PUTUSAN Nomor 05 K/N/2004
================================= DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH AGUNG memeriksa perkara niaga dalam tingkat kasasi telah mengambil putusan sebagai berikut dalam perkara kepailitan antara: Ir. FADEL MUHAMMAD, beralamat di Jalan Taman Patra XI/8, Kelurahan Kuningan Timur, Kecamatan Setia Budi, Jakarta Selatan dalam hal ini diwakili oleh kuasanya ROCKY AWONDATU, SH., dan ANDI FAHRI HASANUDDIN, SH. Pengacara beralamat di Jalan Tebet Barat Raya No. 2, Jakarta Selatan, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 16 Februari 2004 sebagai Pemohon Kasasi, Debitur pailit, dahulu Pemohon Pencabutan Pailit; meIawan 1. PT. BANK IFI, berkedudukan di Jakarta, Plaza Bapindo Menara II, lantai 2 Jalan Jenderal Sudirman Kav. 54-55 Jakarta Selatan, dalam hal ini diwakili oleh kuasanya: GATOT SUGIARTO, SH., Pengacara beralamat di Plaza Bapindo 11, Lantai Dasar, Jalan Jenderal Sudirman Kav. 54-55, Jakarta 12190, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 25 Februari 2004; 2. ING BARINGS SOUTH EAST ASIA LIMITED (dahulu bernama Internationale Nederlaanden Merchant Bank (Singapore, Ltd/ING BARINGS) berkedudukan di Singapore, dalam hal ini diwakili oleh kuasanya: DENNY KAILIMANG, SH., HARRY PONTO, SH LLM, dan BENNY PONTO, SH., Pengacara beralamat di H.O.S Cokroaminoto No. 47 Jakarta, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 20 Maret 2004; 3. BADAN PENYEHATAN PERBANKAN NASIONAL, berkedudukan di Wisma Danamon Aetna Life, Lantai 15, Jalan Jenderal Sudirman Kav. 45-46 Jakarta 12930, sebagai para Termohon Kasasi/para Kreditur Pemohon Pailit, dahulu Termohon Pencabutan Pailit; Mahkamah Agung tersebut; Membaca surat-surat yang bersangkutan; Menimbang, bahwa dari surat-surat tersebut ternyata bahwa sekarang Pemohon Kasasi sebagai Pemohon telah mengajukan Permohonan pencabutan pailit di muka persidangan Pengadilan niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, pada pokoknya atas dalil-dalil: Bahwa Pemohon adalah Termohon Pailit dalam perkara permohonan pailit No. 78/PAILIT/2000/PN.Niaga.Jkt.Pst yang terdaftar/didaftar di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat oleh PT. Bank IFI selaku Pemohon Pailit (selanjutnya disebut sebagai Perkara PKPU/Kepailitan); Bahwa melalui serangkaian acara di dalam proses perkara dari perkara PKPU/Kepailitan tersebut di atas, Pemohon telah mengajukan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dan selanjutnya permohonan tersebut telah dikabulkan oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat angan memberikan PKPU sementara (selanjutnya disebut PKPU sementara) kepada Pemohon, melalui putusan No. 021/PKPU/2000/PN.NIAGA.JKT.PST. jo No. 78/PAILIT/2000/PN.NIAGA.JKT.ST. (bukti P-1) dengan amar putusan sebagai berikut: MEMUTUSKAN: 1. Mengabulkan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Sementara yang diajukan oleh Pemohon;
2.
Menunjuk Ny. Putu Supadmi, SH., Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat; 3. Mengangkat Sdr. Tafrizal Hasan Gewang, SH., dari Kantor H. Tafrizal Hasan Gewang, SH & Rekan dengan alamat Gedung Sentra Salemba Mas Blok V Jalan Salemba Raya 34-36, Jakarta Pusat sebagal Pengurus; 4. Menetapkan bahwa persidangan Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat akan diselenggarakan pada hari Selasa, tanggal 20 Februari 2001 Jam 10.00 WIB untuk mendengarkan laporan Hakim Pengawas, Pengurus, Debitur dan para Kreditur; 5. Menetapkan besarnya biaya pengurusan dan imbalan jasa pengurusan akan ditetapkan setelah yang bersangkutan selesai menjalankan tugasnya; 6. Menangguhkan ongkos perkara; Bahwa di dalam proses PKPU sementara tersebut, pihak Pemohon telah mengajukan sejumlah dalil perlawanan, keberatan dan bantahan sebagai berikut: Bahwa PT. Bank IFI adalah telah melakukan perbuatan melawan hukum terhadap Pemohon yaitu dimana PT. Bank IFI: (i) hampir setiap bulan menaikkan suku bunga, tanpa memberitahukan terlebih dahulu, hal mana bertentangan dengan ketentuan perjanjian kredit dan kebiasaan perkreditan yang berlaku pada Bank IFI sendiri; (ii) tidak mengadministrasikan fasilitas kredit sesuai ketentuan perjanjian kredit dan kebiasaan perkreditan pada PT. Bank IFI; (iii) mengeksekusi saham yang diagunkan tanpa memperhatikan ketentuan hukum, Undang-Undang Perbankan dan aturan Bank Indonesia; (iv) dalam mengelola fasilitas kredit telah mengabaikan prinsip kehati-hatian dan azas perkreditan yang sehat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perbankan. Terhadap tindakan dan perbuatan PT. Bank IFl tersebut, Pemohon telah mengajukan gugatan perdata tentang perbuatan melawan hukum dan telah diputus oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan di bawah No. 175/Pdt.G/2000/PN.Jak-Sel tertanggal 26 Oktober 2000, yang dalam salah satu amar putusannya justru agar PT. Bank IFI melakukan pembayaran kepada Ir. Fadel Muhammad (Pemohon) sebesar Rp. 13.690.713.249,- (tiga belas milyar enam ratus sembilan puluh juta tujuh ratus tiga belas ribu dua ratus empat puluh sembilan rupiah), sehingga sampai dengan adanya putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap atas perkara tersebut, Pemohon membantah/menolak tagihan PT. Bank IFI tersebut; Bahwa Ing Barings South East Asia Limited (formerly) Internationale Nederlanden Merchant Bank (Singapore) Ltd/Ing Merchant Bank (Singapore) Limited, yang dalam perkara No. 021/PKPU/2000/PN.NIAGA.JKT.PST jo. No. 078/PAILIT/2000/PN.NIAGA.JKT.PST berkedudukan sebagai salah satu kreditor (selanjutnya dalam permohonan ini disebut sebagai "Ing Barings") telah menggunakan suatu Surat Kuasa yang berisi fakta yang tidak benar dan/atau fakta palsu serta tidak sesuai dengan prosedur hukum dan hukum acara yang berlaku yang harus dipenuhi; Bahwa Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) tidak berhak untuk bertindak selaku kreditor dari Pemohon, karena: (i) BPPN tidak memenuhi ketentuan/kewajiban untuk memberitahukan adanya penyerahan/peralihan piutang kepada Debitor sebagaimana diatur Pasal 613 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) paragraf kedua menyatakan "Penyerahan ini tidak ada akibatnya bagi yang berutang sebelum penyerahan itu diberitahukan kepadanya atau disetujuinya secara tertulis atau diakuinya". (Hal ini tidak memenuhi ketentuan pasal tersebut dilakukan oleh BPPN di dalam: a) Tagihan eks Bank Ekspor Impor Indonesia (Persero) Cabang Paris terhadap PT. Bukaka Teknik Utama; b) Tagihan eks PT. Bank Ekspor Impor Indonesia (Persero) terhadap PT. Bukaka Kujang Prima; c) Tagihan eks PT. Bank Tabungan Negara (Persero) terhadap PT. Pilar Papan Nusantara; d) Tagihan eks PT. Bank Nusa International terhadap PT. Batara Artika Prima; e) Tagihan eks PT. Bank Pembangunan Indonesia (Persero) terhadap PT. Bukaka Teknik Utama; (ii) BPPN tidak melakukan/membuat amandemen atas sejumlah kewajiban pemegang saham sebagaimana surat BPPN nomor 704/TFBEXT/BPPN/1000, tanggal 09 Oktober 2000 (Hal tidak memenuhi dilakukannya amandemen berdasarkan verifikasi dan opini dari Auditor Independen tersebut terjadi pada tagihan BPPN eks Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham dari pemegang saham utama PT. Bank Intan); (iii) BPPN hanya meminta pertanggung jawaban Pemohon selaku Guarantor (pemberi jaminan pribadi/borgtoch) tanpa meminta pertanggungjawaban debitor (Hal ini dilakukan BPPN di dalam: a) Tagihan eks PT. Bank Dharmala terhadap PT. Bukaka Kujang Prima; b) Tagihan eks PT.
Bank Risjad Salim International terhadap PT. Gema Supra Abadi; c) Tagihan eks PT. Bank Pelita terhadap PT. Gema Gedung Anugerah. Bahwa sekalipun keberatan-keberatan tersebut telah diajukan namun melalui suatu pemungutan suara (voting), permohonan PKPU tetap yang diajukan Pemohon telah ditolak oleh Bank IFI dan Ing Barings tersebut di atas, yang berdasarkan penolakan tersebut, Pemohon telah dinyatakan pailit melalui putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 021/PKPU/2000/PN.NIAGA/JKT.PST, jo. 078/PAILIT/2000/PN.NIAGA.JKT.PST., tertanggal 13 Maret 2001, (bukti P-2), yang amarnya berbunyi sebagai berikut: MENGADILI: 1. Menyatakan Pemohon Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Ir. Fadel Muhammad pailit dengan segala akibatnya; 2. Menunjuk Ny. Putu Supadmi, SH., Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sebagai Hakim Pengawas; 3. Mengangkat Sdr. Tafrizal Hasan Gewang, SH., dari Kantor H. Tafrizal Hasan Gewang, SH., & Rekan dengan alamat Gedung Sentra Salemba Mas Blok V Jalan Salemba Raya 34 - 36, Jakarta Pusat, sebagai Kurator; 4. Menetapkan bahwa biaya Kepailitan dan Imbalan jasa Kurator akan ditetapkan kemudian; 5. Membebankan biaya perkara permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang sebesar Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah) kepada Pemohon PKPU; Bahwa selain itu putusan pailit tersebut di atas, Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat juga telah memberikan/menjatuhkan putusan No. 78/PAILIT/2000/PN.NIAGA.JKT.PST, tertanggal 13 Maret 2001 (bukti P-3) yang merupakan putusan atas/terhadap permohonan pailit yang diajukan PT. Bank IFI, yang amar putusannya sebagai berikut: MEMUTUSKAN: Menyatakan permohonan Pemohon PT. Bank IFl tanggal 15 Nopember 2000 No. 78/PAILIT/2000/PN.NIAGA.JKT.PST, digugurkan; Membebankan ongkos perkara sebesar Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah) kepada Pemohon; Bahwa terhadap putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tertanggal 13 Maret 2001, No. 021/PKPU/2000/PN.NIAGA.JKT.PST, jo. No. 078/PAILIT/2000/PN.NIAGA.JKT. PST, tersebut Pemohon mengajukan Peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon tersebut, Mahkamah Agung RI telah memberikan/menjatuhkan putusan No. 011/PK/N/2001, tertanggal .7 Juni 2001 (bukti P-4) yang amarnya berbunyi sebagai berikut: MENGADILI: Menolak permohonan Peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan kembali Ir. Fadel Muhammad, dalam hal ini diwakili oleh para kuasanya: G.P Aji Wijaya, SH., Freddy T. Simatupang, SH, Jonson Hutajulu, SH., dan Lindu Pumomo, SH., tersebut; Menghukum Pemohon Peninjauan kembali untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali ini sebesar Rp. 2.500.000,- (Dua juta lima ratus ribu rupiah); Bahwa Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat juga telah mengeluarkan putusan No. 021/PKPU/PN.NIAGA.JKT.PST, jo. No. 78/PAILIT/2000/PN.NIAGA.JKT.PST, tertanggal 6 September 2001 (bukti P-5) yang diputuskan berdasarkan penetapan Hakim Pengawas tanggal 26 Juni 2002 No. 021/PKPU/2000/PN.NIAGA.JKT.PST, jo. 78/PAILIT/2000/PN.NIAGA.JKT.PST, putusan mana dikeluarkan karena adanya perselisihan/perbantahan jumlah piutang. Amar putusan tersebut berbunyi sebagai berikut: MEMUTUSKAN: 1. Menyatakan dan menetapkan utang Ir. Fadel Muhammad (dalam pailit) kepada Kreditur PT. Bank IFI seluruhnya berjumlah Rp. 40.029.824.314,- (empat puluh milyar dua puluh sembilan juta delapan ratus dua puluh empat ribu tiga ratus empat belas rupiah); 2. Menyatakan Ing Baring South East Asia Limited (d/h Internationale Nederlanden Merchant Bank (Singapore) Ltd. (Ing Barings) adalah Kreditur dari Ir. Fadel Muhammad (dalam pailit); 3. Menetapkan utang dari Ir. Fadel Muhammad (dalam pailit) kepada Ing Baring South East Asia Limited (d/h Internationale Nederlanden Merchant Bank (Singapore) Ltd. (Ing Barings)
seluruhnya berjumlah US$ 4,810,733,25,- (empat juta delapan ratus sepuluh ribu tujuh ratus tiga puluh tiga Dollar dua puluh lima sen); 4. Menyatakan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) adalah Kreditur dari Ir. Fadel Muhammad (dalam pailit) dalam kedudukannya sebagai pemegang saham PT. Bank Intan; 5. Menetapkan utang dari Ir. Fadel Muhammad (dalam pailit) kepada BPPN seluruhnya berjumlah Rp. 93.280.205.326,(sembilan puluh tiga milyar dua ratus delapan puluh juta dua ratus lima ribu tiga ratus dua puluh enam rupiah); 6. Menolak untuk hal-hal selebihnya; Bahwa terhadap putusan tersebut pada butir 7 di atas, Pemohon mengajukan permohonan Pemeriksaan Kasasi, dan atas permohonan Pemohon, Mahkamah Agung RI telah menjatuhkan putusan No. 037 K/N/2001, tertanggal 2 Nopember 2001, (bukti P-6), yang amarnya sebagai berikut: Mengadili: Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi Ir. Fadel Muhammad dalam hal ini diwakili oleh kuasanya G.P Aji Wijaya, SH., dan Jonson Hutajulu, SH., tersebut; Membatalkan putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 6 September 2001 No. 021/PKPU/2000/PN.NIAGA.JKT.PST jo. No. 78/PAILIT/2000/PN.NIAGA.JKT.PST; Dan mengadili sendiri: Menolak tagihan-tagihan dari para Kreditur terhadap Debitur Pailit: Ir. Fadel Muhammad yang dimintakan penyelesaiannya akibat adanya bantahan/penolakan dari Debitur Pailit oleh Hakim Pengawas dengan Penetapannya tanggal 26 Juni 2001 No 021/PKPU/2000/PN.NIAGA.JKT.PST jo. No: 78/PAILIT/2000/PN.NIAGA.JKT.PST; Menghukum para Termohon Kasasi untuk membayar seluruh biaya perkara yang jatuh di semua tingkat peradilan dan dalam tingkat kasasi ini ditetapkan sebesar Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah); Bahwa selain Pemohon, Ing Bank NV cabang Labuan Malaysia dan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) juga mengajukan Kasasi atas putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 021/PKPU/2000/PN.NIAGA.JKT.PST, jo. No. 78/PAILIT/2000/PN.NIAGA.JKT. PST, tertanggal 6 September 2001 (putusan tersebut didasarkan pada adanya Penetapan Hakim Pengawas tanggal 26 Juni 2002, No. 021/PKPU/2000/PN.NIAGA.JKT.PST, jo. No. 78/PAILIT/2000/PN.NIAGA.JKT.PST), dan atas permohonan-permohonan kasasi tersebut selanjutnya Mahkamah Agung RI telah memutuskan dan menjatuhkan putusan-putusan masingmasing dan berturut-turut sebagai berikut: a. Atas permohonan Kasasi yang diajukan oleh Ing Bank, NV, Cabang Labuan, Malaysia, putusan Mahkamah Agung RI tertanggal 2 Nopember 2001 No. 038 K/N/2001 (bukti P-7), yang amarnya adalah sebagai berikut: MENGADILI: Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi Ing Bank NV, Cabang Labuan, Malaysia, dalam hal ini diwakili oleh kuasanya: Harry Ponto, SH. LLM., dan Benny Ponto, SH., tersebut; Menghukum Pemohon Kasasi untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi sebesar Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah); b. Atas permohonan Kasasi yang diajukan oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), putusan Mahkamah Agung RI tertanggal 2 Nopember 2001 No. 039 K/N/2001 (bukti P-8), yang amarnya adalah sebagai berikut: MENGADILI: Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dalam hal ini diwakili oleh para kuasanya: Efendy H. Purba, SH., Yohannes P. Siburian, SH., dan Peber E.W Silalahi, SH., tersebut; Menghukum Pemohon Kasasi untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi sebesar Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah); Bahwa atas putusan Kasasi Mahkamah Agung RI tanggal 2 Nopember 2001 No. 037 K/N/2001 tersebut di atas, Bank IFI, Ing Barings dan BPPN telah mengajukan permohonan Peninjauan
kembali, dan atas permohonan peninjuan kembali tersebut Mahkamah Agung RI telah menjatuhkan sejumlah putusan, masing-masing dan berturut turut sebagai berikut: a. Atas permohonan Peninjauan kembali yang diajukan oleh Bank IFI, putusan Mahkamah Agung RI No. 02 PK/N/2001, tertanggal 28 Januari 2002 (bukti P-9) amarnya berbunyi sebagai berikut: Mengadili: Mengabulkan permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan kembali: PT. Bank IFI dalam hal ini diwakili oleh kuasanya: Max Andryan, SH. MM., tersebut; Membatalkan putusan Mahkamah Agung RI tanggal 2 Nopember 2001 No. 037 K/N/2001; Dan mengadili Kembali: Menyatakan dan menetapkan utang Ir. Fadel Muhammad (dalam pailit) Termohon Peninjauan kembali kepada kreditur/Pemohon Peninjauan kembali PT. Bank IFI seluruhnya berjumlah Rp. 40.029.824.314,- (empat puluh milyar dua puluh sembilan juta delapan ratus dua puluh empat ribu tiga ratus empat betas rupiah); Menghukum Termohon Peninjauan kembali untuk membayar seluruh biaya perkara, baik yang jatuh pada Pengadilan Niaga, pada Kasasi, maupun pada Peninjauan kembali dan biaya perkara dalam peninjauan kembali ini ditetapkan sebesar Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah); b. Atas permohonan Peninjauan kembali yang diajukan oleh ing Barings, putusan Mahkamah Agung RI No: 03 PK/N/ 2002, tertanggal 28 Januari 2002 (bukti P-10) amarnya berbunyi sebagai berikut: Mengadili: Mengabulkan permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan kembali: Ing Barings South East Asia Limited, (dahulu bernama Internationale Nederlanden Merchant Bank (Singapore) Ltd/Ing Merchant Bank (Singapore) Limited), dalam hal ini diwakili oleh para kuasa mereka Harry Ponto, SH. LLM., dan Benny Ponto, SH., tersebut; Membatalkan putusan Mahkamah Agung RI tanggal 2 Nopember 2001 No. 037 K/N/2001; Dan Mengadili Kembali: Menyatakan Pemohon Peninjauan kembali Ing Barings South East Asia Limited (d/h Internationale Nederlanden Merchant Bank (Singapore. Ltd) (Ing Barings) adalah Kreditur dari Termohon Peninjauan kembali, Ir. Fadel Muhammad (dalam pailit); Menetapkan utang Ir. Fadel Muhammad (dalam pailit) Termohon Peninjauan kembali kepada Ing Barings South East Asia Limited (d/h International Nederlanden Merchant Bank (Singapore) Ltd) (Ing Barings) seluruhnya US$ 4,810,733.25, (empat juta delapan ratus sepuluh ribu tujuh ratus tiga puluh tiga Dollar dua puluh lima sen); Menghukum Termohon Peninjauan kembali untuk membayar seluruh biaya perkara, baik yang jatuh pada Pengadilan Niaga, pada Kasasi, maupun pada Peninjauan kembali dan biaya perkara dalam peninjauan kembali ini ditetapkan sebesar Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah); c. Atas Permohonan Peninjauan kembali yang diajukan oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), putusan Mahkamah Agung RI No. 014 PK/N/2002, tertanggai 28 Januari 2002 (bukti P-11) amarnya berbunyi sebagai berikut: Mengadili: Mengabulkan permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan kembali: Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) tersebut; Membatalkan putusan Mahkamah Agung RI tanggal 2 Nopember 2001 No. 037 K/N/2001 tersebut; Dan mengadili kembali: Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi Ir. Fadel Muhammad yang diwakili oleh para kuasanya: G.P. Aji Wijaya, SH dan Jonson Hutajuiu, SH;
Menghukum Termohon Peninjauan kembali untuk membayar biaya perkara dalam semua tingkat peradilan yang dalam pemeriksaan peninjauan kembali ditetapkan sebesar Rp. 10.000.000;- (sepuluh juta rupiah); Bahwa atas putusan Peninjauan kembali sebagaimana diuraikan di atas, Pemohon jelasjelas telah dirugikan dan oleh karena tidak dapat menerima putusan-putusan Peninjauan kembali tersebut, Pemohon kemudian telah mengajukan upaya hukum berupa diajukannya gugatan-gugatan perdata atas masalah-masalah yang menjadi dan merupakan perlawananperlawanan, keberatan-keberatan dan bantahan-bantahan Pemohon, sebagai berikut: PT. Bank IFI (kreditor Pemohon Kepailitan) bukan Kreditor dalam perkara PKPU/Kepaititan No. 021/PKPU/2000/PN.NIAGA.JKT.PST, jo. No. 78/PAILIT/2000/PN.NIAGA.JKT.PST dan bahwa berdasarkan putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap Pemohon justru terbukti secara sah adalah kreditor terhadap PT Bank lFI (dengan kata lain: PT. Bank IFl adalah Debitor dari/terhadap Pemohon); Bahwa Pemohon telah mengajukan gugatan perdata "perbuatan melawan hukum" terhadap PT. Bank IFI di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Atas gugatan tersebut Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah menjatuhkan putusan No. 175/Pdt.G/2000/PN.Jkt.Sel, tertanggal 26 Oktober 2000 (bukti P-12), yang amarnya putusannya sebagai berikut: Mengadili: 1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian; 2. Menyatakan sah perjanjian yang dibuat antara Penggugat dan Tergugat selaku Kreditur dengan Penggugat selaku Debitur, berikut syarat-syarat Modal Kerja yang merupakan aturan kebiasaan perkreditan Tergugat di bidang kredit modal kerja; 3. Menyatakan Tergugat telah sengaja tidak mengikuti kebiasaan perkreditan Tergugat sendiri dalam menetapkan suku bunga serta dalam mendistribusikan pembayaran kewajiban Penggugat; 4. Menyatakan Tergugat telah sengaja menyimpang dari ketentuan Pasal 1154 KUH Perdata, Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan serta aturan Bank Indonesia dalam mengeksekusi saham yang diagunkan; 5. Menyatakan Tergugat tidak menunjukkan itikad tidak baik kepada Penggugat dalam penyelesaian permasalahan antara Tergugat dengan Penggugat, setelah fasilitas kredit jatuh tempo; 6. Menyatakan Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum terhadap Penggugat sehubungan dengan fasilitas kredit yang Penggugat terima dari Tergugat yang merugikan Penggugat; 7. Menghukum Tergugat untuk membayar ganti rugi kepada Penggugat sebesar Rp. 30.740.713.249,- (tiga puluh milyar tujuh ratus empat puluh juta tujuh ratus tiga belas ribu dua ratus empat puluh sembilan rupiah) dikurangi hutang Penggugat kepada Tergugat sebanyak Rp. 17.050.000.000,- (tujuh belas milyar lima puluh juta rupiah) adalah Rp. 13.690.713.249,(tiga belas milyar enam ratus sembilan puluh juta tujuh ratus tiga belas ribu dua ratus empat puluh sembilan rupiah) pada saat putusan ini mempunyai kekuatan hukum tetap; 8. Menghukum Tergugat untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara ini, yang sampai saat ini ditaksir sebesar Rp. 129.000,- (seratus dua puluh sembilan ribu rupiah); 9. Menolak gugatan selain dan selebihnya; Bahwa atas putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 175/Pdt.G/PN.Jkt.Sel tertanggal 26 Oktober 2000 tersebut, PT. Bank IFI telah mengajukan permohonan Banding dan berdasarkan permohonan Banding tersebut Pengadilan Tinggi DKI Jakarta telah mengeluarkan putusan No. 215/Pdt/2001/PT.DKI, tertanggal 19 September 2001 (bukti P13), yang amarnya berbunyi sebagai berikut: Mengadili:
-
Menerima permohonan pemeriksaan dalam tingkat banding yang diajukan oleh Tergugat/Pembanding; Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tanggal 26 Oktober 2000 No. 175/Pdt.G/PN.Jkt.Sel, yang dimohonkan banding tersebut; Menghukum Tergugat/Pembanding untuk membayar biaya perkara di kedua tingkat peradilan, untuk tingkat banding sebesar Rp. 150.000,- (seratus lima puluh ribu rupiah); Bahwa atas putusan Pengadilan Tinggi Jakarta tanggal 19 September 2001 No. 215/Pdt/2001/PT.DKI, PT. Bank IFI telah mengajukan permohonan kasasi dan atas permohonan Kasasi tersebut Mahkamah Agung RI telah mengeluarkan putusan No. 1433 K/Pdt/2002, yang diputuskan dan diucapkan pada tanggal 14 Maret 2003 (bukti P-14), putusan mana telah berkekuatan hukum tetap (Inkracht Van Gewijsde) yang pada dasarnya telah Mengadili dengan Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi PT. Bank IFI, sebuah bank swasta nasional yang didirikan menurut hukum Indonesia, dalam hal ini diwakili oleh kuasanya Max Mauludin Yulison, SH dan kawan-kawan tersebut dengan perbaikan amar putusan Pengadilan Tinggi Jakarta tanggal 19 September 2001 No. 215/Pdt.G/2000/PT.DKI yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tanggal 26 Oktober 2000 No. 175/Pdt.G/2000/PN.Jak.Sel, sehingga amar selengkapnya berbunyi sebagai berikut: Mengadili: 1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk selebihnya; 2. Menyatakan sah perjanjian yang dibuat antara Penggugat dan Tergugat selaku Kreditur dengan Penggugat selaku Debitur, berikut syarat-syarat Modal Kerja yang merupakan aturan kebiasaan perkreditan Tergugat di bidang kredit modal kerja; 3. Menyatakan Tergugat telah sengaja tidak mengikuti kebiasaan perkreditan Tergugat sendiri dalam menetapkan suku bunga serta dalam mendistribusikan pembayaran kewajiban Penggugat; 4. Menyatakan Tergugat telah sengaja menyimpang dari ketentuan Pasal 1154 KUH Perdata, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan serta aturan Bank Indonesia dalam mengeksekusi saham yang diagunkan; 5. Menyatakan Tergugat tidak menunjukkan itikad baik kepada Penggugat dalam menyelesaikan permasalahan antara Tergugat dengan Penggugat, setelah fasilitas kredit jatuh tempo; 6. Menyatakan Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum terhadap Penggugat sehubungan dengan fasilitas kredit yang Penggugat terima dari Tergugat yang merugikan Penggugat; 7. Menghukum Tergugat untuk membayar ganti rugi kepada Penggugat sebesar Rp. 19.000.000.000,- (sembilan belas milyar rupiah) dikurangi hutang Penggugat kepada Tergugat sebanyak Rp. 17.050.000.000,- (tujuh belas milyar Iima puluh juta rupiah) adalah Rp. 1.950.000.000,(satu milyar sembilan ratus lima puluh juta rupiah); Bahwa atas/terhadap putusan Mahkamah Agung RI No. 1433 K/Pdt/2002, tertanggal 14 Maret 2003 yang telah berkekuatan hukum tetap, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah mengeluarkan Penetapan No. 175/Pdt.G/2000/PN.Jak.Sel tertanggal 23 September 2003 (bukti P-15), Penetapan mana (amarnya) berbunyi sebagai berikut: MENETAPKAN: Mengabulkan permohonan Pemohon tersebut di atas; Memerintahkan kepada Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, agar menunjuk seorang Jurusita/Jurusita Pengganti pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, untuk melakukan panggilan guna diberi teguran (aanmaning), kepada: PT. Bank IFI, Kantor Pusatnya beralamat di Plaza Bapindo Menara 2 Lantai 2, Jalan Jenderal Sudirman Kaveling 53-54, Jakarta Selatan, selanjutnya disebut sebagai Termohon Eksekusi, supaya ia datang menghadap Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pada: Hari Rabu, tanggal 08 Oktober 2003, Jam 09.30 WIB, guna untuk diberi teguran (aanmaning) agar Termohon Eksekusi dalam tenggang waktu 8 (delapan) hari setelah diberi teguran (aanmaning) mau secara
sukarela memenuhi isi/bunyi putusan Mahkamah Agung RI tanggal 14 Maret 2003 No. 1433 K/Pdt/2002; Bahwa berdasarkan putusan Mahkamah Agung RI No. 1433 K/Pdt/2002, tertanggal 14 Maret 2003 jo. Penetapan No. 175/Pdt.G/2000/PN.Jak.SeI tertanggal 23 September 2003, maka telah terbukti secara sah dan meyakinkan (berdasarkan suatu putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dan putusan mana telah ditetapkan untuk diperintahkan kepada PT. Bank IFI untuk mematuhinya), bahwa Bank IFI sudah tidak Iagi berkualitas dan berkedudukan sebagai Kreditor terhadap Pemohon; Bahwa Ing Barings bersama dengan sejumlah pihak lainnya telah melakukan perbuatan melawan hukum terhadap Pemohon dengan menggunakan surat kuasa dan surat kuasa Substitusi yang tidak boleh dan/atau tidak dapat dipergunakan di Pengadilan manapun di Indonesia dan khususnya di dalam perkara PKPU/Kepailitan dalam perkara No. 021/PKPU/2000/PN.NIAGA.JKT.PST jo. No. 078/PAILIT/PKPU/2000/PN.NIAGA.JKT.PST oleh karenanya Ing Barings bukanlah Kreditur di dalam Kepailitan Pemohon, demikian pula suara yang dikeluarkan oleh kuasa-kuasa hukumnya tidak boleh dan tidak dapat dihitung di dalam pemungutan suara (voting); Bahwa Ing Barings telah melakukan kecurangan di dalam perkara PKPU/Kepailitan tersebut di atas, yaitu dengan menggunakan suatu surat kuasa yang berisi fakta palsu dan/atau fakta yang tidak benar serta tidak memenuhi prosedur yang harus dipenuhi sesuai ketentuan hukum yang berlaku; Bahwa atas penggunaan surat kuasa tersebut telah diajukan bantahan oleh kuasa Hukum Pemohon melalui surat tertanggal 19 Februari 2001, No. 1615/GAW-PN/Sur/II/01 jo. Surat tertanggal 20 Februari 2001, No. 1920/GAW-PN/Sur/II/01, yang ditujukan kepada Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memutus perkara No. 021/PKPU/2000/PN.NIAGA.JKT.PST, jo. No. 78/PAILIT/2000/PN.NIAGA.JKT.PST, tertanggal 6 September 2001, yang pada pokoknya berisi surat kuasa Ing Barings tertanggal 16 Januari 2001 adalah tidak sah karena secara hukum terdapat keraguan atas surat kuasa tersebut, dimana surat kuasa dimaksud dipakai dan/atau menjadi dasar diterbitkannya surat kuasa Substitusi yang dipergunakan dalam rapat-rapat kreditur serta dalam proses pemungutan suara (voting). Akan tetapi bantahan-bantahan dan keberatan-keberatan yang diajukan tersebut tidak diterima dan seakan-akan diabaikan, sehingga Pemohon dinyatakan pailit oleh Majelis Hakim perkara Termohon; Bahwa selanjutnya, atas pemakaian dan/atau penggunaan surat kuasa yang berisi fakta palsu dan/atau fakta yang tidak benar serta tidak memenuhi prosedur yang harus dipenuhi sesuai ketentuan hukum yang berlaku tersebut, Pemohon telah mengajukan gugatan perdata pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan; Bahwa selain diajukan berdasarkan ketentuan hukum acara yang berlaku, gugatan yang diajukan tersebut juga sesuai dengan surat Mahkamah Agung tertanggal 10 Agustus 2001 Nomor WKMA/368/VIII/2001 (bukti P-16), yang merupakan surat jawaban dari Mahkamah Agung RI terhadap surat Pemohon tentang mohon fatwa atas surat kuasa yang tidak sah dalam perkara Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) oleh Pengadilan Niaga di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dimana dalam surat jawaban Mahkamah Agung tidak mempunyai kewenangan untuk mengadili surat kuasa yang dianggap tidak sah dan untuk menyelesaikan masalah tersebut Pemohon dapat mengajukan gugatan mengenai hai itu. Bahwa atas gugatan yang diajukan Pemohon sebagai di maksud di dalam butir tersebut diatas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah mengadilinya dan selanjutnya memutuskan: a. Putusan Sela Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tanggal 19 Februari 2002 No. 386/Pdt.G/2001/PN.Jak.Sel (bukti P-17), yang amarnya berbunyi sebagal berikut: MENGADILI: Sebelum memutus perkara; Menolak eksepsi Tergugat I, II dan IV; Menyatakan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan berwenang memeriksa dan mengadili perkara gugatan Penggugat; Memerintahkan pihak-pihak yang berperkara untuk meneruskan persidangan selanjutnya;
Menangguhkan biaya perkara hingga putusan akhir; Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 386/Pdt.G/2001/PN.Jak.Sel, tanggal 27 Maret 2002, (bukti P-18), yang amarnya berbunyi sebagai berikut: MENGADILI: 1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian; 2. Menyatakan surat kuasa yang dikeluarkan/ditertibkan oleh Tergugat I kepada Tergugat II, Tergugat III, Tergugat IV dan Tergugat V, sebagai suatu surat kuasa yang tidak boleh dan/atau tidak dapat dipergunakan untuk beracara di Pengadilan manapun di Indonesia dan khususnya di dalam perkara PKPU/Kepailitan dalam perkara No. 021/PKPU/2000/PK/NIAGA.JKT.PST, jo. No. 078/PAILIT/2000/PN.NIAGA.JKT.PST; 3. Menyatakan bahwa surat kuasa substitusi yang dikeluarkan/diterbitkan oleh Tergugat II, Tergugat III, Tergugat IV dan Tergugat V adalah surat kuasa yang juga tidak boleh dan/atau tidak dapat dipergunakan untuk beracara di Pengadilan manapun di Indonesia dan khususnya di dalam perkara PKPU/Kepailitan dalam perkara No. 021/PKPU/2000/PN.NIAGA.JKT.PST jo. No. 078/PAILIT/2000/PN.NIAGA.JKT.PST; 4. Menyatakan Tergugat I, Tergugat II, Tergugat III, Tergugat IV dan Tergugat V melakukan perbuatan melawan hukum; 5. Menghukum Tergugat I, II, III, IV dan V secara tanggung renteng untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp. 629.000,- (enam ratus dua puluh sembilan ribu rupiah); 6. Menolak gugatan Penggugat selebihnya; Bahwa atas putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 386/Pdt.G/2001/PN.Jkt.Sel tertanggal 27 Maret 2002 tersebut, Ing Barings telah mengajukan permohonan Banding, dan atas permohonan Banding tersebut, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta telah mengadilinya dan selanjutnya mengeluarkan putusan No. 415/PDT/2002/PT.DKI, tertanggal 30 Oktober 2002 (bukti P-19), yang amar putusannya berbunyi sebagai berikut: MENGADILI: Menguatkan putusan sela dan putusan akhir Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tanggal 19 Februari 2002 dan tanggal 27 Maret 2002 No. 386/Pdt.G/2001IPN.Jak.Sel, yang dimohonkan pemeriksaan dalam tingkat banding tersebut; Menghukum Para Pembanding semula Tergugat I, II dan IV untuk membayar biaya perkara secara tanggung renteng pada kedua tingkat peradilan, yang dalam tingkat banding ditetapkan sebesar Rp. 150.000,-(seratus lima puluh ribu rupiah); Bahwa di dalam perkara No. 021/PKPU/2000/PN.NIAGA.JKT.PST, jo. No. 078/PAILIT/2000/PN.NIAGA.JKT.PST, khususnya dalam hal klaim tagihan BPPN terhadap Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS) Pemohon pada PT. Bank Intan, justru BPPN yang telah melakukan wanprestasi terhadap Pemohon. Tindakan dan perbuatan BPPN tersebut antara lain sebagai berikut: Bahwa pada Desember 1995, Bank Indonesia menawarkan akuisisi PT. Bank Intan kepada Pemohon, penawaran mana dilakukan mengingat Pemohon dinilai mampu untuk menyelamatkan dan/atau menyehatkan PT. Bank Intan; Bahwa atas penawaran tersebut Pemohon pada bulan Februari 1996 menyatakan kesediaannya, yang selanjutnya disetujui oleh Bank Indonesia pada bulan Maret 1996, dengan sejumlah persyaratan, yaitu: (a) Menyetujui pemberian subordinated loan Rp. 100.000.000.000,- (seratus milyar) ditambah konversi SBPU Rp. 21.800.000.000,- (dua puluh satu milyar delapan ratus juta rupiah) dengan jangka waktu pengembalian selama masa restrukturisasi Bank 10 (sepuluh) tahun (selanjutnya oleh Bank Indonesia diperpanjang menjadi; 15 tahun) dengan syarat tambahan modal disetor Rp. 60.000.000.000,- (enam puluh milyar rupiah dan escrow account Rp. 10.000.000.000,(sepuluh milyar rupiah) dari Pemohon selaku investor; (b) Melakukan pembenahan manajemen dan sumber daya manusia; (c) Menyetujui restrukturisasi kredit bermasalah pemilik lama sebesar Rp. 172.400.000.000,- (seratus tujuh puluh dua milyar empat ratus juta rupiah) untuk diamortisasi dengan bunga escrow account selama 10 (sepuluh) tahun;
b.
-
-
-
-
-
-
-
-
Bahwa setelah melakukan pembenahan dan pemberesan usaha, pada bulan Oktober 1997 PT. Bank Intan dinyatakan sebagai bank yang sehat oleh Bank Indonesia, Bahwa akan tetapi dengan adanya krisis ekonomi dan moneter secara global sejak Juli 1997, terjadi penarikan dana besar-besaran oleh masyarakat yang mengakibatkan menurunnya likuiditas Bank Intan dan terjadinya lonjakan kerugian; Bahwa kemudian Bank Indonesia yang sebelumnya telah menyetujui dan memberikan tenggang waktu 15 (lima belas) tahun dalam proses restrukturisasi PT, Bank Intan secara sepihak membatalkannya dan selanjutnya menyerahkan PT. Bank Intan dibawah pengawasan BPPN; Bahwa akibat menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap Perbankan Nasional termasuk terhadap likuidasi Bank Intan, yang menyebabkan penarikan dana oleh masyarakat secara besar-besaran, manajemen PT. Bank Intan terpaksa menggunakan dana BLBI untuk menanggulangi penarikan dana secara besar-besaran tersebut; Bahwa selain tindakan penyelamatan PT. Bank Intan telah dilakukan, manajemen dalam usaha penyelamatan tersebut juga telah berupaya menggandeng investor asing, dimana untuk membuktikan keseriusannya sebagai, investor asing tersebut telah membuat surat konfirmasi tentang kesediaan menjadi partner pengelola pada PT. Bank Intan sekaligus setoran escrow account sejumlah US$ 500,000,- (lima ratus ribu dollar Amerika Serikat); Bahwa akan tetapi setiap dan seluruh upaya penyelamatan yang dilakukan manajemen PT. Bank Intan tidak mendapat tanggapan positif, terbukti Bank Indonesia tetap menyatakan status PT. Bank Intan dibawah pengawasan BPPN dan sejak bulan Mei 1999 seluruh kegiatan direksi dan komisaris dibekukan; Bahwa selanjutnya pada tanggal 9 Oktober 2000, Pemohon berdasarkan iktikad baik menandatangani PKPS, dimana dalam akta PKPS tersebut telah ditentukan bahwa Bank Indonesia akan menghitung ulang kewajiban Pemohon atas pemakai BLBI setelah dilakukan verifikasi terhadap carrying cost (dimana hal ini tidak seharusnya dibebankan kepada Pemohon sebagaimana telah dinyatakan oleh Bank Indonesia sendiri. Akan tetapi hal penghitungan ulang kewajiban Pemohon tersebut tidak pernah direalisasikan oleh Bank Indonesia dan/atau BPPN; Bahwa berdasarkan tindakan dan keputusan sepihak dan Bank Indonesia dan BPPN yang telah melakukan wanprestasi dan menyebabkan kerugian pada diri Pemohon sebagaimana diuraikan diatas, Pemohon telah mengajukan gugatan perdata "Wanprestasi" terhadap Bank Indonesia dan BPPN pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, dan atas gugatan tersebut Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah mengeluarkan putusan No. 390/Pdt.G/2002/PN.Jak.Sel tertanggal 3 Februari 2003, (bukti P-20), dengan amar putusan sebagai berikut: MENGADILI: Dalam Eksepsi Menolak eksepsi Tergugat I dan Tergugat II; Dalam Pokok Perkara: 1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian; 2. Menyatakan Tergugat I dan Tergugat II telah ingkar/wanprestasi terhadap Penggugat; 3. Menghukum Tergugat I dan Tergugat II secara tanggung renteng membayar kepada Penggugat kerugian berupa hak tagih sebesar Rp 23.500.000.000,- (dua puluh tiga milyar Lima ratus juta rupiah) yang harus dibayar secara tunai dan sekaligus; 4. Menghukum Tergugat I dan II secara tanggung renteng membayar biaya perkara sebesar Rp. 239.000,- (dua ratus tiga puluh sembilan ribu rupiah); 5. Menolak gugatan Penggugat untuk selain dan selebihnya; Bahwa berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tersebut di atas, maka jelas BPPN tidak berkualitas sebagai kreditur terhadap Pemohon, walaupun pada saat ini putusan tersebut di atas belum berkekuatan hukum tetap akan tetapi putusan tersebut setidaktidaknya dapat dijadikan dasar dan/atau pertimbangan bagi perkara yang bersangkutan serta perkara-perkara lain yang berkaitan (termasuk perkara PKPU/Kepailitan Pemohon)
sebelum adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap, dan bahwa setidak-tidaknya pengadilan perdata untuk saat ini berpendapat dan memutuskan bahwa BPPN tidak berkualitas sebagai Kreditur terhadap Pemohon sampai dengan adanya putusan pengadilan dalam tingkat yang lebih tinggi memutuskan sebaliknya/selainnya dari putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sebagai tersebut di atas; Bahwa PT. Bank IFI telah terbukti secara sah dan meyakinkan melalui suatu putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) bukanlah kreditor terhadap/bagi pemohon bahkan adalah debitor terhadap/bagi pemohon, yang oleh karenanya sejak semula PT. Bank IFI tidak layak dan tidak dapat berkedudukan sebagai kreditor terutama dan khususnya sebagai kreditor Pemohon Kepailitan terhadap pemohon. PT. Bank IFI telah terbukti secara sah dan meyakinkan wajib untuk membayar sejumlah uang kepada pemohon yang berdasarkan prinsip "perjumpaan hutang" sebagai yang dimaksud di dalam Pasal 1425 dan Pasal 1426 Kitab UndangUndang Hukum Perdata, PT. Bank IFI tidak berhak dan tidak berkualitas untuk mengajukan permohonan kepailitan terhadap Pemohon karena, sejak semula sebelum PT. Bank IFI mengajukan permohonan kepailitan terhadap Pemohon, PT. Bank IFI adalah berkedudukan sebagai Debitor terhadap/bagi Pemohon mengingat bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 1426 KUH Perdata "perjumpaan hutang" terjadi demi hukum, bahkan dengan tidak setahunya orangorang yang berhutang dan kedua utang itu yang satu menghapuskan yang lain dan sebaliknya, pada saat utang-utang itu bersama-sama ada. Bahwa utang PT. Bank IFI kepada Pemohon adalah telah ada sejak semula bahkan sejak sebelum PT. Bank IFI mengajukan permohonan kepailitan terhadap Pemohon mengingat bahwa utang tersebut terjadi berdasarkan terjadinya perbuatan melawan hukum oleh PT. Bank IFI terhadap Pemohon yang terjadi sebelum PT. Bank IFI mengajukan permohonan kepailitan kepada Pemohon; Bahwa fakta dan keadaan hukum yang terjadi dan berlangsung saat ini berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) yang tidak terbantahkan lagi (dan bahkan telah mulai dilaksanakan oleh pengadilan dengan diperintahkannya PT. Bank IFI oleh pengadilan agar melaksanakan dan mematuhi isi Putusan Mahkamah Agung RI No. 1433 K/Pdt/2002 yang diputuskan dan diucapkan pada tanggal 14 Maret 2003) yaitu bahwa sebelum mengajukan permohonan kepailitan terhadap Pemohon, pada waktu mengajukan permohonan kepailitan terhadap Pemohon dan sampai dengan saat ini, PT. Bank IFI adalah berkualitas dan berkedudukan sebagai debitor terhadap/ bagi Pemohon; Bahwa berdasarkan hal-hal sebagai diuraikan tersebut di atas, jelas bahwa syarat-syarat kepailitan (khususnya syarat tentang harus adanya 2 kreditor dan 2 hutang dimana salah satu hutang telah jatuh tempo dan dapat ditagih pada waktu diajukannya permohonan kepailitan) adalah telah tidak terpenuhi/tidak dipenuhi sejak semula. Demikian pula, bahwa melalui serangkaian pembuktian melalui pengadilan perdata, diajukan oleh PT. Bank IFI melalui permohonan kepailitannya adalah "tidak sederhana", hal mana bertentangan dengan prinsip "pembuktian sederhana" sebagai yang dimaksud di dalam Pasal 6 ayat (3) dari Undang-Undang Kepailitan; Bahwa Ing Barings adalah telah terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan suatu perbuatan melawan hukum yaitu telah menggunakan suatu surat kuasa maupun surat kuasa substitusi yang tidak boleh dan/atau tidak dapat dipergunakan untuk beracara di Pengadilan manapun di Indonesia dan khususnya di dalam perkara PKPU/Kepailitan dalam perkara No 021/PKPU/2000/PN.NIAGA.JKT.PST jo. No. 078/PAILIT/2000/PN.NIAGA.JKT.PST; Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas, jelas bahwa Ing Barings juga telah terbukti secara sah sebagai bukan Kreditor di dalam perkara No. 021/PKPU/2000/PN.NIAGA.JKT.PST, yang oleh karenanya pula setiap dan semua suara yang dikeluarkan oleh kuasa-kuasa hukumnya, baik kuasa-kuasa hukum langsung maupun kuasa-kuasa hukum substitusi, adalah suara yang tidak sah dan secara hukum harus dianggap sebagai tidak pernah ada; Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut diatas dan mengingat bahwa suara yang tidak sah tersebut telah dikeluarkan dan/atau diberikan di dalam suatu acara pemungutan (voting) sehubungan dengan pengajuan PKPU tetap oleh Pemohon dalam Perkara No. 021/PKPU/2000/PN.NIAGA.JKT.PST jo. No. 078/PAILIT/2000/PN.NIAGA.JKT.PST, maka dengan demikian pemungutan suara (voting) tersebut juga secara hukum harus dianggap sebagai tidak pernah diikuti oleh Ing Barings yang oleh karenanya pula pemungutan suara tersebut hanya diikuti oleh PT. Bank IFI sendiri, yang artinya, pemungutan suara hanya memungut suara dan PT. Bank IFI sendiri yang juga, berdasarkan hal-hal sebagai diuraikan di atas, PT. Bank IFI bukan atau
setidak-tidaknya bukan lagi kreditor terhadap/bagi Pemohon bahkan secara hukum berdasarkan suatu putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) telah terbukti adalah debitor terhadap/bagi Pemohon, dan dengan demikian bertentangan dengan serta tidak memenuhi ketentuan Pasal 217 ayat (5) Undang-Undang Kepailitan yang berbunyi sebagai berikut: "Pemberian penundaan kewajiban pembayaran utang secara tetap berikut perpanjangannya ditetapkan oleh Pengadilan berdasarkan persetujuan lebih dari 1/2 (satu perdua) kreditur konkuren yang haknya diakui atau sementara diakui yang hadir dan mewakili paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari seluruh tagihan yang diakui atau yang sementara diakui dari kreditur konkuren atau kuasanya yang hadir dalam sidang tersebut, dan perselisihan yang timbul antara pengurus dan para kreditur konkuren tentang hak suara kreditur tersebut diputuskan oleh Hakim Pengawas"; Bahwa baik Pemohon maupun BPPN telah termasuk dalam jurisdiksi pengadilan perdata dimana sengketa antara Pemohon dengan BPPN sebagai tersebut di bawah ini adalah nyata-nyata dan terbukti secara sah: a. Sengketa antara Pemohon dan BPPN adalah sengketa yang tidak dapat dibuktikan secara sederhana, padahal/sedangkan ketentuan Pasal 6 ayat (3) dari Undang-Undang Kepailitan masyarakat suatu "pembuktian sederhana" di dalam perkara Kepailitan; b. Sengketa antara Pemohon dan BPPN adalah sengketa yang tidak lagi menjadi kewenangan dan jurisdiksi Pengadilan Niaga karena di samping terbukti bahwa pembuktian sengketa tersebut tidak sederhana, juga sengketa tersebut nyata-nyata dan jelas-jelas telah diterima dan dinyatakan oleh pengadilan perdata, dan bahwa sengketa tersebut sedang dan tetap berlangsung di dalam kewenangan dan jurisdiksi pengadilan perdata hingga saat ini; c. Bahwa pengadilan perdata, melalui putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tanggal 3 Februari 2003 No. 390/Pdt.G/2002/PN.Jkt.Sel, (mohon periksa amar dari bukti P-20) bahkan telah nyata-nyata memutuskan bahwa justru BPPN (bersama-sama dengan Bank Indonesia) telah melakukan perbuatan melawan hukum terhadap Pemohon dan menyatakan bahwa BPPN bersama-sama dengan Bank Indonesia secara tanggung renteng harus melakukan pembayaran kepada Pemohon sejumlah uang sebesar Rp. 23.500.000.000,- (dua puluh tiga milyar lima ratus juta rupiah), yang oleh karenanya jelas dan nyata bahwa BPPN justru adalah Debitor terhadap/bagi Pemohon; d. Bahwa terlepas dari ada/tidaknya sengketa antara Pemohon dengan BPPN, baik di dalam kewenangan dan jurisdiksi Pengadilan Niaga dan/atau pengadilan perdata, jelas-jelas ketentuan dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan adalah tidak atau setidaktidaknya telah menjadi tidak terpenuhi lagi saat ini, yang oleh karenanya Pemohon tidak atau setidak-tidaknya tidak lagi berada dalam keadaan pailit sebagai yang di maksud di dalam ketentuan Pasal 1 Undang-Undang Kepailitan tersebut; Bahwa sebagai kesimpulan akhir, pada saat ini, berdasarkan hal-hal yang diuraikan tersebut diatas, terbukti secara sah dan meyakinkan berdasar sejumlah putusan pengadilan perdata, bahwa Pemohon bukanlah Debitor terhadap PT. Bank IFI, Ing Barings, maupun BPPN bahkan sebaliknya bahwa PT. Bank IFI adalah Debitor terhadap Pemohon, Ing Barings bukanlah pihak yang oleh karenanya bukanlah kreditor terhadap Pemohon dalam perkara PKPU/Kepailitan Pemohon dan BPPN juga adalah bukan kreditor terhadap Pemohon tetapi bahkan adalah Debitor terhadap/bagi Pemohon; Bahwa oleh karena permohonan Pemohon ini didasarkan atas bukti-bukti yang sah menurut hukum maka adalah beralasan jika putusan dan/atau penetapan atas permohonan ini dapat dijalankan terlebih dahulu sekalipun ada perlawanan, kasasi maupun Peninjauan kembali (Uitvoerbaar bij voorrad); Bahwa berdasarkan hal-hal yang telah dikemukakan tersebut di atas, Pemohon mohon agar kiranya Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam perkara 021/PKPU/2000/PN.NIAGA.JKT.PST. jo. 078/PAILIT/2000/PN.JKT.PST, ini untuk segera menetapkan hari sidang serta memanggil para pihak serta memutuskan dan/atau menetapkan: 1. Menyatakan mencabut Kepailitan Pemohon dengan setiap dan semua akibat hukumnya; 2. Menyatakan putusan dapat dijalankan terlebih dahulu sekalipun ada perlawanan, kasasi maupun Peninjauan kembali (Uitvoerbaar bij voorraad);
Atau jika Majelis Hakim berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (Ex aequo et bono); Bahwa dipersidangan Bank IFI mengajukan eksepsi/keberatan tertanggal 20 Oktober 2003 yang mengemukakan sebagai berikut: Dalam Keberatan: 1. Secara formil Pemohon/Ir. Fadel Muhammad sama sekali tidak berkualitas sebagai Pemohon dalam perkara permohonan ini, dengan bukti-bukti sebagai berikut: a. Bahwa berdasarkan dalil-dalil permohonannya sendiri Pemohon dengan tegas telah mengakui bahwa berdasarkan putusan-putusan Pengadilan Niaga tanggal 21 Februari 2001 No. 021/PKPU/2000/PN.NIAGA.JKT.PST, jo. No. 078/PAILIT/2000/PN.NIAGA.JKT.PST, ia/Pemohon/Ir. Fadel Muhammad dalam perkara kepailitan tersebut telah "dinyatakan pailit dengan segala akibat hukumnya" putusan mana telah memperoleh kekuatan hukum tetap, berarti terhitung mulai tanggal 21 Februari 2001 (2 tahun 8 bulan yang lalu) status hukum dari Pemohon/Ir. Fadel Muhammad sudah berada dalam keadaan pailit; b. Bahwa sebagai akibat dari putusan Pengadilan Niaga tersebut di atas maka Pemohon sejak itu sudah tidak berhak lagi untuk melakukan segala tindakan hukum apapun karena haknya untuk itu atau bahkan hak hukumnya untuk mengurusi harta kekayaannya sendiri sekalipun sudah beralih seketika berdasarkan hukum/UndangUndang kepada Hakim Pengawas dan Kurator yang ditetapkan dalam putusan Niaga tersebut; c. Bahwa walaupun Pemohon sendiri telah memahami tentang akibat hukum tersebut namun ternyata pada tanggal 21 Agustus 2003 Pemohon justru memberi kuasa pada Pengacara untuk mengajukan permohonan pencabutan Kepailitan atas putusan Pengadilan Niaga tersebut di atas, dengan demikian maka perbuatan memberikan surat kuasa tersebut jelas merupakan suatu tindakan yang melawan hukum dari Pemohon/Ir. Fadel Muhammad yang sudah berstatus pailit, dengan demikian maka nilai surat kuasa tersebut menjadi tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat serta harus dinyatakan tidak sah/batal demi hukum/dibatalkan; 2. Bahwa Debitur Pailit Ir. Fadel Muhammad tidak berkualitas untuk mengajukan permohonan pencabutan Kepailitan: 1. Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang tentang Kepailitan menjadi Undang-Undang secara tegas disebutkan "yang dapat mengajukan supaya Kepailitan dicabut adalah Hakim Pengawas"; 2. Lebih lanjut dalam Undang-Undang Kepailitan, mengenai dapat berakhirnya kepailitan hanya dapat dilakukan apabila: (1) pengesahan perdamaian telah memperoleh kekuatan mutlak (pasal 156 UUK); (2) setelah kepada para kreditur dibayarkan jumlah penuh piutang-piutang mereka oleh Debitur Pailit, dan (3) si debitur pailit pada saat, meninggalnya Debitur Pailit, harta peninggalannya tidak cukup untuk membayar utang-utangnya; 3. Lebih tegas lagi disebutkan dalam Pasal 206 UUK "Pengadilan Niaga akan menerima permohonan si Debitur maupun para ahli warisnya tersebut, melainkan jika pada surat permohonan itu dilampirkan bukti yang menyatakan bahwa para kreditur diakui sudah dibayar semuanya, sehingga memuaskan masing-masing mereka" (Iihat juga Pasal 205); 4. Bahwa dalam permohonan Pencabutan Kepailitan yang dimohonkan Debitur Pailit Ir. Fadel Muhammad tertanggal 2 Oktober 2003, tidak satu pun yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Pasal Undang-Undang Kepailitan tersebut diatas; 5. Dengan adanya fakta hukum tersebut di atas, adalah patut yang Mulia Majelis Hakim Pengadilan Niaga yang memeriksa perkara ini menyatakan permohonan Pencabutan Kepailitan Debitur Ir. Fadel Muhammad ditolak atau setidak-tidaknya dinyatakan tidak dapat diterima; Bahwa terhadap permohonan pencabutan pailit tersebut Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah mengambil putusan yaitu putusan tanggal 12 Februari 2004 No.
021/PKPU/2000/PN.NIAGA.JKT.PST, jo. No. 78/PAILIT/2000/PN.NIAGA.JKT.PST, yang amarnya berbunyi sebagai berikut: 1. Menyatakan permohonan pencabutan kepailitan yang diajukan oleh Pemohon tidak dapat diterima; 2. Membebankan kepada Pemohon untuk membayar biaya perkara ini sebesar Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah): Bahwa sesudah putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut diucapkan pada sidang yang terbuka untuk umum dengan dihadiri kuasa pemohon pada tanggal 12 Februari 2004, kemudian terhadapnya oleh pemohon dengan perantaraan kuasanya berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 16 Februari 2004 di ajukan permohonan kasasi secara lisan pada tanggal 19 Februari 2004, sebagaimana ternyata, dari akte permohonan kasasi No. 05/Kas/PAILIT/2004/PN.NIAGA.JKT. PST, jo. No. 021/PKPU/2000/PN.NIAGA.JKT.PST, jo. No. 078/PAILIT/2000/PN.JKT.PST, yang dibuat oleh Panitera Pengadilan Negeri/Niaga Jakarta Pusat, permohonan mana disertai oleh memori kasasi yang memuat alasan-alasan yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri/Niaga Jakarta Pusat tanggal 19 Februari 2004 itu juga; Bahwa setelah itu oleh Para Termohon Kasasi yang pada tanggal 20 Februari 2004 telah disampaikan salinan memori kasasi dari Pemohon Kasasi, diajukan kontra memori kasasi yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat masing-masing tanggal 26 Februari 2004; Menimbang, bahwa permohonan kasasi a quo beserta alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan seksama diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan dalam Undang-Undang, maka oleh karena itu permohonan kasasi tersebut formil dapat diterima; Menimbang, bahwa keberatan yang diajukan oleh Pemohon Kasasi dalam memori kasasinya tersebut pada pokoknya ialah: 1. Bahwa judex facti telah melakukan kesalahan dalam membaca dan meneliti permohonan Pencabutan Kepailitan Pemohon Kasasi (dahulu Pemohon Pencabutan Kepailitan) dimana dalam putusan judex facti pada alinea terakhir dari dalam putusannya (No. 021/PKPU/2000/PN.NIAGA.JKT.PST jo. 078/ PAILIT/2000/PN.NIAGA.JKT.PST tanggal 12 Februari 2004 (selanjutnya disebut putusan) tertulis "menimbang, bahwa dalam surat permohonannya tersebut Pemohon dengan ini hendak mengajukan permohonan pencabutan kepailitan sebagai yang dimaksud di dalam Pasal 15 dari Peraturan Kepailitan (Faillissement Verordening sebagaimana yang telah diubah dan ditambah oleh UndangUndang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan, selanjutnya disebut Undang-Undang Kepailitan)"; Bahwa di dalam permohonan Pencabutan Kepailitan tertanggal 2 Oktober 2003 (terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 2 Oktober 2004 dibawah register perkara No. 021/PKPU/2000/PN.NIAGA.JKT.PST, jo. 078/PAILIT/2000/PN.NIAGA.JKT.PST, Pemohon kasasi tidak menuliskan hal tersebut yaitu tidak menunjuk kepada Pasal 15 Undang-Undang Kepailitan (untuk selanjutnya disebut Undang-Undang Kepailitan) sebagai dasar dari diajukannya permohonan pencabutan kepailitan, dan yang tertulis adalah Pemohon Kasasi mengajukan permohonan pencabutan kepailitan "berdasarkan prinsip-prinsip dan ketentuan-ketentuan dalam peraturan Kepailitan (Faillissement Verordening sebagaimana yang telah diubah dan ditambah oleh UndangUndang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan)"; 2. Bahwa judex facti keliru bila menyatakan bahwa permohonan Pencabutan Kepailitan yang diajukan oleh Pemohon Kasasi sebagai tidak didasarkan pada hukum karena judex facti terikat untuk tetap mengadili perkara permohonan tersebut sekalipun tidak ada peraturan yang mengaturnya. Judex facti terikat untuk "menemukan dan membuat hukum" berdasarkan doktrin "rechtsvinding" sebagai ditentukan dalam Pasal 22 Aigemene Bepalingen van Wetgeving voor Indonesia (Ketentuan-Ketentuan Umum tentang Peraturan Perundangan untuk Indonesia), hal mana juga secara tegas diatur di dalam ketentuan Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman sebagai telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999. Bahwa bilamana judex facti telah menunjukan berlakunya ketentuan Pasal 15 UUK sebagai dasar dari diajukannya permohonan Pencabutan Kepailitan itu menunjukkan bahwa
3.
4.
judex facti sangat mengerti dan memahami bahwa permohonan Pemohon Kasasi dapat diadili mengingat dasar-dasar materiel diajukannya permohonan Pemohon Kasasi adalah hal-hal yang jauh lebih penting, lebih materiel, dan sangat menentukan dibandingkan dari sekedar adanya alasan "keadaan Harta Pailit" (de toestand des boedels) sebagaimana yang merupakan dasar Pencabutan Kepailitan menurut ketentuan Pasal 15 Undang-Undang Kepailitan; Bahwa judex facti telah keliru dalam menerapkan Pasal 15 Undang-Undang Kepailitan yang nyata-nyata menyebut bahwa pencabutan adalah berdasarkan "keadaan Harta Pailit", mengingat bahwa permohonan Pemohon Kasasi adalah didasarkan pada hal-hal yang bukan sekedar karena "keadaan Harta Pailit" tetapi karena adanya fakta-fakta dan kenyataan-kenyataan hukum yang sangat penting, bersifat sangat materiel, dan sangat menentukan, yaitu bahwa: (a) Bank IFI adalah telah diputuskan berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap justru terbukti secara sah adalah debitor dari/terhadap Pemohon. Bank IFI sebagai pihak yang wajib membayar sejumlah uang kepada Pemohon sebesar Rp. 1.950.000.000,- (satu milyar sembilan ratus lima puluh juta rupiah) dari total kewajibannya sebesar Rp. 19.000.000.000,- (sembilan belas milyar rupiah), (b) Ing Barings adalah terbukti secara sah telah menggunakan surat kuasa dan surat kuasa substitusi yang tidak boleh dan/atau tidak dapat dipergunakan di pengadilan manapun di Indonesia khususnya di dalam perkara No. 021/PKPU/2000/PN.NIAGA.JKT.PST jo. No. 078/PAILIT/2000/PN.NIAGA.JKT.PST, oleh karenanya Ing Barings bukanlah kreditor di dalam kepailitan Pemohon, demikian pula suara yang dikeluarkan oleh kuasa-kuasa hukumnya tidak boleh dan tidak dapat dihitung di dalam pemungutan suara (voting) dan (c) BPPN adalah bukan/tidak berkedudukan sebagai Kreditor dalam perkara PKPU/Kepailitan Pemohon karena telah melakukan perbuatan melawan hukum terhadap diri Pemohon, hal mana juga sebagai telah disampaikan sendiri oleh judex facti dalam pertimbangan hukumnya sebagai tersebut pada alinea ketiga (butir 7) pada halaman 40 dari putusan; Bahwa judex facti telah menafsirkan Undang-Undang Kepailitan secara kaku dan keliru dimana seolah-olah bahwa semua, permohonan, pencabutan kepailitan pasti harus menggunakan dan/atau didasarkan pada ketentuan Pasal 15 Undang-Undang Kepailitan, padahal tegas-tegas dan nyata-nyata ketentuan Pasal 15 Undang-Undang Kepailitan adalah untuk permohonan pencabutan kepailitan dikarenakan "keadaan Harta Pailit (de toestand des boedels), dan demikian pula judex facti telah memperlakukan dan menafsirkan UndangUndang Kepailitan seolah-olah bahwa permohonan pencabutan kepailitan yang tidak didasarkan pada "keadaan Harta Pailit" tidaklah dapat diajukan kepada judex facti, padahal: 4.1. Tidak ada satu pun ketentuan dalam Undang-Undang Kepailitan maupun di dalam ketentuan hukum dan perundang-undangan manapun baik materiel dan terutama formil (proseduriel) yang tidak membolehkan dan/atau melarang diajukannya permohonan pencabutan kepailitan langsung kepada Majelis Hakim dari perkara yang bersangkutan; 4.2. Tidak ada satu pun ketentuan dalam UUK (termasuk Pasal 15 Undang-Undang Kepailitan) dan/atau dalam peraturan perundang-undangan lainnya yang mengatur bahwa permohonan pencabutan kepailitan hanya dapat diajukan oleh Kurator ataupun oleh Hakim Pengawas saja dan bahwa siapa pun atau pihak manapun tidak dapat mengajukannya, dan bahwa demikian pula tidak ada satu pun ketentuan dalam Undang-Undang Kepailitan dan/atau peraturan perundang-undangan lainnya, yang mengatur bahwa bilamana permohonan pencabutan kepailitan diajukan oleh pihak lainnya selain Kurator atau Hakim Pengawas, maka permohonan tersebut adalah tidak perlu diperiksa dan diadili substansinya karena permohonan tersebut adalah tidak berdasarkan hukum; 4.3. bahwa judex facti jelas-jelas sangat mengetahui dan memahami bahwa Permohonan Pencabutan Kepailitan di ajukan oleh Pemohon Kasasi berdasarkan adanya faktafakta dan hukum yang sangat penting, bersifat sangat materiel, dan sangat menentukan sebagaimana telah diuraikan di dalam angka 2 di atas dan bukan karena atau sekedar mengingat "de Toestand des boedels" (keadaan Harta Pailit) sebagai dimaksud di dalam Pasal 15 Undang-Undang Kepailitan, tetapi judex facti tetap memaksakan bahwa permohonan tersebut harus tunduk dan/atau diatur dan/atau
5.
dikarenakan oleh alasan "de toestand des boeldels" sebagai yang diatur oleh ketentuan Pasal 15 Undang-Undang Kepailitan; 4.4. bahwa proses kepailitan adalah suatu proses yang dinamis yang selalu harus mengikuti perkembangan dan/atau kejadian yang menyangkut kepailitan itu sendiri yang karenanya juga harus memperhatikan, mengikuti, dan selanjutnya mengakomodir adanya perubahan-perubahan dan/atau perkembanganperkembangan yang terjadi dan/atau munculnya fakta-fakta dan kenyataan-kenyataan hukum terutama bilamana munculnya fakta-fakta dan kenyataan-kenyataan hukum tersebut diajukan oleh pihak (pihak-pihak) yang terkait dalam proses kepailitan tersebut. Bahwa fakta-fakta dan kenyataan-kenyataan hukum tersebut tidak terbatas hanya kepada adanya perubahan dan/atau perkembangan atas/terhadap "keadaan Harta Pailit" saja, tetapi juga dan terutama kepada adanya perubahan dan/atau perkembangan yang bersifat jauh lebih penting, lebih materiel dan sangat menentukan daripada sekedar menyangkut "keadaan Harta Pailit" saja. Bahwa Pemohon Kasasi telah mengajukan dalam permohonan pencabutan kepailitan tentang dasar-dasar dari diajukannya permohonan tersebut yang oleh karenanya Pemohon Kasasi tidak mendasarkannya kepada ketentuan Pasal 15 Undang-Undang Kepailitan karena Pasal 15 Undang-Undang Kepailitan hanyalah berkaitan dan menyangkut "keadaan Harta Pailit". Judex facti telah tidak secara aktif memberikan respon dan/atau perhatian yang layak dan cukup atas dasar-dasar diajukannya permohonan pencabutan kepailitan oleh Pemohon Kasasi padahal dasar-dasar dan alasan-alasan diajukannya permohonan tersebut adalah bersifat sangat penting, sangat material, dan sangat menentukan dibandingkan dengan sekedar "keadaan Harta Pailit"; 4.5. bahwa ketentuan Pasal 15 Undang-Undang Kepailitan menyebutkan bahwa "atas anjuran Hakim Pengawas ("op voodracht van den rechter-commissaris) kepada Pengadilan Niaga, dan tidak pernah menyebutkan bahwa Hakim Pengawas "mengajukan" Permohonan Pencabutan Kepailitan. Permohonan dapat datang dari pihak manapun yang terkait dengan kepailitan terutama pihak-pihak yang berlawanan (dalam hal ini Kreditor dan/atau Debitor), karena memang tidak ada larangan baik secara tidak tegas maupun secara tegas tentang hal tersebut Siapa pun pihak dalam kepailitan, termasuk Pemohon Kasasi dapat mengajukan Permohonan Pencabutan Kepailitan kepada Pengadilan Niaga, dan bahwa tidak ada satu atau sesuatu ketentuan pun (termasuk ketentuan Pasal 15 Undang-Undang Kepailitan) yang mengatur dan menyatakan bahwa permohonan Pemohon Kasasi sebagai harus diajukan kepada Hakim Pengawas melalui Kurator sebagaimana yang disebutkan oleh judex facti di dalam pertimbangan hukumnya pada alinea kedua pada halaman 41 dari putusan. Ada perbedaan yang sangat besar antara pengertian, "mengajukan permohonan" (di mana ditempuh proses pendaftaran pada/di kepaniteraan dan diberikan nomor registrasi pendaftaran pengajuan) dan pengertian "menganjurkan" dan/atau "menasehatkan" (oleh Hakim Pengawas) sebagai dimaksud di dalam Pasal 15 UUK. Adalah suatu prinsip dasar bahwa pihak yang berkepentingan atas permohonanlah yang mengajukan permohonan. Tidak mungkin suatu pihak yang tidak berkepentingan akan mengajukan sesuatu permohonan (demi kepentingan) pihak lain terutama dan terlebih bilamana pihak yang tidak berkepentingan tersebut tidak menyetujui dan/atau bertentangan dengan pengajuan permohonan tersebut, hal mana berlaku dalam perkara a quo; Bahwa judex facti telah tidak konsisten dalam memakai dan menerapkan hukum acara pada perkara a quo, dimana judex facti dalam acara persidangan telah meminta kepada Kurator untuk mengajukan tanggapan tertulis atas permohonan Pemohon Kasasi yang selanjutnya atas permintaan tersebut Kurator membuat dan mengajukan tanggapan; Bahwa dengan meminta tanggapan tertulis dari Kurator, judex facti seakan akan ingin memenuhi dan/atau memakai dan/atau mencoba menerapkan ketentuan Pasal 15 UndangUndang Kepailitan (yang notabene tanggapan Kurator tersebut tidak diatur dan ditentukan dalam Pasal tersebut); Justru apabila judex facti ingin memenuhi dan/atau memakai dan/atau mencoba menerapkan ketentuan Pasal 15 Undang-Undang Kepailitan, seharusnya meminta tanggapan dari Hakim Pengawas, bukan meminta tanggapan dari Kurator sebagaimana
yang telah dilakukan judex facti karena Pasal 15 Undang-Undang Kepailitan tidak pernah mengatur dan/atau menetapkan bahwa Kurator adalah pihak yang mengajukan dan/atau yang perlu didengar di dalam acara pemeriksaan untuk pencabutan kepailitan; Bahwa dengan meminta tanggapan dari Kurator di dalam pemeriksaan perkara yang menggunakan dan menerapkan hukum acara perdata/HIR, judex facti telah melakukan kesalahan dan/atau kekeliruan yang sangat mendasar yaitu menarik masuk Kurator sebagai pihak yang turut berperkara dalam perkara a quo (bandingkan dengan kewajiban Kurator yang harus selalu bertindak independen dalam melaksanakan pekerjaannya), karena tanggapan dan/atau jawaban yang diberikan oleh pihak lain selain Pemohon dan Termohon dalam perkara tersebut dalam hukum acara perdata/HIR mengakibatkan dan/atau berakibat pihak lain yang menanggapi dan/atau menjawab permohonan/gugatan tersebut (dapat) menjadikan pihak dalam perkara a quo, terutama karena di dalam acara/tahapan pemberian jawaban menurut ketentuan HIR, tidak terdapat suatu pihak independen (misal: saksi ahli) yang perlu didengar dan/atau dimintakan pendapatnya tentang perkara a quo; Bahwa dalam acara perdata/HIR (dimana judex facti telah memakai dan/atau menerapkannya dalam perkara a quo, hal kewenangan dan/atau hak menentukan pihakpihak (Tergugat/ Termohon) dalam suatu perkara adalah kewenangan dan hak dari Pemohon (sebagai Iayaknya Penggugat dalam suatu perkara gugatan) dalam perkara tersebut dan sekali-kali tidak dan bukan merupakan kewenangan Majelis Hakim dari perkara yang bersangkutan, dimana kewenangan dan hak menentukan pihak-pihak ini merupakan salah satu azas dalam acara perdata (lihat dan bandingkan dengan putusan Mahkamah Agung RI tanggal 16 Juni 1971 No. 305 K/Sip/1971). Jadi dalam perkara a quo, jelas judex facti telah melakukan kesalahan dan kekeliruan yang sangat mendasar dengan melanggar kewenangan dan hak dan Pemohon Kasasi dan/atau telah melakukan tindakan yang tidak dan bukan merupakan kewenangannya yaitu dengan menarik masuk Kurator sebagai pihak dalam perkara a quo dengan cara meminta tanggapan tertulis dari Kurator terhadap permohonan yang diajukan Pemohon Kasasi padahal hukum acara yang diterapkan adalah hukum acara perdata berdasarkan HIR dan bukan hukum acara yang dianut dalam UndangUndang Kepailitan; Sehubungan dengan hal tersebut di atas, judex facti pun telah semena-mena menerapkan dan mengubah hukum acara perdata yang berlaku dan yang sedang diterapkannya. Judex facti telah mengeluarkan Kurator dari proses jawab-menjawab dengan cara menyatakan dalam persidangan bahwa selanjutnya Kurator tidak perlu lagi dan/atau tidak wajib untuk menghadiri sidang-sidang selanjutnya, padahal judex facti sendiri yang menarik Kurator ke dalam proses jawab-menjawab dalam perkara a quo. Bilamana judex facti yang telah memerintahkan dan/atau meminta Kurator untuk memberikan tanggapan atas permohonan Pemohon Kasasi, itu artinya judex facti sedang memproses permohonan Pemohon Kasasi dengan menggunakan dan tunduk kepada hukum acara yang dikenal di dalam UndangUndang Kepailitan (hal mana sebagai yang antara lain dapat dilihat dari dalam Pasal 217 ayat (1) jo. Pasal 215 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan sehubungan dengan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang secara tetap) padahal jelas-jelas dan nyata-nyata judex facti sedang dan memang menentukan untuk menggunakan hukum acara sebagaimana yang diatur HIR. Acara dalam HIR tidak mengenal adanya pihak ketiga lainnya yang memberikan tanggapan atas permohonan ataupun gugatan karena yang dikenal hanyalah jawaban dari pihak Termohon ataupun Tergugat. Kurator bukanlah pihak Termohon dalam perkara a quo. Artinya judex facti telah mempermainkan Hukum Acara yang berlaku yaitu dengan menerapkannya dengan cara mengkombinasikan hukum acara dalam HIR dengan hukum acara dalam Undang-Undang Kepailitan. Tetapi lebih tepatnya, judex facti telah membuat kekeliruan berat dalam menarik masuk Kurator ke dalam sengketa dan meminta pendapat dari Kurator atas permohonan Pemohon Kasasi, padahal judex facti sedang menggunakan dan memberikan hukum acara yang diatur dalam HIR sesuai ketentuan Pasal 284 Undang-Undang Kepailitan. Menyadari dirinya telah melakukan kekeliruan (yaitu: menarik Kurator sebagai pihak ke dalam acara jawab-menjawab berdasarkan ketentuan Hukum Acara Perdata/HIR), oleh karenanya di dalam persidangan selanjutnya, judex facti kemudian mengingatkan Kurator bahwa Kurator tidak wajib untuk datang dan menghadiri persidangan selanjutnya. Jelas hal ini adalah pelanggaran, kesalahan dan kekeliruan berat karena berdasarkan prinsip-prinsip dan ketentuan-ketentuan
6.
dalam Hukum Acara Perdata sebagaimana yang diatur di dalam HIR, hanya pihak Pemohon (atau Penggugat) yang berhak untuk menentukan pihak-pihak mana sebagai pihak Termohon (ataupun) Tergugat) kedalam perkara kecuali bergabung atau tergabungnya pihak-pihak lain adalah melalui acara dan instrumen vrijwaring, tussenkomst (intervensi dan voeging), sebagai diatur dalam Reglement Rechtsvordering (RV). Bahwa adanya kesengajaan judex facti mengeluarkan Kurator sebagai pihak yang semula ditarik-nya masuk (dengan meminta tanggapan Kurator atas permohonan Pemohon Kasasi yang sedang diproses berdasarkan ketentuan hukum acara dalam HIR) adalah sangat jelas terlihat lagi dalam acara persidangan pengajuan/penyampaian duplik para pihak dimana judex facti tidak lagi mempertanyakan dan/atau meminta duplik dari Kurator padahal nyatanyata Pemohon Kasasi telah memasukkan Replik terhadap tanggapan (baca: jawaban menurut HIR) . pihak Kurator dan telah diterima oleh judex facti di dalam sengketa (yang sedang diproses berdasarkan ketentuan HIR) oleh pihak Pengadilan (judex facti) adalah tidak dikenal dalam hukum ,acara HIR, sehingga berarti judex facti menambah pihak yang melawan Pemohon Kasasi. Permintaan tanggapan Kurator adalah tidak dikenal di dalam ketentuan HIR. Artinya judex facti telah memperlakukan Pemohon Kasasi secara tidak adil dengan menambah pihak yang "mengeroyok" dan melawan permohonan Pemohon Kasasi. Tragisnya, bahwa Kurator yang merupakan profesi independen (dan diwajibkan independen) oleh Undang-Undang Kepailitan, telah dengan sengaja masuk menjadi pihak padahal diketahuinya bahwa acara yang sedang diberlakukan adalah acara perdata HIR dan masuknya Kurator adalah melalui ketentuan sebagai yang diatur didalam HIR. Lebih tragis lagi, Kurator bahkan telah memasukkan tanggapannya terhadap permohonan Pemohon Kasasi seolah-olah Kurator adalah pihak yang sedang bersengketa dengan dan/atau sedang melawan (permohonan Pencabutan Kepailitan) Pemohon Kasasi; Sehubungan dengan hal tersebut di atas, jelas judex facti telah membuat dan melakukan kesalahan dan kekeliruan berat sekaligus telah melanggar ketentuan hukum dalam hal ini hukum acara yang berlaku secara sedemikian rupa dengan sangat amat merugikan kepentingan Pemohon Kasasi; Bahwa dengan memilih serta menggunakan Hukum Acara Perdata (sebagai diatur dalam HIR) bagi pemeriksaan perkara permohonan Pencabutan Kepailitan ini, judex facti sebenarnya telah tidak menggunakan hukum acara dan prosedur sebagai yang diatur di dalam Undang-Undang Kepailitan (Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan), hal mana karena memang alasan-alasan yang dijadikan dasar bagi permohonan pencabutan kepailitan adalah "fakta-fakta dan kenyataan-kenyataan hukum yang bersifat sangat penting, sangat materiel dan sangat menentukan" sebagaimana telah diterangkan tersebut di atas. Pemilihan hukum acara perdata (sebagai diatur dalam HIR) oleh judex facti tersebut adalah memang tepat karena hal tersebut adalah sesuai dengan ketentuan Pasal 284 UndangUndang Kepailitan. Anehnya dan menimbulkan pertanyaan, mengapa setelah memilih dan menerapkan Hukum Acara Perdata (sebagai diatur dalam HIR) kemudian judex facti di dalam pertimbangan hukumnya pada alinea terakhir halaman 40 putusannya justru hendak memaksakan agar permohonan Pencabutan Kepailitan ini harus tunduk dan menggunakan ketentuan dan acara/prosedur yang diatur di dalam Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan, padahal nyata-nyata Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan adalah untuk pencabutan kepailitan dikarenakan pertimbangan "de toestand des boedels"; Bahwa di dalam pertimbangan hukum putusannya, judex facti menyebutkan "menimbang, bahwa dari ketentuan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa permohonan pencabutan kepailitan adalah harus didasarkan atau atas adanya usul Hakim Pengawas atau Panitia dari para berpiutang (Kurator)"; Bahwa dalam pertimbangan hukum sebelumnya judex facti telah mengutip ketentuan Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998, tentang Kepailitan, sebagai berikut: "apabila keadaan harta pailit menghendakinya, maka Pengadilan Negeri, atas anjuran Hakim Pengawas dan, apabila ada sesuatu panitia dari para berpiutang, setelah pula mendengar panitia tersebut, boleh memerintahkan supaya dilakukan pemeriksaan dengan cuma-cuma atau setelah mendengar atau memanggil dengan sah akan si pailit, supaya kepailitan dicabut, dan dalam hal yang terakhir ini perintah tersebut harus dibuat dalam suatu penetapan Hakim, yang diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum;
Bahwa judex facti telah melakukan kesalahan dan kekeliruan berat dalam membaca dan meneliti ketentuan Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan, dimana dalam pertimbangan hukum judex facti jelas-jelas telah mempersamakan "Panitia dari para berpiutang" sebagai sama dengan Kurator, yaitu dimana judex facti menuliskan ".....atau Panitia dari para berpiutang (Kurator)". Hal ini merupakan kesalahan dan kekeliruan yang sangat berat, prinsipil dan berakibat fatal karena tidak pernah ada dan/atau tidak ada satu pun ketentuan (Pasal) dalam Undang-Undang Kepailitan yang menyebutkan dan/atau menentukan bahwa " Panitia dari para berpiutang" (lihat Pasal 71 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan yang menyebutkan bahwa: ".....Pengadilan Negeri dapat membentuk suatu panitia sementara yang terdiri dari satu sampai tiga anggota yang dipilih dari para kreditur yang dikenalnya dengan maksud untuk memberikan nasehat kepada Balai Harta Peninggalan" dan Pasal 72 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan yang menyebutkan bahwa: " ....Setelah pencocokan utang selesai dilakukan, Hakim Pengawas wajib menawarkan kepada para kreditor untuk membentuk Panitia Kreditor secara tetap...."); Bahwa sehubungan dengan kesalahan dan/atau kekeliruan berat dan prinsipil dan judex facti tersebut di atas, Pemohon Kasasi dengan ini merasa perlu untuk membahas lebih jauh tentang pengertian-pengertian dari ketentuan Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan dengan melihat kembali kepada teks asli dari ketentuan Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan tersebut sebagai yang termuat dalam Faillissement Verordening; Untuk memeriksa originalitasnya, maka alangkah baiknya bila melihat teks asli dan Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan yang merupakan terjemahan bebas dan teks asli Pasal 15 ayat (1) Faillissement Verordening (lengkapnya Verordening op het Faillissement en de surseance van betaling voor de Eurepeanen in Indonesie" - Staatsblad Tahun 1905 Nomor 217 jo. Staatsblad Tahun 1906 Nomor 348) yang berbunyi sebagai berikut: "Indien de toestand des boedels daartoe aanleiding geeft, kan de raad van justitie, op voordracht van den rechter-commissaris en na de commissie uit de sculdeischers, zoo die er is, gehoord to hebben, bevelen, hetzij de kostelooze behandeling, hetzij, na verhoor of behoorlijke oproeping van den gefailleerde, en in dit geval bij beschikking in het openbaar uit to spreken, de opheffing van het faillissement; Bahwa "de commissie ult de schuldeischers" (panitia para berpiutang atau panitia para kreditor) baik yang merupakan "panitia sementara" (voorloopige commissie) sebagai dimaksud dalam Pasal 71 ayat (1) Faillissement Verordening maupun yang merupakan "panitia tetap" (definitieve commissie) sebagai dimaksud dalam Pasal 72 ayat (1) Faillissement Verordening adalah tidak pernah dan memang tidak akan pernah serta tidak boleh diterjemahkan sebagai dan/atau diwakili oleh dan/atau dipersamakan dengan "weeskamer" (Balai Harta Peninggalan ....baca juga: Kurator). Kurator dan/atau Balai Harta Peninggalan (weeskamer) jelas adalah profesi yang diharuskan independen (Pasal 13 ayat 3 Faillissement Verordening sebagai telah diubah dan ditambah oleh PERPU. Nomor 1 Tahun 1998 jo. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan) sehingga tidak mungkin dan tidak ada suatu konstruksi pikiran hukum dalam system hukum manapun baik dalam paham dan hukum "Civil Law" maupun hukum "Common Law" yang membolehkannya mewakili kepentingan apalagi dipersamakan/dianggap sama dengan "pihak kreditor" (schuldeischers). Sebaliknya atau kebalikan dari apa yang di terjemahkan ataupun dipahami oleh judex facti (bahwa panitia Para Kreditor adalah atau sama dengan Kurator), dalam beberapa hal Kurator adalah mewakili Debitor (schuldnenaar) atau si pailit (gefaiiieerde). Bahkan melalui ketentuan Pasal-Pasal 67 sampai dengan 70-B (tentang Kurator/Van de Weeskamer) dari Faillinssement Verordening dibandingkan dengan ketentuan Pasal-Pasal 71 sampai dengan 76 (tentang Panitia Para Kurator/Van de Commissie uit Schldeischers) jelas-jelas terlihat perbedaan dan pemisahan yang tegas tentang pengertian, perbedaan, fungsi-fungsi dan hubungan-hubungan fungsi diantara keduanya yang mustahil untuk mempersamakan dan/atau menganggap sama "Kurator/Balai Harta Peninggalan (Weeskamer) dengan Panitia Para Kreditor (de commissie uit de schuldeischers); Bahwa dari bunyi pasal 15 ayat (1) dari Faillinssement Verordening (Undang-Undang Kepailitan), tidak ada atau tidak terdapat satu pun kata "Weeskamer" (Balai Harta Peninggalan), dan tidak ada satu pun rangkaian kata yang mempersamakan "de commissie
uit de schuldeischers (panitia para kreditor) sebagai sama dengan "weeskamer" (Balai Harta Peninggalan); Bahwa demikian pula sebagai perbandingan bahwa fungsi dan independensi Kurator tidak memungkinkannya mewakili atau dipersamakan dengan Panitia Para Kreditor dapat juga di lihat dalam ketentuan dari Federal Bankruptcy Code (title 11 dari United States Code) yang berlaku di Amerika Serikat. Berdasarkan ketentuan Section 101 (14) dihubungkan dengan Section 701 dan 705 serta Section 1102, 1103 dan Section 1106 dari Title 11 Bankruptcy Code tersebut baik "Trustee" (dalam suatu likuiditas... Chapter 7) maupun "Trustee" ataupun Examiner" (dalam suatu Reorganisasi...Chapter 11) adalah diangkat dari orang-orang yang independen yang "disinterested" (tidak berkepentingan) yang tidak punya kepentingan apapun dengan kreditor dari kelas/tingkat manapun yang walaupun memiliki hubungan kerja (berkonsultasi sehubungan dengan pengurusan harta, dan lain-lain) dengan Panitia Para Kreditor (Creditors Committee) ataupun Panitia dari Para Pemegang Sekuritas Ekuitas (Equity Security Holders' Committee) tetapi tetap dalam keadaan bagaimanapun tidak dapat dianggap sebagai dan/atau dipersamakan dengan dan/atau diterjemahkan sebagai dan/atau berfungsi mewakili Panitia Para Kreditor ataupun Panitia Para Pemegang Sekuritas Ekuitas; Bahwa demikian pula di dalam praktek selama berlakunya Faillissement Verordening (Undang-Undang Kepailitan), baik sebelum maupun sesudah Faillissement Verordening tersebut diubah dan ditambah oleh Perpu Nomor 1 Tahun 1998 jo. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998, tidak pernah Panitia Para Kreditor ataupun Kreditor dipersamakan dengan dan/atau digantikan dan/atau diwakili oleh dan/atau digantikan oleh Kurator ataupun BHP; Bahwa berdasarkan dan bertolak dari pertimbangan hukumnya yang salah keliru berat sebagai yang ditetapkan di dalam pertimbangan hukum tersebut pada alinea pertama pada halaman 41 dari putusan (yaitu yang antara lain mempersamakan "Panitia dari para berpiutang sebagai sama dengan Kurator), judex facti kemudian membangun dan menguraikan lebih lanjut pertimbangan hukum (dalam alinea kedua pada halaman 41 dari putusan) yang juga salah dan keliru berat dimana judex facti telah memaksakan dengan mengarang dan menciptakan hukum acara baru yaitu bahwa permohonan Pemohon Kasasi di kemudian hari harus disampaikan terlebih dahulu kepada Kurator dan selanjutnya Kurator menyampaikan lagi kepada Hakim Pengawas; Bahwa demikian pula, bertolak dan berdasarkan dari pertimbangan hukumnya yang salah dan keliru berat sebagai yang ditetapkannya di dalam pertimbangan hukum tersebut pada alinea pertama pada halaman 41 dari putusan (yaitu yang antara lain mempersamakan panitia dari para berpiutang sebagai sama dengan Kurator) ditambah dengan karangan dan ciptaan hukum acara baru sebagai diterangkan diatas. Judex facti secara tidak berdasar dan/atau tidak menggunakan/memakai prinsip-prinsip yang berlaku di dalam ilmu hukum kemudian mengarang, dan menciptakan hukum acara baru lebih lanjut sebagaimana yang diuraikan tersebut di atas; Bahwa sehubungan dengan dan khusus tentang pertimbangan hukum judex facti tersebut di atas yang berbunyi sebagai berikut: Menimbang, bahwa terlepas berdasar atau tidak berdasar hukum, alasan-alasan permohonan Pencabutan Kepailitan yang dikemukakan oleh Pemohon, karena dalam perkara a quo permohonan tersebut telah diajukan oleh Pemohon Pailit sendiri, sedangkan seharusnya adalah sebagaimana telah dikemukakan di atas, maka tanpa mempertimbangkan alat-alat bukti yang diajukan dalam perkara ini, permohonan pencabutan kepailitan yang diajukan oleh Pemohon harus dinyatakan tidak dapat diterima", maka perlu Pemohon Kasasi tanggapi sebagai berikut: Bahwa judex facti memang terlalu sering dan berulang-ulang membuat kesalahan dan kekeliruan yang berat dan fatal, hal mana jelas jelas terlihat dari pertimbangan hukum sebagai tersebut di atas dimana dalam perkara a quo jelas-jelas permohonan Pencabutan Kepailitan adalah diajukan oleh Pemohon Kasasi dan bukan serta tidak pernah diajukan oleh pihak bernama atau bergelar Pemohon Pailit sebagai yang tertulis dan termuat di dalam pertimbangan hukum tersebut di atas. Bahwa tetapi karena judex facti telah memberikan pertimbangan hukum bahwa permohonan Pencabutan Kepailitan dalam perkara a quo adalah diajukan oleh Pemohon Pailit sendiri (catatan: Pemohon Pailit dalam perkara a quo adalah PT. Bank IFl, hal mana
sesuai dengan surat permohonan Pernyataan Pailit No. 0412/0196.01/HPH-JP-SPNep tertanggal 15 Nopember 2000 yang diajukan oleh kuasa PT. Bank IFI, Law Firm Hotman Paris & Partners jo. Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat No. 078/PKPU/2000/PN.JKT.PST, tertanggal 13 Maret 2000) maka seluruh pertimbangan hukum judex facti telah mengandung kesalahan dan kekeliruan berat dan fatal yang oleh karenanya harus dianggap sebagai tidak berlaku dan harus diabaikan serta tidak merupakan suatu dasar yang Iayak, patut dan dapat dipertanggungjawabkan untuk mengambil keputusan dan/atau untuk mengadili perkara a quo, khususnya untuk menyatakan bahwa permohonan pencabutan kepailitan yang diajukan oleh Pemohon tidak didasarkan pada hukum dan karenanya tidak dapat diterima. Adalah diterima logika umum khususnya logika hukum bahwa suatu pertimbangan hukum yang dibuat secara keliru dan salah berat dan fatal adalah pasti akan memproduksi dan menghasilkan putusan yang juga salah dan keliru; Bahwa namun demikian, seumpama pun judex facti tidak salah dan keliru di dalam pertimbangan hukumnya sebagaimana tersebut di atas, dengan memaksudkan bahwa Pemohon Pailit itu sebenarnya adalah Pemohon atas Permohonan Pencabutan Kepailitan (dalam hal ini sekarang Pemohon Kasasi), maka selayaknya pula judex facti mengetahui dan memahami bahwa Pemohon tidak pernah kehilangan kecakapannya untuk tetap melakukan perbuatan hukum (volkomen handelingsbevoegd) walaupun perbuatan-perbuatannya tersebut tidak mempunyai akibat hukum atas harta kekayaannya yang tercakup dalam kepailitan (Pasal 22 Undang-Undang Kepailitan yang tidak pernah menghilangkan "volkomen handelingsbevoegdnya Pemohon; lihat juga: Tumbuan, Fred B.G, ...."pokok-pokok Undang-Undang tentang Kepailitan sebagaimana diubah oleh Perpu Nomor 1 Tahun 1998", makalah, Jakarta Mei 1998, halaman 4). Tindakan Pemohon untuk secara sendiri ataupun dengan melalui kuasa untuk mengajukan permintaan/permohonan untuk pencabutan kepailitan adalah hak perorangan yang tetap melekat dalam diri Pemohon. Hak ini tidak berkaitan dengan persoalan hukum harta kekayaan (vermogensrechtelijkerechten) yang menjadi kewenangan Kurator. Bahkan juga Pemohon tidak kehilangan hak yang berkaitan dengan kepemilikan atas harta kekayaan (zeggenschapsrechten) (Iihat juga: Tumbuan, Freg B.G, "kedudukan dan kewenangan Direksi dalam Perseroan Terbatas yang telah dinyatakan pailit", makalah, disampaikan pada Workshop dengan tema "Kedudukan dan Kewenangan Direksi Dalam Perseroan Terbatas Yang Telah Dinyatakan Pailit" diselenggarakan oleh Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia, tanggal 25 Februari 2003 di Jakarta, (halaman 4) apalagi hak-hak untuk melakukan setiap dan semua tindakan yang dijamin dan/atau tidak nyata-nyata (tegas-tegas) Dilarang dan/atau tidak diperbolehkan oleh Undang-Undang Kepailitan dan/atau peraturan hukum lainnya yang berkaitan seperti, antara lain, memberikan kuasa untuk mengajukan permohonan pencabutan kepailitan; Bahwa sehubungan dengan keterangan-keterangan dan uraian-uraian pertimbangan hukum judex facti sebagaimana yang diuraikan Pemohon Kasasi tersebut di atas, mohon periksa bahwa baik prosedur dan acara maupun pendapat/uraian judex facti yang mempersamakan Panitia Para Berpiutang" sebagai Kurator seperti yang diterangkan dan diuraikan oleh judex facti dalam pertimbangan-pertimbangan hukumnya tersebut di atas, adalah tidak terdapat dan tidak terkandung dalam ketentuan Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan. Bahwa dengan demikian, mengingat kesalahan dan kekeliruan berat dari judex facti di dalam pertimbangan hukumnya pada alinea pertama pada halaman 41 dari putusan yang telah mendasari dan memotivasi bagi disusun dan dikonstruksikannya pertimbangan hukumpertimbangan hukum lanjutan sebagaimana tersebut di dalam alinea kedua, ketiga, keempat dan kelima pada halaman 41 dari putusan, maka konsekuensinya adalah bahwa pertimbangan-pertimbangan hukum tersebut adalah seluruhnya salah dan keliru berat baik pertimbangan hukum pada alinea pertama maupun alinea kedua, ketiga, keempat dan kelima, hal mana bersesuaian juga dengan prinsip "falsus in uno, falsus in omnibus" (false in one thing, false in everything). Menimbang, mengenai keberatan ad. 1 ad. 2 dan ad. 3
bahwa keberatan-keberatan ini dapat dibenarkan, judex facti salah menerapkan hukum berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut: 1. Bahwa Mahkamah Agung dalam menerapkan dan mengadili perkara ini, tidak akan menganut aliran legisme, yang berpendapat Hakim semata-mata sebagai pelaksanaan Undang-Undang tetapi sesuai dengan Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 dimana ditentukan bahwa "Hakim wajib menggali, mengikuti dan memenuhi nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat", Mahkamah Agung akan mengikuti aliran "rechtsvinding" yang artinya adalah menselaraskan Undang-Undang sesuai dengan ditentukan jaman, Hakim berdasarkan alasan tersebut terikat oleh Undang-Undang tetapi tidak seketat aliran legisme, sehingga karena sifat Undang-Undang sering tidak jelas dan tidak Iengkap. Hakim dapat menempuh upaya interpretasi, seperti penafsiran ektensip; Berdasarkan penafsiran ektensip Pasal 15 Undang-Undang Kepailitan; Mahkamah Agung berpendapat dasar untuk pencabutan kepailitan dapat diperluas tidak sekedar hanya dikarenakan "keadaan Harta Pailit" (de toestand des boedels) tetapi dapat juga berdasarkan alasan-alasan Iainnya dan in casu Mahkamah Agung sependapat dengan alasan yang diajukan oleh Pemohon Kasasi yaitu karena. adanya fakta dan kenyataankenyataan hukum yang sangat penting, bersifat sangat material dan sangat menentukan; 2. Bahwa adanya fakta-fakta dan kenyataan-kenyataan hukum yang sangat penting, bersifat sangat material dan sangat menentukan sebagai alasan pencabutan kepailitan sehubungan dengan Pemohon Kasasi adalah terbukti dari fakta-fakta sebagai berikut: a. Bahwa Bank IFI adalah telah diputuskan berdasarkan putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, telah terbukti secara sah adalah debitur dari Termohon terhadap Pemohon. Bank IFl sebagai pihak yang wajib membayar sejumlah uang kepada Pemohon sebesar Rp. 1.950.000.000.- (satu milyar sembilan ratus lima puluh juta rupiah) dari jumlah seluruh kewajibannya sebesar Rp.19.000.000.000,- (sembilan belas milyar rupiah); b. Bahwa Ing Barings adalah terbukti secara sah telah menggunakan surat kuasa dan surat kuasa substitusi yang tidak berlaku dan/atau tidak dapat dipergunakan di Pengadilan manapun di Indonesia, khususnya di dalam perkara Nomor: 021/PKPU/2000/PN.NIAGA.JKT.PST jo. Nomor: 078/PAILIT/2000/PN.NiAGA.JKT.PST, sehingga karena itu ING BARINGS bukanlah kreditor di dalam Kepailitan Pemohon, demikian pula surat yang dikeluarkan oleh kuasa-kuasa hukumnya tidak boleh dan tidak dapat dihitung didalam pemungutan suara (voting); c. Bahwa BPPN adalah bukan (tidak berkedudukan sebagai kreditor dalam perkara PKPU) Kepailitan Pemohon Kasasi, karena tidak melakukan perbuatan melawan hukum terhadap diri Pemohon sebagaimana telah disimpulkan oleh judex facti, Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan ad. 1, ad. 2 dan ad. 3 tersebut diatas, tanpa mempertimbangkan keberatan/ alasan kasasi selebihnya, menurut Mahkamah Agung terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon: Ir. FADEL MUHAMMAD dan membatalkan putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 12 Februari 2004 Nomor 021/PKPU/2000/PN.NIAGA.JKT.PST jo. Nomor: 078/PAILIT/2000/PN.NIAGA.JKT.PST serta Mahkamah Agung mengadili sendiri perkara ini dengan amar sebagaimana berikut dibawah ini; Menimbang, bahwa oleh karena pencabutan pailit dikabulkan, terhadap Pemohon Pencabutan Pailit/Debitur harus dibebankan untuk membayar biaya kepailitan dan imbalan jasa Kurator; Menimbang, bahwa oleh karena Permohonan Pencabutan Pailit dikabulkan, maka terhadapnya Termohon Pencabutan Pailit dahulu para Pemohon Pailit harus dihukum untuk membayar biaya perkara; Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 sebagaimana yang telah diubah dan ditambah menjadi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 yang telah ditetapkan menjadi Undang-Undang dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 serta Undang-Undang lain yang bersangkutan; MENGADILI:
Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: Ir. FADEL MUHAMMAD tersebut; Membatalkan putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 12 Februari 2004 Nomor: 021/PKPU/2000/PN.NIAGA.JKT.PST. jo. Nomor 078/PAILIT/2000/PN.NIAGA.JKT.PST; MENGADILI SENDIRI: "Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian; "Menetapkan mencabut pernyataan pailit terhadap pemohon dengan segala akibat hukumnya; "Membebankan biaya kepailitan dan imbalan jasa Kurator sebagaimana ketentuan dalam keputusan Menteri Kehakiman RI tanggal 22 September 1998, No. M.09-HT.05.10 Tahun 1998 kepada Pemohon Kasasi/Pemohon Pencabutan Pailit; "Membebankan biaya perkara dalam kedua tingkat peradilan kepada Pemohon pernyataan pailit yang dalam tingkat kasasi ini ditetapkan sebesar Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah); Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Senin, tanggal 18 Oktober 2004 oleh Parman Soeparman, SH. MH., Ketua Muda Mahkamah Agung yang ditunjuk oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Sidang, Abdul Rahman Saleh, SH. MH., Ketua Muda Mahkamah Agung dan Soedarno, SH., Hakim Agung, masing-masing sebagai Hakim-Hakim Anggota, putusan mana diucapkan dimuka persidangan yang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Sidang tersebut, dengan dihadiri oleh Abdul Rahman Saleh SH. MH., dan Soedarno, SH., Hakim-Hakim Anggota tersebut, serta I.G.A Sumanatha, SH., Panitera-Pengganti dengan tidak dihadiri oleh kedua belah pihak.
Hakim-Hakim Anggota,
Ketua,
Ttd.
Ttd.
ABDUL RAHMAN SALEH, SH.MH.
PARMAN SOEPARMAN, SH.
Ttd. SOEDARNO, SH.
Panitera Pengganti, Ttd. IGA SUMANATHA, SH. Biaya-biaya: 1.
Meterai
Rp.
6.000,-
2.
Redaksi
Rp.
1.000,-
3.
Administrasi Kasasi
Rp.
4.993.000,-
Jumlah
Rp.
5.000.000,-
+