KEPUTUSAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 /K/I-XIII.2/8/2010 TENTANG TATA CARA SIDANG MAJELIS TUNTUTAN PERBENDAHARAAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
: a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 11 Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 07/K/I-XIII.2/9/2009 tentang Tata Kerja Majelis Tuntutan Perbendaharaan, perlu diatur lebih lanjut mengenai Tata Cara Sidang Majelis Tuntutan Perbendaharaan dengan Keputusan BPK; b. bahwa dengan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan tentang Tata Cara Sidang Majelis Tuntutan Perbendaharaan;
Mengingat
: 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4355); 2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4400); 3. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Tahun 2006 Nomor 4654); 4. Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 3 Tahun 2007 tentang Tata Cara Penyelesaian Ganti Kerugian Negara Terhadap Bendahara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 147); 5. Surat Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 31/SK/IVIII.3/8/2006 tanggal 31 Agustus 2006 tentang Tata Cara Pembentukan Peraturan, Keputusan, dan Naskah Dinas pada Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia;
6. Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 39/K/IVIII.3/7/2007 tanggal 13 Juli 2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pelaksana Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia; 7. Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 07/K/IXIII.2/9/2009 tanggal 2 September 2009 tentang Tata Kerja Majelis Tuntutan Perbendaharaan;
MEMUTUSKAN: Menetapkan
: KEPUTUSAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN TENTANG TATA CARA SIDANG MAJELIS TUNTUTAN PERBENDAHARAAN. BAB I PENDAHULUAN
Pasal 1 Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan: 1. Majelis Tuntutan Perbendaharaan, yang selanjutnya disebut Majelis, adalah lembaga yang dibentuk untuk melaksanakan wewenang BPK dalam menilai dan/atau menetapkan jumlah kerugian negara yang diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai yang dilakukan oleh Bendahara. 2. Sidang Majelis, yang selanjutnya disebut Sidang, adalah Sidang yang dilakukan oleh Majelis Tuntutan Perbendaharaan dalam rangka pelaksanaan kewenangan BPK dalam menilai dan/atau menetapkan jumlah kerugian negara yang diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai yang dilakukan oleh Bendahara. 3. Pengenaan Ganti Kerugian Negara terhadap Bendahara adalah proses penilaian, penetapan, dan pembebanan jumlah kerugian negara oleh Majelis yang diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai yang dilakukan oleh Bendahara. 4. Panitera adalah pembantu Majelis dalam pelaksanaan tugas administrasi dan minutasi justisial.
BAB II PESERTA SIDANG Pasal 2 (1) Peserta Sidang terdiri dari Ketua Majelis dan Anggota Majelis. (2) Sidang dipimpin oleh Ketua Majelis.
(3) Dalam hal Ketua Majelis berhalangan, Pimpinan Sidang dipilih berdasarkan kesepakatan para Majelis yang hadir. Pasal 3 Untuk kelancaran pelaksanaan Sidang dan administrasi justisial, Majelis dibantu oleh Panitera/Panitera Pengganti. Pasal 4 (1) Pelaksanaan Sidang didasarkan pada Undangan Sidang yang ditandatangani dan didistribusikan oleh Panitera paling lambat 5 (lima) hari sebelum pelaksanaan Sidang. (2) Anggota Majelis yang berhalangan memberitahukan ketidakhadirannya kepada Panitera. (3) Panitera memberitahukan kehadiran Anggota Majelis kepada Ketua Majelis/Pimpinan Sidang. Pasal 5 (1) Sidang dapat dinyatakan memenuhi kuorum oleh Ketua Majelis/Pimpinan Sidang apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya 5 (lima) Anggota Majelis. (2) Dalam hal peserta Sidang tidak memenuhi kuorum, Ketua Majelis/Pimpinan Sidang menyatakan Sidang ditunda sampai pelaksanaan Sidang yang akan datang.
BAB III AGENDA SIDANG Pasal 6 Agenda Sidang ditetapkan oleh Majelis berdasarkan masukan dan data kasus kerugian negara dari Panitera. Pasal 7 Agenda Sidang adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
pembukaan oleh Ketua Majelis/Pimpinan Sidang; pembacaan Agenda Sidang oleh Panitera; pemaparan Posisi Kasus Kerugian Negara oleh Panitera; pembahasan Kasus Kerugian Negara oleh Majelis; pengambilan Keputusan oleh Majelis; dan penutupan Sidang oleh Ketua Majelis/Pimpinan Sidang.
BAB IV MATERI SIDANG Pasal 8 (1) Materi Sidang disusun oleh Panitera. (2) Materi Sidang disampaikan kepada Majelis dalam jangka waktu paling lambat 5 (lima) hari sebelum pelaksanaan Sidang. (3) Materi Sidang dinyatakan dalam undangan. Pasal 9 Dalam hal terdapat kesalahan atau perbaikan materi Sidang, Panitera wajib menyampaikannya kepada Anggota Majelis paling lambat 1 (satu) hari sebelum pelaksanaan Sidang. Pasal 10 (1) Panitera wajib menyajikan materi Sidang secara jelas, ringkas dan mudah dipahami oleh Majelis. (2) Penyajian materi Sidang dapat menggunakan bantuan peralatan teknologi informasi.
BAB V PEMBUKAAN SIDANG Pasal 11 Pembukaan Sidang dilaksanakan oleh Ketua Majelis/Pimpinan Sidang, yaitu Ketua Majelis atau Anggota Majelis yang disepakati sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dan ayat (3). Pasal 12 Ketua Majelis/Pimpinan Sidang membuka Sidang dengan mengucapkan salam “Bismillahirrahmannirrahim” atau “Demi Nama Tuhan Yang Maha Esa”. Pasal 13 (1) Ketua Majelis/Pimpinan Sidang menyatakan kuorum Sidang berdasarkan kehadiran Anggota Majelis. (2) Dalam hal peserta Sidang telah memenuhi kuorum, Ketua Majelis/Pimpinan Sidang mengetuk palu sebanyak 1 (satu) kali dan menyatakan Sidang dapat dilanjutkan. (3) Dalam hal Sidang tidak memenuhi kuorum, Ketua Majelis/Pimpinan Sidang menyatakan Sidang tidak dapat dilanjutkan dan menunda pelaksanaan Sidang dengan mengetukkan palu sebanyak 2 (dua) kali, dengan ucapan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Keputusan ini.
Pasal 14 Dalam hal kuorum terpenuhi dan Sidang dilanjutkan, Ketua Majelis/Pimpinan Sidang membuka Sidang dan menyatakan Sidang bersifat tertutup, dengan ucapan sebagaimana tercantum dalam Lampiran II sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Keputusan ini.
BAB VI PEMBACAAN AGENDA SIDANG Pasal 15 Panitera membacakan Agenda Sidang setelah dipersilakan oleh Ketua Majelis/Pimpinan Sidang. Pasal 16 Dalam hal Pimpinan dan/atau Anggota Majelis menganggap Agenda Sidang yang dibacakan Panitera terdapat kesalahan dan/atau ketidakjelasan, maka: a. Anggota Majelis dapat meminta Ketua Majelis/Pimpinan Sidang memerintahkan Panitera untuk mengulangi, menjelaskan kembali atau memperbaiki agenda yang dibacakan; dan/atau b. Ketua Majelis/Pimpinan Sidang dapat meminta Panitera untuk mengulangi atau menjelaskan kembali agenda yang dibacakan. Pasal 17 Panitera mencatat perbaikan dan masukan Anggota Majelis ke dalam Risalah Sidang. Pasal 18 Dalam hal Agenda Sidang disepakati oleh Anggota Majelis, Sidang dilanjutkan.
BAB VII PEMAPARAN POSISI KASUS Pasal 19 Panitera memaparkan posisi kasus setelah dipersilakan oleh Ketua Majelis/Pimpinan Sidang. Pasal 20 (1) Panitera wajib memaparkan posisi kasus secara lengkap, runut dan jelas. (2) Pemaparan posisi kasus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menggunakan peralatan teknologi informasi.
Pasal 21 Materi yang perlu disampaikan Panitera kepada Sidang berkenaan dengan posisi kasus adalah: a. pokok kasus; b. dokumen pendukung kasus kerugian negara yang disampaikan; c. modus operandi, locus delicti dan tempus delicti; d. peraturan perundang-undangan yang terkait dengan posisi kasus; dan e. hal-hal yang dimintakan pertimbangan dan/atau penetapan oleh Majelis. Pasal 22 (1) Anggota Majelis dapat meminta Ketua Majelis/Pimpinan Sidang untuk mengoreksi, mengevaluasi dan meminta penjelasan tambahan pada saat pemaparan posisi kasus oleh Panitera. (2) Ketua Majelis/Pimpinan Sidang dapat mengoreksi, mengevaluasi, dan meminta penjelasan tambahan pada saat pemaparan posisi kasus oleh Panitera. (3) Panitera wajib memperhatikan permintaan Pimpinan dan Anggota Majelis. Pasal 23 (1) Setelah Panitera selesai memaparkan posisi kasus, Ketua Majelis/Pimpinan Sidang dapat menawarkan kepada Anggota Majelis untuk menanyakan dan meminta penjelasan lebih lanjut mengenai posisi kasus. (2) Panitera wajib memberikan tambahan penjelasan atau informasi kepada Pimpinan atau Anggota Majelis setelah diperintahkan Ketua Majelis/Pimpinan Sidang. Pasal 24 Apabila pemaparan posisi kasus telah dapat diterima oleh Ketua Majelis/Pimpinan Sidang dan Anggota Majelis, Sidang dapat dilanjutkan untuk agenda berikutnya.
BAB VIII PEMBAHASAN KASUS KERUGIAN NEGARA Pasal 25 Untuk mengawali pembahasan kasus kerugian negara, Ketua Majelis/Pimpinan Sidang dapat menegaskan kembali pokok-pokok posisi kasus yang telah dipaparkan oleh Panitera, khususnya berkenaan dengan hal yang dimintakan pertimbangan dan/atau penetapan kepada Majelis dan peraturan perundang-undangan yang menjadi bahan pertimbangan Majelis dalam pengambilan Keputusan. Pasal 26 (1) Pembahasan kasus kerugian negara dipimpin oleh Ketua Majelis/Pimpinan Sidang. (2) Setiap Anggota Majelis wajib memberikan pendapat untuk keperluan pertimbangan Majelis dalam mengambil Keputusan atas kasus kerugian negara.
(3) Ketua Majelis/Pimpinan Sidang dapat menggunakan mekanisme pembahasan kasus dengan cara menunjuk secara acak, secara berurutan atau menyerahkan langsung kepada setiap Anggota Majelis untuk memberikan pendapat atas kasus kerugian negara yang diajukan. Pasal 27 (1) Selama pembahasan kasus, Panitera tidak mempunyai hak untuk berbicara dan/atau berpendapat kecuali diminta Ketua Majelis/Pimpinan Sidang dan/atau Anggota Majelis untuk menjelaskan, memberikan tambahan informasi atau hal-hal lain yang diperintahkan Ketua Majelis/Pimpinan Sidang. (2) Anggota Majelis dapat meminta penjelasan, tambahan informasi, atau hal-hal lain untuk keperluan pembahasan kasus kerugian negara kepada Panitera melalui Ketua Majelis/Pimpinan Sidang. (3) Panitera wajib memberikan penjelasan, tambahan informasi dan hal-hal lain untuk keperluan pembahasan kasus kerugian negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2). Pasal 28 Ketua Majelis/Pimpinan Sidang dapat meminta Panitera untuk menghadirkan Tim Pemeriksa, atau Tim Perhitungan Kerugian Negara, atau pihak lain yang diperlukan untuk memperjelas pembahasan kasus kerugian negara.
BAB IX PENGAMBILAN DAN PEMBACAAN KEPUTUSAN SIDANG Pasal 29 (1) Dalam hal Ketua Majelis/Pimpinan Sidang berpendapat bahwa pemberian pendapat dalam rangka pembahasan kasus kerugian negara telah dilakukan secara cukup dan memadai, Ketua Majelis/Pimpinan Sidang dapat mengakhiri pembahasan kasus kerugian negara. (2) Ketua Majelis/Pimpinan Sidang menyampaikan pokok-pokok pembahasan dan kesimpulan pembahasan kasus kerugian negara. (3) Sebelum mengambil Keputusan Sidang, Ketua Majelis/Pimpinan Sidang menawarkan kepada Anggota Majelis untuk menyampaikan pendapat akhir berkenaan dengan kasus kerugian negara yang akan diputuskan. (4) Ketua Majelis/Pimpinan Sidang menyampaikan Keputusan pembahasan kasus kerugian negara dan selanjutnya meminta pendapat para Anggota Majelis untuk diterima secara aklamasi. (5) Dalam hal terdapat Anggota Majelis yang tidak sependapat dengan Keputusan kasus kerugian negara sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Ketua Majelis/Pimpinan Sidang dapat meminta Anggota Majelis melaksanakan pemungutan suara (voting).
(6) Apabila terdapat Anggota Majelis yang tidak sependapat, pendapat Anggota Majelis dimaksud wajib dicatat oleh Panitera dalam Risalah Sidang. Pasal 30 Pembuktian dan pengambilan Keputusan Sidang pada saat pembahasan kasus kerugian negara, dilakukan berdasarkan ketentuan dalam Tata Kerja Majelis Tuntutan Perbendaharaan. Pasal 31 (1) Panitera wajib mencatat pembahasan kasus kerugian negara dalam Sidang ke dalam minutasi dan Risalah Sidang. (2) Minutasi dan Risalah Sidang disampaikan kepada Anggota Majelis. Pasal 32 Ketua Majelis/Pimpinan Sidang membacakan Keputusan Sidang dengan mengetukkan palu sebanyak 1 (satu) kali, dengan ucapan sebagaimana tercantum dalam Lampiran III sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Keputusan ini. Pasal 33 Dalam hal pembahasan dihentikan sebelum dicapainya Keputusan atas kasus kerugian negara, Ketua Majelis/Pimpinan Sidang menyatakan Sidang ditunda dengan mengetukkan palu sebanyak 1 (satu) kali, dengan ucapan sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Keputusan ini.
BAB X PENUTUPAN SIDANG Pasal 34 (1) Dalam hal Sidang diakhiri sebelum Keputusan Sidang ditetapkan, Ketua Majelis/Pimpinan Sidang menunda Sidang setelah terlebih dahulu menyampaikan pertimbangan penundaan Sidang dengan mengetukkan palu sebanyak 2 (dua) kali, dengan ucapan sebagaimana tercantum dalam Lampiran V sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Keputusan ini. (2) Dalam hal Sidang telah selesai dilaksanakan sesuai dengan Agenda Sidang Majelis, Ketua Majelis/Pimpinan Sidang menutup Sidang dengan mengetukkan palu sebanyak 3 (tiga) kali, dengan ucapan sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Keputusan ini.
BAB XI KETENTUAN LAIN Pasal 35 (1) Tata Cara Pemeriksaan lebih lanjut oleh Majelis Panel untuk pembahasan penerbitan Surat Keputusan Penetapan Batas Waktu bagi Bendahara yang tidak bersedia melaksanakan Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak, penerbitan Surat Keputusan Penetapan Batas Waktu yang instansinya tidak menyampaikan laporan hasil verifikasi dan penelitiannya, dan penerbitan Surat Keputusan Pembebanan bagi Bendahara yang tidak mengajukan keberatan setelah penerbitan Surat Keputusan Penetapan Batas Waktu akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan BPK. (2) Tata Cara Pemeriksaan lebih lanjut oleh Majelis Keberatan berkenaan dengan diajukannya keberatan oleh Bendahara, Ahli Waris, dan Kuasa Hukum Bendahara setelah diterimanya Surat Keputusan Penetapan Batas Waktu akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan BPK. (3) Pemeriksaan Majelis Panel dan Majelis Keberatan bukan merupakan Sidang sebagaimana dimaksud dalam Keputusan ini.
BAB XII KETENTUAN PENUTUP Pasal 36 Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di : J a k a r t a Pada tanggal : 30 Agustus 2010
WAKIL KETUA,
BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, KETUA,
ttd
HERMAN WIDYANANDA
ttd
HADI POERNOMO
Salinan sesuai dengan aslinya BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Kepala Direktorat Utama Pembinaan dan Pengembangan Hukum Pemeriksaan Keuangan Negara,
Hendar Ristriawan
LAMPIRAN I : NOMOR : TANGGAL :
KEPUTUSAN BPK RI 6 K/I-XIII.2/8/2010 30 AGUSTUS 2010
UCAPAN PIMPINAN SIDANG PADA SAAT PENUNDAAN SIDANG KARENA TIDAK MENCAPAI JUMLAH KUORUM
”Oleh karena jumlah kuorum Sidang hari ini tidak terpenuhi, maka saya nyatakan Sidang ditunda sampai hari …... tanggal …………………………” Dilanjutkan dengan mengetukkan palu sebanyak 2 (dua) kali.
WAKIL KETUA,
KETUA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
ttd
HERMAN WIDYANANDA
HADI POERNOMO
Salinan sesuai dengan aslinya BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Kepala Direktorat Utama Pembinaan dan Pengembangan Hukum Pemeriksaan Keuangan Negara,
Hendar Ristriawan
LAMPIRAN II : KEPUTUSAN BPK RI NOMOR : 6 K/I-XIII.2/8/2010 TANGGAL : 30 AGUSTUS 2010
UCAPAN PIMPINAN SIDANG PADA SAAT MEMBUKA SIDANG DAN MENYATAKAN SIDANG BERSIFAT TERTUTUP
“Sidang Majelis Tuntutan Perbendaharaan yang mengadili perkara Kerugian Negara terhadap Bendahara atas nama ......... pada instansi……………………………, pada hari ini ............ tanggal ......... dinyatakan dibuka dan bersifat tertutup untuk umum.”
WAKIL KETUA,
KETUA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
ttd
HERMAN WIDYANANDA
HADI POERNOMO
Salinan sesuai dengan aslinya BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Kepala Direktorat Utama Pembinaan dan Pengembangan Hukum Pemeriksaan Keuangan Negara,
Hendar Ristriawan
LAMPIRAN III : KEPUTUSAN BPK RI NOMOR : 6 K/I-XIII.2/8/2010 TANGGAL : 30 AGUSTUS 2010
UCAPAN PIMPINAN SIDANG PADA SAAT MEMBACAKAN KEPUTUSAN SIDANG SETELAH PEMBAHASAN KASUS SELESAI
“Dengan didasari oleh pertimbangan-pertimbangan……………….. disertai dengan pokok-pokok pembahasan………………………..dalam kasus Kerugian Negara terhadap Bendahara atas nama…………………………………............................, pada instansi…………………………….., Majelis Tuntutan Perbendaharaan mengambil kesimpulan sebagai berikut:........................................................................…………… ……………………………………………………............................................................... Berdasarkan kesimpulan tersebut, Majelis Tuntutan Perbendaharaan memutuskan bahwa: ………………………………………...................................…………………... Segera setelah keputusan ini dibacakan, Panitera diminta segera melakukan proses administrasi justisial sesuai Tata Kerja Majelis.” Dilanjutkan dengan mengetuk palu sebanyak 1 (satu) kali.
WAKIL KETUA,
KETUA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
ttd
HERMAN WIDYANANDA
HADI POERNOMO
Salinan sesuai dengan aslinya BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Kepala Direktorat Utama Pembinaan dan Pengembangan Hukum Pemeriksaan Keuangan Negara,
Hendar Ristriawan
LAMPIRAN IV : KEPUTUSAN BPK RI NOMOR : 6 K/I-XIII.2/8/2010 TANGGAL : 30 AGUSTUS 2010
UCAPAN PIMPINAN SIDANG PADA SAAT MEMBACAKAN KEPUTUSAN SIDANG SEBELUM SELESAINYA PEMBAHASAN KASUS (SIDANG DITUNDA) “Dengan didasari oleh pertimbangan-pertimbangan ……...............……………… yang menyebabkan Sidang ini tidak dapat dilanjutkan, sebelum saya mengakhiri pembahasan dan menutup Sidang, bersama ini saya sampaikan disertai dengan pokok-pokok pembahasan terhadap kasus Kerugian Negara terhadap Bendahara atas nama ..................................., pada instansi……………………….sebagai berikut: …………………..........…………………………………………………………..................... Selanjutnya saya perintahkan Panitera mencatat dan mempersiapkan pelaksanaan Sidang Mendatang.” Dilanjutkan dengan mengetuk palu sebanyak 1 (satu) kali.
WAKIL KETUA,
KETUA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
ttd
HERMAN WIDYANANDA
HADI POERNOMO
Salinan sesuai dengan aslinya BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Kepala Direktorat Utama Pembinaan dan Pengembangan Hukum Pemeriksaan Keuangan Negara,
Hendar Ristriawan
LAMPIRAN V : KEPUTUSAN BPK RI NOMOR : 6 K/I-XIII.2/8/2010 TANGGAL : 30 AGUSTUS 2010
UCAPAN PIMPINAN SIDANG PADA SAAT MENUNDA SIDANG ”Dengan pertimbangan ……....……… pada hari ini ......... tanggal ...... Sidang Majelis Tuntutan Perbendaharaan yang mengadili kasus Kerugian Negara terhadap Bendahara atas nama ....................... pada instansi……………………….dinyatakan ditunda, dan akan dilanjutkan pada persidangan berikutnya hari …………............ tanggal …………….. Untuk itu Panitera segera melaksanakan tugas administrasi justisial dan keperluan sidang sebagaimana diatur dalam Tata Kerja Majelis.” Dilanjutkan dengan mengetuk palu sebanyak 2 (dua) kali.
WAKIL KETUA,
KETUA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
ttd
HERMAN WIDYANANDA
HADI POERNOMO
Salinan sesuai dengan aslinya BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Kepala Direktorat Utama Pembinaan dan Pengembangan Hukum Pemeriksaan Keuangan Negara,
Hendar Ristriawan
LAMPIRAN VI : KEPUTUSAN BPK RI NOMOR : K/I-XIII.2/8/2010 TANGGAL : AGUSTUS 2010
UCAPAN PIMPINAN SIDANG PADA SAAT MENUTUP SIDANG ”Pada hari ini ............. tanggal ............ Sidang Majelis Tuntutan Perbendaharaan yang mengadili kasus Kerugian Negara terhadap Bendahara atas nama .................. pada instansi……………………….dinyatakan ditutup. Dilanjutkan dengan mengetuk palu sebanyak 3 (tiga) kali.”
WAKIL KETUA,
KETUA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
ttd
HERMAN WIDYANANDA
HADI POERNOMO
Salinan sesuai dengan aslinya BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Kepala Direktorat Utama Pembinaan dan Pengembangan Hukum Pemeriksaan Keuangan Negara,
Hendar Ristriawan