A Sensor Network Architecture for Tsunami Detection and Response Arsitektur Jaringan Sensor untuk Deteksi dan Respon Tsunami Kenan Casey, Alvin Lim, and Gerry Dozier (freely translated by Elisati Hulu, doctoral students, School of Electrical Engineering and Informatics ITB) Paper ini memperkenalkan sebuah sistem untuk deteksi tsunami dan mitigasi menggunakan wireless ad hoc sensor network. Kita mendefinisikan 3 tipe node yaitu: sensor, commander dan barrier. Relatif sejumlah besar node sensor mengumpulkan tekanan bawah air yang dibaca disepanjang pesisir pantai. Data ini dilaporkan ke node commander yang akan menganalisis data tekanan dan memprediksi yang mana, jika ada barrier perlu dinyalakan. Meskipun tidak mungkin menghentikan tsunami, kita mengajukan penggunaan sejumlah barrier yang mana dapat dilibatkan untuk mengurangi dampak dari gelombang. Arsitektur dari sistem prototipe kami, jaringan sensor yang terdiri dari 80 underwater sensor dihubungkan dengan dua node commander dan dihubungkan ke 4 barrier. Untuk mendukung sistem ini, dibangun beberapa mekanisme komunikasi, sebuah mekanisme analisis dan mekanisme respon. Mekanisme komunikasi didasakan pada directed diffusion, tetapi semuanya secara signifikan meningkatkan kemampuan protokol jaringan. Peningkatan ini termasuk sebuah framework untuk layanan terdistribusi, sebuah algoritma clustering untuk efisiensi flooding, dan mekanisme perbaikan route secara lokal. Disamping untuk mendukung layanan ini, kita juga telah mengimplementasikan sebuah algoritma analisis, menggunakan sebuah general regression neural network (GRNN) untuk memprediksi dari gelombang. GRNN menganalisisi data tekanan dari node sensor dan memprediksi barrier mana yang mestinya fire untuk lebih secara efektif merintangi/ menghalangi tsunami. Kita juga telah mendesaina sebuah mekanisme respon yang real time untuk diffusion/penyebaran. Protokol di-inspirasi oleh RAP tetapi tidak membutuhkan informasi lokasi Pada paper ini akan digambarkan 1. Sistem deteksi tsunami saat sekarang yang digunakan oleh US dan memperkenalkan sistem sense dan response yang lebih baik 2. Sekilas tentang protokol routing directed diffusion yang mendasari sistem jaringan kita dan menerangkan mekanisme komunikasi yang ditingkatkan yang telah dibangun. 3. Kita meringkas mekanisme analisis yang digunakan untuk memprediksi propagasi tsunami dan mendiskusikan secara singkat hasil dari algoritma ini 4. Kemudian kita menggambarkan mekanisme barrier dan protokol komunikasi real-time yng mendukung time-critical response. 5. Mempresentasikan beberapa area untuk future work. Background dan Motivations Tsunami Detection 1. Current system: sistem warning tsunami saat sekarang terdiri dari 10 buoys di Pasifik dan 5 di Atlantik/ Caribbean. Proyek Deep-ocean Assesment and Reporting of Tsunamis (DART) dikelola oleh National Oceanic and Atmospheric Administration dan melayani sebagai bagian dari sistem warning tsunami bagi US. Stasiun DART terdiri dari dua bagian: Anchored seafloor bottom pressure recorder (jangkar perekam tekanan bawah laut) yang dinamakan tsunameter o Tsunameter mendeteksi perubahan tekanan yang mengindikasikan gelombang tsunami. Sebuah modem akustik mengtransmisi data dari
tsunameter ke buoy, yang mana kemudian me-relay informasi melalui satelite ke pusat warning yang berada di daratan. A companion moored surface buoy. Tujuan dari DART adalah untuk menyediakan warning awal dan akurat bagi tsunami. Ini termasuk menghindari alarm yang salah dan evakuasi yang tidak perlu. 2. Sistem yang diusulkan: hampir sama dengan sistem sekarang tetapi ada dua modifikasi utama. a. Pertama, kami menganjurkan untuk menggunakan jaringan sensor multi-hop yg dihubungkan denga link RF (menggantikan skema komunikasi satellite) single-hop. Meskipun modifikasi ini mengharuskan sejumlah besar device, modifikasi ini mengarahkan pada penghematan dalam kaitannya dengan latency, energy, dan cost per device. Karena delay transmisi delay dihindari, latency dari komunikasi akan diperbaiki. Broadcast radio dengan range yang pendek akan menghasilkan masa batere yang lebih lama dan memperpanjang masa hidup jaringan. Perbaikan pada latency dan efisiensi energi me-representasikan keuntungan dari desain kami b. Kedua, kami mengajukan penambahan sistem mitigasi tsunami yang me-respon terhadap tsunami. Kita mengasumsikan ini handal untuk membantuk sebuah artificial barrier reef yang cukup kuat untuk menahan kekuatan tsunami dan mengurangi kekuatannya sebelum tsunami menghantam garis pantai. Barrier dapat ditautkan (dikembungkan) ketika event tsunami terdeteksi (jika tidak ada tsunami, kempis). Meskipun sistem barrier ini mahal untuk dibangun, biaya ini dapat di-justifikasi dengan proteksi terhadap area-area penting (seperti reaktor nuklir). Sistem ini mirip dengan Thames Barrie, sejumlah struktur gerbang yang dapat bergerak yang memproteksi London dari banjir gelombang pasang dan sistem gate yang saat sekarang dibangun untuk melindungi kota Venice dari bahaya pasang naik. Arsitektur dan tujuan sistem Didefinisikan 3 tipe stasiun atau node sensor: sensor, commander dan barrier. Node sensor sense dan melaporkan data tekanan ke node commander. Node commander analisa data dan mengirimkan pesan perintah ke node barrier. Node barrier mengendalikan keterlibatan atau pelepasan barrier artificial. Sistem prototipe kami menyebarkan 80 node sensor, 2 commander dan 4 node barrier. Pada riset ini, diasumsikan node commander dapat saja menerima data dari 80 node sensor sembarang dan dapat mengajukan perintah file ke salah satu dari 4 barrier. Tujuan utama dari sistem adalah untuk secara akurat dan efisien mendeteksi dan me-respon terhadap tsunami. Ini termasuk secara akurat memprediksi barrier mana yang perlu di-fired (misalnya barrier mana yang adalah path dari tsunami) secara efisiensi berkomunikasi antar node. Akurasi prediksi adalah penting karena atas sifat alami lokal dari banyak tsunami. Meskipun perluasan tsunamis seperti salah satunya pada tahun 2004, sangat luas dipublikasi, banyak tsunami yang secara regional merusak telah terjadi dengan efek yang lebih di-lokalisir. Ada zona lepas pantai dari Hawaii dan California misalnya, yang dapat menghasilkan secara potensi merusak, tetapi tsunaminya dilokalisir. Komunikasi efisien adalah krusial bagi operasi dari sistem karena kejadian tsunami akan menciptakan congestion jaringan. Sangatlah tepat selama congestion bahwa jaringan harus berjalan dengan baik. Directed Diffusion. Directed diffusion adalah protokol routing jaringan sensor yang didasarkan pada model komunikasi push-subscribe. Pengembangan berpedoman pada prinsip routing data-centric. Kebalikan dengan protokol address-centric, diffusion juga melakukan in-network processing dan interaksi lokal untuk memberikan efisiensi energi dan skalabilitas. Tujuan dari directed diffusion adalah
untuk melakukan komunikasi multipoint-to-multipoint menggunakan named data. Semua routing didasarkan pada named data dalam bentuk tuple attribute-value, bukan informasi host seperti protokol addres-centric. Diffusion juga memiliki karakteristik melakukan routing lokal; yaitu setiap node menyimpan hanya informasi akan tetangganya 1-hop; informasi seluruh node tidak dibutuhkan. Diffusion menggunakan 4 tipe pesan untuk membangun path di dalam sebuah jaringan. Sebuah node sink subscribe ke sebuah flow data dengan cara flooding jaringan dengan pesan interest yang menamai tipe data dari sink yang ingin menerima. Node intermediate menyimpan interest dan tetangga yang mengirimkannya. Path yang disimpan ini, yang mengarahkan ke sink disebut “gradient”. Node yang memiliki data yang mana cocok dengan interest akan mempublish data dengan meng-transmisi exploratory data bersama gradient yang sebelumnya telah dibuat. Node yang mempublish ini disebut node source. Ketika exploratory data ini tiba di sink, sink akan memperkuat satu tetangga tercepatnya (yaitu tetangga yang mendeliver pesan pertama exploratory data) dengan mengirimkannya sebuah pesan reinforcement. Setiap node yang menerima pesan reinforcement akan bergantian reinforce tetangga tercepatnya (seperti sink juga) sampai path yang di-reinforce ke arah sebaliknya menuju source terbangun. Data selanjutnya yang berasal dari source disebut reinforced data, akan unicast atau multicast pada reinforced path ke sink. Proses dua fase ini menghasilkan pembangunan atas sebuah pohon distribusi multipoint-to-multipoint.
Mekanisme Komunikasi Protokol jaringan dasar bagi sistem adalah directed diffusion. Kita telah membangun beberapa perbaikan bagi diffusion untuk mengurangi kelemahannya dan memperkuat kekuatannya. Pertama, kita memberikan sebuah framework bagi layanan terdistribusi termasuk layanan lookup, layanan komposisi, dan layanan adaptasi. Kedua, kita menggambarkan passive clustering, sebuah algoritma flooding yang secara khusus sangat cocok untuk diffusion. Ketiga, kita menerangkan sebuah mekanisme route repair untuk directed diffusion yang menegaskan lokalisasi. Layanan komunikasi yang ditingkatkan memungkinkan developer untuk memanfaatkan kekuatan dari lingkungan sensor yang terdistribusi tanpa kompleksitas yang inherent. Mekanisme komunikasi level jaringan memungkinkan sistem untuk perform pada lingkungan yang challengging. Passive clustering menurunkan congestion yang disebabkna network flooding. Mekanisme route repair adalah krusial bagi operasi handal dari sistem dalam menghadapi link failures. Distributed Services Untuk mendukung dimanisnya dan self-organizing jaringan sensor, 3 layanan mendasar bagi jaringan sensor diajukan yaitu: lookup service, composition service dan adaptation service. Layanan ini melindungi layanan level lebih tinggi dan aplikasi dari kesulitas yang melekat pada sifat dinamis alami dari jaringan sensor. Secara esensi, 3 layanan ini menyembunyikan sifat dinamis dan terdistribusi dari jaringan sensor. Fungsionalitas yang representatif disediakan oleh layanan terdistribusi termasuk remote service execution, dynamic task group creation dan fault tolerance. 1. Lookup Service: menyimpan informasi terkait layanan yang ditawarkan di jaringan dan mengdistribusikan informasi ini ke node yang dituju/interested. Aplikasi memanfaatkan layanan lookup melalui API lookup service yang mana mengekspose method berikut: 1. service_register(serviceType, serviceName, serviceAttrs)
Aplikasi yang menyediakan layanan me-register layanan ke lookup server dengan menggunakan method ini. 2. service_deregister(serviceType, serviceName) Untuk de-register 3. lookup_service(serviceType, serviceName, inputAttrs, outputAttrs) mencari lebih detil terkait sebuah layanan di jaringan seperti informasi interface atau lokasi. Client yang lookup juga dapat meminta list dari provider layanan dari lookup server untuk mendapatkan provider yang paling tepat (misalnya secara geografi paling dekat) 4. service_exec(serviceType, serviceName, inputAttrs, outputAttrs). Setelah menemukan sebuah service, aplikasi client dapat invoke method service_exec() untuk mengeksekusi layanan secara remote. 5. service_call(serviceType, serviceName, inputAttrs, outputAttrs). Method service_call() dari layanan lookup mengenkapsulasi lookup_service() dan service_exec() kedalam satu call. Untuk deteksi tsunami dan sistem respons, layanan lookup digunakan oleh commander untuk menemukan barrier terdekat. Barrier pertama2 register tipe layanannya (barrier), service name(id), dan service attribute (location) dengan layanan lookup. Node command dapat mengajukan call service_lookup() dan service_exec() untuk menemukan barrier yang terdekat secara geografi bagi commander dan melekatkannya sebagaimana perlunya 2. Composition Service: banyak aplikasi jaringan sensor melibatkan sekelompok node berkordinasi untuk menyelesaikan satu masalah. Akibatnya, tugas dari mengorganisasi node ke dalam cluster yang tepat menjadi krusial. Layanan komposisi terdistribusi ini menyusun dan memelihara dinamika kelompok kerja. Ini menyederhanakan pengembangan dan eksekusi atas aplikasi jaringan sensor yang berkolaborasi. Informasi cluster yang lebih luas di-maintain oleh layanan komposisi untuk dapat memberikan client dengan sebuah gambaran akurat dari organisasi jaringan. Cluster dapat dibentuk di awal dari waktu atau secara dinamis didasarkan pada kejadian yang terdeteksi di jaringan. Layanan komposisi ini diakses menggunakan API sederhana berikut ini: 1. join_group(serviceType, minGroupSize, region, returnAttrs) 2. leave_group(serviceType, groupID, returnAttrs) Node-node yang belum menjadi bagian dari sebuah group digabungkan ke grup ketika join_group() di-call. Penetapan cluster didasarkan pada lokasi sehingga cluster akan terdiri dari node-node yang secara geografi dekat satu sama lain dan juga didasarkan pada ukuran group sehingga cluster akan memiliki jumlah anggota yang hampir sama. Method leave_group() meremove sebuah node dari sebuah cluster. API composition service memungkinkan aplikasi untuk mengakses pembuatan cluster dan layanan manajemen yang disediakan oleh layanan komposisi. 3. Adaptation service. Secara umum, sebuah layanan adaptasi adalah sebuah sistem yang memodifikasi behavior didasarkan pada perubahan atas lingkungannya. Layanan adaptasi bagi jaringan sensor terdistribusi memungkinkan aplikasi untuk beradaptasi terhadap perubahan pada konfigurasi layanan jaringan. Dikelompokkan dalam 3 fase: change awareness, consensus system behavior modification. Selama fase change awareness, lingkungan dimonitor bagi kemungkinan perubahan. Unit yang terpengaruhi berkomunikasi dengan layanan adaptasi pada fase konsensus untuk menentukan aksi adaptasi yang sesuai. Pada akhir fase, layanan adaptasi mengimplementasikan perubahan perilaku yang dianggap perlu pada tahap concensus. Layanan
adaptasi pada jaringan sensor menangani perubahan seperti kegagalan node atau layanan. Tujuan dari layanan adaptasi adalah untuk menyembunyikan kegagalan dan perubahan jaringan yang lain dari layanan level tertinggi untuk meningkatkan fault tolerance. Layanan adaptasi secara khusus dapat diterapkan pada persoalan deteksi tsunami disebabkan sifat alami dari lingkungan sistem yang keras dan dinamis yang tinggi. Keadaan laut bagi sistem deteksi tsunami membuat kemungkinan kegagalan network sangat tinggi, maka mekanisme untuk menangani perubahan konfigurasi sangatlah esensial untuk operasi yang robust. Jika, sebagai contoh, node commander mati, layanan adaptasi akan mencoba mencari node lain yang memiliki kemampuan untuk menawarkan layanan commander. Layanan adaptasi akan update layanan lookup dan composition untuk menggambarkan perubahan yang perlu untuk kelanjutan operasi. Server komposisi harus belajar tentang leader group yang baru, dan server lookup harus mengupdate tabel command service provider didasarkan pada node command yang baru. Passive Clustering Passive clustering (PC) adalah sebuah mekanisme formasi cluster yang didesain untuk meningkatkan efisiensi flooding pada jaringan mobile ad-hoc. Kita telah mengimplementasikan PC pada bagian paling atas dari diffusion untuk mengurangi cost dari flooding. PC secara reaktif mengkonstruksi dan secara adaptif memaintain arsitektur sebuah cluster untuk meningkatkan efisiensi flooding. Tidak seperti protokol clustering “active” yang tradisional. PC mencapai pengurangan flooding on the fly (sambil jalan) tanpa signaling eksplisit atau paket setup cluster. PC menopang informasi status cluster pada paket data dan mengkonstruksi struktur cluster sebagai hasil produk dari trafik user yang sedang berjalan. Dengan memanfaatkan paket on-going untuk berbagi informasi cluster, bukan pesan kontrol yang eksplisit. PC secara signifikan mengurangi komunikasi overhead dan latency dari cluster setup. PC menggunakan cara menopang informasi cluster untuk menentukan peran dari sebuah node apakah sebagai clusterhead(CH), gateway(GW), atau ordinary node(OR). Clusterhead mem-broadcast flooded packet ke node tetangganya. CH melayani sebagai node leader untuk clusternya dan meneruskan flooded packet ke setiap member dari cluster. Node Gateway meneruskan flooded packet antar cluster. GW menghubungkan dua atau lebih CH bersama-sama dan jadi melayani sebagai cluster relay. Node ordinary menerima flooded packet dari CH tetapi tidak meneruskannya ke tetangganya. OR dapat mengdrop semua flooded packet karena tetangga2nya telah menerima paket dari CH atau GW. Terkait dengan keadaan 3 node, PC mendefinisikan 3 aturan dasar bagi operasi yaitu: 1. First clusterhead declaration wins: Aturan PC yang sangat distintive adalah aturan pemilihan clusterhead. PC memilih CH dengan membolehkan node pertama yang mendeklarasikan dirinya sebagai CH untuk menjadi CH. Ini disebuah aturan first declaration wins. Jika sebuah node tidak mendengar dari CH yang lain, node tersebut menegaskan dirinya menjadi CH dan mengatur node lainnya dalam range radionya. Tidak seperti skema clustering umumnya, PC tidak membutuhkan waktu tunggu atau memeriksa pemeriksaan tetangga untuk memilih CH. 2. gateway selection heuristic. Jika terlalu banyak node menjadi GW, efisiensi flooding menurun karena terlalu banyak node yang meneruskan flooded data. Jika terlalu sedikit node menjadi GW, konektifitas jaringan bisa saja terpengaruh. Tujuannya adalah untuk memiliki jumlah GW yang cukup untuk mempertahankan konektifitas. PC mendefinisikan gateway selection heuristic, membatasi jumlah node yang menjadi GW tanpa merusak sifat alami dari PC. Sebuah node menjadi GW tergantung pada jumlah clusterhead dan GW yang telah mendengar. Kapanpun nonCH mendengar paket dari sebuah CH atau GW, node menjadi GW jika persamaan ( ) ( ) adalah benar. Sebaliknya, node akan berganti menjadi OR. ( ) adalah jumlah tetangga diketahui menjadi GW o o ( ) adalah jumlah tetangga yang diketahui menjadi CH o dan adalah parameter yang dapat disesuaikan
Prosedur pemilihan GW ini fully terdistribusi dan hanya memerlukan informasi lokal 3. ordinary nodes drop flooded packet. Aturan sederhana ini terletak pada pusat dari pengurangan flooding. Sebuah nod yang bukan CH atau GW menjadi OR. Ketika sebuah node mengindetifikasi dirinya sebagai OR, node ini tidak lagi meneruskan flooded packet. Semua flooded packet yang diterima oleh OR dapat di-drop karena node tetangga telah memiliki paket (apakah dari CH atau GW). Jadi efisiensi flooding tergantung pada jumlah OR yang dapat ditemukan. Route repair Untuk menangani kekurangan pada kemampuan directed diffusion beradaptasi terhadap kegagalan dan mobilitas, kita telah membangun sebuah mekanisme untuk seara efisien menangani router repair. Solusi kami adalah menegaskan perbaikan lokal untuk menurunkan latency dan mengurangi pengeluaran energi. Struktur utamanya hampis sama dengan algoritma local repair yang digunakan di ADMR, tetapi methodnya secara jelas berbedar dari ADMR karena dbuat khusus untuk directed diffusion. Local repair dibagi ke dalam 3 fase: 1. break detection: Langkah pertama sekali adalah mendeteksi link breakage. Fokusnya adalah menangani break setelah terdeteksi daripada secara adaptif mendeteksi path yang breakage. Dalam eksperimen kami, kami menggunakan sebuah rate event fixed yang diketahui apriori untuk mendeteksi break. Berarti kita mengidentifikasi sebuah link broken ketika tidak ada data yang diterima dari aliran setelah seluruh interval event telah terlewati. 2. break localization: sekali break dideteksi, fase ini dimulai. Tujuan dari fase ini adalah mengindentifikasi node downstream terdekat ke path yang broken. Node akan menginisiasi algoritma repair gradient local. Semua node di tengah2 yang mendeteksi sebuah break akan mengirimkan sebuah pesan notifikasi perbaikan ke tetangga downstreamnya dan setiap intermediate node kecuali node terdekat ke break akan menerima sebuah repair notification. Jika sebuah node tidak menerima repair notification dalam waktu t detik setelah pengiriman, berarti node terdekat, maka ia menginisiasi perbaikan localized gradient. 3. localized gradient repair. Pusat dari mekanisme perbaikan lokal adalah fase localized gradient repair. Tujuan dari fase ini adalah untuk menemukan dan menciptakan gradient baru pada area dekat dengan break dengan menggunakan mekanisme yang sama dengan repair gradient global. Untuk membatasi flooding yang dibutuhkan untuk menemukan path baru, kita membatasi paker forwarding pada satu dari beberapa cara seperti simple hop-limited flooding atau passive cluster-restricted flooding. Metod lain yang jelas adalah untuk membatasi reconnect paket ke 1hop neighbors dari failed node. o Reconnect interest: o Reconnect exploratory data: o Reconnect reinforcement
Mekanisme Analisis Analisis mekanisme ini untuk memutuskan mana barrier yang harus dinyalakan untuk mengintercept gelombang tsunami. Mekanisme didasarkan pada general regression neural network (GRRN). GRRN menerima masukan dari 80 sensor dan keluarannya adalah mana dari 4 barrier yang harus menyala.
General Regression Neural Networks Kita menggunakan general regression neural network (GRNN) untuk melakukan analisis dan prediksi untuk sistem mitigasi tsunami. GRNN adalah sebuah instance-based learner yang menyediakan estimasi dari variable kontinu yang related dalam cara linear atau non-linear. GRNN membuat single pass melalui sehimpunan instans pelatihan dan memetakan setian instance → ke sebuah neuron di jaringan. Setiap neuron memiliki bobot sama dengan desired output, dari sebuah instance. Keluaran diprediksi bagi sebuah vektor → yang diberikan adalah rata-rata distance-weighted dari desired output atas semua neuron. Secara matematika dapat direpresentasikan sbb: ∑ (→)
∑
(→ →) (→ →)
Dimana adalah jumlah dari training instances dan ( ) adalah hidden function. Hidden function bagi GRNN membandingkan vektor masukan yang diberikan dengan instans training tertentu dan nilai kembali dalam range [0,1] mengindikasikan derajat kesamaan antara dua vektor. Sebuah hidden function biasanya digunakan bagi GRNN adalah Gaussian, yang didefinisikan sbb: ‖→ →‖
(→ →) ‖ ‖ merepresentasikan vektor magnitude dan merepresentasikan standar deviasi. GRNN dapat mengguanakan nilai sigma yang sama bagi semua neuron atau nilai sigma yang berbeda2 pada setiap neuron. ini diberikan sebagai parameter bagi algoritma. Tsunami Prediction GRNN Prediksi tsunami GRNN memetakan sebuah 80 elemen vektor input ke 4-elemen vektor keluaran. Masukan adalah Boolean yang merepresentasikan apakah ada atau tidak tsunami terdeteksi. NOAA telah membangun sebuah algoritma deteksi tsunami yang mana menggunakan fluktuasi tekanan untuk membedakan gelombang normal dari gelombang tsunami. Keluaran dari algoritma ini digunakan sebagai input ke GRNN. Meskipun keluaran yang diinginkan adalah Boolean, keluaran sebenarnya dari GRNN adalah sebuah vektor atas 4 bilangan floating point antara 0.0 dan 1.0. Konsekuensinya adalah kita harus mengkonversi ini ke dalam bentuk Boolean. Hal ini diselesaikan dengan menggunakan sebuah threshold aktivasi. Nilai yang lebih besar atau sama degnan threshold dikonversi ke 1 (true) dan nilai dibawah threshold menjadi 0 (false). Nilai sigma dan nilai threshold ini adalah parameter dari algoritma. Untuk mendapatkan sigma terbaik dan nilai threshold, kita membungkus GRNN dalam sebuah algoritma genetik (GA). Kita menggunakan real-coded GA untuk memaksimalkan akurasi prediksi. GA menyusun threshold terbaik dan nilai sigma bagi prediksi tsunami GRNN.
Mekanisme Respons Sekali tsunami terdeteksi oleh sensor dan lintasannya diprediksi oleh node commander, node commander meminta barrier yang sesuai untuk menyala untuk menghalangi gelombang. Sebagai mekanisme respon, kita mengajukan penggunana sistem mitigasi yang terdiri dari ratusan barrier gelembung. Hal yang kritikal bagi performansi sistem adalah respon yang tepat waktu terhadap sebuah tsunami yang terdeteksi. Untuk mencapai ini, kita telah membangun sebuah komunikasi protokol yang real-time yang memungkinkan prioritas atas data mengalir di dalam jaringan diffusion. Barrier Meskipun fokus dari pekerjaan kami adalah pada jaringannya dan analisis aspek dari sistem, kita juga memberikan beberapa pertimbangan terhadap desain dari sistem barrier. Kita memimpikan sebuah jaringan pertahanan yang diinspirasi oleh konsep tas angin pada automobile. Ide dasar adalah menciptakan serangkaian pulan buatan yang merintangi laju/majunya tsunami. Kita mengajukan sebuah penyebaran peralatan yang dapat menggelembung di bawah air yang dihubungkan oleh kabel pada sebuah pemberat di dasar laut. Ketika perintah yang diberikan untuk menyala, barrier akan menggelembung dan melayang ke permukaan sementara tetap tertambat di pemberat. Kita mengajukan penggunaan serangkaian barier berlapis yang selanjutnya akan melemahkan gelombang. Sistem barrier yang kita ajukan hampir sama dengan sistem pertahanan pemecah air pantai. Dengan menggunakan mekanisme prediksi, kita berharap menggandengkan serangkai barrier yang dapat secara efektif menghalangi gelombang. Real-time response Untuk mendukung respons time-critical dari sistem, kita telah membangun sebuah layanan komunikasi yang real-time bagi directed diffusion didasarkan pada RAP. 1. RAP, adalah arsitektur komunikasi real-time untuk jaringan wireless sensor skala besar. Tujuan dari RAP adalah untuk menyediakan sebuah layanan komunikasi yang skalabilitas dan ringan yang memaksimalkan jumlah paket untuk memenuhi end-to-end deadline. Pusat dari RAP adalah Velocity Monotonic Scheduling (VMS), lapisan yang menyediakan dukungan komunikasi real-time. VMS adalah kebijakan penjadwalan paket yang menentukan paket incoming mana yang diteruskan. Biasanya jaringan adhoc meneruskan paket secara FCFS, tetapi kebijakan ini sangat kurang baik pada jaringan dimana aliran data memiliki deadline yang berbeda-beda. Sebaliknya RAP memprioritas paket berdasarkan pada “local urgency”. VMS mempertimbangkan temporal deadline dan jarak geografis ketika menjadwal paket. Jadi VMS adalah deadline-aware dan distance-aware. Ini berarti paket dengan deadline yang pendek serta jarak ke destinasi yang panjang akan memiliki prioritas tinggi. VMS mendefinisikan kecepatan dari sebuah sebuah paket sebagai hasil bagi dari jarak ke tujuan dan deadline waktu. Dengan menetapkan prioritas berdasarkan velocity, VMS dapat secara akurat mengkuantifikasi “urgency” dari sebuah paket dan karena itu akan memenuhi more deadline. Dua prioritas kebijakan penetapan didefinisikan di dalam VMS: static velocity monotonic (SVM) dan dynamic velocity monotonic (DVM). SVM mengkalkulasi sebuah fixed velocity sekali pada pada source sebelum paket ditransmisi. SVM mengkomputasi velocity menggunakan persamaan ‖
‖
5
Dimana ( ) dan ‖ ‖ adalah vector magnitude dan
(
) adalah lokasi dari source dan destination, adalah deadline waktu end-to-end.
DVM mengkomputasi ulang velocity pada setiap intermediate hop menggunakan persamaan berikut: ‖
‖
6
Perlu diperhatikan bahwa merepresentasikan waktu elapsed bagi paket untuk mencapai intermediate hop . Awalnya dan di node source. Dengan mengudpate prioritas pada setiap node, paket yang sedang sedang berjalan lebih lambat daripada velocitynya dapat saja secara dinamis meningkatkan prioritasnya. Demikian juga, sebuah paket yang sedang jalan lebih cepat daripada velocity yang diminta dapat saja diperlambat untuk memberikan jalan bagi paket yang lebih urgent. Untuk mengimplementasikan VMS, jaringau harus menggunakan sebuah antrian prioritas. Untuk memaksimumkan performansi, RAP menyelesaikan ini dengan 2 level. Prioritasi didasarkan pada velocity dilakukan pada lapisan network dan lapisan MAC. Lapisan network menempatkan paket dalam antrian terurut berdasarkan velocity (higher velocity yang pertama). RAP juga memanfaatkan extended IEEE 802.11 protokol MAC yang mengadaptasi waktu tunggu (DIFS) dan backoff window (CF) didasarkan apda prioritas dari paket. RAP menunjukkan secara signifikan mengurangi deadline miss ratio ketika dibandingkan dengan mekanisme FCFS. Ketika dibandingkan dengan DSR atas standar IEEE 802.11, RAP mengurangi deadline miss ration dari 90% ke 17.9% 2. RAP for Diffusion: banyak dari lapisan di stack jaringan RAP dapat ditangani dengan diffusion tanpa modifikasi. Penambahan utama yang dibutuhkan adalah Velocity Monotonic Scheduling (VMS), selain static dan dinamik velocity monotonic scheduling policies. Telah di extend protokol untuk menghitung prioritas tanpa membutuhkan setiap node memiliki informasi lokasi. Disebuah SVM-t dan DVM-t karena time-based. Mekanisme real-time dapat menggunakan satu dari 4 algoritma ini untuk menghitung velocity: SVM, DVM, SVM-t dan DVM-t. Jika informasi lokasi diketahui oleh setiap node, SVM atau DVM dapat digunakan untuk memberi prioritas paket sama seperti RAP. Sink menambahkan lokasinya dan deadline dari flow data pada paket interest yang outgoing. Ketika source menerima sebuah interest message, ia mengekstrak latitute, longitute dan deadline dari paket dan menghitung velocity berdasarkan persamaan 5 (SVM) atau persamaan 6 (DVM). Jika informasi lokasi tidak tersedia, pendekatan time-based digunakan untuk mengestimasi jarak dari source ke sink. Daripada menambahkan informasi lokasi pada pesan interest, node menambahkan timestamp pada paket. Karena diffusion menciptkan router menggunakan pertukaran paket two-phase, delay waktu antara source dan sink dapat diestimasi tanpa adanya overhead yang signifikan. Ketika reinformement message diterima di source, delay waktu antara ketika source mengirimkan exploratory data dan sink mengirimkan reinforcement message dihitung. Kita mengasumsikan perbedaan waktu ini proporsional terhadap jarak dari source ke sink. Perhatikan bahwa pendekatan ini juga mengasumsikan sinkronisasi waktu antar node. Seperti VMS, prioritas dapat dikalkulasi secara statik pada source (SVM-t) atau secara dinamik di setiap node (DVM-t). Pada kasus yang awal komputasi dilakukan menggunakan persamaan 7
7 Perhatikan bahwa adalah waktu exploratory paket data dikirim dari source adalah waktu reinforcement message dikirim dari sink, dan adalah deadline dari flow data (dalam unit of time, bukan sebuah timestamp). Selain sebuah velocity, pendekatan time-based menghasilkan nilai prioritas dimana adalah sebuah ration of time. Pada kasus dinamik, prioritas sebuah paket akan dikalkulasi ulang pada setiap hop. Jika source timestamp dari pesan data exploratory dan timestamp sink pesan reinforcement, maka setiap node sepanjang lintasan yang digunakan (reinforced path) dapat mengkalkulasi time delay dari dirinya sendiri ke sink. Setiap node sepanjang lintasan data harus men-cache delay antara data exploratory paling kini dan pesan reinforcement untuk mendukung awareness atas jarak. Pesan data harus juga di-timestamp oleh source supaya node intermediate dapat mengkalkulasi waktu yang sudah dilewati bagi sebuah paket tertentu. Waktu yang dilewati tersebut mengurangi dari deadline ke ukuran/taksiran urgensi deadline dari message. DVM-t mengkalkulasi prioritas menggunakan persamaan 8 8
Pada kasus ini, merepresentasikan waktu paket data exploratory dikirim dari intermediate node , adalah waktu pesan reinforcement dikirim dari sink, adalah waktu deadline dari flow data dan adalah waktu yang sudah dilewati pada pengiriman paket data ke hop ke-I, yang dihitung dengan cara dimana adalah current time dan adalah waktu paket data dikirim dari source. Kita mencapai tujuan dasar yang sama dengan RAP, prioritasi berdasarkan distance dan deadline, tetapi juga tanpa kebutuhan kuat atas lokalisasi. Meskipun desain bebas lokasi kita membutuhkan overhead komunikasi dibandingkan dengan RAP, secara esensial kita mendapatkan komunikasi yang bebas dari informasi timestamp yang ditumpangkan pada paket yang terlibat apda protokol discovery diffusion 2-fase. Tidak ada tambahan paket dibutuhkan, hanya sedikit peningkatan ukuran paket. Trade-off ini dapat bermanfaat bagi aplikasi yang tidak memiliki informasi lokasi.
Kesimpulan Kita berharap untuk perbaikan beberapa aspek dari sistem ini. Different training method untuk perbaikan performansi dari mekanisme prediksi Performance test of our router repair algorithm and real-time communication mechanism Namun paling tidak arsitektu sistem ini dapat diterapkan pada area yang lebih luas melebihi tsunami detection. Scalable, self-healing anda real-time network enhancement adalah relevan pada beraga aplikasi. Sebagai sebuah instance-based learner, GRNN juga sangat cocok diadaptasikan pada aplikasi baru karena ia dengan mudah di-training ulang dengan data training yang tepat.