NEWSLETTER
KLIMAKS IKLIM BERAKSI #1/2011
Halo Pembaca KLIMAKS!
KLIMAKS #1/2011
Betapa bersemangatnya tim kami saat tengah menyusun edisi perdana e-newsletter atau surat kabar versi elektronik ini. KLIMAKS, adalah singkatan dari IKLIM BERAKSI: wujud aspirasi menyebarkan informasi terkini dari Program Iklim dan Energi, WWF-Indonesia, yang dibungkus dengan semangat beraksi.
FOKUS
Kami berharap kehadiran KLIMAKS dapat membuat Anda – sahabat WWF-Indonesia – memahami kerja kami hingga dapat menyatukan visi dan menyinergikan langkah mendukung upaya pelestarian lingkungan hidup Indonesia dan pembangunan berkelanjutan. Edisi perdana KLIMAKS dibuka dengan berita-berita “terpanas” sepanjang awal hingga pertengahan 2011: kesiapan pelaksanaan REDD+, berkenalan dengan “adaptasi perubahan iklim”, dan inisiatif mengembangkan energi yang berkelanjutan atau sustainable energy. Lalu, bila Anda ingin langsung beraksi dan ambil bagian dari perubahan, segera cari tahu bagian kampanye Earth Hour. Atau, ternyata Anda sudah mengalami sendiri dampak perubahan iklim di lingkungan sekitar? Gabung bersama kami di Climate Witness Indonesia. Ayo selami KLIMAKS, dan jajaki langkah terkecil yang bisa kita, kami dan Anda, lakukan untuk Bumi. “…While our blood’s still young. So young, it runs. Won’t stop till it’s over. Won’t stop to surrender…..”
-Sweet Disposition, The Temper Trap (Lagu resmi Earth Hour 2010).
Salam hangat, Paramita Mentari Kesuma;
[email protected]
Halaman
Daftar Isi
REDD+ 3 REDD+ Beraksi di Kutai Barat ADAPTASI Tahukah Anda: Adaptasi Perubahan Iklim? 7 Adaptasi dan Pengurangan Resiko Bencana 9 ENERGI 11 Selamat Datang Mikrohidro! BOKS Gaya Hidup Ramah Lingkungan
14
AGENDA
15
PUBLIKASI
16
TENTANG PROGRAM IKLIM & ENERGI TIM REDAKSI
19
KONTAK
20
Si cantik Anggrek Hitam -- ©WWF-Indonesia / Verena Puspawardani
REDD+ KLIMAKS #1/2011
FOKUS
REDD+ Beraksi di Kutai Barat Kebanyakan diskusi REDD+ intensif dilakukan di pertemuan nasional atau arena internasional. WWF-Indonesia mendemonstrasikan kesiapan REDD+ langsung di lapangan.
Lanskap -- ©WWF-Indonesia / Khairil F Faisal
Hal. 3
REDD+ Ada empat lokasi aktivitas demonstrasi kesiapan REDD+ yang dipilih WWFIndonesia. Dua lokasi pertama adalah taman nasional, bertujuan menunjukkan peran signifikan kawasan konservasi dalam pelaksanaan REDD+, yaitu di Taman Nasional Tesso Nilo, Riau, Sumatera, dan di Taman Nasional Sebangau, Kalimantan Tengah. Dua lokasi lainnya diarahkan untuk melihat kesiapan REDD+ di tingkat kabupaten, yaitu di Kutai Barat sebagai bagian dari
skema Heart of Borneo di Kalimantan Timur, dan di Jayapura, Papua. Dengan tujuan menyinergikan aktivitas demonstrasi REDD+ yang difasilitasi WWF-Indonesia, diadakan lokakarya awal 28 Maret hingga 4 April 2011 lalu di Sendawar – ibukota kabupaten Kutai Barat, bersama dengan Wakil Bupati Kutai Barat, H. Didik Effendi, S.Sos, membahas visi pembangunan kabupaten Kutai Barat dalam 5 tahun ke depan.
Pertemuan dengan Wakil Bupati Kutai Barat dan jajarannya di Sendawar -- ©WWF-Indonesia/Khairil F Faisal
KLIMAKS #1/2011
“Komunitas lokal sangat bergantung pada hutan, namun peraturan nasional yang sudah ada kurang menyediakan akses dan benefit bagi komunitas lokal terhadap hutan di sekitar mereka,” ungkap beliau. Dilanjutkan dengan kunjungan lapangan untuk memahami konteks biofisik dan manajemen praktek pengelolaan hutan. Dan, kegiatan ini ditutup dengan perencanaan program di Balikpapan, semua di Kalimantan Timur. Selama kunjungan lapangan, kami menemukan perbedaan tipe manajemen hutan. Cagar Alam Kersik Luway dengan keanekaragaman hayati lokal, salah satunya anggrek hitam, adalah tipe hutan yang dikelola oleh pemerintah pusat. Kawasan konservasi berbasis komunitas, Gunung Eno, dikelola oleh komunitas kampungkampung sekitar. Terakhir, adalah kompleks hutan yang pengelolaannya dilakukan oleh perusahaan tambang di bekas kawasan kerjanya. Walaupun metode manajemen hutan ini berbedabeda, namun targetnya tetap sama, yaitu menyerap dan menyimpan karbon.
Hal. 4
REDD+ Ada empat tantangan yang berhasil diidentifikasi di Balikpapan: 1.) mengharmonisasikan fungsi-fungsi lahan dengan perencanaan tata ruang di level kabupaten, 2.) membangun model land-swap dari hutan alam ke lahan terlantar, 3.) membantu advokasi konsep Memasuki kawasan hutan masyarakat Gunung Eno -- ©WWFIndonesia/Merzyta Septiyani
KLIMAKS #1/2011
manajemen hutan berbasis komunitas kepada pemerintah, dan 4.) mengajak perusahaan penebang hutan untuk mengimplementasikan reduced forest impact logging.
Semua tantangan ini dikemas dalam perencanaan program RPAN (REDD+ for People and Nature) WWF-Indonesia di Kutai Barat untuk Ekonomi Hijau. ZULFIRA WARTA;
[email protected]
Tim RPAN saat berada di kawasan Gunung Eno -- ©WWF-Indonesia/Khairil F Faisal
Hal. 5
ISTILAH REDD+ Mitigasi Tindakan untuk penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dan meningkatkan penyerapan GRK. Mengurangi deforestasi dan degradasi hutan dapat menurunkan emisi, sedang kegiatan aforestasi dan reforestasi dapat meningkatkan penyerapan.
Degradasi hutan Perubahan susunan atau fungsi tegakan hutan atau kawasan hutan sehingga menurunkan kemampuannya untuk menyediakan barang dan jasa secara optimal (FAO).
Deforestasi Konversi dari lahan berhutan menjadi lahan tidak berhutan yang disebabkan langsung oleh kegiatan manusia (Marrakesh Accord).
Perubahan di dalam hutan yang berdampak negatif terhadap struktur atau fungsi tegakan atau lahan hutan sehingga menurunkan kemampuan hutan dalam menyediakan jasa/ produk hutan termasuk penurunan cadangan karbon (Kemenhut)
Konversi hutan menjadi penggunaan lahan lain, atau pengurangan tutupan tajuk pohon menjadi kurang dari ambang minimum 10% untuk jangka panjang dengan tinggi pohon minimum 5 m pada areal seluas minimum 0,5 ha (FAO).
KLIMAKS #1/2011
Berkurangnya cadangan karbon di hutan yang dipertahankan sebagai hutan (IPCC).
Pengelolaan hutan secara lestari (sustainable forest management, SFM) Cara mengelola hutan yang mempertimbangkan nilai sosial, ekonomi dan lingkungan hutan. REDD+ memasukkan SFM sebagai pendorong untuk mencapai tujuan pengurangan emisi.
REDD+ Penurunan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan, yaitu mekanisme global untuk memberikan insentif positif terhadap kegiatan pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan, dan peningkatan cadangan karbon hutan di negara berkembang. Taman Nasional Kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi. Cadangan karbon Jumlah karbon yang terdapat dalam pohon, tegakan hutan, ekosistem hutan dan lansekap bervegetasi lainnya dalam satuan ton/ha atau Mg/ha.
Hal. 6
Adaptasi
FOKUS
Tahukah Anda? Adaptasi Perubahan Iklim Sudah banyak yang paham tentang perubahan iklim, dan tahu bahwa dampak-dampaknya dapat mengganggu pencapaian upaya konservasi. Namun, lebih sedikit yang menyadari perlunya sentuhan strategi adaptasi perubahan iklim dalam rencana kerja.
KLIMAKS #1/2011
Musim kemarau di Danau Sentarum, Kalimantan Barat -©WWF-Indonesia / Sugeng H
Hal. 7
Adaptasi Januari lalu, WWF Malaysia dan WWF US mengadakan Climate Adaptation Workshop di Kota Kinabalu, Malaysia. Kegiatan ini berisi pelatihan adaptasi perubahan iklim dan pengintegrasian pertimbangan perubahan iklim ke dalam rencana konservasi yang diberikan oleh narasumber ahli. Pesertanya terdiri atas staf WWF Malaysia, dari program hutan dan kelautan, termasuk mitra kerja mereka. Dasar perubahan iklim dan konsep adaptasi dijelaskan dengan sederhana tanpa istilah ilmiah rumit agar mispersepsi para peserta terhadap adaptasi perubahan iklim bisa diluruskan, dan staf dapat berhati-hati membaca proyeksi dampak perubahan iklim terhadap keanekaragaman hayati. Metode pelatihan yang interaktif namun tetap santai mampu membuat peserta menyadari pentingnya berpikir secara sistem: mempertimbangkan interaksi antara konservasi keanekaragaman hayati dan pembangunan masyarakat. Menjalin kerja sama dengan mitra menjadi sangat penting untuk tercapainya keberhasilan usaha adaptasi, dan sekaligus misi konservasi WWF. Oleh karena itu, pelatihan adaptasi serupa juga akan diselenggarakan di Indonesia pada bulan September ini untuk mengantisipasi dampak negatif perubahan iklim terhadap kerja konservasi WWF-Indonesia di lapangan. Setelah mengikuti pelatihan ini, diharapkan peserta dapat mengintegrasikan adaptasi perubahan iklim ke dalam rencana konservasi. CHRISANDINI;
[email protected]
KLIMAKS #1/2011
Staf WWF Malaysia mengikuti Climate Adaptation Workshop di Kota Kinabalu -- ©WWF-US / Shaun Martin
Hal. 8
Adaptasi Adaptasi dan Pengurangan Resiko Bencana Integrasi antara manajemen resiko bencana dan strategi penanganan dampak perubahan iklim merupakan salah satu prasyarat pembangunan yang berkelanjutan. Julio Garcia, InternationaI Strategy for Disaster Risk Reduction, “Pengurangan resiko bencana adalah bagian dari adaptasi dalam menjawab mencapai pelaksanaan dari kesepakatan Hyogo Framework Actions (HFA) dan pengurangan resiko bencana/Disaster Risk Reduction (DRR), serta adaptasi perubahan iklim.”
75 – 80% bencana alam di bumi terkait iklim; seperti, banjir, badai, penyakit, kekeringan, hingga longsor.Total kerugian ekonomi yang ditimbulkan mencapai ± US $ 26 milyar. Sumber: OFDA/CRED International Disaster Database (2007)
KLIMAKS #1/2011
©WWF-Indonesia / Verena Puspawardani
Hal. 9
Adaptasi Program Iklim dan Energi WWF-Indonesia bersama Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim – Nahdlatul Ulama dengan dukungan UNESCO dan UNESCAP bersama-sama menyelenggarakan rangkaian kegiatan mulai Juni hingga November 2011 untuk menghasilkan modul pedoman adaptasi perubahan iklim dan pengurangan resiko bencana. Kegiatan ini ditindak lanjuti pula dengan module testing di empat kota di Indonesia; yaitu Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, dan Lombok. Targetnya, membantu komunitas masyarakat, organisasi, atau pelaku dan pemerhati bencana dan perubahan iklim untuk melakukan penguatan ketahanan kebencanaan dan perubahan iklim (increasing of disaster and climate resiliences).
Bencana akibat iklim ekstrim sejak Januari hingga September 2010: telah terjadi 196 bencana banjir (melewati angka sebelumnya di Indonesia yang berkisar 140-150 kejadian banjir) Sumber: Badan Nasional Penanggulangan Bencana/BNPB (2010)
KLIMAKS #1/2011
©WWF-Indonesia / Verena Puspawardani
Hal. 10
Energi
FOKUS
Selamat Datang Mikrohidro! Pengembangan PLTMH di Indonesia bukan hal baru. Teknologi juga buatan dalam negeri. WWFIndonesia mengembangkan program mikrohidro yang punya keunikan sendiri: gabungan konservasi hutan, peningkatan akses listrik, dan nilai tambah ekonomi masyarakat, sekaligus berkontribusi terhadap pengurangan emisi karbon.
KLIMAKS #1/2011
©WWF-Indonesia
Hal. 11
Energi
PLTMH (Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro) adalah pemanfaatan air dalam volume dan ketinggian tertentu sehingga menghasilkan listrik berkapasitas kurang dari 100 kW. Semakin tinggi terjunan airnya akan membuat debit (volume per satuan waktu) makin besar, sehingga kapasitas listrik pun jadi besar.
Sebelum ada PLTMH, warga setempat tidak mendapatkan akses listrik dari PLN karena jaraknya yang jauh masuk ke pedalaman. Listrik didapat dari genset berbahan bakar solar dan hanya digunakan pada waktu-waktu tertentu karena harga solar sangat mahal.
Keberlanjutan listrik dari PLTMH sangat tergantung pada ketersediaan Tahun 2010 lalu, WWF-Indonesia aliran air sungai. Jadi, kelestarian membangun PLTMH di Dusun hutan pada area tangkapan air Sungai Long, Kabupaten Kapuas menjadi komponen penting. Yang Hulu, Kalimantan Barat. PLTMH tidak boleh dilupakan, pembangunan ini memiliki kapasitas sebesar 5 kW masyarakat yang mendapat manfaat dengan memanfaatkan tinggi terjunan dari PLTMH agar dapat mengelolanya 20 meter dan debit 100 liter per detik. secara mandiri dan mendapat Cukup untuk memenuhi kebutuhan manfaat ekonomi, contohnya dengan penerangan di 1 rumah bentang (untuk pembentukan lembaga pengelola 11 kepala keluarga atau 30 orang). PLTMH yang beranggotakan
KLIMAKS #1/2011
©WWF-Indonesia
Hal. 12
Energi masyarakat dusun setempat yang salah satu tugas utamanya adalah mengelola iuran masyarakat untuk biaya operasional. Beberapa wakil masyarakat yang terampil dilatih untuk mengoperasikan PLTMH dan melakukan pemeliharaan apabila terjadi kerusakan. WWF-Indonesia sedang memfasilitasi pembangunan PLTMH percontohan
kedua dengan kapasitas 15 kW di desa Harowu Kalimantan Tengah (melistriki 60 kepala keluarga), dan berharap dapat berperan aktif memfasilitasi pengembangan energi terbarukan dan mereplikasinya di wilayah lain agar memicu pihak lain mengembangkan energi terbarukan untuk pemenuhan kebutuhan listrik secara ramah lingkungan. INDRA SARI WARDHANI;
[email protected] CHRISANDINI;
[email protected]
©WWF-Indonesia
KLIMAKS #1/2011
Hal. 13
BOKS Tolak plastik kresek, bawa tas belanja anda sendiri
Plastik kresek yang Anda terima di pasar atau supermarket mungkin hanya terpakai selama beberapa menit, lalu berakhir menjadi pelapis tempat sampah. Masalahnya, plastik kresek baru bisa terurai selama 500 – 1000 tahun! Belum lagi, menghambat saluran pembuangan (got atau sungai), menumpuk di tempat pembuangan akhir, dan akan membunuh burung, ikan, mamalia kecil, atau penyu ketika tertelan atau tersangkut di anggota tubuh mereka. Lagipula, proses produk dan bila dibakar akan berkontribusi pada gas rumah kaca.
KLIMAKS #1/2011
Sumber: BBC. KONSEP: Gouri Mirpuri. DESAIN: Cindy Saja.
Hal. 14
AGENDA September 2011
7
...
Pemantauan dan evaluasi (monitoring & evaluation) Climate Witness Lombok & pengarusutamaan adaptasi di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat Pedoman bergambar REDD+ terbit Peluncuran Modul Adaptasi Perubahan Iklim dan Pengurangan Resiko Bencana
APYA (Asia Pacific Youth Assembly) bekerja sama dengan LSPR (London School of Public Relations) dan KOPHI (Koalisi Pemuda Hijau Indonesia), Jakarta 12 - 23 Pelatihan Pengawasan dan Penghitungan Karbon untuk Komunitas, Kutai Barat, Kalimantan Timur 14 - 15 Rapat Evaluasi Earth Hour 2011 (ditindaklanjuti dengan in-depth interview & survey internal) 20 Hari Nol Emisi 22 Hari Tanpa Kendaraan Bermotor 26-28 Lokakarya Desain Manajemen Kolaboratif untuk Taman Nasional Tesso Nilo, Riau 27 Forest Indonesia Conference: Alternative Futures to Meet Demands for Food, Fibre, and REDD+, diadakan oleh CIFOR 27 - 29 Pelatihan Adaptasi untuk staf WWF-Indonesia
November 2011
Oktober 2011
5 9 11
1 - 8 3 12 17 22 24
Lokakarya Perencanaan Program Kehutanan, Kutai Barat, Kalimantan Timur Hari Habitat Internasional Hari Pengurangan Bencana Alam Internasional Hari Penghapusan Kemiskinan Internasional Hari Penanaman Internasional Hari Aksi Perubahan Iklim Dunia
KLIMAKS #1/2011
... ...
5 21 28 28 ...
Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional Hari Pohon Internasional Hari pertama UNFCCC COP Durban, Afrika Selatan Hari Menanam Pohon Nasional Living Planet Magazine edisi Perubahan Iklim terbit
December 2011
Hari Tanah Internasional Hari terakhir UNFCCC COP Durban, Afrika Selatan Hari Gunung Internasional
Hal. 15
PUBLIKASI THE ENERGY REPORT 100% renewable energy by 2050! Tahun 2012 dideklarasikan oleh Sekjen PBB Ban Ki-Moon sebagai International Year of Sustainable Energy for All. Secara umum, pencanangan ini bertujuan: (1) menjamin akses energi modern secara merata – hampir seluruh kebutuhan energi dipenuhi melalui tenaga listrik, (2) meningkatkan efisiensi penggunaan energi global sebesar 40%, dan (3) meningkatkan penggunaan energi terbarukan global dari 20% menjadi 30%. Awal tahun 2011, WWF meluncurkan laporan dengan skenario yang mendukung pencanangan tersebut, namun lebih provokatif. WWF menyerukan: tahun 2050, seluruh kebutuhan energi dunia dapat dipenuhi dari sumber energi terbarukan – ya, artinya tanpa bahan bakar berdasar minyak bumi, gas alam, batubara, apalagi nuklir! Untuk mencapainya, tentu diperlukan transformasi pola penggunaan energi dan gaya hidup hemat energi. Energi listrik akan menjadi tumpuan untuk pemenuhan keperluan energi kita di rumah, kantor, dan transportasi darat, kecuali untuk keperluan penerbangan dan transportasi laut yang bertumpu pada bahan bakar nabati (biofuel). The Energy Report http://wwf.panda.org/what_we_do/footprint/climate_carbon_energy/energy_ solutions/renewable_energy/sustainable_energy_report/
KLIMAKS #1/2011
Untuk diskusi lebih lanjut, silahkan menghubungi: NYOMAN ISWARAYOGA;
[email protected]
Hal. 16
Publikasi
IPCC Renewable Energy Sources and Climate Change Mitigation (SREN) Menyusul terbitnya laporan WWF, Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) merilis laporan khusus bertajuk “Renewable Energy Sources And Climate Change Mitigation (SREN)” yang menunjukkan potensi pertumbuhan energi terbarukan rendah biaya – salah satu pilar pencapaian target menjaga kenaikan suhu global bumi di bawah 2 derajat Celcius. Penurunan emisi GRK global sudah harus dimulai tahun 2015 dan hanya mungkin dengan revolusi kebijakan untuk pemanfaatan energi terbarukan di banyak negara. Kedua laporan ini memberikan dasar transformasi kebijakan dalam negeri yang lebih pro-energi terbarukan. Hanya saja masih diperlukan penterjemahan konteks dari skenario yang dipaparkan ke dalam kondisi sektor energi di Indonesia sebelum melakukan advokasi perubahan kebijakan dalam negeri. IPCC Special Report http://srren.ipcc-wg3.de/
KLIMAKS #1/2011
Hal. 17
Publikasi
Jalan Terbaik Masyarakat dalam Menghadapi Perubahan Iklim: Perspektif Islam dalam Adaptasi Perubahan Iklim WWF Indonesia & Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim – Nahdlatul Ulama (LPBI NU); November 2010 Bagi kebanyakan masyarakat Indonesia, agama berperan sangat penting dalam mempengaruhi perilaku pribadi seseorang. Apa yang diajarkan oleh agama akan didengar dan berusaha diterapkan dalam kehidupannya. Buku ini memberikan penjelasan ilmiah mengenai perubahan iklim dan dampak-dampaknya terhadap kehidupan. Pembahasan selanjutnya adalah bagaimana agama Islam memandang perubahan iklim, mengaitkan dengan ayat-ayat suci Al Quran dan haditz Nabi Muhammad SAW. Masyarakat Islam sebagai khalifah Allah di Bumi diharapkan menyikapi perubahan iklim dengan beradaptasi. Adaptasi merupakan langkah-langkah antisipatif untuk mengurangi dampak buruk perubahan iklim bagi kehidupan manusia. Untuk diskusi lebih lanjut, silahkan menghubungi: CHRISANDINI;
[email protected]
KLIMAKS #1/2011
Hal. 18
TENTANG PROGRAM IKLIM DAN ENERGI K EDITORIAL LIMAKS Penanggung jawab: Nyoman Iswarayoga Pemimpin redaksi: Paramita Mentari Kesuma Redaktur pelaksana: Verena Puspawardani Kreatif: Chrisandini Editor: Indra Sari Wardhani Penulis: Tim Program Iklim dan Energi Sekretaris Redaksi: Karina Lestiarsi
KLIMAKS #1/2011
www.wwf.or.id/climate
Menyadari potensi yang dapat dikembangkan Indonesia untuk menanggulangi pemanasan global dan dampaknya, mulai tahun 2001 WWF-Indonesia membuka Program Iklim dan Energi (Climate and Energy Programme) yang memfokuskan kegiatannya pada mencari solusi dan mendesain skenario pengurangan emisi yang berkontribusi signifikan terhadap penurunan laju pemanasan global, melalui tiga alternatif: 1. Alternatif peralihan dari bahan bakar fosil menuju efisiensi energi (konservasi energi/ energy conservation) dan sumber energi berkelanjutan (sustainable energy) 2. Alternatif pengembangan strategi adaptasi bagi keanekaragaman hayati dan manusia dalam meminimalisi ancaman-ancaman lain di luar Perubahan Iklim sehingga kerusakan dan kepunahan dapat dihambat 3. Alternatif pengembangan mekanisme insentif untuk usaha pengurangan emisi dari sektor kehutanan. Saat ini WWF-Indonesia memiliki tim yang menangani Program Iklim dan Energi: 1. Nyoman Iswarayoga;
[email protected], Climate & Energy Programme Director 2. Karina Lestiarsi;
[email protected], Climate & Energy Program Administrator 3. Verena Puspawardani;
[email protected], Campaign Coordinator 4. Iwan Wibisono;
[email protected], Forest & Climate Policy Coordinator 5. Zulfira Warta;
[email protected], REDD+ Project Coordinator 6. Arif Budiman;
[email protected], Carbon Baseline Specialist 7. Hultera;
[email protected], Carbon Baseline Junior Specialist 8. Chrisandini;
[email protected], Adaptation Officer 9. Indra Sari Wardhani;
[email protected], Sustainable Energy Officer 10. Paramita Mentari Kesuma;
[email protected], Sustainable Energy & Earth Hour Officer
Hal. 19
Tentang WWF-Indonesia
KONTAK KAMI Yayasan WWF Indonesia
Gedung Graha Simatupang Tower 2 Unit C Jalan LetJen TB Simatupang Kav 38 Jakarta Selatan 12540 Indonesia www.wwf.or.id Telp : +62-21-782 9426 – 29 Fax : +62-21-782 9462
WWF adalah organisasi konservasi yang didirikan tahun 1961 dengan jaringan aktif di lebih dari 100 negara dan didukung 5 juta suporter. Bekerja di Indonesia sejak 1962 dan menjadi Yayasan WWF Indonesia pada April 1998. Kini, WWF-Indonesia bergiat di lebih dari 25 wilayah kerja di 17 provinsi dengan pendekatan programatik: 1.) Program Hutan, Spesies, dan Air Tawar; 2.) Program Laut dan Spesies; 3.) Program Iklim dan Energi. Visi WWF-Indonesia adalah “Pelestarian keanekaragaman hayati Indonesia untuk kesejahteraan generasi sekarang dan di masa mendatang”. Misi WWF-Indonesia adalah menyelamatkan keanekaragaman hayati dan mengurangi dampak ekologis aktivitas manusia melalui: 1.) Mempromosikan etika konservasi yang kuat, kesadartahuan dan upaya-upaya konservasi di kalangan masyarakat Indonesia; 2.) Memfasilitasi upaya multi-pihak untuk perlindungan keanekaragaman hayati dan proses-proses ekologis pada skala ekoregion; 3.) Melakukan advokasi kebijakan, hukum dan penegakan hukum yang mendukung konservasi, dan; 4.) Menggalakkan konservasi untuk kesejahteraan manusia, melalui pemanfaatan sumberdaya alam secara berkelanjutan.
Printing this publication is NOT recommended.
KLIMAKS #1/2011
Hal. 20