MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA ---------------------
RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 2/PUU-IX/2011
PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ACARA MENDENGARKAN KETERANGAN AHLI DARI PEMOHON (IV)
JAKARTA SELASA, 28 JUNI 2011
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 2/PUU-IX/2011 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan [Pasal 58 ayat (4)] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1) 2) 3) 4)
Deni Juhaeni I Griawan Wijaya Netty Retta Herawaty H. Bagus Putu Mantra
ACARA Mendengarkan Keterangan Ahli dari Pemohon (IV) Selasa, 28 Juni 2011 Pukul 10.10 – 11.00 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9)
Moh. Mahfud MD Achmad Sodiki Harjono Muhammad Alim Maria Farida Indrati M. Akil Mochtar Hamdan Zoelva Ahmad Fadlil Sumadi Anwar Usman
Alfius Ngatrin
(Ketua) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti
i
Pihak yang Hadir: A. Kuasa Hukum Pemohon: 1) Agus Prabowo 2) Aji Suharto 3) Taufik Hidayat B. Pemerintah: 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9) 10) 11) 12) 13)
Muslimin Abdi dr. Pujiatmoko drh. Jayadi Gunawan dr. Prabowo Catur Roso Suharyanto Tjahyo Damirin Jhon Indra Purba Tri Handoko Wihendro Sri Widayanti Joko Suprianto Pujianto Ramlan Denny Lukman Eric Aditya
(Kementerian Hukum dan HAM) (Direktur Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian) (Direktur Kesejahteraan Masyarakat Veteriner) (Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan) (Kepala Biro Hukum Kementerian Pertanian) (Kementerian Pertanian) (Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia) (Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia) (Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia) (Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia) (Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia) (Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia) (Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia)
C. Ahli dari Pemohon: Prof. Paulus Wirutomo, M.Sc., Ph.D
ii
SIDANG DIBUKA PUKUL 10.10 WIB
1.
KETUA: MOH. MAHFUD MD Bismillahirraahmanirrahiim. Sidang Mahmakah Konstitusi untuk mendengar keterangan ahli yang diajukan oleh Pemohon dalam Perkara Pengujian Undang-Undang Bernomor 2/PUU-IX/2011 dinyatakan dibuka dan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Silakan Pemohon perkenalkan diri.
2.
KUASA HUKUM PEMOHON: AGUS PRABOWO Terima kasih Yang Mulia. Nama saya Agus Prabowo. Sebelah kiri saya Bapak H. Suharto, sebelah kanan saya…, sebelah kiri lagi saya Bapak Taufik Hidayat. Terima kasih, Yang Mulia.
3.
KETUA: MOH. MAHFUD MD Baik, Pemerintah?
4.
PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Terima kasih, Yang Mulia. Assalamualaikum wr. wb. Pemerintah hadir, saya sendiri Mualimin Abdi dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Kemudian di samping kiri saya ada dr. Puji Atmoko, Direktur Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian. Kemudian di sebelahnya ada Dokter Hewan Jayadi Gunawan, Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner. Kemudian di sebelahnya lagi ada dr. Prabowo Catur Roso, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. Kemudian ada Pak Suharyanto, Kepala Biro Hukum dan Informasi Publik Kementerian Pertanian. Kemudian ada Tjahyo Damirin dari Kementerian Pertanian. Kemudian di belakang ada Jhon Purba…, Jhon Indra Purba, Tri Handoko Wihendro, ada Ibu Sri Widayanti, ada Pak Joko Suprianto, Pujianto Ramlan, Dr., dokter hewan Denny Lukman, dan Eric Aditya, semuanya dari Kementerian Pertanian dan ada satu dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yang Mulia. Terima kasih.
1
5.
KETUA: MOH. MAHFUD MD Baik, Bapak-Bapak. Nanti para…, apa…, dari pemerintah nanti ada kesempatan ini ada ahli untuk sekaligus mendalami apa dari yang disampaikan ahli ini di dalam kaitannya dengan pasal undang-undang yang diuji. Mohon maju, Prof. Paulus Wirutomo, M.Sc., Ph.D. untuk mengambil sumpah. Bapak diambil sumpah dalam agama Katolik? Ya, baik. Bu Maria.
6.
HAKIM ANGGOTA: MARIA FARIDA INDRATI Ya, ikuti lafal janji yang saya ucapkan! Saya berjanji sebagai ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya sesuai dengan keahlian saya. Semoga Tuhan menolong saya.
7.
AHLI DARI PEMOHON: PAULUS WIRUTOMO Saya berjanji sebagai ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya sesuai dengan keahlian saya. Semoga Tuhan menolong saya.
8.
HAKIM ANGGOTA: MARIA FARIDA INDRATI Terima kasih.
9.
KETUA: MOH. MAHFUD MD Ya silakan Bapak duduk, eh, langsung ke podium saja.
10. AHLI DARI PEMOHON: PAULUS WIRUTOMO Ya, terima kasih Ketua Mahkamah dan para anggota yang saya hormati, dan Bapak Ibu sekalian. Pertama, saya ingin menyampaikan bahwa kesempatan ini adalah kesempatan pertama. Bahkan saya masuk ke gedung ini baru pertama kali ini. Saya ingin berbicara sebetulnya yang pertama, itu sebagai orang yang bukan ahli hukum, saya melihat pasal yang berkaitan dengan persoalan yang dimasalahkan hari ini, itu memang sebetulnya kabur buat saya sebagai orang yang tidak…, bukan ahli hukum. Yaitu Pasal 58 ayat (4) yang mengatakan, “Produk hewan yang diproduksi dan/atau dimasukkan ke wilayah Negara Republik Indonesia untuk diedarkan, wajib disertai sertifikat veteriner dan sertifikat halal.” Kekaburan saya sebagai warga biasa adalah bahwa satu, aturan ini mewajibkan…, mewajibkan 2 hal yang berbeda satu sama lain, yaitu sertifikat veteriner
2
dan sertifikat halal. Itu dua hal yang menurut saya berbeda, dua-duanya diwajibkan. Sementara kalau kita lihat sertifikat veteriner itu sifatnya lebih umum, yaitu masalah sehat atau tidak sehat, sehingga ini masalahnya universal, tetapi mengenai halal tidak halal, ini adalah persoalan yang lebih khusus. Sehingga, bisa terjadi orang yang menjual barang yang sebetulnya diperbolehkan secara hukum, tetapi tidak tergolong halal, bagaimana nasibnya? Karena di sana dikatakan wajib. Nah, ini adalah kekaburan saya sebagai orang yang bukan ahli hukum. Selanjutnya, saya ingin menyampaikan beberapa implikasi sosiologis dari undang-undang ini. Jadi sebetulnya seandainya apa yang saya ajukan sebagai implikasi sosiologis ini dianggap relevan, mohon bisa diterima dan dimanfaatkan. Tapi apabila tidak, ya saya kira bisa saja ya diabaikan. Pertama, mengenai halal dan tidak halal. Sebetulnya kata ini adalah kata yang universal, artinya semua tau apa itu makna halal dan tidak halal. Tetapi, kata halal dan tidak halal itu pun memiliki suatu makna yang khusus juga secara agama. Sehingga ketika kata halal dan tidak halal ini atau konsep halal dan tidak halal ini diatur di dalam undang-undang yang berlaku berimplikasi kepada semua warga negara, maka kata yang sebetulnya universal tadi sudah dijadikan…, menjadi sesuatu yang terbatas pada kelompok tertentu, dan inilah di dalam sosiologi yang disebut sebagai eksklusi sosial. Karena kalau ini berdampak kepada kewajiban tertentu seperti yang tadi, misalnya mendapat sertifikat, maka ada kelompok tertentu yang menjual, misalnya barang yang legal tetapi disebut tidak halal tadi, dia akan terhambat. Nah, ini menurut saya mempunyai dampak eksklusi sosial. Yang kedua, saya berpandangan bahwa masalah tidak halal dari suatu barang, dalam hal ini adalah daging misalnya. Itu pada masa yang lalu di masyarakat kita yang mayoritas beragama Islam ini sudah berjalan dengan baik sebetulnya, dalam arti masyarakat kita yang tradisional itu akan mengembangkan atau sudah mengembangkan kontrol sosial secara baik. Dalam arti begini, kalau orang datang ke suatu warung dan tanya, “Ini babi atau bukan?” Maka orang yang menjual barang yang…, daging yang babi itu dia sendiri yang menyatakan, “Oh, ini haram,” dan orang yang akan membelinya tadi berdasarkan keyakinannya dia kemudian tidak membeli itu. Nah, tapi kontrol sosial yang sangat bagus ini, dalam arti setiap pribadi mempunyai kesadaran untuk menyatakan ini sekarang akan diganti oleh hukum. Karena dengan adanya hukum tadi, sertifikat, maka semua orang hanya akan percaya kepada sertifikat itu, tidak lagi kepada kata-kata orang. Dan sebaliknya, orang-orang yang saling jual beli tadi tidak lagi menyadari atau tidak lagi perlu mempunyai rasa tanggung jawab sosial kepada orang yang beragama lain yang tidak menganggap itu halal.
3
Jadi menurut saya, ini pendidikan masyarakat kita menjadi sedikit mundur kalau seperti ini karena semua hanya percaya kepada sertifikat. Apalagi kalau kita melihat bahwa sertifikat itu keluar dari suatu lembaga tertentu yang memang diberi wewenang sangat besar untuk mengeluarkan sertifikat itu dan ini kelihatannya lembaga ini akan diperbesar haknya sampai kepada masalah yang veteriner tadi, yaitu misalnya sebutir telur. Apakah ini sehat atau tidak sehat, dia berhak mengatakan ini sehat atau tidak sehat. Bagaimana mungkin proses itu…, artinya, bagaimana mungkin lembaga ini bisa melakukan pemeriksaan yang sedemikian besar kepada barang yang sedemikian banyak itu dan bagaimana akuntabilitasnya? Itu pun sebetulnya setidak-tidaknya di dalam peraturan ini tidak jelas bagaimana masyarakat bisa melihat bagaimana proses itu. Nah, jadi masyarakat kita sekarang harus percaya saja kepada sertifikat itu dan pengembangan dari kontrol sosial tadi yang sebetulnya secara pribadi bisa berkembang itu menjadi tidak berkembang. Itu pandangan saya sebagai…, secara sosiologis. Kesehatan sesuatu produk itu kalau hanya diandalkan kepada suatu sertifikat bahwa barang ini sehat dan ada sertifikatnya. Itu sebetulnya juga berisiko. Pertama karena apakah barang yang sehat itu yang mendapat sertifikat itu tetap akan sehat selama ada sertifikat itu? Yang kedua, masyarakat kita seharusnya diajar oleh Pemerintah terutama, untuk bersikap sehat dan tidak sehat, yaitu dengan perilaku bukan dengan mengandalkan kepada sertifikat. Nah, kalau semuanya nanti harus hanya percaya kepada sertifikat, maka proses untuk mendidik masyarakat menjadi lebih bersifat sehat. Karena sehat itukan berarti harus diajarkan sementara di negara kita ini kelihatannya sosialisasi tentang nilai-nilai sehat itu sendiri tidak dikembangkan, yang itu yang menurut saya harusnya dikembangkan bukan hanya kita diharuskan sekedar percaya kepada satu sertifikat. Berikutnya, saya juga melihat bangsa kita ini semakin hari kelihatannya menjadi semakin legalistik jadi artinya semuanya ya angkat saja ke hukumlah supaya beres, supaya jelas, supaya ini. Tapi sebetulnya, kita harus juga berfikir di samping hukum itu sebetulnya bahkan bukan hanya di samping di atas hukum itu, hukum itu adalah norma di atas hukum itu ada nilai, nah sistem nilai inilah di masyarakat hukum Indonesia menurut saya perlu dikembangkan seperti etika, moral dan sebagainya. Nah oleh karena itu, kita itu harus ketika menghasilkan hukum mengkaji nilai-nilai itu secara lebih mendalam lagi termasuk di dalam Mahkamah ini saya sangat apa namanya…, beng…, berpengharapan besar bahwa adanya Mahkamah yang seperti ini, karena di situlah persoalan nilai-nilai ini di…, dipersoalkan yaitu kalau kita mau mengeluarkan sesuatu produk hukum yang sendiri kita tahu proses hukum itu sendiri, itu seringkali banyak diwarnai oleh kekuatan-kekuatan lain. Sehingga, produk hukum banyak yang sebetulnya tidak menjamin
4
nilai keadilan itu. Jadi oleh karena itu, supremasi nilai menurut saya jauh lebih penting daripada supremasi hukum. Berikutnya adalah tentang penyerahan wewenang yang mutlak kepada satu lembaga-lembaga tertentu atau profesi tertentu kalau dalam hal ini misalnya, Dokter hewanlah yang berhak mengatakan apa namanya…, sehat atau tidak sehat atau mungkin ulama mengatakan halal atau tidak halal. Nah, kalau penyerahan wewenang yang mutlak ini diberikan, tetapi akuntabilitas dan kontrol sosial dari masyarakat kurang, saya takut ini akan terjadi yang disebut ‘tirani profesi.’ Jadi, karena dia punya profesi tertentu dia di dalam lembaga itu bisa mengatakan ini dan rakyat harus ikut saja. Nah maka undang-undang itu harus bisa menjaga supaya apa namanya…, tirani yang pada kelompok yang lembaga yang kecil ini harus bisa jangan sampai terjadi. Karena kita tahu ini juga bisa bersifat koruptif dalam arti dia mendapatkan sesuatu dari mengatakan sesuatu itu gitu, tanpa bisa dikontrol betul-betul sekedar karena kita percaya bahwa mereka mempunyai profesi tertentu. Nah, terak…, terakhir sebetulnya implikasi sosiologis, peraturan ta…, peraturan ini yang sebetulnya secara sosiologis itu agak-agak atau tidak bermas…, bermasalah ternyata juga merugikan secara ekonomi. Jadi, tidak hanya masalah di sosiologis saja, dari segi yang ekonomis itu adalah bagaimana mekanisme dari masyarakat di bawah itu untuk menjalankan ketentuan ini, maka dia harus menjalankan berbagai tindakan-tindakan birokratis yang sangat melelahkan dan mungkin menjadi sangat mahal sehingga akan merugikan bagi mereka. Sementara kalau kita lihat di masyarakat kita sebetulnya masih lebih banyak lagi kantong-kantong kerawanan yang mestinya harus lebih diatur seperti penggunaan zat-zat berbahaya untuk makanan anak-anak dan sebagainya itu malah menurut saya yang jauh lebih penting, untuk diprioritaskan. Nah akhirnya sebagai penutup, saya sebagai orang yang melihat dari aspek sosiologis, ingin menyampaikan bahwa negara kita pada saat ini kita tahu banyak tertinggal dari negara-negara lain dalam banyak hal. “Kalau kita tanya apanya sih yang salah di negara ini?” Sebenarnya kita bisa mengacu kepada tiga hal dasar yaitu bagaimana struktur di (suara tidak terdengar jelas) kekuatan struktur di masyarakat ini. Kedua, masalah kultur di masyarakat ini. Ketiga, bagaimana masalah proses-proses sosial di masyarakat ini. Saya akan uraikan sedikit satupersatu kalau struktur itu hubungannya dengan peraturan yang mengikat yang berasal dari pemerintah terutama, karena kan yang bisa memberikan peraturan itu kan pemerintah. Nah itu adalah aspek struktural penting, kalau ada satu kekuatan…, eh, ada satu kebijakan peraturan undang-undang apapun dikenakan kepada suatu masyarakat, ini merupakan suatu kekuatan struktural yang mengikat masyarakat kita. Nah, yang ke dua, kekuatan lain yaitu kultur, tetapi kultur ini agak berbeda dengan yang struktur tadi. Kalau struktur berasal dari luar,
5
kalau kultur ini sesuatu yang hidup dari dalam masyarakat kita selama berpuluh-puluh tahun, mungkin sejak kelahiran seseorang. Di sini pun kita banyak masalah karena kita banyak menghadapi masalah budaya masyarakat Indonesia yang beragam ini ya, yang sepertinya kurang kondusif terhadap pembangunan atau apapun yang lain. Jadi kita mempunyai dua masalah ini. Nah, tetapi kita sebetulnya mempunyai suatu ruang yang saya sebut “ruang bebas.” dimana masyarakat Indonesia ini sebetulnya masih bisa berkreasi, bisa bernegosiasi, dan bisa melakukan tawar menawar dalam..., dengan kehidupan ini. Artinya dia tidak terikat 100% semuanya pada budayanya maupun strukturnya, ini adalah ruang proses sosial. Oleh karena itu, kaitannya dengan masalah ini adalah kalau masalah halal, tidak halal, sehat, tidak sehat tadi, sebagian dilemparkan juga kepada masyarakat supaya masyarakat bisa ikut berproses dan ikut dicerdaskan, tidak semuanya diikat secara hukum tadi. Menurut saya itu baik, supaya masyarakat kita bisa mengembangkan itu tadi, kreatifitas, bernegosiasi, dan sebagainya. Nah, penutup, saya ingin mengatakan bahwa karena struktur itu mempunyai kekuatan yang sangat besar bahkan budaya kita itu bisa diubah oleh struktur yang ada, maka saya ingatkan bahwa hukum sebagai kekuatan struktural itu sangat penting. Oleh karena itu marilah kita buat hukum ini menjadi kekuatan yang positif untuk membangun bangsa kita. Terima kasih. 11. KETUA: MOH. MAHFUD MD Baik, Pemohon mau mendalami dulu? 12. KUASA HUKUM PEMOHON: AJI SUHARTO Terima kasih, kesempatan Yang Mulia yang diberikan kepada Pemohon untuk mendalami. Kepada Ahli, kami dari Pemohon akan mendalami sedikit tentang masalah status Pemohon adalah para pedagang yang sifatnya lemahlah katakan begitu, ya. Dari sisi pandangan sosiologis, seorang pedagang yang tipikalnya seperti Pemohon yang lemah, dia dari sisi pendidikan intelektualnya masih kurang. Kalau dikasih…, tadi kalau Ahli bilang bahwa ini adalah struktur yang menimpa ke dia, dari pandangan sosiologis para-para pedagang seperti ini mempunyai dampak seperti apa? Jadi ada kekuatan struktur yang akhirnya me…, yang dialami oleh para Pemohon ini yang pedagang, yang sifatnya lemah dan dari segi intelektual dengan kaitannya dengan pasal yang diterapkan dari dampak sosiologis dari pandangan Ahli seperti apa? Terima kasih, Yang Mulia.
6
13. KETUA: MOH. MAHFUD MD Silakan, Ahli. 14. AHLI DARI PEMOHON: PAULUS WIRUTOMO Terima kasih, Yang Mulia. Dalam hal kasus ini, itu nampak bahwa struktur yang ada dalam kasus ini mendidik masyarakat atau tidak, mempermudah masyarakat atau tidak. Nah, di sini seperti saya contohkan, kalau struktur itu bisa menjadi motor perubahan di..., di negara kita ini kalau dia baik, maka dia akan bisa mengembangkan masyarakat kita menjadi lebih baik. Tetapi dari kasus ini kita melihat bahwa kalau yang diatur seperti misalnya masalah itu tadi..., kesehatan yang kemudian harus diberi sertifikat pada setiap barang yang diperjualbelikan di Indonesia ini sampai misalnya sebutir telur pun harus mendapat sertifikat, nah saya tidak tahu nanti bagaimana pelaksanaannya. Tetapi kelihatannya kalau masalah yang semacam ini diserahkan 100% dari keputusan ini..., sertifikat ini halal, eh apa…, sehat apa tidak sehat maka menurut saya masyarakat kita 100% menjadi harus percaya kepada sertifikat itu dan semua harus mengurus itu apalagi ini wajib. Maka, ya itu tadi akan terjadi suatu em..., proses birokratisasi dan segala macam, yang mungkin juga akan merugikan…, bukan mungkin, pasti akan merugikan mereka dalam perdagangan mereka yang kecil-kecilan ini. 15. KETUA: MOH. MAHFUD MD Oke. Ada lagi? 16. KUASA HUKUM PEMOHON: AJI SUHARTO Ada, ditanggapi sedikit, Yang Mulia. Jadi kaitannya dengan keadaan-keadaan atau situasi yang ada di negara kita. Seandainya terjadi hal-hal yang sifatnya tadi seperti itu, ya kan. Ini ada suatu lembaga yang diberi kewenangan yang tadi Ahli istilahkan adalah tirani profesi atau tirani apa itu bentuknya, yang kaitannya dengan birokrasi. Itu dari dampak sosiologis yang menurut pandangan Ahli atau mungkin Ahli pernah lakukan riset, itu akan…, akan berekses seperti apa dalam kaitan dengan seperti tadi menerbitkan sertifikat yang kaitannya dengan tirani, profesi, atau mungkin birokrasi, gitu. Terima kasih, Pak Hakim. 17. KETUA: MOH. MAHFUD MD Silakan Pak.
7
18. AHLI DARI PEMOHON: PAULUS WIRUTOMO Saya..., saya kira dampak sosiologisnya tadi sudah jelas ya, dari..., dari segi yang di atas, itu lembaga itu akuntabilitasnya seperti apa, nah itu sendiri menjadi suatu masalah. Dan yang kedua, dari..., dari masyarakat, dia harus percaya 100% kepada itu dan tidak seperti tidak ada ruang bagi mereka untuk bertanggung jawab terhadap telurnya sendiri itu, gitu. Semuanya harus disertifikatkan dan setelah sertifikat semuanya menjadi beres. Apakah betul itu? Nah jadi menurut saya, dampak sosiologisnya seperti itu, ke atas dan ke bawah. 19. KETUA: MOH. MAHFUD MD Cukup? Baik, saya serahkan ke pemerintah. Ada yang mau ditanyakan Bapak? 20. PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Sebentar, Yang Mulia. 21. KETUA: MOH. MAHFUD MD Pak Mualim…, Mualimin. 22. PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Nanti…, nanti yang lain menambahkan Yang Mulia. Ada yang…, pertama ada yang perlu diklarifikasi, Yang Mulia. Jadi dari Ahli tadi ada yang dikatakan, seperti misalnya jual telur harus ada bersertifikat halal dan seterusnya, seolah-olah itu menjadi satu-kesatuan telur, gitu ya. Padahal kalau kita baca normanya, itu kan sebetulnya ini kan untuk produsen karena di sana dikatakan bahwa untuk diedarkan. Jadi tidak yang di pedagang satu-satu harus distempel halal dan seterusnya, jadi bukan itu maksudnya. Barangkali nanti Ahli kira-kira barangkali bisa menjelaskan sisi mana yang menurut pandangan Ahli, kemudian merambah seolah-olah itu ke pedagang-pedagang kecil yang misalnya telur itu karena itu produk hewan. Yang kedua, tadi Ahli mengatakan bahwa…, apa…, kearifan masyarakat yang tadi dikatakan bahwa mestinya masyarakat itu dibangunkan, seperti misalnya ada nilai-nilai kejujuran dan nilai-nilai yang lain. Jadi misalnya ada pedagang, ya biarkan saja pedagang yang memberikan informasi, apakah ini halal atau tidak. Nah, idealnya memang demikian kalau dari sisi sosiologi. Tapi, persoalannya, problemnya adalah apakah itu menjadi sesuatu yang memang masalah itu sudah sedemikian adanya? Di dalam praktik kan pedagang itu seringkali, ya banyak sekali yang menyembunyikan hal-hal. Yang
8
misalnya kalau kita lihat di acara-acara televisi, bahkan orang membuat terasi, orang membuat bakso, dan seterusnya, itu pun dimaksukkan dalam hal-hal yang…, walaupun tidak masuk kategori halal atau tidak halal, tetapi kan halal yang sifatnya kalau menurut pandangan masyarakat itu kategori menjijikan, misalnya. Misalnya orang membuat terasi, udang yang sudah tidak baik, kemudian dicampur dengan satu, dan lain-lain, itu pun apakah masyarakat sudah pasti akan memberikan informasi itu secara terbuka, gitu. Itu kategori di pedagang ecerannya yang tadi Ahli sampaikan. Tapi kalau menurut hemat Pemerintah bahwa norma itu tidak menjangkau sampai ke hal-hal yang demikian. Ahli, Pemerintah memohon klarifikasi lebih lanjut, terima kasih. 23. HAKIM ANGGOTA: ANWAR USMAN Barangkali ada yang lain? Yang (…) 24. KETUA: MOH. MAHFUD MD Silakan kalau ada tambahan yang lain biar ditampung sekaligus sekali dijawab. 25. HAKIM ANGGOTA: ANWAR USMAN Silakan. 26. KETUA: MOH. MAHFUD MD Silakan Pak. 27. PEMERINTAH: SUHARYANTO Terima kasih Bapak Hakim Yang Mulia. Jadi, barangkali saya ingin menjelaskan sedikit bahwa di dalam sertifikat veteriner atau sertifikatsertifikat halal tadi, kita ini kan juga tentunya tidak berdiri sendiri Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 ini ya, tetapi berkaitan dengan pangan ketentuan di dalam…, di sana terbit PP 28 Tahun 2004, mengenai keamanan mutu dan gizi pangan, tentunya dari sisi kesehatan. Kita ini di dalam…, bukan dalam pengertian pada pengecer yang diberikan sertifikat halal, tetapi adalah sebagai produsen pangan dari telur itu sendiri. Sehingga kita menerapkan adanya good breeding, good manufacturing, good (suara tidak terdengar jelas), dan sebagainya. Jadi, kita betul-betul memenuhi persyaratan-persyaratan untuk kesehatan. Jadi kita mempunyai cara produksi yang baik, itu yang diterapkan oleh produsen. Sehingga produknya itu kalau diedarkan, betul-betul memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan gizi pangan. Jadi bukan di pelaku-pelakunya itu yang kita berikan, tetapi di dalam
9
produsennya. Barangkali menambahkan sedikit, itu saja yang kita sampaikan. Terima kasih Pak. 28. KETUA: MOH. MAHFUD MD Masih ada lagi, Pemerintah? 29. PEMERINTAH: TJAHYO DAMIRIN Masih ada, Pak. Terima kasih. 30. KETUA: MOH. MAHFUD MD Masih ada satu lagi, silakan. 31. PEMERINTAH: TJAHYO DAMIRIN Terima kasih. Saudara Ahli ini tadi…, saya sepintas lalu juga menyamakan bahwa produk daging anjing atau babi, juga mungkin berpendapat itu juga harus dengan bersertifikat halal. Sedangkan kalau bersertifikat halal ini kan secara Islam tidak mungkin diberikan sertifikat halal dan undang-undang kita sendiri juga tidak memungkinkan kita meminta sertifikat halal dari produk daging babi dan anjing. Ini barangkali kita perlu, khusus untuk daging-daging yang seperti sapi dan kadang-kadang kan dipotongnya, disembelihnya itu di…, tidak dengan cara Islami, itu memang diperlukan sertifikat halal. Seperti…, apa…, pemotongan hewan di…, di luar negeri dikirim ke Indonesia, itu kan kita juga tidak tahu apakah itu halal atau tidak. Nah, ini diperlukan sekali sertifikat halal karena secara sosiologis, itu diperlukan sekali bagi masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Muslim. Terima kasih. 32. KETUA: MOH. MAHFUD MD Hakim Harjono. 33. HAKIM ANGGOTA: HARJONO Terima kasih, Pak Ketua. Jadi semuanya ini bermula dari rumusan pasal, rumusan Pasal 58 ayat (4) yang bunyinya adalah produk hewan yang diproduksi dan/atau dimasukkan dengan Negara Kesatuan Indonesia untuk diedarkan wajib disertai sertifikat veteriner dan sertifikat halal. Karena ada kata wajib dan produk hewan tidak dibatasi, maka bisa menimbulkan satu penafsiran bahwa kalau itu tidak ada sertifikat halal tidak boleh masuk, ya. Kalau tidak ada sertifikat halal tidak boleh masuk karena itu produk hewan, whatever hewan, wajib sertifikat halal, ya wajib itu. Jadi kalau tidak ada, tidak adanya itu karena tidak perlu, itu
10
tidak ada di sini. Yang ada adalah wajib, tentu diobati tidak perlu, tapi wajib itu. Nah, masalahnya kan itu. Jadi semua produk hewan, whatever produk hewannya tidak dibatasi, wajib menjadi syarat bagi boleh masuk tidaknya. Jadi semua kembali pada rumusan ini sebetulnya, ya ini. Yang kedua, pertanyaan saya adalah produk hewan itu kalau dilihat dari pasal yang disebut Pasal 1 angka 13, “Produk hewan adalah semua bahan yang berasal dari hewan yang masih segar dan/atau telah diolah, diproses tidak ada batasan.” Pokoknya hewan ya, pokoknya hewan. Penjelasannya sudah mengatakan jelas, hanya yang dimaksud halal saja. Kemudian kalau itu penjual sate ya, jual sate yang dia sembelih sendiri. Apakah penjual sate yang kemudian menyembelih hewannya sendiri itu tidak masuk dalam pengertian Pasal 58 ayat (4)? Dia menjual daging dalam bentuk masak, lalu sate, lalu diedarkan. Lha, diedarkan ini bagaimana? Apakah diedarkan itu harus menjadi distributor? Kalau dia mangkal saja di situ ada orang beli, lalu itu apakah bukan diedarkan? Kalau itu bukan diedarkan, mungkin dia tidak terkena. Ini kembali pada persoalan-persoalan yang berhubungan rumusan pasal. Hal-hal lain adalah ini akan ada satu lembaga yang memberi sertifikat halal. Jadi nanti akan diserahkan kepada dia, persoalan tadi dijawab itu kan tidak termasuk yang begini-begini, itu kan sekarang, Bapak-Bapak ini yang menafsirkan. Begitu itu ada kewenangan di mereka yang diberi ini, lalu Bapak apa bisa mengatakan, “Itu tidak boleh lagi seperti itu.” Kalau kemudian dia mengatakan, “Ini juga perlu, ini juga perlu, ini juga perlu, ini juga perlu.” Membatasinya bagaimana itu, wong bunyi pasalnya seperti ini? Itu pertanyaan-pertanyaan yang saya sampaikan kepada Pemerintah. Terima kasih. 34. KETUA: MOH. MAHFUD MD Hakim Muhammad Alim. 35. HAKIM ANGGOTA: MUHAMMAD ALIM Barangkali kepada Ahli, bisa…, bisa merupakan pertanyaan, bisa juga sharing. Jadi begini Saudara Ahli, hukum itu harus melindungi kepentingan semua pihak. Kalau soal sertifikat veteriner, itu semua orang karena itu meminjam istilah Alquran itu…, itu thayyiban, yang bagus, itu sertifikat veteriner. Kalau halal ini sebagian besar itu adalah untuk umat Islam yang mayoritas Indonesia ini. Karena di dalam kasus harus kita akui, kadangkala ada orang yang nakal juga itu, dia menjual barang yang haram kepada orang-orang karena mungkin pada waktu itu harganya bisa mahal, misalnya secara hukum ekonomi kalau penawaran banyak dan permintaan kurang, kan harga naik. Nah, di daerah-daerah yang banyak peternak, katakanlah peternak babi dan kurang orang
11
Nasrani di sana atau orang-orang yang memakannya, bisa kan harganya turun? Nah, lalu kalau dia dianggap sebagai sapi ibaratnya, mohon maaf, atau sebagai kerbau, itu kan menjadi halal dan itu bisa dimakan oleh orang Muslim. Ini…, ini juga berbahaya, jadi ini pun juga harus melindungi mereka. Cuma bagaimana barangkali jalan tengahnya di antaranya itu yang harusnya…, karena diingat bahwa di dalam pandangan Islam, tak hanya zatnya yang menjadi haram. Sesuatu…, seekor kerbau yang ditabrak oleh kendaraan, kemudian mati tanpa disembelih, kemudian dijual dagingnya Itu haram juga itu, kalau mak…, makna haram, ya. Jadi, ini…, ini harus di…, harus hati-hati, memang pasal ini harus barangkali diperbaiki, baik…, entahlah bagaimana. Dalam sejarah itu harus diingat begini, itu di India pernah terjadi pemberontakan karena ada perintah dari penguasa di sana, Inggris. Bahwa setiap prajurit yang akan melepaskan tembakan, dia harus menjilat dulu dia punya peluru ini menimbulkan ada disebut Indian Mutiny. Itu pemberontakan di India karena Islam mengatakan barang kali itu peluru sudah dilumuri dengan daging babi kita disuruh jilat, yang hindu bilang barang kali itu sudah dilumuri dengan daging sapi, kan bagai, agama hindukan sapi itu adalah, apa? Dewa. Ya? Binatang yang suci yang tidak boleh dimakan. Nah, sehingga menimbulkan pemberontakan. Ini juga masalah-masalah akidah. Nah, perlu ada perlindungan terhadap umat Islam perlu juga perlindungan terhadap orang-orang yang menjual inilah jalan tengah yang harus ditempuh karena hukum itu harus melindungi semua pihak tidak boleh melindungi hanya satu pihak, jadi di sini mungkin jalan tengahnya. Terima kasih, Pak Ketua. 36. KETUA: MOH. MAHFUD MD Hakim Muhammad Akil Mochtar. 37. HAKIM ANGGOTA: M. AKIL MOCHTAR Ya, saya ke Ahli. Saya kira di Indonesia ini tidak ada yang bebas nilai, artinya nilai itu pasti akan mempengaruhi apakah hukum atau pun di dalam struktur maupun kultur itu juga ada nilai-nilainya oleh karena itu sebuah produk undang-undang itu juga adalah cerminan dari nilainilai dari kondisi real yang ada di dalam masyarakat kita di samping dia adalah sebagai produk politik oleh karena itu ketika kita membaca Pasal 58 ayat (4) ini, yang dipersoalkan adalah produk hewan yang masuk maupun keluar. Ya? Maaf, yang diproduksi maupun dimasukan ke dalam negeri itu harus dengan sertifikat veteriner dan sertifikat halal. Veteriner tentukan itukan dari sisi kesehatan hewan. Kenapa undang-undang memberikan kewajiban itu, itu untuk melindungi kepentingan warga negaranya. Bahwa warga Negara Indonesia harus di lindungi untuk memakan produk hewan yang sehat, yang ukuran
12
kesehatan hewan itu hanya di bisa ditentukan oleh ahlinya dalam hal ini tentu profesi kedokteran hewan. Nah, dari sisi nilai yang lain bahwa sertifikat halal itu tentu tidak bisa dilakukan pemahaman dengan cara-cara yang misalnya, begini, Pemohon pedagang daging babi. Pemohon pedagang daging anjing yang secara notoir feit itu memang tidak halal, tidak perlu dia harus ada sertifikat halal itukan sesuatu yang tidak usah kita tafsir-tafsir lagi, gitu, loh. Seperti yang dikatakan tadi ketika masuk, masuk kedalam warung saya pengen makan terus dia katakan ini daging babi tapi saya sudah kasih sertifikat halal anda boleh makan. Kan tidak seperti itu, artinya kalau misalnya kepentingan bahwa yang boleh memakan sesuatu yang tidak harus disertifikati halal oleh kepentingan ini tentu tidak ada masalah, karena boleh, kan, demikian juga sebaliknya produk hewan dari Indonesia yang harus di ekspor ke negara-negara tertentu juga yang menentukan harus ada sertifikat halalkan kita juga harus tunduk kepada kondisi yang ada seperti itu. Nah, itulah yang ingin saya tanyakan padahal, secara sosiologis memang kita harus memberdayakan masyarakat karena dirinyalah yang harus melindungi dirinya terlebih dahulu, kan begitu. Baru ada strukturstruktur yang lain dalam kondisi masyarakat kita tetapi dari realitas sosial yang ingin kita tunjukan, yah, yang kita hadapi sehari-hari bahwa soal struktur soal klutur itu memang juga belum memadai dalam rangka membentengi dirinya sendiri, oleh karena itu yang ingin saya katakan, yang ingin tanyakan adalah apakah pemberian sertifikat veteriner itu secara sisiologis itu memberi dampak yang lebih buruk atau dari manfaatnya yang lebih baik karena veteriner itu adalah kesehatan hewan, itu dari sisi sosiologisnya. Yang ke dua, apakah sertifikat halal itu dilihat dari yang saya katakan tadi produk yang sudah notoir feitnya tidak perlu lagi, gitu, loh,di sertifikati misalnya daging anjing, daging babi, itukan enggak perlu. Biar dikasih seribu sertifikat halal juga kan tetap juga tidak halal bagi yang tidak boleh, kan begitu. Itu kan dengan sendirinya tidak perlu gitu lho. Apakah itu lebih banyak memberikan kemanfaatan dalam konteks ketenteraman dalam hubungan sosial secara sosiologis di masyarakat, ketimbang bahwa produk-produk itu tidak harus mendapat sertifikat. Saya mohon tanggapan Saudara Ahli. 38. KETUA: MOH. MAHFUD MD Baik silakan Bapak dijawab, mungkin tidak harus satu-satu, yang agak sama substansinya dijawab sekaligus. Tapi silakan, Bapak. Bapak bebas untuk menjawab.
13
39. AHLI DARI PEMOHON: PAULUS WIRUTOMO Terima kasih. Untuk Bapak Umar saya kira saya tidak…, saya sepakat. Pak Muhammad Arif, eh…, itu melindungi semua. Nah, juga dan dengan yang terakhir Pak Akil, saya kira persoalan awalnya saya sebagai orang yang tidak…, yang awam tentang hukum ini. Ketika saya membaca ayat tadi, memang betul bahwa ini pasti akan membingungkan karena wajib. Nah, kalau memang tidak…, memang benda atau barang atau daging itu ada yang halal dan yang tidak, mestinya lebih spesifik. Sehingga di sini wajib, di sini memang tidak. Tetapi kalau semua menjadi satu, bagaimanapun semua itu masuk ke dalam itu. Itu, itu persoalan yang saya kira yang paling awal. Sehingga, melahirkan juga pertanyaan mengenai masalah ini…, apa…, pedagang eceran tadi kalau memang…, ini pelaksanaannya, Pak. Kalau memang dia semua wajib, apakah orang yang menyembelih sendiri atau berdagang sendiri, itu juga diwajibkan itu. Kalau itu berarti semuanya harus membeli dari suatu produsen besar yang sudah bisa diperiksa dan sebagainya. Nah, persoalannya jadi di sana. Sehingga, menurut saya kalau kata-kata wajib tadi kemudian sedikit diurai lagi dan kemudian didudukan lagi persoalannya, sebetulnya persoalan ini sudah lebih baik, jauh lebih baik. Soal yang tadi saya mengatakan bahwa masyarakat kita ini menumpahkan semuanya kepercayaan kepada sertifikat saja. Itu sendiri sebetulnya secara sosiologis itu ada suatu kemunduran. Berarti semua orang, “Sudahlah Kamu enggak usah, mau jujur apa enggak, yang penting ini ada sertifikat.” Sementara sertifikat itu sendiri dihasilkannya seperti apa, kecuali kalau hukum ini juga bisa memberikan apa namanya ketentuan sehingga si lembaga tadi juga tidak apa namanya bisa accountable menjalankan itu. Karena kan bisa saja Pak, saya menjual daging babi, saya mengatakan tidak bukan daging babi. Tapi si lembaga tadi juga sebetulnya tidak memeriksa semuanya, dia mengatakan…, sama saja, sebetulnya ada penipuan dari segi itu, sebetulnya. Nah, tapi itu menurut saya sudah lebih sekunder. Yang paling awal adalah masalah kata wajib tadi itu supaya menjadi diperjelas lagi. Itu yang lebih primer menurut saya. Terima kasih. 40. KETUA: MOH. MAHFUD MD Bapak yang dari Pemerintah, mau dijawab enggak? Cukup? Tadi Bapak dapat pertanyaan dari Pemerintah. Sudah? Dari Pak Harjono sudah tadi, tapi disuruh Pak Umar, dikira Harjono Umar ya? Harjono, Pak namanya.
14
41. AHLI DARI PEMOHON: PAULUS WIRUTOMO Ya, terima kasih Pak Harjono. Tadi salah saya, Pak Harjono, sebenarnya persoalannya adalah tadi dikatakan bahwa masalah pelaksanaannya akan melalui produsen yang besar tadi. Jadi sebetulnya apa…, yaitu tadi yang sudah saya jelaskan, apakah memang yang pada level eceran. Sebenarnya kan persoalannya kan begini Pak, mengenai pedagang eceran tadi. Itu ada satu keberatan dari orang-orang itu, kalau pelaksanaan ini betul-betul itu tadi kalau mereka harus bisa mempertanggungjawabkan sendiri, tapi secara hukum. Nah, ini kan tidak mungkin karena itu merepotkan mereka. Tetapi kalau dalam pelaksanaan tidak seperti itu. Nah, ini juga harus lebih spesifik lagi. Apakah itu berarti mereka harus dari suatu produsen tertentu, bagaimana dengan orang yang mandiri. Itu juga karena hukum itu menguntungkan semua, maka persoalan itu juga harus kita perhatikan. Terima kasih. 42. KETUA: MOH. MAHFUD MD Pemerintah tadi ada pertanyaan dari Hakim Harjono, mau dijawab sekarang apa mau dijawab dalam kesimpulan? 43. PEMERINTAH: JHON INDRA PURBA Terima kasih, Yang Mulia. Mungkin sedikit kami akan mencoba apa yang disampaikan oleh Yang Mulia Hakim, sekaligus pendapat dari Ahli. Mungkin kita…, mungkin sudah melebar jauh ini, Pak. Melebar jauh dari ketentuan dan redaksi Pasal 58. Ini, pasal ini memang menyatakan untuk produk hewan atau katakanlah itu daging yang diproduksi dan/atau dimasukkan. Diproduksi di sini pengertiannya, Pak, seperti apa yang sudah disampaikan Ahli kami yang terdahulu, dan kebetulan juga ada di sini Pak Denny. Ini diproduksi ini, yaitu di unit produksi. Artinya di unit produksi ini, seperti telur di peternakan ayamnya, daging di rumah potong hewan, dan…, apa…, rumah potong unggas, seperti itu. Dan ini kami melihat bahwa inilah merupakan bentuk jaminan dari Pemerintah, harus melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap produk hewan di tempat produksi. Jadi kalau alasan dari…, dari Ahli bahwa ini adalah suatu kemunduran, itu memang jadi agak berlebihan. Kami pikir itu dulu sementara, Pak. Terima kasih. 44. KETUA: MOH. MAHFUD MD Cukup, ya? Baik. Kalau begitu, putusan…, sidang berikutnya pengucapan putusan karena nampaknya tidak ada lagi yang akan mengajukan…, apa…, akan mengajukan Ahli untuk sidang. Sehingga
15
kami beri waktu 2 minggu dari sekarang untuk menyampaikan kesimpulan dari keseluruhan apa yang kita bicarakan dalam sidangsidang ini. Sekarang tanggal 28, jadi Bapak nanti akan ditunggu di sini sampai dengan paling lambat tanggal 12. Tanggal 12 sudah memberikan kesimpulan-kesimpulan yang mengarah kepada petitum, ya. Tentu…, apa namanya…, disertai argumen-argumen di dalam…, apa namanya…, posita untuk menuju ke petitum itu. Baiklah kalau begitu, sidang ini dinyatakan selesai pemeriksaanpemeriksaanya dan sidang ditutup.
KETUK PALU 3X
SIDANG DITUTUP PUKUL 11.00 WIB
Jakarta, 28 Juni 2011 Kepala Sub Bagian Pelayanan Risalah,
Paiyo NIP. 19601210 198502 1 001
Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
16