DAYA HAMBAT EKSTRAK DAUN KERSEN (Muntingia calabura L.) MENGGUNAKAN PELARUT AIR TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI Streptococcus agalactiae PENYEBAB MASTITIS PADA SAPI PERAH DENGAN METODE SUMURAN 1)
Akhmad Saqli, 2)Puguh Surjowardojo dan 2)Sarwiyono 1)
Mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya* 2) Dosen Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya
*E-mail:
[email protected] ABSTRAK Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh ekstrak daun kersen (Muntingia calabura L.) menggunakan pelarut air sebagai daya hambat bakteri Streptococcus agalactiae penyebab mastitis pada sapi perah. Materi penelitian ini menggunakan bakteri Streptococcus agalactiae yang diperoleh dari susu mastitis subklinis skor 3 dari uji CMT. Ekstrak daun kersen dibuat dengan konsentrasi (P1) 30%, (P2) 40%, (P3) 50%, (P4) 60% dan (P0) larutan Iodips 10% sebagai kontrol. Metode penelitian ini adalah percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan. Uji daya hambat dlakukan dengan metode lubang sumuran. Variabel yang diukur adalah zona hambat pertumbuhan bakteri setiap perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun kersen dengan konsentrasi 30%, 40%, 50% dan 60% memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus agalactiae. Ekstrak daun kersen dalam menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus agalactiae menunjukkan hasil berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan larutan Iodip 10% yang merupakan pembanding zat antimikroba. Nilai rata-rata diameter zona hambat bakteri Streptococcus agalactiae terhadap perlakuan (P0) 17,52 mm, (P1) 6,98 mm, (P2) 9,38 mm, (P3) 11,70 mm, (P4) 14,15 mm. Peningkatan konsentrasi ekstrak daun kersen akan mempengaruhi zona hambat yang terbentuk semakin tinggi konsentrasi maka semakin besar zona hambat yang terbentuk. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah ekstrak daun kersen menggunakan pelarut air dengan konsentrasi 30%, 40%, 50% dan 60% memiliki kemampuan dalam menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus agalactiae namun masih belum bisa menggantikan Iodips. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang penggunaan ekstrak daun kersen menggunakan pelarut air dengan konsentrasi diatas 60% terhadap pertumbuhan bakteri Streptococcus agalactiae. Kata Kunci: Muntingia calabura L., mastitis, Streptococcus agalactiae, daya hambat INHIBITION ACTIVITY of Muntingia calabura L. LEAF EXTRACT USE WATER SOLVENT to GROWTH of Streptococcus agalactiae BACTERIA that CAUSE MASTITIS in DAIRY COWS Akhmad Saqli1), Puguh Surjowardojo2) and Sarwiyono2) 1) Student at Animal Husbandry Faculty, Brawijaya University* 2) Lecturer at Animal Husbandry Faculty, Brawijaya University *Email :
[email protected]
1
ABSTRACT The objective of the research was to find out the inhibition activity of Muntingia calabura L. leaf extract use water solvent to growth of Streptococcus agalactiae bacteria that cause mastitis disease in dairy cows. Streptococcus agalactiae, Muntingia calabura L leaf extract use water solvent with concentration (P1) 30%, (P2) 40%, (P3) 50% and (P4) 60% and (P0) Iodip 10% were used as material in this research.This experiment was done by using Completely Randomized Design with 5 treatment and 4 replication and would be tested by Duncan’s Multiple Range Test Method if there were significant differences. Based on the statistical analysis. The inhibition activity of Muntingia calabura L leaf extract use water solvent on the growth of Streptococcus agalactiae bacteria were highly significant (P<0.01) compared to Iodip solution as antimicrobial agents. Therefore it can be used for mastitis prevention. Further research are needed on the use of Muntinga calabura L. extract use water solvent with concentrations above 60% to inhibition growth of Streptococcus agalactiae bacteria. Keywords: Inhibition activity, Muntingia calabura L, Streptococcus agalactiae and mastitis. organisme penyebab mastitis antara lain Streptococcus agalactiae, Streptococcus dysgalactiae, Streptococcus uberis, dan Staphylococcus aureus. Mastitis sering disebabkan faktor kebersihan kandang yang masih kurang diperhatikan. Setelah proses pemerahan lubang puting beberapa saat masih terbuka sehingga kuman atau bakteri mudah masuk kedalam ambing. Menurut Setiawan, Trisunuwati dan Winarso (2012), kejadian terbesar dari kasus mastitis adalah mastitis subklinis yang dapat menurunkan produksi susu hingga 30%. Pencegahan mastitis salah satunya dapat dilakukan dengan cara pencelupan puting (teat dipping) dengan menggunakan antiseptik. Tindakan pecelupan puting tersebut perlu dilakukan untuk mencegah masuknya bibit penyakit yang dapat menyebabkan mastitis atau peradangan pada ambing. Teat dipping dapat dilakukan dengan menggunakan antiseptik kimia dan antiseptik alami. Antiseptik kimia yang sering digunakan peternak sapi perah dalam mencegah mastitis dapat menimbulkan residu oleh karena itu, dibutuhkan alternatif lain misalnya dengan memanfaatkan tanaman-tanaman
PENDAHULUAN Susu berperan penting dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi masyarakat Indonesia. Permintaan susu dari waktu ke waktu semakin meningkat, hal ini terjadi karena jumlah penduduk yang terus meningkat dan pendapatan masyarakat juga meningkat. Salah satu penyakit yang berdampak terhadap produksi susu adalah mastitis atau radang ambing. Mastitis merupakan penyakit yang merugikan pada usaha sapi perah. Mastitis merupakan suatu peradangan pada jaringan interna kelenjar susu atau ambing yang ditandai oleh perubahan fisik maupun kimia air susu dan merupakan penyakit yang banyak sekali menimbulkan kerugian pada peternakan sapi perah di seluruh dunia (Subronto, 2003). Tingkat keparahan dan intensitas mastitis sangat dipengaruhi oleh organisme penyebabnya. Kejadian mastitis sekitar 97-98% merupakan mastitis subklinis, sedangkan 2-3% merupakan kasus mastitis klinis yang terdeteksi (Sudarwanto dan Sudarnika, 2008). Menurut Handayani, Tuasikal dan Sugoro (2006) menyatakan beberapa 2
obat yang dapat menghambat pertumbuhan atau membunuh bakteri penyebab penyakit mastitis. Pencegahan penyakit dengan menggunakan zat aktif dari tanaman merupakan salah satu pemanfaatan sumber daya alam hayati. Tanaman memiliki kandungan senyawa alam yang berkhasiat dan diharapkan tidak menimbulkan resistensi, sekaligus memperkecil penggunaan zat-zat kimia (Kurniawan, Sarwiyono dan Puguh, 2013). Kersen (Muntinga calabura L.) merupakan tanaman yang banyak dijumpai di pinggir jalan, tumbuh di tengah retakan rumah, di tepi saluran pembuangan air dan tempat-tempat yang kurang kondusif untuk hidup karena kersen mempunyai kemampuan beradaptasi yang baik. Berdasarkan beberapa penelitian daun kersen bisa dimanfaatkan sebagai obat karena daun kersen mengandung senyawa flavonoid, saponin, polifenol dan tanin. Sehingga dapat digunakan sebagai antioksidan, antibakteri dan antiinflamasi (Mintowati, Setya dan Maria, 2013). Berdasarkan uraian diatas, dimungkinkan penggunaan ekstrak air daun kersen (Muntinga calabura L.) sebagai antimikroba terhadap bakteri Streptococcus agalactiae. Untuk membuktikan potensi antimikroba daun kersen terhadap bakteri Streptococcus agalactiae, maka perlu diteliti pengaruh ekstrak air daun kersen terhadap daya hambat pertumbuhan bakteri Streptococcus agalactiae yang merupakan salah satu penyebab terjadinya penyakit mastitis pada sapi perah.
merupakan salah satu penyebab mastitis pada sapi perah ? 2. Berapa konsentrasi optimal ekstrak daun kersen (Muntinga calabura L.) dalam menghambat aktivitas bakteri Streptococcus agalactiae ? Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengevaluasi kemampuan ekstrak daun kersen (Muntinga calabura L.) menggunakan pelarut air dalam menghambat aktivitas bakteri Streptococcus agalactiae yang merupakan penyebab mastitis pada sapi perah. 2. Untuk mendapatkan konsentrasi optimal ekstrak daun kersen (Muntinga calabura L.) dalam menghambat aktivitas bakteri Streptococcus agalactiae. MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Juli sampai Agustus 2014 di Laboratorium Kimia Universitas Islam Negeri (UIN) Malang untuk ekstraksi daun kersen dan di lanjutkan dengan pengambilan sampel susu mastitis yang diambil dari peternakan sapi perah milik Bapak Suwono di Kecamatan Jabung Kabupaten Malang kemudian dilanjutkan pengamatan bakteri di Laboratorium Bakteriologi Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang. Materi Materi penelitian ini adalah menggunakan bakteri Streptococcus agalactiae yang diperoleh dari sampel susu mastitis subklinis Skor 3. Daun kersen diperoleh dari Perumahan Tidar Kota Malang. Ekstrak daun kersen menggunakan pelarut air yang akan diuji daya hambat pertumbuhan bakteri, dibuat dengan konsentrasi (P1) 30%, (P2) 40%, (P3) 50%, (P4) 60% dan (P0) larutan Iodips 10% sebagi kontrol.
Rumusan Masalah Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah ekstrak daun kersen (Muntinga calabura L.) menggunakan pelarut air dapat menghambat aktivitas bakteri Streptococcus agalactiae yang 3
Alat yang digunakan untuk ekstrak daun kersen adalah timbangan analitik, gelas media, shaker, erlenmeyer, gelas ukur, corong busner, rotary vacum evaporator, kertas whatman, dan pengaduk. Bahan yang digunakan adalah aquades dan daun kersen. Alat yang digunakan untuk uji daya hambat adalah cawan petri, spiritus/bunsen, autoclave, erlenmeyer, pinset, jangka sorong, mikro pipet, jarum inokulasi, gelas media, alumunium foil, plastic wrap, tissue dan kertas label. Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah bakteri Streptococcus agalactiae dan media deMann Rogosa Sharpe Agar (MRSA), ekstrak air daun kersen dan Iodips.
menjadi serbuk dan diperoleh 1000 gram serbuk daun kersen kering. 1.Serbuk daun kersen kering dimasukkan kedalam erlemeyer sebanyak 200 gr . 2. Ditambahkan aquades sebanyak ± 1000 ml. 3. Di kocok menggunakan alat shaker selama 4 jam dengan kecepatan 120 rpm diulang sebanyak 4 kali. 4. Disaring dengan kertas saring whatman grade 42 (ukuran pori 2,5 μm) hingga tidak ada lagi padatan di dalam erlenmeyer. 5. Di uapkan menggunakan alat Rotary Vacum Evaporator untuk memisahkan aquades dengan ekstrak daun kersen pada suhu 60oC sampai membentuk larutan pekat membutuhkan waktu sekitar 3x24 jam. 6. Di dapatkan ekstrak daun kersen pekat sebanyak 32 gr lalu diencerkan sesuai konsentrasi, selanjutnya ekstrak pekat diencerkan menggunakan aquades sesuai konsentrasi 30%, 40%, 50% dan 60%.
Metode Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah percobaan dengan mengunakan RAL dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan untuk menguji berbagai konsentrasi ekstrak daun kersen terhadap pertumbuhan bakteri Streptococcus agalactiae untuk mengetahui zona hambat. Konsentrasi ekstrak daun kersen yaitu (P1) 30%, (P2) 40%, (P3) 50%, (P4) 60% dan (P0) larutan Iodips 10% sebagi kontrol.
Prosedur Uji CMT Susu Mastitis Susu mastitis yang digunakan dalam penelitian ini susu mastitis dengan skor CMT 3. Prosedur yang dilakukan pengujian CMT menurut pendapat Efadri (2010) adalah sebagai berikut: 1. Sampel susu curahan pertama dari keempat puting sapi (kira-kira 1-2 ml) dimasukkan cawan kedalam paddle. 2. Setiap cawan ditambahkan reagen CMT yang sama jumlahnya dengan volume susu. 3. Setelah reagen ditambahkan, cawan dan diputar secara horizontal dengan perlahan-lahan selama 10 detik supaya susu menjadi homogen.
Prosedur penelitian Pengeringan daun dan pembuatan simplisia Daun kersen segar diangin-anginkan kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 60 oC selama 24 jam. Daun kersen yang kering kemudian dihaluskan menggunakan grinder sehingga menjadi serbuk. Hasil yang diperoleh digunakan sebagai sampel penelitian. Ekstraksi daun kersen Sebanyak 2 kg daun kersen segar dikeringkan dalam oven dengan suhu 60o C selama 24 jam. Daun yang sudah kering digrinding atau dihaluskan dengan saringan yang mempunyai diameter jaring 0,48mm sehingga
4
4. Diamati terbentuknya gumpalan gel berwarna putih abu-abu dengan cepat. Sampel susu yang sudah diketahui skor mastitisnya kemudian diambil sebanyak 30 ml, dimasukkan kedalam botol sampel dan segera dibawa ke laboratorium untuk dilakukan penanaman pada media.
3. Disterilkan dengan autoklaf pada suhu 121 oC dengan tekanan 1 atm selama 15 menit. 4. Kemudian didiamkan hingga dingin. Isolasi bakteri Streptococcus agalactiae Sampel susu mastitis dengan skor CMT 3 ditanam pada media MRSA menggunakan mikropipet sebanyak 100µℓ. Diratakan menggunakan L glass steril (metode sebar), Selanjutnya diinkubasi selama 24 jam dengan suhu 37oC (Hants, 1990).
Uji aktivitas antibakteri ekstrak daun kersen (Muntingia calabura) terhadap bakteri Streptococcus agalactiae Pembutan media MRSA dan NA Media yang digunakan untuk menumbuhkan bakteri Streptococcus agalactiae dari sampel susu mastitis yaitu media spesifik, media deMann Rogosa Sharpe Agar (MRSA). Prosedur Pembuatan Media MRSA menurut (Narfiah, 2013) adalah sebagai berikut : a. Di timbang MRSA sebanyak 6,5gr/ 100 ml aquades dimasukkan kedalam erlenmeyer. b. Erlenmeyer ditutup dengan aluminium foil dan dipanaskan dengan hot stirer. c. Disterilkan dengan autoklaf dengan suhu 1210C bertekanan 1 atm selama 15 menit. d. Media dituangkan kedalam cawan petri masing-masing 20 ml. e. Dibiarkan hingga dingin dan memadat. Media yang digunakan untuk daya hambat bakteri Streptococcus agalactiae adalah Media Nutrient Agar (NA). Prosedur pembuatan media NA menurut Scaad, Bones and Chun (2000) adalah sebagai berikut: 1. Menyiapkan bahan media dengan komposisi 2,8 gr/100ml, kemudian dilarutkan dengan aquades di erlemeyer 500ml. 2. Erlemeyer ditutup dengan alumunium foil, kemudian dipanaskan hingga mendidih.
Uji daya antibakteri Uji daya hambat berdasarkan Reeves, Philips, Williams, dan Livingstone (1978) adalah sebagai berikut : 1. Bakteri aktif media padat dipanen kemudian diberi 5 ml aquades steril sehingga diperoleh suspensi bakteri setelah itu dituangkan dicawan sebanyak 100 μℓ, ditambahkan media NA selanjutnya ditunggu hingga media menjadi padat. 2. Kemudian media dilubangi dengan cork borer. 3. Konsentrasi ekstrak daun kersen dimasukkan ke dalam cawan yang medianya telah dilubangi 4. Cawan petri kemudian dibungkus dengan plastik wrap sampai rapat lalu diinkubasidengan suhu 370 C selama 24 jam. 5. Pengamatan dilakukan dengan melihat zona bening dihitung diameter menggunakan jangka sorong. 6. Zona hambat yang terbentuk diukur dari zona bening vertikal dan horizontal kemudian diratarata setelah itu dikurangi 5 mm (diameter lubang cork borer).
5
Analisis data Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis ragam (ANOVA) dengan Uji Jarak Berganda Duncan (UJBD) apabila memiliki perbedaan nyata diantara perlakuan untuk membedakan pengaruh masing-masing konsentrasi perlakuan yang diuji.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji daya antibakteri terhadap bakteri Streptococcus agalactiae pada masing-masing perlakuant memiliki diameter zona hambat yang berbeda. Hasil pengukuran diameter zona hambat pada ekstrak daun kersen tersebut tercantum pada Tabel 1.
Tabel 1. Data hasil zona hambat ekstrak daun kersen dan Iodips Diameter zona hambat (mm) Kategori antibakteri Streptococcus agalactiae Perlakuan P0 Iodips
17,52±0,74d
Kuat
P1 (30%)
6,98±0,16a
Sedang
P2 (40%)
b
Sedang
P3 (50%) P4 (60%)
9,38±0,58
b
Kuat
c
Kuat
11,70±0,73
14,15±0,73
Keterangan: Huruf superskrip yang berbeda (a-d) pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang berbeda sangat nyata (P<0,01). diatas menunjukan zona hambat bakteri Streptococous agalactiae yang paling tinggi adalah pada perlakuan kontrol Iodips 10%. Ekstrak daun kersen (Muntinga calabura L.) 30% dan 40% dapat dikatagorikan memiliki kemampuan sedang terhadap respon hambatan pertumbuhan bakteri Streptococous agalactiae, ekstrak daun kersen (Muntinga calabura L.) 50% dan 60% dapat dikatagorikan kuat terhadap respon hambatan pertumbuhan bakteri Streptococous agalactiae. Hasil analisis ragam (ANOVA) pada Lampiran 4 menunjukkan bahwa ekstrak daun kersen (Muntinga calabura L.) menggunakan pelarut air memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) dalam menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus agalactiae. Tabel 3 diatas menunjukkan hasil uji jarak berganda Duncan diperoleh notasi yang berbeda artinya bahwa ekstrak daun kersen pada konsentrasi 30% sampai dengan 60%
Tabel 1 menunjukkan bahwa ekstrak daun kersen (Muntinga calabura L.) memiliki kemampuan untuk menghambat bakteri Streptococcus agalactiae ditinjau dari terbentuknya zona hambat disekitar lubang sumuran. Tabel diatas merupakan diameter zona hambat rata-rata dari jumlah seluruh ulangan pada uji bakteri Streptococous agalactiae, kemudian di bagi dengan jumlah ulangan pada setiap perlakuan, maka pada perlakuan (P1) 30% menunjukan rataan zona hambat sebesar 6,98 mm, kemudian pada perlakuan (P2) 40% menunjukan rataan zona hambat sebesar 9,38 mm, nilai tersebut lebih rendah jika di bandingkan dengan perlakuan (P3) 50% menunjukan rataan zona hambat sebesar 11,70 mm dan perlakuan (P4) 60% menunjukan rataan zona hambat sebesar 14,15 mm. Perlakuan (P0) kontrol Iodips menunjukan rataan zona hambat sebesar 17,52 mm. Hasil rataan setiap perlakuan 6
masih belum mampu melebihi daya hambat Iodips, tetapi pada konsentrasi 50% dan 60% sudah dapat mengimbangi daya hambat Iodips walaupun masih belum mampu menggantikan Iodips karena daya hambat Iodips lebih tinggi jika di bandingkan dengan ekstrak daun kersen (Muntinga calabura L.) pada konsentrasi tersebut. Ekstrak daun kersen dari bahan alami mempunyai kemampuan yang sama dengan larutan kimia yaitu Iodips untuk menurunkan pertumbuhan bakteri Streptococcus agalactiae, sehingga eksrak daun kersen dapat dijadikan sebagai bahan alami alternatif untuk menurunkan tingkat kejadian mastitis. Hal tersebut juga membuktikan bahwa senyawa aktif pada daun kersen yaitu saponin, tanin dan flavonoid memiliki kemampuan setara
dengan senyawa aktif pada larutan iodips yaitu iodophores, emollient, white mineral oil, orthophosphoric acid, acid lactid dan dertergen. Ekstrak daun kersen (Muntinga calabura L.) 50% dan 60% dapat dikatagorikan kuat terhadap respon hambatan pertumbuhan bakteri Streptococous agalactiae jika ditinjau dari rataan diameter zona hambat. Perbedaan diameter zona hambat masing-masing konsentrasi disebabkan karena perbedaan besarnya zat aktif yang terkandung pada konsentrasi tersebut. Semakin besar suatu konsentrasi, semakin besar pula komponen zat aktif yang terkandung didalamnya sehingga zona hambat yang terbentuk juga berbeda tiap konsentrasi ( Khasanah, 2014).
Zona Hambat (mm) 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
Zona Hambat (mm)
P0 Iodips
P1 30%
P2 40%
P3 50%
P4 60%
Gambar 1. Grafik hasil zona hambat ekstrak daun kersen dan Iodips 10% Gambar 1 menunjukan bahwa perlakuan ekstrak daun kersen dengan ekstrak daun kersen dan Iodips, pada konsentrasi 50%, 40%, 30%, hal ini setiap perlakuan memiliki zona hambat sesuai dengan pendapat Pleczar dan yang berbeda, karena masing-masing Chan (2005) yang menjelaskan semakin memiliki kandungan antibakteri yang tinggi konsentrasi zat antimikroba maka berbeda setiap konsentrasi lebih tinggi semakin besar kemampuannya untuk memiliki kemampuan zona hambat lebih mengendalikan dan membunuh besar, dapat dilihat pada gambar mikroorganisme. perlakuan ekstrak air daun kersen 60% Terbentuknya zona hambat memiliki kemampan lebih tinggi disekitar lubang sumuran menunjukkan terhadap bakteri Streptococous adanya aktivitas senyawa antibakteri agalactiae dibandingakan dengan terhadap bakteri uji yaitu Streptococcus 7
agalactiae. Tabel 1 menunjukkan bahwa diameter zona hambat yang dimiliki ekstrak daun kersen terhadap bakteri Streptococcus agalactiae dapat dikategorikan sedang untuk (P1) 30% dan (P2) 40% serta kuat untuk (P3) 50% dan (P4) 60%. Susanto, Sudrajat dan Ruga (2012) menjelaskan bahwa kategori antimikroba dalam menghambat pertumbuhan bakteri adalah sebagai berikut: diameter zona hambat ≤ 5 mm dikategorikan lemah, zona hambat 6-10 mm dikategorikan sedang, zona hambat 11-20 mm dikategorikan kuat, zona hambat ≥ 21 mm dikategorikan sangat kuat. Ekstrak daun kersen dari bahan alami terbukti memiliki kemampuan yang sama dengan larutan kimia Iodips untuk menurunkan tingkat kejadian mastitis yang disebabkan oleh adanya senyawa flavonoid, tanin dan saponin. Kandungan antimikroba pada daun kersen sangat memiliki peranan penting dalam menurunkan tingkat kejadian mastitis dan senyawa tersebut terbukti memiliki kandungan zat antibakteri. Hal ini dikuatkan oleh pendapat Widodo (2005) dan disitasi oleh Karlina, Muslimin dan Guntur (2008) yang menyatakan bahwa saponin berasa pahit, berbusa dalam air dan bersifat antimikroba dalam menekan pertumbuhan bakteri, saponin dapat menurunkan tegangan permukaan dinding sel bakteri. Dzen, Roekistiningsih, Santoso, Winarsih, Sumarno, Murwani dan Santosaningsih (2003) menyatakan mekanisme saponin, flavonoid dan tanin adalah bekerja pada bakteri dengan cara merusak membran sitoplasma. Membran sitoplasma bakteri sendiri berfungsi mengatur masuknya bahan-bahan makanan atau nutrisi, apabila membran sitoplasma rusak maka metabolit penting dalam bakteri akan keluar dan bahan makanan untuk menghasilkan energi tidak dapat masuk sehingga tidak mampu sel bakteri untuk tumbuh dan
pada akhirnya terjadi kematian bakteri. Senyawa saponin merupakan zat yang apabila berinteraksi dengan dinding sel bakteri maka dinding tersebut akan pecah atau lisis. Saponin akan mengganggu tegangan permukaan dinding sel, maka saat tegangan permukaan terganggu zat antibakteri akan dengan mudah masuk kedalam sel dan akan mengganggu metabolisme hingga akhirnya terjadi kematian bakteri, ditambahkan Dinata (2011) menyatakan flavonoid memiliki peranan sebagai antimikroba dan antivirus, Flavonoid merupakan senyawa fenol yang bersifat desinfektan yang bekerja dengan cara mendenaturasi protein yang dapat menyebabkan aktifitas metabolisme sel bakteri berhenti karena semua aktifitas metabolisme sel bakteri dikatalisis oleh suatu enzim yang merupakan protein. Berhentinya aktifitas metabolisme ini akan mengakibatkan kematian sel bakteri. Karlina, Muslimin dan Guntur (2008) menyatakan bahwa senyawa tanin mampu menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara mengkoagulasi protoplasma bakteri dan tanin memiliki peran sebagai antibakteri dengan cara mengikat protein sehingga pembentukan dinding sel akan terhambat. Mekanisme penghambatan tanin yaitu dengan cara dinding sel bakteri yang telah lisis akibat senyawa saponin dan flavonoid, menyebabkan senyawa tanin dapat dengan mudah masuk kedalam sel bakteri dan mengkoagulasi protoplasma sel bakteri, akibatnya sel tidak dapat melakukan aktivitas hidup dan pertumbuhannya terhambat atau bahkan mati. Bakteri Streptococcus agalactiae merupakan bakteri gram positif. Dinding sel bakteri gram positif terdiri atas beberapa lapisan peptidoglikan yang membentuk struktur yang tebal dan kaku serta mengandung substansi dinding sel yang disebut asam teikoat (Deby, 2012). Hal tersebut dapat dikaitkan dengan 8
struktur dinding sel bakteri Gram positif yang memiliki komposisi membran plasma terdiri dari 90% peptidoglikan dan 10% asam teikoat yang mudah diserang oleh senyawa antibakteri untuk merusak dinding sel. Asam teikoat menghasilkan biofilm yang menghindari bakteri dari zat-zat yang mengganggu aktifitas hidup. Mekanisme penghambatan senyawa aktif dari ekstrak daun kersen menyebabkan keluarnya bahan makanan melalui dinding sel akibat pengubahan permeabilitas membran sitoplasma. cara lain yang dapat menghambat aktivitas antibakteri
yaitu terjadinya denaturasi protein sel dan perusakan sistem metabolisme di dalam sel dengan cara penghambatan kerja enzim intraseluler (Yuhana, 2011). Dinding sel merupakan target utama yang diserang oleh zat antibakteri yang terkandung didalam ekstrak daun kersen sehingga memudahkan senyawa flavonoid, tanin dan saponin untuk masuk kedalam membran sel. Kemampuan flavonoid sebagai antibakteri mampu menempel pada dinding sel bakteri dan mengganggu membran bakteri sehingga bakteri menjadi lisis dan mati. 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai daya simpan larutan ekstrak daun kersen dan penggunaanya dalam larutan teat dipping pada ternak.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa : 1. Penggunaan ekstrak daun kersen (Muntinga calabura L.) menggunakan pelarut air dapat menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus agalactiae dimana semakin tinggi konsentrasi ekstrak diperoleh daya hambat bakteri yang semakin kuat. 2. Konsentrasi ekstrak daun kersen (Muntinga calabura L.) 60% memberikan pengaruh zona hambat tertinggi terhadap bakteri Streptococcus agalactiae dibandingkan dengan konsentrasi 50%, 40%, 30%, namun masih belum bisa menggantikan Iodips 10%. Saran Dari penelitian ini dapat diberikan saran sebagai berikut : 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang penggunaan ekstrak daun kersen (Muntinga calabura L.) menggunakan pelarut air dengan konsentrasi diatas 60% terhadap pertumbuhan bakteri Streptococcus agalactiae.
DAFTAR PUSTAKA Deby. 2012. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Mayana (Coleus atropurpureus L. Benth) Terhadap Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan Pseudomonas aeruginosa Secara In-Vitro. Program Studi Farmasi. FMIPA UNSRAT. Manado. http://portalgaruda.org/do wnload_article.php?article=1535 4&val=1015. Diakses pada 15 Agustus 2014. Dinata, A. 2011. Basmi Lalat dengan Jeruk Manis .http//kesehatankompasiana.com/ alternatif/2011/11/06/basmi-lalatdengan-jeruk manis/. Di Akses Pada tanggal 15 Agustus 2014. Dzen, S. M, Roekistiningsih, S, Santoso, S, Winarsih, S, Sumarno, A, AS, Islam, Noorhamdani, S, Murwani, dan Santosaningsih, D. 2003. Bakteriologi Medik. Bayu media Publishing : Malang. Hlm.24-25,132. 9
Efadri, S. 2010. California Mastitis Test (CMT). http://susukambingku.com /cmt%20test.susu./kambing.html. Di Akses Pada Tanggal 15 Agustus 2014.
Kurniawan I., Sarwiyono dan Surjowardojo,P. 2013. Pengaruh Teat Dipping Menggunakan Dekok Daun Kersen (Muntingia calabura L.) Terhadap Tingkat Kejadian Mastitis. Fakultas Peternakan. Universitas Brawijaya. Malang.
Handayani T., Tuasikal, B.J. Sugoro, I. 2006. LD 50 Sinar Gamma Pada Streptococcus agalactiae Untuk Bahan Vaksin Iradiasi Mastitis Pada Sapi Perah. Pusat aplikasi teknologi isotop dan radiasi. Batam. Hants,
Mintowati, E., Kuntorini, Setya dan Maria. 2013. Struktur Anatomi dan Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Metanol Daun Kersen (Muntingia calabura). Program Studi Biologi FMIPA. Universitas Lambung Mangkurat. FMIPA Universitas Lampung.http://jurnal.fmipa.unil a.ac.id/index.php/semirata/article /download/685/505 . Diakses pada tanggal 15 Agustus 2014.
A. 1990. The Oxoid Manual6thEdition. Publish by Unipath Limited. England.
Karlina, Muslimin, dan Guntur. 2008. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Herba Krokot (Portulaca Oleracea L.) terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia Coli Http://Ejournal.Unesa.Ac.Id/Inde x.Php/Len terabio2 (1) : 87 – 93.
Narfiah. 2013. Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Jumlah Koloni Bakteri Asam Laktat Dalam Soyghurt dan Efektifitasnya Pada Penyembuhan Gastritis Lambung Mencit (Mus musculus L.) yang Diinduksi dengan Aspirin. Program Pascasarjana Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sumatera Utara Medan.http://reposi tory.usu.ac.id/bitstream/1234567 89/38265/7/.pdf. Diakses pada tanggal 15 Agustus 2014.
Khasanah, I. Sarwiyono dan Surjowardojo,P. 2014. Ekstrak Etanol Daun Kersen (Muntingia calabura L.) Sebagai Antibakteri Terhadap Streptococcus agalactiae Penyebab Mastitis Subklinis Pada Sapi Perah. Fakultas Peternakan. Universitas Brawijaya. Malang. Kuntorini, E,M., S, Fitriana, dan M,D, Astuti. 2013. Struktur Anatomi dan Uji Akti vitas Antioksidan Ekstrak Metanol Daun Kersen (Muntingia calabura). Pros iding Semirata FMIPA Universitas Lampung. Di Akses Pada Tanggal 15 Agustus 2014.
Pleczar M J, dan Chan S, 1988. Dasardasar Mikrobiologi 2, Indonesia University Press, Jakarta.
10
Reeves, D.S., I. Philip, J.D. Williams and W.R.C. Livingstone. 1978. Water worth P.M. Quantitative Methods for Bacterial Sensitivity testing. Laboratory methods in antimicrobial chemotherapy. Baltimore P. 31-41. Scaad, N.W., J.B. Jones and Chun, W. 2000. Laboratory Guide for Identification of Plant Patogenic Bacteria.third edition.
Widyawati, E. 2005. Penentuan Adanya Senyawa Triterpenoid Dan Uji Aktivitas Biologis Pada Beberapa Spesies Tanaman Obat Tradisional Masyarakat Pedesaan Bengkulu. Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Bengkulu. Jurnal Gradient Vol 2 (1): 116-12. Yuhana, N., A. Irianto dan Pramono, H. 2011. Rekayasa Mikroorganisme Inisiator Perifiton pada Kolam Budidaya Ikan Tilapia dengan Pemberian Konsorsia Mikroorganisme Unggul. Program Studi Biologi. Program Pascasarjana, Universitas Jenderal Soedirman. http://jurnal.ugm.ac.id/index.php/ jfs/article/viewFile/3045/pdf_30. Diakses pada tanggal 15 Agustus 2014.
Setiawan, H., Trisunuwati, P dan Winarso, D. 2012. Kajian Sensitivitas dan Spesifisitas Reagen CMT, WST dan SFMT Sebagai Bahan Uji Mastitis Subklinis di Peternakan Sapi Perah Rakyat, KUD Sumber Makmur Ngantang. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Brawijaya. Malang. Subronto. 2003. Ilmu Penyakit Ternak. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta Sudarwanto, M dan Sudarnika, E. 2008. Nilai Diagnostik Tes IPB Mastitis Dibandingkan dengan Jumlah Sel Somatik Dalam Susu. Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan-Institut Pertanian. Bogor. Susanto D., Sudrajat dan Ruga. 2012. Studi Kandungan Bahan Akatif Tumbuhan Meranti Merah (Shorea leprosula Miq) Sebagai Sumber Senyawa Antibakteri. Vol. 11(2): 181-190. Widodo. 2005. Tanaman Beracun dalam Kehidupan Ternak. Malang. http://wahyuwidodo.staff.umm.ac .id/files/2010/01/Tanaman_Berac un_Bagi_Kehidupan_Ternak_11. pdf. Di Akses Pada Tanggal 15 Agustus 2014. 11
12
13