MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 79/PUU-IX/2011 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 39 TAHUN 2008 TENTANG KEMENTERIAN NEGARA (PASAL 10) TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 ACARA MENDENGARKAN KETERANGAN PEMERINTAH, DPR, DAN SAKSI/AHLI DARI PEMOHON DAN PEMERINTAH (V)
JAKARTA SELASA, 24 JANUARI 2012
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG
PERKARA NOMOR 79/PUU-IX/2011 PERIHAL
Pengujian Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Pasal 10) terhadap Undang-Undang Dasar negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1. Adi Warman (Ketua GN-PK Pusat) 2. TB. Imamudin (Sekretaris Jenderal GN-PK Pusat) ACARA Mendengarkan Keterangan Pemerintah, DPR, dan Saksi/Ahli Dari Pemohon dan Pemerintah (V) Selasa, 24 Januari 2012, Pukul 10.59 – 12.48 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI. Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8)
Moh. Mahfud MD. Achmad Sodiki Harjono Muhammad Alim M. Akil Mochtar Hamdan Zoelva Ahmad Fadlil Sumadi Anwar Usman
Ida Ria Tambunan
(Ketua) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti
i
Pihak yang Hadir: A. Pemohon: 1. Adi Warman
(Ketua GN-PK Pusat)
B. Kuasa Hukum Pemohon: 1. M. Arifsyah Matondang 2. Rizky Nugraha 3. Nur Aliem Halvaima C. Ahli Dari Pemohon: 1. Margarito Kamis D. Pemerintah: 1. Azwar Abubakar (Menteri Pemberdayaan Aparatur negara dan Reformasi Birokrasi) 2. Amir Syamsudin (Menteri Hukum dan HAM) 3. Mualimin Abdi (Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia) 4. M. Yuliana Ashari 5. Eric (Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia) 6. Radita Aji (Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia) 7. Rini Widyantini (Kementrian Pemberdayaan Aparatur negara dan Reformasi Birokrasi) 8. Ismadi Ananda (Deputi Bidang Kelembagaan Kementerian Menpan dan Reformasi Birokrasi) 9. Saptamurti (Deputi Perundang-Undangan dari Kementerian Sekretaris negara) 10. Wahyudi Adam (Direktur Jenderal Peraturan Perundang-Undangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia) 11. Gatot S. 12. Luqman Rahmadi 13. Suwardi 14. Sadam Budi E. Ahli Dari Mahkamah Konstitusi: 1. Agun Gunandjar Sudarsa F. DPR:
1. Ahmad Yani
ii
SIDANG DIBUKA PUKUL 10.59 WIB
1.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Sidang Mahkamah Konstitusi untuk pemeriksaan judicial review dalam perkara Nomor 79/PUU-IX/2011, untuk mendengarkan keterangan atau tanggapan Pemerintah, mendengar jawaban-jawaban dari Ahli dan dari DPR dalam perkara ini, dinyatakan dibuka dan terbuka untuk umum.
KETUK PALU 3X Pemohon, silakan, siapa yang hadir? 2.
KUASA HUKUM PEMOHON: M. ARIFSYAH MATONDANG Bismillahirrahmaanirrahiim, assalamualaikum wr. wb. Terima kasih, Yang Mulia. Kami yang hadir, pertama di samping kanan saya, selaku Prinsipal, Bapak Adiwarman, S.H., M.H., M.B.A, selaku Ketua Gerakan Nasional Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sebelah kanan saya, ujung, tim lawyer yaitu Pak Nur Aliem Halvaima, sebelah kiri saya, Rizky Nugraha, dan saya sendiri, M. Arifsyah Matondang. Terima kasih, Yang Mulia.
3.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Pemerintah?
4.
PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Terima kasih, Yang Mulia. Assalamualaikum wr. wb. Selamat pagi, salam sejahtera buat kita semua. Izin, Yang Mulia. Pemerintah sesuai dengan arahan dan permintaan Yang Mulia pada persidangan yang lalu untuk menghadirkan tiga menteri, Pemerintah hari ini menghadirkan dua orang menteri sebagaimana yang sudah di hadapan Yang Mulia. Saya akan perkenalkan Yang Mulia, dari yang sebelah kanan ada Pak Wahyudi Adam, beliau Direktur Jenderal Peraturan Perundang-Undangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Kemudian, di sebelahnya Pak Amir Syamsudin, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Kemudian di sebelahnya lagi, Pak Azwar Abubakar, Menpan dan Reformasi Birokrasi. Kemudian di sebelahnya lagi ada Pak Ismadi Ananda, beliau adalah Deputi Bidang Kelembagaan Kementerian Menpan dan Reformasi Birokrasi. Dan yang sebelahnya lagi, Pak Saptamurti, Deputi PerundangUndangan dari Kementerian Sekretaris negara. Kemudian, saya sendiri, Mualimin Abdi dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Kemudian di belakang, Yang Mulia, ada kawan-kawan dari Kementerian Menpan dan Reformasi Birokrasi. Kemudian, ada Kementerian Pertahanan, dan kemudian ada dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Kemudian, Yang Mulia, jika diizinkan, pada persidangan yang akan datang, Pemerintah juga berencana akan menghadirkan ahli. Kiranya nanti surat … melalui surat yang akan kami kirimkan bahwa Pemerintah akan
1
menghadirkan beberapa ahli yang kiranya akan dibuka atau diizinkan dibuka pada persidangan-persidangan berikutnya. Kemudian, Yang Mulia, setelah ini bahwa keterangan Pemerintah akan secara lengkap akan dibacakan oleh Bapak Amir Syamsuddin selaku Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Terima kasih, Yang Mulia. 5.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Baik, dari DPR?
6.
DPR: AHMAD YANI Terima kasih, Yang Mulia. Bismillahirrahmaanirrahiim, assalamualaikum wr. wb. Selamat pagi, salam sejahtera bagi kita semua. Kebetulan dari DPR, saya sendiri, Yang Mulia, kawan-kawan yang lain lagi banyak … ada pembahasan RUU dan Komisi III lebih banyak melakukan sidak-sidak di daerah.
7.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Baik, terima kasih. Di depan kita, di tengah-tengah kita juga hadir dua ahli yang kemarin sudah hadir memberikan keterangan berdasar keahlian dan/atau pengalamannya, yang pertama Pak Agun Gunandjar (mantan Ketua Pansus Undang-Undang tentang Kementerian negara) ini, dan yang kedua, Pakar Hukum Tata negara dari Universitas Ternate … Ternate Pak, ya? Bapak DR. Margarito Kamis. Ada lagi Bapak Yusril tapi tidak hadir, sehingga kita nanti bisa dengar. Kemarin, Pemerintah sudah menyampaikan opening statement dan hari ini kita akan mendengarkan yang lebih lengkap lagi dari sekadar opening. Tetapi sebelum itu karena DPR belum menyampaikan keterangannya terkait dengan ini dan hari ini hadir, maka kita beri kesempatan pertama, Pak DR. Ahmad Yani untuk menyampaikan keterangannya secara resmi. Kalau bisa, pokok-pokok saja, Pak. Silakan, Pak.
8.
DPR: AHMAD YANI Bismillahirrahmaanirrahiim. Keterangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia atas permohonan pengujian materiil Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara terhadap Undang-Undang Dasar negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam perkara Nomor 79/PUUIX/2011. Kami langsung saja ke pokok persoalannya, Majelis Yang Mulia. Ketua dan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Yang Mulia bahwa pembentukan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana disebut dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Alinea Keempat bertujuan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Atas dasar hal itu, tentu penyelenggaraan negara mempunyai peran yang penting dalam mewujudkan tujuan negara tersebut. Oleh karena itu, sejak proklamasi kemerdekaan negara Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus tahun 1945, Pemerintah negara Republik 2
Indonesia telah bertekad untuk menjalankan pemerintahan negara ke arah tujuan yang dicita-citakan. Bahwa sesuai amanat konstitusi, tentunya Pemerintah negara Indonesia dalam menyelenggarakan fungsi pemerintahan untuk memajukan tujuan negara tersebut, haruslah berlandaskan pada konstitusi dan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku. Mengingat negara Indonesia adalah negara hukum, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa Pemerintah … bahwa menurut Pasal 4 Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang menyarankan kekuasaan pemerintahan adalah presiden. Hal ini mencerminkan prinsip constitusional government. Dalam menjalankan kekuasaan pemerintahan, presiden dibantu oleh menteri-menteri negara yang diangkat dan diberhentikan oleh presiden. Menteri-menteri negara tersebut membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan yang pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian diatur dalam undang-undang, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 UndangUndang Dasar Tahun 1945. Pasal 17 Undang-Undang Dasar Tahun 1945 ini menegaskan bahwa kekuasaan presiden tidak tak terbatas karena hanya dikehendaki setiap pembentukan perubahan dan pembubaran kementerian negara harus berdasarkan undang-undang. Termasuk juga dalam hal pengangkatan wakil menteri. c. Bahwa berdasarkan amanat Pasal 17 ayat (4) Undang-Undang Dasar negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah dibentuk Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara yang mengatur pembentukan, pengubahan, dan pembubaran Kementerian negara. Termasuk juga dalam hal pengangkatan wakil menteri. Pengaturan pengangkatan wakil menteri dalam Undang-Undang Kementerian Negara adalah dalam rangka untuk membantu tugas pokok dan fungsi Kementerian Negara dalam menjalankan urusan pemerintahan yang salah satunya adalah urusan pemerintahan dalam rangka penajaman, koordinasi, dan sinkronisasi program pemerintah. Oleh karena itu, diangkatnya wakil menteri diharapkan dapat mendukung menteri dalam memimpin Kementerian negara, menyelenggarakan urusan tertentu dalam pemerintahan guna mencapai tujuan negara, sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Urusan tertentu dalam pemerintahan yang merupakan bidang tugas dari menteri sebagaimana diatur Pasal 4 Undang-Undang Kementerian Negara, yaitu urusan pemerintahan yang nomenklatur kementeriannya secara tegas disebutkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Urusan pemerintahan yang ruang lingkupnya disebutkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan urusan pemerintahan dalam rangka penajaman, koordinasi, dan sinkronisasi program pemerintah. Selanjutnya, urusan tertentu dalam pemerintah tersebut diurai lagi yang masing-masing urusan pemerintah memiliki ruang lingkup sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 5 UndangUndang Kementerian Negara. d. Bahwa mengingat luasnya urusan pemerintah sebagaimana dimaksud Pasal 5 Undang-Undang a quo, maka setiap urusan pemerintah tidak harus dibentuk dalam satu kementerian tersendiri, sebagaimana yang dimaksud Pasal 6 Undang-Undang a quo. Atas dasar ketentuan tersebut diperlukan wakil menteri untuk membantu wakil menteri dalam menjalankan urusan pemerintahan yang begitu luas pada kementriannya. Bahwa selain itu juga, pengangkatan wakil menteri diatur dalam Pasal 10 Undang-Undang a quo pada kementerian tertentu didasari pertimbangan, dalam hal terdapat beban 3
kerja yang membutuhkan penangganan secara khusus, sehingga wakil menteri tersebut diharapkan dapat membantu kelancaran pelaksanaan tugas pokok dan fungsi kementerian dalam menjalankan urusan pemerintahan pada kementeriannya. Ketua, Majelis … Ketua dan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang mulia. Bahwa selain pandangan secara konstitusional dan yuridis tersebut dipandang perlu melihat latar belakang dalam Pasal 10 dan penjelasan Undang-Undang a quo dalam risalah rapat pembahasan RUU tentang Kementerian negara. Yaitu; e. 1. Laporan tim perumus dalam sinkronisasi RUU tentang Kementerian Negara kepada panja RUU tentang Kementerian negara, hari Rabu tanggal 15 Oktober Tahun 2008, yang menyebutkan rincian kesepakatan yang dapat dicapai dalam tim perumus dan tim sinkronisasi, sebagai berikut. Pasal 9 ayat (1), mengatur mengenai susunan organisasi kementerian yang menangani urusan terkait dengan Pasal 5 ayat (1), yaitu urusan dalam negeri, urusan luar negeri, dan pertahanan. Tim perumus mengusulkan untuk ditambah pasal baru, Pasal 10 yang mengatur bahwa presiden dapat mengangkat wakil menteri pada kementeriannya yang menangani urusan tertentu. Hal tersebut mengingat fakta yang ada pada saat ini telah diangkatnya wakil menteri luar negeri. Sedangkan untuk ke depan diharapkan tidak hanya di kementerian luar negeri, tetapi pada kementerian tertentu. Terdapat beban kerja yang membutuhkan pada penanganan secara khusus dan dianggap tepat untuk dapat diangkat seorang wakil menteri. Laporan ketua panja dalam Rapat Kerja Panitia Khusus RUU Kementerian negara, hari Kamis, tanggal 16 Oktober 2008. panja dapat menerima usulan tim perumus untuk ditambah pasal baru, Pasal 10 yang mengatur bahwa presiden dapat mengangkat wakil menteri, pada kementerian yang menangani urusan tertentu. Hal tersebut mengingat fakta yang ada pada saat ini telah diangkat wakil menteri luar negeri, sedangkan untuk ke depan diharapkan tidak hanya pada kementerian luar negeri, tetapi pada kementerian yang menangani urusan tertentu yang dianggap tepat untuk diangkat sebagai seorang wakil menteri. Adapun rumusan Pasal 10 adalah sebagai berikut. Pasal 10, “Dalam hal terdapat beban kerja yang membutuhkan penangganan secara khusus, presiden dapat mengangkat wakil menteri pada kementerian tertentu. Ini disepakati.” Dr. Abdul Ghofur, “Yang pertama. Tapi sebelum diskors ini, ada satu pasal yang mungkin sudah disetujui, tapi saya mau angkat saja masalah wakil menteri ini. Kita sudah punya pengalaman, menteri luar negeri sudah punya wakil. Yang saya pertanyakan itu, status dia apa? Kabinet minister atau bukan? Itu saja. Karena ada penjelasan yang cukup jelas, saya angkat saja supaya tolong jadi perhatian karena kita punya wakil menteri luar negeri, sekarang ini bukan kabinet minister. Dia dilantik oleh Menlu, padahal di sini berbunyi. “…dalam hal terdapat beban kerja yang membutuhkan penanganan secara khusus, presiden dapat mengangkat wakil menteri pada kementerian tertentu,” di pasal penjelasan, Pasal 10 cukup jelas. Itu nanti bagaimana itu praktiknya? Wakil menteri luar negeri yang sekarang ini bukan kabinet minister, dia dilantik oleh Pak Hasan kok. Itu saja Ketua, saya cuma mengingatkan saja kok karena supaya jangan rancu dia. Pak Hatta, saya ingat malam itu, Pak Hatta angkat dan wakil menterinya dan saya setuju, tapi tolong statusnya diperjelas betul, ini kabinet minister atau bukan karena wakil menteri is not cabinet minister. Tidak dilantik oleh presiden, dilantik oleh Menlu 4
padahal di sini diangkat oleh presiden, jadi jangan rancu, ini undang-undang, itu saja. Saya ingatkan betul, ini karena saya pengalaman, wakil dulu menteri muda, dulu menteri muda kabinet minister, kami hadir dalam sidang-sidang kabinet, dilantik oleh presiden tapi ini dilantik oleh menteri, wakil menteri luar negeri yang sudah ada.” Terima kasih, Pak. Ketua rapat Dr. Agus … Drs. Agun Gunandjar Sudarsa, “Ya, saya rasa kita tidak berarti, Pak, ghofur ingin merubah yang ada tetapi bisa menerima, namun hanya himbauan, harapan agar kiranya pemerintah dalam mengambil kebijakan sesuai dengan aturan ini, memberikan posisi-posisi yang jelas, sehingga publik juga tidak … lalu menimbulkan penafsiran dan saya pikir aturan ini sudah cukup jelas, sudah cukup bahwa presiden dapat mengangkat wakil menteri.” Pemerintah, Pak Hatta Rajasa, “Terima kasih pimpinan. Yang Terhormat Bapak Ghofur, terima kasih atas pandangannya. Yang ingin kami sampaikan bahwa Wakil Menlu kalau kita mengambil sekarang, contoh Wakil Menlu (wakil menteri luar negeri) itu adalah bukan kabinet minister, bukan anggota kabinet, oleh sebab itu Wakil Menlu disebut … dilantik oleh Menlu. Beliau adalah pejabat eselon I. Nah, oleh sebab itu tentu yang kita maksud di dalam ini bukanlah anggota kabinet karena anggota kabinet kita ada 34. Kalau wakilnya anggota kabinet pasti ada akan melampaui jumlah 34 itu. Dan ini memang sebagaimana juga kita di dalam…, ini juga disebutkan sangat selektif. Kepada departemen-departemen atau kementerian yang memang dirasakan memerlukan jabatan seorang wakil menteri yang lebih banyak bersifat ke dalam. Saya kira itu penjelasan dari pemerintah, sekian terima kasih.” (suara tidak terdengar jelas) tiga. Drs. Husin Komaidi, “Yang Pasal 10 tadi, yang dari Pak Ghofur, jadi saya kira sependapat dan bagus sekali, tapi supaya tidak rancu nanti kalau pemahaman kita tidak bias, apa yang dijelaskan oleh Pak Hatta Rajasa tadi, saya kira perlu dimasukkan di penjelasan, jadi wakil menteri ini adalah bukan anggota kabinet karena terus terang Pak Agun, saya tadinya membayangkan wakil menteri itu umpamanya kalau di Departemen Dalam Negeri itu rasanya volume kerjanya agraria, volume kerjanya otonomi daerah, ini mungkin memerlukan wakil menteri tapi tidak anggota kabinet, gitu lho, jadi secara tegas bukan anggota kabinet. Kalau menurut penjelasan itu atau apa yang disampaikan oleh Pak Hatta Rajasa, jadi masukkan saja di dalam penjelasan pimpinan.” Ketua rapat Dr. Agus Gunanjar Sudarsa, “…karena memang semangatnya sebetulnya sama, Pak karena dalam perdebatan kita pun, kita sudah dibatasi oleh menteri 34 itu. Jadi bukan lalu membuat organisasi itu menjadi semakin menambah gemuk lagi, namanya bukan reformasi, tapi saya setuju kalau memang ini dianggap membutuhkan di dalam penjelasan, setuju, masuk di dalam penjelasan, setuju ya. Pasal 10 diberi penjelasan seperti tadi apa yang sudah dijelaskan oleh Pak menteri.” Ketua panja, Pak Permadi, “panja dapat menerima usulan tim perumus Pasal 10 yang mengatur bahwa presiden dapat mengangkat pada kementerian yang menangani urusan tertentu, hal tersebut mengingat fakta yang ada pada saat ini diangkat wakil menteri luar negeri, sedangkan untuk ke depan diharapkan tidak hanya pada kementerian luar negeri tapi pada kementerian tertentu yang dianggap tepat untuk dapat diangkat seorang wakil menteri. Ada pun rumusan Pasal 10 adalah sebagai berikut. Dalam hal terdapat beban kerja yang membutuhkan penanganan secara khusus, presiden dapat mengangkat wakil menteri pada kementerian tertentu. Ini telah disepakati, selanjutnya di akhir laporan panja ini, izinkan kami untuk memohon kiranya forum Raker 5
Pansus ini dapat mengambil keputusan menyetujui atas empat pasal tersebut di atas, yaitu Pasal 10, dan Pasal 19, serta Pasal 22 dan Pasal 24.” Ketua rapat Drs. Agus Gunanjar Sudarsa, “Demikian kita telah samasama mendengarkan laporan Ketua panja berkenaan dengan apa yang sudah dikerjakan, maka selanjutnya pada kesempatan ini ada beberapa hal sesuai dengan laporan panja yang masih meminta persetujuan rapat kerja ini untuk diputuskan, yaitu yang berkenaan dengan Pasal 4, yaitu Pasal 10, Pasal 19, Pasal 22, dan Pasal 24. Untuk itu kami menawarkan terlebih dahulu kepada forum yang terhormat untuk melanjutkan apa yang sudah disampaikan oleh panja ini. Kami mengusulkan agar kiranya pasal-pasal yang sudah memang bulat, tidak ada lagi problem, kami usulkan untuk diambil keputusan dulu. Lalu setelah itu kita masuk kepada 4 hal yang akan kita bicarakan kembali bila disetujui. Selanjutnya ketua rapat, kita bisa lihat di dalam draft rancangan yang sudah dikerjakan oleh panja, sebetulnya dari Pasal 10 ini, ini di halaman 5, di dalam draft rancangan undang-undang kita ini, ini sebetulnya tidak ada permasalahan pihak DPR juga sudah setuju, pihak pemerintah juga sudah setuju, hanya proses pengambilan keputusan, memang ini sesuatu yang baru tidak bisa di dalam konteks forum panja, tapi forum rapat kerja inilah yang mengesahkan karena ini substansi yang baru dimana rumusannya dalam hal ini terdapat beban kerja yang membutuhkan penanganan secara khusus, presiden dapat mengangkat wakil menteri pada kementerian tertentu. Artinya posisi pengangkatan wakil menteri ini menjadi hak sepenuhnya kepada presiden dan kementerian, apa saja yang membutuhkan wakil. Tentunya presiden yang mengetahui beban-beban kerja itu, saya rasa ini tidak ada masalah, bisa kita ketuk palu.” Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Yang Mulia. DPR juga mengutip penjelasan Dr. Agun Gunarsa yang juga ditugaskan oleh DPR tim kuasa DPR untuk mewakili dalam penyampaian keterangan Sidang Mahkamah Konstitusi pada hari Kamis. Saya kira tidak saya perlu kutip karena kemarin sudah dijelaskan oleh Bapak Agun Gunarsa. Ketua dan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Yang Mulia bahwa benar Undang-Undang Dasar Tahun 1945 tidak mengatur mengenai kedudukan wakil menteri sebagaimana pembantu presiden dalam menjalankan, menyelenggarakan pemerintahan. Undang-Undang Dasar Tahun 1945 merupakan hukum dasar tertulis yang hanya membuat hal-hal pokok atau membuat aturan-aturan yang bersifat umum. Sedangkan untuk hal-hal yang lebih khusus, konstitusi mengamanatkan untuk diatur lebih lanjut dalam undang-undang. Atas dasar ini, Pasal 17 ayat (4) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 mengamanatkan untuk membentuk undang-undang yang mengatur mengenai Kementerian negara. Sehingga dengan demikian … meskipun dalam UndangUndang Dasar 1945 tidak diatur mengenai kedudukan wakil menteri, hal tersebut tidaklah berarti tidak terdapat larangan untuk mengatur mengenai keberadaan wakil menteri yang bersifat tentatif. Artinya, wakil menteri hanya dapat diangkat oleh presiden dalam hal terdapat beban kerja yang membutuhkan penanganan secara khusus. Bahwa legal policy pembentukkan undang-undang membuat ketentuan mengenai keberadaan wakil menteri yang bersifat tentatif sebagaimana diatur Pasal 10 Kementerian Negara dimaksud agar tercipta penyelenggaraan urusan tertentu dalam pemerintahan negara yang berjalan efektif, efesien, berdaya guna, dan berhasil guna. Sehingga diharapkan dapat meningkatkan efektifitas pelaksanaan tugas pokok dan fungsi di beberapa kementerian yang membutuhkan penanganan secara 6
khusus, yang pada akhirnya dapat menjamin terwujudnya tujuan dan sasaran tertentu yang hendak dicapai oleh suatu kementerian dalam rangka mewujudkan tujuan negara sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Di bawah DPR tidak sependapat dengan dalil Pemohon yang beranggapan bahwa penjelasan Pasal 10 a quo telah menutup hak konstitusional setiap warga negara, termasuk Pemohon. Dikarenakan wakil menteri adalah pejabat karir. Terhadap dalil Pemohon tersebut DPR berpandangan bahwa pengaturan persyaratan untuk jabatan tertentu adalah merupakan hal yang sangat diperlukan, agar pemegang jabatan tersebut benar-benar memenuhi kualifikasi untuk jabatan tersebut. Pengangkatan wakil menteri dari pejabat karir karena kedudukkan wakil menteri adalah bukan anggota kabinet. Kedudukan menteri yang memang merupakan anggota kabinet, dalam hal ini pejabat karir yang dimaksud adalah pejabat karir pegawai negeri sipil yang memiliki kompetensi dan memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu untuk menduduki jabatan tertentu dan diangkat oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pejabat karir adalah pejabat yang menduduki jabatan karir yang hanya diduduki oleh pegawai negeri sipil setelah memenuhi persyaratan-persyaratan yang ditentukan sebagaimana diatur oleh Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang PokokPokok Kepegawaian. Bahwa jabatan karir hanya di dapat, diduduki oleh pegawai negeri sipil sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 karena pegawai negeri berkedudukan sebagai unsur aparatur negara yang bertugas … yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara professional, jujur, adil, dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintah dan pembangunan, sehingga pegawai negeri harus netral dari pengaruh semua golongan dan partai politik, serta tidak diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Pembatasan jabatan karir ini hanya bagi pegawai negeri sipil, tidak berarti hal ini menutup dan menghalang-halangi hak konstitusional setiap warga negara, termasuk Pemohon dalam memperoleh kedudukan yang sama di dalam pemerintahan. Ketua dan Majelis Mahkamah Konstitusi Yang Mulia. Berdasarkan pandangan tersebut di atas, DPR memohon kepada Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Kosntitusi Republik Indonesia yang memeriksa, mengadili, dan memutus Permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dapat memberikan putusan sebagai berikut. 1. Menyatakan Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum atau legal standing dalam permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008, tentang Kementerian negara. 2. Menyatakan Pemohon Pengujian Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008, tentang Kementerian Negara ditolak. 3. Menyatakan Pasal 10 dan penjelasan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang kepentingan … tidak bertentangan dengan Pasal 17, Pasal 27 ayat (1), dan Pasal 28D ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. 4. Menyatakan Pasal 10 dan penjelasan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara tetap memiliki kekuatan hukum mengikat.
7
Demikian keterangan DPR kami sampaikan sebagai bahan pertimbangan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Yang Mulia untuk mengambil keputusan. Wabillahi taufik walhidayah, wassalamualaikum wr.wb. 9.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Terima kasih, Pak Yani yang telah mewakili DPR untuk memberi keterangan. Mohon naskah yang tertulis tadi supaya diserahkan ke petugas persidangan. Selanjutnya, kami undang Bapak Dr. Amir Syamsudin untuk menyampaikan keterangan lebih lengkap dari opening statement yang telah … pernah disampaikan oleh pemerintah. Silakan, Pak.
10.
MENTERI HUKUM DAN HAM: AMIR SYAMSUDIN Bismillahirohmanirohim. Assalamualaikum wr.wb. Keterangan Pemerintah atas permohonan pengujian Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara terhadap Undang-Undang Dasar negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kepada yang termohon … yang terhormat Yang Mulia Ketua dan anggota majelis hakim Mahkamah Konstitusi. Dengan hormat, yang bertanda tangan di bawah ini: 1. Nama : Amir Syamsudin (Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia), 2. Nama : Azwar Abubakar (Menteri Pendayagunaan Aparatur negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia), dan 3. Nama : Sudi Silalahi (Menteri Sekretaris negara Republik Indonesia). Dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama Presiden Republik Indonesia untuk mewakili pemerintah Republik Indonesia, perkenankanlah kami menyampaikan keterangan pemerintah Republik Indonesia baik lisan maupun tertulis yang merupakan satu kesatuan yang utuh dan tak terpisahkan atas permohonan pengujian, constitusional review, Ketentuan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian negara. Selanjutnya disebut Undang-Undang Kementerian Negara yang dimohonkan oleh Adi Warman, S.H., M.H., M.BA., dan H. TB. Ima … Imar … Imamudin, S.Pd., M.M., selaku Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal Gerakan Nasional Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (GN-PK) yang selanjutnya disebut sebagai Pemohon. Sesuai registrasi di Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Nomor 79/PUU-IX/2011 tanggal 17 November 2011 dengan perbaikan permohonan tanggal 4 Desember 2011. Selanjutnya perkenankanlah kami menyampaikan keterangan dan/atau tanggapan sebagai berikut. Kami tidak akan membacakan lagi pokok permohonan dan dalil dari Pemohon. Dan juga sebagian daripada tentang kedudukan hukum (legal standing) Pemohon juga kami tidak akan bacakan. Namun kami akan masuk langsung ke butir 10 daripada jawaban pemerintah. Jika mencermati seluruh uraian Pemohon, permohonan terutama yang terkait dengan kedudukan hukum yang diuraikan dari halaman 3 sampai dengan halaman 19 dari seluruh permohonan yang berjumlah 25 halaman. Dapat disimpulkan bahwa Pemohon telah menganggap dirinya sebagai badan hukum privat, yaitu Gerakan Nasional Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Yang antara lain memiliki peran untuk ikut aktif dalam mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi tanpa membedakan suku, agama, dan ras.
8
Dengan perkataan lain, aktivitas Pemohon sebagai badan hukum privat adalah dalam rangka ikut berperan sebagai wujud partisipasi masyarakat dalam rangka perbaikan … perbaikan informasi atau menindaklanjuti laporan kepada penegak hukum, polisi, jaksa, atau KPK atas dugaan adanya tindak pidana lainnya yang dianggap merugikan negara. Selanjutnya Pemohon dalam permohonannya juga menyatakan bahwa telah berperan aktif dalam bidang pemberantasan korupsi sebagaimana wujud partisipasi masyarakat. Dalam penyelenggaraan pemerintahan sebagaimana diamanatkan dalam Ketentuan Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan, “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.” Dan Pasal 28D ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan, “Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.” Pertanyaannya menurut pemerintah adalah apakah dengan berlakunya Ketentuan Pasal 10 Kementerian Negara beserta penjelasannya telah mengakibatkan hak konstitusional Pemohon sebagaimana didalilkan dalam permohonannya, khususnya terkait dengan hak Pemohon untuk berperan aktif sebagai wujud partisipasi masyarakat dalam rangka melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi dalam penyelenggaraan negara menjadi dirugikan, atau terganggu, atau setidak-tidaknya terhalang-halangi? Pertanyaan berikutnya, apakah ketentuan a quo telah merugikan, mengganggu, atau setidak-tidaknya menghalang-halangi hak konstitusional Pemohon untuk ikut serta dalam pemerintahan utamanya, hak Pemohon untuk dipilih menjadi wakil menteri oleh Presiden? Dari pertanyaan di atas menurut pemerintah, Pemohon ternyata tidak dapat menjelaskan secara rinci, jelas, dan tegas, apakalah … apakah telah timbul kerugian hak dan/atau kerugian konstitusional atas berlakunya ketentuan yang dimohonkan untuk diuji tersebut? Pemohon tidak dapat menyebutkan kerugian yang bersifat spesifik dan khusus, juga hubungan sebab dan akibat antara kerugian dan berlakunya undang-undang yang dimohonkan untuk diuji. Demikian pula Pemohon tidak dapat menjelaskan apabila Pemohon dikabul … apabila permohonan dikabulkan maka kerugian yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi sebagaimana yang ditentukan oleh Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Mahkamah Konstitusi dan berdasarkan putusan-putusan Mahkamah terdahulu, vide Putusan Nomor 006/PUU-III/2005 dan putusan Nomor 11/PUU-V/2007. Sebagai organisasi kemasyarakatan yang mempunyai maksud dan tujuan untuk melaksanakan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan negara, tidaklah tepat Pemohon mengajukan pengujian ketentuan undangundang a quo. Karena Undang-Undang Kementerian Negara bertujuan untuk mengatur kedudukan, tugas, fungsi, dan susunan organisasi Kementerian negara. Yang seharusnya dilakukan oleh Pemohon adalah mengawasi jalannya pemerintahan agar sesuai dengan asas-asas pemerintahan yang baik. Dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dalil Pemohon yang mengidentikkan kedudukan hukum dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 005/PUU-I/2003 mengenai Pengujian Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang penyiaran yang diajukan oleh Asosiasi Televisi Siaran Indonesia (ATVSI) dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) adalah tidak tepat karena pokok permohonan dan subjek Pemohon tidak mempunyai relevansi yang jelas. Hal ini dapat dilihat dari anggaran dasar Pemohon yang pada intinya ikut berperan dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Pemohon tidak bisa 9
begitu saja dengan leluasa bisa memasuki wilayah hukum struktur organisasi yang dibentuk pemerintah, apalagi dalam kerangka pelaksanaan organisasi yang merupakan kewenangan presiden. Selain itu, penunjukkan seorang wakil menteri merupakan hak presiden karena untuk menjadi wakil menteri tidak dibuka lowongan atau pendaftaran secara terbuka sebagaimana jabatan publik lainnya. Berdasarkan hal-hal di atas, pemerintah memohon kepada Mahkamah untuk menolak legal standing Pemohon. Walaupun banyak dalam putusan, legal standing tidak ketat. Namun untuk kali ini kiranya perlu dipertimbangkan lagi ada-tidaknya kerugian-kerugian konstitusional yang dialami Pemohon, baik yang aktual maupun potensial, agar forum yang mulia ini tidak dengan mudah dijadikan ajang untuk membatalkan undang-undang oleh Pemohon yang sesungguhnya tidak mengalami kerugian konstitusional apa-apa. Selanjutnya, penjelasan pemerintah terhadap materi yang dimohonkan oleh para Pemohon. Terhadap materi muatan ketentuan Pasal 10 UndangUndang Kementerian Negara yang dimohonkan untuk diuji oleh Pemohon tersebut di atas, pemerintah bersama ini memberikan tanggapan dan penjelasan sebagai berikut. Tidak semua jabatan publik atau jabatan negara disebut atau diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945. Tidak semua jabatan publik disebut dan diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945. Bahkan hanya sebagian kecil dari banyak jabatan publik atau jabatan negara yang diatur dalam Undang-Undang 1945. Tidak diatur atau disebutnya suatu jabatan publik dalam Undang-Undang 1945 tidak lantas menyebabkan jabatan dimaksud bertentangan dengan Undang-Undang 1945 bila diadakan. Terlebih bila dasar hukum untuk mengadakannya kuat. Daklam hal pengadaan jabatan wakil menteri, dasar hukumnya adalah undang-undang. Suatu produk peraturan yang secara hirarkis berada di bawah Undang-Undang Dasar dan ketetapan MPR. Bila ditarik ke level konstitusi adalah bukan suatu hal yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, bila presiden mengadakan jabatan wakil menteri karena Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut UndangUndang Dasar vide Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945. Apalagi kemudian dasar hukum keberadaan wakil menteri tersebut dikuatkan dengan Undang-Undang Kementerian Negara. Bahwa Undang-Undang Dasar 1945 memang tidak mengatur tentang kedudukan wakil menteri sebagai pembantu presiden dalam penyelenggaraan pemerintahan. Karena itu, sejak semula pembentuk undang-undang dalam hal ini DPR bersama presiden memposisikan wakil menteri berbeda dengan menteri. Perbedaan itu antara lain: a. Kedudukan dan pertanggungjawaban 1. Menteri di bawah dan bertanggung jawab kepada presiden 2. Wakil menteri di bawah dan bertanggung jawab kepada menteri b. Keanggotaan kabinet 1. Menteri merupakan anggota kabinet 2. Wakil menteri bukan merupakan anggota kabinet c. Hak dan fasilitas 1. Hak, keuangan, dan fasilitas menteri sebagai pejabat negara 2. Wakil menteri, hak keuangan dan fasilitas lainnya setingkat dengan jabatan struktural Esselon 1A.
10
Dari contoh di atas, tampak jelas bahwa menteri yang memimpin suatu kementerian dan membidangi tugas-tugas tertentu tidaklah sama dengan wakil menteri. Walaupun sama-sama ditunjuk dan dilantik oleh presiden. Sehingga walalupun ketentuan mengenai wakil menteri tidak diatur dalam UndangUndang Dasar 1945 bukan berarti bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 karena kewenangan dalam merumusakan pembentukkan dan pengubahan kementerian telah didelegasikan oleh Undang-Undang Dasar 1945 kepada pembentuk undang-undang. Sebagai contoh dalam Undang-Undang Dasar 1945 hanya mengatur mengenai gubernur, walikota, dan bupati. Tidak disebutkan adanya wakil gubernur, wakil walikota, dan wakil bupati. Namun tidak diaturnya wakil kepala daerah tersebut bukan berarti posisi wakil gubernur, wakil walikota, dan wakil bupati menjadi bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Adalah pilihan kebijakan, legal policy pembuat undang-undang untuk memutuskan perlu atau tidaknya suatu jabatan diadakan dan diatur dalam undang-undang meskipun jabatan tersebut tidak diatur di dalam konstitusi. Argumen Pemohon yang menyatakan bahwa hanya posisi atau jabatan yang disebut di dalam Undang-Undang Dasar 1945 sajalah yang sah dan sesuai dengan konstitusi adalah argumen yang keliru. Jika pun argumen itu benar, maka mayoritas jabatan atau posisi tentu menjadi tidak sah. Beberapa di antaranya misalnya, jaksa agung, kapolri, pimpinan KPK, dan lain-lain. Masih banyak lagi jabatan atau posisi yang tidak disebutkan di dalam konstitusi, namun tentu saja tetap sah dan sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945. Dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia, posisi wakil menteri pernah diadakan. Lagi pula di dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia posisi wakil menteri pernah diadakan, yaitu pada era Kabinet Presidensial pertama pasca Proklamasi Kemerderkaan 17 Agustus 1945 yaitu periode 2 September sampai 14 November 1945, yakni wakil menteri dalam negeri dan wakil menteri penerangan. Padahal kita tahu bahwa masa tersebut Undang-Undang Dasar 1945 masih digunakan karena Indonesia belum masuk pada era sistem pemerintahan parlementer pertama yang dipimpin oleh Perdana Menteri Sutan Syahrir. Demikian pula pada era sekarang, sebelum pengangkatan wakil menteri yang dipersoalkan Pemohon, jabatan wakil menteri pernah diadakan di beberapa kementerian atau dulu departemen. Misalnya, Wakil Menteri Luar Negeri, Wakil Menteri Pertanian, Wakil Menteri Pekerjaan Umum, Wakil Menteri Perhubungan, Wakil Menteri Perdagangan, dan Wakil Menteri Perindustrian. Tidak hanya di Indonesia, bahkan di banyak negara di dunia hingga sekarang pun adalah suatu hal yang normal serta mudah menjadi praktik ketatanegaraan umum, tidak bertentangan dengan konstitusi untuk memiliki jabatan wakil menteri. Sebagai contoh di banyak negara terdapat posisi Wakil Menteri Luar Negeri, Wakil Menteri Kehakiman, dan lain-lain. Pemohon tidak konsisten dalam membangun argumentasi, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Pemohon sendiri tidak konsisten dalam membangun argumentasi bertentangan dengan UndangUndang Dasar 1945. di satu sisi, Pemohon menyatakan bahwa jabatan wakil menteri bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 karena tidak diatur dalam Pasal 17 Undang-Undang Dasar 1945. Tetapi di sisi lain menyatakan bahwa jabatan wakil menteri yang diperuntukkan hanya kepada pejabat karir dengan status PNS telah menghilangkan hak konstitusional kader atau anggota Pemohon untuk dijadikan sebagai wakil menteri dan dengan sendirinya 11
menurut Pemohon hal ini bertentangan dengan prinsip kesetaraan dalam hukum dan pemerintahan sebagaimana diatur di dalam Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945. Timbul pertanyaan dari Pemerintah, apakah yang menjadi kehendak sesungguhnya Pemohon? Apakah menghapuskan jabatan wakil menteri, apakah menginginkan jabatan tersebut terbuka bagi siapa saja, termasuk mereka yang bukan PNS. Bila yang terakhir maksud dari Pemohon, yang harus dilakukan adalah memohonkan agar penjelasan Pasal 10 Undang-Undang Kementerian Negara dihapuskan, sehingga semua warga negara memiliki kesempatan menjadi wakil menteri, tidak eksklusif bagi pejabat karir yang berstatus PNS. Pemerintah sendiri berpendapat bahwa pembatasan jabatan wakil menteri hanya dari pejabat karir, sesungguhnya telah membatasi kewenangan presiden untuk menunjuk wakil menteri yang diinginkan. Namun karena hal itu tersebut telah diatur dalam undang-undang dan merupakan kesepakatan Pemerintah dengan DPR, Pemerintah tentu harus menjalankannya. Kendati demikian, Pemerintah sama sekali tidak berkeberatan bila norma yang tercantum dalam penjelasan Pasal 10 Undang-Undang Kementerian tersebut dibatalkan … terlebih dahulu dibatalkan, terlebih norma tersebut jelas tidak … tidak dalam, melainkan dalam penjelasan pasal. Mahkamah sendiri pernah membatalkan penjelasan undang-undang yang dinilai memunculkan norma baru, yakni dalam pengujian penjelasan Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang diajukan oleh Mayor Jenderal Purnawirawan Ferry Tinggogoy dan kawan-kawan. Putusan Mahkamah Nomor 005/PUU-II/2005 tanggal 22 Maret, penjelasan Pasal 59 ayat (1) yang memuat ketentuan bahwa hanya partai yang memperoleh kursi di DPR yang berhak mengajukan calon kepala daerah di … dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 karena norma tersebut tidak tercantum dalam Pasal 59 itu sendiri. Selain itu, pelarangan perumusan norma dalam penjelasan undangundang yang diatur dalam tampilan 2 mengenai teknik penyusunan peraturan perundang-undangan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Perundang-Undangan yakni dalam angka 177 berbunyi, “Penjelasan tidak dapat digunakan sebagai dasar hukum untuk membuat pengaturan lebih lanjut dan tidak boleh mencantumkan rumusan yang berisi norma.” Mohon maaf, Ketua Majelis yang … dan Anggota yang kami muliakan, yang kami bacakan tadi ada perlu kami lakukan koreksi dimana kalimat “…pemerintah sama sekali tidak keberatan bila norma yang tercantum dalam penjelasan Pasal 10 Undang-Undang Kementerian tersebut dibatalkan, terlebih norma tersebut jelas tidak, melainkan hanya penjelasan pasal ini…” mohon dianggap tidak ada. Terima kasih. Karena semuanya kami serahkan kepada Majelis … Ketua Majelis dan Anggota yang … Yang Mulia untuk mempertimbangkannya. Jabatan wakil menteri sebagai bagian dari upaya untuk mengefektifkan pemerintahan presidensial. Sejalan dengan posisi pemerintah, menurut Prof. … Prof. Dr. Rahman … Ramlan Surbakti, dkk., memiliki sejumlah political appointees (pejabat politik) yang ditunjuk dalam jumlah yang memadai adalah salah satu dari sekurang-kurangnya delapan kondisi bagi efektifnya pemerintahan presidensial. Tugas para pejabat politik yang ditunjuk tersebut tidak hanya menerjemahkan visi, misi, dan program yang sudah dijanjikan kepada rakyat melalui kampanye pemilu. Menjadi Rencana Undang-Undang 12
APBN dan Rencana Undang-Undang Non-APBN untuk diperjuangkan menjadi undang-undang di DPR, tapi juga untuk menerjemahkan undang-undang yang sudah disepakati dengan DPR menjadi kebijakan operasional untuk kemudian dilaksanakan oleh birokrasi. Di dalam buku Ramlan Surbakti, dkk., Merancang Sistem Politik Demokratis Menuju Pemerintahan Presidensial yang Efektif, 2011, hal. 16 – 19. Diadakannya jabatan wakil menteri menurut Pemerintah adalah upaya untuk lebih mengefektifkan pemerintahan presidensial, terutama dikaitkan dengan ber … dikait … terutama dikaitkan dengan berjalannya secara baik visi, misi, dan program yang telah dijanjikan presiden sewaktu kampanye pemilu dalam lingkup kementerian masing-masing, tentu saja melalui kerja sama dengan menteri yang bersangkutan. Secara tegas dapat dikatakan bahwa dalam sistem pemerintahan presidensial, politik presiden, wakil presiden adalah politik menteri, dan politik menteri menjadi keharusan politik wakil menteri. Secara teoritis tidak boleh … tidak boleh ada perbedaan atau pertentangan presiden, wakil presiden, menteri, dan wakil menteri. Seandainya pun Mahkamah berpandangan bahwa norma dan dalam penjelasan Pasal 10 Undang-Undang Kementerian tersebut konstitusional, Pemerintah, dalam hal ini presiden tidaklah salah menerapkan ketentuan tersebut dalam pengangkatan 20 wakil menteri yang dipersoalkan Pemohon karena sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang PokokPokok Kepegawaian, selanjutnya disebut Undang-Undang Kepegawaian. Presiden dapat mengangkat pejabat karir, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar insititusi yang bersangkutan, berdasarkan kemampuan profesionalnya. Terkait adanya titik tekan pengangkatan pejabat karir, baik pejabat struktural, maupun pejabat fungsional yang diangkat karena kemampuan profesionalnya. Penjelasan Umum angka 3 Undang-Undang Kepegawaian menyatakan, “Sebagai bagian dari pembinaan pegawai negeri, pembinaan pegawai negeri sipil perlu dilakukan dengan sebaik-baiknya, dengan berdasarkan pada perpaduan sistem prestasi kerja, dan sistem karir yang dititikberatkan pada sistem prestasi kerja.” Hal ini dimaksudkan untuk memberi peluang bagi pegawai negeri sipil yang berprestasi tinggi untuk meningkatkan kemampuannya secara profesional dan berkompeten … berkompetisi secara sehat. Terkait adanya titik tekan prestasi kerja, bukan hanya jenjang karir atau kepangkatan. Pasal 12 ayat (2) Undang-Undang Kepegawaian menyatakan, “Untuk mewujudkan penyelenggaraan tugas pemerintah dan pembangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diperlukan pegawai negeri sipil yang profesional, bertanggung jawab, jujur, dan adil melalui pembinaan yang dilaksanakan berdasarkan sistem prestasi kerja dan sistem karir yang dititikberatkan pada sistem prestasi kerja. Sedangkan terkait dengan pengisian jabatan karir, dimungkinkan diisi oleh PNS dari luar instansi, dalam hal ini Kementerian negara. Penjelasan Pasal 12 ayat (2) Undang-Undang Kepegawaian menyatakan, “Dengan sistem karir tertutup, dalam arti negara, maka dimungkinkan perpindahan pegawai negeri sipil dari departemen, lembaga, provinsi, kabupaten, kota yang satu ke departemen, lembaga, provinsi, kabupaten, kota yang lain atau sebaliknya, terutama untuk menduduki jabatan-jabatan yang bersifat manajerial.” Dalil jabatan wakil menteri memboroskan keuangan negara hanyalah asumsi semata dan bukan argumen konstitusional. Terhadap anggapan 13
Pemohon bahwa pengangkatan menteri akan menyebabkan pemborosan keuangan negara, menurut Pemerintah anggapan tersebut tidak tepat dan hanya berdasarkan asumsi semata karena presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan yang paling memahami kementerian-kementerian mana saja yang membutuhkan penanganan khusus, dan membutuhkan wakil menteri untuk membantu kementerian tertentu. Selain itu, dalil yang dikemukakan tersebut bukanlah argumen konstitusional, sehingga sudah sepatutnya bila diabaikan. Perlu tidaknya wakil menteri dalam satu kementerian adalah hak presiden untuk melakukan penilaian dan pengisian jabatan. Terhadap dalil Pemohon bahwa jabatan wakil menteri tidak ada dalam susunan organisasi kementerian. Perbaikan Pemohon Nomor 6 hal 21, menurut pemerintah hal ini disebabkan jabatan wakil menteri bukanlah pejabat struktural yang harus ada dalam suatu kementerian. Hal ini telah sejalan dengan ketentuan Pasal 10 Undang-Undang Kementerian Negara yang menyatakan, “Dalam hal terdapat beban kerja yang membutuhkan penanganan secara khusus presiden dapat mengangkat wakil menteri pada kementerian tertentu.” Sehingga terdapat beberapa kementerian yang tidak memiliki jabatan wakil menteri dan terdapat beberapa kementerian yang memiliki jabatan wakil menteri. Terhadap kementerian yang memiliki jabatan wakil menteri apa bila presiden merasa telah cukup ditangani oleh menteri saja maka jabatan wakil menteri dapat saja ditiadakan dan tidak perlu diisi kembali. Hal tersebut terpulang kembali kepada presiden untuk menilai perlu tidaknya menunjuk dan mengangkat kembali wakil menteri dalam suatu kementerian. Dalil bahwa wakil menteri menteri akan menyebabkan konflik kepentingan di organisasi kementerian sehingga berdampak buruk kepada pelayanan publik hanyalah asumsi semata dan juga bukan argumen konstitusional. Terhadap dalil Pemohon bahwa pengangkatan wakil menteri melahirkan konflik kepentingan di organisasi kementerian sebagaimana kita lihat di dalam perbaikan permohonan Nomor 8 hal 23. Menurut pemerintah, hal tersebut merupakan asumsi Pemohon yang tidak didasarkan pada fakta dan juga bukan merupakan argumen konstitusional. Kendati demikian pemerintah perlu menjelaskan bahwa peangkatan wakil menteri telah ditindaklanjuti dengan pengaturan pembagian tugas antara menteri dan wakil menteri dengan Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2011 tentang Perubahan ke-3 atas Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian negara. Dengan demikian, antara menteri dan wakil menteri telah terwujud koordinasi, integrasi dan sinergitas di dalam pelaksanaan tugas. Bahwa dalam permohonannya Pemohon juga mempertentangkan ketentuan Pasal 10 Undang-Undang Kementerian Negara dengan Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian negara. Menurut pemerintah hal ini tidak tepat diajukan kepada Mahkamah karena kewenangan Mahkamah berdasarkan Pasal 24C UndangUndang Dasar 1945 dan Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Mahkamah Konstitusi adalah menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945. Selain hal-hal tersebut di atas, menurut pemerintah permohonan Pemohon tidak jelas dan kabur obscuur libel dalam menunjukkan pertentangan ketentuan yang diuji dengan ketentuan Undang-Undang Dasar 1945. Selanjutnya penjelasan pemerintah tentang jabatan wakil menteri selain tanggapan langsung terhadap dalil-dalil Pemohon tersebut pemerintah merasa perlu memberikan penjelasan sebagai berikut.
14
1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut UndangUndang Dasar, menyelenggarakan pemerintahan dimaksud untuk mewujudkan tujuan negara sebagai mana diamanatkan di dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Tujuan negara adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan sosial. Sehingga untuk mewujudkan tujuan tersebut presiden mempunyai hak melekat atribut untuk mengatur pemerintahan. Dalam menjalankan kekuasaan pemerintahan, presiden dibantu oleh menteri-menteri negara yang diangkat dan diberhentikan oleh presiden yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan sebaimana ketentuan Pasal 17 Undang-Undang Dasar 1945. Pasal 17 Undang-Undang Dasar 1945 selain mengatur mengenai jabatan menteri, berikut kewenangan mengangkat dan fungsi menteri juga mengatur mengenai pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian yang diatur di dalam undang-undang sehingga dari segi sifatnya norma ini bersifat delegatif dan terbuka. Sifat delegatif dari ketentuan ini yakni mendelegasikan kepada pembentuk undang-undang untuk mengatur pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian di dalam undang-undang. Sifat terbuka dan kentuan ini adalah pertama pembentukan undangundang tidak bisa membatasi kewenangan presiden dalam mengangkat siapa yang menjadi menteri dan kapan kewenangan tersebut digunakan. Kedua, norma yang bersifat terbuka tersebut bermakna Undang-Undang Dasar 1945 menyediakan kewenangan kepada pembentukkan undang-undang untuk mengatur hal ikhwal yang tidak diatur secara limitative di dalam UndangUndang Dasar 1945. Menteri merupakan pembantu presiden yang memimpin kementerian, pengaturan lebih lanjut mengenai kedudukan, tugas, fungsi, dan susunan organisasi kementerian diatur Undang-Undang Kementerian Negara, salah satu ketentuan di dalam Undang-Undang Kementerian Negara adalah pengaturan mengenai wakil menteri yakni terdapat dalam Pasal 10 Undang-Undang Kementerian Negara yang selengkapnya mengatakan, menyatakan, “Dalam hal terdapat beban kerja yang membutuhkan penangan secara khusus, presiden dapat mengangkat wakil menteri pada kementerian tertentu.” Bahwa latar belakang filosofis mengenai pengaturan jabatan wakil menteri adalah dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas menteri untuk meningkatkan kinerja di kementerian yang pengangkatannya sepenuhnya menjadi hak presiden. Berdasarkan penjelasan tersebut maka pengaturan mengenai wakil menteri merupakan hak yang melekat pada presiden dalam hal presiden merasa terdapat beban kerja yang membutuhkan penanganan secara khusus dalam suatu kementerian, maka presiden dapat mengangkat wakil menteri secara umum. Tujuan pengangkatan wakil menteri antara lain: a. Dalam rangka kelancaran penyelenggaraan pemerintahan negara yang berdaya guna dan berhasil guna. b. Untuk lebih meningkatkan efektifitas pelaksanaan tugas pokok dan fungsi di beberapa kementerian yang membutuhkan penanganan secara khusus. c. Dalam rangka menjamin terwujudnya tujuan dan sasaran tertentu yang hendak dicapai oleh suatu kementerian.
15
Adapun matriks tugas tertentu yang membutuhkan penanganan khusus oleh wakil menteri berdasarkan kebijakan atau prioritas dari presiden akan dilampirkan. Pengaturan lebih lanjut mengenai tugas wakil menteri diatur dalam Pasal 69A, 69B, dan Pasal 69C. Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2011 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 47 tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara yang selengkapnya menyatakan; Pasal 69A, “Ruang lingkup bidang tugas wakil menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69A adalah: a. Membantu menteri dalam perumusan dan/atau pelaksanaan kebijakan kementerian, dan. b. Membantu menteri dalam mengkoordinasikan pencapaian kebijakan strategis, lintas unit organisasi eselon 1 di lingkungan kementerian.” Pasal 69B, “Rincian tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69A meliputi: a. Membantu menteri dalam proses pengambilan keputusan kementerian. b. Membantu menteri dalam melaksanakan program kerja dan kontrak kerja. c. Memberikan rekomendasi dan pertimbangan kepada menteri berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan fungsi kementerian. d. Melaksanakan pengendalian dan pemantauan pelaksanaan tugas dan fungsi di kementerian. e. Membantu menteri dalam penilaian dan penetapan pengisian jabatan di lingkungan kementerian. f. Melaksanakan pengendalian reformasi birokrasi di lingkungan kementerian. g. Mewakili menteri dalam … pada acara tertentu dan/atau memimpin rapat sesuai dengan penugasan menteri. h. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh menteri, dan. i. Dalam hal tertentu, wakil menteri melaksanakan tugas khusus yang diberikan langsung oleh presiden atau melalui menteri. “ Pasal 69C, “Bidang dan rincian tugas wakil menteri yang belum diatur dalam Pasa 69A, dan Pasal 69B, diatur lebih lanjut oleh masing-masing menteri yang bersangkutan.” Pengaturan lebih lanjut Pasal 69C Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2011 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara telah ditindaklanjuti oleh beberapa kementerian melalui peraturan menteri yang di ataranya: a. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 61/Permentan/OT.140/10/2010 tentang organisasi dan tata kerja kementerian pertanian. b. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM84 tahun 2011 tentang rincian tugas wakil menteri perhubungan. c. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 144/PMK.01/2010 tentang organisasi dan tata kerja kementerian keuangan. Berdasarkan penjelasan di atas, jelas bahwa wakil menteri bertugas untuk membantu menteri dan bertanggung jawab kepada menteri. Bahwa Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan Tugas dan Fungsi Kementerian Negara Serta Susunan Organisasi Tugas dan Fungsi Eselon 1 telah memasukan menteri sebagai unsur pimpinan dalam kementerian. Sebagai contoh, Pasal 118A yang berbunyi, “Dalam memimpin kementerian pertahanan, menteri pertahanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 ayat (2) dibantu oleh wakil menteri pertahanan sehingga wakil menteri dalam struktur kementerian termasuk dalam unsur pimpinan.” 16
Kesimpulan, berdasarkan penjelasan argumentasi tersebut di atas, Pemerintah memohon kepada Yang Mulia Ketua dan Anggota Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia yang memeriksa, memutus dan mengadili Permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara Terhadap Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 dapat kiranya memberi putusan sebagai berikut. 1. menerima keterangan pemerintah secara keseluruhan. 2. Menyatakan Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing). 3. menolak permohonan Pemohon seluruhnya atau setidak-tidaknya menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard). 4. Menyatakan ketentuan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang kementerian Negara tidak bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Atas perhatian Yang Mulia Ketua dan Anggota Majelis Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, kami mengucapkan terima kasih. Wabillahi taufik walhidayah wassalamualaikum wr. wb. Menteri Sekretaris Negara Republik Indonesia, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Reformasi Republik Indonesia. 11.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Terima kasih, Bapak. Cukup ya dari Menteri? Dari Pemerintah cukup ya? Cukup, baik. Saya persilakan Majelis Hakim kalau ada yang perlu pendalaman, sekaligus itu masih ada Ahli yang kemarin hadir, tolong ditanya pada hari ini. Juga tentu terhadap keterangan Pemerintah dan DPR tadi. Pak Akil Mochtar.
12.
HAKIM ANGGOTA: M. AKIL MOCHTAR Terima kasih, Ketua. Yang pertama kepada Ahli yang juga adalah Mantan Ketua Pansus Bapak Agun Gunandjar. Kalau kita mendengarkan, mencermati Memorie van Toelichting pembentukan Pasal 10 ini memang sejak semula ini adalah pasal yang prematur, dia tidak terdapat dalam naskah akademik, dia tidak termasuk pasal yang disosialisasikan kepada publik, sehingga munculnya pun ketika terjadi perdebatan pada bulan Juni ketika panja akan melaporkan ke pansus dan kemudian baru mendapat persetujuan pada bulan … tanggal 16 Oktober 2008. Itu dari sisi proses. Dari sisi peruntukkannya pun, jika kita melihat Pasal 10 ini memang sangat tidak jelas. Kenapa? Itu bisa dibuktikan, hal-hal yang normatif itu justru menjadi pasal penjelasan. Sementara di pasalnya sendiri, tidak memberikan sesuatu yang normatif, sehingga apa yang dipegang oleh pelaksana undang-undang, misalnya bahwa jabatan wakil menteri itu adalah pejabar karier itu justru penjelasan pasal, bukan perintahnya di dalam batang tubuh pasal itu. Sementara, sesuai dengan koridor ketentuan pembentukan peraturan perundang-undangan, norma itu memang tidak bisa menga … eh, penjelasan pasal itu tidak bisa sifatnya mengatur. Tetapi ini jelas, kalau kita mengacu kepada Pasal 10 ini. Argumentasi yang ketiga yang saya ingin sampaikan bahwa Pasal 10 ini sesuatu yang muncul tiba-tiba dan prematur. Kalau kita melihat Pasal 9 yang di 17
atas, itu tidak ada ruang sedikit pun di situ bagi posisi wakil menteri, dalam struktur-struktur kementerian. Mulai dari pemimpin, pembantu pemimpin, pelaksana tugas pokok, dan seterusnya. Secara materi memang kelihatan bahwa pasal ini overlapping dia dengan pasal yang di atas. Dan pasal ini menurut saya akan sulit menjadi sesuatu yang dilaksanakan kalau tidak ada penjelasan pasalnya. Demikian juga, justru sebenarnya dalam hal terdapat beban kerja yang membutuhkan penanganan secara khusus, seharusnya penanganan secara khusus itu harus diberikan penjelasan oleh undang-undang. Apa yang dimaksud dengan penjelasan secara khusus? Justru penjelasannya memberikan bahwa jabatan wakil menteri itu bukan anggota kabinet. Bahwa jabatan wakil menteri itu bukan … adalah pejabat karier, harusnya itu kan menjadi norma. Bisa misalnya Pasal 10 itu terdiri dari beberapa ayat, termasuk misalnya ketika kita membaca hal-hal yang berkaitan dengan Pasal Pengangkatan dan Pemberhentian. Di sini tidak sedikit pun menyinggung halhal yang berkaitan dengan jabatan wakil menteri, tapi menterinya justru diatur secara tegas, syaratnya, tata cara pemberhentiannya, tapi wakil menterinya tidak ada. Kalau sesuatu itu dipaksakan lahir, akhirnya lahirnya prematur, untung tidak cacat, kan begitu. Itu agak kurang … kurang … apa namanya … kurang bagus. Nah, justru kekeliruan … katakanlah saya tidak ingin mengatakan itu satu kekeliruan, katakanlah itu satu kelalaian legislasi, itu akhirnya memang menimbulkan soal. Akhirnya muncul perdebatan, apakah jabatan wakil menteri itu sesuatu yang sah atau yang sah atau tidak sah? Sah kalau kita melihat Pasal 10, tapi dengan beban kerja khusus. Tetapi ketika kita berbicara bahwa dia adalah pejabat karier, apakah wakil menteri itu menduduki jabatannya dia telah melalui panitia jabatan? Untuk jabatan Eselon IA yang diketuai oleh wakil presiden sebelum mereka menduduki jabatan itu. Apakah dia pejabat karier itu bisa diangkat misalnya karena itu menjadi prerogratif presiden yang golongannya belum cukup kepangkatannya, tapi karena itu hak prerogratif presiden, bisa dibuat keppresnya, eselonnya disamakan misalnya, walaupun masa kerjanya masih belum sampai misalnya. Itu ketidakpastianketidakpastian yang menimbulkan persoalan. Tetapi semuanya itu bisa dilakukan karena memang pasalnya tidak jelas. Belum lagi itu tadi yang ingin kita katakan. Kalau dihubungkan dengan Pasal 9, apakah wakil menteri itu unsur pimpinan? Tadi ada dijelaskan di dalam keppres, tetapi keppresnya … apa … inpres, atau perpres, atau karena penjelasan tertulis belum kita baca. Itu justru aturannya datang belakangan, menteri dan jabatannya sudah ada lebih dulu. Nah, itulah ketidakpastian-ketidakpastian yang bisa menimbulkan persoalan bagi kita dalam mengelola negara ini. Terlebih lagi kalau saya baca dari keterangan-keterangan Ketua Pansus bahwa Undang-Undang Kementerian Negara ini tujuannya kan dalam rangka pemerintahan yang menciptakan tata kelola yang efisien kan? Maka dibentuklah Undang-Undang Kementerian Negara ini. Dalam konteks yang saya uraikan tadi, pertanyaan saya adalah saya minta penjelasan Saudara, apakah memang Pasal 10 ini ya memang lahir dari kompromi, urgent dalam konteks kekinian dan pada saat undang-undang ini dibentuk. Karena sudah ada wakil menteri terlebih dahulu kan? Jadi itu ada … ada Wakil Menteri Luar Negeri, lalu baru ada undang-undang ini, gitu lho. Nah, oleh karena ada wakil menteri, lalu diberikanlah Pasal 10, tetapi Pasal 10-nya tidak lengkap, asal njeplak saja gitu lho. Sayangnya harusnya 18
diatur untuk bisa diangkat sebagai wakil menteri, misalnya di dalam undangundang … karena pejabat karier, misalnya pejabat harus Eselon IA atau dari lingkungan departemen yang bersangkutan, misalnya. Karena penjelasan Saudara Ketua Pansus kemarin adalah untuk memberikan kesempatan birokrasi dari departemen yang bersangkutan. Saya ingin penegasan sekali lagi, apakah betul seperti itu? Itu kepada Pak Agun. Kemudian kepada Pak Margarito. Pengangkatan menteri berdasarkan otoritas Pasal 17 Undang-Undang Dasar 1945, itu memang sepenuhnya menjadi kewenangan presiden yang kemudian syarat-syaratnya diatur di dalam Undang-Undang Kementerian Negara itu (…) 13.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Pak Akil, agak dipersingkat (…)
14.
HAKIM ANGGOTA: M. AKIL MOCHTAR Ya baik, Pak.
15.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Ini banyak yang mau tanya.
16.
HAKIM ANGGOTA: M. AKIL MOCHTAR Ya baik, Pak. Lalu, dari pandangan Bapak sebagai Ahli Tata Negara. Sesuatu yang tidak diotorisasikan, misalnya di dalam Pasal 10 itu dalam mengisi jabatan karier, apakah itu bisa dilakukan pelantikan langsung oleh presiden atau dia didelegasikan? Dalam konteks jabatan karier, seperti itu. Itu saja, Pak. Terima kasih.
17.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Terima kasih. Jadi dua-duanya kepada Ahli ya, Pak … Pak Hamdan juga? Silakan Pak Hamdan. Ini mau … yang barisan kiri ini mau tanya semuanya. Yang kanan tidak? Oh, ada lagi satu. Silakan.
18.
HAKIM ANGGOTA: HAMDAN ZOELVA Yang pertama, saya mau bertanya kepada Ahli dulu, Pak Margarito. Memang dalam pembahasan Perubahan Undang-Undang Dasar seperti apa yang disampaikan oleh Ahli kemarin, tidak ada menyinggung masalah wakil menteri. Yang dibahas secara panjang lebar adalah mengenai apakah pengangkatan menteri itu memerlukan persetujuan presiden, ataukah memerlukan … eh … pertu … persetujuan DPR, ataukah memerlukan pertimbangan DPR antara pertimbangan dan persetujuan? Ataukah hanya kementerian tertentu yang diperlukan pertimbangan atau persetujuan presiden? Kemudian mengenai apakah istilahnya departemen yang memim … menteri yang memimpin departemen atau menteri yang nondepartemen, sehingga ditemukan istilah urusan tertentu itu? Yang ketiga mengenai pembentukan dan pembubaran kementerian. 19
Memang sama sekali tidak pernah dibicarakan mengenai wakil menteri dalam pembahasan Perubahan Undang-Undang Dasar. Nah, dalam kaitan dengan itu dari segi konstitusi, apakah sesuatu yang tidak pernah dibahas atau dibicarakan itu tidak boleh diadakan dalam pelaksanaan pemerintahan negara? Ataukah dengan sendirinya hal itu menjadi inkonstitusional? Karena dalam banyak hal juga metakonstitusi yang disampaikan oleh ahli kemarin tidak saja mengenai historical pembentukan atau original intent dari konstitusi, tetapi juga mengenai ke depan, ya. Ke depan dari konstitusi dan kebutuhan riil penyelenggaraan pemerintah negara. Apakah itu tidak diperbolehkan dalam kaitan dengan itu? Kemudian yang kedua, kepada Ketua Pansus kepada Pak Agun. Dalam Pasal 10 ada wakil menteri, tapi dalam struktur organisasi kementerian di Pasal 9, yang ada adalah hanya menteri, kemudian di bawahnya adalah sekretaris jenderal, kemudian ada dirjen atau deputi, dan seterusnya ada irjen. Nah, apakah pada saat itu memang sengaja tidak dimasukkan di posisi mana wakil menteri ini atau kelupaan untuk dibicarakan? Nah, kalau memang sengaja, alasannya apa yang muncul pada saat pembahasan pansus itu? Nah, demikian juga dalam perpres ini tidak ada. Saya … maaf saya tidak punya Perpres yang Nomor 91 di meja saya, tapi hanya perpres yang sebelumnya, 76, dan sebelumnya. Di situ juga tidak ada mengenai wakil menteri dalam struktur organisasi kementerian. Yang di situ ada pemimpin, pemimpin itu adalah menteri, kemudian ada pembantu pimpinan adalah sekjen. Kemudian ada pelaksana yang namanya dirjen, kemudian ada pengawas yang namanya irjen. Nah, kepada Pemerintah ini, diposisikan di mana? Apakah di pemimpin ataukah pembantu pimpinan? Nah, di dalam perpres itu jelas, yang membantu pimpinan itulah sekjen. Dilihat di pasal … Pasal 27, misalnya di … di perpres itu yang membantu pimpinan itu adalah sejken. Pimpinannya adalah menteri, lalu poisis mana dalam struktur ini? Nah, inilah miungkin … ini perlu penjelasan-penjelasan lebih lanjut biar tidak menimbulkan problem. Memang tadi dibacakan misalnya wakil menteri dalam Kementerian Pertahanan. Disebutkan di sana ada wakil menteri adalah dalam … masuk dalam pemimpin. Berarti ada dua pemimpin, di sana ada menteri dan ada wakil menteri. (Suara tidak terdengar jelas) ini jadi sedikit persoalan dan tolong diberikan penjelasan-penjelasan tambahan. Terima kasih. 19.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Silakan, Pak Hakim Harjono.
20.
HAKIM ANGGOTA: HARJONO Terima kasih, Pak Ketua. Beda dengan yang lain, saya tanya kepada DPR ini. DPR tadi sudah menyampaikan pendapatnya. Di dalam penyampaian pendapatnya, salah satu yang disampaikan adalah pertama untuk menolak legal standing, dua juga menolak permohonan. Tapi saya di sini juga berhadapan dengan … masih Anggota DPR Pak Agun. Yang kalau saya tangkap dari media massa itu, di luar keterangan di Mahkamah itu, menyarankan supaya wakil menteri itu diberhentikan. Ini samasama berhadapan dengan anggota DPR. Satu anggota DPR yang tidak di komisi ini, tapi anggota DPR yang lain.
20
Saya tanya saja ini yang mewakili DPR. Bagaimana pengambilan keputusan kalau sampai DPR itu hadir di dalam Persidangan Mahkamah Konstitusi, untuk sampai pada pendapat menolak permohonan, sampai pada pendapat menyatakan Pemohon tidak punya legal standing. Itu pengambilan keputusannya bagaimana? Apakah itu diberikan kepada siapa yang hadir di sini saja, terserah isinya? Ataukah itu diambil dalam satu proses pengambilan keputusan? Karena yang hadir di sini itu adalah DPR, ya DPR, bukan perorangan DPR. Ini saya ingin tahu saja bagaimana sampai pada setiap anggota DPR yang mewakili di sini menyatakan menolak atau menyatakan tidak mempunyai legal standing. Ini saya ingin tahu proses pengambilan keputusan, sehingga dibacakan di sini. Karena ketentuan Undang-Undang Dasar itu memberi keterangan. Ini saja, terima kasih. 21.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Hakim Muhammad Alim?
22.
HAKIM ANGGOTA: MUHAMMAD ALIM Terima kasih, Pak Ketua. Banyak yang saya mau bacakan kepada Ahli juga dan kaitannya juga dengan Pemerintah ini.
23.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Tapi disingkat saja, Pak, ya.
24.
HAKIM ANGGOTA: MUHAMMAD ALIM Insya Allah, Pak.
25.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Pointer saja.
26.
HAKIM ANGGOTA: MUHAMMAD ALIM Tadi wakil menteri itu dianggap sebagai jabatan karier. Lah kalau dia jabatan karier, berarti sama dengan Eselon I ya kan tadi itu? Lantas kalau dia jabatan karier, siapa yang memberikan DP3 terhadap dia? Wong dia bertanggung jawab kepada menteri, bukan bertanggung jawab kepada sekjen atau dirjen. Nah ini … ini satu masalah juga itu dari segi kepegawaian. Itu bisa menimbulkan kontroversi. Kedua, sebenarnya kalau me … seharusnya atau das sollen atau (suara tidak terdengar jelas), seharusnya itu para dirjen itulah yang lebih tahu dia punya tugas, wong dia sudah lama berkecimpung di situ. Kok ujuk-ujuk didatangkan orang lain yang belum … apakah dia yakin betul bahwa dia mempunyai keterampilan teknis di sana karena ini bukan jabatan politis, ini jabatan … jabatan karier. Sebetulnya, sebaiknya itu … apa itu … tidaklah dari kementerian yang bersangkutan dia (suara tidak terdengar jelas) ibaratnya. Ketiga, bagaimana seorang bawahan kalau dia menghadapi dua perintah yang kemungkinan “berbeda” antara perintah yang dikeluarkan oleh dirjen dengan perintah yang dikeluarkan oleh wakil menteri? Karena dia juga 21
kan jabatan karier ini maksudnya. Jadi, ini bisa membingungkan pegawai yang di … mendapat perintah itu. Ini ada merupakan kontroversi. Kontroversi lain yang saya lihat, kalau dia jabatan karier, mengapa presiden yang melantiknya? Bukan … bukan menteri saja yang melantiknya dan kemudian mengambil sumpahnya, misalnya. Itulah, Pak Ketua, terima kasih banyak. 27.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Baik. Masih ada lagi? Hakim Anwar Usman.
28.
HAKIM ANGGOTA: ANWAR USMAN Terima kasih, Pak Ketua. Saya hanya menyambung apa yang disampaikan oleh Bapak-Bapak Hakim terdahulu. Memang sudah jelas seperti apa yang disampaikan oleh … baik dari DPR maupun Pemerintah bahwa jabatan wakil menteri itu merupakan jabatan karier itu betul dan sesuai dengan peraturan presiden, tetapi masalahnya timbul tadi sudah dimulai oleh Pak Akil. Jabatan karier itu bisa di (suara tidak terdengar jelas) oleh pegawai negeri sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang Pokok Kepegawaian Nomor 8 Tahun 1974, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999, tadi Pak Menteri sudah sampaikan. Masalahnya kalau seorang pegawai negeri ya, artinya itu bebas dari pangkat, golongan berapa pun bisa diangkat oleh presiden untuk menduduki jabatan wakil menteri. Yang sebenarnya ya hal itu sudah ditegaskan melalui Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 melalui Pasal 70 ayat (3) ya bahwa pejabat karier sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah pegawai negeri yang telah menduduki jabatan struktural Eselon IA. Tetapi sayang, pasal ini telah dihapus ya melalui PP … Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2011, artinya tidak lagi menduduki jabatan struktural Eselon IA. Nah, kembali kepada jabatan karier, berarti harus tunduk pada UndangUndang Pokok Kepegawaian. Seorang pegawai negeri yang terdiri dari pegawai negeri sipil, termasuk TNI/Polri, itu usia pensiunnya sudah ditentukan sedemikian rupa. Misalnya PNS tanpa menduduki jabatan struktural tertentu, misalnya Eselon IA, dia akan pensiun pada usia 56. Kecuali pegawai negeri sipil yang menduduki jabatan fungsional, misalnya seperti peneliti, guru besar, dan sebagainya, termasuk jaksa. Lah lalu bagaimana seandainya wakil menteri ya diambil dari seorang pegawai negeri, baik dari PNS maupun TNI/Polri yang telah melewati usia pensiun sebagaimana yang diatur oleh Undang-Undang Pokok Kepegawaian maupun peraturan pemerintah terkait dengan kenaikan pangkat dan jabatan? Ya mohon penjelasan dari DPR dan Pemerintah. Terima kasih.
29.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Pak Fadlil tidak, ya? Pak in,i tidak. Baik, saya mulai dari Ahli dulu, baru nanti Pemerintah. Pak Agun. Pak, kita akan berhenti sidang jam 13.00, sehingga mungkin masing-masing 10 menit saja ya paling lama, sehingga nanti kami … kami jam 14.00 ada sidang lain. Silakan, Pak.
22
30.
AHLI DARI MAHKAMAH KONSTITUSI: AGUN GUNANDJAR SUDARSA Terima kasih Ketua dan Anggota Majelis Yang Mulia. Yang pertama kami mohon perkenan Ketua dan Anggota Majelis selesai persidangan ini kami akan menyampaikan keterangan tertulis tambahan atas pernyataan, pendapat, atau pertanyaan yang disampaikan oleh Saksi Ahli Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra dan Dr. Margarito, S.H. yang menggambarkan tentang konstitusionalitas daripada Undang-Undang Kementerian Negara, menggunakan kata UndangUndang Kementerian Negara seperti yang dimintakan, dikatakan ini inkonstitusional. Ini yang pertama. Yang kedua, Ketua dan Anggota Yang Mulia. Menjawab pertanyaan Yang Mulia Hakim Bapak Akil Mochtar, dan Bapak Hamdan Zoelva, dan Hakim Mahkamah Konstitusi lainnya. Dapat kami jelaskan sebagai berikut. Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Dalam pembicaraan di pansus, saya selaku Ketua Pansus menyatakan bahwa apa yang kami putuskan tersebut penuh dengan kesadaran, penuh dengan tanggung jawab, dan kami merasa tidak ada kesalahan, tidak ada kealpaan, kami penuh kesadaran bahwa itu kami rumuskan dengan cukup jelas. Dan ada landasan-landasan pemikiran yang juga di bahan tertulis ini kami sampaikan yang tidak mungkin kami bacakan, kenapa wakil menteri itu hadir. Tapi kami langsung menjawab apa yang disampaikan oleh Pak Akil. Pertanyaannya adalah apakah ini bukan sebuah kekeliruan, kelalaian? Tidak. Bukan kekeliruan, bukan juga kelalaian. Justru kami sadar bahwa perdebatan Pasal 10 ini dirancang bangun atas tujuan penguatan sistem pemerintahan presidensial, dimana jumlah kementerian itu dibatasi, jumlahnya maksimal 34. Kecenderungan di berbagai negara dengan reformasi birokrasi modern semakin ramping, kita berharap antarnegara dengan negara ketika berhadapan dengan urusan pemerintahan, itu orang dengan orang dalam satu kementerian yang sama. Sebagai contoh yang diungkapkan pada saat itu adalah Jepang, (suara tidak terdengar jelas). Sementara kita industri dan perdagangan berbeda. Menjadi tidak kompatibel antara seorang menteri harus berhadapan dengan dua menteri. Nah, ketika persoalan filosofis struktur yang begitu gemuk, fungsinya yang begitu rendah yang membuat pemborosan, kami mengubah struktur follow function, struktur semakin ramping, fungsinya semakin bertambah. Oleh karena itu, persoalan Pasal 10 ini adalah rumusannya dalam hal terdapat beban kerja yang membutuhkan penanganan secara khusus, presiden dapat, kami ulangi, presiden dapat. Ada kata dapat, mengangkat wakil menteri pada kementerian tertentu. Artinya, dalam hal manajemen pemerintahan yang diharapkan semakin efisien dan efektif itu, dengan merampingkan birokrasi, akan ada penambahan urusan-urusan apabila digabungkan, apabila dibubarkan karena urusan tidak bisa dihilangkan. Di sanalah dibutuhkan seorang wakil menteri. Nah, jabatan wakil menteri juga tidak mendadak sontak dirumuskan begitu saja. Kami mengatakan benar, dalam draf rancangan undang-undang, tidak ada. Yang ada dalam draf adalah adanya staf khusus pada suatu kementerian. Staf khusus itu justru dimaksudkan dalam rangka membantu menteri agar banyak tugas-tugas yang dikoordinasikan oleh para Eselon I, bisa semakin efisien, semakin empat ... eh, semakin ... semakin tepat. Jumlahnya pun kami usulkan berkisar sekitar kurang lebih lima orang, yang jabatan itu
23
juga dimungkinkan apakah itu orang birokrat atau orang politik. Masih sangat terbuka rumusannya pada saat itu. Namun dalam keputusan lobi pada tanggal 17 Juli tahun 2008, bertempat di kantor Sekretariat Negara, di Jalan Veteran No. 17, pukul 19.3022.30 karena pembentukan penanganan undang-undang ini mengalami bolakbalik kebuntuan, terlebih pada waktu zaman Bapak Yusril Ihza Mahendra karena seluruh rancangan yang kami ajukan itu minta semua dihapus, dia hanya meminta tentang pembentukan, penggabungan, dan pembubaran kementerian. Baru setelah terjadi penggantian, kita bisa lobi dan Bapak Presiden menugaskan tiga menteri. Yang dalam kesempatan pada saat itulah muncul gagasan pemikiran untuk hadirnya jabatan wakil menteri dan jabatan staf khusus ditiadakan. Nah, di situ timbul persoalan. Jadi, sebetulnya sumber recruitment untuk itu dari mana? Yang dalam lobi, Bapak Menpan Taufik Effendi menyatakan persoalan pengangkatan duta besar yang (suara tidak terdengar jelas) terlalu banyak dari para politisi. Padahal para diplomat, para ... itu berharap orang karier itu berakhir menjadi duta besar, bukan diisi oleh para politisi. Nah, artinya di sana menegaskan harapan itu diberikan kepada pegawai negeri sipil, para pejabat karier. Nah, kemudian selanjutnya panja dibentuk, bekerja dipimpin Bapak Permadi dan pada tanggal 16 Oktober, rapat kerja digelar. Gagasan pemikiran hasil panja yang dirumuskan dari tim perumus hasil lobi masuk ke Timus/Timsin, prosedur pengambilan keputusannya kami angkat karena tidak bisa kewenangan substansi diputuskan di tingkat panja. Itulah yang dilaporkan, ada 4 pasal seperti tadi yang disampaikan oleh pihak dewan menjelaskannya. Nah, pada saat itu, penjelasannya pun dikatakan cukup jelas. Argumen yang kami katakan dengan menggunakan cukup jelas karena berdasarkan Pasal 20 ayat (1), “Presiden memegang kekuasaan membentuk undangundang.” Pasal 5 ayat (2) jelas bahwa presiden berkewajiban menjalankan undang-undang itu dengan menerbitkan peraturan pemerintah. Artinya, cukup jelas itu adalah mendelegasikan kepada presiden, apakah bentuknya peraturan pemerintah atau yang di bawahnya berdasarkan peraturan presiden yang normanya mengatur tentang dalam hal terdapat beban kerja yang membutuhkan penanganan khusus? Presiden dapat. Jadi, kata-kata dapat itu kunci, bukan sesuatu yang wajib untuk diadakan. Oleh karena itu, syarat normanya adalah didapatkan beban kerja. Kementeriannya apa? Sepenuhnya hak presiden, didasarkan atas beban kerja. Nah, kami menyatakan itu cukup jelas karena biarlah norma itu menjadi kewenangannya presiden. DPR tidak perlu lagi ikut campur soal-soal seperti itu. Nah oleh karena itu, kembali atas pertanyaan Bapak Hamdan Zoelva, “Bagaimana kaitannya dengan susunan organisasi?” Kami pun dengan penuh kesadaran. Karena jabatan itu tidak menjadi sesuatu yang diwajibkan, gitu. Biarlah ranah itu diatur dalam Perpres. Yang dalam pemikiran kami, ya mungkin ini keliru atau mungkin ini dikatakan oleh Pak Akil, itu kewenangan Majelis untuk memberikan penilaian yang kami lakukan. Tapi pada saat itu kami berpikir bahwa sesungguhnya wakil menteri itu adalah unsur pimpinan yang memang bertanggung jawab kepada menteri. Yang pada saat rapat kerja pada tanggal 16, ada penjelasan dari Bapak Hatta Rajasa. Karena kami merumuskannya sudah cukup jelas biarlah itu kewenanganya presiden untuk mengatur lebih lanjut, sebagai unsur pimpinan karena tidak mungkin sebagai unsur pembantu. 24
Unsur pembantu itu, ya sekjen, unsur pelaksana itu para dirjen, unsur pengawas itu para irjen. Otomatis dia unsur pimpinan, tapi sengaja kita cantumkan dalam susunan organisasi, supaya tidak nampak. Kita niat merampingkan susunan organisasi itu, itulah ranahnya presiden. Jadi, Bapak Ketua dan Anggota Majelis yang kami muliakan. Berkenaan dengan pernyataan dari Bapak Alim, dengan Bapak Majelis Hakim Yang Mulia yang lainnya, termasuk juga yang terkait dengan yang disampaikan oleh Dr. Harjono, Yang Mulia. Kami ingin sampaikan di sini yang satu lagi, yang mungkin tidak muncul dalam pertanyaan. Tapi kami perlu menjelaskan kepada Bapak Ketua dan para Anggota Majelis Yang Mulia. Sebetulnya penjelasan kita juga tidak bisa diartikan itu jabatan karir. Penjelasannya jelas, kami bacakan, ”Bukan pejabat karir. Tapi, semata-mata sumber rekrutmen untuk mengisi jabatan wakil menteri tersebut.” Yang berbunyi, penjelasan Pasal 10 itu adalah … mohon maaf sebentar, Pak. Ya, “Yang dimaksud dengan wakil menteri adalah pejabat karir, dan bukan merupakan anggota kabinet.” Itu yang kami rumuskan dari apa yang disampaikan oleh Bapak Menpan waktu lobi oleh Bapak Hatta Rajasa waktu rapat kerja. Jadi, pejabat karir bukan jabatan karir. Artinya, wakil menteri adalah unsur pimpinan, namun sumber rekrutmennya adalah dari pejabat karir. Bahkan kami berpikir pada waktu itu, yang dimaksud dengan pejabat karir tentunya. Kalau buat kami yang di public administration sudah dimengerti, Pak yang dimaksud dengan pejabat karir itu. Golongan, kepangkatan, masa kerja, DP3, itulah karir. Tidak mungkin yang pangkatnya lebih rendah memimpin mengendalikan yang lebih tinggi di bawahnya. Saya kira demikian, Bapak Ketua, Anggota, Yang Mulia. Keterangan tertulis kami lampirkan, namun semuanya kami serahkan kepada Yang Mulia. 31.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Ya.
32.
AHLI DARI MAHKAMAH KONSTITUSI: AGUN GUNANDJAR SUDARSA Untuk proses permohonan ini. Assalamualaikum. wr. wb.
33.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Walaikumsalam wr. wb. Kami tunggu Bapak penjelasan tertulisnya yang merupakan kelengkapan. Pak Margarito?
34.
AHLI DARI PEMOHON: MARGARITO KAMIS Terima kasih, Yang Mulia. Assalamualaikum. wr. wb, dan selamat siang. Apakah suatu yang tidak diotorisasikan dalam Pasal 10 bisa dilakukan langsung oleh presiden? Saya berpendapat tidak bisa. Kalau … bukan kalau, kenyataanya adalah memang pejabat karir cara pengisiannya berbeda. Cara pengisiannya diusulkan oleh menteri kepada presiden. Bapak tadi juga mengatakan, di … di lingkungan kepresidenan ada panitia pe … ada panitia yang menilainya yang diketuai oleh wakil presiden, sekretarisnya Seskab. Setelah di … di … diteliti di situ, kalau memenuhi syarat baru diteruskan kepada presiden, diterbitkan SKnya, setelah itu diresmikan sendiri oleh menteri di … yang mengusulkan itu. Cara pengisian ini kan berbeda betul secara fundamental dengan cara pengisian 25
jabatan-jabatan menteri. Menteri diisi sendiri oleh presiden, direkrut sendiri oleh presiden, diresmikan sendiri oleh presiden. Beda betul jabatannya, dari segi Konstitusi. Dalam hubungannya ini pula saya ingin menambahkan, begini … ada yang luar biasa fundamental kelirunya dari segi konstitusional dalam undangundang ini, oleh karena sesuatu yang full prerogatif presiden, ya justru dibatasi dalam undang-undang ini. Siapa saja yang akan diangkat menjadi menteri? Kapan orang itu diberhentikan sebagai menteri? Sepenuhnya adalah kewenangan presiden. Siapa pun dia, dari mana pun dia, dalam hal apa pun dia, sepenuhnya kewenangan presiden. Tapi di undang-undang ini diatur, siapa saja, apa saja syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang untuk menjadi menteri. Kapan dia diberhentikan menjadi menteri, diatur di sini, sementara jabatan wakil menteri sama sekali tidak diatur padahal ini jabatan diciptakan berdasarkan kreasi kebijakan undang-undang yang dipegang oleh para pembentuk undangundang. Jadi, Yang Mulia Pak Hakim, saya berpendapat bahwa tidak bisa, dari segi konstitusi tidak bisa. Apakah sesuatu yang tidak dibahas … tidak diatur dalam Pasal 17 atau tidak dibahas ketika pasal ini dibahas di MPR tidak boleh diadakan? Saya berpendapat Yang Mulia, saya berpendapat begini, pasal ini kan tidak ujuk-ujuk lahir, perdebatannya begitu panjang, tahun 1999 diperdebatkan, tahun 2000 diperdebatkan, tahun 2001 diperdebatkan lagi. Tahun 2000 memang tidak berhasil mengubah lagi karena beberapa Anggota PAH pada waktu itu bilang, “Ini enggak masuk diakal, kita baru saja mengubah tahun 1999 kok tahun 2000 kita ubah lagi.” Karena itu ditinggalkan. Tapi perdebatan pada tahun 2000 itu memunculkan juga pandangan-pandangan, gagasangagasan mengenai kemungkinan penciptaan jabatan perdana menteri pada waktu itu, tapi kemudian itu di … dikesampingkan atau tidak disepakati untuk dibahas selanjutnya. Nah, saya percaya karena di sidang kemarin saya diinformasikan dan saya tahu Mahkamah ini memiliki buku yang merupakan record dari risalah-risalah perdebatan pada waktu itu. Saya tahu betul, saya yakin betul Bapak-Bapak tahu dan menemukan fakta juga bahwa dalam perdebatan pasal ini, Pasal 17 ini, khususnya ayat (3) dan ayat (4) juga muncul rujukkan mengenai kabinet 100 menteri. Khusus mengenai ayat (3) dan ayat (4), kenapa? Dari sini harus kita cek karena dari sinilah dasar termasuk kita akan memperoleh nalar apakah pembentukkan Pasal 10 Undang-Undang 39 Tahun 2008 secara konstitusional ternalar atau tidak? Pada waktu itu kalau dilihat konteksnya ada perdebatan mengenai … ada menteri dan ada menteri negara. Menteri jelas adalah yang memimpin departemen atau punya portofolio, sementara menteri negara tidak punya portofolio. Perdebatan ini panjang, salah satu Anggota PAH III … PAH I pada waktu itu Dr. Haryono, memaknainya bahwa kala itu memang ada kebutuhan untuk mengangkat seseorang menjadi menteri tetapi tidak tertampung struktur departemen atau struktur kabinet itu tidak memungkinkan, akhirnya dibikin kementerian negara tanpa portofolio, itu. Apa nalarnya? Nalarnya adalah ini sekedar menampung. Lalu dari situ kemudian muncul karena itu begini, supaya ini tertib kita mesti tentukan dulu urusan pemerintahan, urusan pemerintahan apakah yang akan diurus itu harus ditentukan dulu baru setelah itu dibentuk kementerian. Nah, kalau sudah dibentukkan kementerian tentu saja agar fungsional harus diangkat seseorang untuk menjadi pemimpin atau menjadi menterinya. Begitulah konteksnya. Jadi dari konteks itu tidak mungkin bisa dinalar bahwa perintah Pasal 17 itu adalah membentuk wakil menteri karena nalarnya bisa dicek. Kenapa jabatan wakil menteri negara itu dilarang dijadikan konteks dan dilarang dalam 26
perdebatan itu? Karena ya itu, mau angkat orang tidak ada tempat, ya sudah bikin, bikin tempatnya. Itu yang dilarang, dalam perdebatan juga pada waktu itu ditemukan betul yang kenapa pasal-pasal ini dibikin? Mencegah supaya presiden meminjam penegasan Prof. Jimmly yang menyampaikan gagasan awal Pasal 17 ayat (4) ini. Supaya presiden siapa pun orangnya kelak begitu itu kata Prof. Jimmly ketika menyampaikan gagasan ini, ayat (4) Pasal 17 ini, “Tidak sekehendaknya,” atau Dr. Pak Hatir Effendi, “Tidak sesuka-sukanya membentuk, mengubah, membubarkan kementerian.” Tidak sesuka-sukanya membentuk, mengubah atau menggabungkan.” Tidak sesuka-suka, sekali lagi, itu filsafatnya atau nalarnya, atau original intent-nya. Itu sebabnya saya berpendapat dalam kasus ini tidak bisa karena konteksnya, pesannya ‘clear’. Kan ini pasal kita perdebatkan. Saya percaya dan saya … karena sudah berulang-ulang, Yang Mulia. Majelis ini … Mahkamah ini melakukannya, saya percaya betul karena ini kita perdebatkan jalan keluarnya atau metodenya ini mesti kita cek perdebatannya untuk memperoleh jiwanya atau original intent-nya. Dan kalau itu dilakukan original intent-nya adalah tidak ada perintah sama sekali untuk membentuk Pasal 10 itu atau membentuk jabatan wakil menteri. Yang diperintahkan oleh Pasal 17 itu adalah membentuk undang-undang tentang pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian. Karena sekedar tambahan sedikit, waktu itu, bapak-bapak yang di MPR itu … baru saja mengalami … Gusdur membubarkan Kementerian Sosial. Gusdur baru saja membubarkan kementerian … Kementerian Penerangan. Sebelumnya, belum … dua tahun sebelumnya kalu tidak salah tahun 1999 … di 1997, Pak Harto kan bikin Kementerian Penerangan … urusan … Kementerian Negara Urusan Khusus yang usianya cuma tiga bulan. Lalu, Harmoko kemudian jadi Ketua DPR dan Ketua DPR/MPR, dan kementerian itu bubar. Ini semua yang menjadi konteks dari Pasal 17 karena itu, tidak ada … tidak mungkin diperoleh makna lain dari spirit ini. Kecuali, pasal ini memerintahkan atau mendelegasikan kepada pembentuk undang-undang untuk membentuk undang-undang tentang pembentukkan, pengubahan, dan pembubaran kementerian (…) 35.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Cukup?
36.
AHLI DARI PEMOHON: MARGARITO KAMIS Itu (…)
37.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Cukup Pak? Ya.
38.
AHLI DARI PEMOHON: MARGARITO KAMIS Baik. Terima kasih, Yang Mulia. Itu saja yang bisa saya sampaikan.
39.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Ya. Terima kasih.
27
40.
AHLI DARI PEMOHON: MARGARITO KAMIS Sekali lagi terima kasih.
41.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Selanjutnya DPR dulu. Ada yang apa … ingin dijawab DPR? Ya.
42.
DPR: AHMAD YANI Terima kasih, Majelis Yang Mulia. Atas tentunya pertanyaan yang spesifik, yang diajukan oleh Yang Mulia Dr. Harjono. Bagaimana metode perumusan dan pengambilan dalam memberikan keterangan antara anggota DPR yang mendapatkan … tentunya mandat atau kuasa yang diberikan? Menyimak dari Surat Keputusan DPR-RI Nomor 6, sesungguhnya Drs. Agun Gunandjar Sudarsa ini bagian juga dari kuasa hukum yang untuk menangani kasus ini. Dan kalau kita melihat dari apa yang … keterangan yang dilakukan oleh Pak Agun Gunandjar Sudarsa di dalam persidangan ini tidak ada hal yang bertentangan, sesungguhnya. Nah, kalau di media … saya tidak tahu, Pak. Saya tidak akan apa … mengutip media dan mempersoalkan media. Jadi, menurut kami ada … searah dan sejalan. Tapi memang catatan juga, sebagai catatan saja. Ini juga secara personal, ini kegelisahan saya juga Pak, tatkala mewakili DPR. Ada … kadang-kadang ketentuan peraturan perundang-undangan atau undang-undang itu secara personal. Pemohon itu sama, satu alur pikiran dengan saya. Tapi, ini juga melekat apa yang diamanatkan untuk membela seperti ini, ini menjadi … juga. Saya kira ini adalah tugas dan nanti kami dalam merumuskan Undang-Undang MD3 itu karena sesungguhnya menurut saya anggota DPR itu punya hak, baik secara sendiri-sendiri maupun sama-sama untuk mengeluarkan pendapatnya. Dia tidak terikat dalam koridor ini, bisa saja pada sewaktu-waktu bahwa DPR, saya atau yang lain itu sependapat dengan apa yang diajukan oleh Pemohon. Apalagi anggota DPR itu yang tidak terlibat juga dalam proses pembuatan peraturan perundang-undangan itu. Tapi ini tidak dirumuskan di dalam mekanisme dan tata tertib. Nah, saya kira ke depan ini memang akan dirumuskan lebih baik di dalam Undang-Undang MD3 yang sekarang lagi digodok, maupun di dalam tata tertib DPR. Sehingga, memang anggota dewan itu mempunyai kewenangan yang otonom juga untuk menyampaikan ide dan pendapatnya sebagaimana amanat konstitusi. Terima kasih.
43.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Terima kasih, Pak Yani. Dulu pernah ada anggota DPR sebelum jadi menteri (Pak Patrialis Akbar) menjadi … mewakili DPR di sini tetapi dia meminta agar permohonan Pemohon itu dikabulkan. Jadi, tidak sama yang dibaca dan yang diucapkan pada waktu itu. Ketika Undang-Undang MD3 ya, mengenai jabatan Ketua MPR dan apa … ya, harus dibagi rata dan sebagainya itu ya. Baik, saya silakan Pemerintah. Siapa yang mewakili, silakan Pak.
28
44.
PEMERINTAH: AZWAR ABUBAKAR (MENTERI APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI)
PEMBERDAYAAN
Terima kasih, Yang Mulia Majelis. Saya akan menjawab tiga pertanyaan secara singkat. Yang pertama, tentang kedudukan Wamen dalam susunan organisasi kementerian. Wamen adalah unsur pimpinan karena tugas dan fungsinya membantu menteri dalam memimpin kementerian tersebut, jelas itu. Yang ke dua, tentang batas usia pensiun. Sesuai dengan PP Nomor 44 Tahun 2011 perubahan ke tiga tentang PP Nomor 32 Tahun 2009. Pasal 4 ayat (2) huruf b, “Batas usia pensiun 62 tahun untuk jabatan wakil menteri.” Yang ke tiga, siapa yang berikan DP3? Karena menteri ditugaskan untuk membantu … eh, maaf. Karena wakil menteri ditugaskan untuk membantu menteri, maka DP3-nya diberikan oleh menteri yang bersangkutan. Terima kasih. 45.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Ada lagi? Pak Amir cukup? Cukup Bapak. Baik, saya kira cukup. Jadi sidang berikutnya dipersilakan tadi Pemerintah mau menghadirkan ahli itu dipersilakan. Mahkamah Konstitusi juga akan mengambil … memanggil ahli dan saksi sendiri, yaitu pertama, Prof. Saldi Isra. Itu akan kami undang sebagai saksi atau ahli yang dihadirkan oleh Mahkamah Konstitusi. Yang kedua, Prof. Sofyan Effendi, Ahli Birokrasi dari Universitas Gajah Mada, Mantan Rektor UGM, dan juga Mantan Kepala BKN (Badan Kepegawaian Negara). Kemudian Mahkamah Konstitusi akan memanggil Saksi yaitu, Prof. Dr. Anggito Abimanyu. Nah, silakan kalau ada lain boleh diajukan siapa saja, siapa saja. Kami tidak membatasi kriteria apapun, Pemohon boleh mengajukan, Pemerintah juga boleh mengajukan, siapa pun yang … akan memperkuat dalil masing-masing. Tapi yang tiga ini, ini diundang oleh MK karena menurut kami ini yang harus betulbetul objektif berada di tengah. Kalau yang diajukan oleh Pemohon memang harus mendukung Pemohon, yang diajukan oleh Pemerintah, harus mendukung Pemerintah. Nah, untuk itu Sidang akan dibuka kembali pada Selasa, 7 Februari tahun 2012, jam 14.00 WIB sampai selesai. Sidang hari ini dinyatakan ditutup. KETUK PALU 3 X SIDANG DITUTUP PUKUL 12.48 WIB Jakarta, 24 Januari 2012 Kepala Sub Bagian Pelayanan Risalah, t.t.d Paiyo NIP. 19601210 1985021001 Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
29