Perjanjian No : III/LPPM/2016-02/82-P
Relasi Karakter Etnisitas Penghuni dengan Bentuk Arsitektural Rumah Produktif Batik Sebagai Fungsi Campuran Objek Studi : Kawasan Rumah Produktif Batik di Pekalongan
Disusun Oleh: Rumiati R. Tobing Etty Retnowati Kridarso Uras Siahaan
Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Katolik Parahyangan 2016
1
KATA PENGANTAR
i
ABSTRAK
ii
DAFTAR ISI
iii
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR TABEL
x
DAFTAR SKEMA
xii
BAB I 1. 1 1. 2 1. 3 1. 4 1. 5 1. 6 1. 7 1. 8 1. 9 1.10 1.11 BAB II 2. 1. 2. 1. 1. 2. 1. 2. 2. 1. 3. 2. 1. 4. 2. 1. 5. 2. 2. 2. 3. 2. 4.
PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian Posisi Penelitian Premis dan Tesa Kerja Pertanyaan Penelitian Tujuan dan Manfaat Penelitian Alur Pikir Metode dan Langkah Penelitian Pemilihan Obyek Studi Sistematika Pelaksanaan Penelitian Sistematika Penulisan RUMAH PRODUKTIF BATIK DAN KARAKTER ETNISITAS DALAM KONTEKS LINGKUNGAN BINAAN Rumah Produktif Batik Dalam Konteks Lingkungan Binaan Rumah dalam Konteks Definisi dan Fungsi Rumah Produktif Batik dalam Perspektif Psikologi Lingkungan Rumah Produktif Batik dalam Perspektif Tipologi Bangunan Rumah Produktif Batik dalam Perspektif Pola Proses dan Pengelolaan Dasar Pembentukan Rumah Produktif Batik Karakter Etnisitas Masyarakat Dalam Perspektif Lingkungan Binaan Kota Pekalongan Dalam Perspektif Lingkungan Binaan Definisi Operasional Dalam Pelaksanaan Penelitian
1 1 5 5 8 9 10 10 12 13 14 16 18 19 19 22 22 23 34 38 43 45
BAB III 3. 1. 3. 2. 3. 3. 3. 4.
KONSEP PEMAHAMAN DAN PEMBACAAN RELASI Deskripsi Relasi Konsep Pemahaman Relasi Konsep Pembacaan Relasi Konsep Penilaian Relasi
46 46 46 47 51
BAB IV 4. 1. 4. 2. 4. 2. 1.
METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Penelitian Pendekatan Penelitian Paradigma Penelitian
52 52 54 54
.
iv
4. 2. 2. 4. 2. 3. 4. 3. 4. 3. 1. 4. 3. 2. 4. 3. 3. 4. 3. 4. 4. 3. 5. BAB V 5. 1. 5. 2. 5. 3. 5. 4. 5. 5. 5. 5. 1. 5. 5. 2. 5. 5. 3. 5. 5. 4. 5. 5. 5. 5. 6. 5. 7. 5. 7. 1. 5. 7. 2. 5. 7. 3. 5. 7. 4. 5. 7. 5. 5. 8. 5. 9. 5. 9. 1. 5. 9. 2. 5. 9. 3. 5. 9. 4. 5. 9. 5. 5. 9. 6. 5. 10. 5. 11. 5. 11. 1.
Metode Penelitian Strategi Penelitian Pelaksanaan Penelitian Langkah dan Metode Pemilihan Obyek Studi Pengumpulan Data Analisis Data Penarikan Kesimpulan
55 57 57 57 61 63 64 65
RUMAH PRODUKTIF BATIK DI KAUMAN, SUGIHWARAS DAN SAMPANGAN PEKALONGAN JAWA TENGAH Posisi Dan Potensi Kota Pekalongan Lingkungan Fisik dan Bangunan di Kota Pekalongan Manusia Masyarakat Dan Lingkungan Kultural di Pekalongan Rumah Produktif Sebagai Obyek Studi Rumah Produktif Batik di Kauman Rumah Produktif Batik Faza Rumah Produktif Batik Bella Rumah Produktif Batik Riska Rumah Produktif Batik Falma Rumah Produktif Batik Mufti Tabulasi Data Rumah Produktif di Kauman Rumah Produktif Di Sugihwaras Rumah Produktif Batik Madu Bronto Rumah Produktif Batik Luza Rumah Produktif Batik Huza Rumah Produktif Batik Pisang Bali Rumah Produktif Batik Khanaan Tabulasi Data Rumah Produktif di Sugihwaras Rumah Produktif Di Sampangan Rumah Produktif Batik Kresna Rumah Produktif Batik Warna Indah Rumah Produktif Batik Mukti Rumah Produktif Batik Jong Rumah Produktif Batik Unggul Jaya Rumah Produktif Batik Teratai Indah Tabulasi Data Rumah Produktif Di Sampangan Karakter Etnisitas Masyarakat Pekalongan Karakter Etnisitas Jawa Di Kauman Pekalongan v
66 66 68 72 75 78 81 85 87 89 92 93 95 96 99 101 103 105 107 108 110 112 114 116 117 118 121 122 123
5. 11. 2. 5. 11. 3. 5. 12. 5. 12. 1.
Karakter Etnisitas Keturunan Arab Di Sugihwaras Karakter Etnisitas Cina Di Sampangan Studi Banding Rumah Produktif Di Lasem Rembang
BAB VI
PENILAIAN RELASI POLA TATA RUANG RUMAH PRODUKTIF BATIK DAN KARAKTER ETNISITAS PENGHUNI
6. 1. 6. 2. 6. 2. 1. 6. 2. 2. 6. 2. 3. 6. 2. 4 6. 2. 5. 6. 3. 6. 4. 6. 4. 1. 6. 4. 2. 6. 4. 3. 6. 4. 4. 6. 4. 5. 6. 5. 6. 6. 6. 6. 1. 6. 6. 2. 6. 6. 3. 6. 6. 4. 6. 6. 5. 6. 6. 6. 6. 7. 6. 8. 6. 9. BAB VII
124 126 128 128
Rumah Produktif Batik Di Pekalongan Rumah Produktif Etnis Pribumi Kauman Rumah Produktif Batik Faza Rumah Produktif Batik Bella Rumah Produktif Batik Riska Rumah Produktif Batik Falma Rumah Produktif Batik Mufti Model Rumah Produktif Di Kauman Rumah Produktif Keturunan Etnis Arab Sugihwaras Rumah Produktif Batik Madu Bronto Rumah Produktif Batik Luza Rumah Produktif Batik Huza Rumah Produktif Batik Pisang Bali Rumah Produktif Batik Khanaan Model Rumah Produktif Di Sugihwaras Rumah Produktif Keturunan Etnis Cina Di Sampangan Rumah Produktif Batik Kresna Rumah Produktif Batik Warna Indah Rumah Produktif Batik Mukti Rumah Produktif Batik Jong Rumah Produktif Unggul Jaya Rumah Produktif Teratai Indah Model Rumah Produktif Batik Di Sampangan Karakter Etnisitas Penghuni Penilaian Relasi
132 133 134 136 138 139 141 143 144 144 146 147 149 151 153 154 154 155 157 159 160 162 163 164 169
KESIMPULAN
171
vi
vii
RELASI KARAKTER ETNISITAS PENGHUNI DENGAN BENTUK ARSITEKTUR RUMAH PRODUKTIF BATIK SEBAGAI FUNGSI CAMPURAN Obyek Studi: Kauman, Sugihwaras, Sampangan
ABSTRAK Penelitian ini berfokus pada relasi antara pola tata ruang rumah produktif batik dengan karakter etnisitas penghuni; adapun yang dimaksud dengan rumah produktif adalah rumah yang berfungsi sebagai hunian dan sebagai tempat untuk mencari nafkah. Rumah Produktif yang menjadi fokus, adalah yang berkaitan dengan produk batik, dengan pertimbangan bahwa batik merupakan warisan budaya Indonesia yang diakui secara Internasional; lokasi pengamatan adalah di kota Pekalongan Jawa Tengah. Pekalongan terletak di Pantai Utara Pulau Jawa dikenal sebagai Kota Batik; dimana produk batik yang ada di Pekalongan dikenal dengan keunikan dan kehalusannya yang pengerjaannya dilakukan oleh pengusaha kecil dan menengah dengan menggunakan rumahnya sebagai tempat produksi. Kondisi demikian menjadikan Kota Pekalongan mempunyai semboyan BATIK. Sebagai kota pelabuhan, pada masa lampau Kota Pekalongan menjadi tempat singgah bagi pedagang dari Eropa, Timur Tengah dan Asia/Cina, oleh karena itu penduduknya berkembang menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok penduduk pribumi, kelompok keturunan etnis Arab dan kelompok keturunan etnis Cina/Tionghoa. Ketiga kelompok etnis di Pekalongan mempunyai aktivitas memproduksi atau distribusi produk batik dan telah berlangsung secara turun temurun. Aktivitas yang berkaitan dengan produk batik yang dilakukan pada Rumah Produktif dari tiga jenis etnis penghuni (pribumi, keturunan etnis arab dan keturunan etnis cina) akan ditelusuri mengenai relasi yang terjadi antara pola tata ruang rumah produktif dengan karakter etnisitas penghuninya. Penelusuran mengenai relasi antara pola tata ruang rumah produktif batik dengan karakter etnisitas penghuni, mengacu pada paham filosofi Rasionalisme dalam arsitektur, yang memerlukan proses observasi secara empiris dalam rangka menelaah obyek studi. Telaah obyek studi menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Hasil telaah akan mengungkap ‘bagaimana’ dan ‘mengapa’ relasi yang terbentuk antara pola tata ruang rumah produktif dengan karakter etnisitas penghuninya. Observasi dilakukan pada tiga lokasi di pusat kota Pekalongan. Tiga lokasi yang menjadi obyek studi mempunyai ciri khusus pada etnisitas penghuninya yaitu berciri penduduk pribumi, berciri keturunan etnis Arab dan berciri keturunan etnis Cina. Temuan yang diperoleh berupa tipe relasi terbuka, menengah dan tertutup antara pola tata ruang rumah produktif batik dengan karakter etnisitas penghuni. Hasil temuan diharapkan dapat memberi kontribusi pada khasanah teori maupun aplikasi. kata kunci: rumah produktif, karakter etnisitas, Pekalongan.
ii
RELATION BETWEEN CHARACTER OF ETHNICITY OF RESIDENTS WITH PRODUCTIVITY OF BATIK AND HOUSING ARCHITECTURAL IN PEKALONGAN - INDONESIA Object of study: Kauman, Sugihwaras, Sampangan ABSTRACT
This study focuses on the correlation between the rooms pattern of batik productive house with that of the ethnicity of the occupants; whereas productive house os a house that serves as a shelter as well as a place to earn a living. The city of Pekalongan in Central Java functions as the area of observation where the productive house is located and is associated with batik products as the cultural heritage which is recognized internationally. Pekalongan known as Kota Batik, is located on the North Coast of Java, where the product of batik is acknowledged for its uniqueness and smoothness which is usually being operated by small and medium businesses from their residences as a place of production. As a result, Pekalongan is well-known for its motto BATIK Pekalongan. In the past Pekalongan as a port city became a haven for merchants from Europe, the Middle East and Asia/China. It is, therefore reasonable that the population evolved into three ethnics groups, namely the indigenous groups, ethnic groups of Arab descent and ethnic group of Chinese descent. All of these three ethnic groups ran batik production activities as well as batik products distribution which has been undergone for generations. This study investigates the activities related to batik products that have been produced in the productive house of three ethnic groups (indigenous, Arabic and Chinese) in order to seek relationship that occur between the character of ethnic groups with that of the pattern of the productive house. The philosophy of rationalism in architecture is applied in order to explore correlation between the two respected variables which requires empirical observation process. This study is qualitative in nature, focusing on the case-study approach that needs to reveal the how and why correlation that exist between room pattern of productive house and the ethnicity of the residences. Data gathered from the three locations provides specific features on the ethnic population is characterized by the indigenous descents. Arabic descents, and Chinese descents. The findings provide a type of relation between the pattern of productive house and the ethnic character of the occupants. It is expected that the result of this study will be beneficial to the development of theory and practice in the field of architecture. keywords: productive house, ethnicity character, Pekalongan
iii
1
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian. Indonesia yang membentang dari Sabang hingga Merauke, sampai tahun 2014 yang lampau diperkirakan mempunyai jumlah penduduk 241.452.952 juta jiwa (CIA World Factbook). Jumlah penduduk yang demikian banyak terdiri dari berbagai suku serta etnis. Di Pulau Jawa dikenal adanya suku Sunda (berasal dari Jawa Barat), suku Jawa (berasal dari Jawa Tengah dan Jawa Timur) dan suku Madura (berasal dari Pulau Madura). Selain berdasarkan suku, penduduk di Pulau Jawa ada yang berasal dari keturunan etnis Arab dan etnis Cina. Keberadaan penduduk keturunan etnis Cina di Indonesia sudah sejak abad pertama, dan keberadaan penduduk keturunan etnis Arab sejak abad 13. Kedatangan kedua etnis yaitu Cina dan Arab ke Indonesia memerlukan perjalanan yang cukup panjang, karena untuk mencapai daratan Indonesia diperlukan waktu yang cukup lama (dalam hitungan bulan atau tahun). Oleh karena perjalanan panjang yang telah ditempuh serta dalam rangka mencari kehidupan yang lebih baik dengan cara berdagang, kehadiran etnis Cina dan Arab terus berlanjut sampai sekarang dan telah menjadi bagian dari penduduk Indonesia. Kegiatan perdagangan yang dilakukan keturunan etnis Arab dan keturunan etnis Cina berlangsung turun temurun sampai saat ini. Kegiatan perdagangan berupa usaha secara mandiri telah dilakukan oleh penduduk di Indonesia, dan merupakan salah satu usaha untuk memenuhi kebutuhan hidup; dimana kegiatan/usaha secara mandiri menjadi bagian dari penyediaan lapangan pekerjaan, mengingat sekitar 66% penduduk Indonesia saat ini merupakan penduduk usia produktif yang memerlukan lapangan pekerjaan (data Badan Pusat Statistik tahun 2014). Lapangan pekerjaan yang disediakan oleh Pemerintah dan swasta belum dapat menampung keseluruhan angkatan kerja, sehingga pemenuhan lapangan pekerjaan diusahakan secara mandiri.
2
Usaha secara mandiri dilakukan karena dalam rangka melanjutkan usaha yang telah dilakukan oleh keluarga atau merintis usaha sendiri. Usaha mandiri dengan memanfaatkan potensi lokal, merupakan aktivitas yang relatif tahan terhadap gejolak perekonomian (Kompas.com – Rabu 28 Maret 2012, diakses 12 April 2016), karena: 1. Usaha mikro, kecil dan menengah menghasilkan barang konsumsi dan jasa yang dekat dengan kebutuhan masyarakat. 2. Pelaku usaha memanfaatkan sumber daya lokal mulai dari sumber daya manusia, modal, bahan baku dan peralatan. 3. Usaha mikro, kecil dan menengah tidak menggunakan dana pinjaman dari bank. Lapangan pekerjaan yang disediakan oleh Pemerintah dan swasta pada umumnya menyediakan ruang untuk bekerja pada suatu bangunan dalam bentuk gedung perkantoran, baik yang bertingkat rendah, bertingkat sedang atau bertingkat tinggi. Kegiatan berdagang atau usaha mandiri/aktivitas ekonomi yang dilakukan secara mandiri, menggunakan ruang kerja sesuai dengan kondisi sosial dan ekonomi dari masing-masing pelaku usaha. Salah satu tempat/ruang kerja untuk melakukan usaha secara mandiri atau usaha turun temurun adalah rumah tinggalnya; rumah yang demikian disebut sebagai rumah produktif. Rumah Produktif mempunyai bentuk rumah yang beragam, ada yang terdiri dari satu lantai, dua lantai atau lebih, terutama berbentuk rumah toko/ruko. Rumah toko/ruko yang terdiri lebih dari satu lantai pada umumnya dilantai dasar digunakan untuk bekerja/usaha sedangkan lantai bagian atas digunakan untuk ruang berhuni. Model lain dari rumah produktif adalah rumah yang hanya terdiri dari satu lantai, untuk bekerja/usaha menggunakan ruang yang berada dibagian depan, samping atau bagian belakang, dan ruang berhuni menempati bagian yang lain. Fenomena rumah produktif di Indonesia, dapat ditemui di berbagai tempat, karena jumlah Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) sampai tahun 2012 sebanyak 56.534.000 buah
3
(sumber: Badan Pusat Statistik) hal tersebut disebabkan oleh aktivitas ekonomi yang diusahakan secara mandiri/perdagangan dilakukan secara turun temurun, juga akibat keterbatasan lapangan pekerjaan formal. Lapangan pekerjaan formal yang terbatas, menjadikan penduduk berusaha untuk menciptakan lapangan pekerjaan sendiri, dengan memanfaatkan sumber daya lokal. Pengembangan sumber daya lokal, diharapkan dapat menghasilkan produk yang menjadi ciri khas suatu kota/daerah dan diminati oleh konsumen, baik di dalam maupun luar negeri. Salah satu produk lokal sebagai hasil dari aktivitas rumah produktif yang telah dikenal dan diakui secara internasional adalah produk batik. Produk batik menjadi fokus penelitian karena batik telah diakui secara Internasional sebagai warisan budaya Indonesia pada tanggal 02 Oktober 2009 dan keberlanjutannya menjadi tanggung jawab masyarakat, baik produsen, konsumen dan Pemerintah. Selain itu produk batik mempunyai beberapa cara pembuatan, seperti: batik tulis, batik cap dan batik printing. Rumah Produktif (rumah dengan fungsi campuran untuk berhuni dan bekerja) dengan produk batik mempunyai kekhususan dalam pengelolaan, terutama pengelolaan dalam ruang, waktu, tenaga kerja, modal dan lingkungan. Pengelolaan dalam penggunaan ruang untuk hunian dan bekerja hal ini berkaitan dengan kenyamanan berhuni dimana kemungkinan terjadi penggunaan ruang yang sama untuk berhuni dan bekerja, pengelolaan waktu dimana fleksibilitas sangat tinggi karena waktu kerja diatur oleh pemilik usaha ataupun waktu kerja yang tertib, pengelolaan tenaga kerja dari anggota keluarga maupun bukan anggota keluarga dapat dilakukan sesuai dengan aktivitas yang dijalankan pada rumah produktif, pengelolaan bidang modal merupakan ketaatan pelaku usaha untuk memisahkan antara keuangan dalam rumah tangga serta keuangan dalam usahanya dan yang terakhir adalah pengelolaan lingkungan fisik dan sosial berkaitan dengan aktivitas yang dijalankan.
4
Penelitian ini mengambil lokasi di kota Pekalongan, karena kota Pekalongan mempunyai keunggulan dalam produk batik (Harian Kompas, 13 April 2016), sebagai Kota cikal bakal terbentuknya Gabungan Koperasi Batik Indonesia (GKBI), memiliki penunjang lain berupa Museum Batik dan Pendidikan dalam konsentrasi pengembangan Batik di Universitas Pekalongan serta kota yang mempunyai semboyan BATIK (bersih, aman, tertib, indah, komunikatif/kreatif). Kawasan yang menjadi obyek penelitian adalah Kauman, Sugihwaras dan Sampangan, dimana pada kawasan ini mempunyai kekhususan pada penghuninya yaitu penduduk pribumi di Kauman, penduduk keturunan etnis Cina di Sampangan dan penduduk keturunan etnis Arab di Sugihwaras. Ketiga jenis etnis yang mewakili penduduk kota Pekalongan menjadi obyek pengamatan karena aktivitas mereka yang berkaitan dengan produk batik, masih berlangsung hingga saat ini dan diharapkan dapat terus berlanjut dalam rangka meningkatkan pendapatan daerah. Penduduk pribumi/suku Jawa sebagai obyek penelitian dianggap mewakili penduduk kota Pekalongan secara umum; penduduk keturunan etnis Cina kehadirannya di Pulau Jawa diawali dengan aktivitas berdagang dan dianggap mewakili etnis yang menguasai perdagangan di Indonesia saat ini (berdasarkan data peringkat tertinggi pembayar pajak tahun 2016 – bisniskeuangan.kompas.com); dan penduduk keturunan etnis Arab, sejak kehadirannya di Pulau Jawa mempunyai aktivitas berdagang dianggap mewakili pengusaha batik yang ada di kota Pekalongan. Penduduk suku Jawa, penduduk keturunan etnis Arab dan keturunan etnis Cina di Pekalongan mempunyai karakteristik yang berbeda. Karakteristik yang berbeda ini menjadikan aktivitas khususnya yang berkaitan dengan mencari nafkah secara mandiri mempengaruhi rumahnya yang dijadikan sebagai tempat untuk mencari nafkah. Dengan demikian, perlu dilakukan penelitian tentang relasi antara pola tata ruang rumah dengan
5
fungsi campuran (berhuni dan bekerja) dan etnisitas penghuni sebagai pengguna yang berperan sejak awal keberadaan rumah produktif batik. 1.2. Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian. Ruang lingkup penelitian yang dilakukan mempunyai fokus pada relasi antara pola tata ruang rumah produktif batik dengan karakter etnisitas penghuni di kota Pekalongan. Kota Pekalongan menjadi lokasi penelitian, karena kota ini merupakan penghasil produk batik terkenal ketiga di Indonesia (sindonews.com – Koran Sindo 13 November 2014), selain itu kota Pekalongan mempunyai sejarah yang cukup panjang dalam hal batik, mempunyai fasilitas penunjang pengembangan produk batik (museum dan pendidikan) serta mempunyai sebutan sebagai kota Batik. Selain sebagai kota penghasil batik, Pekalongan yang merupakan pelabuhan dagang menjadi tujuan para pedagang dari Eropa, Timur Tengah dan Cina, sehingga di Pekalongan mempunyai penduduk dari beberapa etnis, yaitu pribumi, keturunan etnis Arab dan keturunan etnis Cina. Dengan demikian penelitian yang dilakukan mempunyai ruang lingkup mengenai rumah produktif khusus produk batik dan karakter etnisitas penghuni di Pekalongan. Batasan fisik penelitian adalah rumah produktif batik di Kauman, Sugihwaras dan Sampangan; dengan pola tata ruang masing-masing rumah produktif, termasuk hubungannya dengan aktivitas proses produksi sampai dengan distribusi yang terjadi, serta pengelolaan dalam hal ruang, waktu, tenaga kerja, modal dan lingkungan (limbah) Batasan non fisik adalah karakter etnisitas penghuni, yaitu jawa/pribumi, keturunan Arab dan keturunan Cina. 1.3. Posisi Penelitian Posisi penelitian terhadap penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, akan terlihat pada tabel 1.1, 1.2, 1.3 dan 1.4 yaitu yang berkaitan dengan rumah produktif, etnisitas penghuni, Kota Pekalongan dan batik.
6
Penelitian yang berkaitan dengan Rumah Produktif Tabel 1.1. Penelitian yang berkaitan dengan Rumah Produktif
Tahun
Nama
Judul
Topik/ Kesimpulan
2013
Iwan Wibisono – Jurnal Ruas, Vol 11, no 2, Desember 2013
Tingkat dan Jenis Perubahan Fisik Ruang Dalam Pada Rumah Produktif (UBR) Perajin Tempe Kampung Sanan, Malang
Perubahan fisik dan jenis ruang dalam, memiliki tiga tingkat yaitu : minimal, menengah dan maksimal.
2012
Wiwik Wahidah Osman & Samsuddin Amin – Prosiding 2012 – Hasil Penelitian
Rumah Produktif : Sebagai Tempat Tinggal dan Tempat Bekerja di Permukiman Komunitas Pengrajin Emas; Pola Pemanfaatan Ruang Pada Usaha Rumah Tangga
Fungsi rumah selain untuk berhuni juga sebagai tempat usaha dengan penyesuaian pada pola ruangnya
2010
Taufiqurrahman, M Faqih, Hari Purnomo – Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota
Perubahan Pola Tatanan Ruang Rumah Tinggal sebagai akibat kegiatan Industri Rumah Tangga. Studi Kasus : Pengrajin Logam di Desa Ngingas, Kecamatan Waru – Kabupaten Sidoarjo
Terjadi pergeseran fungsi ruang, diikuti dengan dampak yang ditimbulkan
2005
Aryanti Dewi, Antariksa, San Soesanto – Jurnal Dimensi – Vol. 33 no 1
Pengaruh Kegiatan Berdagang terhadap Pola Ruang dalam Bangunan Rumah-Toko di Kawasan Pecinan Kota Malang
Perubahan yang terjadi pada pola ruang dalam, ada pada tingkat sedang terutama pada ruang hunian yg digunakan untuk dagang
2003
Lalu Mulyadi, Suryo Tri Haryanto, A Murti Nugroho – Laporan Penelitian ITN Malang
Perubahan Fisik Rumah Tinggal dengan adanya UBR pada Rumah Tangga di Kampung Sanan Kota Malang
Perubahan Tata Fisik dapat bersifat permanen atau non permanen, tergantung dari konsep ruang dan konsep teritorinya
Penelitian yang berkaitan dengan Karakter Etnisitas Penghuni Tabel 1.2. Penelitian yang berkaitan dengan Etnisitas Penghuni
Tahun
2012
Nama
Aulia Ayu Riandini Bulkia
Judul
Pola Pergerakan Etnis Arab di Surakarta, Kasus : Kecamatan Pasar Kliwon
Topik/Kesimpulan
- Ajaran Islam sebagai pedoman - Laki-laki pergerakannya lebih luas - Ruang gerak perempuan sesuai kondisi sosial yang disandangnya
7
2010
Stevanus Kurniawan
Pemaknaan Ruko Sebagai Hunian oleh Masyarakat Tionghoa
- Lokasi tinggal (pecinan) lebih mempertahankan tradisi dibandingkan dengan yang tinggal didaerah urban
2002
Sri Puji Astuti
Rumah Tinggal Etnis Keturunan Arab di Pekalongan, Kasus : Sugihwaras
- Ajaran Agama Islam sebagai pedoman - Konsep : Hablum Minallah, Hablum Minannas, Hablum Minal Alamien
2012
Lusiana Andriani Lubis
Komunikasi Antar Budaya Etnis Tionghoa dan Pribumi di Kota Medan
- Masing-masing etnis berpedoman pada kepercayaan, nilai/norma dan perilaku yang terbentuk dilingkungannya, perubahan terjadi bila ada perkawinan antar etnis, dimana masing-masing saling menyesuaikan
Penelitian yang berkaitan dengan Kota Pekalongan Tabel 1.3. Penelitian yang berkaitan dengan Kota Pekalongan Tahun
Nama
Topik/ Kesimpulan
2013
Nurwantoro dkk
Analisis Kepemimpinan Perusahaan Keluarga di Sentra Batik Pekalongan Kampung Arab Sugihwaras Sebagai Pembentuk Arsitektur Kota Pekalongan.
2013
Lubis BU, Primasari, Adenan
2011
Agustiningrum
Ekspektasi Peran Klaster Batik Pekalongan dalam Pengembangan Klaster Regional Sapta Mitra Pantura
2010
Meilani Sari Putri
Fungsi Museum Batik Pekalongan Sebagai Sarana Pewarisan Budaya Kerajinan Batik Bagi Pelajar di Pekalongan
Penelitian yang berkaitan dengan Batik Tabel 1.4. Penelitian yang berkaitan dengan Batik Tahun
Nama
2011
Ratih Kusumawardani dkk
2011
Siti Mumun Muniroh
2011
Shabila Anjani
2010
Naniek Widayati
Topik/Kesimpulan Kajian Karakteristik Kampung Batik Laweyan, sebagai Kampung Tradisional di Kota Solo Psikologi Keberlanjutan Sekolah, Pekerja Anak di sektor batik Design of Ergonomic Stool (dingklik) For Batik Crafters Settlement of Batik Entrepreneurs in Surakarta
8
Sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan terdahulu, yang dibahas pada penelitian yang berkaitan dengan
rumah produktif adalah mengenai perubahan fisik pada rumah
tinggalnya. Penelitian mengenai etnisitas, topik dan kesimpulannya berkaitan dengan agama atau kepercayaan, nilai/norma dari etnisnya dan perilaku dari individunya; penelitian mengenai Kota Pekalongan, topik pembahasan mengenai bangunan (Museum) serta sudut pandang dari sisi perkotaan (ciri-ciri kota). Pembahasan pada penelitian mengenai Batik, mengenai permukimannya serta perlengkapan untuk membatik. Penelitian mengenai relasi antara pola tata ruang rumah produktif batik dengan karakter etnisitas penghuni di Kauman, Sugihwaras dan Sampangan - Pekalongan, merupakan penelitian yang belum pernah dilakukan sebelumnya (tabel 1.5) Tabel 1.5. Posisi Penelitian
Topik/Hasil
Penelitian Rumah Produktif
Penelitian Etnisitas Penghuni
Penelitian Kota Pekalongan
Penelitian mengenai Batik
- Perubahan fisik pada rumah tinggal. - Perubahan fungsi ruang
Berkaitan dengan agama/kepercayaan, norma-norma dan perilaku etnis tertentu
- Identitas dan
- Kampung Batik - Pekerja batik - Perlengkapan membatik
pengembangan kota
Relasi Pola Tata Ruang Rumah Produktif Batik dan Karakter Etnisitas Penghuni di Kota Pekalongan, merupakan penelitian yang belum pernah dilakukan sebelumnya.
1.4. Premis dan Tesa Kerja Pekalongan sebagai kota pelabuhan yang disinggahi pedagang asing, saat ini penduduknya terdiri dari tiga etnis (pribumi, keturunan etnis Arab dan keturunan etnis Cina), dimana masing-masing etnis mempunyai karakteristik yang berbeda. Sebagai kota yang mempunyai semboyan BATIK, penduduk Pekalongan dikenal mempunyai aktivitas yang berhubungan dengan produk batik. Aktivitas mencari nafkah khususnya yang berkaitan dengan produk batik, pada masyarakat di kota Pekalongan dilakukan dengan menggunakan sebagian dari rumahnya. Rumah yang digunakan untuk berhuni dan untuk mencari nafkah disebut sebagai
9
rumah produktif. Sesuai dengan kondisi ini, maka disusun premis: ‘etnisitas tertentu dalam aktivitas mencari nafkah, khususnya yang dilakukan dengan menggunakan rumahnya sebagai tempat beraktivitas/rumah produktif (produk batik), memberi pengaruh pada pola tata ruang rumah produktifnya’. Dari premis ini dapat diajukan suatu tesa kerja bahwa ‘ada relasi antara pola tata ruang rumah produktif dengan
karakter etnisitas penghuni’; selanjutnya dapat
dinyatakan bahwa terdapat beberapa tipe relasi yang terbentuk antara pola tata ruang rumah produktif batik dengan karakter etnisitas penghuni, mengingat adanya tiga etnis yang menjadi fokus penelitian. 1.5. Pertanyaan Penelitian Guna mengungkap relasi antara pola tata ruang rumah produktif dengan karakter etnisitas penghuni, disusun beberapa pertanyaan penelitian yang dapat membentuk pemikiran secara runtut. Berikut adalah urutan pertanyaan penelitian: 1. Bagaimana pola tata ruang rumah produktif batik dan bagaimana karakter etnisitas penghuni di Kauman, Sugihwaras dan Sampangan ? Jawaban dari pertanyaan ini, akan mengungkap pola tata ruang rumah produktif batik serta karakter etnisitas dari masyarakat di Kauman (pribumi), Sugihwaras (keturunan etnis Arab), Sampangan (keturunan etnis Cina), berdasarkan ciri fisik dan budayanya. 2. Bagaimana relasi antara pola tata ruang rumah produktif batik dengan etnisitas penghuninya ? Jawaban dari pertanyaan ini akan diperoleh melalui analisa kualitatif antara pola tata ruang rumah produktif dengan karakter etnisitas penghuni. 3. Mengapa terjadi bentuk relasi yang demikian ? Jawaban dari pertanyaan ini akan mengungkap konsep rumah tinggal/berhuni dan tempat bekerja dari masing-masing etnis.
10
1.6. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan penelitian adalah: mengungkap tipe relasi antara pola tata ruang rumah produktif batik dengan karakter etnisitas penghuni pada tiga kawasan (Kauman, Sugihwaras dan Sampangan) di Kota Pekalongan. Manfaat penelitian ini adalah: 1. Memperluas pengetahuan teoretis dan empiris mengenai relasi antara pola tata ruang rumah produktif batik dengan karakter etnisitas penghuni melalui sudut pandang arsitektural. 2. Memberi masukan bagi berbagai pihak yang membutuhkan kajian mengenai rumah produktif batik dan karakter etnisitas penghuni. 3. Memberi masukan untuk mempertahankan dan mengembangkan keberlanjutan wilayah perumahan produktif batik (perumahan dengan ciri khusus/kampung wisata). 1.7. Alur Pikir Alur pikir merupakan skema yang dibangun untuk menggambarkan proses penelitian yang dilakukan, dikelompokkan menjadi empat kategori yaitu ranah rasional, ranah teori dan metode, ranah empiris dan temuan. Keempat ranah dalam alur pikir merupakan satu rangkaian proses yang saling terkait, adalah sebagai berikut: 1. Ranah rasional merupakan latar belakang yang menjadi dasar pemikiran dalam penelitian mengenai pola tata ruang rumah produktif batik dengan lokasi di Pekalongan pada tiga kawasan yang berbeda karakter etnisitas penghuninya, yaitu di Kauman (penghuni pribumi/suku Jawa), di Sugihwaras (penghuni keturunan etnis Arab) dan di Sampangan (penghuni keturunan etnis Cina). 2. Ranah metode merupakan ranah teoritik yang terdiri dari beberapa teori dasar dalam upaya membangun alat baca selama proses penelitian.
11
3. Ranah empiris merupakan ranah pengumpulan data serta menganalisanya dengan studi kasus berdasarkan metode kualitatif serta berpedoman pada alat baca yang telah disiapkan dari ranah teori dan metode. 4. Ranah terakhir merupakan temuan, sebagai hasil dari analisa yang dilakukan. Deskripsi dari temuan yang dihasilkan merupakan jawaban atas pertanyaan penelitian yang telah disusun sebelumnya. Keseluruhan alur pikir disusun dalam suatu skema (skema 1) yang terbagi dalam empat lajur, sebagai berikut:
2.Latar Belakang 3.(Fenomena) 4.Rumah produktif batik 5.di Pekalongan berkembang secara turun temurun oleh beberapa etnis (jawa/pribumi, keturunan arab dan keturunan cina)
Kompilasi Teori Dasar
- Mendeskripsikan pola tata ruang rumah produktif batik dan Etnisitas Penghuni. - Memahami & menyusun konsep relasi.
Membangun alat baca/kerangka analisis untuk menilai relasi antara pola tata ruang rumah produktif dengan karakter etnisitas penghuni, dilanjutkan dengan penilaian pada obyek studi
Rasional
Ranah Metode
Skema 1.1. Alur Pikir
Obyek studi adalah: rumah produktif batik di kawasan Kauman, Sugihwaras, Sampangan
Analisa relasi dengan metode Kualitatif , pada 3 obyek studi
Ranah Empiris
mendeskripsikan hasil temuan tentang Relasi antara pola tata ruang rumah produktif batik dengan karakter etnisitas penghuni
Temuan
12
1.8. Metode & Langkah Penelitian Penelitian mengenai relasi pola tata ruang rumah produktif batik dan karakter etnisitas penghuni dilakukan berdasarkan metode kualitatif dan pendekatan studi kasus; adapun tahap penelitiannya sebagai berikut : 1. Memahami teori dasar yang mempunyai relevansi dengan rangkaian proses penelitian. Teori dasar yang digunakan berkaitan dengan konsep lingkungan binaan, psikologi lingkungan, kebudayaan serta teori relasi.
Kompilasi dari teori dasar akan
mengungkap hal-hal yang berpengaruh pada rumah produktif batik dan karakter etnisitas penghuni. 2. Mengidentifikasi dan mendeskripsikan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pola tata ruang rumah produktif khusus produk batik dan etnisitas penghuni. Rumah produktif
diidentifikasi
berdasarkan
zona
aktivitas,
proses
produksi
dan
pengelolaannya. Karakter etnisitas penghuni, ditinjau dengan mengidentifikasikannya sesuai unsur dan wujud kebudayaan serta psikologi lingkungan. 3. Membangun alat baca/kerangka analisis untuk menilai relasi pola tata ruang rumah produktif batik dengan karakter etnisitas penghuni. Alat baca merupakan hasil identifikasi rumah produktif batik dan karakter etnisitas penghuni. 4. Mengintegrasikan alat baca kedalam obyek studi, untuk selanjutnya dilakukan analisis sehingga dapat dideskripsikan relasi yang terbentuk. 5. Menyimpulkan dan mendeskripsikan temuan mengenai tipe relasi pola tata ruang rumah produktif batik dengan karakter etnisitas penghuni. Hal ini akan menjawab pertanyaan penelitian yang telah disusun sebelumnya. 1.9. Pemilihan Obyek Studi 1. Obyek studi ditentukan dengan pertimbangan bahwa Kota Pekalongan mempunyai sejarah panjang dalam perkembangan batik di Indonesia dengan dibentuknya Gabungan
13
Koperasi Batik Indonesia (GKBI) pada tahun 1948 serta penunjang lainnya (museum dan pendidikan). Pertimbangan berikutnya adalah
bahwa eksistensi penduduk di Kota
Pekalongan yang terdiri dari suku Jawa, keturunan etnis Cina dan keturunan etnis Arab dalam hal mencari nafkah khususnya yang berhubungan dengan produk batik, telah berlangsung secara turun temurun. Sebagai gambaran, berikut adalah letak kota Pekalongan di wilayah Jawa Tengah, terlihat pada gambar 1.1.
Gambar 1.1. Posisi Kota Pekalongan di Jawa Tengah Sumber: Pemerintah Prop. Jawa Tengah
2. Pekalongan adalah kota dengan sebutan dan semboyan sebagai Kota BATIK, serta merupakan kota ketiga terbesar di Jawa Tengah yang memiliki industri rumah tangga dengan produk batik. 3. Berdasarkan zona aktivitas, pola kota Pekalongan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu pusat kota, sebagai pusat bisnis dan pinggir kota sebagai daerah penunjang bisnis. 4. Secara administrasi, pada gambar 1.2, Pekalongan dibagi menjadi empat wilayah, yaitu Pekalongan Utara, Timur, Selatan dan Barat.
14
Pekalongan Utara
Pekalongan Barat
Pekalongan Timur
Pekalongan Selatan
Gambar 1.2. Peta Pekalongan dengan 4 (empat) wilayah administrasi Sumber: Pemerintah Kota Pekalongan
5. Lokasi penelitian terletak pada pusat kota (Pekalongan Timur), dimana merupakan pusat bisnis, yang memiliki permukiman berupa kawasan/kampung dengan penduduk asli/pribumi, dan kawasan permukiman perkotaan dengan penduduk keturunan etnis Cina dan penduduk keturunan etnis Arab. 6. Penentuan hunian sebagai unit analisis, berdasarkan kesamaan tipologi fungsi yaitu rumah produktif batik, setiap kampung/lokasi diwakili oleh lima unit hunian. Hunian yang menjadi unit analisis adalah: hunian yang sebagian kecil atau sebagian besar berfungsi untuk aktivitas usaha baik produksi dan atau distribusi produk batik. 1.10. Sistematika Pelaksanaan Penelitian Penelitian dilakukan dengan mengamati fenomena yang terjadi mengenai rumah produktif batik dikota Pekalongan. Selanjutnya dilakukan studi literatur dan observasi mengenai sejarah Kota Pekalongan dan penduduknya. Kemudian disusun suatu proposal untuk dilakukan penelitian mengenai relasi antara pola tata ruang rumah produktif batik dengan karakter etnisitas penghuni. Proses selanjutnya adalah mengompilasi teori dasar untuk dapat membangun alat baca dan menentukan metode penelitian yaitu metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus.
15
Berikutnya dilakukan pengumpulan data mengenai pola tata ruang rumah produktif batik dan perilaku penghuni dari ketiga jenis etnis (pribumi/jawa, keturunan etnis arab dan keturunan etnis cina) yang menjadi obyek penelitian. Berdasarkan alat baca yang telah dibangun dan data yang telah dikumpulkan, dilakukan analisa terhadap pola tata ruang rumah produktif batik dan karakter etnisitas penghuni dari ketiga jenis etnis yang menjadi fokus penelitian. Hasil analisa kemudian dideskripsikan temuannya. Temuan relasi antara pola tata ruang rumah produktif batik dengan karakter etnisitas penghuni, kemudian dirangkum sehingga diketahui tipe relasi yang terbentuk. Untuk melengkapi data, dilakukan studi banding di Lasem (Rembang). Studi banding dilakukan terutama pada rumah produktif batik, yang mempunyai aktivitas produksi dan atau distribusi dan dilakukan oleh masyarakat keturunan etnis cina dan masyarakat pribumi/jawa. Pemilihan lokasi studi banding di Kota Lasem (gambar 1.3 dan 1.4) didasari pemikiran bahwa Kota Lasem dan Kota Pekalongan mempunyai posisi yang sama, yaitu di pantai utara Pulau Jawa; serta produk batik Lasem telah berkembang dalam waktu yang relatif lama dan relatif dikenal oleh masyarakat di Indonesia.
Gambar 1.3. Pekalongan dan Lasem di P. Jawa Sumber : tabloidsergap.wordpress - 02072016
16
Gambar 1.4. Kota Pekalongan dan Lasem di Jawa Tengah Sumber : Propinsi Jawa Tengah
1.11. Sistematika Penulisan Uraian pada bagian ini menjelaskan secara keseluruhan isi dari rangkaian penulisan yang disajikan, adapun urutannya sebagai berikut: Halaman Judul, bagian ini berisi judul penelitian, nama peneliti, promotor dan ko promotor, penguji serta halaman persetujuan untuk dapat dilakukan Sidang Tertutup. Kata Pengantar, bagian ini merupakan ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT dan ucapan terima kasih atas selesainya tulisan sehingga dapat disampaikan dalam Sidang Tertutup. Abstrak, bagian ini merupakan rangkuman dari rancangan penelitian, metode serta hasil penelitian, disertai dengan kata kunci yang berkaitan dengan keseluruhan rangkaian penelitian. Daftar Isi, bagian ini mencakup penjelasan isi buku secara keseluruhan dari awal hingga akhir, termasuk dengan daftar gambar, daftar tabel dan skema. Bab I. Pada bab ini dijabarkan mengenai latar belakang penelitian, pertanyaan penelitian, ruang lingkup dan batasan penelitian, premis dan tesa kerja, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian dan penentuan obyek studi.
17
Bab II. Pada bab ini dijabarkan mengenai beberapa teori yang berkaitan dengan rumah produktif dan karakter etnisitas, serta definisi operasional untuk pelaksanaan penelitian. Bab III. Pada bab ini diuraikan mengenai konsep membaca relasi antara pola tata ruang rumah produktif batik dengan karakter etnisitas penghuni. Bab IV. Pada bab ini dijelaskan mengenai metodologi penelitian dalam kaitannya dengan paradigma, metode, strategi dan pelaksanaan penelitian. Bab V. Pada bab ini diuraikan mengenai lokasi penelitian mulai dari skala kota sampai dengan rumah produktif batik yang menjadi fokus penelitian, serta membahas mengenai karakter etnisitas penghuni yang menjadi obyek pengamatan di Kauman, Sugihwaras dan Sampangan. Bab VI. Pada bab ini dilakukan analisa mengenai relasi antara pola tata ruang rumah produktif batik dengan karakter etnisitas penghuni berdasarkan pengamatan pada tiga lokasi (Kauman, Sugihwaras dan Sampangan). Bab VII. Merupakan bagian yang menjelaskan kesimpulan serta temuan penelitian. Daftar Pustaka, merupakan penjelasan mengenai referensi yang digunakan dalam proses penyusunan, pelaksanaan dan penulisan keseluruhan penelitian, berupa literatur, jurnal, tesis, dan informasi lain yang diunduh dari laman tertentu. Daftar Istilah, merupakan penjelasan dari beberapa kata yang digunakan pada laporan penelitian disertasi ini. Lampiran, merupakan penjelasan tambahan untuk melengkapi uraian yang ada pada bab sebelumnya. Lampiran disini adalah data mengenai nara sumber yang membantu proses penelitian dalam hal survei dan wawancara. Riwayat Hidup, merupakan identitas dari peneliti yang menampilkan profil peneliti.
18
19
BAB II RUMAH PRODUKTIF BATIK DAN KARAKTER ETNISITAS DALAM KONTEKS LINGKUNGAN BINAAN Rumah produktif batik, karakter etnisitas serta Kota Pekalongan merupakan kata kunci yang menjadi fokus pada penelitian disertasi ini. Penjabaran kata kunci diperoleh melalui kompilasi teori yang mendukung proses pelaksanaan penelitian. Teori pendukung dalam penelitian kualitatif, disebut sebagai teori lensa atau teori perspektif, seperti yang disebutkan oleh Creswell (Sugiyono, 2011: 295): “Theoretical lens or perspective in qualitative research: provides an overall orienting lens that used to study question of gender class and race (or other issues of marginalized group). This lens becomes an advocacy perspective that shapes the types of questions asked, informs how data are colleted and analyzed, and provide a call for action or change” Kutipan diatas menyatakan bahwa teori dalam penelitian kualitatif dinamakan teori lensa atau teori perspektif; dimana teori berfungsi membantu peneliti untuk membuat pertanyaan penelitian, memandu pengumpulan data serta analisa data. Teori pendukung dalam kajian ilmu arsitektur menitik beratkan pada pengamatan yang berkaitan dengan lingkungan binaan yaitu bentuk fisik arsitektural dan aspek non fisik yang mempengaruhinya; untuk mengungkap konsep rumah produktif batik dan karakter etnisitas digunakan teori dasar mengenai lingkungan binaan menurut Doxiadis dalam teori Ekistics terdiri dari unsur-unsur: alam, manusia, masyarakat, lindungan dan jejaring (Kuswartojo, Tjuk: 2012). Penjabaran unsur dalam lingkungan binaan adalah sebagai berikut: 1. Alam (tanah, gunung, sungai) sebagai bagian dari tempat berpijaknya suatu fasilitas. 2. Manusia dan 3. Masyarakat bertindak sebagai perancang, pelaku pembangunan, pengguna dan pengelola fasilitas.
20
4. Lindungan sebagai suatu wadah untuk melakukan aktivitas, adapun bentuknya berupa bangunan. Unsur lindungan, merupakan dasar untuk mengungkap konsep rumah produktif. 5. Jejaring dalam bentuk prasarana sebagai penghubung antar fasilitas agar fasilitas dapat digunakan sebagaimana mestinya. 2.1. Rumah Produktif Batik dalam Konteks Lingkungan Binaan. 2.1.1. Rumah dalam konteks Definisi dan Fungsi. Rumah merupakan kebutuhan dasar manusia, berdasarkan tingkat kebutuhan/hierarchy of need (Maslow, 1954), kebutuhan rumah dapat dipandang sebagai: * Physiological needs (kebutuhan secara fisik), yaitu kebutuhan yang paling mendasar disamping kebutuhan akan sandang dan pangan, untuk dapat bertahan hidup. * Safety or security needs (kebutuhan rasa aman), yaitu untuk berteduh dan melindungi diri dari cuaca dan gangguan lainnya. * Social or affiliation needs or the love of belonging needs (kebutuhan berafiliasi), yaitu kebutuhan untuk saling berinteraksi antar anggota keluarga sehingga tercipta hubungan yang solid. * The esteem needs (kebutuhan akan penghargaan), yaitu kebutuhan penghargaan terhadap diri, keluarga dan orang lain atas prestasi kepemilikan rumah, baik rumah sederhana atau rumah mewah sesuai dengan kondisi sosial ekonomi pemiliknya. * Self actualization needs (kebutuhan akan aktualisasi diri), yaitu kebutuhan untuk pengembangan kepribadian setiap anggota keluarga. Tingkat kebutuhan rumah dari setiap manusia atau keluarga sesuai dengan kondisi sosial ekonomi, sehingga setiap manusia atau keluarga mempunyai persepsi yang berbeda terhadap rumahnya. Selain sebagai kebutuhan dasar manusia, rumah dapat didefinisikan sebagai berikut:
21
1. Menurut Undang-undang Nomor 1 tahun 2011 disebutkan bahwa rumah merupakan hak setiap warganegara Indonesia yang pemenuhannya wajib dilakukan oleh Pemerintah, rumah merupakan kebutuhan dasar manusia bersama dengan sandang dan pangan; serta rumah
adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana
pembinaan keluarga. 2. Amos Rapoport mendefinisikan bahwa rumah merupakan gejala budaya sehingga bentuk dan pengaturannya sesuai dengan budaya lokal/setempat. 3. J Turner mendefinisikan (dalam Silas, Johan: 2000) bahwa rumah bukanlah produk sekali jadi, tetapi rumah akan berkembang terus menerus sesuai dengan kondisi sosial, ekonomi dan budaya penghuninya. 4. Zaenudin HM (2015:2) mendefinisikan bahwa: Rumah adalah tempat tinggal utama manusia, kemanapun orang pergi (ke sekolah, kampus, atau kekantor untuk bekerja), pada waktunya ia akan kembali ke rumah. Rumahlah tempat beristirahat, memulihkan tenaga dan pikiran, juga wadah bercengkerama dengan semua anggota keluarga. Rumah tempat menenangkan jiwa. Rumah merupakan kebutuhan paling azazi manusia. Rumah tidak hanya dapat didefinisikan dan dipandang sebagai kebutuhan manusia, tetapi dapat juga ditelaah berdasarkan fungsinya, yaitu: 1. Menurut J Turner (Turner, 1972) rumah mempunyai tiga fungsi yaitu: sebagai penunjang identitas keluarga, sebagai penunjang kesempatan beraktivias dan sebagai penunjang rasa aman. 2. Menurut Johan Silas, rumah mempunyai fungsi yang multi dimensi : •
Sebagai tempat berhuni untuk berlindung dari cuaca dan gangguan lainnya
•
Sebagai tempat berhuni dan tempat untuk mengembangkan diri dan kepribadian penghuninya
•
Sebagai aset yang memiliki nilai ekonomi dan non ekonomi
•
Sebagai modal/tempat untuk mencari nafkah.
22
Rumah yang digunakan sebagai tempat berlindung dan sebagai modal/tempat untuk mencari nafkah dalam bidang yang berhubungan dengan barang/produk (makanan atau non makanan) atau bidang jasa disebut sebagai rumah produktif. Penambahan fungsi pada rumah untuk melakukan aktivitas ekonomi (rumah produktif) yang dilakukan oleh beberapa rumah pada suatu lingkungan, dapat membentuk ikon kota, seperti daerah Wijilan di Jogjakarta yang dikenal dengan lokasi penjualan gudeg, makanan khas Jogyakarta (gambar 2.1). Kondisi demikian ditemui di kota-kota di Indonesia, dimana masing-masing daerah mencoba untuk memperkenalkan produk lokal berupa makanan khas daerah; selain di Jogjakarta, kondisi sejenis ditemui juga di kota Brebes, Jawa Tengah yang dikenal dengan produk telur asin. Produk telur asin yang berkembang di Brebes diawali oleh usaha yang dilakukan untuk membuat hasil produksi telur bebek dapat bertahan lebih lama dan usaha ini diikuti oleh warga masyarakat dan akhirnya menjadi produk lokal yang menjadi ciri kota Brebes.
Gambar 2.1. Kawasan Penjual Gudeg di Wijilan Jogyakarta.
Kondisi serupa ditemui juga di Kota Tasikmalaya - Jawa Barat, dimana terdapat sentra bordir didaerah Kawalu karena penduduk diwilayah tersebut mempunyai usaha bordir dirumahnya. Usaha/aktivitas ekonomi dalam bidang bordir yang dilakukan secara bersama dalam suatu wilayah, menjadi ciri kota Tasikmalaya. Contoh diatas merupakan produk lokal dalam bentuk makanan ataupun non makanan yang dihasilkan oleh rumah produktif dan menjadi ciri kota dan terkadang menjadi produk untuk buah tangan.
23
Penelitian ini fokus pada produk yang telah diakui secara internasional, yaitu produk batik, selanjutnya disebut sebagai ‘rumah produktif batik’ 2.1.2. Rumah Produktif Batik dalam Perspektif Psikologi Lingkungan. Kajian dalam ilmu arsitektur, fokus pada pengamatan yang berkaitan dengan lingkungan binaan, adapun yang dimaksud dengan lingkungan binaan mulai dari skala yang terkecil (ruang) sampai dengan skala besar (kota). Suatu ‘ruang’, dapat disebut sebagai lingkungan binaan dalam skala kecil, seperti ruang tidur pada suatu rumah tinggal; sampai dengan ruang dalam skala besar yaitu ruang perkotaan. Pendekatan mengenai ruang mengalami perubahan dari waktu ke waktu; saat ini dikenal adanya tiga model pendekatan (Setiawan B, Hariadi 2014: 10), yaitu: 1. Pendekatan ekologis, yang menekankan bahwa ruang sebagai suatu kesatuan ekosistem dan komponen-komponen ruang saling terkait dan berpengaruh secara mekanistis. 2. Pendekatan ekonomi dan fungsional, menekankan ruang sebagai wadah fungsional untuk berbagai kegiatan, dengan menggunakan analisis ekonomi untuk pertimbangan antara permintaan dan kebutuhan. 3. Pendekatan sosial-politis, dimana ruang tidak hanya dimanfaatkan untuk produksi tetapi dimanfaatkan juga untuk kepentingan kekuasaan. Ketiga pendekatan yang telah disebutkan, tidak mengakomodasi beberapa hal yang berkaitan dengan manusia, seperti aspek sosial, budaya, perilaku, distribusi dan keadilan dalam pemanfaatan ruang (Setiawan B, Hariadi 2014: 14); hal ini merupakan pendekatan psikologi lingkungan. Pendekatan ‘ruang’ pada rumah produktif batik mengacu pada konsep psikologi lingkungan yaitu dengan mempertimbangkan manusia dalam aspek sosial, budaya dan perilaku. 2.1.3. Rumah Produktif Batik dalam Perspektif Tipologi Bangunan
24
Menurut Doxiadis dalam teori Ekistics, salah satu unsur lingkungan binaan, adalah lindungan (shell). Lindungan atau selanjutnya disebut sebagai bangunan/building, dibentuk untuk mewadahi aktivitas yang dilakukan oleh manusia. Bangunan yang telah terbentuk, merupakan suatu karya arsitektur yang mempertimbangkan aspek lingkungan dan manusia, tentunya telah memperhatikan unsur-unsur keindahan, kekuatan dan kegunaan (Vitruvius). Suatu karya arsitektur dalam bentuk bangunan, menurut Amos Ih Tiao Chang (1981), dalam The Tao of Architecture, mengandung 3 (tiga) aspek, yaitu fungsi, bentuk dan tema. Fungsi suatu bangunan menunjukkan aktivitas yang diwadahinya. Bentuk dan tema suatu bangunan menunjukkan teknologi dan kreativitas perancangnya. Penilaian suatu karya arsitektur dalam bentuk bangunan dapat dilihat berdasarkan tipologinya, yaitu penilaian dengan cara mengurai suatu bangunan berdasarkan kesamaan unsur-unsurnya. Kesamaan unsur dari suatu bangunan dapat dikelompokkan menjadi: kesamaan fungsi, kesamaan bentuk dasar massa bangunan, kesamaan bentuk atap, kesamaan bentuk tampak, kesamaan zona ruang, kesamaan material tampak bangunan, kesamaam struktur & konstruksi serta kesamaan tema bangunan. Penilaian rumah produktif batik dalam tipologi bangunan berkaitan dengan kesamaan dalam fungsi bangunan dan zona ruang. 2.1.4. Rumah Produktif Batik dalam Perspektif Pola, Proses dan Pengelolaan. 1. Rumah Produktif Batik dalam Perspektif Pola Berdasarkan perbandingan ruang yang digunakan untuk berhuni dan yang digunakan untuk melakukan aktivitas ekonomi/bekerja (Silas, Johan, 2000: 233), pola rumah produktif batik mempunyai tiga tipe (tabel 2.1), yaitu: 1. Tipe campuran, dimana rumah tinggal menjadi satu dengan ruang usaha; rumah tinggal menjadi fungsi yang utama. Akses untuk rumah tinggal sama dengan akses menuju ruang usaha.
25
2. Tipe berimbang, rumah dipisahkan dengan tempat kerja/aktivitas ekonomi pada bangunan yang sama; dalam hal ini ada kepentingan yang sama antara rumah sebagai hunian dan rumah sebagai tempat bekerja. Akses untuk rumah tinggal berbeda dengan akses menuju ruang usaha. 3. Tipe terpisah, pada tipe ini tempat kerja merupakan hal yang dominan; tempat tinggal diletakkan pada bagian depan atau belakang bahkan terkadang pemilik tinggal ditempat terpisah dan rumah tersebut digunakan oleh pekerja. Akses untuk rumah tinggal berbeda dengan akses menuju ruang usaha. Tabel 2.1. Rumah produktif batik berdasarkan pola/ciri
Tipe
Campuran
Berimbang
Terpisah
Tipe 1 Berhuni
Bekerja
Tipe 2 Berhuni Bekerja
Tipe 3 Berhuni
Bekerja
2. Rumah Produktif Batik dalam Perspektif Proses Jenis aktivitas ekonomi yang dilakukan dirumah produktif antara lain: produksi atau pengadaan atau membuat suatu produk tertentu; melakukan penjualan produk dapat disebut juga sebagai distribusi produk; dan usaha dalam bidang jasa. Berdasarkan proses yang
26
dilakukan untuk menghasilkan suatu barang, rumah produktif batik dapat dikelompokkan menjadi: 1. Rumah produktif yang mewadahi persiapan produksi. 2. Rumah produktif yang melakukan proses produksi. 3. Rumah produktif yang menyimpan barang pasca produksi. 4. Rumah produktif yang melakukan distribusi hasil produksi. Fokus penelitian adalah rumah produktif batik dengan produk batik yang terdiri dari batik tulis, batik cap dan batik printing; berikut adalah proses produksi sampai dengan distribusi produk batik: 1. Persiapan Produksi, yaitu menyiapkan bahan-bahan berupa kain mori, lilin/malam, gambar pola atau alat cap. 2a. Proses Produksi, yaitu pembuatan batik tulis: a. Proses produksi batik tulis terdiri dari 10 langkah sebagai berikut: * Memotong dan membersihkan kain (Ngemplong)kain mori yang telah dipotong sesuai dengan panjang yang diinginkan (gambar 2.2), kemudian dicuci untuk membersihkan lapisan lilin. * Membuat pola (Nyorek) yaitu membuat gambar motif batik dengan cara mencontoh dari motif yang ada atau berkreasi dengan motif baru (gambar 2.3). * Menorehkan bahan malam/lilin (Mbatik), diawali dengan kain yang telah diberi pola digantungkan pada sebuah kayu/galangan untuk proses memberi lilin/malam dengan menggunakan canting (gambar 2.4). * Menutupi bagian kain yang tidak boleh terwarna (Nembok) dimana bagian pada pola tersebut diberi lapisan malam/lilin yang lebih tebal. * Mewarnai kain (Medel), proses ini dapat dilakukan beberapa kali sesuai dengan warna yang diinginkan, pewarnaan dapat menggunakan warna alam atau menggunakan pewarna
27
dari zat kimia khusus untuk kain. Proses ini dilakukan dengan cara mencelupkan kedalam bak yang telah diisi warna atau dengan cara menorehkan dengan kuas pada pola kain. * Mengerok lapisan malam (Ngerok), proses ini adalah menghilangkan lilin dengan cara mengeroknya secara perlahan dengan menggunakan lempengan logam. * Menjemur kain (Mbirah), merupakan proses untuk mengeringkan kain yang telah diberi lilin /malam dan telah diwarna, tempat penjemuran harus didalam ruang/ tertutup atap sehingga tidak terkena sinar matahari yang dapat merupak lapisan lili/malam. * Menutupi bagian kain bermotif (Mbironi), merupakan proses memberi warna biru pada bagian yang diinginkan dimana sebelumnya bagian pola yang lain dilapisi oleh lilin/malam. * Mewarnai kain dengan cairan soga (Nyogan), merupakan proses mewarnai dengan cairan soga dimana kain dicelupkan pada cairan tersebut untuk mendapatkan warna coklat. * Membersihkan kain (Nglorod), merupakan bagian akhir dari proses membuat kain batik yaitu kain dicelupkan dedalam air mendidih untuk menghilangkan seluruh lapisan lilin/malam kemudian kain dicuci dengan air bersih dan dikeringkan dengan cara dijemur (gambar 2.5 dan 2.6). Proses membuat batik tulis tergambar sebagai berikut:
Gambar 2.2. Kain mori dipotong
28
Gambar 2.3. Kain digambar motif
Gambar 2.4. Kain diberi lilin/malam
Gambar 2.5. Proses menghilangkan lilin/malam
29
Gambar 2.6. Proses mencuci dan menjemur
2b. Proses Produksi batik cap: Kain mori yang telah dipotong sesuai ukuran (gambar 2.7), diletakkan diatas meja kerja, selanjutnya motif batik cap ditentukan berdasarkan alat cap dan urutan motif yang diinginkan (gambar 2.8), berikutnya kain diberi lilin/malam dengan menggunakan alat cap, bila diperlukan aneka warna, akan dilakukan dengan menggunakan kuas, proses akhir adalah sama dengan proses pembuatan batik tulis, yaitu membersihkan lilin/malam dengan cara dimasak dengan air mendidih kemudian dicuci dengan air bersih dan dikeringkan dengan cara dijemur, berikut adalah penjelasan dalam bentuk gambar:
Gambar 2.7. Kain mori dipotong
30
Gambar 2.8. Proses Cap dengan motif tertentu
2c. Proses Produksi batik printing: Proses produksi batik printing/sablon diawali dengan menyiapkan kain yang telah dipotong sesuai dengan ukuran yang diinginkan serta membuat motif pada alat print/sablon (gambar 2.9) dan menyiapkan pewarna yang berasal dari bahan kimia khusus untuk kain; selanjutnya dilakukan proses printing/cetak diatas kain. Proses cetak dilakukan dengan beberapa kali sesuai dengan banyaknya warna yang diinginkan pada kain berikutnya setelah warna kering, kain dicuci dan dijemur (gambar 2.10).
Gambar 2.9. Proses membuat batik printing
31
Gambar 2.10. Proses penjemuran batik printing
3. Proses menyimpan hasil produksi/pasca produksi Merupakan bagian dari keseluruhan rangkaian proses. Menyimpan hasil produksi dikelompokkan menjadi dua, yaitu menyimpan hasil produksi yang dihasilkan pada proses produksi pada tempat yang sama atau menyimpan hasil produksi yang diperoleh dari produksi ditempat yang berbeda. 4. Proses distribusi hasil produksi Merupakan rangkaian proses sehingga produksi bisa sampai ke konsumen, proses ini disebut sebagai distribusi, yang dapat dibedakan menjadi: distribusi langsung ke konsumen yang diwadahi dalam bentuk toko/ruang pamer dan atau distribusi melalui pengiriman/ekspedisi. Rumah produktif batik berdasarkan proses, mempunyai dua tipe: 1. Proses lengkap: persiapan produksi, produksi, pasca produksi dan distribusi. 2. Proses tidak lengkap: hanya terdiri proses pasca produksi dan distribusi. Ruang kerja pada rumah produktif batik dapat dibedakan menjadi: - Ruang persiapan produksi, yaitu ruang untuk menyimpan bahan baku berupa kain mori, serta perlengkapan membatik lilin/malam dan pewarna.
32
- Ruang produksi, dengan perlengkapan berupa meja untuk membuat pola atau meja untuk mengerjakan batik cap, kayu gawangan untuk menggantung kain yang dibatik, alat untuk membersihkan lilin/malam berupa tungku dengan alat merendam kain dan alat jemur kain. - Ruang pasca produksi, pada umumnya berupa lemari untuk menyimpan kain ataupun ruang tanpa furnitur. - Ruang distribusi berupa toko, dilengkapi dengan lemari dan penggantung pakaian. Keseluruhan ruang dapat dikelompokkan menjadi ruang yang sifatnya kering dan ruang yang basah (tempat mencuci/membersihkan lilin/malam). Setiap rumah produktif batik mempunyai cara berbeda pada proses produksi sampai distribusi, sesuai dengan kemampuan kondisi ruang, tenaga, waktu dan biaya.
Gambar 2.11. Ruang Persiapan
Gambar 2.12. Ruang membuat motif
33
Gambar 2.13. Ruang Cap
Hubungan ruang yang terbentuk sepanjang proses persiapan (gambar 2.11), proses produksi (gambar 2.12 dan 2.13) sampai dengan proses distribusi adalah hubungan langsung antara bagian persiapan dengan bagian produksi, bagian produksi dengan bagian pasca produksi dan bagian pasca produksi dengan bagian distribusi, seperti pada gambar 2.14, garis merah menunjukkan bahwa tidak semua rumah produktif melakukan proses produksi, karena berbagai pertimbangan yang berkaitan dengan ruang, waktu, tenaga dan biaya.
Persiapan
Produksi
Pasca Produksi
Distribusi
Gambar 2.14. Hubungan Ruang
3. Rumah Produktif Batik dalam Perspektif Pengelolaan Dalam perspektif pengelolaan, rumah produktif batik dibagi menjadi lima macam pengelolaan (Silas, Johan 2000: 270-272): ruang, waktu, tenaga kerja, modal dan limbah: - Tipologi rumah produktif batik dalam pengelolaan ruang, dapat dibagi menjadi: ada ruang yang digunakan bersama untuk berhuni dan bekerja atau tidak ada ruang yang digunakan bersama antara berhuni dan bekerja.
34
- Tipologi rumah produktif batik dalam pengelolaan waktu kerja, dapat dibagi menjadi waktu kerja teratur (menentukan jam awal kerja dan jam akhir kerja), fleksibel (jam kerja sesuai dengan kondisi dan situasi), dan diantara keduanya (mempunyai jam kerja yang tetap, namun menyesuaikan juga dengan kondisi dan situasi). - Tipologi rumah produktif batik dalam pengelolaan tenaga kerja, dapat dibagi menjadi tenaga kerja bukan anggota keluarga dan tenaga kerja anggota keluarga. Pada proses persiapan anggota keluarga berperan sebagai penentu produksi yang akan dihasilkan. Pada bagian produksi pada umumnya anggota keluarga tidak terlibat langsung, tetapi berperan mengawasi keseluruhan rangkaian proses produksi. Pada pasca produksi dan distribusi anggota keluarga bertindak mengatur penyimpanan barang serta distribusinya, dibantu oleh tenaga kerja bukan dari anggota keluarga. apabila menggunakan tenaga kerja/karyawan bukan anggota keluarga, maka waktu kerja yang ditetapkan sesuai dengan aturan yang berlaku yaitu delapan jam perhari; bila tenaga kerja merupakan anggota keluarga, maka waktu kerja menyesuaikan dengan peran sebagai anggota keluarga. - Tipologi rumah produktif batik dalam pengelolaan modal dapat dibagi menjadi modal yang terpisah antara aktivitas berhuni dan bekerja serta modal yang bercampur pada aktivitas berhuni dan bekerja. - Tipologi rumah produktif dengan produk batik dalam pengelolaan limbah, dapat dibedakan menjadi ada atau tidak adanya pengelolaan limbah akibat proses aktivitas yang dilakukan pada rumah produktif batik, terutama yang berkaitan dengan produksi.
35
Gambar 2.15. Zona Rumah Produktif dengan Proses Lengkap (Batik Nulaba – Kauman)
Pada gambar 2.15 merupakan pola/zona rumah produktif batik Nulaba (Kauman) dengan tipe berimbang dimana bagian berhuni terpisah dengan bagian bekerja tetapi masih dalam satu tapak masing-masing Rumah produktif batik Nulaba mempunyai proses yang lengkap mulai dari persiapan, produksi, pasca produksi dan distribusi (dalam bentuk toko). Dalam hal pengelolaan ruang, bagian yang digunakan untuk berhuni dan bekerja terpisah. Pengelolaan waktu kerja yang teratur untuk karyawan yang bukan anggota keluarga; mempunyai tenaga kerja anggota keluarga dan bukan anggota keluarga; pengelolaan modal bekerja dan modal rumah tangga terpisah dan mempunyai pengelolaan limbah yang disediakan oleh Pemerintah kota Pekalongan. 2.1.5. Dasar Pembentukan Bangunan Rumah Produktif Batik Ruang merupakan suatu lingkungan buatan/lingkungan binaan terkecil, sepanjang hidupnya manusia tidak dapat dilepaskan dari ruang; baik ruang dalam skala kecil (ruang tidur/kamar) ataupun ruang dalam skala besar yaitu ruang kota (Setiawan B, Hariadi, 2014:50). Penjenjangan ruang dalam skala kecil sampai dengan skala besar/ruang kota, dipengaruhi oleh kondisi sosial, budaya, ekonomi, politik dan teknologi; hal ini membentuk perilaku manusia. Perkembangan bidang kajian arsitektur lingkungan dan perilaku dimulai oleh para ahli psikologi lingkungan yang dihadapkan pada masalah psikologis manusia yang disebabkan karena aspek lingkungan, baik lingkungan mikro (kamar), meso (rumah dan
36
lingkungannya) maupun makro (kota). Penelitian mengenai arsitektur lingkungan dan perilaku, di Indonesia diarahkan pada (Setiawan B, Hariadi; 2014: 100-104): (1). Penelitian mengenai tekanan lingkungan di Perkampungan Padat Kota. (2). Penelitian mengenai kesumpekan. (3). Penelitian mengenai ruang privat dan publik. (4). Penelitian mengenai rumah susun. (5). Penelitian mengenai pola-pola perumahan tradisional. Pada penelitian ‘Relasi Pola Tata Ruang Rumah Produktif Batik dan Karakter Etnisitas Penghuni di Pekalongan’, mengacu pada butir (3) yaitu ruang sebagai bagian dari suatu rumah tinggal dalam kaitannya terhadap ruang privat dan ruang publik. Penentuan tingkatan ruang privat sampai dengan ruang publik pada rumah tinggal dipengaruhi oleh fungsi ruang serta aktivitas yang dilakukan pada ruang yang dimaksud. Ruang privat pada rumah tinggal direpresentasikan oleh ruang tidur, dimana pengguna adalah khusus anggota keluarga; sedangkan ruang publik direpresentasikan oleh teras bagian depan rumah dimana ruang tersebut dapat diakses oleh orang lain selain anggota keluarga, misalnya tamu. Diantara ruang privat dan ruang publik, dikenal dengan adanya ruang semi publik dan ruang semi privat. Penamaan/sebutan sebagai ruang privat sampai dengan ruang publik didasari oleh teritorial ruang. Adapun ciri teritorial sebagai berikut (Hadinugroho, Dwi Lindarto; 2002): (1). Teritori membuat daerah ruang sebagai yang ditempati. (2). Teritori dimiliki, dikuasai atau dikendalikan oleh satu individu atau sekelompok manusia. (3). Teritori memuaskan beberapa kebutuhan atau dorongan, seperti status. (4). Teritori ditandai secara nyata atau secara simbolik.
37
5. Teritori punya unsur kepemilikan yang cenderung harus dipertahankan atau setidaknya akan menimbulkan perasaan tidak nyaman bila teritorinya terlanggar oleh orang lain. Ruang-ruang yang terdapat pada rumah tinggal dapat diketahui sifatnya, berdasarkan teritori pengguna ruang. Hal ini di sampaikan oleh Hussein El Sharkawy (dalam Lang 1987) yang menyebutan adanya 4 tipe teritori, yaitu: (1) Attached Teritory/ruang personal. (2) Central Teritory/disebut sebagai ruang privat oleh Oscar Newman. (3) Supporting Teritory/ruang semi publik atau ruang semi privat (4) Peripheral Teritory/ruang publik. Pada suatu rumah tinggal, teritori dapat dimulai dari bagian depan rumah, yaitu: teras, yang berada pada bagian depan rumah merupakan ruang yang bersifat publik karena dapat digunakan oleh anggota keluarga ataupun tamu yang berkunjung. Berikutnya adalah: ruang duduk dibagian dalam rumah mempunyai sifat ruang semi publik, kemungkinan ruang ini digunakan juga untuk menerima tamu. Ruang keluarga merupakan ruang yang bersifat semi privat, karena hanya digunakan oleh anggota keluarga dan ruang tidur bersifat privat, karena hanya digunakan oleh anggota keluarga secara personal. Ruang dapur, kamar mandi, gudang, garasi merupakan ruang servis yang menunjang kegiatan rumah tangga. Sifat ruang terjadi karena menyangkut teritorial pribadi dan keluarga. Guna memperjelas uraian mengenai zona pada rumah tinggal, berikut disajikan suatu denah rumah pada gambar 2.16 dengan penjelasan yang dianggap mewakil ruang yang dimaksud. Dalam hal rumah produktif (rumah untuk berhuni dan bekerja), ada dua model yaitu rumah produktif yang menggunakan sebagian halaman rumah untuk bekerja/mencari nafkah dan bentuk lainnya menggunakan bagian lantai dasar untuk bekerja/mencari nafkah (bentuk rumah toko/ruko)
38
Ruang keluarga/ Semi privat
Ruang Tidur/ Ruang Privat
Ruang Servis/ semi privat Ruang Duduk/ semi publik
Teras/Publik
Gambar 2.16. Denah Rumah dan Zona ruang.
Untuk memudahkan pemahaman mengenai konsep rumah produktif pada lingkungan binaan, berikut adalah gambar 2.17 yang menyajikan mengenai rumah, fungsi dan tipe dari rumah produktif.
Susunan Ruang pada rumah : Zona Publik, Semi Publik, Semi Privat, Privat
Ciri-Ciri : - Campuran - Berimbang - Terpisah
Sebagai tempat tinggal Rumah Produktif Rumah (Keb. Dasar Manusia)
Sebagai tempat bekerja
Sebagai aset bernilai ekonomi & non ekonomi
Gambar 2.17. Konsep Rumah Produktif
(Rangkuman Teoritik)
Proses : - Penyiapan & simpan bahan baku - Proses produksi - Penyimpanan hasil - Distribusi Pengelolaan 1. Tempat/ruang 2. Waktu 3. Tenaga Kerja 4. Modal 5. Lingkungan
39
2.2. Karakter Etnisitas Masyarakat dalam Perspektif Lingkungan Binaan. Karakter etnisitas berhubungan dengan unsur manusia dan masyarakat, tetapi tidak dapat lepas dari unsur lindungan, alam dan jejaring. Kelima unsur dalam lingkungan binaan dapat dikelompokkan menjadi tiga unsur yaitu unsur lingkungan meliputi alam, unsur bangunan meliputi lindungan dan jejaring (buatan manusia) dan unsur manusia meliputi manusia secara individu dan masyarakat sebagai suatu komunitas. Sudut pandang dari aspek ‘manusia’ dapat ditinjau dalam hubungannya dengan aspek bangunan dan aspek lingkungan. Bila dikaitkan dengan aspek bangunan, manusia dipandang sebagai pengguna dari suatu bangunan. Suatu bangunan, dalam hal ini merupakan wadah dari aktivitas manusia. Bila aspek manusia dikaitkan dengan lingkungan, maka yang dimaksud dengan lingkungan adalah lingkungan sosial dan lingkungan kultural (Setiawan B, Hariadi: 2014). Lingkungan sosial dan lingkungan kultural merupakan bagian dari pengertian mengenai lingkungan dalam Psikologi lingkungan dimana disebutkan bahwa: lingkungan dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu: lingkungan sosial, lingkungan fisik dan lingkungan kultural (Setiawan B, Hariadi: 2014). Lingkungan sosial adalah interaksi yang terbentuk antara manusia dengan manusia, dimana interaksi antara anggota keluarga merupakan bagian terkecil dalam lingkungan sosial. Lingkungan fisik adalah interaksi antara manusia dengan alam, lindungan dan jejaring (unsur lingkungan binaan); sedangkan lingkungan kultural adalah budaya/kultur, religi/kepercayaan dan perilaku manusia dalam berinteraksi ataupun beraktivitas. Lingkungan, baik sosial, fisik dan kultural merupakan kebutuhan, karena manusia merupakan mahluk sosial yang hidup pada suatu tempat serta memiliki budaya dalam mengembangkan pikiran, sikap dan perasaan. 2.2.1. Karakter Etnisitas Masyarakat dalam Perspektif Kebudayaan. Manusia adalah mahluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna; hal ini tersurat dalam salah satu ayat Kitab Suci Al Qur’an, yaitu dalam Surat Al Israa ayat ke 17, berikut adalah kutipannya:
40
‘Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka didaratan dan dilautan, Kami beri mereka rizki yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan mahluk yang telah Kami ciptakan’ Kelebihan yang sempurna atas diri manusia sebagai ciptaan Nya, tercermin pada jasmani atau raga yang kasat mata, dan pada rohani atau jiwa/psikis atau akal budi yang dapat diketahui dari tindakan yang dilakukannya. Jasmani atau raga manusia terdiri dari badan, anggota tubuh serta pancaindera, sedangkan rohani atau jiwa tercermin dalam akal budi dan pikiran. Manifestasi dari jiwa dan raga (pikiran dan gerakan) disebut sebagai tindakan atau perbuatan. Tindakan atau perbuatan yang dipengaruhi oleh pikiran, perilaku, budi pekerti/etika, budaya dan kepercayaan akan menunjukkan karakter manusia seutuhnya. Karakter manusia, mengacu pada asal-usul kata, ‘karakter’ yang berasal dari bahasa Yunani ‘charassein’ dan ‘kharax’ yang mempunyai pengertian sebagai ‘tools for making’ atau ‘to engrave’. Bila diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia, mempunyai pengertian: ‘mengukir’, yang mempunyai makna memberi/membuat tanda; tanda dalam raga dan tanda dalam tindakan. Kata ‘karakter’ tersebut kemudian digunakan dalam Bahasa Perancis ‘caracter’, dalam Bahasa Inggris ‘character’ dan dalam Bahasa Indonesia ‘karakter’ (Alfred, John dalam Afandi, Rifki: 2011). Menurut Kamus Bahasa Indonesia, karakter adalah ciri-ciri khusus yang mempunyai sifat khas, sesuai dengan perwatakan tertentu. Karakter individu, secara terakumulasi akan membentuk karakter masyarakat. Pemahaman teori mengenai karakter, dapat diketahui melalui dua pendekatan. Pendekatan pertama mengatakan bahwa karakter itu terbentuk sejak kelahiran, seperti warna rambut dan golongan darah; sedangkan pendekatan kedua menyatakan bahwa karakter manusia itu terbentuk berdasarkan proses seumur hidup melalui interaksi dengan orang lain, lingkungan serta budaya. Dengan demikian, pengembangan karakter, tidak dapat dilepaskan dari lingkungan kehidupan, serta budaya yang mempengaruhi.
41
Etnis atau etnik berasal dari bahasa Yunani, Ethnos yang artinya: sejumlah orang ‘berbeda’ yang bertindak bersama-sama. Identitas etnis mengacu pada ciri dan pengalaman dari masing-masing individu, dimana hal yang terpenting dalam melihat identitas etnis adalah kebudayaan. Schermerhorn mendefinisikan mengenai etnis sebagai suatu kelompok yang mempunyai kesamaan asal usul, mempunyai pengalaman sejarah yang sama serta mempunyai kesamaan dalam budaya seperti pola keluarga, agama, kepercayaan, bahasa, suku serta ciri fisik yang sama (La Ode: 2012). Etnisitas merupakan kesadaran yang membedakan antara kita dan mereka, dimana etnisitas merupakan suatu hasil kebudayaan yang terbentuk secara turun temurun dalam suatu komunitas dengan kesamaan ras, leluhur dan tradisi. Dalam konteks penelitian mengenai ‘Relasi Pola Tata Ruang Rumah Produktif Batik dan Karakter Etnisitas Penghuni’, pendekatan mengenai karakter etnisitas penghuni, merupakan dialektika antara manusia dengan lingkungannya. Dialektika antara karakter etnisitas penghuni dengan lingkungannya tidak dapat disusun bangun matematisnya (Setiawan B, Hariadi 2014: 16). Oleh karena itu, dalam ilmu arsitektur muncul pendekatan perilaku
dimana aspek
norma, kultur/budaya dan
pertimbangannya (Rapoport 1997, dalam
psikologi masyarakat menjadi
Setiawan B, Hariadi 2014: 17). Kerangka
pendekatan studi perilaku menekankan bahwa latar belakang manusia seperti pandangan hidup, kepercayaan yang dianut serta norma-norma yang dipegang (konteks kultural dan konteks sosial) akan menentukan perilaku yang akan tercermin pada cara hidup atau dengan kata lain akan mencerminkan aktivitas/kegiatannya (Setiawan B, Hariadi 2014: 23-24). Dalam konteks penelitian ‘Relasi Pola Tata Ruang Rumah Produktif Batik dan Karakter Etnisitas Penghuni’, karakter etnisitas penghuni akan ditelusuri dengan pendekatan perilaku, yaitu yang berkaitan dengan pandangan hidup, kepercayaan, norma-norma dan aktivitas yang dilakukan. Pendekatan perilaku erat hubungannya dengan pendekatan kebudayaan; dimana pendekatan kebudayaan menurut Koentjaraningrat terdiri dari tujuh unsur, yaitu:
42
(1) bahasa, merupakan alat komunikasi yang dapat dirasakan oleh penggunanya. (2) sistem pengetahuan, merupakan kemampuan untuk menyerap informasi. (3) sistem kemasyarakatan, merupakan hubungan sosial yang terbentuk, dalam skala kecil adalah rumah tangga. (4) sistem peralatan hidup dan teknologi, merupakan alat penunjang untuk melakukan aktivitas. (5) sistem mata pencaharian, merupakan suatu usaha dalam rangka mempertahankan kehidupannya. (6) sistem religi, merupakan norma/nilai yang menjadi pegangan dan arah kehidupan. (7) kesenian, merupakan sarana untuk mengekspresikan keindahan. Ketujuh unsur kebudayaan, dapat dikelompokkan, menjadi tiga wujud kebudayaan yaitu: norma/nilai, aktivitas dan artefak (Koentjaraningrat, 2004). Wujud pertama yang disebut Norma/nilai mempunyai arti sebagai batasan yang menjadi acuan dalam kehidupan, sifatnya abstrak, tidak terlihat dan tidak teraba. Wujud kedua berupa aktivitas, yaitu kegiatan atau tingkah laku yang dapat terlihat tetapi tidak teraba. Wujud ketiga adalah artefak, yaitu berupa benda yang sifatnya nyata, dapat terlihat dan dapat diraba. 2.2.2. Pembentukan Karakter Etnisitas dalam Masyarakat. Memahami karakter etnisitas dalam masyarakat atau penghuni, dapat ditelusuri melalui pendekatan lingkungan fisik, lingkungan sosial dan lingkungan kultural. Lingkungan fisik merupakan lokasi dimana manusia dan masyarakat berada, misalnya di salah satu kota di Indonesia, seperti Kota Pekalongan (sebagai lokasi obyek studi) berikut lindungan/shell yang menaungi aktivitas. Lingkungan sosial adalah hubungan antara manusia dengan manusia yang didasari oleh nilai-nilai yang dipahami masing-masing individu; secara umum nilai yang berlaku untuk masyarakat di Indonesia adalah ‘Pancasila’ dengan lima dasar yang memiliki arti sebagai toleransi dalam beragama, menghargai manusia sesuai dengan
43
harkatnya, toleransi dalam keberagaman suku dan budaya, musyawarah dalam mengambil keputusan, kesetaraan dalam martabat manusia. Berikutnya adalah lingkungan kultural, dalam psikologi lingkungan hal ini dipahami sebagai budaya, religi/kepercayaan dan perilaku. Koentjaraningrat menyebutkan bahwa yang termasuk dalam unsur budaya adalah: nilai atau norma, aktivitas dan artefak. Berdasarkan unsur budaya dari Koentjaraningrat, maka lingkungan kultural dalam psikologi lingkungan menjadi: nilai atau norma, aktivitas, artefak, religi atau kepercayaan dan perilaku. Nilai atau norma yang berlaku pada masyarakat etnis jawa/pribumi, etnis keturunan arab dan etnis keturunan cina mengacu pada falsafah hidup, dimana masing-masing falsafah hidup baik untuk orang jawa/pribumi, arab dan cina selalu mengandung unsur kebaikan untuk melakukan aktivitas dan berperilaku; meskipun kepercayaan serta norma yang dianutnya berbeda. Berdasarkan pemahaman teoritik mengenai konsep karakter etnisitas masyarakat dalam lingkungan binaan, dapat dilihat pada gambar 2.18; sebagai dasar menilai etnisitas penghuni pada penelitian yang dilakukan, dimana manusia dipandang dari segi jiwa dan raga yang manifestasinya dalam bentuk fisik berupa ciri-ciri yang tampak secara kasat mata dan dari segi non fisik yang dapat dipahami dengan berbagai indikator yang berkaitan dengan sosial budaya.
Raga
Fisik Bagian wajah, terutama pada mata, hidung, warna kulit
Manusia
Karakter Etnisitas Jiwa
Non Fisik (lingkungan fisik, sosial dan budaya) - Kota Pekalongan - Norma/nilai : ajaran agama & falsafah hidup - Aktivitas : religi, berhuni, sosial kemasyarakatan dan mencari nafkah/bekerja - Artefak : tempat ibadah, rumah tinggal, rumah produktif
Gambar 2.18. Pembentukan Karakter Etnisitas (Rangkuman Teoritik)
44
Berdasarkan konsep pembentukan karakter etnisitas, secara raga/fisik karakteristik etnis pribumi/Jawa di Pekalongan mempunyai bentuk mata agak lebar dengan kulit berwarna sawo matang/coklat, etnis keturunan arab mempunyai ciri pada bentuk hidung dan etnis keturunan cina mempunyai ciri pada bentuk mata (cenderung sipit) dan warna kulit (putih). Secara jiwa atau karakter non fisik, etnis pribumi/Jawa mempunyai norma yang berpegang pada ajaran agama Islam dengan budaya lokal Jawa, etnis keturunan arab mempunyai norma berdasarkan agama Islam dan etnis keturunan cina mempunyai norma sesuai agamanya (Kristen, Katolik) serta berpedoman pada ajaran Kong Hu Cu dan Taoisme. Berikut tabel 2.2. adalah gambaran karakter masyarakat berdasarkan etnisitasnya Tabel 2.2. Karakter Etnisitas Karakter Etnisitas Jawa/Pribumi
Keturunan Arab
Keturunan Cina
Fisik Warna kulit coklat Bentuk mata bulat Warna kulit antara putih dan coklat Bentuk mata bulat Warna kulit putih Bentuk mata sipit
Non Fisik Nilai/Filosofi Agama Islam Mengabdi
Non Fisik Religi Melaksanakan sholat, puasa
Non Fisik Berhuni Hunian bersifat fleksibel
Non Fisik Sosial Masy Fleksibel
Non Fisik Bekerja Fleksibel
Agama Islam
Melaksanakan sholat, puasa
Hunian bersifat privat
Superior terhadap etnis yang berbeda
Tertib
Agama Kristen atau Katolik Filosofi Kong Hu Chu & Taoisme
Beribadah sesuai kepercayaan
Hunian bersifat privat
Toleransi terhadap etnis yang berbeda
Tertib
2.3. Kota Pekalongan dalam Perspektif Lingkungan Binaan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, lingkungan mempunyai beberapa pengertian, sesuai dengan kata yang mengikutinya, dapat diuraikan sebagai berikut: (1). Lingkungan Alam, yaitu keadaan (kondisi dan kekuatan) yang mempengaruhi perkembangan dan tingkah laku organisme.
45
(2). Lingkungan Hidup, yaitu kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan mahluk hidup termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi perikehidupan daan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lain. (3). Lingkungan Kebudayaan, yaitu keadaan sistem nilai budaya adat istiadat dan cara hidup masyarakat yang mengelilingi kehidupan seseorang. (4). Lingkungan Mati, yaitu lingkungan diluar suatu organisme yang terdiri atas benda atau faktor alam yang tidak hidup, seperti bahan kimia, suhu, cahaya, grafitasi, atmosfer. (5). Lingkungan Sosial, yaitu kekuatan masyarakat serta berbagai sistem norma disekitar individu atau kelompok manusia yang mempengaruhi tingkah laku mereka dan interaksi antara mereka. Selain pengertian diatas, dalam ilmu arsitektur dikenal adanya Lingkungan Binaan, yang mempunyai unsur: alam, manusia, masyarakat, lindungan dan jejaring. Unsur alam, merupakan tempat berpijaknya suatu rancangan lindungan/shell untuk melaksanakan aktivitas manusia, yang dilengkapi dengan jejaring sebagai penghubung antar lindungan. Lingkungan ‘alam’ dalam skala terkecil dapat diartikan sebagai ‘tapak’ tempat berdirinya suatu fungsi (lindungan). Tapak ini terletak pada lokasi tertentu yang dapat ditunjukkan dengan alamat keberadaannya. Tapak mempunyai bentuk dan dimensi tertentu, mempunyai ketentuan-ketentuan/pranata sesuai dengan peraturan perkotaan yang berlaku, serta dilengkapi dengan dokumen kepemilikan yang disahkan oleh pejabat yang berwenang. Skala yang lebih besar dari tinjauan mengenai ‘tapak’, adalah skala lingkungan perumahan dan permukiman atau skala wilayah; dan yang terbesar adalah perkotaan atau skala kota. Kota Pekalongan dalam konsep lingkungan dapat dilihat dari dua sisi, yaitu secara spasial (bentuk, dimensi dan peraturan daerah), dan secara sosial budaya (adat istiadat dan tradisi). Untuk memudahkan membaca Kota Pekalongan dalam konsep Lingkungan Binaan, gambar 2.19 menyajikan hubungan mengenai lingkungan dan Kota Pekalongan:
46
Lingkungan Fisik , Lingkungan Budaya & Lingkungan Sosial
Definisi (KBBI)
LINGKUNGAN
Ekistics/Doxiadis : alam, manusia, masyarakat, lindungan dan jejaring
Kota Pekalongan dalam tinjauan Lingkungan Fisik Kota Pekalongan dalam tinjauan Lingkungan Budaya/Kultural
Gambar 2.19. Kota Pekalongan dalam konteks Lingkungan (Rangkuman Teoritik)
2.4. Definisi Operasional dalam Pelaksanaan Penelitian. Berdasarkan uraian mengenai unsur lingkungan binaan, psikologi lingkungan dan kebudayaan, definisi operasional dalam pelaksanaan penelitian untuk rumah produktif batik adalah suatu rumah yang berfungsi sebagai tempat berhuni dan mencari nafkah khusus produk batik dengan kriteria berdasarkan pola, proses dan pengelolaan usaha. Definisi operasional karakter etnisitas penghuni adalah suatu ciri manusia yang terlihat dari wujud raga/fisik (wajah, mata, hidung, kulit) dan wujud jiwa yang tercermin dalam bentuk wujud budaya, yaitu pada: nilai (falsafah hidup & ajaran agama), aktivitas (religi, berhuni, sosial kemasyarakatan dan mencari nafkah) yang dilakukan pada suatu artefak (bangunan, dalam hal ini adalah rumah produktif).
47
48
49
BAB III KONSEP PEMAHAMAN DAN PEMBACAAN RELASI 3.1. Deskripsi Relasi. Kamus Besar Bahasa Indonesia, menyebutkan bahwa kata ‘relasi’ dalam pengertian kata kerja mempunyai makna sebagai: (1) hubungan, adapun contohnya adalah: perhubungan; pertalian, mempunyai arti sebagai: banyak relasi (dengan orang lain); (2) kenalan, adapun contohnya adalah: banyak relasi nya; (3) pelanggan, contohnya adalah: pelayanan kepada relasi harus baik. ‘Relasi’ (sebagai kata benda) memiliki arti yang sama dengan hubungan, perhubungan, pertalian, kenalan, dan pelanggan. Dalam bahasa Inggris, relasi berarti relation, connection, client, dan customer. Keempat arti tersebut, bila mengacu pada arti yang terdapat di Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sama. Dalam konteks penelitian ini, makna kata ‘relasi’ dalam judul ‘Relasi Pola Tata Ruang Rumah Produktif Batik dan Karakter Etnisitas Penghuni’ adalah sebagai ‘hubungan’; dimana yang akan dicari hubungannya adalah pola tata ruang rumah produktif batik dan karakter etnisitas penghuninya. 3.2. Konsep Pemahaman Relasi. Penelitian mengenai relasi mempunyai dua jenis strategi (Groat, Linda 2013: 272-274), yaitu: Relationship Studies (studi relasi) dan Causal Comparative Studies (studi perbandingan kausal), studi relasi merupakan studi yang mencari hubungan antara variabel kunci, sedangkan studi perbandingan kausal adalah mencari hubungan antara variabel pada penelitian eksperimen. Berikut adalah definisi mengenai studi relasi:
Although all correlational studies, by definition, seek to describe the relationship between or among key variables, the term relationship study is meant to distinguish those studies-or components of larger studies-that focus specifically on both the nature and the potentially predictive power of those relationships.
50
Menurut definisi tersebut, studi korelasi berusaha untuk menggambarkan hubungan antara variabel kunci. Variabel kunci yang terdapat pada penelitian disertasi ini adalah yang berkaitan dengan rumah produktif batik, yaitu rumah produktif batik berdasarkan pola, proses dan pengelolaannya serta variabel dari karakter etnisitas penghuni, yaitu berdasarkan wujud budaya (nilai/filosofi, aktivitas dan artefak). 3.3. Konsep Pembacaan Relasi. Definisi operasional mengenai rumah produktif batik adalah suatu rumah yang berfungsi sebagai tempat berhuni dan mencari nafkah dengan batasan pola tata ruang rumah produktif batik berdasarkan pola, proses dan pengelolaan usaha; sedangkan definisi operasional dari karakter etnisitas penghuni adalah suatu ciri manusia yang terlihat dari wujud raga (wajah,mata, hidung, kulit) dan wujud jiwa yang terlihat pada nilai (falsafah hidup & ajaran agama), aktivitas (religi, sosial kemasyarakatan, mencari nafkah) yang dilakukan pada suatu artefak (bangunan), dalam hal ini adalah rumah produktif khusus produk batik. Definisi operasional yang telah disebutkan diatas sebagai dasar untuk menilai ‘Relasi Pola Tata Ruang Rumah Produktif Batik
dan
Karakter Etnisitas Penghuni’ yang akan ditelaah dengan
menggunakan strategi studi kasus. Dasar penilaian relasi dimulai dari lima unsur pada lingkungan binaan (alam, manusia, masyarakat, lindungan dan jejaring); gambar 3.1. Alam
Jejaring
Manusia
Lindungan
Masyarakat
Gambar 3.1. Unsur Lingkungan Binaan - Sumber: Kuswartojo, Tjuk (2012).
51
Berikutnya dilihat hubungan dari kelima unsur, dimana unsur alam merupakan kondisi yang ada pada suatu wilayah tertentu, unsur manusia dan masyarakat merupakan pelaku aktivitas, unsur lindungan dan jejaring merupakan tempat/wadah untuk beraktivitas beserta infrastruktur penunjangnya, seperti pada gambar 3.2.
Gambar 3.2. Hubungan unsur pada Lingkungan Binaan
Berikutnya pada gambar 3.3; unsur alam, dalam hal ini adalah Kota Pekalongan yang terbagi menjadi empat wilayah (utara, timur, selatan dan barat) dengan obyek studi di wilayah Pekalongan Timur. Unsur manusia dan masyarakat mempunyai ciri yang terlihat dari fisik maupun non fisik. Ciri fisik terlihat pada wajah, seperti bentuk hidung, bentuk mata serta warna kulit; sedangkan ciri non fisik tercermin pada perilaku yang erat kaitannya dengan kebudayaan masyarakat. Adapun wujud kebudayaan yang menjadi batasan adalah: nilai atau filosofi
kehidupan,
aktivitas
(aktivitas
religi,
aktivitas
berhuni,
aktivitas
sosial
kemasyarakatan, aktivitas mencari nafkah). Wujud kebudayaan yang berikutnya adalah artefak, yaitu wujud fisik yang terlihat kasat mata, dalam hal ini merupakan lindungan yaitu rumah produktif sebagai tempat untuk melakukan aktivitas; dengan batasan bentuk berdasarkan pola, proses dan pengelolaan (waktu, ruang dan tenaga kerja); jejaring dalam hal ini adalah penunjang untuk menghubungkan antar lindungan.
52
Gambar 3.3. Lingkungan Binaan dalam Penelitian
Ketiga unsur dalam bangun segi tiga merupakan unsur utama dalam setiap penelitian, unsur alam merupakan tempat (place), unsur manusia dan masyarakat merupakan pelaku (actor) dan unsur lindungan merupakan tempat beraktivitas (activity). Unsur alam/kondisi lahan dan sekitarnya yang dimaksud adalah lokasi yang menjadi obyek penelitian yaitu Kauman, Sampangan dan Sugihwaras yang berhubungan dengan kultural/budaya sesuai dengan etnisitas penghuni yang menjadi obyek penelitian. Unsur bangunan & jejaring yang dimaksud adalah rumah produktif batik dengan batasan berdasarkan ciri, proses produksi dan pengelolaannya. Pola tata ruang yang ada pada rumah produktif batik akan menjadi batasan pada penelitian tingkat mikro. Unsur manusia & masyarakat yang dimaksud berkaitan dengan aktivitas berhuni, sosial kemasyarakatan dan bekerja, menyesuaikan dengan yang telah disebutkan pada unsur sosial budaya. Untuk mengetahui relasi yang terbentuk, digunakan tabel 3.1 yaitu wujud budaya dalam bentuk nilai norma menjadi cerminan dari wujud budaya dalam bentuk aktivitas yang diwadahi oleh wujud fisik dalam bentuk rumah produktif.
53
Tabel 3.1. Relasi Rumah Produktif Batik dengan Karakter Etnisitas Penghuni
Wujud Budaya (nilai/norma kehidupan)
Merupakan filosofi/ kepercayaan yang dianut dalam perilaku kehidupan dari etnis pribumi/Jawa, etnis keturunan Arab dan etnis keturunan Cina.
Wujud Budaya (aktivitas)
Wujud Fisik (Rumah Produktif Batik)
- Aktivitas Religi
Rumah Produktif – Pengelolaan: - Bagaimana aktivitas religi terwadahi pada rumah produktif.
- Aktivitas Berhuni
Rumah Produktif – Pola: - Bagaimana pola hunian Rumah Produktif – Pengelolaan: - Bagaimana zona ruang hunian - Bagaimana keterlibatan keluarga dalam bekerja
- Aktivitas Sosial Masyarakat
Rumah Produktif – Proses: -Bagaimana aktivitas proses Rumah Produktif – Pengelolaan:
- Bagaimana ruang interaksi sosial - Aktivitas Mencari Nafkah
Rumah Produktif – Pola: - Bagaimana aktivitas bekerja diwadahi pada rumah produktif Rumah Produktif – Proses: - Proses apa saja yang berlangsung pada rumah produktif. Rumah Produktif – Pengelolaan - Bagaimana pengelolaan ruang bekerja - Bagaimana pengelolaan tenaga kerja - Bagaimana pengelolaan waktu kerja - Bagaimana pengelolaan modal - Bagaimana pengelolaan lingkungan/limbah
Wujud budaya dalam bentuk nilai/norma tercermin pada wujud budaya dalam bentuk aktivitas dan diwadahi oleh wujud fisik dalam bentuk rumah produktif. Aktivitas religi akan terlihat dalam wadah pengelolaan ruang, aktivitas berhuni akan terlihat pada ciri/pola rumah
54
produktif dan pengelolaan ruang, aktivitas sosial kemasyarakatan akan terlihat pada rumah pengelolaan ruang; aktivitas mencari nafkah akan terlihat pada ciri/pola rumah produktif, proses dan pengelolaan ruang, waktu dan tenaga kerja. Penilaian secara keseluruhan akan mencerminkan
relasi yang terbentuk antara pola tata ruang rumah produktif batik dan
karakter etnisitas penghuninya. 3.4. Konsep Penilaian Relasi. Berdasarkan tabel 3.1, penilaian relasi yang terjadi bukan berdasarkan ada atau tidak adanya relasi, tetapi bagaimana dan mengapa relasi yang terjadi. Bagaimana relasi yang terjadi, dapat dideskripsikan menjadi tiga tingkatan yaitu: 1.Relasi Terbuka; adalah relasi yang mempunyai kecenderungan minim batas teritorial secara fisik dan non fisik antara aktivitas berhuni dan aktivitas bekerja; 2. Relasi Menengah/Intermediate adalah relasi dengan kecenderungan batas teritorial fisik dan non fisik pada aktivitas berhuni dan aktivitas bekerja masih ada tetapi tidak massif. 3. Relasi Tertutup adalah relasi dimana batas teritorial fisik dan non fisik pada aktivitas berhuni dan aktivitas bekerja terpisah. Relasi yang terjadi dipengaruhi oleh hal-hal yang berkaitan dengan place, activity dan actor.
55
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Kerangka Penelitian. Rumah Produktif Batik & Karakter Etnisitas Penghuni
RANAH RASIONAL Proses Pengamatan
Proses Pengamatan
Pertanyaan Penelitian Premis & Tesa Kerja
Pengetahuan/teori dasar
Lingkungan Binaan, Psikologi, Antropologi
Kompilasi Teori Dasar
RANAH METODE Konsep/Alat Baca
Integrasi pada Obyek Studi terpilih
Temuan Penelitian: Tipe Relasi Pola Tata Ruang Rumah Produktif Batik dan Karakter Etnisitas Penghuni
RANAH EMPIRIS
TEMUAN PENELITIAN
Skema 4.1. Kerangka Penelitian
Penelitian yang dilakukan mempunyai kerangka yang tergambar pada skema 4.1; dikelompokkan menjadi empat, yaitu ranah rasional berdasarkan fenomena yang ditemui
56
dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Selanjutnya ranah metode, yaitu mengenai teori dan alat membaca relasi; kemudian ranah empiris yang berkaitan dengan telaah obyek studi berdasarkan alat baca yang telah disusun. Bagian terakhir adalah ranah untuk menilai temuan yang dihasilkan pada penelitian yang dilakukan. Penelitian mengenai relasi pola tata ruang rumah produktif batik dan karakter etnisitas penghuni didasari oleh fenomena mengenai usaha mandiri yang dilakukan dirumah (Rumah Produktif) yang ditemui di berbagai lokasi di Indonesia, karena Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah serta sumber daya manusia usia produktif yang jumlahnya sekitar 66% dari keseluruhan penduduk Indonesia. Selain sumber daya alam dan sumber daya manusia, kebudayaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia (penduduk Indonesia terdiri dari berbagai suku dan etnis) merupakan potensi lokal yang turut menunjang usaha mandiri untuk mengembangkan produk. Pengembangan produk dalam bentuk makanan atau non makanan yang mengandalkan potensi lokal, diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup dan kehidupan manusia. Selain pengembangan produk, usaha mandiri dalam bentuk distribusi produk, merupakan pilihan yang dapat dikembangkan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Gambar 4.1
menunjukkan usaha mandiri dalam bidang penjualan/distribusi
produk pakaian/sandang dengan menggunakan sebagian dari ruang huniannya.
Gambar 4.1. Rumah dengan Aktivitas Ekonomi.
57
Aktivitas pengembangan produk ataupun distribusi produk memerlukan tempat. Penggunaan rumah untuk aktivitas produksi atau distribusi (rumah produktif) merupakan salah satu pilihan. 4.2. Pendekatan Penelitian. 4.2.1. Paradigma Penelitian. Kegiatan penelitian membutuhkan adanya paradigma sebagai elemen dasar penelitian. Paradigma ini akan menjadi dasar pemecahan persoalan yang dibentuk oleh kerangka bidang keilmuan. Thomas S Kuhn dalam bukunya “The Structures of Science Revolution” (terjemahan 2002), menyebutkan bahwa: …… … Paradigma merupakan suatu cara pandang, nilai-nilai, metode-metode, prinsip dasar atau cara memecahkan sesuatu masalah yang dianut oleh suatu masyarakat ilmiah pada kondisi tertentu. …….(Kuhn, Thomas S: bab 1, 2002) Penelitian yang dilakukan dalam bidang arsitektur dapat dikelompokkan dalam 3 (tiga) paradigma, yaitu: 1. Paradigma Positivisme, merupakan model atau pola penelitian yang menyatakan bahwa kebenaran berdasarkan pada pengalaman yang dirasakan oleh panca indera (empiri sensual). 2. Paradigma Rasionalisme, merupakan model atau pola penelitian yang menyatakan bahwa kebenaran tidak hanya berdasarkan pengalaman panca indera, tetapi berdasarkan pengalaman logika/pemikiran (empiri logik) dan pengalaman realitas (empiri etik) 3. Paradigma Fenomenologi, merupakan model atau pola penelitian yang menyatakan bahwa kebenaran akan lebih lengkap bila dilihat dari sudut pandang pengalaman panca indera, pengalaman pemikiran, pengalaman realitas dan pengalaman yang berpusat pada Yang Maha Kuasa (empiri transendental).
58
Berikut tabel 4.1 merupakan paradigma penelitian : Tabel 4.1. Paradigma Penelitian Sumber: Anisa, (2010) - Jurnal Nalars Volume 9 Nomor 1 Januari 2010: 73-82
Segi
Positivisme
Rasionalisme
Fenomenologi
Kerangka teori sebagai persiapan penelitian
Kerangka teori dirumuskan se spesifik mungkin dan menolak ulasan meluas yang tidak relevan
Konsepsualisasi teoritik (sebagai grand theory atau grand concept) diperlukan
Kerangka teori sebelum penelitian tidak diperkenankan (hasil penelitian akan menjadi produk artifisial, jauh dari sifat naturalnya)
Kedudukan obyek dengan lingkungannya
Obyek dispesifikkan dan dipisahkan dari obyek lain yang tidak diteliti
Obyek dilihat dalam konteksnya (konstruksi teoritik yang lebih mencakup)
Obyek dilihat dalam konteks naturalnya (pendekatan holistic)
Hubungan peneliti
Pemilahan subyek peneliti dari obyek penelitiannya dan pendukungnya
Pemilahan subyek peneliti dari obyek penelitiannya dan pendukungnya
Bersatunya subyek peneliti dengan subyek pendukung obyek penelitiannya (untuk penghayatan obyek)
Generalisasi satu tahap (berpangkal dari obyek spesifik dan berakhir pada hasil analisis obyek yang spesifik pula)
Generalisasi dua tahap : (1) Generalisasi dari obyek spesifik atas hasil uji makna empirik, (2) Pemaknaan hasil uji reflektif kerangka konseptualisasi teoritik (grand theory) dengan pemaknaan indikasi empirik
Tidak bertujuan membuat generalisasi (karena hasil penelitian berupa ilmu lokal atau khas.
obyek
dengan
Generalisasi hasil
Penelitian mengenai relasi pola tata ruang rumah produktif batik dan karakter etnisitas penghuni merupakan penelitian dalam koridor paradigma rasionalisme. Adapun paradigma rasionalisme menurut Thomas Kuhn merupakan model atau pola penelitian yang menyatakan bahwa kebenaran tidak hanya berdasarkan pengalaman panca indera, tetapi berdasarkan pengalaman logika/pemikiran (empiri logik) dan pengalaman realitas (empiri etik). 4.2.2. Metode Penelitian. Pelaksanaan penelitian membutuhkan metode, dimana dikenal adanya metode kuantitatif dan kualitatif. Metode kuantitatif, disebut dengan metode positivistik karena berdasarkan
59
paradigma positivisme. Metode ini
dikenal juga dengan sebutan metode scientific atau
metode ilmiah karena memenuhi kaidah ilmiah seperti empiris, terukur, objektif, sistematis dan rasional. Metode kuantitatif datanya berupa angka dan analisa menggunakan statistik. Metode kualitatif disebut
metode postpositivistik karena berasaskan pada paradigma
postpositivistik (rasionalisme dan fenomenologi). Disebut sebagai metode kualitatif karena data yang dikumpulkan serta analisisnya cenderung bersifat kualitatif. Penelitian mengenai relasi pola tata ruang rumah produktif batik dan karakter etnisitas penghuni di Pekalongan, termasuk dalam paradigma rasionalisme (postpositivisme), dilakukan dengan Metode Kualitatif, dengan sifat penelitian yang empiris, obyektif dan rasional. Data primer yang dikumpulkan merupakan deskripsi dari hasil pengamatan, wawancara, rekaman visual. Adapun tujuan penelitiannya adalah pengembangan bidang keilmuan tertentu khususnya bidang arsitektur. Suatu rangkaian penelitian, selain memposisikan dalam suatu paradigma dan menggunakan suatu metoda tertentu, memerlukan suatu strategi untuk pelaksanaannya. Penelitian disertasi ini menggunakan strategi ‘studi kasus’ dengan tipe ‘deskriptif’. Adapun bentuk pertanyaannya adalah ‘bagaimana’ dan ‘mengapa’, tidak membutuhkan kontrol terhadap peristiwa yang akan diteliti serta fokus terhadap peristiwa kontemporer, tujuannya untuk menyajikan gambaran lengkap mengenai relasi dengan jalan mendeskripsikan budaya dan perilaku yang berkenaan dengan masalah dan unit yang diteliti dengan fenomena yang ada. Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan studi literatur untuk mendapatkan teori-teori yang berkaitan dengan kebudayaan, asal-usul dan sejarah serta teori mengenai lingkungan binaan. Data obyek studi, diperoleh melalui peta, rekaman visual, wawancara, survei obyek terkait serta pengamatan perilaku. Penentuan obyek studi dilakukan secara tertentu, dengan kriteria merupakan rumah produktif batik yang digunakan untuk aktivitas produksi atau distribusi, penghuni sesuai dengan etnis yang ditentukan (pribumi, keturunan etnis Arab dan
60
keturunan etnis Cina), luas rumah tidak dijadikan batasan, status sosial ekonomi tidak dijadikan batasan. Jumlah obyek studi dari masing-masing etnis adalah 5 (lima) unit rumah dengan pertimbangan, setiap rumah mewakili 10 (sepuluh) rumah yang sejenis. 4.2.3. Strategi Penelitian. Penentuan strategi dalam penelitian didasarkan pada pertanyaan yang disusun dalam rangka mencapai hasil penelitian yang diharapkan. Adapun pertanyaan penelitian pada disertasi ini adalah ‘how’ (bagaimana) relasi yang terbentuk dan ‘why’ (mengapa) terbentuk relasi yang demikian, maka strategi untuk menyelesaikan penelitiannya menggunakan strategi ‘studi kasus’. Berikut tabel 4.2 mengenai penelitian Relasi Pola Tata Ruang Rumah Produktif Batik dan Larakter Etnisitas Penghuni di Pekalongan, Jawa Tengah: Tabel 4.2. Pendekatan Penelitian
Judul Penelitian Relasi PolaTata Ruang Rumah Produktif Batik dan Karakter Etnisitas Penghuni di Pekalongan, Jawa Tengah
Paradigma Rasionalisme, Menggunakan grand theory : lingkungan binaan, psikologi lingkungan dan kebudayaan Obyek dilihat sesuai dengan konteksnya Peneliti dan obyek terpisah
Metode
Strategi
Kualitatif, Sifat penelitian : Empiris, Obyektif dan Rasional Data : deskriptif Tujuan : pengembangan bidang keilmuan arsitektur
Studi Kasus, Pertanyaan Penelitian : ‘bagaimana’ dan ‘mengapa’ Fokus terhadap peristiwa kontemporer/kondisi yang ada saat ini.
4.3. Pelaksanaan Penelitian. 4.3.1. Langkah dan Metode. Penelitian mengenai ‘Relasi Pola Tata Ruang Rumah Produktif Batik dan Karakter Etnisitas Penghuni di Pekalongan, Jawa Tengah merupakan penelitian dalam ranah rasionalisme. Penelitian ini berkaitan dengan arsitektur dan perilaku manusia, sehingga dilakukan dengan metode kualitatif, serta pendekatan studi kasus; adapun langkah penelitiannya sebagai berikut:
61
1. Langkah 1: Menelusuri teori dasar yang berkaitan lingkungan binaan. Langkah ini akan digunakan untuk memposisikan mengenai pola tata ruang rumah produktif batik dan karakter etnisitas penghuni. 2. Langkah 2: Mengidentifikasi dan mendeskripsikan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pola tata ruang rumah produktif batik dan karakter etnisitas. 3. Langkah 3: Membangun alat baca untuk memahami relasi pola tata ruang rumah produktif batik dan karakter etnisitas penghuni, serta mengintegrasikannya pada obyek studi. 4. Langkah 4: Menganalisis hasil pengintegrasian antara alat baca dengan obyek studi. 5. Langkah 5: Menyimpulkan dan mendeskripsikan temuan, hasil pengintegrasian antara kerangka teori, alat baca dengan obyek studi. Metode yang digunakan dalam masing-masing langkah, adalah sebagai berikut: Langkah 1: Pada langkah 1, dilakukan penelusuran mengenai teori berdasarkan
literatur untuk dapat memposisikan
mengenai lingkungan binaan
mengenai rumah produktif batik dan
karakter etnisitas penghuni terutama kaitannya dengan karya arsitektur. Metode yang digunakan pada langkah ini adalah deskriptif, analitis dilakukan melalui studi pustaka. Langkah 2: Pada langkah 2 dilakukan kajian terhadap konsep karakter etnisitas penghuni dan konsep rumah produktif batik.
Tinjauan konsep karakter etnisitas penghuni, berkaitan dengan
psikologi lingkungan, sosial dan budaya, sedangkan tinjauan mengenai pola tata ruang rumah produktif batik, dilakukan dengan menelaah hasil kajian yang telah dilakukan sebelumnya. Metode yang digunakan pada langkah kedua ini sama dengan yang dilakukan
62
pada langkah pertama, yaitu deskriptif, analitis dan komparatif, dilakukan dengan menggunakan sumber data dari kepustakaan. Langkah 3: Pada langkah 3, dilakukan pengembangan dari teori dasar menjadi suatu alat baca/teori berdasarkan dari substansi yang diperoleh pada langkah 1 dan langkah 2. Selanjutnya dilakukan pengintegrasian terhadap obyek studi untuk mendapatkan
gambaran nyata
mengenai pola tata ruang rumah produktif batik dan karakter etnisitas penghuni, khususnya yang berkaitan dengan etnis pribumi, etnis keturunan cina dan etnis keturunan arab. Metode yang digunakan pada langkah ini adalah deskriptif, analitis dan interpretatif. Langkah 4: Pada langkah 4 ini, dilakukan analisis terhadap obyek studi dengan jalan mengintegrasikan alat baca pada obyek studi; untuk dapat mengungkap relasi pola tata ruang rumah produktif batik dan karakter etnisitas penghuni. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif serta pendekatan Studi Kasus. Pada langkah ini dapat dideskripsikan mengenai relasi pola tata ruang rumah produktif batik dengan karakter etnisitas penghunimya; selanjutnya dilakukan komparasi pada kondisi yang mewakili tiga etnis penghuni sebagai obyek penelitian. Metode yang digunakan pada langkah ini adalah deskriptif, analitis, komparatif dan interpretatif. Langkah 5: Pada langkah 5, dilakukan interpretasi terhadap hasil analisis yang dilakukan pada langkah 4. Pada langkah ini menggunakan metode
deskriptif interpretatif. Hasil komparasi yang
dilakukan pada langkah 4, akan dideskripsikan relasinya. Penggunaan komparasi hasil temuan diharapkan akan memudahkan membaca relasi yang terbentuk. Pada langkah ini metode yang digunakan adalah deskriptif, sintesis dan interpretatif.
63
Agar dapat dipahami secara sistematis, mengenai langkah dan metode yang digunakan, berikut tabel 4.3 Tabel 4.3. Langkah dan Metode.
Langkah
Langkah 1
Langkah 2
Langkah 3
Langkah 4
Langkah 5
Penelusuran teori dasar mengenai lingkungan binaan.
Mengidentifi kasi konsep rumah produktif dan karakteristik etnisitas
Membangun Alat Baca
Mengintegra sikan Alat baca pada obyek studi
Menginterpre tasi temuan
Jenis Data
Pengetahuan ttg proses peranc dan pengamatan bangunan
Pengetahuan ttg Psikologi, Sosial, ekonomi & Antropologi. Pengetahuan ttg Rumah Produktif
Berkaitan dgn Konsep Karakter Etnisitas dan Konsep Rumah Produktif
Data Empiris dari Obyek Studi
Temuan empiris
Teknik Koleksi
Studi Pustaka
Studi Pustaka, Diskusi
Observasi, wawancara, rekaman visual
Observasi, Diskusi
Sumber data
Kepustakaan ttg lingkungan binaan, tipologi bangunan
Kepustakaan ttg psikologi, sosial, ekonomi, kebudayaan & Rumah Produktif
Kepustakaan ttg psikologi, sosial, ekonomi, kebudayaan, Rumah Produktif & Metodologi
Obyek studi & nara sumber
Hasil pengintegrasian alat baca dan obyek studi
Pengolahan Data
Studi Komparasi antar pustaka
Studi Komparasi antar pustaka
Studi Komparasi antar pustaka
Interpretasi data empiris – kualitatif
Interpretasi data empiris – kualitatif
Metode
Deskriptif, analitis
Deskriptif, analitis
Deskriptif, analitis
Deskriptif, analitis, interpretatif
Deskriptif, sintesis, interpretatif
Penyimpulan
Konsep Karakter etnis Penghuni dan Bentuk Rumah Produktif.
Konsep Karakter Etnis dan Konsep Rumah Produktif
Kerangka teoritis
Karakter Etnis dan Bentuk Rumah produktif
Merumuskan relasi
Metode
Deskriptif, analitis
Deskriptif, analitis
Deskriptif, analitis
Deskriptif, analitis, interpretatif
Deskriptif, sintesis, interpr
Data
Studi Pustaka, Diskusi
64
4.3.2. Pemilihan Obyek Studi Obyek studi dipilih dengan pertimbangan dan urut-urutan sebagai berikut: a. Kota Pekalongan merupakan kota ketiga terbesar di Jawa Tengah yang memiliki industri rumah tangga dengan produk batik, mempunyai fasilitas lain yang menunjang pelestarian dan pengembangan produk batik (museum dan pendidikan khusus batik); serta merupakan kota yang menjadi cikal bakal terbentuknya Gabungan Koperasi Batik Indonesia (GKBI). Pekalongan merupakan kota pesisir, sehingga menjadi kota tujuan dari pedagang-pedagang Eropa, Cina dan Timur Tengah; sehingga Pekalongan mempunyai penduduk dari beberapa etnis (pribumi, keturunan cina dan keturunan arab). Pemilihan etnis, juga didasari bahwa etnis pribumi merupakan penduduk Pekalongan yang terletak di Pulau Jawa, keturunan etnis cina karena perdagangan di Indonesia dikuasai oleh etnis ini (data berdasarkan pembayar pajak) dan keturunan etnis arab didasari pemikiran bahwa keturunan etnis arab merupakan pelaku dagang produk batik, terutama diwilayah Sugihwaras. Kota Pekalongan mempunyai sebutan dan semboyan sebagai Kota BATIK (bersih, aman, tertib, indah dan kreatif). b. Secara administrasi, Pekalongan dibagi menjadi empat wilayah, yaitu Pekalongan Utara, Timur, Selatan dan Barat. Sesuai dengan zona kota, maka di Pekalongan dikenal adanya kampung dengan penduduk asli/pribumi, penduduk yang berciri etnis cina dan etnis arab. c. Berdasarkan zona aktivitas, pola kota dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu pusat kota, sebagai pusat bisnis dan pinggir kota sebagai daerah penunjang bisnis.
65
d. Lokasi penelitian terletak pada pusat kota (Pekalongan Timur), dimana merupakan pusat bisnis, dengan pilihan kawasan/kampung dengan penduduk asli/pribumi, ciri etnik tertentu (arab dan cina). e. Hunian yang menjadi unit analisis adalah hunian yang sebagian kecil atau sebagian besar berfungsi untuk aktivitas usaha baik produksi dan atau distribusi produk batik, minimal setiap kampung akan diwakili oleh lima unit hunian dimana setiap hunian dianggap mewakili 10 hunian sejenis. Pekalongan
Kota Pesisir mempunyai pelabuhan dagang
Usaha batik secara turun temurun
Lokasi berdirinya organisasi GKBI
Pintu masuk bagi pedagang dari luar (Arab, Cina)
Aktivitas yg berkaitan dgn produk batik, dilakukan dirumah
Museum Batik
Penduduk di Pekalongan: jawa/pribumi, keturunan etnis Arab dan keturunan etnis Cina
Lokasi hunian: - jawa/pribumi di Kauman - keturunan etnis Arab di Sugihwaras - keturunan etnis Cina di Sampangan
Rumah Produktif Batik
Skema 4.2. Pemilihan Obyek Studi
Perguruan Tinggi Jurusan batik
Semboyan Kota: BATIK
66
4.3.3. Pengumpulan Data. Data penelitian dibedakan menjadi: 1. Data Primer, pengumpulan data ini dilakukan melalui cara: a. Observasi. Observasi dilakukan untuk mengamati dengan teliti mengenai obyek yang menjadi lokus penelitian. Observasi dimulai dari keseluruhan kota Pekalongan sampai dengan unit hunian yang digunakan sebagai obyek studi. Obeservasi dilakukan pada tiga daerah yang keseluruhannya berada di wilayah Pekalongan Timur, yaitu Kauman, Sampangan dan Sugihwaras. b. Wawancara Wawancara dilakukan, untuk memperoleh data mengenai sejarah, cerita serta aktivitas yang dilakukan, baik oleh individu ataupun masyarakat. Wawancara dilakukan pada penghuni ataupun nara sumber yang mengetahui keadaan yang menjadi obyek penelitian. Dilakukan juga wawancara dengan wartawan senior dan penulis buku mengenai Pekalongan, untuk mendapatkan data mengenai aktivitas dan budaya yang dilakukan masyarakat Pekalongan. c. Rekaman visual Rekaman visual diperlukan untuk menunjang validitas data yang dikumpulkan. Rekaman visual meliputi obyek studi serta lingkungan disekitarnya. d. Diskusi Diskusi dilakukan dalam untuk menggali informasi lebih lanjut, dari aktivitas dan budaya yang dilakukan oleh keluarga ataupun masyarakat sekitar.
67
2. Data Sekunder, pengumpulan data ini dilakukan melalui cara: Studi pustaka/literatur, dilakukan untuk mengetahui teori-teori yang ada, serta penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya; khususnya yang berkaitan dengan Rumah Produktif dan Karakter Etnisitas. Tabel 4.4. Pengumpulan Data No 1
2
Pengumpulan Data
Hasil -
Data Primer - Observasi - Rekaman Visual - Wawancara - Diskusi
Data Sekunder - Studi Pustaka - Internet
-
Pengamatan Lokasi Zona ruang, denah Foto Informasi mengenai sejarah, aktivitas Informasi mengenai pariwisata
-
Informasi mengenai metodologi Informasi mengenai teori Peta dan gambar penunjang
4.3.4. Analisis Data. Keseluruhan data yang diperoleh dari berbagai sumber, merupakan data kualitatif ataupun kuantitatif, sehingga teknis analisis data yang digunakan belum ada polanya yang jelas (Sugiyono, 2011: 331). Nasution (dalam Sugiyono, 2011: 332) menyebutkan bahwa: “Melakukan analisis adalah pekerjaan yang sulit, memerlukan kerja keras. Analisis memerlukan daya kreatif serta kemampuan intelektual yang tinggi tidak ada cara tertentu yang dapat diikuti untuk mengadakan analisis, sehingga setiap peneliti harus mencari sendiri metoda yang dirasa cocok dengan sifat penelitiannya. Bahan yang sama bisa diklasifikasikan lain oleh peneliti yang berbeda”.
Data mengenai karakter etnisitas penghuni dirangkum dan dideskripsikan, sehingga diperoleh suatu karakter etnisitas yang utuh, dengan unsur yang berkaitan mengenai norma/nilai/kepercayaan;
aktifitas
religi,
aktivitas
berhuni,
aktivitas
sosial
kemasyarakatan dan aktivitas mencari nafkah. Data mengenai pola tata ruang rumah produktif batik dideskripsikan sehingga diperoleh data dalam bentuk yang lengkap, dengan unsur rumah produktif berdasarkan tipe, proses dan pengelolaannya. mempermudah membaca data, berikut adalah tabel 4.5:
Untuk
68
Tabel 4.5. Data Koleksi
Etnisitas Jawa/Pribumi
Keturunan Arab
Keturunan Cina
Wujud Budaya (nilai/norma kehidupan) Islam
Islam
Kristen, Katolik pedoman Kong Hu Chu & Taoisme
dengan
Wujud Budaya (aktivitas)
Wujud Fisik (Rumah Produktif)
- Aktivitas Religi - Aktivitas Berhuni - Aktivitas Sosial Masyarakat - Aktivitas Mencari Nafkah - Aktivitas Religi - Aktivitas Berhuni - Aktivitas Sosial Masyarakat - Aktivitas Mencari Nafkah
Rumah Produktif – Ciri
- Aktivitas Religi - Aktivitas Berhuni - Aktivitas Sosial Masyarakat - Aktivitas Mencari Nafkah
Rumah Produktif – Ciri
Rumah Produktif – Proses Rumah Produktif - Pengelolaan Rumah Produktif – Ciri Rumah Produktif – Proses Rumah Produktif - Pengelolaan
Rumah Produktif – Proses Rumah Produktif - Pengelolaan
Selanjutnya untuk mengetahui relasi pola tata ruang rumah produktif
batik dan
karakter etnisitas penghuni, dilakukan analisa kualitatif; berdasarkan alat baca yang telah dibuat sebagai hasil dari kompilasi data. Analisa dilakukan dengan alat baca yang disertai sketsa denah, zona dan sifat ruang. Hasil analisa, kemudian dideskripsikan sebagai temuan dari relasi yang terbentuk. Temuan yang dihasilkan berupa tipe relasi (terbuka, menengah/intermediate dan tertutup) antara pola tata ruang rumah produktif
batik
dengan karakter etnisitas penghuni. 4.3.6. Penarikan Kesimpulan Kesimpulan dari rangkaian penelitian sampai dengan temuan didapat dengan jalan mencocokkan kembali dengan pertanyaan penelitian. Pertanyaan penelitian adalah ‘bagaimana’ relasi yang terbentuk dan ‘mengapa’ terbentuk relasi yang demikian. Pertanyaan ini telah terjawab dengan tipe relasi yang ditemukan, dengan dasar penilaian dari wujud budaya serta wujud fisik.
69
69
BAB V RUMAH PRODUKTIF BATIK DI KAUMAN, SUGIHWARAS DAN SAMPANGAN, PEKALONGAN – JAWA TENGAH 5.1. Posisi dan Potensi Kota Pekalongan – Jawa Tengah. Pekalongan merupakan kota yang terletak di Pantai Utara Jawa Tengah, diantara Cirebon dan Semarang, yaitu 134 kilometer dari Cirebon dan 110 kilometer dari Semarang, terlihat pada gambar 5.1.
Gambar 5.1. Letak kota Pekalongan di Pulau Jawa.
Kota Pekalongan dibatasi oleh bagian Utara Laut Jawa, bagian Timur Kabupaten Batang, bagian selatan Kabupaten Batang dan Kabupaten Pekalongan dan bagian Barat dibatasi oleh Kabupaten Pekalongan. Luas Kota Pekalongan 45, 25 kilometer persegi, yang dibagi menjadi 4 Kecamatan (gambar 5.2), yaitu Kecamatan Pekalongan Utara, Pekalongan Timur, Pekalongan Selatan dan Pekalongan Barat; serta terdiri dari 47 Kelurahan. Pekalongan dipimpin oleh seorang Walikota. Pada tanggal 1 April 2015, bersamaan dengan pencanangan Pekalongan sebagai salah satu Kota Kreatif di dunia, logo kota Pekalongan berubah, diharapkan dengan perubahan logo (gambar 5.3 dan gambar 5.4), maka kreatifitas masyarakat meningkat sehingga akan meningkatkan perekonomian masyarakat kota secara keseluruhan.
70
Pekalongan Utara
Pekalongan Barat
Pekalongan Timur
Pekalongan Selatan
Gambar 5.2. Peta Pekalongan dengan 4 (empat) wilayah administrasi
Gambar 5.3. Logo (lama) Kota Pekalongan
Gambar 5.4. Logo (baru) Kota Pekalongan
Logo lama dan logo baru Kota Pekalongan menyiratkan potensi yang dimilikinya, yaitu berupa kekayaan seni membatik, kekayaan budaya serta kekayaan alam dan hasil laut. Potensi tersebut diupayakan secara bersama untuk mencapai kemajuan dan kemakmuran masyarakat Pekalongan. Nama Pekalongan sampai saat ini belum jelas asal-usulnya, karena belum ada prasasti atau dokumen yang melengkapi sejarahnya, yang ada hanyalah cerita
71
berupa legenda yang berkembang di masyarakat. Dokumen tertua yang menyebut nama Pekalongan adalah Keputusan Pemerintah Hindia Belanda (Gouvernements Besluit) Nomer 40 tahun 1931: nama Pekalongan diambil dari kata “Halong” (dapat banyak) dan dibawah simbul kota tertulis “Pek-Alongan”. Kemudian berdasarkan keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Kota Besar Pekalongan pada tanggal 29 januari 1957 dan berdasarkan Tambahan Lembaran daerah Swatantra Tingkat I Jawa Tengah tanggal 15 Desember 1958, Serta persetujuan Pepekupeda Teritorium 4 dengan Surat Keputusan Nomer KTPSPPD/00351/II/1958: nama Pekalongan berasal dari kata “A-Pek-Halong-An” yang berarti pengangsalan (Pendapatan). 5.2. Lingkungan Fisik dan Bangunan di Pekalongan Secara administrasi, Pekalongan dibagi menjadi 4 (empat) wilayah, yaitu Pekalongan Utara, Pekalongan Timur, Pekalongan Barat dan Pekalongan Selatan (gambar 5.2). Pekalongan Utara (gambar 5.6) merupakan daerah yang dikenal dengan sebutan Kota Lama, dimana pada daerah ini terdapat beberapa bangunan peninggalan kolonial, antara lain yang sekarang digunakan sebagai Museum Batik (jalan Jetayu no 1). Didepan Museum Batik terdapat ruang terbuka hijau yang disebut sebagai Lapangan/taman Jetayu, kadang digunakan untuk acara budaya yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah (gambar 5.5). Selain Museum, di Pekalongan Utara ini terdapat Pantai Pasir Kencana, Pantai Slamaran sebagai obyek wisata (gambar 5.7 dan 5.8). Pekalongan Utara, letaknya dekat dengan pantai, dan memiliki daerah yang permukaan tanahnya lebih rendah dari pantai, sehingga daerah tersebut senantiasa digenangi air (rob). Gambar berikut menunjukkan wilayah Pekalongan Utara dan Lapangan Jetayu dengan latar belakang Museum Batik, serta semboyan kota (BATIK) yang terpampang di Lapangan Jetayu.
72
Pekalongan Utara
Pekalongan Barat
Pekalongan Timur
Pekalongan Selatan
Gambar 5.5. Taman Jetayu dengan latar belakang Museum Batik
Gambar 5.7. Pantai Pasir Kencana
Gambar 5.6 . Peta Pekalongan
Gambar 5.8. Pantai Pasir Kencana
Pekalongan Timur (gambar 5.9 dn 5.10), dengan batas wilayah Pekalongan Utara, Kabupaten Pekalongan (Weleri), Pekalongan Selatan dan Pekalongan Barat, awalnya merupakan pusat Pemerintahan dimana terdapat alun-alun, yang merupakan pusat kota. Kegiatan hunian, perdagangan, pendidikan dan ibadah di wilayah ini diwadahi dalam bentuk perumahan, pertokoan dan pasar, sekolah, masjid dan kelenteng.
Pekalongan Timur
Gambar 5.9. Pekalongan Timur
Gambar 5.10. Pekalongan Timur
73
Gambar 5.11. Alun-alun Kota Pekalongan
Gambar 5.12. Mesjid Kauman
Gambar 5.13. Gerbang Mesjid Kauman
Diwilayah Pekalongan Timur, terdapat alun-alun (gambar 5.11) serta Mesjid Kauman (gambar 5.12 dan 5.13). Awalnya pusat pemerintahan Pekalongan berada di wilayah ini, saat ini pusat pemerintahan telah dipindah ke lokasi yang baru. Wilayah pengamatan penelitian berada di wilayah Pekalongan Timur, yaitu di Kauman, Sugihwaras dan Sampangan. Kauman merupakan wilayah dengan penduduk pribumi, lokasi Kampung Kauman berseberangan dengan Alun-alun kota. Di lokasi ini terdapat Mesjid Jami Kauman yang telah berumur lebih dari 150 tahun dan merupakan kebanggaan masyarakat Pekalongan (gambar 5.12
dan
gambar 5.13). Sugihwaras dengan penduduk keturunan Arab dan Sampangan dengan penduduk keturunan Cina (gambar 5.14). Diwilayah Sugihwaras terdapat masjid Wakaf (gambar 5.15), merupakan masjid tua dan merupakan cikal bakal penduduk keturunan Arab di Pekalongan. Selain masjid Kauman dan masjid Wakaf, di Pekalongan Timur terdapat Klenteng Po An Thian (gambar 5.16), daerah ini dikenal dengan sebutan Sampangan, cikal bakal penduduk keturunan Cina di Pekalongan.
74
Sugihwaras
Sampangan
Kauman
Gambar 5.14. Kauman, Sampangan dan Sugihwaras (Pekalongan Timur)
Gambar 5.15. Mesjid Wakaf
Gambar 5.16. Kelenteng Po An Thian
Wilayah Pekalongan Selatan (gambar 5.6) memiliki 11 kelurahan, diwilayah ini terdapat juga kegiatan usaha membatik; karena letaknya tidak dipusat kota, maka kegiatan membatik yang dilakukan sifatnya menunjang kegiatan yang ada dipusat kota (Pekalongan Timur). Demikian juga halnya dengan Pekalongan Barat, diwilayah ini kegiatan membatik bersifat menunjang kegiatan yang berada di Pekalongan Timur. Salah satu daerah di Pekalongan Barat yang cukup dikenal adalah Sapuro (gambar 5.17), dimana disini terdapat Makam yang dianggap keramat, sehingga menjadi obyek wisata. Makam Sapuro ini dikunjungi oleh masyarakat dari berbagai kota di Indonesia, bila bertepatan dengan malam Jum’at, khususnya malam Jum’at Kliwon pengunjung lebih banyak yang datang, bahkan sampai menginap disekitar makam Sapuro; setelah menginap, hari Jum’atnya dari pagi hingga siang hari dilanjutkan dengan
75
acara pengajian dan sholat Jum’at berjama’ah. Kegiatan ini membawa berkah tersendiri bagi masyarakat sekitar makam (kompasiana.com). Berikut adalah sketsa Makam Sapuro di Pekalongan.
Gambar 5.17. Makam Keramat di Sapuro, Pekalongan Barat
5.3. Manusia, Masyarakat dan Lingkungan Kultural/Budaya di Pekalongan Pekalongan merupakan salah satu kota pesisir yang berada di pantai utara Pulau Jawa, atau lebih tepat dapat disebut sebagai sebuah kota pesisir di pantai utara Jawa Tengah. Kota ini pada tahun 2015 berusia 393 tahun (terbentuk pada 25 Agustus 1622). Selain bercirikan sebagai kota pesisir, Pekalongan mempunyai sebutan sebagai Kota Batik, semboyan kotanya adalah BATIK yang merupakan akronim dari Bersih, Aman, Tertib, Indah dan Komunikatif. Kekayaan dalam seni batik di Pekalongan dimulai pada tahun 1800 an dan berkembang pada saat terjadinya Perang Diponegoro pada tahun 1825 sampai dengan 1830. Saat terjadinya Perang Diponegoro, masyarakat yang berada di wilayah Solo dan Jogyakarta merasa tidak nyaman keadaannya, sehingga sebagian masyarakat melarikan diri kearah timur dan kearah barat. Salah satu kota yang menjadi tempat tinggalnya adalah di Pekalongan. Masyarakat yang berpindah ke Pekalongan tersebut mengembangkan seni membatiknya secara turun temurun sampai saat ini. Posisi Pekalongan yang terletak di Pantai Utara Pulau Jawa dengan pelabuhan laut yang dimilikinya, merupakan lokasi yang mudah disinggahi oleh pendatang yang berasal dari Eropa, Timur Tengah, dan Asia (khususnya dari Cina). Kehadiran
76
pendatang dari mancanegara (Cina, Timur Tengah/Arab dan Eropa) mempunyai maksud untuk berdagang. Selain berdagang, sambil menunggu arah angin yang tepat untuk dapat kembali kenegaranya, mereka sementara tinggal dan menetap di Kota Pekalongan. Komunikasi dan interaksi yang terjadi diantara penduduk asli Pekalongan (pribumi) dengan pendatang/pedagang, mengakibatkan beberapa pendatang merasa nyaman untuk menetap di Pekalongan. Kehadiran para pendatang/pedagang yang menetap di Pekalongan, disertai dengan adanya perkawinan, menjadikan penduduk Pekalongan saat ini terdiri dari penduduk asli (pribumi) penduduk keturunan etnis Cina dan penduduk keturunan etnis Arab. Penduduk keturunan etnis Arab awalnya menetap di daerah yang saat ini disebut sebagai wilayah Sugihwaras. Hal ini ditandai dengan adanya Mesjid Wakaf yang terletak di Jalan Surabaya (gambar 5.15). Penduduk keturunan etnis Cina menetap di wilayah yang disebut sebagai Sampangan, hal ini ditandai dengan adanya Klenteng Po An Thian (gambar 5.16) Penduduk
Pekalongan yang berasal dari Cina dan Timur Tengah
dalam hal aktivitas
berdagang, terutama yang berkaitan dengan produk batik, membawa pengaruh terhadap motif batik yang berkembang di Pekalongan seperti motif Jlamprang yang dipengaruhi oleh Arab dan Cina. Motif Tiga Negeri yang dipengaruhi oleh Belanda dan motif Hokokai yang dipengaruhi oleh Jepang mulai berkembang pada saat penjajahan kedua bangsa tersebut di Indonesia. Aktivitas produksi dan distribusi batik di Pekalongan, mengalami masa pasang surut, tetapi sejak tahun 2009 dimana United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (Unesco) secara resmi menetapkan bahwa batik merupakan kekayaan budaya asli Indonesia, eksistensi batik terus meningkat, baik ditingkat lokal maupun ditingkat nasional. Bahkan beberapa propinsi di Indonesia berusaha mengembangkan corak batik yang khas, seperti Papua dengan batik khas bercorak burung cenderawasih, DKI Jakarta dengan batik bercorak penari topeng betawi dan corak ondel-ondel, Lampung dengan batik bercorak kapal, Jambi dengan batik bercorak angsa dua/duo dan masih banyak lagi motif batik sesuai
77
dengan ikon daerah. Selain kekayaan dalam seni batik, Pekalongan memiliki kekayaan hasil laut, yang pengolahannya berupa ikan dalam kaleng, ikan fillet, ikan asin dan tepung ikan. Industri yang berkaitan dengan penangkapan ikan turut berkembang di Pekalongan, seperti galangan kapal, kapal serat fiber. Sebagai ungkapan terima kasih atas kekayaan laut yang dimiliki masyarakat Pekalongan, setiap tahun diselenggarakan acara sedekah laut. Acara sedekah laut diadakan pada bulan Muharram/Syura dengan ritual berupa menghias perahu kemudian dilengkapi dengan sesaji berupa kepala kerbau, jajan pasar, wayang Dewi Sri dan Pandawa Lima serta aneka mainan anak-anak; kemudian dilakukan doa-doa untuk memohon keselamatan dan keberhasilan hasil tangkapan. Setelah selesai acara doa, dilanjutkan dengan acara melarung seluruh sesajian ketengah laut; kepala kerbau merupakan bagian sesaji yang paling dahulu dilarung dan diikuti dengan benda sesaji yang lain. Kekayaan hasil laut dengan budaya Sedekah Laut/Nyadran mempererat kehidupan bermasyarakat serta merupakan obyek pariwisata. Tradisi sedekah laut pelaksanaannya dapat bersamaan dengan acara budaya cina Pek Chun (gambar 5.19). Masyarakat keturunan Cina di Pekalongan, melestarikan budaya Pek Chun, yang diadakan pada tanggal lima bulan kelima dalam kalender Imlek. Acara ini diadakan di daerah Pecinan yaitu di jalan Belimbing (Sampangan), dengan ciri khas berupa kuliner dalam bentuk makanan yang disebut sebagai bacang (nasi ketan berisi daging dibungkus daun kelapa) dan acara mendirikan telur di sungai loji (jalan Belimbing) serta atraksi barongsay. Kekayaan budaya lain di Pekalongan berupa tradisi Syawalan (gambar 5.18), yaitu acara silaturahmi masyarakat yang diselenggarakan oleh penduduk yang tinggal di daerah Krapyak (Pekalongan Utara) dalam rangka Idul Fitri. Acara ini diadakan seminggu setelah hari Idul Fitri, dan dihadiri oleh seluruh masyarakat Pekalongan, dengan makanan utama berupa tumpeng dalam ukuran besar yang terbuat dari lopis (ketan), disebut sebagai lopis raksasa; makna dari hidangan lopis yang berasal dari ketan adalah mempererat silaturahmi antar anggota masyarakat. Acara diawali dengan doa bersama, dilanjutkan dengan
78
pemotongan lopis raksasa oleh pemimpin daerah (Walikota), kemudian lopis dibagikan kepada masyarakat yang hadir. Selain menyediakan makanan berupa lopis raksasa, masyarakat Krapyak menyediakan pula makanan dan minuman lainnya yang dapat dinikmati oleh para pengunjung dalam acara silaturahmi ini secara cuma-cuma. Tradisi Syawalan/Lopis Raksasa (gambar 5.18) merupakan tradisi yang dilakukan secara turun temurun dan telah dilaksanakan lebih dari seratus tahun. Acara Syawalan tidak serta merta selesai setelah menikmati lopis, tetapi masyarakat melanjutkan acara dengan wisata ke pantai Slamaran. Tradisi/budaya lainnya yang berkembang di Pekalongan adalah peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia, dimana beberapa Kelurahan menyelenggarakan acara khas, antara lain pemotongan lontong raksasa/jumbo, pemotongan kue talam raksasa/jumbo dan karnaval keliling kota. Budaya yang terjadi pada masyarakat Pekalongan merupakan perpaduan antara budaya Jawa/pribumi, budaya muslim (sedekah bumi dan Syawalan) dan budaya Cina (pek chun) termasuk diantaranya budaya Bhineka Tunggal Ika (Hari Kemerdekaan Indonesia).
Gambar 5.18. Tradisi Syawalan/Lopis Raksasa
Gambar 5.19. Tradisi Pek Chun
5.4. Rumah Produktif sebagai Obyek Studi Kekayaan dalam seni membatik, hasil laut dan kebudayaan di Pekalongan tercermin pada logo kota Pekalongan, sedangkan semboyan Kota Pekalongan (BATIK), menandakan seni membatik merupakan potensi yang diakui secara nasional dan internasional. Aktivitas produksi dan atau distribusi batik di Pekalongan, dikerjakan oleh masyarakat secara turun
79
temurun, dengan menggunakan tempat tertentu, baik untuk proses produksi ataupun proses distribusi. Salah satu tempat yang digunakan aktivitas tersebut adalah rumah tinggalnya, yaitu dengan menggunakan sebagian dari rumahnya, rumah yang demikian disebut sebagai Rumah Produktif. Rumah, menurut Johan Silas (dalam Makalah Seminar Nasional 2010) mempunyai pengertian dan makna multi dimensi yang dijabarkan seperti berikut: (1). Sebagai tempat penyelenggaraan kehidupan dan penghidupan keluarga, rumah harus memenuhi kebutuhan yang bersifat biologis seperti makan, tidur, belajar, juga memenuhi kebutuhan non biologis, seperti bercengkerama dengan anggota keluarga atau bersosialisasi dengan tetangga. (2). Rumah berfungsi sebagai sarana investasi, baik yang bersifat moneter maupun yang bersifat non moneter. (3). Rumah sebagai sarana untuk usaha, dimana penghuni akan mempunyai pendapatan untuk kelangsungan hidupnya. (4). Rumah sebagai tempat bernaung harus memenuhi kebutuhan ruang akan kegiatan bagi penghuninya. Salah satu pengertian mengenai rumah, adalah sebagai tempat usaha. Rumah yang digunakan untuk tinggal dan untuk melakukan usaha/aktivitas ekonomi (produksi dan atau distribusi) disebut sebagai Rumah Produktif. Rumah Produktif yang dimaksud dalam penelitian ini adalah yang mempunyai aktivitas produksi dan atau distribusi produk batik. Adapun penelitian disertasi mengenai ‘Relasi Pola Tata Ruang Rumah Produktif Batik dan Karakter Etnisitas Penghuni di Pekalongan’ akan menjawab ‘bagaimana’ relasi yang terbentuk dan ‘mengapa’ terjadi relasi yang demikian. Melalui pengamatan obyek studi dari ketiga jenis etnis penghuni (pribumi, keturunan etnis Arab dan keturunan etnis Cina), akan menghasilkan tipe relasi yang dimaksud. Penilaian dilakukan dengan pendekatan pada aspek-aspek karakter etnisitas dan rumah produktif batik, yang telah dielaborasi menjadi alat baca. Berikut adalah peta lokasi penelitian, pada gambar 5.20.
80
Sugihwaras Sampangan
Kauman
Gambar 5.20. Kampung Batik Kauman, Sugihwaras & Sampangan Sumber: google earth – diunduh 08122015
6 15
7 14 8 9
16 11
10
12 3
2 1
13
4 5
Gambar 5.21. Obyek Penelitian - Pekalongan Timur Sumber : google earth – diunduh 08122015
81 Tabel 5.1. Obyek Studi Rumah Produktif
Rumah Produktif di Kauman
Rumah Produktif di Sugihwaras
Rumah Produktif di Sampangan
1. Batik Faza
6. Batik Madhu Bronto
11. Batik Kresna
2. Batik Bella
7. Batik Luza
12. Batik Warna Indah
3. Batik Rizka
8. Batik Huza
13. Batik Mukti
4. Batik Falma
9. Batik Pisang Bali
14. Batik Jong
5. Batik Mufti
10. Batik Khanaan
15. Batik Unggul Jaya 16. Batik Teratai Indah
Pada gambar 5.21. merupakan obyek studi yang terdiri dari 16 unit hunian, dengan lokasi di Kauman, Sugihwaras dan Sampangan. Untuk memperjelas obyek studi, berikutnya akan diuraikan sesuai dengan lokasi penelitian (Kauman, Sugihwaras, Sampangan). 5.5. Rumah Produktif Batik di Kauman Kauman merupakan wilayah di Pekalongan Timur, yang letaknya dipusat kota, berseberangan dengan Alun-alun Kota (gambar 5.22). Spasial lingkungan dan bangunan (lingkungan fisik) akan diidentifikasi berdasarkan 8 (delapan) elemen (Shirvani, Hamid, 1985) yaitu: tata guna lahan, bentuk dan massa bangunan, sirkulasi dan parkir, ruang terbuka, jalur pejalan kaki, pendukung aktivitas, penandaan dan preservasi.
Rumah Batik Faza Rumah Batik Bella Rumah Batik Rizka Rumah Batik Falma Rumah Batik Mufti
Gambar 5.22. Kampung Batik, Pekalongan Timur - Sumber : google earth – diunduh 30062016
82
Arah jalan masuk ke Kauman
Alun-alun Kota Pekalongan
Mesjid Agung Kauman Pekalongan
Gambar 5.23. Lokasi Kampung Kauman – Pekalongan
Tata guna lahan di Kauman adalah permukiman, dengan luas tanah beragam antara 50 sampai 300 meter persegi.
Gambar 5.24. Kauman gg5 Batik Bella – Pekalongan Gambar 5.25. Kauman gg 5 Batik Rizka – Pekalongan
Bentuk dan massa bangunan adalah segi empat, terdiri dari satu atau dua lantai, bentuk atap pelana atau jurai. Peraturan bangunan dalam bentuk garis sempadan bangunan belum diterapkan di Kauman, kecuali di gang 1, dimana ada halaman dibagian depan dari beberapa rumah. Jalan utama di Kauman disebut sebagai gang 1, lebar jalan tidak standar, karena ada yang lebar empat meter dan ada pula yang memiliki lebar lima meter. Keseluruhan dari Wilayah Kauman dibagi menjadi empat belas gang; gang dua sampai dengan gang empat belas mempunyai lebar 2,5 meter sampai 3 meter; tidak ada pemisahan antara jalur kendaraan roda dua, roda tiga/becak, roda empat dan pejalan kaki. Secara bergantian gang tersebut
83
dilalui manusia yang berjalan kaki atau menggunakan moda angkutan tertentu (kendaraan roda dua, roda tiga atau roda empat), seperti pada gambar 5.26. Pendukung aktivitas di Kauman yang telah dicanangkan sebagai Kampung Wisata Batik adalah Komunitas Batik Kauman, serta organisasi kemasyarakatan yang legal (Rukun Tetangga, Rukun Warga). Untuk memudahkan pengunjung mengenali wilayah Kampung Batik Kauman, digerbang masuk (gang 1) dan disudut jalan terpampang petunjuk berupa gambar, nama toko, dan nama gang (gambar 5.27)
Gambar 5.26. Koridor gang di Kauman – Pekalongan
Gambar 5.27. Fasade Rumah dan Penandaan di Kauman – Pekalongan
Fasade beberapa rumah di Kauman ditemui seperti gambar 5.27, yaitu mempunyai pintu dan jendela yang simetris, serta mempunyai undakan berjumlah lima. Hal ini memberi makna bahwa dalam kehidupan harus seimbang dan berpedoman pada Rukun Islam, mengingat masyarakat Kauman mayoritas beragama Islam. Fasade rumah tinggal yang mempunyai makna tertentu seperti pada gambar 5.31, merupakan obyek yang perlu dipertahankan keberadaanya.
84
Penduduk di Kauman, mayoritas pribumi dan memeluk agama Islam; tetapi ada juga yang keturunan arab; hal ini terjadi karena ikatan perkawinan. Pengaruh Islam yang dominan tercermin pada aktivitas lingkungan, yaitu pada hari Jum’at tidak ada kegiatan, karena merupakan hari ibadah. Sebaliknya, pada hari minggu, aktivitas berjalan normal. Kekerabatan antar tetangga dan warga masyarakat terjalin akrab, karena secara fisik, sebagian besar rumah tidak menggunakan pagar, sehingga teritori tersamar. Aktivitas masyarakat Kauman yang telah ditetapkan sebagai Kampung Wisata batik, tercermin pada beberapa rumah yang mempunyai usaha dalam bidang batik baik produksi maupun distribusi; selain itu terdapat fungsi lain yaitu salon, toko kelontong. Pada penelitian mengenai ‘ Relasi antara Tata Bentuk Rumah Produktif dengan Etnisitas Penghuni’ sebagai obyek pengamatan di Kauman adalah rumah yang digunakan untuk hunian dan atau produksi dan distribusi produk batik. 5.5.1. Rumah Produktif Batik Faza (Fauzi Hidayat) – Kauman gang 5 nomor 16. Nama : Batik Faza Alamat : Kauman
85
Gambar 5.28. Batik Faza – Kauman - Sumber : dokumentasi pribadi
Rumah produktif batik milik keluarga ini, terletak di Kauman gang 5, adapun usaha dalam produksi dan distribusi batik telah dilakukan secara turun temurun. Pemilik adalah orang Jawa yang beragaman Islam. Aktivitas dalam kegiatan religi, berhuni, sosial kemasyarakatan dan mencari nafkah yang dilakukan pemilik rumah dalam kesehariannya dilakukan mulai pada pagi hari, dimana karyawan dengan menggunakan sepeda atau motor mulai berdatangan. Setelah berganti pakaian di ruang yang telah disediakan, para karyawan mulai bekerja sampai dengan tengah hari. Saat tengah hari, karyawan istirahat untuk makan siang serta melaksanakan sholat, dan kembali bekerja sampai dengan sore hari. Jam kerja adalah 8 jam, sesuai dengan aturan Pemerintah. Setiap hari Kamis siang (setelah istirahat makan dan sholat), karyawan menerima upah mingguan, hari berikutnya yaitu hari Jum’at karyawan libur; tetapi hari minggu bekerja seperti biasa. Sebagai pemilik usaha, pemilik rumah senantiasa mengontrol pekerjaan yang dilakukan oleh karyawannya dan siap untuk menyediakan kebutuhan bahan-bahan untuk proses produksi. Setelah selesai proses produksi, dilakukan proses persiapan
distribusi untuk kemudian dikirim kepada pemesan dari luar kota
Pekalongan. Ruang produksi terletak dibagian belakang rumah, dimana pada ruang produksi tersedia, kamar kecil/toilet untuk karyawan, ruang sholat dan ruang ganti pakaian; juga disediakan bilik untuk istirahat karyawan, tidak ada karyawan yang menginap. Ruang-ruang
86
yang terdapat pada rumah Batik Faza adalah: teras depan, ruang tamu, ruang keluarga & ruang makan, ruang tidur, musholla, ruang kerja dan ruang servis seperti kamar mandi, dapur, gudang, garasi. Ruang-ruang yang menjadi bagian dari hunian, digunakan juga untuk menyimpan hasil produksi sebelum didistribusikan ke konsumen/pemesan serta untuk menyimpan bahan baku produksi; ruang tersebut adalah ruang tamu, ruang keluarga dan salah satu ruang tidur. Musholla menjadi bagian rumah yang diistimewakan, karena ruang ini khusus hanya digunakan untuk sholat anggota keluarga. Ruang makan menjadi satu dengan ruang keluarga, yang digunakan juga untuk menyimpan bahan baku produksi atau hasil produksi. Usaha yang dilakukan oleh Batik Faza merupakan usaha turun temurun (generasi ketiga). Aktivitas yang dilakukan oleh penghuni rumah adalah diruang tamu, ruang keluarga, ruang makan, musholla, ruang tidur, ruang produksi dan ruang pasca produksi. Aktivitas yang dilakukan pekerja menggunakan ruang-ruang sebagai berikut: parkir (motor atau sepeda) yang terletak dibagian depan rumah, melalui pintu samping menuju ruang produksi, untuk istirahat dan sholat disediakan ruangan di bagian samping ruang produksi, dan ruang pasca produksi. Pekerja bagian pasca produksi menggunakan ruang keluarga untuk menyimpan hasil produksi sebelum dikirim ke konsumen yang berada diluar kota. Pemilik usaha melakukan aktivitas usaha/bekerja dengan menggunakan sebuah meja yang dilengkapi dengan komputer dan telepon disalah satu sudut ruang keluarga. Penggunaan ruang tamu dan ruang keluarga fleksibel, baik untuk aktivitas hunian ataupun aktivitas usaha/kerja. Berikut gambar 5.29 dan 5.30 adalah rumah Batik Faza:
87
Gambar 5.29 Batik Faza, Kauman – Pekalongan
Batik Faza R. Produksi Dapur
Produksi/ Kerja
KM R. Makan R. Keluarga R. Simpan Keluarga
Ruang Simpan
Hunian
R.Tidur R. Tamu Garasi Teras
Gambar 5.30 Pola Tata Ruang Batik Faza, Kauman – Pekalongan
88
5.5.2. Rumah Produktif Batik Bella – Kauman gang 5 nomor 9 Rumah Produktif Batik Bella, terletak di Kauman gang 5, merupakan usaha yang dilakukan turun temurun. Pada umumnya aktivitas karyawan yang bekerja sebagai pembatik mempunyai jam yang sama di lingkungan Kauman, yaitu delapan jam sehari dan setiap hari Jum’at libur, dan hari Kamis sore para pekerja menerima upah mingguannya. Batik Bella mempunyai ruang yang digunakan untuk distribusi ke konsumen dalam bentuk ruang pamer/toko yang terletak dibagian depan, tetapi terpisah dari hunian; dihubungkan dengan koridor yang menuju ruang produksi dibagian belakang hunian. Pemilik yang beragama Islam, menyediakan ruang Musholla khusus untuk anggota keluarga; sedangkan karyawan mempunyai ruang ganti, toilet dan musholla tersendiri. Ruang distribusi/toko yang berada satu halaman dengan ruang produksi dan ruang huni, mempunyai jam keja yang lebih fleksibel, sesuai dengan kehadiran tamu. Ruang yang terdapat pada Rumah Produktif Batik Bella adalah : teras, digunakan bersama untuk hunian dan untuk toko, ruang tamu, ruang keluarga dan ruang makan digunakan juga untuk menyimpan bahan baku produksi, ruang tidur, musholla, dapur, ruang produksi yang dilengkapi dengan ruang ganti, toilet ruang sholat, ruang penyimpanan hasil produksi dan ruang distribusi yang berbentuk toko. Seluruh anggota keluarga turut ambil peran dalam usaha yang dilakukan oleh Batik Bella, kepala rumah tangga mengatur proses produksi dan ibu rumah tangga mengendalikan distribusi. Rumah Produktif Batik Bella dibagi menjadi tiga bagian yaitu bagian untuk hunian (sebagian ruang keluarga dan ruang makan digunakan untuk menyimpan bahan baku produksi), bagian produksi dan bagian distribusi. Ketiga bagian saling terhubung dengan suatu koridor yang mempunyai lebar dua meter. Koridor penghubung, digunakan juga untuk memarkir kendaraan roda dua (sepeda atau motor karyawan dan pemilik rumah). Berikut pada gambar 5.31 dan 5.32 adalah sketsa zona rumah produktif batik Bella :
89 Nama : Batik Bella Alamat : Kauman
90
Gambar 5.31. Batik Bella, Kauman – Pekalongan
Dapur Km
R. Tidur
R. Tamu
Batik Bella R. Produksi
Produksi/ Kerja R. Keluarga & R. Simpan
Teras
R. Simpan
Hunian
Toko
Gambar 5.32. Denah dan Pola Tata Ruang Batik Bella, Kauman – Pekalongan
5.5.3. Rumah Produktif Batik Riska – Kauman gang 5 nomor 7 Rumah produktif Batik Riska bertetangga dengan Batik Bella, selain bertetangga, Pemilik Batik Bella dan batik Rizka mempunyai hubungan keluarga. Meskipun mempunyai hubungan keluarga, masing-masing mengembangkan usahanya sendiri. Aktivitas yang dilakukan oleh Batik Rizka mirip dengan yang dilakukan oleh Batik Faza, produksi dilakukan dibagian
91
belakang rumah, tahap distribusi dilakukan dengan mengirimkan hasil produksi kepada pemesan. Adapun pola penggunaan ruangnyapun dapat dikatakan sama, karena setelah produksi selesai; persiapan untuk distribusi dilakukan dengan menggunakan sebagian dari ruang hunian yaitu diruang keluarga, ruang makan dan ruang yang tidak digunakan. Jam kerja yang berlaku terhadap karyawan Batik Rizka, sama dengan yang diberlakukan di Rumah Produktif Batik Faza dan Batik Bella. Pemilik rumah dan pekerja masing-masing mempunyai ruang sholat. Berikut pada gambar 5.33 dan 5.34 adalah sketsa zona rumah produktif batik Rizka : Nama : Batik Rizka Alamat : Kauman
92
Gambar 5.33. Batik Rizka, Kauman – Pekalongan
Batik Rizka R. Produksi
R. Simpan
R. Makan Dapur
R. Tidur & KM
R. Tidur
Produksi/ Kerja Hunian
R. Keluarga & R. Simpan
Garasi
R.Tamu
Gambar 5.34. Pola tata ruang Batik Rizka, Kauman – Pekalongan
5.5.4. Rumah Produktif Batik Falma – Kauman gang 7 Rumah Produktif Batik Falma terletak di Kauman gang 7, fasade rumah ini mempunyai bentuk yang simetris, bagian depan berupa tiga pasang pintu dan undakan di teras terdiri dari 5 tingkat. Rumah Produktif Batik Falma, tidak melakukan proses produksi; hanya melakukan proses distribusi dalam bentuk ruang pamer yang disertai dengan tempat penyimpanan. Rumah produktif ini, penggunaan ruangnya sangat fleksibel, yaitu ruang tamu, digunakan bersama dengan ruang pamer, ruang makan dan ruang keluarga digunakan bersama untuk
93
menyimpan barang yang belum terdistribusikan, ruang tidur, dapur, musholla merupakan ruang yang terpisah. Pada siang hari, rumah ini menjadi rumah keluarga, karena tempat berkumpulnya orang tua, anak dan cucu, tetapi pada malam hari, rumah ini hanya ditinggali oleh orang tua. Waktu bekerja sangat fleksibel, karena tidak ada jam kerja yang tetap, bila ada tamu/pengunjung kapan saja dapat dipersilahkan masuk. Tenaga kerja adalah anggota keluarga. Berikut gambar 5.35 dan 5.36 adalah pola tata ruang rumah produktif Batik Falma : Nama : Batik Falma Alamat : Kauman
94
Gambar 5.35. Batik Falma, Kauman – Pekalongan
Dapur KM
R. Simpan
R.Tidur
R. Keluarga + R. Simpan
Batik Falma Hunian R.Tidur
Kerja
R. Tamu + Toko Teras
Gambar 5.36. Pola tata ruang Batik Falma, Kauman – Pekalongan
95
5.5.5. Rumah Produktif Batik Mufti – Kauman gang 8 Rumah produktif Batik Mufti terletak di Kauman gang 8, memproduksi batik tulis serta proses distribusi yang dilakukan
dengan menggunakan ruang tamu dan ruang keluarga
sebagai ruang pamer/toko. Pekerja dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian produksi dan bagian distribusi. Kendali atas aktivitas produksi dan distribusi dilakukan oleh Pemilik usaha/pemilik rumah. Jumlah pekerja lima orang, satu dibagian distribusi/toko dan empat lainnya di bagian produksi batik tulis. Penerapan waktu kerja, sama dengan Rumah Produktif yang lain. Aktivitas distribusi/toko pada hari jum’at tetap buka, karena pemilik rumah sebagai pemilik toko mempunyai jam kerja yang fleksibel. Berikut pada gambar 5.37 dan 5.38 adalah pola tata ruang rumah produktif Batik Mufti :
Nama : Batik Mufti Alamat : Kauman
96
Gambar 5.37. Batik Mufti, Kauman – Pekalongan
Dapur & KM
Batik Mufti R. Simpan
R. Keluarga & Toko Hunian
R. R. Produksi KELUARGA + Garasi R. Simpan
R.Tamu & Toko
R.Tidur Kerja
Kerja
Teras
Gambar 5.38. Denah & Pola Ruang Batik Mufti, Kauman – Pekalongan
5.6. Tabulasi Data Rumah Produktif di Kauman Keseluruhan rumah produktif di Kauman, dirangkai dalam pada tabel 2 sebagai berikut :
97
Tabel 2. Model Rumah Produktif di Kauman Rumah Produktif
Zona Rumah Produktif
Batik Faza
Tipe Rumah Produktif
Proses Pada Rumah Produktif
Pengelolaan Rumah Produktif
Berimbang
Persiapan Produksi Distribusi
- Ruang digunakan bersama antara berhuni dan bekerja - Waktu kerja fleksibel - Tenaga kerja dari lingkungan Pekalongan - Modal bercampur - Mengelola lingkungan
Berimbang
Persiapan Produksi Distribusi
- Ruang digunakan bersama antara berhuni dan bekerja - Waktu kerja fleksibel - Tenaga kerja dari lingkungan Pekalongan - Mengelola lingkungan
Berimbang
Persiapan Produksi Distribusi
- Ruang digunakan bersama antara berhuni dan bekerja - Waktu kerja fleksibel - Tenaga kerja dari lingkungan Pekalongan - Modal bercampur - Mengelola lingkungan
Campuran
Pasca Produksi Distribusi
- Ruang digunakan bersama antara berhuni dan bekerja - Waktu kerja fleksibel - Tenaga kerja dari lingkungan Pekalongan - Modal bercampur - Mengelola lingkungan
Campuran
Produksi Distribusi
- Ruang digunakan bersama antara berhuni dan bekerja - Waktu kerja fleksibel - Tenaga kerja dari lingkungan
Batik Faza
Kerja
Hunian
Batik Bella Batik Bella
Kerja
Hunian
Batik Rizka Batik Rizka
Kerja
Hunian
Batik Falma Batik Falma
Hunian
Kerja
Batik Mufti
Batik Mufti
Hunian
Kerja
98 Pekalongan - Modal bercampur - Mengelola lingkungan
5.7. Rumah Produktif di Sugihwaras
Madhu Bronto
Pisang bali
Luza Batik
Batik Huza Khanaan
Gambar 5.39. Wilayah Sugihwaras, Pekalongan Timur Sumber : google earth – diunduh 30062016
Sugihwaras merupakan wilayah di Pekalongan Timur, berbatasan dengan Pekalongan Utara, sebatai batas wilayah adalah Sungai Pekalongan. Jalan utama adalah jalan Surabaya menerus sampai dengan jalan HA Salim (gambar 5.39). Jalan Surabaya merupakan jalan satu arah dengan lebar jalan 6 meter, bagian kiri dan kanan jalan dilengkapi dengan saluran air dan pedestrian dengan lebar 60 centimeter. Sama halnya dengan di Kauman, jalan utama, bagian kiri dan kanannya ada jalan kecil yang disebut gang. Tata guna lahan di Sugihwaras adalah perumahan, dengan bentuk massa segiempat terdiri dari satu atau dua lantai. Jalan utama (jalan Surabaya dan jalan HA Salim) mempunyai dimensi kavling lebih besar dibandingkan dengan jalan yang berada dibagian kiri dan kanan sepanjang jalan Surabaya (disebut sebagai
99
gang). Penyediaan lapangan/halaman parkir tidak mutlak, karena peruntukannya hunian. Ruang terbuka hijau disekitar jalan Surabaya dan jalan HA Salim adalah Taman Sorogenen yang dimanfaatkan untuk kegiatan kebudayaan Pemerintah Daerah (Walikota). Keberadaan masjid Wakaf, yang merupakan cikal bakal penduduk keturunan arab, merupakan bangunan yang perlu di pertahankan sebagai penanda sejarah.
Gambar 5.40. Rumah Produktif di Sugihwaras (Huza, Qonita)
Gambar 5.41. Rumah Produktif di Sugihwaras (Luza, Pisang Bali)
100
5.7.1. Rumah Produktif Batik Madu Bronto Rumah Produktif Batik Madu Bronto, terletak di jalan Surabaya nomor 1 Sugihwaras. Merupakan rumah orang tua Hana (pemilik usaha batik). BatikMadu Bronto, memisahkan antara kegiatan produksi dan distribusi/toko. Kegiatan produksi berupa desain, dilakukan di ruang kerja yang berada di rumah, sedangkan proses produksi dikerjakan ditempat lain. Proses produksi dibedakan antara produksi kain, dan produksi pakaian, kedua proses dikerjakan oleh tim yang berbeda. Tim pekerja mengerjakan pekerjaannya ditempat lain (dirumah masing-masing), para pekerja ini datang setiap hari kamis siang untuk menyerahkan hasil kerja dan mengambil upah mingguan, serta mengambil pekerjaan baru untuk diserahkan seminggu yang akan datang. Setelah selesai produksi, distribusi dilakukan oleh pemilik usaha. Distribusi dibedakan antara penjualan eceran dan penjualan grosir. Pada umumnya penjualan grosir berdasarkan pesanan baik didalam ataupun diluar negeri. Para pekerja bagian produksi, setiap hari Kamis, melaporkan hasilnya untuk menagih upah yang menjadi haknya, karena hari Jum’at merupakan hari libur untuk pekerja/buruh di Pekalongan. Ruang yang digunakan untuk aktivitas distribusi, menggunakan sebagian kecil dari rumahnya; ruang untuk aktivitas huni dan bekerja/mencari nafkah berbeda. Aktivitas pekerja, hanya dibagian distribusi/toko dan ruang penyimpanan. Selebihnya merupakan aktivitas hunian. Berikut gambar 5.43 dan 5.44 merupakan rumah produktif Madhu Bronto: Batik Madu Bronto
Gambar 5.42. Lokasi Rumah Produktif Batik Madhu Bronto, Pekalongan Timur
101 Sumber : google earth – diunduh 08122015
Nama : Madhu Bronto Alamat : jalan Surabaya - Sampangan
Gambar 5.43. Rumah Produktif Batik Madu Bronto – Pekalongan
102
Madhu Bronto R. Tidur
Madhu Bronto Km
R. Tidur
Hunian Dapur R. Makan R. Tidur
R. Duduk
Teras
R. Sholat
Kerja
R. Kel R. Kerja/ Toko
Gambar 5.44. Denah dan Zona Ruang Batik Madu Bronto, Sugihwaras – Pekalongan
5.7.2. Rumah Produktif Batik Luza Rumah Produksi Batik Luza, terletak di Kelurahan Sugihwaras gang 7; mempunyai cara produksi dan distribusi yang berbeda dari Rumah Produktif Batik Madu Bronto. Rumah Produktif ini mempunyai pembagian yang tegas atau hunian dan bekerja, meskipun mempunyai satu pintu untuk mencapai halaman rumah. Aktivitas pekerja, sama dengan ditempat yang lain, tetapi aktivitas distribusi/toko tetap beroperasi pada hari jum’at. Ruang yang terdapat pada bagian untuk bekerja adalah ruang pamer, ruang ukur, ruang fitting, ruang pola, ruang jahit, ruang simpan, ruang sholat, toilet dan pantry; sedangkan bagian yang digunakan sebagai hunian terdiri dari teras, ruang tamu, ruang keluarga, ruang makan, ruang tidur, dapur, garasi, gudang, ruang sholat dan kamar mandi. Berikut gambar 5.45 dan 5.46 adalah Rumah Batik Luza :
Gambar 5.45. Rumah Produktif Luza – Pekalongan
103
Nama : Luza Alamat : Sugih Waras – gang 7
LUZA
KM Pantry
KM
Solat Sholat
R.Keluarga
R.Kerja KM/WC KM
KM
Servis
Kerja
Hunian
104 Gambar 5.46. Pola Tata Ruang Rumah Produktif Batik Luza – Pekalongan
5.7.3. Rumah Produktif Batik Huza Batik Huza
Gambar 5.47. Lokasi Rumah Produktif Batik Huza – Pekalongan Sumber : google earth – diunduh 08122015
Berbeda dengan Rumah produktif Batik Madhu Bronto dan Batik Luza, Batik Huza yang terletak di jalan Kenanga merupakan usaha turun temurun, menggunakan satu lahan untuk proses distribusi serta ruang berhuni, sedangkan proses produksi berada ditempat yang terpisah. Pada umumnya Rumah produktif yang dimiliki oleh keturunan arab, menerapkan libur karyawan laki-laki pada hari Jum’at, tetapi toko/distribusi ke konsumen tetap buka. Rumah produktif ini terdiri dari dua lantai, lantai dasar digunakan untuk bekerja dan lantai atas digunakan untuk berhuni. Untuk menuju lantai atas digunakan dua tangga, satu tangga terletak dibagian yang menghubungkan ruang bekerja dan ruang berhuni dan satu tangga lagi dibagian belakang digunakan untuk menuju ruang hunian. Tempat bekerja dan berhuni masing-masing dilengkapi dengan toilet dan ruang sholat. Berikut gambar 5.48 dan 5.49 adalah Rumah Batik Huza:
105 Gambar 5.48. Rumah Produktif Huza – Pekalongan
Nama : Huza Alamat : Sugih Waras - jalanKenanga
106
HUZA
Huza Batik Servis Musola KM
R. Keluarga
Hunian Kerja Lt. Atas Lt. Dasar
Musola R. Kerja
R. Tidur
R. Tidur Teras
Lantai Dasar
Lantai Atas
Gambar 5.49. Pola Tata Ruang Batik Huza – Pekalongan
5.7.4. Rumah Produktif Batik Pisang Bali Rumah produktif Batik Pisang Bali, terletak di jalan HA Salim; menerapkan pola tata ruang yang sama dengan Batik Madhu Bronto, yaitu menggunakan ruang yang terpisah untuk hunian dan untuk kegiatan bekerja yang berkaitan dengan produk batik. Ruang bekerja dalam hal distribusi produk ke konsumen mempunyai pencapaian yang berbeda dengan pencapaian pada bagian berhuni. Proses produksi dilakukan ditempat yang berbeda, dimana setiap hari kamis merupakan hari yang berhubungan dengan pembayaran upah dan penyerahan hasil pekerjaan. Ruang berhuni dan bekerja masing-masing dilengkapi dengan ruang sholat dan toilet. Berikut gambar 5.50 dan 5.51 adalah Rumah Batik Pisang Bali:
Gambar 5.50. Rumah Produktif Pisang Bali – Pekalongan
107 Nama : Pisang Bali Alamat : Sugih Waras
Pisang Bali
Pisang Bali R. Keluarga
Servis
Kerja
R. Tamu R.Kerja
Servis
R. Tidur
Teras
Lantai Dasar
Lantai Atas
Hunian
108
Gambar 5.51. Pola tata ruang Batik Pisang Bali – Pekalongan
5.7.5. Rumah Produktif Batik Khanaan. Merupakan rumah produktif yang berada di jalan HA Salim, Pekalongan. Rumah produktif Batik Khanaan terdiri dari dua lantai, lantai dasar digunakan untuk bekerja dan lantai atas digunakan untuk berhuni. Rumah Produktif ini dilengkapi dengan dua tangga yang menghubungkan ruang bekerja dan ruang berhuni dan satu tangga yang lain khusus untuk menuju ruang berhuni. Ruang bekerja dilengkapi dengan ruang sholat, toilet, ruang fitting dan ruang pamer sedangkan ruang berhuni mempunyai ruang keluarga, ruang tidur, ruang makan, ruang sholat, kamar mandi. Dapur terletak dilantai dasar sebagai ruang antara menuju tangga yang langsung ke lantai atas/ruang hunian. Proses produksi tidak dilakukan pada rumah produktif ini, atau dengan kata lain proses produksi mempunyai lokasi yang berbeda dengan proses distribusi. Berikut gambar 5.52 dan 5.53 adalah Rumah Batik Khanaan:
Gambar 5.52. Rumah Produktif Khanaan – Pekalongan
109
Nama : Khanaan Alamat : Sugih Waras – jalan HA Salim
110
Khanaan
KM
Servis
Musola R. Tidur
R. Keluarga
R. Kerja
Musola
Lantai Dasar
Kerja
Hunian
Teras Lantai Atas
Gambar 5.53. Pola Tata Ruang Batik Khanaan – Pekalongan
Pengamatan Rumah Produktif di wilayah Sugihwaras (lokasi keturunan etnis Arab), menghasilkan data berupa tipe rumah produktif, disertai dengan proses yang berlangsung. Model pengelolaan Rumah Produktif di Sugihwaras mempunyai waktu yang tertentu, dengan ruang yang terpisah dari hunian serta menggunakan tenaga kerja tertentu;
jam kerja
mengikuti ketentuan yang berlaku yaitu 8 jam kerja setiap harinya. 5.8. Tabulasi Data Rumah Produktif di Sugihwaras Data mengenai Rumah Produktif Batik di Sugihwaras yang berhasil dikumpulkan seperti pada tabel 5.3: Tabel 5.3. Rumah Produktif di Sugihwaras
Rumah Produktif
Batik Bronto
Zona Rumah Produktif
Madhu Batik Madhu Bronto
Hunian
Kerja
Tipe Rumah Produktif
Proses Pada Rumah Produktif
Pengelolaan Rumah Produktif
Berimbang
Persiapan Produksi Distribusi
- Ruang ada yang digunakan bersama antara berhuni dan bekerja - Waktu kerja fleksibel - Tenaga kerja dari lingkungan Pekalongan - Modal terpisah - Tidak ada limbah
111 Batik Luza
Berimbang
Persiapan Produksi Distribusi
- Ruang tidak ada yang digunakan bersama antara berhuni dan bekerja - Waktu kerja teratur - Tenaga kerja dari lingkungan Pekalongan - Modal terpisah - Tidak ada limbah
Berimbang
Pasca Produksi Distribusi
- Ruang tidak ada yang digunakan bersama antara berhuni dan bekerja
Batik Luza
Hunian
Kerja
Batik Huza
Batik Huza
Hunian Huni lt lt Atas Atas
Kerja lt Dasar
- Waktu kerja teratur - Tenaga kerja dari lingkungan Pekalongan - Modal terpisah - Tidak ada limbah
Berimbang
Batik Pisang Bali Batik Pisang Bali
Kerja
Pasca Produksi Distribusi
Hunian
Batik Khanaan
Berimbang Batik Khanaan
Hunian Huni lt lt Atas Atas
Kerja lt Dasar
5.9. Rumah Produktif di Sampangan
Distribusi
- Ruang tidak ada yang digunakan bersama antara berhuni dan bekerja - Waktu kerja teratur - Tenaga kerja dari lingkungan Pekalongan - Modal terpisah - Tidak ada limbah - Ruang tidak ada yang digunakan bersama antara berhuni dan bekerja - Waktu kerja teratur - Tenaga kerja dari lingkungan Pekalongan - Modal terpisah - Tidak ada limbah
112
Batik Jong Batik Unggul Jaya
Batik Teratai Indah
Batik Kresna Batik Warna Indah Batik Mukti
Gambar 5.53. Wilayah Sampangan, Pekalongan Timur
Batik Kresna Batik Warna Indah
Gambar 5.54 Rumah Produktif Batik Kresna dan Warna Indah – Pekalongan
Sampangan merupakan wilayah di Pekalongan Timur, dengan jalan utamanya jalan Belimbing. Lebar jalan Belimbing enam meter, dilengkapi dengan saluran air dan pedestrian masing-masing lebarnya 60 centimeter. Tata guna lahan dikawasan ini adalah campuran antara hunian dan perdagangan, dengan ketinggian bangunan rata-rata dua lantai (di jalan Hasanudin dan di jalan Sultan Agung), yang berfungsi sebagai rumah toko (ruko). Konsep rumah toko/ruko seperti pada gambar 5.56 merupakan konsep yang digunakan oleh keturunan etnis Cina, dimana dibagian bawah digunakan untuk toko dan bagian atas digunakan untuk hunian. Bila bangunan terdiri dari satu lantai, maka bagian depan digunakan untuk toko dan
113
bagian belakang untuk hunian, penghubung antara ruang bekerja dan ruang berhuni adalah ruang terbuka/taman. Keberadaan Kelenteng Po An Thian di jalan Belimbing menandakan cikal bakal orang cina bermukim di Pekalongan, oleh karena itu bangunan kelenteng merupakan bangunan yang harus dipertahankan, agar penelusuran sejarah tidak terputus. Rumah Produktif dengan produk berupa batik, keberadaannya telah berkurang. Keturunan cina yang masih tetap bertahan adalah yang menjual obat-obat/material untuk membatik. Meskipun demikian masih terdapat beberapa keturunan etnis cina dengan usaha dalam bidang batik, seperti pada gambar 5.56.
Gambar 5.55. Rumah Produktif di Sampangan – Pekalongan
Gambar 5.56. Batik Warna Indah, Batik Kresna, Batik Unggul Jaya
5.9.1. Rumah Produktif Batik Kresna Hasanudin. Rumah produktif ini terdiri dari 2 unit ruko, tidak memproduksi batik, tetapi merupakan distribusi dari produk batik. Distribusi dilakukan dalam bentuk eceran dan grosir. Dalam bentuk grosir, melayani pesanan dari seluruh wilayah di Indonesia. Pola Tata Ruang
114
rumahnya adalah, membagi dengan tegas antara bagian untuk toko dan bagian untuk hunian. Kedua bagian dipisahkan oleh ruang yang digunakan untuk mengatur distribusi keluar kota. Pemilik rumah menganut agama Kong Hu Cu, memiliki ruang untuk melakukan sembahyang. Ruang kerja/toko sulit dikenal, karena senantiasa terlihat pintu yang tertutup, hanya bagian jendela kecil yang terbuka. Berikut pada gambar 5.57 dan 5.58 adalah rumah produktif batik Kresna :
Nama : Kresna Alamat : Sampangan
115
Gambar 5.57. Rumah produktif Batik Krisna – Pekalongan
116
Kresna
KRESNA TERAS R. Keluarga Servis KM R. R.Tidur R. Tidur Ibadah
Hunian Kerja
R. Kerja
Gambar 5.58. Denah dan Pola Tata Ruang Rumah Produktif Batik Krisna – Pekalongan
5.9.2. Rumah Produktif Batik Warna Indah Merupakan Rumah Produktif berbentuk rumah toko/ruko yang terdiri dari satu unit, terletak dideretan toko sepanjang jalan Hasanudin berdekatan/satu deret dengan BatikKresna. Rumah produktif ini hanya melakukan aktifitas distribusi serta penyimpan barang pasca produksi dalam jumlah yang terbatas. Ruang distribusi/toko terletak dibagian depan dan bagian yang digunakan untuk kantor terletak dibagian tengah, sedangkan bagian yang digunakan untuk hunian terletak pada bagian belakang. Bagian ruang keluarga digunakan juga untuk menyimpan batik tulis dengan kualitas baik. Tidak memiliki ruang sholat, kaena karyawan non muslim. Pengelolaan waktu kerja/buka toko teratur, karena menggunakan tenaga kerja yang bukan anggota keluarga. Berikut gambar 5.59 dan 5.60 adalah rumah produktif batik Warna Indah: Nama : Warna Indah Alamat : Sampangan
117
Gambar 5.59. Rumah Produktif Batik Warna Indah – Pekalongan
WARNA INDAH Servis R.Tidur R. Keluarga R. Kerja
Warna Indah Hunian Kerja
118
Gambar 5.60. Denah dan Pola Tata Ruang Rumah Produktif Batik Warna Indah – Pekalongan
5.9.3. Rumah Produktif Batik Mukti Rumah Produktif Batik Mukti terletak tidak dalam deretan rumah toko, tetapi merupakan bangunan yang berdiri sendiri. Sama halnya dengan Batik Krisna, terdapat pemisahan yang tegas antara bagian huni dan bagian ditribusi/toko. Bagian hunian terletak dibelakang, sedangkan bagian distribusi/toko terletak dibagian depan. Antara bagian distribusi dan bagian hunian
terdapat
ruang
yang
digunakan
untuk
menyimpan
barang
sebelum
didistribusikan/dipajang ditoko atau dikirim ke konsumen. Bagian distribusi/toko mempunyai jadwal buka dan tutup tertentu, karena ada karyawan/bukan anggota keluarga yang senantiasa melayani konsumen yang berkunjung. Kepemilikan Batik Mukti oleh keturunan etnis cina beragama Katolik, sehingga pada ruang distribusi/toko tidak menyediakan ruang sholat. Berikut gambar 5.61 dan 5.62 adalah rumah produktif Batik Mukti:
119
Gambar 5.61. Rumah Produktif Batik Mukti – Pekalongan
Nama : Batik Mukti Alamat : Sampangan
MUKTI
Mukti Servis
R. Tidur
Hunian
R . K e lu a r g a Te r a s
Kerja R. Kerja
120
Gambar 5.62. Denah danPola Tata Ruang Batik Mukti – Pekalongan
5.9.4. Rumah Produktif Batik Jong Rumah Produktif Batik Jong, mempunyai pola yang sama dengan Mukti. Lokasi Batik Jong pada daerah perbatasan antara kampung etnis Cina dan kampung etnis Arab. Rumah produktif batik Jong memisahkan dengan tegas antara ruang berhuni dan ruang distribusi/toko. Bagian yang digunakan untuk hunian bertempat pada lahan yang berbeda dengan bagian distribusi/toko. Bagian yang merupakan tempat untuk distribusi dilengkapi dengan ruang simpan/gudang. Aktivitas bekerja menggunaan karyawan (bukan anggota keluarga) dengan jam kerja tertentu, menjadikan operasional jam buka bagian distribusi/toko tertib dan teratur. Pemilik Batik Jong mengelola beberapa usaha lain, seperti biro perjalanan dan café, dengan lokasi yang bersebelahan dengan bangunan yang digunakan untuk usaha batik. Berikut gambar 5.63 dan 5.64 adalah rumah produktif Batik Jong: Nama : Jong Alamat : Sampangan
121
Gambar 5.63. Rumah Produktif Jong – Pekalongan JONG
Jong
Gudang/Musola
Kerja R. Kerja
Jalan
R . T id u r
Servis
R. Keluarga
Te r a s R . T id u r
Hunian
R. Kerja
Gambar 5.64. Denah dan Pola Tata Ruang Rumah Produktif Jong – Pekalongan
5.9.5. Rumah Produktif Batik Unggul Jaya Rumah Produktif Batik Unggul Jaya, sama dengan Rumah Batik yang dimiliki keturunan etnis cina lainnya, yang berbeda adalah produk yang didistribusikan. Batik Unggul Jaya
122
mempunyai proses produksi berupa Batik Printing/sablon. Produk yang didistribusikan ke konsumen berupa pakaian jadi dan kain. Pola rumah produktifnya yang sama dengan Batik Jong, yaitu tipe rumah produktif berimbang; dimana aktivitas berhuni dan aktivitas usaha/kerja menempati lahan yang sama tetapi mempunyai akses yang berbeda. Jam kerja karyawan sesuai dengan yang berlaku secara nasional, terutama pada bagian distribusi/toko. Batik Unggul Jaya mempunyai masjid yang berada dibagian depan lahan tempat usahanya, yang digunakan untuk sholat karyawan yang bekerja di bagian produksi dan distribusi. Bagian distribusi menempati bangunan 2 lantai yang letaknya bersebelahan dengan bagian produksi dan hunian. Berikut gambar 5.65 dan 5.66 adalah rumah produktif Unggul jaya:
Gambar 5.65. Rumah Produktif Batik Unggul Jaya – Pekalongan
Sumber Jaya
R. Kerja
Hunian
R. Kerja
Kerja
Mesjid
Hunian
123 Gambar 5.66. Pola Rumah Produktif Batik Unggul Jaya – Pekalongan
5.9.6. Rumah Produktif Batik Teratai Indah Rumah Produktif Teratai Indah, dimiliki oleh etnis keturunan Cina, terletak diwilayah Sampangan. Bangunan berupa dua unit
ruko/rumah toko, dimana pada lantai dasar
digunakan untuk toko, kantor, produksi pakaian jadi, garasi, pantry, toilet, ruang sholat; sedangkan pada lantai dua sepenuhnya digunakan untuk hunian. Aktivitas produksi dan distribusi berlangsung sesuai dengan jam kerja tertentu serta tidak memberlakukan libur pada hari Jum’at. Pencapaian menuju hunian melalui tangga yang letaknya pada bagian produksi; untuk memperjelas pemisahan kegiatan bekerja dan hunian, bagian tangga berada pada ruang yang dilengkapi dengan pintu. Berikut gambar 5.67 dan 5.68 adalah rumah produktif Teratai Indah: Nama : Teratai Indah Alamat : Sampangan
124
Gambar 5.67. Rumah Produktif Teratai Indah – Pekalongan
125
TERATAI INDAH
Teratai Indah
R. Kerja
SERVIS R. Keluarga
SERVIS
Toko Kantor/ Toko
Lantai Dasar
Hunian
R. Tidur
R. Kerja
TERAS
Lantai Atas
Gambar 5.68. Denah dan Pola Tata Ruang Rumah Produktif Teratai Indah – Pekalongan
5.10. Tabulasi Data Rumah Produktif di Sampangan Data yang dihimpun mengenai Rumah produktif di wilayah Sampangan, disusun dalam bentuk tabel, sebagai berikut (tabel 5.4) Tabel 5.4. Rumah Produktif dari Keturunan Etnis Cina Rumah Produktif
Zona Rumah Produktif
Batik Kresna
Pengelolaan Rumah Produktif
Campuran/Berimbang
Proses Pada Rumah Produktif Distribusi
Campuran/Berimbang
Distribusi
- Ruang ada yang digunakan bersama antara berhuni dan bekerja - Waktu kerja teratur - Tenaga kerja dari lingkungan Pekalongan - Modal terpisah - Tidak ada limbah
Tipe Rumah Produktif
Batik Kresna Hunian
Kerja
Batik Warna Indah Batik Warna Indah Hunian
Kerja
- Ruang tidak ada yang digunakan bersama antara berhuni dan bekerja - Waktu kerja teratur - Tenaga kerja dari lingkungan Pekalongan - Modal terpisah - Tidak ada limbah
126 Batik Mukti
Berimbang
Pasca Produksi Distribusi
- Ruang tidak ada yang digunakan bersama antara berhuni dan bekerja - Waktu kerja teratur - Tenaga kerja dari lingkungan Pekalongan - Modal terpisah - Tidak ada limbah
Berimbang
Pasca Produksi Distribusi
- Ruang tidak ada yang digunakan bersama antara berhuni dan bekerja - Waktu kerja teratur - Tenaga kerja dari lingkungan Pekalongan - Modal terpisah - Tidak ada limbah
Batik Mukti
Kerja
Hunian
Batik Jong Batik Jong
Kerja
Jalan Raya
Hunian
Batik Unggul Jaya
Berimbang Batik Unggul Jaya
Kerja
Produksi Distribusi
Hunian
Batik Teratai Indah
Berimbang Batik Teratai Indah
Kerja lt dasar
Hunian lt atas
Produksi Distribusi
- Ruang tidak ada yang digunakan bersama antara berhuni dan bekerja - Waktu kerja teratur - Tenaga kerja dari lingkungan Pekalongan - Modal terpisah - Tidak ada limbah - Ruang tidak ada yang digunakan bersama antara berhuni dan bekerja - Waktu kerja teratur - Tenaga kerja dari lingkungan Pekalongan - Modal terpisah - Tidak ada limbah
5.11. Karakter Etnisitas Masyarakat Pekalongan. Manusia diciptakan dengan kesempurnaan yang dimilikinya berupa fisik dan akal budi. Ciri fisik dan tindakan setiap manusia mempunyai kekhususan yang berbeda antara satu dengan yang lain. Kekhususan ini merupakan karakter yang dimiliki oleh setiap manusia. Karakter manusia dalam ilmu psikologi dapat terbentuk melalui dua cara, yang pertama adalah
127
berdasarkan keturunan atau gen dan yang kedua berdasarkan pengaruh sosial dan budaya dalam bentuk nilai, norma dan moral. Karakter manusia, dalam khasanah antropologi tidak dapat lepas dari budaya; dimana budaya berasal dari bahasa sansekerta buddhayah, bentuk jamak dari budhi yang artinya ‘akal’. Makna dari budaya dapat disebut sebagai suatu tindakan
yang
dilandasi
oleh
akal/pikiran
(Koentjaraningrat,
2009).
Menurut
Koentjaraningrat, wujud dari suatu budaya terdiri dari 3, yaitu (1) nilai/norma/ide yang sifatnya abstrak, (2) aktivitas, yang sifatnya nyata/dapat dilihat dan (3) artefak yang sifatnya nyata dan teraba. Etnis adalah hal yang mempunyai nilai-nilai budaya yang mampu berkembang dan bertahan atau suatu sistem kemasyarakatan yang mempunyai kebudayaan sendiri, karena mereka berasal dari satu keturunan (Mansur 2000, dalam Bulkia, Aulia Ayu Riandini, 2012). Berdasarkan pengertian mengenai karakter dan etnis yang telah disebutkan sebelumnya, maka karakter etnis dapat dideskripsikan sebagai: kekhususan budaya yang mampu berkembang dalam suatu sistem kemasyarakatan, karena berasal dari satu keturunan. Etnis pribumi, keturunan arab dan keturunan cina di Pekalongan mempunyai karakter yang berbeda, hal ini yang menjadi perhatian dalam pelaksanaan penelitian. 5.11.1. Karakter Etnisitas Jawa/Pribumi di Kauman, Pekalongan. Masyarakat pribumi yang tinggal di Pekalongan sering disebut sebagai Opek (Orang Pekalongan), mayoritas memeluk agama Islam. Meskipun memeluk agama Islam, tetapi masih dipengaruhi oleh tradisi masa lampau (Kejawen/Hindu) dengan tetap mempertahankan beberapa ritual antara lain: ritual Sedekah Laut, yaitu persembahan untuk mahluk penjaga laut agar tercapai hasil perikanan yang maksimal. Falsafah tersebut menghasilkan karakter masyarakat pribumi di wilayah Kauman sebagai berikut: secara fisik, terlihat pada bentuk wajah (mata bulat),
serta kulit tubuh (berwarna sawo matang); dalam wujud budaya
mempunyai nilai/norma yang berpegang pada ajaran agama Islam dengan melaksanakan
128
Rukun Islam serta berpedoman pada falsafah Jawa dan masih melakukan ritual kejawen secara terbatas. Aktivitas berhuni fleksibel, dimana rumah ada kalanya dihuni oleh keluarga besar (ayah, ibu, anak, menantu dan cucu), diantara tetangga terjadi interaksi yang akrab karena hampir sebagian
besar rumah
tidak mempunyai
pagar. Aktivitas sosial
kemasyarakatan pada penduduk pribumi di Kauman dapat dikatakan sangat akrab dimana para Ibu mempunyai kegiatan pengajian, arisan dan para Bapak mempunyai kegiatan sholat bersama pada waktu tertentu serta saling membantu
dan toleransi. Seperti yang telah
disebutkan bahwa wilayah Kauman, sebagian besar rumah tidak memiliki pagar pembatas, hal ini turut mempererat kehidupan sosial kemasyarakatan dilingkungan tersebut. Aktivitas bekerja/mencari nafkah di Kauman yang menjadi perhatian adalah yang bekerja dirumah khususnya yang berkaitan dengan produk batik. Dalam aktivitas bekerja khususnya yang berkaitan dengan produk batik, telah dilakukan secara turun temurun, dimana aktivitas tersebut mempunyai waktu kerja yang fleksibel serta memanfaatkan tenaga kerja dari anggota keluarga atau masyarakat sekitar Pekalongan. Berikut karakter etnis pribumi di Kauman, Pekalongan.
Fisik, tercermin pada Bagian wajah Bagian kulit tubuh Karakter Masyarakat Pribumi di Kauman - Pekalongan
Non Fisik (wujud budaya) - Norma/nilai : ajaran agama Islam dan falsafah Jawa - Aktivitas religi : menjalankan ibadah (Islam) - Aktivitas berhuni : hunian fleksibel - Aktifitas sosial kemasyarakatan : akrab, saling membantu, toleransi - Aktivitas mencari nafkah/bekerja : tekun, turun temurun
Gambar 5.69. Karakter Etnisitas Pribumi di Kauman - Pekalongan
5.11.2. Karakter Etnisitas Keturunan Arab di Sugihwaras - Pekalongan Keturunan etnis arab adalah: anak cucu, generasi atau peranakan arab. Mereka adalah orangorang arab yang umumnya berasal dari Hadramaut yang menetap di Indonesia. Mereka
129
berkembang turun temurun melalui perkawinan dengan perempuan penduduk pribumi di Indonesia (Bulkia, Aulia Ayu Riandini, 2012). Karakter etnisitas keturunan arab adalah ciri fisik dan tindakan serta budaya dari masyarakat peranakan arab. Secara fisik dapat diketahui dari ciri wajah yang khas, seperti hidung yang lebih mancung dibandingkan dengan wajah orang pribumi atau keturunan cina. Secara non fisik, karakter etnis keturunan arab di Sugihwaras, dapat dilihat berdasarkan nilai/norma kehidupan yang meliputi sistem religi (Hablum minallah), sistem sosial kemasyarakatan (Hablum minannas) dan sistem mata pencaharian (Hablum minal alamien) (Astuti, Sri Puji, 2002). Sistem religi atau kepercayaan yang dianut adalah Islam. Nilai yang utama adalah Hablum minallah, merupakan suatu rangkaian kegiatan untuk berhubungan langsung dengan Allah SWT, seperti sholat, berdoa dan berdzikir. Sistem religi mempengaruhi sistem sosial kemasyarakatan (Hablum minannas); merupakan kegiatan antara manusia dengan manusia. Kegiatan antara manusia dengan manusia yang utama adalah menjalin silaturahmi, yang artinya adalah menjalin persaudaraan. Menjalin silaturahmi ini tertuang dalam kitab suci Al Qur’an (Surat An Nisa ayat 1) : ‘dan bertaqwalah kepada Allah SWT, yang dengan mempergunakan nama Nya, kamu saling meminta satu sama lain dan peliharalah hubungan silaturahmi’. Sistem religi selain mempengaruhi sistem sosial kemasyarakatan, juga mempengaruhi sistem mata pencaharian dengan prinsip dasar Hablum minal alamien, yang artinya menjaga keseimbangan dengan alam. Pada umumnya mata pencaharian masyarakat keturunan arab adalah berdagang, sesuai dengan yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW. Adapun falsafah dagangnya adalah: jujur (shiddiq), sesuai takaran (amanah) serta cakap & cerdas (fathanah). Karakter etnis keturunan arab, selain dilihat dari ketiga aspek (sistem religi, sistem sosial kemasyarakatan dan sistem mata pencaharian); dapat dilihat dari unsur kebudayaan, yaitu: nilai/norma, aktivitas dan artefak (Koentjaraningrat 2004). Nilai/norma yang dianut oleh etnis
130
keturunan arab di Sugihwaras adalah nilai agama Islam. Berikutnya adalah yang berkaitan dengan aktivitas; yang dimaksud dengan aktivitas dalam hal ini adalah: (1)aktivitas religi, yang berlangsung secara rutin adalah melaksanakan ibadah sholat/sembahyang lima waktu, berdoa dan berdzikir. (2)aktivitas berhuni, adalah aktivitas yang berlangsung dalam kehidupan rumah tangga, dimana rumah dihuni oleh keluarga inti atau keluarga besar secara terbatas sesuai dengan luasan rumah yang dimiliki. (3)aktivitas sosial kemasyarakatan, adalah aktivitas yang dilakukan dengan masyarakat sekitar ataupun kelompok tertentu, masyarakat keturunan arab senantiasa mengaitkan dengan gender; dimana kaum perempuan aktivitasnya sebatas urusan rumah tangga dengan waktu yang terbatas (sebelum matahari terbenam aktivitas diluar rumah sudah harus diakhiri). Kaum laki-laki lebih leluasa dalam melaksanakan kegiatannya. Hubungan sosial kemasyarakatan yang terjalin,meskipun terlihat akrab, tetapi masih terlihat adanya jarak terutama dengan etnis yang berbeda (Jawa/pribumi dan keturunan etnis Cina). (4)aktivitas mata pencaharian yang utama adalah berdagang; sesuai dengan identitas Kota Pekalongan, maka kegiatan berdagang yang menjadi fokus adalah yang berkaitan dengan produk batik. Aktivitas berdagang produk batik yang dilakukan dirumah, mempunyai pengelolaan ruang yang terpisah, waktu kerja yang tertentu serta tenaga kerja yang berasal dari lingkungan kota Pekalongan. Berikut adalah karakter etnisitas keturunan arab di Sugihwaras, Pekalongan
Fisik, tercermin pada Bagian wajah, terutama pada mata dan hidung
Karakter Etnis Keturunan Arab di Sugihwaras, Pekalongan
Non Fisik (wujud budaya) - Norma/nilai : ajaran agama Islam (Hablum minallah, Hablum minannas, Hablum minalalamien) - Aktivitas religi : melaksanakan ibadah (islam) - Aktivitas berhuni : privat, keluarga inti - Aktivitas sosial kemasyarakatan : keterikatan etnis dan superior - Aktivitas mencari nafkah/bekerja : hukum Islam
Gambar 5.70. Karakter Etnisitas Keturunan Arab di Sugihwaras, Pekalongan
131
5.11.3. Karakter Etnisitas Keturunan Cina di Sampangan, Pekalongan Masyarakat keturunan Cina, dibedakan menjadi dua (Sukriyanto, 2000), yaitu yang totok dan peranakan. Kelompok cina totok, datang ke Indonesia dengan maksud untuk mencari penghidupan dengan berdagang. Mereka mempunyai etos kerja/usaha yang tinggi dan percaya terhadap feng shui; sedangkan cina peranakan adalah yang dilahirkan di Indonesia, sehingga budayanya mengikuti budaya setempat. Falsafah hidup orang cina mengacu pada agama yang dianut (katolik atau Kristen) tetapi masih mempertimbangkan ajaran Konfusius (Kong Hu Cu) dengan dua prinsip utama, yaitu: Yen (keramah tamahan dalam hubungan dengan seseorang) dan Li (gabungan antara tingkah laku, ibadah, adat kebiasaan, tata krama dan sopan santun). Secara rinci ajaran Konfusius adalah: (1). Yen yen (hubungan antara manusia, mengerti perasaan orang lain dan pengorbanan terhadap diri sendiri. (2). Chun Tzu (hubungan ideal antar sesama manusia). (3). Li li (kesopanan, bagaimana segala sesuatu harus dilakukan). (4). Te te (kekuatan, tidak boleh ada penindasan antar sesama manusia). (5). Wen wen (perdamaian dengan mengutamakan budaya yang estetis). Selain mengacu pada ajaran Konfusius, filosofi cina juga mengacu pada ajaran Tao, yaitu: kegigihan, rajin, sabar, ulet dan menyenangkan dalam berbisnis. Karakter penghuni, merupakan cerminan dari budaya termasuk didalamnya adalah nilai/norma, aktivitas, religi dan perilaku. Nilai atau norma yang berlaku pada masyarakat, menunjukkan falsafah hidup yang dianutnya. Secara fisik, karakter keturunan etnis Cina di Sampangan dapat diketahui dari wajah yang khas, yaitu bentuk mata dan warna kulit (putih). Secara non fisik, karakter etnis keturunan cina dapat diketahui dari unsur kebudayaan : (1) norma/nilai yang dianut adalah Kong Hu Cu dan Taoisme, yaitu ajaran mengenai falsafah hidup yang beriman dan senantiasa dalam kebajikan. Keturunan etnis Cina ada yang memeluk agama Katolik, Kristen, Budha atau Kong Hu Cu (2) aktivitas yang dilakukan dikelompokkan menjadi empat yaitu: aktivitas religi/keagamaan,
132
aktivitas rumah tangga/berhuni, aktivitas sosial kemasyarakatan dan aktivitas mencari nafkah. Aktivitas religi dilakukan sesuai dengan agama yang dianut oleh masing-masing, tetapi nilai Konfusius merupakan bagian dari kehidupan yang tepat dianut; aktivitas rumah tangga dan aktivitas bekerja mempunyai tempat dan waktu yang tertentu sehingga kedua aktivitas tidak saling terganggu atau dengan kata lain aktivitas berhuni bersifat privat, aktivitas sosial kemasyarakatan terjalin dengan akrab antara keturunan etnis Cina dengan penduduk pribumi sedangkan dengan keturunan etnis Arab, secara formal baik, tetapi masih mempunyai jarak yang tidak dapat disatukan. Aktivitas mencari nafkah, sejak kedatangan bangsa Cina ke Indonesia adalah berdagang dengan falsafah rajin, ulet, gigih dan menyenangkan, demikian juga yang terdapat di Sampangan, Pekalongan. Berikut adalah karakter etnisitas keturunan cina di Sampangan, Pekalongan
Fisik, tercermin pada Bagian wajah, terutama pada mata Bagian kulit tubuh
Karakter Etnis Keturunan Cina di Sampangan, Pekalongan
5.13. Studi Banding
Non Fisik (wujud budaya) - Norma/nilai : ajaran agama Kong hu cu (Tian/Hub dgn Maha Pencipta; Xing/jati diri; Ren/perikemanusiaan) & Taoisme. - Aktivitas religi : sesuai yang dianut (Katolik, Kristen, Budha, Kong Hu Chu) - Aktivitas berhuni : privat - Aktivitas sosial kemasyarakatan : sesuai situasi - Aktivitas mencari nafkah/bekerja : tertib dalam ruang, waktu dan tenaga kerja
Gambar 5.71. Karakter Etnisitas Keturunan Cina di Sampangan, Pekalongan
5.12. Studi Banding. 5.12.1. Rumah Produktif di Lasem, Rembang – Jawa Tengah
133
Lasem merupakan salah satu Kecamatan di wilayah Rembang yang letaknya di pesisir pantai utara Pulau Jawa, tepatnya di Jawa Tengah bagian timur, mendekati Jawa Timur (gambar 5.72). Lasem merupakan pelabuhan yang disinggahi pedagang, khususnya pedagang dari etnis cina, hal ini diketahui dengan adanya Klenteng Cu An Kiong yang diperkirakan sudah ada sejak abad 16 yang letaknya di daerah pantai Kecamatan Lasem.
Gambar 5.72. Letak Kecamatan Lasem
Lasem dikenal dengan produk batik yang mempunyai corak khas, khususnya pengaruh dari budaya cina. Saat ini di Lasem dikenal adanya Kampung batik didaerah Babagan (gambar 5.73).
Gambar 5.73. Kampung Batik Tulis Lasem
Di Babagan, terdapat Rumah Produktif dari keturunan etnis cina dan Rumah produktif yang dimiliki oleh penduduk pribumi. Persamaan dari keduanya adalah sama-sama melakukan proses produksi sampai dengan proses distribusi ke konsumen. Yang membedakan adalah
134
tipe Rumah Produktifnya. Rumah Produktif dari penduduk pribumi mempunyai tipe campuran dimana bagian rumah yang digunakan untuk berhuni dan bagian rumah yang digunakan untuk usaha/bekerja mempunyai akses yang sama dan fungsi ruang tidak secara jelas terlihat (bercampur antara ruang keluarga dengan ruang distribusi/toko) dan dari segi pengelolaan ruang, waktu dan tenaga kerja tidak ada pemisahan yang tegas. Rumah Produkstif yang dimiliki oleh keturunan etnis cina dalam hal ini, digunakan obyek Rumah Batik Pak Sigit; tipe rumah produksinya adalah berimbang, bagian yang digunakan untuk berhuni dan bagian yang digunakan untuk usaha/bekerja mempunyai porsi yang sama,tetapi tidak saling mengganggu aktivitas masing-masing. Dalam hal pengelolaan, rumah produksi dari keturunan etnis cina mempunyai pemisahan yang tegas dalam ruang, waktu dan tenaga kerja. Berikut gambaran mengenai kondisi jalan di Kampung Batik Lasem wilayah Babagan
Gambar 5.74. Koridor jalan di Kampung Batik Tulis Babagan - Lasem
5.12.2. Permukiman Keturunan Etnis Cina dan Keturunan Etnis Arab Permukiman keturunan etnis Cina dan etnis Arab, ditemui hampir diseluruh kota di Pulau Jawa.
135 Gambar 5.75. Klenteng Jin De Yuan – Petak sembilan – Jakarta Sumber : google.co.id – diunduh 06122015
Sebagai gambaran, di Jakarta permukiman etnis Cina pada awalnya berada di wilayah Kota Lama Jakarta, ditandai dengan adanya Klenteng Jin De Yuan di Petak Sembilan (gambar 5.75) dan permukiman etnis Arab awalnya berada di wilayah Krukut. Perbatasan antara permukiman etnis Cina dan etnis Arab ditandai dengan pusat perdagangan/pasar (pasar Glodog), sesuai dengan aktivitas bekerja dari kedua etnis tersebut. Di kota Solo, permukiman keturunan etnis Arab dikenal didaerah yang disebut sebagai Pasar Kliwon dan permukiman keturunan etnis Cina disekitar Pasar Gede. Kedua etnis bertemu dalam rangkaian aktivias perdagangan disekitar Pasar Gede. Lokasi permukiman etnis Cina, Arab dan pribumi, diatur sejak masuknya Pemerintahan Hindia Belanda, dengan tujuan untuk mengontrol aktivitas masing-masing etnis dan diciptakan suasana yang tidak menyatu. Kota Jakarta dan Solo diambil sebagai studi banding, karena peristiwa kerusuhan pada tahun 1998 dikedua kota ini mengalami kerusakan akibat kecemburuan sosial pada etnis Cina.
Gambar 5.76 : Pasar Gede – Solo, Jawa Tengah
136
135
B A B VI PENILAIAN RELASI POLA TATA RUANG RUMAH PRODUKTIF BATIK DAN KARAKTER ETNISITAS PENGHUNI 6.1. Rumah Produktif Batik di Pekalongan. Rumah Produktif merupakan unsur ‘lindungan’ dalam suatu lingkungan binaan, adapun konsepnya terbagi dalam tiga penggolongan. Pertama, rumah produktif berdasarkan ciri pembagian aktivitas berhuni dan aktivitas bekerja/mencari nafkah dengan tipe campuran dimana aktivitas berhuni masih dominan; tipe campuran merupakan tipe dengan aktivitas berhuni dan bekerja mempunyai porsi yang seimbang akses diantara kedua aktivitas terpisah dan kedua aktivitas tidak saling mengganggu; tipe terpisah merupakan tipe dimana aktivitas berhuni dan bekerja terpisah sama sekali bahkan aktivitas berhuni berada ditempat yang berbeda, namun berdekatan. Kedua, rumah produktif berdasarkan proses yang dilakukan, yaitu proses pembuatan produk batik mulai dari persiapan – produksi – pasca produksi dan distribusi. Ketiga, rumah produktif berdasarkan pengelolaa
ruang, waktu, tenaga kerja,
modal dan lingkungan. Berikut konsep rumah produktif dalam gambar 6.1
Ciri-Ciri/tipe : - Campuran - Berimbang - Terpisah
Susunan Ruang pada rumah : Zona Publik, Semi Publik, Semi Privat, Privat Sebagai tempat tinggal Rumah Produktif Rumah (Keb. Dasar Manusia)
Sebagai tempat bekerja
Sebagai aset nilai ekonomi & non ekonomi
Gambar 6.1. Rumah Produktif
Proses : - Penyiapan & simpan bahan baku - Proses produksi - Penyimpanan hasil
Pengelolaan 1. Tempat/ruang 2. Waktu 3. Tenaga Kerja 4. Modal 5. Lingkungan
136
Gambar 6.2 menunjukkan lokasi rumah produktif yang menjadi obyek pengamatan :
6 15
7 9 8
14 16
10
11 12 13 2
3
1
4 5
Gambar 6.2. Obyek Penelitian - Pekalongan Timur
Tabel 6.1. Obyek Studi Rumah Produktif
Rumah Produktif di Kauman
Rumah Produktif di Sugihwaras
Rumah Produktif di Sampangan
1. Batik Faza
6. Batik Madhu Bronto
11. Batik Kresna
2. Batik Bella
7. Batik Luza
12. Batik Warna Indah
3. Batik Rizka
8. Batik Huza
13. Batik Mukti
4. Batik Falma
9. Batik Pisang Bali
14. Batik Jong
5. Batik Mufti
10. Batik Khanaan
15. Batik Unggul Jaya 16. Batik Teratai Indah
6.2. Rumah Produktif Etnis Pribumi/Jawa – Kauman Penelitian telah dilakukan pada lima rumah produktif di Kauman, yaitu Rumah Batik Faza, Rumah Batik Bella, Rumah Batik Rizka, Rumah batik Falma dan Rumah batik Mufti (gambar 6.2)
137
6.2.1.Rumah Batik Faza Rumah Batik Faza mempunyai tipe berimbang dimana aktivitas berhuni dan aktivitas bekerja mempunyai akses yang terpisah. Pada proses produksi yang dilakukan adalah persiapan, produksi, pasca produksi sampai distribusi. Distribusi dilakukan dengan dua model yaitu retail dalam bentuk terbatas, tidak ada toko dan distribusi dalam arti pengepakan kemudian dikirim ke konsumen pemesan didalam negeri. Pengelolaan Rumah Produktif dari segi ruang, terdapat penggunaan ruang bersama antara ruang berhuni dan ruang bekerja, dimana ruang keluarga dimanfaatkan untuk menyimpan material sebelum produksi dan pasca produksi. Pengelolaan dari segi waktu, pemilik usaha menggunakan waktunya fleksibel, tidak terikat jam kerja sedangkan pekerja memiliki waktu tertentu dalam bekerja dan istirahat. Setiap hari kamis setelah jam istirahat dilakukan pembayaran upah mingguan dan hari jum’at merupakan hari libur, kecuali untuk kaum perempuan, hari jum’at waktu kerja bebas sesuai dengan kebutuhan. Pengelolaan dari segi tenaga kerja, pekerja bukan berasal dari anggota keluarga, sehingga proses produksi sampai distribusi dapat dilakukan sesuai jam dan hari kerja. Berikut tabel 6.2. mengenai wujud budaya dan wujud fisik pada Rumah Batik Faza : Tabel 6.2. Rumah Produktif Batik Faza
Penduduk
Jawa/Pribumi
Wujud Budaya (norma/nilai-nilai)
Wujud Budaya (aktivitas)
Agama Islam - Rukun Religi : Islam: Syahadat, Sholat, Memeluk agama Islam Puasa, Zakat, Haji dengan menjalankan Sholat 5 waktu di ruang sholat yang khusus disediakan pada bagian hunian dan tempat bekerja.
Wujud Fisik (Rumah Produktif) Pengelolaan : - Mempunyai ruang sholat
138
Agama Islam: Hablum minallah Hablum minannas Hablum minalalamiin
Berhuni : Rumah dihuni oleh Keluarga besar dan/atau Keluarga inti, dimana bagian hunian terpisah dari tempat bekerja tetapi masih ada ruang yang digunakan bersama. Aktivitas rumah tangga diwadahi oleh ruang yang lengkap.
Ciri 1. BATIK FAZA
Produksi
Hunian
Kauman Gang 5
Pengelolaan Ruang R. Produksi Dapur
KM R. Makan R. Keluarga R. Simpan Keluarga
Ruang Simpan
R.Tidur R. Tamu Garasi Teras
Agama Islam: Hablum minallah Hablum minannas Hablum minalalamiin
Sosial Kemasyarakatan: Proses produksi sampai dengan distribusi melibatkan pekerja dari luar kalangan keluarga, dengan demikian toleransi/tenggang rasa merupakan faktor yang diutamakan dalam hal pengelolaan ruang, waktu dan tenaga kerja (libur sesuai dengan budaya setempat yaitu dihari jum’at)
Proses & Pengelolaan
Terbuka dengan lingkungan sekitar rumah, dimana rumah tidak dibatasi oleh pagar Agama Islam: Hablum minallah Hablum minannas Hablum minalalamiin
Bekerja/Mencari Nafkah: Rumah produktif mempunyai ciri berimbang, tetapi mempunyai ruang yang digunakan untuk berhuni dan bekerja.
Ciri, proses dan pengelolaan 1. BATIK FAZA
Produksi
Hunian
Kauman Gang 5
R. Produksi
Aktivitas produksi sampai dengan distribusi terwadahi dalam ruang.
Dapur
KM R. Makan R. Keluarga R. Simpan Keluarga
Ruang Simpan
R.Tidur R. Tamu
Waktu kerja pemilik usaha fleksibel; waktu kerja karyawan tertib.
Garasi Teras
139
libur sesuai dengan budaya setempat (jum’at) Modal rumah tangga dan usaha bercampur Pengelolaan limbah disediakan oleh lingkungan
6.2.2. Rumah Produktif Batik Bella Rumah Batik Bella, terletak di Kauman gang 5, merupakan rumah produktif tipe terpisah, yaitu memisahkan akses antara tempat bekerja dan tempat berhuni. Proses yang dilakukan pada rumah produksi ini adalah persiapan, produksi, pasca produksi dan distribusi. Pengelolaan rumah produktif berdasarkan ruang adalah fleksibel karena ada bagian ruang berhuni digunakan juga untuk ruang bekerja, yaitu digunakan untuk menyimpan barang sebelum proses produksi. Bahan yang disimpan berupa kain mori dan lilin/malam untuk membatik. Dalam hal pengelolaan waktu, terbagi menjadi dua; kelompok waktu bekerja untuk anggota keluarga bersifat fleksibel sedangkan waktu untuk pekerja yang bukan anggota keluarga menerapkan waktu kerja tertentu diselingi dengan waktu istirahat untuk melaksanakan sholat dan makan. Pengelolaan dari segi tenaga kerja adalah tenaga kerja dari anggota keluaga dan tenaga kerja bukan anggota keluarga. Pemilik Batik Bella, memeluk agama Islam ditandai dengan adanya ruang khusus untuk sholat pada huniannya. Karakter penghuni dan rumah produktif Batik Bella dalam bentuk tabel 6.3 akan memperjelas uraian diatas. Tabel 6.3. Karakter Penghuni & Bentuk Rumah Produktif Batik Bella
Penduduk
Jawa/Pribumi
Wujud Budaya Wujud Budaya (norma/nilai(aktivitas) nilai) Agama Islam - Religi : Rukun Islam: Beragama Islam, Syahadat, Sholat, dengan melakukan
Wujud Fisik (Rumah Produktif) Pengelolaan : Mempunyai ruang sholat
140
Puasa, Zakat, Haji
sholat 5 waktu diruang sholat yang khusus.
Agama Islam: Hablum minallah Hablum minannas Hablum minalalamiin
Berhuni : Merupakan rumah produktif berciri berimbang, dimana hunian mempunyai ruang yang lengkap, tetapi ada ruang yang digunakan bersama untuk hunian dan bekerja,yaitu ruang keluarga
Ciri 2. BATIK BELLA
Produksi
Hunian
Kauman Gang 5
Pengelolaan Dapur Km
R. Produksi
R. Tidur
R. Keluarga & R. Simpan
R. Tamu
Agama Islam: Hablum minallah Hablum minannas Hablum minalalamiin
Agama Islam: Hablum minallah Hablum minannas Hablum minalalamiin
R. Simpan
Toko
Teras
Sosial Kemasyarakatan: Mempunyai aktivitas proses produksi sampai dengan distribusi, sehingga melibatkan karyawan dari luar lingkungan keluarga; memerlukan toleransi khususnya dalam waktu kerja.
Proses : tipe 1 (produksi s/d distribusi)
Bekerja/Mencari Nafkah: Merupakan rumah produktif dengan ciri berimbang, dengan aktivitas produksi sampai distribusi; ruang hunian sebagian digunakan untuk bekerja.
Ciri, proses dan pengelolaan
Pengelolaan ruang: Dapur Km
R. Tidur
R. Tamu
R. Produksi
R. Keluarga & R. Simpan
R. Simpan
Toko
Teras
2. BATIK BELLA
Produksi
Hunian
Kauman Gang 5
141
Waktu kerja fleksibel bagi pemilik usaha dan waktu kerja tertib pada bagian produksi. Modal rumah tangga dan usaha bercampur Pengelolaan limbah disediakan oleh lingkungan
Dapur Km
R. Tidur
R. Produksi
R. Keluarga & R. Simpan
R. Tamu
Teras
R. Simpan
Toko
6.2.3.Rumah Produktif Batik Rizka Rumah Batik Rizka, terletak di Kauman gang 5, tipe rumah produktifnya adalah berimbang, yaitu memisahkan antara pintu masuk penghuni dengan pintu masuk bagian pekerja. Proses produksi yang dimiliki Rumah Batik Bella adalah persiapan, produksi, pasca produksi dan distribusi. Model pengelolaan dalam hal ruang, rumah produktif ini bersifat fleksibel karena ada bagian ruang hunian yang digunakan untuk ruang penyimpanan pasca produksi. Model pengelolaan dalam tenaga kerja terbagi menjadi dua, yaitu tenaga kerja anggota keluarga dan tenaga kerja bukan anggota keluarga. Berikut adalah tabel 6.4 mengenai karakter penghuni dan rumah produktif dari Batik Rizka. Tabel 6.4. Karakter Penghuni & Bentuk Rumah Produktif Batik Rizka
Penduduk
Wujud Budaya (norma/nilai-nilai)
Wujud Budaya (aktivitas)
Jawa/Pribumi
Agama Islam - Rukun Islam: Syahadat, Sholat, Puasa, Zakat, Haji
Religi : Memeluk agama Islam, dengan menjalankan sholat 5 waktu pada ruang khusus di huniannya serta di ruang produksi
Wujud Fisik (Rumah Produktif) Pengelolaan : Mempunyai ruang sholat
142
Berhuni : Rumah dihuni oleh keluarga inti dengan bentuk rumah produktif berimbang; ruangkeluarga dimanfaatkan pula untuk ruang simpan hasil produksi sebelum dikirim ke konsumen
Ciri
Agama Islam: Hablum minallah Hablum minannas Hablum minalalamiin
Sosial Kemasyarakatan: Proses produksi sampai dengan distribusi melibatkan pekerja dari luar lingkungan keluarga dengan hari libur pada hari Jum’at.
Proses dan Pengelolaan: Tipe 1 (proses lengkap)
Agama Islam: Hablum minallah Hablum minannas Hablum minalalamiin
Bekerja/Mencari Nafkah: Rumah produktif mempunyai ciri berimbang dengan ruang yang digunakan bersama adalah ruang keluarga. Pengelolaan waktu kerja pemilik usaha adalah fleksibel dan waktu kerja karyawan tertib. Modal rumah tangga dan usaha bercampur Pengelolaan limbah disediakan oleh lingkungan
Ciri, Proses dan
Agama Islam: Hablum minallah Hablum minannas Hablum minalalamiin
3. BATIK RIZKA
Produksi
Hunian
Kauman Gang 5
Pengelolaan Ruang:
3. BATIK RIZKA
Produksi
Hunian
Kauman Gang 5
Pengelolaan: R. Produksi
R. Simpan
R. Makan Dapur
R. Tidur & KM
R. Tidur
R. Keluarga & R. Simpan
Garasi
R.Tamu
6.2.4. Rumah Batik Falma Rumah Batik Falma, merupakan rumah produktif tipe campuran dimana pintu masuk/akses antara ruang berhuni dan ruang bekerja menjadi satu, tidak melakukan proses produksi secara
143
utuh, karena hanya sebagai distributor dari barang yang diproduksi oleh orang lain. Pengelolaan ruang dan waktu kerja sangat fleksibel karena tenaga kerja merupakan anggota keluarga dan tidak melibatkan tenaga kerja lain. Berikut
tabel 6.5. mengenai karakter
penghuni dan pola rumah produktif dari rumah batik Falma: Tabel 6.5. Karakter Penghuni & Bentuk Rumah Produktif Batik Falma
Penduduk
Jawa/Pribumi
Wujud Budaya (norma/nilai-nilai)
Wujud Budaya (aktivitas)
Wujud Fisik (Rumah Produktif)
Agama Islam - Rukun Religi : Pengelolaan : Islam: Syahadat, Sholat, Memeluk agama Islam - Mempunyai ruang sholat Puasa, Zakat, Haji dengan melaksanakan Sholat 5 waktu pada ruang yang disediakan khusus
Berhuni : Rumah produktif dengan ciri campuran, dihuni oleh Keluarga Besar.
Ciri 4. BATIK FALMA
Hunian
Produksi
Ruang tamu dan ruang keluarga digunakan untuk berhuni dan bekerja
Kauman Gang 7
Pengelolaan Dapur KM
R. Simpan
R.Tidur
R. Keluarga + R. Simpan
R.Tidur
R. Tamu + Toko Teras
Agama Islam: Hablum minallah Hablum minannas Hablum minalalamiin
Sosial Kemasyarakatan: Rumah Produktif ini tidak melaksanakan proses produksi, hanya sebagai distribusi produk, sehingga tidak menggunakan tenaga kerja diluar anggota keluarga. Waktu kerja sangat fleksibel sesuai dengan kehadiran tamu/pembeli.
Proses: tipe 3 (pasca prosuksi dan distribusi) Pengelolaan :
144
Dapur KM
R. Simpan
R.Tidur
R. Keluarga + R. Simpan
R.Tidur
R. Tamu + Toko Teras
Agama Islam: Hablum minallah Hablum minannas Hablum minalalamiin
Bekerja/Mencari Nafkah: Rumah produktif ini mempunyai ciri campuran dimana akses berhuni dan bekerja menggunakan pintu yang sama, karena aktivitasnya hanya distribusi produk. Ruang tamu dan ruang keluarga digunakan untuk aktivitas berhuni dan bekerja, waktu kerja fleksibel dan hanya menggunakan tenaga kerja anggota keluarga Modal rumah tangga dan usaha bercampur Pengelolaan limbah disediakan oleh lingkungan
Ciri dan Proses 4. BATIK FALMA
Hunian
Produksi
Kauman Gang 7
Pengelolaan Dapur KM
R. Simpan
R.Tidur
R. Keluarga + R. Simpan
R.Tidur
R. Tamu + Toko Teras
6.2.5. Rumah Batik Mufti Rumah Batik Mufti, merupakan rumah produktif yang terletak di kauman gang 8, dengan tipe campuran dimana ruang huni dan ruang distribusi produk menggunakan pintu yang sama/satu akses. Rumah Batik Mufti ini terletak disudut gang, sehingga proses produksi batik tulis yang berada bagian samping ruang berhuni dapat diakses dari sisi jalan yang berbeda dari akses untuk distribusi produk batik/toko. Berdasarkan proses yang dilakukan, rumah produktif Batik Mufti melakukan produksi dalam proses yang terbatas, tidak seluruh proses dilakukan karena ruang hunian yang terbatas. Kegiatan yang dilakukan adalah proses batik tulis dan proses pasca produksi (produksi dilakukan ditempat lain) serta distribusi produk berupa toko. Pengelolaan ruang berhuni dan ruang bekerja fleksibel, karena sebagian ruang berhuni
145
digunakan untuk aktivitas bekerja; tenaga kerja merupakan anggota keluarga dan bukan anggota keluarga tetapi mempunyai model pengelolaan tenaga kerja yang fleksibel. Berikut tabel 6.6 yang menunjukkan karakter penghuni dengan rumah produktif dari Rumah Batik Mufti Tabel 6.6. Karakter Penghuni & Bentuk Rumah Produktif Batik Mufti.
Penduduk
Jawa/Pribumi
Wujud Budaya (norma/nilai-nilai)
Wujud Budaya (aktivitas)
Wujud Fisik (Rumah Produktif)
Agama Islam - Rukun Religi : Islam: Syahadat, Sholat, Penghuni beragama Puasa, Zakat, Haji Islam, ruang sholat khusus hanya untuk penghuni, sedangkan untuk karyawan tidak disediakan ruang khusus, menggunakan sebagian ruang kerja untuk melaksanakan sholat
Pengelolaan : - Mempunyai ruang sholat
Agama Islam: Hablum minallah Hablum minannas Hablum minalalamiin
Ciri
Berhuni : Rumah produktif ini mempunyai ciri campuran dimana ruang kerja dan berhuni mempunyai akses yang sama; dihuni oleh Keluarga inti. Ruang tamu, ruang keluarga dan garasi digunakan untuk berhuni dan bekerja. Tenaga kerja dari anggota keluarga dan bukan anggota keluarga dengan waktu kerja teratur tetapi fleksibel
Agama Islam: Hablum minallah Hablum minannas Hablum minalalamiin
Sosial Kemasyarakatan: Proses produksi lengkap, tetapi hanya dalam jumlah yang terbatas dengan tenaga kerja yang terbatas dan waktu kerja tertur tetapi fleksibel.
5. BATIK MUFTI
Hunian Hunian Kerja
Kauman GangGang 8 Kauman 7
Pengelolaan Dapur & KM
R. Simpan
R. R. Produksi KELUARGA + Garasi
R. Simpan
R. Keluarga & Toko
R.Tamu & Toko
R.Tidur
Teras
Proses dan Pengelolaan : proses produksi (tidak lengkap), distribusi
146
Agama Islam: Hablum minallah Hablum minannas Hablum minalalamiin
Bekerja/Mencari Nafkah: Rumah Produktif ini mempunyai ciri campuran dengan proses produksi sampai distribusi dalam jumlah yang terbatas, menggunakan tenaga kerja diluar anggota keluarga secara terbatas dan menggunakan ruang bersama untuk berhuni dan bekerja pada ruang tama, ruang keluarga dan garasi. Modal rumah tangga dan usaha bercampur Pengelolaan limbah disediakan oleh lingkungan
Ciri dan Proses 5. BATIK MUFTI
Hunian Hunian Kerja
Kauman GangGang 8 Kauman 7
Pengelolaan Dapur & KM
R. Simpan
R. R. Produksi KELUARGA + Garasi
R. Simpan
R. Keluarga & Toko
R.Tamu & Toko
R.Tidur
Teras
6.3. Model Rumah Produktif di Kauman Berdasarkan analisis pada tabel2 mengenai wujud budaya dan wujud fisik maka, rumah produktif di Kauman diketahui bahwa: (1) penghuninya memeluk agama Islam yang melaksanakan Sholat lima waktu dengan menggunakan ruang khusus, (2) merupakan rumah produktif berciri campuran atau berimbang dengan beberapa ruang digunakan untuk kegiatan berhuni dan bekerja, (3) mempunyai proses produksi sampai distribusi yang melibatkan pekerja bukan anggota keluarga dengan waktu kerja yang teratur tetapi tetap menghargai tradisi dimana pada hari Jum’at merupakan hari libur untuk melaksanakan ibadah, (4) aktivitas bekerja diwadahi pada ruang khusus dan/atau ruang yang digunakan bersama, tenaga kerja anggota keluarga dan bukan anggota keluarga waktu kerja sesuai dengan tradisi setempat, modal kerja bercampur, pengelolaan limbah dilakukan oleh lingkungan. 6.4. Rumah Produktif Keturunan Etnis Arab – Sugihwaras
147
Rumah produktif keturunan etnis Arab di Sugihwaras yang menjadi obyek pengamatan adalah : Rumah Batik Madhu Bronto, Rumah Batik Luza, Rumah Batik Huza, Rumah Batik Pisang Bali, dan rumah batik Khanaan, berikut analisa mengenai karakter etnis dengan rumah produktifnya, dengan penghuni yang menganut agama Islam: 6.4.1. Rumah Produktif Batik Madhu Bronto Rumah Batik Madhu Bronto, terletak di jalan Surabaya nomor 1, rumah produktif ini dimiliki oleh keturunan etnis Arab. Selain mempunyai usaha dalam produk batik, penghuni mempunyai usaha dalam produksi dan distribusi susu sapi segar. Rumah produktif ini merupakan tipe berimbang dimana pintu masuk/akses untuk mencapai bagian hunian dan bagian bekerja terpisah. Sebagian proses produksi dilakukan di rumah produktif ini, yaitu proses persiapan, pasca produksi dan distribusi. Bentuk distribusi berupa toko yang menjual dalam bentuk eceran dan grosir. Pengelolaan ruang bekerja terpisah dengan ruang berhuni, waktu kerja berkisar antara fleksibel dan tertib karena mempunyai pekerja yang bukan anggota keluarga. Pemilik usaha dapat menjalankan usahanya dengan waktu yang fleksibel. Berikut tabel 6.7 untuk melihat karakter etnis penghuni dengan pola ruang produktifnya. Tabel 6.7. Karakter Penghuni & Bentuk Rumah Produktif Batik Madhu Bronto.
Penduduk Keturunan Etnis Arab
Wujud Budaya (norma/nilai-nilai) Agama Islam – Rukun Islam: syahadat, sholat, puasa, zakat, haji. Hablum minallah – hubungan antara manusia dengan Yang Maha Kuasa
Wujud Budaya (aktivitas) Religi : Penghuni memeluk agama Islam dengan melaksanakan sholat 5 waktu pada ruang khusus.
Wujud Fisik (Rumah Produktif) Pengelolaan
148
Hablum minanaas – hubungan antara manusia dengan sesama manusia dalam keluarga
Berhuni : Rumah produktif ini mempunyai ciri berimbang, ruang berhuni dan ruang bekerja berbeda.
Ciri 1. BATIK MADHU BRONTO
Hunian Hunian
Hunian
Kerja
Jl.Surabaya
Pengelolaan Madhu Bronto Km
R. Tidur
R. Tidur
Dapur R. Makan R. Tidur
R. Sholat
R. Duduk
R. Kel R. Kerja/ Toko
Teras
Hablum minanaas – hubungan atara manusia dengan sesama manusia dalam kehidupan sosial
Hablum minal alamin – hubungan antara manusia dengan alam dalam rangka kelangsungan hidupnya
Sosial Kemasyarakatan : Ruang kerja berupa toko/distribusi yang dilengkapi dengan gudang produk, Proses produksi dilakukan ditempat lain, dengan melibatkan pekerja lepas yang pembayarannya dilakukan setiap hari kamis
Proses
Bekerja/Mencari Nafkah : Rumah produktif ini mempunyai ciri berimbang, dengan proses produksi dikerjakan ditempat lain.
Ciri dan Proses :
Aktivitas berhuni dan bekerja tidak saling mengganggu Modal rumah tangga dan usaha bercampur Tidak ada pengelolaan limbah
Pengelolaan
Pengelolaan Madhu Bronto Km
R. Tidur
R. Tidur
Dapur R. Makan R. Tidur
R. Sholat
R. Duduk
R. Kel R. Kerja/ Toko
Teras
1. BATIK MADHU BRONTO
Hunian Hunian
Hunian
Kerja
Jl.Surabaya
Madhu Bronto R. Tidur
Km
R. Tidur
Dapur R. Makan R. Tidur
R. Duduk
Teras
R. Sholat R. Kel R. Kerja/ Toko
149
6.4.2. Rumah Produktif Batik Luza Rumah Batik Luza, merupakan rumah produktif yang dimiliki oleh keturunan etnis Arab, terletak di Sugihwaras gang 7. tipe rumah produktif terpisah karena ruang berhuni dan ruang bekerja terpisah/berada pada kavling yang sama tetapi mempunyai pencapaian yang berbeda. Rumah produktif ini memiliki tenaga kerja bukan anggota keluarga sehingga waktu kerja mempunyai jadwal yang tertib. Aktivitas berhuni dan bekerja masing-masing dilakukan dengan tidak saling bergantung, karena bagian hunian mempunyai ruang yang lengkap mulai dari teras, ruang tamu, ruang keluarga, ruang tidur, kamar mandi dan ruang servise seperti dapur, ruang cuci, garasi dan gudang. Berikut tabel 6.8 untuk melihat karakter etnis penghuni dengan pola ruang produktifnya.
Tabel 6.8. Karakter Penghuni & Bentuk Rumah Produktif Batik Luza.
Penduduk Keturunan Etnis Arab
Wujud Budaya (norma/nilai-nilai) Agama Islam – Rukun Islam: syahadat, sholat, puasa, zakat, haji. Hablum minallah– hubungan antara manusia dengan Yang Maha Kuasa
Hablum minanaas minanaas – hubungan antara manusia dengan sesama manusia dalam keluarga
Wujud Budaya (aktivitas) Religi : Memeluk agama Islam dengan melaksanakan kewajiban sholat 5 waktu pada ruang khusus, dibagian hunian dan dibagian bekerja
Wujud Fisik (Rumah Produktif) Pengelolaan
Berhuni : Rumah produktif yang mempunyai ciri berimbang, dimana tempat bekerja dan berhuni mempunyai akses yang terpisah, meskipun ada pintu khusus yang menghubungkan keduanya.
Ciri
Tidak ada ruang yang digunakan bersama antara bekerja dan
LUZA
KM
KM
Pantry
Solat Sholat
R.Keluarga
R.Kerja KM/WC KM
2. BATIK LUZA
Kerja
Hunian
Jl.H.A.Salim
KM
Servis
150
berhuni, masingmasing aktivitas dapat berjalan secara mandiri. Pengelolaan
Hablum minanaas – hubungan atara manusia dengan sesama manusia dalam kehidupan sosial
Sosial Kemasyarakatan: Proses yang dilakukan pada batik Luza adalah produksi dalam bentuk kain menjadi pakaian jadi, yang melibatkan pekerja bukan dari anggota keluarga, dimana jam kerja teratur dan pada hari jum’at pekerja laki-laki mendapatkan libur untuk melaksanakan ibadah Tamu hanya sampai teras depan
Proses & Pengelolaan
Hablum minal alamin – hubungan antara manusia dengan alam dalam rangka kelangsungan hidupnya - shiddiq, amanah, fathonah
Bekerja/Mencari Nafkah : Rumah produktif mempuyai ciri berimbang dimana tempat berhuni dan bekerja mempunyai area yang terpisah, meskipun berada pada lahan yang sama.
Ciri & Proses
Tenaga kerja bukan anggota keluarga dengan waktu kerja teratur. Modal rumah tangga dan usaha terpisah Tidak ada pengelolaan limbah
Pengelolaan
2. BATIK LUZA
Kerja
Hunian
Jl.H.A.Salim
6.4.3. Rumah Produktif Batik Huza Rumah Batik Huza, merupakan rumah produktif yang dimiliki oleh keturunan etnis Arab, terletak dijalan Kenanga, Pekalongan. Rumah produktif ini terdiri dari dua lantai bagian
151
bawah digunakan untuk bekerja dan bagian atas digunakan untuk berhuni. Pintu masuk antara kegiatan bekerja dan berhuni terpisah. Proses yang dimiliki oleh rumah produktif ini lengkap, mulai dari persiapan sampai dengan distribusi. Pengelolaan ruang masing-masing kegiatan (berhuni dan bekerja) berlangsung sesuai dengan kebutuhan masing-masing; demikian juga pengelolaan waktu, terutama dalam aktivitas bekerja diterapkan waktu dengan tertib. Bagian produksi setiap hari jum’at merupakan hari libur, sedangkan bagian distribusi/toko buka setiap hari termasuk hari minggu dengan jam kerja tertentu. Tenaga kerja bukan merupakan anggota keluarga, sehingga waktu untuk produksi dan distribusi dapat terjadwal dengan baik. Untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai rumah produktif Huza, berikut adalah tabel 6.9 mengenai karakter etnis dan rumah produktifnya. Tabel 6.9. Karakter Penghuni & Bentuk Rumah Produktif Batik Huza.
Penduduk Keturunan Etnis Arab
Wujud Budaya (norma/nilai-nilai) Agama Islam – Rukun Islam: syahadat, sholat, puasa, zakat, haji. Hablum minallah – hubungan antara manusia dengan Yang Maha Kuasa
Hablum minanaas minanaas – hubungan antara manusia dengan sesama manusia dalam keluarga
Wujud Budaya (aktivitas) Religi: Memeluk agama Islam, mempunyai ruang sholat dibagian hunian dan tempat bekerja
Wujud Fisik (Rumah Produktif) Pengelolaan
Berhuni : Rumah produktif dengan ciri berimbang, tempat berhuni dan bekerja mempunyai akses yang berbeda. Ruang bekerja berada dilantai dasar dan ruang hunian berada dilantai atas, dilengkapi 2 buah tangga penghubung untuk mencapai hunian
Ciri 3. BATIK HUZA
Hunian Hunian
Kerja
Peng Jl.H.A.Salim
elol
HUZA Servis
aan
Musola KM
R. Keluarga
Musola R. Kerja
R. Tidur
R. Tidur Teras
Lantai Dasar
Lantai Atas
152
dilantai atas.
Hablum minanaas – hubungan atara manusia dengan sesama manusia dalam kehidupan sosial
Hablum minal alamin – hubungan antara manusia dengan alam dalam rangka kelangsungan hidupnya - shiddiq, amanah, fathonah
Ruang berhuni mempunyai ruang yang lengkap (ruang keluarga, ruang tidur, ruang makan, kamar mandi, ruang sholat) Sosial Kemasyarakatan: Rumah produktif batik Huza proses produksi dilakukan pada tempat yang berbeda, pada lokasi ini dilakukan kegiatan distribusi dalam bentuk toko, dengan waktu kerja teratur dan tidak menerapkan libur dihari jum’at karena pekerja adalah perempuan. Bekerja/Mencari Nafkah : Batik Huza mempunyai ciri rumah produktif berimbang, dengan kegiatan distribusi produk. Ruang kerja dilengkapi dengan ruang sholat dan toilet, bagian hunian mempunyai ruang yang lengkap. Modal rumah tangga dan usaha terpisah Tidak ada pengelolaan limbah
Proses & Pengelolaan HUZA Servis Musola R. Keluarga
KM Musola R. Kerja
R. Tidur
R. Tidur Teras
Lantai Dasar
Lantai Atas
Ciri & Proses 3. BATIK HUZA
Hunian Hunian
Kerja
Jl.H.A.Salim
Pengelolaan HUZA Servis Musola KM
R. Keluarga
Musola R. Kerja
R. Tidur
R. Tidur Teras
Lantai Dasar
Lantai Atas
6.4.4. Rumah Produktif Batik Pisang Bali Rumah Batik Pisang Bali, terletak di jalan HA Salim, rumah produktif ini dimiliki oleh keturunan etnis Arab. Model rumah produktif Pisang bali adalah terpisah, dimana tempat berhuni dan tempat bekerja terpisah. Aktivitas yang berkaitan dengan proses produksi adalah pasca produksi dan distribusi produk. Adapun pengelolaan dalam ruang, waktu dan tenaga
153
kerja mempunyai keteraturan karena menggunakan tenaga kerja bukan dari lingkungan keluarga. Berikut adalah model rumah produktif dan karakter etnis pada rumah produktif Pisang Bali (tabel 6.10) Tabel 6.10. Karakter Penghuni & Bentuk Rumah Produktif Batik Pisang Bali.
Penduduk Keturunan Etnis Arab
Wujud Budaya (norma/nilai-nilai) Agama Islam – Rukun Islam: syahadat, sholat, puasa, zakat, haji.
Wujud Budaya (aktivitas) Religi: Memeluk agama Islam, mempunyai ruang sholat dibagian hunian Hablum minallah – dan tempat bekerja hubungan antara manusia dengan Yang Maha Kuasa
Hablum minanaas minanaas – hubungan antara manusia dengan sesama manusia dalam keluarga
Wujud Fisik (Rumah Produktif) Pengelolaan
Ciri : Berhuni; Rumah produktif dengan ciri berimbang, tempat berhuni dan bekerja mempunyai akses yang berbeda. Hunian mempunyai ruang yang lengkap, yaitu ruang tamu, ruang keluarga, ruang tidur, Pengelolaan dapur, ruang makan, kamar mandi, garasi/carport.
4. BATIK PISANG BALI
Kerja
Hunian
Jl.H.A.Salim
Pisang Bali
R. Keluarga
Servis
R. Tamu R.Kerja
Servis
R. Tidur
Teras
Lantai Dasar
Hablum minanaas – hubungan atara manusia dengan sesama manusia dalam kehidupan sosial
Sosial Kemasyarakatan, batik pisang bali melakukan proses yang tidak lengkap, hanya pasca produksi dan distribusi
Lantai Atas
Proses & Pengelolaan Proses mempunyai tipe 3
154
Hablum minal alamin – hubungan antara manusia dengan alam dalam rangka kelangsungan hidupnya - shiddiq, amanah, fathonah
Bekerja/Mencari Nafkah: Batik Pisang Bali mempunyai ciri rumah produktif berimbang, dengan kegiatan distribusi produk. Ruang kerja dilengkapi dengan ruang sholat dan toilet, bagian hunian mempunyai ruang yang lengkap. Modal rumah tangga dan usaha terpisah Tidak ada pengelolaan limbah
Ciri & Proses 4. BATIK PISANG BALI
Hunian
Kerja
Jl.H.A.Salim
Pengelolaan Pisang Bali R. Keluarga
Servis
R. Tamu R.Kerja
Servis
R. Tidur
Teras
Lantai Dasar
Lantai Atas
6.4.5. Rumah Produktif Batik Khanaan Rumah Batik Khanaan, rumah produktif ini dimiliki oleh keturunan etnis Arab, terletak di jalan HA Salim, Pekalongan. Proses produksi yang dilakukan adalah pasca produksi dan distribusi hasil produksi. Pengelolaan ruang, waktu dan tenaga kerja dinilai teratur, dalam arti ruang berhuni dan bekerja terpisah, waktu bekerja tertentu, penggunaan tenaga kerja bukan dari anggota keluarga. Berikut adalah tabel 6.11 mengenai karakter etnis dalam bentuk rumah produktif . Tabel 6.11. Karakter Penghuni & Bentuk Rumah Produktif Batik Khanaan.
Penduduk Keturunan Etnis Arab
Wujud Budaya (norma/nilai-nilai) Agama Islam – Rukun Islam: syahadat, sholat, puasa, zakat, haji. Hablum minallah hubungan antara manusia dengan Yang Maha Kuasa
Wujud Budaya (aktivitas) Religi: Memeluk agama Islam, mempunyai ruang sholat dibagian hunian dan tempat bekerja
Wujud Fisik (Rumah Produktif) Pengelolaan
155
Hablum minanaas – hubungan antara manusia dengan sesama manusia dalam keluarga
Berhuni: Rumah produktif dengan ciri berimbang, tempat berhuni dan bekerja mempunyai akses yang berbeda. Ruang bekerja berada dilantai dasar dan ruang hunian berada dilantai atas, dilengkapi 2 buah tangga penghubung untuk mencapai hunian dilantai atas.
Ciri KHANAAN
Hunian
Hunian Kerja
Pengelolaan
Khanaan
Ruang berhuni mempunyai ruang yang lengkap (ruang keluarga, ruang tidur, ruang makan, kamar mandi, ruang sholat)
KM
Servis
Musola R. Tidur
R. Keluarga
R. Kerja
Musola
Lantai Dasar
Teras Lantai Atas
Hablum minanaas – hubungan atara manusia dengan sesama manusia dalam kehidupan sosial
Sosial Kemasyarakatan: Rumah produktif batik Khanaan proses produksi dilakukan pada tempat yang berbeda, pada lokasi ini dilakukan kegiatan distribusi dalam bentuk toko, dengan waktu kerja teratur dan tidak menerapkan libur dihari jum’at karena pekerja adalah perempuan.
Proses & Pengelolaan,
Hablum minal alamin – hubungan antara manusia dengan alam dalam rangka kelangsungan hidupnya – shiddiq,
Bekerja/Mencari Nafkah: Batik Khanaan mempunyai ciri rumah produktif berimbang, dengan kegiatan
Ciri & Proses
156
amanah, fathonah
distribusi produk. Ruang kerja dilengkapi dengan ruang sholat dan toilet, bagian hunian mempunyai ruang yang lengkap. an Modal rumah tangga dan usaha terpisah Tidak ada pengelolaan limbah
KHANAAN
Hunian
Hunian Kerja
Peng elola
Khanaan
KM
Servis
Musola R. Tidur
R. Keluarga
R. Kerja
Musola
Lantai Dasar
Teras Lantai Atas
6.5. Model Rumah produktif di Sugihwaras. Berdasarkan analisis pada tabel2 mengenai wujud budaya dan wujud fisik maka, rumah produktif di Sugihwaras diketahui bahwa: (1) penghuninya memeluk agama Islam yang melaksanakan Sholat lima waktu dengan menggunakan ruang khusus, dimana setiap rumah produktif mempunyai ruang yang dimaksud baik dibagian hunian maupun ditempat bekerja, (2) merupakan rumah produktif dengan ciri
berimbang, tidak ada ruang hunian yang
digunakan bersama dengan kegiatan bekerja, meskipun diantara keduanya ada penghubung berupa tangga atau selasar, (3) mempunyai proses produksi sampai distribusi, tetapi proses produksi menempati lahan yang berbeda, hal tersebut tentunya melibatkan pekerja bukan anggota keluarga dengan waktu kerja yang teratur tetapi tetap menghargai tradisi dimana pada hari Jum’at merupakan hari libur untuk melaksanakan ibadah, (4) aktivitas bekerja diwadahi pada ruang khusus, tenaga kerja anggota keluarga dan bukan anggota keluarga mempunyai waktu kerja sesuai dengan tradisi setempat (jum’at merupakan hari libur kaum laki-laki dengan maksud memberikan kesempatan untuk melaksanakan ibadah secara maksimal). 6.6. Rumah Produktif Keturunan Etnis Cina – Sampangan
157
6.6.1. Rumah Produktif Batik Kresna Rumah Batik Kresna, terletak di jalan Hasanudin, rumah produktif ini mempunyai model Campuran, karena akses untuk ruang berhuni dan ruang bekerja tidak terpisah. Tidak melakukan proses produksi, yang dilakukan adalah pasca produksi dan distribusi. Pengelolaan ruang untuk berhuni dan bekerja terpisah, pengelolaan waktu tertentu dan tenaga kerja yang digunakan adalah bukan anggota keluarga. Berikut tabel 6.12 merupakan karakter etnis pada rumah produktif batik Kresna.
Tabel 6.12. Karakter Penghuni & Bentuk Rumah Produktif Batik Kresna.
Penduduk Keturunan Etnis Cina
Wujud Budaya (norma/nilai-nilai) Kong Hu Cu (Tian Dao/menghormati Yang Maha Kuasa & Ren Dao/menghormati sesama/setia/solidaritas) dan Taoisme (Dao)
Wujud Budaya (aktivitas) Religi: Katolik Memeluk agama Katolik, mempunyai ruang khusus untuk memuja Yang Maha Kuasa
Wujud Fisik (Rumah Produktif) Pengelolaan
Kong Hu Cu (Ren Dao/setia)dan Taoisme (Yin & Yang)
Berhuni: Rumah produktif berupa ruko yang terdiri dari dua unit; Mempunyai ciri rumah produktif campuran, dimana bagian hunian dan bekerja mempunyai akses yang sama, tetapi aktivitasnya terpisah.
Ciri
Merupakan rumah produktif dengan aktivitas distribusi, sedangkan produksi dilakukan oleh pihak
1. BATIK KRESNA
Hunian
Kerja
Jl. Hasanudin
Pengelolaan
158
lain.
KRESNA TERAS
Hunian mempunyai ruang yang lengkap
R. Keluarga Servis KM R. R.Tidur R. Tidur Ibadah R. Kerja
Kong Hu Cu (Ren Dao/solidaritas)dan Taoisme (Yin & Yang)
Sosial Kemasyarakatan: Tidak melakukan proses produksi, sehingga karyawan terbatas dan hanya memiliki karyawan perempuan
Proses & Pengelolaan
KRESNA TERAS R. Keluarga Servis KM R. R.Tidur R. Tidur Ibadah R. Kerja
Ruang kerja dibagian dibagian depan, digunakan juga untuk menerima tamu bukan anggota keluarga
Kong Hu Cu (Zhi/bijaksana dan Xin/dapat dipercaya) dan Taoisme (Yin & Yang)
Bekerja/Mencari Nafkah: Rumah produktif Kresna mempunyai ciri campuran, dengan aktivitas distribusi produk baik eceran maupun grosir. Pengelolaan ruang kerja dan berhuni terpisah, dengan waktu kerja yang teratur dan karyawan yang terbatas. Modal rumah tangga dan usaha bercampur Tidak ada pengelolaan limbah
Ciri & Proses 1. BATIK KRESNA
Hunian
Kerja
Jl. Hasanudin
Pengelolaan KRESNA TERAS R. Keluarga Servis KM R. R.Tidur R. Tidur Ibadah R. Kerja
6.6.2. Rumah Produktif Batik Warna Indah Rumah Batik Warna Indah, terletak di jalan Hasanudin, rumah produktif ini mempunyai model Campuran, karena akses untuk ruang berhuni dan ruang bekerja tidak terpisah. Proses
159
produksi yang dilakukan adalah pasca produksi dan distribusi. Pengelolaan ruang untuk berhuni dan bekerja fleksibel, pengelolaan waktu tertentu dan tenaga kerja yang digunakan adalah bukan anggota keluarga. Berikut tabel 6.13 mengenai karakter etnis pada rumah produktif batik Warna Indah. Tabel 6.13. Karakter Penghuni & Bentuk Rumah Produktif Batik Warna Indah.
Penduduk
Keturunan Etnis Cina
Wujud Budaya (norma/nilai-nilai)
Wujud Budaya (aktivitas)
Wujud Fisik (Rumah Produktif)
Kong Hu Cu (Tian Dao/menghormati Yang Maha Kuasa & Ren Dao/menghormati sesama/setia/solidaritas) dan Taoisme (Dao)
Religi: Memeluk agama Katolik, tidak mempunyai ruang khusus untuk memuja Yang Maha Kuasa, tetapi mempunyai wadah sesaji dibagian tempat kerja/toko.
Pengelolaan
Kong Hu Cu (Ren Dao/setia)dan Taoisme (Yin & Yang)
Berhuni: Merupakan rumah produktif dalam bentuk ruko 1 unit dengan ciri campuran, mempunyai akses yang sama untuk hunian dan ruang kerja. Penghuni bukan pemilik usaha, tetapi keluarga dari pemilik usaha.
Ciri 2. BATIK WARNA INDAH
Hunian
Kerja
Jl. Hasanudin
Pengelolaan WARNA INDAH Servis
Ruang keluarga pada bagian hunian digunakan juga sebagai ruang pamer koleksi toko
Kong Hu Cu (Ren Dao/setia)dan Taoisme (Yin & Yang)
Sosial Kemasyarakatan: Tidak melakukan proses produksi, hanya distribusi produk dalam jumlah terbatas.
R.Tidur R. Keluarga R. Kerja
Proses & Pengelolaan WARNA INDAH Servis R.Tidur R. Keluarga
Distribusi produk yang terbatas, menjadikan
R. Kerja
160
jumlah karyawan terbatas dan khusus perempuan. Kong Hu Cu (Zhi/bijaksana dan Xin/dapat dipercaya) dan Taoisme (Yin & Yang)
Bekerja/Mencari Nafkah : Mempunyai ciri campuran, ruang tertentu digunakan bersama antara hunian dan bekerja, tidak melakukan proses produksi sehingga karyawan terbatas, tetapi tetap mempunyai waktu kerja yang teratur Modal rumah tangga dan usaha terpisah Tidak ada pengelolaan limbah
Ciri & Proses 2. BATIK WARNA INDAH
Hunian
Kerja
Jl. Hasanudin
Pengelolaan WARNA INDAH Servis R.Tidur R. Keluarga R. Kerja
6.6.3. Rumah Produktif Batik Mukti Rumah Batik Mukti, rumah produktif ini mempunyai model Berimbang, karena akses untuk ruang berhuni dan ruang bekerja terpisah. Proses produksi yang dilakukan adalah pasca produksi dan distribusi. Pengelolaan ruang untuk berhuni dan bekerja tidak fleksibel, pengelolaan waktu teratur dan tenaga kerja yang digunakan adalah bukan anggota keluarga. Berikut tabel 6.14 merupakan karakter etnis dalam rumah produktif batik Mukti. Tabel 6.14. Karakter Penghuni & Bentuk Rumah Produktif Batik Mukti.
Penduduk
Wujud Budaya (norma/nilai-nilai)
Wujud Budaya (aktivitas)
Wujud Fisik (Rumah Produktif)
161
Keturunan Etnis Cina
Kong Hu Cu (Tian Dao/menghormati Yang Maha Kuasa & Ren Dao/menghormati sesama/setia/solidaritas) dan Taoisme (Dao)
Religi: Memeluk agama Katolik, tidak mempunyai ruang khusus untuk memuja Yang Maha Kuasa, karyawan tidak memilik ruang sholat khusus
Pengelolaan
Kong Hu Cu (Ren Dao/setia)dan Taoisme (Yin & Yang)
Berhuni: Merupakan rumah produktif dengan ciri berimbang, mempunyai akses yang berbeda untuk hunian dan ruang kerja.
Ciri
Tidak ada ruang hunian yang digunakan untuk bekerja.
Pengelolaan
3. BATIK MUKTI
Hunian Kerja
Jl.
MUKTI
Servis
R. Tidur
R . K e lu a r g a Te r a s
R. Kerja
Kong Hu Cu (Ren Dao/setia)dan Taoisme (Yin & Yang)
Kong Hu Cu (Zhi/bijaksana dan Xin/dapat dipercaya) dan Taoisme (Yin & Yang)
Sosial Kemasyarakatan: Proses produksi dilakukan ditempat terpisah, rumah produktif ini melakukan aktivitas distribusi secara eceran dan grosir, dengan karyawa yang terbatas,khusus perempuan
Proses & Pengelolaan
Bekerja/Mencari Nafkah: Mempunyai ciri rumah produktif berimbang, dengan aktivitas distribusi, tenaga kerja terbatas dengan waktu kerja yang teratur.
Ciri & Proses
Tidak ada ruang yang
MUKTI
Servis R . K e lu a r g a Te r a s
R. Kerja
R. Tidur
162 3. BATIK MUKTI
digunakan bersama antara hunian dan bekerja Modal rumah tangga dan usaha terpisah Tidak ada pengelolaan limbah
Pen Hunian Kerja
MUKTI Jl.
Servis
R. Tidur
R . K e lu a r g a Te r a s
R. Kerja
gelolaan
6.6.4. Rumah Produktif Batik Jong Rumah Batik Jong, rumah produktif ini mempunyai model Terpisah, karena akses untuk ruang berhuni dan ruang bekerja terpisah. Proses produksi yang dilakukan adalah pasca produksi dan distribusi. Pengelolaan ruang untuk berhuni dan bekerja tidak fleksibel, pengelolaan waktu teratur dan tenaga kerja yang digunakan adalah bukan anggota keluarga. Berikut pada tabel 6.16 merupakan karakter etnis pada rumah produktif batik Jong. Tabel 6.15. Karakter Penghuni & Bentuk Rumah Produktif Batik Jong.
Penduduk Keturunan Etnis Cina
Wujud Budaya (norma/nilai-nilai) Kong Hu Cu (Tian Dao/menghormati Yang Maha Kuasa & Ren Dao/menghormati sesama/setia/solidaritas) dan Taoisme (Dao)
Wujud Budaya (aktivitas) Religi: Memeluk agama Katolik, tidak mempunyai ruang khusus untuk memuja Yang Maha Kuasa/sembahyang, tetapi menyediakan wadah untuk persembahan
Wujud Fisik (Rumah Produktif) Pengelolaan
Kong Hu Cu (Ren Dao/setia)dan Taoisme (Yin & Yang)
Berhuni: Merupakan rumah produktif dengan ciri terpisah, mempunyai lahan dan akses yang berbeda untuk hunian dan ruang kerja.
Ciri
Tidak ada ruang hunian
163 JONG
yang digunakan untuk bekerja.
Peng Kerja
elola Hunian
an JONG Gudang/Musola
R. Kerj a
Jalan
R. Keluarga
R . T id u r
Servis
Te ra s
R . T id u r
R. Kerja
Kong Hu Cu (Ren Dao/setia)dan Taoisme (Yin & Yang)
Sosial Kemasyarakatan: Proses produksi dilakukan ditempat terpisah, rumah produktif ini melakukan aktivitas distribusi secara eceran dan grosir, dengan karyawan laki-laki dan perempuan dengan waktu kerja teratur.
Proses & Pengelolaan
Kong Hu Cu (Zhi/bijaksana dan Xin/dapat dipercaya) dan Taoisme (Yin & Yang)
Bekerja/Mencari Nafkah: Mempunyai ciri rumah produktif terpisah, dengan aktivitas distribusi, tenaga kerja laki-laki dan perempuan dengan waktu kerja yang teratur.
Ciri & Proses
Tidak ada ruang yang digunakan bersama antara hunian dan bekerja
JONG Gudang/Musola
R. Kerja
Jalan
R . T id u r
R. Kerja
Pengelolaan JONG
Modal rumah tangga dan usaha terpisah Tidak ada pengelolaan limbah
6.6.5. Rumah Produktif Batik Unggul Jaya
Kerja
Hunian
Servis
R . T id u r
R. Keluarga
Te r a s
164
Rumah Batik Unggul Jaya, rumah produktif ini mempunyai model Terpisah, karena akses untuk ruang berhuni dan ruang bekerja terpisah. Proses produksi yang dilakukan adalah pasca produksi dan distribusi. Pengelolaan ruang untuk berhuni dan bekerja tidak fleksibel, pengelolaan waktu teratur dan tenaga kerja yang digunakan adalah bukan anggota keluarga. Berikut tabel 6.16 merupakan karakter etnis dengan rumah produktif batik Unggul Jaya. Tabel 6.16. Karakter Penghuni & Bentuk Rumah Produktif Batik Unggul Jaya.
Penduduk Keturunan Etnis Cina
Wujud Budaya (norma/nilai-nilai) Kong Hu Cu (Tian Dao/menghormati Yang Maha Kuasa & Ren Dao/menghormati sesama/setia/solidaritas) dan Taoisme (Dao)
Wujud Budaya (aktivitas) Religi: Memeluk agama Katolik, tidak mempunyai ruang khusus untuk memuja Yang Maha Kuasa. Mempunyai Musholla untuk sholat karyawan
Wujud Fisik (Rumah Produktif) Pengelolaan
Kong Hu Cu (Ren Dao/setia)dan Taoisme (Yin & Yang)
Berhuni: Merupakan rumah produktif dengan ciri berimbang, mempunyai akses yang berbeda untuk hunian dan ruang kerja.
Ciri
Tidak ada ruang hunian yang digunakan untuk bekerja.
Pengelolaan
Sumber Jaya
R. Kerja
Hunian
R. Kerja
Mesjid
UNGGUL JAYA
Kerja
Hunian
Kerja
Sumber Jaya
R. Kerja
Hunian
R. Kerja
Mesjid
Kong Hu Cu (Ren Dao/setia)dan Taoisme (Yin & Yang)
Sosial Kemasyarakatan: Rumah produktif ini melakukan aktivitas produksi sampai distribusi secara eceran dan grosir, dalam bentuk bahan dan pakaian jadi dengan karyawan laki-laki dan perempuan serta memiliki waktu kerja
Proses & Pengelolaan
165
teratur.
Kong Hu Cu (Zhi/bijaksana dan Xin/dapat dipercaya) dan Taoisme (Yin & Yang)
Bekerja/Mencari Nafkah: Mempunyai ciri rumah produktif berimbang, dengan aktivitas produksi dan distribusi, tenaga kerja laki-laki dan perempuan dengan waktu kerja yang teratur.
Ciri & Proses UNGGUL JAYA
Kerja
Kerja
Pengelolaan Sumber Jaya
R. Kerja
Tidak ada ruang yang digunakan bersama antara hunian dan bekerja Modal rumah tangga dan usaha terpisah Ada pengelolaan limbah
Hunian
Hunian
R. Kerja
Mesjid
6.6.6. Rumah Produktif Batik Teratai Indah Tabel 6.17. Karakter Penghuni & Bentuk Rumah Produktif Batik Teratai Indah.
Penduduk Keturunan Etnis Cina
Wujud Budaya (norma/nilai-nilai) Kong Hu Cu (Tian Dao/menghormati Yang Maha Kuasa & Ren Dao/menghormati sesama/setia/solidaritas) dan Taoisme (Dao)
Wujud Budaya (aktivitas) Religi: Memeluk agama Katolik, tidak mempunyai ruang khusus untuk memuja Yang Maha Kuasa, ruang kerja memiliki ruang sholat untuk karyawan yang muslim
Wujud Fisik (Rumah Produktif) Pengelolaan
166
Kong Hu Cu (Ren Dao/setia)dan Taoisme (Yin & Yang)
Berhuni: Merupakan rumah produktif dengan ciri campuran, mempunyai akses yang sama untuk hunian dan ruang kerja.
Ciri TERATAI INDAH
Hunian Kerja
Hunian
Pengelolaan Tidak ada ruang hunian yang digunakan untuk bekerja.
TERATAI INDAH
Hunian
Hunian Kerja
Kong Hu Cu (Ren Dao/setia)dan Taoisme (Yin & Yang)
Sosial Kemasyarakatan: Rumah produktif ini melakukan aktivitas produksi sampai distribusi secara eceran dan grosir, dalam bentuk bahan dan pakaian jadi dengan karyawan laki-laki dan perempuan serta memiliki waktu kerja teratur.
Proses & Pengelolaan
Kong Hu Cu (Zhi/bijaksana dan Xin/dapat dipercaya) dan Taoisme (Yin & Yang)
Bekerja/Mencari Nafkah: Mempunyai ciri rumah produktif campuran, dengan aktivitas produksi dan distribusi, tenaga kerja laki-laki dan perempuan dengan waktu kerja yang teratur.
Ciri & Proses TERATAI INDAH
Hunian
Pengelolaan TERATAI INDAH R. Kerja
R. Tidur SERVIS R. Keluarga
SERVIS
Kantor/ Toko
Tidak ada ruang yang digunakan bersama antara hunian dan bekerja, kecuali garasi yang letaknya dilantai dasar. Modal rumah tangga dan usaha terpisah Tidak ada pengelolaan limbah
Hunian Kerja
Lantai Dasar
TERAS
Lantai Atas
167
6.7. Model Rumah Produktif di Sampangan Berdasarkan analisis pada tabel2 mengenai wujud budaya dan wujud fisik maka, rumah produktif di Sampangan diketahui bahwa: (1) penghuninya memeluk agama Katolik atau Kong Hu Cu yang melaksanakan ibadah dengan waktu dan cara tertentu, ada yang menggunakan ruang khusus untuk melaksanakan ibadah dirumah, ruang usaha pada umumnya mempunyai wadah untuk persembahan/pemasangan hio saat mulai aktivitas bekerja; untk sholah karyawan yang beragama muslim ada yang menyediakannya bahkan dalam bentuk bangunan tersendiri yaitu di Rumah Batik Unggul Jaya., (2) merupakan rumah produktif dengan ciri
berimbang, tidak ada ruang hunian yang digunakan bersama dengan
kegiatan bekerja, meskipun diantara keduanya ada penghubung berupa tangga atau selasar, (3) mempunyai proses produksi sampai distribusi, tetapi proses produksi menempati lahan yang berbeda, hal tersebut tentunya melibatkan pekerja bukan anggota keluarga dengan waktu kerja yang teratur tetapi tetap menghargai tradisi dimana pada hari Jum’at merupakan hari libur untuk melaksanakan ibadah, (4) aktivitas bekerja diwadahi pada ruang khusus yang terpisah dari hunian, tenaga kerja anggota keluarga dan bukan anggota keluarga mempunyai waktu kerja sesuai dengan tradisi setempat (jum’at merupakan hari libur kaum laki-laki dengan maksud memberikan kesempatan untuk melaksanakan ibadah secara maksimal). 6.8. Karakter Etnisitas Penghuni Penilaian Karakter etnisitas penghuni dari suatu rumah didasarkan pada hubungan lingkungan fisik, lingkungan sosial dan lingkungan kultural. Lingkungan fisik adalah lingkungan alam yang dilengkapi dengan artefak pada suatu lokasi tertentu, Lingkungan sosial menekankan pada hubungan antara manusia dengan manusia, sedangkan lingkungan kultural menekankan hubungan manusia dengan budaya (nilai/norma, aktivitas dan artefak), religi/kepercayaan dan perilaku. Lingkungan fisik di Pekalongan, yang menjadi obyek penelitian adalah rumah produktif di Kauman, Sugihwaras dan Sampangan; lingkungan sosial
168
adalah penduduk pribumi, penduduk keturunan etnis Arab dan penduduk keturunan etnis Cina yang berhubungan dengan budaya saat beraktivitas khususnya dalam segi religi, berhuni, sosial masyarakat dan mencari nafkah/bekerja. Ketiga jenis etnis (pribumi, keturunan arab, keturunan cina) dapat bekerja sama dan saling menunjang untuk melakukan kegiatan/aktifitas di Pekalongan, hal ini tercermin saat diadakannya perayaan yang berkaitan dengan keagamaan atau tradisi Syawalan, Imlek,
Perayaan Pek Cun, meskipun masing-masing
mempunyai norma dan adat istiadat sendiri sesuai dengan asal-usulnya. Norma-norma/nilai yang dianut merupakan falsafah kehidupan yang menjadi pedoman berperilaku/beraktivitas. Falsafah Jawa/pribumi antara lain adalah: berpedoman pada ajaran agama Islam, tetapi masih memegang adat terutama dalam kehidupan sosial kemasyarakatan yaitu
tepa selira
(bertenggang rasa, menghargai sesama manusia). Falsafah hidup orang keturunan etnis Arab erat kaitannya dengan agama Islam, yang tercermin dalam kitab suci Al Qur’an; antara lain yang telah diatur adalah hubungan antara manusia dengan Yang Maha Kuasa (Hablum minallah), hubungan antara manusia dengan manusia (Hablum minannas), hubungan manusia dengan alam/mata pencahariannya (Hablum minal alamin) (Astuti, Sri Puji – 2002). Sesuai dengan ajaran agama Islam, kaum lelaki merupakan kaum yang lebih istimewa dari kaum perempuan, sehingga kaum lelaki mempunyai tanggung jawab untuk melindungi kaum perempuan, terutama yang mempunyai hubungan keluarga. Kaum laki-laki mempunyai ruang gerak serta waktu yang lebih leluasa dibandingkan dengan perempuan (Bulkia, Aulia Ayu Riandini, 2012). Falsafah hidup masyarakat keturunan etnis cina, berdasarkan pada ajaran Kong Hu Cu/ Konfusius yaitu : Yen (keramah tamahan dalam hubungan dengan manusia) dan Li (gabungan antara tingkah laku, ibadah, adat kebiasaan, tata karma dan sopan santun). Keturunan Cina yang berada di Pekalongan merupakan perantauan dengan aktivitas berdagang. Sebagai perantau mereka harus mempertahankan diri untuk dapat hidup, oleh karena itu karakter keturunan Cina di Pekalongan adalah menjaga keramah tamahan dengan
169
lingkungan, mempunyai semangat tinggi untuk mempertahankan hidup/pekerja keras. Masyarakat keturunan cina merasa nyaman untuk tinggal dalam lingkungan pecinan, tetapi yang pemikirannya telah terbuka tinggalnya sudah keluar dari kawasan pecinan (Kurniawan, Stevanus 2010). Karakter Etnisitas merupakan bagian dari unsur ‘Manusia & Masyarakat’, secara rinci tergambar sebagai berikut :
Raga Manusia
Fisik Bagian wajah, terutama pada mata, hidung, warna kulit Karakter Etnisitas
Jiwa
Non Fisik (lingkungan fisik, sosial dan budaya) - Norma/nilai : falsafah hidup & ajaran agama - Aktivitas : religi, berhuni, sosial kemasyarakatan dan mencari nafkah/bekerja - Artefak : tempat ibadah, rumah tinggal, rumah produktif
Gambar 6.3. Etnisitas Penghuni
Pada gambar 6.3. karakter etnisitas merupakan manivestasi dari raga dan jiwa dalam bentuk fisik serta gerakan dan perilaku. Gerakan dan perilaku tercermin dalam wujud kebudayaannya, yaitu norma/nilai yang menjadi falsafah kehidupannya; agama/kepercayaan yang dianut; aktivitas religi, aktivitas berhuni, aktivitas sosial kemasyarakatan, aktivitas mencari nafkah. Berdasarkan data yang telah dikumpulkan, maka karakter orang pribumi yang berasal dari suku Jawa mempunyai norma kehidupan berdasarkan falsafah Jawa, yang antara lain menyebutkan bahwa hidup itu harus bermanfaat untuk orang lain dan menyikapi kehidupannya dengan arif dan bijaksana. Kepercayaan yang dianut oleh masyarakat pribumi adalah Islam, tetapi masih menjunjung tinggi tradisi Jawa, yang senantiasa menyelaraskan dengan kondisi alam dengan cara ritual yang disebut sebagai ‘selamatan’ misalnya dalam bentuk acara Sedekah Laut, dimana dengan dilakukannya ritual tersebut diharapakan hasil tangkapan ikan dari laut dapat maksimal dan nelayan selamat dalam mencari nafkah. Aktivitas religi dilakukan dengan melaksanakan kewajiban sholat lima waktu serta sholat
170
jum’at bagi kaum laki-laki. Kewajiban untuk melaksanakan ibadah wajib pada hari Jum’at, menjadikan hari jum’at merupakan hari libur bagi kaum laki-laki, khususnya yang mempunyai pekerjaan berhubungan dengan produksi batik. Aktivitas berhuni dalam suatu rumah terdiri dari keluarga inti atau sampai dengan keturunan kedua (ayah, ibu, anak dan cucu). Hubungan sosial kemasyarakatan di wilayah Kauman bersifat kekeluargaan yang akrab, ditandai dengan kegiatan pengajian yang dilakukan di mesjid Kauman baik untuk kaum laki-laki dan perempuan, dewasa dan anak-anak. Bagi masyarakat Kauman yang mempunyai Rumah Produktif (produk batik) kebersamaan diwadahi oleh suatu organisasi tertentu. Aktivitas bekerja masyarakat pribumi, khususnya di wilayah Kauman, bagi yang memiliki Rumah Produktif dengan proses produksi, dimulai pada jam delapan pagi, kemudian istirahat pada waktu sholat dzuhur (sekitar jam 12 siang) dan berakhir setelah melaksanakan sholat ashar (sekitar jam 16.00 sore). Rumah Produktif yang aktivitasnya tanpa produksi (pasca produksi dan distribusi) waktu kerja lebih fleksibel, sesuai dengan kehadiran konsumen, terlebih bila pekerjanya merupakan anggota keluarga. Karakter keturunan etnis Arab di Sugihwaras – Pekalongan, mempunyai falsafah hidup berpegang pada ajaran Al Qur’an: Hablum Minallah, Hablum Minannas dan Hablum Minal alamien karena menganut agama Islam. Sholat lima waktu merupakan kewajiban yang tidak dapat ditinggalkan. Keluarga yang tinggal dirumah adalah keluarga inti, anak yang sudah menikah tinggal terpisah dan anak yang sedang menuntut ilmu diluar kota Pekalongan, tinggal diluar kota Pekalongan. Dalam aktivitas sosial kemasyarakatan, keturunan etnis Arab berperan aktif dilingkungannya. Aktivitas untuk kaum perempuan mempunyai waktu yang terbatas, yaitu dilaksanakan maksimal sebelum tiba waktu Maghrib, untuk kaum laki-laki setelah sholat Maghrib, sambil menunggu sholat Isya terkadang terlihat tetap berada di Masjid sambil berdzikir dan setelah melaksanakan sholat Isya beberapa keturunan etnis Arab menerima tamu diteras rumahnya. Masyarakat keturunan etnis Arab, terkadang tampak
171
merasa superior dibandingkan dengan masyarakat pribumi. Kemungkinan karena keturunan etnis Arab merasa lebih ‘Islam’ dari masyarakat pribumi, meskipun sama-sama penganut agama Islam. Kecenderungan penduduk pribumi yang mempunyai falsafah Jawa nrimo dan budaya mengabdi, menjadikan masyarakat pribumi senantiasa mengalah pada kondisi yang ada. Aktivitas usaha yang dilakukan pada Rumah Produktif dilaksanakan pada waktu tertentu sesuai dengan jam kerja karena menggunakan tenaga kerja bukan anggota keluarga. Karakter keturunan etnis Cina menganut falsafah kehidupan Kong Hu Cu dan Taoisme, yang mengajarkan bahwa harus menyembah Pencipta alam semesta, dan berperilaku serta mempunyai etika yang baik (jujur dan santun dalam segala hal). Agama yang dianut Kristen atau Katolik. Meskipun telah menganut agama Kristen atau Katholik, tetapi masih melakukan tradisi turun temurun, seperti Tahun Baru Imlek, Cap Go Meh dan Pek Cun. Rumah dihuni oleh keluarga inti, anak yang telah menikah (berkeluarga) pindah kerumah lain atau pindah keluar kota. Pendidikan yang diterapkan pada keluarga keturunan etnis Cina telah merubah pola pikir masyarakat, sehingga aktivitas berdagang telah berubah komoditi dan cara atau beralih menjadi pekerja kantoran dikota besar atau di luar negeri. Aktivitas kemasyarakatan yang dilakukan berhubungan dengan aktivitas rohani dalam lingkungan gereja. Aktivitas bekerja yang berkaitan dengan produk batik telah bergeser kepada produk lain. Yang masih tetap bertahan adalah berdagang material untuk pekerjaan membatik, yaitu dalam bentuk lilin membatik/malam. Bagi yang tetap beraktivitas pada Rumah Produktifnya, mempunyai jadwal yang tertentu karena menggunakan tenaga kerja bukan anggota keluarga, anggota keluarga bertindak sebagai pengawas atau sebagai kasir yang menerima pembayaran dari konsumen. Untuk memperjelas karakter dari tiga etnis yang berbeda, berikut disajikan dalam bentuk tabel 6.18; tabel berupa wujud kebudayaan yang melihat dari segi norma, kepercayaan dan aktivitas. Tabel 6.18. Karakter Etnisitas Penghuni
172
Wujud Kebudayaan
Orang Pribumi
Keturunan Etnis Arab
Keturunan Etnis Cina
Nilai/norma/Kepercayaan
- Berpedoman pada ajaran agama Islam
- Berpedoman pada Al Qur’an - Penganut agama Islam
- Falsafah Kong Hu Cu dan Tao - Penganut agama Kristen, Katholik, Budha, Kong Hu Cu - Waktu Ibadah sesuai dengan kepercayaan yang dianut
Aktivitas Religi
-Sholat lima waktu -Sholat Jum’at (kaum laki-laki)
-Sholat lima waktu -Sholat Jum’at (kaum laki-laki)
Aktivitas Berhuni
- Keluarga besar atau keluarga inti
- Keluarga Besar atau keluarga inti
- Keluarga Inti
Aktivitas Sosial Kemasyarakatan
- Berperan aktif dan kekeluargaan
- Berperan aktif pada kondisi tertentu - Superior
- Berperan aktif pada kondisi tertentu. - Menyesuaikan dengan situasi
Aktivitas Bekerja
- Waktu kerja fleksibel bila aktivitas hanya distribusi - Waktu kerja tertentu, bila aktivitas menyangkut produksi - Modal bercampur - Pengolahan limbah
- Waktu kerja teratur & tertib, ada karyawan yang berperan aktif - Modal terpisah - Tidak ada Pengolahan limbah
Waktu kerja teratur & tertib, ada karyawan yang berperan aktif - Modal terpisah - Tidak ada Pengolahan limbah
6.9. Penilaian Relasi Bentuk Rumah Produktif di Kauman masyarakatnya mayoritas pribumi/Jawa, menganut agama Islam dengan lingkungan berbentuk ‘kampung kota’, kondisi sosial ekonomi menengah. Sugihwaras masyarakatnya mayoritas keturunan arab, menganut agama Islam dengan lingkungan berbentuk perkotaan, kondisi sosial ekonomi menengah atas. Sampangan masyarakatnya mayoritas keturunan cina, menganut agama non muslim dengan lingkungan berbentuk perkotaan, kondisi sosial ekonomi menengah atas. Berikut tabel 6.19 mengenai relasi dengan faktor yang mempengaruhi: Tabel 6.19. Relasi Pola Tata Ruang Rumah Produktif Batik dan Karakter Etnisitas Penghuni di Pekalongan
Falsafah kehidupan
Jawa/Pribumi
Keturunan Arab
Berpedoman ajaran Agama Islam/Al Qur’an, dengan unsur kejawen
Berpedoman ajaran Agama Islam/Al Qur’an
Keturunan Cina Berpedoman ajaran Agama Kristen atau Katolik, dengan nilai Kong Hu Cu dan
173
Aktivitas Religi
Aktiviitas Berhuni
Aktivitas Sosial Kemasyarakatan
Aktivitas Bekerja
Faktor lain
Relasi yang terbentuk
- Hunian mempunyai ruang sholat - Tempat kerja mempunyai ruang sholat - Rumah dihuni oleh keluarga inti atau keluarga besar - Rumah produktif mempunyai tipe berimbang atau campuran - Ruang keluarga dimanfaatkan untuk bekerja - Proses produksi melibatkan karyawan dengan etnis yang sama. - Rumah tanpa pagar, hubungan dengan lingkungan akrab
- Hunian mempunyai ruang sholat - Tempat kerja mempunyai ruang sholat - Rumah dihuni oleh keluarga inti atau keluarga besar - Rumah produktif mempunyai tipe berimbang - Ruang berhuni dan bekerja terpisah.
Taoisme - Tidak mempunyai ruang khusus untuk Ibadah. - Ada yg menyediakan Ruang sholat karyawan - Rumah dihuni oleh keluarga inti - Rumah produktif mempunyai tipe berimbang atau terpisah - Ruang berhuni dan bekerja terpisah.
- Proses produksi melibatkan karyawan dengan etnis yang berbeda (jawa dan keturunan arab) - Rumah dengan pagar, hubungan dengan lingkungan terbatas - Rumah produktif berimbang/campuran - Proses produksi lengkap, tetapi dilakukan ditempat yang berbeda
- Proses produksi melibatkan karyawan dengan etnis yang berbeda (jawa dan keturunan cina). - Rumah dengan pagar, shg hubungan dengan lingkungan terbatas - Rumah produktif berimbang/campuran - Proses produksi lengkap atau tidak lengkap.
- Ruang berhuni tidak ada yg digunakan bersama dengan ruang bekerja - Anggota keluarga tidak berperan aktif - Modal usaha dan rumah tangga tidak bercampur
- Ruang berhuni tidak ada yg digunakan bersama dengan ruang bekerja - Anggota keluarga tidak berperan aktif - Modal usaha dan rumah tangga tidak bercampur
-Pengelolaan lingkungan/limbah bersama-sama
- Tidak memiliki Pengelolaan lingkungan/limbah bersama-sama
- Tidak memiliki Pengelolaan lingkungan/limbah bersama-sama
- Permukiman Kampung Kota - Sosial ekonomi menegah - sosial budaya: jawa
- Permukiman Perkotaan
- Permukiman Perkotaan
- Sosial ekonomi menegah atas - sosial budaya: etnis arab
- Sosial ekonomi menegah atas - sosial budaya: etnis cina
Terbuka - Nilai/norma diterima sesuai keadaan - Aktivitas religi merupakan hal yang diperhatikan
Menengah/intermediate - Nilai/norma diterima sesuai keadaan - Aktivitas religi merupakan hal yang diperhatikan
- Aktivitas berhuni, sosial masyarakat dan bekerja Batas fisik dan non fisik transparan
- Aktivitas berhuni, sosial masyarakat dan bekerja Batas fisik dan non fisik menengah
Tertutup - Nilai/norma diterima sesuai keadaan - Aktivitas religi merupakan hal yang diperhatikan (utk karyawan) - Aktivitas berhuni, sosial masyarakat dan bekerja Batas fisik dan non fisik kearah masif
- Rumah produktif berimbang/campuran - Proses produksi lengkap atau tidak lengkap, dilakukan ditempat yang sama - Ruang berhuni ada yg digunakan bersama dengan ruang bekerja - Anggota keluarga berperan aktif - Modal usaha dan rumah tangga bercampur
174
Karakter etnisitas penghuni di Kauman dengan penduduk pribumi yang beragama Islam dari suku Jawa sesuai dengan falsafah kehidupannya adalah: bermanfaat bagi sesama, sabar, cermat, waspada, kompromi, tidak sombong, nrimo dan menyesuaikan diri. Karakter yang demikian cerminan pada lingkungan dan pola tata ruang rumah produktifnya adalah: posisi Kauman dengan kondisi jejaring (jalan) serta kavling yang relatif sempit/kecil, dan sebagian besar rumah tidak dilengkapi dengan pagar, maka teritorial lebih longgar dan lingkungan sosial terbentuk dengan akrab. Terhadap penggunaan ruang pada rumah produktif lebih fleksibel dalam arti kompromi dengan keadaan. Fleksibel dan Kompromi dengan keadaan digambarkan pada fungsi ruang yang digunakan secara bersama. Ruang keluarga dan atau ruang makan sebagian digunakan untuk menyimpan bahan baku produksi atau menyimpan hasil produksi sebelum didistribusikan. Karakter etnisitas penghuni di Sugihwaras, dengan penduduk keturunan Arab, sesuai dengan falsafah ajaran agama Islam, yang melindungi perempuan, sehingga rumahnya bersifat agak tertutup. Adapun falsafah dagang yang diterapkan adalah kejujuran serta kerjasama untuk mencapai hasil yang maksimal dalam istilah bahasa arab disebut sebagai shiddiq, amanah dan fathanah. Aktivitas produksi atau distribusi produk yang dilakukan, menggunakan sebagian kecil dari rumahnya. Kondisi demikian menunjukkan bahwa keturunan etnis Arab memandang privasi pada rumahnya masih diperlukan; atau dengan kata lain bagian untuk berhuni tidak terganggu dengan aktivitas ekonomi keluarga, meskipun masih dalam tapak yang sama atau berdekatan. Karakter etnisitas penghuni di Sampangan adalah keturunan etnis Cina, mempunyai falsafah kehidupan bahwa: menjaga keramah tamahan dalam hubungannya dengan sesama serta menjaga tingkah laku, tata krama, ibadah dan sopan santun; falsafah dalam berdagang memiliki etos kerja yang tinggi, berarti pantang menyerah/ulet dan hemat (dalam rangka
175
mempertahankan kehidupannya). Falsafah kehidupan yang menyebutkan tata karma, tingkah laku, agama dan sopan santun, menunjukkan kehati-hatian dalam perkataan dan perbuatan, sifat kehati-hatian didasari oleh kesadaran bahwa keturunan Cina merupakan pendatang meskipun sudah menetap. Sifat demikian dapat diartikan keturunan Cina masih mempunyai batas atau menutup diri. Aktivitas berdagang yang dilakukan mempunyai tempat yang terpisah dengan rumah yang dihuni, dan memandang rumah mempunyai privasi yang tinggi. Faktor sosial ekonomi menjadi bagian yang turut berperan pada kondisi hunian.
175
BAB VII KESIMPULAN Pelaksanaan penelitian secara keseluruhan menghasilkan suatu temuan yang dapat disimpulkan bahwa relasi yang terbentuk antara pola tata ruang
rumah produktif batik
dengan karakter etnisitas penghuni adalah: tipe relasi terbuka, relasi menengah/intermediate dan relasi tertutup. Proses mencapai kesimpulan pada penelitian ini berdasarkan pada pertanyaan penelitian yang telah dibuat pada Bab I, adapun pertanyaan penelitiannya sebagai berikut: 1. Pertanyaan
adalah: bagaimana pola tata ruang rumah produktif batik di Kauman,
Sugihwaras dan Sampangan ? Pola tata ruang Rumah Produktif batik di Kauman, Sugihwaras dan Sampangan adalah: Tabel 7.1. Pola Rumah Produktif Batik di Kauman. Rumah Produktif Batik di Kauman Batik Faza
Zona Rumah Produktif
Tipe Rumah Produktif Berimbang
Proses Pada Rumah Produktif Persiapan Produksi Distribusi
Berimbang
Persiapan Produksi Distribusi
Berimbang
Persiapan Produksi Distribusi
R. Produksi Dapur
KM R. Makan R. Keluarga R. Simpan Keluarga
Ruang Simpan
R.Tidur R. Tamu Garasi Teras
Batik Bella Dapur Km
R. Tidur
R. Tamu
Batik Rizka
R. Produksi
R. Keluarga & R. Simpan
Teras
R. Simpan
Toko
Pengelolaan Rumah Produktif - Ruang digunakan bersama antara berhuni dan bekerja - Waktu kerja fleksibel - Tenaga kerja dari lingkungan Pekalongan - Modal bercampur - Limbah dikelola - Ruang digunakan bersama antara berhuni dan bekerja - Waktu kerja fleksibel - Tenaga kerja dari lingkungan Pekalongan - Modal bercampur - Limbah dikelola - Ruang digunakan bersama antara berhuni dan bekerja - Waktu kerja fleksibel - Tenaga kerja dari lingkungan
176
Pekalongan - Modal bercampur - Limbah dikelola
R. Produksi
R. Simpan
R. Makan Dapur
R. Tidur & KM
R. Tidur
R. Keluarga & R. Simpan
R.Tamu
Garasi
Batik Falma Dapur KM
R. Simpan
R.Tidur
R. Keluarga + R. Simpan
Campuran
Pasca Produksi Distribusi
- Ruang digunakan bersama antara berhuni dan bekerja - Waktu kerja fleksibel - Tenaga kerja dari lingkungan keluarga - Modal bercampur - Limbah dikelola
Campuran
Produksi Distribusi
- Ruang digunakan bersama antara berhuni dan bekerja - Waktu kerja fleksibel - Tenaga kerja dari lingkungan Pekalongan - Modal bercampur - Limbah dikelola
R.Tidur
R. Tamu + Toko Teras
Batik Mufti Dapur & KM
R. Keluarga & Toko
R. Simpan
R. R. Produksi KELUARGA + Garasi
R.Tamu & Toko
R.Tidur
Teras
R. Simpan
Tabel 7.2. Pola Rumah Produktif Batik di Sugihwaras. Rumah Produktif Batik di Sudihwaras Batik Madhu Bronto
Zona Rumah Produktif Madhu Bronto Km
R. Tidur
Tipe Rumah Produktif
Proses Pada Rumah Produktif
Pengelolaan Rumah Produktif
Berimbang
Persiapan Produksi Distribusi
- Ruang ada yang digunakan bersama antara berhuni dan bekerja - Waktu kerja fleksibel - Tenaga kerja dari lingkungan Pekalongan - Modal terpisah - Tidak ada limbah
Berimbang
Persiapan Produksi Distribusi
- Ruang tidak ada yang digunakan bersama antara berhuni dan bekerja - Waktu kerja teratur - Tenaga kerja dari lingkungan
R. Tidur
Dapur R. Makan R. Tidur
R. Duduk
R. Sholat R. Kel R. Kerja/ Toko
Teras
Batik Luza LUZA
KM Pantry
KM
Solat Sholat
R.Keluarga
R.Kerja KM/WC KM
KM
Servis
177
Pekalongan - Modal terpisah - Tidak ada limbah
Batik Huza
HUZA
Berimbang
Pasca Produksi Distribusi
- Ruang tidak ada yang digunakan bersama antara berhuni dan bekerja - Waktu kerja teratur - Tenaga kerja dari lingkungan Pekalongan - Modal terpisah - Tidak ada limbah
Berimbang
Pasca Produksi Distribusi
- Ruang tidak ada yang digunakan bersama antara berhuni dan bekerja - Waktu kerja teratur - Tenaga kerja dari lingkungan Pekalongan - Modal terpisah - Tidak ada limbah
Servis Musola R. Keluarga
KM Musola R. Kerja
R. Tidur
R. Tidur Teras
Lantai Dasar
Batik Pisang Bali
Lantai Atas
Pisang Bali R. Keluarga
Servis
R. Tamu R.Kerja
Servis
R. Tidur
Teras
Lantai Atas
Lantai Dasar
Batik Khanaan
Berimbang
Khanaan
Distribusi
KM
Servis
Musola R. Tidur
R. Keluarga
R. Kerja Musola
Teras Lantai Dasar
Lantai Atas
- Ruang tidak ada yang digunakan bersama antara berhuni dan bekerja - Waktu kerja teratur - Tenaga kerja dari lingkungan Pekalongan - Modal terpisah - Tidak ada limbah
Tabel 7.3. Pola Rumah Produktif Batik di Sampangan Rumah Produktif Batik Di Sampangan Batik Kresna
Zona Rumah Produktif
Tipe Rumah Produktif Campuran Berimbang
KRESNA TERAS R. Keluarga Servis KM R. R.Tidur R. Tidur Ibadah R. Kerja
Proses Pada Rumah Produktif Distribusi
Pengelolaan Rumah Produktif - Ruang tidak ada yang digunakan bersama antara berhuni dan bekerja - Waktu kerja teratur - Tenaga kerja dari lingkungan Pekalongan - Modal terpisah - Tidak ada limbah
178
Batik Warna Indah WARNA INDAH
Campuran Berimbang
Distribusi
- Ruang ada yang digunakan bersama antara berhuni dan bekerja - Waktu kerja teratur - Tenaga kerja dari lingkungan Pekalongan - Modal terpisah - Tidak ada limbah
Berimbang
Pasca Produksi Distribusi
- Ruang tidak ada yang digunakan bersama antara berhuni dan bekerja - Waktu kerja teratur - Tenaga kerja dari lingkungan Pekalongan - Modal terpisah - Tidak ada limbah
Berimbang
Pasca Produksi Distribusi
- Ruang tidak ada yang digunakan bersama antara berhuni dan bekerja - Waktu kerja teratur - Tenaga kerja dari lingkungan Pekalongan - Modal terpisah - Tidak ada limbah
Servis R.Tidur R. Keluarga R. Kerja
Batik Mukti
MUKTI
Servis
R. Tidur
R . K e lu a r g a Te r a s
R. Kerja
Batik Jong JONG Gudang/Musola
R. Kerja
Jalan
R. Keluarga
R . T id u r
R . T id u r
Servis
Te r a s
R. Kerja
Batik Unggul Jaya
Berimbang Sumber Jaya
R. Kerja
Hunian
Produksi Distribusi
R. Kerja
Mesjid
Batik Teratai Indah
Berimbang TERATAI INDAH R. Kerja
R. Tidur SERVIS R. Keluarga
SERVIS
Kantor/ Toko
Lantai Dasar
TERAS
Lantai Atas
Produksi Distribusi
- Ruang tidak ada yang digunakan bersama antara berhuni dan bekerja - Waktu kerja teratur - Tenaga kerja dari lingkungan Pekalongan - Modal terpisah - Tidak ada limbah - Ruang tidak ada yang digunakan bersama antara berhuni dan bekerja - Waktu kerja teratur - Tenaga kerja dari lingkungan Pekalongan - Modal terpisah - Tidak ada limbah
179
2. Pertanyaan berikutnya: bagaimana karakter etnisitas penghuni di Kauman, Sugihwaras dan Sampangan ? Karakter etnisitas penghuni di Kauman, Sugihwaras dan Sampangan adalah seperti pada tabel 7.4: Tabel 7.4. Karakter Etnisitas Penghuni dalam Wujud Budaya Wujud Kebudayaan
Orang Jawa/Pribumi
Keturunan Etnis Arab
Keturunan Etnis Cina
Nilai/norma/Kepercayaan
- Falsafah Jawa - Penganut agama Islam - Ruang sholat khusus
- Berpedoman pada Al Qur’an - Penganut agama Islam - Ruang sholat khusus
Aktivitas Religi
-Sholat lima waktu -Sholat Jum’at (kaum laki-laki) - Ruang sholat khusus
-Sholat lima waktu -Sholat Jum’at (kaum laki-laki) - Ruang sholat khusus
- Falsafah Kong Hu Cu dan Taoisme - Penganut agama Kristen, Katholik, Budha, Kong Hu Cu - Ruang sholat sesuai kebutuhan - Waktu Ibadah sesuai dengan kepercayaan yang dianut - Ruang sholat karyawan tersedia
Aktivitas Berhuni
- Keluarga besar atau keluarga inti - Ruang keluarga digunakan sebagai ruang bekerja
- Keluarga Besar atau keluarga inti - Ruang keluarga tidak digunakan sebagai ruang bekerja
- Keluarga Inti
Aktivitas Sosial Kemasyarakatan
- Berperan aktif dan kekeluargaan
- Berperan aktif pada kondisi tertentu - Superior
- Berperan aktif pada kondisi tertentu. - Menyesuaikan dengan situasi
Aktivitas Bekerja
- Waktu kerja fleksibel bila aktivitas hanya distribusi produk/toko - Waktu kerja tertentu, bila aktivitas menyangkut produksi
- Waktu kerja teratur & tertib, ada karyawan yang berperan aktif
Waktu kerja teratur & tertib, ada karyawan yang berperan aktif
- Ruang keluarga tidak digunakan sebagai ruang bekerja
3. Bagaimana relasi pola tata ruang rumah produktif batik dan karakter etnisitas penghuni ? Relasi yang terbentuk, dibagi menjadi tiga tipe yaitu: (1) Relasi Terbuka, ditemui pada rumah produktif di Kauman, dimana batas teritorial antara ruang hunian (privat) dan ruang bekerja secara fisik sangat terbuka dengan kondisi bahwa Kauman merupakan hunian dalam bentuk Kampung dengan kondisi sosial ekonomi
180
masyarakatnya kelas menengah, sebagian besar hunian tidak dilengkapi dengan pagar rumah, bentuk rumah produktifnya berimbang dan campuran, mempunyai ruang sholat khusus, mempunyai ruang yang digunakan bersama antara berhuni dan bekerja, waktu kerja teratur tetapi fleksibel, tenaga kerja berasal dari etnis yang sama, modal usaha dan rumah tangga bercampur serta mempunyai pengolahan limbah bersama. (2) Relasi Menengah/Intermediate terjadi pada rumah produktif di Sugihwaras, dimana yang menjadi pertimbangan bahwa Sugihwaras merupakan hunian dalam bentuk permukiman di kota dengan kondisi sosial ekonomi masyarakatnya kelas menengah atas,
hunian
dilengkapi dengan pagar rumah, bentuk rumah produktifnya berimbang, mempunyai ruang sholat khusus, tidak ada ruang yang digunakan bersama antara berhuni dan bekerja atau dengan kata lain bahwa hunian merupakan bagian yang memerlukan privasi, waktu kerja teratur, tenaga kerja berasal dari etnis yang berbeda, terkadang ada anggapan bahwa etnis Jawa/pribumi mempunyai posisi yang tidak sederajat dengan keturunan etnis Arab dan (3) Relasi Tertutup, terjadi pada rumah produktif di Sampangan, dimana diketahui bahwa Sampangan merupakan hunian dalam bentuk permukiman di perkotaan dengan kondisi sosial ekonomi masyarakatnya kelas menengah atas, hunian dalam bentuk kavling dilengkapi dengan pagar rumah, hunian dalam bentuk rumah toko/ruko, bagian depan mempunyai pintu besi yang senantiasa tertutup rapat, bentuk rumah produktifnya berimbang dan campuran, tidak semua rumah produktif di Sampangan mempunyai ruang sholat khusus, tidak ada ruang yang digunakan bersama antara berhuni dan bekerja, waktu kerja teratur, tenaga kerja berasal dari etnis yang sama, penghuni mempunyai batasan tertentu karena adanya perbedaan etnis. 4. Mengapa terjadi relasi yang demikian ? Relasi yang terjadi dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu: (1) lingkungan fisik, dimana Kauman mempunyai lingkungan permukiman “Kampung” yang berbeda dari Sugihwaras dan
181
Sampangan yang merupakan lingkungan perkotaan; (2) sosial ekonomi, dimana Kauman mempunyai kelas sosial ekonomi menengah; (3) sosial budaya, pada lokasi penelitian di Kauman, Sugihwaras dan Sampangan penghuninya merupakan tiga etnis yang berbeda sehingga ditemui tiga budaya. Berikut tabel 7.5 mengenai faktor yang mempengaruhi relasi: Tabel 7.5. Faktor yang mempengaruhi Relasi. Faktor yang mempengaruhi Relasi
Kauman
Sugihwaras
Sampangan
Lingkungan Fisik
Kampung Kota
Perkotaan
Perkotaan
Sosial Ekonomi
Menengah
Menengah atas
Menengah atas
Sosial Budaya
Jawa/Pribumi
Keturunan Etnis Arab
Keturunan Etnis Cina
Berdasarkan unsur penelitian place (Kauman, Sugihwaras dan Sampangan), activity (religi, berhuni, sosial kemasyarakatan dan bekerja pada rumah produktif khusus produk batik) dan actor (penghuni sesuai dengan etnisitasnya); ketiga unsur ini mempunyai keterikatan, dalam hal ini adalah relasi (terbuka, menengah dan tertutup) antara tata bentuk rumah produktif (khusus produk batik) dengan etnisitas penghuninya.
183
Daftar Pustaka 1. Jurnal Nasional, Jurnal Internasional, Majalah. Journal of Technolgy (2013), vol 4, No 3 – Shabila Anjani dkk - Design of Ergonomic Stool (dingklik)For Batik Crafters. Jurnal Aplikasi Ilmu-ilmu Agama, vol 1, no 1, Desember 2000 - Sukriyanto, H, AR, Membangun Persaudaraan dengan Masyarakat Tionghoa. Jurnal Dimensi – Vol. 33 no 1 - 2005 - Aryanti Dewi, Antariksa, San Soesanto - Pengaruh Kegiatan Berdagang terhadap Pola Ruang dalam Bangunan Rumah-Toko di Kawasan Pecinan Kota Malang. Jurnal Dimensi Teknik Arsitektur Vol 34, No.2, Desember 2006 – Andri Satrio Pratomo, Antariksa, Septiana Hariyani – Pelestarian Kawasan kampung Batik Laweyan Kota Surakarta. Jurnal Ilmu Komunikasi, vol. 10 no 1 Jnuari – April 2012, halaman 13-27 - Lubis, Lusiana Andriani (2012), Komunikasi antar Budaya Etnis Tionghoa da Pribumi di Medan, Tesis – Magister Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Sumatra Utara. Jurnal Ilmu Komunikasi, vol. 10 no 1 Jnuari – April 2012, halaman 13-27- Lubis, Lusiana Andriani (2012), Komunikasi antar Budaya Etnis Tionghoa dan Pribumi di Medan, Tesis – Magister Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Sumatra. Jurnal Nalars Volume 9 Nomor 1 Januari 2010 : 73-82 – Anisa – Paradigma Penelitian Jurnal Pedagogia Vol 1 No 1 Desember 2011 : 85-98. – Rifki Afandi _ Dosen FKIP Univ Muhamadiyah Sidoarjo – Integtasi Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar. Jurnal Ruas, Vol 11, no 2, Desember 2013 – Iwan Wibisono - Tingkat dan Jenis Perubahan Fisik Ruang Dalam Pada Rumah Produktif (UBR) Perajin Tempe Kampung Sanan, Malang Journal of Architectural and Planning Research ,Volume29 , Number3. Autumn, 2012 ; Locke Science Publishing Co Inc, Chicago.USA. 2. Pustaka (text book) Abduh Syamsir , (2006); Metodologi Penelitian , Cara Parktis Menulis Disertasi ; Universitas Trisakti. Jakarta. Abrams Charles ,(1969); Housing In The Modern World, man’s struggle for shelter in an urbanizing world; Faber & Faber Limited, London UK. Adiyanto Johanes (2004); Naskah Jawa, Arsitektur Jawa; Wastu Lanas Grafika, Surabaya.
184
Alan Johnson-Paul (1994); The Theory of Architecture, Concepts Themes & Practices;Van Nostrand Reinhold , New York. Antoniades Anthony C . (1992); Phoetics of Architecture , Theory of Design; John Wiley & Sons,Inc. Toronto. Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta - PT. Rineka Cipta. Asa Kusnin . (2000); Batik Pekalongan Dalam Lintasan Sejarah ; GKBI , DEKOPIN. Jakarta Indonesia. Ballantyne.Andrew ((2005); Architectural Theory, A Reader In Philosophy And Culture ; Continuum, London. New York. Basrowi, & Suwandi. (2008). Memahami Penelitian Kualitatif, Rineka Cipta - Jakarta Basyir Ahmad Mohammad , (2008) ; Kumpulan Kata-Kata yang Terlupakan dari Pekalongan ; Pekalongan Press - Pekalongan.
Bayuadhy Gesta , (2015); Tradisi-Tradisi Adiluhung Para Leluhur JAWA, Melestarikan Berbagai Tradisi Jawa Penuh Makna ; Dipta .Wonosari.Baturetno - Jogyakarta. Behsh M.Basam. (1993) ; Towards Housing in Harmony with Place, Constancy and change in Traditional Syrian House from the Standpoint of Environmental Adaption ; Sigma Lund , Sweden. Biddulph Mike . (2007); Introduction to Residential Layout ; Elsevier Ltd, Oxford. Borden Iain, Fraser Murray,Panner Barbara. (2014) ; Forty Ways To Think about Achitecture, Architecturel history and theory today ; John Willey & Sons. West Sussex UK. Broadbent Geoffrey . (1973); Design in Architecture , Architecture and Human Sciences ; John Wiley & Sons, New York.USA. Bungin, B. (2009). Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana. Cage Foster Mike. (2011) ; Aesthetic Theory , essential texts for Architecture and Design ; W.W.Norton & Company, New York . London. Carmona Matthew, Heath Tim, Oc Taner , Tiesdell Steve ((2003) ; Public Places , Urban Places, The Dimension of Urban Design; Architectural Press.Burlington Great Britain.
185
Chadwick Bruce A . (1991) ; Metode Penelitian Ilmu Pengetahuan Sosial ; IKIP Semarang Press, Semarang. Chang, Amos Ih Tiao (1981), The Tao Of Architecture, Princenton University Press - Sussex, UK Childs Mark C. (2012) ; Urban Composition , Developing Community Through Design ;Princenton Architectural Press, New York .USA. Clapham David F.Clrck William AV. Gibb Kenneth. (2012) ; The SAGE Handbook of Housing Studies ; SAGE Publication Ltd . London.UK. Creswell, John W (2003) second edition; Research Design , Qualitative, Quantitative and Mixed Methods Approaches; SAGE Publications; Thousand Oaks London - New Delhi. Crysler C.Craig .(2012) ; The SAGE handbook of, Architectural Theory ; SAGE Publication .Singapore. Curl Stevens James. (1994); Dictionary of Architecture ; Magpie Books, Grangebooks UK. Cuthbert Alexander R ((2006) ; The Forms Of Cities, Political, Economy and Urban Design ; Blackwell , Carlton Victoria, Australia. D.K Ching . (2000) ; ARSITEKTUR, Bentuk, Ruang, dan Tatanan edisi2 ; Erlangga ,Jakarta. Daldjoeni (1977) ; Seluk Beluk Masyarakat Kota, Pusparagam Sosiologi Kota dan Ekologi Sosial; Alumni,Bandung. Darmawan Edy Ir.M.Eng ,(2003) ; Teori dan Implementasi Perancangan Kota ; BP Universitas Diponegoro - Semarang , Indonesia. Day Christopher . (1990) ; Spirit & Place ; Architectural Press. Oxford. Denzin Norman K, Lincoln Yvonna S (1994) ; Handbook of Qualitative Research ; SAGE Publications; Thousand Oaks London.New Delhi. Durling.David Phd , Friedman.Ken Phd (2000); Doctoral Education In Design , Foundation For The Future ; Stafford Shire University Press, UK. Elden Stuart , (2004); Understanding Hendri Lefebvre , Theory and the Possible ; Continuum, London. New York. Elliot Inger McCabe . (2004); BATIK , Fabled Cloth of Java ; Clarcksonn & Potter Inc , New York USA. Elizabeth Tonkin, Malcolm Kenneth Chapman, Maryon McDonald (1989), History and Ethnicity, Routledge - British
186
Elvin George , (2007); Integrated Practice in Architecture, Mastering Design-Build, Fast-Track, and Building Information Modeling ; John Willey & Sons, Inc .New Jersey .Canada. Emmons Paul, Hendrix John, Lomholt Jane . (2012);The Cultural Role of Architecture, Contemporary and Historical Perspectives; Antropologi Struktural ; Kreasi Wacana, Bantul.Indonesia. Endraswara Suwardi, (2012), ; Falsafah Hidup Jawa, Menggali Mutiara dari Intisari Filsafat Kejawen ; Cakrawala, Godean. Jogyakarta. Endraswara, S. (2009). Metode Penelitian Folklor: Konsep, Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta: Media Pressindo Frank Karen.A , Schneekloth Lynda H. (1994) ; Ordering Space , Types in Architecture and Design; International Thomson Publishing Inc, New York USA. Franklin Bridget, (2006) ; Housing Transformations , Shaping the space of 21st century living ; Routledge.Taylor and Francis Group, London and New York. Geertz Clifford , ( 1992); Tafsir Kebudayaan ; Penerbit Kanisius , Jakarta. Gelernter Mark, (1995); Sources of Architectural Form , A critical history of Western design theory ; Manchester University Press.UK and New York USA. Goonewardena Kanishka, Kipfer Stefan,Milgrom Richard, Schmid Christian ((2008) ;Space, Difference, Everyday Life , Reading Henri Lefebvre ; Routledge.Taylor and Francis Group, London and New York. Groat, L; David Wang. (2013). Architectural Research Methods. New York: John Wiley & Sons, Inc. Habraken N.J. (1998) ; The Structure of Ordinary ; Graphic Composition Inch , USA. Hadinugroho, Dwi Lindarto (2002), Ruang dan Perilaku, suatu Kajian Arsitektural, Fakultas Teknik Jurusan Arsitektur, Universitas Sumatra Utara, USU digital library Hall.Tim, Hubbard Phil (1998) ; The Entrepreneurial City, Geographies of Politics, Regime and Representation ; John Wiley & Sons Ltd, Sussex. England. Hanan Himasari, (2010) ; Sejarah,Teori,dan Kritik Arsitektur 2010 ; Sekolah Arsitektur,Perencanaan Dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK) Institut Teknologi Bandung (ITB) ; Ganesha .Bandung.
187
Haryadi, B Setiawan (2004) Arsitektur , Lingkungan dan Perilaku; Pengantar ke Teori, Metodologi dan Aplikasi, GajahMada University Press, Jogyakarta. Hendrix Shannon John . (2013);The Contradiction Between Form and Function in Architecture ;Routledge,New York .USA. Hershberger Robert G. (1999); Architectural Programming and Predesign Manager ; Mc GrawHill New York. USA. HM Zaenudin (2015) ; Asal-Usul Benda-Benda di Sekitar Kita Tempo Doeloe ; CHANGE (PT.Jaytuna Ufuk Abadi), Jakarta Indonesia. Horgan John , (1977) ; The End of Science , Facing the Limits of Knowledge in the Twilight of the Scientific Age ; Bantam Doubleday Dell Publishing Group, Inc. New York .USA. Hudson and Thames ,(1980); Modern Architecture , a critical history ; Thames and Hudson Ltd, London UK. Israel Toby (2003) ; Some Place Like Home, Using Design Psychology to Create Ideal Places; John Wiley & Sons Ltd, Sussex. England. Jencks Charles, Kropf Karl . (1977) ; Theories and Manifestoes , of Contemporary Architecture ; Academy Editions, Sussex London UK. Jones, JC (1970) Design Methods, John Wiley & Sons, New York Koentjaraningrat,(2009) “Pengantar Ilmu Antropologi (Edisi Revisi)”, PT. Rineka Cipta, Jakarta. Kuhn, Thomas S, (2002) The Structure of Scientific Revolutions, Bandung
PT Remaja Rosdakarya,
Kurokawa Kisho.( 1994) ; The Philosophy of Symbiosis ; Academy Editions, St Martin Press, New York . Kuswartojo Tjuk. (2005) ; Perumahan dan Permukiman di Indonesia, Upaya membuat perkembangan kehidupan yang berkelanjutan ; Institut Teknologi Bandung (ITB) Bandung. Kuswartojo, Tjuk (2012), Perumahan dan Permukiman di Indonesia, ITB – Bandung Kuswartoyo Tjuk. (2010) ; Mengusik Tata Penyelenggaraan Lingkungan Hidup dan Pemukiman, Permukiman Perkotaan , dan Pendidikan Arsitektur ; Kelompok Keahlian Perumahan dan Permukiman Sekolah Arsitektur Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan ITB. Bandung. Lang Jon . (2006) ; Urban Design, A Typology of Procedures and Product ; Elsevier Linacre House. Oxford .UK.
188
Lange Alexandra, (2012) ,; Writing About Architecture, Mastering The Language of buildings and Cities ; Princenton Architectural Press, New York. Lawson Bryan . (2001);The Language of Space; Reed Educational and Professional Publishing Ltd, Gillingham ,UK . Leach Neil .(1977); Rethinking Architecture , a reader in cultural theory ; Routledge, London UK. Levebre Henri (1998);The Production of Space; Blackwell Oxford UK and Cambridge USA. Li, Xiaodong (1993); Meaning Of The Site , a Holisitc Approach towards Site Analysis on behalf of the Development of a Design Tool based on comparative case-study between FengShui and Kevin Lynch System ; Bouwstenen Publikatieburo Bouwkunde, Eindhoven. Netherland. Lowe Stuart .(1988); Housing Policy Analysis, Architecture; Princenton Architectural Press. New York.USA. M. Dirhamsyah, (2014); PEKALONGAN yang (Tak) Terlupakan, Sebuah Katalog Warisan Budaya Pekalongan ; Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah KotaPekalongan, Pekalongan. Mallgrave Francis Harry, Contandripoulos Christina. (2008 ;Architectural Theory, Volume II,An Anthology from 1871-2005 ; Blackwell Publishing , USA. Maslow, Abraham (1954), Motivation and Personality, Harper & Row – New York. Miller Derbert C. (1977);Handbook of Research Design and Social Measurement; Longman , New York, London. Moleong, Lexy J. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif . PT. Remaja RosdaKarya - Bandung Morse, J. M., & Niehaus, L. (2009). Mixed method design: principles and procedures. Walnut Creek, CA, USA: Left Coast Press Inc. Mumford Lewis (1961); The City in History, Its Origins, Its Transformations and Its Prospects; Harcourt, Brace & World,Inc, New York .USA. Nas Peter J.M , (1993) ; Urban Symbolism , Studies in Human Society ; Leiden University, Netherland. Nass Peter J.M. (2003) ; Cities Full of Symbols , A Theory of Urban Space and Culture ; Leiden University Press .Leiden. Nasution. (2008). Metodologi Research, Bumi Aksara - Jakarta
189
Nesbitt Kate (1996); Theorizing A New Agenda For Architecture, An Anthology Of Architectural Theory 1965-1995; Pricenton Architectural Press ; New York. Newberry Jan. (2013); Back Door Java, Negara Rumah Tangga , dan Kampung di keluarga Jawa; Yayasan Obor Pustaka Indonesia. Jakarta. Norberg Christian-Schultz .(1986); Architecture: Meaning and Place; Electa Spa. Milan .Italy. Ode, La, MD (2012); Etnis Cina Indonesia dalam Politik – Politik Etnis Cina Pontianak dan Singkawang di Era Reformasi 1998-2008, Yayasan Pustaka Obor, Jakarta. Oliver Paul . (2003) ; Dwellings , The Vernacular House World Wide ; Phaidon Press Inc, New York . Owen Graham, (2009); Architecture, Ethics and Globalization ; Routledge.Taylor and Francis Group, London and New York. Pena, William (2001), Problem Seeking, New Directions in Architectural Programming, Cavdill, Rowlett and Scott, Houston Pickard Quentin (1988); The Architects’ Handbook ; Blackwell Publishing Oxford. UK. Prijotomo Josef . (2006) ; (Re) Konstruksi Arsitektur Jawa , Griya Jawa dala Tradisi Tanpa tulisan ; Wastu Lanas Grafika ,Surabaya. Purnomo Agus B. (2009) ; Teknik Kuantitatif untuk Arsitektur dan Perancangan Kota ; PT. Raja Grafindo Persada , Jakarta. Rahardiansyah Trubus. (2013); Perilaku manusia , dalam Perspektif Struktural, Sosial dan Kultural ; Universitas Trisakti , Jakarta. Rapaport Amos . (1982) ; The Meaning of The Build Environment ,Non Verbal Communication Approach ; SAGE Publications , London. UK. Rapoport Amos . (1969) ; House Form and Culture ; Prentice Hall, Engelwood Cliffs ; New York. Robert Witherspoon . (1981); Mixed-Use Developments: New ways of land use (Technical Bulletin-Urban Land Institute;71); ULI-Urban Land Institute,Washington DC, USA. Ronald Arya (2005); Nilai – Nilai Arsitektur Rumah Tradisionil Jawa; Gajah Mada University Press,Bulak Sumur Jogyakarta. Sachari, A. (2005). Pengantar Metodologi Penelitian Budaya Rupa: Desain, Arsitektur, Seni Rupa dan Kriya. Penerbit Erlangga - Jakarta
190
Salim, Agus. 2006. Teori & Paradigma Penelitian Sosial. Tiara Wacana - Jogyakarta Salura Purnama (2008); Colours of Culture in Architecture; PT.Cipta Sastra Salura, Bandung ,Indonesia. Sanderson Stephen K. (2000); Makro Sosiologi , Sebuah Pendekatan Terhadap Realitas Sosial ; PT. Raja Grafindo Persada , Jakarta. Santosa Budi Revianto , (2000); OMAH , Membaca Makna Rumah Jawa ; Bentang Budaya . Jogyakarta. Sarwono, Wirawan Sarlito Prof.Dr. (2013); Teori-Teori Psikologi Sosial; Rajawali Press . Jakarta. Sastra M Suparno ,(2006) ; Perencanaan Dan Pembangunan Perumahan ; Andi Offset ,Jogyakarta. Satori, Djam’an. Prof. DR. MA. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Alfabeta - Bandung Schefold Reimar,Domeniq Gaudenz, Nas Peter. (2003); Indonesian Houses, Tradition and Transformation in Vernacular Architecture ; Singapore University Press, Singapore. Setiadi, Amos, (2009); Pengantar Metodologi Penelitian Arsitektur; Universitas Atmajaya .Jogyakarta. Setiawan B, Hariadi. (2014) Arsitektur, Lingkungan dan Perilaku, Pengantar Teori, metodologi dan Aplikasi, Gadjah Mada University Press - Jogyakarta Setiono,Benny G (2008) " Tionghoa dalam Pusaran Politik", TransMedia, Jakarta. Sharr.Adam (2007);Thinkers For Architects, Heidegger for Architects; Routledge.Taylor and Francis Group, London and New York. Shirvani, Hamid, (1985), Urban Design Process, Van Nostrand Reinhold - University of Michigan. Silas, Johan dan Rekan, (2000); Rumah Produktif, Dalam Dimensi Tradisional Dan Pemberdayaan; UPT ITS - Surabaya. Soekanto, Soerjono (1982); Sosiologi, Suatu Pengantar; PT. Jakarta Grafindo 2000, Jakarta. Soeroto, Myrtha . (2011); JAWA , Pustaka Budaya & Arsitektur; MYRTLE Publishing, Batam. Subagio, Wahyudi .(2014); Perencanaan dan Pembangunan Perumahan Rakyat di Indonesia; Universitas Trisakti, Jakarta.
191
Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. – Alfabeta - Bandung Sukandarrumidi , (2006) ; Metodologi Penelitian , Petunjuk Praktis untuk Peneliti Pemula ; Gajah Mada University Press. Jogyakarta. Suryabrata, S. (1983). Metodologi Penelitian.- Raja Grafindo Persada - Jakarta Suryadinata, Leo Dr. (1984); Dilema Minoritas Tionghoa; Grafiti Pers , Jakarta. Sutejo, Suwondo B Dipl .Ing . (1983) ; Arsitektur,Manusia,dan Pengamatannya , Laporan Seminar Tata lingkungan Mahasiswa Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Indonesia; Djambatan, Jakarta - Indonesia Sutejo, Suwondo B Dipl. Ing (1980); Proses Perancangan yang Sistematis; Djambatan Press. Jakarta - Indonesia. Veldhuisen Harmen C. (2007); Batik Belanda 1840-1940 , Pengaruh Belanda pada Batik dari Jawa , Sejarah dan Kisah-Kisah di Sekitarnya ; Gaya Favorit Pres , Jakarta Indonesia. Widayati, Naniek .( 2004); Settlement of Batik Entrepreneurs in Surakarta; GajahMada University Press - Jogyakarta. Yin K,Robert Prof.Dr. (2014); Studi Kasus, Desain & Metode; Raja Grafindo Perkasa - Jakarta. Zainul, Basri Yuswar. (2007); Bunga Rampai, Ekonomi Pesisir; Universitas Trisakti. Jakarta. Zaprulkhan Dr.S.Sos.I, MSI. (2015); Filsafat Ilmu, Sebuah Analisis Kontemporer; Raja Grafindo Persada - Jakarta, Indonesia. Zevi, Bruno .( 1957); Architecture As Space, How to look at Architecture; Horizon Press, New York. USA. 3. Makalah Ilmiah dalam Prosiding Pertemuan Ilmiah Prosiding (2012) - Wiwik Wahidah Osman & Samsuddin Amin– Hasil Penelitian - Rumah Produktif : Sebagai Tempat Tinggal dan Tempat Bekerja di Permukiman Komunitas Pengrajin Emas; Pola Pemanfaatan Ruang Pada Usaha Rumah Tangga Makalah Ilmiah, (2010) - Model Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi, 2010, Prof Dr. Dasim Budimansyah, M Si; Dr. Yadi Ruyadi, MSi; Dr Nandang Rusmana - Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. Seminar Nasional Perumahan & Permukiman (2010), Taufiqurrahman, M Faqih, Hari Purnomo Perubahan Pola Tatanan Ruang Rumah Tinggal sebagai akibat kegiatan Industri Rumah Tangga. Studi Kasus : Pengrajin Logam di Desa Ngingas, Kecamatan Waru – Kabupaten Sidoarjo.
192
Prosiding Seminar Nasional – Menuju Masyarakat madani dan Lestari (2013), Nirwantoro dkk Analisis Kepemimpinan Perusahaan Keluarga di Sentra Batik Pekalongan. Prosiding Seminar Nasional (2013) - Lubis BU, Primasari, Adenan Sugihwaras Sebagai Pembentuk Arsitektur Kota Pekalongan
Kampung
Arab
4. Internet bisniskeuangan.kompas.com google earth google maps http://pekalongankota.go.id/berita/warga-tionghoa-pekalongan-gelar-perayaan-peh-cun http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/131656343/PENDIDIKAN%20KARAKTER%20MENU RUT%20KI%20HAJAR%20DEWANTORO.pdf – Haryanto http://sulut.kemenag.go.id/file/dokumen/NABIKONGCU.pdf http://vita-r-cahyani.staff.uns.ac.id/2013/11/08/filosofi-hidup-orang-jawa/ http://www.acehinstitute.org/id/publikasi/penelitian/item/13-identifikasi-tingkat-kesesuaianhunian-terhadap-karakter-penghuni.html - 01032015 http://www.bps.go.id Kompas.com – Rabu 28 Maret 2012, diakses 12 April 2016 http://www.caramita.com – sejarah GKBI di Pekalongan http://www.kemendagri.go.id/pages/profil-daerah/kabupaten/id/33/name/jawatengah/detail/3375/kota-pekalongan http://www.kompasiana.com/ardans/berziarah-ke-makam-habaib-di-sapuro-pekalongan http://www.radarpekalonganonline.com/58826/makna-dibalik-logo-baru-kota-pekalongan/ http://www.tubiyono.com/opini/33-cina-arab-dan-jawa-sebagai-legitimasi-bisnis-yang-berbasismultikultural.html (Makalah Seminar ‘Bahasa Ibu; ke 6 – Univ. Udayana – Bali, Februari 2013) Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), online kompasiana.com pekalongan.biz pekalongankota.or.id sindonews.com – Koran Sindo 13 November 2014 toldbydian.wordpress.com www.cintapekalongan.com 5. Skripsi, Tesis, Disertasi Agustiningrum, Ella Puspita (2010) - Ekspektasi Peran Klaster Batik Pekalongan dalam Pengembangan Klaster Regional Sapta Mitra Pantura - Tesis, Program Pascasarjana Universitas Diponegoro – Semarang. Astuti, Sri Puji (2002) Rumah Tinggal Etnis Keturunan Arab di Pekalonngan - Kajian Organisasi Ruang Rumah Tinggal Etnis Keturunan Arab di Kelurahan Sugihwaras Kampung Arab, Pekalongan. Tesis, Program Pascasarjana Universitas Diponegoro - Semarang
193
Budiyuwono, Hartanto (2014), Disertasi – Mintakat Ruang Hunian Berdasarkan Etnis Pasca Pengguna di Kota Tegal, Jawa Tengah; Universitas Katolik Parahyangan – Bandung Bulkia, Aulia Ayu Riandini, (2012), Pola Pergerakan Etnis Arab di Surakarta, Kasus : Kecamatan Pasar Kliwon, Skripsi – FMIPA Geografi – Universitas Indonesia - Depok Yogaswara, Herry (2012), Meneruskan Hidup Setelah Kerusuhan – Ingatan Kolektif dan Identitas Etnis Madura Pasca Kekerasan Antar Etnis di Kota Sampit, Kalimantan Tengah, Disertasi Antropologi Universitas Indonesia – Depok. Kurniawan, Stevanus (2010), Pemaknaan Ruko sebagai Hunian oleh Masyarakat Tionghoa, Skripsi, Departemen Arsitektur – FT Universitas Indonesia – Depok. Lubis, Lusiana Andriani (2012) Komunikasi Antar Budaya Etnis Tionghoa dan Pribumi di Kota Medan, Tesis Program Studi Magister Ilmu Komunikasi FISIP – Universitas Sumatra Utara. Meilani Sari Putri (2010) - Fungsi Museum Batik Pekalongan Sebagai Sarana Pewarisan Budaya Kerajinan Batik Bagi Pelajar di Pekalongan, Tesis – Universitas Negri Semarang Siti Mumun Muniroh (2011) - Psikologi Keberlanjutan Sekolah Pekerja Anak di sektor batik – Tesis Fakultas Psikologi, Universitas Gadjah Mada - Jogyakarta 6. Laporan Penelitian, Makalah (tak diterbitkan) Laporan Penelitian ITN Malang - Lalu Mulyadi, Suryo Tri Haryanto, A Murti Nugroho, 2003 Perubahan Fisik Rumah Tinggal dengan adanya UBR pada Rumah Tangga di Kampung Sanan Kota Malang Makalah (2002) - Hadinugroho, Dwi Lindarto – Ruang dan Perilaku 7. Artikel dalam Koran Harian Kompas, 13 April 2016 Harian Kompas, 19 Juni 2016 – selisik batik Harian Kompas, 26 Juni 2016 – selisik batik 8. Peraturan Undang-undang N0 1 tahun 2011 9. Lain-lain Kitab Suci Al Qur’an
195
DAFTAR ISTILAH 1. Aktivitas = keaktifan, kegiatan. 2. Analisis = penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan, dan sebagainya) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebab-musabab, duduk perkaranya, dan sebagainya). 3. Batik = Kain bergambar yang pembuatannya secara khusus dengan menuliskan atau menerakan malam pada kain itu, kemudian pengolahannya diproses dengan cara tertentu; sehingga membentuk suatu kain batik. 4. Batik Cap = Batik yang dibuat dengan alat cap. 5. Batik Printing = Batik yang dibuat dengan menggunakan metode sablon. Disebut printing sebab pergerakan alat sablon menyerupai proses pencetakan menggunakan printer (mesin pencetak). 6. Batik Tulis = Batik yang dibuat dengan tangan (bukan dengan cap). 7. Dewi Sri = dewi pertanian, dewi padi dan sawah, serta dewi kesuburan di pulau Jawa dan Bali. 8. Distribusi = penyaluran (pembagian, pengiriman) suatu hal kepada beberapa orang/tempat. 9. Etnis = dalam hal bertalian dengan kelompok sosial dalam sistem sosial atau kebudayaan yang mempunyai arti atau kedudukan tertentu karena keturunan, adat, agama, bahasa, dan sebagainya; etnis. 10. Fenomena = Hal-hal yang dapat disaksikan dengan pancaindra dan dapat diterangkan serta dinilai secara ilmiah.
196
11. Gabungan Koperasi Batik Indonesia = Organisasi yang mewadahi koperasi batik, turutserta mendukung perdagangan dan peredaran batik, serta sebagai jembatan penghubung antara pemerintah dengan industri batik. 12. Garis sempadan bangunan = GSB. Garis yang membatasi jarak terdekat bangunan terhadap tepi jalan, dihitung dari batas terluar saluran air kotor, atau riol, sampai batas terluar muka bangunan. Garis ini berfungsi sebagai pembatas ruang, atau jarak bebas minimum dari bidang terluar suatu massa bangunan terhadap lahan yang dikuasai, batas tepi sungai atau pantai, antara massa bangunan yang lain atau rencana saluran, jaringan tegangan tinggi listrik, jaringan pipa gas, dan sebagainya. 13. Identifikasi = Penentu atau penetapan identitas seseorang/benda/hal lainnya. 14. Ikon = Bangunan/benda yang menjadi ciri/identitas dari suatu wilayah. 15. Islam = Agama yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW, berpedoman pada kitab suci Al Qur’an yang diturunkan ke dunia melalui wahyu Allah SWT. 16. Karakter = tabiat; sifat, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang/sesuatu dengan yang lain. 17. Kauman = merupakan wilayah di Pekalongan Timur, dekat dengan alun-alun Kota Pekalongan. Wilayah ini telah ditetapkan sebagai Kampung Wisata Batik sejak dicanangkannya Batik sebagai warisan budaya Indonesia pada tanggal 2 Oktober 2009. Penduduk Kauman adalah penduduk asli pribumi/Jawa. 18. Kebudayaan = hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian, dan adat istiadat.
197
19. Kejawen = Segala yang berhubungan dengan adat dan kepercayaan Jawa; Akulturasi antara kebudayaan Hindu dan Islam yang diwujudkan dalam berbagai adat dan kepercayaan masyarakat di Pulau Jawa. 20. Kelenteng = Sebutan untuk tempat ibadah penganut kepercayaan tradisional Tionghoa di Indonesia (Konghucu) pada umumnya. 21. Kompilasi = kumpulan yang tersusun secara teratur. 22. Kong Hu Cu = Ajaran Konfusianisme yang diajarkan oleh filsuf Kong Hu Cu/Konfusius. Secara harafiah bermakna “Agama orang-orang yang lembut hati, terpelajar, dan berbudi luhur.” 23. Kualitatif = tolok ukur berdasarkan mutu/kualitas. 24. Lingkungan binaan = Lingkungan yang ditandai dominasi struktur buatan manusia. 25. Lingkungan kultural = Keseluruhan sistem nilai gagasan, tindakan dan kewajiban yang dimiliki manusia untuk menentukan perilaku sebagai makhluk sosial. 26. Lingkungan sosial = Tempat dimana masyarakat saling berinteraksi dan melakukan sesuatu secara bersama-sama antarmasyarakat maupun dengan lingkungannya. 27. Lingkungan spasial = Lingkungan fisik yang mempunyai bentuk dan dimensi. 28. Metode = cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki; cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan 29. Moneter = mengenai, berhubungan dengan uang atau keuangan: 30. Motif Hokokai = Motif hasil percampuran batik pesisir dengan motif Jepang. Motif ini lahir sebagai adaptasi dari masuknya Jepang ke wilayah Indonesia. Nama ‘Hokokai’ diadaptasi dari nama propaganda yang digunakan Jepang.
198
31. Motif Jlamprang = Motif batik khas Pekalongan yang juga dipengaruhi oleh interaksi masyarakat setempat dengan pendatang, dalam hal ini etnis India. Diduga merupakan pengembangan dari motif kain Patola yang berasal dari Gujarat. Di Pekalongan, motif Patola berbentuk geometris tersebut dikembangkan menjadi motif ceplok dengan warnawarni khas daerah pesisir. Pendapat lain menyatakan bahwa motif Jlamprang ini dikembangkan oleh para pembatik keturunan Arab yang tidak menggunakan motif mahkluk hidup, sehingga lebih memilih ragam hias pola-pola geometris yang tak kalah apik dan menarik. 32. Multidimensi = mempunyai berbagai di-mensi (kemungkinan, segi, dan sebagainya): 33. Nonmoneter = tidak berhubungan dengan keuangan/ekonomi 34. Observasi = Peninjauan secara cermat suatu lingkungan. 35. Pandawa Lima = Secara harafiah berarti ‘anak-anak Pandu’. Merupakan lima orang anak Raja Pandu dengan Dewi Kunti dan Dewi Madri dalam epos Mahabharata. 36. Pek Chun = Tradisi sedekah laut yang dilaksanakan oleh warga keturunan Tionghoa di Pekalongan. Dilaksanakan dalam rangka menyambut Tahun Baru Imlek. 37. Perang Diponegoro = perang besar dan berlangsung selama lima tahun (1825-1830) di Pulau Jawa, Indonesia. Perang ini merupakan salah satu pertempuran terbesar yang pernah dialami oleh Belanda selama masa pendudukannya di Nusantara, melibatkan pasukan Belanda di bawah pimpinan Jendral De Kock yang berusaha meredam perlawanan penduduk Jawa di bawah pimpinan Pangeran Diponegoro. 38. Premis =
apa yang dianggap benar sebagai landasan kesimpulan kemudian; dasar
pemikiran; alasan; 39. Produksi = proses mengolah barang mentah menjadi barang jadi
199
40. Psikologi lingkungan = Ilmu kejiwaan yang mempelajari perilaku manusia berdasarkan pengaruh dari lingkungan tempat tinggalnya, baik lingkungan sosial, lingkungan binaan ataupun lingkungan alam. 41. Ranah = Tanah, lahan, bidang; berkaitan dengan subjek tertentu 42. Referensi = sumber acuan (rujukan, petunjuk) 43. Relevansi = Hubungan, kaitan, pertalian 44. Rumah = bangunan untuk tempat tinggal 45. Rumah Produktif = rumah yang digunakan untuk usaha atau kegiatan ekonomi. 46. Sampangan = Salah satu wilayah di Pekalongan Timur yang dikenal sebagai wilayah permukiman keturunan etnis Cina, ditandai dengan adanya Kelenteng yang berada di tepi sungai. 47. Sedekah laut = Perwujudan rasa syukur masyarakat pesisir atas hasil laut yang melimpah dan perlindungan dari Tuhan dengan harapan hal tersebut dapat terulang lagi pada tahuntahun berikutnya. 48. Skala kota = skala ruang yang dikaitkan dengan kota serta lingkungan manusia. 49. Sosialisasi = proses belajar seorang anggota masyarakat untuk mengenal dan menghayati kebudayaan masyarakat dalam lingkungannya. 50. Sugihwaras = Merupakan wilayah di Pekalongan Timur, dikenal sebagai cikal bakal permukiman keturunan etnis Arab yang ditandai dengan keberadaan Mesjid Wakaf. 51. Syawalan = Tradisi keagamaan yang dilakukan masyarakat Pekalongan dengan menggunakan simbol-simbol yang diwujudkan dalam perlengkapan tradisi Syawalan, yaitu lopis, daun pisang, tali, bambu, dan lotisan. Dilaksanakan satu minggu setelah hari raya Idul Fitri menurut penanggalan lunar/Hijriyah.
200
52. Taoisme = Ajaran yang muncul di Tiongkok pada abad ke-6 SM, diprakarsai oleh Laozi yang berdasarkan Daode Jing. 53. Teritorial = mengenai bagian wilayah (daerah hukum) suatu Negara, kota, atau objek geografis lainnya, dalam hal ini dianggap sebagai wilayah atau area dengan sifat ruang tertentu. 54. Tesa kerja = dugaan sementara mengenai hasil penelitian yang dilakukan.
******************