perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ADAPTIVE GENETIC ALGORITHM (AGA) RADIAL BASIS FUNCTION (RBF) NEURAL NETWORK UNTUK KLASIFIKASI SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Strata Satu Jurusan Informatika
Disusun oleh : Muh Aziz Nugroho NIM. M0508053
JURUSAN INFORMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA & ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012 commit to JUDUL user HALAMAN
i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HALAMAN PENGESAHAN
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ADAPTIVE GENETIC ALGORITHM (AGA) RADIAL BASIS FUNCTION (RBF) NEURAL NETWORK UNTUK KLASIFIKASI MUH AZIZ NUGROHO Jurusan Informatika.Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sebelas Maret.
ABSTRAK Jaringan Syaraf Tiruan (JST) merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk melakukan klasifikasi. Salah satu model jaringan syaraf tiruan adalah Radial basis function (RBF). Dengan berkembangnya penelitian, muncul beberapa penelitian yang bertujuan meningkatkan akurasi hasil pelatihan JST RBF dengan cara optimasi bobot hasil pelatihan JST RBF. Salah satu algoritma yang dapat digunakan untuk optimasi tersebut adalah algoritma genetika. Sementara itu dari beberapa penelitian mengenai algoritma genetika, muncul beberapa modifikasi untuk meningkatkan performa algoritma genetika. Salah satunya adalah Adaptive Genetic Algorithm (AGA) yaitu dengan pendekatan baru untuk penentuan probabilitas crossover dan probabilitas mutasi yang adaptif sesuai dengan fungsi fitness. Oleh karena itu, penelitian ini melakukan evaluasi tentang penggabungan RBF dengan AGA untuk klasifikasi data untuk mengetahui akurasi AGA RBF. Penelitian ini dilakukan dengan melakukan simulasi pada data tumbuhan iris. Penentuan center RBF menggunakan algoritma clustering K-Means. Setelah RBF dilatih dan didapatkan bobot selanjutnya bobot diubah dengan AGA. Fungsi fitness AGA adalah akurasi RBF untuk data training dimana proses training menggunakan 70 % data dan proses testing dengan 30 %. Efektifitas klasifikasi diukur dari hasil akurasi. Skenario yang dijalankan adalah melakukan simulasi untuk mendapatkan variabel RBF yang terbaik untuk masing-masing arsitektur, kemudian kombinasi variabel terbaik dari variabel RBF dari masing-masing arsitektur dikombinasikan dengan variabel AGA RBF untuk mendapatkan variabel AGA RBF yang terbaik untuk masing-masing arsitektur. Arsitektur yang digunakan adalah JST dengan 2 hidden layer sampai 10 hidden layer. Evaluasi dari simulasi menunjukkan bahwa JST AGA RBF (Adaptive Genetic Algorithm Radial Basis Function) dapat memperbaiki akurasi untuk arsitektur JST RBF yang sederhana yaitu pada arsitektur dengan hidden layer 2, 3, 4 dan 5, sedangkan untuk arsitektur yang lebih kompleks yaitu pada arsitektur dengan hidden layer 6, 7, 8, 9 dan 10, akurasi AGA RBF relatif sama dengan akurasi RBF, namun cenderung menurun dengan presentase penurunan akurasi yang relatif kecil. Dari seluruh simulasi yang dilakukan dapat direkomendasikan bahwa algoritma yang paling tepat untuk melakukan klasifikasi tumbuhan iris adalah algoritma RBF dengan arsitektur 6 hidden layer. Kata Kunci : Adaptive Genetic Algorithm, Jaringan Syaraf Tiruan, Klasifikasi, Radial commit to user Basis Function
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ADAPTIVE GENETIC ALGORITHM (AGA) RADIAL BASIS FUNCTION (RBF) NEURAL NETWORK FOR CLASSIFICATION MUH AZIZ NUGROHO Department of Informatic. Mathematic and Science Faculty. Sebelas Maret University
ABSTRACT Artificial Neural Network (ANN) is one method that can be used to perform classification. One model of neural network is a radial basis function (RBF). With the development of research, there is some research that aims to improve the accuracy of the RBF ANN training by optimization of RBF ANN weight training results. One algorithm that can be used for optimization is the genetic algorithm. Meanwhile, from some research on the genetic algorithm, it has been appeared some few modifications to improve the performance of genetic algorithms. One is the Adaptive Genetic Algorithm (AGA) is a new approach for determining the probability of crossover and mutation probabilities are adaptive according to the fitness function. Therefore, this study evaluates the incorporation of RBF with the AGA for the classification of data to determine the accuracy of AGA RBF. The research was done by performing simulations on data of iris plants. Determination of RBF's centers using K-Means clustering algorithm. After the RBF trained and gained weight then weight is converted by AGA. AGA's fitness function is the RBF accuracy for training data where the training process uses 70% of the data and testing process by 30%. Effectiveness is measured by classification accuracy results. The Scenario is run simulation to get the best RBF variables for each architecture, then the best RBF variables from each of the architecture combined with a AGA RBF variable to get the best AGA RBF variable for each architecture. ANN's architecture used is a ANN with 2 hidden layer to 10 hidden layer. Evaluation of the simulation show that the ANN AGA RBF (Radial Basis Adaptive Genetic Algorithm Function) can improve the accuracy for the RBF ANN simple architecture is the architecture with 2, 3, 4 and 5 hidden layer , while for the more complex architecture with 6, 7, 8, 9 and 10 hidden layer, accuracy of AGA RBF relatively equal to the accuracy of RBF, but tends to decrease with the percentage decrease in accuracy which is relatively small. From all the simulations carried out can be recommended that the most appropriate algorithm to classify iris plants are RBF algorithm with 6 hidden layer architecture. Keyword: Adaptive Genetic Algorithm, Artificial Neural Networks, Classification, Radial Basis Function commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain” (Q.S Alam Nasyrah : 5-7)
“Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat” (Q.S Al-Baqarah : 214) “Sesuatu yang belum dikerjakan, seringkali tampak mustahil, kita baru yakin kalau kita telah berhasil melakukannya dengan baik” (Evelyn Underhill) “Banyak kegagalan dalam hidup ini dikarenakan orang-orang tidak menyadari betapa dekatnya mereka dengan keberhasilan saat mereka menyerah” (Thomas Alva Edison) “Kita berdoa kalau kesusahan dan membutuhkan sesuatu, mestinya kita juga berdoa dalam kegembiraan besar dan saat rezeki melimpah” (Kahlil Gibran)
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan karya ini kepada : Ibu, Bapak serta kedua kakak tercinta Mas Ma’ruf dan Mbak Iim Semua teman Informatika UNS khsusnya angkatan 2008 Semua teman kos wijaya periode 2008-2012
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR Bismillahirrahmaanirrahiim Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang senantiasa memberikan nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Adaptive Genetic Algorithm (AGA) Radial Basis Function (RBF) Neural Network Untuk Klasifikasi, yang menjadi salah satu syarat wajib untuk memperoleh gelar Sarjana Informatika di Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta. Penulis menyadari akan keterbatasan yang dimiliki, begitu banyak bimbingan, bantuan, serta motivasi yang diberikan dalam proses penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada : 1. Bapak Wiharto, S.T., M.Kom. selaku Dosen Pembimbing I yang penuh kesabaran membimbing, mengarahkan, dan memberi motivasi kepada penulis selama proses penyusunan skripsi ini, 2. Ibu Bapak Drs. YS. Palgunadi, M.Sc selaku Dosen Pembimbing II yang penuh kesabaran membimbing, mengarahkan, dan memberi motivasi kepada penulis selama proses penyusunan skripsi ini, 3. Ibu Umi Salamah,S.Si.,M.Kom. selaku Ketua Jurusan S1 Informatika, 4. Bapak Wisnu Widiarto, S.Si., M.T. selaku Pembimbing Akademik yang telah banyak memberi bimbingan dan pengarahan selama penulis menempuh studi di Jurusan Informatika FMIPA UNS, 5. Bapak dan Ibu dosen serta karyawan di Jurusan Informatika FMIPA UNS yang telah mengajar penulis selama masa studi dan membantu dalam proses penyusunan skripsi ini, 6. Ibu, Bapak, dan kakak-kakakku, serta teman-teman yang telah memberikan bantuan sehingga penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan. Surakarta, Agustus 2012
Penulis
commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..................................................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................................... ii ABSTRAK .................................................................................................................. iii ABSTRACT ................................................................................................................ iv MOTTO ....................................................................................................................... v PERSEMBAHAN ....................................................................................................... vi KATA PENGANTAR ............................................................................................... vii DAFTAR ISI ............................................................................................................. viii DAFTAR TABEL ........................................................................................................ x DAFTAR GAMBAR .................................................................................................. xi DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. xiii DAFTAR SIMBOL................................................................................................... xiv BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1 1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1 1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................ 3 1.3 Batasan Masalah ............................................................................................... 3 1.4 Tujuan Penelitian.............................................................................................. 3 1.5 Manfaat Penelitian............................................................................................ 3 1.6 Sistematika Penulisan ....................................................................................... 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................. 5 2.1 Landasan Teori ................................................................................................. 5 2.1.1 Jaringan Syaraf Tiruan ........................................................................... 5 2.1.2 Jaringan Radial Basis Function .............................................................. 7 2.1.3 Algoritma K-Means Clustering ............................................................ 11 2.1.4 Algoritma Genetika .............................................................................. 13 2.1.5 Adaptive Genetic Algorithm (AGA) .................................................... 20 2.2 Penelitian Sebelumnya ................................................................................... 21 2.3 Rencana penelitian ......................................................................................... 30 commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN............................................................................. 31 3.1 Studi Literatur ................................................................................................ 31 3.2 Perancangan ................................................................................................... 31 3.2.1 Data ...................................................................................................... 31 3.2.2 Algoritma AGA RBF ........................................................................... 31 3.2.3 Implementasi ........................................................................................ 40 3.2.4 Analisa.................................................................................................. 42 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 43 4.1 Variasi Simulasi Pada Variabel RBF ............................................................. 44 4.2 Variasi Simulasi Pada Variabel AGA RBF .................................................... 53 4.3 Perbandingan JST RBF dan AGA RBF ......................................................... 62 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 67 5.1 Kesimpulan..................................................................................................... 67 5.2 Saran ............................................................................................................... 67
commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Probabilitas seleksi dan nilai fitness .......................................................... 18 Tabel 3.1 Deskripsi atribut data iris ........................................................................... 31 Tabel 3.2 Variasi Simulasi Pada Variabel RBF ......................................................... 40 Tabel 3.3 Variasi Simulasi Pada Variabel AGA RBF ............................................... 41 Tabel 4.1 Simulasi RBF Dengan 2 Hidden Layer ..................................................... 44 Tabel 4.2 Simulasi RBF Dengan 3 Hidden Layer ..................................................... 45 Tabel 4.3 Simulasi RBF Dengan 4 Hidden Layer ..................................................... 46 Tabel 4.4 Simulasi RBF Dengan 5 Hidden Layer ..................................................... 47 Tabel 4.5 Simulasi RBF Dengan 6 Hidden Layer ..................................................... 48 Tabel 4.6 Simulasi RBF Dengan 7 Hidden Layer ..................................................... 49 Tabel 4.7 Simulasi RBF Dengan 8 Hidden Layer ..................................................... 50 Tabel 4.8 Simulasi RBF Dengan 9 Hidden Layer ..................................................... 51 Tabel 4.9 Simulasi RBF Dengan 10 Hidden Layer ................................................... 52 Tabel 4.10 Simulasi AGA RBF Dengan 2 Hidden Layer .......................................... 53 Tabel 4.11 Simulasi AGA RBF Dengan 3 Hidden Layer .......................................... 54 Tabel 4.12 Simulasi AGA RBF Dengan 4 Hidden Layer .......................................... 55 Tabel 4.13 Simulasi AGA RBF Dengan 5 Hidden Layer .......................................... 56 Tabel 4.14 Simulasi AGA RBF Dengan 6 Hidden Layer .......................................... 57 Tabel 4.15 Simulasi AGA RBF Dengan 7 Hidden Layer .......................................... 58 Tabel 4.16 Simulasi AGA RBF Dengan 8 Hidden Layer .......................................... 59 Tabel 4.17 Simulasi AGA RBF Dengan 9 Hidden Layer .......................................... 60 Tabel 4.18 Simulasi AGA RBF Dengan 10 Hidden Layer ........................................ 61 Tabel 4.19 Perbandingan Akurasi RBF dan AGA RBF ............................................ 62 Tabel 4.20 Rumus Empiris Penentuan Jumlah Neuron Hidden Layer ...................... 63 Tabel 4.21 Perbaikan Akurasi Untuk Hidden Layer 2, 3, 4, 5 dan 6 ........................ 65 Tabel 4.22 Penurunan Akurasi Untuk Hidden Layer 7, 8, 9 dan 10 .......................... 65
commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Struktur unit jaringan syaraf tiruan .......................................................... 6 Gambar 2.2 Topologi Jaringan Radial Basis Function ................................................ 8 Gambar 2.3 Flowchart K-Means Clustering .............................................................. 13 Gambar 2.4 Seleksi roda roullet ................................................................................. 18 Gambar 2.5 Topologi JST RBF ................................................................................. 23 Gambar 2.6 Kromosom GA-RBF .............................................................................. 24 Gambar 2.7 Flowchart ANN-AG ............................................................................... 25 Gambar 2.8 Model jaringan syaraf tiruan (neuromodel). .......................................... 26 Gambar 2.9 Diagram alir penelitian ........................................................................... 28 Gambar 3.1 Algoritma AGA RBF ............................................................................. 32 Gambar 3.2 Tahapan pembangunan jaringan radial basis function .......................... 33 Gambar 3.3 Algoritma K-Means ................................................................................ 34 Gambar 3.4 Arsitektur jaringan radial basis function ............................................... 36 Gambar 3.5 Algoritma AGA RBF ............................................................................. 38 Gambar 4.1 Grafik Simulasi RBF 2 Hidden Layer .................................................... 44 Gambar 4.2 Grafik Simulasi RBF 3 Hidden Layer .................................................... 45 Gambar 4.3 Grafik Simulasi RBF 4 Hidden Layer .................................................... 46 Gambar 4.4 Grafik Simulasi RBF 5 Hidden Layer .................................................... 47 Gambar 4.5 Grafik Simulasi RBF 6 Hidden Layer .................................................... 48 Gambar 4.6 Grafik RBF Simulasi Dengan 7 Hidden Layer ...................................... 49 Gambar 4.7 Grafik Simulasi RBF Dengan 8 Hidden Layer ...................................... 50 Gambar 4.8 Grafik Simulasi RBF 9 Hidden Layer .................................................... 51 Gambar 4.9 Grafik Simulasi RBF Dengan 10 Hidden Layer .................................... 52 Gambar 4.10 Grafik Simulasi AGA RBF 2 Hidden Layer ....................................... 53 Gambar 4.11 Grafik Simulasi AGA RBF Dengan 3 Hidden Layer ........................... 54 Gambar 4.12 Grafik Simulasi AGA RBF 4 Hidden Layer ........................................ 55 Gambar 4.13 Grafik Simulasi AGA RBF Dengan 5 Hidden Layer ........................... 56 Gambar 4.14 Grafik Simulasi AGA RBF Dengan 6 Hidden Layer ........................... 57 commit to user Gambar 4.15 Grafik Simulasi AGA RBF Dengan 7 Hidden Layer ........................... 58 xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 4.16 Grafik Simulasi AGA RBF Dengan 8 Hidden Layer ........................... 59 Gambar 4.17 Grafik Simulasi AGA RBF Dengan 9 Hidden Layer ........................... 60 Gambar 4.18 Grafik Simulasi AGA RBF Dengan 10 Hidden Layer ......................... 61 Gambar 4.19 Grafik Perbandingan Simulasi RBF dan AGA RBF ............................ 63
commit to user
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN A ........................................................................................................... 70 LAMPIRAN B ........................................................................................................... 72 LAMPIRAN C ........................................................................................................... 76 LAMPIRAN D ........................................................................................................... 86
commit to user
xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR SIMBOL
p
: Konstanta pada fungsi aktivasi JST
f(x)
: fungsi variabel x
wk+1
: Bobot JST pada cacah ke k-1
wk
: Bobot JST pada cacah ke k
wji
: Bobot dari unit hidden layer j ke output i
α
: Laju konvergensi (learning rate) (0 < α < 1)
v
: Masukan yang diboboti
Xm
: Vector input RBF ke-m
tj
: Vector data yang dianggap sebagai center ke-j.
yj
: Output JST ke-j
q
: Jumlah hidden layer
MSE
: Mean Square Error
φj
: Output fungsi basis ke j
exp
: natural number
d(x,c)
: Hasil jarak eucledian dari vector data x yang ke vector center c
r
: Jarak eucledian antara vector data dengan vector center
cj
: Vector center ke-j
d
: Lebar fungsi Gaussian
σ
: nilai spread
x
: Vector input data
k
: Urutan cluster
𝑀𝑘 (𝑚)
: Center ke-k pada iterasi ke-m
𝑀𝑖 (𝑚)
: Center ke-i pada iterasi ke-m
D
: Jumlah dimensi pada algoritma K-Means
Clk
: Cluster ke-k
Nk
: Jumlah data-data pada cluster k
Jk
: Error data-data terhadap masing-masing center
Pk
: Subset yang berisi data-data untuk cluster ke -k commit to user : Eucledian norm
xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pc
: Probabilitas crossover
pm
: Probabilitas mutasi
fmax
: Fitness maksimal
f
: Fitness terbesar dari solusi yang dimutasi
f’
: Fitness terbesar dari solusi yang disilangkan
𝑓
: Fitness rata-rata
k1
: Konstanta pertama untuk update probabilitascrossover
k2
: Konstanta pertama untuk update probabilitasmutasi
k3
: Konstanta kedua untuk update probabilitascrossover
k4
: Konstanta kedua untuk update probabilitasmutasi
Zn
: Nilai gen ke n pada kromosom yang merepresentasikan bobot RBF
Zn+1
: Nilai gen ke n+1 pada kromosom yang merepresentasikan bobot bias
AP
: Akurasi prediksi
commit to user
xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Jaringan Syaraf Tiruan (JST) merupakan sistem komputasi dimana arsitektur dan operasinya diilhami dari sistem otak manusia. JST dapat digunakan untuk belajar dan menghasilkan aturan atau operasi dari beberapa contoh yang diberikan. Dengan kemampuannya ini JST dapat digunakan untuk klasifikasi, dimana sebuah kelas data dapat diketahui dari variabel yang dimasukkan sehingga walaupun data yang diklasifikasi memiliki jumlah variabel yang cukup besar, JST bisa memetakan input menjadi output yang akurat dari hasil belajarnya. Salah satu model jaringan syaraf tiruan adalah Radial basis function, Model ini
melakukan
pembelajaran
secara
hybrid
yaitu
menggabungkan
antara
pembelajaran terbimbing dan pembelajaran tidak terbimbing. Beberapa penelitian tentang radial basis function diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Venkatesan & Anitha (2006) yang memaparkan penggunaan model RBF (radial basis function) untuk melakukan diagnosis penyakit diabetes mellitus. Artsitekur jaringan yang dipakai menggunakan satu hidden layer dengan penentuan center menggunakan metode clustering K-Means. Dari hasil penelitian tersebut, diagnosis menggunakan RBF (radial basis function) lebih baik dari pada menggunakan logistic regression dan MLP (Multi Layer Perceptron) dengan tingkat akurasi mencapai 98%. Selain itu waktu yang dibutuhkan untuk melakukan pelatihan pada jaringan RBF lebih cepat dari pada MLP. Senada dengan penelitian tersebut, penelitian yang dilakukan oleh Jayawardena & Fernando (1998) memaparkan perbandingan antara penggunanan model RBF dengan metode clustering data noniterative clustering, RBF dengan metode clustering K-Means dan
model MLP (Multi Layer Perceptron) dengan
training menggunakan backpropagation. Pada model RBF dengan metode clustering data noniterative clustering mempunyai tingkat error terkecil dengan 6 node pada hidden layer sedangkan RBF dengan metode clustering K-Means mempunyai tingkat commit to user
1
2 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
error terkecil dengan 11 node pada hidden layer. Jika dibandingkan dengan MLP, model RBF memiliki tingkat akurasi yang lebih baik dan waktu yang lebih cepat dalam trainingnya. Dari penelitian di atas bobot neuron model RBF hasil pelatihan langsung digunakan untuk melakukan testing. Namun dengan berkembangnya penelitian, muncul beberapa penelitian yang bertujuan meningkatkan akurasi hasil pelatihan dengan cara optimasi bobot hasil pelatihan jaringan RBF. Salah satu algoritma yang dapat digunakan untuk optimasi tersebut adalah algoritma genetika. Algoritma ini mengadopsi mekanisme evolusi biologis. Salah satu penelitian yang melakukan optimasi pada radial basis function dengan algoritma genetika adalah penelitian yang dilakukan oleh Zhangang, Yanbo, & Cheng (2007). Pada penelitian ini dipaparkan penggabungan antara radial basis function dan algoritma genetika untuk model peramalan. Dari hasil penelitian diperoleh hasil bahwa AG-RBF mempunyai tingkat akurasi peramalan yang lebih tinggi dan kecepatan konvergensi yang lebih cepat dari pada RBF biasa. Sementara itu dari beberapa penelitian mengenai algoritma genetika, muncul beberapa modifikasi untuk meningkatkan performa algoritma genetika. Salah satu penelitian mengenai modifikasi algoritma adalah penelitian yang dilakukan oleh Srinivas & Patnaik (1994). pada penelitian ini dipaparkan pendekatan baru untuk penentuan probabilitas crossover dan probabilitas mutasi yang adaptif sesuai dengan fungsi fitness. Pada penelitian ini dilakukan pengujian Adaptive Genetic Algorithm (AGA) untuk penyelesaian TSP, optimasi jaringan syaraf tiruan dan kasus VLSI sirkuit. Dari hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa kemampuan AGA lebih baik dari pada Algorima genetika standar. Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa model RBF lebih baik dari pada MLP ditinjau dari tingkat akurasi maupun waktu pelatihan, sementara model RBF yang sudah dimodifikasi juga didapatkan hasil jauh lebih baik. Salah satu modifikasi model RBF adalah dikombinasi dengan algoritma genetika. Oleh karena itu pada penelitian ini, peneliti akan melakukan penelitian mengenai Adaptive Genetic Algorithm Klasifikasi.
Radial Basis Function Neural Network (AGA RBF) Untuk commit to user
3 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang
masalah tersebut, dapat dirumuskan
permasalahan yaitu bagaimana akurasi Adaptive Genetic Algorithm Radial Basis Function Neural Network (AGA RBF) untuk melakukan klasifikasi tumbuhan iris.
1.3 Batasan Masalah Batasan masalah pada penelitian ini adalah : 1.
Penelitian ini hanya menganalisa mengenai Adaptive Genetic Algorithm Radial Basis Function Neural Network (AGA RBF) untuk melakukan klasifikasi dengan studi kasus klasifikasi tumbuhan iris dengan Radial Basis Function Neural Network sebagai pembanding.
2.
Jumlah node di hidden layer adalah dari 2 node sampai 10 node.
3.
Nilai θ (threshold) adalah 0.5.
4.
Nilai k1, k2, k3 dan k4 pada AGA berturut-turut adalah 1.0, 0.5, 1.0 dan 0.5.
5.
Probabilitas elitism adalah 0.2.
6.
Metode crossover pada AGA adalah crossover menengah dengan nilai alpha dipilih secara random dengan interval [-d. 1+d] dengan d adalah 0.25.
7.
Metode mutasi pada AGA adalah mutasi random.
1.4 Tujuan Penelitian 1.
Mengetahui bagaimana akurasi Adaptive Genetic Algorithm
Radial Basis
Function Neural Network (AGA RBF) untuk melakukan klasifikasi tumbuhan iris. 2.
Merekomendasikan algoritma yang tepat untuk melakukan klasifikasi tumbuhan iris.
1.5 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah mengetahui pengaruh Adaptive Genetic Algorithm yang dikombinasikan dengan Radial Basis Function Neural Network untuk melakukan klasifikasi tumbuhan iris, sehingga dapat direkomendasikan commit to usertumbuhan iris. algoritma yang tepat untuk melakukan klasifikasi
4 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1.6 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan penelitian ini terdiri dari beberapa bab yaitu BAB I PENDAHULUAN, berisi mengenai
latar belakang masalah, rumusan masalah,
pembatasan masalah, tujuan, dan sistematika penulisan. BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA, berisi mengenai teori yang menjadi dasar dalam penelitian ini, yaitu teori mengenai jaringan syaraf RBF, Algoritma genetika dan dasar teori lain yang mendukung penelitian ini dan penelitian-penelitian terdahulu yang mendukung penelitian yang dilakukan sekarang. BAB III
METODE PENELITIAN, berisi
tentang metode atau langkah–langkah dalam pemecahan masalah, meliputi penyusunan formula serta algoritma yang digunakan dalam penelitian. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN, Berisi tentang pelatihan dan pengujian algoritma AGA RBF untuk klasifikasi yang diimplementasikan pada sampel data iris yang ada, serta menghitung akurasi algoritma AGA RBF dan dibandingkan dengan algoritma RBF biasa. BAB V PENUTUP, berisi tentang kesimpulan tugas akhir dan saransaran sebagai bahan pertimbangan untuk pengembangan penelitian selanjutnya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori 2.1.1 Jaringan Syaraf Tiruan Jaringan Syaraf Tiruan (Artificial Neural Networks) atau disingkat JST adalah sistem komputasi dimana arsitektur dan operasi diilhami dari pengetahuan tentang sel syaraf biologi di dalam otak. JST dapat digambarkan sebagai model matematis dan komputasi untuk fungsi aproksimasi nonlinear, klasifikasi data, cluster dan regresi non parametric atau sebagai sebuah simulasi dari koleksi model syaraf biologi. (Kristanto, 2004). Model syaraf ditunjukkan dengan kemampuannya dalam emulasi, analisa, prediksi, dan asosiasi. Berdasarkan kemampuan yang dimiliki, JST dapat digunakan untuk belajar dan menghasilkan aturan atau operasi dari beberapa contoh, untuk menghasilkan output yang sempurna dari contoh atau input yang dimasukkan dan membuat prediksi tentang kemungkinan output yang akan muncul atau menyimpan karakteristik dari input yang disimpan kepadanya. a. Struktur Jaringan Syaraf Tiruan Seperti halnya otak manusia, jaringan syaraf juga terdiri dari beberapa neuron dan ada hubungan antara neuron-neuron tersebut. Beberapa neuron akan mentransformasikan informasi yang diterimanya melalui sambungan keluaran menuju neuron-neuron yang lain. Dengan kata lain, neuron / sel syaraf adalah sebuah unit pemroses informasi yang merupakan dasar operasi jaringan syaraf tiruan. Neuron ini dimodelkan dari penyederhanaan sel syaraf manusia yang sebenarnya. Gambar 2.1 menunjukkan contoh suatu neuron.
commit to user
5
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
X1 W1
X2
W2
Fungsi Aktivasi
Y
Wn
Xn
Gambar 2.1 Struktur unit jaringan syaraf tiruan Gambar 2.1 memperlihatkan struktur unit pengolah jaringan syaraf tiruan. Pada sisi sebelah kiri terlihat beberapa masukan yang menuju ke unit pengolah yang masing-masing datang dari unit yang berbeda x(n). Setiap sambungan mempunyai kekuatan hubungan terkait (bobot) yang disimbolkan dengan w(n). Unit pengolah akan membentuk penjumlahan berbobot dari tiap masukkannya dan menggunakan fungsi ambang nonlinear (fungsi aktivasi) untuk menghitung keluarannya. Hasil perhitungan akan dikirimkan melalui hubungan keluaran seperti tampak pada gambar sisi sebelah kanan (Hermawan, 2006).
b. Fungsi Aktivasi Operasi dasar dari jaringan syraf tiruan meliputi penjumlahan bobot sinyal input dan menghasilkan suatu output atau fungsi aktivasi. Beberapa fungsi aktivasi yang digunakan dalam jaringan syaraf tiruan adalah (Hermawan, 2006) : 1. Fungsi identitas 𝑓 𝑥 = 𝑥 , untuk semua x
(2.1)
2. Fungsi undak biner (dengan batas ambang) 𝑓 𝑥 =
1 untuk x ≥ θ 0 untuk x < 𝜃
(2.2)
3. Fungsi sigmoid 1 1 + exp −px
(2.3)
=𝑝𝑓 𝑥 1−𝑓 𝑥
(2.4)
𝑓 𝑥 = 𝑓′
𝑥
commit to user
7 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4. Fungsi sigmoid bipolar 𝑔 𝑥 = 2𝑓 𝑥 − 1 =
2 1 + exp −𝑝𝑥
1 − exp −𝑝𝑥 1 + exp −𝑝𝑥 𝑐 𝑔′ 𝑥 = 1 + 𝑔 𝑥 1 − 𝑔 𝑥 2 𝑔 𝑥 =
(2.5) (2.6) (2.7)
2.1.2 Jaringan Radial Basis Function Metode pelatihan jaringan syaraf tiruan terdiri dari 3 macam yaitu, metode pelatihan terbimbing, metode pelatihan tidak terbimbing dan metode pelatihan hibrida. (Hermawan, 2006). Algoritma pelatihan terbimbing memanfaatkan informasi keanggotaan kelas dari setiap contoh pelatihan, dengan informasi ini algoritma pelatihan terbimbing dapat mendeteksi kesalahan klasifikasi pola sebagai umpan balik jaringan sementara algoritma pelatihan tak terbimbing menggunakan contoh yang tidak diklasifikasikan jenisnya, sistem akan dengan sendirinya (heuristacally) memprosesnya. Penggabungan metode pelatihan terbimbing dengan metode pelatihan tak terbimbing disebut metode pelatihan hibrida. Jaringan Syaraf Tiruan Radial Basis Function merupakan salah satu contoh jaringan syaraf tiruan dengan metode pelatihan hibrida yaitu menggabungkan metode pelatihan terbimbing dan metode pelatihan tak terbimbing. Seperti halnya jaringan saraf tiruan yang lain, Radial Basis Function (RBF) juga memiliki topologi jaringan. Topologi milik RBF terdiri atas unit lapisan masukan (input), unit lapisan tersembunyi (hidden), dan unit lapisan keluaran
(output) (Haryono, 2005). Topologi Jaringan RBF digambarkan
sebagai berikut
commit to user
8 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 2.2 Topologi Jaringan Radial Basis Function
1. Struktur Jaringan Radial Basis Function 1. Input layer Input layer adalah bagian dari rangkaian jaringan syaraf tiruan radial basis function sebagai masukan untuk melakukan proses pertama. Input layer ini membaca data dari faktor luar yaitu keluaran plant (unit sensor) dan nilai yang kita kehendaki (referensi) (Kusaedi, 2004). 2. Hidden layer Pada bagian ini terjadi aktifitas perumusan dalam pembentukan sistem algoritma yang digunakan dalam jaringan RBF. Layer (lapisan) kedua adalah lapisan tersembunyi dari dimensi yang lebih tinggi, yang melayani suatu tujuan pada fungsi basis dan bobotnya dengan nilai yang berbeda. Algoritma LMS (Least Means Square) merupakan salah satu algoritma yang digunakan
untuk pembelajaran atau
update
bobot
jaringan. Algoritma ini banyak digunakan karena kesederhanaan prosesnya dan kemudahan dalam komputasi. Algoritma LMS akan meminimalkan fungsi rata – rata kuadrat error. Secara matematis algoritma LMS dituliskan sebagai berikut (Kusaedi, 2004) 𝑤𝑘+1 = 𝑤𝑘 + 𝛼 ∗ 𝑒𝑟𝑟𝑜𝑟 ∗ 𝑣 commit to user
(2.8)
9 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pada hidden layer ini selain memuat bobot juga memuat fungsi basis. Pada jaringan RBF fungsi basis ini identik dengan dengan Fungsi gaussian yang diformulasikan sebagai berikut (Haryono, 2005) : −1 𝜑( 𝑋𝑚 − 𝑡𝑗 ) = exp ( 2 𝑋𝑚 − 𝑡𝑗 𝜎
2
(2.9)
)
Dengan 𝜎=
𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚 𝑎𝑛𝑡𝑎𝑟𝑎 2 𝑝𝑢𝑠𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑝𝑢𝑠𝑎𝑡
=
𝑑𝑚𝑎𝑥
(2.10)
𝑛
3. Output layer Hasil dari penjumlahan dari perkalian antara bobot dengan fungsi basis akan menghasilkan keluaran yang disebut output layer. Output layer merespon dari jaringan sesuai pola yang diterangkan pada input layer. Transformasi dari ruang masukan ke ruang hidden unit adalah non linier, sedang transformasi dari ruang hidden unit ke ruang keluaran adalah linier (Kusaedi, 2004). Menurut Haryono (2005), hal yang khusus pada RBF ialah berikut ini a. Pemrosesan sinyal dari input layer ke hidden layer, sifatnya nonlinier, sedangkan dari
hidden
layer
ke
ouput
layer
layer digunakan sebuah fungsi aktivasi
yang
sifatnya linear. b. Pada hidden
berbasis radial, misalnya fungsi Gaussian. c. Pada output unit, sinyal dijumlahkan seperti biasa d. Sifat jaringannya ialah feed-forward. 2. Strategi Pembelajaran Jaringan Radial Basis Function Berdasarkan rumus fungsi gaussian dan topologi jaringan dapat di usulkan beberapa strategi pembelajaran pada jaringan RBF ini antara lain (Kusaedi, 2004) : 1. Mengubah posisi center pada fungsi basis dengan lebar fungsi basis dan bobot keluaran setiap fungsi basis diset tetap. commit to user
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Mengubah lebar dari fungsi basis dengan posisi center pada fungsi basis dan bobot keluaran setiap fungsi basis diset tetap. 3. Mengubah bobot keluaran setiap fungsi basis dengan posisi center pada fungsi basis dan lebar fungsi basis diset tetap. 3. Algoritma Pelatihan Jaringan Radial Basis Function Jaringan Radial Basis Function memiliki algoritma pelatihan yang agak unik karena terdiri atas cara terbimbing dan tak terbimbing sekaligus. Pelatihan Jaringan Radial Basis Function terdiri atas dua tahap (Haryono, 2005). 1. Tahap Clustering Data Pada
tahap
pertama,
data
di-cluster
atau dikelompokkan
berdasarkan kedekatan tertentu, misalnya: kedekatan warna antara 2 pixel, kedekatan jarak antar 2 titik, dan seterusnya. Penentuan cluster dengan sendirinya akan menghasilkan center atau pusat dari kelompok data. Jumlah cluster menentukan hidden unit yang dipakai. Dalam menentukan center, ada dua cara yang bisa dipakai. Cara
yang
mudah
ialah menentukan
center
secara
acak
dari
kelompok data. Cara yang lebih sulit, tetapi lebih baik ialah dengan menggunakan
algoritma clustering. Algoritma
yang
paling mudah
ialah algoritma K-means. Dengan algoritma tersebut, jaringan saraf tiruan mampu mencari sendiri center-center yang terbaik bagi data. Dengan melihat tahap pertama dari pelatihan Jaringan Radial Basis Function tersebut, dapat disimpulkan bahwa, pada tahap ini, pelatihan bersifat unsupervised. 2. Tahap Pembaharuan Bobot Jaringan saraf tiruan menyimpan pengetahuannya dalam bobot neuron-neuronnya. Pelatihan tahap berikutnya berfungsi mendapatkan nilai bobot neuron-neuronnya. Pada tahap ini, ada serangkaian perhitungan yang diperlukan untuk memperbaharui bobot. Pada tahap ini
juga, dibutuhkan data training beserta targetnya. Jadi, dapat commit user supervised. disimpulkan bahwa tahap ini to bersifat
11 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Algoritma Pelatihan Jaringan Radial Basis Function secara Iteratif (Kusaedi, 2004) Langkah 1 : Menentukan fungsi basis yang akan digunakan Langkah 2 : Menentukan center tiap node pada hidden layer Langkah 3 : Menyediakan bobot sebanyak node pada hidden layer Langkah 4 : Inisialisasi bobot w = [0 0 0 . . . . . 0] Set laju konvergensi ( 0 < α <1) , Menentukan maksimal epoch dan MSE maksimal. Langkah 5 : Untuk setiap sinyal latih, selama epoch <= maksimal epoch dan atau MSE <= MSE maksimal, kerjakan langkah 6 – 11. Langkah 6 : Hitung keluaran node pada hidden layer Langkah 7 : Hitung keluaran jaringan RBF Langkah 8 : Hitung kesalahan (error) antara sinyal terhadap (d) dengan keluaran RBF y. error = d – y Langkah 9 : Update bobot-bobot tiap fungsi basis dan bobot basis dengan metode LMS. Langkah 10 : Hitung MSE = akar dari jumlahan kuadrat error Langkah 11 : epoch = epoch + 1
2.1.3 Algoritma K-Means Clustering Penghitungan
center
pada penelitian ini menggunakan K-Means
Clustering. Terdapat n data-data training yang memiliki ukuran dimensi d dalam lingkungan Rd, yang terbagi dalam k bagian. Permasalahan dalam clustering adalah cara untuk menentukan nilai k yang merupakan jumlah center yang bertujuan untuk meminimumkan mean square distance dari masing-masing data pada center - center yang terdekat. Penghitungan ini sering kali disebut squared-error. Misalkan n data-data vektor diasumsikan sebagai Xj = {x1, x2, x3, …, xN, j=1,2, ..,N} yang akan di pisahkan berdasarkan kemiripannya menjadi k bagian commit to user pengelompokan data-data vektor Clk, k= 1,2, .., K. Clustering akan memproses
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menjadi beberapa kelompok (subset) berdasarkan kemiripan data dimana antara cluster satu dengan yang lain bersifat disjoint (tidak terdapat interseksi antara cluster). Algoritma k-means clustering sebagai berikut: (Ririd, 2008) Menentukan K inisialisasi cluster centers, yaitu M1(1), M2(1), ... , MK(1). Nilai K merupakan jumlah center dimulai dengan nilai terkecil. Nilai center yang diinisialisasi dihitung dengan membagi data menjadi K bagian dan mengambil nilai tengah dari masing-masing bagian. 1. Eucledian 𝑛
𝑑 𝑥, 𝑦 =
𝑥−𝑐
2
(𝑥𝑖 − 𝑐𝑖 )2
=
(2.11)
𝑖=1
𝑥𝑗 − 𝑀𝑘 (𝑚) < 𝑥𝑗 − 𝑀𝑖 (𝑚)
(2.12)
Penghitungan eucledian untuk mencari jarak terdekat masing-masing data pembelajaran terhadap center, pemindahan pengelompokan jika jarak data terhadap center k lebih kecil daripada jarak ke center i . 2. Penghitungan nilai center baru 𝑀𝑘 𝑚 + 1 =
1 𝑁𝑘
𝑥𝑗
(2.13)
𝑥 𝑗 ∈𝐶𝑙 𝑘 (𝑚 )
Penghitungan center yang baru setelah dikelompokkan dengan eucledian. 3. Penghitungan kesalahan dengan Je 𝐾
𝐽𝑒 =
𝑥𝑗 − 𝑀𝑘 𝑘=1
(2.14)
𝑥∈𝑃𝑘
Dapat dipisah menjadi 2 bagian yaitu : 𝐽𝑘 =
𝑥𝑗 − 𝑀𝑘
2
(2.15)
𝑥∈𝑃𝑘 𝐾
𝐽𝑒 =
𝐽𝑘
(2.16)
𝑘=1
Dengan langkah ini maka dapat dinilai penghitungan center telah konvergen atau belum.
commit to user
13 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4. Pembahasan iterasi 5. Pemeriksaan penghitungan sudah konvergen atau belum Jika telah mendapatkan penghitungan yang konvergen maka dapat ditemukan jumlah cluster yang tepat untuk penghitungan aktivasi. Berikut adalah flowchart dari K-Means Clustering : Data pelatihan berupa vector
Inisialisasi jumlah cluster = k dan iterasi maksimum
Pemisahan data range yaitu dengan mengelompokkan data dengan membagi menjadi k bagian dan dan mengambil nilai tengah dari masing-masing bagian
Hitung Je iterasi awal
Jarak EUCLEDIAN
Menghitung center baru
N
Iterasi = iterasi + 1 Hitung Je iterasi
Je(i+1) == Je Iterasi = max
Y
END
Gambar 2.3 Flowchart K-Means Clustering
2.1.4 Algoritma Genetika Pengertian Algoritma Genetika menurut beberapa sumber : 1.
Dalam bukunya, DE Golderg mendefinisikan Algoritma genetika sebagai algoritma pencarian yang didasarkan pada mekanisme seleksi alamiah dan genetika alamiah. (Suyanto, 2005) .
2.
Menurut Kusumadewi (2003) , Algoritma genetika adalah algortima commit to user pencarian heuristic yang didasarkan atas mekanisme evolusi biologis.
14 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3.
Algoritma genetika adalah suatu algoritma pencarian yang berbasis pada mekanisme seleksi alam dan genetika. Algoritma genetika merupakan salah satu algoritma yang sangat tepat digunakan dalam menyelesaikan masalah optimasi kompleks, yang sulit dilakukan oleh metode konvensional (Desiani & Arhami, 2006). Jadi dapat dikatakan bahwa Algoritma genetika adalah algoritma pencarian
yang mengadopsi mekanisme seleksi genetika alamiah. Algoritma genetika pertama kali dikembangkan oleh John Holland dari Universitas Michigan pada tahun 1975. John Holland menyatakan bahwa setiap masalah yang berbentuk adaptasi (alami maupun buatan) dapat diformulasikan ke dalam terminologi genetika. Algoritma genetika adalah simulasi dari proses evolusi Darwin dan operasi genetika atas kromosom. (Kusumadewi, 2003). Menurut Kusumadewi (2003), misalkan P(generasi) adalah populasi dari suatu generasi, secara sederhana algoritma genetika terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut : 1.
Generasi = 0 (generasi awal).
2.
Inisialisasi populasi awal, P(generasi), secara acak.
3.
Evaluasi nilai fitness pada setiap individu dalam P(generasi).
4.
Kerjakan langkah-langkah berikut hingga generasi mencapai maksimum generasi : a. Generasi = generasi + 1 (tambah generasi). b. Seleksi
populasi
tersebut
untuk
mendapatkan
kandidat
induk,
P’(generasi) c. Lakukan crossover pada P’(generasi). d. Lakukan mutasi pada P’(generasi). e. Lakukan evaluasi fitness setiap individu pada P’(generasi). f. Bentuk populasi baru : P(generasi) = {P(generasi-1) yang survive, P’(generasi)}.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
15 digilib.uns.ac.id
Adapun algoritma genetika tersebut adalah sebagai berikut : 1.
Generasi = 0 (generasi awal). Generasi dapat dikatakan sebagai kumpulan solusi dari masalah yang akan
diselesaikan. Pada satu generasi berisi kumpulan solusi yang disebut populasi. Untuk menyatakan solusi tersebut diperlukan pengkodean masalah. Pengkodean adalah suatu teknik untuk menyatakan populasi awal sebagai calon solusi suatu masalah ke dalam suatu kromosom sebagai suatu kunci pokok persoalan ketika menggunakan algoritma genetika (Desiani & Arhami, 2006). Teknik pengkodean ini meliputi pengkodean gen dan kromosom. Gen merupakan bagian dari kromosom. Satu gen bisanya akan mewakili satu variabel. Terdapat 3 skema yang paling umum digunakan dalam pengkodean (Suyanto, 2005), yaitu : a.
Real number encoding. Pada skema ini, nilai gen berada dalam interval [0,R], dimana R adalah bilangan real positif dan biasanya R = 1. Real number encoding biasanya digunakan untuk permasalah pencarian rute terpendek, perbaikan bobot JST dan lain sebagainya. Contoh real number encoding adalah gen pada kromosom berisi 0.3 , 0.4 , 0.7 dan seterusnya.
b.
Discrete decimal encoding. Setiap gen bisa bernilai satu bilangan bulat dalam interval [0,9].
c. 2.
Binary encoding. Setiap gen hanya bernilai 0 atau 1.
Inisialisasi populasi awal, P(generasi), secara acak. Ukuran populasi tergantung pada masalah yang akan dipecahkan dan jenis
operator genetika yang akan diimplementasikan. Misalnya untuk penyelesaian kasus TSP dengan jumlah lokasi yang sedikit maka ukuran populasinya juga kecil karena solusi yang dimungkinkan juga sedikit, selain itu penentuan ukuran populasi juga tergantung operator genetika yang diimplementasikan misalnya untuk nilai probabilitas mutasi yang kecil maka ukuran populasi dapat diset besar karena dengan ukuran yang besar kemungkinan terjadi mutasi masih ada walaupun dengan probabilitas yang kecil. Setelah ukuran populasi ditentukan, commit toterhadap user kemudian harus dilakukan inisialisasi kromosom yang terdapat pada
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
populasi tersebut. Inisialisasi kromosom dilakukan secara acak, namun demikian harus tetap memperhatikan domain solusi dan kendala permasalahan yang ada. 3.
Evaluasi nilai fitness pada setiap individu dalam P(generasi). Fungsi fitness merupakan ukuran kinerja suatu individu agar tetap bertahan
hidup (Desiani & Arhami, 2006). Pada masalah optimasi, jika solusi yang dicari adalah memaksimalkan sebuah fungsi (dikenal sebagai masalah maksimasi), maka nilai fitness yang digunakan adalah nilai fungsi tersbut, yakni 𝑓 = (dimana 𝑓 adalah nilai fitness). Tetapi jika masalahnya adalah meminimalkan fungsi (masalah minimasi), maka fungsi tidak bisa digunakan secara langsung. Hal ini disebabakan adanya aturan bahwa individu yang memiliki nilai fitness tinggi lebih mampu bertahan hidup pada generasi berikutnya. Oleh karena itu nilai fitness yang bisa digunakan adalah 𝑓=1
(2.17)
Yang artinya semakin kecil nilai , semakin besar nilai 𝑓. Tetapi hal ini menjadi masalah jika bisa bernilai 0, yang mengakibatkan 𝑓 bisa bernilai tak hingga. Untuk mengatasinya, perlu ditambah sebuah bilangan yang dianggap sangat kecil sehingga nilai fitnessnya menjadi : 𝑓=
1 +𝑎
(2.18)
Dimana 𝑎 adalah bilangan yang dianggap sangat kecil dan bervariasi sesuai dengan masalah yang akan diselesaikan. (Suyanto, 2005). Misalnya untuk kasus meminimalkan fungsi h dengan nilai fungsi h berkisar pada angka 0.01 maka nilai a dapat diset 1x10-6 , namun jika nilai fungsi h berkisar pada angka yang besar misalnya 100 maka nilai dapat diset 1 dan seterusnya. 4.
Kerjakan langkah-langkah berikut hingga generasi mencapai maksimum generasi : a. Generasi = generasi + 1 (tambah generasi). b. Seleksi
populasi
tersebut
untuk
mendapatkan
kandidat
induk,
P’(generasi) Seleksi akan menentukan individu-individu dari P’ (generasi ) yang commit to user akan dipilih untuk dilakukan proses crossover dan mutasi. Salah satu jenis
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
seleksi yang umum dipakai adalah Seleksi Roda Roulette (Roulette Wheel Selection). Pada metode ini, individu-individu dipetakan dalam suatu segmen garis secara berurutan sedemikian hingga tiap-tiap segmen individu memiliki ukuran yang sama dengan ukuran fitnessnya. Kemudian sebuah bilangan random dibangkitkan dan individu yang memiliki segmen dalam kawasan bilangan random tersebut akan terseleksi. Proses ini akan diulang hingga diperoleh sejumlah individu yang diharapkan. Contoh metode Roulette Wheel Selection dapat dilihat pada Tabel 2.1. Misalnya ada 11 individu dalam populasi. Individu pertama memiliki nilai fitness terbesar yaitu 2.0, individu kedua memiliki nilai fitness 1.8 dan seterusnya. Kemudian dihitung probablilitas seleksi dengan cara membagi nilai fitness dengan jumlah total fitness. Misalnya untuk probabilitas seleksi individu pertama, diperoleh dari perhitungan sebagai berikut : Total fitness = 2.0 + 1.8 + 1.6 + 1.4 + 1.2 + 1.0 + 0.8 + 0.6 + 0.4 + 0.2 = 11 𝑃𝑟𝑜𝑏𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢 𝑝𝑒𝑟𝑡𝑎𝑚𝑎 = 2.0 11 = 0.18 Setelah semua probabilitas dihitung maka ditentukan kumulatif probabilitasnya untuk mengetahui ukuran segmen individu tersebut. Misalnya untuk individu kedua, segmen tersebut diperoleh dengan cara sebagai berikut Segmen individu 2 = kumulatif sebelumnya + probabilitas seleksi individu 2 Segmen individu 2 = 0.18 + 0.16 = 0.32 Pembagian segmen pada Roulette Wheel Selection dapat dilihat pada Gambar 2.4. Setelah semua segmen dipetakan, kemudian dibangkitkan bilangan random antara 0-1 sebanyak individu yang akan diseleksi, misalnya akan menyeleksi 6 individu maka dibangkitkan 6 bilangan random. Sebagai contoh dapat dilihat pada Gambar 2.4, misalnya bilangan random pertama adalah 0.8 maka individu yang terpilih adalah individu ke-6 karena nilai 0.8 berada pada segmen individu ke-6.
commit to user
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 2.1 Probabilitas seleksi dan nilai fitness Individu 1 keNilai 2.0 fitness Probabilitas 0.18 seleksi
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
1.8
1.6
1.4
1.2
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
0.16 0.15 0.13 0.11 0.09 0.07 0.06 0.03 0.02 0.0
Gambar 2.4 Seleksi roda roullet Setelah dilakukan seleksi, maka individu-individu yang terpilih adalah: 1, 2, 3, 5, 6, 9. c. Lakukan crossover pada P’(generasi). Crossover adalah memindah-silangkan dua buah kromosom untuk mendapatkan
kromosom
baru.
Crossover
dilakukan dengan suatu
probabilitas tertentu pc. Porbabilitas crossover (pc) adalah persentase banyaknya populasi yang mengalami crossover, semakin tinggi pc maka semakin banyak individu yang mengalami crossover. Pada umumnya , pc diset mendekati 1, misalnya 0.8. Probabilitas crossover merupakan Adapun nilai pc ditetapkan di awal dan tidak mengalamai perubahan. Salah satu jenis crossover adalah Crossover menengah. Crossover menengah merupakan metode crossover yang hanya dapat digunakan untuk variabel real. Nilai variabel anak dipilih di sekitar dan antara nilai-nilai variabel induk. anak dihasilkan menurut aturan sebagai berikut: Anak = induk 1 + alpha (induk 2 – induk 1) Dengan alpha adalah faktor skala yang dipilih secara random pada interval [-d,1+d], biasanya d = 0,25. tiap-tiap variabel pada anak merupakan hasil crossover variabel-variabel menurut aturan di atas dengan nilai alpha commit to user dipilih ulang untuk tiap variabel.
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Misalkan ada 2 individu dengan 3 variabel, yaitu: Induk 1 : 12
25
5
Induk 2 ; 123
4
34
Misalkan nilai alpha yang terpilih adalah; Sampel 1 : 0.5
1.1 -0,1
Sample 2 : 0.1
0.8
0.5
Kromosom baru yang terbentuk: Anak 1 : 67.5
1.9
2.1
Anak 2 : 23.1
8.2
19.5
Crossover disebut juga perkawinan atau penyilangan dua individu untuk menghasilkan anak. Dari aturan di atas dapat digambarkan misalnya induk 1 adalah ayah dan induk 2 adalah ibu maka aturan tersebut menggambarkan bahwa ayah memiliki pengaruh yang lebih besar dari pada ibu. Pada kondisi lain sesuai dengan proses perkawinan pada manusia dapat juga terjadi ibu lebih dominan, sehingga dari aturan di atas dapat berubah menjadi sebagai berikut Anak = induk 2 + alpha (induk 1 – induk 2) Namun untuk aturan crossver menengah di sini digunakan aturan pertama dengan ayah lebih dominan dari pada ibu. d. Lakukan mutasi pada P’(generasi). Mutasi berperan untuk menggantikan gen yang hilang dari populasi akibat proses seleksi yang memungkinkan munculnya kembali gen yang tidak muncul pada inisialisasi populasi. Proses mutasi ditentukan oleh probabiltias mutasi (pm). Probabilitas mutasi (pm) didefinisikan sebagai presentasi dari jumlah total gen pada populasi yang mengalami mutasi. Adapun nilai pm ditetapkan di awal dan tidak mengalamai perubahan. Salah satu contoh mutasi adalah dengan mengubah gen yang dimutasi dengan bilangan random antara nilai tertinggi dan terendah gen dari kromosom yang dimutasi. (F.Herrera, Lozano, & Vergeday, 1998). Contoh mutasi adalah sebagai berikut : commit to user
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Induk = 23.1
8.2
19.5
Anak = 23.1
8.2
14.5
Dari contoh tersebut gen ke-3 dengan nilai 19.5 terkena mutasi. Nilai mutasi diperoleh dengan membangkitkan bilangan random dari 8.2 (nilai terendah kromosom) sampai 23.1 misalnya diperoleh 14.5, maka nilai 14.5 (nilai tertinggi kromosom) tersebut menggantikan gen yang termutasi tersebut. e. Lakukan evaluasi fitness setiap individu pada P’(generasi). f. Bentuk populasi baru : P(generasi) = {P(generasi-1) yang survive, P’(generasi)}. P(generasi-1) yang survive diperoleh dengan proses elitism. Proses elitism adalah proses penyalinan beberapa kromosom terbaik dari P(Generasi
-
menggantikan
1),
kemudian
kromosom
pada
dimasukkan
pada
P’(Generasi)
P(Generasi)
yang buruk.
untuk Dimana
P’(Generasi) adalah populasi hasil proses crossover dan mutasi.
2.1.5 Adaptive Genetic Algorithm (AGA) Adaptive Genetic Algorithm pada dasarnya sama dengan algoritma genetika, perbedaannya adalah pada probabilitas crossover dan mutasi yang adaptif sehingga diperlukan Update probabilitas crossover dan probailitas mutasi setiap satu generasi sedangkan untuk proses yang lainnya sama dengan algoritma genetika biasa. Secara sederhana algoritma genetika terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut : 1.
Generasi = 0 (generasi awal).
2.
Inisialisasi populasi awal, P(generasi), secara acak.
3.
Evaluasi nilai fitness pada setiap individu dalam P(generasi).
4.
Kerjakan langkah-langkah berikut hingga generasi mencapai maksimum generasi : a. Generasi = generasi + 1 (tambah generasi). b. Seleksi
populasi
P’(generasi)
tersebut untuk mendapatkan commit to user
kandidat
induk,
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Lakukan crossover pada P’(generasi). d. Lakukan mutasi pada P’(generasi). e. Lakukan evaluasi fitness setiap individu pada P’(generasi). f. Bentuk populasi baru : P(generasi) = {P(generasi-1) yang survive, P’(generasi)}. g. Update probabilitas crossover dan probailitas mutasi dengan rumus : (Srinivas & Patnaik, 1994) 𝑝𝑐 = 𝑘1 𝑓𝑚𝑎𝑥 − 𝑓′ 𝑓𝑚𝑎𝑥 − 𝑓 , 𝑘1 ≤ 1.0
(2.19)
𝑝𝑚 = 𝑘2 𝑓𝑚𝑎𝑥 − 𝑓 𝑓𝑚𝑎𝑥 − 𝑓 , 𝑘2 ≤ 1.0
(2.20)
Dengan batasan 𝑝𝑐 = 𝑘3 , 𝑓 ′ ≤ 𝑓
(2.21)
𝑝𝑚 = 𝑘4 , 𝑓 ≤ 𝑓
(2.22)
Dengan k3, k4 ≤ 1.0
2.2 Penelitian Sebelumnya Beberapa penelitian mengenai Radial Basis Function diantaranya adalah penelitian yang dilakukana oleh Venkatesan & Anitha (2006). Pada penelitiannya Venkatesan & Anitha (2006) memaparkan penggunaan model RBF (radial basis function) untuk melakukan diagnosis penyakit diabetes mellitus. Arsitekur jaringan yang dipakai menggunakan satu hidden layer dengan penentuan center menggunakan metode clustering K-Means. Pada penelitian tersebut dilakukan perbandingan antara metode RBF (radial basis function), logistic regression dan MLP (Multi Layer Perceptron). Venkatesan & Anitha (2006) menggunakan database test dan database eksternal untuk pengujian. Pada database test perancangan model RBF yang digunakan menggunakan center sebanyak 10 buah dan untuk MLP digunakan 4 node di hidden layer.
Adapun hasil akurasi ketiga model tersebut dengan data dari
database test adalah 73.7 % untuk model LOGISTIK, 91.3 % untuk model MLP dan untuk model RBF mencapai 97.0 %. Sedangkan untuk database external perancangan model model RBF yang commit to user digunakan menggunakan center sebanyak 8 buah dan untuk MLP digunakan 3 node
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
di hidden layer. Adapun hasil akurasi ketiga model tersebut dengan data dari database external adalah 77.0 % untuk model LOGISTIK, 94.3 % untuk model MLP dan untuk model RBF mencapai 98.0 %. Dari hasil penelitian tersebut, Venkatesan & Anitha (2006) menyimpulkan bahwa diagnosis menggunakan RBF (radial basis function) lebih baik dari pada menggunakan logistic regression dan MLP (Multi Layer Perceptron) dengan tingkat akurasi mencapai 98%. Selain itu waktu yang dibutuhkan untuk melakukan pelatihan pada jaringan RBF lebih cepat dari pada MLP. Namun jika dibandingkan dengan metode logistic, model RBF dan MLP membutuhkan waktu yang lebih lama untuk melakukan training. (Venkatesan & Anitha, 2006). Penelitian lainnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Jayawardena & Fernando (1998) yang memaparkan perbandingan antara penggunanan model RBF dengan metode clustering data noniterative clustering, RBF dengan metode clustering K-Means dan model MLP (Multi Layer Perceptron) dengan training menggunakan backpropagation. Pada model RBF dengan metode clustering data noniterative clustering mempunyai tingkat error terkecil dengan 6 node pada hidden layer sedangkan RBF dengan metode clustering K-Means mempunyai tingkat error terkecil dengan 11 node pada hidden layer. Jika dibandingkan dengan MLP, model RBF memiliki tingkat akurasi yang lebih baik dan waktu yang lebih cepat dalam trainingnya. Sementara itu, penelitian yang dilakukan oleh Haryono (2005) memaparkan penggunaan RBF untuk pengenalan huruf abjad dari A sampai Z. Arsitektur JST RBF pada hidden layer digunakan menggunkan fungsi Gaussian sebagai berikut 𝜃 𝑟 = 𝑒𝑥𝑝 −
𝑟2 2𝜎 2
(2.23)
Dimana 𝜎 adalah nilai spread yang didefinisikan sebagai berikut : 𝜎=
𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚 𝑎𝑛𝑡𝑎𝑟𝑎 2 𝑝𝑢𝑠𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑝𝑢𝑠𝑎𝑡
=
𝑑𝑚𝑎𝑥 𝑚𝑖
(2.24)
Sementara untuk menentukan bobot di hidden layer digunakan metode pseudoinvers. Untuk metode clustering data yang digunakan adalah Randomize commit to user
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Cluster Decision. Dari hasil penelitian kekakuratan jaringan syaraf tiruan dalam pengenalan huruf abjad mencapai 97 %. (Haryono, 2005) Penelitian lain tentang penggunan JST RBF adalah penelitian yang dilakukan oleh Kusaedi. Rancangan JST RBF yang digunakan oleh Kusaedi (2004) dalam Perancangan Kendali Kecepatan Motor DC pada penelitian tersebut menggunakan fungsi Gaussian sebagai berikut : 𝜑𝑗 = 𝑒
−
𝑐−𝑥 𝑗 2𝜎 2
2
(2.25)
Untuk update bobot basis digunakan algoritma LMS yang dirumuskan sebagai berikut : 𝑤𝑘+1 = 𝑤𝑘 + 𝛼 ∗ 𝑒𝑟𝑟𝑜𝑟 ∗ 𝑣
(2.26)
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan pelatihan (penggunaan bobot) memberikan hasil yang lebih bagus, walaupun sering terjadi overshoot terlebih dahulu. (Kusaedi, 2004) Sementara itu Zhangang, Yanbo, & Cheng (2007) mengusulkan sebuah metode pelatihan JST RBF yaitu dengan dikombinasikan dengan algoritma genetika. Topologi JST RBF nya adalah sebagai berikut : Input Layer
Hidden Layer
Output Layer
c1 X1
W1,1
c2
W2,1 W1,m
Y1
X2 W2,m Wq,m Y2 Xn
W1,m,
cn
Gambar 2.5 Topologi JST RBF
Pemetaan dari data input sampai ke layer output digunakan rumus sebagai berikut :
commit to user
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
𝑞
𝑦𝑖 =
𝑤𝑗 ,𝑖 𝜑
𝑥 − 𝑐𝑗
(2.27)
𝑗 =1
Radial basis function didefinisikan sebagai fungsi Gaussian sebagai berikut : 𝜑 𝑟 = 𝑒𝑥𝑝 −𝑟 2 /2𝜎 2
𝜎 > 0, 𝑟 ≥ 0
(2.28)
Kromosom dikodekan dalam bentuk string real. Adapun kromosomnya adalah sebagai berikut : A chromosome string
The right to export unit
The basic center position
The variance of RBF
Order by number of node in hidden layer
Gambar 2.6 Kromosom GA-RBF
Dari Gambar 2.6 dapat diketahui bahwa kromosom merupakan representasi dari export unit, posisi center dan variance RBF. Sementara fungsi fitness didefiniskan sebagai
1 𝑀𝑆𝐸
. Dari hasil penelitian diperoleh hasil bahwa AG-RBF
mempunyai tingkat akurasi peramalan yang lebih tinggi dan kecepatan konvergensi yang lebih cepat dari pada RBF biasa. (Zhangang, Yanbo, & Cheng, 2007). Senada dengan penelitian Zhangang, Yanbo, & Cheng (2007), Ahmed, Nordin, Sulaiman, & Fatimah (2009) membahas mengenai pelatihan jaringan syaraf tiruan MLP (Multi Layer Perceptron) dengan 1 hidden layer yang dioptimasi menggunakan algoritma genetika. Model MLP yang digunakan adalah backpropagation dengan algoritma training Lavenberg Marquant (LM). Adapun flowchart ANN-GA adalah sebagai berikut :
commit to user
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Initial Population
New Population
Mutation Perform mutation with probability pm Translate parameter into NN
Crossover Select two chromosome randomly from intermediate population
Input Layer
Selection
Hidden Layer
Extract the cromoshome from the current population
No
Output Layer
Stop Evaluate NN performance
Fitness evaluation
NN prediction part
ANN parameters design
Optimasi Yes
Gambar 2.7 Flowchart ANN-AG Mean Square Error (MSE), Root Mean Square Error (RMSE), dan Determination Coefficients (R²) digunakan untuk mengevaluasi performa ANN-GA. Semakin kecil MSE dan RMSE serta nilai R² mendekati 1 maka ANN-AG menunjukan performa yang bagus dan ketepatan akurasi yang tinggi. Adapun rumus untuk menghitung MSE, RMSE dan R2 adalah sebagai berikut : 1 𝑀𝑆𝐸 = 𝑇
𝑅𝑀𝑆𝐸 =
𝑅2 = 1 −
𝑇
𝑌𝑘 − 𝑇𝑘
(2.29)
𝑘=1
1 𝑇
𝑇
𝑌𝑘 − 𝑇𝑘
(2.30)
𝑘=1
𝑇 𝑘=1 𝑇 𝑘=1
𝑌𝑘 − 𝑇𝑘 𝑌𝑘 − 𝑌𝑘
(2.31)
commit to user
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dari hasil penelitian ditunjukkan bahwa model ANN-GA mempunyai nilai MSE dan RMSE yang lebih sedikit serta nilai R2 yang lebih besar daripada model ANN dengan trial-error procedure. (Ahmed, Nordin, Sulaiman, & Fatimah, 2009) Penelitian lain yang menggabungkan JST dan algoritma genetika adalah penelitian yang dilakukan oleh Yasin Fahmi. Pada penelitiannya Fahmi (2011) memaparkan penggabungan antara jaringan syaraf tiruan backpropagation dengan optimasi menggunakan algoritma genetika untuk peramalan harga saham. Adapun arsitektur jaringan syaraf tiruannya adalah sebagai berikut : Z1 Input 1
X1 Z2
Z3
Input 2
X2
Z4
Z5
Z6
Z7 Input 3
X3
Y1
Output 1
Z8
Z9
Z10 Input 4
X4 Z11
Z12
Z13
Z14 Input 5
X5
Z15
Gambar 2.8 Model jaringan syaraf tiruan (neuromodel). commit to user
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pada penelitiannya dipilih lima indeks saham perusahaan yang memiliki index saham yang sehat yaitu : a.
Index saham individual Astra International.
b.
Index saham individual Gudang Garam.
c.
Index saham individual Indosat.
d.
Index saham individual Telkom.
e.
Index saham individual Unilever. Kelima index tersebut menjadi input pada jaringan syaraf tiruan. Sedangkan
pada hidden layer terdapat 15 neuron. Fungsi aktivasi yang digunakan adalah sigmoid biner dan metode normalisasi data yang digunakan adalah Min-max normalization. Adapun rumus yang digunakan untuk penskalaan adalah sebagai berikut : 𝑆𝑘𝑎𝑙𝑎 =
𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑠𝑘𝑎𝑙𝑎 − 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑢𝑛 𝑑𝑎𝑡𝑎 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑚𝑎𝑥𝑖𝑚𝑢𝑛 𝑑𝑎𝑡𝑎 − 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑢𝑛 𝑑𝑎𝑡𝑎
(2.32)
Pada proses optimasi dengan algoritma genetika, fungsi fitness didefinisikan dengan rumus
1 𝑀𝑆𝐸
, dimana MSE merupakan Mean Square Error. Kromosom
direpresentasikan sebagai kumpulan 15 neuron di hidden layer, karena pada penelitian ini hanya bobot output yang dioptimasi. Adapun representasi kromosomnya adalah sebagai berikut : Z1
Z2
…..
Z14
Z15
Z1, Z2, Z3, Z4, Z5, Z6, Z7, Z8 Z9, Z10, Z11, Z12, Z13, Z14, Z15. Z = berisi locus yang merupakan nilai neuron 1 sampai 15, pada hidden layer. Diagram alir penelitian tersebut adalah sebagai berikut :
commit to user
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
MULAI
Identifikasi dan perumusan masalah
Pengumpulan data
Membangun arsitektur jaringan
Pelatihan bobot dan bias JST
Tidak MSE <= 0.1
Ya
Optimasi bobot dan bias menggunakan AG
Pengujian Jaringan Syaraf Tiruan
Peramalan menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan
Analisis
Kesimpulan dan saran
Selesai
Gambar 2.9 Diagram alir penelitian Dari hasil penelitian menunjukan bahwa pada saat inisialisasi bobot dan bias jaringan syaraf tiruan, nilai MSE yang didapatkan adalah 0.0297. Setelah bobot dan bias dioptimasi dengan menggunakan commitalgoritma to user genetika dihasilkan nilai MSE
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sebesar 0,004490 dan nilai fitness sebesar 222.70. Nilai MSE sebelum dan setelah optimasi bobot ini mengalami penurunan sebesar 567.455%. (Fahmi, 2011). Di sisi lain, seiring perkembangan penelitian mengenai algoritma genetika, muncul berbagai macam modifikasi algoritma genetika untuk meningkatkan kualitas algoritma genetika, salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Srinivas & Patnaik (1994). Pada penelitiannya Srinivas & Patnaik (1994) memaparkan sebuah pendekatan baru pada algoritma genetika yaitu probabilitas crossover dan mutasi yang adaptif. Selama ini pada Algoritma genetika standar nilai probabilitas crossover dan mutasi selalu diset tetap untuk setiap iterasi pada proses optimasi dengan algoritma genetika. Srinivas & Patnaik (1994) mengusulkan nilai probabilitas crossover dan mutasi tidak tetap namun berubah sesuai dengan nilai fitness. Adapun rumus probabilitas crossover dan mutasi yang diusulkan adalah sebagai berikut : 𝑝𝑐 = 𝑘1 𝑓𝑚𝑎𝑥 − 𝑓′ 𝑓𝑚𝑎𝑥 − 𝑓 , 𝑘1 ≤ 1.0
(2.33)
𝑝𝑚 = 𝑘2 𝑓𝑚𝑎𝑥 − 𝑓 𝑓𝑚𝑎𝑥 − 𝑓 , 𝑘2 ≤ 1.0
(2.34)
Dengan batasan 𝑝𝑐 = 𝑘3 , 𝑓 ′ ≤ 𝑓
(2.35)
𝑝𝑚 = 𝑘3 , 𝑓 ≤ 𝑓
(2.36)
Dimana k3, k4 ≤ 1.0 𝑘1 , 𝑘2 , 𝑘3 , 𝑘4 ≤ 0 Agar rumus di atas dapat berjalan dengan optimal maka dasarankan untuk nilai k1, k2, k3 dan k4 berturut-turut adalah 1.0, 0.5, 1.0 dan 0.5. Srinivas & Patnaik (1994) melakukan pengujian Adaptive Genetic Algorithm (AGA) untuk penyelesaian TSP, optimasi jaringan syaraf tiruan dan kasus VLSI sirkuit. Dari hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa kemampuan AGA lebih baik dari pada Algorima genetika standar. Dari hasil penelitian penentuan nilai pc dan pm yang adaptif sesuai dengan nilai fitness sesuai dengan yang diusulkan tersebut, tidak hanya meningkatkan konvergensi algoritma genetika tetapi juga mencegah terjadinya local optimum. (Srinivas & Patnaik, 1994).
commit to user
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Penelitian lain yang dirujuk dalam tugas akhir ini adalah penelitian Rismawan & Kusumadewi (2008) yang memaparkan penggunaan metode clustering K-Means Untuk Pengelompokkan Mahasiswa Berdasarkan Nilai Body Mass Index (Bmi) & Ukuran Kerangka. Pada penelitian ini telah dibangun sistem yang dapat digunakan untuk mengklasifikasi mahasiswa menurut BMI dan ukuran kerangkanya berdasarkan data kondisi fisik dari mahasiswa yang bersangkutan yang telah diambil terlebih dahulu. Data kondisi fisik yang digunakan adalah tinggi badan, berat badan dan lingkar lengan bawah. Dari data tersebut dikelompokkan menjadi 3 dengan menggunakan metode K-Means. Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa algoritma klasifikasi KMeans dapat digunakan untuk mengelompokkan mahasiswa berdasarkan status gizi dan ukuran kerangka. Dari data yang dilatih, diperoleh 3 kelompok berdasarkan BMI dan ukuran kerangka, yaitu : (Rismawan & Kusumadewi, 2008) 1. BMI normal dan kerangka besar, dengan pusat cluster (19,53; 11,52). 2. BMI obesitas sedang dan kerangka sedang, dengan pusat custer (25,44; 10,22). 3. BMI obesitas berat dan kerangka kecil, dengan pusat cluster (43,25; 8,95).
2.3 Rencana penelitian Dengan melihat tinjauan pustaka di atas, penelitian ini akan berkonsentrasi pada penggabungan jaringan syaraf tiruan Radial Basis Function (RBF) dengan algoritma genetika untuk klasifikasi. Algoritma genetika yang digunakan pada penelitian ini adalah Adaptive Genetic Algortihm (AGA). Hasil penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana akurasi pelatihan RBF dengan AGA untuk klasifikasi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Studi Literatur Studi literatur dilakukan untuk mendapatkan pengetahuan dari literaturliteratur yang berkaitan dengan objek yang dikaji. Pengetahuan yang diperlukan didapatkan dengan mempelajari Algoritma Genetika, Jaringan Syaraf Tiruan, Adaptive Genetic Algorithm, Algoritma K-Means Clustering dan Jaringan Radial Basis Function.
3.2 Perancangan 3.2.1 Data Database iris diperoleh dari UCI Machine Learning Repository dengan alamat di http://archive.ics.uci.edu/ml/. Total data sebanyak 150 data, 50 data (33.3%) untuk masing masing class yaitu iris setosa, iris versicolour dan iris virginica, dengan deskripsi atribut ditunjukkan pada tabel 3.1 : Tabel 3.1 Deskripsi atribut data iris No
Atribut
Domain
1
Panjang sepal
Bilangan real dalam cm
2
Lebar sepal
Bilangan real dalam cm
3
Panjang petal
Bilangan real dalam cm
4
Lebar petal
Bilangan real dalam cm
5
Class
iris setosa, iris versicolour dan iris virginica
Sumber : (Blak, 1988)
3.2.2 Algoritma AGA RBF Pada tugas akhir ini akan dibuat algoritma penggabungan jaringan radial basis function dengan Adaptive genetic algorithm sebagai berikut :
commit to user
31
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
MULAI
Membangun arsitektur jaringan RBF
Pelatihan RBF
Tidak
MSE < 0.01 OR Iterasi = max epoh
Ya
Ubah bobot dengan AGA
Hasil
SELESAI
Gambar 3.1 Algoritma AGA RBF Algoritma AGA RBF tersebut adalah sebagai berikut : 1.
Membangun arsitektur jaringan RBF (Radial Basis Function) Tahapan dalam membangun jaringan radial basis function ditunjukkan
pada Gambar 3.2 :
commit to user
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
MULAI
Menentukan fungsi basis
Menentukan banyaknya center
Menentukan center dengan algoritma K-Means
Menyusun arsitektur RBF
SELESAI
Gambar 3.2 Tahapan pembangunan jaringan radial basis function a. Menentukan fungsi basis. Fungsi basis ini akan digunakan untuk aktivasi fungsi di hidden layer. Fungsi yang digunakan adalah fungsi berbasis radial yaitu fungsi Gaussian. Adapun fungsi Gaussian adalah sebagai berikut : 𝑟2 𝜃 𝑟 = 𝑒𝑥𝑝 − 2 2𝜎
(3.1)
Dimana 𝜎 adalah nilai spread yang didefinisikan sebagai berikut : 𝜎=
𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚 𝑎𝑛𝑡𝑎𝑟𝑎 2 𝑝𝑢𝑠𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑝𝑢𝑠𝑎𝑡
=
𝑑𝑚𝑎𝑥 𝑛
(3.2)
Menetukan banyaknya center. Banyaknya center akan mempengaruhi arsitektur jaringan radial basis function karena banyaknya center akan menjadi neuron pada hidden layer jaringan radial basis function. commit to user
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Penentuan banyaknya center sama dengan menentukan jumlah cluster yang akan dicari centernya menggunakan algoritma K-Means. b. Menentukan center dengan algoritma K-Means. Adapun algoritma KMeans ditunjukkan pada Gambar 3.3 : MULAI
Data berupa vektor
Inisialisasi jumlah cluster = k dan iterasi maksimum
Inisialisasi center
Hitung Je iterasi awal
Hitung eucledian
Hitung center baru
Iterasi = iterasi + 1 Hitung Je iterasi
Tidak
Je(i+1) == Je Iterasi = max
Ya
SELESAI
Gambar 3.3 Algoritma K-Means 1) Load data 2) Inisialisasi jumlah cluster (k) dan iterasi maksimal commit to user
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3) Inisialisasi center dengan mengelompokkan data, dengan cara membagi data menjadi k bagian dan untuk masing-masing bagian diambil nilai tengahnya. 4) Hitung Je iterasi awal. Je adalah sum-of-square-error atau jumlahan kuadrat error masing-masing data pada cluster terdekat. Adapun rumus perhitungan Je adalah sebagai berikut : 𝐽𝑘 =
2
𝑥𝑗 − 𝑀
(3.3)
𝑥∈𝑃𝑘 𝐾
𝐽𝑒 =
𝐽𝑘
(3.4)
𝑘=1
5) Selama Je(i+1) tidak sama dengan Je iterasi dan iterasi belum mencapai maksimal lakukan : a) Hitung eucledian dengan rumus 𝑛
𝑑 𝑥, 𝑦 =
𝑥−𝑐
2
(𝑥𝑖 − 𝑐𝑖 )2
=
(3.5)
𝑖=1
𝑥𝑗 − 𝑀𝑘 (𝑚) < 𝑥𝑗 − 𝑀𝑖 (𝑚)
(3.6)
Dimana b) Hitung center baru dengan rumus 𝑀𝑘 𝑚 + 1 =
1 𝑁𝑘
𝑥𝑗 𝑥 𝑗 ∈𝐶𝑙 𝑘 (𝑚 )
c) Hitung Je iterasi c. Menyusun arsitektur jaringan radial basis function.
commit to user
(3.7)
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b
x1
X1
φ1
x2
X2
φ2
x3
X3
x4
X4
Y1
y1
Y2
y2
φn wij
Gambar 3.4 Arsitektur jaringan radial basis function Pada penelitian ini input data untuk jaringan radial basis function adalah 4 atribut data iris yaitu : X1 panjang sepal dalam cm X2 lebar sepal dalam cm X3 panjang petal dalam cm X4 panjang petal dalam cm Pada hidden layer merupakan bias dan fungsi basis dengan jumlah neuron sesuai dengan jumlah center yang didefiniskan yaitu φ1, φ2,… φn. Dengan n adalah jumlah center. Pada output layer terdapat 2 neuron dengan fungsi aktivasi biner dengan treshold θ = 0. Adapun persamaan dari fungsi biner dengan threshold adalah sebagai berikut : 𝑓 𝑥 =
1 𝑖𝑓 𝑥 ≥ 𝜃 0 𝑖𝑓 𝑥 < 𝜃
(3.8)
Output dari jaringan radial basis function adalah berupa bilangan biner untuk Y1 dan Y2. Output akhir jaringan radial basis function untuk klasifikasi tumbuhan iris adalah sebagai berikut : Y1 = 0, Y2 = 0 adalah iris setosa Y1 = 0, Y2 = 1 adalah iris versicolour Y1 = 1, Y2 = 1 adalah iris virginica Y1 = 1, Y2 = 0 tidak teridentifikasi commit to user
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2.
Pelatihan jaringan radial basis function Algoritma pelatihan jaringan radial basis function adalah sebagai berikut
Langkah 1 : Inisialisasi iterasi maksimal dan learning rate (α). Langkah 2 : Inisialisasi bobot pada hidden layer (bobot basis). Langkah 3 : Selama epoch <= maksimal epoch dan atau MSE <= 0.01, untuk setiap sinyal latih kerjakan langkah 4 – 8 Langkah 4 : Hitung keluaran jaringan RBF dengan rumus : (Zhangang, Yanbo, & Cheng, 2007) 𝑞
𝑦𝑖 =
𝑤𝑗 ,𝑖 𝜑
𝑥 − 𝑐𝑗
(3.9)
𝑗 =1
Dengan fungsi basis didefinisikan sebagai berikut : 𝜑 𝑟 = 𝑒𝑥𝑝 −𝑟 2 /2𝜎 2 Sebelum
masuk
𝜎 > 0, 𝑟 ≥ 0 fungsi
(3.10)
aktivasi
dengan
threshold
hasil
𝜑 𝑣 diaktivasi dengan fungsi sigmoid terlebih dahulu untuk membatasi nilai agar tetap berada pada range 0 sampai 1. (Bors) Adapun fungsi sigmoid adalah sebagai berikut : 𝑓 𝑥 =
1 1 + exp −𝑝𝑥
(3.11)
Dimana nilai σ didefinisikan sebagai berikut : (Haryono, 2005) 𝜎=
𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚 𝑎𝑛𝑡𝑎𝑟𝑎 2 𝑝𝑢𝑠𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑝𝑢𝑠𝑎𝑡
=
𝑑𝑚𝑎𝑥 𝑛
(3.12)
Dan fungsi aktivasi sebagai berikut : 𝑓 𝑥 =
1 𝑖𝑓 𝑥 ≥ 𝜃 0 𝑖𝑓 𝑥 < 𝜃
(3.13)
Langkah 5 : Hitung kesalahan (error) antara sinyal target sinyal latih (d) dengan keluaran RBF y. error = d – y Langkah 6 : Update bobot node hidden layer dan bias dengan metode LMS. Langkah 7 : Hitung MSE = akar dari jumlahan kuadrat error Langkah 8 : epoch = epoch + 1 commit to user
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3.
Ubah bobot dengan Adaptive Genetic Algorithm Algoritma Adaptive Genetic Algorithm (AGA) pada dasarnya sama dengan
algoritma genetika biasa namun perbedaan mendasar pada AGA adalah penentuan probabilitas crossover dan probabilitas mutasi yang adaptif sesuai dengan nilai fitness. Adapun algoritma AGA RBF adalah sebagai berikut : MULAI Update probabilitas crossover & probabilitas mutasi Konfigurasi AGA Populasi baru
Mutasi
Inisialisasi Populasi Crossover
Seleksi Terjemahkan kromosom ke bobot RBF
Tidak
Kriteria Berhenti ?
Ya
Hasil
RBF
Evaluasi performa RBF
Evaluasi Fitness
SELESAI
Gambar 3.5 Algoritma AGA RBF a. Konfigurasi AGA meliputi 1) Melakukan representasi solusi kedalam kromosom / individu. Pada penelitian ini kromosom direpresentasikan dalam string bilangan real. Setiap gen berisi nilai real yang mewakili bobot basis di hidden layer pada jaringan radial basis function. Panjang kromosom sebanyak jumlah bobot basis dan bias pada jaringan radial basis function. Adapun repreentasi kromosom dapat digambarkan sebagai berikut : Z1
Z2
Z3
…..
Zn
Zn+1
Z1 sampai Zn berisi bobot basis, dengan n adalah banyaknya bobot yang yaitu banyaknya neuron hidden layer dikali 2 (output layer). commitadalah to user Z1, Z2…Zn berturut-turut
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Z1 = w11 Z2 = w12 Z3 = w21 Z4 = w22 …… Zn = w22 2) Penentuan jumlah kromosom dalam populasi. 3) Penentuan kriteria berhenti berupa fitness max dan maksimal generasi. 4) Inisialisasi probabilitas crossover (pc) dengan bilangan random antara 0 sampai 1. 5) Inisialisasi probabilitas mutasi (pm) dengan bilangan random antara 0 sampai 1. 6) Penentuan nilai k1, k2, k3 dan k4 sebagai variable untuk update pc dan pm. 7) Penentuan eltisme. b. Inisialisasi populasi yaitu dengan mengambil bobot sebanyak jumlah kromosom pada epoch-epoch akhir pelatihan jaringan radial basis function. c. Selama kondisi berhenti belum terpenuhi kerjakan langkah 4 sampai selesai. d. Terjemahkan kromosom menjadi bobot dan bias untuk dievaluasi performanya pada jaringan radial basis function. e. Evaluasi fitness yaitu menghitung nilai fitness masing-masing kromosom dengan rumus (Burdsall & Giraud-Carrier) 𝑓𝑖𝑡𝑛𝑒𝑠𝑠 =
𝑐𝑜𝑟𝑟𝑒𝑐𝑡_𝑐𝑙𝑎𝑠𝑠𝑖𝑓𝑖𝑐𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑠𝑖𝑧𝑒_𝑜𝑓_𝑒𝑣𝑎𝑙𝑢𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 _𝑠𝑒𝑡
(3.14)
f. Seleksi yaitu memilih individu yang paling fit untuk selanjutnya dilakukan proses crossover dan mutasi. Metode seleksi yang dipakai pada penilitian ini yaitu roulette wheel. g. Crossover yaitu menyilangkan dua buah individu untuk mendapatkan commit to user individu baru yang diharapkan lebih baik dari induknya. Metode
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
crossover yang digunakan pada penelitian ini adalah rekombinasi menengah. h. Mutasi dilakukan pada bilangan real. Yaitu dengan mengubah gen yang dimutasi dengan bilangan random antara nilai tertinggi dan terendah gen dari kromosom yang dimutasi. (F.Herrera, Lozano, & Vergeday, 1998). i. Dapatkan generasi baru dan update probabilitas crossover dan probailitas mutasi dengan rumus : (Srinivas & Patnaik, 1994) 𝑝𝑐 = 𝑘1 𝑓𝑚𝑎𝑥 − 𝑓′ 𝑓𝑚𝑎𝑥 − 𝑓 , 𝑘1 ≤ 1.0
(3.15)
𝑝𝑚 = 𝑘2 𝑓𝑚𝑎𝑥 − 𝑓 𝑓𝑚𝑎𝑥 − 𝑓 , 𝑘2 ≤ 1.0
(3.16)
Dengan batasan 𝑝𝑐 = 𝑘3 , 𝑓 ′ ≤ 𝑓
(3.17)
𝑝𝑚 = 𝑘4 , 𝑓 ≤ 𝑓
(3.18)
Dengan k3, k4 ≤ 1.0
3.2.3 Implementasi Implementasi dilakukan dengan mengaplikasikan model JST RBF dan JST AGA RBF dengan berbagai variasi simulasi pada variabel RBF dan variasi simulasi pada variabel AGA RBF. Variasi simulasi pada variabel RBF ditunjukkan pada Tabel 3.2 dan variasi simulasi pada variabel AGA RBF ditunjukan pada Tabel 3.3. Tabel 3.2 Variasi Simulasi Pada Variabel RBF No Jenis Variasi 1 Variasi learning rate
2
Variasi banyaknya epoch
commit to user
Keterangan 0.01 0.05 0.1 50 100 150 200
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 3.3 Variasi Simulasi Pada Variabel AGA RBF No Jenis Variasi 1 Variasi populasi
2
Variasi generasi
Keterangan 10 20 30 20 40 60
Pada setiap satu simulasi, dilakukan dengan mengubah arsitektur JST dari JST dengan 2 hidden layer sampai 10 hidden layer dengan setiap arsitektur dilakukan 10 kali simulasi. Simulasi berhenti pada batas minimum error JST RBF adalah 0.001 dan batas maksimal fitness AGA RBF adalah 1. Skenario yang dijalankan adalah melakukan simulasi untuk mendapatkan variabel RBF yang terbaik untuk masing-masing arsitektur, kemudian kombinasi variabel terbaik dari variabel RBF dari masing-masing arsitektur dikombinasikan dengan variabel AGA RBF untuk mendapatkan variabel AGA RBF yang terbaik untuk masing-masing arsitektur. Kombinasi variabel dikatakan terbaik jika memiliki hasil akurasi terbaik dari seluruh simulasi yang dilakukan. Simulasi dilakukan dengan melakukan training data sebesar 70 % dari keseluruhan data yang dibagi menjadi 70 % data dengan hasil klasifikasi iris setosa, 70 % data dengan hasil klasifikasi iris versicolour dan 70 % data dengan hasil klasifikasi iris virginica. Pengujian dilakukan dengan menggunakan 30 % data yang kemudian akan dibandingkan antara algoritma AGA RBF dengan algoritma RBF standar sebagai pembanding. Bobot hasil training JST RBF dan bobot hasil proses AGA RBF digunakan untuk melakukan testing pada data testing untuk kasus data iris. Hasil klasifikasi dari metode RBF dan AGA RBF kemudian dibandingkan untuk mengetahui pengaruh AGA pada JST RBF.
commit to user
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3.2.4 Analisa Analisa dilakukan dengan menghitung performa hasil pelatihan algortima RBF biasa dengan algoritma AGA RBF. Performa dievaluasi dengan menghitung akurasi prediksi (Akurasiuracy of prediction). (Ali, 2008). Untuk menghitung akurasi jaringan RBF digunakan rumus sebagai berikut : 𝐴𝑃 =
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎 𝑝𝑟𝑒𝑑𝑖𝑘𝑠𝑖 𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎 𝑝𝑟𝑒𝑑𝑖𝑘𝑠𝑖 𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟 + 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎 𝑝𝑟𝑒𝑑𝑖𝑘𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑙𝑎
commit to user
(3.19)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan diuraikan mengenai implementasi program AGA RBF yang sudah dibuat. Implementasi program dilakukan dengan berbagai variasi simulasi baik dari variabel JST RBF maupun JST AGA RBF. Simulasi dengan berbagai variasi percobaan dilakukan untuk mendapatkan variabel JST RBF dan AGA RBF yang paling tepat. Variasi nilai variabel akan mempengaruhi hasil klasifikasi JST RBF maupun JST AGA RBF. Variasi variabel ditunjukkan pada Tabel 3.2 dan Tabel 3.3. Setiap kombinasi variasi dilakukan simulasi untuk masingmasing arsitektur JST yaitu dengan jumlah hidden layer = 2 sampai jumlah hidden layer = 10 sebanyak 10 kali pengulangan dan diambil rata-ratanya. Data yang digunakan adalah database tumbuhan iris. Database tersebut terdiri dari 4 variabel yaitu panjang sepal, lebar sepal, panjang petal dan lebar petal dan terdiri dari 3 kelas yaitu iris setosa, iris versicolour dan iris virginica. Pembagian data adalah 105 data untuk proses training dengan masing-masing kelas terdiri dari 35 data dan 45 data untuk proses testing dengan masing-masing kelas terdiri dari 15 data. Skenario yang dijalankan adalah melakukan simulasi untuk mendapatkan variabel RBF yang terbaik untuk masing-masing arsitektur, kemudian kombinasi variabel terbaik dari variabel RBF dari masing-masing arsitektur dikombinasikan dengan variabel AGA RBF untuk mendapatkan variabel AGA RBF yang terbaik untuk masing-masing arsitektur. Kombinasi variabel dikatakan terbaik jika memiliki hasil akurasi terbaik dari seluruh simulasi yang dilakukan. Pada penelitian ini, JST RBF digunakan sebagai pembanding JST AGA RBF untuk mengetahui apakah akurasi JST RBF bertambah atau justru berkurang dengan adanya penambahan AGA. Analisa hasil simulasi dilakukan dengan membandingkan seluruh hasil simulasi untuk mengetahui bagaimana pengaruh AGA pada JST RBF untuk kasus klasifikasi data tumbuhan iris. commit to user
43
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4.1 Variasi Simulasi Pada Variabel RBF Variasi simulasi pada variabel RBF terdiri dari kombinasi variasi learning rate dan epoch untuk masing-masing arsitektur. 1.
Simulasi RBF Dengan 2 Hidden Layer Dari hasil simulasi diperoleh hasil sebagai berikut : Tabel 4.1 Simulasi RBF Dengan 2 Hidden Layer
Akurasi
Learning Rate 0.01 0.01 0.01 0.01 0.05 0.05 0.05 0.05 0.1 0.1 0.1 0.1
Epoch 50 100 150 200 50 100 150 200 50 100 150 200
Akurasi RBF (%) 14.44 3.34 2.23 1.33 12.89 8.89 3.55 1.55 13.78 8.89 4.22 1.11
16 14 12 10 8 6 4 2 0
Learning Rate 0.01 0.05
0.1 50
100
150
200
Epoch
Gambar 4.1 Grafik Simulasi RBF 2 Hidden Layer Pada simulasi RBF dengan 2 hidden layer, akurasi terbaik diperoleh saat learning rate = 0.01 dan epoch = 50 dengan akurasi 14.44 %.
commit to user
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2.
Simulasi RBF Dengan 3 Hidden Layer Dari hasil simulasi diperoleh hasil sebagai berikut : Tabel 4.2 Simulasi RBF Dengan 3 Hidden Layer Learning Rate 0.01 0.01 0.01 0.01 0.05 0.05 0.05 0.05 0.1 0.1 0.1 0.1
Epoch 50 100 150 200 50 100 150 200 50 100 150 200
Akurasi RBF (%) 25.11 32.89 44.00 48.44 43.95 54.00 53.11 51.55 48.45 57.11 55.56 51.56
60
Akurasi
50 40
Learning Rate
30
0.01
20
0.05
10
0.1
0 50
100
150
200
Epoch
Gambar 4.2 Grafik Simulasi RBF 3 Hidden Layer Pada simulasi RBF dengan 3 hidden layer, akurasi terbaik diperoleh saat learning rate = 0.1 dan epoch = 100 dengan akurasi 57.11 %.
commit to user
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3.
Simulasi RBF Dengan 4 Hidden Layer Dari hasil simulasi diperoleh hasil sebagai berikut : Tabel 4.3 Simulasi RBF Dengan 4 Hidden Layer Learning Rate 0.01 0.01 0.01 0.01 0.05 0.05 0.05 0.05 0.1 0.1 0.1 0.1
Epoch 50 100 150 200 50 100 150 200 50 100 150 200
Akurasi RBF (%) 35.56 52.67 53.78 54.22 59.56 57.11 52.67 56.00 60.22 55.56 51.11 54.89
70 60 40
Learning Rate
30
0.01
20
0.05
10
0.1
Akurasi
50
0 50
100
150
200
Epoch
Gambar 4.3 Grafik Simulasi RBF 4 Hidden Layer Pada simulasi RBF dengan 4 hidden layer, akurasi terbaik diperoleh saat learning rate = 0.1 dan epoch = 50 dengan akurasi 60.22 %.
commit to user
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4.
Simulasi RBF Dengan 5 Hidden Layer Dari hasil simulasi diperoleh hasil sebagai berikut : Tabel 4.4 Simulasi RBF Dengan 5 Hidden Layer Learning Rate 0.01 0.01 0.01 0.01 0.05 0.05 0.05 0.05 0.1 0.1 0.1 0.1
Epoch 50 100 150 200 50 100 150 200 50 100 150 200
Akurasi RBF (%) 18.00 12.89 14.22 15.78 16.22 18.67 17.78 17.78 15.53 19.98 17.78 17.78
25
Akurasi
20
Learning Rate
15
0.01
10
0.05 5
0.1
0 50
100
150
200
Epoch
Gambar 4.4 Grafik Simulasi RBF 5 Hidden Layer Pada simulasi RBF dengan 5 hidden layer, akurasi terbaik diperoleh saat learning rate = 0.1 dan epoch = 100 dengan akurasi 19.98%.
commit to user
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
5.
Simulasi RBF Dengan 6 Hidden Layer Dari hasil simulasi diperoleh hasil sebagai berikut : Tabel 4.5 Simulasi RBF Dengan 6 Hidden Layer Learning Rate 0.01 0.01 0.01 0.01 0.05 0.05 0.05 0.05 0.1 0.1 0.1 0.1
Epoch 50 100 150 200 50 100 150 200 50 100 150 200
Akurasi RBF (%) 86.48 89.33 93.33 93.33 95.34 95.34 95.55 95.55 95.55 95.34 95.55 95.55
100
Learning Rate
Akurasi
95 90
0.01 0.05
85
0.1
80 50
100
150
200
Epoch
Gambar 4.5 Grafik Simulasi RBF 6 Hidden Layer Pada simulasi RBF dengan 6 hidden layer, akurasi terbaik diperoleh saat learning rate = 0.1 dan epoch = 50 dengan akurasi 95.55%.
commit to user
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
6.
Simulasi RBF Dengan 7 Hidden Layer Dari hasil simulasi diperoleh hasil sebagai berikut : Tabel 4.6 Simulasi RBF Dengan 7 Hidden Layer Learning Rate 0.01 0.01 0.01 0.01 0.05 0.05 0.05 0.05 0.1 0.1 0.1 0.1
Epoch 50 100 150 200 50 100 150 200 50 100 150 200
Akurasi RBF (%) 88.25 93.33 93.33 94.22 96.00 95.78 96.67 96.22 95.56 97.56 97.56 97.78
100
Akurasi
95
Learning Rate
90
0.01 0.05
85
0.1
80 50
100
150
200
Epoch
Gambar 4.6 Grafik RBF Simulasi Dengan 7 Hidden Layer Pada simulasi RBF dengan 7 hidden layer, akurasi terbaik diperoleh saat learning rate = 0.1 dan epoch = 200 dengan akurasi 97.78%.
commit to user
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
7.
Simulasi RBF Dengan 8 Hidden Layer Dari hasil simulasi diperoleh hasil sebagai berikut : Tabel 4.7 Simulasi RBF Dengan 8 Hidden Layer
Akurasi
Learning Rate 0.01 0.01 0.01 0.01 0.05 0.05 0.05 0.05 0.1 0.1 0.1 0.1
Epoch 50 100 150 200 50 100 150 200 50 100 150 200
Akurasi RBF (%) 90.46 93.55 95.33 95.33 97.76 97.76 97.78 97.78 95.56 97.76 97.78 97.78
100 98 96 94 92 90 88 86
Learning Rate 0.01 0.05 0.1 50
100
150
200
Epoch
Gambar 4.7 Grafik Simulasi RBF Dengan 8 Hidden Layer Pada simulasi RBF dengan 8 hidden layer, akurasi terbaik diperoleh saat learning rate = 0.05 dan epoch = 150 dengan akurasi 97.78%.
commit to user
51 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
8.
Simulasi RBF Dengan 9 Hidden Layer Dari hasil simulasi diperoleh hasil sebagai berikut : Tabel 4.8 Simulasi RBF Dengan 9 Hidden Layer
Akurasi
Learning Rate 0.01 0.01 0.01 0.01 0.05 0.05 0.05 0.05 0.1 0.1 0.1 0.1
Epoch 50 100 150 200 50 100 150 200 50 100 150 200
Akurasi RBF (%) 94.47 96.22 96.44 97.56 93.33 97.76 97.78 97.76 95.56 97.56 97.78 97.78
99 98 97 96 95 94 93 92 91
Learning Rate 0.01 0.05
0.1 50
100
150
200
Epoch
Gambar 4.8 Grafik Simulasi RBF 9 Hidden Layer Pada simulasi RBF dengan 9 hidden layer, akurasi terbaik diperoleh saat learning rate = 0.05 dan epoch = 150 dengan akurasi 97.78%.
commit to user
52 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
9.
Simulasi RBF Dengan 10 Hidden Layer Dari hasil simulasi diperoleh hasil sebagai berikut : Tabel 4.9 Simulasi RBF Dengan 10 Hidden Layer
Akurasi
Learning Rate 0.01 0.01 0.01 0.01 0.05 0.05 0.05 0.05 0.1 0.1 0.1 0.1
Epoch 50 100 150 200 50 100 150 200 50 100 150 200
Akurasi RBF (%) 88.67 93.33 94.44 94.89 95.56 95.56 96.22 96.00 94.67 94.23 94.67 96.89
98 96 94 92 90 88 86 84
Learning Rate 0.01 0.05
0.1 50
100
150
200
Epoch
Gambar 4.9 Grafik Simulasi RBF Dengan 10 Hidden Layer Pada simulasi RBF dengan 10 hidden layer, akurasi terbaik diperoleh saat learning rate = 0.1 dan epoch = 200 dengan akurasi 96.89%. Secara keseluruhan, simulasi RBF terbaik mencapai akurasi 97.78% yang diperoleh pada arsitektur dengan 7 hidden layer yaitu dengan variabel learning rate = 0.1 dan epoch = 200. commit to user
53 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4.2 Variasi Simulasi Pada Variabel AGA RBF Variasi simulasi pada variabel AGA terdiri dari kombinasi variasi populasi dan generasi, sementara untuk elitism diset tetap yaitu 0.2. Nilai variabel learning rate dan epoch simulasi AGA RBF diambil dari hasil terbaik dari simulasi RBF untuk masing-masing arsitektur. 1.
Simulasi AGA RBF Dengan 2 Hidden Layer Variabel yang digunakan untuk simulasi dengan 2 hidden layer adalah
learning rate = 0.01 dan epoch = 50. Dari hasil simulasi diperoleh hasil sebagai berikut : Tabel 4.10 Simulasi AGA RBF Dengan 2 Hidden Layer Populasi 10 10 10 20 20 20 30 30 30
Generasi 20 40 60 20 40 60 20 40 60
Akurasi AGA RBF (%) 60.22 56.67 58.67 72.22 63.11 81.11 74.45 80.09 90.44
100 Akurasi
90
Populasi
80
10
70
20
60
30
50 20
40
60
Generasi
Gambar 4.10 Grafik Simulasi AGA RBF 2 Hidden Layer Pada simulasi AGA RBF dengan 2 hidden layer, akurasi terbaik diperoleh pada saat populasi = 30 dan generasi = 60 dengan akurasi 90.44 %. commit to user
54 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2.
Simulasi AGA RBF Dengan 3 Hidden Layer Variabel yang digunakan untuk simulasi dengan 3 hidden layer adalah
learning rate = 0.1 dan epoch = 100. Dari hasil simulasi diperoleh hasil sebagai berikut : Tabel 4.11 Simulasi AGA RBF Dengan 3 Hidden Layer Populasi 10 10 10 20 20 20 30 30 30
Generasi 20 40 60 20 40 60 20 40 60
Akurasi AGA RBF (%) 67.56 65.56 69.78 66.22 73.11 69.11 80.67 72.67 76.00
85
Akurasi
80
Populasi
75
10
70
20
65
30
60 20
40
60
Generasi
Gambar 4.11 Grafik Simulasi AGA RBF Dengan 3 Hidden Layer Pada simulasi AGA RBF dengan 3 hidden layer, akurasi terbaik diperoleh pada saat populasi = 30 dan generasi = 20 dengan akurasi 80.67 %.
commit to user
55 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3.
Simulasi AGA RBF Dengan 4 Hidden Layer Variabel yang digunakan untuk simulasi dengan 4 hidden layer adalah
learning rate = 0.1 dan epoch = 50. Dari hasil simulasi diperoleh hasil sebagai berikut : Tabel 4.12 Simulasi AGA RBF Dengan 4 Hidden Layer Populasi 10 10 10 20 20 20 30 30 30
Generasi 20 40 60 20 40 60 20 40 60
Akurasi AGA RBF (%) 64.22 64.89 66.44 65.56 70.44 69.33 73.78 66.00 66.44
80
Akurasi
75
Populasi 70
10 20
65
30 60 20
40
60
Generasi
Gambar 4.12 Grafik Simulasi AGA RBF 4 Hidden Layer Pada simulasi AGA RBF dengan 4 hidden layer, akurasi terbaik diperoleh pada saat populasi = 30 dan generasi = 20 dengan akurasi 73.78 %.
commit to user
56 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4.
Simulasi AGA RBF Dengan 5 Hidden Layer Variabel yang digunakan untuk simulasi dengan 5 hidden layer adalah
learning rate = 0.1 dan epoch = 100. Dari hasil simulasi diperoleh hasil sebagai berikut : Tabel 4.13 Simulasi AGA RBF Dengan 5 Hidden Layer Populasi 10 10 10 20 20 20 30 30 30
Generasi 20 40 60 20 40 60 20 40 60
Akurasi AGA RBF (%) 42.22 40.89 40.00 41.55 53.11 52.44 46.44 40.00 48.90
60
Akurasi
55
Populasi
50
10
45
20
40
30
35 20
40
60
Generasi
Gambar 4.13 Grafik Simulasi AGA RBF Dengan 5 Hidden Layer Pada simulasi AGA RBF dengan 5 hidden layer, akurasi terbaik diperoleh pada saat populasi = 20 dan generasi = 40 dengan akurasi 53.11 %.
commit to user
57 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
5.
Simulasi AGA RBF Dengan 6 Hidden Layer Variabel yang digunakan untuk simulasi dengan 6 hidden layer adalah
learning rate = 0.1 dan epoch = 50. Dari hasil simulasi diperoleh hasil sebagai berikut : Tabel 4.14 Simulasi AGA RBF Dengan 6 Hidden Layer Populasi 10 10 10 20 20 20 30 30 30
Generasi 20 40 60 20 40 60 20 40 60
Akurasi AGA RBF (%) 95.33 95.56 95.78 93.78 94.67 94.00 93.56 93.56 94.44
96
Akurasi
95.5 95
Populasi
94.5
10
94
20
93.5
30
93 20
40
60
Generasi
Gambar 4.14 Grafik Simulasi AGA RBF Dengan 6 Hidden Layer Pada simulasi AGA RBF dengan 6 hidden layer, akurasi terbaik diperoleh pada saat populasi = 10 dan generasi = 60 dengan akurasi 95.78 %.
commit to user
58 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
6.
Simulasi AGA RBF Dengan 7 Hidden Layer Variabel yang digunakan untuk simulasi dengan 7 hidden layer adalah
learning rate = 0.1 dan epoch = 200. Dari hasil simulasi diperoleh hasil sebagai berikut : Tabel 4.15 Simulasi AGA RBF Dengan 7 Hidden Layer Populasi 10 10 10 20 20 20 30 30 30
Generasi 20 40 60 20 40 60 20 40 60
Akurasi AGA RBF (%) 97.33 97.55 96.66 96.44 96.67 96.67 96.44 95.55 95.11
98
Akurasi
97.5 97
Populasi
96.5
10
96
20
95.5
30
95 20
40
60
Generasi
Gambar 4.15 Grafik Simulasi AGA RBF Dengan 7 Hidden Layer Pada simulasi AGA RBF dengan 7 hidden layer, akurasi terbaik diperoleh pada saat populasi = 10 dan generasi = 40 dengan akurasi 97.55 %.
commit to user
59 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
7.
Simulasi AGA RBF Dengan 8 Hidden Layer Variabel yang digunakan untuk simulasi dengan 8 hidden layer adalah
learning rate = 0.05 dan epoch = 150. Dari hasil simulasi diperoleh hasil sebagai berikut : Tabel 4.16 Simulasi AGA RBF Dengan 8 Hidden Layer
Akurasi
Populasi 10 10 10 20 20 20 30 30 30
Generasi 20 40 60 20 40 60 20 40 60
Akurasi AGA RBF (%) 97.11 96.44 95.56 96.67 96.44 95.11 96.67 96.67 94.89
98 97.5 97 96.5 96 95.5 95 94.5 94
Populasi 10 20 30 20
40
60
Generasi
Gambar 4.16 Grafik Simulasi AGA RBF Dengan 8 Hidden Layer Pada simulasi AGA RBF dengan 8 hidden layer, akurasi terbaik diperoleh pada saat populasi = 10 dan generasi = 20 dengan akurasi 97.11 %.
commit to user
60 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
8.
Simulasi AGA RBF Dengan 9 Hidden Layer Variabel yang digunakan untuk simulasi dengan 9 hidden layer adalah
learning rate = 0.05 dan epoch = 150. Dari hasil simulasi diperoleh hasil sebagai berikut : Tabel 4.17 Simulasi AGA RBF Dengan 9 Hidden Layer
Akurasi
Populasi 10 10 10 20 20 20 30 30 30
Generasi 20 40 60 20 40 60 20 40 60
Akurasi AGA RBF (%) 95.78 97.11 96.44 94.67 95.33 96.67 95.33 95.78 96.00
98 97.5 97 96.5 96 95.5 95 94.5 94
Populasi 10 20 30 20
40
60
Generasi
Gambar 4.17 Grafik Simulasi AGA RBF Dengan 9 Hidden Layer Pada simulasi AGA RBF dengan 9 hidden layer, akurasi terbaik diperoleh pada saat populasi = 10 dan generasi = 40 dengan akurasi 97.11 %.
commit to user
61 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
9.
Simulasi AGA RBF Dengan 10 Hidden Layer Variabel yang digunakan untuk simulasi dengan 10 hidden layer adalah
learning rate = 0.1 dan epoch = 200. Dari hasil simulasi diperoleh hasil sebagai berikut : Tabel 4.18 Simulasi AGA RBF Dengan 10 Hidden Layer Populasi 10 10 10 20 20 20 30 30 30
Generasi 20 40 60 20 40 60 20 40 60
Akurasi AGA RBF (%) 95.78 95.11 95.33 95.55 95.55 95.55 95.78 95.55 95.33
96
Akurasi
95.8
Populasi
95.6
10
95.4
20
95.2
30
95 20
40
60
Generasi
Gambar 4.18 Grafik Simulasi AGA RBF Dengan 10 Hidden Layer Pada simulasi AGA RBF dengan 10 hidden layer, akurasi terbaik diperoleh pada saat populasi = 10 dan generasi = 20 dengan akurasi 95.78 %. Secara keseluruhan simulasi AGA RBF terbaik diperoleh pada arsitektur dengan 7 hidden layer dengan variabel learning rate = 0.1, epoch = 200, populasi = 10 dan generasi = 40 dengan akurasi 97.55%.
commit to user
62 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4.3 Perbandingan JST RBF dan AGA RBF Dari hasil simulasi pada variabel RBF dan AGA RBF untuk masing-masing center, maka dapat disajikan data akurasi terbaik untuk masing-masing arsitektur pada JST RBF dan AGA RBF pada Tabel 4.19. Tabel 4.19 Perbandingan Akurasi RBF dan AGA RBF Hidden Layer 2
3
4
5
6
7
8
9
10
Variabel RBF
Variabel AGA RBF
learning rate = 0.01 epoch = 50
learning rate = 0.01 epoch = 50 populasi = 30 generasi = 60 learning rate = 0.1 epoch = 100 populasi = 30 generasi = 20 learning rate = 0.1 epoch = 50 populasi = 30 generasi = 20 learning rate = 0.1 epoch = 100 populasi = 20 generasi = 40 learning rate = 0.1 epoch = 200 populasi = 10 generasi = 60 learning rate = 0.1 epoch = 200 populasi = 10 generasi = 40 learning rate = 0.05 epoch = 200 populasi = 10 generasi = 20 learning rate = 0.1 epoch = 200 populasi = 10 generasi = 40 learning rate = 0.1 epoch = 200 populasi = 10 commit generasi = 20 to user
learning rate = 0.1 epoch = 100
learning rate = 0.1 epoch = 50
learning rate = 0.1 epoch = 100
learning rate = 0.1 epoch = 200
learning rate = 0.1 epoch = 200
learning rate = 0.05 epoch = 200
learning rate = 0.1 epoch = 200
learning rate = 0.1 epoch = 200
Akurasi RBF (%)
Akurasi AGA RBF (%)
14.44
90.44
57.11
80.67
60.22
73.78
19.98
53.11
95.55
95.78
97.78
97.55
97.78
97.11
97.78
97.11
96.89
95.78
63 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
120
Akurasi
100 80 60
RBF
40
AGA-RBF
20 0 2
3
4
5
6
7
8
9
10
Hidden Layer
Gambar 4.19 Grafik Perbandingan Simulasi RBF dan AGA RBF Pada Tabel 4.19 dapat dilihat bahwa untuk masing-masing arsitektur memiliki nilai variabel yang berbeda-beda, baik variabel RBF maupun variabel AGA RBF untuk mencapai hasil terbaik dari simulasi yang dilakukan. Pada Gambar 4.19 dapat dilihat bahwa pada arsitektur dengan hidden layer = 5, algoritma RBF dan AGA RBF menghasilkan hasil terburuk, hal ini terjadi karena arsitektur dengan 5 hidden layer adalah arsitektur yang tidak cocok untuk JST dengan jumlah node pada input layer = 4 dan jumlah node pada output layer = 2 untuk kasus klasifikasi tumbuhan iris berdasarkan rumus empiris yang dijelaskan oleh Wu dan Zhang dalam Fahmi (2011). Adapun rumus empiris penentuan jumlah neuron pada hidden layer tersebut adalah sebagai berikut Tabel 4.20 Rumus Empiris Penentuan Jumlah Neuron Hidden Layer No
Rumus Empiris
Jumlah neuron hidden layer
1
2 ∗ 𝑁𝑖 + 1
9
2
3 ∗ 𝑁𝑖
12
3
2 + 𝑁𝑖 ∗ 𝑁𝑜 + 0.5𝑁𝑖 ∗ 𝑁𝑜 2 + 𝑁𝑖 − 3 𝑁𝑖 + 𝑁𝑜
3
4
(2𝑁𝑖 )/3
3
5
𝑁𝑜 ∗ 𝑁𝑖
3
6
2 ∗ 𝑁𝑖
8
Ni = Jumlah input yaitu 4 No = Jumlah output yaitu 2
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
64 digilib.uns.ac.id
Dari perhitungan penentuan hidden layer tersebut tidak diperoleh nilai 5 sehingga dapat dikatakan bahwa arsitektur dengan 5 hidden layer tidak tepat untuk klasifikasi tumbuhan iris sehingga diperoleh hasil akurasi yang paling rendah. Sementara untuk arsitektur dengan hidden layer = 3 maupun kelipatannya adalah arsitektur yang cocok untuk klasifikasi tumbuhan iris sesuai dengan perhitungan tersebut. Dari proses klasifikasi JST RBF maupun AGA RBF arsitektur dengan 3 hidden layer atau kelipatannya diperoleh hasil akurasi yang tinggi sehingga sesuai antara rumus empiris dengan hasil klasifikasi. Dari gambar 4.19 setelah akurasi mencapai puncak yaitu untuk RBF dengan hidden layer = 7, 8 dan 9 serta AGA RBF dengan hidden layer = 7, grafik menunjukkan bahwa semakin banyak hidden layer maka akurasi semakin turun, hal ini disebabkan semakin banyak hidden layer maka perhitungan semakin kompleks sehingga ketelitian numerik akan semakin berkurang sehingga mengakibatkan fungsi aktivasi dengan threshold pada JST menjadi tidak tepat. Contohnya JST dengan threshold 0.5, misalnya output JST yang dihasilkan adalah 0.501 maka diterjemahkan menjadi 1, namun karena perhitungan yang terlalu kompleks, output JST menjadi 0.499 sehingga diterjemahkan menjadi 0 padahal jika dibulatkan menjadi 2 angka dibelakang koma maka hasilnya sama yaitu 0.50. Hal ini berakibat fatal pada hasil klasifikasi karena dengan output yang relative sama menghasilkan klasifikasi yang berbeda. Dari seluruh simulasi yang dilakukan dapat dilihat arsitektur JST RBF terbaik untuk klasifikasi data tumbuhan iris ada beberapa arsitektur namun arsitektur yang paling sederhana adalah JST RBF dengan 7 hidden layer, dengan learning rate = 0.1 dan epoch = 200 dengan akurasi 97.78 %. Sementara arsitektur JST AGA RBF terbaik untuk klasifikasi data tumbuhan iris adalah JST AGA RBF dengan 7 hidden layer, dengan variabel learning rate = 0.1, epoch = 200, populasi = 10 dan generasi = 40 dengan akurasi 97.55%. Namun bila dilihat dari kompleksitas perhitungan dan waktu yang digunakan untuk klasifikasi serta hasil klasfikiasi, maka arsitektur terbaik yang disarankan untuk klasifikasi tumbuhan iris adalah JST RBF dengan 6 hidden layer dengan akurasi mencapai 95.55 %. Hal ini dikarenakan jika hasil to user akurasi JST RBF dengan 6 hiddencommit layer dibandingkan dengan akurasi terbaik yang
65 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
diperoleh saat simulasi yaitu RBF dengan 7 hidden layer, maka kompleksitas perhitungan dan waktu yang diperlukan untuk mencapai hasil terbaik pada RBF dengan 7 hidden layer lebih kompleks dan lama dengan hanya memberikan perbaikan akurasi sebesar 2.23 %, sehingga dapat dikatakan waktu tambahan yang diperlukan untuk perbaikan akurasi dengan perbaikan akurasi yang diperoleh tidak sebanding dan cenderung tidak bermanfaat. Dari Gambar 4.19 dapat dikatakan bahwa hasil akurasi JST dengan jumlah hidden layer 2, 3, 4 dan 5 sangat tergantung pada algoritmanya karena hasil akurasi dari RBF dan AGA RBF relative berbeda dengan perbedaan yang cukup signifikan, sementara untuk hasil akurasi JST dengan jumlah hidden layer 6, 7, 8, 9 dan 10 tidak terlalu tergantung pada algoritmanya namun lebih tergantung pada arsitekturnya itu sendiri karena kedua algoritma menghasilkan akurasi yang relative sama. Pada Gambar 4.19 dapat dilihat bahwa AGA RBF dapat memperbaiki akurasi RBF untuk arsitektur dengan jumlah hidden layer yaitu 2, 3, 4, 5 dan 6 sedangkan untuk arsitektur dengan jumlah hidden layer yaitu 7, 8, 9 dan 10 tidak terjadi perbaikan namun relatif sama atau justru terjadi penurunan akurasi. Adapun besarnya perbaikan akurasi disajikan pada Tabel 4.21, sementara besarnya penurunan akurasi disajikan pada Tabel 4.22. Tabel 4.21 Perbaikan Akurasi Untuk Hidden Layer 2, 3, 4, 5 dan 6 Hidden Layer 2 3 4 5 6
Akurasi RBF (%) 14.44 57.11 60.22 19.98 95.55
Akurasi AGA RBF (%) 90.44 80.67 73.78 53.11 95.78
Perbaikan (%) 76.00 23.56 13.56 33.13 0.25
Tabel 4.22 Penurunan Akurasi Untuk Hidden Layer 7, 8, 9 dan 10 Hidden Layer 7 8 9 10
Akurasi RBF (%) Akurasi AGA RBF (%) 97.78 97.55 97.78 97.11 97.78 97.11 96.89 95.78 commit to user
Penurunan (%) 0.23 0.67 0.67
1.11
66 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pada Tabel 4.21 diketahui bahwa perbaikan yang diperoleh dari proses AGA RBF pada arsitektur dengan jumlah hidden layer yaitu 2, 3, 4 dan 5 dapat dikatakan cukup signifikan karena dapat memperbaiki akurasi lebih dari 10%. hal ini dapat terjadi karena dengan arsitektur yang sederhana, RBF tidak dapat mencapai akurasi yang baik dengan kombinasi learning rate dan epoch yang ditetapkan pada simulasi, sehingga pengaruh AGA dalam memperbaiki sangat terlihat karena dengan konsep crossover dan mutasi yang acak dimungkinkan didapatkan bobot yang baik. Dari Tabel 4.21 dapat diketahui bahwa perbaikan terbesar adalah pada arsitektur dengan center 2 dengan perbaikan sebesar 76.00% dengan akurasi AGA RBF mencapai 90.44%. Sementara untuk arsitektur dengan 6 hidden layer terjadi perbaikan 0.25%, perbaikan dengan 6 hidden layer tidak terlalu signifikan dan cenderung tidak bermanfaat, karena penambahan akurasi yang diberikan tidak sebanding dengan waktu yang digunakan. Sementara pada arsitektur dengan jumlah hidden layer 7, 8, 9 dan 10, akurasi AGA RBF mengalami penurunan dibandingkan dengan RBF. Dapat dilihat pada Tabel 4.22 bahwa akurasi RBF pada arsitektur ini sudah lebih dari 96 %, dan setelah dilakukan simulasi dengan AGA RBF akurasi justru menurun. Sehingga dapat disimpulkan bahwa AGA RBF tidak dapat memberikan perbaikan pada JST dengan arsitektur dengan hasil akurasi yang sudah lebih dari 96 %,.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Penelitian ini menunjukkan pengaruh AGA (Adaptive Genetic Algorithm) pada JST RBF untuk klasifikasi dengan data tumbuhan iris. Evaluasi dari simulasi menunjukkan bahwa JST AGA RBF (Adaptive Genetic Algorithm-Radial Basis Function) dapat memperbaiki akurasi untuk arsitektur JST RBF yang sederhana yaitu pada arsitektur dengan hidden layer 2, 3, 4 dan 5, sedangkan untuk arsitektur yang lebih kompleks yaitu pada arsitektur dengan hidden layer 6, 7, 8, 9 dan 10, akurasi AGA RBF relatif sama dengan akurasi RBF, namun cenderung menurun dengan presentase penurunan akurasi yang relatif
kecil. Dari seluruh simulasi yang
dilakukan dapat direkomendasikan bahwa algoritma yang paling tepat untuk melakukan klasifikasi tumbuhan iris adalah algoritma RBF dengan arsitektur 6 hidden layer.
5.2 Saran Saran yang dapat peneliti uraikan bagi pengembangan untuk penelitian selanjutnya adalah 1.
Melakukan simulasi dengan berbagai macam metode crossover misalnya crossover garis atau crossover diskret.
2.
Melakukan simulasi dengan berbagai macam metode mutasi misalnya nonuniform mutation.
3.
Melakukan simulasi dengan mengganti algoritma clustering, misalnya dengan algoritma FCM.
commit to user
67