ADSORPSI UNSUR LOGAM BERAT OLEH PADATAN TERSUSPENSI DI ESTUARI MUARAGEMBONG, BEKASI
ASMA IRMA SETIANINGSIH C651050041
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Adsorpsi Logam Berat Oleh Padatan Tersuspensi Di Estuari Muaragembong, Bekasi” adalah karya saya sendiri di bawah bimbingan Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal dan/atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Mei 2010
Asma Irma Setianingsih
RINGKASAN
Asma Irma Setianingsih. ADSORPSI LOGAM BERAT OLEH PADATAN TERSUSPENSI DI MUARAGEMBONG, BEKASI. Di bawah bimbingan : Prof. Dr. Harpasis S Sanusi, M.Sc dan Dr. Ir. I Wayan Nurjaya ,M.Sc Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan menentukan kapasitas adsorpsi terhadap logam berat terlarut oleh padatan tersuspensi dan menentukan nilai index kelarutan, serta lingkungan fisik estuari yang mempengaruhinya di Muaragembong, Bekasi. Pengambilan data lapangan dilaksanakan pada 9 dan 25 September 2007 di estuari Muaragembong, Bekasi. Analisis contoh air, padatan tersuspensi dan sedimen di lakukan di Laboratorium Analitik Balai Teknologi Lingkungan , PUSPITEK BPPT. Data yang diperoleh dari pengukuran lapangan antara lain : arah dan kecepatan arus, debit sungai dan laju sedimentasi. Selain data primer juga diperlukan data sekunder antara lain peramalan pasut (Dishidros) dan peta rupa bumi (Bakosurtanal). Dari hasil analisis logam berat teradsorpsi di daerah penelitian, diketahui konsentrasi Cd berkisar antara 0,001 mg/l – 0,009 mg/l, Cu berkisar antara 1,302 mg/l – 3,385 mg/l, Hg berkisar antara 0,34 ug/l -1,05 ug/l, Zn berkisar antara 22,67 mg/l – 78,65 mg/l dan Pb berkisar antara 1,028 mg/l – 3,142 mg/l. Konsentrasi logam dalam sedimen untuk Cd berkisar antara 0,01 mg/kg – 0,1 mg/kg, Cu berkisar antara 30,54 mg/kg – 55,09 mg/kg, Hg berkisar antara 33,70 ug/g – 56,80 ug/g, Zn berkisar antara 94,11 mg/kg – 183,39 mg/kg, dan Pb berkisar antara 4,14 mg/kg – 13,91 mg/kg. Kandungan logam berat teradsorpsi rata-rata lebih besar bila dibandingkan dengan kandungan logam berat terlarut, kecuali unsur Cd dan Pb. Hal ini disebabkan karena kedua unsur tersebut memiliki bentuk terlarut yang stabil dalam perairan dengan pH antara 7 – 8. Kapasitas Adsorpsi logam berat secara berurutan dengan nilai terbesar adalah Zn(99,16%)>Cu(90,52%)>Hg(63,42%)>Pb(24,71%)>Cd(11,29). Unsur logam esensial, Zn>Cu. Untuk unsur logam non esensial secara berurutan, kapasitas adsorpsinya adalah Hg>Pb>Cd>. Kapasitas adsorpsi Cd bertambah sejalan dengan bertambahnya nilai salinitas. Hal ini menunjukkan bahwa kapasitas adsorpsi Cd sangat dipengaruhi oleh salinitas Logam Cu tampak menunjukkan nilai kapasitas adsorpsi yang menurun seiring meningkatnya nilai salinitas. Nilai kapasitas adsorpsi Cu, Zn, dan Hg yang tinggi menunjukkan kecenderungan ketiga unsur itu akan terendapkan di dasar perairan disebabkan arus di dareah penelitian cenderung melemah kearah laut. Hal ini terlihat pada data konsentrasi Cu, Hg dan Zn yang tinggi pada sedimen. Dissolve Transpor Index (DTI) atau nilai kelarutan logam berat secara berurutan adalah Cd(88,71%)>Pb(75,29%)>Hg(36,58%)>Cu(9,48%)>Zn(0,84%). Untuk logam esensial nilai Cu>Zn dan Cd>Pb>Hg untuk logam non-esensial. Cd dan Pb dengan indeks kelarutan yang tinggi memiliki potensial toksik pada organisme dalam kolom air.
ABSTRACT Asma Irma Setianingsih. HEAVY METAL ADSORPTION BY SUSPENDED SOLID IN MUARAGEMBONG, BEKASI. Supervised by : Prof. Dr. Harpasis S Sanusi, M.Sc and Dr.Ir. I Wayan Nurjaya ,M.Sc Adsorption is a procces of adsorbing element by suspended solid (SS). It was influenced by physical and chemical characteristics of water such as salinity, temperature, pH, organic matter, and current. The purpose of the research was to know the characteristic of Citarum river and determine adsorption capasity and dissoled transport index of suspended solid upon heavy metal especially Cadmium (Cd), Cooper (Cu), Mercury (Hg), Zinc (Zn) and Lid (Pb) and relationship with its physical and chemical environment. The method, that was used to analyze those heavy metal was Atomic Absorption Spectrophotometry. The analyze was held in Analytic Laboratory of Environment Technology- BPPT, Serpong. Concentration adsorptioned heavy metal was higher than dissolved heavy metal, except Pb and Cd, because this two metals were stabil in pH 7 – 8. These partially follow the overall pattern of their adsorption capasity to suspended solid is as follow Zn(99,16%)>Cu(90,52%)>Hg(63,42%)>Pb(24,71%)>Cd(11,29). On the other hand, Cd has the highest Dissolved Transport Index, followed by Pb and Hg for non-essential elemens and Cu>Zn for essential elements. The adsorption processes are influenced mostly by salinity and organic matter of suspended material. Adsorption Capasity of Cu, Hg and Zn were higher than other elements. This showed that three elements tend to be sedimented in bed layer. This phenomena is supported by concentration those three elements in sediment. Dissolve Transpor Index (DTI) of heavy metal was as follow Cd(88,71%)>Pb(75,29%)>Hg(36,58%)>Cu(9,48%)>Zn(0,84%). For essential elements are Cu>Zn and Cd>Pb>Hg for non-essentials metals. Cd and Pb are potential as a toxic for organism in water coloumn. Keywords: adsorption capasity, heavy metal, suspended solid, dissolved transport index
@ Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumber. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa ijin Institut Pertanian Bogor 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa ijin Insititut Pertanian Bogor.
ADSORPSI UNSUR LOGAM BERAT OLEH PADATAN TERSUSPENSI DI ESTUARI MUARAGEMBONG, BEKASI
ASMA IRMA SETIANINGSIH
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Kelautan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2 0 10
Judul
:
Adsorpsi Logam Berat Oleh Padatan Tersuspensi di Muaragembong Bekasi
Nama
:
Asma Irma Setianingsih
NRP
:
C651050041
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Harpasis S Sanusi, M.Sc Ketua
Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, M.Sc Anggota
Diketahui, Ketua Program Studi Imu Kelautan
Dr. Ir. Neviati P Zamani, M.Sc
Tanggal Ujian : 19 Februari 2010
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S
Tanggal Lulus :
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Tri Prartono, M.Sc
PRAKATA Puji syukur dari segenap keikhlasan hati kepada Allah Maha Pengasih, Maha Penyayang, Maha Besar, yang senantiasa memberikan hidayah dan inayah sehingga penulisan Tesis ini dapat diselesaikan. Tesis ini adalah hasil penelitian yang InsyaAllah memberikan pengayaan dan manfaat bagi pembaca, terutama bagi penulis. Dalam pelaksanaan penelitian ini, penulis telah mendapatkan kemudahan dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin menghaturkan ucapan terima kasih kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Ir. Harpasis S Sanusi, M.Sc, selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr. Ir I Wayan Nurjaya, M.Sc, selaku anggota komisi pembimbing yang telah meluangkan waktu, memberikan bimbingan, arahan, dan masukan dalam penyusunan tesis ini; 2. Ibu Dr. Ir. Neviati Putri Zamani, M.Sc sebagai Ketua Program Studi Ilmu Kelautan; 3. Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodipuro, MS selaku Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor; 4. Seluruh staf pengajar Program Studi Ilmu Kelautan yang telah banyak memberikan ilmu dan pengetahuan serta pengalamannya; 5. Ibu Nida Sofiah, S.Si, M.Si (Ketua Lab. Balai Teknologi Lingkungan BPPT) dan staf yang telah membantu memberikan arahan dan membantu dalam proses analisis di laboratorium; 6. Bapak Dr. Ir Tri Prartono,M.Sc selaku dosen penguji tamu pada sidang ujian tesis; 7. Suami dan anak-anak tercinta untuk semua keikhlasan, doa dan dukungannya; 8. Ibu Muslichah Syukri tercinta untuk semua doa tanpa henti; 9. Ayah Prof.Dr. Sukardjo untuk doa dan dukungannya; 10. Kawan-kawan IKL 2005, IKL 2004 yang banyak membantu dalam pengambilan data selama penelitian dan penyusunan tesis ini, serta dukungan tanpa henti. Akhir kata, penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat dalam pengembangan ilmu oceanografi. Penulis menyadari masih banyak masukan guna penyemprnaan hasil penelitian ini, untuk itu saran dan kritik sangat diharapkan. Semoga Allah SWT senantiasa memberi kita petunjuk dan karunia serta meridhoi segala aktivitas kita, amin
Bogor, Februari 2010 Asma Irma Setianingsih
RIWAYAT HIDUP
Penulis merupakan anak ketiga dari tujuh bersaudara, lahir di Jakarta pada tanggal 28 Oktober 1965. Pendidikan sampai Sekolah Menengah Tingkat Atas di selesaikan di Jakarta. Pada tahun 1984 melanjutkan studi di Jurusan Hidrologi Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, dan diselesaikan pada tahun 1989. Pada tahun 1990 diterima sebagai tenaga pengajar di Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial IKIP Jakarta sampai sekarang. Pada tahun 2005 melanjutkan pendidikan di Pasca Sarjana Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor bidang minat Oseanografi.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ..............................................................................................xii DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................xiv DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................xv PENDAHULUAN Latar Belakang ...........................................................................................1 Perumusan Masalahan ................................................................................2 Tujuan dan Manfaat Penelitian ...................................................................5 TINJAUAN PUSTAKA Gelombang ...........................................................................................................6 Pembangkit Gelombang ..............................................................................6 Teori Gelombang Amplitudo Kecil (Small Amplitude Wave Teory) ..........7 Transformasi Gelombang............................................................................8 Arus Dekat Pantai .......................................................................................9 Karakteristik Sedimen Pantai...............................................................................11 Transpor Sedimen Pantai .....................................................................................13 Imbangan (Budget) Sedimen Pantai.....................................................................14 Debit Air Sungai ..................................................................................................16 Pasang Surut.........................................................................................................17 Kondisi Umum Perairan Pantai Eretan Indramayu ..............................................18 METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian ...............................................................................20 Alat dan Bahan .....................................................................................................20 Pengumpulan Data ...............................................................................................22 Pengukuran Fluktuasi muka laut (Pasut) ....................................................22 Pegukuran Arus ...........................................................................................23 Pengukuran Gelombang ..............................................................................23 Pengukuran Bathimetri (Kedalaman) .........................................................23 Data Arah dan Kecepatan Angin ................................................................24 Pengambilan Contoh Sedimen Dasar dan Suspensi....................................25 Pengukuran Laju Sedimentasi.....................................................................26 Pengukuran Debit Sungai ...........................................................................26 Analisis Laboratorium .........................................................................................26 Analisis Ukuran Butir Sedimen ..................................................................27 Analisis Muatan Padat Tersuspensi ............................................................27
Analisis Laju Sedimentasi...........................................................................28 Analisis Data ........................................................................................................28 Kedalaman ..................................................................................................28 Peramalan Gelombang ................................................................................29 Analisis Parameter Gelombang Pecah ........................................................34 Parameter Arus.....................................................................................................35 Analisis Butir Sedimen ........................................................................................35 Transpor Sedimen ................................................................................................36 Analisis Peta dan Citra .........................................................................................36 Analisis Budget Sedimen dan Kestabilan Garis Pantai .......................................38 HASIL DAN PEMBAHASAN Angin dan Panjang Fetch .....................................................................................39 Arah dan Kecepatan Angin Pengukuran Langsung di Lapangan ........................41 Pasang Surut.........................................................................................................42 Gelombang Hasil Pengukuran .............................................................................43 Bentuk Profil Pantai .............................................................................................44 Karakteristik Gelombang .....................................................................................46 Arus dan Laju Transpor Sedimen Sejajar/Menyusur Pantai ................................51 Debit Sungai.........................................................................................................56 Sebaran Ukuran Butir Sedimen ...........................................................................57 Budget Sedimen ...................................................................................................59 Analisis Kestabilan Pantai dari Peta dan Citra ....................................................62 KESIMPULAN DAN SARAN ..........................................................................67 DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................68 LAMPIRAN........................................................................................................72
DAFTAR TABEL Halaman
1
Distribusi kwalitatif sedimen untuk standar deviasi, skwenes dan kurtosis (CHL 2002) .................................................................................................13
2
Kecepatan dan waktu settling berdasarkan diameter partikel (Allen 1985)
3
Alat dan bahan yang digunakan ..................................................................20
4
Jenis dan sumber data yang diperlukan ......................................................22
5
Jarak dan waktu pemipetan .........................................................................27
6
Persamaan parameter gelombang amplitudo kecil (CHL 2002) .................33
7
Frekuensi dan persentase angin maksimum selama 1991-2006 ................40
8
Panjang fetch efektif di perairan Eretan Indramayu ...................................41
9
Frekuensi kecepatan angin 12-17 Mei 2006 ...............................................41
10
Data kemiringan pantai pada kedalaman referensi 4 m ..............................46
11
Hasil prediksi karakter gelombang setiap musim selama 1991-2006 .........47
12
Hasil prediksi karakter gelombang berdasarkan arah datang maksimum selama 1991-2006 .......................................................................................48
13
Perbandingan karakter gelombang hasil prediksi dari konversi data angin dan hasil pengukuran gelombang dengan wave record selama 12-17 Mei 2006.............................................................................................................50
14
Nilai kemiringan pantai, parameter gelombang pecah, kecepatan arus menyusur pantai dan laju transpor sedimen menyusur pantai pada profil 1profil 8 ........................................................................................................52
15
Laju transpor sedimen dari setiap arah berdasarkan metode fluks energi selama 16 tahun (1991-2006)......................................................................53
16
Rata-rata debit limpasan dan debit sedimen selama 1991-2006 .................56
17
Debit air dan debit sedimen total dari Sungai Eretan yang masuk ke pantai Eretan ..........................................................................................................57
18
Perbandingan budget sedimen berdasarkan pengukuran dan prediksi pengaruh gelombangada tiap sel/segmen pantai .........................................60
19
Hasil analisis budget sedimen berdasarkan transpor sedimen menyusur pantai selama 1991-2006 ............................................................................61
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Bagan alir perumusan masalah dan pencapaian tujuan penelitian ..............4
2
Sketsa definisi gelombang progresif (CHL 2002) ......................................8
3
Sirkulasi arus perairan pantai (a) Sirkulasi sel (α b ≈ 0) (b) Sirkulasi (α b Kecil) (c) Gelombang datang membentuk sudut (α b besar) (Triatmodjo 1999) ...........................................................................................................11
4
Peta lokasi penelitian perairan pantai Eretan Indramayu ............................21
5
Tide-wave recorder no : 26-30Bagan alir perumusan masalah dan pencapaian tujuan penelitian .......................................................................22
6
Aandera current meter tipe RCM 8 .............................................................23
7
Acoustic Doppler Current Profiler (ADCP) diletakkan 50 cm dari permukaan dan seperangkat komputer yang dihubungkan dengna GPS Srv II .....................................................................................................................24
8
Gambar pola traking batimetri dengan ADCP ............................................24
9
Wine-wave anemometer tipe propeler yang dipasang pada ketinggian 10,9 m .....................................................................................................................25
10
Sketsa pengukuran kecepatan aliran dan luas penampang sungai ..............26
11
Diagram alir koreksi angin..........................................................................30
12
Rasio koreksi angin pada ketinggian 10 m .................................................31
13
Rasio durasi angin (U t ) pada kecepatan 1 jam (U 3600 ) ...............................31
14
Perbandingan/rasio (R L ) kecepatan angin di atas laut (U w ) dengan angin di darat (U L ) (CHL 2002) ...............................................................................31
15
Gambar sketsa fetch daerah penelitian .......................................................32
16
Citra komposit warna semu 432 Landsat 5 TM Path/Row 121/064 akuisi 5 Juli 1991 ......................................................................................................37
17
Citra komposit warna semu 432 Landsat 7 ETM Path/Row 121/064 akuisi 19 Oktober 2006 .........................................................................................37
18
Wind rose daerah Eretan Indramayu selama 1991-2006 berdasarkan pengamatan angin SM Sukapura Cirebon...................................................40
19
Wind rose daerah Eretan selama 12-17 Mei 2006 ......................................42
20
(a) Grafik pasang surut selama pengukuran 12-17 Mei 2006 (b) Grafik pasang surut hasil peramalan Dishidros Mei 2006 .....................................43
21
Peta batimetri perairan Eretan Indramayu hasil traking Mei 2006 .............45
22
Profil kemiringan pantai perairan Eretan dimana profil pantai semakin kearah barat semakin landai ........................................................................46
23
Hubungan antara arah datang angin dan arah datang gelombang : (a) Windrose yang menunjukkan arah dominan dari Timur (b) Wave-rose dengan arah datang gelombang dari Timur selama 12-17 Mei 2006 ......................51
24
Arah arus dan transpor sedimen menyusuri pantai sebagai akibat dari arah datang gelombang .......................................................................................55
25
Budget sedimen berdasarkan hasil pengukuran dan prediksi pengaruh gelombang pada setiap sel/segmen pantai ..................................................60
26
Budget sedimen berdasarkan transpor sedimen menyusur pantai selama 1991-2006 ...................................................................................................62
27
Perubahan garis pantai Eretan Indramayu berdasarkan Analisis Pera 1991 dan hasil traking Mei 2006 .........................................................................63
28
Perubahan garis pantai Eretan Indramayu berdasarkan Analisis Citra landsat 5 TM Path/Row 121/064 akuisi 5 Juli 1991 dan Landsat 7 ETM Path/Row 121/064 akuisi 19 Oktober 2006 .................................................................64
29
Garis pantai jauh masuk ke darat sampai ke pemukiman penduduk akibat abrasi di pantai Eretan Indramayu ..............................................................65
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Wind rose daerah perairan pantai Eretan bulan Januari 1991 sampai dengan Desember 2006 ...........................................................................................72
2
Analisis transformasi kecepatan angin darat ke laut selama 1991-2006 ....74
3
Hasil perhitungan fetch efektif di perairan pantai Eretan Indramayu .........77
4
Arah dan kecepatan angin selama 12 - 17 Mei 2006 di pantai Eretan Indramayu ...................................................................................................78
5
Tinggi dan periode gelombang selama 12-17 Mei 2006 di pantai Eretan Indramayu ...................................................................................................79
6
Tahap perhitungan arus sejajar pantai dan transpor sedimen pantai berdasarkan data pengukuran gelombang selama 12-17 Mei 2006 di pantai Eretan ..........................................................................................................80
7
Hasil Peramalan parameter gelombang perbulan selama 1991-2006 berdasarkan metode SMB ...........................................................................84
8
Grafik peramalan gelombang (CERC 1984)...............................................90
9
Prediksi Parameter Gelombang pecah, Kecepatan arus menyusuri pantai berdasarkan CHL (2002), dan laju transpor sedimen total dengan metode fluks energi..................................................................................................91
10
Data curah hujan tahun 1991-2006 .............................................................95
11
Debit limpasan & Debit sedimen Sungai Eretan pada tahun 1991-2006...97
12
Hasil pengukuran debit sungai 13 Mei 2006 ..............................................98
13
Contoh hasil analisis tekstur sedimen dasar perairan Pantai Eretan ...........104
1
BAB 1 PENDAHULUAN
Latar Belakang Proses adsorpsi antar partikel tersuspensi dalam kolom air terjadi karena adanya muatan listrik pada permukaan partikel tersebut. Butir lanau, lempung dan koloid asam humus yang tersuspensi dan terangkut memasuki wilayah estuari melalui aliran sungai mempunyai kecenderungan bermuatan listrik negatif, dengan peningkatan salinitas, interaksi dengan kation bebas di perairan menyebabkan adanya penetralan dan mengurangi muatan negatif. Perubahan muatan ini juga dipengaruhi oleh adanya pelapisan (coating) partikel tersuspensi oleh bahan organik terlarut (DOM). Fenomena perubahan muatan listrik partikel tersuspensi tersebut menyebabkan gaya atraktif molekular (Gaya Van Der Walls) mendominasinya. Peningkatan gaya ini menyebabkan kekuatan tarik menarik antar partikel menjadi lebih kuat, sehingga saat partikel bertabrakan akan membentuk flokulasi yang kemudian disusul terjadinya pengendapan partikel karena gaya gravitasi (Sanusi, 2006). Proses Adsorpsi yang diikuti oleh proses flokulasi menyebabkan konsentrasi logam berat terlarut mengalami pengurangan. Sebaliknya, proses desorpsi atau pelarutan kembali oleh partikel menyebabkan konsentrasi logam berat terlarut mengalami penambahan. Logam berat terdapat di seluruh lapisan alam, namun dalam konsentrasi yang rendah. Dalam air laut, konsentrasinya berkisar antara 10-5 – 10-3 ppm. Pada tingkat kadar yang rendah ini, beberapa logam berat umumnya dibutuhkan oleh organisme untuk pertumbuhan dan perkembangan hidupnya. Namun sebaliknya, bila kadarnya meningkat logam berat dalam air laut menjadi racun (Philips, 1980). Peningkatan kadar logam berat dalam air laut terjadi karena masuknya limbah yang mengandung logam berat ke lingkungan laut. Limbah yang banyak mengandung logam berat biasanya berasal dari kegiatan industri, pertambangan, pemukiman dan pertanian. Pada umumnya sebelum ke laut, limbah tersebut masuk ke estuari melalui aliran sungai.
2
Air sungai merupakan tempat pembuangan berbagai limbah domestik maupun industri, khususnya pengolahan limbah logam. Logam-logam ini akan diserap oleh padatan tersuspensi yang ada di sungai dan sebagian lagi terendapkan di dasar perairan. dengan berbagai ukuran. Logam berat yang terdapat dalam air sungai (terlarut, teradsorpsi oleh material tersuspensi, dan sedimen) lama kelamaan akan terbawa oleh air sungai menuju ke laut. Estuari adalah tempat penampungan pertama semua unsur polutan yang dibawa oleh air sungai. Estuari adalah perairan yang semi tertutup yang berhubungan bebas dengan laut, hingga air laut dengan salinitas tinggi dapat bercampur dengan air tawar (Pickard, 1970). Kombinasi pengaruh air laut dan air tawar tersebut akan menghasilkan suatu komunitas yang khas, dengan kondisi lingkungan yang bervariasi, antara lain: 1.
tempat bertemunya arus sungai dengan arus pasang surut, yang berlawanan menyebabkan suatu pengaruh yang kuat pada sedimentasi, pencampuran air, dan ciri-ciri fisika lainnya, serta membawa pengaruh besar pada biotanya.
2.
pencampuran kedua macam air tersebut menghasilkan suatu sifat fisika lingkungan khusus yang tidak sama dengan sifat air sungai maupun sifat air laut.
3.
perubahan yang terjadi akibat adanya pasang surut mengharuskan komunitas mengadakan penyesuaian secara fisiologis dengan lingkungan sekelilingnya.
4.
tingkat kadar garam di daerah estuaria tergantung pada pasangsurut air laut, banyaknya aliran air tawar dan arus-arus lain, serta topografi daerah estuari tersebut. Estuari dicirikan dengan tingkat kekeruhan yang tinggi. Kekeruhan ini
disebabkan karena percampuran air tawar dan air laut di estuari yang menyebabkan bertambahnya nilai salinitas, sehingga kekuatan ionik semakin bertambah (Chester, 1990). Bertambahnya kekuatan ionik ini menyebabkan gaya tarik menarik antara partikel menjadi lebih kuat dan mengakibatkan terkumpulnya suatu materi yang sering disebut dengan flokon atau gumpalan. Apabila gaya tarik menarik ion ini besar, maka ukuran flokon akan semakin besar. Selain itu, partikel-partikel yang ada di kolom air mempunyai kemampuan mengadsorpsi logam berat dan mengurangi konsentrasi terlarut logam berat tersebut. Estuari bertindak sebagai filter bahan-bahan
3
kimia, termasuk logam berat yang terbawa oleh aliran sungai. Filter ini bekerja terutama melalui perubahan dari fase terlarut mejadi fase partikel. Kawasan Muaragembong merupakan estuari yang merupakan muara dari tiga sungai, yaitu Sungai Mati, Sungai Citarum Bekasi Laut (CBL), dan Sungai Gembong. Sebagian besar penduduk Muara Gembong bermatapencaharian sebagai nelayan, menangkap ikan, kepiting dan juga udang untuk dijual ke Jakarta khususnya ke daerah Cilincing, Ancol, dan Muara Angke Kecamatan ini terdiri dari enam desa, Jayasakti seluas 220 hektare (Ha), Pantai Mekar 235 Ha, Pantai Sederhana 65 Ha, Pantai Bahagia 265 Ha, Pantai Bakti 2,90 Ha, dan Pantai Harapan Jaya dengan lahan terluas 275 Ha (Pemda Bekasi. 2007). Kawasan pemukiman penduduk pinggir laut dengan luas lahan keseluruhan 14.009 hektar tersebut didominasi oleh lahan perairan. Tambak perikanan seluas 10.125 Ha menjadi mata pencaharian utama (60 persen) dari total jumlah penduduk (36.181 jiwa). Yang menjadi andalan utama dari tambak ini adalah, ikan bandeng, kepiting petelur, kerang dan udang. Pencemaran logam berat di kawasan Muara gembong saat ini memang sudah dalam tahap memprihatinkan. Konsentrasi beberapa logam berat juga terindikasi melebihi batas ambang yang diperbolehkan berdasarkan Keputusan Menenteri Lingkungan Hidup No. 51/2004 tentang Baku Mutu Air Laut untuk biota laut. Misalnya, konsentrasi Cu terlarut mencapai 0,34 mg/l, Pb mencapai 5,02 mg/l, Zn mencapai 0,18 mg/l, Hg mencapai 0,12 ug/l dan Cd yang mencapai 0,033 mg/l ( Sulistyowati, 2000).
Perumusan Masalah Sungai sebagai sumber utama logam baik dalam bentuk partikel maupun terlarut. Logam berat yang dibawa oleh air sungai masuk ke laut melalui estuari. Konsentrasi logam terlarut ini dipengaruhi oleh berbagai proses yang ada di estuari seperti proses pengenceran, flokulasi, adsorpsi, dan desorpsi oleh partikel. Menurut Libes (1992) Pada umumnya, logam berat dalam bentuk partikel hadir sebagai kation yang teradsorpsi pada permukaan mineral lempung (clay). Ketika air sungai membawa lempung ke estuari dengan salinitas > 5‰ maka kation-
4
kation berubah menjadi terlepas. Penambahan kekuatan ionik yang terjadi ketika air tawar dan air laut bertemu menyebabkan logam berat mengalami desorbsi. Dengan penambahan kekuatan ionik ini pula, serta pH menyebabkan logam terlarut berubah menjadi fase partikel melalui proses adsorpsi. Dengan demikian, logam berat yang telah teradsorpsi oleh padatan tersuspensi di sungai cenderung mengalami peningkatan konsentrasinya setelah memasuki estuari karena perbedaan salinitas. Proses adsorpsi antar partikel tersuspensi dalam kolom air terjadi karena adanya muatan listrik pada permukaan partikel tersebut (Sanusi, 2006). Butir lanau, lempung dan koloid asam humus yang tersuspensi dan terbawa memasuki estuari melalui aliran sungai mempunyai kecenderungan bermuatan listrik negatif (Libes, 1992;Wibisono, 2005; Sanusi, 2006). Dengan peningkatan salinitas, interaksi dengan kation bebas di perairan menyebabkan adanya penetralan dan mengurangi muatan negatif. Perubahan muatan ini juga dipengaruhi oleh adanya pelapisan (coating) partikel tersuspensi oleh bahan organik terlarut (DOM). Fenomena perubahan muatan listrik partikel tersuspensi tersebut menyebabkan gaya atraktif molekuler (gaya van der walls) mendominasinya. Peningkatan gaya ini menyebabkan kekuatan tarik menarik antar partikel menjadi lebih kuat, sehingga saat partikel bertabrakan akan membentuk flokulasi yang kemudian disusul terjadinya pengendapan partikel karena gravitasi. Keberadaan logam berat di estuari, baik dalam bentuk ion bebas, teradsorpsi oleh padatan tersuspensi dan partikel sedimen, sangat dipengaruhi oleh salinitas, interaksi fisik dan kimia aktivitas biologi dan di estuari (Tsail, et al, 2003). Salinitas sangat berpengaruh pada konsentrasi logam berat dalam fase terlarut Apabila peningkatan salinitas dapat meningkatkan pertukaran logam berat dengan karbonat, maka efek racun pada logam berat tersebut akan meningkat pula (Tsail, et al, 2003). Proses adsorpsi yang berlangsung dalam kolom air dipengaruhi oleh pH, salinitas, konsentrasi ligan inorganik dan organik, proses fisik biologi, kimia dan kehadiran adsorbent dan adsorbate. Material padatan tersuspensi dan material terlarut di estuari akan saling berinteraksi, dan hasil dari interaksi itu adalah adanya perubahan berupa penambahan (addition) atau pengurangan (removal) komponen
5
terlarut di estuari. Proses Adsorpsi yang diikuti oleh proses flokulasi menyebabkan konsentrasi logam berat terlarut mengalami pengurangan. Sebaliknya, proses desorpsi atau pelarutan kembali oleh partikel menyebabkan konsentrasi logam berat terlarut mengalami penambahan. Proses pengurangan dan penambahan ini dipengaruhi oleh salinitas, pH , dan kandungan bahan organik dalam padatan tersuspensi (Libes, 1992). Penggumpalan (Flocculation) terjadi di estuari karena adanya percampuran air yang berbeda salinitasnya. Peningkatan salinitas akan menyebabkan bertambahnya kekuatan ikatan ionik (ionic strength). Penggumpalan ini dipengaruhi oleh komponen organik seperti material humus maupun an organik, termasuk didalamnya karena adanya mineral lempung tersuspensi yang terbawa oleh air sungai dan spesies koloidal dari besi (Fe) dan material organik terlarut. Proses adsorpsi yang berlangsung di estuari yang telah tercemar logam berat berpotensi untuk mengendapkan unsur tersebut ke dasar perairan. Kepiting, kerang hijau dan hewan lainnya yang hidupnya melekat pada substrat, sangat beresiko tinggi terjadi akumulasi logam berat dalam tubuhnya, yang selanjutnya akan berbahaya pula apabila dikonsumsi oleh manusia Untuk mengetahui seberapa besar logam berat teradsorpsi oleh padatan tersuspensi total (logam berat teradsorpsi di sungai maupun di estuari), maka perlu data tentang konsentrasi logam berat terlarut, konsentrasi logam berat dalam padatan tersuspensi dan sedimen, salinitas, pH, dan TSS di lokasi penelitian. Pengukuran salinitas pada saat pasang dan surut, akan dapat menentukan tipe estuari di lokasi penelitian dan sangat dipengaruhi oleh hidrodinamika perairan, seperti pasang surut, arus, dan debit sungai. Adapun Perumusan masalah berikut ini.
disajikan pada
Gambar 1
6
Logam Berat dalam Padatan Tersuspensi dan yang Terlarut dalam air sungai. Estuari
Adsorpsi oleh padatan tersuspensi
Kolom air
Faktor Lingkungan yang mempengaruhi . - Salinitas - Temperatur - Pasut dan arus - pH - Fraksi sedimen - Kadar dan komposisi padatan tersuspensi
Logam Berat dalam Padatan Tersuspensi di estuari
Resuspensi
Desorpsi
Sedimentasi
Logam Berat Terlarut di estuari
Sedimen
Disolusi
Gambar 1. Perumusan masalah
Tujuan Penelitian 1. Mengkaji karakteristik fisik estuari di daerah penelitian. 2. Menentukan komposisi inorganik dan organik padatan tersuspensi dan hubungannya dengan kapasitas adsorpsi (Adsorption Capacity) terhadap logam berat terlarut. 3. Menentukan indeks kelarutan (Dissolved Transport Index) unsur logam berat di lokasi Penelitian.
7 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
Hidrodinamika Perairan Estuari. Estuari adalah suatu perairan tempat pertemuan air tawar dengan air laut yang mengakibatkan adanya gradien salinitas di sepanjang badan estuari mulai dari sepenuhnya air laut (33 – 37 ppt) di bagian mulut sampai dengan sepenuhnya air tawar pada bagian hulu. Percampuran akan terjadi bila kedua massa air tersebut bersentuhan, air tawar akan terapung diatas air laut karena densitas air tawar lebih ringan dibandingkan densitas air laut. Densitas air laut dipengaruhi oleh salinitas dan temperatur, tetapi di estuari, peranan salinitas dalam perubahan densitas lebih dominan dibandingkan dengan temperatur. Hal ini disebabkan karena dua alasan, yaitu kisaran salinitas yang lebih lebar dibandingkan dengan kisaran temperatur dan perairan yang relatif dangkal (Dyer, 1979). Di perairan estuari, terdapat tiga gaya hidrolik yang mempengaruhi tingkat percampuran dan pola sirkulasi air (Elliot et al, 1984), yaitu: 1. Adanya aliran dua arah sebagai hasil interaksi antara aliran air tawar dan pergerakan pasang surut air laut. 2. Perbedaan densitas antara air yang masuk ke estuari dengan air yang keluar ke estuari secara periodik. 3. Adanya gaya coriolis menyebabkan terjadinya perubahan bentuk muara sungai yang cenderung melebar dan perubahan pola sirkulasi air. Dari ketiga gaya tersebut, sirkulasi dan tingkat percampuran antara air tawar dan air laut akan membentuk stratifikasi salinitas. Stratifikasi menyebabkan terbentuknya distribusi salinitas yang dalam hal ini tergantung atas beberapa faktor, antara lain; 1. Pasang surut air laut. Pasang surut merupakan suatu gaya eksternal utama yang membangkitkan pergerakan massa air serta perilaku perubahan tinggi muka air secara periodik pada daerah estuari. Ketika pasang surut terjadi, seluruh massa air di estuari bergerak kearah hulu dan ke laut dalam periode tertentu .
8 Adanya arus pasut menyebabkan terjadinya gesekan antara massa air dengan dasar estuari yang menghasilkan pergolakan. Pergolakan ini memiliki kecenderungan untuk mencampur kolom air dengan lebih efektif. 2. Perubahan debit air sungai. Debit air sungai akan berubah secara musiman antara maksimum dan minimum. Perubahan debit air sungai tersebut manjadi penentu derajat percampuran antara air laut dan air tawar (Nybakken,1992). 3. Arus dan gelombang. Arus air pada perairan estuari berasal dari arus air sungai akibat perbedaan topografi dan arus air laut yang dipengaruhi oleh pasang surut, angin dan gelombang. Klasifikasi sirkulasi air dan pola stratifikasi di estuari ada 4 tipe (Tomczak, 1998), yaitu: 1. Estuari yang tercampur secara vertikal atau sempurna (Vertically mixed estuary), biasanya dangkal dan airnya bercampur secara vertikal sehingga massa airnya menjadi homogen dari permukaan sampai ke dasar estuari. Salinitas meningkat dengan jarak sepanjang estuari dari hulu sampai kemulut atau hilir. Pada tipe estuari tercampur sempurna, energi pasut lebih besar daripada debit sungai dang mengakibatkan suatu proses pengadukan dan percampuran yang sangat efektif. Airnya bercampur secara vertikal. Gambar 2 dibawah ini menunjukkan bagaimana estuari yang tercampur secara vertikal atau sempurna.
Gambar 2. Estuari Tercampur Sempurna ( Tomczak, 1998) 2. Estuari stratifikasi sebagian (Partially stratified estuary) terjadi pada suatu wilayah yang mempunyai debit sungai lebih kecil atau setara dengan energi pasut (Gambar 3). Energi pasang akan menstimulir terjadinya pengadukan dan
9 percampuran kedua massa air sungai dan laut estuari. Tipe estuari tercampur sebagian mempunyai sifat antara lain: salinitas meningkat dari kepala sampai mulut pada semua kedalaman, massa air masing-masing berada pada 2 lapisan, dimana lapisan atas salinitasnya sedikit lebih rendah dibandingkan dengan yang lebih dalam serta tidak terbentuk gradien densitas. Pada tipe ini ada jaringan masuk mengalir dilapisan yang lebih dalam.
Gambar 3. Estuari Stratifikasi Sebagian (Tomczak, 1998)
3. Estuari stratifikasi tinggi (Highly stratified estuary), lapisan atas salinitas meningkat dari dekat nol pada sungai sampai mendekati diluar mulut perairan yang lebih dalam. Pada estuari ini ada haloklin diantara perairan atas dan bawah khususnya dibagian kepala estuari. Gambar 4 dibawah ini memperlihatkan kondisi estuari berstratifikasi tinggi.
Gambar 4. Estuari Stratifikasi Tinggi (Tomczak, 1998)
10 4. Estuari Baji Garam (Salt wedge), air bersalinitas tinggi menyusup dari laut seperti baji dibawah air sungai. Estuari baji garam mempunyai penampakan yang hampir sama dengan estuari stratifikasi sedang dan tinggi. Ada gradien horisontal dari salinitas didasar seperti pada partially stratified estuary dan sebuah gradien salinitas vertikal yang tegas pada high stratied estuari. Tipe estuari baji garam umumnya terjadi di wilayah yang mempunyai aliran air sungai yang lebih dominan dari pada energi pasut, sehingga sirkulai masa air didominasi oleh energi massa air yang masuk dari sungai dan mengakibatkan terbentuknya gradien densitas nyata pada batas pertemuan massa air sungai dan massa air laut yang disebut baji garam. Adanya gradien densitas menyebabkan proses pengadukan dan percampuran kurang efektif .
Material Padatan Tersuspensi di Estuari Material Padatan tersuspensi dalam air laut berasal dari 1. Sungai, Material ini berasal dari pelarutan batuan (seperti kwarsa, mineral lempung), bahan-bahan organik di daratan (contoh sisa-sisa tanaman, material humus) dan berbagai macam polutan (sewage). 2. Atmosfer Bahan pencemar di udara yang melayang sebagi debu 3. Laut Berasal dari komponen biogeneus yang berasal dari organisme laut (skeletal debris/tulang, mineral organik) dan komponen anorganik (berasal dari sedimen maupun yang terbentuk dalam kolom air laut itu sendiri). 4. Estuari itu sendiri Material ini merupakan hasil dari proses yang terjadi di estuari, diantaranya adalah; penggumpalan, presipitasi, dan adanya proses produksi biologi yang menghasilkan material organik. Penggumpalan (Flocculation) terjadi di estuari karena adanya percampuran air yang berbeda salinitasnya. Peningkatan salinitas akan menyebabkan bertambahnya kekuatan ikatan ionik (ionic strength). Penggumpalan ini dipengaruhi oleh komponen organik
11 seperti material humus maupun anorganik, termasuk didalamnya karena adanya mineral lempung tersuspensi yang terbawa oleh air sungai dan spesies koloidal dari besi (Fe). Sebaran dari material partikulat di estuari dipengaruhi oleh proses-proses fisika seperti pola sirkulasi air, adanya gaya gravitasi yang menyebabkan penenggelaman sehingga membentuk deposit sedimen serta adanya resuspensi. Material padatan tersuspensi dan terlarut di estuari akan saling berinteraksi, dan hasil dari interaksi itu adalah adanya perubahan berupa penambahan (addition) atau pengurangan (removal) komponen terlarut di estuari. Perubahan ini terjadi akibat dari proses-proses : 1. Flocculation, adsorption, presipitation, dan pengambilan secara biologi. Hal ini menyebabkan pengurangan(removal) komponen dari fase terlarut untuk kemudian membentuk fase partikulat. 2. Desorption dari permukaan partikel dan terpisahnya material organik. Hal ini akan menghasilkan penambahan komponen terlarut. 3. Adanya reaksi kompleksasi dan chelation dengan ligan anorganik dan organik. Hal ini akan menstabilkan fase terlarut. Interaksi antara material terlarut dan partikulat dipengaruhi oleh sejumlah komponen termasuk pH dan klorinitas. Dari hasil eksperimen di laboratorium (Salomos, 1980 dalam Chester, 1990) menyatakan bahwa; 1. Adsorpsi logam Cd dan Zn sedikit bertambah dengan bertambahnya pH (7 – 8,5). 2. Adsorpsi dari Cd dan Zn sedikit berkurang dengan bertambahnya klorinitas. Hal ini diduga karena adanya kompetisi dengan ion Cl untuk membentuk ikatan kompleks. 3. Adsorpsi kedua elemen bertambah dengan bertambahnya turbiditas atau kekeruhan. Proses-proses yang terlibat dalam interaksi materi partikulat tersuspensi dan terlarut dalam kolom air meliputi (Burton & Liss, 1976 dalam Sanusi, 2006): 1. Pembentukan fase padat (kompleksasi) dan pengendapan dari materi terlarut, termasuk pembentukan mineral lithogenous, dimana fase autogenik terbentuk oleh materi organik hidup dan hasil pelapukan, baik yang berasal dari lingkungan estuari itu sendiri maupun diluar lingkungan estuari.
12 2. Pembentukan kelarutan dari fase tersuspensi materi partikulat, melalui prosesproses Disolusi, Desorpsi, Autolisis, dan Respirasi biologi. Dinamika proses fisika-kimia (physicochemical process) materi tersuspensi dan terlarut meliputi solidifikasi dan disolusi serta adsorpsi dan desorpsi.
Proses-proses
tersebut menentukan suatu substansi apakah berada dalam larutan, terendapkan dalam sedimen atau teradsorpsi oleh partikel tersuspensi. Padatan tersuspensi (suspended solid) adalah padatan yang berada dalam kolom air dan memilki ukuran partikel ≥ 0.45 – 2.0 µm, dikenal pula dengan sebutan seston. Padatan tersuspensi di perairan laut berasal dari daratan (allothonous) yang di transpor melalui sungai dan udara, dan yang berasal dari dalam laut (autothonous) itu sendiri. Komposisi padatan tersuspensi terdiri dari material anorganik (Particle Inorganic Matter – PIM) dan organik (Particle Organic Matter – POM) termasuk organisme mikro flora dan fauna yang hidup dan mati atau detritus. Menurut Libes (1992), POM yang 16
bersumber dari laut (4x10 gC/tahun) yang merupakan produksi primer adalah jauh lebih besar dibandingkan dengan yang berasal dari daratan yang di transpor melalui sungai (4.2 9
x 10 gC/tahun). Dalam kolom air padatan tersuspensi memiliki kemampuan mengadsorpsi elemen atau senyawa kimia inorganik maupun organik terlarut, kemudian mengendap dalam sedimen, yang kecepatan pengendapannya tergantung pada ukuran partikel dan dinamika arus setempat. Proses adsorpsi tersebut bersifat fisik-kimia dan berperan dalam mereduksi konsentrasi senyawa kimia terlarut (seperti logam berat) dalam kolom air, dan meningkatkan konsentrasinya dalam sedimen. Makin halus ukuran partikel padatan tersuspensi, makin luas permukaannya dan makin besar kapasitas adsorpsinya terhadap senyawa kimia terlarut. Dengan kata lain, padatan tersuspensi memiliki kapasitas adsorpsi yang besar terhadap logam berat terlarut, dan potensial mengakumulasi logam berat tersebut dalam sedimen. Adsorpsi memegang peranan penting pada distribusi trace elemen antara beberapa bentuk fase padat dan cair. Beberapa faktor yang mempengaruhi proses adsoprsi diantaranya adalah pH, salinitas, konsentrasi ligan inorganik dan organik, proses fisik biologi, kimia dan kehadiran adsorbent dan adsorbate. Adsorpsi dapat terjadi dalam beberapa mekanisme. Pada umumnya materi yang ada di perairan memiliki muatan
13 listrik, beberapa adsorpsi ion terjadi karena adanya atraksi elektrostatik atau yang dikenal dengan electrostik adsorpsi. Proses ini berlangsung cepat sampai terjadi keseimbangan muatan. Mekanisme adsorpsi lainnya adalah adsorpsi spesifik dimana kontribusi energi bebas dari sumber asal(adsorbate) sangat besar. Proses adsorpsi spesifik berlangsung lambat dan keseimbangan muatan jarang tercapai. Logam Berat di Estuari Di Estuari, logam berat ditemukan dalam bentuk: a.
Terlarut, yaitu ion logam berat dan logam yang berbentuk kompleks dengan senyawa organik dan anorganik.
b.
Tidak terlarut, yang terdiri dari partikel dan senyawa kompleks metal yang teradsorpsi pada zat tersuspensi (Razak, 1980). Daya larut logam berat dapat menjadi lebih tinggi atau lebih rendah tergantung pada
kondisi lingkungan perairan. Pada daerah yang kekurangan oksigen yang disebabkan karena kontaminasi bahan organik, maka daya larut logam berat akan menjadi lebih rendah dan mudah mengendap. Logam berat seperti Zn, Cu, Cd, Pb, Hg dan Ag akan sulit terlarut dalam kondisi perairan yang anoksik atau rendah kadar oksigen (Ramlal, 1987). Logam berat yang diikat oleh padatan tersuspensi kemudian akan mengendap kedasar perairan, dan akan mempengaruhi kualitas sedimen didasar perairan serta perairan disekitarnya. Kadar normal dan maksimum logam berat dalam air laut disajikan dalam Tabel 1 berikut. Tabel 1. Kadar Normal dan Maksimum Logam Berat Dalam Air Laut. Jenis Logam Berat Cd Cu Pb Zn Hg Keterangan : * : Kep Men LH No 51/2004 ** : Enviromental Protection Agency (1976)
Kadar (ppm) Normal 0,015 0,008 0.008 0.005 0,05
*
Maksimum** 0,059 0.05 0.05 0.17 0,0037
14 Parameter kimia dan fisika yang turut mempengaruhi kandungan logam berat dalam perairan adalah suhu, salinitas, padatan tersuspensi total, dan derajat keasaman (pH). Pada umumnya faktor oseanografi yang paling berperan dalam penyebaran bahan pencemar adalah arus, pasang surut, gelombang, dan keadaaan batimetri. Arus di perairan estuari dipengaruhi oleh lingkungan yang khas seperti pengaruh masukan air sungai, pasang surut, gelombang, serta pergerakan dan percampuran massa air. Pola sebaran logam berat terlarut terhadap nilai salinitas berbeda antara logam yang satu dengan yang lain (Maslukah, 2006). Konsentrasi logam Pb mengalami kenaikan dengan bertambahnya salinitas, sedangkan logam Cu dan Zn mengalami penurunan dengan bertambahnya nilai salinitas. Perilaku logam berat di perairan sangat dipengaruhi oleh interaksi antara fase larutan dan fase padatan. Konsentrasi logam terlarut secara cepat hilang dari larutan pada saat berhubungan dengan permukaan materi partikulat melalui beberapa fenomena ikatan permukaan yang berbeda (ikatan koloid, adsorbsi, dan presipitasi). Pengikatan logam berat oleh partikulat kemudian akan mengendap di dasaar perairan dan menambah konsentrasinya didalam sedimen.
Adsorpsi di Lingkungan Laut Proses adsorpsi adalah proses pemindahan sejumlah elemen terlarut dalam kolom air kedalam sedimen. Waktu yang dibutuhkan oleh partikel tersuspensi untuk mengadsorpsi elemen terlarut tersebut disebut dengan Scavaging Residence Time (SRT). Nilai kapasitas adsorpsi suatu elemen menunjukkan besarnya elemen tersebut yang teradsorpsi oleh partikel tersuspensi dalam kolom air (Sanusi, 2006). Dalam perairan, logam berat ditemukan dalam bentuk terlarut, yaitu ion logam berat dan logam yang berbentuk kompleks dengan senyawa organik dan an organik. Selain yang terlerut unsur tersebut terdapat juga dalam bentuk tidak terlarut yang terdiri dari partikel dan senyawa kompleks metal yang teradsorpsi pada zat tersuspensi (Razak, 1980).
15 Logam berat yang terdapat di laut mengalami beberapa fase padat yang ditandai dengan adsoprsi logam berat tersebut pada suspended solid. Proses adsorpsi ini mengurangi konsentrasi logam berat terlarut dalam perairan. Pada beberapa trace elemen seperti merkuri memiliki konsentrasi yang tinggi di sedimen dalam bentuk fraksi halus dan fraksi kasar. Selanjutnya trace elemen ini akan lebih terkonsentrasi pada suspended solid dibandingkan di dasar sedimen atau dalam badan air. Hal ini disebabkan oleh proses adsorpsi yang berlangsung di perairan laut.
Sedimen di Estuari. Estuari merupakan tempat bertemunya arus sungai menuju ke laut dan arus pasang surut air laut yang menuju sungai. Kedua aktivitas ini menyebabkan proses sedimentasi di Estuari juga semakin efektif, baik sedimen dari laut maupun sedimen dari sungai. Proses sedimentasi ditentukan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah kecepatan arus sungai, kondisi dasar sungai, turbulensi, dan diameter sedimen (Posma, 1976 diacu dalam Supriharyono, 2000). Sedimen berdiameter 104 μm akan tererosi oleh arus dengan kecepatan 150 cm/dt, dan terbawa arus pada kecepatan antara 90 – 150 cm/dt, dan akan mengendap pada kecepatan arus < 90 cm/dt . Untuk sedimen yang halus atau dengan ukuran diameter 102 μm, akan tererosi pada kecepatan arus > 30 cm/dt dan terendapkan pada kecepatan < 15 cm/dt. Dalam kondisi seperti tersebut diatas, maka di estuari, seluruh ukuran partikel sedimen akan mengalami erosi dan terbawa arus (MC Lusky, 1981 dalam Supriharyono, 2000). Apabila arus melemah, maka sedimen berukuran besar seperti pasir, akan mengendap terlebih dahulu, sedangkan sedimen yang berukuran kecil seperti clay atau lempung masih terbawa oleh arus. Partikel halus ini akan mengendap setelah arus sudah cukup lemah dan akan mengendap di tengah estuaria. Laju sedimentasi tergantung pada ukuran partikel dan sedimen yang terbawa sampai ke daerah estuaria berada dalam bentuk suspensi dan berukuran kecil. Partikelpartikel itu umumnya berdiameter < 2 μm, dan merupakan komposisi dari clay mineral, yaitu illite, kaolinite, dan montmorilonit, yang bersumber dari sungai. Semakin kecil diameter partikel, maka akan semakin sulit untuk mengendap. Menurut King (1976),
16 pasir dan pasir kasar mengendap secara cepat diperairan. Sedimen sedimen ini dapat mengendap dalam satu siklus pasang, sementara sedimen yang lebih halus seperti silt dan clay, kecepatan endapnya sangat lambat, tidak dapat mengendap dalam satu siklus pasang. Tabel 2 berikut memperlihatkan beberapa tipe sedimen dengan laju kecepatan endapnya menurut King, 1976. Tabel 2. Kecepatan Endap Beberapa Fraksi Sedimen (King 1976) Fraksi Sedimen
Diameter (um)
Kecepatan Endap (cm/dt)
Pasir Lumpur Lempung (clay)
62 – 250 31,2 – 3,9 1,95 – 0,12
0,3484-1,2037 0,0870 – 0,0014 3,47x10-4 -1,16x10-6
Kualitas Perairan Estuari. 1. Salinitas. Salinitas di estuari sangat dipengaruhi oleh musim, topografi estuari, pasang surut dan debit air sungai. Fluktuasi di estuari terjadi karena daerah tersebut merupakan tempat pertemuan antara massa air tawar yang berasal dari sungai dengan massa air laut serta diiringi dengan pengadukan massa air. 2. Derajat Keasaman (pH) Derajat keasaman atau pH adalah nilai yang menunjukkan aktivitas ion hidrogen dalam air yang digunakan untuk mengukur apakah suatu larutan bersifat asam atau basa. Nilai pH berkisar antara 1-14 dimana nilai pH 7 adalah netral, yang merupakan batas antara asam dan basa. Makin tinggi pH suatu larutan maka makin besar sifat basanya, dan sebaliknya makin kecil pH makin besar sifat asam suatu larutan. Derajat keasaman ini dalam sistem perairan, merupakan suatu peubah yang sangat penting. Ia juga mempengaruhi konsentrasi logam berat di perairan. Pada perairan estuari, kandungan logam berat lebih tinggi dibandingkan dengan perairan lainnya. Hal ini disebabkan karena kelarutan logam berat lebih tinggi pada pH rendah (Chester 1990). 3. Oksigen Terlarut Kelarutan logam berat sangat dipengaruhi oleh kandungan oksigen terlarut. Pada daerah dengan kandungan
oksigen rendah daya larutnya juga rendah sehingga mudah
17 mengendap. Logam berat seperti Zn, Cu, Cd, Pb, Hg, dan Ag akan sulit larut dalam kondisi perairan yang anoksik (Ramlal, 1987). 4. Bahan Organik Selain faktor-faktor yang mempengaruhi daya larut logam berat di atas, kandungan logam berat disuatu perairan dipengaruhi juga oleh faktor bahan organik. Bahan organik itu akan mempengaruhi proses adsorpsi, absorpsi, dan desorpsi logam berat.
18 BAB III. METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September - Nopember 2007. Pengukuran salinitas, kedalaman perairan, dan oksigen terlarut, menggunakan CTD (Conductivity Temperature Depth)
dilakukan pada saat pasang dan surut, sementara pengambilan
sampel air dan sedimen dilakukan pada saat surut. Analisis dilakukan di laboratorium Puspitek Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Lokasi penelitian ditentukan menjadi delapan (8) titik stasiun. Satu stasiun mewakili wilayah sungai, 1 stasiun lainnya pada mulut muara, 3 stasiun mewakili wilayah estuari dan 3 stasiun lainnya mewakili wilayah laut. Penentuan stasiun ini didasarkan pada perbedaan tingkat salinitas secara horizontal (air sungai, air muara dan air laut). Hal ini Sangat diperlukan untuk membedakan kondisi kimia air pada masingmasing jenis perairan tersebut. Sediment Trap diletakkan pada Stasiun 2, 3, 4 dan 5 dengan jarak rata-rata antar stasiun sejauh 1,62 km. Pemilihan tempat peletakan sedimen trap didasarkan pada pertimbangan bahwa keempat stasiun diatas telah dapat mewakili proses sedimentasi di lokasi penelitian. Posisi lokasi stasiun pengamatan dan lokasi secara geografis ditunjukkan pada Tabel 3 dan Gambar 7 berikut. Tabel 3. Posisi Geografis Stasiun Penelitian. Stasiun 1 2 3 4 5 6 7 8
Lintang Selatan 06o03’50,5’’ 06o03’12,1’’ 06o03’09,4’’ 06o02’59,1’’ 06o02’38,0’’ 06o01’45,9’’ 06o02’58,6’’ 06o03’41,4’’
Bujur Timur 107o00’54,8’’ 107o58’52,3’’ 107o58’18,3’’ 107o58’52,3’’ 107o58’46,8’’ 107o58’36,2’’ 107o57’05,7’’ 107o57’23,9’’
19
Gambar 7. Lokasi Pengambilan Sampel
20 Alat dan Bahan Penelitian Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian disajikan pada Tabel 4 di bawah ini. Tabel 4 Alat dan Bahan Penelitian No 1
Alat dan bahan Peralatan lapangan GPS
2 3 4
Roll meter Kapal CTD
5 6
Kamera Grab
7
Water sampler
8
Botol sampel
9 10 11 12 13
Stopwatch Tali plastik Refraktometer pH meter Ice box
14
Sediment trap
15 B 1 2
Currentmeter Bahan-bahan Aquades HNO 3
Kegunaan
Tipe
Menentukan posisi stasiun Mengukur jarak Transportasi Mengukur salinitas, temperature, DO Dokumentasi Mengambil contoh sedimen Mengambil contoh air Menyimpan contoh air Mengukur waktu Mengukur kedalaman Mengukur salinitas Mengukur pH Tempat menyimpan contoh Mengambil contoh sedimen Mengukur arus
Garmin 12
SBE model 19-03 600 N 1914512-2362 JVC Ekman Van Dorn 0sk 16387-c Ogawa Seiki co,ltd
Ogawa Seiki Co Ltd
Paralon 4 inci dengan pemberat CM 2 inci
Mencuci alat Pengawet contoh
Teknik Pengumpulan Data. Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas data primer yang meliputi parameter utama (Tabel 5) dan data sekunder yang meliputi data pasang surut tahun 2007 yang diterbitkan oleh Deshidros, TNI AL dan peta digital lokasi penelitian dari Bakosurtanal tahun 2004. Data primer yang diukur langsung di lapangan meliputi parameter kedalaman, salinitas, pH dan oksigen terlarut. Data primer lain berupa contoh air dan sedimen, diukur
21 atau dianalisis di laboratorium. Adapun parameter yang diukur dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Parameter Fisika – Kimia dan Biologi yang diukur dalam Penelitian No
Parameter yang diukur
Satuan
Metode
Keterangan
mg/l dan ug/l (Hg)
Ekstraksi
Laboratorium
Titrasi
In situ In situ In situ In situ Laboratorium
Kimia air
2
Logam berat Zn, Cu, Cd, Pb , Hg terlarut dan teradsorpsi pH Suhu Salinitas Oksigen terlarut Total Organik Matter Fisika dan Biologi Total Padatan Tersuspensi (Organik dan In organik) Fraksi sedimen
1 2 3 4 5
Hidrodinamika perairan Kedalaman Air Pasang surut Laju sedimentasi Debit sungai Arah dan Kecepatan Arus
1 2 3 4 5 6 1
0
C ‰ mg/l mg/l mg/l %
Gravimetri dan pengabuan Saringan bertingkat
m gr/m2/mg m3/dt
Lagrangian
Laboratorium Laboratorium
In situ Data sekunder In situ In situ In situ
Nilai kapasitas adsorpsi (Adsorption Capasity) dihitung dengan cara: KA=
[L] Adsorpsi ------------ x 100% [L] Total
Dimana: KA
= Kapasitas Adsorpsi
[L] Adsorpsi
= Elemen kimia teradsorpsi partikel
[L] Total
= Elemen kimia total. Adapun nilai Indeks Kelarutan atau DTI (Dissolved Transport Index) , yang
merupakan nilai rasio antara konsentrasi logam terlarut dengan konsentrasi logam total menggunakan formula sebagai berikut (Sanusi, 2006):
22 [L] Terlarut Indeks Kelarutan = ------------ x 100% [L] Total Dimana: [L] terlarut
= Elemen kimia terlarut
[L] total
= Elemen kimia total.
Pengambilan Contoh Air. Pengambilan contoh air menggunakan Van Dorn Water Sampler yang memiliki kapasitas 2 liter. Air ini kemudian dimasukkan kedalam botol polyethylen dan disimpan didalam kotak es ( ice box ), selanjutnya dibawa ke laboratorium untuk analisis lebih lanjut. Sebelum digunakan, water sampler dan botol polythilene
telah dibersihkan
dengan cara direndam dengan HCl 2 N selama 24 jam dan dibilas dengan air suling bebas ion. Pengambilan contoh air digunakan untuk penentuan parameter total padatan tersuspensi (TSS), analisis bahan organik, dan analisis logam berat. Di laboratorium, air untuk analisis logam berat kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring milipore, dengan ukuran 0,45µm, yang telah direndam dalam HCl 6 N selama seminggu dan dibilas dengan aquades. Setelah disaring, air contoh diawetkan dengan menambahkan HNO 3 (pH<2). Kertas saring yang telah digunakan dikeringkan dalam oven, kemudian digunakan untuk menghitung total padatan tersuspensi dan kandungan logam berat didalamnya. Dalam pengukuran logam berat dengan
AAS
(Atomic
Absorption
Spectrofotometry)
masing-masing
dilakukan
pengulangan sebanyak 3 kali. Pengambilan Contoh Sedimen. Pengambilan contoh sedimen dilakukan dengan menggunakan Ekman Grab. Ketebalan sedimen yang diambil ± 10 cm dari permukaan sedimen. Contoh sedimen diambil dari bagian tengah grab, untuk menghindari adanya kontaminasi alat. Contoh kemudian dimasukkan kedalam botol polyethylen dan disimpan dalam kotak es. Untuk pengukuran fraksi sedimen, diambil ± 500 gr dan disimpan dalam kantong plastik. Analisis dilakukan dengan menggunakan metode Buchanan, dengan saringan bertingkat, kemudian dihitung fraksinya berdasarkan ukuran butir sedimen.
23 Analisis Logam Berat Analisis logam berat dilakukan pada contoh air, baik yang terlarut maupun yang teradsorpsi, serta dalam sedimen. Analisis ini menggunakan metode ekstraksi dengan AAS (Atomic Absorption Spectofotometry). Penentuan kadar logam berat ditentukan pada Hukum Lambert-Beer, yaitu banyaknya sinar yang diserap berbanding lurus dengan kadar zat. Persamaan garis antar kadar zat dengan absorbansi adalah persamaan garis lurus dengan koefisien arah positif, Y = a + bX. Dengan memasukkan nilai absorbansi larutan contoh kedalam persamaan garis dari larutan standar, maka kadar logam berat dalam contoh dapat diketahui. Karena yang mengabsorbsi sinar adalah atom, maka ion/senyawa logam berat dalam contoh harus diubah menjadi bentuk atom. Perubahan bentuk ion menjadi bentuk atom biasanya dilakukan pada suhu tinggi (2000oC) melalui pembakaran (asetilen- udara) atau dengan energi listrik (Graphite furnase/Carbon rod atomizer) (Hutagalung et al 1997). Analisis Kandungan Bahan Organik Total (TOM). Analisis kandungan bahan organik total dilakukan pada contoh air dengan menggunakan metode titrasi. Untuk analisis kandungan bahan organik pada padatan tersuspensi dilakukan dengan metode pengabuan. Pengukuran Arus dan Pasang Surut Pengukuran arus dilakukan dengan metode lagrangian, dengan menggunakan Currentmeter, data tersebut kemudian diplot pada peta menggunakan Surfer 8. Penentuan kondisi pasang surut menggunakan data sekunder pasang surut dari Dishidros tahun 2007.
Tipe pasut disajikan dalam bentuk grafik garis dengan menggunakan
program excel. Pengukuran Kedalaman Perairan. Pengukuran kedalam dengan menggunakan tongkat berskala untuk kedalaman hingga 2 meter dan menggunakan tali pada kedalaman hingga 9 meter. Data ini kemudian di cross check dengan data pada CTD.
24 Pengukuran Debit Sungai Pengukuran debit sungai dilakukan dengan mengukur kecepatan aliran dan luas penampang melintang (Sosrodarsono dan Takeda 1993) Perhitungan debit sungai dilakukan di stasiun 1. Perhitungannya adalah sebagai berikut Qd = Fd x Vd
2 xbx (
Fd =
c + 2d + e 4
)
Keterangan : Qd
= debit sungai
Fd
= luas penampang melintang antara garis pengukuran dalamnya air
Vd
= kecepatan aliran rata-rata pada garis pengaliran d
b
= lebar sungai
c, d, e = dalamnya air pada setiap pengukuran. Garis-garis pengukuran kedalaman dilakukan menurut metoda yang dilakukan Sosrodarsono dan Takeda (1993). Penampang melintang sungai dibagi kedalam empat penampang dan setiap penampang dilakukan pengukuran 3 kedalaman seperti pada Gambar 6 berikut ini.
B
c
d
e
Gambar 8. Sketsa Pengukuran Debit Sungai
25 Keterangan: B = Lebar sungai c,d,e= kedalaman air pada setiap pengukuran. Analisis Ukuran Butir Sampel sedimen dianalisis menggunakan metode Buchanan (1984) dalam Holme and Mc Imtyre (1984) sebagai berikut : 1) Sampel ditimbang sebanyak 25 gram, kemudian disaring dengan saringan ukuran 0,063 mm dan diayak dalam baskom yang diisi 1 liter aquades hingga terbagi menjadi dua bagian, yaitu sampel yang mengendap dan sampel yang lolos saringan. 2) Sampel yang tidak lolos saringan dimasukkan dalam oven pada temperatur 100° C hingga kering. 3) Sampel dengan saringan bertingkat (0,500 mm, 0,250 mm, 0,125 mm, 0,063 mm) dan kemudian hasil ayakan masing-masing ditimbang. Analisis Muatan Padatan Tersuspensi Analisis MPT menurut metode APHA (1976) dalam Supriharyono (2000) adalah sebagai berikut : 1) Sampel air disaring menggunakan kertas saring milipore 0,42 µm dengan bantuan pompa hisap, bersama dengan kertas saring yang telah diketahui beratnya, dan residu hasil penyaringan ditimbang 2) Kertas saring dikeringkan dengan oven pada suhu 105º C selama 2 jam. 3) Sampel yang sudah kering dimasukkan dalam desikator, kemudian ditimbang. 4) Nilai MPT diperoleh melalui perhitungan :
MPT =
a−h mg / l V
Keterangan : a : berat kertas saring dan residu sebelum pemanasan (mg) h : berat kertas saring setelah pemanasan (mg) V : Volume air sampel yang tersaring (lt)
26 Analisis Laju Sedimentasi Sampel sedimen diambil dari sediment trap yang diletakkan di stasiun 2, 3, 4 dan 5. Pemilihan tempat pelatakan sedimen trap didasarkan pada pertimbangan bahwa keempat stasiun diatas telah dapat mewakili proses sedimentasi di lokasi penelitian. Sediment trap berbentuk silinder merupakan modifikasi dari pipa paralon dengan diameter 9,2 cm dan tinggi 30 cm, bagian bawah paralon ditutup dengan semen yang sekaligus berfungsi sebagai pemberat. White (1990) menyatakan bahwa silinder dengan perbandingan tinggi dan diameter > 3 merupakan kolektor yang efisien pada kecepatan arus 0,2 m/dt. Pemasangan sediment trap selama satu minggu, hasilnya berupa contoh sedimen ditampung dalam kantong plastik lalu diendapkan selama satu malam. Kemudian dibungkus alumunium foil ( yang telah dilakukan pengovenan pada suhu 100º C disimpan dalam desikator) dan dioven pada suhu 105º C selama 5 jam sampai beratnya konstan. Setelah ditimbang untuk menghitung laju sedimentasi dengan rumus APHA (1976) dalam Supriharyono (2000) sebagai berikut : Laju Sedimentasi =
( a − b) gr / cm 2 / minggu 2 π (d / 2)
Keterangan: a : berat akhir alumunium foil dan sedimen (gram) b : berat awal alumunium foil (gram) d : diameter sediment trap (cm).
Pengukuran Salinitas. Pengukuran salinitas dengan menggunakan CTD (Conductivity Temperature Depth), sehingga disetiap kedalaman dapat terukur salinitasnya. Pengukuran
ini
dilakukan untuk menentukan tipe estuari. Hal ini perlu diketahui sebagai langkah awal untuk mengetahui proses percampuran yang terjadi di daerah tersebut. Untuk mengetahui tipe estuari dapat dilakukan dengan menganalisis sebaran vertikal salinitas, dan dilakukan disemua stasiun pada lapisan kedalaman yang berbeda dan dilakukan pada waktu pasang dan surut (Duxbury and Duxbury, 1993).
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Tipe Estuari dan Debit Sungai. Tipe estuari biasanya dipengaruhi oleh kondisi pasang surut. Pada saat pasang, salinitas perairan akan didominasi oleh salinitas air laut karena masuknya air laut pada estuari tersebut. Sebaliknya pada saat surut, maka terjadi penurunan salinitas karena adanya masukan dari air sungai. Untuk mengetahui tipe estuari dapat dilakukan dengan melihat sebaran salinitas pada tiap lapisan kedalaman disetiap stasiun. Hasil pengukuran sebaran salinitas pada tiap kedalaman di setiap stasiun pada saat pasang dan surut, seperti disajikan pada Gambar 9 berikut ini.
(a)
(b)
Gambar 9 Sebaran Salinitas Menegak Saat Pasang (a) dan Surut (b)
Berdasarkan pendekatan nilai salinitas pada saat pasang dan surut, maka daerah penelitian dapat dikelompokkan menjadi 3 wilayah. Wilayah pertama adalah wilayah yang tidak dipengaruhi oleh air laut, yaitu pada stasiun 1 (sungai). Wilayah ini baik saat pasang dan surut memiliki nilai salinitas mendekati nol. Wilayah kedua adalah wilayah yang mempunyai nilai salinitas bervariasi. Wilayah ini diwakili oleh stasiun 3 dan 4,
33
dimana pada saat pasang salinitasnya berkisar 32 – 33 psu, sedangkan pada saat surut salinitasnya berkisar 25 – 26 psu. Nilai salinitas didaerah ini berfluktuasi antara pasang dan surut, serta memiliki karakteristik estuari, yaitu mirip laut pada saat pasang dan mirip sungai pada saat surut. Wilayah ketiga adalah wilayah yang memiliki karakteristik laut, yaitu memiliki salinitas antara 32 – 33 psu. Wilayah ini diwakili oleh stasiun 6, 7 dan 8. Wilayah ketiga ini memiliki salinitas yang seragam dari permukaan hingga kedalaman 9 m pada keadaan pasang, sedangkan pada saat surut, ada sedikit perbedaan salinitas di permukaan , kemudian semakin meningkat dengan bertambahnya kedalaman.
(1)
(1)
(2)
(2)
(3)
(3)
A
B
Gambar 10 Sebaran Salinitas Melintang pada Stasiun 2,5,6 (1), Stasiun 2,3,7 (2), dan Stasiun 2,4,8 (3) pada Saat Pasang (A) dan Surut (B).
34
Stratifikasi ini juga terjadi pada sebaran melintang dimana stasiun yang berada jauh dari muara sungai mempunyai salinitas yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan stasiun yang berada dekat dengan muara (Gambar 10). Lapisan permukaan cenderung memiliki salinitas lebih rendah dibandingkan dengan lapisan tengah, dan lapisan tengah lebih rendah dibandingkan dengan lapisan dasar perairan. Pada saat surut, salinitas rendah tampak pada stasiun 2, dimana stasiun ini letaknya di muara sungai. Perubahan nilai salinitas tampak sekali semakin menjauhi muara menuju laut. Pola penyebaran salinitas semacam ini menunjukkan bahwa kawasan Muaragembong tergolong pada estuari tercampur sebagian (Partially Mixed Estuary). Hal ini ditunjukkan dengan adanya variasi salinitas secara vertikal dan horisontal. Berdasarkan sebaran salinitas menegak terlihat adanya pembatas (front) salinitas pada daerah muara. Pergerakkan salinitas pada saat pasang terlihat mendorong massa air menuju sungai, begitu mencapai stasiun dekat muara terjadi percampuran salinitas hanya pada di lapisan bawah perairan. Pada saat surut terjadi kebalikannya, yaitu massa air tawar mendorong hingga ke mulut muara sungai. Percampuran antara salinitas air laut dan air tawar pada kondisi pasang dan surut hanya di sekitar mulut muara sungai. Dari hasil pengamatan, tampak adanya variasi sebaran temperatur dari permukaan hingga dasar perairan. Gambar 11, memperlihatkan ada penurunan temperatur dengan bertambahnya kedalaman. Pada lapisan permukaan temperatur berkisar antara 29oC o
hingga 30oC. Temperatur ini terus menurun hingga 28,5 C pada kedalaman 9 m .
Pada saat surut stratifikasi temperatur perkedalaman pada seluruh stasiun hampir tidak berubah, sedangkan pada saat pasang stratifikasi temperatur sangat terlihat dan terbentuknya lapisan thermoklin (perubahan suhu yang tajam) pada kedalaman 1,5 m. Pembentukkan thermoklin terjadi karena adanya masukkan air laut yang memiliki suhu lebih tinggi, sehingga begitu terjadi percampuran massa air, maka lapisan atas perairan suhunya meningkat.
35
(a)
(b)
Gambar 11 Sebaran Vertikal Temperatur Saat Pasang (a) dan Surut (b).
Variasi temperatur dapat disebabkan karena adanya debit sungai yang masuk ke perairan estuari. Hasil perhitungan debit sungai yang dilakukan di muara CBL (Citarum Bekasi Laut) pada jarak 10 m dari muara sungai. Pengukuran
dilakukan dengan
membagi lebar sungai dengan 4 penampang. Pada penampang pertama diperoleh debit sebesar 99,6 m3/dt, penampang kedua 89,7 m3/dt, penampang ketiga 79,95 m3/dt, dan penampang keempat sebesar 37,5 cm3/dt. Dari keempat pengukuran, diproleh debit ratarata sebesar 76.68 m3/dt. Kondisi Pasang Surut Dan Arus. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Hidrooceanografi (Dishidros, tahun 2007) menunjukkan bahwa tipe pasut di daerah penelitan adalah tipe semidiurnal, yaitu terdapat 2 periode pasang tinggi dan 2 periode pasang rendah setiap harinya. Gambar 12 dibawah ini menunjukkan kondisi pasang surut daerah penelitian pada bulan September 2007.
36
PASUT PERAMALAN SEPTEMBER 2007 1.2
Tinggi (m)
1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 1
17 33 49 65 81 97 113 129 145 161 177 193 209 225 241 257 273 289 305 321 337 353 369 385 401 417 433 449 465 481 497 513 529 545 561 577 593 609 625 641 657 673 689 705 721 737 Waktu
Gambar 12 Kondisi Pasang Surut di Muaragembong Bulan September 2007 (Dishidros, 2007).
Pengamatan untuk penentuan tipe estuari dilakukan pada saat pasang dan pada saat surut. Pengukuran salinitas pada saat pasang dilakukan pada pukul 13.40, sementara pengukuran pada saat surut dilakukan pada pagi hari, pukul 6.30. Untuk pengukuran parameter yang lain dilakukan pada saat surut. Gambar 11 dibawah ini memperlihatkan kondisi pasang surut pada saat pengambilan sampel dan pengukuran salinitas.
0.9
tinggi muka air (m)
0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 1
3
5
7
9
11
13
15
17
19
21
23
jam
Gambar 13 Kondisi Pasang Surut Saat Pengukuran Salinitas dan Pengambilan Sampel . Keterangan: : Pengukuran salinitas pada saat pasang : Pengukuran salinitas pada saat surut : Pengambilan sampel
37
Kecepatan arus permukaan memiliki kecepatan bervariasi, mulai 6,19
cm/dt
hingga 7,59 cm/dt. Kecepatan arus di muara sungai lebih cepat dibandingkan dengan kecepatan di estuari dan laut. Arus pada muara sungai dan estuari mengarah ke Barat, sedangkan arus di stasiun 6, 7, 8 mengarah ke Baratdaya. Arah dan kecepatan arus dapat dilihat pada Gambar 14 dibawah ini.
Peta Arus Permukaan
6,2 cm/dt 7,9 cm/dt
Gambar 14 Pola arus permukaan .
Padatan Tersuspensi (Suspended Solid) Dan Sedimentasi. Padatan tersuspensi adalah partikel-partikel yang melayang-layang didalam air yang terdiri dari komponen hidup (Phytoplankton, jamur dan bakteri) dan komponen mati (detritus, partikel anorganik). Hasil pengukuran menunjukkan bahwa nilai TSS berkisar antara 49,6 mg/l hingga 102 mg/l . Nilai terbesar pada stasiun 3, dimana stasiun sangat dangkal , sehingga proses pengadukan dasar perairan cukup efektif. Nilai terendah terdapat pada stasiun 6. Sebaran nilai TSS ditampilkan pada Gambar 15 di bawah ini.
38
Konsentrasi mg/l
Total Padatan Tersuspensi 150 100 50 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
Stasiun TSS (mg/l)
Gambar 15 Nilai Total Padatan Tersuspensi.
Total Padatan Tersuspensi terdiri atas bahan-bahan organik dan inorganik. Komposisi kandungan kedua bahan ini berbeda dan bervariasi ditiap stasiun (Lampiran 1). Pada Gambar 16 berikut tampak adanya penurunan kadar bahan organik dari sungai ke laut. Kandungan bahan organik tertinggi ada di stasiun 5 (hingga 68%) dan terendah di stasiun 8 (12,8%). Sementara itu, kandungan bahan inorganik menunjukkan sebaran yang berlawanan. Persentase tinggi tampak pada stasiun 8 (51,7%), dan kandungan terendah , yaitu
pada stasiun 5 (11,1%) . Fenomena menarik terdapat di stasiun 6, dimana
persentase kandungan unsur organik dan inorganik memiliki nilai yang hampir sama.
Kandungan Bahan organik dan Inorganik dalam Padatan tersuspensi 90 80
Persentase
70 60 50 40 30 20 10 0 1
2
3
4
5
6
7
8
Stasiun inorg
org
Gambar 16 Perbandingan Kandungan Bahan Organik dan Inorganik dalam Padatan Tersuspensi.
39
Padatan Tersuspensi (organik maupun inorganik) di perairan laut berasal dari daratan yang ditranspor melalui sungai, dan yang berasal dari dalam laut itu sendiri. Yang bersumber dari laut adalah lebih besar dibandingkan dengan yang berasal dari daratan yang dibawa oleh sungai (Libes, 1992). Padatan Tersuspensi memiliki kemampuan mengadsorpsi beberapa elemen terlarut dan kemudian mengendap dalam sedimen di dasar perairan. Untuk itu perlu dilakukan pengamatan mengenai fraksi sedimen dan laju pengendapan didaerah penelitian. Pengukuran laju sedimentasi dilakukan dengan menggunakan sediment trap yang dipasang di 4 stasiun pengamatan. Laju sedimen terendah stasiun 3 dan tertinggi di stasiun 4 (Tabel 6).
Stasiun
Tabel 6 Hasil Pengukuran Laju sedimentasi Laju Sedimentasi gr/m2/minggu Kecepatan TSS Kedalaman Arus (mg/l) Minggu Minggu Rata(m) (cm/dt) 1 2 rata
2 3 4 5
3,9 0,8 2 2
45.87 2.54 67.43 59.01
33.76 1.97 77.52 46.89
39.82 2.20 72.47 52.95
7,9 6,2 4,6 5,3
99,9 102 52,4 55,3
Dari keempat stasiun tersebut memperlihatkan bahwa laju sedimentasi di stasiun 4 (estuari) lebih tinggi daripada stasiun lain. Sedimen di stasiun 4 merupakan kombinasi antara material laut dan material sungai yang dibawa ke laut. Material yang dibawa laut pada saat pasang dan material sungai pada saat surut mempengaruhi besarnya laju endapan di tempat ini. Tingginya laju sedimentasi di stasiun 4 dimungkinkan karena adanya resuspensi atau pengadukan dari dasar, mengingat konsentrasi TSS di tempat tersebut justru paling kecil dibandingkan dengan ketiga stasiun lainnya, dan arus yang relatif juga kecil. Tekstur
sedimen
diketahui
dengan
mengukur
komposisi
dari
fraksi
pembentuknya, yang terdiri dari lumpur, pasir dan lempung. Di daerah estuari yang merupakan tempat pertemuan antara darat dan laut memiliki tidak hanya satu fraksi pada sedimennya. Komposisi dan nilai fraksi sedimen pada tiap stasiun dapat dilihat pada Tabel 7 berikut. 40
Tabel 7. Nilai Persentase Fraksi Sedimen dan Jenis Sedimen. Stasiun Fraksi sedimen (%) Jenis sedimen Lempung(clay) Lanau (Silt) Pasir (sand) 1 1,02 20 78,98 Loamy sand 2 1,92 89,6 8,84 Silt 3 3,55 87 9,45 Silt 4 1.63 34 64,37 Loamy Sand 5 1,78 24,4 73,82 Loamy Sand 6 0,97 11 88,03 Loamy Sand 7 0,87 10,6 88,53 Loamy Sand 8 0,96 10,8 88,24 Loamy Sand
Tabel 7 menunjukkan fraksi sedimen di Perairan Muaragembong yang terdiri dari Sand (pasir), Silt (lanau), dan Clay (lempung). Di stasiun 1 didominasi oleh pasir (78,98%) dengan jenis sedimen Loamy Sand (Pasir berlempung). Stasiun 2 dan 3 didominasi oleh lanau (Silt). Keempat stasiun lainnya yang merupakan laut lepas memiliki jenis sedimen pasir berlempung (Loamy Sand). Gambar 17 dibawah ini menampilkan sebaran fraksi sedimen dalam grafik histogram. Sebaran Fraksi Sedim en 100
Persentase
80 60 40 20 0 1
2
3
4
5
6
7
8
Stasiun lempung
Lumpur
Pasir
Gambar 17 Sebaran Fraksi Sedimen.
Konsentrasi Logam Cd, Cu, Zn, Hg, Pb Terlarut dan Teradsorpsi . 1. Cadmium (Cd). Konsentrasi Logam Cd di Lokasi penelitian ditunjukkan pada Gambar 18 dibawah ini. Nilai konsentrasi terlarut berkisar antara 0,006 mg/l – 0,076 mg/l , sementara itu konsentrasi dalam Padatan Tersuspensi
berkisar antara 0,001 mg/l dan 0.009mg/l
(Lampiran 1). 41
konsentrasi (mg/l)
0,080 0,060 0,040 0,020
Cd terlarut
0,000
Cd teradsorpsi 1
2
3
4
5
6
7
8
stasiun
Gambar 18 Konsentrasi Logam Cadmium (Cd) Terlarut dan Teradsorpsi.
Konsentrasi logam Cd terlarut tertinggi terdapat pada stasiun 2, kemudian menurun semakin kearah laut. Konsentrasi logam berat dalam Padatan Tersuspensi juga tampak semakin rendah ke arah laut. Dengan kata lain konsentrasi Cd semakin rendah dengan semakin meningkatnya salainitas. 2.
Tembaga (Cu). Konsentrasi logam Cu terlarut yang terukur berkisar antara 0,158 mg/l– 0,290
mg/l dengan nilai tertinggi diperoleh di stasiun 1 (0,290 mg/l) dan terendah di stasiun 8 (0,158 mg/l). Sebaran konsentrasi Cu dapat dilihat pada Gambar 19. Karena sumber Cu berasal dari sungai, maka konsentrasinya juga menunujukkan nilai yang menurun mulai dari sungai ke laut. Menurut Maslukah (2006), dilihat dari pola sebaran logam terlarut terhadap nilai salinitas menunjukkan bahwa logam Cu mengalami penurunan sejalan
konsentrasi (mg/l)
dengan bertambahnya nilai salinitas.
4,000 3,000 2,000 1,000
Cu terlarut
0,000
Cu teradsorpsi 1
2
3
4
5
6
7
8
stasiun
Gambar 19 Konsentrasi Logam Tembaga (Cu) Terlarut dan Teradsorpsi.
42
Konsentrasi logam Cu dalam padatan tersuspensi menunjukkan pola yang tidak berbeda. Nilai tertinggi pada stasiun 1,3, 4, 5 yang merupakan daerah estuari. Rentang nilai konsentrasi Cu dalam padatan tersuspensi berkisar antara 1,302 mg/l – 3,384 mg/l. Karena Cu termasuk unsur esensial, maka keberadaannya diperlukan oleh organisme. Konsentrasi Cu terlarut yang jauh lebih kecil nilainya dibandingkan dengan teradsorpsi dimungkinkan karena diabsorp (diserap) oleh organisme laut. 3. Seng (Zn) . Nilai konsentrasi logam Zn terlarut di muara sungai CBL Muaragembong berkisar antara 0,127 mg/l – 0,988 mg/l. Nilai konsentrasi tertinggi pada stasiun 1 (0,988 mg/l) , sedangkan nilai terendah pada stasiun 2 (0,127 mg/l). Serupa dengan logam Cu, maka logam Zn pun mengalami penurunan konsentrasi sejalan dengan meningkatnya salinitas (Maslukah, 2006). Karena perbedaan nilai sangat besar maka konsentrasi Zn terlarut tidak tampak dalam gambar. Sebaran konsentrasi Zn dapat dilihat pada Gambar 20 di
konsentrasi (mg/l)
bawah ini. 100,000 80,000 60,000 40,000 20,000 0,000
Zn terlarut Zn teradsorpsi 1
2
3
4
5
6
7
8
stasiun
Gambar 20 Konsentrasi Logam Seng (Zn) Terlarut dan Teradsorpsi. Konsentrasi logam Zn dalam Padatan Tersuspensi berkisar antara 20,78 mg/l – 78,65mg/l . Nilai tertinggi pada stasiun 1, dan semakin menurun secara gradual ke arah laut Sumber logam Zn berasal dari aktivitas manusia yaitu buangan limbah dan polusi udara yang mengandung Zn. Dalam alam, Zn terkandung dalam batuan dalam bentuk Sulfifda Sphalerite (ZnS), yang kemudian tererosi oleh air sungai dan terbawa sampai ke laut. Di laut unsur ini akan diencerkan oleh air laut. Zn Juga merupakan unsur esensial, konsentrasi terlarut unsur ini sangat kecil karena dimungkinkan diserap oleh organisme laut.
43
Dalam perairan dengan pH 6,7 unsur Zn terdapat dalam bentuk Zn2-terlarut. Semakin basa suatu perairan (pH 7 – 7,5) maka Zn mulai mengalami hidrolisis dan membentuk Zn(OH) 2 yang bersifat tidak larut (Sanusi, 2006).
Kondisi pH dan
kandungan bahan organik maupun inorganik dalam padatan tersuspensi
di lokasi
penelitian sangat mendukung efektifitas pembentukan ikatan kompleks dan adsorpsi Zn oleh padatan tersuspensi. 4. Merkuri (Hg) Merkuri (Hg) adalah logam yang sangat ditakuti karena dampak racun yang diakibatkan sangat berbahaya bagi kesehatan. Konsentrasi lgam Hg di lokasi penelitian berkisar antara 0,20 ug/l – 0,73 ug/l . Konsentrasi tertinggi pada stasiun 2 (0,73 ug/l) dan terendah pada stasiun 7 (0,20 ug/l). Nilai konsentrasi logam Hg disajikan pada Gambar 21 dibawah ini.
konsentrasi (ug/l)
1,50 1,00 0,50
Hg(ug/l) terlarut
0,00
Hg(ug/l) teradsorpsi 1
2
3
4
5
6
7
8
stasiun
Gambar 21 Konsentrasi Logam Merkuri (Hg) Terlarut dan Teradsorpsi
Nilai konsentrasi logam Hg secara keseluruhan menunjukkan nilai tertinggi pada stasiun 2, dan semakin mengecil kearah laut. Penurunan ini disebabkan karena pengenceran oleh air laut. Tingginya konsentrasi di stasiun 2 dimungkinkan karena adanya pengadukan sedimen yang disebabkan oleh arus yang bergesekan dengan dasar perairan. 5. Timbal (Pb ). Timbal (Pb) atau terkenal dengan timah hitam, adalah salah satu logam yang banyak mencemari laut karena aktivitas manusia. Kandungan logam Pb terlarut didaerah penelitian dapat dilihat pada Gambar 22 dibawah ini. 44
konsentrasi (mg/l)
10,000 8,000 6,000 4,000
Pb terlarut
2,000
Pb teradsorpsi
0,000 1
2
3
4
5
6
7
8
stasiun
Gambar 22. Konsentrasi Logam Timbal (Pb) Terlarut dan Teradsorpsi
Konsentrasi logam Pb terlarut berada pada kisaran 3,00 mg/l – 8,92 mg/l, dan konsentrasi teradsorpsi antara 1,028 mg/l – 3,142 mg/l. Seperti logam yang lain, konsentrasi yang teradsorpsi lebih besar daripada yang terlarut. Pola sebaran konsentrasi logam ini meningkat semakin kearah laut. Adanya ligan organik maupun inorganik dalam air (lampiran 1 ) menyebabkan terbentuknya ikatan kompleks dengan Pb. Dengan ligan inorganik fosfat (PO 4 3-) dan Sulfida (S2-) , Pb membentuk senyawa Pb (OH)- dan PbS yang bersifat tidak larut. Di Perairan dengan pH >6 kedua senyawa itu akan mengalami proses hidrolisis dan membentuk Pb(OH)- terlarut (Sanusi, 2006). Kondisi pH sangat mempengaruhi keberadaan Pb dalam perairan karena sangat menentukan apakah dalam keadaan terlarut ataupun teradsorpsi. Konsentrasi Pb di kawasan Muaragembong sebenarnya sudah melewati ambang batas yang ditentukan oleh EPA dan KepMen Lingkungan Hidup No 51/2004.
4.5. Kapasitas Adsorpsi dan Indeks Kelarutan Logam Berat. Hasil perhitungan kapasitas adsorpsi di daerah penelitian menunjukkan bahwa Kapasitas Adsorpsi logam berat secara berurutan dengan nilai terbesar adalah Zn>Cu>Hg>Pb>Cd. Untuk logam berat esensial (Zn dan Cu) berbeda dengan unsur logam non esensial (Cd, Hg, Pb). Unsur-unsur esensial (Zn dan Cu) memiliki kapasitas adsorpsi lebih besar dibandingkan dengan unsur non esensial . Kapasitas adsorpsi Zn rata-rata adalah 98,36% dan Cu dengan rata-rata 90,52%.
45
Untuk unsur logam non-esensial memiliki nilai rata-rata dibawah 50%. Logam Pb memiliki nilai antara 22%-26%, diikuti oleh Cd dengan rentang nilai antara 1%-20% dan Hg dengan nilai antara 56%-66%. Gambar 23 berikut adalah perbandingan Kapasitas adsorpsi di tiap stasiun pengamatan dari sungai hingga laut yang disajikan dalam bentuk histogram.
120,00
Perentase
100,00 80,00
Cd
60,00
Cu
40,00
Hg
20,00
Zn
0,00 1
2
3
4
5
6
7
8
Pb
Stasiun
Gambar 23. Kapasitas Adsorpsi Logam Berat
Perhitungan Kapasitas Adsorpsi logam berat non esensial menunjukkan nilai ratarata untul Pb sebesar 27,71%, Cd sebesar 11,29% dan Hg sebesar 63,42%. Kapasitas Adsorpsi logam berat non esensial (Cd, Hg, dan Pb) dari yang terbesar adalah Hg > Pb > Cd.
46
100,00
Persentase
80,00
Cd
60,00
Cu Hg
40,00
Zn 20,00
Pb
0,00 1
2
3
4
5
6
7
8
stasiun
Gambar 24 Indeks Kelarutan Logam Berat
Nilai indeks kelarutan logam berat seperti yang diperlihatkan pada Gambar 24 secara berurutan adalah Cd>Pb>Hg>Cu>Zn. Untuk logam esensial nilai Cu>Zn dan Cd>Pb>Hg untuk logam non-esensial. Berdasarkan hal diatas, apabila
nilai indeks
kelarutannya rendah maka kapasitas adsorpsinya semakin tinggi. Dengan demikian unsur yang memiliki indeks kelarutan yang rendah (Zn) lebih banyak teradsorpsi oleh partikulat yang pada akhirnya akan terendapkan di dasar perairan.
Konsentrasi Logam Cd, Cu, Zn, Hg, Pb dalam Sedimen. Kondisi logam berat yang telah teradsorpsi oleh padatan tersuspensi akan mengalami proses pengendapan pada dasar perairan. Gambar 25 berikut ini memperlihatkan konsentrasi logam berat dalam sedimen
47
k o n s e n t r a s i
200,00 150,00
Cd
100,00
Cu Hg(μg/g)
50,00
Zn 0,00 1
2
3
4
5
6
7
8
Pb
stasiun
Gambar 25. Konsentrasi Logam Berat dalam sedimen Pada gambar tampak bahwa logam Zn memiliki konsentrasi yang tinggi dibandingkan dengan logam lainnya, diikuti oleh Cu, Pb, Cd dan yang terakhir adalah Hg. Seperti diketahui bahwa Cd bervalensi dua adalah bentuk terlarut yang stabil dalam lingkungan perairan laut, terutama pada pH dibawah 8. Logam Pb dalam perairan laut dengan pH >6 didominasi oleh senyawa Pb(OH) terlarut, sehingga dalam sedimenpun kedua unsur logam tadi kandungannya kecil.
Pembahasan Umum. Percampuran kedua massa air di estuari akan menyebabkan perubahan konsentrasi logam berat terlarut yang ada di kolom air. Proses yang terjadi antara lain adalah pengenceran, flokulasi, adsorpsi dan desorpsi. Proses pengenceran menyebabkan perubahan konsentrasi logam berat, baik itu bertambah atau berkurang tergantung dari sumber logam tersebut. Apabila sumber logam dari sungai, adanya proses pengenceran oleh air laut mengakibatkan konsentrasi logam akan menurun sepanjang perubahan salinitas, sebaliknya apabila sumber logam berasal dari laut, maka konsentrasi logam berat menjadi naik dengan bertambahnya nilai salinitas (Chester 1990). Menurunnya konsentrasi logam berat terlarut di estruari disebabkan juga karena ada proses adsorpsi. Proses adsorpsi adalah proses pengikatan atom, partikel atau molekul suatu zat pada permukaan suatu zat padat. Proses adsorpsi antar partikel tersuspensi dalam kolom air terjadi karena adanya muatan listrik pada permukaan partikel.
48
Dengan tipe estuari yang tercampur sebagian, berarti ada perbedaan salinitas antara permukaan hingga kedalaman tertentu di perairan tersebut. Perbedaan salinitas ini tentu saja akan mempengaruhi proses kimiawi unsur logam berat yang masuk. Unsur logam berat esensial (Cu dan Zn) memperlihatkan konsentrasi yang cenderung menurun dengan semakin tingginya salinitas, baik konsentrasi terlarut maupun teradsorpsi. Untuk logam non-esensial (Cd, Hg dan Pb) menunjukkan pola yang berbeda. Konsentrasi Pb terlarut dan teradsorpsi meningkat dengan meningkatnya salinitas, sementara Cd dan Hg sebaliknya. Kadar keasaman (pH) juga mempengaruhi proses adsorpsi dan absorpsi unsur logam berat. Pada kondisi pH diatas 7, Zn justru mengalami hidrolisis dan bersifat tidak larut. Serupa dengan Zn, tembaga (Cu) pun bersifat tidak larut pada pH basa. Kedua unsur esensial ini banyak teradsorpsi oleh padatan tersuspensi pada lingkungan laut, yang akhirnya akan terendapkan di dasar perairan sebagai sedimen (Gambar 26). Unsur terlarut dari kedua logam tersebut banyak dimanfaatkan oleh biota laut. Logam berat Hg (non esensial) memiliki sifat yang serupa dengan Zn dan Cu, yaitu tidak larut pada pH basa. Kondisi pH perairan juga berpengaruh terhadap logam berat non-esensial lainnya, yaitu Cd dan Pb. Selain pH, pengaruh kehadiran bahan organik dan inorganik ikut mempengaruhi kapasitas adsorpsi logam berat. Logam Cu. di perairan bebas terdapat dalam keadaan terlarut atau partikulat. Logam Cu juga berikatan dengan ligan organik maupun inorganik (Sanusi, 2006).
Logam Cd juga membentuk ikatan kompleks dengan bahan organik
terutama di perairan dengan pH basa.
49
100 90 80 70 60 50 40 30
Zn Pb
20
Cu Cd
10
Hg 0 0
5
10
15
20
25
30
35
50
Kapasitas Adsorpsi , Persentase Bahan Organik, pH, dan Salinitas di Stasiun 1, 2, 4,7
100 80 60 40 20 0 org (%)
pH
salinitas
stasiun 1
Cd
stasiun 2
Cu
Hg
stasiun 7
Zn
Pb
Inorg(%)
stasiun 4
Gambar 28. Kapasitas Adsorpsi, Kandungan Bahan Organik, Salinitas dan pH di Stasiun 1, 2, 4, dan 7.
Dari gambar 28 diatas, perubahan salinitas dari sungai hingga laut tampak sekali pada logam Cd. Kapasitas adsorpsi Cd bertambah sejalan dengan bertambahnya nilai salinitas. Hal ini menunjukkan bahwa kapasitas adsorpsi Cd sangat dipengaruhi oleh salinitas. Karena logam Cd memiliki bentuk terlarut yeng stabil, maka nilai kapasitas adsorpsinya juga rendah dibandingkan dengan ke empat kogam berat lainnya. Kapasitas adsorpsi logam Pb tidak menunjukkan perubahan yang signifikan dengan bertambahnya salinitas. Sementara itu, logam Hg menunjukkan nilai kapasitas adsorpsi tinggi di estuari.
51
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Simpulan Berdasarkan karakter fisik (sebaran melintang salinitas, suhu, kecepatan arus dan tipe pasang surut) perairan estuari di Muaragembong, diketahui bertipe tercampur sebagian (Partially Mixed Estuary). Salinitas perairan bertambah secara gradual dari permukaan ke dasar perairan, temperatur menurun seiring dengan bertambahnya kedalaman. Kecepatan arus bervariasi, mulai 6,2 cm/dt hingga 7,9 cm/dt dengan ratarata debit sungai sebesar 76,68 m3/dt Tipe pasang surut semidiurnal dengan 2 kali pasang dan 2 kali surut. Konsentrasi logam berat teradsorpsi rata-rata lebih besar dibandingkan dengan kandungan logam berat terlarut, kecuali unsur Cd dan Pb. Hal ini disebabkan karena kedua unsur tersebut memiliki bentuk terlarut yang stabil dalam perairan dengan pH antara 7 – 8. Kapasitas Adsorpsi logam berat secara berurutan dengan nilai terbesar adalah Zn(99,16%)>Cu(90,52%)>Hg(63,42%)>Pb(24,71%)>Cd(11,29). Unsur logam esensial, Zn>Cu. Untuk unsur logam non esensial secara berurutan, kapasitas adsorpsinya adalah Hg>Pb>Cd. Tingginya nilai kapasitas adsorpsi Cu, Zn, dan Hg menunjukkan kecenderungan ketiga unsur itu akan terendapkan di dasar perairan disebabkan arus di daerah penelitian cenderung melemah kearah laut. Hal ini terlihat pada data konsentrasi Cu, Zn, dan Hg
yang tinggi pada sedimen dibandingkan
dengan logam berat lainnya (Cd dan Pb). Perubahan salinitas dari sungai hingga laut tampak sekali pada logam Cd. Kapasitas adsorpsi Cd bertambah sejalan dengan bertambahnya nilai salinitas. Hal ini menunjukkan bahwa kapasitas adsorpsi Cd sangat dipengaruhi oleh salinitas. Karena logam Cd memiliki bentuk terlarut yang stabil, maka nilai kapasitas adsorpsinya juga rendah dibandingkan dengan ke empat kogam berat lainnya. Kapasitas adsorpsi logam Pb tidak menunjukkan perubahan yang signifikan dengan bertambahnya salinitas Dissolve Transpor Index (DTI) atau nilai kelarutan logam berat secara berurutan adalah Cd(88,71%)>Pb(75,29%)>Hg(36,58%)>Cu(9,48%)>Zn(0,84%). Untuk logam esensial nilai Cu>Zn dan Cd>Pb>Hg untuk logam non-esensial. Indeks kelarutan ini berbanding terbalik dengan kapasitas adsorpsi.
55
Apabila logam berat Cu, Zn, dan Hg memiliki persentase yang tinggi dalam sedimen dan memiliki efek racun terutama pada organisme bentik, maka logam Cd dan Pb yang memiliki indeks kelarutan tinggi memiliki kecenderungan toksisitas yang tinggi pula dan berbahaya bagi organisme di kolom air.
Saran Perlu dilakukan penelitian lanjutan yang melihat konsentrasi logam berat yang terkandung dalam partikulat organik dan atau inorganik, sehingga dapat diketahui dengan pasti besarnya kapasitas adsorpsi oleh partikulat tersebut dan peran partikulat tersebut dalam proses adsorpsi. Perlu penambahan stasiun di sungai sebagai pembanding dengan stasiun di estuari dan stasiun laut. Hal ini berkenaan dengan peran salinitas dalam proses adsorpsi.
56
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, M.A. and A.J. Rubin 1981. Adsorption of Inorganic at Solid-Liquid Interfaces. Ann Arbor Science. Michigan. Anderson, M.A. and A.J. Rubin 1992. Adsorption of Inorganic at Solid-Liquid Interfaces. Ann Arbor Science. Michigan. Aiken, G. 2002. Organic matter in ground water. http://water.usgs.gov. Anonim. 2000. Ambient water quality criteria for organic carbon in British Columbia. http://wlapwww.gov.bc.ca. Basaham, Ali S. 2009. Distribution and Partitioning of Heavy Metals in Subtidal Sediments of the Arabian Gulf Coast of Saudi Arabia. Earth Science Journal Vol 21 No 1. Chester R. 1990. Marine Geochemistry. London:Unwin Hyman Ltd Clark RB. 1986. Marine Pollution. London: Clerendon Press Collins, Y E and G Stotzky, 1991 Heavy Metals Alter the Electrokinetic Properties of Bacteria, Yeasts, and Clay Minerals. Journal of Applied and Environmental Microbiology vol 58 No 5. DISHIDROS (Dinas Hidro Oceanografi). 2007. Daftar Pasang Surut. Jakarta. Duxbury AB and Duxbury AC. 1993 Fundamental of Oceanography. Dubuque Iowa: Wm.C. Brown Publishers. Dyer KR. 1979. Estuaries : A Physical Introduction. London: John Willey&Sons. Eaton, D Andrew, Clesceti, S Lenore, Rice W Eugine and Greenberg E Arnold 2005. Standard Methods for The Examination of Water and Wastewater 21st Edition. Centennial Edition. EPA (Enviromental Protection Agency) 1976. Water Quality Criteria. http//:www.epa.gov/ost Elliot DJ James A. 1984. An Introduction to Water Quality Modelling . Department of Civil Engineering UK: University Upon Tyne. Hutagalung HP, D Setiapermana dan SH Riyono 1997. Metode Analisis Air Laut, Sedimen Dan Biota. Buku 2 Jakarta: Pusat Penelitian Dan Pengembangan Oceanologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. King CM. 1976. Introduction To Marine Geology and Geomorphology. Arnold, London. Libes S. M. 1992. An Introduction To Marine Biogeochemistry. John Willey & Sons, Inc.
Maslukah. L 2006. Konsentrasi Logam berat Pb, Cd, Cu, Zn dan Pola Sebarannya di Muara Banjir Kanal Barat, Semarang (Tesis) Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Molisani, MM, Salomao, M.S.M 2000. Heavy Metal Partitioning in Bottom Sediments of Paraiba Do Sul River, Brazil. Earth Science Journal, Vol 13 No 5. Nybakken. JW. 1992. Biologi Laut. Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta:PT Gramedia Pemda Bekasi. 2007. Bekasi Dalam Angka. Bekasi. Philips JDH. 1980. Proposal for monitoring studies on the contamination of the seas by trace metal and organochlorine. South China Sea Fisheries Development and Coordinating Programe. FAO-UNEP Manila Pickard G L and WJ Emery. 1970. Descriptive Physical Oceanography. New York: Pergamon Press. Ramlal PS 1987. Mercury Methylation Dymethylation Studies at Southern India Lake. Canada: Minister of Supply and Services. Razak H. 1980. Pengaruh logam berat terhadap lingkungan. Perwarta Oseana : 2. Jakarta: LON –LIPI Riley, J.P.1989. Chemical Oceanografi. Volume 9. Academic Press. Sanusi HS 2006. Kimia Laut. Proses Fisika Kimia Laut dan Interaksinya dengan Lingkungan. Bogor: Ilmu dan Teknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Sanusi HS 2005. Peranan Padatan Tersuspensi Mereduksi Logam Berat Hg, Pb dan Cd Terlarut Dalam Kolom Air Teluk Jakarta. Ilmu Kelautan. Indonesian Journal of Marine Sciences Volume 10 No. 2: Hal 72 Sostrodarsono S, K. Dan Takeda. 1993. Hidrologi Untuk Pengairan. Jakarta: Pradnya Paramitha Sulistyowati, Dewi, Harsono dan Kuncoro. 2000 .Pencemaran Logam Berat Kawasan Muaragembong (Studi kasus di 3 muara sungai, muara Gembong, muara Mati dan muara Citarum Bekasi Laut (CBL). Bekasi. BPLHD Jawa Barat. Supriharyono 2000. Pelestarian dan Pengelolaan Sumberdaya Alam di Wilayah Pesisir Tropis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Tan 1982. Kimia Tanah. Jakarta: Pradyna Paramita Tchobanoglous G. and E. D. Schroeder. 1987. Water Quality : Characteristics, Modeling, Modification.Addison-Wesley Publishing Company. Sydney Tomczak M. 1998. An Introduction Of Physical Oceanography. Estuaries. Australia:Pergamon Press
Tsail, J, Yu, K.C and Chang, J.S, 2003. Effect of Salinity on Heavy Metals Migration among Dissolved and Solid Phases in Estuary Sediment. Poster Papers in Diffuse Pollution Conference, Dublin 2003. Waldichuk M. 1974. Some Biological Concern in Metals Pollution. In F J Vernberg and W B Vernberg (ed). London: Academic Press Inc. Wibisono MS. 2005. Pengantar Ilmu Kelautan. Jakarta: Grasindo.
Lampiran 1. Hasil Analisis Kualitas Air Muaragembong, Bekasi. stasiun
kedalaman m
1 2 3 4 5 6 7 8
Stasiun
2,5 3,9 0,8 2 2 7 9 10
salinitas psu
Kecepatan Arus (m/dt)
Temperatur oC
pH
5 12 26 26 32 32 32 32
0.34 0.07 0.08 0.04 0.06 0.08 0.06 0.05
29 29,40 29,00 29,00 29,30 30,10 29,50 30,00
7.05 7.54 7.73 7.75 7.87 7.88 7.90 7.92
Konsentrasi Logam Berat Total (mg/l)
TOM mg/l
DO (ml/l)
35.41 25.20 25.10 12.25 15.25 12.65 10.95 10.54
4,2 4,7 4,5 4,5 4,6 4,8 4,7 4,7
Konsentrasi Logam Berat Terlarut (mg/l)
Total
TSS Mg/l Inorg(%)
Org(%)
93,5 99,9 102 52,4 55,3 49,6 55,3 54,5
51.7(55.3) 42.5(42.5) 33.7(33.0) 15.3(29.2) 11.1(20.1) 26(52.4) 40.8(73.8) 41.7(76.5)
41.8(44.7) 57.4(57.5) 68.3(67.0) 37.1(70.8) 44.2(79.9) 23.6(47.6) 14.5(26.2) 12.8(23.5)
Konsentrasi Logam Berat Dalam Padatan Tersuspensi (mg/l)
Cd
Cu
Hg(ug/l)
Zn
Pb
Cd
Cu
1
0,067
3,67
1,59
79,64
4,96
0,066
0,290
2
0,079
2,46
1,66
61,00
4,63
0,076
3
0,055
3,11
1,52
48,80
4,92
4
0,061
2,55
0,66
48,65
5
0,063
2,46
0,68
6
0,028
1,87
7
0,029
8
0,040
Hg(ug/l)
Zn
Pb
Cd
Cu
0,54
0,988
3,750
0,001
3,384
0,270
0,73
0,127
3,600
0,003
0,046
0,210
0,57
0,150
3,652
7,57
0,052
0,200
0,21
0,256
28,07
9,97
0,056
0,250
0,21
0,56
25,97
10,23
0,025
0,187
1,54
0,56
23,26
11,25
0,023
1,46
0,76
21,07
12,06
0,035
Hg(ug/l)
Zn
Pb
1,05
78,65
1,212
2,190
0,93
60,87
1,028
0,009
2,900
0,95
48,65
1,265
5,504
0,009
2,354
0,45
48,39
2,061
0,201
7,701
0,007
2,207
0,47
27,87
2,268
0,20
0,296
7,506
0,003
1,678
0,36
25,67
2,723
0,177
0,22
0,290
8,702
0,006
1,365
0,34
22,970
2,550
0,156
0,30
0,287
8,921
0,005
1,302
0,46
20,780
3,142
59
Konsentrasi Logam berat Dalam Sedimen (mg/kg) BK
Stasiun Cd 1 2 3 4 5 6 7 8
0,01 0,10 0,12 0,01 0,03 0,06 0,07 0,07
Cu 30,54 54,59 55,09 47,30 42,98 33,21 40,01 37,54
Hg(μg/g) 34,50 40,20 33,70 54,20 56,80 41,20 39,70 42,5
Zn 183,39 138,15 138,38 94,11 124,32 122,62 104,57 112,04
Pb 4,14 13,91 13,83 8,32 8,55 11,26 12,47 12,98
60
Lampiran 2. Tabel Perhitungan Kapasitas Adsorpsi dan Indeks Kelarutan
Kapasitas Adsorpsi (%) dan Indeks Kelarutan (%)
Stasiun Cd 1,49 (98,51) 3,80 (98,70) 15,75 (84,25) 14,05 (85,95) 11,20 (88,80) 10,71 (89,29) 20,42 (79,58) 12,94 (87,06)
1 2 3 4 5 6 7 8
Cu 92,11 (7,89) 89,02 (10,98) 93,25 (6,75) 92,17 (7,83) 89,82 (10,18) 89,97 (10,03) 88,52 (11,48) 89,30 (10,70)
Hg 66,04 (33,96) 56,02 (43,98) 62,50 (37,50) 68,18 (31,82) 69,12 (30,88) 64,29 (35,71) 60,71 (39,29) 60,53 (39,47)
Zn 98,76 (1,24) 99,79 (0,21) 99,69 (0,31) 99,47 (0,53) 99,29 (0,71) 98,86 (1,14) 98,75 (1,25) 98,64 (1,36)
Pb 24,43(75,57) 22,21(77,79) 25,73(74,27) 27,24(72,76) 22,75(77,25) 26,62(73,38) 22,66(77,34) 26,05(73,95)
Keterangan: (a) Angka dalam kurung merupakan nilai Indeks kelarutan (b) Nilai kisaran dan rerata (%) Cd : 1,49 – 20,42, rerata 11,29 (79,58 – 98,40) rerata 88,71 Cu : 89,02 – 93,25 rerata 90,52 (6,75 – 11,48) rerata 9,48 Hg : 56,02 – 69,12 rerata 63,42 (30,88 – 43,98) rerata 36,58 Zn : 98,64 – 99,79 rerata 99,16 (0,21 – 1,36) rerata 0,84 Pb : 22,21 – 27,24 rerata 24,71 (72,76 – 77,79) rerata 75,29
61
Lampiran 3. Debit Sungai Citarum Bekasi Laut Bulan September 2007. Perhitungan debit sungai Citarum bekasi laut. Qd = Fd x Vd
c + 2 d +e Fd = 2 x b x 4 Keterangan : Qd
= Debit sungai
Fd
= Luas penampang melintang antara garis pengukuran dalamnya air
Vd
= Kecepatan aliran rata-rata pada garis pengaliran
b
= Lebar sungai
C, d, e = dalamnya air pada setiap pengukuran Penampang 1. Diketahui b = 80 m, c = 1,5, d = 2 m, e = 2,8 sehingga didapat nilai Fd = 332 m2 Vd = 0,03 m/dt Qd = 332 m2 x 0,03 m/dt = 99,6 m3/dt
Penampang 2. Diketahui: b = 150 m, c = 0,1, d = 1, e = 2,5, sehingga didapat nilai Fd = 345 m2 Vd = 0,26 m/dt Qd = 345 m2 x 0,26 m/dt = 89,7 m3/dt
Penampang 3. Diketahui: b = 150 m, c = 0,1, d = 1, e = 2, sehingga didapat nilai Fd = 307,5 m2 Vd = 0,26 m/dt Qd = 307,5 m2 x 0,26 m/dt = 79,95 m3/dt
62
Lanjutan Lampiran 3 Penampang 4. Diketahui, b = 150 m, c = 0, d = 0,5, e = 1, sehingga didapat nilai Fd = 150 m2 Vd = 0,025 m/dt Qd = 150 m2 x 0,25 m/dt = 37,5 m3/dt Rata-rata debit air sungai yang masuk ke estuari sebesar: 76,68 m3/dt
63
Lampiran 4. Prosedur Analisis Logam Berat (Eaton, D Andrew, Hutagalung, P Horas)
Penentuan Pb, Cd, Cu, dan Zn Terlarut (Dalam Air). 1. Diambil sampel air laut sebanyak 250 ml (contoh air laut telah disaring dengan kertas saring dengan ukuran pori 0,45 μm) 2. pH contoh disesuaikan menjadi ± 3 3. Sampel ditambah larutan APDC (2%) sebanyak 5 ml, lalu dikocok selama 10 menit. 4. Kemudian ditambah 10 ml MIBK 5. Sampel dikocok lagi dan dibiarkan sampai terbentuk 2 fase. 6. Fase an organik (lapisan bawah) dibuang dan diambil fase organiknya (lapisan atas). 7. Fase organik ini ditambahkan HNO 3 sebanyak 1 ml dan dikocok kembali. 8. Kemudian ditambah 9 ml aquades dan dikocok. 9. Sampel dibiarkan sampai terbentuk 2 fase 10. Diambil fase an organiknya (lapisan bawah) dan siap diukur dengan AAS.
Penentuan Hg Terlarut. 1. Masukkan 100 ml contoh air laut ke dalam botol BOD. 2. Tambahkan 5 ml H 2 SO 4 pekat. 3. Tambahkan 15 ml larutan KmnO 4 , kocok biarkan selama 15 menit. 4. Tambahkan 8 ml larutan K 2 S 2 O 8 , panaskan dalam “water bath” pada suhu 95oC selama 2 jam. 5. Dinginkan pada suhu kamar di ruang bersih atau dalam laminar flow. 6. Tambahkan tetes demi tetes larutan hidroksilamin smpai warna violet hilang. 7. Pindahkan larutan contoh ke dalam tabung merkuri analisis. 8. Segera hidupkan aerator dengan kecepatan 2 liter udara/menit. 9. Tambahkan 5 ml larutan SnCl 2 , kemudian ukur dengan AAS tanpa nyala.
64
Penentuan Pb, Cd, Cu, dan Zn Dalam Sedimen 1. Sampel sedimen dimasukkan dalam botol teflon atau plastik 2. Dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC selama 24 jam 3. Didinginkan dalam desikator 4. Diambil 10 – 20 gr, dimasukkan ke dalam tabung sentrifuse dan ditambah 500 ml air suling bebas ion dan diaduk. Disentrifuse selama 30 menit dengan kecepatan 2000 rpm. 5. Fase air dibuang dan dikeringkan kembali dengan oven dengan suhu 105oC selama 24 jam. 6. Diambil 1 gr dan dimasukkan dalam teflon Bomb. 7. Ditambah aqua regia sebanyak 5 ml dan secara perlahan-lahan ditambah 6 ml HF 8. Dipanaskan pada suhu 130oC sampai semua sedimen larut dan larutan hampir kering. 9. Didinginkan dalam suhu ruang 10. Ditambahkan 1 ml HNO 3 pekat dan diaduk pelan-pelan dan ditambah 9 ml air suling bebas ion. 11. Diukur dengan AAS menggunakan nyala udara asitelin.
Kadar logam berat dalam sedimen dihitung dengan persamaan:
Kadar, mg/l =
axb c
Keterangan: a = Kadar hasil pengukuran dengan AAS b = Volume akhir larutan contoh (10 ml) c = Berat contoh sedimen (1 gr)
65
Penentuan Hg dalam Sediman. 1. Masukkan 5,0 gr sedimen basah kedalam botol BOD 2. Tambahkan 10 ml HNO 3 pekat dan 30 ml H 2 SO 4 3. Panaskan pada suhu 60oC selama 2 jam diatas penangas air. 4. Dinginkan pada suhu 4oC, kemudian pindahkan ke tabung reduksi merkuri. 5. Pasang aerator dengan kecepatan udara 2 l/menit. 6. Tambahkan 5 ml larutan SnnCl 2 , ukur dengan AAS tanpa nyala.
Penentuan Pb, Cd, Cu, dan Zn Dalam Padatan Tersuspensi. 1. Contoh padatan tersuspensi bersama kertas saring dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC selama 24 jam. 2. Didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang beratnya. 3. Dimasukkan kedalam “teflon bomb” dengan menggunakan pinset teflon. 4. Ditambah aqua regia sebanyak 1 ml secara perlahan-lahan, kemudian ditambah 1 ml HF. 5. Dipanaskan melalui penangas air pada suhu 90oC– 100oC dan didinginkan. 6. Larutan contoh dimasukkan dalam labu ukur politelin (25 ml) yang telah berisi campuran 5 ml asam borat dan 5 ml air suling bebas ion. Air pembilas digabung dengan larutan contoh. 7. Diencerkan sampai batas tera dengan air suling bebas ion. 8. Diukur dengan AAS menggunakan nyala udara asitelin.
Kadar logam berat dalam padatan tersuspensi dihitung dengan persamaan :
Kadar, ug/g =
axb c −d
Lanjutan Keterangan: a = Kadar hasil pengukuran dengan AAS b = Volume akhir larutan contoh (25 ml) c = Berat kertas saring dengan padatan tersuspensi ( gr) 66
d = Berat kertas saring tanpa padatan tersuspensi (gr)
Analisis Hg dalam Padatan Tersuspensi. 1. Keringkan contoh seston dalam oven pada suhu 60o selama 24 jam. 2. Dinginkan dalam desikator selama 24 jam, kemudian ditimbang. 3. Masukkan kedalam botol BOD, tambahkan 10 ml HNO 3 pekat dan 20 ml H 2 SO 4 pekat. 4. Panaskan diatas penangas air pada suhu 60o C selama 1 jam. 5. Tutup dan dinginkan pada suhu 4oC. 6. Pindahkan ke labu ukur gelas (25 ml). 7. Encerkan dengan air suling bebas ion. 8. Pindahkan seluruhnya kedalam tabung reduksi merkuri. 9. Pasang aerator dengan kecepatan udara 2 l/menit. 10. Tambahkan 5 ml larutan SnCl 2 , ukur dengan AAS tanpa nyala.
67
Foto peneliti den CTD yang siap dioperasikan
Pengamatan currentmeter
68
Currentmeter yang digunakan dalam penelitian
Pengoperasian currentmeter
69
Pertemuan antara Sungai Bekasi dan Citarum
Kawan-kawan yang membantu dalam penelitian
70