ANALISIS� SOFT SYSTEMS METHODOLOGY (SSM� DALAM PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI � STUDI PADA SUNGAI CITARUM JAWA BARA� Samun Jaja Raharj� Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjara� Jalan Raya Bandung-Sumedang km 21 Jatinangor Sumedang Jawa Bara� Email :
[email protected]� Abstrac� Different methods of watershed management have different technical and organizationa� problems. First, watershed management approach which was based on admisitrative regio� had clash of interest and authority. Second, river as resources of flow was not restricted b� administrative boundary and technically there were impossible that flow of river stoppe� or switched to other regions because of the authority of every organization or institution� Consistent with technical and organizational problems above, watershed managemen� based on space planning or government autonomy tended to be unoptimal, because it wa� not pararell with nature, characteristics of river flow (hidrologically), nor administrativ� or technical boundaries. In this condition, a new frame of watershed management needed� which had systemics frames, based on systemtematic thinking. One of tools of analysi� which could be applaid was soft systems methodology (SSM)� Key word� �
administrative region, watershed management, authority, soft system� methodolog�
1. Pendahulua� Daerah Aliran Sungai Citarum di Jawa Bara� memiliki panjang 270 km, luas 11.000 km² melintas� batas administrasi 10 kabupaten/kota dan lebih dar� 9� juta� orang� hidup� di� wilayah� DAS� Citarum� Sepanjang Daerah Aliran Sungai Citarum terdapa� tiga waduk besar (Saguling, Cirata, dan Jatiluhur� dan� berbagai� organisasi� yang� mengelola� ata� memanfaatkan. Organisasi tersebut antara lain Bala� Pengelola Daerah Aliran Sungai Citarum, Balai Besa� Wilayah Sungai Citarum, Dinas Sumber Daya Ai� Provinsi� Jawa� Barat,� Balai� Citarum,� PDAM� da� Perusahaan Umum Jasa Tirta II, petani ikan da� kelompok masyarakat petani (P3A)� Hampir 85 % air digunakan untuk irigasi, supla� domestik� (masyarakat� lokal� dan� sumber� air� bak� pemerintah DKI), pembangkit listrik, kebutuhan ai� industri (sekaligus sarana pembuangan limbah) yan� berlokasi sepanjang DAS Citarum mulai dari hul� sampai ke hilir. Kelembagaan pengelolaan Daera� Aliran� Sungai� Citarum� didasarkan� pada� berbaga�
peraturan� yang� saling� tumpang� tindih� da� bertentangan satu dengan yang lain. Dalam kondis� demikian� diperlukan� suatu� pengelolaan� sistemik� terpadu,� menyeluruh� serta� melibatkan� banya� stakeholder� 2. Tinjauan Teoriti� Berpikir serbasistem merupakan cara berpiki� baru� yang� memandang� permasalahan� sebaga� keseluruhan, bukan terpisah-pisah (Senge,1996: 6)� Hakikat� berpikir� serbasistem� yaitu:� (1� menyederhanakan kerumitan dari kompleksitas duni� nyata tanpa kehilangan inti dari sistem itu sendiri� (Aminullah, 2004 : 6) (2) proses belajar, pembelajara� atau proses pembelajaran (learning process) yan� mengganti� cara� berpikir� lama� dengan� cara� bar� (Hardjosoekarto, 2003 : 43� Maani dan Cavana membagi pendekatan dala� berpikir serbasistem menjadi dua, yaitu hard system� thinking dan� soft systems thinking (Maani an� Cavana, 2000:37) Soft systems methodology (SSM� 20
Samun Jaja Raharja : Analisis Soft Systems Methodology (SSM) dalam Pengelolaan ....�
pada hakekatnya merupakan suatu uraian denga� menggunakan bahasa tertentu yang berisikan pikira� para partisipan dalam mempersepsikan realita� Penerapan� metodologi� ini� didasarkan� ata� pemahaman dan pandangan partisipan tentan� solusi yang mungkin dapat dilaksanakan sesua� dengan yang diinginkan� 3UREOHP VLWXDWLRQ FRQVLGHUHG SUREOHPDWLF
$FWLRQWRLPSURYH WKHSUREOHPVLWXDWLRn
&KDQJHV V\VWHPDWLFDOO\GHVLUDEOH FXOWXUDOO\IHDVLEOH
&RPSDULVRQRI PRGHODQGWKHUHDO ZRUOG
3UREOHP VLWXDWLRQ H[SUHVVHG
5RRWGHILQLWLRQVRI UHOHYDQWSXUSRVHIXO DFWLYLW\V\VWHPV
&RQFHSWXDO PRGHOVRIWKHV\VWHP KRORQV QDPHGLQ WKHURRWGHILQLWLRQV
5HDO:RUO� 6\VWH� 7KLQNLQJDERX� WKHUHDOZRUO�
Gambar 1 : Tahapan SS� Sumber: Chekland and Scholes, hlm. 2� Dalam penerapannya� SSM dibagi dalam du� tahapan utama.� Pertama,� real world dengan � langkah. Langkah-langkah tersebut yaitu : (1� Mengkaji situasi masalah yang tidak terstruktur (2� Menyusun� atau� memetakan� situasi� masala� (strukturisasi masalah) (5) Membandingkan mode� konseptual dengan masalah yang telah terstruktu� (6) menetapkan perubahan yang diinginkan (7� Melakukan tindakan perbaikan atas masalah. Kedua� systems thinking dengan 2 langkah yaitu langka� ke-3 membangun definisi permasalahan yan� diformulasikan dari hasil strukturisasi masalah pad� langkah ke-2 tahapan� realword dan langkah ke-� yaitu membuat model konseptual atas dasar hasi� definisi permasalahan� Secara� umum� ketujuh� langkah� tersebu� dilakukan dalam 6 kegiatan berikut. Pertama, ric� picture,� yaitu� menguraikan� situasi� yan� dipersepsikan sebagai masalah atau menjadi masalah� Dalam tahap berbagai persepsi situasi masala� dikumpulkan dari partisipan dengan berbagai pera� dalam situasi masalah tersebut. Kedua, membangu� definisi akar permasalahan yaitu memformulas� pandangan tertentu atas situasi dengan menguraika�
sifat dari yang sesuai dengan pandangan ata� perspektif yang relevan dengan situasi masalah� Dalam langkah kedua ini diuraikan berbaga� perspektif dan ekspresi para partisipan sesuai denga� peran masing-masing dalam situasi. Atas dasa� perspektif dan ekspresi tersebut dilakukan analisi� permasalahan� Ketiga, membuat model konseptual yait� menggambarkan bekerjanya sistem sesuai denga� definisi permasalahan. Sistem dalam gambar tersebu� menerima input dan menghasilkan output dalam suat� proses� transformasi.� Proses� transformas� menggambarkan aktivitas dalam sistem dan uruta� yang dibutuhkan untuk berlangsungnya prose� transformasi tersebut� Keempat, membandingkan model konseptua� dengan dunia nyata. Pada tahap ini model konseptua� yang telah dibuat pada langkah ketiga, diajukan dala� suatu diskusi (debat) dengan partisipan. Beberap� pertanyaan penting antara lain apakah aktivitas dala� model sesuai dengan dunia nyata, dan bagaiman� model sistem bekerja� Kelima,� mendefinisikan perubahan yan� diinginkan dan layak. Dalam langkah ini ditentuka� perubahan yang mungkin terhadap situasi masala� yang dihasilkan melalui debat antar partisipasn dala� tiga macam perubahan, yaitu : (1) perubahan prosedu� dalam perbaikan aktivitas dalam struktur yang ada� (2) perubahan struktural dalam bentuk re-groupin� organisasi, tugas pokok, kewenangan dan tanggun� jawab, (3) perubahan sikap dan kultur dalam bentu� pembelajaran, perubahan nilai, norma dan car� berfikir� (mindset). Keenam,� melakukan tindaka� perbaikan. Dalam kegiatan ini dilakukan intervens� perubahan dalam bentuk implementasi model� 3. Metode Penelitia� Dalam penelitian digunakan metode berfiki� serba sistem� (systems thinking) yaitu suatu car� untuk� memecahkan� masalah� melalui� prose� pembelajaran� (learning process) dari penggunaa� sistem lama ke sistem baru dengan menggunaka� pendekatan berpikir serbasistem. Sebagaiman� dikemukakan pada tinjauan teoritis, Maani da� Cavana membagi dua pendekatan dalam berpiki� serbasistem, yaitu� hard systems� thinking dan� sof� systems thinking.(Maani and Cavana, 2000: 177)� Selanjutnya Maani dan Cavana dengan menguti� pendapat Pidd, menjelaskan kedua perbedaa� tersebut sesuai dengan tujuan. Jika tujuan penelitia� 21
Jurnal Bumi Lestari, Volume 9 No. 1, Februari 2009, hlm. 20 - 2�
mencari solusi dan rekomendasi, digunakan� har� systems. Namun, jika tujuan penelitian pada prose� pembelajaran, soft systems lebih cocok. Hard system� digunakan untuk menganalisis masalah yang tela� terstruktur dengan jelas sehingga lebih sesuai untu� penelitian dengan jenis data kuantitatif. Soft system� digunakan untuk menganalisis masalah yang tida� terstruktur dengan jelas dan belum terdefinisi denga� baik,� sehingga� � pendekatan� yang� digunaka� penelitian kualitatif. Berdasarkan hal itu, penelitia� ini menggunakan metodologi sistem lunak� (sof� systems methodology) karena termasuk ke dala� penelitian kualitatif� Soft systems methodology (SSM) adalah prose� penelitian sistemik yang menggunakan model-mode� sistem (Chekland 1993: 26). Pengembangan mode� sistem tersebut dilakukan dengan melakuka� penggalian permasalahan yang tidak terstruktur� mendiskusikan secara intensif dengan pihak terkait� membandingkan konsep� systems thinking denga� real world, dan melakukan penyelesaian masala� secara bersama� Hubungan antarvariabel dalam kerangka siste� sejalan dengan sifat penelitian kualitatif. Neuwma� menyatakan bahwa penelitian kualitatif dala� fenomena sosial merupakan sesuatu yang tidak linear� tetapi merupakan siklus dan berulang� (Neuwman� 2000: 124). Adapun unit analisis dalam penelitia� ini ada pada level organisasi� Data dikumpulkan dengan menggunakan tekni� diskusi terfokus� (focus group discussion) dala� forum diskusi stakeholder DAS Citarum. Selanjutny� dianalisis� � secara� bersama� dengan� agend� pembahasan sesuai tahapan dalam� soft system� methodology� (SSM). Untuk merumuskan definis� dasar permasalahan, digunakan analisis yan� rumusan Chekland (Flood and Jackson,1990:175� dalam akronim� CATWOE (Customers, Actors� Transformation process, World View, Owners� Environmental Constraints), yaitu � � Customers, pihak-pihak yang akan diuntungka� atau dirugikan dari kegiatan pemecahan masalah� � Actors, pihak-pihak yang melaksanakan aktivita� pemecahan masalah� � Transformation� process� adalah� aktivita� mengubah masukan menjadi keluaran� � World view, pemahaman berbagai pihak tentan� makna yang mendalam atas situasi permasalahan� � Owners,� pihak� yang� dapat� menghentika� aktivitas organisasi�
�
Environmental Constraints� adalah hambata� dalam� lingkungan� sistem� yang� tak� dapa� dihindari�
4�
Penerapan SSM Dalam Pengelolaan Daera� Aliran Sungai Citaru�
4.� Deskripsi Permasalaha� Permasalahan dalam pengelolan Daerah Alira� Sungai� Citarum� berkaitan� dengan� masala� pengorganisasian dan pengelolaan secara terpadu� Secara umum permasalahan tersebut terbagi dala� permasalahan yang saling berkaitan, yaitu : (a) ap� dan mengapa terjadi permasalahan (b) apa yang perl� dilakukan dan (c) bagaimana permasalahan itu dapa� dipecahkan� Pertama, berkaitan dengan masalah apa yan� menjadi penyebab berbagai permasalahan dala� pengelolaan DAS Citarum. Pertanyaan pokokny� yaitu mengapa pengelolan Daerah Aliran Sunga� Citarum fragmentaris, sektoral, dan konflik antar� stakeholder serta tidak terpadu. Kedua, berkaita� dengan apa yang harus dilakukan. Pertanyaa� pokoknya yaitu bentuk organisasi apa yang palin� optimal yang memayungi semua kepentinga� stakeholder. Apa saja yang harus termuat dala� hubungan kerja antar-stakeholder. Faktor apa saj� yang mendukung dan menghambat kerjasam� supaya� sinkron, dan apakah perlu sanksi bag� stakeholder yang tidak partisipatif dan apa bentu� sanksi yang dijatuhkan� Ketiga,� berkaitan� dengan� bagaiman� permasalahan dipecahkan. Pertanyaan pokokny� yaitu bagaimana meningkatkan keterpaduan antar� stakeholder dan bagaimana strategi meningkatka� keterlibatan publik supaya berjalan lebih baik� Bagaimana tata hubungan kerja antar-stakeholde� disusun.� Pertanyaan� selanjutnya� bagaiman� membangun� trust� antar-stakeholder,� situas� demokratis dalam pengelolaan DAS Citarum da� keseimbangan antara tujuan setiap organisasi denga� tujuan bersama� Selanjutnya� berkaitan� dengan� strateg� pengelolaan DAS Citarum. Pertanyaan pokokny� yaitu bagaimana strategi yang harus disusun aga� pengelolaan DAS Citarum berjalan secara sinkron� Bagaimana� meningkatkan� peran� aktif� par� stakeholder dalam pengawasan dan pengendalia� pengelolaan DAS Citarum. Bagaimana meningkatka� efisiensi dan keefektifan pengelolaan DAS Citaru� 22
Samun Jaja Raharja : Analisis Soft Systems Methodology (SSM) dalam Pengelolaan ....�
secara multistakeholder? Bagaimana strategi yan� harus dilakukan agar kerja sama antar-stakeholde� dapat� berjalan� efektif.� Bagaimana� strateg� meminimalkan konflik kewenangan, konflik fungs� dan konflik kepentingan� Berbagai deskripsi permasalahan sebagaiman� dikemukakan di atas dirangkum dalam dua poko� permasalahan pengelolaan Daerah Aliran Sunga� Citarum.� Kedua� hal� pokok� tersebut� yait� pengorganisasasian dan pengelolaan terpadu� Deskripsi� permasalahan� dala� pengorganisasian meliputi beberapa isu penting� Pertama, keterpaduan antar-stakeholder belu� berjalan dengan baik karena ketidakjelasan siap� yang termasuk ke dalam� stakeholder. Belum ad� inventarisasi siapa saja yang termasuk kategor� stakeholder DAS Citarum� Kedua, belum ada organisasi yang secara jela� yang memayungi� stakeholder. Masing-masin� organisasi menginduk pada instansi tertentu, bai� yang ada di pusat maupun di daerah.� Ketiga� pengelolaan secara keseluruhan DAS Citarum kuran� efisien dan kurang efektif karena tumpang tindi� peraturan yang mengimbas kepada tugas pokok� fungsi, dan kewenangan secara sendiri-sendiri dar� setiap instansi/ organisasi� Keempat saat ini banyak badan yang mengelol� DAS Citarum. Dalam kondisi ini perlu ditetapka� suatu keputusan bersama dalam suatu forum yan� menentukan� setiap� stakeholder pelaksana d� lapangan. Dalam keputusan tersebut harus terumu� dengan jelas, yaitu : (1) forum seperti apa yang aka� dibentuk (2) siapa saja yang terlibat (3) tuga� pokoknya apa (4) sampai level apa forum perl� dibentuk� Kelima,� kendati banyak instansi/organisas� yang mengelola DAS Citarum, namun jika terjad� persoalan di lapangan yang berdampak� cost� cenderung saling lempar tanggung jawab(Pikira� Rakyat 17 Pebruari 2007). Fakta ini secara jela� ditunjukan dalam masalah perbaikan mendadak ata� tiga tanggul saluran Citarum di Karawang. Ketik� perbaikan secara menyeluruh harus dilakukan� muncul� kekusutan� tentang� siapa� yang� haru� bertanggung jawab. Ketiadaan aturan yang jelas in� menyebabkan instansi saling lempar tanggung jawa� apabila timbul persoalan di lapangan, sedangkan d� lapangan membutuhkan penangangan upaya segera� Paparan kasus ini mengindikasikan hal-ha� seperti berikut. Pertama, dalam setiap ada masala�
yang muncul terkait dengan Sungai Citarum, setia� instansi saling melempar tanggung jawab; Kedua� setiap instansi tidak mengetahui dan memaham� fungsi instansi lain dan antarinstansi tidak ad� pembagian kerja yang jelas; Ketiga, koordinasi statis� hanya berjalan ketika ada masalah; Keempat, terjad� ketidakjelasan dan konflik kewenangan karena belu� ada aturan yang jelas dan tidak adanya pembagia� kewenangan yang sengaja diatur di tingkat daera� (operasional level)� Permasalahan pengelolaan secara terpad� menunjukan temuan lapangan dimana berbaga� kondisi yang ada tidak mendorong pengelolaa� secara terpadu.� Pertama, ketidakterpaduan da� kecenderungan� konflik� yang� tinggi� dala� pengelolaan DAS disebabkan oleh tidak sejalanny� peraturan antara peraturan pemerintah pusat da� pemerintah daerah serta banyaknya peratura� daerah-daerah yang belum disempurnakan mengac� kepada peraturan pemerintah yang lebih tinggi� Kedua, terdapat beberapa hambatan utama dala� penyelesaian masalah pengelolaan DAS Citaru� secara� terpadu,� yaitu:� (a)� belum� ada� tool� keterpaduan kerjasama, (b) orang yang ditugaska� untuk memadukan kegiatan selalu berbeda (c) sta� yang diberi tugas untuk menyusun pengelolaa� secara terpadu tidak melaporkan ke atasannya, (d� tumpang tindih dalam sektor yang sama, dan (e� belum adanya petunjuk pengelolaan dan adanya ga� antara kewenangan pemerintah dan kewenanga� publi� Ketiga, kendati sudah dirintis berbagai bentu� kerja� sama� seperti� koordinasi,� identifikas� stakeholder, analisis peran, identifikasi isu-is� strategis dan lain-lain. Kesemua yang disebutkan d� atas� hanya� selesai� sampai� rencana.� Bentu� implementasi kerja sama belum terumus dengan jelas� Keempat,� belum� tumbuhnya trust� dala� kerjasama terpadu.karena masing-masing bertump� pada� ego� kepentingan� dan� pertentanga� kewenangan. Akibatnya sinergi tidak terjadi, kendat� semua menyadari tidak mungkin mengandalka� instansi/organisasi secara sendiri-sendiri� Kelima, munculnya peran dan posisi antagoni� dalam mindset para pemimpin organisasi pengelol� Daerah Aliran Sungai Citarum, khususnya instans� pemerintah. Organisasi non pemerintah (LSM) yan� concern� terhadap� pengelolaan� DAS� Citaru� dipandang sebagai provokator yang menggirin� opini masyarakat ke� proyek minded manakal� 23
Jurnal Bumi Lestari, Volume 9 No. 1, Februari 2009, hlm. 20 - 2�
instansi pemerintah me-launching suatu kegiata� atau proyek Hal ini menghambat kegiatan yan� dilakukan oleh instansi pemerintah tersebut sert� rusaknya positioning masyarakat terhadap kegiata� pemerintah yaitu kesan yang muncul dalam pikira� masyarakat ketika pemerintah me-launching suat� kegiatan, sebagai suatu proyek dengan tuntuta� ganti untung yang tinggi�
�
4.� Deskripsi� Pemecahan� Masalah� dala� Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Citaru�
�
Pemecahan masalah dalam pengelolaan Daera� Aliran Sungai Citarum berdasarkan analisis berfiki� sistem dilakukan dengan langkah-langkah sebaga� beriku� � Pertama,� memperjelas� peran� setia� stakeholder. Kejelasan peran ini akan membant� permasalahan kewenangan, siapa, berbuat apa da� bilamana.� Kedua, untuk meningkatkan koordinas� antar-stakeholder supaya lebih baik, diperluka� wadah organisasi. Bentuk wadah organisasi tersebu� harus optimal sehingga dapat memayungi semu� kepentingan� stakeholder.� Ketiga, menata ulan� hubungan kerja antar-stakeholder dengan lebih baik� Dalam tata hubungan tersebut termuat hak da� kewajiban setiap stakeholder, serta aturan main yan� jelas� Keempat,� dalam meningkatkan efisiensi da� keefektifan pengelolaan DAS Citarum dilakuka� dengan cara menginventariskan kembali peran da� tugas pokok dan fungsi masing-masin� Kelima,� merumuskan peran dan keterkaita� aktivitas� instansi� dalam� perencanaan� pengorganisasian, pembiayaan, pelaksanaan, da� pengawasan pengendalian. Keterkaitan tersebu� meliputi (1)� watershed management� (pengelolaa� DAS); perencanaan dan pemanfaatan lahan da� pengendalian tata ruang, hulu-hilir, rehabilitas� hutan; (2) water resources management (pengelolaa� jaringan sumber air) meliputi sarana dan prasaran� sumber air dan lingkungannya, pengelolaan kualita� air dan pengendalian banjir dan (3) water us� management (pengelolaan penggunaan air) meliput� irigasi, penghematan air, pengelolaan limbah, da� pengendalian pencemaran� Selanjutnya strukturisasi permasalahan dala� pengelolaan Daerah Aliran Sungai Citarum meliput� dua aspek terpenting yaitu aspek pengorganisasia� dan aspek pengelolaan terpadu. Hal tersebu� tergambar seperti berikut�
� �
�
�
�
�
� � �
�
Hubungan kerja antarinstansi belum terstruktu� dengan baik dan hubungan antarorganisas� belum� tertata� dengan� baik� sehingg� menghasilkan suatu relasi yang belum efektif� Singkronisasi dari setiap kegiatan belum berjala� secara baik dan dan upaya sinkronisasi belu� berjalan dengan optimal� Keefektifan� dan� frekuensi� komunikasi� antar� stakeholder masih rendah� Pada keseluruhan organisasi yang terlibat dala� pengelolaan Daerah Aliran Sungai Citarum belu� memperlihatkan� pembagian� tugas� secar� sistematis, khususnya pada organisasi non-state� Stakeholder Power yang kuat tidak dibareng� dengan aransemen kerja sama yang optimal d� mana rumusan kerja sama tidak jelas dan sanga� tergantung kepada peraturan yang lebih tingg� (legalistik)� Trust antar-stakeholder tinggi, tetapi tida� diimbangi dengan integritas dan keteguha� untuk� memegang� kesekapakatan,� hany� sepanjang menguntungkan organisasi sendiri � Tujuan� bersama� dan� tujuan� setiap� organisas� tidak saling memberikan dukungan satu denga� lainnya sehingga berjalan secara pararel� individual, tidak serial-kolektif� Interaksi antaraktor tidak berjalan secara teratur� hanya berdasarkan kebutuhan saja. Dinamika da� tingkat kehadiran partisipan dalam pertemua� interaktif juga rendah� Komitmen setiap organisai hanya pada tatara� kesiapan lisan, tidak diimbangi dengan stamina� Struktur� dan� kapasitas� setiap� organisasi� tida� sama sehingga memengaruhi komitmen da� stamina� Instrumen� dan� aransemen� kerja� sama� sepert� pengumpulan informasi masih bersifat pasif� Beban biaya dan tenaga atas pengumpula� informasi tidak ditanggung bersama, namun ole� instansi yang memerlukan informasi tersebu� Collaborative� governance� dalam� bentu� pengaturan pekerjaan bersama tidak teratur, tida� terumus dengan jelas dan tidak ada upaya untu� merinci pengaturan tersebut�
Sementara� itu,� � pendefinisian� siste� permasalahan diawali dengan menggali persepsi dar� para� stakeholder. Definisi sistem permasalaha� pengelolaan� Daerah� Aliran� Sungai� Citaru� 24
Samun Jaja Raharja : Analisis Soft Systems Methodology (SSM) dalam Pengelolaan ....�
dirumuskan dalam� focus group discussion denga� stakeholder yang terlibat dalam pengelolaan Daera� Aliran Sungai Citarum� Client/Customers� pada� definisi� siste� permasalahan pengorganisasia pengelolaan Daera� Aliran Sungai Citarum yaitu masyarakat umum� industri pengguna air dan, petani irigasi dan petan� di sepanjang sempadan sungai. Sebagai klie� menerima semua konsekuensi atas pengorganisas� pengelolaan� DAS� Citarum� yang� ditetapka� para pengelola DAS Citarum yang berperan sebag� actor� Berkaitan dengan pengelolaan DAS Citaru� terjadi duplikasi instansi. BBWS Citarum merupaka� instansi vertikal yang mengacu kepada pembagia� yang bersifat sentralisasi. Acuan tugas pokok da� fungsinya didasarkan atas Undang-Undang Nomo�
7 tahun 2004 tentang Sumberdaya Air. Balai Citaru� merupakan perangkat organisasi Pemerintah Provins� Jawa Barat. Acuan tugas pokok dan fungsinya yait� Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tenta� Pemerintahan Daerah. Dengan demikian bai� pemerintah pusat melalui perangkat BBWS Citaru� maupun Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui Bala� Citarum sama-sama berperan sebagai owners. Di sin� barangkali terjadinya duplikasi dan tafsiran yan� berbeda berkaitan dengan Undang-Undang Nomo� 7 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 32 tahu� 2004 yang menjadikannya sebagai salah sat� hambatan� (environmental� constraint)� dala� pengorganisasian pengelolaan Daerah Aliran Sunga� Citarum. Selanjutnya definisi sistem permasalaha� dalam Pengelolaan secara terpadu dijabarkkan dala� tabel 2�
Tabel 1 Definisi Sistem Permasalahan dalam Pengorganisasian Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Citaru�
1
Komponen Sistem Permasalahan Client/Customers
2
Actors
3
Tranformation Process
4
Worldview
5 6
Owners Environmental Constraint
No
Hasil Definisi Sistem Permasalahan Masyarakat umum, industri pengguna air Citarum, petani pemakai air (irigasi) dan petani di sempadan sungai Instansi/organisasi yang terlibat dalam pengelolaan DAS Citarum Terwujudnya wadah/ bingkai organisasi yang mengakomodasi dan mengikat semua pihak Tersusunnya tata hubungan kerja yang jelas dan melembaga antarorganisasi yang terlibat dalam pengelolaan DAS Citarum Pemerintah Pusat, BBWS dan BPDAS, Balai Citarum Pemahaman tentang tugas pokok, fungsi masing-masing instansi dan penafsiran atas berbagai peraturan perundangan khususnya Undang-Undang Nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air dan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Tabel 2 Definisi Sistem Permasalahan dalam Pengelolaan Secara Terpad�
1 2
Komponen Sistem Permasalahan Client/Customers Actors
3
Tranformation Process
4 5 6
Worldview Owners Environmental Constraint
No
Hasil Definisi Sistem Permasalahan Stakeholder yang terlibat dalam pengelolaan DAS Citarum BBWS, DPSDA, BPDAS, Dinas Kehutanan, Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Terciptanya trust antar-stakeholder, aransemen kerja sama, interaksi dinamis serta dukungan dan komitmen semua stakeholder dalam pengelolaan DAS Citarum Terwujudnya kolaborasi dalam pengelolaan DAS Citarum Stakeholder yang terlibat dalam pengelolaan DAS Citarum Komitmen dan pemahaman atas tugas pokok, fungsi dan peran masing-masing yang cenderung ego sektoral 25
Jurnal Bumi Lestari, Volume 9 No. 1, Februari 2009, hlm. 20 - 2�
Client/Customers dan� owners pada definis� sistem permasalahan proses pengelolaan Daera� Aliran Sungai Citarum secara terpadu adalah semu� stakeholder yang terlibat. Mengapa demikian� Kolaborasi pada dasarnya ialah kerja sama berbaga� pihak yang berkepentingan dalam pengelolaa� Daerah Aliran Sungai Citarum. Dalam hal ini semu� pihak yang terlibat baik dalam posisi sebaga� regulator, operator, user, maupun publik yaitu pihak� pihak yang berkepentingan. Dengan demikian, semu� pihak tersebut yaitu customer karena merekalah yan� akan diuntungkan atau dirugikan oleh berjalan ata� tidak berjalannya pengelolaan secara terpadu ata� Daerah Aliran Sungai Citarum� Walupun� � demikian,� proses� terwujudny� pengelolaan� yang� terpadu� masih� dihamba� lingkungan� (environmental constraint).� Hambata� tersebut antara lain berupa komitmen yang rendah� kurangnya pemahaman atas tugas pokok dan fungs� instansi lain, ego sektoral dan orientasi kepad� arahan dari instansi yang lebih tinggi�
5�
Model Konseptual Pengelolaan Daerah Alira� Sungai Citaru� Pembangunan model konseptual ditujuka� untuk menggambarkan situasi permasalahan yan� terjadi. Pemecahan dalam masalah model konseptua� yang merupakan transformasi dari root definitio� Model konseptual sistem pengelolaan Daera� Aliran Sungai Citarum yang dimuat dalam ringkasa� ini yaitu model konseptual pengorganisasian da� model konseptual proses pengelolaan terpad� kolaborasi. Elaborasi dalam setiap konsep terdapa� tiga hal utama, yaitu: (1) realitas (2) kerangka berpiki� serbasistem� untuk� memecahkan� masalah� (3� keefektifan yang ingin dicapai dengan berpiki� serbasiste� Realitas masalah dalam pengorganisasia� pengelolaan Daerah Aliran Sungai Citarum menjad� sesuatu yang sangat kompleks. Pertama, banyakny� instansi� dan� organisasi� yang� terlibat� da� berkepentingan terhadap keberadaan Daerah Alira� Sungai Citarum, baik organisasi pemerintah maupu�
S Y S T E M S T H IN K IN G
R E A L W O R LD
K e b u tu h a n d a n d i p e rl u k a n bingk a i w adah p engelolaa n D A S C i ta r u m y a n g m engik at s em ua pihak y an g b e r k e p e n tin g a n ( 1 )
Id e n ti fi k a s i p e n g e l o l a a n D A S d e n g a n P o l a IW R M (2)
M engk aji gaga s an dan tu j u a n m o d e l p e n g e l o l a a n s e p e r ti F o r u m D A S , C ita r u m B e r g e ta r (5 )
Id e n ti fik a s i m a s a l a h h u b u n g a n d a n ta ta k e r ja a n ta r o rg anis a s i p engelola D A S C ita r u m ( 6 ) Id e n ti d fi k a s i M o d e l - M o d e l O r g a n i s a s i y a n g E fe k tif (7 )
M e m b a n d in g k a n h u b u n g a n d a n ta ta k e r j a a n ta r o rg a n i s a s i s a a t i n i d e n g a n y a ng diha ra pk a n (8)
P eny us unan m odel h u b u n g a n d a n ta ta k e r j a a n ta r o rg anis as i p engelola (9 )
P eny eleng ga ra aan k o n s u l ta s i p u b l i k d a n s o s ia li s a s i U n d a n g - u n d a n g N om or 7 T ahun 200 4 s e b a g a i a c u a n p e n g e lo l a a n (3)
Id e n ti fi k a s i k e b i ja k a n o r g a n is a s i p e n g e lo l a a n D A S b e r b a s is w i l a y a j a d m in is tr a s i d a n w i la y a h s ung ai (4)
M e r u m u s k a n k r i te r ia i n te r o r g a n i s a s i y a n g e fe k ti f (10)
P e m a n a ta u a n k o n s i s te n s i d a n k e ta ta a ta n s ta k e h o ld e r s e s u a i tu p o k s i (11 )
O rg anis as i P en gelola D A S C i ta r u m y a n g e fe k ti f d a n o p tim a l (12)
Gambar 2 Model Konseptual Pengorganisasian Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Citaru�
26
Samun Jaja Raharja : Analisis Soft Systems Methodology (SSM) dalam Pengelolaan ....�
organisasi swasta dan masyarakat pada umumnya� Kedua,� ekspresi� organisasi� didasarkan� pad� kepentingan sektoral masing-masing� (inwar� looking) atau ego sektoral sesuai dengan visi, mis� instansi organisasi yang bersangkutan.� Ketiga� belum adanya wadah terpadu yang secara jela� mengatur tugas pokok fungsi dan peran setia� instansi/organisasi� � Dengan� pendekatan� kerangka� berpiki� serbasistem solusi masalah pengorganisasia� dilakukan melalui beberapa langkah. Pertama� mengidentifikasi model organisasi pengelolaa� Daerah Aliran Sungai berdasarkan pendekata� pengelolaan Sumber Daya Air terpadu (integrate� water� resources� management).� Langkah� in� dilakukan� dengan� menyelenggarakan� suat� kegiatan, yaitu : (1) pengkajian dan konsultasi publi� atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentan� Sumber Daya Air (2) pengkajian undang-undang lai� yang relevan sebagai acuan penyelenggaraa� pengelolaan (3) melakukan inventarisasi da� identifikasi stakeholder yang saat ini mengelola DA�
Citarum baik itu instansi pemerintah, dunia bisni� maupun organisasi kemasyarakatan lainnya� Kedua, berbagai persoalan pengorganisasia� tersebut di atas diatasi dengan alternatif pemikira� dari bawah (bottom up) seperti dengan cara mengkaj� model pengelolaan Forum DAS Citarum, Citaru� Bergetar dan bentuk lainnya. Pendekatan yuridi� normatif yang berasal dari atas, yaitu kebijaka� organisasi pengelolaan berbasis wilayah administras� dan wilayah sungai dipadukan dengan aspirasi dar� bawa� Ketiga, mengkaji terhadap berbagai gagasa� model pengelolaan seperti forum DAS dan Citaru� Bergetar dan kajian dan identifikasi atas model-mode� pengorganisasian yang efektif secara teoretis da� mengidentifikasi� masalah-masalah� dala� hubungan dan tata kerja antarorganisasi pengelol� Daerah Aliran� Sungai Citarum.� Hasil kajia� kemudian dikomparasikan antara tata hubunga� kerja antarorganisasi yang berjalan saat ini denga� tata� kerja� organisasi� antarpengelola� yan� diharapkan�
S Y S T E M S T H IN K IN G
Id e n ti fik a s i v a ri a b e l s tr a te g i k o l a b o r a s i d a n v a ri a b e l a k ti v it a s k o la b o r a s i (2 )
R E A L W O R LD
A d a k e s a l i n g te r g a n tu n g a n a n ta r o rg a n i s a s i y a n g te r l ib a t d a l a m p e n g e lo l a a n D A S C i ta r u m y a n g b e l u m b e rj a l a n o p tim a l m e n u j u k e r j a s a m a y a n g k o l a b o r a ti f, i n te rd e p e n d e n d a n w i n - w i n s o l u ti o n s (1)
M eny u s un rum us an in s tr u m e n d a n a ra n s e m e n k e r ja s a m a y a n g d e m o k r a tis , s e ta r a d a n s a l in g p e r c a y a ( tr u s t) ( 6)
Id e n ti fi k a s i k r i te r i a d a n in d i k a to r k erjas a m a y ang v o l u n ta r y d a n m a ndiri s e c ar a o p tim a l ( in s tr u m e n a r a n s e m e n , s tr u k tu r d a n k a p a s i ta s d a n k o m itm e n s ta m in a (5)
D i s k u s i s ta k e h o l d e r te n ta n g r e a l i ta s k e r j a s a m a s a a t in i d e n g a n d e n g a n k r i te ri a y a n g d i te ta p k a n ( 8)
M e m b a n d in g k a n k r i te r i a d a n i n d ik a to r ru m u s a n i n s tu m e n - a r a n s e m e n k e r ja s a m a s e r ta ta ta k e l o l a d e n g a n r e a l i ta s k e rj a s a m a s a at ini (7)
M e n y u s u n r u m u s a n tu j u a n b e r s a m a ( v o l u n ta r) y a n g d ik a i ta n d e n g a n tu ju a n i n d i v i d u o rg a n i s a s i s ta k e h o l d e r ( m a n d ir i) ( 3)
M e r u m u s k a n k e s e p a k a ta n , m e n e ta p k a n k e r a n g k a k e r ja s a m a y a n g l e b i h k o n k r i t, n y a ta d a n te r u k u r d a n a ta s d a s a r tr u s t (4)
M e n e ta p k a n k r ite r ia k olab oras i y ang in t e r d e p e n d i e n (9)
P e m a n ta u a n k e ta a ta n d a n k o n s is te n s i ( k o m i tm e n d a n s ta m in a ) i ( 10)
K o l a b o ra s i P eng elolaa n D A S y a n g in te r d e p e n d e n (11)
Gambar 3 Model Konseptual Pengelolaan Secara Terpadu Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Citaru�
27
Jurnal Bumi Lestari, Volume 9 No. 1, Februari 2009, hlm. 20 - 2�
Proses pengelolaan Daerah Aliran Sunga� Citarum secara terpadu dimulai dengan memaham� realitas� masalah.� Pertama,� adany� kesalingtergantungan antarorganisasi yang terliba� dalam pengelolaan Daerah Aliran Sungai Citarum� Kedua, pengelolaan DAS Citarum saat ini belu� optimal.� Ketiga, adanya keinginan melaksanaka� pengelolaan secara terpadu, interdependen dan win� win solutions� Realitas masalah menunjukkan pengelolaa� Daerah Aliran Sungai Citarum menunjukkan mode� pengelolaan yang terkotak-kotak dan belum terpadu� Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan tujuan� tidak ada� leading sector yang secara normati� maupun efektif memainkan peran, sehingga tida� terjadi kerja sama antarorganisas� Realitas masalah dalam pengelolaan Daera� Aliran Sungai Citarum menunjukan hal yan� paradoks.� Pertama, instansi atau organisasi yan� terlibat dalam pengelolaan Daerah Aliran Sunga� Citarum saling terkait satu sama lain terutama dala� hal� memenuhi� kepentingan� setiap� instansi� organisasi. Secara teoretis pihak-pihak yang memilik� kepentingan yang sama (seharusnya) akan salin� mendekat untuk secara bersama-sama bekerja dala� suatu wadah organisasi. Kedua, sampai saat ini tida� ada� organisasi� yang� secara� efektif� berfungs� mewadahi berbagai kepentingan tersebut sehingg� kerja sama yang dijalankan tidak berjalan secar� optimal� Hasil identifikasi memperlihatkan bahwa semu� instansi� dan� organisasi� yang� terlibat� dala� pengelolaan� Daerah� Aliran� Sungai� Citaru� menunjukkan komitmen dan stamina yang rendah� Komitmen dan stamina yang rendah disebabkan ole� : (1) belum adanya sense of belonging yang tinggi� (2) tidak ada satu pun dari stakeholder yang terliba� menjalankan peran mengawal komitmen, sehingg� tidak ada jaminan setiap� stakeholder konsiste� menjalankan kesepakatan bersama� Hasil� rumusan� yang� optimal� dikaji� da� dielaborasi dalam bentuk kriteria dan indikator� indikator kerja sama secara lebih nyata dan terukur� Hasil elaborasi kemudian dibandingkan denga� kriteria tiap organisasi sehingga dihasilkan rumusa� kriteria� dan� indikator� yang� mencerminka� kepentingan semua pihak. Namun sampai denga� saat ini kriteria dan indikator kerja sama yang nyat� dan terukur belum terumuskan secara jelas. Dala� beberapa diskusi secara informal dengan beberap�
narasumber, kriteria dan indikator kerja sama belu� terumuskan karena bentuk dan arah kerja sama tida� pernah jelas dan konkret� Perdebatan untuk menentukan kriteria dan tolo� ukur keterpaduan yang efektif efektif belum berjala� sebagaimana mestinya. Hal ini disebabkan oleh (1� frekuensi dan kualitas interaksi antaraktor yan� rendah (2) agenda yang dibahas sangat dibatasi dala� jumlah dan waktu (3) interaksi dalam bentuk rapa� formal sehingga kurang memberikan atmosfer yan� dinamis dan interaktif� Karena itu, tolok ukur keberhasilan prose� kerjasama yang terpadu dalam pengelolaan DA� Citarum belum menghasilkan kriteria yang optimal� Sebagai hasilnya, tolok ukur sebagai alat untu� memantau konsistensi dan ketaatan� stakeholde� untuk melakukan kerja sama yang terpadu sesua� dengan kesepakatan bersama belum memadai� Dengan demikian, dalam dunia nyata (real world� pengelolaan DAS Citarum secara terpadu belu� terlihat secara nyata� 6. Simpula� 1� Analisis� berfikir� serbasistem/soft system� methodology pada pengelolaan DAS Citaru� menunjukkan ciri-ciri tidak sistemik dan ciri-cir� organisasi yang mengalami ketidakmampua� belajar. (a) Setiap stakeholder cenderun� berposisi� pada� sudut� pandang� ata� kepentingan� sendiri.� (b)� Penyelesaia� permasalahan dalam pengelolaan DAS Citaru� cenderung parsial-teknikal, tidak struktural� kultural dan tidak merubah mindset. (c) Dala� praktek pengelolan DAS Citarum pada aspe� tertentu (pengendalian) sering terjadi peraliha� sumberdaya untuk kepentingan yang lain� pengalihan ini menunjukkan bahwa persoala� pengelolaan DAS Citarum bukan prioritas da� bukan sesuatu yang harus ditangani segera� (d) Visi bersama pengelolaan DAS Citaru� tidak sampai pada tataran implementasi. Dala� bahasa yang lain terjadi ambivalensi ideologi� vs teknis� 2� Keefektifan pengelolaan secara terpadu dapa� dicapai� jika� :� (a)� para� stakeholder� akti� berpartisipasi dalam pengelolaan daerah alira� sungai secara mandiri yang diperlihatkan dala� kemampuan menyiapkan struktur dan kapasita� setiap organisasi, (b) memelihara trust dan tida� menyembunyikan agenda tertentu� (hidde� 28
Samun Jaja Raharja : Analisis Soft Systems Methodology (SSM) dalam Pengelolaan ....�
agenda), dan (c) konsisten dengan komitme� kesepakatan yang telah dibuat bersama denga� tetap bekerja sama sampai dengan kerja sam� itu� sendiri� bubar� atau� berhenti� berdasarka� kesepakatan� Sara� 1� Perlu� perubahan� cara� berpikir� lama� (ol� mindset) stakeholder ke cara berpikir baru (ne� mindset)� dalam� pengelolaan� Daerah Alira� Sungai Citarum. Perubahan mindset ini meliput� tiga� tataran.� Pertama,� pada� tataran� penyusu� kebijakan.� Perubahan� cara� berfikir� yan� diperlukan adalah perubahan paradigma lam� government� ke� paradigma� baru� governanc� sebagai cara berfikir baru yang harus digunaka� (relearn).� Kedua,� pada� tataran� pelaksan� kebijakan perlu perubahan cara berpikir lam� yang ego sektoral ke cara berpikir baru yan� serbasistem yang melihat Daerah Aliran Sunga� Citarum sebagai suatu yang utuh dalam sat� kesatuan� pengelolaan� yang� terpadu.� Ketiga� perubahan� pada� tataran� masyarakat� (societ�
2�
dalam bentu perubahan mindset untuk meliha� persoalan� pengelolaan� DAS� sebagai� masala� bersama� Proses untuk mengubah cara berpikir lama k� cara� berpikir� baru� dilakukan� dengan� cara� Pertama,� menggunakan� analisis� CATWO� untuk� mendefinisikan� permasalaha� pengelolaan DAS Citarum sehingga jelas siap� berposisi� sebagai� customer,� actor,� owner� proses� transformasi,� pandangan� dan� perseps� partisipan� yang� terlibat� serta� hambata� lingkungan� yang� dihadapi.� Kedua� mencerapkan pemahaman tidak terpisahkanny� posisi C (customer) dengan A (actor) dan � (owners). Dengan pemosisian C, A dan O pad� stakeholder� yang� sama� membawa� implikas� kepada perubahan cara berfikir (mindset) dala� memandang� permasalahan� Daerah� Alira� Sungai� Citarum.� Permasalahan� hanya� dapa� dipecahkan� oleh� stakeholder� sebagai� � (owners), yang dilaksanakan oleh stakeholde� sebagai� A (actor)� untuk� kepentinga� stakeholder itu sendiri sebagai C (customer�
Daftar Kepustakaa� Aminullah, E. 2004. Berfikir Sistemik : Untuk Pembuatan Kebijakan Publik, Bisnis dan Ekonomi. Penerbi� PPM, Jakart� Bungin, Burhan, (ed) .2003. Focus Group Discussion untuk Analisis Data Kualitatifdalam Analisis Dat� Penelitian Kualitatif : Pemahaman Filosofis dan Metodologis Ke ArahPenguasaan Model Aplikasi� Penerbit Raja Grafindo Perkasa, Jakarta� Chekland, Peter. 1993. Systems Thinking, Systems Practice. John Willey and Sons, New York� _________.1999. Soft Systems Methodology : a 30-year restropective, John Wiley and Sons, New York� Chekland, Peter , and Jim Scholes. 1990. Soft System Methodology In Action. John Wiley and Sons, Ne� York� Flood, Robert L. and Michael C. Jackson. 1991. Creative Problem Solving: Total Systems Intervention� John Willey and Sons, New York.� Hardjosoekarto, Sudarsono. 2003. Krisis di Mata Presiden: Kaidah Berfikir Sistem Para Pemimpin Bangsa� Penerbit Mata Bangsa, Yogyakarta� Maani, Kambiz E and Robert Y Cavana. 2000. System Thinking and Modelling Understanding Change an� Complexity. Pearson Education, Ne� Zealand� Senge, Peter M..1996. Disiplin Kelima : Seni dan Praktek Organisasi Pembelajar (alih bahasa Nunu� Adriani), Binarup� Aksara, Jakarta� ____________.2002. Buku Pegangan Disiplin Kelima: Strategi dan Alat Untuk Membangun Organisas� Pembelajar (alih bahasa Hari Suminto), Interaksara, Jakarta� 29