,

73.000.000,00

20 - 6 - 2014

DAFTAR ISI

RINGKASAN PRAKATA DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pengkajian Risiko 2.1.1. Bahaya (Hazard) 2.1.2. Kerentanan (Vulnerability) 2.1.3. Kapasitas (Capacity) 2.1.4. Risiko Bencana (Disaster Risk) 2.2. Karakteristik Bahaya di Wilayah Kepesisiran Kab. Bantul 2.2.1. Tsunami 2.2.2. Erosi Pantai (Shore Erosion) 2.2.3. Arus Retas (Rip Current) III. TUJUAN DAN MANFAAT IV. METODE PENELITIAN 4.1. Alat dan Bahan 4.2. Metode Penelitian 4.3. Tahapan Penelitian V. HASIL YANG DICAPAI 5.1. Pelaksanaan Kegiatan 5.2. Hasil yang Dicapai VI. RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA VII. KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA

3 4 5 6 7 8 8 10 10 10 11 11 12 12 13 13 14 15 15 15 16 17 18 18 19 25 26 27

5

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.

Lokasi Kajian di Kabupaten Bantul

9

Gambar 2.

Peta Desa yang Termasuk dalam Lokasi Penelitian

19

Gambar 3.

Peta Jumlah Penduduk pada Desa-Desa yang Termasuk dalam Lokasi Penelitian 20

Gambar 4.

Citra Quickbird Tahun 2006 Lokasi Wilayah Kepesisiran Kab. Bantul

20

Gambar 5.

Citra Quickbird Tahun 2013 Lokasi Wilayah Kepesisiran Kab. Bantul

21

Gambar 6.

Blok Permukiman di Lokasi Wilayah Kepesisiran Kab. Bantul

21

Gambar 7.

Perubahan Penutup Lahan di Gumuk Pasir di Lokasi Penelitian

22

Gambar 8.

Profil di site Pantai Kuwaru

23

Gambar 9.

Pengukuran Profil Pantai di Pantai Kuwaru

24

Gambar 10.

Sketsa Hasil Pengukuran Profil Pantai

24

Gambar 11.

Lokasi Tambak Ikan “Tambak Baru Pasir Handayani” di Gumuk Pasir

25

6

DAFTAR TABEL

Tabel 1.

Alat yang digunakan dalam penelitian

15

Tabel 2.

Bahan yang digunakan dalam penelitian

16

Tabel 3.

Objek Kajian, Metode Penelitian, dan Hasil yang Diharapkan

16

Tabel 4.

Pelaksanaan Kegiatan

18

Tabel 5.

Rencana Tahapan Berikutnya

25

7

I.

PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang Penelitian Lingkungan pesisir merupakan lingkungan yang sangat dinamis dengan berbagai

penggunaan lahan yang sangat komplek (Sunarto, 1999; Marfai dan King 2008a; Marfai 2011). Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai daerah pesisir yang sangat strategis yang dapat dioptimalkan untuk mendukung pelaksanaan pembangunan (Marfai dan King 2008a; Ward dkk 2010). Banyak perkotaan dan kawasan strategis di Indonesia yang terletak terletak di wilayah kepesisiran, seperti Jakarta, Semarang, Cilacap, dan Surabaya (Sunarto, 1999; Marfai dan King 2008b; Ward dkk 2010). Berbagai macam aktivitas budaya, industri, pariwisata, maupun jasa dapat dikembangkan secara optimal di wilayah kepesisiran untuk menunjang perekonomian nasional. Namun demikian, disisi lain, kawasan pesisir juga merupakan kawasan yang sangat rawan untuk terkena bencana seperti banjir genang pasang, erosi pantai, sedimentasi dan intrusi air laut, tsunami, badai, serta gelombang tinggi (Sunarto, 1999, Marfai dan King 2008c, Sartohadi dkk 2009, Mardiatno dkk 2009, Marfai dkk 2009). Pulau Jawa bagian selatan secara geomorfologi, geologi, dan hidrometeorologi menyimpan potensi sumberdaya yang juga diikuti dengan adanya potensi bencana (Bemmelen, 1949; Verstappen, 1983). Pendekatan pengurangan risiko bencana yang merupakan perpaduan antara sudut pandang praktis dan ilmiah yang mempertimbangkan faktor-faktor

fisik,

sosial,

ekonomi

serta

politik

digunakan

dalam

perencanaan

penanggulangan bencana. Salah satu instrumen pengurangan risiko bencana adalah penilaian risiko bencana melalui pemetaan risiko bencana. Penilaian risiko bencana dapat dirumuskan berdasarkan penilaian terhadap bahaya (hazard), kerentanan (vulnerability) dan kapasitas (capacity) yang dinilai secara terpisah (Oosterom et al., 2005). Identifikasi bahaya (hazard) dan kerentanan (vulnerability) merupakan aspek penting dalam tahap awal penyusunan peta risiko bencana (Thywissen, 2006). Pendugaan dan penilaian risiko bencana berperan penting dalam membangun sistem mitigasi bencana yang berkontribusi dalam pengurangan risiko bencana. Pemahaman jenis dan karakteristik bahaya (hazard) wilayah kepesisiran Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakartam (Gambar 1), perlu memperhatikan karakteristik lokal. Sejumlah wilayah pesisir dan pantai di Kabupaten Bantul menyimpan potensi bahaya, antara lain arus retas (rip current) (Retnowati, 2012) yang dipengaruhi oleh antara lain kondisi cuaca dan morfologis pantai, erosi pantai yang menggerus pantai yang banyak 8

dikunjungi wisatawan, deflasi pesisir yang dipengaruhi oleh aktivitas angin, dan tsunami yang dipicu oleh pergerakan lempeng tektonik (Verstappen, 1983). Karakteristik lokal yang terkait dengan kerentanan (vulnerability) dan kemampuan (capacity) masyarakat penting dipertimbangkan dalam mendukung upaya pengurangan risiko bencana, ini terbukti ketika bencana gempa bumi melanda Kabupaten Bantul tahun 2006.

Gambar 1.

Lokasi Kajian di Kabupaten Bantul

Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau

Kecil

difokuskan

pada

upaya

preventif

pada

tahap

pra-bencana.

Penyelenggaraan mitigasi bencana di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil tidak terlepas dari perhatian terhadap aspek sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat, kelestarian lingkungan hidup, kemanfaatan dan efektivitas, serta lingkup wilayah. Penilaian risiko bencana kepesisiran Kabupaten Bantul melalui pemetaan risiko multi bencana sebagai bagian dari tindakan pra-bencana perlu dilakukan dalam melakukan tahapan dalam perencanaan wilayah pesisir. Permasalahan kebencanaan yang tidak dikelola secara terpadu menyebabkan tumpang tindih perencanaan dan pembangunan yang menyebabkan tidak selaras dan sejalannya konsep pengurangan risiko bencana (Dibyosaputro, 2009). Pengurangan risiko bencana kepesisiran dapat dilakukan dengan melakukan skenario akurat terkait dengan potensi bahaya, penilaian tingkat kerentanan secara detil, dan penggalian informasi terkait dengan kapasitas dan persepsi masyarakat terhadap bencana kepesisiran. Penggabungan antara pendekatan geomorfologi dan inovasi teknologi informasi spasial dengan penginderaan jauh dan sistem informasi geografis, serta pemetaan partisipatif berbasis komunitas digunakan dalam untuk memahami variabilitas dan menentukan arahan serta rumusan dalam memberikan arahan kepada masyarakat terkait pengurangan bencana kepesisiran di Kab. Bantul. 9

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Konsep Pengkajian Risiko Komponen pengkajian risiko bencana terdiri dari ancaman, kerentanan dan

kapasitas.Komponen ini digunakan untuk memperoleh tingkat risiko bencana suatu kawasan dengan menghitung potensi jiwa terpapar, kerugian harta benda dan kerusakan lingkungan.Selain tingkat risiko, kajian diharapkan mampu menghasilkan peta risiko untuk setiap bencana yang ada pada suatu kawasan.Kajian dan peta risiko bencana ini harus mampu menjadi dasar yang memadai bagi daerah untuk menyusun kebijakan penanggulangan bencana.Ditingkat masyarakat hasil pengkajian diharapkan dapat dijadikan dasar yang kuat dalam perencanaan upaya pengurangan risiko bencana. Risiko bencana dapat dinilai tingkatannya berdasarkan besar kecilnya tingkat ancaman, kerentanan, dan kapasitas yang ada pada suatu wilayah.Analisis risiko bencana dapat dilakukan dengan berbagai metode salah satunya adalah metode pemetaan berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG).Dewasa ini berbagai pihak telah mencoba untuk menyusun peta risiko bencana, belum adanya standarisasi dalam metode penyusunan peta risiko menyebabkan setiap lembaga atau institusi memiliki metode yang berbeda dalam penyusunan peta risiko. Secara mendasar pemahaman tentang konsep bencana menjadi dasar yang kuat dalam melakukan pemetaan risiko bencana yang dapat diaplikasikan kedalam Sistem Informasi Geografis (SIG) yang dapat ditampilkan secara spasial dan menghasilkan peta ancaman, peta kerentanan, peta kapasitas dan peta risiko bencana. 2.1.1. Bahaya (Hazard) Bahaya adalah suatu fenomena alam yang mempunyai potensi mengancam kehidupan manusia, kerugian harta benda dan kerusakan lingkungan. Berdasarkan United NationInternational Strategy for Disaster Reduction (UN-ISDR), bahaya ini dibedakan menjadi lima kelompok, yaitu: 1) Bahaya beraspek geologi, antara lain gempabumi, tsunami, gunungapi, gerakan tanah (mass movement) sering dikenal dengan longsor lahan. 2) Bahaya beraspek hidrometeorologi, antara lain; banjir, kekeringan, angin topan dan gelombang pasang.

10

3) Bahaya beraspek biologi, antara lain: wabah penyakit, hama dan penyakit tanaman dan hewan/ternak. 4) Bahaya beraspek teknologi, antara lain: kecelakaan transportasi, kecelakaan industri dan kegagalan teknologi. 5) Bahaya beraspek lingkungan, antara lain; kebakaran hutan, kerusakan lingkungan dan pencemaran limbah. 2.1.2. Kerentanan (Vulnerability) Kerentanan (vunerability) merupakan kondisi pada suatu komunitas atau masyarakat yang mengarah atau menyebabkan ketidakmampuan dalam menghadapi ancaman bahaya.Tingkat kerentanan dapat ditinjau dari kerentanan fisik (infrastruktur), sosial kependudukan, ekonomi dan kerentanan lingkungan. Kerentanan fisik menggambarkan suatu kondisi fisik yang rawan terhadap faktor bahaya (hazards) tertentu. Kondisi kerentanan ini dapat dilihat dari berbagai indikator sebagai berikut: persentase kawasan terbangun, kepadatan bangunan, persentase bangunan konstruksi darurat, jaringan listrik, rasio panjang jalan, jaringan telekomunikasi, jaringan PDAM, jalan KA, kekuatan bangunan rumah bagi masyarakat yang tinggal di daerah rawan gempabumi, adanya tanggul pengaman banjir bagi masyarakat yang tinggal di bantaran sungai dan sebagainya. 2.1.3. Kapasitas (Capacity) Kapasitas adalah kombinasi dari semua kekuatan, atribut dan sumber daya yang tersedia dalam sebuah komunitas, masyarakat atau organisasi yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan tertentu (ISDR, 2009). Kapasitas dapat meliputi infrastruktur dan sarana fisik, lembaga, kemampuan ketahanan sosial, serta pengetahuan manusia, keterampilan dan atribut kolektif seperti hubungan sosial, kepemimpinan dan manajemen. Kapasitas juga mendasari kemampuan. Beberapa faktor yang mempengaruhi kapasitas dalam hal pengurangan risiko bencana adalah fungsi dari sumber daya yang tersedia di lokasi tertentu. Penilaian kapasitas adalah salah satu faktor yang mempengaruhi intensitas risiko. Berdasarkan UNDP (2009), penilaian kapasitas adalah proses analisis terstruktur dirancang untuk menilai dan mengevaluasi berbagai dimensi kapasitas dalam sistem kelembagaan atau lingkungan / lebih luas serta penilaian terhadap unit tertentu kapasitas dan individu dalam sistem. Pendekatan praktis di bidang manajemen risiko harus membangun pada dua hal seperti pengetahuan teknis bagi orang profesional dan persepsi mereka yang terkena resiko. Aspek teknis dalam hal ini dapat digambarkan sebagai mitigasi struktural dan pengetahuan 11

lokal termasuk kearifan lokal persepsi risiko bisa digambarkan sebagai mitigasi nonstruktural. 2.1.4. Risiko Bencana (Disaster Risk) Risiko merupakan fungsi dari bahaya (hazard), kerentanan (vulnerability) dan kemampuan (capacity). Semakin tinggi ancaman bahaya di suatu daerah, maka semakin tinggi risiko daerah tersebut terkena bencana. Demikian pula semakin tinggi tingkat kerentanan masyarakat atau penduduk, maka semakin tinggi pula tingkat risikonya. Tetapi sebaliknya, semakin tinggi tingkat kemampuan masyarakat, maka semakin kecil risiko yang dihadapinya. Dalam pengelolaan penanggulangan bencana (disaster management), risiko bencana adalah interaksi antara kerentanan suatu daerah dengan ancaman bahaya (hazards) yang ada serta kapasitas yang dimiliki oleh daerah tersebut. Ancaman bahaya, khususnya bahaya yang berasal dari alam bersifat tetap karena merupakan bagian dari dinamika proses alami pembentuk struktur bumi baik dari tenaga endogen maupun eksogen, sedangkan tingkat kerentanan suatu daerah dapat dikurangi melalui berbagai usaha baik struktural maupun nonstruktural, sehingga kemampuan dalam menghadapi ancaman tersebut semakin meningkat. Secara umum, risiko bencana dapat dirumuskan sebagai berikut: Bahaya (H) x Kerentanan (V) Risiko (R) = Kemampuan (C)

2.2.

……………………………………….(1)

Karakteristik Bahaya di Wilayah Kepesisiran Kab. Bantul Daerah kepesisiran di Kabupaten Bantul yang dikaji dalam penelitian ini terletak di

wilayah pesisir selatan Daerah Istimewa Yogyakarta yang terus mengalami perkembangan di berbagai sektor khusunya pariwisata dan perikanan. Wilayah pesisir Kabupaten Bantul yang diteliti meliputi Kecamatan Kretek, Sanden, dan Srandakan. Secara geografis, daerah penelitian ini dibatasi oleh dataran aluvial kepesisiran (coastal alluvial plain) di sebelah utara, gawir sesar (escarpment) di sebelah timur, Samudra Hindia di sebelah selatan, dan Sungai Progo di sebelah barat. Berdasarkan data curah hujan bulanan selama 25 tahun, daerah penelitian ini termasuk wilayah iklim Aw menurut klasifikasi dari Kőppen. Verstappen (1983) menyatakan, bahwa arah angin timur yang bertiup di daerah penelitian ini 12

mendekati 325°NE. Adanya kombinasi antara fenomena geodinamik, hidrodinamik, aerodinamik, dan antropodinamik mengakibatkan daerah penelitian memiliki beberapa jenis ancaman bencana kepesisiran yaitu: Tsunami, Abrasi, Arus Retas (rip current), dan deflasi. 2.2.1. Tsunami Tsunami ditimbulkan oleh gempabumi yang pusatnya di dasar laut di lepas pantai ataupun dekat dengan pantai. Ketika terjadi gempa di lautan, air laut akan berubah dari kondisi kesetimbangan dan berusaha untuk mencapai kondisi kesetimbangan tersebut. Jumlah gelombang yang dihasilkan dapat bervariasi bergantung pada keadaan gempabumi yang terjadi. Ketika gelombang tersebut merambat, gelombang itu berubah ukurannya menjadi dua kali ukuran gelombang semula bahkan menjadi lebih besar (Heitner, 1969., Fernando et.al., 2008). Gelombang tsunami memiliki karakteristik yang berbeda dengan gelombang pendek di lautan yang dibangkitkan oleh angin di perairan yang dalam. Kedua gelombang tersebut (gelombang tsunami dan gelombang yang dibangkitkan angin) berbeda dalam hal panjang gelombang, periode, kecepatan, dan amplitudo. Panjang gelombang adalah jarak antara puncak gelombang yang berurutan sementara periode adalah waktu yang dibutuhkan oleh dua puncak gelombang berurutan untuk melewati titik tertentu. Lebih jauh lagi dinyatakan bahwa tsunami merupakan gerak massa air laut mulai dari dasar hingga permukaan. 2.2.2. Erosi Pantai (Shore Erosion) Faktor-faktor fisik perairan seperti gelombang, pasang surut dan arus merupakan variabel penting terhadap dinamika bentuklahan pantai. Variabel ini bersinergi membentuk pola sirkulasi air dekat pantai yang berpengaruh pada erosi garis dan tebing pantai, pembentukan topografi dasar laut, pergerakan sedimen pantai dan mekanisme deposisi di pantai. Intensitas pemanfaatan daerah pantai untuk berbagai aktivitas manusia yang semakin meningkat secara langsung maupun tidak langsung dapat menyebabkan terjadinya perubahan pada pola bentuklahan pantai. Pembangunan tembok pantai, groin dan bangunan pemecah gelombang, pembangunan pelabuhan, dan reklamasi pantai dapat merubah topografi pantai secara langsung, pengaruh tidak langsungnya adalah sebagai pemicu terjadinya perubahan lokasi daerah tererosi dan terdeposisi di pantai. Aktivitas erosi dan deposisi pada dasarnya merupakan proses alamiah yang senantiasa terjadi di seluruh kawasan pantai di berbagai tempat, tidak terkecuali di kawasan Pantai Parangtritis. Namun demikian penelitian tentang mekanisme kerja faktor-faktor fisik yang berinteraksi di kawasan pantai harus senantiasa dilakukan, terlebih lagi jika proses dinamika 13

yang terjadi dikategorikan di luar kondisi normal yang berpotensi menimbulkan ancaman bencana. Hal ini diperlukan dalam rangka untuk mengendalikan dan memonitoring aktivitas erosi dan deposisi itu sendiri, sehingga tidak sampai menimbulkan bencana. Sepanjang garis pantai pada daerah penelitian secara aktual telah dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan seperti permukiman, pariwisata, kawasan religius, perikanan, pertanian lahan pantai, dan lainnya. Di sisi lain, berdasarkan pengamatan langsung di sepanjang wilayah kepesisiran Kabupaten Bantul, telah dijumpai beberapa area yang mengalami kerusakan akibat proses erosi pantai. Kerusakan-kerusakan ini umumnya bersifat musiman dan pada kondisi ekstrim di lokasi tertentu dapat mengakibatkan kerusakan berbagai sarana dan prasarana di kawasan pantai, sehingga hal ini merupakan salah satu ancaman bencana di daerah penelitian. 2.2.3. Arus Retas (Rip Current) Secara umum Arus Retas (rip current) didefinisikan sebagai arus yang terkonsentrasi melalui celah sempit (rip) memecah zone empasan gelombang hingga melewati batas zone gelombang pecah.Angin merupakan faktor utama yang memicu terjadinya gelombang, kecepatan, lamanya angin bertiup, dan fetch merupakan parameter utama yang mempengaruhi besar kecilnya gelombang. Setelah gelombang pecah maka sebagian besar massanya akan terhempas ke arah garis pantai membentuk sudut datang hempasan tertentu sesuai dengan arah datang gelombang dan morfologi pantai. Empasan yang sampai ke pantai menyebabkan terbentuknya arus susur pantai yang merupakan bibit terjadinya rip current. Garis pantai yang berbentuk teluk secara umum merupakan tempat rip current terjadi, hal ini disebabkan karena morfologi teluk pada garis pantai merupakan tempat terkonsentrasinya arus susur pantai. Rip current oleh masyarakat diwilayah kepesisiran Kabupaten Bantul dikenal dengan istilah lebengan. Secara sederhana rip current dapat dikenali dengan melihat adanya arus yang mengarah ke laut memotong zone pecah gelombang sehingga membentuk celah, umumnya di zone tersebut tidak terjadi proses gelombang pecah. Ciri lokasi terdapatnya rip current secara umum adalah pada morfologi garis pantai yang berbentuk teluk, karena pada teluk energi arus susur pantai dan energi empasan gelombang pecah terakumulasi dan dilepaskan kembali ke arah laut lewat satu jalur yang terfokus. Pada morfologi tanjung rip current tidak terbentuk karena arus cenderung menyebar, sehingga daerah tanjung ini sering digunakan oleh para nelayan untuk melakukan pendaratan perahu (Sunarto, dkk., 2009). III.

TUJUAN DAN MANFAAT

14

Tujuan utama dari penelitian ini adalah melakukan identifikasi risiko multi bencana kepesisiran di Kabupaten Bantul, DIY. Secara detil tujuan penelitian dapat dibagi menjadi 5 (lima) paket pekerjaan, (Work Package) yaitu: 1) Identifikasi bahaya kepesisiran di wilayah kepesisiran Kab. Bantul yang meliputi bahaya: tsunami, erosi pantai, arus retas (rip current), kepunahan gumuk pasir tipe barkhan, dan bahaya konflik sosial (WP1). 2) Identifikasi kerentanan di wilayah kepesisiran Kab. Bantul yang meliputi kerentanan fisik, kerentanan sosial, kerentanan ekonomi, dan kerentanan lingkungan (WP2). 3) Identifikasi kapasitas masyarakat dalam menghadapi ancaman bencana kepesisiran di wilayah kepesisiran Kab. Bantul (WP3). 4) Menentukan nilai potensi risiko bencana kepesisiran di wilayah kepesisiran Kab. Bantul dengan mendasarkan pada faktor bahaya, kerentanan, dan kapasitas (WP4). 5) Menentukan strategi mitigasi yang dapat dilakukan untuk menurunkan tingkat risiko bencana kepesisiran di wilayah kepesisiran Kab. Bantul (WP5) Penelitian ini diharapkan memberikan usulan, masukan, dan pertimbangan kepada pemerintah setempat dan para pihak yang terkait dalam penyusunan perencanaan pembangunan yang mengarusutamakan pengurangan risiko bencana, khususnya untuk wilayah kepesisiran

IV. 4.1.

METODE PENELITIAN Alat dan Bahan Peralatan dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1

dan Tabel 2. Tabel 1. No. 1

Alat yang digunakan dalam penelitian

2 3 4 5 6 7 8

Alat yang digunakan Geology Survey Kit (Kompas Geologi, Palu Geologi, Komparator Batuan, dll) Laser Ace Trimble GPS Oregon 550 dan GPS Robotic ArcGIS 10.1 ILWIS 3.3 ENVI 5 Sediment Sampler Kuisoner

9

FGD Kits

Fungsi Alat bantu dalam survey geomorfologi, menghitung arah dan perlapisan batuan dsb Menghitung jarak dan kemiringan di lapangan Menentukan titik koordinat di suatu lokasi Komputasi GIS Komputasi GIS dan pengolahan DEM Pengolahan data PJ Mengambil data sedimen Sebagai alat dalam mengambil informasi melalui wawancara Alat bantu dalam diskusi grup terfokus

15

Tabel 2. No. 1 2 3 4 5 6

4.2.

Bahan yang digunakan dalam penelitian

Bahan Peta RBI Skala 1:25000 disekitar Kab. Bantul Peta Geologi Skala 1:100000 di sekitar Kab. Bantul Citra Quickbird 2014, 2013, 2011, 2010, 2006 PODES 2011 Monografi Dusun, Desa dan KDA Data historis kejadian tsunami

Sumber BIG Badan Geologi BPS BPS BNPB

Metode Penelitian Objek kajian, metode yang digunakan, dan hasil yang diharapkan dari penelitian ini

dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. No 1

Work Package WP 1

Objek Kajian, Metode Penelitian, dan Hasil yang Diharapkan

Objek Kajian

Metode

Bahaya tsunami

Iterasi genangan dengan skenario ketinggian runup tsunami (ILWIS) 1. Perubahan garis pantai multi temporal 2. Pengukuran tipe gelombang (desktruktif dan konstruktif) 3. Transect 4. Future coastline prediction dengan metode Weighted Linier Prediction (WLR) 1. Perubahan penutup lahan di area barkhan 2. Perubahan stok material 3. Perubahan karakteristik jalur angin (wind tunnel) 4. Perubahan morfologi gumuk pasir tipe barkhan 1. FGD 2. Indepth interview 1. Identifikasi unit pemetaan (Rumah tangga blok bangunan dusun) 2. Interpretasi parameter kerentanan fisik dari citra (permukiman, infrastruktur, dll) 3. Wawancara tertutup

2

Bahaya coastal erosion

3

Bahaya kepunahan gumuk pasir tipe Barkhan

4 5

WP 2

Bahaya konflik sosial Kerentanan (Fisik, Sosial, Ekonomi, dan Kelembagaan)

Hasil yang Diharapkan Peta Kerawanan atau Bahaya Tsunami dengan beberapa skenario tinggi genangan. 1. Peta perubahan garis pantai 2. Peta perubahan garis pantai (m/tahun) erosi dan abrasi 3. Peta kerawanan dan bahaya erosi pantai

1. 2.

Peta perubahan penutup lahan di area gumuk pasir Peta perubahan morfologi gumuk pasir

Peta konflik sosial pada unit rumah tangga dan blok permukiman 1. Peta kerentanan fisik, sosial, ekonomi, dan kelembagaan tingkat dusun. 2. Peta komposit kerentanan

16

No

Work Package

Objek Kajian

6

WP 3

Kapasitas

7

WP 4

Penilaian Risiko

8

WP 5

Arahan mitigasi

4.3.

Metode (kerentanan ekonomi, sosial) 4. FGD 5. SMCE (Analisis spasial untuk kerentanan) 1. Wawancara 2. FGD Matriks bahaya, kerentanan, dan risiko Wawancara FGD

Hasil yang Diharapkan

Peta kapasitas masyarakat di wilayah kepesisiran Kab. Bantul Peta risiko multi bencana di wialayah kepesisiran Kab. Bantul Peta arahan mitigasi bencana kepesisiran

Tahapan Penelitian Kegiatan yang akan dilaksanakan dalam penyusunan pemetaan risiko bencana

kepesisiran ini adalah sebagai berikut: 1) Tahap persiapan; Pada tahap ini, kegiatan utama yang dilakukan adalah telaah literatur pendukung serta inventarisasi sumberdaya bahan, peralatan, dan sumberdaya manusia.Inventarisasi dan kompilasi data merupakan tahapan awal dari kegiatan ini.Penelitian kebencanaan di Kabupaten Bantul telah banyak dilakukan oleh berbagai instansi dan peneliti, sehingga data-data tersebut dapat digunakan sebagai data pendukung dalam penelitian ini. Kegiatan survei pendahuluan dilakukan untuk melengkapi data awal yang telah terkumpul sebagai pendukung data dasar. 2) Tahap pelaksanaan; Kegiatan utama pada tahap ini meliputi pembuatan peta risiko bencana kepesisiran Kabupaten Bantul dan diseminasi peta risiko bencana kepesisiran Kabupaten Bantul kepada masyarakat beserta para pihak (stakeholders) Kabupaten Bantul untuk memperoleh masukan sebelum dibuat menjadi peta akhir. 3) Tahap penyelesaian; Pada tahap penyelesaian, kegiatan yang dilakukan terutama meliputi perbaikan peta risiko bencana kepesisiran Kabupaten Bantul sesuai dengan hasil diseminasi sebagai peta akhir hasil penelitian. Pelaporan kegiatan dalam bentuk laporan akhir penelitian akan disampaikan pada tahap ini sebagai bentuk pertanggungjawaban tertulis pelaksanaan kegiatan. Publikasi hasil penelitian di jurnal ilmiah nasional juga akan dilakukan sebagai tindak lanjut kegiatan ini.

V.

HASIL YANG DICAPAI 17

5.1.

Pelaksanaan Kegiatan Aktivitas yang sudah dilakukan dalam kegiatan ini meliputi kegiatan pengumpulan

data sekunder dan kegiatan observasi lapangan. Rincian kegiatan yang telah dilaksanakan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. No 1

Tahapan Persiapan

WP

Pelaksanaan Kegiatan

Aktivitas

Deskripsi dan Hasil Aktivitas

WP 1, WP2, WP3

Persiapan data sekunder

WP1. WP2. WP3

Pengumpulan data sekunder

3

WP1 dan WP2

Interpretasi data penginderaan jauh untuk identifikasi blok permukiman

Interpretasi data penginderaan jauh dilakukan untuk melakukan identifikasi blok permukiman yang digunakan sebagai unit pemetaan pada penilaian bahaya konflik sosial, kerentanan, dan kapasitas (Gambar 6).

4

WP1

Identifikasi data penginderaan jauh untuk identifikasi perubahan penutup lahan pada kawasan gumuk pasir

Interpretasi citra penginderaan jauh dilakukan secara visual untuk mengidentifikasi perubahan penutup lahan pada kawasan gumuk pasir selama periode 2003, 2010, 2013 (Gambar 7)

5

Pelaksanaan WP1

Fieldwork 1

Kegiatan lapangan 1 dilakukan untuk melakukan identifikasi permasalahan yang ada pada lokasi penelitian. Kegiatan lapangan ini melibatkan PSBA UGM,

2

Tahap persiapan data sekunder meliputi pengumpulan: 1. 2. 3. 4. 5.

Data topografi Riset sebelumnya Data penggunaan lahan Peta administrasi (Gambar 2) Data sosial demografi (Gambar 3)

Data sekunder yang berhasil dikumpulkan meliputi: 1. Peta RBI Digital skala 1:25000 2. Foto Udara kawasan parangtritis 3. Citra Quickbird tahun 2006 (Gambar 4) 4. Citra Quickbird tahun 2013 (Gambar 5) 5. Citra Landsat tahun 2006-2014 6. Peta Tata Ruang Kabupaten Bantul 7. PODES Tahun 2011 dan KDA tahun 2013

18

No

Tahapan

WP

Aktivitas

Deskripsi dan Hasil Aktivitas BPBD Kab. Bantul, dan SAR. Kegiatan lapangan ini juga dilakukan untuk melakukan identifikasi proses erosi pantai di Pantai Kuwaru. Pengukuran dilakukan dengan melakukan profiling pada 4 lokasi di Pantai Kuwaru.

5.2.

Hasil yang Dicapai 1) Peta Administrasi Lokasi Penelitian Lokasi penelitian meliputi 14 desa yaitu: Desa Banjaran, Desa Poncosari, Desa

Gadingsari, Desa Gadingharjo, Desa Murtigading, Desa Srigading, Desa Tirtosari, Desa Tirtomulyo, Desa Tirtosari, Desa Tirtoharjo, Desa Prangtritis, Desa Donotirto, Desa Seloharjo, dan Desa Panjangrejo.

Gambar 2.

Peta Desa yang Termasuk dalam Lokasi Penelitian

2) Peta Jumlah Penduduk Jumlah penduduk di desa-desa lokasi penelitian didapatkan dari data Potensi Desa. Jumlah penduduk dan perbandingan antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan memberikan gambaran secara kasar dari kerentanan sosial pada desa tersebut.

19

Gambar 3.

Peta Jumlah Penduduk pada Desa-Desa yang Termasuk dalam Lokasi Penelitian

3) Citra Quickbird Tahun 2006

Gambar 4.

Citra Quickbird Tahun 2006 Lokasi Wilayah Kepesisiran Kab. Bantul

4) Citra Quickbird Tahun 2013

Gambar 5.

Citra Quickbird Tahun 2013 Lokasi Wilayah Kepesisiran Kab. Bantul

20

5) Peta Blok Permukiman Peta blok permukiman digunakan sebagai unit pemetaan untuk identifikasi kerentanan dan kapasitas, serta unit untuk identifikasi ancaman konflik sosial.

Gambar 6.

Blok Permukiman di Lokasi Wilayah Kepesisiran Kab. Bantul

6) Perubahan Kawasan Gumuk Pasir Perubahan penutup lahan di kawasan di Gumuk Pasir dilihat dari data penginderaan jauh pada rentang 2003, 2010, 2011, dan 2013.

21

Gambar 7.

Perubahan Penutup Lahan di Gumuk Pasir di Lokasi Penelitian

7) Pengukuran lapangan di Pantai Kuwaru Pengumpulan data primer dan pengukuran di lapangan dilakukan untuk melakukan pengukuran terhadap dinamika dan proses-proses geomorfik di kawasan kepesisiran Kuwaru yang diperoleh melalui analisa spasial citra satelit multi temporal. Profiling kawasan dilakukan untuk mendapatkan informasi wilayah secara lebih rinci dengan batas ke arah darat sampai dengan dataran alluvial pantai. Profiling dilakukan dengan menggunakan bantuan GPS, yalon, laser telemetri dan peralatan lainnya. Selain profiling, wawancara dengan penduduk juga dilakukan untuk mengetahu persepsi mereka terkait dengan dinamika di wilayah kepesisiran Kuwaru. Penentuan lokasi profiling dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling. Hasil profiling wilayah kepesisiran Kuwaru menunjukkan bahwa bentuklahan di wilayah tersebut dari arah laut menuju darat secara umum terbagi menjadi gisik, beting gisik, swale, beting gisik, rawa belakang, dan dataran aluvial pantai (Gambar 8).

22

Gambar 8.

Profil di site Pantai Kuwaru

8) Observasi lapangan di lokasi Penelitian Tahap awal penelitian ini adalah survei lapangan di empat lokasi meliputi Pantai Kuwaru, Pantai Samas, Pantai Depok, dan Gumuk Pasir Parangtritis. Kegiatan tersebut 23

bertujuan untuk observasi serta menentukan fokus kajian penelitian. Beberapa data primer yang telah dikumpulkan melalui observasi lapangan antara lain profil pantai (Gambar 9 dan 10) dan penggunaan lahan tambak di kawasan gumuk pasir (Gambar 11).

Gambar 9.

Pengukuran Profil Pantai di Pantai Kuwaru (Koordinat 7°59,458’ S dan 110°13,603’)

Gambar 10. Sketsa Hasil Pengukuran Profil Pantai

Lokasi Tambak Baru Pasir Handayani

Gambar 11. Lokasi Tambak Ikan “Tambak Baru Pasir Handayani” di Gumuk Pasir Parangtritis (Koordinat 49S 424953; 9113574) 24

VI.

RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA Rencana penelitian pada tahapan berikutnya dapat dilihat pada Tabel 5. Secara umum

pada tahapan selanjutnya penelitian ini masih mengharapkan pada pengumpulan data sekunder untuk dapat membantu identifikasi terkait dengan kerentanan dan kapasitas. Kegiatan lapangan akan dilakukan untuk melakukan identifikasi pada obyek bahaya dan kerentanan melalui pengukuran di lapangan dan wawancara. Pada tahapan pengolahan akan dilakukan pemodelan spasial pada aspek bahaya, kerentanan, dan perhitungan risiko. Tabel 5. No

WP

1

1,2

2

1,2,3

1,2,3,4

1,2,3,4,5

Aktivitas

Rencana Tahapan Berikutnya Hasil yan Diharapkan

Pengupulan data

1. Data arah dan kecepatan angin di wilayah kepesisiran dari BMKG 2. Data pasang surut, kecepatan gelombang, dan tinggi gelombang dari BIG. 3. Data Rencana Tata Ruang Detil 4. Data batas dusun dan monografi dusun. 5. Data sedimen dari muara Kali Opak dan Progo

Kegiatan lapangan

1. Profiling dan survey garis pantai seluruh wilayah kepesisiran Bantul 2. Survey GPS untuk mendapatkan data ketinggian di seluruh wilayah kepesisiran Bantul (input DEM untuk pemodelan tsunami) 3. Interpretasi aspek fisik (rumah, infrastruktur, dll) untuk input dalam kerentanan fisik. 4. Survey wawancara untuk aspek ancaman konflik sosial, kerentanan ekonomi, dan kapasitas di seluruh blok permukiman. 5. Survey morfometri gumuk pasir 6. Survey identifikasi rip current

Analisi data

1. Pemodelan genangan tsunami dengan iterasi pada software ILWIS 2. Perhitungan nilai erosi pantai dengan ekstensi DSS pada ArcGIS 10.1 3. Identifikasi arus retas pada beberapa musim 4. Identifikasi dan pemetaan konflik sosial 5. Pemetaan kerentanan dan kapasitas dengan SMCE 6. Pembuatan matriks risiko dan identifikasi risiko

Penulisan Laporan

25

VII.

KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil pengumpulan data sekunder serta pengamatan dan pengukuran data

primer, wilayah kepesisiran di Kabupaten Bantul berpotensi untuk mengalami bencana. Perlu adanya tindak lanjut terkait bahaya, kerentanan, kapasitas, dan risiko bencana di lokasi tersebut sebagai modal utama dalam kajian pemetaan risiko bencana kepesisiran.

DAFTAR PUSTAKA

ADPC Primer Team, 2005, Disaster Risk Management in Asia, ADPC, Bangkok. Carter, W.N., 1991, Disaster Management: A Disaster Manager’s Handbook, ADB, Manila. Greiving, S., 2006, Multi-risk assessment of Europe’s Region, dalam Birkmann, J. (Ed.), 2006, Measuring Vulnerability to Natural Hazards, Towards Disaster Resilient Societies, UNU-EHS, UNU-Press, Tokyo. Hamalik, Oemar, 1993, Psikologi Manajemen, Penuntun Bagi Pemimpin, Trigenda Karya, Cetakan Pertama, Bandung. Kartono, Kartini, 1996, Pengantar Metodologi Riset Sosial, Penerbit CV Mandar Maju, Bandung. Keraf, Sonny. 2002. Etika Lingkungan. Penerbit Buku Kompas, Jakarta Kirana, Chandra, 2001, Advokasi itu Komunikasi, BSP – KEMALA, Jakarta. Krueger, R.A., 1994, Focus Group Discussion, SAGE Publication, London. Kuroiwa, J., 2004, Disaster Reduction: Living in Harmony with Nature, Quebecor World Peru S.A., Lima. Menteri Pendidikan Nasional, 2003, The Key Concept Underlying Environmental, Jakarta. Nott, J., 2006, Extreme Events: A Physical Reconstruction and Risk Assessment, Cambridge University Press, Cambridge. Pannekoek, AJ., 1949, Outline of the Geomorphology of Java, E.J. Brill, Leiden. PSBA, 2007, Sosialisasi Mitigasi Bencana Gempabumi dan Tsunami di Pesisir Pantai Selatan Pulau Jawa, Laporan Akhir, Kerjasama antara PSBA UGM dengan Departemen Sosial RI, Yogyakarta. PSBA, 2008, Kegiatan Pengurangan Risiko Bencana Wilayah Bali, Maluku dan Maluku Utara, Laporan Akhir, Kerjasama antara PSBA UGM dengan Departemen Sosial RI, Yogyakarta. 26

PSBA, 2009, Penaksiran Multirisiko Bencana di Wilayah Kepesisiran Parangtritis, Suatu Analisis Serbacakup untuk Membangun Kepedulian Masyarakat Terhadap Berbagai Kejadian Bencana. PSBA UGM, Yogyakarta Smith, K., 1996, Environmental Hazards: Assessing Risk and Reducing Disaster, Routledge, London. Thywissen, Kathrina. 2006. Components of Risk, A Comparative Glossary. United Nations University, Institute for Environment and Human Security.

27