I.
PENDAHULUAN
Dalam bahasa Arab, perkataan “shalat” digunakan untuk beberapa arti. Diantaranya digunakan untuk arti do’a. Seperti dalam firman Allah yang terdapat dalam Al Qur’an Surat (9) At Taubah, ayat 103, “Digunakan untuk arti ‘rahmat’ dan untuk arti ‘mohon ampun’ seperti dalam firman Allah dalam Al Qur’an Surat (33) Al Ahzab, ayat 43 dan 56.
Dalam istilah Ilmu Fiqih, shalat adalah suatu bentuk ibadah yang diwujudkan dengan melakukan perbuatan – perbuatan tertentu disertai dengan ucapan dan dengan syarat – syarat tertentu pula. Digunakan istilah “shalat” bagi ibadah ini, adalah tidak jauh berbeda dari arti yang digunakan oleh bahasa diatas, karena didalamnya mengandung do’a – do’a baik yang berupa permohonan, rahmat ampunan dan lain sebagainya.
Dilihat dari hukum pelaksanaa, pada garis besarnya shalat dibagi menjadi dua, yaitu shalat fardhu dan sunnah. Selanjutnya shalat fardhu dibagi menjadi dua, yaitu shalat fardhu ‘ain dan shalat fardhu kifayah. Demikian pula shalat sunnah dibagi dua, yaitu shalat sunnah mu’akkadah dan shalat sunnah ghoiru mu’akkadah. Untuk mengetahui apa saja shalat sunnah tersebut, dalam makalah ini kami akan memaparkan apa itu yang disebut dengan shalat sunnah.
1
II.
RUMUSAN MASALAH
a. Apa pengertian shalat sunnah, dan bagaimana hukum melaksanakannya?. b. Apa saja macam – macam shalat sunnah?. c. Adakah shalat sunnah saat waktu terjadinya suatu peristiwa tertentu?. d. Kapankah waktu untuk kita tidak boleh melakukan shalat sunnah? e. Apa hikmah dari pelaksanaan macam – macam shalat sunnah?.
III.
TUJUAN MASALAH
a.
Untuk mengetahui pengertian shalat sunnah dan hukum melaksanakannya .
b.
Untuk mengetahui macam – macam shalat sunnah.
c.
Untuk mengetahui shalat sunnah yang dapat dikerjakan pada peristiwa tertentu.
d.
Agar kita dapat menjalankan shalat sunnah dengan baik dan benar berdasarkan waktu pelaksanaannya.
e.
Untuk mengetahui makna shalat sunnah dan menerapkannya dalam kehidupan.
2
IV.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Shalat Sunah dan Hukum Melaksanakannya
Shalat sunnah disebut juga dengan shalat nawafil, shalat manduh dan shalat muztahab, yaitu shalat yang dianjurkan untuk dikerjakan (artinya diberi pahala kepada yang mengerjakan dan tidak berdosa bagi yang meninggalkan). Mengingat hadits Thalhah bin ‘Ubaidillah yang menerangkan bahwa ketika Nabi SAW. ditanya oleh seseorang penduduk najd tentang kewajiban shalat selain yang lima kali itu, beliau menjawab: “Tidak, kecuali kamu mengerjakan shalat sunnah lebih baik bagimu”. (HR Al Bukhari dan Muslim dari Thalhah bin ‘Ubaidillah)
Berdasarkan hukum pelaksannannya shalat sunnah dibagi menjadi dua, yaitu shalat sunnah muakkadah dan shalat sunnah ghairu muakkadah. Shalat sunnah muakkad, yaitu shalat sunnah yang sangat dianjurkan untuk dikerjakan (hampir mendekati shalat wajib). Sedang yang dimaksud dengan shalat sunah ghairu mu’akad merupakan shalat yang dianjurkan untuk dilakukan tapi tidak mendekati wajib.
B.
Macam – Macam Shalat Sunnah
Dalam sebuah hadist yang dirawikan oleh Abu Daud disebutkan bahwa shalat – shalat sunnah yang disyariatkan, agar menjadi penyempurna bagi kekurangan – kekurangan. Berikut macam – macam shalat sunnah : a) Shalat – Shalat Rawatib Shalat sunnah rawatib adalah shalat sunnah yang terbatas waktu dan jumlah rakaatnya, karena mengiringi atau mengikuti shalat wajib lima waktu. Diantara jumlah shalat rawatib, dibagi menjadi dua hukum yaitu shalat sunnah rawatib muakkad dan ghairu muakkad. Yang dikerjakan sebelum
3
shalat fardhu (qabliyyah) dan sesudah shalat farhu (ba’diyyah), semua dapat diuraikan seperti berikut ini. Shalat Sunnah Rawatib Muakkad :
Dua raka’at sebelum shalat subuh atau sunnah al fajr.
Dua raka’at sebelum shalat zhuhur.
Dua raka’at sesudah shalat zhuhur.
Dua raka’at sesudah shalat maghrib.
Dua raka’at sesudah shalat isya. “Aku menghapal dari Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam 10 rakaat yaitu: dua rakaat sebelum Dhuhur, dua rakaat setelahnya, dua rakaat setelah maghrib di rumahnya, dua rakaat setelah Isya’ di rumahnya, dan dua rakaat sebelum Shubuh”. 1 Selain itu, dalam banyak hadist shahih yang memberitakan
tentang banyaknya ganjaran pahala mengenai shalat rawatib sebelum subuh. Diantaranya yang dirawikan oleh Bukhari-Muslimdari Aisyah r.a., bahwa tidak ada shalat sunnah yang lebih besar perhatian Nabi SAW. kepadanya daripada dua raka’at sebelum subuh. Yang termasuk shalat sunnah rawatib ghairu muakkad, yaitu :
Dua raka’at sebelum dzuhur. Dua raka’at sesudah dzuhur . Empat raka’at sebelum ashar. Dua raka’at sebelum maghrib Dua raka’at sebelum isya.
b) Shalat Sunnah Tahajud (Qiyamul Lail) Sesuai dengan artinya bangun pada malam hari, shalat ini dikerjakan saat malam hari setelah bangun dari tidur. Waktunya dimulai setelah shalat Isya sampai masuknya waktu fajar. Sepanjang malam ini ada saat – saat utama, lebih utama, dan paling utama. Berikut uraiannya :
1
Sangat utama : Setelah ba’da Isya sampai pukul sepuluh malam.
Lebih utama
: Pukul sepuluh malam sampai pukul satu pagi.
Pendapat ini didasarkan pada hadist Ibnu Umar RA (Muttafaq ‘Alaih)
4
Paling utama : Pukul satu pagi sampai masuknya waktu subuh. Mengenai jumlah raka’at shalat sunnah ini, tidak ada ketentuan
tentangnya. Karena, ia terlaksana walau hanya dengan satu raka’at witir, setelah shalat Isya, dan tidak ada batasan maksimalnya. Meskipun demikian, yang paling afdhal ialah membiasakan diri secara rutin dann konstan dengan sebelas raka’at di setiap malamnya.2 Selain waktu dan raka’at yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan shalat tahajud. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah adab dalam melakukan shalat sunnah ini dengan sebaik baiknya. Berikut urainnya : 1. Pada waktu hendak tidur di awal malam, hendaklah menguatkan
niat
untuk
bangun
bertahajud
di
pertengahan atau akhir malam. 2. Apabila
seseorang
telah
menghapus
rasa
kantuk
menggosok
gigi
dan
bangun, kemudian
berwudhu.
disunnahkan bersiwak Setelah
/ itu,
menunjukan pandangannya ke langit dan membaca do’a yang diriwayatkan dari Nabi SAW. ‘Laa ilaaha Anta, subhaanak. Astaghfirullakali dzanbiy, wa asalukarahmatak. Allaahumma zihnii’ilma(n), wa laa tuzigh qalbii ba’da idz hadaitani. Wa hab lii min ladunka rahmah. Innaka Anta’lWahhaab. alHamdulillaahi ‘l-ladziiahyanaa ba’da ma amaatanaa wa ilaihinnusyur’.3 Kemudian membaca sebelas ayat terakhir S. Ali Imran dimulai dari ayat 190.
2
Aisyah r.a. meriwayatkan bahwa Nabi SAW tidak pernah shalat di malam hari, lebih dari sebelas rakaat ; baik di bulan Ramadhan atau lainnya. Pertama – tama beliau shalat empat raka’at;jangan tanya bagaimana bagus dan panjangnya. Setelah itu, beliau shalat empat raka’at lagi;jangan tanya bagaimana bagus dan panjangnya. Dan setelah itu, beliau shalat tiga raka’at (yakni shalat witir sebagai penutup). Pernah aku bertanyakepadanya, “Ya Rasulullah, apakah Anda tidur sebelum melakukan shalat witir?” Jawab beliau”Hai Aisyah, kedua mataku tidur, tapi hatiku tidak”. (HR Bukhari dan Muslim) 3 Muhammad Bagir Al Habsyi. Fiqih Praktis 1. Bandung : PT Mizan Pustaka.2005.hlm168.
5
3. Disunnahkanmemulai dengan shalat dua raka’at singkat sebagai pembuka, dan setelah itu beberapa raka’atpun sekehendaknya.4 4. Memanjangkan berdiri dalam shalat tahajud (dengan membaca ayat – ayat Al Qur’an setelah Al Fatihah) lebih afdhal dari pada memanjangkan ruku’ dan sujud atau daripada memperpanjang rakaat. 5. Apabila rasa kantuk sangat mengganggu, sebaiknya menghentikan shalat, dan tidur sebentar sehingga hilang rasa kantuknya. 6. Dianjurkan bagi seorang suami, apabila bangun untuk untuk bertahajud, membangunkan isterinya pula untuk diajak shalat 7. Sebaiknya menetapkan jumlah rakaat yang mampu dilaksanakan secara rutin. Tidak baik bagimu untuk meninggalkannya atau menguranginya, kecuali dalam keadaan darurat. 8. Memperbanyak d’oa dan istighfar.5 c) Shalat Witir Witr atau witir menurut Bahasa ialah bilangan gasal atu ganjil. Mayoritas ulama berpendapat bahwa shalat witir adalah sunnah muakkad. Waktu mengerjakannya adalah setelah shalat Isya sampai terbitnya fajar. Sekiranya orang yang berniat bangun pada malam hari, sebaiknya mengundurkan witirnya. Akan tetapi, jika orang yang tidur setelah shalat witir kemudian ia bangun tengah malam, maka ia tidak usah mengulang witirnya. Raka’at paling sedikit untuk shalat witir adalah satu raka’at dan paling banyak
sebelas
raka’at. Karenanya,
adapun
adab
dalam
melaksanakan shalat sunnah witir, adalah sebagai berikut :
4
Aisyah r.a.meriwayatkan apabila, “Apabila Rasulullah bangun dari tidurnya untuk shalat tahajud, beliau memulainya dengan dua rakaatyang singkat”. (HR Muslim) 5 Ibid.hlm 168.
6
1.
Boleh mengerjakannya dua raka’at dua raka’at dengan tasyahud dan salam pada akhir raka’at. Dan yang terakhir satu raka’at atau tiga raka’at dengan tasyahud dan salam. Boleh pula mengerjakannya sekaligus dengan satu kali tasyahud dan salam pada raka’at terakhir.
2.
Apabila
melakukannya
sebanyak
tiga
raka’at,
disunnahkan pada raka’at pertama setelah Al Fatihah membaca S. Al A’la, pada raka’at kedua membaca S. Al Kafirun,dan raka’at ketiga membaca S. Al Ikhlas dan An Nas. 3.
Disunnahkan membaca do’a Qunut. (terutama pada paruh kedua bulan Ramadhan)
4.
Sebaiknya membaca qunut pada waktu I’tidal, setelah ruku’ terakhir. Akan tetapi, boleh juga membaca qunut sebelum ruku’. Apabila membacanya sebelum ruku’, maka disunnahkan bertakbir seusai membaca Al Fatihah dan surah dengan mengangkat kedua tangan, dan bertakbir lagi seusai qunut ketika menuju ruku’.6
5.
Disunnahkan membaca do’a setelah salam terakhir dalam shalat witir.
d) Shalat Tarawih Tarawih (kata tunggalnya tarwihah) menurut bahasa, berarti istirahat. Istirahat disini, bermaksud beristirahat setelah empat raka’at shalat sunnah (tarawih) di bulan Ramadhan. Hukum melaksanakannya adalah sunnah muakkad. Waktu melaksanakannya adalah setelah shalat Isya hingga terbit fajar dalam bulan Ramadhan. Berbicara mengenai jumlah raka’at shalat tarawih sebagian ulama menganjurkan sebanyak delapan raka’at, ditambah dengan tiga raka’at witir. Dan adab untuk melaksanakannya, adalah boleh dilaksanakan 6
Menurut Imam Malik dan sebagian Ulama lainnya.
7
secara berjamaah atau sendirian. Kebanyakan ulama berpendapat bahwa lebih afdhal jika melaksanakan shalat tarawih secara berjamaah di masjid, sedangkan sebagian lainnya dilakukan sendiri sendiri. Adapun ulama lainnya yang lebih mengutamakan shalat tarawih berjamaah di masjid, mendasarkan pendapatnya pada tindakan Umar bin Khattab r.a. yang pertama kali mengumpulkan orang – orang di masjid mengerjakan tarawih di belakang seorang imam.7 e) Shalat Dhuha Shalat
sunnah
ini
termasuk
shalat
sunnah
muakkad.
Mengerjakannya secara rutin merupakan amalan yang mulai dan terpuji. Adapun tentang waktu mengerjakannya, dimulai sejak naiknya matahri di pagi hari sepenggalah (setinggi ombak, atau kira kira pukul tujuh pagi) dan berakhir pada waktu matahri berada tepat diatas langit (masuknya waktu zhuhur). Jumlah raka’atnya yang paling banyak adalah delapan raka’at. Rasulullah SAW pernah bersabda, seperti yang dirawikan oleh Buraidah berikut ini. Dalam tubuh manusia terdapat tiga ratus enampuluh tulang sendi; wajib ia bersedekah atas setiap sendi daripadanya. “Beberapa orang bertanya kepada Nabi Saw., “Siapakah yang mampu melakukan semua itu ya, Rasulullah?”. Maka beliau menjawab, Setiap perbuatan baik (walaupun sekecil – kecilnya) adalah sedekah. Diantaranya menghilangkan kotoran dahak dari masjid adlah sedekah; dan menyingkirkan gangguan apa pun dair jalanan umum adalah sedekah. Kalaupun tidak berkesempatan melakukan itu semua cukuplah (sebagai penggantinya) apabila ia shalat dua rakaat dhuha”. Selain itu, “Nabi SAW.bershalat dhuha sebanyak delapan raka’at, yang dipanjangkan dan dibaikkan bacaanya oleh beliau” 8
7 8
Diriwayatkan dari Abdurrahman bin Abd Al Qariy Dirawikan oleh Bukhari dan Muslim, diriwayatkan oleh Ummu Hani (saudara perempuan Ali bin Abi Thalib)
8
Jadi, dapat disimpulkan jumlah raka’at pada shalat dhuha adalah paling sedikit sebanyak dua raka’at. Adapun umlah yang sering dikerjakan Nabi Saw. adalah sebnyak delapan. Dan yang palimng banyak adalah dua belas. f) Shalat Tahiyyat Al-Masjid Disunnahkan shalat dua raka’at tahiyyat al-masjid bagi setiap orang yang memasuki masjid, berdasar kepada, sabda Nabi SAW., “Apabila seseorang dari kamu memasuki masjid, hendaklah ia shalat dua rakaat sebelum duduk”. 9 Maka apabila sudah terlanjur duduk, maka tidak ada lagi sunnah tersebut. Demikian pula sunnah ini tidak berlaku di Masjid’l-Haram, karena yang di sunahkan bagi orang yang berkunjung ke sana ialah bertawaf di sekitar Ka’bah, bukan shalat tahiyyat al-masjid. g) Shalat Hari Raya (Idul Fitri dan Idul Adha) Shalat Idain termasuk sunnah muakkad (dianjurkan dengan sangat). Waktu pelaskanaan shalat hari raya ialah antara saat terbitnya matahari sampai waktu zawal. Disunnahkan mengundurkan sedikit waktu shalat Idul Fitri dan mensegerakan shalat Idul Adha. Jumlah raka’at pada ke dua shalat Idain ini sama yaitu dua raka’at. Beberapa hal yang hendaknya diperhatikan sebagai berikut :
Makan sebelum pergi ke tempat shalat Idul Fitri, dan berimsak (puasa sementara) sampai sesudah shalat Idul Adha.
Berdandan pada hari raya & mengenakan pakaian terbaik.
Mengajak kaum wanita menghadiri shalat.
Shalat bertempat di tanah lapang atau masjid jika darurat (hujan).
Hendaknya memilih jalan yang berbeda saat pergi dan pulang ke tempat shalat Id.
9
HR Bukhari dan Muslim
9
h) Shalat Tasbih Tentang shalat ini, telah diriwayatkan sumbernya dari Nabi SAW. boleh dikerjakan kapan saja, tidak terikat waktu atau sebab khusus. Disebut dengan shalat tasbih, karena didalamnya dibacakan tasbih. Dianjurkan mengerjakannya sekali seminggu atau sebulan.
Adapun tatacara melakukan shalat sunnah ini, sbb : 1. selesai membaca doa iftitah, lalu membaca surat,kemudian sebelumnya ruku’ abcalah tasbih sebanyak 15 kali. ‘Subhaaanallaahi wal-hamdu lillaahhi wa laa ilaaha illallaahil ‘aliyyil-‘azim’. 2. Kemudian ruku’, dan setelah bacaan ruku’, membaca tasbih seperti diatas sebanyak 10 kali dan I’tidal. 3. Selesai tahmid I’tidal, membaca tasbih 10 kali. Dan sujud. 4. Di waktu sujud, setelah bacaan sujud dilanjutkan dengan bertasbih sebanyak 10 kali. Kemudian duduk diantara dua sujud. 5. Seusai membaca doa diantara dua sujud, bertasbih lagi sebanyak 10 kali. Lantas sujud ke dua. 6. Pada sujud kedua membaca 10 kali tasbih, lantas sebelum berdiri ke raka’at kedua kita hendaknya duduk istirahah lalu sambil duduk itu kita membaca tasbih sebanyak 10 kali. Demikianlah kita laksanakan pada raka’at pertama ini, yang apabila dihitung seluruh bacaan tasbihnya mencapai 75 kali x 4 raka’at = 300 tasbih. Andai kata kita lupa membaca tasbih pada salah satu gerakan, maka boleh digantikan di gerakan berikutnya. Agar tetap tasbihnya berjumlah 300. i) Shalat Muthlaq Shalat sunnah muthlaq yaitu shalat sunnah yang boleh dikerjakan kapan saja, kecuali waktu yamg terlarang untuk melaksanakan shalat 10
sunnah. Jumlah raka’atnya tidak terbatas. Shalat sunnah muthlaq yakni sunnah yang tidak bersebab, bukan karena masuk masjid, bukan karena shalat qobliyah ataupun ba’diyah shalat fardhu dan lain-lainnya. Shalat ini semata-mata shalat sunnah muthlaq, kapan saja dan dimana saja dapat dilakukan, asal jangan diwaktu yang haram.
Dari berbagai macam shalat sunnah diatas, dapat kita simpulkan …..
C.
Shalat Sunnah pada Peristiwa atau Saat – Saat Tertentu
Selain pembahasan pada bab sebelumnya, terdapat pula shalat shalat sunnah yang dapat dikerjakan saat mengalami peristiwa tertentu. Seperti terjadinya gerhana baik bulan atau matahari, dilanda kekeringan, ataupun saat bingung untuk menentukan diantara dua pilihan. Dalam bab ini, kita akan membahas mengenai apa saja shalat sunnah yang dapat dikerjakan untuk memohon petunjuk maupun meminta pertolongan atau sekadar bersyukur seraya menambah amalan. a) Shalat Gerhana (Kusuf atau Khusuf) Gerhana adalah terhalangnya bulan oleh matahari. Shalat dua raka’at (dengan empat kali berdiri dan empat kali ruku’) ketika berlangsungnya gerhana matahari atau bulan adalah sunnah muakkad. Hal ini dibuktikan dengan adanya hadist yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim
yang
berbunyi,
Telah
bersabda
Rasulullah
SAW.
:
“Sesungguhnya, matahari dan bulan adalah dua diantara ayat – ayat (tanda kekuasaan dan kebesaran) Allah. Terjadinya gerhana bukan karena kematian seseorang ataupun kelahirannya. Maka apabila menyaksikannya, bersegeralah kamu berdzikir dan shalat kepada-Nya”. Waktu untuk melaksanakannya saat mulai terjadinya gerhana baik matahari (kusuf) ataupun bulan (khusuf), hingga kembali lagi dalam bentuknya yang semula secara sempurna. Adapun cara untuk melaksanakan ibadah shalat sunnah ini, sebagai berikut : 1. Saat shalat akan dimulai, imam menyerukan ‘Ashshalaata jaami’ah’ (sebagai ganti iqamat). 11
2. Takbiratul ikhram dan membaca Al Fatihah dan membaca S. l Baqarah (berdiri yang pertama) 3. (setelah ruku’ pertama dan sebelum yang kedua) membaca Al Fatihah dan S. Ali Imran. Kemudian ruku’. 4. Pada berdiri yang ke tiga, membaca Al Fatihah dan An Nisa’. 5. Berdiri ke empat, membaca S. Al Fatihah dan Al Maidah atau ayat – ayat Al Qur’an mana saja yang dikehendaki. 6. Seusai shalat,imam membaca khutbah dua kali diselingi dengan duduk sejenak seperti khutbah Jum’at. 7. Jika melakukannya dua raka’at sebagaimana shalat biasa,boleh dilakukan secara munfarid. Teapi lebih utama berjamaah dan berjumlah 4 raka’at. Hal yang perlu diperhatikan lainyya adalah pembacaan Al Fatihah dalam shalat gerhana bulan dinyaringkan, sedang dalam shalat gerhana matahari tidak. Dan tujuan memperpanjang bacaan itu sendiri adalah agar terus dalam keadaan shalat sampai gerhana itu lewat. Apabila gerhana itu telah lewat dan seseorang masih dalam shalatnya, hendaknya ia mempercepat shalatnya itu. Dan orang yang mendapati imam dalam ruku’ ke dua dianggap telah kehilangan raka’at itu. Sebab, yang dihitung adalah ruku’ pertama pada setiap raka’at. b) Shalat Istiqa’ (Meminta Hujan) Apabila sungai – sungai menjadi kering dan hujan tidak turun untuk waktu yang lama, dianjurkan bagi imam / penguasa negeri untuk memerintahkan kepada khalayak agar berpuasa tiga hari, bersedekah sejauh yang mereka mampu, menghentikan segala perbuatan maksiat dan bertobat dengan tulus kepada Allah SWT. Kemudian pada hari ke empat, imam keluar untuk menuju lapangan dan mengajak seluruh masyarakat untuk shalat bersama – sama. Termasuk orang lanjut usia ataupun anak – anak dengan berpakain yang sederhana lagi bersih. c) Shalat Hajat 12
Barang siapa terimpit oleh kesulitan atau terdesak kebutuhan akan perbaikan
dalam
urusan
agama
atau
dunianya,
hendaknya
ia
mengerjakan shalat hajat. Telah diriwayatkan oleh Ahmad, dengan sanad shahih, bahwa Nabi SAW pernah bersabda, “Barangsiapa berwudhu kemudian seraya menyempurnakan wudhunya itu, lalu shalat dua rakaat juga dilaksanakannya dengan sempurna (yakni dengan khusyu, serta memenuhi
semua
rukunnya),
niscaya
Allah
akan
memenuhi
permintaannya secara segera di waktu lain”. d) Shalat Istikharah Yang dimaksud dengan istikharah ialah memohon dari Allah SWT agar dipilihkan sesuatu yang terbaik bagi seseorang diantara berbagai pilihan yang menimbulkan suatu keraguan. Misalnya, ingin menikahi seseorang, membuka perusahaan baru, membeli rumah dan sebagainya. Untuk menghilangkan keraguan seperti itu, dianjurkan kepada kita untuk melaksanakan shalat sunnah dua raka’at yang sebaiknya di malam hari agar lebih tenang dan berkonsentrasi. Dalam shalat itu, boleh saja membaca surah apapun setelah Al Fatihah. Setelah shalat, baiknya memulai do’a dengan mengucapkan pujian – pujian kepada Allah dan bershalawat atas Nabi SAW., kemudian berdo’a memohon dari Allah agar dipilihkan baginya sesuatu yang terbaik bagi kehidupan agama dan dunianya di masa mendatang. e) Shalat Taubat Shalat sunnah taubat adalah shalat sunnah yang dilakukan untuk memohon agar dosa yang telah dilakukan mendapatkan ampunan. Shalat taubat dapat dilakukan 2, 4, dan 6 rakaat. f) Shalat Jenazah Hukum
mealaksanakan
sholat
jenazah
adalah
fardhu
kifayah.dalam melaksanakan sholat jenazah terdapat beberapa perbedaan dengan sholat-sholat pada umumnya. Karena itu diantara rukun rukunnya ada yang sama dan ada pula yang berbeda dengan rukun-rukun sholat pada umumnya. 13
a. Rukun Sholat Jenazah 1. Niat 2. Berdiri bagi yang kuasa 3. bertakbir 4 kali, berdasarkan hadist jabir yang menerangan; Artinya: “bahwa nabi saw menshalatkan jenazah najasyi, beliau bertakbir empat kali”. (HR Al Bukhori , dan Muslim dari Jabir). 4. Membaca surat al fatihah setelah takbir pertama 5. Membaca sholawat atas nabi saw, didasarkan kepada hadist dari abu umamah bin sahl yang menerangkan tentang cara sholat jenazah, antara lain dikatakan; Artinya : “kemudian membaca sholawat atas nabi saw” (HR Asy Syafi’I dari Abu Umamah bin Sahl 6. Membaca do’a, berdasarkan sabda rasulullah s.a.w : Artinya : “apabila kamu menyolatkan jenazah,maka ikhlaskanlah do’a untuknya”. (HR Abu Dawud, Al baihaqi dan ibnu majah dan Abu Hurairoh). Asy Syaukani menerangkan bahwa membaca do’a untuk jenazah dapat dilakukan sekaligus setelah takbir pertama, atau kedua atau ketiga, dan dapat juga dipisah pisahkan dengan diletakan pada setiap antara dua takbir 7. Membaca do’a setelah takbir ke empat ...
D.
Waktu Terlarang untuk Melaksanakan Shalat Sunnah
Seperti yang kita ketahui bahwa ada shalat sunnah yang hanya dikerakan pada saat tertentu dan yang terlepas dari ketentuan waktu shalat. Seperti shalat mutlaq dll. Tahukah anda, bahwa terdapat waktu yang diharamkan untuk menjalankan shalat sunnah tersebut?. Berikut uraian mengenai kapan waktu terlarang dan apa sebab – sebab yang mendasarinya untuk haram bagi kita mengerjakan shalat sunnah :
Waktu matahari sedang terbit, sehingga naik setombak / lembing.
14
Ketika
matahari
sedang
tepat
di
puncak
ketinggiannya
hingga
tergelincirnya. Kecuali pada hari Jum’at ketika orang masuk masjid untuk mengerjakan shalat Tahiyyat Al-Masjid.
Sesudah shalat ashar sampai terbenam matahari.
Sesudah shalat subuh hingga terbit matahari agak tinggi.
Ketika matahari sedang terbenam sampai sempurna terbenamnya.10
Ada tiga alasan berkaitan dengan waktu waktu terlarang :
Menghindarkan diri dari perbuatan menyamai para penyembah matahari.11
Menjaga diri pada waktu berpacarannya setan – setan. Hal ini mengingst sabda Nabi SAW. : “Matahari terbit dengan diikuti setan. Pada waktu mulai terbit, matahari berada dekat dengan setan dan ketika telah mulai meninggi, berpisah darinya. Pada waktu matahari berada tepat di tengah tengah langit, ia dekat lagi dengan setan, dan ketika telah zawal (condong ke arah barat), ia berpisah darinya. Pada waktu hampir terbenam, ia dekat dengan setan dan, setelah terbenam, ia berpisah darinya lagi”.12
Para ahli ibadah, yang bersuluk di jalan akhirat senantiasa mengerjakan shalat di setiap waktu. Sedangkan kegiatan yang rutin dikerjakan terus menerus pasti akan menimbulkan kebosanan. Akan tetapi, jika kegiatan ibadah seperti shalat itu dilarang pada saat – saat tertentu, semangat akan bertambah dan gairahpun makin kuat, mengingat bahwa manusia selalu menginginkan segala yang terlarang baginya.
Oleh sebab itu, dengan mnegosongkan saat – saat tersebut dari kegiatan yang rutin justru akan membangkitkan semangat dalam menunggu waktu larangan. Mereka akan mengisinya dengan tasbih dan istighfaruntukmenghilangkan kebosanan. Adana variasi seperti itu pasti mendatangkan ketenangan dalam jiwa, sebagaimana jika ia terus menerus dalam satu bentuk kegiatan pasti akan menimbulkan kejenuhan. Karena itu 10
Drs. Moh Rifa’I.Risalah Tuntunan Shalat Lengkap.Semarang : PT. Toha Putra.1976.hlm96. Kelompok tertentu darikalangan orang kafir mempunyai kebiasaan menyembah matahari pada waktu waktu ini (ketika terbit matahari dan ketika matahari tepat di tengah – tengah langit). 12 Sebagian ulama menyatakan bahwa keterangan dalam hadist ini ialah berupa kiasan semata – mata. Hadist ini dirawikan oleh Nasa-i. dalam shahih Bukhari dan Muslim ada pula hadist yang mirip dengan hadist diatas. 11
15
pula, shalat tidak hanya terdiri atas sujud atau ruku’ saja. Akan teapi sebaliknya, ibadah diatur untuk menjadi pekerjaan yang beranekaragam atau dzikir – dzikir yang berbeda. Dengan demikian, jiwa akan merasakan kelezatan yang baru pada setiap perpindahanya.
V.
RANGKUMAN
Shalat sunnah merupakan shalat yang apabila dikerjakan mendapat pahala dan apabila ditinggalkan tidak mendapat dosa ,sholat sunnah sangat dianjurkan untuk dikerjakan ketika mendekati sholat wajib dan ada yang dianjurkan dikerjakan ketika tidak mendekati sholat wajib, karena sholat sunnah memiliki keistimewaan dan kegunaan tersendiri bagi pelaksaanya, tidak hanya itu shalat sunnah bisa dijadikan untuk memperbaiki shalat fardhu atau wajib agar lebih sempurna.
VI.
DAFTAR PUSTAKA 16
Judul Risalah tuntunan shalat. Drs. Moh toha.2006. semarang : pt. toha putra Rahasia rahasia shalat. Al ghazali. Bandung:Mizan Media Utama.1406 Fiqih praktis I. Muhammad bagir al habsyi. Bandung Mizan Media Utama.2006
17