A. Judul Karya: Motif Emum Berangkat dalam Ekpresi Kriya Kayu
B. Latar Belakang Penciptaan
Kesenian merupakan produk budaya suatu bangsa, semakin tinggi nilai kesenian satu bangsa maka semakin tinggi nilai budaya yang terkandung di dalamnya. Sebagai salah satu bagian yang penting dari kebudayaan, kesenian tidak pernah lepas dari masyarakat, sebab kesenian juga merupakan salah satu sarana untuk mewujudkan segala bentuk ungkapan cipta, rasa dan karsa manusia. Kesenian sebagai ungkapan kreativitas manusia akan tumbuh dan hidup apabila masyarakat masih tetap memelihara, memberi peluang bergerak, serta menularkan dan mengembangkan untuk kemudian menciptakan sesuatu kebudayaan baru. Sebagai produk budaya yang melambangkan masyarakatnya maka kesenian akan terus berhadapan dengan masyarakat dalam arti kesenian menawarkan interpretasi tentang kehidupan, kemudian masyarakat menyambutnya dengan berbagai cara (Yandri, 2009:158). Menurut Soedarso Sp (dalam Mikkes Susanto, 2002:102) “Seni adalah karya manusia yang mengkomunikasikan pengalaman batin disajikan secara indah atau menarik hingga merangsang timbulnya pengalaman batin pula pada manusia lain yang menikmati” Motif Emun Berangkat adalah salah satu warisan budaya masyarakat di daerah Gayo (Aceh). Emun Berangkat merupakan salah satu motif dari kerawang Gayo, bagi masyarakat Gayo produk budaya ini memilki peran dan fungsi yang sangat besar dalam sejarah perkembangan peradaban Gayo. karena motif ini disamping dapat dinikmati sebagai hasil sebuah karya seni juga mengandung penggambaran budaya Gayo itu sendiri. Menurut Sudarjo Motif merupakan pokok dari suatu ide dalam karya seni. Hubungan dengan kedudukan dengan ornamen, maka motif merupakan bentuk pokok yang diolah dengan cara menyusun dalam berbagai variasi, sehingga menghasilkan satu 1
pola. Sedangkan menurut Dalidjo motif merupakan bentuk-bentuk nyata yang dipakai sebagai titik tolak dalam menciptakan ornamen (Zainal, 2002:14). Etnik Gayo merupakan suatu suku tang terdapat di dataran tinggi Gayo, yaitu berada di jantung Provinsi Aceh. Masyarkat Gayo merupakan bagian dari melayu tua, menelusuri asal usul orang Gayo, tidak banyak sumber atau artefak, yang ada hanya cerita atau yang dikenal dengan istilah Kekeberen atau cerita turun temurun dari keturunan Raja Lingga (Reje Lingge). Asal suku Gayo adalah dari negeri ROM (Romawi). Masyarakat Gayo istilah Romawi sangat sulit disebut jadi disingkat dengan istilah ROM. Raja permata kerajaan Lingga adalah anak dari raja Romawi kuno, bertempat dikota Istambul Turki. Begitu juga dengan asal kata Lingge yang artinya adalah suara. Karena menurut pendapat masyarakat tersebut, Reje Lingge (Raja Lingga) mendengar suara tetapi tidak ditemukan dari mana arah suara tersebut. Sehingga raja Lingga (Reje Lingge) memberi nama kerajaannya dengan nama Lingge (suara). Raja Lingga (Reje Lingge) bernama Adi Genali (Mahmud Ibrahim 2007:14). Menurut Iwan Gayo dalam Ensiklopedia Aceh Kerawang adalah ragam hias masyarkat Gayo yang berupa motif-motif, pola atau corak yang ditampilkan pada pakaian atau untuk memperindah bentuk bangunan, motifnya terdiri dari Ulen-Ulen (Bulan), Tei Kukur (Kotoran Burung), Emun Berangkat (Awan Berarak) dan Pucuk Rebung (Pucuk Rebung) dan lain-lain (1988: 1250). Jadi Motif Kerawang Gayo adalah bentuk pokok atau pola ragam hias suatu benda yang diterapkan pada pakaian adat, rumah adat, dan pada kerajinan masyarakat tradisional Gayo. Ada beberapa jenis motif dalam Kerawang gayo, salah satunya adalah motif Emun berangkat. Motif Emun Berangkat (beriring) yaitu motif geometrik yang merupakan lingkaran memusat dengan berbagai ragam hias. Motif emun berangkat (awan yang berarak) adalah lambang ketinggian cita-cita dengan harapan bahwa manusia akan mampu mengarungi cobaan hidup di dunia ini (Syukri-Kompas: 2012) Motif emun berangkat berbentuk melengkung ke satu titik pusat lingkaran. Lengkungannya bukanlah berbentuk lingkaran penuh, akan tetapi lengkungan yang memiliki tunas atau cabang untuk mmenyambungan motif selanjutnya. Adanya pengulangan motif dengan dibalik arah lengkungannya, dan begitul seterusnya terjadi pengulangan yang panjang. 2
Berdasarkan latar belakang di atas penulis mengangkat Motif Emun Berangkat dalam Ekpresi Kriya Kayu. Alasannya Motif Emun Berangkat merupakan produk budaya sealain memiliki nilai estetika juga memiliki bentuk yang menarik, serta nilai filosofis yang tinggi. Melalui Motif Emun Berangkat, selain mengangkat karya seni sebagai ekpresi, secara tidak langsung pengkarya telah mengangkat fenomena budaya dan sosial masyarakat Gayo. Betapa pentingnya karya seni, selain memilki nilai estetika, nilai funsi juga mampu mangangkat budaya tradisi yang telah tertinggal.
C. Rumusan Ide Penciptaan Perwujudan sebuah karya seni kriya bukan hanya berbicara mengenai fungsi semata. Akan tetapi karya yang mampu melahirkan nilai-nilai budaya yang mampu memberi pesan moral dan sosial kepada masyarakat. Nilai-nilai dimunculkan berupa tanda-tanda, seperti simbol, icon, dan indek. Dengan demikian ide penciptaan karya ini dapat dirumuskan 1. Bagaimana mewujudkan visualisasi Motif Emun Berangkat ke dalam ekpresi karya seni 2. Bagaimana wujud visual karya melalui Motif Emun Berangkat dalam ekpresi kriya kayu 3. Bagaimana mewujudkan karya seni melalui Motif Emun Berangkat ke dalam budaya global.
D. Tujuan dan Manfaat 1. Tujuan Tujuan dalam penciptaan tugas akhir karya seni ini adalah: a. Untuk lebih memahami nilai-nilai estetika, bentuk dan makna yang terkandung dalam Motif Emun Berangkat
3
b. Merealisasikan gagasan bentuk Motif Emun Berangkat yang bersumber dari nilai budaya ke dalam karya seni kriya. c. Memperkenalkan
Motif Emun Berangkat dalam penciptaan karya kriya
kayu untuk tetap menjaga dan mempertahankan hasil budaya lokal.
2. Manfaat a. Meningkatkan
kemampuan
kreativitas
kriyawan
dalam
berproses
menciptakan karya seni di kalangan akademik. b. Sebagai media komunikasi penyampaian pesan moral dari seniman kepada masyarakat umum. c. Mendorong seniman atau kriyawan untuk berfikir kreatif, dan professional. Sehingga karya yang dihasilkan mampu memberikan penbelajaran ilmu dan pengetahuan kepada masyarakat, baik dalam konteks nilai budaya, nilai estitika, maupun nilai filosifis melalui karya seni kriya.
E. Keaslian Karya (Orisinalitas) Karya seni yang diciptakan oleh seniman sangat erat hubungannya dengan karya yang pernah lahir sebelumnya. Karena suatu karya yang memiliki nilai filosofis akan tetap filosofisnya selama karya tersebut dalam konteks budaya yang sama. Akan tetapi penerapan karyanya akan berbeda dengan bentuk aslinya, begitu juga dengan nilai yang terkandung di dalamnya akan mengalami pengembangan. Fenomena ini sering disebut sebagai nilai orisinalitas karya (keaslian karya) Orisinalitas adalah proses kreatif yang melibatkan perenungan secara mendalam serta menghindari peniruan secara buta (peniruan semata mata demi peniruan). Suatu karya seni dianggap orisinil jika sebuah karya dapat menampilkan kebaruan konsep, persoalan, bentuk atau gaya yang ditampilkan adalah baru dan yang menjadi karya
4
memiliki
kebaruan dapat dilihat dari adanya kecakapan konseptual (Sumartono,
1992:2) Orisinalitas: sifat sebuah karya yang serba baru menurut konsep maupun bentuk dan temanya, sehingga ada perbedaan dari karya-karya lain yang telah terkenal. Sejak zaman romantik, orasinalitas dianggap sebagai syarat agar sebuah karya pentas dihitung sebagai karya seni. (mike susanto, 2002:81) Berdasarkan hal tersebut maka untuk menjaga orisinalitas karya seni yang akan diciptakan, maka dilakukan penelitian ke lapangan dan studi pustaka tentang Motif Emun Berangkat sebagai ide penciptaan karya seni. Hasil dari penelitian tersebut dan studi pustaka yang dilakukan, maka akan diketahui karya-karya yang bertemakan Motif Emun Berangkat sebagai ide penciptaan karya seni yang menggunakan media kayu belum ada. Namun penerapan Motif Pucuk Rebung ini sering dipergunakan oleh Masyarakat Gayo pada pakaian adat, Tolak angin rumah, dan kerajinan gtradisional seperti kendi gayo, guci dan sebagainya. Penerpan motif tradisi pada sebuah benda bersifat tradisi seperi pakaian adat, rumah adat, kerajinan tradisional dan sebagainya. Tentu berbeda dengan karya yang diciptakan nantinya Motif Emun Berangkat dalam ekpresi Kriya Kayu. Motif tradisional diterapkan pada benda tradisional lebih berwujud kepada penerapan motif aslinya. Karena suatu hal yang tradisi sifatnya turun temurun tampa ada perubahan dari masa ke masa. Sedangkan dalam karya yang diciptakan nantinya hanya mewujudkan sebagian bentuk, ekpresi, simbol dan makna yang terdapat dalam motif Emun Berangkat. Untuk lebih meyakinkana keaslian perwujudan karya ini, penulis akan membandingkan benda tradisi Gayo yang diberi motif Motif Emun Berangkat dengan karya seni yang akan diciptakan nantinya yang berangkat dari Motif Emun Berangkat. Berdasarkan perkembangan budaya memang Motif Emun Berangkat sudah banyak diangkat seniman atau desainer sebagai ide pembuatan desain Logo suatu organisai, desain pakaian, desain stempel, dan desain lainnya. Namun dalam penerapan Kriya yang merubah wujud asli Motif Emun Berangkat ke dalam karya seni belum ada. Desain-desain tersebut banyak terdapat di internet, majalah, buku dan sebagainya.
5
Selain itu juga karya seni yang diciptakan nantinya akan dibandingkan dengan kendi bentuk Motif Emun Berangkat aslinya. Berikut beberapa Gambar sebagai Perbandingan keaslian Karya
Gambar 1 Penerapan Motif Emun Berangkat Pada Kufiah
Gambar 2 Peneran Motif Emun Berangkat Pada desain Logo
Gambar 3 Penerapan motif Emun Berangkat pada pakaian adat 6
F. Kajian Sumber Penciptaan Sumber ide dalam mewujudkan karya seni dapat diambil dari beberapa aspek. misalnya mengangkat karya seni yang sudah ada atau karya seni masa lampau, dan karya seni yang belum pernah diciptakan. Mewujudkan kembali karya seni masa lampau bukan berarti mewujudkan karya serupa, akan tetapi mengangkat nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Tentunya dalam menemukan ide dan mewujudkan karyanya perlu pengkajian secara mendalam mengenai karya tersebut. Adapun pengkajian sumber yang dilakukan adalah. 1. Studi Lapangan Melakukan penelitian atau pengamatan terhadap kehidupan realita seharisehari dibutuhkan dalam pencarian ide. Penelitian ini dapat dilaksanakan di daerahdaerah diseluruh Indonesia. Ada banyak hal yang sangat penting di kaji dalam penelitiannya, seperti nilai visual, nilai filosofis, nilai sebab akibat, nilai moral, dan lain-lain. Nilai visual meliputi bentuk, model, ukuran, warna, hiasan atau corak, jenisnya dan semua yang tampak dalam titik obyek tersebut, sedangkan nilai sebab akibat dan nilai moral lebih cenderung kepada hidup keseharian obyek. Kegiatan ini dapat langsung disaksiakan lansung dan wawancara dengan obyek yang bersangkutan. 2. Studi Pustaka Karya seni secara akadimis tidak pernah terlepas dari konsep dan filosofi secara teoritis yang berhubungan dengan karya yang akan diwujudkan nantiya. Konsep dan filosofi secara teoritis dapat diproleh dari tinjauan pustaka, mencari referensi berupa buku, majalah, koran, jurnal, media online dan referensi lainnya baik berupa tulisan maupun gambar. Seni sebagai ekpresi merupakan hasil ungkapan batin seorang seniman yang terbabar dalam karya seni lewat medium dan alat. Pada saat seseorang sedang mengekpresikan emosinya. (Kartika, 2004:6). Sedangkan menurut Wulllur dalam Alex Sabur, (2003: 424) Melukiskan Ekpresi sebagai “pernyataan batin seseorang dengan cara berkata, bernyanyi, bergerak, dengan catatan bahwa ekpresi itu selalu tumbuh karena dorongan akan menjelmakan peranan atau buah pikiran”. 7
Begitu juga halnya dengan Motif Emun Berangkat dalam ekpresi kriya kayu, mewujudkan nilai-nilai dalam Motif Emun Berangkat tersebut ke dalam karya seni dengan media kayu. Dalam konteknya nilai Motif Emun Berangkat merupakan sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukan kualitas. Bagi manusia sesuatu itu bernilai berarti sesuatu itu berharga atau berguna bagi kehidupan manusia baik secara religi maupun secara karya seni. Nilai adalah ukuran derajat tinggi rendah atau kadar yang dapat didiperhartikan, diteliti atau di hayati dalam berbagai objek yang bersifat fisik (kongkrit) maupun abstrak”. Motif Emun Berangkat mempunyai suatu yang dapat diukur dan diteliti karena bersifat objek atau fisik. Dari itu Motif Emun Berangkat mempunyai nilai estetis. Nilai estetika dapat di lihat dari segi bentuk dan isi se buah karya seni (Dharsono, 2004: 20) Menurut Soedarso (2006: 78) Seni adalah bentuk dan isi, seni memilki bentuk kasatmata ataupun kasatrungu, maksudnya, yang dapat dilihat dan ada yang dapat di dengar, atau dapat dilihat dan didengar sekaligus. Hal itu merupakan bungkus dari isi atau konten yang ada di dalamnya. Sedangkan menurut Jakob Sumardjo (2000: 116) bentuk seni adalah isi seni itu sendiri. Bagaimana bentuknya begitulah isinya, seniman menciptakan sebuah karya seni karena ada sesuatu yang ingin disampaikannya kepada orang lain. Persoalan bentuk dan isi memang tidak pernah lepas dari sebuah karya seni. Baik itu seni tradisi, modern, kontenporer dan yang lainnya, persoalan bentuk dan isi tidak pernah ditinggalkan. Tingginya isi atau makna sebuah karya seni ditentukan oleh kesempunaan bentuknya. Begitu juga dengan bentuk, apabila ide pemikiran terkonsep dengan sempurna maka bentuk askan mudah melahirkannya. Bentuk (form) adalah totalitas dari pada karya seni. Bentuk itu merupakan organisasi atau satu kesatuan atau komposisi dari unsur pendukung karya. Ada dua macam bentuk: pertama visual form yaitu bentuk fisik dari sebuah karya seni atau satu kesatua dari unsur-unsur pendukung karya seni tersebut. Kedua spesial form yaitu bentuk yang tercipta karena danya hubungan timbal balik antara nilai-nilai yang dipancarkan oleh penomena bentuk fisiknya terhadap tanggapan kesadaran emosional. (Kartika, 2004: 30). 8
Motif Emun Berangkat (Awan berarak) merupakan motif yang berbentuk geometrik dengan lingkaran memusat, memanjang, dan bersambung secara berulang. Jika diamati bentuk pengulangan tersebut tampak seperti deretan gunung dan perbukitan yang terdiri dari lembah dan ngarai, merupakan penggambaran bukit barisan sesui dengan alam Gayo(Zainal, 2002: 44). Secara universal bentuk motif emun berangkat sama dengan motif Kaluk Paku di Sumatera Barat. Yaitu suatu motif yang bentuknya diambil dari tumbuhan paku melengkung dan menuju satu pusat lingkran. Begitu juga dengan motif emun berangkat motit yang berbentuk melengkung ke satu titik pusat lingkaran. Mukin perbedaannnya terletak pada daun dari masing-masing motif.
Lengkungan motif emun berangkat
bukanlah berbentuk lingkaran penuh, akan tetapi lengkungan yang memiliki tunas untuk mmenyambungan motif selanjutnya. Sehingga motif ini tidak berdiri sediri, maliankan adanya pengulangan motif dengan dibalik arah lengkungannya. Begitulah seterusnya terjadi pengulangan yang panjang dalam motif emun berangkat ini. Seperti Gambar ()
Gambar 4 Bentuk Motif Emun berangkat Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa bentuk Motif Emun Berangkat bukan bentuk lingkaran penuh, namun motif berbentuk garis yang melengkung, menuju satu titik pusat lingkaran. Gambar motif berwarna putih merupakan Motif Emun Berangkat Pengulangan dari yang terbesar sampai ke motif terkecil namun masih dalam bentuk yang sama. Kemudian motif berwarna kuning merupakan Motif
Emun Berangkat
pengulangan pendek tapi ada pariasi dalam pengulangan, baik secara vertikal horizontal mapun original. 9
Ada beberapa unsur bentuk yang terdapat dalam Motif
Emun Berangkat,
diantaranya garis lengkung diibaratkan sebagai batang tumbuhan yang menjalar atau induk dari sebuah tumbuh-tumbuhan. kemudian daun yang berbentuk tajam seperti ujung rencong, daun terdiri dari dua sampai dengan lima disetiap motif sebagai penguat garis lengkung biat tidak kaku, selain itu juga daun ini menggambarkan awan yang bergerak yang dihembuskan angin. Seterusnya bunga kapas yang muncul satu sampai tiga buah setiap sudut-sudut tertentu dalam motif tersebut. Selain itu juga ada yang mengasumsikan motif emun berangkat ini seperti irama gerakan angin yang sedang bergerak menuju swatu arah atau satu titik. Menurut tokoh Gayo Aman Rus (dalam Zainal: 45) Motif emun berangkat lebih earat kaitannya dengan suatu musim didaearah Gayo, yang dikenal dengan musim depik (Ikan Depik). Musim ini ditandai dengan keluar ikan depik dari dasar danau laut tawar banyak sekali, malahan adanya yang menagkapanya berkunye-kunye (satu Kunye: 1000 Liter). Pada musim ini awan berarak dari arah barat ke arah timur bergumpal-gumpal menuju kesatu arah disertai tiupan angin dan gerimis sepanjang hari, awan ini mempengaruhi masyarakat Gayo merasa haru dituangkan ke dalam karya seni yaitu Motif Emun berangkat. Bentuk-bentuk di atas tersusun dengan suatu bentuk nyatu karena adanya penggabungan dari beberapa unsur rupa, yaitu titik, garis, bidang, dan ruang. Sehingga menghasilkan suatu bentuk dalam suatu kesatuan. Kemudian adanya penggabungan beberapa bentuk yang menyatu sehingga tersusun menjadi bentuk Motif Emun Berangkat tersebut. Maka Motif Emun Berangkat menjadi sebuah karya yang tersusun secara terstrukur dan terorganisir. Struktur atau suasana dari suatu karya seni adalah aspek yang menyangkut keseluruhan dari karya itu dan meliputi juga peranan masing-masing bagian dalam keseluruhan itu. Kata struktur mengandung arti bahwa di dalamnya karya seni itu terdapat suatu pengoranisasian, penataan, ada hubungan tertentu antara bagian-bagian yang tersusun itu. Akan tetapi dengan adanya suatu penyusun atau hubungan yang teratur antara bagian-bagian, belumlah terjamin bahwa apa yang terwujud sebagai suatu keseluruhan yaitu merupakan sesuatu yang indah (Djelantik 2001:37). Motif Emun Berangkat bukan sekadar pola hiasan pada sebuah benda, tetapi ia merupakan warisan budaya nenek moyang masyarakat Gayo yang sangat erat hubungan 10
dengan nilai-nilai. Nilai-nilai tersebut di antaranya nilai budaya, nilai identitas, dan nilai filosofis. Secara nilai budaya Motif Emun Berangkat seabagi salah satu motif Kerawang gayo memiliki peranan penting dalam budaya Gayo. Oleh karena itu, keberadaan Motif Emun Berangkat merupakan ekspresi dari keyakinan masyarakat Gayo dalam menunjukkan eksistensi kebudayaan mereka. Sedangkan Nilai Identitas Motif Emun Berangkat memiliki bentuk dan ragam hias yang khas dan unik. Dengan menyebut kata Motif Emun Berangkat atau Motif Kerawang Gayo pada umumnya sudah tentu akan memberikan identitas budaya bagi masyarakat Gayo. Kemudian secara filosofis Motif
Emun Berangkat memilki makna
kebersamaan, seia-sekata, dan kerukunan. Hal ini dapat dilihat dari bentuknya yang saling menyatu antara motif yang satu dengan motif yang lain. Tidak ada ruang pemisah antara lengkungan dan daun serta bunga. Walaupun terjadi beberapa kali pengulangan motif yang sama, mukin ada sebagian ukurannya kecil sedang samapaik kepada ukuran terbesar, akan tetapi motifnya tetap saling menyatu. Begitulah gambaran sistem kemasyarakat Gayo itu sendiri, kebersamaan merupakan nilai yang terpenting dalam kehidupan bermasayrakat. Sebagaiman pepatah gayo mengatakan “Pantas Berule Lemem Bertona” (sepapah sepupuh, senasip sepenanggungan). Hidup seperti satu keluarga, saling menolong, peduli sesama, dan saling-sehat menasehati. Berdasarkan penjelasan di atas Motif
Emun Berangkat, meliputi bentuk,
struktur , filosofis dan nilai–nilai lain yang terkadung di dalamnya. Maka lahirlah ideide yang baru untuk menciptakan sebuah karya seni. Dengan melahirkan bentuk-bentuk karya seni baru, dimana karya tersebut berbeda dengan wujud aslinya. Begitu juga dengan persoalan nilai akan melahirkan nilai-nilai baru. Walaupun demikian bentuk dan makna sebenarnya tetap diwujudkan sebagai roh dalam karya tersebut. Baik dipandang secara historis, sosial, budaya, politik, ekonomi dan sebagainya. Hal yang demikian akan dijadikan sebagai konsep penciptaan karya, baik karya fungsional atau karya estetis. Namun yang paling mendasar adalah ide penciptaan karya nantinya berangkat dari bentuk, nilai, dan filosofis Motif Emun Berangkat . 11
G. Landasan Penciptaan Karya seni lahir pada dasarnya beranjak dari realitas sosial. Pengalaman pribadi yang terjadi sehari-hari baik secara sadar maupun secara tidak sadar dapat menjadi ide dalam penciptaan. Banyak orang yang tidak menyadari hal tersebut, karena kurangnya kepedulian dan kepekaan terhadap lingkungan. Sebagai seniman akademis harus peka terhadap keadaan demikian. Karena pengalaman impirik, fenomena sosial dan nilai budaya dalam masyarakat dapat dijadikan sebagai landasan dalam menciptakan karya. Dengan demikian karya yang lahir nanti memiliki pesan kepada masyarakat, seolaholah masyarakat sudah pernah merasakan kejadian tersebut. Walaupun belum merasakan setidaknya masyarakat mampu memberikan penapsiran secara benar terhadap karya seni yang diciptakan. Seperti yang dikatakan Gustami: Suatu karya seni memiliki kekuatan untuk menyampaikan pesan kehidupan, yang biasa tersimpan di balik wujud fisiknya. Telah dikemukakan, karya seni yang hidup adalah karya seni yang memiliki kekuatan berdialog dengan penikmatnya, bisa membangkitkan komunikasi, bisa mendendangkan cerita visi dan misi yang diembannya, sungguh dialog itu adalah komunikasi antara kriyawan dengan penikmatnya (2004:13). Monroe Beardsley mangatakan, ada tiga unsur utama yang harus dipenuhi dalam menciptakan karya seni, agar karya tersebut dapat dikatakan indah. Unsur tersebut adalah 1. Unity (Kesatuan), 2. Comlexity (kerumitan, kompleksitas) dan 3. Intensty (kesungguhan/intensitas) (Kartika, 2004: 148). Berdasarkan dua pendapat diatas, landasan penciptaan karya seni didasarkan atas dua unsur penting yang menjadi satu kesatuan. Unsur tesebut adalah karya seni harus memiliki nilai-nilai keindahan. Melahirkan nilai keindahan dalam karya seni juga harus memandang bagaimana masyarakat menikmatinya. Sehingga perpaduan nilai estetika dengan fenome sosial masyarakat akan menyatu dalam satu kesatuan yang utuh dalam ekpresi kriya kayu dengan sumber ide Motif Emun Berangkat. Penerapan visualisasi Motif Emun Berangkat dalam ekpresi kriya kayu akan dilahirkan dalam bentuk-bentuk simbol, ekpresi, deformasi. Sehingga nilai dan pesan yang disampaikan nantinya kepada masyarakat tidak lagi nilai tunggal, akan tetapi sudah menjadi nilai majemuk. Artinya meskipun pengangkatannya dalam nilai budaya Gayo, pesan yang disampaikan bukan lagi sebagai nilai budaya Gayo secara tunggal. 12
Akan tetapi, nilai-nilai budaya secara global. Sehingga seluruh kalangan masyarakat dapat menikmati nilai estetika dan pesan moral yang disampaikan. `
Menurut Sausure simbol adalah satu tanda bentuk tanda yag semu natural, yang
tidak sepenuhnya arbirter (terbentuk begitu saja), atau termotivasi. Sedangkan menurut peirce sebuah tanda berdasarkan konvesi. Simbol seharusnya ditunjukan bagi peirce (make susanto, 2002: 104). Simbol Motif Emun Berangkat bagi masyarakat Gayo adalah sebuah warisan tradisi berupa karya seni rupa yang melambangkan kebersamaan, dan kerukunan. Hal ini didasarkan kepada penerapannya pada sebuah benda tertentu. Dalam perwujudan karya seni nantinya bukan lagi mengambil sebatas simbol Motif Emun Berangkat. Namun penulis mencoba menerapkan simbol-simbol budaya Gayo dalam kontek global atau penandaan secara umum. Penerapan karyanya akan melahirkan simbol kekuasaan atas dasar kerajaan linge, simbol kebersamaan dan kerukunan atas dasar bentuk motif, kemudian simbol Islam atas dasar budaya Gayo dan adat Gayo berlandaskan Islam, dan simbol lainnya yang berhubungan dengan budaya, sejarah dan kehidupan masyarakat Gayo. Ekpresi yang diwujudkan dalam karya ini berupa bentuk, warna dan komponenkomponen Motif Emun Berangkat. Sehingga melahirkan nilai-nalai yang terkadung dalam karya tersebut berupa ekpresi karya secara umum. Kemudian bentuk wujud karyanya akan mengalami perubahan dari bentuk asli baik secara keseuruhan maupun sebagian atau sering disebut dengan Deformasi. Deformasi adalah perubahan bentuk yang sangat kuat/besar sehingga kadangkadang tidak ada lagi berwujud figur semula atau sebenarnya. Sehingga hal ini dapat memunculkan figur/karakter baru yang lain dari sebelumnya (Make susanto, 2002: 104) Melalui definisi tersebut pengkarya akan mewujudkan bentuk karya hanya mewakili dari bentuk Motif Emun Berangkat yang asli saja. Sehingga karya yang dihasilkan akan lebih tinggi nilai estetisnya dan juga akan lebih banyak fungsinya baik secara fisik maupun non fisik.
13
H. Metode Penciptaan Lahirnya sebuah karya seni tentu bukan lahir begitu saja, akan tetapi mengalami proses yang tersistematis oleh pengkaryanya. Proses dalam pembuatan karya secara tersusun akan memudahkan pengkarya dalam menciptakannya. Kematangan konsep yang dirancang pasti ada nantinya dalam proses pengolahan akan mengalami perubahan, untuk menambah nilai keindahan ataupun menutupi suatu kesalahan yang terjadi. Perubahan itu wajar asalkan tidak mengalami perubahan secara keseluruhan baik dari segi wujud, isi maupun dari konsep dari rancangan karya tersebut. Secara sistematis menurut Gustami ada tiga metode penciptaan karya seni Dalam proses melahirkan sebuah karya seni khususnya seni kriya secara metodologis melalui tiga tahapan utama, yaitu (1) Eksplorasi, yang meliputi langkah pengembaraan jiwa, dan penjelajahan dalam menggali sumber ide. Dari kegiatan ini akan ditemukan tema dan berbagai persoalan. Langkah kedua adalah menggali landasan teori, sumber dan referensi serta acuan visual untuk memperoleh konsep pemecahan masalah. (2) Perancangan, yang terdiri dari kegiatan menuangkan ide dari hasil analisis yang telah dilakukan ke dalam bentuk dua dimensional atau disain. Hasil perancangan tersebut selanjutnya diwujudkan dalam bentuk karya, dan (3) Perwujudan, yang merupakan perwujudan menjadi karya. Dari semua tahapan dan langkah yang telah dilakukan perlu dilakukan evaluasi untuk mengetahui secara menyeluruh terhadap kesesuaian antara gagasan dengan karya yang diciptakan. (2007:329).
1. Tahap Ekplorasi Ekplorasi merupakan langkah-langkah awal dalam usaha mewujudkan karya yang meliputi proses, prinsip serta prosedur yang digunakan untuk menghadapi dan menyelesaikan masalah. Langkah-langkah tersebut meliputi penggalian sumber penciptaan baik secara langsung di lapangan maupun pengumpulan data referensi mengenai tulisan-tulisan dan gambar yang berhubungan dengan karya. Selain itu juga akan dilakukan pengumpulan data acuan visual sebagai katalog yag mendekati konsep dasar penciptaan. Kemudian dilanjutkan dengan pengolahan dan analisis data untuk memecahkan masalah secara teoritis, yang dipakai nanti sebagai tahap perancangan.
14
Gambar Acuan
Gambar 5 Motif Emun Berangkat
Gambar 6 Penerapan Motif Emun Berangkat pada desain
Gambar 7 Penerapan Motif emun berangkat pada kain 15
Gambar 8 Penerapan Motif Emun Berangkat pada tas
Gambar 9 Penerapan Motif Emun Berangkat Pada Topi
Gambar 10 Penerapan Motif Emun Berangkat pada kain 16
2. Perancangan a. Desain Alternatif Sebelum mewujudkan sebuah karya seni. Perlu adanya penggalian ide dan imajinasi secara visualisasi, media, teknik dan alat yang digunakan nantinya. Penggalian
idenya
berupa
membuat
gambaran-gambaran
umum
dengan
mempertimbangkan unsur ide tersebut.
Gambar 11 Desain Alternatif 1 (Karya: Ansar Salihin)
Gambar 12 Desain Alternatif 2 (Karya: Ansar Salihin) 17
Gambar 13 Desain Alternatif 3 (Karya: Ansar Salihin)
Gambar 14 Desain Alternatif 4 (Karya: Ansar Salihin)
Gambar 15 Desain Alternatif 5 (Karya: Ansar Salihin) 18
Gambar 16 Desain Alternatif 6 (Karya: Ansar Salihin)
Gambar 17 Desain Alternatif 7 (Karya: Ansar Salihin) 19
Gambar 18 Desain Alternatif 8 (Karya: Ansar Salihin)
Gambar 19 Desain Alternatif 9 (Karya: Ansar Salihin)
Gambar 20 Desain Alternatif 10 (Karya: Ansar Salihin) 20
b. Desain terpilih Desain terpilih merupakan desain-desain yang dipilih dari desain alternatif. Beberapa desain tepilih tentunya dipilih oleh pembimbing dengan mempertimbangkan dari segi bentuk, makna yang berupa simbol-simbol. Disamping itu juga memperhatikan keseimbangannya, komposisi, proporsi dan tehnis dalam pengerjaan. Hal ini dilakukan karena desain terpilih merupakan desain yang diwujudkan dalam bentuk karya seni yang sesui dengan ide penciptaan.
Gambar 21 Desain Terpilih 1 Meja Rak TV Judul: Kekuatan (Karya: Ansar Salihin)
21
Gambar 22 Desain Terpilih 2 Jam Dinding Judul: Menempuh (Karya: Ansar Salihin)
Gambar 23 Desain Terpilih 3 Hiasan Dinding Kaligrafi Judul: Punah (Karya: Ansar Salihin)
22
c. Gambar Kerja
Gambar 24 Gambar Kerja desain 1 (Karya: Ansar Salihin)
23
Gambar 25 Gambar Kerja desain 2 (Karya: Ansar Salihin)
Gambar 26 Gambar Kerja desain 3 (Karya: Ansar Salihin) 24
3. Perwujudan Karya Proses perwujudan merupakan puncak dari penerapan ide yang selama ini digali. Kemampuan dan keterampilan kriyan dapat diketahui dari proses perwujudan ini. Proses perwujudan juga melipui beberapa bagian, yaitu (1) bahan, alat, teknik (2) pembentukan karya dan finishing. a. Bahan Bahan pokok yang digunakan yang digunakan dalam karya seni ni adalah Kayu surian. Sedangkan bahan pendukungnya melipui lem foxi, lem fox, lem cina, dan bahan pendukung lainnya. b. Alat-alat a.
Alat Gambar dan Tulis
Alat gambar dan tulis ini digunakan ketika membuat perancangan desain atau Sketsa alternative serta memindahkan desain ke media yang akan digarap. a. Pensil, b. Spidol, c. Penggaris, d. Jangka,dan e. Kertas
2. Alat Pemotong Alat pemotong ini digunakan untuk memotong bahan sesuai dengan ukuran atau kebutuhan yang diinginkan, alat pemotong gergaji digunakan untuk membentuk potongan kecil. Beberapa alat pemotong yang digunakan antara lain:
25
a. Gergaji, b. Jigshow, c. Sekrol, 3. Alat Perata Alat perata digunakan untuk merata permukaan kayu. Bagian yang nantinya datar akan dirata dengan alat perata mesin atau manual. Seperti ketam manual dan ketam mesin a. ketam manual. b. ketam mesin. 4. Alat Pemukul Alat pemukul yang digunakan antara lain palu kayu dan palu besi. palu kayu digunakan untuk memukul pahat ukir sewaktu proses pembentukan. Palu besi digunakan untuk memukul bagian paku kebagian kulit a. palu kayu,dan b. palu besi, 5. Alat Pembentuk Alat pembentuk digunakan sebagai membentuk sesuai dengan yang dinginkan
minsalnya pahat ukir digunakan untuk pembentukan global.
Sedangkan pahat bubut digunakan untuk membentuk bulatan. dan pisau ukir digunakan untuk mendetail. a. Pahat ukir, b. Pahat bubut, dan c.
Pisau raut
26
6. Alat Pembantu Alat pembantu ini seperti tang digunakan sebagai membengkokkan besi. obeng fungsingnya digunakan untuk pemasangan kabel lampu. a. Tang, b. Obeng, dan lain-lain.
c. Teknik a. Teknik ukir rendah b. Teknik ukir dalam c. Teknik ukir tembus d. Teknik Kontruksi
4. Finishing Finishing adalah suatau rangkaiyan kerja terakhir yang diinginkan agar diperoleh hasil yang lebih baik. Proses ini dilakukan dua tahap kerja yaitu penghalusan dengan menggunakan amplas dan proses pewarnaan. Proses amplas dilakukan setelah karya selesai diolah, untuk menghaluskan permukaan kayu yang terlihat kasar. Finshin yang digunakan adalah finishing sitem milamin, akan tetapi dalam tahap pewarnaan, akan menggunakan gradasi warna. Adapun tahapannya adalah sebagai berikut a. Gosok dengan kertas amplas no 150 b. Gosok dengan kertas amplas no 180 c. Menutup pori-pori dengan dempul d. Gosok dengan kertas amplas no 180 e. Pemberian warna f. Gosok dengan kertas amplas no 200 g. Untuk menonjolkan warna beri sending seller h. Gosok dengan kertas amplas no 200 ulang 2 x i. Sebagai finishing akhir memberikan clear gloss dan dop.
27
Kepustakaan
Abidin, Zainal. 2002, Makna Simbolik Warna dan Motif Kerawang Gayo pada Pakaian Adat Masyarakat Gayo, Yogyakarta: Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta. Djelantik, A.A.M. 2004, Estetika Sebuah Pengantar, Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia bekerja sama denga Arti: Bandung. Gustami, SP. 2007, Butir-Butir Mutiara Estetika, Ide Dasar Penciptaan Karya, Prasiswa: yogyakarta. Ibrahim, Mahmud, DKK. 1980, Seni Rupa Aceh, PEMDA NAD: Aceh Kartika, Dharsono Sony. 2004, Seni Rupa Modern, Rekayasa Sains: Bandung Mangunsuwito. 2011, Kamus Saku Bahasa Indonesia, Widatamma Pressindo: Jakarta Mike, Susanto. 2002, Diksi Rupa Kumpulan Istilah Seni Rupa, Kanisius anggota IKAPI: Yogyakarta. Sumardjo, Jakob. 2000, Filsafat Seni, ITB: Bandung Sobur, Alex. 2003, Psikologi Umum, CV Pustaka Setia: Bandung. Sumartono. 1992, Orisinalitas Karya Seni Rupa dan Pengakuan Internasional, dalam SENI Jurnal Pengetahan dan Penciptaan Karya Seni, II/02, BP ISI Yoyyakarta: Yogyakarta. Soedarso, Sp 1991, Perkembangan Kesenian Kita, BP, ISI Yogyakarta: yogyakarta. Tamraj, Mahmud, dkk. 1998, Seni Rrupa Aceh, Aceh: tampa penerbit Widyawati, Setya. 2003, Buku Ajar Filsafat Seni, P2AI bekerja sama dengan STSI Press Surakarta: Surakarta.
Sumber lain Muhammad Syukri, 2012 “Batik Gayo, Seni Menyulam Falsafah” Kompas.com diakses 20 September 2012
28