 dan pembangunannya dilkaukan secara bertahap pada setiap masa pemerintahan Keraton Yogyakarta. Pintu gerbang Masjid Agung Yogyakarta sendiri dibangun pada masa pemerintahan Sult an Hamengkubuwono V, yaitu sekitar tahun 1840. Terdapat dua pintu gerbang pada bagian timur masjid, yaitu gerbang depan dan gerbang timur. Pintu gerbang atau gapura ini memiliki makna simbolik sebagai bagian dari tempat ibadah. Kedua gerbang tersebut juga memiliki gaya arsitektur yang menarik karena diyakini terdapat pencampuran antara elemen arsitektur tradisional jawa dan arsitektur klasik eropa. Akult urasi kedua langgam tersebut akan dibahas pada penulisan ini dengan tujuan mengkaji kembali nilai-n ilai arsitektur pada elemen pintu gerbang Masjid Agung Yogyakarta ini sebagai salah satu elemen bangunan cagar budaya yang dilindungi. Kata-kunci: arsitektur tradisional jawa, gerbang, klasik, Masjid Agung Yogyakarta
Pendahuluan Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat merupakan salah satu kerajaan Islam di Indonesia. Menurut sejarahnya, dahulu kerajaan in i bernama Kerajaan Mataram Islam, yang kemudian terpecah menjadi dua kerajaan besar, yaitu Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat (berpusat di Yogyakarta) dan Kesunanan Surakarta (berpusat di Surakarta). Kebijakan tersebut berlaku sejak ditandatanganinya Perjanjian Giyanti pada tanggal 13 Februari 1755. Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat tersebut kemudian berganti nama menjadi Keraton Yogyakarta. Pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengkubuwono I (1755 -1792), dibangunlah Masjid Gedhe Kauman (kini bernama Masjid Agung Yogyakarta), sebagai bentuk persembahan Sultan kepada kaum Dhuafa dan juga menunjukkan sisi spiritual dari Keraton Yogyakarta. Atas prakarsa tersebut, Sri Sultan Hamengkubuwono I menunjuk Kyai Wiryokusumo sebagai arsitek pembangunan masjid dan Kyai Faqih Ibrahim Diponingrat sebagai penghulu keraton pertama. Masjid ini mulai dibangun pada tahun 1773 M dan terletak pada ahan di sebelah barat Alun -Alun Yogyakarta (Gambar 1.). Hal ini sebagaimana ciri khas kawasan kerajaan Islam di Jawa, yang meletakkan Alun-Alun di tengah, pusat kerajaan di sebelah selatan dan pusat spiritual (masjid) di sebelah barat.
Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | A 103
Akulturasi Langgam Arsitektur pada Elemen Pintu Gerbang Masjid Agung Yogy akarta
Gambar 1. Masjid Agung Yogyakarta berada di sebelah barat Alun-Alun Yogyakarta. Dibjapranata, 1940. Pada awalnya bangunan masjid ini hanya berdiri satu massa bangunan utama dan berukuran kecil, namun terus mengalami perkembangan pada setiap masa pemerintahan Keraton Yogyakarta. Peningkatan jumlah jemaah masjid juga menjadi faktor perluasan serambi masjid. Selain untuk sholat, serambi ini juga digunakan sebagai tempat pertemuan alim ulama, pengajian, pernikahan, mahkama untuk mengadili terdakwa, bahkan pengadilan perceraian. Selain itu, di sekitar masjid juga dibangun permukiman bagi para pengurus masjid dan masyarakat sekitar kerajaan, yang saat ini disebut sebagai Kampung Kauman. Setelah hampir satu abad, bangunan ini tidak memiliki gerbang, akhirnya dibangunlah pintu gerbang pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengkubuwono V. Pintu gerbang ini biasa disebut d engan regol atau gapura. Secara keseluruhan, terdapat lima pintu gerbang dari empat arah mata angin. Di sebelah timur masjid, terdapat dua pintu gerbang, yaitu gerbang depan dan gerbang timur. Kedua gerbang ini memiliki bentuk yang berbeda, meskipun berada pada satu garis lurus. Gaya arsitektur yang dianut pada bentuk gerbang ini juga beragam yaitu antara arsitektur tradisional jawa dan arsitektur klasik eropa.
A 104 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017
Firdha Ruqmana
Gambar 2. Gerbang depan Masjid Agung Yogyakarta tahun 1926. Koleksi Tropenmuseum.
Gambar 3. Gerbang Timur Masjid Agung Kauman Yogyakarta tahun 1930. Koleksi KITLV
Akulturasi tersebut diyakini terjadi karena masuknya langgam arsitektur eropa yang dibawa oleh kolonial Belanda dan banyak diterapkan pada bangunan di Indonesia. Hal tersebut terjadi pada beberapa bangunan arsitektur di Indonesia, seperti pada Keraton Yogyakarta dan sekitarnya, termasuk pada Gerbang Masjid Agung Yogyakarta. Sejarah Pembangunan dan Perkembangan Masjid A gung Yogyakarta Menurut sejarah yang dikutip pada artikel Kementrian Agama, Masjid Agung Yogyakarta dibangun pada tanggal 29 Mei 1773 di bawah kepemimpinan Hamengkubuwono I. Dahulu bangunan masjid hanya terdiri dari bangunan utama dan berukuran kecil. Kemudian, karena jumlah jamaah masjid yang semakin banyak, maka pada tahun 1775 dibangunlah serambi masjid . Pada halaman di sebelah kiri dan kanan masjid dibangun tempat untuk menyimpan gamelan, tempat tersebut disebut pagongan. Gamelan ini biasa dibunyikan pada saat sekaten.
Gambar 4. Batu Pengesahan tanda mulai didirikannya Masjid Agung Yogyakarta. Dokumentasi pribadi, 2017. Pada masa pemerintahan Hamengkubuwono V, akhirnya dibangunlah gerbang masjid. Terdapat lima gerbang masjid, dengan dua gerbang berada di sebelah timur, yaitu gerbang depan (regol) dan gerbang timur. Gerbang depan (regol) atau yang biasa disebut dengan gapuro. Disebutkan bahwa gapuro berasal dari Bahasa arab yaitu “ghofuro” yang berarti ampunan dosa. Diharapk an manusia yang hendak ke masjid dengan melewati gapuro dan memiliki niat baik memasuki Islam, maka akan diampuni dosanya oleh Allah SW T. Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | A 105
Akulturasi Langgam Arsitektur pada Elemen Pintu Gerbang Masjid Agung Yogy akarta
Pada tahun 1867, Yogyakarta mengalami bencana gempa yang mengakibatkan serambi Masjid Agung runtuh, Tidak hanya itu, regol atau gapuro juga ikut runtuh. Setahun kemudian, pada masa pemerintahan Hamengkubuwono VI serambi masjid kembali dibangun dengan ukuran dua kali lebih besar dari sebelumnya. Gapuro juga kembali dibangun pada tahun 1869. Kedua gerbang tersebut memiliki desain yang berbeda dan konon memiliki perpaduan langgam arsitektur yaitu antara arsitektur tradisional jawa dan arsitektur klasik eropa Selanjutnya dibangunlah pejagan atau tempat bagi penjaga keamanan masjid yang terletak di kiri dan kanan gapuro masjid. Pembangunan ini dlaksanakan sekitar tahun 1917. Gedung pejagan ini juga merupakan markas Asykar Perang Sabil untuk membantu TNI melawan agresi Belanda pada saat itu. Setelah masa itu, pemugaran tetap terjadi pada bangunan Masjid Agung Yogyakarta, seperti pergantian material lantai yang awalnya terbuat dari batu kali menjadi berbahan marmer. Begitu juga dengan atap yang kemudian diganti dengan material seng wiron, setelah sebelumnya menggunakan sirap. Akulturasi Langgam Arsitektur pada Elemen Gerbang Depan (Gapuro) Masjid Agung Yogyakarta
Gambar 5. Gerbang depan (Regol atau Gapuro) Masjid Agung Yogyakarta. Dokumentasi pribadi, 2017.
Gerbang depan Masjid Agung Yogyakarta disebutkan memiliki akulturasi langgam arsitektur. Gerbang depan tersebut menerapkan arsitektur tradisional jawa dengan menggunakan tipe Joglo Semar Tinandu. Akan tetapi, kolom penyangga atapnya menggunakan jenis kolom klasik eropa. Menurut Purwani (2001:31), arsitektur tradisional jawa tipe Joglo Semar Tinandu memiliki ciri khas sebagai berikut. 1. 2. 3. 4.
Denah berbentuk persegi panjang. Memiliki dua buah sakaguru dan dua buah pengeret. Dua sakaguru terletak di tengah Tiang yang digunakan berjumlah 8 buah di pinggir
A 106 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017
Firdha Ruqmana
Gambar 6. Potongan dan denah tipe Joglo Semar Tinandu. Purwani, 2001 Berdasarkan keterangan di atas, gapuro Masjid Agung Yogyakarta telah memiliki keempat ciri khas dari tipe Joglo Semar Tinandu. Bentuk atapnya pun sudah berbentuk atap dengan tipe Joglo. Akan tetapi yang berbeda adalah konstruksinya, karena sudah tidak lagi menggunakan kolom kayu berpondasi umpak, melainkan menggunakan kolom bergaya eropa yang gagah dengan material betonnya. Dijelaskan dalam tulisan Purwani (2001:45), bahwa arsitektur klasik memiliki ciri-ciri sebagai berikut. 1.
2.
Bentuk a. Bentuk kolom mengecil ke atas b. Kepala kolom berbentuk lima order klasik c. Penampang kolom berbentuk lingkaran d. Bentuk pediment, entablature, arch serta elemen yang menyertainya e. Adanya bentuk polygon Ornamen a. Ornamen biasanya ditempatkan pada bagian tengahpediment kolom, abacus dan pada titik-titik yang berada di atas kolom. b. Tekstur yang digunakan pada kolom, umumnya adalah garis-garis vertikal, polos dan bentuk terpilin
Jika mengacu pada ciri-ciri arsitektur klasik tersebut, maka pada Gapuro Masjid Agung Kauman Yogyakarta terdapat. 1. 2. 3.
Kolom eropa Kepala kolom Elemen vertikal yang polos dan berbentuk pilin
Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | A 107
Akulturasi Langgam Arsitektur pada Elemen Pintu Gerbang Masjid Agung Yogy akarta
Kesimpulan Berdasarkan pembahasan di atas, maka didapat bahwa terjadi akulturasi langgan arsitektur tradisinoal jawa dengan langgam arsitektur klasik eropa, terutama pada bangunan gerbang depan atau Gapuro.Bentuk Joglo Semar Tinandu menjadi bukti bahwa pada masa itu sangat dijunjung ciri khas dari arsitektur local, namun karena adanya oengaruh dari colonial Belanda maka sangat mungkin terjadi pencampuran budaya arsitektur yang dibawa dari tanah eropa. Ucapan Terima Kasih Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dosen Program Studi Arsitektur, ITB, Bapak Dr. Eng Bambang Setiabudi, M.T. yang telah membantu penulis dalam mendiskusikan topik artikel. Terima kasih kepada teman-teman AR4121 Arsitektur Islam yang telah bersedia memberi masukan atas tulisan ini dan mendiskusikannya pada pertemuan kelas. Daftar Pustaka Dibjapranata, S. et.al. (1940). Djawa. Yogyakarta: Java Instituut. Purwani, O. (2001). Identifikasi Elemen Arsitektur Eropa pada Kraton Yogyakarta. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
A 108 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017