KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 348/Kpts/TP.240/6/2003 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA HORTIKULTURA MENTERI PERTANIAN, Menimbang
:
a. Bahwa dalam rangka mendorong pertumbuhan dan pengembangan usaha agribisnis hortikultura perlu diciptakan iklim usaha yang baik. b. Bahwa dengan ditetapkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom, perizinan usaha hortikultura telah menjadi Kewenangan Kabupaten/Kota. c. Bahwa atas dasar hal tersebut diatas dan sambil menunggu ditetapkannya Peraturan Pemerintah tentang usaha budidaya tanaman sebagai tindak lanjut Pasal 47, Pasal 48, Pasal 49 dan Pasal 50 Undang-undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang sistem Budidaya Tanaman, agar dalam pelayanan pemberian izin usaha hortikultura di daerah dapat berjalan lancar, dipandang perlu untuk menetapkan pedoman perizinan usaha hortikultura dengan Keputusan Menteri.
Mengingat
:
1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Peridustrian (Lembaran Negara Nomor 22 Tahun 1984, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3274) 2. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3478); 3. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3501); 4. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699); 5. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1986 tentang Kewenangan Pengaturan, Pembinaan dan Pengembangan Industri (Lembaran Negara Tahun 1986 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3330); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1995 tentang Izin Usaha Industri (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3596);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3718) 9. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3721) 10. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisa Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3838) 11. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952) 12. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1986 Nomor 41) 13. Keputusan Presiden Nomor 102 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen 14. Keputusan Presiden Nomor 109 Tahun 2001 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Departemen 15. Keputusan Presiden Nomor 228/M Tahun 2001 tentang Pembentukan Kabinet Gotong Royong 16. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 74/Kpts/TP.500/2/1998 tentang Jenis komoditas tanaman binaan Direktorat Jenderal tanaman pangan dan hortikultura dan Direktorat Jenderal perkebunan 17. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 01/Kpts/OT.210/1/2001 juncto Keputusan Menteri Pertanian Nomor 354.1/Kpts/OT.210/6/2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pertanian 18. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 99/Kpts/OT.210/2/2001 juncto Keputusan Menteri Pertanian Nomor 392/Kpts/OT.210/7/2001 tentang Kelengkapan Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pertanian
MEMUTUSKAN : Menetapkan
: KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN TENTANG PEDOMANPERIZINAN USAHA HORTIKULTURA
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam keputusan ini yang dimaksud dengan :
(2) Komoditi hortikultura adalah jenis tanaman yang meliputi tanaman buah, tanaman sayuran, tanaman hias, dan aneka tanaman. (3) Usaha hortikultura adalah usaha budidaya, usaha pasca panen dan atau usaha wisata agro hortikultura. (4) Usaha budidaya hortikultura adalah serangkaian kegiatan pengusahaan tanaman hortikultura yang meliputi kegiatan perbenihan, penyiapan lahan, penanaman, pemeliharaan tanaman dan pemanenan. (5) Usaha pasca panen hortikultura adalah serangkaian kegiatan penanganan dan atau pengolahan hasil panen tanaman hortikultura (6) Usaha wisata agro adalah serangkaian kegiatan yang memanfaatkan usaha hortikultura sebagai obyek wisata (7) Izin usaha hortikultura yang selanjutnya disebut IUH adalah izin tertulis yang diberikan oleh pejabat yang berwenang dan wajib dimiliki oleh perorangan atau badan hukum untuk dapat melakukan usaha perbenihan, usaha budidaya, usaha pasca panen, dan atau usaha wisata agro hortikultura. (8) Kemitraan usaha hortikultura adalah kerjasama usaha antara perusahaan mitra dengan perorangan atau kelompok mitra di bidang usaha hortikultura (9) Surat Pendaftaran Usaha Hortikultura yang selanjutnya disebut SPUH adalah surat yang diberikan oleh pejabat pemberi izin. Pasal 2 Pedoman perizinan usaha hortikultura bertujuan untuk : a. Memberikan pedoman pelaksanaan pelayanan perizinan usaha hortikultura b. Mengendalikan dan membina usaha hortikultura dalam rangka pemanfaatan sumber daya alam. c. Memberikan kepastian berusaha. Pasal 3 Ruang lingkup pedoman perizinan usaha hortikultura ini meliputi : a. Jenis usaha hortikultura b. Syarat, tata cara pemberian dan pencabutan izin usaha hortikultura c. Pembinaan dan pengawasan d. Sanksi administrasi
BAB II JENIS USAHA HORTIKULTURA Pasal 4 (1) Jenis usaha hortikultura dapat dibedakan : a. Usaha Budidaya Hortikultura b. Usaha Pasca Panen c. Usaha Wisata Agro
(2) Usaha budidaya hortikultura sebagaimana dimaksud pad ayat (1) huruf a dikelompokan : a. Usaha budidaya tanaman buah b. Usaha budidaya tanaman sayuran c. Usaha budidaya tanaman hias d. Usaha budidaya aneka tanaman (3) Usaha pasca panen hortikultura sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi pemilahan (sortasi), pengklasifikasian (grading), pengepakan/pengemasan, penyimpanan, pengolahan, dan atau pengawetan hasil segar. (4) Usaha wisata agro sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi usaha budidaya hortikultura untuk tujuan wisata komersial. Pasal 5 (1) Usaha budidaya hortikultura, usaha pasca panen dan atau usaha wisata agro sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 yang mempekerjakan tenaga kerja lebih dari 10 (sepuluh) orang tenaga kerja, atau memiliki asset di luar tanah dan bangunan paling sedikit senilai Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah), atau hasil penjualan (omzet) selama 1 (satu) tahun paling sedikit senilai Rp. 2.500.000.000,- (dua milyar lima ratus juta rupiah) wajib memiliki IUH. (2) Usaha budidaya hortikultura, usaha pasca panen dan atau usaha wisata agro yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilakukan pendaftaran oleh pemberi izin. Pasal 6 (1) IUH sebagaiman dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dapat diberikan sekaligus kepada pelaku usaha yag melakukan usaha budidaya hortikultura, pasca anen dan atau wisata agro. (2) Dalam hal pelaku usaha yang telah memilik IUH dan akan melakukan diversifikasi usaha wisata agro dapat diberikan izin perluasan usaha hortikultura.
BAB III SYARAT TATA CARA PEMBERIAN DAN PENCABUTAN IZIN USAHA HORTIKULTURA Pasal 7 Usaha Hortikultura dapat dilakukan oleh perorangan warga Negara Indonesia atau badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia yang meliputi koperasi, Perseroan Terbatas, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), termasuk Badan Usaha milik Daerah (BUMD) dan Badan Usaha Milik Swasta.
Pasal 8 (1) IUH sebagaimana dimaksud dalam Pasl 5 ayat (1) diberikan oleh : a. Gubernur, apabila lokasi usaha hortikultura berda pada lintas Kabupaten dan atau Kota. b. Bupati atau Walikota, apabila lokasi lahan usaha hortikultura berada diwilayah daerah Kabupaten atau Kota. (2) IUH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku selama perorangan atau badan hukum masih melakukan usaha hortikultura secara komersial. Pasal 9 (1) Untuk memperoleh IUH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), perorangan atau badan hukum yang melakukan kegiatan usaha budidaya wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. Akte pendirian atau perubahannya yang terakhir bagi perusahaan, atau Kartu Tanda penduduk (KTP) bagi perorangan. b. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). c. Surat Keterangan Domisili. d. Studi Kelayakan usaha dan rencana kerja usaha. e. Rekomendasi teknis kesesuaian lahan dari instansi teknis yang berwenang. (2) Untuk memperoleh IUH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), perorangan atau badan hukum yang melakukan kegiatan usaha pasca panen wajib memenuhi persyaratan : a. Akte pendirian atau perubahannya yang terakhir, atau Kartu Tanda penduduk (KTP). b. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). c. Surat Keterangan Domisili. d. Studi Kelayakan usaha dan rencana kerja usaha. e. Memiliki peralatan dan sarana pasca panen sesuai dengan jenis kegiatan bidang usaha. (3) Untuk memperoleh IUH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), perorangan atau badan hukum yang melakukan kegiatan usaha Wisata Agro wajib memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan menjaga keamanan plasma nutfah dan mencegah berjangkitnya Organisme Pengganggu Tumbuhan. Pasal 10 Untuk memperoleh IUH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat 91) bagi investor asing selain harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 harus mendapatkan rekomendasi Menteri Pertanian dalam hal ini Direktur Jenderal Bina Produksi Hortikultura. Pasal 11
(1) Perorangan atau badan hukum yang melakukan usaha hortikultura yang lokasi lahannya berada pada lintas kabupaten dan atau kota, permohonan izin usahanya disampaikan kepada Gubernur dengan tembusan kepada Menteri Pertanian dalam hal ini Direktur Jenderal Bina Produksi Hortikultura Departemen Pertanian. (2) Perorangan atau badan hukum yang melakukan usaha hortikultura yang lokasi lahannya berada diwilayah kabupaten dan atau kota, permohonan Izin usahanya disampaikan kepada Bupati atau Walikota dengan tembusan kepada Menteri Pertanian dalam hal ini Direktur Jenderal Bina Produksi Hortikultura Departemen Pertanian. Pasal 12 Perorangan atau badan hukum yang telah memperoleh IUH wajib : a. Paling lambat dalam waktu 2 (dua) tahun sejak diterbitkannya IUH sudah melaksanakan kegiatan usaha hortikultura. b. Merealisasikan pembangunan lahan usaha hortikultura sesuai dengan rencana kerja yang telah disusun dan sesuai dengan perencanaan makro pembangunan hortikultura secara nasional dan regional. c. Mengelola usaha hortikultura secara profesional, transparan, partisipatif, berdaya guna, dan berhasil guna. d. Membuka lahan tanpa bakar dan mengelola sumberdaya alam secara lestari. e. Menumbuhkan dan memberdayakan masyarakat/koperasi setempat. f. Melaporkan perkembangan usaha hortikultura secara berkala setiap 12 (dua belas) bulan sekali kepada pemberi izin dengan tembusan kepada Menteri Pertanian, dalam hal ini Direktur Jenderal Bina Produksi Hortikultura. g. Menerapkan budidaya hortikultura sesuai norma budidaya yang baik. Pasal 13 (1) Dalam Pengembangan usaha hortikultura dapat mengikutsertakan masyarakat petani, kelompok tani, gabungan kelompok tani koperasi dan atau usaha kecil hortikultura, atas dasar perjanjian yang saling menguntungkan. (2) Pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui kemitraan usaha hortikultura dengan berdasarkan azas persamaan kedudukan, keselarasan, dan peningkatan keterampilan kelompok mitra oleh perusahaan mitra melalui sinergi kemitraan, yaitu : a. Saling memerlukan dalam arti perusahaan mitra memerlukan pasokan hasil dan kelompok mitra memerlukan penampungan hasil dan bimbingan. b. Saling memperkuat dalam arti baik kelompok mitra maupun perusahaan mitra memiliki tanggung jawab moral dan etika bisnis, sehingga dapat memperkuat kedudukan masingmasing dalam meningkatkan daya saing usahanya. (3) Untuk mendukung pelaksanaan kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kelompok mitra perlu : a. Merencanakan usaha sejalan dengan rencana perusahaan mitra.
b. Melaksanakan dan mentaati perjanjian kemitraan. c. Memupuk modal dan memanfaatkan pendapatan secara rasional. d. Membentuk hubungan melembaga dengan koperasi. Pasal 14 Kemitraan Usaha Hortikultura sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) dapat dilaksanakan dengan pola : a. Intiplasma. b. Sub kontrak. c. Dagang umum. d. Keagenan atau, e. Bentuk lain (yang saling disepakati). Pasal 15 (1) IUH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) dapat dicabut apabila : a. Diserahkan kembali kepada pemberi izin. b. Selama 2 (dua) tahun berturut-turut tidak melaksanakan kegiatan usaha hortikultura. c. Memindah tangankan IUH kepada pihak lain tanpa persetujuan tertulis dari pemberi izin. d. Melakukan perluasan usaha tanpa persetujuan tertulis dari pemberi izin. e. Melakukan pemindahan lokasi kegiatan usaha hortikultura tanpa persetujuan tertulis dari pemberi izin. f. Tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian dan pencabutan IUH ditetapkan oleh Gubernur/Walikota sesuai dengan kewenangan pemberian izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1).
BAB IV PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 16 (1) Pembinaan dan pengawasan usaha hortikultura diselenggarakan oleh Gubernur dan Bupati atau Walikota sesuai dengan lingkup kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), yang pelaksanaannya dilakukan oleh unit kerja teknis yang ditunjuk. (2) Dalam rangka pembinaan dan pengawasan usaha hortikultura sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Gubernur melakukan koordinasi pembinaan dan pengawasan usaha hortikultura diwilayahnya. (3) Pemerintah menyiapkan pedoman standar, norma, kriteria dan prosedur pembinaan dan pengawasan usaha hortikultura sebagai bahan acuan sebagaiman dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
(4) Direktur Jenderal Bina Produksi Hortikulura melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kriteria dan standar perizinan usaha hortikultura.
BAB V KETENTUAN PERALIHAN Pasal 17 Perorangan atau badan hukum yang melakukan usaha hortikultura yang memenuhi persyaratan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) telah ada sebelum ditetapkannya keputusan ini wajib mengajukan IUH paling lambat 2 (dua) tahun setelah ditetapkannya keputusan ini.
BAB VI KETENTUAN PENUTUP Pasal 18 (1) Usaha perbenihan hortikultura diatur dalam Keputusan Menteri Pertanian sendiri. (2) Dengan ditetapkannya keputusan ini, maka Keputusan Menteri Pertanian Nomor 1018/Kpts/KP.430/12/1999 tentang pendelegasian wewenang perizinan dan pelayanan masyarakat dibidang pertanian kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Pertanian Sepanjang yang menyangkut hortikultura dinyatakan tidak berlaku lagi. Pasal 19 Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 23 Juni 2003 MENTERI PERTANIAN, ttd PROF. DR. IR. BUNGARAN SARAGIH, M.Ec
SALINAN keputusan ini disampaikan kepada Yth : 1. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. 2. Menteri Dalam Negeri. 3. Menteri Kehutanan. 4. Menteri Perindustrian dan Perdagangan.
5. Menteri Negara Lingkungan Hidup. 6. Menteri Negara Pariwisata dan Budaya. 7. Kepala Badan Pertahanan Nasional. 8. Gubernur Propinsi seluruh Indonesia. 9. Bupati/Walikota seluruh Indonesia. 10. Pimpinan unit Eselon I di lingkungan Departemen Pertanian.