RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2014 TENTANG
PENYELENGGARAAN USAHA PERUSAHAAN PEMBIAYAAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,
Menimbang
:
a. bahwa dalam rangka mendukung perkembangan perusahaan pembiayaan yang dinamis dan mewujudkan industri perusahaan pembiayaan yang tangguh, kontributif, inklusif, serta berkontribusi untuk menjaga sistem keuangan yang stabil dan berkelanjutan, perlu dilakukan penyempurnaan terhadap ketentuan mengenai penyelenggaraan usaha oleh Perusahaan Pembiayaan; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan;
Mengingat
:
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5253); MEMUTUSKAN
Menetapkan
:
PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERUSAHAAN PEMBIAYAAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan dimaksud dengan:
Otoritas
Jasa
Keuangan
ini
yang
1. Perusahaan Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang dan/atau jasa. 2. Pembiayaan Investasi adalah pembiayaan untuk pengadaan barang-barang modal beserta jasa yang diperlukan untuk aktivitas usaha/investasi, rehabilitasi, modernisasi, ekspansi atau relokasi
-2tempat usaha/investasi yang diberikan kepada debitur dalam jangka waktu lebih dari 2 (dua) tahun. 3. Pembiayaan Modal Kerja adalah pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan pengeluaran-pengeluaran yang habis dalam satu siklus aktivitas usaha debitur dan merupakan pembiayaan dengan jangka waktu maksimal 2 (dua) tahun. 4. Pembiayaan Multiguna adalah pembiayaan untuk pengadaan barang atau jasa yang diperlukan oleh debitur untuk pemakaian/konsumsi dan bukan untuk keperluan usaha (aktivitas produktif) dalam jangka waktu yang diperjanjikan. 5. Sewa Pembiayaan adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang oleh penyedia Sewa Pembiayaan (lessor) untuk digunakan oleh penyewa Sewa Pembiayaan (lessee) selama jangka waktu tertentu. 6. Anjak Piutang (Factoring) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian piutang usaha suatu perusahaan. 7. Anjak Piutang Dengan Pemberian Jaminan Dari Penjual Piutang (Factoring With Recourse) adalah transaksi anjak piutang usaha dimana penjual piutang menanggung risiko tidak tertagihnya sebagian atau seluruh piutang yang dijual kepada Perusahaan Pembiayaan. 8. Anjak Piutang Tanpa Pemberian Jaminan Dari Penjual Piutang (Factoring Without Recourse) transaksi anjak piutang usaha dimana Perusahaan Pembiayaan menanggung risiko tidak tertagihnya seluruh piutang yang dijual kepada Perusahaan Pembiayaan. 9. Pembelian Dengan Pembayaran Secara Angsuran adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk pengadaan barang atau jasa yang dibeli oleh Debitur dari penyedia barang atau jasa dengan pembayaran secara angsuran. 10. Pembiayaan Proyek adalah pembiayaan yang diberikan dalam rangka pelaksanaan sebuah proyek yang memerlukan pengadaan beberapa jenis barang modal dan/atau jasa yang terkait dengan pelaksanaan pengadaan proyek tersebut. 11. Fasilitas Modal Usaha adalah Pembiayaan Modal Kerja yang dibayarkan langsung oleh Perusahaan Pembiayaan kepada penyedia barang atau jasa. 12. Debitur adalah badan usaha atau perorangan yang menerima pembiayaan pengadaan barang dan/atau jasa dari Perusahaan Pembiayaan.
-313. Tingkat Kesehatan Keuangan adalah hasil penilaian kondisi Perusahaan Pembiayaan terhadap risiko permodalan, likuiditas, aset, operasional dan kinerja Perusahaan Pembiayaan. 14. Modal Disetor: a. bagi Perusahaan Pembiayaan yang berbentuk badan hukum perseroan terbatas adalah modal disetor; atau b. bagi Perusahaan Pembiayaan yang berbentuk badan hukum koperasi adalah simpanan pokok dan simpanan wajib. 15. Ekuitas: a. bagi badan hukum perseroan terbatas terdiri atas: 1. Modal Disetor; 2. tambahan Modal Disetor, yaitu penjumlahan dari: a)
agio/disagio saham;
b) biaya emisi efek ekuitas; dan c)
lainnya sesuai dengan akuntansi keuangan;
prinsip
standar
3. selisih nilai transaksi restrukturisasi entitas sepengendali; 4. saldo laba/rugi; 5. laba/rugi tahun berjalan; 6. saham tresuri (treasury stock); dan 7. komponen ekuitas lainnya, yaitu penjumlahan dari: a)
perubahan dalam surplus revaluasi;
b) selisih kurs karena penjabaran laporan keuangan dalam mata uang asing; c)
keuntungan dan kerugian dari pengukuran kembali aset keuangan tersedia untuk dijual; dan
d) bagian efektif dari keuntungan dan kerugian instrumen keuangan lindung nilai dalam rangka lindung nilai arus kas. b. badan hukum koperasi harus sebesar penjumlahan dari simpanan pokok, simpanan wajib, dana cadangan, hibah, dan sisa hasil usaha yang belum dibagikan. 16. Direksi: a. bagi Perusahaan Pembiayaan berbentuk hukum
-4perseroan terbatas adalah direksi sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai perseroan terbatas. b. bagi Perusahaan Pembiayaan berbentuk hukum koperasi adalah pengurus sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai perkoperasian. c. bagi badan usaha lain yang bukan berbentuk perseroan terbatas atau koperasi adalah pihak yang melakukan fungsi pengurusan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. 17. Dewan Komisaris: a. bagi Perusahaan Pembiayaan berbentuk hukum perseroan terbatas adalah dewan komisaris sebagaimana dimaksud undang-undang mengenai perseroan terbatas. b. bagi Perusahaan Pembiayaan berbentuk hukum koperasi adalah pengawas sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai perkoperasian. c. bagi badan usaha lain yang bukan perseroan terbatas atau koperasi adalah melakukan fungsi pengawasan dan nasihat sebagaimana diatur dalam perundang-undangan.
berbentuk pihak yang pemberian peraturan
18. Batas Maksimum Pemberian Pembiayaan yang selanjutnya disebut dengan BMPP adalah batasan tertentu dalam penyaluran pembiayaan yang diperkenankan berdasarkan Peraturan OJK ini. 19. Pengendali adalah badan hukum, orang perseorangan dan/atau kelompok usaha yang: a.
memiliki saham sebesar 25% (dua puluh lima perseratus) atau lebih dari jumlah saham yang dikeluarkan dan mempunyai hak suara; atau
b. memiliki saham kurang dari 25% (dua puluh lima perseratus) dari jumlah saham yang dikeluarkan dan mempunyai hak suara namun yang bersangkutan dapat dibuktikan telah melakukan pengendalian perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung. 20. Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat OJK adalah lembaga yang independen sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai Otoritas Jasa Keuangan. BAB II KEGIATAN USAHA Pasal 2 (1) Kegiatan usaha Perusahaan Pembiayaan meliputi:
-5a. Pembiayaan Investasi; b. Pembiayaan Modal Kerja; c. Pembiayaan Multiguna; dan/atau d. kegiatan usaha pembiayaan persetujuan OJK.
lain
berdasarkan
(2) Selain kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Perusahaan Pembiayaan dapat melakukan kegiatan berbasis fee sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundangan-undangan di sektor jasa keuangan. Pasal 3 Kegiatan Pembiayaan Investasi dan/atau Pembiayaan Modal Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a dan ayat (1) huruf b ditujukan untuk Debitur berbentuk badan usaha atau perseorangan: a. yang memiliki usaha produktif; dan/atau b. yang memiliki ide-ide untuk pengembangan usaha produktif. Pasal 4 (1) Pembiayaan Investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a wajib dilakukan dengan cara: a. Sewa Pembiayaan langsung (direct finance lease); b. pembelian yang kemudian disewa pembiayaankembali (sale and finance leaseback); c. Anjak Piutang Dengan Jaminan Piutang (Factoring With Recourse);
Dari
Penjual
d. Pembelian Dengan Pembayaran Secara Angsuran; e. Pembiayaan Proyek; dan/atau f. pembiayaan lain setelah mendapatkan persetujuan dari OJK. (2) Pembiayaan Modal Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b wajib dilakukan dengan cara: a. pembelian yang kemudian disewa pembiayaankembali (sale and finance leaseback); b. Anjak Piutang Dengan Jaminan Piutang (Factoring With Recourse);
Dari
Penjual
c. Anjak Piutang Tanpa Jaminan Dari Penjual Piutang (Factoring Without Recourse); d. Fasilitas Modal Usaha; dan/atau e. pembiayaan lain setelah mendapatkan persetujuan dari OJK.
-6(3) Pembiayaan Multiguna sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf c wajib dilakukan dengan cara: a. Sewa Pembiayaan langsung (direct finance lease); b. Pembelian Dengan Pembayaran Secara Angsuran; dan/atau c. pembiayaan lain setelah mendapatkan persetujuan dari OJK. Pasal 5 (1) Perusahaan Pembiayaan yang akan melakukan kegiatan usaha pembiayaan lain sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 ayat (1) huruf d dan cara pembiayaan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f, ayat (2) huruf e, dan ayat (3) huruf c, harus memiliki Tingkat Kesehatan Keuangan dengan kondisi minimum sehat dan tidak sedang dikenakan sanksi peringatan oleh OJK. (2) Perusahaan Pembiayaan yang akan melakukan kegiatan usaha pembiayaan lain dan cara pembiayaan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib mengajukan permohonan kepada OJK dan harus melampirkan dokumen yang berisi uraian paling sedikit mengenai: a. produk yang akan dipasarkan; b. analisis prospek usaha; c. mekanisme dilakukan;
atau
cara
pembiayaan
yang
akan
d. hak dan kewajiban para pihak; dan e. contoh perjanjian yang akan digunakan. (3) OJK melakukan analisis atas dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan kelayakan usaha pembiayaan lain yang diajukan. (4) OJK mengeluarkan surat persetujuan atau penolakan paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah permohonan diterima secara lengkap dan benar. Pasal 6 (1) Perusahaan Pembiayaan yang akan melakukan kegiatan berbasis fee sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) wajib melaporkan kepada OJK dengan melampirkan paling sedikit mengenai: a. produk berbasis fee yang akan dipasarkan; b. mekanisme; c. hak dan kewajiban para pihak; d. perjanjian kerjasama; dan
-7e. perizinan dari otoritas yang berwenang (jika ada). (2) Dalam hal OJK telah menerima laporan secara lengkap sebagaimana dimaksud pada ayat (1), OJK mengeluarkan surat pencatatan kegiatan selain kegiatan usaha pembiayaan dalam administrasi OJK paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah laporan diterima. Pasal 7 Perusahaan Pembiayaan wajib secara jelas mencantumkan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dalam anggaran dasarnya. Bagian Kesatu Sewa Pembiayaan Pasal 8 (1) Sewa Pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dilakukan dengan cara: a. Perusahaan Pembiayaan membiayai pengadaan barang dari pemasok untuk disewa-pembiayaankan kepada Debitur (direct finance lease); atau b. Perusahaan Pembiayaan membeli barang yang kemudian disewa-pembiayaankan kembali kepada Debitur (sale and finance leaseback). (2) Dalam hal perjanjian Sewa Pembiayaan masih berlaku, kepemilikan atas barang objek transaksi Sewa Pembiayaan berada pada Perusahaan Pembiayaan. (3) Perusahaan Pembiayaan wajib memastikan dalam perjanjian pembiayaan bahwa Debitur dilarang menyewa-pembiayaankan kembali barang yang disewapembiayaankan kepada pihak lain. Pasal 9 Selama masa Sewa Pembiayaan, Perusahaan Pembiayaan wajib menempelkan plakat atau etiket pada barang yang disewa-pembiayaankan dengan mencantumkan nama dan alamat Perusahaan Pembiayaan serta pernyataan bahwa barang dimaksud terikat dalam perjanjian Sewa Pembiayaan. Bagian Kedua Anjak Piutang Pasal 10 (1) Perusahaan Pembiayaan dilarang melakukan transaksi Anjak Piutang Dengan Pemberian Jaminan (Factoring With Recourse) dengan Perusahaan Pembiayaan lainnya sebagai Debitur.
-8(2) Piutang usaha yang dapat dialihkan dalam Anjak Piutang adalah piutang usaha dengan jatuh tempo paling lama 10 (sepuluh) tahun. Bagian Ketiga Pembelian Dengan Pembayaran Secara Angsuran Pasal 11 Dalam hal Pembelian Dengan Pembayaran Secara Angsuran untuk pengadaan barang, kepemilikan objek pembiayaan dalam perjanjian beralih dari penyedia barang kepada Debitur. Bagian Keempat Pembiayaan Proyek Pasal 12 Perusahaan Pembiayaan yang melakukan kegiatan Pembiayaan Investasi dengan cara Pembiayaan Proyek wajib memenuhi persyaratan, sebagai berikut: a.
tingkat kesehatan keuangan dengan kondisi minimum sehat;
b. ukuran Ekuitas lebih besar dari Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah); dan c.
ketersediaan standar operasi dan prosedur. Bagian Kelima Fasilitas Modal Usaha Pasal 13
Fasilitas Modal Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf d wajib dilakukan dengan cara memberikan pembiayaan berdasarkan bukti tagihan pembelian barang atau penggunaan jasa yang diterima Debitur dari penyedia barang atau jasa. BAB III PERJANJIAN PEMBIAYAAN Pasal 14 (1) Seluruh perjanjian pembiayaan antara Perusahaan Pembiayaan dengan Debitur wajib dibuat secara tertulis. (2) Perjanjian pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dibuat dalam ukuran dan bentuk huruf yang dapat dibaca secara jelas sesuai dengan Peraturan OJK tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan. (3) Perjanjian pembiayaan sebagaimana dimaksud pada
-9ayat (1) wajib dibuat dalam bahasa Indonesia, dan apabila dipandang perlu dapat diterjemahkan ke dalam bahasa asing. Pasal 15 (1) Perjanjian pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 wajib paling sedikit memuat: a. jenis kegiatan usaha dan cara pembiayaan; b. nomor dan tanggal perjanjian; c. identitas para pihak; d. barang atau jasa pembiayaan; e. nilai barang atau jasa pembiayaan; f. jumlah piutang dan nilai angsuran pembiayaan; g. jangka waktu dan tingkat suku bunga pembiayaan; h. objek jaminan (apabila ada); i. rincian biaya-biaya terkait dengan pembiayaan yang diberikan yang paling sedikit memuat: 1. biaya survey; 2. biaya asuransi/penjaminan/fidusia; 3. biaya provisi; 4. biaya notaris; j. klausul pembebanan fidusia secara jelas, jika objek pembiayaan dibebani jaminan fidusia; k. klausul mengenai sengketa;
mekanisme
penyelesaian
l. klausul mengenai hak dan kewajiban para pihak; dan m. denda. (2) Dalam hal Perusahaan Pembiayaan melakukan pembiayaan untuk pengadaan kendaraan bermotor dengan cara Pembelian dengan Pembayaran secara Angsuran, perjanjian pembiayaan wajib mencantumkan nilai uang muka. (3) Dalam hal Perusahaan Pembiayaan melakukan pembiayaan dengan cara Sewa Pembiayaan, perjanjian pembiayaan wajib mencantumkan nilai simpanan jaminan (security deposit). BAB IV UANG MUKA PEMBIAYAAN KENDARAAN BERMOTOR Pasal 16 (1) Perusahaan Pembiayaan yang melakukan pembiayaan dengan cara Pembelian Dengan Pembayaran Secara
- 10 Angsuran untuk kendaraan bermotor wajib menerapkan ketentuan uang muka (down payment) kepada Debitur sebagai berikut: a. bagi kendaraan bermotor roda dua atau tiga, paling rendah 20% (dua puluh per seratus) dari harga jual kendaraan yang bersangkutan; b. bagi kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang digunakan untuk Pembiayaan Investasi (tujuan produktif), paling rendah 20% (dua puluh per seratus) dari harga jual kendaraan yang bersangkutan; atau c. bagi kendaraan bermotor roda empat yang digunakan untuk Pembiayaan (tujuan non-produktif), paling rendah puluh lima per seratus) dari harga jual yang bersangkutan.
atau lebih Multiguna 25% (dua kendaraan
(2) Kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang digunakan untuk Pembiayaan Investasi (tujuan produktif) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b memenuhi kriteria paling sedikit sebagai berikut: a. merupakan kendaraan angkutan orang atau barang yang memiliki izin yang diterbitkan oleh pihak berwenang untuk melakukan kegiatan usaha tertentu; atau b. diajukan oleh perorangan atau badan hukum yang memiliki izin usaha tertentu dari pihak berwenang dan digunakan untuk kegiatan usaha yang relevan dengan izin usaha yang dimiliki. (3) Ketentuan mengenai besaran uang muka (down payment) kepada Debitur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditinjau kembali dan perubahannya diatur dengan Surat Edaran OJK. BAB V MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN Pasal 17 Dalam rangka mitigasi risiko pembiayaan, Perusahaan Pembiayaan melakukan: a. pengalihan risiko pembiayaan melalui asuransi kredit atau penjaminan kredit; b. asuransi atas barang yang dibiayai atau barang yang menjadi agunan dari kegiatan pembiayaan syariah; dan/atau c. pembebanan jaminan fidusia. Pasal 18 (1) Perusahaan Pembiayaan dalam rangka pengalihan risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf a wajib menggunakan perusahaan asuransi atau lembaga penjaminan yang memenuhi ketentuan
- 11 sebagai berikut: a. telah mendapatkan izin usaha dari OJK; b. telah memenuhi ketentuan tingkat kesehatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku; dan c. tidak dalam pengenaan sanksi pembatasan atau pembekuan kegiatan usaha dari OJK. pertanggungan asuransi atau (2) Jangka waktu penjaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf a paling singkat sama dengan jangka waktu pembiayaan. Pasal 19 (1) Perusahaan Pembiayaan dalam rangka pengalihan risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf b wajib menggunakan perusahaan asuransi yang memenuhi ketentuan sebagai berikut: a. telah mendapatkan izin usaha dari OJK; b. telah memenuhi ketentuan tingkat kesehatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku; dan c. tidak dalam pengenaan sanksi pembatasan kegiatan usaha dari OJK. (2) Jangka waktu pertanggungan asuransi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf b paling singkat sama dengan jangka waktu pembiayaan. Pasal 20 (1) Perusahaan Pembiayaan yang melakukan pembiayaan dalam rangka pengadaan kendaraan bermotor dengan cara Pembelian Dengan Pembayaran Secara Angsuran dengan jaminan fidusia wajib mendaftarkan jaminan fidusia dimaksud pada kantor pendaftaran fidusia, sesuai undang-undang yang mengatur mengenai jaminan fidusia. (2) Kewajiban pendaftaran jaminan fidusia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula bagi Perusahaan Pembiayaan yang melakukan pembiayaan dalam rangka pengadaan kendaraan bermotor dengan cara Pembelian Dengan Pembayaran Secara Angsuran yang pembiayaannya berasal dari pembiayaan channeling atau pembiayaan bersama (joint financing). Pasal 21 Perusahaan Pembiayaan wajib mendaftarkan jaminan fidusia pada kantor pendaftaran fidusia paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal perjanjian pembiayaan dalam rangka pengadaan kendaraan bermotor dengan cara Pembelian Dengan Pembayaran Secara Angsuran. Pasal 22
- 12 Perusahaan Pembiayaan dilarang melakukan eksekusi benda jaminan fidusia berupa kendaraan bermotor apabila kantor pendaftaran fidusia belum menerbitkan sertifikat jaminan fidusia atas benda jaminan fidusia dan menyerahkannya kepada Perusahaan Pembiayaan. Pasal 23 Eksekusi benda jaminan fidusia berupa kendaraan bermotor oleh Perusahaan Pembiayaan wajib memenuhi ketentuan dan persyaratan sebagaimana diatur dalam undang-undang mengenai jaminan fidusia dan telah disepakati oleh para pihak dalam perjanjian pembiayaan. BAB VI TINGKAT KESEHATAN KEUANGAN Pasal 24 (1) Perusahaan Pembiayaan wajib setiap waktu memenuhi persyaratan Tingkat Kesehatan Keuangan dengan kondisi minimum sehat. (2) Pengukuran rasio Tingkat Kesehatan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. rasio permodalan; b. kualitas piutang pembiayaan; c. rentabilitas; dan d. likuiditas. (3) Ketentuan mengenai tata cara pengukuran Tingkat Kesehatan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Surat Edaran OJK. Bagian Kesatu Rasio Permodalan Pasal 25 (1) Perusahaan permodalan perseratus).
Pembiayaan wajib memenuhi rasio paling sedikit sebesar 10% (sepuluh
(2) Rasio Permodalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perbandingan antara modal yang disesuaikan dengan aset yang disesuaikan. (3) Ketentuan mengenai tata cara perhitungan perbandingan modal yang disesuaikan dengan aset yang disesuaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Surat Edaran OJK. Pasal 26
- 13 Dalam hal Perusahaan Pembiayaan tidak memenuhi rasio permodalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1), OJK dapat meminta Perusahaan Pembiayaan untuk tidak melakukan: a. pembagian laba; dan/atau b. kegiatan yang permodalan.
menyebabkan
menurunnya
rasio
Bagian Kedua Kualitas Piutang Pembiayaan Pasal 27 Perusahaan Pembiayaan wajib menilai, memantau dan melakukan langkah-langkah yang diperlukan terhadap piutang pembiayaan agar kualitas piutang pembiayaan senantiasa baik. Paragraf 1 Kualitas Piutang Pembiayan untuk Debitur Dengan Lebih Dari Satu Perjanjian Pembiayaan Pasal 28 (1) Perusahaan Pembiayaan wajib menetapkan kualitas piutang pembiayaan yang sama terhadap 1 (satu) Debitur dengan lebih dari 1 (satu) pembiayaan. (2) Dalam hal terdapat perbedaan kualitas dalam piutang pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kualitas piutang pembiayaan yang wajib digunakan adalah kualitas piutang pembiayaan yang paling rendah. (3) Perusahaan Pembiayaan dapat menetapkan kualitas piutang pembiayaan yang berbeda untuk lebih dari 1 (satu) pembiayaan yang dimiliki 1 (satu) Debitur sebagaimana dimaksud pada ayat (1), apabila: a. piutang pembiayaan yang memiliki kualitas paling rendah telah dihapus buku; dan/atau sampai b. nilai piutang pembiayaan Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
dengan
Paragraf 2 Penilaian Kualitas Piutang Pembiayaan Pasal 29 (1) Penilaian kualitas piutang pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ditetapkan berdasarkan faktor ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga. (2) Kualitas piutang pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikategorikan sebagai berikut:
- 14 a. lancar apabila tidak terdapat keterlambatan atau terdapat keterlambatan pembayaran pokok dan/atau bunga sampai dengan 30 (tiga puluh) hari; b. dalam perhatian khusus apabila terdapat keterlambatan pembayaran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 30 (tiga puluh) hari sampai dengan 90 (sembilan puluh) hari; c. kurang lancar apabila terdapat keterlambatan pembayaran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 90 (sembilan puluh) hari sampai dengan 120 (seratus dua puluh) hari; d. diragukan apabila terdapat keterlambatan pembayaran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 120 (seratus dua puluh) hari sampai dengan 180 (seratus delapan puluh) hari; atau e. macet apabila terdapat keterlambatan pembayaran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 180 (seratus delapan puluh) hari. Pasal 30 (1) Selain faktor ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1), penilaian kualitas piutang pembiayaan untuk Pembiayaan Investasi dan Pembiayaan Modal Kerja dengan nilai pembiayaan pada saat penandatanganan perjanjian sebesar Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) atau lebih, dapat juga ditetapkan dengan mempertimbangkan faktor: a. kemampuan membayar; b. kinerja keuangan (financial performance) Debitur; dan c. prospek usaha. (2) Penilaian terhadap kemampuan membayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi komponen-komponen sebagai berikut: a. ketersediaan dan keakuratan informasi keuangan peminjam; b. kelengkapan dokumentasi pembiayaan; c. kepatuhan terhadap perjanjian pembiayaan; d. kesesuaian penggunaan dana; dan e. kewajaran sumber pembayaran kewajiban. terhadap kinerja keuangan Debitur (3) Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi komponen- komponen sebagai berikut:
- 15 a. perolehan laba; b. struktur permodalan; c. arus kas; dan d. sensitivitas terhadap risiko pasar. (4) Penilaian terhadap prospek usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi komponenkomponen paling sedikit sebagai berikut: a. potensi pertumbuhan usaha; b. kondisi pasar dan posisi Debitur dalam persaingan; c. kualitas kerja;
manajemen
dan
permasalahan
tenaga
d. dukungan dari grup atau afiliasi; dan e. upaya yang dilakukan Debitur memelihara lingkungan hidup.
dalam
rangka
(5) Penilaian kualitas piutang pembiayaan untuk Pembiayaan Investasi dan Pembiayaan Modal Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan menjadi: a. lancar; b. dalam perhatian khusus; c. kurang lancar; d. diragukan; atau e. macet. (6) Dalam hal terdapat perbedaan antara penilaian kualitas piutang pembiayaan oleh Perusahaan Pembiayaan dengan OJK, kualitas piutang pembiayaan yang berlaku adalah yang ditetapkan oleh OJK. (7) Perusahaan Pembiayaan wajib melakukan penyesuaian kualitas piutang pembiayaan dengan penilaian kualitas piutang pembiayaan yang ditetapkan oleh OJK sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dalam laporanlaporan yang disampaikan kepada OJK. (8) Pedoman penilaian kualitas piutang pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4) dan ayat (5) diatur lebih lanjut dalam Surat Edaran OJK. Paragraf 3 Piutang Pembiayaan Bermasalah Pasal 31 (1) Perusahaan Pembiayaan piutang pembiayaan.
wajib
menjaga
kualitas
- 16 (2) Piutang pembiayaan yang dapat dikategorikan sebagai piutang pembiayaan bermasalah (non performing financing) terdiri atas piutang pembiayaan dengan kualitas kurang lancar, diragukan, dan macet. (3) Kualitas piutang pembiayaan dengan kategori piutang pembiayaan bermasalah (non performing financing) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib paling tinggi sebesar 5% (lima perseratus) dari total piutang pembiayaan. (4) Dalam hal Perusahaan Pembiayaan memiliki rasio piutang pembiayaan bermasalah (non performing financing) melebihi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), OJK dapat meminta Perusahaan Pembiayaan untuk: a. tidak menerima pinjaman baru; b. tidak melakukan kegiatan usaha yang menyebabkan rasio piutang pembiayaan bermasalah (non performing financing); c. tidak membuka kantor cabang baru; dan/atau d. melakukan upaya restrukturisasi. Paragraf 4 Perhitungan Cadangan Penyisihan Penghapusan Pasal 32 (1) Perusahaan Pembiayaan wajib menghitung cadangan penyisihan penghapusan piutang pembiayaan. (2) Pembentukan cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebagai berikut paling rendah sebesar: a. 1% (satu perseratus) dari saldo piutang pembiayaan yang memiliki kualitas lancar setelah dikurangi agunan; b. 5% (lima perseratus) dari saldo piutang pembiayaan yang memiliki kualitas dalam perhatian khusus setelah dikurangi agunan; c. 15% (lima belas perseratus) dari saldo piutang pembiayaan yang memiliki kualitas kurang lancar setelah dikurangi agunan; d. 50% (lima puluh perseratus) dari saldo piutang pembiayaan yang memiliki kualitas diragukan setelah dikurangi agunan; e. 100% (seratus perseratus) dari saldo piutang pembiayaan yang memiliki kualitas macet setelah dikurangi agunan. (3) Nilai agunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
- 17 yang dapat dipehitungkan sebagai pengurang saldo piutang pembiayaan ditetapkan paling tinggi senilai saldo piutangnya. (4) Perhitungan cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan Perusahaan Pembiayaan dalam rangka perhitungan rasio permodalan, gearing ratio, rasio Ekuitas terhadap Modal Disetor, BMPP, rasio piutang pembiayaan bermasalah, dan perbandingan piutang pembiayaan dengan total aset. (5) Ketentuan mengenai jenis, tata cara perhitungan, dan pengembalian agunan diatur dengan Surat Edaran OJK. Paragraf 5 Pembentukan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai Pasal 33 (1) Perusahaan Pembiayaan wajib membentuk cadangan kerugian penurunan nilai sesuai standar akuntansi keuangan yang berlaku. (2) Pembentukan cadangan kerugian penurunan nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dalam penyusunan laporan keuangan yang telah diaudit oleh kantor akuntan publik. Bagian Ketiga Rentabilitas Pasal 34 (1) Rentabilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) huruf c merupakan kemampuan Perusahaan Pembiayaan dalam menghasilkan laba. (2) Penilaian terhadap faktor rentabilitas (earnings) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penilaian terhadap kinerja aset dan efisiensi operasional. (3) Ketentuan mengenai tata cara penilaian terhadap faktor rentabilitas diatur dalam Surat Edaran OJK. Bagian Keempat Likuiditas Pasal 35 (1) Penilaian terhadap faktor likuiditas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) huruf d meliputi penilaian terhadap tingkat ketersesuaian antara aset lancar dan liabilitas lancar. (2) Ketentuan mengenai tata cara perhitungan likuiditas diatur dengan Surat Edaran OJK.
- 18 BAB VII RASIO PIUTANG PEMBIAYAAN TERHADAP ASET Pasal 36 (1) Perusahaan Pembiayaan wajib memiliki rasio piutang pembiayaan neto terhadap total aset (financing to asset ratio) paling rendah 40% (empat puluh perseratus). (2) Piutang pembiayaan neto sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diperoleh dari pengurangan piutang pembiayaan bruto dengan pendapatan yang belum diakui dan cadangan penyisihan penghapusan piutang pembiayaan. (3) Perusahaan Pembiayaan wajib memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak memperoleh izin usaha. (4) Dalam hal Perusahaan Pembiayaan yang melakukan peningkatan Modal Disetor dalam rangka pemenuhan rasio permodalan, gearing ratio, dan perbandingan Ekuitas dengan Modal Disetor, Perusahaan Pembiayaan dikecualikan dari pemenuhan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak tanggal peningkatan Modal Disetor dicatat oleh instansi yang berwenang. BAB VIII EKUITAS Pasal 37 Perusahaan Pembiayaan yang berbentuk badan hukum: a.
perseroan terbatas wajib memiliki Ekuitas paling sedikit Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah); atau
b.
koperasi wajib memiliki Ekuitas paling sedikit Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah). Pasal 38
Perusahaan Pembiayaan wajib memiliki rasio Ekuitas terhadap Modal Disetor paling rendah sebesar 50% (lima puluh perseratus). BAB IX BATAS MAKSIMUM PEMBERIAN PEMBIAYAAN Pasal 39 (1) Perusahaan Pembiayaan wajib memenuhi ketentuan BMPP kepada seluruh pihak terkait paling tinggi 50%
- 19 (lima puluh Pembiayaan.
perseratus)
dari
Ekuitas
Perusahaan
(2) Pihak terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. perseorangan atau badan usaha yang merupakan Pengendali Perusahaan Pembiayaan; b. badan usaha dimana Perusahaan bertindak sebagai Pengendali;
Pembiayaan
c. perseorangan atau badan usaha yang bertindak sebagai Pengendali dari badan usaha sebagaimana dimaksud pada huruf b; d. badan usaha yang Pengendaliannya dilakukan oleh: 1. perseorangan dan/atau badan sebagaimana dimaksud pada huruf a;
usaha
2. perseorangan dan/atau badan sebagaimana dimaksud pada huruf c;
usaha
e. Dewan Komisaris Pembiayaan;
atau
Direksi
Perusahaan
f. pihak yang mempunyai hubungan keluarga sampai dengan derajat kedua, baik horisontal maupun vertikal: 1. dari perseorangan yang merupakan Pengendali Perusahaan Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada huruf a; 2. dari Dewan Komisaris atau Direksi pada Perusahaan Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada huruf e. g. Dewan Komisaris atau Direksi pada badan usaha sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, dan/atau huruf d; h. badan usaha yang Dewan Komisaris dan/atau Direksi merupakan: 1. Dewan Komisaris atau Direksi pada Perusahaan Pembiayaan; 2. Dewan Komisaris atau Direksi pada badan usaha sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, dan/atau huruf d; i. badan usaha dimana: 1. Dewan Komisaris atau Direksi Perusahaan Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada huruf e bertindak sebagai Pengendali; 2. Dewan Komisaris atau Direksi dari pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, dan/atau huruf d, bertindak sebagai Pengendali; dan
- 20 j. badan usaha yang memiliki ketergantungan keuangan (financial interdependence) dengan Perusahaan Pembiayaan dan/atau pihak sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, dan/atau huruf i. (3) Perusahaan Pembiayaan wajib memiliki dan menatausahakan daftar rincian pihak terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (2). Pasal 40 (1) Perusahaan Pembiayaan wajib memenuhi ketentuan BMPP kepada 1 (satu) Debitur yang bukan merupakan pihak terkait sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2) ditetapkan paling tinggi 20% (dua puluh perseratus) dari Ekuitas Perusahaan Pembiayaan. (2) Perusahaan Pembiayaan wajib memenuhi ketentuan BMPP kepada 1 (satu) kelompok Debitur yang bukan merupakan pihak terkait sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2) ditetapkan paling tinggi 30% (tiga puluh perseratus) dari Ekuitas Perusahaan Pembiayaan. (3) Debitur digolongkan sebagai anggota suatu kelompok Debitur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) apabila Debitur mempunyai hubungan pengendalian dengan Debitur lain baik melalui hubungan kepemilikan, kepengurusan, dan/atau keuangan, yang meliputi: a. Debitur merupakan Pengendali Debitur lain; b. 1 (satu) pihak yang sama merupakan Pengendali dari beberapa Debitur (common ownership); c. Debitur memiliki ketergantungan keuangan (financial interdependence) dengan Debitur lain; d. Debitur menerbitkan jaminan (guarantee) untuk mengambil alih dan/atau melunasi sebagian atau seluruh kewajiban Debitur lain dalam hal Debitur lain tersebut gagal memenuhi kewajibannya (wanprestasi) kepada Perusahaan Pembiayaan; e. Komisaris dan/atau Direksi Debitur menjadi Komisaris dan/atau Direksi pada Debitur lain. Pasal 41 Ketentuan mengenai BMPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) dan Pasal 40 ayat (1) dan ayat (2) dihitung berdasarkan nilai outstanding saldo piutang pembiayaan. BAB X KERJA SAMA PEMBIAYAAN
- 21 Pasal 42 menjalankan usahanya, Perusahaan (1) Dalam Pembiayaan dapat bekerjasama dengan pihak lain melalui pembiayaan channeling atau pembiayaan bersama (joint financing) dan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. bank; b. perusahaan pembiayaan sekunder perumahan; c. lembaga keuangan mikro; dan/atau d. Perusahaan Pembiayaan. (3) Dalam pembiayaan channeling sebagaimana dimaksud pada ayat (1), risiko yang timbul dari kegiatan ini berada pada pihak yang memiliki dana. (4) Dalam pembiayaan channeling, pihak yang menerima dana hanya bertindak sebagai pengelola dan memperoleh imbalan atau fee dari pengelolaan dana tersebut. (5) Dalam pembiayaan bersama (joint financing) sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sumber dana untuk pembiayaan ini harus berasal dari Perusahaan Pembiayaan dan pihak lain. (6) Risiko yang timbul dari pembiayaan bersama (joint financing) sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menjadi beban masing-masing pihak secara proporsional sesuai dengan besaran dana yang dikeluarkan. BAB XI PENDANAAN Pasal 43 Sumber pendanaan Perusahaan Pembiayaan dapat berasal dari: a. pinjaman dari bank, industri keuangan non bank dan/atau badan usaha lain; b. penerbitan obligasi; c.
penerbitan medium term notes;
d. pinjaman subordinasi; e.
penawaran umum saham; dan
f.
sekuritisasi aset. Pasal 44
- 22 Jumlah pinjaman dari badan usaha lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 huruf a, wajib memenuhi ketentuan paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) untuk setiap kreditur dengan jangka waktu pengembalian paling singkat 1 (satu) tahun. Pasal 45 Pinjaman subordinasi yang diterima Perusahaan Pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 huruf d harus memenuhi ketentuan: a. paling singkat berjangka waktu 5 (lima) tahun; b. dalam hal terjadi likuidasi, hak tagih berlaku paling akhir dari segala pinjaman yang ada; dan c. dituangkan dalam bentuk perjanjian akta notariil antara Perusahaan Pembiayaan dengan pemberi pinjaman. Pasal 46 (1) Perusahaan Pembiayaan wajib memenuhi ketentuan gearing ratio paling tinggi 10 (sepuluh) kali. (2) Gearing ratio sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perbandingan antara jumlah pinjaman dengan selisih penjumlahan ekuitas dan pinjaman subordinasi dengan penyertaan. (3) Pinjaman subordinasi yang dapat diperhitungkan dalam perhitungan gearing ratio sebagaimana dimaksud pada ayat (2), paling tinggi 50% (lima puluh perseratus) dari Modal Disetor. Pasal 47 (1) Perusahaan Pembiayaan yang menerima pinjaman dalam valuta asing wajib melakukan lindung nilai secara penuh (full hedge). (2) Lindung nilai secara penuh (full hedge) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaksanakan untuk pokok pinjaman, suku bunga pinjaman, dan/atau jangka waktu pembayaran. Pasal 48 Perusahaan Pembiayaan yang akan menerima pinjaman dalam valuta asing wajib memenuhi Tingkat Kesehatan Keuangan dengan kondisi minimum sehat. BAB XII PENYERTAAN Pasal 49 (1) Perusahaan Pembiayaan hanya dapat penyertaan modal secara langsung pada:
melakukan
- 23 a. perusahaan di sektor jasa keuangan di Indonesia; dan b. perusahaan yang terkait Perusahaan Pembiayaan.
dengan
kegiatan
(2) Jumlah seluruh penyertaan langsung Perusahaan Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling tinggi 20% (dua puluh perseratus) dari jumlah Ekuitas Perusahaan Pembiayaan. (3) Jumlah penyertaan langsung Perusahaan Pembiayaan kepada entitas dalam 1 (satu) grup paling tinggi 10% (sepuluh perseratus) dari jumlah Ekuitas Perusahaan Pembiayaan. (4) Jumlah penyertaan langsung Perusahaan Pembiayaan kepada masing-masing entitas paling tinggi 2,5% (dua koma lima perseratus) dari jumlah Ekuitas Perusahaan Pembiayaan. (5) Perusahaan Pembiayaan wajib memenuhi ketentuan jumlah penyertaan langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) pada saat melakukan penyertaan. BAB XIII SERTIFIKASI Pasal 50 (1) Pegawai Perusahaan Pembiayaan yang menduduki posisi manajerial mulai dari tingkat kepala kantor cabang sampai dengan Direksi dan Dewan Komisaris wajib memiliki sertifikat keahlian di bidang pembiayaan dari lembaga yang ditunjuk oleh asosiasi dengan persetujuan OJK. (2) Direksi dan pejabat 1 (satu) tingkat di bawah Direksi yang membawahkan fungsi manajemen risiko wajib memiliki sertifikat keahlian di bidang manajemen risiko dari lembaga yang ditunjuk oleh asosiasi dengan persetujuan OJK. (3) Pegawai dan/atau tenaga alih daya Perusahaan Pembiayaan yang menangani bidang penagihan wajib memiliki sertifikat profesi di bidang penagihan dari lembaga yang ditunjuk asosiasi dengan persetujuan OJK. BAB XIV LARANGAN Pasal 51 Perusahaan Pembiayaan dilarang: a. menarik
dana
secara
langsung
dari
masyarakat
- 24 berbentuk giro, tabungan dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu; b. memberikan jaminan dalam segala bentuknya atas pemenuhan kewajiban pihak lain; c.
menerbitkan surat sanggup bayar (promisorry note), kecuali sebagai jaminan atas hutang kepada bank yang menjadi krediturnya;
d. melakukan tindakan yang menyebabkan atau memaksa lembaga keuangan lainnya yang berada di bawah pengawasan OJK melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan e.
melakukan tindakan yang menyebabkan atau memaksa lembaga keuangan lainnya yang berada di bawah pengawasan OJK menghindari peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 52
(1) Dalam melakukan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), Perusahaan Pembiayaan dilarang melakukan pembiayaan secara dana tunai kepada Debitur. (2) Dalam menyalurkan pembiayaan, Perusahaan Pembiayaan dilarang melakukan pembelian barang dari Debitur atau calon Debitur kecuali melalui cara sale and finance leaseback. Pasal 53 Perusahaan Pembiayaan dalam melakukan kegiatan usahanya dilarang menggunakan informasi yang tidak benar. BAB XV PENYAMPAIAN LAPORAN BERKALA Pasal 54 (1) Perusahaan Pembiayaan wajib menyampaikan laporan berkala kepada OJK, yaitu: a. laporan bulanan; dan b. laporan keuangan tahunan yang telah diaudit oleh akuntan publik. (2) Ketentuan mengenai laporan bulanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan OJK mengenai laporan bulanan. Pasal 55 (1) Perusahaan Pembiayaan wajib menyampaikan laporan keuangan tahunan yang telah diaudit oleh akuntan
- 25 publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (1) huruf b kepada OJK paling lama 4 (empat) bulan setelah tahun buku terakhir. (2) Perusahaan Pembiayaan wajib menyampaikan laporan keuangan tahunan yang telah diaudit oleh akuntan publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara lengkap dan benar dalam bentuk hard copy dan soft copy. (3) Laporan keuangan tahunan yang telah diaudit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disusun berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia. (4) Laporan keuangan tahunan sebagaimana dimaksud ayat (2) wajib mencatumkan perhitungan hal-hal yang diatur khusus di dalam Peraturan OJK ini. (5) Laporan keuangan tahunan yang telah diaudit oleh akuntan publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disusun dalam mata uang rupiah. (6) Tahun buku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib berdasarkan tahun takwim. (7) Akuntan publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus terdaftar di OJK. (8) Dalam hal Perusahaan Pembiayaan memperoleh izin usaha kurang dari 6 (enam) bulan hingga tahun takwim berakhir, kewajiban penyampaian laporan keuangan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mulai berlaku pada tahun takwim berikutnya. Pasal 56 Dalam hal batas akhir penyampaian laporan keuangan tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) jatuh pada hari libur, batas akhir penyampaian laporan adalah hari kerja pertama berikutnya. Pasal 57 (1) Perusahaan Pembiayaan wajib mengumumkan neraca dan perhitungan laba rugi singkat paling lama 4 (empat) bulan setelah tahun buku berakhir paling sedikit pada 1 (satu) surat kabar harian di Indonesia yang memiliki peredaran nasional. (2) Perusahaan Pembiayaan wajib melaporkan pelaksanaan pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara tertulis kepada OJK paling lama 20 (dua puluh) hari setelah pelaksanaan pengumuman, dilampiri dengan bukti pengumuman. BAB XVI SISTEM INFORMASI DAN TEKNOLOGI
- 26 Pasal 58 (1) Dalam rangka mendukung penyelenggaraan usaha yang sehat, Perusahaan Pembiayaan harus mempunyai sistem informasi dan teknologi yang terintegrasi. (2) Kewajiban sebagaimana yang dimaksudkan pada ayat (1) berlaku untuk Perusahaan Pembiayaan yang mempunyai kantor cabang lebih dari 5 (lima). BAB XVII PERUSAHAAN PEMBIAYAAN DI BIDANG KETENAGALISTRIKAN DAN PELAYARAN Pasal 59 (1) Perusahaan Pembiayaan yang didirikan khusus untuk melakukan kegiatan pembiayaan di bidang ketenagalistrikan dapat melakukan kegiatan usaha selain kegiatan usaha sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Peraturan OJK ini. (2) Kegiatan usaha lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan dalam rangka mendukung pemenuhan kebutuhan ketenagalistrikan nasional. (3) Perusahaan Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak wajib memenuhi ketentuan mengenai Pasal 25 ayat (1), Pasal 36 ayat (1), Pasal 46 ayat (1). Pasal 60 Perusahaan Pembiayaan yang didirikan khusus untuk melakukan kegiatan di bidang pelayaran tidak wajib memenuhi ketentuan Pasal 49 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4). BAB XVIII SANKSI Pasal 61 (1) Perusahaan Pembiayaan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), Pasal 7, Pasal 8 ayat (3), Pasal 9, Pasal 14, Pasal 15, Pasal 16 ayat (1), Pasal 18 ayat (1), Pasal 19 ayat (1), Pasal 20, Pasal 21, Pasal 39 ayat (3), Pasal 47, Pasal 50, Pasal 54 ayat (1) huruf b, Pasal 55 ayat (1), Pasal 55 ayat (2), Pasal 55 ayat (3), Pasal 55 ayat (4), Pasal 55 ayat (5), Pasal 55 ayat (6), Pasal 57, dan Pasal 58 ayat (2) Peraturan OJK ini diberikan surat pemberitahuan untuk memenuhi ketentuan dalam Pasal 6 ayat (1), Pasal 7, Pasal 8 ayat (3), Pasal 9, Pasal 14, Pasal 15, Pasal 16 ayat (1), Pasal 18 ayat (1), Pasal 19 ayat (1), Pasal 20, Pasal 21, Pasal 39 ayat (3), Pasal 47, Pasal 50, Pasal 54 ayat (1), Pasal 55 ayat (1), Pasal 55 ayat (2), Pasal 55 ayat (3), Pasal 55 ayat (4), Pasal 55 ayat
- 27 (5), Pasal 55 ayat (6), Pasal 57, dan Pasal 58 ayat (2) Peraturan OJK ini. (2) Perusahaan Pembiayaan wajib melakukan pemenuhan atas ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal surat pemberitahuan. (3) Dalam hal sampai dengan berakhirnya jangka waktu surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Perusahaan Pembiayaan tidak juga memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Perusahaan Pembiayaan dikenakan sanksi administratif berupa: a. peringatan; b. pembekuan kegiatan usaha; dan c. pencabutan izin usaha. (4) Sanksi peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, dapat diberikan secara tertulis paling banyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan masa berlaku masing-masing paling lama 2 (dua) bulan. (5) Dalam hal sebelum berakhirnya jangka waktu sanksi peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Perusahaan Pembiayaan telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), OJK mencabut sanksi peringatan. (6) Dalam hal masa berlaku peringatan ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berakhir dan Perusahaan Pembiayaan tetap tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), OJK mengenakan sanksi pembekuan kegiatan usaha. (7) Sanksi pembekuan kegiatan usaha diberikan secara tertulis dan berlaku sejak ditetapkan untuk jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan. (8) Dalam hal masa berlaku sanksi peringatan dan/atau sanksi pembekuan kegiatan usaha berakhir pada hari libur, sanksi peringatan dan/atau sanksi pembekuan kegiatan usaha berlaku hingga hari kerja pertama berikutnya. (9) Perusahaan Pembiayaan yang dikenakan sanksi pembekuan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilarang melakukan kegiatan usaha. (10)Dalam hal sebelum berakhirnya jangka waktu pembekuan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (7), Perusahaan Pembiayaan telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), OJK mencabut sanksi pembekuan kegiatan usaha. (11)Dalam hal sampai dengan berakhirnya jangka waktu
- 28 pembekuan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (7), Perusahaan Pembiayaan tidak juga memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), OJK mencabut izin usaha Perusahaan Pembiayaan yang bersangkutan. (12)OJK dapat mengumumkan sanksi pembekuan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dan sanksi pencabutan izin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c kepada masyarakat. Pasal 62 (1) Perusahaan Pembiayaan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1), Pasal 25 ayat (1), Pasal 27, Pasal 28 ayat (1), Pasal 28 ayat (2), Pasal 30 ayat (7), Pasal 31 ayat (1), Pasal 31 ayat (3), Pasal 32 ayat (1), Pasal 33 ayat (1), Pasal 36 ayat (1), Pasal 36 ayat (3), Pasal 37, Pasal 38, Pasal 39 ayat (1), Pasal 40 ayat (1), Pasal 40 ayat (2), dan Pasal 46 ayat (1) Peraturan OJK ini wajib menyampaikan rencana pemenuhan paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal penetapan terjadinya pelanggaran oleh OJK. (2) Rencana pemenuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit memuat langkah penyehatan keuangan yang disertai dengan jangka waktu tertentu yang dibutuhkan untuk memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Langkah pemenuhan rasio permodalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), memuat antara lain: a. restrukturisasi aset dan/atau liabilitas; b. penambahan Modal Disetor; c. penerimaaan pinjaman subordinasi; d. pengalihan sebagian atau seluruh aset; dan/atau e. penggabungan badan usaha. (4) Rencana pemenuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus ditandatangani oleh seluruh Direksi dan Dewan Komisaris. (5) Rencana pemenuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus terlebih dahulu disetujui oleh rapat umum pemegang saham dalam hal rencana dimaksud memuat rencana penambahan Modal Disetor atau rencana penggabungan usaha. (6) Rencana pemenuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memperoleh pernyataan tidak keberatan dari OJK. (7) Dalam hal rencana pemenuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinilai oleh OJK tidak cukup untuk mengatasi permasalahan, Perusahaan Pembiayaan
- 29 wajib melakukan perbaikan atas rencana pemenuhan tersebut. (8) OJK memberikan pernyataan tidak keberatan atas rencana pemenuhan yang disampaikan oleh Perusahaan Pembiayaan dengan memperhatikan kondisi permasalahan yang dihadapi oleh Perusahaan Pembiayaan paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal diterimanya rencana pemenuhan rasio permodalan secara lengkap. (9) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (8), OJK tidak memberikan pernyataan tidak keberatan atau tanggapan, Perusahaan Pembiayaan dapat melaksanakan rencana pemenuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (10) Perusahaan Pembiayaan wajib melaksanakan rencana pemenuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). Pasal 63 (1) Perusahaan Pembiayaan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (1) dan ayat (10) Peraturan OJK ini dapat dikenakan sanksi administratif berupa: a. peringatan; b. pembekuan kegiatan usaha; dan c. pencabutan izin usaha. (2) Selain sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), OJK dapat memberikan sanksi tambahan berupa: a. pembatasan kegiatan usaha tertentu; b. penurunan tingkat kesehatan; c.
pembatalan persetujuan; dan/atau
d. penilaian kembali kemampuan dan kepatutan (fit and proper). (3) Dalam hal Perusahaan Pembiayaan telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), OJK mencabut sanksi administratif. (4) Dalam hal Perusahaan Pembiayaan dikenakan sanksi administratif berupa peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, sanksi peringatan tersebut dapat diberikan secara tertulis paling banyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan masa berlaku masing-masing paling lama 2 (dua) bulan. (5) Dalam hal sebelum berakhirnya jangka waktu sanksi peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Perusahaan Pembiayaan telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), OJK mencabut sanksi peringatan.
- 30 (6) Dalam hal masa berlaku peringatan ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berakhir dan Perusahaan Pembiayaan tetap tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), OJK mengenakan sanksi pembekuan kegiatan usaha. (7) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tidak berlaku apabila Perusahaan Pembiayaan melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) dan ayat (2). (8) Dalam hal masa berlaku peringatan ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berakhir dan Perusahaan Pembiayaan tetap tidak memenuhi ketentuan Pasal 36 ayat (1) dan ayat (2), OJK mengenakan sanksi pencabutan izin usaha. (9) Sanksi pembekuan kegiatan usaha diberikan secara tertulis dan berlaku sejak ditetapkan untuk jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan. (10) Dalam hal masa berlaku sanksi peringatan dan/atau sanksi pembekuan kegiatan usaha berakhir pada hari libur, sanksi peringatan dan/atau sanksi pembekuan kegiatan usaha berlaku hingga hari kerja pertama berikutnya. (11) Perusahaan Pembiayaan yang dikenakan sanksi pembekuan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (6), dilarang melakukan kegiatan usaha. (12) Dalam hal sebelum berakhirnya jangka waktu pembekuan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (9), Perusahaan Pembiayaan telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), OJK mencabut sanksi pembekuan kegiatan usaha. (13) Dalam hal sampai dengan berakhirnya jangka waktu pembekuan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (9), Perusahaan Pembiayaan tidak juga memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), OJK mencabut izin usaha Perusahaan Pembiayaan yang bersangkutan. (14) OJK dapat mengumumkan sanksi pembatasan kegiataan usaha tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, pembekuan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan sanksi pencabutan izin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c kepada masyarakat. Pasal 64 (1) Perusahaan Pembiayaan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5 ayat
- 31 (2), Pasal 10 ayat (1), Pasal 12, Pasal 13, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 44, Pasal 48, Pasal 49 ayat (5), Pasal 51, Pasal 52, dan Pasal 53 Peraturan OJK ini dikenakan sanksi administratif berupa: a. peringatan; b. pembekuan kegiatan usaha; dan c. pencabutan izin usaha. (2) Sanksi peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dapat diberikan secara tertulis paling banyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan masa berlaku masing-masing paling lama 2 (dua) bulan. (3) Dalam hal sebelum berakhirnya jangka waktu sanksi peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Perusahaan Pembiayaan telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), OJK mencabut sanksi peringatan. (4) Dalam hal masa berlaku peringatan ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berakhir dan Perusahaan Pembiayaan tetap tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), OJK mengenakan sanksi pembekuan kegiatan usaha. (5) Sanksi pembekuan kegiatan usaha diberikan secara tertulis dan berlaku sejak ditetapkan untuk jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan. (6) Dalam hal masa berlaku sanksi peringatan dan/atau sanksi pembekuan kegiatan usaha berakhir pada hari libur, sanksi peringatan dan/atau sanksi pembekuan kegiatan usaha berlaku hingga hari kerja pertama berikutnya. (7) Perusahaan Pembiayaan yang dikenakan sanksi pembekuan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dilarang melakukan kegiatan usaha. (8) Dalam hal sebelum berakhirnya jangka waktu pembekuan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Perusahaan Pembiayaan telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), OJK mencabut sanksi pembekuan kegiatan usaha. (9) Dalam hal sampai dengan berakhirnya jangka waktu pembekuan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Perusahaan Pembiayaan tidak juga memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), OJK mencabut izin usaha Perusahaan Pembiayaan yang bersangkutan. (10) OJK dapat mengumumkan sanksi pembekuan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
- 32 huruf b dan sanksi pencabutan izin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c kepada masyarakat. Pasal 65 (1) OJK dapat mengenakan sanksi pembekuan kegiatan usaha tanpa didahului pengenaan sanksi peringatan apabila Perusahaan Pembiayaan melakukan pelanggaran atas penghimpunan dana masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf a. (2) Sanksi pembekuan kegiatan usaha diberikan secara tertulis dan berlaku sejak ditetapkan untuk jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan. (3) Dalam hal masa berlaku sanksi pembekuan kegiatan usaha berakhir pada hari libur, sanksi pembekuan kegiatan usaha berlaku hingga hari kerja pertama berikutnya. (4) Perusahaan Pembiayaan yang dikenakan sanksi pembekuan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilarang melakukan kegiatan usaha. (5) Dalam hal sebelum berakhirnya jangka waktu pembekuan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Perusahaan Pembiayaan telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), OJK mencabut sanksi pembekuan kegiatan usaha. (6) Dalam hal sampai dengan berakhirnya jangka waktu pembekuan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Perusahaan Pembiayaan tidak juga memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), OJK mencabut izin usaha Perusahaan Pembiayaan yang bersangkutan. (7) OJK dapat mengumumkan sanksi pembekuan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan sanksi pencabutan izin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (6) kepada masyarakat. Pasal 66 Dalam hal Perusahaan Pembiayaan mendapatkan sanksi administratif berupa sanksi peringatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (3), Pasal 63 ayat (1), dan Pasal 64 ayat (1) sebanyak 5 (lima) kali atau lebih secara kumulatif dalam jangka waktu 2 (dua) tahun, Direksi dan/atau Dewan Komisaris wajib mengikuti penilaian kembali kemampuan dan kepatutan. BAB XIX KETENTUAN PERALIHAN
- 33 Pasal 67 (1) Perusahaan Pembiayaan yang telah memperoleh izin usaha sebelum Peraturan OJK ini ditetapkan, dapat melaksanakan kegiatan usahanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c, serta Pasal 2 ayat (2). (2) Perusahaan Pembiayaan wajib melakukan penyesuaian anggaran dasar perusahaannya dengan Peraturan OJK ini terkait maksud dan tujuan perusahaan dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan setelah Peraturan OJK ini ditetapkan. (3) Perjanjian pembiayaan yang telah dilakukan oleh Perusahaan Pembiayaan sebelum Peraturan OJK ini ditetapkan dinyatakan tetap berlaku sampai dengan berakhirnya perjanjian pembiayaan tersebut. Pasal 68 Perusahaan Pembiayaan yang telah memperoleh izin usaha sebelum Peraturan OJK ini ditetapkan, wajib memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, Pasal 25 ayat (1), Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, dan Pasal 32 dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak ditetapkannya Peraturan OJK ini. Pasal 69 Pinjaman dalam valuta asing yang diterima oleh Perusahaan Pembiayaan sebelum Peraturan OJK ini ditetapkan, tidak wajib memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47. Pasal 70 Perusahaan Pembiayaan yang telah memperoleh izin usaha sebelum Peraturan OJK ini ditetapkan, wajib memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 dan Pasal 58 ayat (2) dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak ditetapkannya Peraturan OJK ini. Pasal 71 (1) Perusahaan Pembiayaan yang telah mendapatkan izin usaha sebelum Peraturan OJK ini ditetapkan wajib memenuhi ketentuan Ekuitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 paling lambat tanggal 31 Desember 2016. (2) Perusahaan Pembiayaan yang belum memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilarang melakukan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 kecuali untuk kegiatan Pembiayaan Multiguna dan kegiatan lain berbasis fee.
- 34 (3) Perusahaan Pembiayaan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Pasal 64. (4) Dalam hal Perusahaan Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum juga memenuhi ketentuan Ekuitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 paling lambat tanggal 31 Desember 2019, Perusahaan Pembiayaan dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Pasal 64. Pasal 72 (1) Ketentuan Pasal 39 ayat (1), Pasal 39 ayat (3), Pasal 40 ayat (1), Pasal 40 ayat (2), dan Pasal 41 berlaku efektif 2 (dua) tahun sejak ditetapkannya Peraturan OJK ini. (2) Piutang pembiayaan yang menjadi dasar perhitungan BMPP adalah piutang pembiayaan yang ditandatangani sejak ketentuan BMPP berlaku efektif sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Penyaluran pembiayaan yang melampaui ketentuan BMPP sebagaimana dimaksud pada Pasal 39 ayat (1), Pasal 40 ayat (1), dan Pasal 40 ayat (2) sebelum Peraturan OJK ini ditetapkan, tetap dapat dilanjutkan sampai dengan berakhirnya jangka waktu perjanjian pembiayaan tersebut. Pasal 73 Ketentuan dan mekanisme pelaporan bulanan Perusahaan Pembiayaan dinyatakan tetap berlaku sepanjang belum terdapat peraturan yang mengatur mengenai ketentuan pelaporan bulanan sesuai dengan kegiatan usaha dalam Peraturan OJK ini. Pasal 74 (1)
Perjanjian pembiayaan berupa penyediaan dana secara tunai yang telah dilakukan sebelum Peraturan OJK ini ditetapkan, tetap dapat dilanjutkan sampai dengan berakhirnya jangka waktu perjanjian pembiayaan tersebut.
(2)
Dalam hal jangka waktu perjanjian pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah berakhir, Perusahaan Pembiayaan dilarang untuk memperpanjang jangka waktu perjanjian pembiayaan tersebut.
(3)
Perusahaan Pembiayaan wajib melakukan penyesuaian atas seluruh pedoman dan standar operasi prosedur terkait penyediaan dana secara langsung paling lama 3 (tiga) bulan setelah Peraturan OJK ini ditetapkan.
- 35 Pasal 75 (1) Setiap sanksi administratif yang telah dikenakan terhadap Perusahaan Pembiayaan berdasarkan: a. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan; Menteri Keuangan Nomor b. Peraturan 30/PMK.010/2010 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah bagi Lembaga Keuangan Non Bank; c. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 43/PMK.010/2012 tentang Uang Muka Pembiayaan Konsumen Untuk Kendaraan Bermotor Pada Perusahaan Pembiayaan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 220/PMK.010/2012; d. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.010/2012 tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia Bagi Perusahaan Pembiayaan Yang Melakukan Pembiayaan Konsumen Untuk Kendaraan Bermotor Dengan Pembebanan Jaminan Fidusia, dinyatakan tetap sah dan berlaku. (2) Perusahaan Pembiayaan yang belum dapat mengatasi penyebab dikenakannya sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi lanjutan sesuai dengan Peraturan OJK ini. BAB XX KETENTUAN PENUTUP Pasal 76 Pada saat Peraturan OJK ini mulai berlaku, ketentuan mengenai penyelenggaraan usaha Perusahaan Pembiayaan tunduk pada Peraturan OJK ini. Pasal 77 Peraturan OJK diundangkan.
ini
mulai
berlaku
pada
tanggal
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan OJK ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal KETUA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN
- 36 -
MULIAMAN D. HADAD