1
AKTIVITAS HEPATOPROTEKTOR DAN TOKSISITAS AKUT EKSTRAK AKAR ALANG-ALANG (Imperata cylindrica)
RINI ARIANTI
DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
2
ABSTRAK RINI ARIANTI. Aktivitas Hepatoprotektor dan Toksisitas Akut Ekstrak Akar Alang-Alang (Imperata cylindrica). Dibimbing oleh WARAS NURCHOLIS. Alang-alang (Imperata cylindrical) merupakan tanaman liar yang secara tradisional sering digunakan untuk mengobati demam, batuk, radang ginjal akut, tekanan darah tinggi, dan hepatitis akut. Penelitian ini bertujuan mempelajari tingkat keamanan melalui uji toksisitas akut, mengkaji khasiat hepatoprotektor, serta menganalisis kandungan fitokimia ekstrak etanol akar alang-alang pada tikus Wistar yang diinduksi parasetamol. Parameter uji biokimia yang digunakan untuk menganalisis aktivitas hepatoprotektor adalah enzim transaminase alanin aminotransferase (ALT) dan aspartat amino transferase (AST). Kerusakan jaringan hati akan dievaluasi melalui uji histopatologi. Akar alang-alang yang diekstrak menggunakan etanol 70% menghasilkan rendemen sebesar 12.48%. Analisis fitokimia menunjukkan bahwa esktrak etanol akar alang-alang mengandung alkaloid dan triterpenoid. Ekstrak etanol akar alang-alang dosis 750 mg/Kg BB berkhasiat sebagai hepatoprotektor, hal ini didasarkan pada hasil analisis aktivitas ALT dan AST dengan nilai secara berurutan 68.6 dan 221.2 U/L (kelompok normal), 222.2 dan 509.6 U/L (kelompok dosis 750 mg/Kg BB), 491.2 dan 576.4 U/L (kelompok kontrol positif), 517.4 dan 527.8 U/L (kelompok dosis 500 mg/Kg BB), 555.6 dan 660.0 U/L (kelompok kontrol negatif), dan 558.4 dan 595 U/L (kelompok dosis 250 mg/Kg BB). Jaringan hati tikus yang diberi ekstrak etanol akar alang-alang 750 mg/kg BB tidak menunjukkan kerusakan seperti fibrosis dan tanda-tanda lainnyapada uji histopatologi organ hati. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, ekstrak etanol akar alang-alang memiliki khasiat sebagai hepatoprotektor.
3
ABSTRACT RINI ARIANTI. Activity of Hepatoprotector and Acute Toxicity of Cagon Grass (Imperata cylindrica) Root Extract. Under the direction of WARAS NURCHOLIS.
Cagon grass (Imperata cylindrica), a wild plant, is one of the herbs plant that has been used traditionally to threat fever, cough, hypertensi, and acute hepatitis. This research was designed to study the safety level by acute toxicity test and analyze hepatoprotector activity of ethanol extract from root of Imperata cylindrica in Wistar rats induced by paracetamol. Hepatoprotector activity was measured by using biochemical parameters such as alanine amino transferase (ALT) and aspartate amino transferase (AST) and observation of histopathology. Root of Imperata cylindrica that extracted by using ethanol 70% gave rendement about 12.48%. Phytochemical test shows that ethanol extract from root of Imperata cylindrica contains alkaloid and triterpenoid. Acute toxicity test shows that ethanol extract from root of Imperata cylindrica is practically nontoxic because its LD50 is higher than 15000 mg/Kg BB. Transaminase anzyme serum analysis shows that the induction of ethanol extract of Imperata cylindrica dose 750 mg/Kg BB gives a significant effect compared with dose 250 and 500 mg/Kg BB, even with curliv as positive control. This result based on activity of ALT and AST, 68.6 and 221.2 U/L (normal group), 222.2 and 509.6 U/L (dose 750 mg/Kg BW), 491.2 and 576.4 U/L (positive control), 517.4 and 527.8 U/L (dose 500 mg/Kg BW), 555.6 and 660.0 U/L (negative control), and 558.4 and 595 U/L (dose 259 mg/Kg BW). Liver histopathology shows there is no fibrosis and other damages in liver of group VI. This result indicates that ethanol extract from root of Imperata cylindrica has a potention as hepatoprotector.
4
AKTIVITAS HEPATOPROTEKTOR DAN TOKSISITAS AKUT EKSTRAK AKAR ALANG-ALANG (Imperata cylindrica)
RINI ARIANTI
Skripsi sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Biokimia
DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
5
JudulSkripsi Nama NIM
: Aktivitas Hepatoprotektor dan Toksisitas Akut Ekstrak Akar Alang-Alang (Imperata cylindrica). : Rini Arianti : G84080075
Disetujui Komisi Pembimbing
Waras Nurcholis, S.Si, M.Si. Ketua
Diketahui
Dr. Ir. I Made Artika, M.App.Sc Ketua Departemen Biokimia
Tanggal Lulus:
6
PRAKATA Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW dan para pengikutnya sampai akhir zaman sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Penelitian ini berjudul Aktivitas Hepatoprotektor dan Toksisitas Akut Ekstrak Akar Alang-Alang (Imperata cylindrica). Kegiatan penelitian ini dilakukan dari bulan Februari hingga Juni 2012, bertempat di Laboratorium Departemen Biokimia FMIPA IPB. Terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penelitian ini, terutama kepada Waras Nurcholis, S.Si, M.Si selaku pembimbing yang telah memberikan saran, kritik, dan bimbingannya serta orang tua dan keluarga yang selalu memberikan doa, dukungan, motivasi, kepercayaan, dan semangat bagi penulis untuk menyelesaikan penelitian ini. Tak lupa pula ucapan terima kasih kepada Nikita, Luke, Reviona, Edo, Yodi, Hendra, Tata, Mawaddah, Chrisye, dan Chika, sahabat-sahabat yang selalu memberikan dukungan dan doa. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada rekan selama penelitian Didit Haryadi atas saran, perdebatan, bantuan, dan motivasi yang diberikan. Selain itu kepada rekan Biokimia 45, 46, 44, Dian, Iqbal Syukri, Faris, Rian, Aros, Yoan, Kak Iie, Kak Ayu, Kak Berry, Kak Udin, Kak Iqbal, dan Kak Ismi yang telah memberikan bantuan, kritik, dan saran bagi penulis. Semoga penelitian ini mampu memberikan informasi dan manfaat bagi yang memerlukan.
Bogor, Oktober 2012
Rini Arianti
7
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pangkalpinang, Bangka Belitung pada tanggal 18 Mei 1991 dari ayah Markoriansyah dan ibu Hoziah. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara. Pendidikan penulis dimulai dari SD Muhammadiyah dan melanjutkan pendidikan ke SMPN 2 Pangkalpinang. Penulis lulus tahun 2008 dari SMAN 1 Kota Metro dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Penulis memilih mayor Departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum Biokimia Umum, Biokimia Klinis, dan Struktur Fungsi Biomolekuler. Penulis pernah melakukan Praktik Lapangan (PL) di Balai Pengkajian Bioteknologi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Kompleks PUSPIPTEK, Serpong, Tangerang selama periode Juli 2011 hingga Agustus 2011 dengan judul Validasi Metode Analisis Gula: Glukosa, Maltosa, Maltotriosa, dan Maltoheksosa. Beberapa organisasi yang diikuti penulis selama perkuliahan yakni Himpunan Profesi Mahasiswa Biokimia (CREBs) tahun 2010-2011 dan UKM Tenis Lapangan. Kegiatan lain penulis yakni menjadi atlet tenis lapangan pada Pekan Olahraga Provinsi Bangka Belitung. Penulis juga pernah mengikuti berbagai kepanitiaan seperti Olimpiade Mahasiswa IPB 2010 dan 2011, Lomba Karya Ilmiah Populer tahun 2010 dan 2011, Biochemistry Campionship League, Seminar Kesehatan Biokimia tahun 2011, Pertandingan Antar Alumni 8 Universitas 2012 dan IPB Tennis Competition 2010 dan 2012.
8
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................vi DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................vi DAFTAR TABEL ...............................................................................................vi PENDAHULUAN............................................................................................... 1 TINJAUAN PUSTAKA Bahan Alam Sebagai Hepatoprotektor ........................................................... 1 Alang-Alang (Imperata cylindrica)................................................................ 2 Fisiologi dan Fungsi Hati ............................................................................... 2 Parasetamol sebagai Hepatotoksik ................................................................. 3 Enzim Transaminase ALT dan AST .............................................................. 4 Uji Toksisitas Akut ........................................................................................ 4 BAHAN DAN METODE Alat dan bahan ................................................................................................ 5 Metode ............................................................................................................ 5 HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi dan Penapisan Fitokimia................................................................. 6 Toksisitas Akut ............................................................................................... 7 Uji Aktivitas ALT dan AST ........................................................................... 8 Gambaran Histopatologi Hati .........................................................................10 SIMPULAN DAN SARAN ................................................................................10 Simpulan.........................................................................................................11 Saran ...............................................................................................................11 DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................11 LAMPIRAN ........................................................................................................14
9
DAFTAR TABEL Halaman 1 Kelas toksisitas per oral ........................................................................................5 2 Hasil uji fitokimia .................................................................................................7 3 Bobot badan mencit pada uji toksisitas akut ekstrak etanol akar alang-alang (Imperata cylindrica) ............................................................................................7 4 Pengaruh pemberian ekstrak etanol akar alang-alang tehadap aktivitas ALT dan AST ................................................................................................................9 5 Skoring hasil uji histopatogi................................................................................11
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Gambar akar alang-alang ......................................................................................2 2 Gambaran sel hati Mencit .....................................................................................8 3 Gambaran sel hati Tikus......................................................................................10
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Diagram alir penelitian ....................................................................................... 15 2 Rancangan perlakuan hewan coba ..................................................................... 16 3 Uji aktivitas ALT dan AST ................................................................................ 17 4 Perhitungan dosis pemberian parasetamol, Curliv, dan ekstrak etanol akar alang-alang ...........................................................................................................18 5 Pengamatan bobot badan tikus pada masa adaptasi ............................................19 6 Pengamatan bobot badan tikus pada masa perlakuan .........................................20 7 Hasil pengukuran enzim ALT dan AST..............................................................22 8 Pengolahan data statistik data ALT.....................................................................23 9 Pengolahan data statistik data AST .....................................................................24
1
PENDAHULUAN Penyakit akibat gangguan fungsi hati (hepatitis) merupakan permasalahan besar dalam dunia kesehatan. Sampai saat ini penderita hepatitis di dunia telah mencapai 2 miliar penduduk dengan jumlah kematian lebih dari 350 ribu penduduk per tahun. Penderita hepatitis ini juga memiliki resiko cukup tinggi mengalami gangguan fungsi hati yang lebih serius seperti sirosis dan kanker hati (WHO 2011). Di Indonesia, pravelensi hepatitis mencapai 0.6% dari total penduduk Indonesia. Penyakit ini menjadi permasalahan serius karena penderitanya sebagian besar adalah penduduk usia produktif (20.7%) (Kementrian Kesehatan 2010). Pengobatan hepatitis menggunakan obat sintetik menjadi permasalahan karena harganya yang relatif mahal sehingga tidak bisa terjangkau oleh semua kalangan. Pengobatan menggunakan bahan alam (tanaman obat) dapat digunakan dalam mengatasi dan mengobati hepatitis. Pengobatan dengan cara ini memiliki beberapa keuntungan seperti harganya yang relatif murah dan efek samping yang ditimbulkan sedikit. Indonesia dengan kekayaan biodiversitas memiliki banyak tumbuhan yang dapat digunakan sebagai tanaman obat. Departemen Perdagangan Indonesia (2011) menyebutkan Indonesia memiliki sebanyak 30.000 tanaman obat dari total 40.000 tanaman obat di dunia. Alangalang (Imperata cylindrica) merupakan salah satu tanaman yang secara tradisional sudah dimanfaatkan untuk berbagai pengobatan tradisional. Alang-alang berkhasiat sebagai pembersih darah, penambah nafsu makan, radang ginjal akut, demam, batuk, darah tinggi, demam, mimisan, kencing darah, dan hepatitis akut (Djauhariya dan Hernani 2004). Penelitian mengenai potensi akar alangalang telah cukup banyak dilakukan, seperti akar alang-alang sebagai antiinflamasi (Park 2004), penghambat urinasi pada tikus (Sripanidkulchai et al. 2001), antidiuretik (Kanchanapee 1967), dan aktivitas antioksidan (Khaerunnisa 2009). Berbagai manfaat farmakologi ini ditimbulkan oleh kandungan senyawa bioaktif yang terdapat pada akar alang-alang seperti sterol, senyawa golongan flavon (flavonoid, isoflavon, flavonol), kumarat, asam malat, asam asetat, asam oksalat, kalsium, femenol, isoarbinol, dan katekol (Mazlan 1993). Terkait potensi akar alang-alang sebagai obat hepatitis akut disebabkan oleh senyawa
bioaktif yang terdapat pada akar alang-alang yang berperan sebagai hepatoprotektor (Dalimartha 2005). Aktivitas antioksidan senyawa flavonoid yang terdapat pada akar alang-alang (Khaerunnisa 2009) dapat dikaitkan dengan potensi hepatoprotektor alang-alang. Sulistiyani et al (2004) melaporkan bahwa senyawa metabolit sekunder ekstrak mahkota dewa yang berpotensi sebagai antioksidan (flavonoid dan fenolik) dapat menekan pembentukan lipid peroksida darah tikus yang dirusak fungsi hatinya menggunakan parasetamol. Penggunaan akar alang-alang secara tradisional sebagai obat hepatitis masih bersifat empiris dan belum ada penelitian ilmiah terkait potensinya sebagai obat hepatitis. Pengobatan dengan menggunakan akar alang-alang sering dianggap tidak memiliki efek samping seperti yang ditimbulkan oleh obat sintetik. Hal ini tidak bisa dijadikan sebagai dasar ilmiah mengenai khasiat dan keamanan penggunaannya sebagai obat. Tingkat toksik suatu tanaman obat yang dimungkinkan adanya senyawa toksik dalam tumbuhan perlu dilakukan untuk mengetahui dosis aman yang dapat digunakan oleh manusia dalam pengobatan. Penelitian ini bertujuan mempelajari tingkat keamanan ekstrak etanol akar alangalang melalui uji toksisitas akut pada mencit percobaan dan mengkaji khasiat hepatoprotektor ekstrak akar alang-alang pada tikus galur Wistar yang dirusak fungsi hatinya menggunakan parasetamol. Analisis dilakukan pada nilai alanin aminotransferase (ALT) dan aspartat aminotransferase (AST) sebagai parameter untuk mengevaluasi fungsi hati. Hipotesis penelitian ini adalah kandungan senyawa bioaktif yang terdapat di dalam akar alang-alang memiliki aktivitas hepatoprotektor terhadap hati tikus yang dirusak fungsinya menggunakan parasetamol.
TINJAUAN PUSTAKA Bahan Alam sebagai Hepatoprotektor Hepatoprotektor adalah senyawa atau zat yang berkhasiat melindungi sel hati terhadap pengaruh zat toksik yang dapat merusak hati, bahkan dapat memperbaiki jaringan hati yang telah rusak (Dalimartha 2005). Secara empiris telah banyak tanaman yang tumbuh di Indonesia yang digunakan oleh masyarakat sebagai obat penyakit hati, seperti brotowali, kembang merak, rebung bambu, mengkudu, tomat, jagung, pepaya, cakar ayam,
2
gandarusa, daun sendok, wortel, lidah buaya, akar kuning, temulawak dan kunyit. Namun, masih sedikit diantara tumbuhan tersebut yang telah dibuktikan secara ilmiah kebenarannya. Di Indonesia, penelitian mengenai tanaman obat yang sering digunakan oleh masyarakat sebagai obat hepatitis telah banyak dilakukan. Misalnya, penelitian yang dilakukan oleh Hardian (2008) terhadap ekstrak sapogenin akar kuning (Arcangelisia flava) dapat mencegah kerusakan hati mencit yang diinduksi parasetamol. Penelitian Amalia (2008) membuktikan daun ceplukan (Physalis angulata L.) memiliki aktivitas hepatoprotektor terhadap hati mencit jantan yang terinduksi parasetamol. Batubara (2003) dan Adji (2004) berhasil membuktikan aktivitas ekstrak saponin akar kuning sebagai hepatoprotektor. Panjaitan (2008) menguji aktivitas hepatoprotektor ekstrak akar pasak bumi. Sulistiyani et al (2004) membuktikan aktivitas hepatoproteksi ekstrak buah mahkota dewa terhadap kerusakan hati tikus yang diinduksi parasetamol. Beberapa zat aktif yang telah berhasil diisolasi dan terbukti memiliki aktivitas hepatoprotektor adalah kurkumin dari rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhizol) dan kunyit (Curcuma domestica). Selain itu, filantin dari herba meniran (Phylanthus spp), silymarin dari biji widuran (Silybum marianum), aukobosida dari herba daun sendok (Plantago mayor), minyak atsiri dari bawang putih (Allium sativum), gingerol dari rimpang jahe (Zingiber officinalis), wedelolakton dari herba urang-aring (Eclipta alba), serta andrografolid dari herba sambiloto (Andrographis paniculata) juga telah berhasil diisolasi (Dalimartha 2005). Dilihat dari strukturnya, senyawa yang bersifat hepatoprotektor meliputi senyawa golongan fenil propanoid, kumarin, lignan, minyak atsiri, terpenoid, saponin, flavonoid, alkaloid, dan xantin (Patrick 1999). Alang-alang (Imperata cylindrica) Alang-alang merupakan tumbuhan yang tergolong ke dalam marga Imperata, suku Gramineae, dengan habitus semak. Di beberapa daerah di Indonesia alang-alang dikenal dengan nama ilalang. Alang-alang merupakan tumbuhan menahun dengan tinggi 1 sampai 1.5 meter. Alang-alang tumbuh liar di lahan terbuka atau sedikit terlindung, seperti ladang atau perkebunan.Alang-alang banyak terdapat di pulau jawa dengan ketinggian tempat tumbuh dari 0-2700 mdpl
(Djauhariya dan Hernani 2009). Alang-alang dapat mempengaruhi tanaman kultivasi lain karena kebutuhan natrium yang relatif tinggi. Alang-alang dapat menurunkan pH tanah. Besarnya penurunan pH dan hambatan terhadap proses nitritifikasi menunjukkan korelasi positif dengan pertumbuhan alangalang (Santoso 1990). Alang-alang sering dimanfaatkan secara tradisional oleh masyarakat sebagai herbal. Bagian alang-alang yang sering digunakan sebagai obat adalah akar (rimpang). Akar alang-alang secara tradisional sudah sering digunakan sebagai obat-obatan tradisional, diantaranya adalah sebagai obat pembersih darah, radang ginjal akut, demam, batuk, darah tinggi, sesak napas, muntah darah, kencing nanah, mimisan, dan gangguan fungsi hati (sakit kuning atau hepatitis) (Djauhariya dan Hernani 2004). Bagian tumbuhan alangalang yang lain juga dapat digunakan sebagai makanan hewan, bahan kertas, dan untuk mengobati kurap (Heyne 1987). Akar alang-alang memiliki banyak kandungan senyawa bioaktif. Akar alangalang mengandung senyawa golongan sterol, arundoin, fermenol, isoarborinol, katekol, kumarat, asam asetat, asam malat, asam sitrat, dan kalsium. Akar dan daun alang-alang mengandung beberapa turunan flavonoid, yaitu 3,4,7-trihidroksi flavon, 2,3-dihidroksi kalkon, flavonol tersubstitusi, 6-hidroksi flavanol. Fraksi etil asetat akar alang-alang mengandung flavonoid yang termasuk ke dalam golongan flavon, flavonol, tersubstitusi pada 3-OH, isoflavon. Dalam fraksi air terkandung flavonoid golongan flavon tanpa OH bebas, flavon, flavonol tersubstitusi pada 3-OH, dan isoflavon (Mazlan 1993). Gambar akar alang-alang yang telah dibersihkan ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1 Akar alang-alang.
3
Fisiologi dan Fungsi Hati Hati merupakan organ tubuh yang besar, berwarna coklat kemerah-merahan, dan berbobot sekitar 1.4 kg pada manusia dewasa. Organ ini terletak di dalam rongga perut kanan atas, di bawah diafragma kanan, dan dilindungi tulang iga kanan bawah. Hati terbagi menjadi dua lobus, lobus kanan besarnya enam kali bagian kirinya. Setiap lobus terdiri atas ribuan lobulus yang merupakan unit fungsional. Setiap lobulus terdiri atas sel-sel hepatosit yang berbentuk kubus dan tersusun melingkar mengelilingi vena sentralis. Di antara lobulus (interlobular) terdapat saluran empedu dan kapiler (sinusoid) yang merupakan cabang vena porta dan arteria hepatika. Sinusoid dibatasi oleh sel Kupffer yang merupakan sistem retikuloendotelial dan mempunyai fungsi serupa dengan sel makrofag (Stockham dan Scott 2002). Hati melakukan berbagai aktivitas metabolik yang penting, seperti detoksifikasi, sekresi, penyimpanan cadangan makanan, hematologis, proteksi, dan juga berperan dalam proses metabolisme biomolekul (karbohidrat, lipid, asam amino, hormon dan bilirubin). Pada metabolisme tubuh, hati berperan dalam metabolisme karbohidrat, protein, dan lipid yang dikirim oleh vena porta setelah diabsorbsi dari usus. Hati dapat mensintesis lebih dari 1000 protein plasma, seperti albumin dan globulin secara de novo dari asam amino esensial dan non esensial. Hati juga dapat mensintesis asam lemak, trigliserida, kolesterol, apolipoprotein, lipoprotein, dan kolesterol ester dalam fosfolipid. Beberapa bahan hasil metabolisme ini dapat tersimpan dalam hati, seperti glikogen, trigliserida, Fe, dan Cu. Fungsi hati lainnya adalah detoksifikasi toksin dan radikal bebas, yaitu melalui reaksi konjugasi dengan beberapa senyawa yang dihasilkan di dalam hati, seperti glutation, asam glukoronat, glisin, dan asetat. Hati juga berfungsi sebagai organ pertahanan tubuh, yaitu dengan adanya sel Kupffer yang mempunyai kemampuan fagositosis sel-sel tua, partikel atau benda asing, sel tumor, bakteri, virus, dan parasit di dalam hati. Hati memiliki kapasitas cadangan yang besar, yaitu hanya dengan 10% - 20% jaringan hati yang masih berfungsi ternyata sudah cukup untuk mempertahankan hidup pemiliknya (Stockham dan Scott 2002). Kemampuan regenerasi jaringan yang mati cukup besar sehingga akan cepat digantikan dengan yang baru (Dalimartha 2005). Hati
merupakan organ yang paling sering mengalami kerusakan. Ada dua alasan mengapa hati mudah terkena racun dan kemudian mengalami kerusakan. Alasan pertama, hati menerima lebih dari 80% suplai darah dari vena porta. Vena tersebut membawa zat-zat toksik dari tumbuhan, fungi, bakteri, logam mineral, dan zat-zat kimia lain yang diserap di usus ke darah portal untuk ditransportasikan ke hati. Kedua, hati menghasilkan enzim-enzim biotransformasi untuk berbagai macam zat eksogen dan endogen untuk dieliminasi di dalam tubuh. Proses ini mungkin juga mengaktifkan beberapa zat menjadi bentuk lebih toksik dan dapat menyebabkan terjadinya perlukaan hati (Casarett dan Doull’s 1986). Parasetamol sebagai Hepatotoksin Hepatotoksin adalah senyawa yang dapat menyebabkan gangguan pada jaringan hati. Hepatotoksin mempunyai efek toksik terhadap hati dengan dosis berlebihan atau dalam jangka waktu yang lama. Hepatotoksin dapat menyebabkan gangguan pada jaringan hati tergantung pada dosis pemberian, interval waktu pemberian yang singkat antara pencernaan obat dan reaksi melawan, serta kemampuan untuk menimbulkan perubahan yang sama pada jaringan hati (Gibson 1991). Berdasarkan mekanismenya terhadap perusakan hati, hepatotoksin dibagi menjadi dua macam, yaitu hepatotoksin intrinsik dan ekstrinsik. Hepatotoksin intrinsik merupakan hepatotoksin yang dapat diprediksi, tergantung pada dosis dan melibatkan mayoritas individu yang menggunakan obat dalam jumlah tertentu. Rentang waktu antara mulainya dan timbulnya kerusakan hati sangat bervariasi, dari beberapa jam sampai beberapa minggu. Salah satu contohnya adalah parasetamol yang menyebabkan nekrosis hati yang dapat diprediksi pada pemberian over dosis. Hepatotoksin ekstrinsik atau idiosinkratik merupakan hepatotoksim yang tidak dapat diprediksi. Hepatotoksin ini terkait dengan hipersensitivitas atau kelainan metabolisme (Gibson 1991). Parasetamol atau N-asetil-p-aminofenol merupakan obat yang berkhasiat analgetik antipiretik turunan para aminofenol. Parasetamol bersifat aman jika dikonsumsi pada dosis terapi, sedangkan pada dosis tinggi dapat menyebabkan nekrosis pada hati tikus, mencit, dan manusia. Parasetamol cepat diserap secara sempurna oleh saluran pencernaan dan tersebar ke seluruh cairan tubuh. Biotransformasi parasetamol akan
4
terjadi di dalam hati. Sebagian besar akan terkonjugasi dengan asam glukoronat dan asam sulfat, sedangkan sisanya akan dioksidasi oleh sistem P-450 mikrosomal sehingga terbentuk metabolit N-asetil-pbenzokuinon (NAPKI). Senyawa ini merupakan bentuk peralihan yang bersifat reaktif dan toksik, serta mudah bereaksi dengan membran sel protein dan asam nukleat sehingga dapat merusak sel (Casarett dan Doull’s 1986). Parasetamol merupakan salah satu obat yang sering dikonsumsi oleh masyarakat, dapat menyebabkan kerusakan hati jika dikonsumsi 7.5 gram sekaligus, dan pada pemakaian 15 gram sekaligus akan menyebabkan nekrosis atau kematian sel hati. Dosis parasetamol untuk merusak hati tikus galur wistar adalah 750 mg/kg BB (Murugesh et al. 2005). Enzim Transaminase ALT dan AST Sel hati mengandung enzim-enzim transaminase dalam jumlah besar. Jika sel hati mengalami kerusakan atau nekrosis, enzimenzim tersebut akan keluar dari sel hati sehingga kadarnya akan meningkat di dalam darah. Enzim yang dapat dijadikan indikator kerusakan hati adalah alanin aminotransferase (ALT) dan aspartat aminotransferase (AST). Kedua enzim ini merupakan indikator terbaik untuk mengidentifikasi kerusakan hati karena peningkatan kedua enzim ini terjadi lebih awal dan umumnya peningkatannya lebih drastis dari enzim lainnya (Girindra 1989). Enzim ALT atau disebut juga glutamat piruvat transaminase (GPT) terdapat dalam sel-sel jaringan tubuh tetapi enzim ini paling banyak ditemukan di sel-sel hati dan terikat dalam sitoplasma. Enzim ini berperan dalam mengatalisis pemindahan gugus amino dari alanin ke asam α-ketoglutarat membentuk asam glutamat dan asam piruvat. Enzim ALT merupakan indikator terbaik dalam melihat kerusakan hati karena bersifat khas dan spesifik. Pada umumnya konsentrasi ALT lebih tinggi dibandingkan konsentrasi AST pada penyakit hati yang parah karena enzim ALT proporsinya lebih banyak pada organ hati dibandingkan organ tubuh lain (Kaplan dan Pesce 1998). Enzim AST atau disebut juga glutamat oksaloasetat transaminase (GOT) merupakan enzim mitokondria yang berfungsi mengatalisis pemindahan bolak-balik gugus amino dari asam aspartat ke asam αoksaloasetat membentuk asam glutamat dan oksaloasetat. Enzim AST tidak spesifik sebagai indikator disfungsi hati karena banyak
ditemukan pada otot rangka, pankreas, jantung dan ginjal. Kadar enzim AST akan meningkat apabila terjadi kerusakan sel yang akut seperti nekrosis hepatoseluler seperti gangguan fungsi hati dan saluran empedu, penyakit jantung dan pembuluh darah, serta gangguan fungsi ginjal dan pankreas (Kaplan & Pesce 1998). Uji Toksisitas Akut Uji toksisitas akut penting dilakukan untuk mengetahui dosis yang aman digunakan oleh manusia bagi pengobatan secara umum atau pun pengobatan terhadap gangguan fungsi hati secara khusus. Dosis aman perlu diketahui karena mengingat adanya senyawa toksik pada tumbuhan yang dapat menyebabkan keracunan jika dikonsumsi melebihi takaran. Toksisitas adalah suatu keadaan yang menandakan adanya efek toksik atau racun yang terdapat dalam suatu sediaan atau campuran bahan. Uji toksisitas akut adalah uji yang dilakukan untuk mengukur derajat efek suatu senyawa yang diberikan pada hewan coba tertentu, dan pengamatannya dilakukan pada 24 jam pertama setelah perlakuan dan dilakukan hanya satu kali. Tujuan dilakukannya uji toksisitas akut adalah untuk menentukan potensi ketoksikan akut dari suatu senyawa dan untuk menentukan gejala yang timbul pada hewan coba (Lu 1995). Data yang dikumpulkan dalam uji toksisitas akut adalah data kuantitatif berupa kisaran dosis letal dan data kualitatif yang berupa gejala klinis. Pada dasarnya tidak ada satu hewan pun yang sempurna untuk uji toksisitas akut yang nantinya akan digunakan oleh manusia. Walaupun tidak ada aturan tetap yang mengatur pemilihan spesies hewan coba, yang lazim digunakan pada uji toksisitas akut adalah tikus, mencit, marmut, kelinci, babi, anjing, monyet. Pada awalnya, pertimbangan dalam memilih hewan coba hanya berdasarkan ketersediaan, harga, dan kemudahan dalam perawatan. Namun, seiring perkembangan zaman, tipe metabolisme, farmakokinetik, dan perbandingan catatan atau sejarah avaibilitas juga ikut diperhatikan dan dipertimbangkan. Hewan yang paling sering digunakan adalah mencit dan tikus, sedangkan untuk uji toksisitas akut dermal hewan yang sering digunakan adalah kelinci (Casarett dan Doull’s 1986). Dosis letal 50 adalah suatu besaran yang diturunkan secara statistik untuk menyatakan dosis tunggal sesuatu senyawa yang diperkirakan dapat mematikan atau menimbulkan efek toksik pada 50% hewan
5
coba setelah perlakuan. Dosis letal 50 merupakan tolak ukur kuantitatif yang sering digunakan untuk menyatakan kisaran dosis letal. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi nilai LD50 antara lain spesies, galur, jenis kelamin, umur, berat badan, kesehatan nutrisi, dan isi perut hewan coba. Teknis pemberian juga mempengaruhi hasil, yaitu meliputi waktu pemberian, suhu lingkungan, kelembaban dan sirkulasi udara. Selain itu, kesalahan manusia juga dapat mempengaruhi hasil sehingga faktor-faktor ini harus diperhatikan sebelum penelitian dimulai. Casarett dan Doull’s (1986) membagi tingkat ketoksikan akut per oral ke dalam beberapa kelas seperti tertera pada Tabel 1 di bawah ini. Tabel 1 Kelas toksisitas per oral Kelas Super toksik Ekstrem toksik Sangat toksik Cukup toksik Sedikit toksik Secara praktis nontoksik
LD50 (mg/Kg BB) ≤5 5-50 50-500 500-5000 5000-15000 >15000
BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah akar alang-alang (Imperata cylindrica), mencit (bobot badan 15-35 gram dan usia 2 bulan), tikus jantan galur Wistar (bobot badan 130-240 gram dan usia 2-3 bulan), pakan tikus, serbuk kayu, aquades, etanol 70%, etanol 30%, alkohol medis, kapas, alumunium foil, NaOH, H2SO4, kloroform, amonia, perekasi Dragendorf, pereaksi Meyer, pereaksi Wagner, FeCl3, pereaksi Lieberman Buchard, hematoksilineosin, parasetamol, curliv, buffer Tris pH 7.8, L-aspartat, 2-oksoglutarat, laktat dehidrogenase, malat dehidrogenase, NADH, dan L-alanin. Alat-alat yang digunakan adalah oven, blender, neraca analitik, neraca kasar, kertas saring Whatman No. 1, pot plastik 20 cc dan 100 cc, rotavapor, tabung Effendorf, kandang tikus, pisau bedah, gunting, pinset, pot plastik, sarung tangan, masker, pipet mikro, sentrifus mikro Beckman, syringe, sonde, kotak pendingin, photometer 5030, dan alat-alat gelas.
Metode Ekstraksi Akar Alang-alang Akar alang-alang dicuci sampai bersih, kemudian diangin-anginkan di udara terbuka. Pengeringan selanjutnya dalam oven pada suhu 40°C lalu dibuat serbuk dengan penggilingan. Serbuk kering akar alang-alang sebanyak 1 kg diekstraksi menggunakan 7 L pelarut etanol 70% secara maserasi selama 2 hari dengan sesekali dilakukan pengadukan. Hasil maserasi disaring dengan kertas Whatmann No. 1 (sambil dilakukan penyedotan dengan pompa vakum) dan filtratnya ditampung dalam wadah plastik. Perlakuan maserasi diulang hingga 2 kali dengan menggunakan pelarut yang sama. Hasil maserasi dipekatkan dengan rotavapor hingga didapat ekstrak yang kental. Ekstrak kemudian diukur berat bersihnya. Uji Fitokimia (Harborne 1987) Uji Flavonoid dan Senyawa Fenolik. Ekstrak sampel sebanyak 0.1 g ditambah 2 mL etanol 30% sampai terendam lalu dipanaskan. Filtratnya dibagi 2, yang satu ditambah NaOH sebanyak 3 tetes 10% (b/v) dan filtrat satunya lagi ditambahkan H2SO4 sebanyak 3 tetes. Terbentuknya warna merah karena penambahan NaOH menunjukkan adanya senyawa fenolik hidrokuinon, sedangkan warna merah yang terbentuk akibat penambahan H2SO4 pekat menunjukkan adanya flavonoid. Uji Alkaloid. Sebanyak 10 mL kloroform ditambah dengan ekstrak sampel 0.1 g dan beberapa tetes ammonia. Fraksi kloroform dipisahkan dan diasamkan dengan 10 tetes H2SO4 2 M. Fraksi asam diambil kemudian ditambahkan dengan pereaksi Dragendorf 3 tetes, Meyer sebanyak 3 tetes, dan Wagner sebanyak 3 tetes. Adanya alkaloid ditandai dengan terbentuknya endapan merah oleh pereaksi Dragendorf, endapan putih oleh pereaksi Meyer, dan endapan coklat oleh pereaksi Wagner. Uji Tanin. Sebanyak 1 g serbuk bahan ditambah 10 mL akuades kemudian dididihkan selama 30 menit. Setelah dingin, campuran disaring dan filtratnya ditambah FeCl3 1% sebanyak 5 mL (b/v). Warna biru tua atau hitam menunjukkan adanya tanin. Uji Saponin. Ekstrak sampel sebanyak 0.1 g ditambah akuades 5 mL dan dipanaskan selama 5 menit. Larutan tersebut didinginkan
6
kemudian dikocok. Timbulnya busa selama ± 10 menit menunjukkan adanya saponin. Uji Triperpenoid dan Steroid. Ekstrak sampel sebanyak 0.1 g ditambah 2 mL etanol 30% kemudian dipanaskan dan disaring. Selanjutnya filtrat diuapkan dan ditambahkan eter sebanyak 1 mL. Lapisan eter ditambah dengan pereaksi Lieberman Buchard (3 tetes asam asetat anhidrida dan 1 tetes H2S04 pekat). Warna merah atau ungu menunjukkan adanya triterpenoid dan warna hijau menunjukkan adanya steroid. Uji Toksisitas Akut (OEDC 200I) Mencit percobaan diadaptasikan selama satu minggu di kandang biokimia dan ditimbang bobot badan 3 hari sekali. Dalam penentuan LD50 akan digunakan 5 kelompok dosis ( 10 mencit/kelompok), yaitu 2000, 5000, 10000, 15000, dan 20000 mg/kg BB. Satu kelompok lainnya sebagai kontrol dan hanya akan dicekok akuades. Semua hewan pada setiap kelompok hanya menerima ekstrak satu kali untuk setiap dosis yang telah ditentukan (dosis tunggal), lalu hewan diamati dan dicatat tingkat kematiannya pada 24 jam pertama untuk menentukan kisaran dosis yang tidak menimbulkan kematian dan dosis yang menimbulkan kematian guna memperoleh LD50. Pengamatan dilanjutkan hingga hari ke 14, pengamatan meliputi gejala klinis seperti nafsu makan, bobot badan, serta tingkah laku. Perlakuan Hewan Coba dan Rancangan Percobaan (Singh dan Gupta 2011) Tikus yang digunakan adalah tikus wistar berkelamin jantan berusia 2-3 bulan dengan bobot badan 130-240 gram. Tikus diadaptasikan selama satu bulan untuk menyeragamkan pola hidup dan mencegah terjadinya stres. Selama masa adaptasi tikus diberi pakan standar dan minum secara adlibitum. Tikus dikelompokkan menjadi 6 kelompok dan masing-masing kelompok terdiri atas 5 ekor.Perlakuan dilakukan selama 14 hari. Tikus kelompok I merupakan kontrol normal yang diberi akuades dan pakan normal. Tikus kelompok II merupakan kontrol negatif yang diberi parasetamol 750 mg/Kg BB dari hari ke-1 hingga hari ke-14. Kelompok III merupakan kontrol positif yang diberi curliv-plus® 80 mg/Kg BB dan parasetamol 750 mg/Kg BB dari hari ke-1 hingga 14. Kelompok IV, V, VI merupakan kelompok yang akan diberi ekstrak etanol akar alang-alang dengan dosis 250, 500, dan
750 mg/Kg BB dan parasetamol 750 mg/Kg BB. Kelompok III, IV, V, dan VI akan dicekok parasetamol 4 jam setelah pemberian curliv-plus® dan ekstrak etanol akar alangalang. Pengambilan darah untuk analisis kadar ALT dan AST dilakukan 24 jam setelah pemberian dosis terakhir. Tikus selanjutnya dinekropsi untuk diambil hatinya. Pengukuran Kadar ALT dan AST (IFCC 2002) Prinsip pengukuran aktivitas ALT dan AST adalah mengukur laju berkurangnya jumlah NADH menjadi NAD+ pada reaksi yang terjadi antara enzim dan substrat yang dapat diukur pada panjang gelombang 340 nm. Sampel darah tikus disentrifugasi pada kecepatan 3000 rpm selama 15 menit untuk mendapatkan serumnya. Setelah itu, dilakukan analisis kadar ALT dan AST. Sebanyak 100 µl serum darah tikus dicampur dengan 1000 µl reagen, kemudian diukur serapannya dengan menggunakan photometer pada panjang gelombang 340 nm. Pengukuran aktivitas kedua enzim tersebut dilakukan dengan cara yang sama, hanya saja reagen yang digunakan berbeda. Reagen yang digunakan dalam pengukuran AST mengandung buffer Tris pH 7.8 (80 mmol/L), L-aspartat (240 mmol/L), 2-oksoglutarat (12 mmol/L), laktat dehidrogenase (600 U/L), malat dehidrogenase (600 U/L), dan NADH (0.18 mmol/L). Sedangkan pereaksi yang digunakan dalam pengukuran ALT mengandung buffer Tris (100 mmol/L),Lalanin (500 mmol/L), 2-oksoglutarat (15 mmol/L), laktat dehidrogenase (1200 U/L), dan NADH (0.18 mmol/L). Analisis data Analisis statistik terhadap kadar enzim ALT dan AST dilakukan dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL), yaitu uji analysis of varian (ANOVA) dan uji lanjutan uji Duncan pada tingkat kepercayaan 95% dan taraf α=0.05. Seluruh data tersebut dianalisis menggunakan program perangkat lunak statistical analysis system (SAS).
HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi dan Penapisan Fitokimia Rendemen ekstrak etanol 70% akar alangalang setelah dipekatkan dengan vacuum rotavapor adalah 12,48%. Penelitian yang dilakukan oleh Chunlaratthanaphorn et al. (2007) menunjukkan bahwa ekstraksi
7
menggunakan air mempunyai rendemen empat kali lebih besar, 50.86%. Perbedaan rendemen ekstrak ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor seperti pelarut dan metode ekstraksi yang digunakan. Setiap pelarut memiliki tingkat kepolaran yang berbeda-beda yang akan menentukan selektivitas dalam mengekstrak komponenkomponen bioaktif yang terdapat pada akar alang-alang. Nilai rendemen ekstraksi ekstrak yang dihasilkan akan menunjukkan sifat kepolaran suatu komponen bioaktif yang terekstrak oleh pelarut yang digunakan. Selain itu, metode ekstraksi juga sangat mempengaruhi nilai rendemen ekstraksi yang digunakan. Ekstraksi dengan cara maserasi tanpa pemanasan akan menghasilkan nilai rendemen ekstraksi yang lebih rendah dibandingkan maserasi dengan cara pemanasan. Ekstraksi dengan cara pemanasan akan meningkatkan kelarutan ekstrak sehingga bahan yang terekstrak akan lebih banyak dibandingkan ekstraksi tanpa pemanasan (Pambayun et al 2007). Tabel 2 menunjukkan hasil uji fitokimia ekstrak etanol akar alang-alang. Berdasarkan hasil tersebut, ekstrak etanol akar alang-alang mengandung alkaloid dan triterpenoid. Seniwaty et al (2009) melaporkan bahwa akar alang-alang mengandung alkaloid, flavonoid, saponin, dan triterpenoid. Pada ekstrak etanol 70% tidak ditemukan senyawa flavonoid seperti yang dilaporkan pada penelitian sebelumnya. Perbedaan hasil uji fitokimia ini dapat disebabkan oleh perbedaan pelarut yang digunakan. Senyawa flavonoid merupakan senyawa yang bersifat polar dan kelarutannya sangat baik pada pelarut air dibandingkan pelarut etanol yang polaritasnya lebih rendah dibandingkan dengan air (Tiwari et al. 2011). Senyawa-senyawa fitokimia yang terkandung dalam tanaman diduga memiliki efek sinergisme terhadap aktivitas farmakologi yang ditimbulkan oleh tanaman (Vaghasiya et al. 2011). Senyawa alkaloid dan triterpenoid yang terkandung dalam akar alang-alang ini diharapkan dapat memberikan aktivitas farmakologi, salah satunya sebagai hepatoprotektor. Alkaloid dilaporkan memiliki kemampuan antioksidan terkait kemampuannya dalam menangkap senyawa radikal bebas (Benabdesselam et al. 2003) sedangkan triterpenoid dilaporkan memiliki aktivitas antioksidan (Topcu et al. 2007). Aktivitas antioksidan dan kemampuan dalam menangkap radikal bebas ini sangat berkaitan dengan mekanisme hepatoprotektor yang mungkin ditimbulkan oleh kedua senyawa ini.
Tabel 2 Hasil uji fitokimia Senyawa Fitokimia Hasil Uji Alkaloid ++ Tanin Saponin Flavonoid Steroid Triterpenoid +++ Keterangan: +: sedikit terdeteksi, ++:terdeteksi sedang, +++:terdeteksi banyak, -:tidak terdeteksi. Toksisitas Akut Pemberian dosis tunggal 2000, 5000, 10000, 15000, dan 20000 mg/Kg BB tidak menyebabkan kematian pada mencit setelah 24 jam pengamatan. Pengamatan bobot badan, setelah perlakuan tidak menunjukkan adanya gejala-gejala toksik yang timbul pada hewan uji. Bobot badan mencit pada semua kelompok mengalami peningkatan (Tabel 3). Peningkatan ini menunjukkan bahwa ekstrak etanol akar alang-alang tidak toksik setelah pemberian dosis tertinggi, yaitu 20000 mg/Kg BB. Nilai LD50 tidak dapat ditentukan karena hingga dosis terbesar, yaitu 20000 mg/Kg BB, tidak menyebabkan kematian pada mencit. Meskipun LD50 tidak dapat ditentukan melalui penelitian ini, namun dapat dikatakan bahwa ekstrak etanol akar alang-alang praktis nontoksik berdasarkan klasifikasi toksisitas (Tabel 1). Berdasarkan uji histopatologi, pemberian dosis 20000 mg/Kg BB menyebabkan nekrosis pada hati mencit, sedangkan pemberian dosis di bawah 20000 mg/Kg BB tidak menyebabkan perubahan yang signifikan terhadap sel hati mencit (Gambar 1). Nekrosis adalah kematian sel akibat perlukaan jaringan yang didahului dengan kerusakan sel-sel hati, gangguan integritas membran plasma, keluarnya isi sel, dan timbulnya respon inflamasi yang menyebabkan banyak sel mati. Ciri-ciri nekrosis adalah tampaknya fragmen sel disertai reaksi radang. Tabel 3 Bobot badan mencit pada uji toksisitas akut ekstrak etanol akar alang-alang. Dosis Bobot Badan (gram) (mg/Kg H-0 H-7 H-14 BB) Kontrol 29.7±4.56 30.8±4.71 31.3±4.50 2000 28.2±2.90 29.6±3.69 30.8±3.33 5000 27.9±3.14 28.8±2.78 29.9±2.77 10000 32.1±4.56 33.3±4.72 34.1±5.04 15000 30.5±4.86 31.8±4.92 33.0±5.23 20000 30.2±4.08 31.3±4.36 31.0±4.03
8
a
b
c
Nekrosis e f d Gambar 2 Gambaran histopatologi organ hati mencit. Keterangan: a) kelompok normal, b) dosis 2000 mg/kg BB, c) dosis 5000 mg/kg BB, d) dosis 10000 mg/kg BB, e) Dosis 15000 mg/kg BB, f) dosis 20000mg/kg BB.
Uji Aktivitas ALT dan AST Hasil uji in vivo menunjukkan ekstrak etanol akar alang-alang dosis 750 mg/Kg BB mampu memberikan perlindungan terhadap hati tikus Wistar dari kerusakan akibat parasetamol dengan jumlah enzim ALT dan AST yang lebih rendah dibandingkan kelompok perlakuan ekstrak akar alang-alang lainnya (Tabel 4). Jumlah enzim ALT dan AST ini digunakan sebagai parameter kerusakan yang terjadi pada organ hati akibat induksi senyawa hepatotoksik parasetamol. Jumlah enzim ALT dan AST kelompok perlakuan dosis ini bahkan lebih kecil dibandingkan jumlah enzim ALT dan AST kelompok normal yang diinduksi curliv (obat yang memberikan aktivitas hepatoprotektor). Jumlah enzim ALT kelompok tikus yang mendapatkan ekstrak etanol 70% dosis 750 mg/Kg BB adalah sebesar 222.2±109.8 U/L. Jumlah enzim ALT ini lebih kecil dibandingkan dengan kelompok perlakuan dosis 500 mg/kg BB, dosis 250 mg/kg BB, kelompok kontrol positif, dan kelompok kontrol negatif dengan jumlah enzim ALT masing-masing sebesar 517.40±367.57, 558.4±321.20, 491.20±206.76, dan 555.6±92.40 U/L (Tabel 4). Berdasarkan hasil uji statistik Duncan, kelompok perlakuan dosis 750 mg/kg BB tidak berbeda nyata dengan kelompok normal dengan nilai ALT
68.6±19.05 U/L (Tabel4). Sementara itu, kelompok perlakuan dosis 500 mg/kg BB dan 250 mg/kg BB berbeda nyata dengan kelompok perlakuan 750 mg/kg BB dan kelompok normal, serta tidak berbeda nyata dengan kelompok kontrol negatif. Hasil uji statistik ini menunjukkan bahwa kelompok perlakuan dosis 750 mg/kg BB memberikan mempunyai efek hepatoprotektor seperti yang terjadi pada kelompok normal, sedangkan kelompok perlakuan dosis 500 mg/kg BB dan 250 mg/kg BB tidak memberikan efek hepatoprotektor seperti yang terjadi pada kelompok kontrol negatif. Hasil uji AST juga menunjukkan kelompok perlakuan ekstrak akar alang-alang dosis 750 mg/kg BB memiliki jumlah enzim AST yang lebih kecil dibandingkan kelompok perlakuan dosis 250 mg/kg BB, dosis 500 mg/kg BB, kelompok kontrol positif, dan kelompok kontrol negatif dengan jumlah enzim AST masing-masing sebesar 509.6±159.29, 527.8±356.96, 576.4±206.13, dan 595±276.62 U/L, tetapi masih lebih besar dibandingkan kelompok normal yaitu sebesar 221.2±91.25U/L (Tabel 4). Hasil uji statistik jumlah enzim AST ini berbeda dengan hasil uji statistik pada pengukuran jumlah enzim ALT. Pada pengukuran jumlah enzim AST, semua kelompok perlakuan, kelompok kontrol positif,dan kontrol negatif menghasilkan hasil
9
uji yang berbeda nyata dengan kelompok normal. Namun, secara deskriftif kelompok perlakuan dosis 750 mg/kg BB merupakan dosis yang paling baik dibandingkan dengan semua kelompok perlakuan lainnya karena jumlah enzim AST nya paling kecil. Jumlah Enzim ALT dan AST semua kelompok berada di luar batas normal (Tabel 4). Jumlah AST normal pada tikus Wistar adalah 45.7-80.8 U/l, sedangkan jumlah ALT normal adalah 12-45 U/L (Girindra 1989). Tingginya jumlah enzim ALT dan AST pada semua kelompok diduga diakibatkan oleh stres pada saat pengambilan darah. Stres oksidatif dapat menyebabkan penurunan kadar superoksida dismutase dan peningkatan pembentukan radikal bebas reactive oxygen species (ROS) sehingga enzim-enzim tertentu seperti ALT dan AST keluar dari membran sel ke darah (Levent et al. 2006). Selain itu, faktor stres ketika pengambilan darah juga mengakibatkan peningkatan aktivitas saraf simpatik perifer yang berhubungan dengan aktivitas otot rangka sehingga meningkatkan aktivitas AST (Arakawa et al. 1996). Walaupun semua kelompok menghasilkan jumlah enzim ALT dan AST diluar batas normal, tetapi secara statistik kelompok perlakuan ekstrak akar alang-alang dosis 750 mg/kg BB memiliki aktivitas hepatoprotektor dibandingkan dengan kelompok normal. Aktivitas hepatoprotektor yang ditimbulkan oleh kelompok perlakuan ekstrak alang-alang dosis 750 mg/kg BB diduga diakibatkan oleh senyawa-senyawa fitokimia yang terdapat pada ekstrak akar alang-alang, yaitu alkaloid dan triterpenoid (tabel 2). Senyawa-senyawa fitokimia ini mampu memberikan perlindungan terhadap hati tikus yang terpapar oleh senyawa hepatotoksik parasetamol. Senyawa alkaloid dilaporkan dapat dapat mencegah kenaikan jumlah enzim ALT dan AST karena kemampuannya dalam menangkap senyawa radikal bebas. Senyawa radikal bebas ini dapat menyerang sel-sel hati sehingga terjadi kerusakan pada sel hati yang mengakibatkan enzim-enzim yang terdapat di hati keluar dari dalam hati dan masuk ke dalam darah (Benabdesselam et al. 2007). Senyawa triterpenoid yang terdapat di dalam ekstrak akar alang-alang juga diduga memberikan efek hepatoprotektor. Senyawasenyawa golongan triterpenoid diketahui memiliki aktivitas biologis tertentu, seperti antijamur, antibakteri, antivirus, antidiabetes, dan heaptoprotektor (Robinson 1995). Senyawa-senyawa golongan triterpenoid yang terkandung pada akar alang-alang diantaranya
adalah arundoin, cylindrin, fernenlo, isoarbinol, dan simiarenol (Nishimoto et al. 1968). Aktivitas hepatoprotektor senyawa golongan triterpenoid berkaitan dengan kemampuannya dalam memelihara stabilitas membran sel hati dan sebagai antioksidan sehingga memungkinkan senyawa ini berperan sebagai penangkap radikal bebas. Sementara itu, semua kelompok perlakuan ekstrak akar alang-alang lainnya (dosis 500 mg/kg BB dan 250 mg/kg BB), kelompok kontrol positif, dan kontrol negatif menghasilkan jumlah enzim ALT dan AST yang lebih besar dibandingkan kelompok normal dan secara statistik nilainya berbeda nyata dengan kelompok normal. Hal ini menunjukkan tidak ada aktivitas hepatoprotektor yang ditimbulkan oleh kelompok perlakuan ini. Pada kelompok perlakuan ekstrak akar alang-alang (dosis 500 mg/kg BB dan 250 mg/kg BB), tingginya kadar ALT dan AST diduga karena dosis yang digunakan terlalu kecil sehingga yang mengakibatkan kurangnya mekanisme perlindungan terhadap hati tikus untuk mengatasi radikal bebas berlebih dari parasetamol. Hal yang sama juga terjadi pada kelompok kontrol positif yang diinduksi curliv. Curliv yang mengandung senyawa hepatoprotektor curcuma dan sylimarin (He et al 2009) tidak mampu melindungi hati mencit akibat induksi senyawa parasetamol. Dosis curliv yang digunakan sebagai kontrol positif mungkin terlalu kecil sehingga perusakan hati yang terus berlangsung tidak diimbangi oleh mekanisme pertahanan senyawa bioaktif dalam curliv dalam mengatasi radikal bebas akibat paparan senyawa parasetamol. Tabel 4 Pengaruh pemberian ekstrak etanol akar alang-alang tehadap aktivitas ALT dan AST Kelompok ALT AST I 68.6±19.05c 221.2±91.25b II 555.6±92.40a 660.0±54.06a ab III 491.2±206.76 576.4±206.13a a IV 558.4±321.20 595±276.62a ab V 517.4±367.57 527.8±356.96a cb VI 222.2±109.89 509.6±159.29a Keterangan : I (normal), II (kontrol negatif), III (kontrol positif), IV (250 mg/Kg BB), V(500 mg/Kg BB), VI (750 mg/Kg BB). Huruf berbeda pada kolom yang sama menunjukkan nilai berbeda nyata (P<0.0015) dalam mekanisme perlindungan hati.
10
Gambaran Histopatologi Hati Setiap lobus pada hati terdiri atas sekitar seratus ribu lobulus. Lobulus hampir menyerupai bentuk heksagonal dan terpisah oleh interlobular septum antara lobulus satu dan lobulus lainnya. Sel-sel hati, atau sering disebut hepatosit, tersusun rapi seperti melingkar menuju vena sentral. Batas antara tiga lobulus yang berdekatan membentuk triad portal yang terdiri atas arteri, cabang vena hepatic, dan empedu. Hasil uji histopatologi menunjukkan adanya kerusakan pada jaringan hati tikus, terutama pada jaringan hati tikus kelompok IV dan V. Gambaran histopatologi jaringan hati tikus kelompok VI menunjukkan hasil yang sama dengan kelompok I, yaitu tidak adanya kerusakan yang terjadi (gambar 2). Hasil uji ini mendukung hasil uji aktivititas ALT dan AST yang menunjukkan bahwa ekstrak etanol akar alang-alang memiliki aktivitas hepatoprotektor. Tabel 5 menunjukkan bahwa pada jaringan hati tikus kelompok V terjadi proliferasi sel oval, fibrosis, infiltrasi sel radang, degenerasi hepatosit, dan mitosis hepatosit dengan pola acak (random). Begitu pula dengan kelompok IV, kecuali mitosis hepatosit, semua parameter kerusakan terjadi dengan pola midzonal (terjadi di tengah-tengah lobus). Skoring perubahan mikroskopis untuk kelompok II dan III memiliki hasil yang sama. Pada kedua kelompok ini kerusakankerusakannya meliputi proliferasi sel oval, fibrosis, dan degenerasi hepatosit dengan pola
sentrilobular (terjadi pada bridging antar vena entral). Gambaran histopatologi kelompok III seharusnya berbeda dengan kelompok II karena tikus pada kelompok III menerima Curliv yang dapat memberikan perlindungan terhadap hati tikus dari kerusakan akibat parasetamol (agen hepatotoksik). Curliv mengandung silymarin, schizandrae, curcuma, radix, kolin bitartrat, dan vitamin B6. Berdasarkan hasil uji aktivitas ALT dan AST, pemberian curliv menunjukkan adanya mekanisme hepatoprotektor. Namun, gambaran histopatologi menunjukkan adanya kerusakan-kerusakan yang ditimbulkan oleh curliv. Hal ini diduga akibat perbaikan hepatosit yang terjadi pada kelompok III tidak begitu berarti. Proliferasi sel oval akan terjadi jika terjadi kerusakan pada hepatosit. Sel oval merupakan prekursor hepatosit sehingga akan menjadi lebih banyak ketika adanya sinyal kerusakan hati. Fibrosis terjadi ketika adanya peradangan atau luka pada hepatosit akibat virus, konsumsi alkohol berlebihan, trauma, dan zat yang bersifat hepatotoksik. Pada hepatosit normal tidak terdapat jaringan ikat (fibrosa), namun jika terjadi luka pada hepatosit, jaringan ikat akan mengganti sel-sel yang rusak dan bersifat irreversible. Pada sel hati normal, sintesis fibrosa (fibrogenesis) dan penghancuran fibrosa (fibrolisis) terjadi secara seimbang. Fibrosis terjadi jika pembentukan fibrosa lebih cepat dibandingkan proses penghancuran dan pembuangannya dari hati.
A
B
C
D
E
F
Gambar 3 Gambaran histopatologi hati tikus. Keterangan: A) Kelompok normal, B) Kontrol negatif, C) Kontrol positif, D, E, dan F Dosis 250, 500, dan 750 mg/Kg BB. Tanda lingkaran menunjukkan fibrosis.
11
Tabel 5 Skoring hasil uji histopatologi Kelompok Skoring Proliferasi sel Fibrosis Inflamasi Degenerasi oval Hepatosit 0 0 0 0 I 2 2 0 2 II 2 2 0 2 III 2 2 2 2 IV 4 4 4 4 V 0 0 0 0 VI Keterangan: 0: tidak ada perubahan ≤ 3 fokus 3: >3Fokus, zona tengah 1: >3 Fokus, bridging interportal 4: >3Fokus, acak 2: >3 Fokus, bridging venacentral 5:Area luas
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Ekstrak etanol 70% akar alang-alang mengandung alkaloid dan triterpenoid. Pemberian ekstrak etanol akar alang-alang dapat memberikan perlindungan terhadap hati tikus yang diinduksi parasetamol. Ketiga dosis yang diuji menunjukkan bahwa pada dosis 750 mg/Kg BB memberikan efek hepatoprotektor yang lebih baik bahkan lebih baik dibandingkan dengan pemberian curliv pada kelompok kontrol positif. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai dosis efektif ekstrak etanol akar alang-alang sehingga dapat digunakan secara optimal untuk melindungi hati darikerusakan. Selain itu perlu dikaji lebih lanjut senyawa bioaktif yang paling berperan sebagai hepatoprotektor.
DAFTAR PUSTAKA
Mitosis Hepatosit 0 0 0 0 4 0
Arakawa H, Kodama H, Matsuoka N, Yamaguchi I. 1996. Stress increases plasma activity in rats: differential effects of adrenergic and cholinergic blockades. J. Pharmacol Experiment Therapeutics. 280:1296-1303. Batubara I. 2003. Saponin akar kuning (Archangelisia flava L. Merr) sebagai hepatoprotektor: ekstraksi, pemisahan, dan bioaktivasinya [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Benabdesselam et al. 2007. Antioxidant activities of alkaloid extract of two algerian species of Fumaria: Fumaria capreolata and Fumaria bastardii. Rec Nat Prod 1: 28-35. Casarett, Doulls. 1986. Toxicology. Toronto: Collier Macmillan Canada. Chairul et al. 2011.Pengaruh pemberian akar pasak bumi (Eurycoma longifolia Jack) pada fungsi hepar.Majalah Farmasi Indonesia 22(1): 16-20. Chunlaratthanaphorn et al. 2007. Acute and subchronic toxicity study of the water extract from root of Imperata cylindrica (Linn.) Raeusch in rats. J. Sci. Technol. 29:141-155.
Adji P. 2004. Daya antioksidasi saponin akar kuning (Archangelisia flava L. Merr) sebagai mekanisme hepatoproteksi pada tikus yang diinduksi parasetamol [Skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Dalimartha S. 2005. Ramuan Tradisional untuk Pengobatan Hepatitis. Jakarta : Penebar Swadaya.
Amalia D. 2008.Efek hepatoprotektif ekstrak etanol 70% daun ceplukan (Physalis angulata L.) terhadap mencit jantan yang galur Swiss terinduksi parasetamol [Skripsi]. Surakarta: Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
[Depdag]. 2011. Indonesian Herbal : The Traditional Therapy. Jakarta: Ministry of Trade Republic of Indonesia. Djauhariya E, Hernani. 2004. Gulma Berkhasiat Obat. Jakarta: Penebar Swadaya.
12
Gibson GG, Sket P. 1991. Pengantar Metabolisme Obat. Aisyah BI, penerjemah. Jakarta: UI Pr. Terjemahan dari: Drugs Metabolism. Girindra A. 1989. Biokimia Patologi Hewan. Bogor: IPB Pr. He Quanren, Kim J, sharma RP. 2004. Sylimarin protects against liver damage in balb/c mice exposed to fumonisin B1 despite increasing accumulation of free sphingoid bases. Toxicological Sciences. 80:335-342. Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia. Padmawinata K, Soediro I, penerjemah; Niksolihin S, editor. Bandung: ITB Pr. Terjemahan dari: Phytochemical Methode. Hardian P. 2008.Ekstrak sapogenin akar kuning sebagai hepatoprotektor pada mencit yang diinduksi parasetamol [Skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB. Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid I-IV. Jakarta: Yayasan Sarana Wana Jaya. International Federation of Clinical Chemistry (IFCC). 2002. Photometric UV-test for Determination of Alanin Aminotransferase (GPT/ALAT) and Aspartat Aminotransferase (GOT/ASAT). Jakarta: Rajawali Nusindo. KanchanapeeP. 1966.Phytochemical and pharma-cological studies of I. cylindrica beauv.rhizomes.Bulletin of the Department of Medical Science: 182184. Kaplan LA, Pesce JA. 1998. Clinical Chemistry: Theory Analysis Correlation. Ed ke-3. New York: Mosby Year Book. [Kementrian Kesehatan]. 2010. Hepatitis masalah kesehatan dunia [terhubung berkala].http://www.depkes.go.id/index.p hp/berita/press-release/1119-hepatitismasalah-kesehatan-dunia.html [7 Februari 2012]. Khaerunnisa ST. 2009. Pemanfaatan senyawa bioaktif dari akar alang-alang (Imperata cylindrica) sebagai bahan anti oksidan.[Skripsi].Surabaya : Departemen Kimia, Fakultas Ilmu dan Teknologi, Universitas Airlangga
Lu FC. 1995. Toksikologi Dasar; Asas, Organ Sasaran, dan Penilaian Resiko.Edisi ke-2. Jakarta: UI Press. Mazlan C. 1993. Isolasi dan identifikasi flavonoid dari tumbuhan Imperata cylindrical Beauv.Var. major Hubb [Skripsi]. Yogyakarta: Fakultas Farmasi UGM. Murugesh KS, Yeligar VC, Maiti BC, Maiti TK. 2005. Hepato protective and antioxidant role of Berberis tinctoria Lesch leaves on paracetamol induces hepatic damage in rats. IJPT 41: 64-69. Nishimoto K, Ito M, Natori S, Ohmoto T. 1968. The structures of arundoin, cylindrin, and fernenol: triterpenoids of fernane and arborane groups of Imperata cylindrica var. Tetrahedron. 24: 735-752. Organization of Economic Co-operation and Development (OECD). 2001 The OECD Guideline for Testing of Chemical: Acute Oral Toxicity Up and Down Procedure. Pambayun R, Gardjito M, Sudarmadji S, Kuswanto KR. 2007. Kandungan fenol dan sifat antibakteri dari berbagai jenis ekstrak produk gambir (Uncaria gambir Roxb). Majalah Farmasi Indonesia 3: 141-146 Panjaitan RG. 2008. Pengujian aktivitas hepatoprotektor akar pasak bumi (Eurycoma longifolia Jack.) [Tesis].Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Park JH. 2004. Medicinal Plants Korea. Seoul: Shinil Publishing Co.
of
Patrick L. 1999. Hepatitis C: epidemiology and review of complementary/alternative medicine treatments. Alternative Medicine Review. 4: 220-238. Robinson T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi Edisi ke-4. Bandung: ITB Pr. Santoso. 1990. Efek alelopati alang-alang (Imperata cylindrical L.) terhadap aktivitas bakteri nitritifikasi di lahan kering [Laporan Penelitian]. Yogyakarta: Fakultas Biologi UGM. Seniwaty, Raihanah, Nugraheni I K, Umaningrum D. 2009. Skrining fitokimia dari alang-alang (Imperata cylindrica L. Beauv) dan lidah ular (Hedyotis
13
corymbosa L.Lamb). Sains dan Terapan Kimia 3 (2):124-133. Singh D, Gupta RS. 2011. Hepatoprotective activity of methanol extract of Tocomella undulata against alcohol and paracetamol induced hepatotoxicity in rats. J. Life science and Medicine Research. 2011:LSMR-26. Sripanidkulchai B, Wongpanich V, Laupattarakasem P, Suwansaksri J, Jirakulsomchok D. 2001. Diuretic effects of selected Thai indigenous medicinal plants in rats.J. Ethnopharmacol.75(2-3): 185-190. Stockham SL, Scott MA. 2002. Fundamentals of Veterinary Clinical Pathology. Ed ke-1. Iowa: state Pr. Blackwell Publishing Co. Sulistiyani, Zuhud Evrizal AM, Hasim. 2004. Uji toksisitas dan mekanisme hepatoproteksi ekstrak buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff.)Boeri.) [Laporan Penelitian]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Tiwari P, Kumar B, Kaur G, Kaur H, Kaur M. 2011. Phytochemical screening and extraction : A review. J. Int. Pharm. Sci. Vol 1 : 98-106. Topcu G, Ertas A, Kolak U, Ozturk M, Ulubelen A. 2007. Antioxidant activity tests on novel triterpenoids from Salvia macrochlons. Arkivoc 7: 195-208. Vaghasiya Y, Dave R, dan Chanda S. 2011. Phytochemical analysis of some medicinal plants from western region of india. Research Journal of Medicinal Plants 5 (5): 567-576. [WHO] World Health Organization. 2011. World hepatitis day [terhubung berkala].http://www.who.int/csr/disease/h epatitis/world_hepatitis_day/en/ [7 Februari 2012].
14
LAMPIRAN
15
Lampiran 1 Diagram alir penelitian
Preparasi akar alang-alang
Ekstraksi akar alang-alang
Ekstrak etanol akar alang-alang
Uji fitokimia
Uji toksisitas akut
Adaptasi tikus galur wistar
Pemberian dosis parasetamol dan ekstrak akar alang-alang
Analisis alanin aminotransferase (ALT) dan aspartat aminotransferase (AST)
Nekropsi
Uji hispatologi
Analisis data
16
Lampiran 2 Rancangan perlakuan hewan coba 30 tikus Wistar umur 2 bulan dengan bobot 130-240 gram
Adaptasi 1 minggu
6 kelompok
I Akuades dan pakan standar
II Parasetamol 750 mg/Kg BB
III Curliv-plus® 80 mg/Kg BB + parasetamol 750 mg/Kg BB
IV Ekstrak Etanol Alang-alang 250 mg/kg BB + parasetamol 750 mg/Kg BB
Pengambilan darah melalui ekor
Pengujian ALT dan AST
V Ekstrak Etanol Alang-alang 500 mg/kg BB + parasetamol 750 mg/Kg BB
VI Ekstrak Etanol Alang-alang 750 mg/kg BB + parasetamol 750 mg/Kg BB
17
Lampiran 3 Uji aktivitas ALT dan AST 1 ml darah
Pereaksi 1
Pereaksi 2 4:1
Disentrifugasi 3000 rpm 15 menit
100 µl supernatan (serum)
Dihomogenkan 1000 µl reagen campuran
Diukur aktivitas menggunakan photometer
Aktivitas ALT dan AST (U/L)
18
Lampiran 4 Perhitungan dosis pemberian parasetamol, Curliv, dan ekstrak akar alang-alang Dosis pemberian parasetamol Dosis yang digunakan
: 750 mg/Kg BB
Konversi dosis untuk tikus (ex= 200 g)=
x750 mg/Kg BB = 150 mg/Kg BB
Pembuatan larutan stok : 150 mg dilarutkan dalam 1 mL akuades (diasumsikan bahwa volume cekok 1 mL untuk tikus dengan bobot 200 gram) Dosis pemberian Curliv Dosis pengobatan
: 3 x 2 tablet
Bobot 1 tablet
: 0.8 gram
Asumsi bobot badan manusia
: 60 Kg
Perhitungan dosis curliv®
:
= 80 mg/Kg BB
Konversi dosis untuk tikus (ex = 200) = Pembuatan larutan stok
x 80 mg/Kg BB = 16 mg/Kg BB
: 16 mg dilarutkan dalam 1 mL akuades
(diasumsikan bahwa volume cekok 1 mL untuk tikus dengan bobot 200 gram) Dosis pemberian ekstrak akar alang-alang 250 mg/Kg BB Konversi dosis untuk tikus (ex = 200) : Pembuatan larutan stok
x 250 mg/Kg BB = 50 mg/Kg BB
: 50 mg dilarutkan dalam 1 mL akuades
(diasumsikan bahwa volume cekok 1 mL untuk tikus dengan bobot 200 gram)
Dosis pemberian ekstrak akar alang-alang 500 mg/Kg BB Konversi dosis untuk tikus (ex = 200) : Pembuatan larutan stok
x 500 mg/Kg BB = 100 mg/Kg BB
: 100 mg dilarutkan dalam 1 mL akuades
(diasumsikan bahwa volume cekok 1 mL untuk tikus dengan bobot 200 gram)
Dosis pemberian ekstrak akar alang-alang 750 mg/Kg BB Konversi dosis untuk tikus (ex = 200) : Pembuatan larutan stok
x 750 mg/Kg BB = 150 mg/Kg BB
: 150 mg dilarutkan dalam 1 mL akuades
(diasumsikan bahwa volume cekok 1 mL untuk tikus dengan bobot 200 gram)
19
Lampiran 5 Pengamatan bobot badan tikus pada tahap adaptasi Kelompok
1
2
3
4
5
6
Nomor Tikus 7 18 22 24 30 Rataan
0 210 206 194 136 235 196,2
4 220 227 216 160 240 212,6
SD
36,81
30,79
32,60
26,98
28,90
4
171
193
219
219
14
194
199
224
15
238
241
19
217
27
Bobot Tikus Hari Ke8 12 16 20 253 214 225 238 242 239 241 260 219 212 243 278 180 184 188 228 261 254 266 290 231 220,6 232,6 258,8
24 251 281 280 247 307 273,2
28 260 293 288 244 311 279,2
26,10
24,64
26,86
232
234
256
288
234
243
246
267
277
261
270
259
258
275
294
232
240
243
240
261
273
290
204
191
190
197
199
213
234
250
Rataan
204,8
211,2
226,8
232,6
234,6
242,4
261
279,8
SD
25,05
23,50
26,30
27,21
22,19
19,60
16,81
17,81
2
228
244
261
251
277
281
289
308
10
158
179
197
208
231
235
240
255
11
176
194
220
221
241
259
271
291
13
161
179
169
176
181
211
238
265
21
176
195
221
237
251
258
264
290
Rataan
179,8
198,2
213,6
218,6
236,2
248,8
260,4
281,8
SD
28,20
26,75
33,94
28,81
35,29
26,67
21,57
21,44
8
156
165
171
173
175
178
180
195
12
167
192
205
209
218
236
244
255
16
224
223
225
230
231
249
258
263
23
176
210
232
237
247
252
250
249
29
192
211
214
218
218
208
210
213
Rataan
183
200,2
209,4
213,4
217,8
224,6
228,4
235
SD
26,44
22,58
23,82
25,03
26,73
31,32
32,66
29,43
1
214
233
253
250
267
277
293
315
5
218
158
171
178
181
197
203
239
6
198
208
207
210
224
238
247
253
20
161
176
191
214
230
226
221
237
28
156
179
203
210
216
237
265
288
Rataan
189,4
190,8
205
212,4
223,6
235
245,8
266,4
SD
29,24
29,63
30,27
25,55
30,81
28,73
35,51
34,00
3
157
187
202
193
201
217
228
246
9
182
205
206
217
229
249
255
260
17
163
174
190
185
202
238
244
252
25
158
185
206
202
217
237
259
263
26
180
191
220
206
218
226
231
237
Rataan
168
188,4
204,8
200,6
213,4
233,4
243,4
251,6
SD
12,10
11,22
10,73
12,26
11,84
12,26
13,87
10,55
20
Lampiran 6 Pengamatan bobot badan tikus pada tahap perlakuan Kelompok
I
II
III
IV
V
H-5
Berat Badan (gram) H-6 H-7 H-8 H-9
H-10
H-11
H-12
H-13
H-14
294
298
300
298
297
298
298
319
322
332
330
301
281
301
304
301
303
305
301
316
318
319
319
305
312
308
312
315
312
317
319
312
324
326
334
334
270
269
274
280
281
283
281
280
278
281
288
296
302
302
30
334
336
340
344
350
350
350
350
351
353
358
364
366
368
4
295
313
308
311
309
307
306
304
298
292
295
302
302
302
14
290
305
294
299
287
282
284
287
289
293
290
298
293
295
15
307
316
290
284
267
256
255
254
251
252
256
251
239
240
19
300
311
318
311
309
310
311
310
312
313
301
303
303
302
27
263
266
247
237
231
233
235
236
240
247
248
250
251
250
2
308
330
333
330
320
324
321
323
324
326
323
324
329
310
10
255
263
263
248
249
243
244
240
239
237
235
235
232
227
11
291
295
283
285
284
286
290
292
296
297
299
294
306
303
13
265
263
261
251
256
254
254
258
260
262
271
267
272
271
21
290
315
309
304
313
306
294
298
296
297
292
286
294
295
8
200
209
212
207
207
207
204
204
201
200
203
202
206
202
12
271
278
272
256
259
259
256
255
257
259
261
264
267
262
16
272
254
256
252
247
247
249
240
236
239
238
231
238
238
23
269
289
291
283
288
282
285
288
293
297
296
296
301
296
29
215
215
207
214
210
213
210
213
212
209
212
211
211
209
1
315
324
304
308
303
300
304
303
305
306
306
309
316
326
5
239
249
245
249
244
239
240
249
246
245
243
244
250
236
6
253
278
275
277
279
278
270
268
271
272
278
277
270
268
No. Tikus
H-1
H-2
H-3
H-4
7
283
284
291
18
302
302
22
304
24
21
Lampiran 6 lanjutan Kelompok
No.Tikus
H-1
H-2
H-3
H-4
H-5
H-6
H-7
H-8
H-9
H-10
H-11
H-12
H-13
H-14
V
20 28
247 288
245 283
266 277
242 278
263 278
267 276
270 277
271 274
277 276
280 280
277 283
281 282
285 281
280 285
3
256
258
259
256
262
254
253
257
261
262
265
264
264
257
9
280
293
291
295
299
294
298
299
300
301
302
311
306
312
17
263
261
252
262
260
262
262
266
268
266
267
272
280
276
25
270
267
256
257
265
258
254
255
257
259
259
265
266
270
26
244
259
254
259
259
256
253
257
257
258
256
251
245
238
VI
Keterangan: H1-14: Hari ke 1-14
22
Lampiran 7 Hasil pengukuran enzim ALT dan AST Kelompok
I
II
III
IV
V
VI
Keterangan: ALT AST SGOT SGPT
Nomor Tikus 30
AST/SGOT (U/L) 124
ALT/SGPT (U/L) 44
24 18 22 7
323 299 225 135
84 88 73 54
14
609
510
19
679
568
15
682
596
27
601
429
4
729
675
10
262
289
21
671
548
13
725
791
2
475
302
11
749
526
8
291
134
12
485
453
29
489
449
23
689
827
16
1021
929
28
813
877
6
194
115
1
142
176
20
937
881
5
553
538
26
417
140
17
274
93
9
598
212
3
650
323
25
609
343
: Alanin aminotransferase : Aspartat aminotransferase : Serum glutamat oksaloasetat transferase : Serum glutamat piruvat transferase
23
Lampiran 8 Pengolahan data statistik uji ALT Pengelompokan
Level
Nilai
Perlakuan
6
ABCDEF
Hasil Analisis Ragam Sumber
DF
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah
Model
5
1064054.967 212810.993
Galat
24
1208010.400
Total
29
2272065.367
Nilai F
Pr > F
4.23
0.0067
50333.767
Terkoreksi
Uji Lanjut Duncan
Pengelompokan
Rata-rata
N
Perlakuan
A
558.4
5
D
A
555.6
5
B
BA
517.4
5
E
BA
491.2
5
C
BC
222.2
5
F
C
68.6
5
A
Duncan
Keterangan: Huruf yang sama menunjukkan pengaruh yang sama.
24
Lampiran 9 Pengolahan data statistik uji AST Pengelompokan
Level
Nilai
Perlakuan
6
ABCDEF
Hasil Analisis Ragam Sumber
DF
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah
Model
5
3.95960523 0.79192105
Galat
24
5.57525551 0.23230231
Total
29
9.53486074
Nilai F
Pr > F
3.41
0.0181
Terkoreksi
Uji Lanjut Duncan
Pengelompokan
Rata-rata
N
Perlakuan
A
660.0
5
B
A
595.0
5
D
A
576.4
5
C
A
509.6
5
F
A
527.8
5
E
B
221.2
5
A
Duncan