WAHANA VISI INDONESIA mitra World Vision
Kasih&Peduli
Volume 22 / 2011
PASS ON THE HOPE Melanjutkan Perjuangan Wujudkan Impian
Suarakan Harapan Anak Ciptakan Gizi Baik bagi Anak dan Ibu
Sponsor Visit Singkawang 2011 Mentawai Dilanda Tsunami
Tiga Bulan di Merapi
Dari Redaksi
Prihatin dengan Kesehatan Anak Kasih & Peduli WAHANA VISI INDONESIA mitra World Vision
K
ita sangat prihatin dengan masalah kesehatan anakanak. Usia balita merupakan usia sangat kritis dalam pertumbuhan anak, bahkan kelangsungan hidupnya. Data menunjukkan bahwa belakangan ini di seluruh dunia anak balita terengggut nyawanya rata-rata sebanyak 24.000 anak setiap hari. Di Indonesia, lebih dari 500 balita meninggal setiap hari. Ada banyak penyebab kematian dini yang sebetulnya dapat dicegah ini, antara lain ialah diare dan kekurangan gizi. Diare sangat terkait dengan kebersihan diri dan lingkungan. Sulitnya akses untuk mendapatkan air bersih adalah salah satu penyebab utama rendahnya kebersihan. Asupan gizi ibu hamil juga sangat berpengaruh terhadap status gizi dan kesehatan bayinya. Menurut hasil penelitian Departemen Kesehatan tahun 2010, sekitar 45-50 persen ibu hamil di Indonesia tidak mendapat asupan energi dan protein yang cukup. Banyak upaya-upaya yang telah dilakukan untuk perbaikan kesehatan masyarakat, terutama anak-anak, baik oleh l e m b a g a - l e m b a g a internasional, pemerintah Indonesia, maupun lembagalembaga non-pemerintah. Hal ini dapat dilihat dari ditetapkannya hari-hari yang berkaitan dengan kesehatan, seperti Hari Gizi Nasional pada 28 Februari, Hari Air Sedunia pada 22 Maret, Hari Kesehatan Sedunia pada 7 April, dan Hari AIDS Sedunia pada 1 Desember. Dengan tetap bekerja keras melakukan program-program peningkatan kesehatan, dalam kerja sama dengan pemerintah, masyarakat, dan lembagalembaga lain, diharapkan masalah kesehatan anak-anak Indonesia dapat menurun secara signifikan. Salam, Redaksi
Diterbitkan oleh Wahana Visi Indonesia bekerja sama dengan World Vision. Pembina Wahana Visi Indonesia Mars. Madya (Purn.) B. Y. Sasmito Dirdjo Dr. Nafsiah Mboi, M.D. Ped., MPH Rev. Dr. Kadarmanto Hardjowasito Dr. Frieda Mangunsong, M.Ed. Maria Hartiningsih Drs. Ruddy Koesnadi Rev. Ester Mariani Ga, M.Si. Koesoemo Handojo Aditirto Pengawas Wahana Visi Indonesia Drs. Utomo Josodirdjo Yozua Makes, S.H., LL.M., M.M. Tim Redaksi Emilia K. Sitompul, Priscilla Christin, Sally Tirtadihardja, John Nelwan, Damaris Sarangnga, B. Marsudiharjo, Donna Hattu, Shirley Fransiska, Lukas J. Ginting, Juliarti Sianturi, Hendro Suwito, Sari Estikarini, Beatrice Mertadiwangsa, Ikene Sere Edwina Mega White, Joseph Soebroto Graphic Designer Mario Omega Cover Anak-anak suku Dayak, Singkawang
Korespondensi dan perubahan alamat harap sampaikan ke:
Wahana Visi Indonesia
Jl. Wahid Hasyim No. 31, Jakarta 10340 tel. 62-21 3907818, fax. 62-21 3910514
World Vision Indonesia
Jl. Wahid Hasyim No. 33 Jakarta 10340 tel. 62-21 31927467, fax. 62-21 3107846
2 | Kasih&Peduli Vol.22/2011
Sajian Utama
Mentawai Dilanda Tsunami Lukas Ginting
P
ada hari Senin, 25 Oktober 2010 jam 21.42 WIB, gempa bumi berkekuatan 7,2 SR menerjang Kepulauan Mentawai. Gempa ini kemudian disusul oleh tsunami dahsyat, yang memorak-porandakan Mentawai. Gempa dan tsunami Mentawai mengakibatkan 517 rumah rusak berat dan 224 rumah rusak ringan. Dilaporkan sejumlah gedung sekolah, perkantoran, rumah-rumah ibadah serta infrastruktur seperti jembatan juga rusak. Informasi dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah Sumatera Barat melaporkan, hingga 12 November 2010 korban meninggal dunia akibat tsunami Mentawai mencapai 450 orang. Dari jumlah korban tewas itu masih ada lagi sekitar 58 warga belum ditemukan. Selain korban hilang dan tewas, sebanyak 173 orang masih menjalani perawatan karena mengalami luka berat. Sedangkan 325 lainnya dirawat karena luka ringan. Warga yang mengungsi mencapai 15.353 orang.
Dokumentasi Wahana Visi
Vol.22/2011 Kasih&Peduli | 3
Sajian Utama
Camp pengungsi Kecamatan Sikakap, Desa Matobe
RSA kerjasama dengan LPA Sumbar
Seperti biasanya, World Vision Indonesia segera bertindak untuk mengurangi penderitaan saudara-saudara kita yang terkena dampak bencana. Namun, mengingat situasi lapangan yang tidak begitu mudah dijangkau, maka bantuan World Vision juga tidak bisa sampai dengan lancar ke tempat tujuan seperti yang sudah direncanakan. Tantangan yang dihadapi dalam memberikan bantuan ialah cuaca buruk, yaitu hujan badai, transportasi yang terbatas, akses komunikasi HP dan internet tidak lancar, dan data yang diterima tidak akurat atau berbeda-beda dari berbagai sumber. Bantuan pertama World Vision dibawa dari pelabuhan Padang pada tanggal 30 Oktober 2010. Bantuan yang jumlahnya seberat 50 ton ini diangkut oleh kapal “KM. Rozoki Tiga Saudara” diantar oleh tim World Vision yang terdiri dari dua orang (Edi and Dodi Haryanto) bersama para relawan lain dari PKPA (Pusat Kajian Perlindungan Anak), tim medis dari RS Yos Sudarso dan CRS menuju Mentawai pada malam gelap gulita yang berkabut. Anak buah kapal serta relawan yang berjumlah 26 orang ini berlayar menuju Sipora, namun karena hujan dan topan kapal ini terpaksa mendarat dulu di Desa Sioban. Keesokan harinya baru mereka melanjutkan perjalanan ke Sipora. World Vision telah mendistribusikan berbagai kebutuhan penduduk, seperti tenda, ember (kantong air) plastik lipat, keperluan anak, dan sebagainya. 4 | Kasih&Peduli Vol.22/2011
Distribusi & sosialisasi penggunaan candle ceramic filter di Kec. Sipora Selatan
Memasuki hari ke-7, upaya tim tanggap bencana World Vision, Edi Andreas dan Dodi Haryanto, untuk melakukan pendataan jumlah anak tidaklah mudah. Begitu tiba, Senin 1 November pukul 15.00 di Kecamatan Sikakap mereka langsung mulai mendata jumlah anak-anak yang kehilangan orangtuanya. Data anak yang akurat memudahkan tim tanggap bencana merencanakan bentuk bantuan yang akan diberikan. Pascabencana, anak-anak adalah kelompok rentan yang terkadang terabaikan hak-haknya. “World Vision, lembaga kemanusiaan yang peduli pada anak, ingin memastikan anak-anak yang terdampak bencana, termasuk mereka yang kehilangan orangtuanya, akan mendapatkan pelayanan terbaik,” kata Anggraeni Puspitasari, Response Manager World Vision di Padang. Windy, 11 tahun yang duduk di kelas 5 SD di Pagai Utara, mulai merasa jenuh setelah kegiatan sekolah terhenti satu minggu akibat tsunami. Ironisnya, ke sekolah justru membuat mereka bersedih. “Hari ini kami diminta untuk ke sekolah, tapi ternyata teman sekelas kami sudah berkurang,” kata Windy lirih. Anak-anak dan masyarakat di pengungsian menderita sesak napas dan gatal-gatal serta flu. Anak-anak sudah mulai masuk sekolah setelah libur beberapa hari pascagempa dan stunami, namun jumlah murid yang hadir di sekolah jauh berkurang dari sebelumnya. (K&P)
Sajian Utama
Tiga Bulan di Merapi Mira Arifin
S
ehari setelah tsunami dahsyat menerjang Kepulauan Mentawai, yakni tanggal 26 Oktober 2010, Gunung Merapi yang berketinggian 3.000 meter di perbatasan Yogyakarta-Jawa Tengah meletus. Letusan ini menimbulkan bencana bagi masyarakat yang tinggal di sekitar gunung ini. Dalam sejarah letusan Merapi, belum pernah ketinggian awan mencapai 10 kilometer. Badan Geologi pada awalnya menentukan radius berbahaya adalah 5 km, kemudian bertambah menjadi 15 km, terakhir bahkan memperluas radius berbahaya Merapi hingga 20 km. Merapi mengalami periode letusan panjang di atas 100 tahun dengan energi yang sangat besar. Berbeda dengan siklus pendek antara 4-6 tahun yang hanya terjadi luncuran awan panas alias wedhus gembel dan pembentukan kubah lava, letusan kali ini sangat dahsyat, menimbulkan awan panas, lontaran lava pijar, dan abu vulkanik. Bencana Merapi tahun 2010 mengakibatkan sedikitnya 336 orang meninggal dan lebih 300.000 orang mengungsi. Kerugian materi yang ditimbulkan senilai Rp 4,23 triliun. Setelah Gunung Merapi mulai meletus tanggal 26 Oktober 2010 yang lalu, Wahana Visi Indonesia bersama mitranya
World Vision Indonesia langsung hadir di lapangan untuk membantu masyarakat yang terpaksa menjadi pengungsi karena wilayah tempat tinggal mereka terancam oleh debu panas dan lahar Gunung Merapi. Lokasi tempat Wahana Visi membantu termasuk di Magelang, Klaten, dan Sleman. Total dana yang terkumpulkan dari individu, perusahaan maupun organisasi di Indonesia untuk bantuan di Merapi ini mencapai USD160.000. Wahana Visi mendapat bantuan lain juga dari USAid maupun kantor World Vision di Amerika Serikat, Kanada, Australia, Singapura, Malaysia, Korea, dan Taiwan. Bantuan yang disalurkan melalui Wahana Visi, sebagai mitra lokal World Vision, telah membantu lebih dari 57.000 orang di sekitar daerah Merapi. Tujuan bantuan Wahana Visi di daerah Merapi adalah untuk memberikan akses kepada kebutuhan dasar bagi kelangsungan hidup masyarakat setempat. Cakupan bantuan Wahana Visi cukup luas, yaitu dari Family Kit, pembuatan MCK, penyediaan CFS (Child Friendly Space – Ruang Sahabat Anak) agar anakanak dapat belajar di lingkungan yang aman, penyuluhan tentang kesehatan dan kebersihan untuk mengurangi kemungkinan menyebarnya penyakit, dan pelatihan pekerjaan alternatif bagi keluarga para petani yang lahannya menjadi tidak produktif.
Dokumentasi Wahana Visi Promosi Kesehatan, MI Muhammadiyah, Nglumut
Peresmian Kelompok Usaha Bersama
Vol.22/2011 Kasih&Peduli | 5
Sajian Utama
Untuk lebih jelasnya, bantuan Wahana Visi dengan dukungan World Vision untuk masyarakat yang terkena dampak letusan Gunung Merapi dapat dirinci sebagai berikut: • Mendistribusikan 42.800 masker di Kabupaten Magelang dan Sleman. • Mendistribusikan 2.450 family kits (tikar, sarung, selimut, sabun, pasta gigi, sikat gigi, tissu dan pembalut Keluarga para petani salak diberikan Permainan yang diajarkan di Ruang Anak-anak pun terlihat senang ketika wanita) dan 1.000 pelatihan pekerjaan alternatif mengolah Sahabat Anak selain mengisi waktu telah didirikan sarana MCK (mandi, juga melatih bakat kepemimpinan cuci, kakus). children kits (selimut, singkong menjadi makanan ringan. anak-anak. sabun bayi, pasta gigi, sikat gigi, bedak bayi • Memberikan Pelatihan Antropolomeric di Srumbung untuk dan baby oil) di 7 pusat evakuasi di Kabupaten Sleman. 7 Posyandu, peserta: 140 kader kesehatan. • Mendistribusikan 1.200 kasur di pusat-pusat evakuasi di • Pelatihan Konselor ASI di Sleman. Peserta: 20 bidan dan ahli Sleman dan Klaten. gizi. (K&P) • Mendistribusikan 6.750 kantong sampah di Magelang dan Maguwoharjo. • Mendistribusikan 12.286 masker anak di Sleman dan Klaten. • Mendistribusikan 749 ember lipat. • Mengoperasikan 2 Perpustakaan Keliling di Girikerto, Wonokerto, Sariharjo, dimanfaatkan oleh sekitar 250 anak. • Membangun 15 toilet sementara. • Mendistribusikan 300 keperluan sekolah. • Mendistribusikan 300 peralatan promosi kesehatan untuk anak. • Memberi pelatihan tentang dapur sehat untuk balita di Klaten, pesertanya 12 orang, terdiri dari ibu-ibu, kader, dan petugas kesehatan. Di Musium, anak-anak dijelaskan tentang • Mendistribusikan 17 peralatan Posyandu di Sleman dan apa mengapa dan bagaimana letusan Merapi Magelang.
6 | Kasih&Peduli Vol.22/2011
Sajian Utama
3 1 2
6 4 5 9
7 8
11
10
12
1. Anak-anak ikut dalam permainan simulasi letusan 2. Distribusi Matras 3. Pelatihan keterampilan produksi pemulihan ekonomi usaha mikro korban erupsi Merapi 4. Penerima bantuan Emergency Kits 5. Matras Balita 6. Perpustakaan mobil keliling 7. Pipanisasi Dusun Lembar, Polengan 8. School kits 9. Permainan anak 10. Distribusi Seed & Compost 11. Distribusi Hygiene kits 12. Proyek pipanisasi 3.000 m Srumbung Kauman.
Vol.22/2011 Kasih&Peduli | 7
Inspirasi
Suarakan Harapan Anak,
Ciptakan Gizi Baik bagi Anak dan Ibu Mega White & Sari Estikarini
A
n a k - a n a k Indonesia berusia 12-18 tahun diajak menyuarakan harapannya melalui Lomba Menulis “Aku Ingin”. Melalui lomba ini, anak-anak diberikan ruang berpikir kreatif dan berkontribusi aktif mengaspirasikan harapan sebagai aksi kepedulian untuk meredam tingginya angka kematian balita dan mendorong peningkatan status kesehatan anak dan ibu di Indonesia. Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi oleh anak Indonesia adalah masih tingginya angka kematian balita. Setiap jam sekitar 22 anak di Indonesia meninggal sebelum merayakan ulang tahunnya yang ke-5 (Survei Demografi Kesehatan Indonesia, 2007). Ironisnya kematian tersebut diakibatkan oleh hal-hal yang dapat dicegah, seperti: komplikasi bayi baru lahir, pneumonia, diare, malaria, dan HIV & AIDS. Bahkan, lebih dari setengah anak yang meninggal ini terdeteksi mengalami kurang gizi saat menderita penyakit yang dapat dicegah.
Tanpa dipungut biaya pendaftaran dalam bentuk apa pun, ditargetkan sekitar 1.000 anak usia produktif 12-18 tahun akan berpartisipasi menyuarakan kepedulian mereka. Tema yang menjadi fokus dalam mengapresiasikan diri adalah ”Aku Ingin Ibu dan Anak Indonesia Memiliki Gizi Baik” dengan subtema pilihan di antaranya: ASI, gizi seimbang, kegiatan posyandu, pelayanan di puskesmas, pendidikan mengenai kesehatan dan gizi ibu serta anak, kondisi lingkungan yang bersih dan sehat. Puncak acara akan jatuh pada tanggal 15 Juli 2011, di mana pemenang akan diumumkan melalui surat pemberitahuan resmi, media nasional dan situs www.worldvision.or.id. Sementara hasil karya yang terpilih akan dipublikasikan secara nasional maupun global melalui jaringan yang dimiliki Wahana Visi dan World Vision. Asteria menambahkan, “Sekaranglah saatnya menggalang kepedulian berbagai pihak untuk bergerak bersama dengan mendengar dan belajar dari aspirasi anak untuk melakukan upaya-upaya yang bisa jadi tampaknya kecil dan sederhana, namun berdampak besar bila dilakukan secara bersamasama.” Saatnya anak Indonesia bergerak dan berani bersuara. Saatnya anak Indonesia berada di barisan terdepan untuk memperjuangkan harapan dan cita-citanya. Maju terus anak Indonesia! Suaramu amat berharga bagi masa depan bangsa! (K&P)
Merespons fakta ini, dalam menyongsong Hari Anak Nasional 2011, Wahana Visi Indonesia didukung oleh World Vision menyelenggarakan Lomba Menulis “Aku Ingin” pada periode April – 15 Juni 2011. Lomba “Aku Ingin” adalah bagian dari rangkaian kegiatan Kampanye Kesehatan Anak “Child Health Now” yang tengah dilaksanakan di Indonesia dan hampir 100 negara lainnya. Asteria Aritonang selaku Child Health Now Campaign Director World Vision Indonesia menyatakan, “Anak-anak Indonesia, di mana pun mereka berada, diajak lebih peka menghadapi permasalahan yang masih menimpa anak-anak di negeri ini. Mereka didorong agar makin mampu menyuarakan harapannya untuk mewujudkan tumbuh-kembang yang lebih baik bagi anak-anak Indonesia. Setiap anak dapat berpartisipasi tanpa terkecuali, lomba ini dari, oleh dan untuk anak Indonesia.” 8 | Kasih&Peduli Vol.22/2011
Fotografer: Mario Omega
Inspirasi
Air Bersih sebagai Awal Perubahan Erwin Simangunsong
Dengan partisipasi masyarakat, pembangunan cekdam dan pembangunan sarana air bersih dapat direalisasikan.
K
isah ini terjadi di Desa Baumata Utara, Kecamatan Taebenu di Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur. Desa ini dihuni oleh 268 keluarga pada tahun 2010. Sekitar 90 persen penduduknya adalah petani dan lebih kurang 60 persen di antaranya adalah petani penggarap. Desa ini dulu paling sering mengalami kekeringan. Sebenarnya, di desa ini ada beberapa mata air, tetapi debitnya kecil. Masyarakat lebih banyak tergantung pada hujan untuk pengairan kebun mereka. Desa ini sebenarnya memiliki potensi lahan yang cukup luas. Kalau digarap dengan baik, lahan-lahan ini akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. Kendala utama adalah terbatasnya air. Pada tahun 2004, difasilitasi oleh organisasi kemanusiaan World Vision Indonesia dan mitranya Wahana Visi Indonesia, masyarakat diajak untuk memikirkan terobosan bagi kehidupan mereka. Dicapai kesepakatan untuk membangun cekdam dan sarana air bersih guna menampung air yang dapat digunakan untuk irigasi lahan pertanian dan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Dengan partisipasi masyarakat, pembangunan cekdam dan pembangunan sarana air bersih segera direalisasikan. Swadaya masyarakat adalah bahan lokal seperti batu karang, pasir, tanah putih, batako sebesar sekitar 50 persen dari
kebutuhan, sedangkan sisanya disediakan oleh World Vision dan Wahana Visi. Masyarakat juga menyediakan tenaga kerja. World Vision dan Wahana Visi mendatangkan material dari luar desa, seperti semen, pipa PVC, batako, alat berat, mobilisasi alat berat. Selain itu, World Vision juga membantu terciptanya kesepakatan masyarakat desa untuk pembentukan komite pengelolaan air, pengadaan iuran pemeliharaan sarana, denda bagi yang merusak fasilitas desa dan kewajiban lainnya. Pembangunan cekdam dan sarana distribusi air bersih ke desa telah mengubah wajah Desa Baumata Utara. Mereka dapat menikmati penyaluran air bersih di dekat rumah-rumah mereka dan memperluas lahan pertanian dan menanam sejumlah tanaman baru, khususnya tanaman holtikultura. Program pendampingan yang dilakukan bertahun-tahun telah mampu membawa dampak positif dalam peningkatan kemandirian masyarakat.n. Dengan bertambahnya volume dan jenis hasil panen, sejak tahun 2008 penghasilan petani jadi bertambah cukup besar. Dulu hampir seluruh hasil panen hanya cukup untuk konsumsi sendiri. (K&P)
* Erwin Simangunsong adalah Regional Operations Manager untuk wilayah Nusa Tenggara Timur
Vol.22/2011 Kasih&Peduli | 9
Inspirasi
Gerakan Koin untuk Gizi Anakku Muhammad Aulia bulan Oktober 2010, program ini mulai diperkenalkan di Weuraya yang menjadi pilot project program ini. Dalam program ini, koin-koin yang telah dikumpulkan oleh setiap rumah tangga diserahkan kepada seorang petugas pengumpul setiap enam bulan, sesuai kesepakatan bersama. Dengan perhitungan sederhana saja, jika semua rumah tangga mengumpulkan Rp 500 per hari, maka dalam tiga bulan akan terkumpul sekitar Rp 1.350.000 (US$150). Setiap penyerahan uang oleh sebuah rumah tangga disertai dengan kwitansi dan dilaporkan secara transparan kepada semua anggota.
G
erakan Koin untuk Gizi Anakku diprakarsai oleh Ibu Yusriana, istri Pak Mochtar Yacob, Camat Loknga dan didukung oleh World Vision Indonesia di Aceh
Dana yang terkumpul digunakan untuk membeli makanan tambahan di Posyandu di desa-desa, untuk pembelian bukubuku atau bahan bacaan terkait lainnya, alat belajar anak usia dini, bahan kegiatan keagamaan, peralatan praktek memasak, perayaan acara anak-anak, dan kegiatan pelatihan keterampilan yang diperlukan masyarakat.
Besar.
Ibu Yusriana ingin melakukan upaya yang bisa meningkatkan kesadaran masyarakat dengan uang receh atau koin. Program ini sangat penting bagi masyarakat dan bisa berkesinambungan tanpa pendirinya.
Aksi ini tidak hanya dikuatkan dengan SK Kecamatan, tetapi juga telah dipuji sebagai salah satu kontribusi wanita di wilayah ini sebagai anggota PKK. (K&P) * Penulis adalah Programme Officer untuk Program Pengembaangan Aceh.
Koin digunakan di sini karena koin merupakan uang receh yang nilainya sangat kecil sehingga sering dilupakan dan tidak terasa berat untuk menabungkannya. Namun dengan uang receh bisa dilakukan hal yang besar. Sementara itu, pengertian gizi dalam program ini adalah gizi untuk pertumbuhan. Pengertian ‘anakku’ di sini bukan hanya anak kandungnya, tetapi juga anak-anak di lingkungannya. Gerakan ini berkaitan dengan suatu program PKK di Kecamatan Loknga. Tahun 2009, program ini telah disosialisasikan oleh para anggota PKK ke semua desa. Gerakan ini diawali dengan sebuah surat keputusan dari kecamatan pada bulan Juli 2010. Begitu diluncurkan pada 10 | Kasih&Peduli Vol.22/2011
Sosialisasi Coin Gizi untuk pengurus PKK
Inspirasi
Air Bersih Bukan Lagi Masalah bagi Warga Welibo Pelipus P. Woda
S
aya adalah warga masyarakat Welibo, Sumba Barat. Sejak dilahirkan pada 23 September 1970 hingga Wahana Visi membangun sumur untuk kami, kami tidak pernah menikmati air bersih. Bahkan menurut cerita ayah dan ibu saya, air yang kami minum dan gunakan untuk masak nasi adalah air kali. Itu terjadi baik di musim hujan maupun musim kemarau. Di musim hujan kalau banjir datang kami mandi dan minum air kotor. Setelah surut, kami mulai menggali lubang di pinggiran sungai sedalam 30 cm untuk menimba air dan dibawa ke rumah. Kotoran ternak-ternak seperti kerbau yang lewat di bagian atas kami mencemari air yang kami gunakan untuk mencuci dan mandi. Itulah kondisi kami selama ini. Berkat kerja sama yang baik dengan Yayasan Wahana Visi Indonesia, kami sudah menikmati air bersih yang diambil dari sumur di depan SDN Tanakaka. Semua orang yang ada di kampung mengambil air untuk masak nasi, mandi, dan minum. Masyarakat yang mendapat manfaat air sumur ini sebanyak 43 keluarga atau 350 jiwa, termasuk anak-anak sekolah dan 19 anak yang disponsori melalui Wahana Visi. Dengan adanya sumur ini kami mulai membuat dapur hidup di dekat rumah kami untuk menanam sayur-sayuran, yang dapat meningkatkan gizi anak. Tersedianya sayur-sayuran di kebun ini juga dapat mengurangi pengeluaran kami karena kami tidak harus membeli sayur di pasar.
Fotografer: Yulius Umbu Tanga Pelipus P. Woda menggunakan Sumur Tanakaka
Tidak kalah pentingnya, air juga menyelesaikan masalah kebersihan karena pakaian anak-anak bisa dicuci dengan bersih dengan adanya air sumur. Anak-anak kami juga tidak malas ke sekolah lagi karena tidak lagi disuruh mengambil air yang jauh untuk menyiram bunga dan membersihkan WC. Sumur di dekat sekolah berhasil menurunkan angka ketidakhadiran anak sekolah. (K&P) * Penulis adalah anggota masyarakat Desa Welibo, Sumba Barat.
Vol.22/2011 Kasih&Peduli | 11
Seputar Anak
Biarkan Anak yang Berbicara Meksi Mooy
P
endidikan tanpa kekerasan atau sering diistilahkan dengan Sekolah Ramah Anak (SRA) di dunia pendidikan dasar, khususnya di tingkat SD, adalah salah satu indikator penilaian pelayanan Wahana Visi Indonesia di wilayah Rote, khususnya pada Proyek Calistung. Sejak akhir tahun 2008 program ramah anak ini mulai didengungkan di semua SD dampingan Wahana Visi di Rote. Pelatihan dan studi banding untuk guru serta pelatihan mengenai hak anak bagi anak dan orangtua dilakukan Wahana Visi pada waktu itu demi tercapainya pendidikan tanpa kekerasan ini. Namun karena budaya dan lingkungan sesuai pengakuan para guru bahwa “Watak orang Rote watak keras, maka harus dididik dengan keras, tidak bisa lemah lembut“ membuat pendampingan sekolah ramah anak berjalan tidak mulus. Apalagi dengan satu pernyataan dan satu pertanyaan para guru bahwa “kekerasan di sekolah mampu kita jamin, tapi apakah kekerasan di lingkungan keluarga mampu kita jamin pula?“ Salah satu guru yang punya komitmen tinggi adalah Milka Dethan yang bertugas di SD Inpres Mokdale. Dia mulai dari lingkungan kelasnya, yakni kelas I. Awalnya sangat susah dan mempunyai tantangan berat karena belum ada dukungan dari guru lain. Pada tahun 2009 sekolah ramah anak menjadi perhatian guru lain pada SD Mokdale. Ini terjadi karena perkembangan anak asuhan Ibu Milka yang begitu dekat dan akrab dengan Ibu Milka. Bahkan aktivitasnya terdengar dari luar karena keaktifan anak dalam bertanya dan menjawab pertanyaan.
Keadaan tersebut sangat berbeda dengan kelas lain yang hanya kedengaran suara gurunya dan ketika guru berhenti bicara, maka suasana kelas menjadi hening. Guru-guru lain ingin tahu resep yang dipakai oleh Ibu Milka dalam proses belajar-mengajar. Ibu Milka pun membagikan pengalaman kepada teman-temanya, sesuai yang dilakukannya setiap hari, hingga diikuti oleh semua guru SD Mokdale pada waktu itu. Pada tanggal 18 November 2010 Wahana Visi melakukan monitoring ke SD Mokdale. Dalam monitoring ini diedarkan angket bagi beberapa siswa kelas 4, 5, dan 6 untuk diisi, serta ada dialog antara staf Wahana Visi dan siswa berhubungan dengan kekerasan pada anak. Dalam monitoring ini pun anak-anak mengatakan bahwa ada teman-teman yang nakal tidak masuk tepat waktu, tidak mengerjakan PR, dan lain-lain, tetapi hanya dinasihati oleh guru dan tidak dipukul lagi seperti dulu. “Kami merasa nyaman di sekolah. Pada saat belajar, kalau kami bosan, kami bisa usul kepada ibu guru untuk istirahat sebentar. Kami semua belajar dengan senang,“ kata salah seorang murid. Bersamaan dengan waktu diskusi dengan siswa, di tempat yang berbeda dilakukan diskusi dengan semua guru di SD Mokdale. “Ketika semua ini kita jalankan, hasilnya mengharukan. Contohnya, pada saat pulang sekolah semua murid saya antri untuk memberi salam kepada saya dengan berjabat tangan dan mencium tangan saya. Kalau saya ada di kelas lain atau lagi dalam pertemuan, maka mereka akan menunggu hingga saya ke kelas. Semua itu memang perlu pendampingan dan melayani dengan hati,“ ungkap salah seorang guru. “Hasilnya baik kalau kita benar-benar menjalankan ini (sekolah ramah anak). Walaupun saat ini kita capai, tetapi kita harus sabar karena lebih mengasyikkan kalau anak yang lebih banyak bicara dibandingkan guru, karena pendidikan saat ini adalah pendidikan di mana anak yang harus bicara.“ Komitmen untuk melayani memang perlu, seperti halnya mengajar dengan hati tulus penuh kasih dan bukan kekerasan. (K&P)
Ibu Milka Dethan sedang mengajar di kelas.
12 | Kasih&Peduli Vol.22/2011
* Penulis adalah Fasilitator Pengembangan Pendidikan Wahana Visi di Rote.
Seputar Anak
Bimo Pun Tersenyum Kembali Mega White
T
engah malam, 5 November 2010, Bimo kecil yang sedang tidur di rumahnya di Desa Kepuh, Kecamatan Cangkringan, 4 kilometer dari puncak Gunung Merapi, dilarikan ke tempat pengungsian di bawah hujan air dan abu, diiringi suara menggelegar, diselingi tangis ratusan anak dan orangtua.
Setelah malam itu berlalu, hari-hari berikutnya pun tidaklah menyenangkan. Bimo harus tinggal di pusat pengungsian Desa Sariharjo. Barang yang ia miliki hanyalah kaos dan celana pendek berlekat abu yang ia kenakan sejak ibu menggendongnya lari malam itu. Berminggu-minggu tak ada yang peduli pada sepeda Bimo, bahkan pada menu sarapannya. Mereka hanya makan mi dan waspada setiap detik untuk lari lebih jauh dari Merapi tatkala kentungan atau gemuruh terdengar lagi. Beralaskan tikar di tenda pengungsian, bocah enam tahun bernama Bimo itu berbaring di samping ibunya dan bertanya, “Bu, sepedaku ke mana? Sapinya ke mana, Bu?” Si ibu cuma menyelimutinya dan menjawab “Tidur, Nak! Sudah malam.” Tak mudah bagi orangtua Bimo menjelaskan kepada anaknya yang baru masuk SD itu kalau sepeda Bimo sudah hancur dan sapi mereka sudah mati semua. Tetapi, hari-hari kelabu itu telah berakhir. Hari itu tampak Bimo sedang berlarian di halaman sekolah dekat tempat pengungsiannya di Desa Sariharjo, Kecamatan Ngaglik. Ada gelak tawa dan senyum riang di wajahnya.
Di Ruang Sahabat Anak (RSA) yang dibangun oleh kakakkakak fasiliator dari World Vision dan ICBC (Institute for Community Behavioral Change), Bimo dan teman-temannya sibuk bermain menirukan gaya harimau. Ada juga permainan lainnya seperti “the blind” di mana mereka harus memindahkan air dari gelas ke gelas dengan mata tertutup. Permainan yang menyenangkan dan dapat membangun kepercayaan, teamwork, dan kemampuan berkomunikasi. Kakak-kakak di RSA juga bercerita tentang Merapi yang batuk, apa yang terjadi pada sepeda dan sapi Bimo, dan apa yang harus dilakukan jika Merapi batuk lagi – semua dengan kata-kata sederhana, lemah lembut, dan menenangkan. Tujuan RSA selain sebagai tempat di mana anak dapat belajar dan bermain dengan aman dalam situasi darurat, membantu mengelola emosi anak yang baru mengalami bencana, berbagi rasa dan pengetahuan dengan ibu dan anak mengenai persiapan bencana, pengurangan risiko, serta adaptasi komunikasi dalam dan pasca situasi darurat. Pengetahuan ini sangat penting bagi Bimo dan pengungsi lain yang hidup di negara “Ring of Fire” yang rawan bencana, apalagi mereka tinggal tepat di kaki gunung berapi yang paling aktif di Indonesia. RSA mengembalikan senyuman Bimo dan kepercayaan diri orangtuanya serta penduduk Dusun Kepuh yang lain. Mereka sudah tidak memiliki sepeda atau rumah, tetapi senyuman itu menguatkan hati mereka menjalani hari-hari di pengungsian. Manfaat RSA sangat terasa bagi Bimo dan anak-anak di pengungsian. Kehadiran kakak-kakak RSA tidak hanya menceriakan hari-hari mereka, tetapi juga telah berbagi bekal agar mereka bisa mulai hidup baru dan juga memberikan dukungan emosional yang mendalam. (K&P)
Dokumentasi Wahana Visi Mengembangkan kegiatan kreativitas
Meningkatkan keterampilan tim kerja
Permainan membangun kepercayaan
Vol.22/2011 Kasih&Peduli | 13
Tali Kasih
Senang Melihat Robi Senang Penulis: Louisa Kusnandar Fotografer: Mario Omega & Louisa Kusnandar
B
erawal dari secarik surat yang ditulis Robi, “anak” saya di Singkawang, Kalimantan Barat. “Kepada sponsor yang terkasih, perkenalkan nama saya Robiyanto, biasanya dipanggil Robi. Hobi saya bermain bola. Cita-cita saya menjadi polisi. Saya senang bisa berkenalan dengan sponsor. Terima kasih.”
Meski sering mendengar nama Wahana Visi Indonesia, saya belum benar-benar mengenal lembaga ini. Sampai suatu ketika, saya diajak menjadi sponsor. Kedengarannya berat untuk mensponsori anak dari kecil sampai ia berumur 17 tahun. Tetapi, saat melihat banyaknya foto anak Indonesia yang membutuhkan sponsor, hati saya tergerak. I thought, why not? Awal tahun ini, saya menerima surat dari Wahana Visi berisi undangan kunjungan ke Singkawang, kota seribu kuil. Tiga jam perjalanan lamanya dari Pontianak, melewati sungai Kapuas dan Tugu Khatulistiwa. Konon setiap tanggal 21- 23 Maret, tugu ini berdiri tanpa bayangan karena letaknya berada di lintang nol derajat. Sayang, kami datang di awal Maret. Kenapa saya ikut kunjungan ini? Saya ingin bertemu dengan Robi. Aneh rasanya, sudah dua tahun berkorespondensi, tetapi tidak pernah bertemu muka. Siapa sangka, perjalanan singkat ini lebih dari sekedar perkenalan. Kunjungan pertama kami adalah ke SMPN Samalantan 3. Saya kagum mengetahui Wahana Visi yang membantu pembangunan gedung SMP di pelosok Singkawang ini, bahkan ada lima komputer yang tersedia. Siswanya 155 orang, jadi menggunakannya bergantian. Setidaknya teknologi komputer sudah ada, meski belum bisa internetan seperti anak kota. Vol.21/2010 14 | Kasih&Peduli Vol.22/2011
Kami juga mengunjungi posyandu di Pacong. Cara bercerita para kader ini tulus, lucu sekaligus mengharukan. Mereka “curhat” perjuangan mereka meminta pemerintah membangun posyandu. Secara lirih, mereka mengaku, “Cuma pengen nimbang anak di bawah atap, bukan di pohon rambutan”. Perjalanan berikutnya ke Bumuran cukup menantang. Melewati tanjakan, sungai, jembatan gantung. Tiga puluh menit berlalu dan sampailah kami di sebuah perkampungan suku Dayak. Di kampung ini banyak sekali anaknya. Mereka semangat menyambut kedatangan kami. Jarang-jarang ada pengunjung. Saya pribadi sudah lama tidak bermain dengan anak sebanyak itu. Ribut, tapi asyik! Rumah-rumah di Bumuran berbentuk panggung dari kayu. Warganya menoreh karet sebagai mata pencarian. Listrik belum ada, masih menggunakan lampu minyak tanah. Kami mengunjungi sebuah rumah kecil yang digunakan anak-anak untuk belajar. Pengajar hanya ada dua, itu pun dilakukan sukarela. Inilah realita kehidupan di pedalaman Singkawang. Jumlah anak yang membutuhkan edukasi mencapai ratusan. Tetapi sarana pendidikan, baik pengajar maupun gedung sekolah, sangat terbatas. Ironis. Padahal anak-anak adalah generasi penerus masa depan. Saya sepenuh hati salut kepada tim Wahana Visi dan para pengajar yang bekerja keras membangun daerah Singkawang dengan kondisi serba seadanya. Untuk kita yang tinggal di
Tali Kasih
kota, macet dan banjir memang mengesalkan, tetapi setidaknya listrik dan air bersih siap sedia di mana saja. Kawan, hanya dengan menyumbang Rp150.000/ bulan, kita bisa bergabung dengan sponsor lain dari seluruh dunia untuk membantu adik-adik kita untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik.
Air bersih di Sijangkung
Hitung-hitung, anggaplah menyisihkan uang belanja baju atau makan enak. Bagi kita mungkin tidak terlalu terasa, tetapi bagi mereka, sedikit demi sedikit, dana itu terkumpul untuk modal masa depan, setidaknya untuk belajar menulis dan membaca. Hebat, ya? Senang rasanya, akhirnya saya bisa bertemu Robi. Meski Robi ternyata pemalu saat berbicara langsung. Saya bawakan sebuah tas ransel dengan alat tulis. Tidak lupa pula, karena Robi hobi main sepakbola, saya bawakan bola sepak, dia senang menerimanya! Senyumnya menular, saya turut senang dia suka hadiah kecil yang saya bawakan dari Jakarta. Selain itu, saya bersyukur mendapatkan teman-teman baru. Sponsor lain yang berasal dari Manado, Surabaya, Halmahera. Dan terlebih lagi, tim Wahana Visi yang melayani di Singkawang. Saya menyaksikan bagaimana mereka bekerja bahu-membahu dengan sepenuh hati, menolong anak-anak dan membuat mereka bahagia, tersenyum bahkan tertawa. Menurut saya orang-orang ini berjiwa besar.
Akhirnya bertemu
la, hadiahnya bola
Robi! Suka main bo
Yah, inilah kisah singkat perjalanan saya ke Singkawang. Tentu ada berbagai cara untuk membantu adik-adik kita di daerah, tetapi jika anda tertarik, inilah situs yang bisa anda kunjungi www.wvindonesia.org. Mari kita bersama-sama membantu adik-adik kita yang nasibnya kurang beruntung. Pendidikan itu penting, modal untuk masa depan bangsa yang lebih baik. Mereka harus lebih pintar dan bijaksana. Mereka berhak mendapatkan pendidikan yang layak, di mana pun mereka berada. (K&P) * Penulis adalah seorang sponsor anak di Singkawang, yang berprofesi sebagai presenter Liputan 6 SCTV.
sepak :)
Vol.21/2010Kasih&Peduli Kasih&Peduli| |15 15 Vol.22/2011
Tali Kasih
Sponsor Visit Singkawang 2011 Teks: Gloria Christine Yohana de Fretes; Fotografer: Mario Omega
S
ponsor Visit Singkawang k e m b a l i diselenggarakan oleh Wahana Visi Indonesia pada tanggal 3-6 Maret 2011. Kunjungan ini diikuti oleh 12 sponsor yang terdiri dari Bapak Marcus, Bapak Johan, Ibu Lily Halim, Trevin, Audric, Ibu Lily Kurniati, Ibu Herni, Ibu Nila, Louisa Kusnandar, Christine Pepah, Junita Siregar, dan Maya. Mereka mendapat pengalaman mengesankan dari kunjungan ini. Singkawang yang terletak di Kalimantan Barat ini merupakan salah satu wilayah pelayanan Wahana Visi. Sayangnya, di balik keindahan kuil-kuil yang menarik perhatian setiap turis yang berkunjung ke sana, ternyata wilayah Singkawang masih perlu mendapat perhatian khusus, terutama dalam bidang pendidikan dan kesehatan anak. Salah satu contoh bantuan Wahana Visi dalam bidang pendidikan di Singkawang adalah dalam penyediaan sarana dan prasarana sekolah, seperti memperkenalkan metode PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan) dan pemberian 10 unit komputer di SMPN 3 Samalantan, seperti yang disaksikan sponsor dalam kunjungan ini. Wahana
16 | Kasih&Peduli Vol.22/2011
Visi juga membangun PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), misalnya di Dusun Kranji. Di bidang kesehatan, Wahana Visi bersama masyarakat dan pemerintah juga membangun Posyandu dan mengadakan pelatihan-pelatihan bagi para kader Posyandu tersebut. Selain itu, Wahana Visi juga membangun instalasi air bersih bagi masyarakat. Melalui apa yang dilihat di dusun-dusun di wilayah Singkawang, para sponsor dan staf yang ikut merasa amat bersyukur bahwa bisa hidup dengan nyaman di kota Jakarta. Hal ini menjadi motivasi bagi para peserta Sponsor Visit Singkawang 2011 untuk tetap ikut ambil bagian bersama Wahana Visi untuk mengembangkan sayap pelayanannya bagi kemajuan anakanak Indonesia di masa mendatang. (K&P) * Penulis adalah staf Wahana Visi Indonesia di kantor Jakarta.
Tali Kasih
Vol.22/2011 Kasih&Peduli | 17
Sosok
Alexander Sriewijono: Indahnya Jika Semua Anak Berbahagia Priscilla Christin
D
i tengah kesibukannya menjadi sahabat diskusi korporasi di Daily Meaning, people development consultant serta pendiri Talk Inc sekolah Komunikasi, Mas Alex merasa terpanggil untuk mewujudkan kebahagiaan bagi lebih banyak anak-anak Indonesia. Hatinya terpacu untuk membawa kebahagiaan bagi dua buah hatinya. “Sebagian besar waktu saya luangkan untuk menemani tumbuh kembang Zoe Larasati (10 tahun) dan Kay Narra (5 tahun). Merekalah yang menjadi inspirasi dan penyemangat hari-hari yang saya lalui,” ungkap Mas Alex, panggilan akrab Alexander Sriewijono. “Takkala saya memeluk kedua buah hati saya, saya pun berbahagia dan diingatkan kembali pada pertanyaan apakah saya bisa memberikan ‘pelukan’ bagi anakanak lain yang hidup dalam segala keterbatasan? Coba kita bayangkan bagaimana perasaan kita jika makan roti di depan anak yang kurang gizi?” imbuhnya. Perasaan itu yang membawa Mas Alex bergabung dan mendukung Wahana Visi Indonesia dalam program Child Sponsorship. Pria ini percaya setiap manusia mempunyai ruang kepedulian di hati dan pikirannya. Namun ruang itu
bisa saja belum terbuka pintunya karena belum diperolehnya kunci informasi yang tepat. Hal ini dialaminya sendiri tatkala mengenal Wahana Visi melalui program Child Sponsorship. Hatinya kembali terhenyak ketika mengetahui World Vision Indonesia, mitra utama Wahana Visi, telah merealisasikan cinta dan kepeduliannya selama 50 tahun untuk anak-anak kurang mampu di Indonesia. Menurut Mas Alex, anak-anak tidak minta dilahirkan dalam keluarga mana dan dibesarkan di mana. “Mereka lahir dengan indahnya. Kebahagiaan mereka patut diperjuangkan dan bukan untuk anak yang sekedar satu atap dan satu garis darah. Perjuangan itu layak diteruskan sampai sejauh kemampuan kita,” begitu petikan tulisan Mas Alex di twitternya @alexsriewijono. Kebahagiaan anak kadang tidak datang dengan sendirinya, terutama bagi mereka yang hidup dalam keterbatasan dan ketertinggalan. Kebahagiaan itu harus diperjuangkan. Anakanak mempunyai hak untuk hidup bahagia, hidup utuh sepenuhnya. Kepedulian kita merupakan langkah awal untuk mewujudkan kebahagiaan mereka. Teruskan semangat berbagi, mari kita rasakan kebahagiaan saat anak-anak berbahagia …! (K&P)
Kami mengucapkan terima kasih kepada beberapa perusahaan yang sudah demikian setia dalam mendukung pendanaan program-program sosial dan kemanusiaan Wahana Visi Indonesia
Gift Catalogue Katalog Hadiah (Gift Catalogue) adalah hadiah-hadiah berharga untuk kehidupan anak-anak yang lebih baik. Mulai dengan memberikan kelambu atau peralatan sekolah hingga paket pertanian, membantu anak-anak agar suatu saat bisa menolong diri sendiri. Jika Anda ingin berpartisipasi, silakan hubungi
(021) 390 7818 atau e-mail ke
[email protected] 18 | Kasih&Peduli Vol.22/2011
Sinergi
Ibu dan Anak Adalah Pewaris Masa Depan Andries Kooswinanto
P
ada tanggal 16-17 September 2010 lalu di Aula Bappeda Kabupaten Rote Ndao dilaksanakan Lokakarya Gerakan Sayang Ibu dan Anak oleh Wahana Visi Indonesia Cabang Rote bersama dinas terkait. Lokakarya ini dihadiri oleh 200 peserta dari kader posyandu, bidan desa, puskesmas, rumah sakit, tokoh adat dan agama, dan lain-lain. Laporan Bappenas tahun 2010 menunjukkan bahwa angka kematian ibu, jumlah orang dengan HIV&AIDS dan akses terhadap air bersih masih belum terpenuhi dengan baik. Melihat hal itu, maka diperlukan kerja keras banyak pihak untuk mencapai tujuan tersebut. Dalam hal ini penurunan kemiskinan, peningkatan gizi dan kesehatan anak, penanganan malaria, tingkat pendidikan dasar, dan kesetaraan jender dalam pendidikan menjadi sangatlah penting. Dari semua ini, poin kesehatan ibu dan balita yang merupakan inti dari pencapaian pembangunan masih belum terpenuhi sehingga akan sangat penting bagi kita untuk meningkatkannya. Di samping itu, kesenjangan yang timbul dalam pemenuhan poin kesehatan ibu dan anak secara umum hampir semuanya masih rendah. Dalam hal ini Provinsi NTT (Nusa Tenggara Timur) menunjukkan bahwa angka kematian balita dan ibu masih sangat tinggi, angka kekurangan gizi pada balita juga masih tinggi. Hal ini bertolak belakang dengan kekayaan hasil laut NTT yang seharusnya menunjang peningkatan gizi. Di NTT kekurangan gizi pada umumnya juga bukan karena masalah ketersediaan pangan saja, tetapi juga masalah perilaku dan pemahaman mengenai gizi masih kurang.
Dokumentasi Wahana Visi
“Lokakarya hari ini diharapkan dapat menggerakkan semua pihak untuk bersama-sama memikirkan keterlibatan dalam mencari solusi, bukan sekedar memenuhi target pembangunan saja!” tegas Joseph Budianto, Manager Wahana Visi kantor operasional Rote, dalam sambutannya. Diharapkan dalam lokakarya Gerakan Sayang Ibu dan Anak terjadi gerakan untuk memikirkan, merencanakan, dan terlibat dalam melakukan rencana aksi strategis untuk meningkatkan SDM Kabupaten Rote yang dimulai dengan bayi dan balita yang sehat. Sementara Bupati Rote Ndao Drs. Leonard Haning, M.M. dalam sambutannya menandaskan bahwa Gerakan Sayang Ibu dan Anak sangatlah penting karena generasi muda kita ke depan tergantung dari keduanya. “Mari kita bangun bersama generasi yang baik dan sehat dengan menyelesaikan masalah kesehatan, pendidikan, dan lain-lain. Ibu dan anak adalah pewaris ke depan, jadi berilah perhatian yang prima kepada mereka,“ kata Bupati Rote Ndao. Lokakarya ini dilanjutkan juga dengan diskusi panel dengan menghadirkan Bappeda, Dinas Kesehatan, Pemberdayaan Perempuan. Selain itu, didiskusikan pula hasil penelitian tentang hal tersebut yang pernah dilakukan di Rote Ndao oleh ECOSOC. (K&P) * Penulis adalah Community Development Coordinator Wahana Visi di Rote.
Vol.22/2011 Kasih&Peduli | 19
Sinergi
World Vision Serahkan Sekolah Baru Ikene Sere Edwina Gedung SD Muhamadiyah IV tepat berdiri di bekas sekolah lama yang hancur oleh gempa 30 September 2009, dengan memperhatikan segi keamanan yang tahan gempa. Gedung berlantai dua ini memiliki enam ruangan kelas lengkap dengan meja-kursi siswa dan lemari, serta sebuah ruangan guru dan kepala sekolah dengan perlengkapannya.
S
etelah setahun belajar dalam keadaan darurat, kini murid-murid SD Muhammadiyah IV Simpang Haru, Padang, kembali belajar dengan tenang di gedung baru mereka.
Fasilitas lain tersedia ruang mushola dan perpustakaan yang dilengkapi dengan rak buku beserta buku-buku pelajaran dan penunjang. Sedangkan toilet dibangun untuk murid laki-laki dan perempuan, sebanding jumlah murid yang ada.
Kehadiran World Vision Indonesia dalam program tanggap bencana dan tahap recovery telah membangun 19 sekolah sementara dan 2 sekolah permanen. Salah satunya adalah SD Muhammadiyah IV yang diserah-terimakan kepada Pengurus Pusat Muhammadiyah tanggal 22 November 2010.
Anggraeni Puspitasari, Response Manager Program Tanggap Bencana World Vision Indonesia di Sumatra Barat menjelaskan bahwa selain melakukan pembangunan sarana fisik, World Vision juga memberikan bantuan nonfisik, seperti peningkatan kapasitas murid dan guru dalam proses belajar mengajar, sosialisasi perilaku hidup bersih dan sehat, serta workshop pengurangan risiko bencana.
Penyerahan bangunan sekolah dilakukan oleh World Vision, diwakili oleh Trihadi Saptoadi selaku Regional Leader South Asia & Pacific World Vision, kepada Din Syamsudin, Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah. Trihadi berharap semua pihak menjaga komitmennya untuk memelihara dan memanfaatkan gedung ini dengan maksimal dan siap mengukir prestasi. “Membangun sekolah yang aman dan ramah anak bagi komunitas yang terdampak gempa juga merupakan bagian dari upaya World Vision dalam memenuhi hak perlindungan dan pendidikan anak,” kata Trihadi. Din Syamsudin menyampaikan rasa syukur dan terima kasih atas dibangunnya kembali SD Muhammadiyah IV Padang dan kerja sama selama ini dengan World Vision dalam aksi kemanusiaan dan tanggap bencana. “Kerja sama ini menunjukkan bahwa aksi kemanusiaan tidak dapat dibatasi oleh kotak-kotak agama,” ujarnya di sela-sela peresmian gedung sekolah baru ini. 20 | Kasih&Peduli Vol.22/2011
World Vision telah melakukan pendampingan di 32 sekolah dengan mengembangkan rencana keamanan sekolah bekerja sama dengan Lembaga Pengabdian Masyarakat (LPM) Universitas Andalas. Lewat program ini dipastikan setiap sekolah yang dibangun dalam kondisi aman. (K&P)
Penjelasan foto dari kiri ke kanan: Trihadi Saptoadi, Regional Leader World Vision South Asia & Pacific beserta Prof. DR. K. H. M. Din Syamsudin, Ketua Umum PP Muhammadiyah, menyambut kedatangan Gubernur Sumatra Barat Prof. Dr. H. Irwan Prayitno, P.Si, M.Sc meninjau gedung SD Muhammadiyah IV Padang yang diserahterimakan kepada Pengurus Muhammadiyah, Senin, (22/11). SD Muhammadiyah IV merupakan salah satu bantuan World Vision Indonesia pada program tanggap bencana gempa 30 September 2009 di Sumatra Barat. Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof. DR. K. H. M. Din Syamsudin disaksikan oleh Regional Leader World Vision South Asia & Pacific, Trihadi Saptoadi dan Pimpinan WiIayah Muhammadiyah Sumbar, Drs. H. Dasril Ilyas, menandatangani prasasti serah terima SD Muhammadiyah IV yang selesai dibangun kembali oleh World Vision Indonesia. Terlihat bangunan SD Muhammadiyah IV di latar belakang
Sinergi
Bupati Aceh Besar Apresiasi Profesi Ibu Rumah Tangga B. Marsudiharjo
B
upati Aceh Besar Bukhari Daud menyerukan agar profesi ibu rumah tangga mendapat pengakuan yang tinggi dan diberi gaji.
Pernyataan ini disampaikannya ketika menghadiri acara Operations Forum yang diselenggarakan World Vision Indonesia bersama mitranya Wahana Visi Indonesia tanggal 31 Maret 2011 di Bogor. “Saya kira ini advokasi di masa depan. Tugas mengasuh anak diakui sebagai profesi dan diberi gaji,” ujar Bukhari. World Vision mulai bekerja di Aceh, termasuk di Aceh Besar, sejak akhir Desember 2004 ketika wilayah ini dilanda bencana gempa dan tsunami. Kesediaan Bukhari menghadiri kegiatan World Vision ini merupakan bentuk penerimaan sekaligus dukungan atas pekerjaan yang dilakukan organisasi kemanusiaan ini di Aceh Besar. Ia mengingatkan bahwa tugas lembaga kemanusiaan tidak sekedar menyalurkan bantuan, tetapi menjadi agen perubahan. Bukhari mengimbau agar program lembaga sosial disesuaikan dengan program pemerintah dan kebutuhan masyarakat. “Program organisasi masuk, program pemerintah masuk, sehingga manfaatnya dirasakan anak,” kata Bukhari.
Fotografer: Marsudi B. Bupati Aceh besar Bukhari Daud (kiri) dan Bapak Sasmito Dirdjo, salah seorang pembina Wahana Visi Indonesia
Ia juga mengingatkan agar pekerjaan kemanusiaan dilakukan dengan cara-cara yang tidak menimbulkan kecurigaan. “Hanya satu jangan lakukan di sini: jangan campuri agama. Program kemanusiaan jangan diselipi dengan program atau tujuan lain,” ia menandaskan. “Mudah-mudahan pertemuan seperti ini sering-sering diadakan. Saya insya Allah akan datang jika tidak terbentur acara lain,” kata Bukhari. Sementara itu, Direktur Operations World Vision Amelia F. Merrick pada kesempatan yang sama mengingatkan staf di lapangan bahwa fungsi staf di kantor nasional adalah untuk membantu staf di lapangan. “World Vision selalu menawarkan diagram-diagram dari kantor internasional. Tujuan dari diagram membuat yang kompleks jadi simpel. Diagram-diagram tersebut kalau bisa dimanfaatkan, manfaatkan. Kalau tidak bisa dimanfaatkan, jangan dipaksakan,” kata Amelia. Amelia menegaskan bahwa forum ini harus membantu pendekatan-pendekatan yang akan dilakukan organisasi di tahun-tahun berikutnya.
Fotografer: Michael Sidharta Para peserta Operations Forum di Bogor
Operations Forum merupakan kegiatan dua tahunan sebagai sarana peserta untuk saling berbagi dan belajar kembali dari pembelajaran yang dialami. (K&P) Vol.22/2011 Kasih&Peduli | 21
Berita dalam Gambar
Pak Tjahjono Dilantik sebagai Direktur Nasional B. Marsudiharjo & Hendro Suwito
P
ak Tjahjono Soerjodibroto dilantik sebagai Direktur Nasional World Vision Indonesia di Gereja Kristen Indonesia (GKI) Pondok Indah hari Rabu (2/3), menggantikan Pak Trihadi Saptoadi yang sekarang memimpin kantor World Vision untuk wilayah Asia Selatan dan Pasifik di Singapura. Pak Tjahjono bukanlah orang baru di World Vision, karena sebelumnya Pak Tjahjono telah menjadi pengurus Board World Vision Indonesia selama sembilan tahun dan bahkan menjadi ketuanya pada lima tahun terakhir pelayanannya. Pak Tjahjono mengakui bahwa tugas sebagai Direktur Nasional bukanlah tugas yang mudah. Oleh karena itu, Pak Tjahjono membutuhkan kerja sama dengan seluruh staf World Vision dan mitra kerja Wahana Visi Indonesia. Langkah penting dalam kehidupannya ini tak terlepas dari dukungan penuh keluarganya. Keluarga memiliki arti sangat khusus bagi Pak Tjahjono dan istrinya Riani Tiurlina Siregar (samasama lahir tahun 1952). Pasangan ini dikaruniai tiga anak: Joshua Aditranggono (30), Karina Budiathalia (25) dan Lestari Chitrazanetha (22). Ibu Riani, magister psikologi dan teologi yang menjadi pengurus sekolah Kristen Tirtamarta dan Permata Bunda, sudah lama aktif mendukung pelayanan World Vision, termasuk sebagai penyantun anak dan Hope Ambassador.
22 | Kasih&Peduli Vol.22/2011
Berita dalam Gambar
Bersama para pelamar lain, Pak Tjahjono pun menjalani proses seleksi ketat yang melibatkan pimpinan World Vision Indonesia dan International. Presiden direktur sekolah bisnis dan manajemen terkemuka PPM ini akhirnya dipilih sebagai Direktur Nasional World Vision Indonesia yang baru. Pakar manajemen ini mempunyai pengalaman panjang di dunia bisnis, khususnya di bidang informasi dan telekomunikasi. Memulai karier di IBM tahun 1976, Pak Tjahjono dikenal luas sebagai presiden direktur PT Indosat pada tahun 1990-an. Perusahaan negara ini maju pesat pada masa kepemimpinannya dan menjadi perusahaan Indonesia pertama yang tercatat di bursa New York. Setelah itu, Pak Tjahjono berkarir di beberapa perusahaan, baik sebagai eksekutif maupun komisaris, antara lain di Ernst & Young Advisory Services dan PT Excelcomindo Pratama Tbk. Beliau pernah dipilih sebagai “The Best CEO in Indonesia” oleh majalah SWA. Insinyur elektro lulusan ITB ini juga mendapatkan gelar MBA dari University of Southern California, dan juga alumni Lemhanas. Dia berharap akan dapat meningkatkan efektivitas pengelolaan sehingga World Vision dapat lebih meningkatkan kontribusinya dalam memberdayakan masyarakat di akar rumput. (K&P)
Dokumentasi Wahana Visi
Vol.22/2011 Kasih&Peduli | 23
Kiprah Anak
Sponsor Membuat Hal Yang Tak Mungkin Jadi Mungkin Jerni Ndolu
D
orce Mariana Mbau (23) tidak pernah bermimpi bahwa ia akan bisa studi di perguruan tinggi, karena orangtuanya hanya bekerja sebagai petani dengan penghasilan yang tidak menentu. Hal yang tidak mungkin jadi mungkin ketika seorang sponsor Australia dalam suratnya mengatakan bahwa dia setuju untuk membantu pendidikan Dorce di perguruan tinggi. Februari lalu, Dorce berhasil meraih gelar sarjana pertanian di Universitas Nusa Cendana di Kupang, Nusa Tenggara Timur. Sementara mencari pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya, Dorce membantu mantan dosennya di universitas. “Saya berharap saya bisa bekerja sebagai peneliti di bidang pertanian,” kata Dorce, yang IPK-nya (Indeks Prestasi Kumulatif) adalah 3.1 (IPK tertinggi adalah 4). Dorce ingin melanjutkan pendidikan ke tingkat master (S2) di bidang pertanian setelah dia mendapat pekerjaan dan bisa menabung. Dorce direkrut sebagai anak sponsor Wahana Visi kantor operasional Rote (ADP Rote) 13 tahun yang lalu. Setelah lulus dari SMP di Rote, ia melanjut ke SMA Negeri di Kupang, ibu kota provinsi Nusa Tenggara Timur. Perjalanan dari Rote ke Kupang dengan kapal feri lamanya sekitar empat jam. Dia lulus SMA pada tahun 2005 dan tidak mendaftar di perguruan tinggi karena dia tidak ingin membebani orangtuanya dengan biaya pendidikan yang cukup tinggi. Tahun berikutnya, dua bulan sebelum universitas negeri membuka pendaftaran bagi para lulusan SMA, ia mendapat informasi bahwa Mr. Chang, sponsornya, bersedia membantu biaya pendidikan Dorce hingga di perguruan tinggi. “Saya mulai mempersiapkan tes masuk dan mendaftar di universitas negeri. Saya yakin bahwa saya akan lulus tes masuk,” kata Dorce. “Saya tidak mendaftar di universitas swasta karena biayanya akan sangat mahal. Saya takut bahwa bantuan sponsor tidak cukup untuk biaya pendidikan saya jika saya belajar di perguruan tinggi swasta.”
24 | Kasih&Peduli Vol.22/2011
Meskipun orangtuanya tidak dapat mengirim Dorce ke perguruan tinggi, mereka telah memberikan kontribusi besar untuk kesuksesan Dorce. Imanuel Mbau dan Damaris MbauNdolu, orangtua Dorce, telah berusaha memberikan prioritas bagi pendidikan Dorce dan pendidikan kakaknya. Imanuel dan Damaris dengan teliti mengelola penghasilan mereka yang kecil itu. Empat tahun mereka menabung uang dari menjual padi mereka dan membeli dua ekor sapi ketika Dorce berada di kelas enam sekolah dasar. Sapi itu kemudian melahirkan dan orangtua menjualnya untuk biaya pendidikan Dorce serta kakaknya. Damaris juga menggunakan uang itu sebagai modal untuk memulai usaha baru: jualan kue dan es. Imanuel dan Damaris juga terus memotivasi Dorce sehingga ia menunjukkan prestasi akademik yang bagus sejak ia berada di sekolah dasar. Mengakui bahwa keberhasilannya tidak terlepas dari bantuan sponsornya, Dorce ingin bertemu dengan sang sponsor untuk mengungkapkan rasa terima kasihnya. “Saya harap saya bisa bertemu dengan sponsor saya, yang telah membantu saya menyelesaikan pendidikan saya,” kata Dorce, sambil menambahkan bahwa di masa yang akan datang dia berharap dia bisa membantu anak-anak kurang beruntung seperti yang telah dilakukan sponsornya bagi Dorce. (K&P) * Penulis adalah Fasilitator Lapangan Wahana Visi Indonesia di Rote
Kiprah Anak
Sekarang Saya Berani Mengungkapkan Pendapat Stefania Leda Zudi
S
aya berasal dari keluarga tidak mampu. Sebelum direkrut menjadi anak sponsor Wahana Visi Indonesia kantor operasional Sumba Barat, saya seorang yang kurang memiliki keberanian, apalagi ketika itu saya baru berusia tujuh tahun dan masih duduk di kelas II SD. Kurangnya kesempatan untuk mengembangkan minat – karena kebiasaan orangtua di desa lebih suka menyuruh anak-anaknya belajar bekerja baik di rumah maupun di kebun – merupakan penyebab lain. Jadi sedikit pun saya belum mempunyai bayangan tentang hak-hak seorang anak. Setelah saya direkrut menjadi anak sponsor Wahana Visi dan mengikuti kegiatan-kegiatan seperti kegiatan di Pusat Belajar Anak (PBA), perayaan Hari Anak Nasional (HAN), dan forum-forum anak lainnya, saya mulai berubah. Saya juga dilatih tentang berbagai hal, yaitu hal tentang berkreasi, bercerita, berbagi pengalaman dan berdiskusi dalam kelompok. Dari hal itulah saya dapat mengembangkan bakat dan kemampuan saya serta berani berbicara dan memimpin sebuah kelompok atau organisasi kecil. Dalam kegiatan PBA saya banyak mendapat pengalaman dari pendamping PBA dan teman-teman. Dari kegiatan inilah saya dapat mengetahui bagaimana cara mengeluarkan pendapat dalam berdiskusi, seperti memecahkan persoalan tentang hak anak.
Dalam berdiskusi dengan teman-teman saya juga mendapat pengetahuan bagaimana cara memecahkan persoalan dalam berdiskusi tentang pelanggaran hak-hak anak dan mencari jalan keluar mengatasi masalahmasalah yang terjadi di kalangan anak-anak. Akhirnya, saya terpilih menjadi fasilitator anak tingkat kabupaten. Pengalaman-pengalaman mengikuti berbagai kegiatan memberi bekal keberanian dan kemampuan berbicara pada pertemuanpertemuan kelompok. Berkat pengalaman ini juga saya tidak lagi merasa takut mengemukakan pendapat dalam forum-forum anak. (K&P) * Penulis adalah anak sponsor Wahana Visi di Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur.
Fotografer: Desideria Ginting Stefania saat mengikuti kegiatan Forum Anak
Vol.22/2011 Kasih&Peduli | 25
Kiprah Anak
Teus Tabuni, Duta Anak Indonesia dari Keerom B. Marsudiharjo
K
esempatan mengikuti Forum Pemimpin Muda Nasional (FPMN) di Depok, Jawa Barat, Juli tahun lalu, telah membuka dua kesempatan bagi Teus Tabuni (17). Keaktifannya selama FPMN mengantar Teus ke Kongres Anak Indonesia di Bangka bulan Agustus, dan ke Sanghai Expo di China bulan September. Wahana Visi Indonesia melibatkan sekitar 200 anak layanan dan anak-anak perwakilan dari organisasi lain dalam FPMN. Dari 200 anak ini terpilih 10 anak untuk mengikuti Kongres Anak Indonesia, bergabung dengan sekitar 300 anak-anak lain dari Aceh hingga Papua. Anak-anak sendiri yang menyeleksi 10 wakil mereka, salah satunya Teus itu. Kongres Anak Indonesia melahirkan lima komisi dan Teus ditunjuk menjadi penanggung jawab salah satu komisi, yaitu Komisi Perlindungan Khusus, yang bertugas membahas masalah anak-anak yang sering mendapat kekerasan. Para penanggungjawab dan anggota komisi juga diberi tugas menjadi penanggungjawab Kongres Anak Indonesia tahun berikutnya. Tidak berlebihan jika Teus mendapat kesempatan istimewa secara beruntun. Di Keerom, Papua, Teus aktif terlibat dalam aktivitas remaja, seperti Aksi Remaja Stop AIDS (ARSA). Dalam kelompok ini, Teus mendapat pelatihan cara berbicara di depan umum dan mendapat pengetahuan tentang cara penularan dan pencegahan HIV & AIDS. “Saya sering menyampaikan materi-materi tentang HIV & AIDS,” kata Teus. “Di sini (Keerom), banyak anak-anak yang masih kecil sudah merokok, minum, menggunakan drugs, sehingga banyak kasus HIV terjadi di sini,” ia menambahkan. Teus adalah anak pertama dari enam bersaudara dari pasangan Narius Tabuni (41) dan Nurina Jikwa (39). Narius menghidupi 26 | Kasih&Peduli Vol.22/2011
keluarga dengan bekerja sebagai petani kelapa sawit. Nurina membantu suaminya dengan menjual daun singkong, buah pinang, dan sayuran lainnya. Dalam FPMN, Wahana Visi memfasilitasi para peserta berkunjung ke beberapa tempat sekaligus. Teus memilih berkunjung ke kantor Menneg Pemberdayaan Perempuan. Di sana, Teus mengeluhkan kondisi pendidikan di wilayahnya kepada Ibu Menteri. “Guru di sana jarang datang. Anak sudah jalan tiga jam, tetapi begitu sampai di sekolah tidak ada guru. Guru banyak tersedia di kota saja,” kata Teus di depan Bu Menteri. “Karena kekurangan guru, anggota TNI dan pastor kadangkadang mengajar di sekolah,” Teus menambahkan. Nampaknya keberanian Teus dalam menyampaikan permasalahan yang terjadi di wilayahnya inilah yang membuat Bu Menteri mengajaknya ke Sanghai Expo. (K&P)
Kiprah Anak
Perjalanan Mantan Presiden Anak dari Alor B. Marsudiharjo
K
aleb Laamally (25) hanya enam tahun menjadi anak santun Wahana Visi Indonesia di wilayah pengembangan masyarakat di Alor, Nusa Tenggara
Rencananya, kongres ini akan dibuka Ibu Megawati Sukarnoputri. Karena Ibu Mega berhalangan, panitia menunjuk Kaleb membuka kongres ini.
Timur.
Meskipun demikian, dalam waktu yang relatif singkat itu Kaleb telah belajar banyak hal sehingga ia dapat menikmati kesempatan-kesempatan yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya. Kaleb, anak dari pasangan Pendeta Elia Laamally (58) dan Febby Laamally (56) tercatat sebagai anak santun Wahana Visi ketika ia duduk di kelas 4 SD hingga ia lulus SMP saat ayahnya mendapat kesempatan belajar di Bali tahun 2001. Jangan dibayangkan, sebagai anak tunggal pendeta, Kaleb hidup berkecukupan. “Di Alor, pendeta harus bekerja di kebun dan menjadi nelayan. Tidak ada gaji,” kata Kaleb, mengenang keadaan keluarganya waktu di Alor. “Saya sering ikut ayah melaut pada malam hari,” Kaleb menceritakan perjuangan hidupnya waktu ia masih di SD dan SMP.
“Malam hari menjelang kongres, pintu kamar saya diketuk. Seorang anggota panitia minta saya menyiapkan pidato pembukaan, lalu pergi,” kata Kaleb, mengisahkan penunjukan dirinya yang tidak pernah ia bayangkan. Dalam pidato pembukaan itu, Kaleb memberikan semangat kepada wakil anak-anak Indonesia untuk terus memperjuangkan hak-haknya sampai hak-hak anak diperhatikan. Hal lain yang masih sulit ia percayai adalah penunjukan dirinya sebagai Presiden Anak Indonesia dalam kongres itu. Sepulang dari Kongres Anak Indonesia, Kaleb bersama Wahana Visi menyosialisasikan hasil kongres ke desa-desa di Alor. Menyusul kiprah Kaleb dalam Kongres Anak Indonesia, berturut-turut ia diminta mengikuti Kongres Anak tingkat Asia Pasifik di Bangkok tahun 1999 dan di Laos tahun 2000. Ia juga diundang mengikuti Kongres Anak Internasional di New York tahun 2001. Sayang ia gagal berangkat ke New York karena tidak mendapatkan visa. Setelah tamat SMA, Kaleb sempat mengikuti kursus komputer, lalu tahun berikutnya mendaftarkan diri di Sekolah Tinggi Teologi Injili Indonesia (STTII) di Bali. Saat ini Kaleb sedang menyusun skripsi. “Wahana Visi sangat membantu saya sehingga saya bisa sampai Jakarta, bahkan ke luar negeri,” kata Kaleb. (K&P)
Meskipun harus membagi waktunya untuk membantu orangtua dan belajar, Kaleb berhasil meraih prestasi yang membanggakan. Buktinya, pada tahun 1998 ketika kelas 2 SMP, ia dipilih untuk mengikuti Forum Anak di Jakarta yang diselenggarakan Wahana Visi bersama World Vision Indonesia. Kaleb sangat menonjol di antara peserta Forum Anak yang berasal dari seluruh wilayah pelayanan Wahana Visi. Bersama beberapa anak santun lainnya, usai Forum Anak Kaleb diminta mewakili Wahana Visi dan World Vision untuk mengikuti Kongres Anak Indonesia di Cibubur, Jakarta.
Kaleeb di kantor World Vision, Jakarta
Vol.22/2011 Kasih&Peduli | 27
Harapan
PASS ON THE HOPE: Melanjutkan Perjuangan Wujudkan Impian Beatrice Mertadiwangsa
“Tidak terasa sudah setahun berlalu sejak program Pass on The Hope diluncurkan. Bagaimana perkembangan usaha yang dilakukan para Hope Ambassador untuk memberikan harapan bagi anak-anak Indonesia?”
K
amis (31/03) dilangsungkan pertemuan pertama Hope Ambassador di tahun 2011. Acara yang dikemas dalam bentuk Dinner Gathering ini mengambil tempat di D’Consulate Lounge, Jakarta Pusat. Acara ini menjadi ajang melepas rindu sekaligus berbagi cerita pengalaman perjuangan mereka selama menjadi Hope Ambassador. Tidak hanya itu, dalam acara ini juga diperkenalkan para Hope Ambassador tahap kedua yang akan menemani perjuangan Hope Ambassador terdahulu. Di awal acara tampil anak-anak anggota Kelompok Belajar Anak (KBA) Tari dari wilayah Cawang yang membawakan sebuah tarian daerah dengan sangat menarik. Dalam kesempatan ini juga diputarkan video liputan kunjungan Becky Tumewu, salah satu Hope Ambassador, ke daerah Sikka, Flores, untuk menemui anak sponsornya. Becky menceritakan pengalamannya selama melakukan kunjungan. Dia merasa iba dengan kehidupan anak-anak di Sikka sekaligus terkesan dengan pekerjaan yang dilakukan staf Wahana Visi Indonesia di sana. Becky juga menceritakan pengalaman saat berinteraksi dengan Ritan, anak yang disponsorinya. Termasuk saat Ritan menyisir rambutnya dan menahan Becky agar tinggal lebih lama di rumahnya. Kesaksian Becky malam itu memberikan motivasi bagi semua Hope Ambassador untuk berjuang bersama Wahana Visi dalam mewujudkan impian Ritan-Ritan lainnya. Hope Ambassador tahap pertama sendiri telah berupaya menyuarakan kepedulian kepada jaringan yang dimilikinya, sehingga 119 orang sponsor bergabung dalam program Child Sponsorship dan lebih dari 775 anak dapat disponsori. Sebagai penghargaan kepada jerih payah yang dilakukan Hope Ambassador ini, Wahana Visi memberikan sertifikat penghargaan sekaligus ucapan terima kasih bagi mereka. Sebagai kejutan, Wahana Visi juga memberikan plakat bagi dua Hope Ambassador yang terpilih sebagai Hope Ambassador Vol.21/2010 28 | Kasih&Peduli Vol.22/2011
Fotografer: Mario Omega List Hope Ambassador tahap kedua: Elizabeth Wahyu, Janti Tjahyadi, (Avie), Irene Tanjono, Wina Sukowati, Linda Hardjono, Dirgahayu Karyawati Tumbuan (Titie), Yuky Hondojono, Gan Tien Lie, Widijanto Samuel, Inneke Indra Dewi, Mila Verani Widjaya, Leonita Kalianda, Rocky Nagoya, Alexander Sriewijono
yang paling berhasil dalam menyuarakan kepedulian dan juga Hope Ambassador yang paling banyak memberikan dampak bagi kehidupan anak-anak. Untuk kedua kategori ini, penghargaan diberikan kepada Dewi Makes dan Fransisca Tjong. Acara kemudian dilanjutkan dengan pelantikan Hope Ambassador tahap kedua. Dalam deretan Hope Ambassador kali ini muncul nama-nama yang sudah tidak asing lagi, seperti Elizabeth Wahyu (desainer perhiasan) dan Alexander Sriewijono (seorang psikolog, khususnya dalam bidang ketenagakerjaan). Yang unik, dalam jajaran Hope Ambassador kali ini ada tiga orang pria. Mereka adalah Hope Ambassador pria pertama, setelah sebelumnya Hope Ambassador tahap pertama terdiri dari wanita seluruhnya. Pelantikan dilakukan dalam bentuk penyematan pin dan pemberian paket Pass On The Hope. Dan sebagai penutup, semua undangan diajak untuk menikmati makan malam bersama. Mari, bersama-sama kita doakan dan dukung perjalanan panjang seluruh Hope Ambassador Wahana Visi dalam menyuarakan kepedulian kepada sesama, khususnya bagi anak-anak Indonesia. (K&P) * Penulis adalah Donor Acquisition Senior Officer di Wahana Visi Indonesia.
Opini
Prioritaskan Kesehatan Anak dengan Memperhatikan Kesehatan Ibu Asteria T. Aritonang
H
ari Ibu kembali diperingati pada tanggal 22 Desember 2010 sebagai bentuk terima kasih atas peran ibu yang begitu besar bagi suami, anak, maupun lingkungan sosialnya. Saat ini kita tengah dilanda krisis global yang mungkin tidak kita sadari. Hampir sembilan juta anak di dunia terenggut nyawanya sebelum usia 5 tahun, 24 ribu setiap hari, 1.000 setiap jam, 16 setiap menit, 1 anak setiap 3 detik. Indonesia sendiri tidak luput dari krisis ini. Di Indonesia lebih dari 500 balita meninggal setiap hari – 1 balita setiap 3 menit. Lebih dari sepertiga dari kematian ini terkait oleh masalah gizi. Hasil Riset Kesehatan Dasar 2010 memperlihatkan bahwa sekitar 45-50 persen ibu hamil di Indonesia tidak mendapat asupan energi dan protein yang cukup. Padahal status kesehatan dan gizi ibu, terutama saat kehamilan, akan mempengaruhi status gizi dan kesehatan bayinya. Saat kehamilan merupakan kesempatan emas yang akan berdampak signifikan terhadap kesehatan bayi di masa datang.
hamil agar mengonsumsi makanan ekstra 1-2 kali per hari, mendapatkan imunisasi Tetanus Toxoid (TT), melakukan Keluarga Berencana, melakukan pencegahan malaria dan pengobatan pencegahan intermiten, mengonsumsi tablet besi minimal 90 hari, mendapatkan akses pemeriksaan kehamilan (antenatal care) dan persalinannya ditolong tenaga kesehatan terlatih. Untuk anak di bawah dua tahun, World Vision dan Wahana Visi merekomendasikan agar dapat menyusu dengan tepat, mendapatkan perawatan bayi baru lahir, melakukan cuci tangan, memperoleh makanan pendamping ASI yang tepat, mengonsumsi zat besi yang memadai, mendapatkan suplementasi vitamin A, mengonsumsi oralit/zinc, mendaptkan pertolongan saat demam, mendapatkan imunisasi lengkap, pencegahan malaria, dan obat anti-cacing. (K&P) * Penulis adalah Direktur Kampanye World Vision Indonesia.
Menjaga kesehatan dan gizi ibu pada saat mengandung berpengaruh besar terhadap kesehatan anak, baik secara kognitif maupun jasmani, dalam jangka panjang di masa yang akan datang. Oleh sebab itu, World Vision dan Wahana Visi melalui kampanye kesehatan anak “Child Health Now” mengajak segenap lapisan masyarakat untuk memprioritaskan kesehatan anak, salah satunya dengan memperhatikan kebutuhan gizi dan kesehatan para ibu. World Vision dan Wahana Visi menganjurkan ibu Vol.22/2011 Kasih&Peduli | 29
Cuplikan Peristiwa
Peluncuran Proyek Sinar yang Menggunakan Nokia Data Gathering Kamis 24 Februari 2011 World Vision dan Wahana Visi melakukan peluncuran internal proyek Sinar dengan menggunakan perangkat lunak Nokia Data Gathering (NDG) untuk mengintegrasikan sistem Child Sponsorship di daerah pelayanan di Jatinegara, Jakarta Timur, Indonesia. Ada empat staf lapangan yang mewawancarai sepuluh anak sponsor dengan menggunakan sistem NDG ini, disaksikan oleh Nokia Community International Manager untuk Asia
dan Pasifik Jenny Lim berbasis di Singapura, Nokia Corporate Social Investment Sanna Eskelinen yang berbasis di Finlandia, dan Ian Lawrence dari Brasil. Hasilnya sangat fantastis! Dengan sistem NDG ini, seorang staf lapangan dapat menyelesaikan wawancara untuk pengumpulan data anak sponsor dalam waktu 10 sampai 15 menit saja! Dengan sistem lama yang digunakan selama ini, yaitu sistem STEP, dibutuhkan sekitar 30 sampai 45 menit untuk mewawancarai seorang anak. Ada banyak keuntungan lainnya. Antara lain, begitu data anak yang telah dikumpulkan dengan ponsel Nokia, lalu data itu disimpan di ponsel, maka secara otomatis data ini langsung terkirim juga ke server di kantor operasional Wahana Visi di Pulomas, Jakarta. (K&P) * Lukas Ginting
43 Staf Baru Diutus Seiring dengan terus bertambahnya jumlah program pengembangan masyarakat (Area Development Program/ADP) Wahana Visi Indonesia, sebanyak 43 staf baru diutus tanggal 12 Januari 2011. Staf baru ini akan menduduki posisiposisi kunci seperti Community Development Coordinator dan Monitoring and Evaluation Coordinator di program pengembangan masyarakat di seluruh
wilayah pelayanan Wahana Visi di Indonesia. Sebelum diterjunkan ke tengahtengah masyarakat, staf baru ini sudah mendapat pembekalan orientasi secara intensif baik orientasi di kantor maupun orientasi di lapangan. Dengan pembekalan itu, diharapkan staf baru ini akan dapat menyesuaikan diri dengan baik di tempat pelayanan masing-masing. (K&P) * B. Marsudiharjo
Pertemuan Advokasi World Vision di Jakarta Lebih dari 20 wakil berbagai kantor cabang World Vision menghadiri Advocacy Global Meeting di Jakarta pada tanggal 18-21 Januari 2011, antara lain untuk belajar dari apa yang telah dilakukan World Vision Indonesia untuk membantu kaum miskin. Para peserta juga melakukan kunjungan lapangan di enam lokasi di Jatinegara, Jakarta Timur. Salah satu lokasi yang dikunjungi adalah sebuah klinik kesehatan swasta. Klinik yang mulai dioperasikan tahun 2005 dan dikunjungi oleh sedikit pasien saja, sekarang dikunjungi oleh 1.600 pasien setiap bulan. 30 | Kasih&Peduli Vol.22/2011
Tempat lainnya yang dikunjungi para peserta adalah Posyandu. Bagi Minori Tanimura, advocacy officer World Vision Jepang, merupakan suatu privilese bisa bertemu dengan para kader Posyandu. “Saya ada pertemuan dengan para relawan Jepang setelah saya kembali ke sana, dan saya akan bercerita tentang para wanita kader ini,” kata Minori. “Mereka akan tersentuh oleh upaya yang tulus dari para kader dan juga oleh rekan-rekan di Indonesia, dan akan termotivasi untuk melakukan tindakan nyata,” tambah Minori. “Pertemuan dengan para kader kesehatan masyarakat ini sungguh memberikan inspirasi,” kata Kate Nicholas, Direktur Komunikasi World Vision International. (K&P) * B. Marsudiharjo
Pesan General Manager
Kurang Gizi Mengancam Masa Depan Anak
D
alam peringatan Hari Gizi Nasional di Jakarta pada 25 Januari 2011 yang lalu, Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih mengemukakan bahwa di Indonesia masih ditemui sekitar 3,7 juta balita (17,9 persen) yang mengalami kurang gizi. Tentu saja banyak dampak negatif yang akan timbul sebagai akibat kekurangan gizi pada balita ini, antara lain daya tahan tubuhnya akan rendah dalam menghadapi berbagai penyakit, perkembangan otaknya akan terganggu, postur tubuh pun cenderung jadi pendek, dan sebagainya. Penyebab utama kekurangan gizi ini adalah kurangnya asupan
Emilia K. Sitompul gizi yang diberikan orangtuanya. Orangtua biasanya berdalih General Manager Wahana Visi Indonesia
bahwa mereka tidak mampu memberikan makanan yang bergizi kepada balita mereka karena faktor ekonomi.
Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah menetapkan tiga strategi dasar perbaikan gizi. Pertama, menekankan upaya pemberdayaan dan pendidikan gizi. Kedua, mendorong peningkatan mutu konsumsi pangan. Upaya ini dilakukan melalui pendekatan penganekaragaman pangan, penambahan gizi, dan sebagainya. Strategi ketiga ialah meningkatkan cakupan dan mutu pelayanan kesehatan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan Wahana Visi Indonesia untuk meningkatkan kesadaran orangtua tentang pentingnya asupan gizi bagi anak mereka ialah dengan mendorong semua pemangku kepentingan untuk merevitalisasi posyandu. Melalui posyandu, banyak pengetahuan yang bisa diberikan kepada orangtua terkait dengan pentingnya gizi yang baik untuk anak mereka. Selain itu, orangtua juga perlu diyakinkan bahwa pengadaan makanan bergizi tidak harus selalu dengan biaya tinggi. Dengan menanam sayuran di halaman rumah atau di kebun sendiri, orangtua bisa mendapatkan berbagai kebutuhan vitamin dan mineral untuk anak dan keluarganya. Dengan memelihara berbagai ternak, seperti ayam, kelinci, marmot, ikan lele, ikan mujair, sesuai dengan kondisi tempat masing-masing, maka untuk anakanak akan tersedia sumber makanan yang mengandung protein sangat tinggi. Intinya ialah adanya kesadaran orangtua akan pentingnya gizi bagi anak-anak dan adanya kemauan keras untuk pemenuhan gizi anak-anak mereka. Di mana ada kemauan, di situ pasti akan ditemukan jalannya demi generasi muda Indonesia yang sehat dan cerdas...!
Vol.22/2011 Kasih&Peduli | 31