ANALISIS PENGGUNAAN LEVERAGE, KUALITAS AUDIT, DAN EMPLOYEE DIFF DALAM MENDETEKSI KECURANGAN LAPORAN KEUANGAN (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2007-2011)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh: Eva Noor Alfiah NIM : 109082000166
JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2013 M /1434 H
ii
iii
iv
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I.
IDENTITAS PRIBADI 1. Nama
: Eva Noor Alfiah
2. Tempat dan Tanggal Lahir
: Jakarta, 04 Oktober 1991
3. Jenis Kelamin
: Perempuan
4. Agama
: Islam
5. Alamat
: Jalan Kebon Nanas 1 Rt/Rw 002/002 No.52, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan
6. Telepon (HP)
: 085715638795
7. Email
:
[email protected]
II. PENDIDIKAN FORMAL 1. 1997-2003 : SD Negeri Grogol Selatan 02 Petang 2. 2003-2006 : SMP Negeri 16 Jakarta 3. 2006-2009 : SMK Negeri 6 Jakarta 4. 2009-2013 : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Ekonomi dan Bisnis Jurusan Akuntansi
III. PENGALAMAN ORGANISASI 1. Anggota Pramuka SMP Negeri 16 Jakarta tahun 2005 2. Anggota KBA Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
vi
ABSTRACT
The purpose of this research is to examine whether leverage, audit quality, and employee diff (the difference of financial measure and nonfinancial measure) can be used to detect financial statement fraud, an empirical study in manufacture companies that listed in Indonesia Stock Exchange from 2007 to 2011. This research sample was selected by purposive sampling method with 134 companies as population and 23 companies as samples. Analysis method used is multiple linear regression with SPSS program version 20.0, and the analysis techniques used in this research are statistic descriptive analysis, the assumptions of classical test, test the hypotesis F-statistic to test the effect together with 5% confidence level and the t-statistic for testing the partial regression coefficient. This research shows that simultaneously leverage, audit quality and employee diff have significant influence toward financial statement fraud with the proxy discretionary accruals. While partially audit quality and employee diff have significant influence toward financial statement fraud, leverage doesn’t have significant influence toward financial statement fraud.
Keywords: Leverage, audit quality, employee diff, financial statement fraud
vii
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah leverage, kualitas audit dan employee diff (selisih ukuran keuangan dan nonkeuangan) dapat digunakan untuk mendeteksi kecurangan laporan keuangan, studi empiris pada perusahaan sektor manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 20072011. Sampel pada penelitian ini dipilih berdasarkan metode purposive sampling dengan jumlah populasi sebanyak 134 perusahaan dan sampel sebanyak 23 perusahaan. Metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi berganda dengan program SPSS versi 20. Teknik analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis statistik deskriptif, uji asumsi klasik, uji hipotesis F-statistik untuk menguji pengaruh secara bersama-sama dengan tingkat kepercayaan 5% serta menggunakan t-statistik untuk menguji koefisien regresi parsial. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara simultan leverage, kualitas audit, dan employee diff berpengaruh secara signifikan terhadap kecurangan laporan keuangan dengan proksi discretionary accruals. Sementara secara parsial kualitas audit dan employee diff berpengaruh signifikan terhadap kecurangan laporan keuangan, leverage tidak berpengaruh signifikan terhadap kecurangan laporan keuangan.
Kata kunci: Leverage, kualitas audit, employee diff, kecurangan laporan keuangan
viii
KATA PENGANTAR
Bismillahirraahmaanirrahiim. Alhamdulillaahirabbil’aalamiin. Segala puji hanya bagi ALLAH SWT yang telah melimpahkan rahmat dan kasih sayang-Nya kepada kita semua, karena hanya dengan ridho-Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Penggunaan Leverage, Kualitas Audit, dan Employee Diff dalam Mendeteksi Kecurangan Laporan Keuangan” (Studi Empiris Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2007-2011)”. Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, selaku uswatun hasanah bagi setiap rangkaian kehidupan kita, beserta para sahabat, keluarga dan pengikutnya. Dalam penulisan skripsi ini penulis tidak lepas dari berbagai hambatan dan rintangan, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang tulus kepada semua pihak yang telah membantu baik moril maupun materil dalam penyusunan skripsi ini kepada: 1. Keluargaku tercinta, Mama, Bapak, Mba Riri, Mba Siti, Mas Teguh, Mas Toni terima kasih atas do’a, dukungan, kesabaran dan keikhlasan yang tidak hentihentinya untuk penulis. Semoga penulis dapat menjadi anak yang berguna bagi keluarga. Amiin. 2. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Ibu Leis Suzanawaty, SE., M.Si selaku Pudek Bidang Akademik Fakultas Ekonomi dan Bisnis,Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus dosen penguji skripsi penulis. 4. Bapak Dr. Yahya Hamja, MM selaku Dosen Pembimbing I atas waktu yang telah diluangkan untuk ilmu, arahan,nasihat serta motivasi bagi penulis selama penyusunan skripsi ini. 5. Ibu Atiqah, SE.,M.Si selaku Dosen Pembimbing II atas waktu yang telah diluangkan untuk ilmu, bantuan dan motivasinya selama penyusunan skripsi ini.
ix
6. Ibu Dr. Rini, SE, Ak., M.Si selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomidan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus Dosen Penguji Skripsi penulis. 7. BapakHepi Prayudiawan, SE, Ak., MM selaku Sekretaris Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus Dosen Penguji Komprehensif dan Skripsi penulis. 8. Bapak Yoghi Citra Pratama, M.Si selaku Dosen Penguji Komprehensif penulis. 9. Ibu Rahmawati, SE.,MM selaku Dosen Penguji Komprehensif penulis. 10. Bapak Prof. Dr. Azzam Jassin, MBA selaku Dosen Pembimbing Akademik penulis. 11. Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah memberikan ilmu dan perhatian kepada para mahasiswanya tidak terkecuali penulis. 12. Seluruh staf bagian Keuangan, Akademik, Jurusan dan Fakultas atas pelayanannya selama ini. 13. Teman-teman penulis di kelas akuntansi E dan audit B angkatan 2009, serta sahabat-sahabat penulis, Archi, Marchia, Enny, Anggun, Frida, Via, Mawar, dan Erna terima kasih untuk semangat, bantuan, dan pengalaman selama masa kuliah. Semoga ALLAH SWT membalas semua kebaikan mereka serta ilmu, amal dan iman yang kita miliki dapat diterima di sisi-Nya. Akhirnya, dengan segala kerendahan hati, penulis mempersembahkan skripsi ini kelak dapat bermanfaat kepada semua pihak yang berkepentingan. Semoga ALLAH SWT senantiasa mengiringi setiap langkah kita. Amiiin ya rabbal ‘aalamiin.
Jakarta, 10 Juli 2013
Penulis
x
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan Skripsi ...................................................................... ii Lembar Pengesahan Ujian Komprehensif ................................................ iii Lembar Pengesahan Ujian Skripsi ............................................................ iv Surat Pernyataan Keaslian Skripsi ........................................................... v Daftar Riwayat Hidup ................................................................................ vi Abstract ......................................................................................................... vii Abstrak ......................................................................................................... viii Kata Pengantar ........................................................................................... ix Daftar Isi ...................................................................................................... xi Daftar Tabel ................................................................................................ xv Daftar Gambar ............................................................................................ xvi Daftar Lampiran ......................................................................................... xvii BAB I.
PENDAHULUAN ........................................................................ 1 A. Latar Belakang Masalah .......................................................... 1 B. Perumusan Masalah ................................................................. 16 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................ 17 1. Tujuan Penelitian ................................................................. 17 2. Manfaat Penelitian ............................................................... 17 a. Bagi Ilmu Pengetahuan .................................................... 17 b. Bagi Auditor Independen ................................................ 18 c. Bagi Regulator ................................................................. 18 d. Bagi Investor ................................................................... 18
xi
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 19 A. Tinjauan Berkenaan dengan Variabel yang Diambil ................ 19 1. Agency Theory (Teori Keagenan) .......................................... 19 2. Pendeteksian Kecurangan Laporan Keuangan ...................... 21 3. Kecurangan Laporan Keuangan ............................................. 26 4. Fraud Triangle Theory .......................................................... 27 5. Earning Management ............................................................ 29 6. Leverage ................................................................................ 35 7. Kualitas Audit ........................................................................ 36 8. Ukuran Keuangan dan Nonkeuangan .................................... 38 9. Employee Diff ........................................................................ 41 B. Keterkaitan Antar Variabel dan Perumusan Hipotesis .............. 43 1. Pengaruh Leverage terhadap Kecurangan Laporan Keuangan ................................................................ 43 2. Pengaruh Kualitas Audit terhadap Kecurangan Laporan Keuangan .............................................................................. 45 4. Pengaruh Employee Diff terhadap Kecurangan Laporan Keuangan .............................................................................. 46 5. Pengaruh Leverage, Kualitas Audit, dan Employee Diff terhadap Kecurangan Laporan Keuangan ............................. 47 C. Hasil-hasil Penelitian Terdahulu .............................................. 48 D. Kerangka Pemikiran ................................................................ 59 BAB III. METODE PENELITIAN ........................................................... 62 A. Ruang Lingkup Penelitian ....................................................... 62
xii
B. Metode Penentuan Sampel ....................................................... 62 C. Metode Pengumpulan Data ...................................................... 63 D. Metode Analisis Data .............................................................. 65 1. Analisis Stasistik Deskriptif ................................................. 66 2. Uji Asumsi Klasik ................................................................ 67 a. Uji Normalitas ................................................................. 67 b. Uji Multikolinearitas ....................................................... 68 c. Uji Autokorelasi ............................................................... 68 d. Uji Heteroskedastisitas .................................................... 69 3. Uji Koefisien Determinasi ................................................... 70 5. Pengujian Hipotesis ............................................................. 71 a. Pengujian secara Simultan (Uji F) ................................... 72 b. Pengujian secara Parsial (Uji t) ....................................... 72 E. Operasional Variabel Penelitian ............................................... 73 1. Variabel Dependen ............................................................... 73 a. Kecurangan Laporan Keuangan ...................................... 73 2. Variabel Independen ............................................................ 76 a. Leverage .......................................................................... 76 b. Kualitas Audit .................................................................. 77 c. Employee Diff ................................................................. 79 BAB IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN ............................................. 82 A. Gambaran Umum Objek Penelitian ......................................... 82 B. Hasil Analisis dan Pembahasan ............................................... 84 1. Statistik Deskriptif ............................................................... 84
xiii
2. Uji Asumsi Klasik ................................................................ 88 a. Uji Normalitas ................................................................. 88 b. Uji Multikolinearitas ....................................................... 91 c. Uji Autokorelasi ............................................................... 91 d. Uji Heteroskedastisitas .................................................... 95 3. Koefisien Determinasi ......................................................... 96 4. Pengujian Hipotesis ............................................................. 100 a. Pengujian secara Simultan (Uji F) ................................... 100 b. Pengujian secara Parsial (Uji t) ....................................... 101 BAB V. PENUTUP ...................................................................................... 112 A. Kesimpulan ................................................................................. 112 B. Implikasi ..................................................................................... 113 C. Saran ........................................................................................... 115 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 116 LAMPIRAN ................................................................................................. 121
xiv
DAFTAR TABEL
Nomor
Keterangan
Halaman
2.1
Ringkasan Penelitian Terdahulu .............................................. 54
4.1
Rincian Sampel Penelitian ....................................................... 82
4.2
Daftar Nama Perusahaan .......................................................... 83
4.3
Hasil Statistik Deskriptif Penelitian ......................................... 84
4.4
Uji Normalitas: Kolmogorov-Smirnov ..................................... 91
4.5
Uji Multikolinearitas ................................................................ 92
4.6
Uji Autokorelasi: Durbin Watson ............................................ 93
4.7
Uji Autokorelasi: Run Test ....................................................... 94
4.8
Hasil Uji Koefisien Determinasi .............................................. 97
4.9
Hasil Uji Signifikansi Simultan (Uji F) ................................. 101
4.10
Hasil Uji Statistik t ................................................................. 102
xv
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Keterangan
Halaman
2.1
Fraud Triangle ....................................................................... 29
2.2
Kerangka Pemikiran ............................................................... 61
4.1
Hasil Uji Normalitas: Grafik Histogram ................................ 89
4.2
Hasil Uji Normalitas: Grafik Normal Probability Plot .......... 89
4.3
Uji Heteroskedastisitas: Grafik Scatterplot ............................ 95
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Keterangan
Halaman
1.
Data Sampel Penelitian .............................................................. 121
2.
Hasil Uji Regresi Berganda ........................................................ 126
xvii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi saat ini, bisnis dapat dilakukan tanpa mengenal batas waktu dan jarak. Hal ini memberikan investor lebih banyak pilihan tempat untuk berinvestasi, demikian juga dengan perusahaan dapat menarik lebih banyak
investor
untuk
memenuhi
kebutuhan
pendanaan.
Untuk
mempertemukan kedua kepentingan ini dibutuhkan suatu alat komunikasi. Alat komunikasi ini adalah laporan keuangan, melalui laporan keuangan perusahaan dapat memberikan informasi mengenai kondisi perusahaan kepada investor, dan investor dapat menilai prospek atau kinerja perusahaan tersebut dimasa depan dan memutuskan untuk berinvestasi atau tidak. Sehingga diperlukan jasa dari auditor eksternal untuk memberikan keyakinan bahwa laporan keuangan telah bebas dari kepentingan manapun termasuk perusahaan. Laporan keuangan adalah sarana pengomunikasian informasi keuangan utama kepada pihak-pihak di luar perusahaan (Kieso et al., 2008:2). Laporan keuangan ini menggambarkan kinerja perusahaan selama satu periode akuntansi dan sebagai dasar bagi investor dalam pengambilan keputusan ekonomi. Penerbitan laporan keuangan secara umum bertujuan untuk memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam
1
pembuatan keputusan ekonomi. Laporan keuangan juga menunjukkan hasil pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber daya yang dipercayakan kepada mereka (PSAK No. 01 Revisi 2009). Dapat disimpulkan bahwa laporan keuangan adalah alat komunikasi yang digunakan oleh manajemen kepada pihak-pihak yang berkepentingan di luar perusahaan seperti, investor, kreditor dan regulator tentang kondisi keuangan perusahaan. Mengingat pentingnya peran yang dimiliki oleh laporan keuangan, maka hanya laporan keuangan berkualitas dan terbebas dari salah saji material baik yang disengaja (fraud) maupun yang tidak disengaja (error) yang dapat dipercaya sebagai sumber informasi untuk pengambilan keputusan. Pihak yang dapat menyediakan keyakinan mengenai kewajaran laporan keuangan adalah auditor eksternal. Karena dalam mekanisme pelaporan keuangan, suatu audit dirancang untuk memberikan keyakinan bahwa laporan keuangan tidak dipengaruhi oleh salah saji (misstatement) yang material dan juga memberikan keyakinan yang memadai atas akuntabilitas manajemen atas aktiva perusahaan (Koroy,2008:22). Hal ini sesuai dengan Tanggung Jawab dan Fungsi Auditor Independen, dalam SA Seksi 110 (PSA No.01) “auditor bertanggung jawab dalam merencanakan dan melaksanakan audit untuk memperoleh keyakinan memadai tentang apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan dan kecurangan” (IAI, 2001). Pernyataan ini memberikan arahan dan standar yang jelas kepada auditor mengenai kewajibannya mendeteksi kecurangan, serta audit laporan keuangan yang dilakukan harus sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.
2
Tetapi bukanlah hal yang mudah untuk mendeteksi kecurangan laporan keuangan, terbukti dengan adanya kasus skandal keuangan yang melibatkan akuntan publik seperti Enron, Xerox, Walt Disney, World Com, Merck, dan Tyco yang terjadi di Amerika Serikat, selain itu juga kasus Kimia Farma dan sejumlah Bank Beku Operasi yang melibatkan akuntan publik di Indonesia, serta sejumlah kasus kegagalan keuangan lainnya (Suzy, 2008:103). Ketika auditor gagal dalam mendeteksi kecurangan laporan keuangan, maka kerugian tidak hanya dirasakan oleh pihak-pihak yang mengandalkan informasi dalam laporan keuangan seperti investor, kreditor dan regulator. Tetapi kerugian juga dirasakan oleh auditor eksternal, baik risiko reputasi maupun kerugian finansial (Stefaan, 2010:2). Contohnya, terhadap auditor eksternal yang mengaudit laporan keuangan PT Kimia Farma Tbk, per 31 Desember 2001, Bapepam (Badan Pengawas Pasar Modal) memberikan sanksi administratif sebesar Rp 100 juta. Bapepam mengemukakan proses audit tersebut tidak berhasil mendeteksi adanya penggelembungan laba yang dilakukan PT Kimia Farma Tbk, dan tidak ditemukan unsur kesengajaan membantu manajemen dalam menggelembungkan laba (Koroy, 2008:23). Menurut Koroy (2008:25) terdapat empat faktor utama penyebab kegagalan pendeteksian kecurangan laporan keuangan. Pertama, karakteristik terjadinya kecurangan, kecurangan lebih sulit untuk dideteksi karena kecurangan melibatkan penyembunyian (concealment). Kedua, standar pengauditan mengenai pendeteksian kecurangan yang kurang memadai. Ketiga, lingkungan pekerjaan audit yang mengurangi kualitas audit dan
3
keempat, metode dan prosedur audit yang tidak efektif dalam pendeteksian kecurangan. Sedangkan menurut Intal dan Do (2002:3), alasan mengapa auditor gagal untuk mendeteksi kecurangan laporan keuangan dibedakan dari segi teknikal dan etika. Dari segi teknikal antara lain: auditor tidak dapat menyediakan bukti audit yang layak dan kuat, lemahnya model risiko audit dan penilaian risiko internal kontrol, kegagalan audit dalam pengakuan pendapatan dan pengungkapan transaksi dengan pihak ketiga. Dari segi etika, faktor yang berkaitan dengan gagalnya auditor mendeteksi kecurangan laporan keuangan adalah mengenai independensi audit dan jumlah jasa nonaudit yang diberikan oleh auditor. Auditor
harus
menyadari
dengan
cepat
probabilitas
terjadinya
kecurangan dengan mengandalkan pada sinyal kecurangan. Sebagai contoh, laporan arus kas yang menunjukkan arus kas negatif yang berasal dari hasil operasi atau ketidakmampuan perusahaan untuk menghasilkan uang kas dari hasil operasi saat perusahaan melaporkan pertumbuhan laba merupakan sinyal penting probabilitas terjadi skenario kecurangan dalam pelaporan keuangan. Beberapa skenario kecurangan mungkin terjadi misalnya berkaitan dengan fictitious sales, revenue recognition, timing differences (Lusy, 2009:55). Kecurangan laporan keuangan (financial statement fraud)telah diartikan secara berbeda oleh para akademisi dan praktisi (Intal dan Do, 2002:18). Elliot dan Willingham (1980) dalam Intal dan Do (2002:18) mendefinisikan kecurangan laporan keuangan sebagai kecurangan manajemen: “the deliberate
4
fraud committed by management that injures investor and creditors through materially misleading financial statement”. Artinya, kecurangan yang sengaja yang dilakukan oleh manajemen, merugikan investor dan kreditor melalui laporan keuangan yang secara material menyesatkan. Menurut Standar Audit Seksi 316 tentang Pertimbangan atas Kecurangan dalam Audit Laporan Keuangan, faktor yang membedakan antara kecurangan dan kekeliruan adalah tindakan yang mendasarinya, yang berakibat terjadinya salah saji material dalam laporan keuangan, berupa tindakan yang disengaja atau tidak disengaja. Salah saji yang timbul dari kecurangan dalam pelaporan keuangan adalah salah saji atau penghilangan secara sengaja jumlah atau pengungkapan dalam laporan keuangan untuk mengelabui pemakai laporan keuangan. Variabel-variabel keuangan yang dapat digunakan oleh auditor untuk mendeteksi kecurangan laporan keuangan diantaranya adalah rasio debt to equity, sales to total assets, net profit to sales, accounts receivable to sales, net profit to total assets, working capital to total assets, gross profit to total assets, inventory to sales, total debt to total assets, dan financial distress (zscore). Perusahaan dengan rasio total debt to total assets(leverage) yang tinggi mengindikasikan perusahaan melakukan kecurangan laporan keuangan, hal ini memberikan motivasi bagi manajemen untuk melakukan kecurangan (Spathis, 2002:183). Akuntan publik telah dikritik secara luas sepanjang dekade terakhir ini, karena gagal dalam melindungi kepentingan investor, khususnya sejak skandal korporasi Enron (Herusetya, 2012:1). Auditor atau kantor akuntan publik
5
memiliki peran yang sangat penting sebagai salah satu gatekeeper pasar modal yang dapat memberikan kepastian (assurance) atas kualitas pelaporan keuangan perusahaan publik (Roonen dan Yaari, 2008 dalam Herusetya, 2012:1). Kualitas audit (audit quality) didefinisikan sebagai probabilitas gabungan dari kemampuan seorang auditor untuk menemukan suatu pelanggaran dalam pelaporan keuangan klien, dan melaporkan pelanggaran tersebut (DeAngelo, 1981 dalam Herusetya, 2012:2). Para peneliti menyatakan bahwa tidak ada satu ukuran karakteristik tertentu yang dapat mewakili kualitas audit secara utuh karena kualitas audit memiliki sifat multidimensi (Bamber dan Bamber, 2009; Francis, 2004 dalam Herusetya, 2012:2). Pengukuran kualitas audit sejauh ini lebih banyak menggunakan pengukuran tunggal, atau pengujian bersama dari beberapa pengukuran yang hanya mewakili salah satu dimensi kualitas audit, misalnya ukuran KAP (Big 5/6) (Becker et al., 1998; Reynolds dan Francis, 2001); spesialisasi industri (Balsam et al., 2003); lamanya masa penugasan audit/pengalaman KAP (audit tenure) (Gosh dan Moon, 2005) dalam (Herusetya, 2012:2). Dalam penelitian ini, variabel kualitas audit diproksikan dengan reputasi auditor yaitu Big Four dan non-Big Four. Menurut Teoh dan Wong (1993) dalam (Herusetya, 2009:52) auditor Big Four memiliki kualitas audit yang lebih tinggi dibandingkan auditor Non-Big Four dengan argumentasi bahwa KAP besar memiliki pengetahuan, pengalaman teknis, kapasitas dan reputasi yang lebih superior
dibandingkan
KAP
yang
lebih
kecil.
Dengan
demikian,
menggunakan auditor Big Four akan menghasilkan kualitas audit yang lebih
6
tinggi dan mengurangi kesempatan perusahaan untuk melakukan kecurangan (fraud) (Brazel et al., 2009:1153). Salah satu metode yang dapat dilakukan auditor pada saat penilaian risiko kecurangan adalah melalui prosedur analitis. Prosedur analitis adalah evaluasi terhadap informasi keuangan yang dibuat dengan mempelajari hubungan yang masuk akal antara data keuangan yang satu dengan data keuangan lainnya atau antara data keuangan dengan data nonkeuangan. Prosedur analitis juga mencakup perbandingan yang paling sederhana hingga model yang rumit yang mengaitkan berbagai hubungan dan unsur data (IAI, 2001 dalam Dedi, 2008:17). Walaupun prosedur analitis sudah memasukkan ukuran-ukuran nonkeuangan, tetapi standar audit belum mensyaratkan auditor untuk mempertimbangkannya dalam penilaian risiko kecurangan (Brazel et al, 2009:1138). Dengan demikian, prosedur analitis menjadi tidak efektif dalam mendeteksi kecurangan, karena tiga hal: pertama, auditor mungkin tidak menyadari tren yang tidak biasa dan rasio dalam laporan keuangan karena mereka kurang cukup memahami sifat bisnis klien. Kedua, auditor hanya mengandalkan pada penjelasan manajemen tanpa kecukupan pengujian validitas keterangan manajemen. Ketiga, prosedur analitis tradisional menggunakan ukuran keuangan, sehingga hanya menghasilkan kesalahan klasifikasi, sulit untuk mendeteksi kecurangan (Beneish 1999, Kaminski dan Wetzel 2004, Hogan et al., 2008 dalam Brazel et al., 2009:1138). Pendapat di atas diperkuat dengan pernyataan dari PCAOB (Public Company Accounting Oversight Board) yang menyimpulkan bahwa prosedur
7
analitis yang hanya menggunakan data keuangan adalah tidak efektif untuk mendeteksi kecurangan (fraud) karena manajemen dapat membuat catatan palsu dengan tujuan agar rasio dalam laporan keuangan terlihat normal (Brazel et al., 2009:1143). Oleh karena itu, PCAOB sedang mempertimbangkan apakah auditor sebaiknya diharuskan untuk menggunakan ukuran-ukuran nonkeuangan (Nonfinancial Measures) yang tersedia untuk publik seperti jumlah karyawan, jumlah cabang, jumlah retail, luas gudang, jumlah fasilitas produksi, jumlah kunjungan pasien dapat digunakan untuk membantu mendeteksi kecurangan laporan keuangan (financial statement fraud) (PCAOB 2004, Hogan et al., 2008 dalam Brazel et al., 2009:1136). Del Global Technologies adalah perusahaan pembuat komponen elektronik, perakitan, dan sistem untuk keperluan medis, industri, dan pertahanan. Securities and Exchange Commission (SEC) menuduh bahwa pada tahun fiskal 1997-2000, Del Global Technologies Corp (Del) terlibat dalam pengakuan pendapatan yang tidak tepat, produk prematur dikirim ke gudang pihak ketiga dan mencatat penjualan produk yang Del belum diproduksi (SEC, 2004). Del melebihsajikan laba sebelum pajak pada tahun 1997 oleh setidaknya $3,7 juta atau 110%. Pendapatan Del meningkat 25% dari $43,7 juta pada tahun 1996 menjadi $54,7juta pada tahun 1997. Namun, Del melaporkan penurunan jumlah karyawan selama periode yang sama. Jumlah karyawan menurun dari 440 pada tahun 1996 menjadi 412 pada tahun 1997. Jika perusahaan dapat meningkatkan keuntungan dengan memotong gaji, tidak mungkin bagi perusahaan untuk melipatgandakan profitabilitas
8
sementara merumahkan karyawan, dan bahkan lebih tidak mungkin bahwa karyawan yang di-PHK akan sesuai dengan peningkatan yang signifikan dalam pendapatan. Selain itu, jumlah distributor Del juga mengalami penurunan dari 400 ke 250 dari tahun 1996 sampai 1997. Penurunan distributor juga tampaknya tidak mungkin untuk berhubungan dengan peningkatan yang signifikan dalam pendapatan. Kasus ini menggambarkan bagaimana hubungan yang tidak biasa antara ukuran-ukuran nonkeuangan (NFMs) (yaitu, jumlah karyawan dan distribusi/dealer) dan data keuangan (yaitu, pendapatan) dapat membantu auditor menilai risiko kecurangan. Sebaliknya, salah satu pesaing Del Global, Fischer Imaging Corp, mengalami penurunan 27% dalam pendapatan selama periode yang sama, disertai dengan penurunan 20% pada karyawan dan penurunan 7% distributor (Brazel et al., 2009:1141). Fenomena tersebut juga terjadi di Indonesia, PT KMI Wire and Cable Tbk., pada tahun 2011. PT KMI Wire and Cable Tbk., memiliki kegiatan usaha meliputi pembuatan kabel, kawat aluminium dan tembaga serta bahan baku lainnya untuk listrik, elektronika, telekomunikasi, serta komponen, suku cadang, aksesoris yang terkait dan perlengkapan-perlengkapannya, termasuk teknik rekayasa kawat dan kabel. Pendapatan PT KMI Wire and Cable Tbk., meningkat sebesar 11% dari tahun sebelumnya, sedangkan jumlah karyawan dilaporkan menurun sebesar 3% dari tahun sebelumya. Pada tahun yang sama PT KMI Wire and Cable Tbk., memiliki nilai discretionary accruals sebesar 0,65 hal ini berarti pada tahun 2011 PT KMI Wire and Cable Tbk., melakukan
9
manajemen laba dalam bentuk peningkatan laba (income increasing) (sumber: data sekunder diolah, 2013). Contoh di atas menunjukkan bahwa ukuran-ukuran nonkeuangan dapat dijadikan alternatif untuk pendeteksian kecurangan, karena manipulasi ukuran-ukuran nonkeuangan sulit untuk disembunyikan. Ukuran-ukuran nonkeuangan mudah untuk diverifikasi oleh auditor seperti jumlah karyawan, jumlah fasilitas, jumlah outlet dan lain-lain (Brazel et al., 2009:1137). Pendapat Kaplan (1996) dalam Putri dan Mahfud (2011:3) bahwa ukuranukuran nonkeuangan seperti inovasi produk, kepemimpinan produk, dan kesetiaan pelanggan secara lebih baik mengindikasikan keuntungan masa depan daripada keuntungan tahunan. Jika auditor dan pihak yang berkepentingan seperti direksi, kreditor, investor dan regulator dapat mengidentifikasi ukuran-ukuran nonkeuangan yang berhubungan dengan ukuran keuangan, ketidakkonsistenan pola antara ukuran keuangan dan ukuran nonkeuangan dapat digunakan untuk untuk mendeteksi perusahaan dengan risiko kecurangan yang tinggi (Brazel et al., 2009:1138). Penelitian Brazel et al., (2009:1156) menemukan bahwa perbedaan antara ukuran keuangan dan nonkeuangan lebih besar untuk perusahaan yang melakukan fraud dibandingkan perusahaan yang tidak melakukan fraud. Variabel dependen (variabel terikat) yaitu kecurangan laporan keuangan (financial statement fraud). Kecurangan laporan keuangan dapat dilakukan dengan berbagai teknik (Spathis, 2002:179). Salah satu proksi yang dapat
10
mengukur kecurangan laporan keuangan adalah earning management. Rezaee (2002:7), berpendapat bahwa kecurangan laporan keuangan berkaitan erat dengan tindakan manipulasi laba yang dilakukan oleh manajemen. Fenomena kecurangan laporan keuangan dan manajemen laba terjadi pada kasus PT Kimia Farma Tbk., dan PT Lippo Tbk., pada tahun 2002 mengindikasikan adanya praktik manajemen laba yang berawal dari terdeteksi adanya manipulasi laba. PT Kimia Farma Tbk., pada tahun 2002 mengindikasikan adanya praktik manajemen laba dengan menaikkan laba hingga Rp 32,7 miliar. Manajemen laba tersebut diduga terkait dengan keinginan manajemen lama untuk dipilih kembali oleh pemerintah guna mengelola perusahaan farmasi tersebut. PT Indofarma pada tahun 2004 melakukan praktik manajemen laba dengan menyajikan overstated (lebih saji) laba bersih senilai Rp 28,870 miliar, sebagai dampak dari penilaian persediaan barang dalam proses yang lebih tinggi dari yang seharusnya, sehingga harga pokok penjualan tahun tersebut understated (kurang saji). Targetnya adalah menaikkan laba (Bapepam, 2004 dalam Avianti, 2006:829). Dalam melaksanakan auditnya, auditor mengidentifikasi risiko-risiko kecurangan secara bersama-sama dalam elemen-elemen fraud triangle dan kemudian dinilai tingkat signifikansinya berdasarkan professional judgement (Lusy, 2009:56). Fraud triangle terdiri atas tiga komponen yaitu pressure, opportunity, dan rationalization. Variabel leverage digunakan sebagi proksi dari financial distress(tekanan keuangan) dari pressure/inscentive factor dalam fraud triangle. Perusahaan
11
yang mengalami financial distress (tekanan keuangan) memiliki insentif yang lebih besar untuk melakukan kecurangan laporan keuangan (fraud), dibandingkan perusahaan yang tidak mengalami financial distress (tekanan keuangan) (Begley, Ming, dan Watts 1997 dalam Brazel et al., 2009:1152). Hasil penelitian Spathis (2002) membuktikan bahwa leverage secara signifikan berpengaruh positif terhadap kecurangan laporan keuangan. Hal ini berarti perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi, memiliki probabilitas yang lebih tinggi untuk melakukan kecurangan laporan keuangan. Perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi, memiliki risiko pelanggaran perjanjian utang yang mengakibatkan timbulnya suatu biaya seperti sanksi pembatasan atas pembayaran dividen atau pembatasan penambahan utang dan serta menghambat kerja manajemen. Diduga, perusahaan yang memiliki tingkat leverage yang tinggi akan mempunyai dorongan (incentives) yang lebih besar untuk mendorong kinerja akuntansi dengan tujuan untuk memenuhi perjanjian dalam kontrak utang maupun untuk mendapatkan utang baru (Dechow et al., 2010:25). Pendapat Dechow et al., (2010) didukung oleh (DeAngelo et al., 1994; Defond dan Jiambalvo, 1991 dalam Skousen dan Wright, 2006:8) ketika menghadapi pelanggaran perjanjian utang, manajer akan lebih menggunakan kebijakan akrual agar dapat melaporkan laba sekarang lebih tinggi dibandingkan laba di masa depan. Sehingga manajer dapat terhindar dari pelanggaran perjanjian utang (debt covenant). Variabel kualitas audit diproksikan dengan reputasi auditor dan mewakili opportuniy factor dalam fraud triangle. Reputasi auditor dibedakan
12
berdasarkan KAP Big Four dan Non Big Four.KAP Big Four menghasilkan kualitas audit yang lebih tinggi dibandingkan dengan KAP Non Big Four (Piot dan Janin, 2005:8). Auditor Big Four adalah auditor yang memiliki keahlian dan reputasi tinggi dibanding dengan auditor Non Big Four, karena auditor Big Four dikenal secara internasional melakukan investasi yang lebih besar dibandingkan auditor Non Big Four dalam bidang keahlian staf dan untuk mempertahankan reputasi mereka (Piot dan Janin, 2005:5). Untuk menjaga investasi mereka, auditor Big Four akan berusaha secara sungguhsungguh mempertahankan pangsa pasar, kepercayaan masyarakat, dan reputasinya dengan cara menyediakan jasa audit yang berkualitas (Piot dan Janin, 2005:5). Oleh karena itu, menggunakan auditor Big Four akan meningkatkan kualitas audit dan mengurangi peluang perusahaan untuk melakukan kecurangan laporan keuangan (Brazel et al., 2009:1153). Becker et al., (1998) dalam (Krishnan, 2002:5) menemukan bahwa auditor Non-Big 6 melaporkan discretionary accruals yang lebih tinggi dibandingkan auditor Big 6. Auditor Non-Big 6 mengizinkan fleksibilitas yang lebih besar dalam pilihan manajemen atas kebijakan akrual. Variabel ukuran nonkeuangan (jumlah karyawan) digunakan karena menurut Brazel et al., (2009:1138) pendeteksian kecurangan laporan keuangan hanya dengan menggunakan rasio-rasio keuangan adalah tidak efektif karena hanya menghasilkan salah klasifikasi yang tinggi. Hal ini disebabkan karena rasio-rasio keuangan berasal dari data laporan keuangan yang telah dimanipulasi oleh manajemen. Menurut Brazel et al., (2009:1137)
13
setiap ukuran keuangan seperti pendapatan memiliki ukuran nonkeuangan yang berhubungan seperti jumlah karyawan. Oleh karena itu, Brazel et al., (2009) meneliti mengenai employee diff yaitu selisih antara ukuran keuangan (revenue growth) dengan ukuran nonkeuangan yang tersedia dipublik seperti jumlah karyawan (employee growth). Hasil penelitian Brazel et al., (2009:1142) menunjukkan terdapat perbedaan signifikan antara ukuran keuangan (revenue growth) dengan ukuran nonkeuangan (employee growth) bagi perusahan yang melakukan kecurangan laporan keuangan. Penelitian serupa juga dilakukan oleh Dechow et al., (2010:23), yang menemukan bahwa terdapat pengurangan jumlah karyawan secara tidak wajar, bagi perusahaan yang melakukan kecurangan laporan keuangan. Dalam penelitian ini hanya digunakan jumlah karyawan (single NFM). Karena jumlah karyawan (single NFM) menunjukkan hubungan sebesar 62% dengan pertumbuhan pendapatan, sedikitlebih besar dibandingkan dengan jumlah rata-rata ukuran nonkeuangan (average NFM) menunjukkan hubungan sebesar 61% dengan pertumbuhan pendapatan (Brazel et al., 2009:1156). Alasan lainnya penggunan ukuran nonkeuangan berupa jumlah karyawan yaitu berdasarkan Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor Kep-06/PM/2000 tentang Perubahan Peraturan Nomor VIII.G.7 tentang pedoman penyajian laporan keuangan. Berdasarkan peraturan ini, laporan keuangan yang dibuat oleh perusahaan publik/emiten harus mengungkapkan jumlah karyawan pada akhir periode atau rata-rata jumlah
14
karyawan selama periode yang bersangkutan. Sehingga data yang dimaksud yaitu jumlah karyawan tersedia untuk publik. Penelitian sebelumnya yang menggunakan variabel ukuran nonkeuangan untuk mendeteksi fraud dilakukan oleh Brazel et al., (2009). Penelitian Brazel et al., (2009) memberikan bukti empiris pertama bahwa ukuran nonkeuangan dapat digunakan secara efektif oleh auditor untuk menilai risiko kecurangan laporan keuangan. Penelitian yang dilakukan oleh Brazel et al., (2009) sangat menarik untuk diteliti karena penggunaan variabel baru dalam upaya untuk memberikan peringatan/sinyal kecurangan (red flag) tentang probabilitas terjadinya kecurangan laporan keuangan. Penelitian ini merupakan replikasi dan pengembangan dari penelitian yang dilakukan oleh Brazel et al., (2009) yang meneliti apakah ukuranukuran nonkeuangan seperti jumlah karyawan, jumlah cabang, jumlah kunjungan pasien, jumlah fasilitas produksi, jumlah patent, jumlah pusat distribusi, luas fasilitas produksi dapat secara efektif digunakan untuk mendeteksi kecurangan dalam laporan keuangan (financial statement fraud). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya penggunaan earning management sebagai proksi dari variabel kecurangan laporan keuangan dan penggunaan single NFM (jumlah karyawan) untuk mengetahui apakah ukuran nonkeuangan (jumlah karyawan) dapat digunakan untuk mendeteksi kecurangan laporan keuangan. Serta penggunaan variabel leverage (Spathis, 2002) dan kualitas audit (Brazel et al., 2009; Herusetya, 2012).
15
Perbedaan lainnya adalah dalam hal lokasi, periode, dan populasi penelitian. Dengan tujuan untuk mengetahui apakah variabel penelitian yang dilakukan oleh Brazel et al.,(2009) yaitu ukuran nonkeuangan dapat secara efektif digunakan untuk mendeteksi kecurangan laporan keuangan (financial statement fraud) di Indonesia. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis mengambil judul “Analisis Penggunaan Leverage, Kualitas Audit dan Employee Diff Dalam Mendeteksi Kecurangan Laporan Keuangan” (Studi Empiris Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI tahun 2007-2011) B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, maka pokok permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Apakah leverage memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kecurangan laporan keuangan? 2. Apakah kualitas audit memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kecurangan laporan keuangan? 3. Apakah employee diff memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kecurangan laporan keuangan? 4. Apakah leverage, kualitas audit, dan employee diff memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kecurangan laporan keuangan?
16
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Berdasarkan
perumusan
masalah,
penelitian
ini
bertujuan
untuk
menemukan bukti empiris atas hal-hal sebagai berikut: a. Untuk mengetahui dan menganalisis besarnya pengaruh leverage terhadap kecurangan laporan keuangan, terkait penggunaan leverage dalam mendeteksi kecurangan laporan keuangan. b. Untuk mengetahui dan menganalisis besarnya pengaruh kualitas audit terhadap kecurangan laporan keuangan, terkait penggunaan kualitas audit dalam mendeteksi kecurangan laporan keuangan. c. Untuk mengetahui dan menganalisis besarnya pengaruh employee diff terhadap kecurangan laporan keuangan, terkait dengan penggunaan employee diff dalam mendeteksi kecurangan laporan keuangan. d. Untuk mengetahui dan menganalisis besarnya pengaruh leverage, kualitas audit dan employee diff terhadap kecurangan laporan keuangan, terkait dengan penggunaannya dalam mendeteksi kecurangan laporan keuangan. 2. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian yang diharapkan dapat ditemukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Bagi Ilmu Pengetahuan Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan memperkuat atau memperluas penelitian sebelumnya
17
terutama mengenai analisis penggunaan leverage, kualitas audit dan ukurannonkeuangan (employee diff) dalam mendeteksi kecurangan laporan keuangan. b. Bagi Auditor Independen Dengan adanya penelitian ini diharapkan para auditor dapat melakukan penilaian mengenai salah saji material yang disebabkan oleh kecurangan
(fraud)
dengan
lebih
efektif
sesuai
dengan
tanggungjawabnya dalam Standar Audit Seksi 110 tentang Tanggung Jawab dan Fungsi Auditor Independen. c. Bagi Regulator Dengan adanya penelitian ini diharapkan pihak regulator IAPI (Institut Akuntan Publik Indonesia) dapat mengeluarkan kebijakankebijakan
mengenai
penggunaan
ukuran-ukuran
nonkeuangan
(nonfinancial measures) terkait dengan pendeteksian kecurangan laporan keuangan. d. Bagi Investor Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan bukti empiris yang dapat digunakan untuk menambah informasi sebagai dasar pengambilan keputusan investasi di pasar modal. Salah satunya dengan mengamati ukuran nonkeuangan perusahaan untuk menilai kewajaran laporan keuangan.
18
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori yang Berkenaan dengan Variabel yang Diambil 1. Teori Agensi Teori agensi atau keagenan sering digunakan untuk menjelaskan kecurangan akuntansi. Teori keagenan bermaksud memecahkan dua problem yang terjadi dalam hubungan keagenan. Yaitu, bila keinginan atau tujuan dari prinsipal dan agen bertentangan (conflict of interest), dan bila prinsipal merasa kesulitan menelusuri apa yang dilakukan oleh agen. Bila agen dan prinsipal berupaya memaksimalkan utilitasnya masing-masing, serta memiliki keinginan dan motivasi yang berbeda, maka agen tidak selalu bertindak sesuai keinginan prinsipal serta akan bertindak merugikan prinsipal, antara lain berperilaku tidak etis dan cenderung melakukan kecurangan akuntansi (Wilopo, 2012:2). Konflik kepentingan antara pemilik dan agen terjadi karena kemungkina agen tidak selalu berbuat sesuai dengan kepentingan prinsipal, sehingga memicu biaya keagenan (agency cost) (Sam’ani, 2008:34). Menurut Jensen dan Meckling (1976) dalam Sam’ani (2008:33), menyatakan bahwa agency theory mendeskripsikan pemegang saham sebagai principal dan manajemen sebagai agent. Manajemen merupakan pihak yang dikontrak oleh pemegang saham untuk bekerja demi kepentingan pemegang saham. Untuk itu, manajemen diberikan sebagian
19
kekuasaan untuk membuat keputusan bagi kepentingan terbaik pemegang saham. Oleh karena itu, manajer harus bertanggung jawab kepada pemegang saham. Unit analisis yang digunakan dalam teori keagenan adalah kontrak yang melandasi hubungan antara principal dan agent. Fokusnya adalah penentuan kontrak yang paling efisien yang mendasari hubungan agent dan principal. Kontrak yang efisien adalah kontrak yang memenuhi dua faktor, yaitu: a. Agent dan principal memiliki informasi yang simetris artinya baik agent maupun principal memiliki kualitas dan jumlah informasi yang sama sehingga tidak terdapat informasi yang disembunyikan yang dapat digunakan untuk keuntungan diri sendiri. b. Risiko yang dipikul berkaitan dengan imbal jasanya adalah kecil, yang berarti agent mempunyai kepastian yang tinggi mengenai imbalan yang diterimanya. Principal menilai kinerja agent berdasarkan kemampuannya untuk menghasilkan laba sebesar mungkin dan secara langsung akan berpengaruh terhadap besarnya deviden yang diberikan kepada investor. Makin tinggi laba perusahaan, semakin besar pula pemberian deviden kepada investor. Eisenhardt, (1989) dalam Sam’ani (2008:34) membagi tiga jenis asumsi sifat dasar manusia untuk menjelaskan tentang teori agensi yaitu: 1) manusia pada umumnya mementingkan diri sendiri (self interest)
20
2) manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang (bounded rationality), dan 3) manusia selalu menghindari risiko (risk averse). Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia. Manajer sebagai manusia kemungkinan besar akan bertindak berdasarkan sifat opportunistic (Haris, 2004 dalam Sam’ani, 2008:34). Maksud dari sifat opportunistic adalah bahwa manajer akan lebih mengutamakan kepentingan pribadinya dibandingkan kepentingan orang lain (investor). Agent akan berusaha mencari keuntungannya sendiri untuk mendapatkan bonus dari perusahaan dengan berbagai cara seperti memanipulasi angka-angka di laporan keuangan. Jensen dan Meckling (1976); Brickley dan James, (1987); dan Shivdasani (1993) dalam Wilopo (2012:3) menjelaskan bahwa prinsipal dapat memecahkan permasalahan ini dengan mengeluarkan biaya keagenan (agency cost) biaya ini mencakup memberi kompensasi yang sesuai kepada agen, serta mengeluarkan biaya monitoring. Diantaranya, adanya pengawasan ekstenal yang dilakukan oleh auditor eksternal untuk menghasilkan laporan keuangan yang transparan (Watts dan Zimmerman, 1986 dalam Meisaroh dan Lucynda, 2011:5). 2. Pendeteksian Kecurangan Laporan Keuangan Auditor harus menyadari dengan cepat kemungkinan terjadinya kecurangan dengan mengandalkan pada sinyal kecurangan (Lusy, 2009:55). Karena, kecurangan yang tidak terdeteksi akan berubah menjadi
21
skandal keuangan yang besar dan merugikan banyak pihak baik investor, kreditor maupun auditor. Akuntan publik mendapat kritikan secara luas sepanjang dekade terakhir ini, karena gagal melindungi kepentingan investor, khususnya sejak skandal korporasi Enron (Herusetya, 2012:1). Hal ini, diperparah dengan adanya kesenjangan harapan (expectation gap) antara pengguna jasa audit dengan pihak auditor eksternal. Tidak seperti pada masa-masa awal pengauditan tahun 1850 sampai awal tahun 1900-an auditor bertugas memberikan keyakinan yang hampir absolut terhadap kecurangan dan mismanagement yang disengaja, namun karena semakin berkembangnya perusahaan maka terjadi pergeseran dalam proses pengauditan. Semula untuk memberikan keyakinan absolut kecurangan laporan keuangan dapat dideteksi, menjadi keyakinan yang memadai atas laporan keuangan (Koroy, 2008:23). Di lain pihak, masyarakat investor yang disurvei mengingingkan agar audit dapat memberikan keyakinan yang absolut agar laporan keuangan bebas dari salah saji material baik kekeliruan (unintentional misstatement) maupun kecurangan (Epstein dan Geiger, 1994 dalam Koroy, 2008:24). Salah satu cara untuk mengatasi adanya kesenjangan harapan (expectation gap) tentang tanggung jawab auditor adalah melalui Standar Audit Seksi 110. Menurut Standar Profesional Akuntan Publik Seksi 110 tentang tanggung jawab dan fungsi auditor independen, “auditor bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit untuk memperoleh keyakinan memadai tentang apakah laporan keuangan bebas
22
dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan. Oleh karena sifat bukti audit dan karakteristik kecurangan, auditor dapat memperoleh keyakinan memadai, namun bukan mutlak, bahwa salah saji material terdeteksi. Auditor tidak bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit guna memperoleh keyakinan bahwa salah saji material terdeteksi, yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan, yang tidak material terhadap laporan keuangan” (IAI, 2001). Jadi, dari pengertian tanggung jawab auditor tersebut maka dapat disimpulkan bahwa audit dirancang untuk memberikan keyakinan memadai atas pendeteksian salah saji yang material dalam laporan keuangan. Selanjutnya, audit harus direncanakan dan dilaksanakan dengan sikap skeptisme professional dalam semua aspek penugasan. Misalnya, auditor tidak boleh menganggap bahwa manajemen tidak jujur, tetapi kemungkinan tersebut harus dipertimbangkan. Konsep keyakinan memadai menunjukkan bahwa auditor bukan seorang penjamin kebenaran laporan keuangan. Jika auditor bertanggung jawab untuk memastikan bahwa semua asersi di dalam laporan keuangan adalah benar, persyaratan untuk mendapatkan bahan bukti dan biaya pelaksanaan audit akan naik sampai tingkat dimana audit tersebut secara ekonomis tidak layak. Pembelaan terbaik bagi auditor jika salah saji material tidak terungkap di dalam audit bahwa audit telah dilaksanakan sesuai dengan standar auditing yang berlaku umum (Koroy, 2008:24).
23
Audit tidak dapat diharapkan untuk memberikan tingkat keyakinan yang sama dalam pendeteksian kecurangan manajemen yang material seperti
dalam
pendeteksian
kekeliruan
yang
material.
Upaya
penyembunyian dilakukan oleh manajemen, membuat kecurangan lebih sulit ditemukan auditor. Biaya untuk memberikan keyakinan yang sama tingginya antara kecurangan manajemen dan kekeliruan mungkin sekali tidak dapat diterima baik auditor maupun masyarakat. Untuk dapat mendeteksi kecurangan laporan keuangan dapat digunakan teknik audit investigatif yaitu proses audit yang dimaksudkan untuk mengumpulkan, menganalisis dan membuat ikhtisar bukti-bukti sebagai kelengkapan pembuktian di pengadilan. Teknik audit investigatif untuk mendeteksi kecurangan (fraud) (Tuanakotta, 2012:295) yaitu: a. Penggunaan teknik-teknik audit yang dilakukan oleh internal maupun eksternal auditor dalam mengaudit laporan keuangan, namun secara lebih mendalam dan luas. Teknik-teknik audit laporan keuangan yang dapat digunakan untuk mendeteksi kecurangan laporan keuangan dengan analisis yang lebih mendalam dan luas diantaranya: 1) Pemeriksaan
fisik
(physical
examination)
adalah
teknik
perhitungan fisik sumberdaya berwujud seperti jumlah kas dan persediaan. Teknik ini menyediakan cara evaluasi atas bukti fisik tentang jumlah yang ada.
24
2) Konfirmasi (confirming) adalah bentuk permintaan keterangan yang memungkinkan auditor memperoleh informasi secara langsung dari sumber independen di luar organisasi klien. 3) Pemeriksaan bukti pendukung (vouching) adalah teknik untuk mendapatkan serta memeriksa dokumentasi yang digunakan sebagai dasar pencatatan ayat jurnal untuk menentukan validitas dan ketelitian pencatatan akuntansi. 4) Prosedur analitis (analytical procedures) adalah evaluasi informasi keuangan yang dilakukan dengan mempelajari hubungan yang masuk akal antara data keuangan dengan data keuangan atau antara data keuangan dengan data nonkeuangan. 5) Permintaan keterangan (inquiring) adalah permintaan keterangan secara lisan atau tertulis oleh auditor kepada manajemen atau karyawan. 6) Pengamatan (observing) adalah teknik yang berkaitan dengan memperhatikan dan menyaksikan pelaksanaan beberapa kegiatan atau proses. Kegiatan dapat berupa pemrosesan rutin jenis transaksi tertentu seperti penerimaan kas untuk melihat apakah para pekerja melaksanakan tugas sesuai dengan kebijakan dan prosedur perusahaan. Teknik ini penting untuk mendapatkan pemahaman atas pengendalian internal klien. 7) Pelaksanaan ulang (reperforming) adalah pelaksanaan ulang perhitungan dan rekonsiliasi yang dibuat oleh klien.
25
b. Pemanfaatan teknik audit investigatif dalam kejahatan terorganisir dan penyelundupan pajak penghasilan, yang dapat diterapkan terhadap data kekayaan pejabat negara. c. Penelusuran jejak-jejak arus uang. d. Penerapan teknik analisis dalam bidang hukum. e. Penggunaan teknik audit investigatif untuk mengungkapkan fraud pengadaan barang. f. Penggunaan komputer forensik. g. Penggunaan teknik interogasi. h. Penggunaan operasi penyamaran. i. Pemanfaatan whistleblower. 3. Kecurangan Laporan Keuangan (Financial Statement Fraud) Kecurangan laporan keuangan bersama dengan kegagalan audit menjadi topik yang hangat. Kantor akuntan publik internasional Arthur Andersen, yang mengaudit Enron menjadi contoh kantor akuntan publik yang terjerat kasus kegagalan audit (Intal dan Do, 2002:1). Kecurangan laporan keuangan (financial statement fraud) telah didefinisikan secara berbeda di antara para akademisi dan praktisi. Menurut Eliot dan Willingham (1980) dalam Spathis (2002:179) financial statement fraud atau management fraud didefinisikan sebagai “kecurangan yang sengaja dilakukan oleh manajemen yang melukai investor dan kreditor melalui laporan keuangan yang secara material menyesatkan”.
26
Statement on Auditing Standards No. 99 “Consideration of Fraud in Financial Statement”, mendefinisikan fraud sebagai: “an intentional act that result in a material misstatement in financial statements that are the subject of an audit”. Fraud adalah tindakan yang disengaja yang menghasilkan salah saji material dalam laporan keuangan yang menjadi subjek audit. Menurut Standar Audit seksi 316, tentang pertimbangan atas kecurangan dalam audit laporan keuangan, kecurangan laporan keuangan didefinisikan sebagai “salah saji atau penghilangan secara sengaja jumlah atau pengungkapan dalam laporan keuangan untuk mengelabuhi pemakai laporan
keuangan”.
Kecurangan
dalam
laporan
keuangan
dapat
menyangkut tindakan seperti yang disajikan berikut ini: a. Manipulasi, pemalsuan, atau perubahan catatan akuntansi atau dokumen pendukungnya yang menjadi sumber data bagi penyajian laporan keuangan. b. Representasi yang salah dalam atau penghilangan dari laporan keuangan peristiwa, transaksi, atau informasi signifikan. c. Salah penerapan secara sengaja prinsip akuntansi yang berkaitan dengan jumlah, klasifikasi, cara penyajian, atau pengungkapan. 4. Fraud Triangle Theory Karakteristik dari kecurangan laporan keuangan yang melibatkan penyembunyian (concealment) menyebabkan kecurangan lebih sulit dideteksi dibandingkan kesalahan (error) (Koroy, 2008:26). Meskipun kecurangan biasanya disembunyikan, adanya faktor risiko atau kondisi
27
yang dapat memperingatkan auditor tentang kemungkinan adanya kecurangan. Fraud triangle theory merupakan suatu gagasan yang meneliti tentang penyebab terjadinya kecurangan. Gagasan ini pertama kali diciptakan oleh Donald R. Cressey (1953) dinamakan fraud triangle atau segitiga kecurangan (Skousen et al., 2009:6). Fraud triangle menjelaskan tiga faktor yang hadir dalam setiap situasi fraud : a. Pressure (Tekanan) Yaitu adanya insentif/tekanan/kebutuhan untuk melakukan fraud. Tekanan dapat mencakup hampir semua hal termasuk gaya hidup, tuntutan ekonomi, dan lain-lain termasuk hal keuangan dan non keuangan. Tekanan paling sering datang dari adanya tekanan kebutuhan keuangan. b. Opportunity (Peluang) Yaitu situasi yang membuka kesempatan untuk memungkinkan suatu kecurangan terjadi. Peluang tercipta karena adanya kelemahan pengendalian internal, ketidakefektifan pengawasan manajemen, atau penyalahgunaan posisi (otoritas). c. Rationalization (Rasionalisasi) Yaitu adanya sikap, karakter, atau serangkaian nilai-nilai etis yang membolehkan
pihak-pihak
tertentu
untuk
melakukan
tindakan
kecurangan, atau orang-orang yang berada dalam lingkungan yang cukup menekan yang membuat mereka merasionalisasi tindakan fraud.
28
Rasionalisasi merupakan bagian dari fraud triangle yang paling sulit diukur. Ketiga hal di atas digambarkan sebagai berikut: Gambar 2.1 Fraud Triangle Incentive/Pressure
Opportunity
Rationalization
Sumber: Fraud Triangle Theory oleh Cressey (1953) dalam (Skousen et al., 2009:6) 5. Earning Management Earning management merupakan isu yang paling sering diteliti di bidang akuntansi dan manajemen keuangan. Hal ini disebabkan karena keuntungan perusahaan merupakan dasar untuk keputusan alokasi sumber daya perusahaan secara ekonomi. Kondisi ini mendorong manajer perusahaan untuk memanipulasi atau mengelola pendapatan perusahaan untuk transfer kekayaan dan keuntungan lainnya (Hettihewa, 2003 dalam Fivi dan Ira, 2008:27). Menurut, Scott (2000) dalam Fivi dan Ira (2008:27), earning management adalah suatu cara penyajian laba yang disesuaikan dengan tujuan yang diinginkan oleh manajer, melalui pemilihan suatu set kebijakan akuntansi atau melalui pengelolaan akrual. Earning management berkaitan dengan pilihan manajemen atas kebijakan
29
akuntansi sehingga tujuan manajemen dapat dicapai. Dari definisi tersebut, terdapat dua sudut pandang dalam earning management, yaitu: a. Earning management dipandang sebagai perilaku oportunistik manajer untuk memaksimumkan utilitasnya dengan maksimisasi kompensasi, kontrak utang dan biaya politik. b. Earning management dipandang sebagai efficient contracting, dimana manajemen laba memberi manajer fleksibilitas untuk melindungi perusahaan dalam mengantisipasi kejadian-kejadian yang tidak terduga dan untuk keuntungan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak. Hal ini sesuai dengan pendapat Healy dan Wahlen (1999) dalam Fivi dan Ira (2008:27), earning management terjadi ketika manajemen menggunakan judgement dalam pelaporan keuangan dan penyusunan transaksi untuk merubah laporan keuangan, sehingga menyesatkan stakeholder tentang kinerja ekonomi perusahaan. a. Faktor-faktor pendorong Earning Management Dalam positive accounting theory terdapat tiga hipotesis yang melatarbelakangi terjadinya earning
management (Watt dan
Zimmerman, 1986 dalam Fivi dan Ira, 2008:27), yaitu: 1) Bonus Plan Hypothesis Hipotesis ini menyatakan bahwa manajer yang menggunakan bonus plan akan cenderung untuk menggunakan metode-metode akuntansi yang dapat meningkatkan laba yang dilaporkan pada periode berjalan, untuk memaksimalkan bonus yang akan mereka
30
peroleh karena seberapa besar tingkat laba yang dihasilkan seringkali dijadikan dasar dalam mengukur keberhasilan kinerja. Dengan demikian, diperkirakan bahwa manajer dari perusahaan dengan kebijakan bonus plan, akan cenderung memilih prosedur akuntansi yang akan meningkatkan laba tahun berjalan. 2) Debt Covenant Hypothesis Manajer perusahaan yang melakukan pelanggaran kredit cenderung memilih metoda akuntansi yang memiliki dampak meningkatkan laba. Hal ini untuk menjaga reputasi mereka dalam pandangan pihak eksternal. 3) Political Cost Hypothesis Semakin besar perusahaan, semakin besar pula kemungkinan perusahaan tersebut memilih metoda akuntansi yang menurunkan laba. Hal tersebut dikarenakan dengan laba yang tinggi pemerintah akan segera mengambil tindakan, misalnya mengenakan peraturan antitrust, menaikkan pajak pendapatan perusahaan, dan lain-lain. Fleksibilitas dalam Standar Akuntansi Keuangan, menyebabkan manajemen dapat melakukan tindakan manajemen laba, dengan memilih kebijakan akuntansi yang dapat menguntungkannya. Penentuan nilai persediaan, pengakuan pendapatan peranti lunak dan umur amortisasi goodwill merupakan beberapa contoh dari banyak pilihan kebijakan akuntansi
dan
pilihan
keputusan
estimasi
yang
memberi
fleksibilitas/keleluasaan bagi perusahaan dalam mencatat transaksi dan
31
dalam penyusunan laporan keuangan. Adanya fleksibilitas ini membuat manajemen bisa “kreatif” dalam penyusunan laporan keuangan dan memainkan angka-angka keuangan (Mulford dan Comiskey, 2010:33). Dasar akrual disepakati sebagai dasar penyusunan laporan keuangan, karena lebih rasional/wajar dibandingkan dasar kas/tunai. Akrual adalah pengaruh dari suatu kejadian usaha langsung diamati pada saat terjadinya. Jika suatu usaha memberikan suatu jasa, melakukan penjualan atau menyelesaikan suatu beban, transaksi tersebut akan dicatat di dalam buku tanpa memperhatikan apakah kas sudah dikeluarkan atau belum (Secokosumo et al., 1993 dalam Fivi dan Ira, 2008:28). Sedangkan menurut Weygant (1995) dalam Fivi dan Ira (2008:28) akrual adalah mengakui dampak transaksi terhadap laporan keuangan dalam periode waktu ketika pendapatan dan beban terjadi, oleh sebab itu, pendapatan diakui pada waktu dihasilkan dan beban pada waktu terjadi, tidak perlu waktu kas berpindah tangan. Pada dasarnya, akrual itu penting untuk menghasilkan laporan keuangan yang sahih. Tetapi bisa jadi sebagian dari akrual yang disajikan dalam laporan keuangan perusahaan bukan akrual yang menjadikan laporan keuangan sahih tetapi akrual yang digunakan oleh manajer untuk mempengaruhi keputusan stakeholder. Oleh karena itu, akrual dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu bagian akrual yang memang sewajarnya
ada
dalam
proses
penyusunan
laporan
keuangan
(nondiscretionary accrual) dan bagian yang merupakan hasil rekayasa
32
(discretionary accrual) (Fivi dan Ira, 2008:29). Discretionary accrual memberikan manajer fleksibilitas untuk menentukan besarnya transaksi akrual, seperti penentuan pencadangan piutang tak tertagih, biaya garansi, nilai persediaan, dan penentuan saat serta jumlah extraordinary items. Sehingga discretionary accrual ini seringkali digunakan sebagai proksi dilakukannya manajemen laba. Sementara itu, nondiscretionary accrual meliputi pemilihan metode akuntansi akrual oleh manajer yang diharapkan akan digunakan secara konsisten dalam menyajikan laporan keuangan. Contohnya adalah pemilihan metode depresiasi dan kebijakan akuntansi untuk pengakuan pendapatan. Skandal akuntansi, seringkali diawali dengan tindakan manajemen laba. Seperti kasus skandal pelaporan akuntansi Enron, Merck, World Com dan mayoritas perusahaan lain di Amerika Serikat (Cornett et al., 2006 dalam Ujiyantho dan Pramuka, 2007:2). Fenomena kecurangan laporan keuangan dan manajemen laba di Indonesia, terjadi pada kasus PT Kimia Farma Tbk., dan PT Lippo Tbk., pada tahun 2002 mengindikasikan adanya praktik manajemen laba yang berawal dari terdeteksi adanya manipulasi laba. PT Kimia Farma Tbk., pada tahun 2002 mengindikasikan adanya praktik manajemen laba dengan menaikkan laba hingga Rp 32,7 miliar. Manajemen laba tersebut diduga terkait dengan keinginan manajemen lama untuk dipilih kembali oleh pemerintah guna mengelola perusahaan farmasi tersebut. PT Indofarma pada tahun 2004 melakukan praktik manajemen laba dengan menyajikan overstated (lebih saji) laba bersih
33
senilai Rp 28,870 miliar, sebagai dampak dari penilaian persediaan barang dalam proses yang lebih tinggi dari yang seharusnya, sehingga harga pokok penjualan tahun tersebut understated (kurang saji). Targetnya adalah menaikkan laba (Bapepam, 2004 dalam Avianti, 2006:829). Berbagai mengindikasikan
fakta
dan
bahwa
teori terdapat
yang
telah
hubungan
diuraikan erat
antara
di
atas
earning
management dan financial statement fraud. Pernyataan tersebut diperkuat kembali oleh Rezaee (2002:7) yang menyatakan bahwa: “suatu financial statement fraud sering diawali dengan salah saji atau manajemen laba dari laporan keuangan kuartal yang dianggap tidak material tetapi akhirnya berkembang menjadi fraud secara besar-besaran dan menghasilkan laporan keuangan tahunan yang menyesatkan secara material”. Berdasarkan uraian di atas, sangat relevan bila penelitian untuk mendeteksi financial statement fraud diproksikan dengan earning management yang dilakukan perusahaan. Hal ini diperkuat oleh Hogan et al., (2008:17) manajemen laba terjadi dimana manajemen memiliki pilihan kebijakan (discretionary) dengan tingkat akrual yang signifikan dan tidak biasa sebagai area dengan risiko tinggi. Area dengan risiko tinggi ini, apabila ditambah prosedur audit spesifik akan meningkatkan pendeteksian kecurangan. Penelitian lainnya yang mendukung penggunaan earning management sebagai proksi dari pendeteksian kecurangan laporan keuangan dilakukan oleh Jones et al., (2007). Penelitian ini menguji apakah ukuran-ukuran discretionary accrual berhubungan dengan keberadaan kecurangan. Hasilnya, discretionary accrual memiliki
34
probabilitas tertinggi dalam hal hubungan dengan kecurangan (fraud) (Jones et al., 2007:21). 6. Leverage Leverage adalah utang sebagai sumber dana yang digunakan untuk membiayai asset perusahaan diluar sumber dana modal atau ekuitas (Sam’ani, 2008:49). Leverage diartikan sebagai seberapa jauh perusahaan menggunakan pendanaan melalui utang. Dalam penelitian ini, leverage adalah perbandingan antara utang dan aktiva. Ukuran ini berhubungan dengan keberadaan dan ketat tidaknya suatu persetujuan utang (Agnes, 2001:93). Tingkat utang yang tinggi dapat meningkatkan probabilitas kecurangan laporan keuangan karena adanya perpindahan risiko dari pemilik modal dan manajer kepada kreditor (pemberi pinjaman) (Spathis, 2002:184). Manajemen dapat memanipulasi laporan keuangan untuk memenuhi perjanjian utang. Leverage memiliki pengaruh positif signifikan terhadap kecurangan laporan keuangan. Hal ini berarti bahwa perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi memiliki probabilitas yang lebih tinggi
untuk
melakukan
kecurangan
laporan
keuangan
(Spathis,
2002:188). Oleh karena itu, leverage dapat digunakan untuk mendeteksi kecurangan laporan keuangan (financial statement fraud). Hal serupa juga diungkapkan oleh Brazel et al., (2009:1152) yang menggunakan variabel leverage sebagai proksi dari financial distress (tekanan keuangan). Perusahaan yang mengalami tekanan keuangan
35
memiliki insentif yang lebih besar untuk melakukan kecurangan dibandingkan perusahaan yang tidak mengalami tekanan keuangan. Tingkat leverage yang tinggi mengindikasikan bahwa perusahaan melakukan kecurangan laporan keuangan saat mengalami tekanan keuangan (financial distress), hal ini memberi motivasi bagi manajemen untuk melakukan kecurangan (Spathis, 2002:188). Perusahaan yang mempunyai rasio leverage tinggi akibat besarnya jumlah utang dibandingkan dengan jumlah aktiva yang dimiliki perusahaan, diduga melakukan earning management karena perusahaan terancam default yaitu tidak dapat memenuhi kewajiban Perusahaan
akan
berusaha
pembayaran utang pada waktunya. menghindarinya
dengan
membuat
kebijaksanaan yang dapat meningkatkan pendapatan maupun laba. Dengan demikian akan memberikan posisi bargaining yang relatif lebih baik dalam negosiasi atau penjadwalan ulang utang perusahaan (Jiambalvo, 1996 dalam Agnes, 2001:93). 7.
Kualitas Audit Sepanjang dekade terakhir, peran auditor telah mendapat kritikan luas karena tidak dapat melindungi kepentingan investor khusunya sejak skandal keuangan Enron (Herusetya, 2012:1). Kualitas audit (audit quality) didefinisikan sebagai probabilitas gabungan dari kemampuan seorang auditor untuk menemukan suatu pelanggaran dalam pelaporan keuangan klien, dan melaporkan pelanggaran tersebut (De Angelo, 1981 dalam Herusetya, 2012:2). Pengukuran kualitas audit sejauh ini lebih
36
banyak menggunakan pengukuran tunggal, atau pengujian bersama dari beberapa pengukuran yang hanya mewakili salah satu dimensi kualitas audit, misalnya ukuran KAP (Big 5/6) (Becker et al., 1998; Reynolds dan Francis, 2001); spesialisasi industri (Balsam et al., 2003); lamanya masa penugasan audit/pengalaman KAP (audit tenure) (Gosh dan Moon, 2005) dalam (Herusetya, 2012:2). Dalam penelitian ini, variabel kualitas audit diproksikan dengan reputasi auditor. Berdasarkan penelitian Brazel et al., (2009) reputasi auditor dibedakan menjadi KAP Big Four dan Non-Big Four. Auditor Big Four dikenal secara internasional memiliki investasi penting dalam hal keahlian dan reputasi (seperti perekrutan, program pelatihan, metode audit). Untuk menjaga dan mempertahankan modal ini, auditor Big Four harus menyediakan jasa audit yang berkualitas. Kualitas audit yang lebih tinggi ini terlihat dari toleransi terhadap manajemen laba yang rendah (Piot dan Janin, 2005:5). Auditor Big Four memiliki kualitas audit yang lebih tinggi dibandingkan dengan Non-Big Four dengan argumentasi bahwa KAP besar memiliki pengetahuan, pengalaman teknis, kapasitas dan reputasi yang lebih superior dibandingkan KAP yang lebih kecil. Becker et al., (1998); Reynold dan Francais (2001) dalam Herusetya (2012:3) menemukan bahwa klien Big Six memiliki akrual diskresioner absolut yang lebih rendah dibandingkan dengan klien Non-Big Six. Hal serupa juga diungkapkan oleh Dopuch dan Simunic (1982) dalam Krishnan (2002:5) bahwa investor merasa auditor Big Six memiliki
37
kualitas yang lebih tinggi dibandingkan auditor Non-Big Six, karena auditor Big Six memiliki karakteristik lebih yang berhubungan dengan kualitas audit seperti pelatihan spesialisasi dan peer review. Auditor Big Six terbukti menyediakan sumber daya yang lebih banyak untuk pelatihan staff dan pengembangan di bidang spesialisasi industri dibandingkan auditor non-Big Six (Craswell et al.,1995 dalam Krishnan, 2002:5). Oleh karena itu, menggunakan auditor Big Four akan meningkatkan kualitas audit dan mengurangi probabilitas perusahaan untuk melakukan kecurangan laporan keuangan (Brazel et al., 2009:1153). Selain itu juga, terdapat dugaan bahwa auditor yang bereputasi baik dapat mendeteksi kemungkinan adanya earning management secara lebih dini (Agnes, 2001:93). 8.
Ukuran Keuangan dan Nonkeuangan (Financial And Nonfinancial Measures) Sistem pengukuran kinerja (performance measures systems) memiliki tujuan untuk membantu menerapkan strategi. Sistem pengukuran kinerja merupakan suatu mekanisme yang memperbaiki probabilitas bahwa organisasi tersebut akan mengimplementasikan strateginya dengan berhasil. Pengukuran kinerja memiliki peran penting dalam sebuah organisasi yang sedang berjalan. Peran ini diantaranya menerjemahkan strategi
kedalam
perilaku
yang
diharapkan
dan
hasil-hasilnya,
pengawasan, memberikan umpan-balik, dan motivasi karyawan melalui
38
kinerja berdasarkan hadiah dan hukuman atau sanksi (Chow dan Stede, 2006:1). Pengukuran kinerja untuk beberapa waktu yang lalu menggunakan dasar akuntansi. Tetapi dengan peningkatan dalam realitas persaingan baru seperti peningkatan kustomisasi, fleksibilitas dan respon cepat atas ekspektasi konsumen, perusahaan menerapkan praktik Just in Time dan Total Quality Management, dimana banyak yang berpendapat bahwa pengukuran kinerja berdasarkan akuntansi sudah tidak mencukupi lagi (Chow dan Wim Stede, 2006:1). Berdasarkan penelitian Chow dan Stede (2006:2) terdapat beberapa jenis pengukuran kinerja yaitu ukuran keuangan (financial measures), ukuran nonkeuangan (nonfinancial measures) dan ukuran subjektif (subjective measures). Ukuran subjektif yang dimaksud adalah ukuran nonkeuangan yang ditentukan dari penilaian subjektif (subjective judgment). Hasil penelitian ini membuktikan bahwa nonfinancial measures (objektif dan subjektif) terbukti lebih baik dibandingkan financial measures
(ukuran
keuangan)
dalam
membantu
perusahaan
mengimplementasikan strateginya. Ukuran nonkeuangan (nonfinancial measures) dalam hal ini, indeks kepuasan konsumen terbukti memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja akuntansi yang akan datang.
39
Kepuasan pelanggan merupakan indikator utama dari perilaku pembelian konsumen (retensi, pendapatan, dan pertumbuhan pendapatan). Pertumbuhan jumlah konsumen dan kinerja akuntansi (pendapatan bisnis unit, profit margin, dan tingkat pengembalian penjualan). Kepuasan konsumen tingkat perusahaan secara ekonomi relevan dengan harga pasar saham, yang tidak semuanya tercermin dalam sistem akuntansi nilai buku. (Ittner dan Larcker, 1998:2). Hal ini dapat dimengerti, karena dalam sistem pengukuran kinerja terdapat pengukuran pemicu perubahan. Dengan mengidentifikasi ukuran hasil dan pemicu sedemikian rupa, menyebabkan perusahaan bertindak sesuai dengan strateginya. Setelah, mengidentifikasi ukuran hasil dan pemicu, selanjutnya adalah mengidentifikasi hubungan sebab-akibat antara ukuran-ukuran tersebut. Dengan menampilkan secara eksplisit hubungan sebab-akibat tersebut, suatu organisasi/perusahaan akan memahami bagaimana ukuran-ukuran nonkeuangan (misalnya kualitas produk) memicu ukuran-ukuran keuangan (misalnya pendapatan) (Anthony dan Govindarajan, 2009:175). Oleh karena itu, selain untuk mengetahui kinerja akuntansi, ukuran nonkeuangan juga dapat digunakan secara efektif untuk menilai risiko kecurangan dalam laporan keuangan (fraud). Ukuran nonkeuangan dapat digunakan auditor untuk menilai kewajaran kinerja akuntansi dan dengan demikian dapat mendeteksi kecurangan dalam laporan keuangan (Brazel et al., 2009:1140).
40
Penelitian akedemis, menyarankan bahwa prosedur analitis yang dilakukan oleh auditor untuk mendeteksi kecurangan dalam laporan keuangan adalah tidak efektif karena auditor mungkin tidak menyadari tren dan rasio yang tidak biasa dalam laporan keuangan karena mereka tidak cukup memahami lingkungan bisnis klien mereka (Erickson et al., 2000 dalam Brazel et al., 2009:1138). Auditor cenderung mempercayakan penjelasan manajemen tanpa kecukupan pengujian validitas mereka (Anderson dan Koonce 1995; Hirst dan Koonce 1996; Bierstaker et al., 1999 dalam Brazel et al., 2009:1138). Prosedur analitis tradisional menggunakan data keuangan yang rentan terhadap salah klasifikasi (missclassification)
yang
mengakibatkan
keberhasilan
untuk
mengidentifikasi kecurangan menjadi terbatas (Beneish, 1999; Kaminski dan Wetzel, 2004; Hogan et al., 2008 dalam Brazel et al., 2009:1138). Oleh karena itu, jika auditor dan pihak yang berkepentingan seperti direksi, kreditor, investor, dan regulator dapat mengidentifikasi ukuran nonkeuangan (nonfinancial measures) yang berhubungan dengan ukuran keuangan (financial measures), ketidakkonsistenan pola antara keuangan dan nonkeuangan dapat digunakan untuk mendeteksi perusahaan dengan risiko kecurangan yang tinggi (Brazel et al., 2009:1138). 9.
Employee Diff Employee Diff adalah variabel yang digunakan untuk mengukur perbedaan persentase perubahan dalam pendapatan dengan persentase perubahan jumlah karyawan (Brazel et al., 2009:1150). Dalam ilmu
41
ekonomi, tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi. Investasi dalam tenaga kerja dan peralatan dapat menaikkan penjualan di masa depan dan profitabilitas. Bagaimanapun, tidak seperti pengeluaran modal, pengeluaran dalam tenaga kerja harus dibebankan ketika terjadinya. Oleh karena itu, diduga manajer akan berusaha untuk menutupi penurunan kinerja keuangan dengan mengurangi jumlah karyawan, dengan tujuan menaikkan laba bersih (Dechow et al., 2010:22). Tetapi, penurunan jumlah karyawan ini tidak akan sesuai dengan peningkatan pendapatan, karena
tidak
mungkin
bagi
perusahaan
untuk
melipatgandakan
profitabilitas dengan mengurangi jumlah karyawan (Brazel et al., 2009:1141). Pendeteksian kecurangan laporan keuangan dengan menggunakan rasio-rasio keuangan adalah tidak efektif karena hanya menghasilkan salah klasifikasi yang tinggi. Hal ini disebabkan karena rasio-rasio keuangan berasal dari data laporan keuangan yang telah dimanipulasi oleh manajemen. Oleh karena itu, Brazel et al., (2009) meneliti ukuran-ukuran nonkeuangan yang tersedia di publik seperti jumlah karyawan, jumlah cabang, jumlah kunjungan pasien, jumlah fasilitas produksi, jumlah paten, jumlah pusat distribusi dan luas fasilitas produksi untuk mendeteksi kecurangan laporan keuangan. Dalam penelitian ini hanya digunakan jumlah karyawan (single NFM). Karena jumlah karyawan (single NFM) menunjukkan hubungan sebesar 62% dengan pertumbuhan pendapatan, sedikit lebih besar dibandingkan dengan jumlah rata-rata ukuran
42
nonkeuangan (average NFM) menunjukkan hubungan sebesar 61% dengan pertumbuhan pendapatan (Brazel et al., 2009:1156). Alasan lainnya penggunan ukuran nonkeuangan berupa jumlah karyawan yaitu berdasarkan Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor Kep06/PM/2000 tentang Perubahan Peraturan Nomor VIII.G.7 tentang pedoman penyajian laporan keuangan. Berdasarkan peraturan ini, laporan keuangan
yang
dibuat
oleh
perusahaan
publik/emiten
harus
mengungkapkan jumlah karyawan pada akhir periode atau rata-rata jumlah karyawan selama periode yang bersangkutan. Sehingga data yang dimaksud yaitu jumlah karyawan tersedia untuk publik. Hasil penelitian Brazel et al., (2009:1156), menunjukkan employee diff untuk perusahaan yang melakukan kecurangan secara signifikan lebih besar dibandingkan perusahaan yang tidak melakukan kecurangan. Employee diff yang lebih besar mengindikasikan risiko kecurangan yang lebih besar (Brazel et al., 2009:1158). Penelitian Dechow et al., (2010:23) menemukan bahwa terjadi pengurangan jumlah karyawan secara tidak normal bagi perusahaan yang melakukan kecurangan laporan keuangan. B. Keterkaitan Antar Variabel dan Perumusan Hipotesis Adapun keterkaitan antar variabel dependen dan independen dalam penelitian ini adalah: 1. Pengaruh Leverage terhadap Kecurangan Laporan Keuangan Leverage diartikan sebagai seberapa jauh perusahaan menggunakan pendanaan melalui utang. Dalam penelitian ini, leverage adalah
43
perbandingan antara utang dan aktiva. Ukuran ini berhubungan dengan keberadaan dan ketat tidaknya suatu persetujuan utang (Agnes, 2001:93). Hipotesis debt covenant menyatakan perusahaan yang mendekati pelanggaran perjanjian utang, akan lebih memilih kebijakan akuntansi yang meningkatkan laba sekarang dengan menggeser dari laba-laba periode selanjutnya. Diduga perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi akan melakukan income increasing. Tingkat utang yang tinggi dapat meningkatkan probabilitas kecurangan laporan keuangan karena adanya perpindahan risiko dari pemilik modal dan manajer kepada kreditor (pemberi pinjaman) (Spathis, 2002:184). Tingkat utang yang tinggi dapat meningkatkan probabilitas kecurangan laporan keuangan karena untuk memenuhi perjanjian utang, serta untuk meningkatkan posisi bargaining yang relatif lebih baik dalam negosiasi atau penjadwalan ulang utang perusahaan. Tingkat leverage yang tinggi mengindikasikan bahwa perusahaan melakukan kecurangan laporan keuangan saat mengalami tekanan keuangan (financial distress), hal ini memberi motivasi bagi manajemen untuk melakukan kecurangan (Spathis, 2002:188). Hal serupa juga diungkapkan oleh Brazel et al., (2009:1152) yang menggunakan variabel leverage sebagai proksi dari financial distress (tekanan keuangan). Perusahaan yang mengalami tekanan keuangan memiliki insentif yang lebih besar untuk melakukan kecurangan dibandingkan perusahaan yang tidak mengalami tekanan keuangan.
44
Berdasarkan keterkaitan antara leverage dengan kecurangan laporan keuangan di atas maka dapat dirumuskan melalui hipotesis alternatif satu yang diajukan sebagai berikut: Ha1:
Leverage
memiliki
pengaruh
yang signifikan
terhadap
Kecurangan Laporan Keuangan. 2. Pengaruh Kualitas Audit terhadap Kecurangan Laporan Keuangan Akuntan publik telah dikritik secara luas sepanjang dekade terakhir ini, karena gagal dalam melindungi kepentingan investor, khususnya sejak skandal korporasi Enron (Levitt, 1998; Jenkis et al., 2006 dalam Herusetya, 2012:1). Auditor atau kantor akuntan publik memiliki peran yang sangat penting sebagai salah satu gatekeeper pasar modal yang dapat memberikan kepastian (assurance) atas kualitas pelaporan keuangan perusahaan publik (Roonen dan Yaari, 2008 dalam Herusetya, 2012:1). Kualitas audit (audit quality) didefinisikan sebagai probabilitas gabungan dari kemampuan seorang auditor untuk menemukan suatu pelanggaran dalam pelaporan keuangan klien, dan melaporkan pelanggaran tersebut (DeAngelo, 1981 dalam Herusetya, 2012:2). Dalam penelitian ini, variabel kualitas audit diproksikan dengan reputasi auditor yaitu Big Four dan Non-Big Four. Menurut Teoh dan Wong (1993) dalam Herusetya (2009:52) auditor Big Four memiliki kualitas audit yang lebih tinggi dibandingkan auditor Non-Big Four dengan argumentasi bahwa KAP besar memiliki pengetahuan, pengalaman teknis, kapasitas dan reputasi yang lebih
45
superior dibandingkan KAP yang lebih kecil. Dengan demikian, menggunakan auditor Big Four akan menghasilkan kualitas audit yang lebih tinggi dan mengurangi kesempatan perusahaan untuk melakukan kecurangan (fraud) (Brazel et al., 2009:1153). Oleh karena itu, dari keterkaitan antara kualitas audit dengan kecurangan laporan keuangan yang telah diuraikan tersebut maka dapat dirumuskan melalui hipotesis alternatif kedua sebagai berikut: Ha2: Kualitas Audit memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Kecurangan Laporan Keuangan. 3. Pengaruh Employee Diff terhadap Kecurangan Laporan Keuangan Menurut Brazel et al., (2009:1138) pendeteksian kecurangan laporan keuangan dengan hanya menggunakan rasio-rasio keuangan adalah tidak efektif karena hanya menghasilkan salah klasifikasi yang tinggi. Hal ini disebabkan karena rasio-rasio keuangan berasal dari data laporan keuangan yang telah dimanipulasi oleh manajemen. Oleh karena itu, Brazel et al., (2009) meneliti apakah ukuran nonkeuangan yang tersedia untuk publik seperti jumlah karyawan, jumlah cabang, jumlah retail, luas gudang, jumlah fasilitas produksi, jumlah kunjungan pasien dapat digunakan untuk membantu mendeteksi kecurangan laporan keuangan (financial statement fraud). Perbedaan
substansial
antara
data
keuangan
dan
ukuran
nonkeuangan dapat menyediakan red flag/sinyal kepada auditor dan mengarahkan auditor untuk bertanya kepada manajemen dan melakukan
46
pengujian pendukung serta menguji respon manajemen, bahkan jika perlu untuk menyarankan manajemen untuk melakukan audit forensik (Brazel et al., 2009:1141). Hasil penelitian Brazel et al., (2009:1156), menunjukkan
employee
diff
untuk
perusahaan
yang
melakukan
kecurangan secara signifikan lebih besar dibandingkan perusahaan yang tidak melakukan kecurangan. Perbedaan ini (employee diff) berhubungan positif dengan kecurangan laporan keuangan. Employee diff yang lebih besar mengindikasikan risiko kecurangan yang lebih besar (Brazel et al., 2009:1158). Berdasarkan keterkaitan antara employee diff dan kecurangan laporan keuangan yang telah diuraikan di atas maka dapat dirumuskan hipotesis alternatif ketiga yang diajukan sebagai berikut: Ha3: Employee Diff memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Kecurangan Laporan Keuangan. 4. Pengaruh Leverage, Kualitas Audit dan Employee Diff terhadap Kecurangan Laporan Keuangan Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Brazel et al., (2009) bahwa leverage, kualitas audit dan employee diff berpengaruh secara simultan terhadap kecurangan laporan keuangan. Begitupun dengan Robert dan Gagaring (2011) yang menyatakan bahwa corporate governance, ukuran perusahaan, dan leverage secara bersama-sama berpengaruh
terhadap
manajemen
laba.
Adapun
Agnes
(2001)
menyatakan reputasi auditor, jumlah dewan direksi, leverage dan persentase saham yang ditawarkan kepada publik pada saat melakukan
47
IPO (Initial Public Offerring) berpengaruh secara simultan terhadap manajemen laba. Oleh karena itu, dari keterkaitan antara leverage, kualitas audit dan employee diff dengan kecurangan laporan keuangan yang telah diuraikan tersebut maka dapat dirumuskan melalui hipotesis alternatif keempat yang diajukan sebagai berikut: Ha4: Leverage, Kualitas Audit, dan Employee Diff memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Kecurangan Laporan Keuangan. C. Hasil-Hasil Penelitan Terdahulu Penelitian ini merupakan replikasi dan pengembangan dari penelitianpenelitian sebelumnya, yang peneliti jadikan landasan dasar pengujian hipotesis dalam penelitian ini diantaranya penelitian yang dilakukan oleh: 1. Christopher D. Ittner dan David F. Larcker (1999) Penelitian tentang ukuran nonkeuangan (kepuasan konsumen) sebagai indikator kinerja keuangan. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu data dari perusahaan telekomunikasi. Analisis penelitian ini menggunakan pengujian linear regresi. Pengujian dalam penelitian ini menguji tiga variabel independen yaitu, kepuasan pelanggan (individual), kepuasan pelanggan level bisnis unit dan kepuasan pelanggan level perusahaan. Hasil penelitian ini adalah (1) indeks kepuasan konsumen berhubungan positif dengan konsumen retensi, pendapatan dan perubahan pendapatan di tahun 1996 untuk pelanggan tingkat individual, (2) untuk kepuasan pelanggan level bisnis
48
unit, digunakan data primer berupa data dari 73 cabang bank negara bagian barat Amerika Serikat. Hasilnya adalah perubahan indeks kepuasan pelanggan tidak signifikan mempengaruhi perubahan dalam pendapatan, margin atau pengembalian penjualan (return on sales). Akan tetapi, perubahan indeks kepuasan pelanggan berhubungan positif dengan perubahan dalam konsumen retail di masa depan, dan perubahan konsumen retail berhubungan positif dengan perubahan dalam pendapatan dan margin, (3) untuk menguji kepuasan pelanggan level perusahaan digunakan data sekunder yaitu data dari American Customer Satisfaction Index (ACSI), sebuah indikator ekonomi nasional tentang kepuasan ekonomi yang dikelola oleh National Quality Research Center di University of Michigan Business School and the American Society for Quality, hasil pengujian ini adalah ukuran kepuasan pelanggan menyediakan pengetahuan kedalam nilai perusahaan yang tidak tercermin dalam metode akuntansi nilai buku. 2. Agnes Utari Widyaningdyah (2001) Penelitian ini tentang analisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap earning management. Metode analisis yang digunakan adalah multiple regression. Sampel dalam penelitian ini terdiri dari 51 perusahaan untuk tahun pengamatan 1994-1997. Pemilihan tahun tersebut karena pada tahun tersebut perekonomian Indonesia dirasa cukup mapan. Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan secara empiris pengaruh reputasi auditor, jumlah dewan direksi, leverage dan persentase saham
49
yang ditawarkan kepada publik pada saat melakukan IPO (Initial Public Offerring) di Bursa Efek Jakarta pada tahun 1994-1997. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hanya faktor leverage yang berpengaruh signifikan terhadap earning management. Hal ini berarti earning management berkaitan dengan sumber dana eksternal khususnya utang yang digunakan untuk membiayai kelangsungan perusahaan. 3. Charalambos T. Spathis (2002) Penelitian mengenai pendeteksian kecurangan laporan keuangan dengan menggunakan data yang dipublikasikan. Penelitian ini dilakukan di Yunani, pengujian penelitian dilakuan dengan analisis univariat dan multivariat dengan menggunakan analisis regresi logistik. Sampel penelitian sebanyak 76 perusahaan terdiri dari 38 perusahaan yang melakukan kecurangan laporan keuangan dan 38 perusahaan yang tidak melakukan kecurangan laporan keuangan. Dalam penelitian ini digunakan sepuluh variabel yaitu rasio debt to equity, sales to total assets, net profit to sales, accounts receivable to sales, net profit to total assets, working capital to total assets, gross profit to total assets, inventory to sales, total debt to total assets, dan financial distress (z-score). Hasil pengujian adalah perusahaan dengan rasio inventory to sales, total debt to total assets yang tinggi memiliki probabilitas yang lebih tinggi untuk melakukan kecurangan laporan keuangan.
Hasil penelitian juga
menunjukkan model memiliki tingkat akurasi sebesar 84 persen secara efektif dalam mendeteksi kecurangan laporan keuangan, sehingga dapat
50
membantu auditor baik eksternal maupun internal, petugas pajak, perbankan, dan lembaga terkait lainnya dalam mendeteksi kecurangan laporan keuangan. 4. I Gusti Ngurah Arya wirawan (2004)
Penelitian tentang pengaruh ukuran kinerja nonfinansial dan ukuran kerja finansial. Penelitian dilakukan pada sektor industri penerbangan di Indonesia dengan jumlah sampel sebanyak 10 perusahaan pada tahun 1999-2003. Hasil penelitian ini adalah nilai-nilai relevan dari kinerja nonfinansial meliputi on time performance, market share dan load factor. Secara umum, dapat digambarkan bahwa on time performance, market share, mempunyai pengaruh pada rasio profitabilitas perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan mediator passenger load factor. 5. Tri Ramaraya Koroy (2008) Penelitian ini dalam bentuk makalah mengenai pendeteksian kecurangan (fraud) laporan keuangan oleh auditor eksternal. Makalah ini mengidentifikasi dan menguraikan permasalahan dalam pendeteksian kecurangan dalam audit atas laporan keuangan oleh auditor eksternal. Berdasarkan telaah atas berbagai penelitian yang dilakukan, terdapat empat faktor penyebab besar mengapa auditor gagal dalam mendeteksi kecurangan
laporan
keuangan.
Pertama,
karakteristik
terjadinya
kecurangan sehigga menyulitkan proses pendeteksian. Kedua, standar pengauditan belum cukup memadai untuk menunjang pendeteksian yang
51
sepantasnya. Ketiga, lingkungan kerja audit dapat mengurangi kualitas audit dan keempat metode dan prosedur audit yang ada tidak cukup efektif untuk melakukan pendeteksian kecurangan. 6. Joseph F. Brazel, Keith L. Jones dan Mark F. Zimbelman (2009) Penelitian
tentang
penggunaan
ukuran
nonkeuangan
dalam
mendeteksi kecurangan laporan keuangan. Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa perusahaan yang ditetapkan oleh SEC (Security of Exchange Commisioner) melakukan fraud atau kecurangan laporan keuangan. Penelitian ini mengidentifikasi sampel perusahaan fraud berdasarakan tiga sumber yaitu, publikasi laporan the Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission (COSO) “Fraudulent Financial Reporting: 1987–1997, An Analysis of U.S. Public Companies” (Beasley et al., 1999), Accounting and Auditing Enforcement Releases (AAERs) periode 1987-1997, media massa untuk mencari kasus fraud seperti (The Wall Street). Pengujian hipotesis dilakukan dengan analisis multivariat dengan menggunakan regresi logistik (logistic regression), karena variabel independennya merupakan kombinasi antara metric dan non metric (nominal). Hasil penelitian ini memberikan bukti empiris bahwa perbedaan antara ukuran keuangan dan nonkeuangan (capacity diff dan employee diff) lebih besar untuk perusahaan yang melakukan fraud dibandingkan perusahaan yang tidak melakukan fraud dan perbedaan ini secara signifikan berhubungan dengan kecurangan laporan keuangan.
52
7. Patricia M. Dechow, Weili Ge, Chad R. Larson dan Richard G. Sloan (2010) Penelitian ini tentang prediksi kecurangan laporan keuangan melalui lima
dimensi
yaitu
kualitas
akrual,
kinerja
keuangan,
ukuran
nonkeuangan, aktivitas off balance sheet dan pengukuran berdasarkan kinerja pasar. Sampel yang digunakan berasal dari Accounting and Auditing Enforcement Release (AAERs) dari tahun 1982 sampai tahun 2005 dengan jumlah sampel sebanyak 2.190 perusahaan. Hasil penelitian ini (1) tingkat akrual tinggi untuk perusahaan yang melakukan kecurangan laporan keuangan, (2) kinerja keuangan menurun untuk perusahaan yang melakukan kecurangan laporan keuangan, hal ini ditutupi dengan peningkatan jumlah asset yang sarat atas penilaian manajer, (3) terdapat peningkatan leasing untuk perusahaan yang melakukan kecurangan laporan keuangan, (4) terdapat penurunan jumlah karyawan secara tidak normal bagi perusahaan yang melakukan kecurangan laporan keuangan dan (5) perusahaan yang melakukan kecurangan laporan keuangan sedang melakukan tambahan dana, dan memiliki kinerja harga saham yang tinggi pada tahun sebelumnya. Hasil ringkasan penelitian terdahulu dapat dilihat pada tabel 2.1 pada halaman berikutnya.
53
Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu No 1.
2.
Peneliti (Tahun) Christopher D. Ittner dan David F. Larcker (1991)
Agnes Utari Widyaningdyah (2001)
Judul Are Nonfinancial Measures Leading Indicators of Financial Performance? An Analysis of Customer Satisfaction Analisis FaktorFaktor yang Bepengaruh Terhadap Earning Management Pada Perusahaan Go Public di Indonesia
Variabel Independen Ukuran nonkeuangan (Kepuasan Konsumen)
Variabel Dependen Kinerja keuangan (pendapatan dan margin)
Reputasi auditor Jumlah dewan direksi Leverage Persentase saham saat IPO
Manajemen laba
Metode Penelitian Data Primer Pelanggan perusahaan telekomunika si Metode penelitian menggunakan analisis regresi linear. Data Sekunder Analisis regresi berganda.
Hasil Penelitian Kepuasan pelanggan berhubungan positif dengan pendapatan dan margin, serta menyediakan pengetahuan yang tidak tercermin dalam metode akuntansi nilai buku. Hanya variabel leverage yang berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba.
Berlanjut ke halaman berikutnya
54
Lanjutan (Tabel 2.1) No 3.
4.
Peneliti (Tahun) Charalambos T. Spathis (2002)
I Gusti Ngurah Arya Wirawan (2004)
Judul Detecting False Financial Statement Using Published Data: Some Evidence From Greece Analisis Model Pengaruh Ukuran Kinerja Non-Finansial dan Ukuran Kinerja Finansial Pada Sektor Industri Penerbangan di Indonesia
Variabel Independen Sepuluh rasio keuangan diantaranya rasio debt to equity, sales to total assets dan total debt to total assets Ukuran kinerja non-finansial yaitu pelayanan penumpang (on time performance dan market share).
Variabel Dependen Kecurangan laporan keuangan
Metode Penelitian Data sekunder Analisis regresi logistik
Ukuran kinerja keuangan (rasio profitabilitas).
Data sekunder Industri Penerbangan Purposive sampling Tahun 19992003 Analisis regresi berganda.
Hasil Penelitian Rasio total debt to total assets (leverage) secara signifikan berpengaruh positif terhadap kecurangan laporan keuangan. Ukuran kinerja nonfinansial terdiri dari on time performance, market share dan load factor berpengaruh pada rasio profitabilitas perusahaan.
Berlanjut ke halaman berikutnya
55
Lanjutan (Tabel 2.1) No 5.
Peneliti (Tahun) Tri Ramaraya Koroy (2008)
Judul Pendeteksian Kecurangan (Fraud) Laporan Keuangan oleh Auditor Eksternal.
Variabel Independen Tidak ada
Variabel Dependen Tidak ada
Metode Penelitian Analisis dalam penelitian ini dilakukan dalam bentuk makalah secara komperhensif membahas mengenai pendeteksian kecurangan laporan keuangan.
Hasil Penelitian Empat faktor penyebab auditor gagal mendeteksi kecurangan laporan keuangan: Karakteristik kecurangan yang melibatkan penyembunyian. Standar pengauditan belum cukup memadai. Lingkungan kerja audit yang mengurangi kualitas audit. Metode dan prosedur audit yang ada tidak cukup efektif.
Berlanjut ke halaman berikutnya
56
Lanjutan (Tabel 2.1) No 6.
7.
Peneliti (Tahun) Joseph F. Brazel, Keith L. Jones dan Mark F. Zimbelman (2009)
Patricia M. Dechow, Weili Ge, Chad R. Larson dan Richard G. Sloan (2010)
Judul Using Nonfinancial Measures to Assess Fraud Risk
Predicting Material Accounting Misstatement.
Variabel Independen Ukuran nonkeuangan terdiri dari: Employee diff dan Capacity diff
Variabel Dependen Kecurangan Laporan Keuangan
Metode Penelitian Data sekunder Purposive sampling Analisis regresi logistik.
Kualitas akrual Kinerja keuangan Ukuran nonkeuanga n Aktivitas off balance sheet
Kecurangan Laporan Keuangan
Data sekunder Purposive sampling Analisis regresi logistik
Hasil Penelitian Memberikan bukti empiris bahwa ukuran nonkeuangan (employee diff dan capacity diff) secara signifikan lebih besar untuk perusahaan yang melakukan kecurangan laporan keuangan. Perusahaan yang melakukan kecurangan laporan keuangan memiliki ciri-ciri: Tingkat akrual tinggi Kinerja keuangan turun Terdapat peningkatan jumlah leasing
Berlanjut ke halaman berikutnya 57
Lanjutan (Tabel 2.1) No
Peneliti (Tahun)
Judul
Variabel Independen Market based measure
Variabel Dependen
Metode Penelitian
Hasil Penelitian Terjadi penurunan jumlah karyawan secara tidak normal dan Memiliki kinerja saham yang tinggi pada tahun sebelumnya.
Sumber: diolah dari berbagai referensi pendukung penelitian
58
D. Kerangka Berpikir Kecurangan laporan keuangan yang tidak terdeteksi oleh auditor eksternal, dapat berubah menjadi skandal keuangan yang besar bahkan dapat menyebabkan kebangkrutan. Kerugian tidak hanya dirasakan oleh perusahaan dan pihak-pihak yang berkepentingan seperti investor dan kreditor tetapi juga oleh auditor eksternal berupa risiko reputasi dan kerugian finansial ketika laporan keuangan mengandung salah saji material tidak terdeteksi dalam proses auditnya. Kecurangan laporan keuangan lebih sulit dideteksi dibandingkan kekeliruan karena melibatkan penyembunyian. Tetapi, adanya kondisikondisi yang terjadi dapat memperingatkan auditor eksternal. Kondisi tersebut diantaranya leverage, dimana perusahaan dengan rasio leverage yang tinggi diduga melakukan kecurangan laporan keuangan untuk menghindari risiko gagal bayar dan pelanggaran perjanjian utang atau untuk mendapatkan tambahan utang baru. Kecurangan laporan keuangan terjadi salah satu sebabnya karena lemahnya pengawasan. Auditor Big Four dapat mendeteksi kecurangan laporan keuangan lebih dini, karena mereka memiliki pengetahuan, pengalaman teknis, dan reputasi yang lebih superior dibandingkan auditor Non-Big Four. Selanjutnya, pendeteksian kecurangan laporan keuangan hanya dengan menggunakan rasio-rasio keuangan tidak efektif, karena perusahaan dapat memanipulasi rasio-rasio tersebut sehingga terlihat normal. Oleh karena itu,
59
dalam penelitian ini digunakan ukuran nonkeuangan yaitu jumlah karyawan, karena jumlah karyawan berhubungan dengan pendapatan dan profitabilitas perusahaan. Perusahaan yang melakukan kecurangan laporan keuangan akan memiliki pola yang tidak konsisten antara ukuran keuangan (pendapatan) dengan ukuran nonkeuangan (jumlah karyawan). Sampel ditentukan menggunakan metode purposive sampling, dengan tujuan mendapatkan sampel yang sesuai dengan kriteria. Kriteria tersebut diantaranya perusahaan sektor manufaktur, tidak keluar dari bursa selama periode penelitian tahun 2007-2011. Memiliki data lengkap mengenai semua variabel yang diteliti. Metode analisis data yang digunakan adalah regresi berganda karena model terdiri dari tiga variabel independen dan satu variabel dependen. Agar model dapat dilanjutkan ke pengujian hipotesis, sebelumnya model harus diuji apakah sudah terbebas dari asumsi klasik. Pengujian asumsi klasik terdiri
dari
uji
normalitas,
multikolinearitas,
autokorelasi
dan
heteroskedastisitas. Kemudian, untuk mengetahui ketepatan model dalam menjelaskan variabel dependen dapat diuji dengan koefisien determinasi (adjusted R2). Terakhir, uji hipotesis dilakukan melalui uji statistik F dan uji statistik t. Uji statistik F digunakan untuk mengetahui pengaruh seluruh variabel independen terhadap variabel dependen, dan uji statistik t digunakan untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen. Selengkapnya, mengenai kerangka pemikiran dapat dilihat pada gambar 2.2 halaman berikutnya.
60
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran
Adanya kasus kebangkrutan yang disebabkan oleh kegagalan audit
Variabel Independen Leverage (Spathis, 2002)
Variabel Dependen
Kualitas Audit (Agnes, 2001; Brazel et al., 2009)
Kecurangan Laporan Keuangan (Rezaee, 2002; Ujiyantho dan Pramuka, 2007)
Employee Diff (Brazel et al., 2009; Dechow et al., 2010)
Purposive Sampling
Regresi Berganda
1. 2. 3. 4.
Uji Asumsi Klasik Normalitas Multikolonieritas Autokorelasi Heterokedastisitas
Koefisien Determinasi (Adj R2) Uji Hipotesis 1. Uji F 2. Uji t
Kesimpulan, Implikasi dan Saran 61
BAB III METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa hubungan kausalitas yang digunakan untuk menjelaskan pengaruh variabel independen, yaitu leverage, kualitas audit, dan employee diff terhadap variabel dependen yaitu kecurangan laporan keuangan (financial statement fraud). Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan sektor manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2007 sampai 2011 untuk mengetahui perkembangan perusahaan yang melakukan kecurangan laporan keuangan. Ruang lingkup penelitian ini adalah untuk seluruh perusahaan yang listing di Bursa Efek Indonesia tahun 2007-2011. B. Metode Penentuan Sampel Sampel dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2007-2011. Pengambilan sampel dalam penelitian ini diperoleh dengan metode purposive sampling, artinya sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel yang memenuhi kriteria tertentu. Tujuan penggunaan metode ini adalah untuk mendapatkan sampel yang representatif. Kriteria-kriteria yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah sebagai berikut: 1.
Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2011 dan terdapat laporan auditor independen. 62
2.
Perusahaan manufaktur yang telah listing di Bursa Efek Indonesia sebelum tahun 2007.
3.
Perusahaan menerbitkan laporan keuangan dalam mata uang rupiah dan periode laporan keuangan berakhir pada 31 Desember.
4.
Perusahaan tidak keluar (delisting) di Bursa Efek Indonesia selama periode penelitian tahun 2007-2011.
5.
Memiliki data yang lengkap untuk seluruh variabel yang diteliti.
C. Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu laporan keuangan (financial statement) dari perusahaan manufaktur yang telah diaudit oleh auditor independen dan sudah terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Capital Market Directory untuk tahun 2007-2011. Sumber data dan informasi yang diperlukan berasal dari laporan keuangan auditan perusahaan, dan yang terdaftar di www.idx.co.id. 1.
Data untuk variabel dependen a.
Kecurangan laporan keuangan Variabel kecurangan laporan keuangan dalam penelitian ini diproksikan dengan earning management. Earning management dihitung dari discretionary accruals, yang diperoleh dari laporan keuangan perusahaan untuk tahun penelitian 2007-2011. Laporan keuangan diunduh dari www.idx.co.id, untuk laporan keuangan yang tidak tersedia di www.idx.co.id peneliti mengunduh dari website perusahaan dan mengunjungi ICaMEL (Indonesia Capital Market 63
Electronic Library) Jl. Jend Sudirman Kav. 52-53 Senayan Kebayoran Baru Jakarta Selatan, DKI Jakarta. 2.
Data untuk variabel independen a.
Leverage Variabel leverage dihitung dari total debt dibagi total assets, yang diperoleh dari laporan keuangan perusahaan untuk tahun penelitian
2007-2011.
Laporan
keuangan
diunduh
dari
www.idx.co.id, untuk laporan keuangan yang tidak tersedia di www.idx.co.id peneliti mengunduh dari website perusahaan dan mengunjungi ICaMEL (Indonesia Capital Market Electronic Library). Jl. Jend Sudirman Kav. 52-53 Senayan Kebayoran Baru Jakarta Selatan, DKI Jakarta. b.
Kualitas audit Variabel kualitas audit dalam penelitian ini diproksikan dengan reputasi auditor Big Four dan Non-Big Four. Hal ini diketahui dari laporan auditor independen yang menyertai laporan keuangan (laporan keuangan yang sudah diaudit) untuk tahun penelitian 20072011. Laporan keuangan yang sudah diaudit diunduh dari www.idx.co.id, untuk laporan keuangan auditan yang tidak tersedia di www.idx.co.id peneliti mengunduh dari website perusahaan dan mengunjungi ICaMEL (Indonesia Capital Market Electronic Library). Jl. Jend Sudirman Kav. 52-53 Senayan Kebayoran Baru Jakarta Selatan, DKI Jakarta. 64
c.
Employee Diff Employee diff dalam penelitian ini adalah perbedaan jumlah pertumbuhan pendapatan dengan pertumbuhan jumlah karyawan. Pertumbuhan pendapatan dilihat dari laporan keuangan perusahaan, jumlah karyawan dilihat dari catatan atas laporan keuangan. Laporan keuangan perusahaan dan catatan atas laporan keuangan diunduh dari www.idx.co.id, website perusahaan atau ICaMEL (Indonesia Capital Market Electronic Library). Jl. Jend Sudirman Kav. 52-53 Senayan Kebayoran Baru Jakarta Selatan, DKI Jakarta.
D. Metode Analisis Data Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang mudah dibaca dan diinterpretasikan. Dalam mengolah dan menganalisis data digunakan analisis dan pengujian kuantitatif. Analisis kuantitatif menyangkut pengolahan data dengan menggunakan rumus-rumus yang dapat diterapkan untuk menganalisis data. Tujuan dari analisis ini adalah untuk mendapatkan informasi yang relevan yang terkandung dalam data tersebut dan menggunakan hasilnya untuk memecahkan suatu masalah. Sebelum analisis regresi dilakukan, maka harus diuji dahulu dengan uji asumsi klasik untuk memastikan apakah model regresi yang digunakan tidak terdapat masalah normalitas, multikolonieritas, heteroskedastisitas, dan autokolerasi. Jika terpenuhi maka model analisis layak untuk digunakan.
65
Dalam penelitian ini, pengujian hipotesis dan pengujian asumsi klasik dilakukan dengan menggunakan alat analisis statistik yaitu berupa output SPSS. SPSS yang digunakan adalah SPSS versi 20. 1. Analisis Statistik Deskriptif Statistik deskriptif digunakan untuk menganalisis data dengan cara menggambarkan sampel data yang telah dikumpulkan dalam kondisi sebenarnya tanpa maksud membuat kesimpulan yang berlaku umum dan generalisasi. Analisis statistik deskriptif ditujukan untuk memberikan gambaran atau deskripsi data dari variabel dependen berupa kecurangan laporan keuangan (financial statement fraud), serta variabel independen berupa leverage, kualitas audit, dan employee diff. Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, maksimum dan minimum dari masing-masing variabel (Ghozali, 2011:19). Statistik data yang disajikan dapat disajikan dengan menggunakan tabel statistik deskriptif yang memaparkan nilai minimum, nilai maksimum, nilai ratarata (mean), dan standar deviasi (standard deviation). Mean digunakan untuk memperkirakan besar rata-rata populasi yang diperkirakan dari sampel. Standar deviasi digunakan untuk melihat besar data berbeda dari rata-rata sampel. Maksimum digunakan untuk melihat nilai tebesar dan minimum digunakan untuk melihat nilai terkecil dari sampel.
66
2. Uji Asumsi Klasik a. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Ada dua cara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak yaitu dengan analisis grafik dan uji statistik. 1) Analisis Grafik Pada prinsipnya normalitas dapat dideteksi dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik (normal probability plot) atau dengan melihat histogram dari residualnya. Dasar pengambilan keputusan sebagai berikut: (a) Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis
diagonal
atau
grafik
histogramnya
menunjukkan
menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas. (b) Jika data menyebar jauh dari diagonal dan/atau tidak mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogram tidak menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas. 2) Analisis Statistik Uji normalitas dengan grafik dapat menyesatkan kalau tidak hati-hati secara visual kelihatan normal, padahal secara statistik bisa sebaliknya (Ghozali, 2011:163). Oleh karena itu dalam penelitian ini 67
digunakan
uji
statistik
Kolmogorov-Smirnov
dengan
(K-S).
uji
Jika
statistik
nilai
non-parametrik
Kolmogorov-Smirnov
memiliki tingkat signifikan di atas α > 0,05 berarti regresi memenuhi asumsi normalitas (Ghozali, 2011:165). b. Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen. Jika variabel independen saling berkorelasi, maka variabel-variabel ini tidak ortogonal. Variabel ortogonal adalah variabel independen yang nilai korelasi antar sesama variabel independen adalah sama dengan nol. Salah satu cara untuk mendeteksi multikolinearitas dilakukan dengan menggunakan nilai VIF (Variance Inflation Factor) dan tolerance. Kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel independen manakah yang dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Nilai cutoff yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolinearitas adalah nilai tolerance ≤ 0,10 atau sama dengan nilai VIF ≥ 10 (Ghozali, 2011:106). Jika nilai tolerance > 0,10 dan VIF < 10 maka tidak terjadi multikolinearitas (Agnes, 2001:97). c. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi 68
korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi. Model korelasi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi. Pada penelitian ini, uji autokorelasi diuji dengan uji Durbin-Watson (DW test). Pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi: Tabel 3.1 Tabel Keputusan Autokorelasi (Durbin-Watson) Hipotesis nol Tidak
Keputusan
Jika
ada
autokorelasi
Tolak
0 < d < dl
ada
autokorelasi
No decision
dl ≤ d ≤ du
Tidak ada korelasi negatif
Tolak
4 – dl < d < 4
Tidak ada korelasi negatif
No decision
4 – du ≤ d ≤ 4 – dl
Tidak ada autokorelasi,
Tidak ditolak
du < d < 4 – du
positif Tidak positif
positif atau negatif (sumber : Ghozali, 2011:111) d. Uji Heteroskedastisitas Uji heterokedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heterokedastisitas. Model regresi yang baik adalah homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali, 2011:139). Dalam penelitian ini, asumsi heteroskedastisitas akan diuji menggunakan analisis grafik scatterplot antara nilai prediksi variabel 69
terikat yaitu ZPRED dengan residualnya SRESID. Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara SRESID dan ZPRED. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali, 2011:139). 3. Uji Koefisien Determinasi Koefisien Determinasi (R2) pada intinya adalah mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai Koefisien Determinasi (R2) adalah antara 0 (nol) dan 1 (satu). Nilai Koefisien Determinasi (R2) yang kecil berarti kemampuan variabelvariabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen (Ghozali, 2011:97). Tetapi, penggunaan koefisien determinasi (R2) memiliki kelemahan mendasar yaitu bias terhadap jumlah variabel independen yang dimasukkan ke dalam model. Jadi, setiap tambahan satu variabel independen, maka koefisien determinasi (R2) akan meningkat tidak perduli apakah variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan digunakan nilai adjusted R2, untuk mengevaluasi model regresi (Ghozali, 2011:97).
70
4. Uji Hipotesis Uji hipotesis dilakukan untuk mendapatkan hasil analisis data yang valid dan mendukung hipotesis yang dikemukakan pada penelitian ini. Pengujian hipotesis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan model persamaan regresi berganda. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: DA = α + β1 LEV + β2 AUD_QUA + β3 EMP_DIFF + ε
Keterangan: DA
= Discretionary Accruals
α
= Konstanta
β1
= Koefisien regresi pertama, yaitu besarnya perubahan Y apabila X1 berubah 1 satuan
LEV
= Leverage
2
= Koefisien regresi kedua, yaitu besarnya perubahan Y apabila X2 berubah 1 satuan
AUD_QUA = Kualitas Audit 3
= Koefisien regresi ketiga, yaitu besarnya perubahan Y apabila X3 berubah 1 satuan
EMP_DIFF = Employee Diff ε
= Error term
71
pengujian hipotesis dilakukan dengan, uji F dan uji t. a. Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F) Uji statisitik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel independen/bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen/terikat. Uji statistik F digunakan untuk mengetahui pengaruh semua variabel independen yang dimasukkan dalam model regresi secara bersama-sama terhadap variabel dependen yang di uji pada tingkat signifikan 0,05 (Ghozali, 2011:98). Jika nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 maka H0 ditolak/Ha diterima, hal ini berarti bahwa semua variabel independen secara bersama-sama dan signifikan mempengaruhi variabel dependen. Sebaliknya, jika nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 maka H0 tidak dapat ditolak/Ha ditolak, hal ini berarti bahwa semua variabel independen tidak mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen (Ghozali, 2011:98). b. Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji statistik t) Uji statistik t menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas/independen secara individual menerangkan variasi variabel dependen dan digunakan untuk mengetahui ada/tidaknya pengaruh masing-masing variabel independen, secara individual terhadap variabel dependen yang diuji pada tingkat signifikansi 0,05 (Ghozali, 2011:98). Langkah yang digunakan dalam menguji hipotesis ini adalah dengan 72
menentukan level of significance-nya. Level of significance yang digunakan adalah sebesar 5% atau (α) = 0,05. Jika sign t > 0,05 maka Ha ditolak namun jika sign t < 0,05 maka Ha diterima dan berarti terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel independen dengan variabel dependen (Ghozali, 2011:98). E. Operasional Variabel Penelitian Variabel dalam penelitian ini dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu variabel terikat (dependen variabel) dan variabel bebas (independen variabel). Variabel-variabel tersebut antara lain: 1.
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kecurangan laporan keuangan (financial statement fraud). Kecurangan
laporan
keuangan
(financial
statement
fraud)
didefinisikan oleh Eliot dan Willingham (1980) dalam Spathis (2002:179) sebagai “kecurangan yang sengaja dilakukan oleh manajemen yang melukai investor dan kreditor melalui laporan keuangan yang secara material menyesatkan”. Selanjutnya, penelitian ini memproksikan kecurangan laporan keuangan dengan earning management. Rezaee (2002:7) menyatakan bahwa: “suatu financial statement fraud sering kali diawali dengan salah saji atau manajemen laba dari laporan kuartal yang dianggap tidak material tetapi akhirnya tumbuh menjadi fraud secara besar-besaran dan menghasilkan laporan keuangan tahunan yang menyesatkan secara material”.
73
Oleh karena itu, earning management digunakan sebagai proksi dari kecurangan laporan keuangan. Earning management merupakan suatu cara penyajian laba yang disesuaikan dengan tujuan yang diinginkan oleh manajer, melalui pemilihan suatu set kebijakan akuntansi atau melalui pengelolaan akrual (Scott, 2000 dalam Fivi dan Ira, 2008:27). Fleksibilitas/keleluasaan dalam Standar Akuntansi Keuangan, menyebabkan manajemen dapat melakukan tindakan manajemen laba. Selain adanya fleksibilitas dalam Standar Akuntansi Keuangan, dasar akrual juga dapat digunakan oleh manajer untuk melakukan manajemen laba. Akrual adalah mengakui dampak transaksi terhadap laporan keuangan dalam periode waktu ketika pendapatan dan beban terjadi, oleh sebab itu, pendapatan diakui pada waktu dihasilkan dan beban pada waktu terjadi, tidak perlu waktu kas berpindah tangan (Weygant, 1995 dalam Fivi dan Ira, 2008:28). Dasar akrual disepakati sebagai dasar penyusunan laporan keuangan, karena lebih rasional/wajar dibanding dasar kas/tunai. Tetapi bisa jadi sebagian dari akrual yang disajikan dalam laporan keuangan perusahaan digunakan oleh manajer untuk mempengaruhi keputusan stakeholder. Oleh karena itu, akrual dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu bagian akrual yang memang sewajarnya ada dalam proses penyusunan laporan
keuangan
(nondiscretionary
accrual)
dan
bagian
yang
merupakan hasil rekayasa (discretionary accruals) (Fivi dan Ira, 2008:29). Manajemen laba terjadi dimana manajemen memiliki pilihan 74
kebijakan (discretionary) dengan tingkat akrual yang signifikan dan tidak biasa sebagai area dengan risiko tinggi. Area dengan risiko tinggi ini, apabila
ditambah
prosedur
audit
spesifik
akan
meningkatkan
pendeteksian kecurangan (Hogan et al., 2008:17). Earning
management
diukur
dengan
menggunakan
proksi
discretionary accruals dan dihitung dengan menggunakan Modified Jones Model. Alasan penggunaan Modified Jones Model adalah karena model
ini
dapat
mendeteksi
earning
management
lebih
baik
dibandingkan dengan model-model lainnya (Dechow et al., 1995 dalam Ujiyantho dan Pramuka, 2007:11). Model perhitungannya sebagai berikut (Ujiyantho dan Pramuka, 2007:11): TAC = Nit – CFOit...................................................................................(1) Nilai total accrual (TA) yang diestimasi dengan persamaan regresi OLS sebagai berikut: TAit/Ait-1 = β1 (1/Ait-1) + β2 (ΔRevt/Ait-1) + β3 (PPEt/Ait-1) + e.............(2) Dengan menggunakan koefisien regresi diatas, nilai non discretionary accruals (NDA) dapat dihitung dengan rumus : NDAit = β1 (1/Ait-1) + β2 (ΔRevt/Ait-1 – ΔRect/Ait-1) + β3 (PPEt/Ait-1)..(3) Selanjutnya discretionary accruals (DA) dapat dihitung sebagai berikut: DAit = TAit/Ait-1 – NDAit ...................................................................... (4) Keterangan : DAit = Discretionary Accruals perusahaan i pada periode ke t NDAit= Non Discretionary Accruals perusahaan i pada periode ke t 75
TAit = Total Accrual perusahaan i pada periode ke t Nit
= Laba Bersih perusahaan i pada periode ke t
CFOit = Aliran kas dari aktivitas operasi perusahaan i pada periode ke t Ait-1 = Total aktiva perusahaan i pada periode ke t-1 ΔRevt= perubahan pendapatan perusahaan i pada periode ke t PPEt = aktiva tetap perusahaan pada periode ke t ΔRect = perubahan piutang perusahaan i pada periode ke t e 2.
= error.
Variabel independen terdiri leverage, kualitas audit, dan employee diff. Definisi operasional variabel-variabel tersebut dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Leverage Leverage diartikan sebagai seberapa jauh perusahaan menggunakan pendanaan melalui utang. Dalam penelitian ini, leverage adalah perbandingan utang dan aktiva. Ukuran ini berhubungan dengan keberadaan dan ketat tidaknya suatu persetujuan utang (Agnes, 2001:93). Tingkat utang yang tinggi dapat meningkatkan probabilitas kecurangan laporan keuangan (Spathis, 2002:184). Hal serupa juga diungkapkan oleh Brazel et al., (2009:1152) yang menggunakan variabel leverage sebagai proksi dari financial distress (tekanan keuangan). Perusahaan yang mengalami tekanan keuangan memiliki insentif yang lebih besar untuk melakukan kecurangan dibandingkan perusahaan yang tidak mengalami tekanan keuangan. Perusahaan yang 76
mempunyai rasio leverage tinggi akibat besarnya jumlah utang dibandingkan dengan jumlah aktiva yang dimiliki perusahaan, diduga melakukan earning management karena perusahaan terancam default yaitu tidak dapat memenuhi kewajiban
pembayaran utang pada
waktunya. Perusahaan akan berusaha menghindarinya dengan membuat kebijaksanaan yang dapat meningkatkan pendapatan maupun laba (Jiambalvo, 1996 dalam Agnes, 2001:93). Leverage dihitung dengan rumus yang digunakan oleh Brazel et al., (2009:1151) yaitu: LEV= (Short-Term Debt + Long-Term Debt)/Total Assets Keterangan : LEV
= leverage
Short-Term Debt = utang jangka pendek perusahaan Long-Term Debt = utang jangka panjang perusahaan Total Assets
= Total Assets perusahaan
b. Kualitas audit Kualitas audit (audit quality) didefinisikan sebagai probabilitas gabungan dari kemampuan seorang auditor untuk menemukan suatu pelanggaran dalam pelaporan keuangan klien, dan melaporkan pelanggaran tersebut (De Angelo, 1981 dalam Herusetya, 2012:2). Dalam penelitian ini, variabel kualitas audit diproksikan dengan variabel reputasi auditor. Berdasarkan penelitian Brazel et al., (2009:1153) reputasi auditor dibedakan menjadi KAP Big Four dan 77
Non-Big Four. KAP Big Four menghasilkan kualitas audit yang lebih tinggi dibandingkan dengan KAP Non-Big Four. Variabel ini diukur dengan menggunakan variabel dummy dimana kategori 1 untuk laporan keuangan perusahaan yang diaudit oleh KAP The Big Four dan afiliasinya, dan kategori 0 untuk laporan keuangan perusahaan yang tidak diaudit oleh KAP The Big Four dan afiliasinya (Brazel et al., 2009:1153). Kantor akuntan publik di Indonesia yang berafiliasi dengan The Big Four adalah : a. KAP Purwantono, Sarwoko, dan Sandjaja yang berafiliasi dengan Ernst and Young (E&Y); b. KAP
Haryanto
Sahari
&
Co.
yang
berafiliasi
dengan
Pricewaterhouse Coopers (PwC); c. KAP Osman Bing Satrio & Co. yang berafiliasi dengan Deloitte Touche Thomatsu (DTT); d. KAP Siddharta, Siddharta, dan Widjaja yang berafiliasi dengan Klynveld Peat Marwick Goerdeler (KPMG).
78
c. Employee Diff Penilaian risiko kecurangan melalui ukuran keuangan saja tidak efektif karena data yang digunakan berasal dari laporan keuangan yang menjadi objek manipulasi manajemen, maka auditor akan gagal untuk dapat mendeteksi kecurangan dalam laporan keuangan (Brazel et al., 2009:1138). Oleh karena itu, Brazel et al, (2009) meneliti ukuran-ukuran nonkeuangan yang tersedia di publik seperti jumlah karyawan, jumlah cabang, jumlah kunjungan pasien, jumlah fasilitas produksi, jumlah paten, jumlah pusat distribusi dan luas fasilitas produksi untuk mendeteksi kecurangan laporan keuangan. Employee Diff adalah variabel yang digunakan untuk mengukur perbedaan persentase perubahan dalam pendapatan dengan persentase perubahan jumlah karyawan (Brazel et al., 2009:1150). Hasil penelitian Brazel et al., (2009:1156), menunjukkan employee diff untuk perusahaan yang melakukan kecurangan lebih besar dibandingkan perusahaan yang tidak melakukan kecurangan. Employee diff yang lebih besar mengindikasikan risiko kecurangan yang lebih besar (Brazel et al., 2009:1158). Cara perhitungan untuk mencari employee diff, pertama hitung persentase perubahan pendapatan (revenue growth). Kedua, hitung persentase perubahan jumlah karyawan (employee growth). Employee diff didapat dari selisish perubahan persentase pendapatan (revenue growth) dengan perubahan jumlah karyawan (employee
79
growth). Cara perhitungan seperti ini digunakan oleh Brazel et al., (2009). Rumus untuk mencari revenue growth: Revenue Growth = (Revenuet – Revenuet-1)/Revenuet-1 Keterangan : Revenuet = pendapatan pada periode t Revenuet-1 = pendapatan pada periode t-1 Rumus untuk mencari employee growth: Employee Growth = (employeet− employeet −1)/employeet-1 Keterangan : employeet = jumah karyawan pada periode t employeet−1 = jumlah karyawan pada periode t-1 Setelah mendapatkan nilai employee growth, selanjutnya kita akan mencari Employee Diff dengan rumus: Employee Diff = Revenue Growth - Employee Growth Keterangan: Revenue Growth = (Revenue t – Revenue t-1)/Revenue t-1 Employee Growth = (Employeet− Employeet −1)/Employeet-1 t
= periode (tahun)
80
Definisi operasional variabel di atas dapat diringkas dalam tabel di bawah ini: Tabel 3.2 Definisi Operasional Variabel Variabel
Definisi
Pengukuran
Skala
Sumber
Operasional Salah saji TAC = NI- CFO material yang TA/Ait-1 = β1 (1/Aitdisengaja dalam 1) + β2 (ΔRev/Ait-1) Dependen laporan keuangan. + β3 (PPE/Ait-1) + e (Y) diproksikan NDA = β1 (1/Ait-1) + dengan earning β2 (ΔRev/Ait-1 – Kecurangan management. ΔRec/Ait-1) + β3 Laporan Dihitung (PPE/Ait-1) Keuangan berdasarkan DA = TA/Ait-1 – discretionary NDA accruals (DA) (modified jones). Penggunaan utang Short-Term Debt + Independen sebagai sumber Long-Term Debt (X1) dana perusahaan /Total Assets untuk membiayai Leverage aset perusahaan. Diproksikan Menggunakan dengan reputasi variabel dummy: auditor. Auditor satu untuk Independen Big Four perusahaan yang (X2) menghasilkan diaudit KAP Big audit yang lebih Four dan nol jika Kualitas berkualitas diaudit oleh KAP Audit dibandingkan Non-Big Four auditor Non-Big Four Selisih Revenue Growth – Independen pertumbuhan Employee Growth (X3) pendapatan dengan Employee pertumbuhan Diff jumlah karyawan Sumber: diolah dari berbagai referensi pendukung penelitian
Rasio
Rezaee (2002); Ujiyantho dan Pramuka (2007)
Rasio
Spathis (2002)
Nominal
Agnes (2001); Brazel et al., (2009)
Rasio
Brazel et al., (2009); Dechow et al., (2010)
81
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan sektor manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Sampel diambil dengan menggunakan metode purposive sampling. Berdasarkan kriteria sampel, diperoleh sampel penelitian sebanyak 23 perusahaan per tahun yang digunakan untuk periode tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 sehingga total keseluruhan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 115 perusahaan. Selengkapnya mengenai rincian sampel penelitian dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut ini. Tabel 4.1 Rincian Sampel Penelitian Kriteria
Jumlah
Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2011
134
Perusahaan manufaktur yang baru listing tahun 2007
(15)
Perusahaan yang tidak menerbitkan laporan keuangan, laporan
(8)
keuangan tidak dalam rupiah dan periode laporan keuangan tidak berakhir pada 31 Desember selama periode tahun 2007-2011 Perusahaan dengan data tidak lengkap (tidak ada laporan auditor independen,
tidak
mencantumkan
jumlah
(88)
karyawan,
mencantumkan jumlah karyawan tetapi tidak diaudit dan jumlah karyawan rata-rata selama periode tahun 2007-2011) Jumlah sampel penelitian dalam setahun
23
Total keseluruhan sampel selama 5 tahun (23 x 5)
115
Sumber : Data sekunder diolah
82
Adapun nama perusahaan yang dijadikan sampel dalam penelitian ini selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.2 sebagai berikut. Tabel 4.2 Daftar Nama Perusahaan No
Nama Perusahaan
Kode
1
Asahimas Flat Glass, Tbk
AMFG
2
Fajar Surya Wisesa, Tbk
FASW
3
Jakarta Kyoei Steel Works, Tbk
JKSW
4
Lion Metal Works, Tbk
LION
5
Lionmesh Prima, Tbk
LMSH
6
Semen Indonesia (Persero), Tbk
SMGR
7
Suparma, Tbk
SPMA
8
Indo Kordsa, Tbk
BRAM
9
Eratex Djaja, Tbk
ERTX
10
Gajah Tunggal, Tbk
GJTL
11
KMI Wire and Cable, Tbk
KBLI
12
Multi Prima Sejahtera, Tbk
LPIN
13
Prima Alloy Steel Universal, Tbk
PRAS
14
Supreme Cable Manufacturing Corporation, Tbk
SCCO
15
Akasha Wira International, Tbk
ADES
16
Darya-Varia Laboratoria, Tbk
DVLA
17
Gudang Garam, Tbk
GGRM
18
Indofarma, Tbk
INAF
19
Langgeng Makmur Industri, Tbk
LMPI
20
Merck, Tbk
MERK
21
Multi Bintang Indonesia, Tbk
MLBI
22
Siantar Top, Tbk
STTP
23
Mandom Indonesia, Tbk
TCID
Sumber : Data sekunder diolah
83
B. Analisis dan Pembahasan 1. Statistik Deskriptif Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, maksimum dan minimum dari masing-masing variabel (Ghozali, 2011:19). Mean digunakan untuk mengetahui besar rata-rata data yang bersangkutan. Standar deviasi digunakan untuk mengetahui seberapa besar data yang bersangkutan bervariasi dari rata-rata. Nilai maksimum digunakan untuk mengetahui nilai terbesar dari data yang bersangkutan. Nilai minimum digunakan untuk mengetahui nilai terkecil dari data yang bersangkutan. Variabel yang digunakan meliputi variabel independen yaitu leverage (LEV), kualitas audit (AUD_QUA), dan employee diff (EMP_DIFF), dengan variabel dependen yaitu kecurangan laporan keuangan keuangan yang diproksikan dengan discertionary accruals (DA). Hasil pengujian statistik deskriptif atas ketiga variabel independen dan satu variabel dependen dapat dilihat dalam tabel 4.3 berikut ini. Tabel 4.3 Hasil Statistik Deskriptif Descriptive Statistics
N
Minimum
DA 115 -2.27 LEV 115 .07 AUD_QUA 115 .00 EMP_DIFF 115 -2.85 Valid N 115 (listwise) Sumber : Data sekunder diolah
Maximum
.69 2.79 1.00 2.37
Mean
-.8651 .5759 .4870 .1123
Std. Deviation
.56967 .55477 .50202 .43012
84
Tabel 4.3 di atas menunjukkan bahwa jumlah data (valid N) yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah 115 sampel data yang diambil dari laporan keuangan publikasi perusahaan sektor manufaktur yang tercatat di BEI tahun 2007-2011. Hal ini berarti semua data sampel dapat diolah dan tidak terdapat data yang hilang. Variabel dependen yaitu pendeteksian kecurangan laporan keuangan dengan alat ukur discretionary accruals (DA). Karena manajer dapat menggunakan fleksibilitas dalam standar akuntansi dalam menyusun laporan keuangannya dan seringkali fleksibilitas ini digunakan untuk kepentingan manajer. Hasil statistik deskriptif di atas data variabel dependen kecurangan laporan keuangan yang diproksikan dengan discretionary accruals (DA) memperlihatkan nilai rata-rata (mean) discretionary accruals (DA) dari perusahaan yang diteliti sebesar -0,8651. Dengan nilai discretionary accruals tertinggi sebesar 0,69 diperoleh PT KMI Wire and Cable Tbk., pada tahun 2009. Sedangkan nilai discretionary accruals terendah sebesar -2,27 diperoleh PT KMI Wire and Cable Tbk., pada tahun 2011. Nilai rata-rata DA sebesar -0,8651 menunjukkan bahwa rata-rata perusahaan yang menjadi sampel dalam penelitian ini melakukan discretionary accruals dalam bentuk penurunan laba (income decreasing). Hal tersebut terjadi karena manajer memiliki motivasi untuk menghindari regulasi tertentu atau untuk menghindari pajak. Nilai standar deviasi DA adalah sebesar 0,56967. Hal ini berarti bahwa sebesar 0,56967 data bervariasi dari rata-rata.
85
Variabel
independen
leverage
(LEV)
dihitung
dengan
membandingkan total utang dan total asset. Data rasio leverage memperlihatkan bahwa rata-rata (mean) leverage pada perusahaan yang diteliti sebesar 0,5759 (58%) hal ini menunjukkan bahwa rata-rata perusahaan yang diteliti memiliki rasio total utang yang cukup besar yaitu di atas 50% dalam struktur modal perusahaan. Nilai leverage tertinggi (maksimum) sebesar 2,79 (279%) diperoleh PT Eratex Djaja, Tbk pada tahun 2010 dan nilai leverage terendah (minimum) sebesar 0,07 (7%) yang diperoleh PT Mandom Indonesia, Tbk pada tahun 2007. Nilai standar deviasi adalah sebesar 0,55477. Variabel independen kualitas audit (AUD_QUA) dalam penelitian ini diukur menggunakan variabel dummy, yaitu nilai satu untuk perusahaan yang diaudit oleh KAP Big Four dan nilai nol untuk perusahaan yang diaudit oleh KAP Non-Big Four. Data kualitas audit (AUD_QUA) memperlihatkan nilai rata-rata sebesar 0,4870 dengan nilai kualitas audit tertinggi sebesar 1 dan terendah sebesar 0. Nilai standar deviasi untuk data kualitas audit (AUD_QUA) adalah sebesar 0,50202. Dari hasil statistik deskriptif variabel kualitas audit dapat disimpulkan bahwa secara rata-rata perusahaan yang diaudit oleh KAP Big Four dan afiliasinya sebanyak 48% dan sisanya sebanyak 52% perusahaan yang diteliti diaudit oleh KAP Non Big Four. Variabel independen employee diff (EMP_DIFF) memperlihatkan rata-rata (mean) 0,1123 atau 11% hal ini disebabkan meskipun jumlah
86
perusahaan dengan employee diff negatif lebih sedikit daripada perusahaan dengan employee diff positif, namun perusahaan dengan nilai employee diff negatif memiliki rata-rata yang cukup besar. Nilai employee diff tertinggi (maksimum) sebesar 2,37 atau 237% diperoleh PT Semen Indonesia (Persero) pada tahun 2010. Hal ini disebabkan pada tahun 2010 PT Semen Indonesia (Persero) mengalami peningkatan pendapatan yang sangat besar yaitu sebesar 2,30 atau 230% dari tahun sebelumnya, sedangkan jumlah karyawan mengalami penurunan sebesar 0,07 atau 7% dari tahun sebelumnya, sehingga nilai employee diff PT Semen Indonesia (Persero) Tbk menjadi sangat besar. Nilai employee diff terendah (minimum) sebesar -2,85 atau (285%) diperoleh PT Akasha Wira International Tbk pada tahun 2011. Hal ini disebabkan karena pada tahun 2011 PT Akasha Wira Internasional Tbk mengalami peningkatan yang sangat besar pada jumlah karyawan yaitu sebesar 3,22 atau 322% dari tahun sebelumnya, sedangkan pendapatan PT Akhasa Wira Internasional Tbk pada tahun 2011 meningkat hanya sebesar 0,37 atau 37% sehingga nilai employee diff PT Akhasa Wira Internasional Tbk pada tahun 2011 menjadi negatif. Nilai standar deviasi untuk data employee diff adalah sebesar 0,43012.
87
2. Uji Asumsi Klasik Sebelum melakukan interpretasi terhadap hasil regresi, terlebih dahulu dilakukan pengujian terhadap asumsi-asumsi klasik agar hasil tersebut layak digunakan. Pengujian ini diperlukan agar model regresi menjadi suatu model yang lebih representatif. Analisis data uji asumsi klasik dalam penelitian ini antara lain melalui uji normalitas, multikolinearitas, autokorelasi dan heteroskedastisitas. a. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Untuk menguji apakah residual berdistribusi normal atau tidak terdapat dua cara yaitu dengan analisis grafik dan uji statistik. 1) Analisis Grafik Uji normalitas dengan analisis grafik dilakukan dengan metode grafik histogram dan Probability Plot (P-Plot). Selengkapnya mengenai hasil uji normalitas penelitian ini dapat dilihat pada gambar 4.1 dan 4.2 pada halaman berikutnya.
88
Gambar 4.1 Hasil Uji Normalitas : Grafik Histogram
Sumber : Data sekunder diolah
Gambar 4.2 Hasil uji Normalitas : Grafik Normal Probability Plot
Sumber : Data sekunder diolah
89
Dengan melihat tampilan pada grafik histogram dalam gambar 4.1 memberikan pola distribusi yang mendekati normal, sedangkan pada gambar 4.2, grafik normal probability plot menunjukkan titiktitik menyebar disekitar garis diagonal dan penyebarannya mengikuti arah garis diagonal. Maka dapat disimpulkan bahwa model regresi dalam penelitian ini telah memenuhi asumsi normalitas. 2) Analisis Statistik Uji normalitas dengan grafik dapat menyesatkan kalau tidak hati-hati secara visual kelihatan normal, padahal secara statistik bisa sebaliknya (Ghozali, 2011:163). Oleh karena itu, dalam penelitian ini digunakan uji statistik dengan uji statistik nonparametrik Kolmogorov-Smirnov (K-S). Hasil uji statistik dengan uji Kolmogorov-Smirnov (K-S) menunjukkan nilai 0,558 dengan signifikansi 0,914. Hal ini menunjukkan bahwa model regresi memenuhi asumsi normalitas karena tingkat signifikansinya melebihi 0,05. Hasil pengujian normalitas data dengan uji Kolmogorov-Smirnov dapat dilihat pada tabel 4.4 pada halaman berikutnya.
90
Tabel 4.4 Hasil Uji Normalitas : Nilai Kolmogorov-Smirnov One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual N
115
Normal Parametersa,b
Most
Extreme
Differences
Mean Std. Deviation
0E-7 .51227150
Absolute
.052
Positive
.052
Negative
-.050
Kolmogorov-Smirnov Z
.558
Asymp. Sig. (2-tailed)
.914
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. Sumber : Data sekunder diolah b. Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen. Multikolinearitas dapat dilihat dari perhitungan nilai tolerance serta Variance Inflation Factor (VIF). Suatu model regresi disimpulkan tidak ada masalah multikolinearitas adalah apabila memiliki nilai tolerance lebih besar dari 0,10 dan nilai variance inflation factor (VIF) lebih kecil dari 10 (Ghozali, 2011:106). Selengkapnya hasil pengujian asumsi klasik multikolinearitas dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut ini.
91
Tabel 4.5 Uji Multikolinearitas Coefficientsa Model
Collinearity Statistics Tolerance
1
VIF
(Constant) LEV
.873
1.146
AUD_QUA
.868
1.152
EMP_DIFF
.984
1.016
Dependent Variable: DA Sumber : Data sekunder diolah Berdasarkan tabel 4.5 di atas menunjukkan bahwa semua variabel independen memiliki nilai tolerance lebih besar dari 0,10 yang berarti tidak ada korelasi antar variabel independen yang nilainya lebih dari 95%. Hasil perhitungan nilai Variance Inflation Factor (VIF) juga menunjukkan hal yang sama yaitu semua variabel independen memiliki nilai VIF lebih kecil dari 10. Maka dapat disimpulkan bahwa model regresi dalam penelitian ini telah terbebas dari masalah multikolinearitas. c. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi (Ghozali, 2011:110).
92
Pada penelitian ini, uji autokorelasi diuji dengan uji DurbinWatson (D-W test). Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode tertentu dengan periode sebelumnya. Model regresi yang baik adalah model regresi yang terbebas dari masalah autokorelasi. Selengkapnya mengenai hasil uji autokorelasi penelitian dapat dilihat pada tabel 4.6 berikut ini. Tabel 4.6 Uji Autokorelasi Model Summaryb Model
Change Statistics R Square Change
1
F Change
.191
8.756
df1
df2 3
111
Sig. F
Durbin-Watson
Change .000
1.920
a. Predictors: (Constant), EMP_DIFF, LEV, AUD_QUA b. Dependent Variable: DA Sumber: data sekunder diolah Dari tabel 4.6 di atas menunjukkan nilai D-W sebesar 1,920. Selanjutnya nilai ini akan dibandingkan dengan nilai tabel dengan tingkat signifikansi 5%, jumlah sampel 115 (n=115), dan variabel independen 3 (k=3). Maka dari tabel Durbin Watson didapatkan nilai batas bawah (dl) adalah sebesar 1,693 dan batas atas (du) adalah sebesar 1,774. Oleh karena nilai D-W 1,920 lebih besar dari batas atas (du) 1,774 dan kurang dari 4 – 1,774 (4 – du), maka dapat disimpulkan tidak terdapat masalah autokorelasi positif atau negatif (du < d < 4 – du) 93
(lihat tabel 3.1 pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi) atau dengan kata lain tidak terdapat autokorelasi. Untuk memperkuat hasil penelitian ini maka digunakan uji run test, di mana gangguan autokorelasi terjadi jika signifikansi di bawah 0,05. Berikut adalah hasil pengujian autokorelasi dengan menggunakan run test. Tabel 4.7 Uji Autokorelasi-Run Test Runs Test Unstandardized Residual Test Valuea
-.03247
Cases < Test Value
57
Cases >= Test Value
58
Total Cases Number of Runs Z
115 52 -1.217
Asymp. Sig. (2-tailed)
.224
a. Median Sumber: Data sekunder diolah Dari hasil pengujian yang diperoleh dari tabel 4.7 menunjukkan nilai test adalah sebesar -0,03247 dengan probabilitas 0,224 yang berarti di atas signifikansi 0,05 (0,224 > 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa nilai residual acak atau random, sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini tidak terjadi autokorelasi antar nilai residual.
94
d. Uji Heteroskedastisitas Uji heterokedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Model regresi yang baik adalah model regresi yang terbebas dari masalah heteroskedastisitas. Untuk menguji asumsi heteroskedastisitas dapat menggunakan grafik scatterplot. Hasil uji heteroskedastisitas
dengan
menggunakan
grafik
scatterplot
ditunjukkan pada gambar 4.3 berikut ini. Gambar 4.3 Uji Heteroskedastisitas – Grafik Scatterplot
Sumber : Data sekunder diolah Gambar uji scatterplot di atas menunjukkan bahwa data sampel tersebar secara acak dan tidak membentuk suatu pola tertentu. Data tersebar baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y.
95
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam model regresi tidak terjadi masalah heteroskedastisitas. Sehingga model regresi layak dipakai untuk kemudian dilanjutkan ke pengujian hipotesis. 3. Uji Koefisien Determinasi (R2) Uji koefisien determinasi (R2) pada intinya adalah untuk mengetahui seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi (R2) adalah antara 0 (nol) dan 1 (satu). Nilai koefisien determinasi (R2) yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen (Ghozali, 2011:97). Pada model regresi berganda penggunaan nilai Adjusted R2 lebih baik dibandingkan dengan hanya melihat pada nilai koefisien determinasi (R2) untuk mengetahui seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Hal ini disebabkan penggunaan koefisien determinasi (R2) memiliki kelemahan mendasar yaitu bias terhadap jumlah variabel independen yang dimasukkan ke dalam model. Selengkapnya mengenai hasil uji koefisien determinasi dapat dilihat pada tabel 4.8 pada halaman berikutnya.
96
Tabel 4.8 Hasil Uji Koefisien Determinasi Model Summaryb Model
1
R
.437a
R Square
.191
Adjusted R
Std. Error of
Square
the Estimate
.170
.51915
a. Predictors: (Constant), EMP_DIFF, LEV, AUD_QUA b. Dependent Variable: DA Sumber: data sekunder diolah Dari tabel 4.8 di atas menunjukkan bahwa nilai Adjusted R2 sebesar 0,170 berarti bahwa hanya sebesar 17% variasi variabel dependen yaitu kecurangan laporan keuangan (financial statement fraud) dengan alat ukur discretionary accruals yang dapat dijelaskan oleh variabel independen leverage (LEV), kualitas audit (AUD_QUA) dan employee diff (EMP_DIFF) dalam penelitian ini. Hal ini menandakan masih rendah atau lemahnya kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen, sedangkan sisanya yaitu sebesar 83% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam penelitian ini. Faktor-faktor lain yang dapat digunakan untuk mendeteksi kecurangan
laporan
keuangan
diantaranya
adalah
mekanisme
Corporate Governance (CG). Corporate Governance merupakan salah satu elemen kunci dalam meningkatkan efisiensi ekonomis, yang meliputi serangkaian hubungan antara manajemen perusahaan, dewan komisaris, para pemegang saham dan stakeholder lainnya (Ujiyanto
97
dan Pramuka, 2007:2). Corporate Governance (CG) diukur dengan proporsi dewan komisaris independen, dan kepemilikan manajerial. Proporsi dewan komisaris independen yang meningkat berarti, meningkatkan pengawasan atas informasi keuangan dan nonkeuangan serta mengurangi peluang untuk melakukan kecurangan laporan keuangan (Beasly, 1996; Delloite LLP, 2004; Dechow, Sloan dan Sweeney, 1996 dalam Brazel et al., 2009:1153). Hal yang serupa juga diungkapkan oleh Cornett et al., (2006) dalam Ujiyantho dan Pramuka (2007:7)
bahwa
meningkatkan
anggota tindakan
dewan
komisaris
pengawasan,
independen
sehingga
dapat
mengurangi
penggunaan discretionary accruals. Kepemilikan manajerial berarti manajer juga sebagai pemegang saham. Hal ini dilakukan untuk meminimumkan konflik kepentingan antara manajer dan pemilik (pemegang saham). Dengan memperbesar kepemilikan
saham
perusahaan
oleh
manajemen
(managerial
ownership) diharapkan dapat menyelaraskan (alignment) kepentingan manajer (agent) dan pemilik (principal) dengan demikian dapat mengurangi tindakan manipulasi (kecurangan laporan keuangan) oleh manajer (Ujiyantho dan Pramuka, 2007:2). Komponen lainnya yang dapat digunakan mendeteksi kecurangan laporan keuangan adalah umur perusahaan (age of the firm). Variabel ini diukur berdasarkan lamanya perusahaan tersebut terdaftar di pasar modal (listing di pasar modal). Hal ini didasarkan pada kenyataan
98
bahwa perusahaan yang melakukan kecurangan (fraud firm) cenderung merupakan perusahaan dengan umur yang muda (baru listing di pasar modal). Perusahaan dengan umur yang muda memilki incentive yang lebih besar untuk melakukan kecurangan laporan keuangan karena akan melakukan penawaran saham ke publik/IPO (initial public offering) atau penerbitan saham baru (Beneish, 1997 dalam Brazel et al., 2009:1153). Kinerja saham (stock performance) dapat juga digunakan untuk mendeteksi kecurangan laporan keuangan. Kinerja saham yang tinggi berarti ekspektasi pertumbuhan perusahaan oleh investor juga tinggi (optimistic) dan kompensasi yang lebih tinggi bagi manajer. Oleh karena tidak ingin mengecewakan investor dan kehilangan kompensasi yang lebih tinggi, manajer memiliki incentive (dorongan) untuk melakukan kecurangan laporan keuangan agar kinerja sahamnya tetap tinggi (Dechow et al., 2010:6). Kinerja saham dapat dilihat dari rasio market value of equity, book to market dan earning to price (Brazel et al., 2009:1151). Rasio market value of equity, book to marrket dan earning to price sangat tinggi dan tidak normal untuk perusahaan yang melakukan kecurangan laporan keuangan (Brazel et al., 2009:1153 dan Dechow et al., 2010:25).
99
4. Uji Hipotesis Uji hipotesis dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kecurangan laporan keuangan (financial statement fraud), sedangkan variabel independen dalam penelitian ini adalah leverage, kualitas audit dan employee diff. Dalam penelitian ini, pengujian hipotesis dilakukan dengan uji signifikansi simultan (uji statistik F) dan uji signifikansi parameter individual (uji statistik t). a.
Uji Signifikasi Simultan (Uji Statistik F) Uji statistik F pada dasarnya digunakan untuk mengetahui apakah semua variabel independen/bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai
pengaruh
secara
bersama-sama
terhadap
variabel
dependen/terikat (Ghozali, 2011:98). Uji statistik F dalam penelitian ini dilakukan dengan melihat nilai signifikansi (sig) pada uji ANOVA. Selengkapnya mengenai hasil uji statistik F penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.9 pada halaman berikutnya.
100
Tabel 4.9 Hasil Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F) ANOVAa Model Sum of df Mean F Sig. Squares Square Regression 7.080 3 2.360 8.756 .000b 1 Residual 29.916 111 .270 Total 36.996 114 a. Dependent Variable: DA b. Predictors: (Constant), EMP_DIFF, LEV, AUD_QUA Sumber: data sekunder diolah Dari tabel 4.9 di atas menunjukkan nilai F hitung sebesar 8,756 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000. Hal ini menandakan bahwa model regresi dapat digunakan untuk memprediksi kecurangan laporan keuangan karena nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 (sig < 5%). Maka dapat disimpulkan Ha4 diterima yang menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara leverage, kualitas audit dan employee diff dan berpengaruh secara bersama-sama atau simultan terhadap kecurangan laporan keuangan, sehingga dapat digunakan untuk mendeteksi kecurangan laporan keuangan. b. Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t) Dari hasil pengujian terhadap asumsi klasik, diperoleh model tersebut telah memenuhi asumsi normalitas, multikolinearitas, autokorelasi dan heteroskedastisitas. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menguji model persamaan regresi secara parsial terhadap masing-masing variabel bebas. Uji statistik t bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh variabel independen secara
101
individual (parsial), yaitu leverage (LEV), kualitas audit (AUD_QUA) dan employee diff (EMP_DIFF), dalam menerangkan variabel dependen yaitu kecurangan laporan keuangan (DA). Signifikansi model regresi pada penelitian ini diuji dengan melihat nilai sig yang terdapat pada tabel 4.10. selengkapnya mengenai hasil uji statistik t hasil penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.10 berikut ini. Tabel 4.10 Hasil Uji Statistik t Model
Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
B (Constant)
Std. Error
-.771
.099
.151
.094
AUD_QUA
-.303
EMP_DIFF
-.298
LEV
t
Sig.
Beta -7.769
.000
1.606
.111
.104
-.267 -2.919
.004
.114
-.225 -2.617
.010
.147
1
a. Dependent Variable: DA sumber: data sekunder diolah Berdasarkan hasil uji statistik t pada tabel 4.10 di atas, maka diperoleh persamaan regresi sebagai berikut: DA = - 0,771 + 0,151 LEV – 0,303 AUD_QUA – 0,298 EMP_DIFF + ε Dari persamaan regresi di atas, diketahui bahwa konstanta sebesar -0,771 menyatakan bahwa apabila variabel independen yang terdiri dari leverage (LEV), kualitas audit (AUD_QUA) dan employee diff (EMP_DIFF) dianggap konstan, maka rata-rata kecurangan laporan keuangan (financial statement fraud) (DA) sebesar -0,771. 102
Variabel leverage (LEV) memiliki koefisien regresi dengan arah positif, sedangkan variabel kualitas audit (AUD_QUA) dan employee diff (EMP_DIFF) dengan arah negatif. Hal ini berarti bahwa perusahaan dengan tingkat leverage (LEV) yang tinggi menyebabkan kecurangan laporan keuangan (DA) perusahaan tinggi. Sedangkan perusahaan dengan audit quality (AUD_QUA) dan employee diff (EMP_DIFF) yang tinggi akan menyebabkan kecurangan laporan keuangan (DA) perusahaan rendah. Hasil pengujian signifikansi variabel indepeden secara parsial selengkapnya pada pembahasan berikut ini: 1) Leverage sebagai variabel untuk mendeteksi kecurangan laporan keuangan. Ha1 : Leverage memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Kecurangan Laporan Keuangan. Pengujian hipotesis mengenai penggunaan leverage dalam mendeteksi kecurangan laporan keuangan (financial statement fraud) memperlihatkan koefisien regresi sebesar 0,151 dan nilai t hitung sebesar 1,606 dengan nilai signifikansi sebesar 0,111 yang berada di atas 0,05. Hal ini berarti bahwa leverage tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kecurangan laporan keuangan (financial statement fraud). Dengan demikian hipotesis alternatif satu yang menyatakan bahwa leverage memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kecurangan laporan keuangan, ditolak.
103
Sehingga penggunaan leverage untuk mendeteksi
kecurangan
laporan keuangan tidak efektif. Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Spathis (2002:186) yang menyatakan bahwa leverage secara signifikan memiliki pengaruh positif terhadap kecurangan laporan keuangan. Hasil ini juga berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Agnes (2001:98) yang menyatakan bahwa leverage berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Namun, temuan ini didukung oleh hasil penelitian Skousen dan Wright (2006:33) yang membuktikan bahwa leverage tidak mempengaruhi kecurangan laporan keuangan, dimana besar kecilnya tingkat leverage tidak akan mempengaruhi kecurangan laporan keuangan. Penelitian Skousen dan Wright (2006:33) menemukan bahwa rata-rata tingkat leverage perusahaan yang melakukan kecurangan laporan keuangan (fraud firm) tidak berbeda secara signifikan dibandingkan dengan perusahaan yang tidak melakukan kecurangan (no fraud firms). Yaitu sebesar 0,21 (fraud firms) dan sebesar 0,20 (no fraud firms). Selain itu, temuan ini didukung oleh Dechow et al., (2010:61) yang menyatakan bahwa leverage tidak berpengaruh terhadap kecurangan laporan keuangan, dimana rata-rata tingkat leverage perusahaan pada saat kecurangan laporan keuangan terjadi, tidak berbeda secara signifikan dengan tahun sebelumnya yaitu sebesar 0,189 pada saat
104
kecurangan laporan keuangan terjadi dan sebesar 0,181 pada tahun sebelumnya. Perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi akibat besarnya total utang terhadap total asset menghadapi risiko default yang tinggi yaitu perusahaan terancam tidak mampu memenuhi kewajibannya. Tindakan kecurangan laporan keuangan untuk mendorong kinerja keuangan tidak dapat dijadikan sebagai mekanisme untuk menghindari default tersebut. Pemenuhan kewajiban harus tetap dilakukan dan tidak dapat dihindari dengan memindahkan laba yang akan datang menjadi laba sekarang (income increasing) melalui kebijakan akrual (discretionary accruals) (Robert dan Gagaring, 2011:50). Selain menghadapi risiko default, perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi juga menghadapi risiko pelanggaran perjanjian utang (debt covenant) yaitu berupa syarat-syarat yang harus dipenuhi seperti kesediaan debitur untuk mempertahankan rasio-rasio akuntansi seperti debt to equity, rasio modal kerja minimum, serta batasan-batasan lain yang umumnya dikaitkan dengan data akuntansi keuangan. Jika perjanjian utang ini dilanggar, maka perusahaan akan mendapatkan sanksi. Hasil penelitian ini adalah leverage tidak berpengaruh signifikan terhadap kecurangan laporan keuangan. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan tidak melakukan kecurangan laporan keuangan
105
untuk mempertahankan rasio-rasio keuangan agar tetap bagus, sehingga terhindar dari pelanggaran perjanjian utang. Hal ini dikarenakan ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi keamanan perjanjian utang seperti kredibilitas perusahaan, jaminan yang diberikan dan ketepatan waktu membayar angsuran (Zhou dan Elder, 2004:20). Dari hasil ini disimpulkan bahwa tingkat leverage yang tinggi belum tentu menjadi dorongan/insentif bagi manajer untuk melakukan kecurangan laporan keuangan walaupun menghadapi risiko default dan menghadapi pelanggaran perjanjian utang. Karena, ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi penilaian kreditur atas kondisi debitur selain berdasarkan pada angka-angka dalam laporan keuangan. 2) Kualitas audit sebagai variabel untuk mendeteksi kecurangan laporan keuangan. Ha2: Kualitas Audit memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Kecurangan Laporan Keuangan. Pengujian hipotesis mengenai penggunaan variabel kualitas audit (AUD_QUA) dalam mendeteksi kecurangan laporan keuangan (financial statement fraud) (DA) memperlihatkan koefisien regresi sebesar -0,303 dan nilai t hitung sebesar -2,919 dengan nilai signifikansi sebesar 0,004 yang berada di bawah 0,05. Hal ini berarti bahwa kualitas audit (AUD_QUA) memiliki
106
pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap kecurangan laporan keuangan (financial statement fraud). Dengan demikian hipotesis alternatif dua yang menyatakan bahwa kualitas audit memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kecurangan laporan keuangan diterima. Sehingga penggunaan kualitas audit untuk mendeteksi kecurangan laporan keuangan adalah efektif. Dari hasil penelitian tersebut dapat diartikan bahwa semakin tinggi kualitas audit (menggunakan auditor Big Four) maka akan semakin mengurangi probabilitas perusahaan untuk melakukan kecurangan laporan keuangan. Hal ini karena auditor Big Four memiliki pengetahuan, pengalaman teknis, kapasitas dan reputasi yang lebih superior dibandingkan auditor Non-Big Four. Hasil ini sesuai dengan penelitian Becker et al., (1998) dalam Krishnan (2002);
M.
Dahlan
(2009)
dan
Herusetya
(2012)
yang
membuktikan bahwa terdapat pengaruh negatif dan signifikan antara kualitas audit dengan manajemen laba. Auditor Big Four memiliki toleransi yang lebih rendah terhadap praktik manajemen laba auditee dibandingkan auditor Non-Big Four. Auditor Big Four dapat membatasi praktik akuntansi agresif dan perilaku oportunistik dari manajer dalam melaporkan jumlah akrual. Hal
ini
disebabkan
auditor
Big
Four
memiliki
insentif/dorongan yang lebih besar untuk menjaga reputasi mereka dengan menyediakan jasa audit yang berkualitas dibandingkan
107
auditor Non-Big Four (Krishnan, 2002:5). Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Piot dan Janin (2005:19) yang menemukan pengaruh tidak signifikan antara auditor Big Five dengan manajemen laba. Alasannya adalah perbedaan lokasi penelitian dimana penelitian Piot dan Janin (2005) dilakukan di Perancis. Penegakkan hukum yang lemah di Perancis menyebabkan risiko litigasi auditor rendah, sehingga auditor Big Five tidak lebih konservatif dibandingkan auditor NonBig Five (Piot dan Janin, 2005:19). Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa auditor Big Four memberikan jasa audit yang lebih berkualitas, karena memiliki pengetahuan, pengalaman teknis, kapasitas dan reputasi yang lebih superior dibandingkan KAP Non-Big Four. Dengan demikian, auditor Big Four dapat mendeteksi secara lebih dini manajemen laba dan menjadikannya peringatan/red flag sebelum berubah menjadi skandal keuangan yang besar.
108
3) Employee Diff sebagai variabel untuk mendeteksi kecurangan laporan keuangan Ha3: Employee Diff memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Kecurangan Laporan Keuangan. Pengujian hipotesis mengenai penggunaan variabel employee diff
dalam
mendeteksi
kecurangan
laporan
keuangan
memperlihatkan koefisien regresi sebesar -0,298 dan nilai t hitung sebesar -2,617 dengan signifikansi 0,010 yang berada di bawah 0,05. Hal ini berarti bahwa (EMP_DIFF) memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap kecurangan laporan keuangan (financial statement fraud). Dengan demikian hipotesis alternatif tiga yang menyatakan bahwa employee diff memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kecurangan laporan keuangan diterima. Sehingga penggunaan employee diff untuk mendeteksi kecurangan laporan keuangan adalah efektif. Dari hasil penelitian tersebut dapat diartikan bahwa semakin tinggi nilai employee diff, maka semakin rendah probabilitas perusahaan melakukan kecurangan laporan keuangan. Employee diff adalah variabel yang digunakan untuk mengetahui pola antara ukuran keuangan (pertumbuhan pendapatan) dengan ukuran nonkeuangan (jumlah karyawan). Dalam ilmu ekonomi, tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi, dalam fungsi produksi,
penambahan
dalam
input
(tenaga
kerja)
akan
109
meningkatkan output (hasil produksi) (Dechow et al., 2010:22). Investasi dalam tenaga kerja dan peralatan akan meningkatkan penjualan di masa depan dan profitabilitas. Oleh karena itu, diketahui bahwa terdapat hubungan antara tenaga kerja dan profitabilitas. Namun, karakteristik dari investasi dalam tenaga kerja mengharuskan perusahaan untuk membebankan biaya tenaga kerja ketika terjadinya, sehingga seringkali digunakan oleh manajer untuk menutupi kinerja keuangan perusahaan yang menurun untuk menaikkan laba bersih (Dechow et al., 2010:23). Walaupun perusahaan dapat melakukan hal tersebut, tetapi hasilnya tidak akan sesuai dengan peningkatan dalam pendapatan (Brazel et al., 2009:1141). Hal ini menandakan bahwa perusahaan tersebut telah melakukan overstated pendapatan, dengan alasan perusahaan melakukan pengurangan beban gaji. Dapat disimpulkan bahwa, semakin besar employee diff, semakin besar perbedaan antara ukuran keuangan dengan ukuran nonkeuangan. Ketidakkonsistenan ini memberikan peringatan/red flag kepada auditor eksternal adanya risiko kecurangan. Hasil penelitian Brazel et al., (2009:1156) membuktikan bahwa nilai employee diff secara signifikan lebih besar untuk perusahaan yang melakukan kecurangan laporan keuangan. Dengan kata lain, semakin besar employee diff maka semakin besar probabilitas melakukan kecurangan laporan keuangan.
110
Namun dalam penelitian ini ditemukan hasil yang berbeda dengan teori yang dikemukakan oleh Brazel et al., (2009:1142) yaitu semakin besar employee diff semakin besar besar probabilitas perusahaan melakukan kecurangan laporan keuangan. Hasil penelitian ini adalah semakin besar employee diff akan mengurangi probabilitas kecurangan laporan keuangan. Tetapi, hasil penelitian ini berhasil membuktikan bahwa antara employee diff dengan kecurangan laporan keuangan terdapat pengaruh yang signifikan. Perbedaan antara hasil penelitian ini dengan teori yang dikemukakan oleh Brazel et al., (2009:1142) adalah karena adanya perbedaan
karakteristik
perusahaan
di
Indonesia
dengan
perusahaan di Amerika Serikat, lokasi penelitian Brazel et al., (2009). Dimana karakteristik perusahaan di Indonesia cenderung melaporkan pendapatan mereka terlihat kecil untuk menghindari pajak, hal ini diketahui dari hasil penelitian yang memperlihatkan rata-rata perusahaan sampel memiliki nilai discretionary accruals (DA) yang negatif, hal ini berarti perusahaan melaporkan penurunan laba melalui praktik income decreasing (Murhadi, 2009:17). Tanda signifikansi pada penelitian ini berarti, walaupun tidak sesuai dengan teori tetapi penelitian ini membuktikan bahwa penurunan pendapatan yang dilakukan perusahaan tidak sesuai dengan peningkatan jumlah karyawan (beban gaji) (Brazel et al., 2009:1141) dan (Dechow et al., 2010:23).
111
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penggunaan leverage, kualitas audit dan ukuran nonkeuangan (jumlah karyawan) dalam mendeteksi kecurangan laporan keuangan. Dari empat hipotesis yang diajukan, tiga hipotesis alternatif diterima dan satu hipotesis alternatif ditolak. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan kesimpulan sebagai berikut: 1. Leverage tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kecurangan laporan keuangan, sehingga penggunaan leverage untuk mendeteksi kecurangan laporan keuangan adalah tidak efektif. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Zhou dan Elder (2004) dan Dechow et al., (2010). 2. Kualitas audit memiliki pengaruh yang negatif terhadap kecurangan laporan keuangan. Sehingga penggunaan kualitas audit untuk mendeteksi kecurangan laporan keuangan adalah efektif. Temuan penelitian ini didukung oleh Becker et al., (1998) dalam Krishnan (2002), M. Dahlan (2009) dan Herusetya (2012). 3. Ukuran keuangan dan nonkeuangan (employee diff) memiliki pengaruh yang
negatif
terhadap
kecurangan
laporan
keuangan.
Sehingga
penggunaan ukuran nonkeuangan (jumlah karyawan) untuk mendeteksi kecurangan adalah efektif.
112
4. Leverage, Kualitas Audit, dan Employee Diff berpengaruh secara simultan dan signifikan terhadap kecurangan laporan keuangan. Sehingga penggunaan leverage, Kualitas audit dan Employee diff untuk mendeteksi kecurangan laporan keuangan adalah efektif. B. Implikasi Peneliti mengharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan implikasi bagi ilmu pengetahuan dan beberapa pihak diantaranya yaitu auditor eksternal, investor/kreditur dan regulator, dan akademisi, peneliti serta pembaca. 1. Bagi Ilmu Pengetahuan Dengan adanya hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi pihak-pihak yang berkepentingan seperti auditor eksternal, investor/kreditur, regulator, dan akademisi, peneliti serta pembaca. Selain itu, temuan ini dapat memperkuat serta memperluas penelitian sebelumnya terutama mengenai penggunaan leverage, kualitas audit dan ukuran keuangan dan nonkeuangan (employee diff) dalam mendeteksi kecurangan laporan keuangan. 2. Bagi Auditor Eksternal Dengan adanya hasil penelitian ini, diharapkan auditor dapat mendeteksi kecurangan laporan keuangan lebih awal sebelum berubah menjadi skandal keuangan besar yang merugikan banyak pihak dan dapat menyebabkan kebangkrutan bagi perusahaan yang melakukan kecurangan laporan keuangan. Auditor dapat mempertimbangkan ukuran nonkeuangan klien seperti jumlah karyawan atau jumlah retail/cabang untuk
113
mengembangkan ekspektasi atas kondisi klien dan tidak hanya mengandalkan pada penjelasan manjemen. Sehingga proses audit menjadi lebih efektif dan berkualitas. 3. Bagi Regulator Dengan adanya hasil penelitian ini, diharapkan mengeluarkan peraturan mengenai pengungkapan ukuran nonkeuangan yang lebih banyak di dalam laporan keuangan, sehingga pengguna laporan keuangan dapat langsung membandingkan antara ukuran keuangan dengan nonkeuangan. Hal ini tidak hanya bermanfaat bagi auditor eksternal untuk menilai risiko kecurangan, tetapi juga bagi investor/kreditur untuk memperdalam analisis mereka sebelum mengambil keputusan untuk berinvestasi atau memberikan pinjaman. 4. Investor/Kreditur Investor mengharapkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi atas investasinya, dan kreditur mengharapkan jaminan atas pengembalian dananya. Dengan hasil penelitian ini, diharapkan investor/kreditur dapat melakukan analisis yang mendalam sebelum memutuskan untuk berinvestasi atau memberi pinjaman. Analisis ini sebaiknya tidak sematamata berdasarkan pada rasio keuangan saja, tetapi juga harus dipertimbangkan ukuran-ukuran nonkeuangan perusahaan. Sehingga akan diperoleh keadaan yang jelas mengenai kondisi perusahaan yang akan diberikan dana baik dalam bentuk investasi maupun pinjaman.
114
C. Saran Peneliti menyadari adanya beberapa keterbatasan dalam penelitian ini, maka penulis dapat mengemukakan beberapa saran yang dapat digunakan untuk semua pihak terutama untuk yang akan melakukan penelitian dengan topik ini. Saran bagi penelitian selanjutnya: a. Indikator penelitian dapat diganti dengan proksi yang lain seperti menggunakan F-Score (Dechow et al., 2010:36) sebagai proksi dari kecurangan laporan keuangan, atau dengan menambah variabel lain seperti mekanisme corporate governance yang diukur melalui proporsi dewan komisaris dan kepemilikan manajerial. b. Perlu menganalisis karakteristik perusahaan yang melakukan kecurangan di Indonesia, terutama mengenai karakteristik ukuran keuangan dan nonkeuangan dibandingkan perusahaan yang tidak melakukan kecurangan laporan keuangan. c. Dapat menggunakan jumlah rata-rata pertumbuhan ukuran nonkeuangan yang informasinya terdapat di dalam laporan tahunan perusahaan dan kemudian membandingkannya dengan pertumbuhan pendapatan.
115
DAFTAR PUSTAKA
Agritansia, Putri Paramita dan Mahfud Sholihin, “The Attitudinal and Behavioral Effects of Nonfinancial Measures”, Simposium Nasional Akuntansi 14 Aceh, 2011. American Institute of Certified Public Accountants (AICPA), Statement on Auditing Standards (SAS) No. 99,” Consideration of Fraud in Financial Statement Audit”, New York: AICPA, 2002. Anggraini, Fivi dan Ira Trisnawati, “Pengaruh Earning Management Terhadap Konservatisma Akuntansi”, Jurnal Bisnis dan Akuntansi Vol. 10 No.1, pp. 23-36 April 2008. Anthoni, Robert N dan Vijay Govindarajan, “Management Control Sistem”, Edisi Ke Sebelas, Jilid Dua, Salemba Empat, 2009. Avianti, Ilya, “Mengungkap Praktik Earning Management Di Perusahaan”, Jurnal Bisnis Manajemen dan Ekonomi, Vol. 7, No. 3, Februari 2006. Bapepam, “Keputusan Ketua Bapepam Nomor Kep-06/PM/2000, “Perubahan Peraturan Nomor VIII.G.7 tentang Pedoman Penyajian Laporan Keuangan”, 2000. Boynton, Johnson, dkk, ”Modern Auditing Jilid 1 Edisi 7”, Jakarta: Erlangga, 2008. Brazel, Joseph. F., Keith. L. Jones, dan Mark F. Zimbelman, “Using Nonfinancial Measures to Assess Fraud Risk”, Journal of Accounting Research, Vol. 47, No. 5 pp. 1135-1166, 2009. Carpenter, Tina D, “Audit Team Brainstorming, Fraud Risk Identification, and Fraud Risk Assessment: Implications of SAS No. 99”, The Accounting Review, 82 (5): 1119-1140. 2007. Chow, Chee W. dan Wim A. Van Der Stede, “The Use and Usefulness of Nonfinancial Performance Measures”, Management Accounting Quarterly Spring, Vol. 7, No. 3, 2006. Chris E, Hogan, et al, “Financial Statement Fraud: Insights from the Academic Literature”, American Accounting Association, 2008.
116
Dahlan, Muhammad, “Analisis Hubungan Antara Kualitas Audit Dengan Diskresioneri Akrual Dan Kebebasan Auditor”, Working Paper In Accounting and Finance, Universitas Padjajaran, 2009. Dechow, Patricia M, et al., ”Predicting Material Accounting Misstatements”, Contemporary Accounting Research, 28, pp. 17-82, 2010. Ghozali, Imam, “Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 19”, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 2011. Hamid, Abdul, “Panduan Penulisan Skripsi”, Cetakan I, Grafika Karya Utama, Jakarta, 2007. Herusetya, Antonius, “Pengaruh Ukuran Auditor dan Spesialisasi Auditor Terhadap Kualitas Laba”, Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Vol. 6, No. 1, Juni 2009. Herusetya, Antonius, “Analisis Kualitas Audit Terhadap Manajemen Laba Akuntansi: Studi Pendekatan Composite Measure Versus Conventional Measure”, Disertasi Program Pascasarjana Ilmu Akuntansi Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, 2012. IAI. “Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No.1 (Revisi 2009): Penyajian Laporan Keuangan”, IAI, Jakarta, 2009. IAI. “Standar Audit Seksi 110: Tanggung Jawab dan Fungsi Auditor Independen”, IAI, Jakarta, 2001. IAI. “Standar Audit Seksi 316: Pertimbangan Atas Kecurangan Dalam Audit Laporan Keuangan”, IAI, Jakarta, 2001. Intal, Tiina dan Linh Thuy Do, “Financial Statement Fraud: Recognition of Revenue and the Auditor’s Responsibility for Detecting Financial Statement Fraud”, Thesis Graduate Business School, Goteborg University, 2002. Ittner, C., dan D. Larcker, ”Are Nonfinancial Measures Leading Indicators Of Financial Performance? An Analysis Of Customer Satisfaction”, Journal of Accounting Research 36 (Supplement): 1–35, 1998. Jao, Robert dan Gagaring Pagalung, “Corporate Governance, Ukuran Perusahaan, dan Leverage Terhadap Manajemen Laba Perusahaan Manufaktur Indonesia”, Jurnal Akuntansi dan Auditing, Vol. 8, No.1, November 2011.
117
Jones, Keith L; Gopal V. Krishnan; dan Kevin D. Melendrez, “Do Models Of Discrtionary Accruals Detect Actual Cases Of Fraudulent and Restated Earnings? An Empirical Evaluation”, www.ssrn.com, 2007. Kieso, Donald E, Jerry J. Weygandt dan Terry D. Warfield, “Akuntansi Intermediate”, Edisi Keduabelas, Erlangga, Jakarta, 2008. Koroy, Tri Ramaraya, “Pendeteksian Kecurangan (Fraud) Laporan Keuangan oleh Auditor Eksternal”, Jurnal Akuntansi dan Keuangan vol. 10. No. 1, 22-33, 2008. Krishnan, Gopal V, “Audit Quality and The Pricing Of Discretionary Accruals”, www.ssrn.com, 2002. Meersschaert, Stefaan, “Detection of Fraudulent Financial Reporting”, Faculteit Economie En Berdrijfskunde, 2010. Meizaroh dan Jurica Lucynda, “Pengaruh Corporate Governance dan Kosentrasi Kepemilikan pada Pengungkapan Enterprise Risk Management”, Simposium Nasional Akuntansi 14, Aceh 2011. Mulford, Charles W dan Eugene E. Comiskey, “Deteksi Kecurangan Akuntansi”, Cetakan I, PPM Manajemen, Jakarta, 2010. Murhadi, Werner R, “Good Corporate Governance And Earning Management Practices: An Indonesian Cases”, www.ssrn.com, 2009. Novianty, Suzy, “Skeptisisme Profesional Auditor Dalam Mendeteksi Kecurangan”, Jurnal Akuntansi dan Keuangan vol. 5. No. 1, 102-125, Juni 2008. Pamudji, Sugeng dan Aprillya Trihartati, “Pengaruh Independensi Dan Efektivitas Komite Audit Terhadap Manajemen Laba”, Jurnal Dinamika Akuntansi, Vol. 2, No. 1, pp.21-29, Maret 2010. Piot, Charles dan Remi Janin, “Audit Quality and Earning Management in France”, www.ssrn.com, 2005. Rahman, Fatahul, “Peran Manajemen dan Tanggung Jawab Auditor dalam Mendeteksi Kecurangan Laporan Keuangan”, Jurnal Eksis Vol. 7 No. 2, 1816-2000, 2011. Sam’ani, “Pengaruh Good Corporate Governance dan Leverage Terhadap Kinerja Keuangan Pada Perbankan Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2004-2007”, Tesis Magister Manajemen Universitas Diponegoro Semarang, 2008.
118
Skousen, Christopher J dan Charlotte J. Wright, “Contemporaneous Risk Factors And The Prediction Of Financial Statement Fraud”, www.ssrn.com, 2006. Skousen, Christoper J, et al., “Detecting And Predicting Financial Statement Fraud: The Effectiveness Of The Fraud Triangle And SAS No. 99”, www.ssrn.com, 2009. Spathis, Charalambos T, “Detecting False Financial Statements Using Published Data: Some Evidence From Greece, Managerial Auditing Journal, pp. 179-191, 2002. Supardi, Deddy, “Pengaruh Prosedur Analitis dan Pemahaman Risiko Audit Terhadap Pengembangan Program Audit (Studi pada beberapa KAP di Bandung), Bina Ekonomi Majalah Ilmiah Fakultas Ekonomi Universitas Parahayangan, Vol. 12, No. 1, Januari 2008. Suprajadi, Lusy, “Teori Kecurangan, Fraud Awareness, dan Metodologi untuk Mendeteksi Kecurangan Pelaporan Keuangan”, Bina Ekonomi Majalah llmiah Fakultas Ekonomi Unpar, Volume 13, Nomor 2, Agustus 2009. Tuanakotta, Theodorus M, “Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif Edisi 2”, Jakarta: Salemba Empat, 2012. Ujiyantho, M. Arief dan Bambang Agus Pramuka, “Mekanisme Corporate Governance, Manajemen Laba dan Kinerja Keuangan (Studi Pada Perusahaan Go Publik Sektor Manufaktur)”, Simposium Nasional Akuntansi X Makassar, 2007. Widyaningdyah, Agnes Utari, “Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Earning Management pada Perusahaan Go Public di Indonesia”, Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 3, No. 2, pp. 89-101, 2001. Wilopo, “Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Kecenderungan Kecurangan Akuntansi (Studi pada Perusahaan Terbuka dan BUMN)”, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, 2012. Wirawan, I Gusti Ngurah Arya, “Analisis Model Pengaruh Ukuran Kinerja NonFinansial dan Ukuran Kerja Finansial pada Sektor Industri Perbankan di Indonesia”, Jurnal Ekonomi dan Manajemen, Vol. 5, No. 2, Agustus 2004. Zabihollah, Rezaee, “Financial Statement Fraud: Prevention and Detection”, John Wiley & Sons, 2002.
119
Zhou, J dan Elder R, “Audit Quality And Earning Management by Seasoned Equity Offering Firms”, Asia Pasific Journal of Accounting and Economics Vol. 11, No. 2, 2004. Zimbelman, M.F, “The Effects of SAS No. 82 on Auditors’ Attention to Fraud Risk Factors and Audit Planning Decisions”, Journal of Accounting Research, (Supplement): 75-97, 1997.
120
Lampiran 1: Data Sampel Penelitian 2007
DA
LEV
AUD_QUA EMP_DIFF
AMFG
-1,63
0,26
1
0,27
FASW
-1,38
0,66
1
0,61
JKSW
-0,58
2,34
0
0,06
LION
-0,47
0,21
0
0,34
LMSH
-1,30
0,49
0
0,50
SMGR
-1,22
0,21
1
0,09
SPMA
-1,18
0,55
0
-0,05
BRAM
-1,16
0,30
1
0,08
ERTX
-0,74
1,08
0
0,31
GJTL
-1,00
0,72
1
0,16
KBLI
-1,29
0,63
1
0,12
LPIN
-0,16
0,44
0
0,70
PRAS
-0,52
0,76
0
-0,14
SCCO
-0,75
0,73
0
0,51
ADES
-1,45
0,62
1
0,08
DVLA
-0,36
0,18
1
-0,07
GGRM
-0,54
0,41
1
0,09
INAF
-0,74
0,71
0
0,21
LMPI
-0,78
0,27
1
0,22
MERK
-0,54
0,15
1
0,02
MLBI
-1,51
0,68
1
0,18
STTP
-1,22
0,31
0
0,27
TCID
-1,10
0,07
1
0,09
121
2008
DA
LEV
AUD_QUA
EMP_DIFF
AMFG
-1,70
0,25
1
0,21
FASW
-1,47
0,65
1
0,21
JKSW
-0,68
2,39
0
0,51
LION
-0,46
0,21
0
0,49
LMSH
-0,99
0,39
0
0,41
SMGR
-1,32
0,23
1
0,29
SPMA
-1,22
0,58
0
0,40
BRAM
-1,32
0,29
1
0,11
ERTX
0,28
1,73
0
-0,32
GJTL
-1,08
0,81
1
0,13
KBLI
-1,52
0,66
1
0,30
LPIN
0,10
0,55
0
0,18
PRAS
-0,71
0,79
0
-0,27
SCCO
-0,34
0,68
0
-0,13
ADES
-1,09
0,72
0
0,77
DVLA
-0,67
0,20
1
0,16
GGRM
-0,59
0,36
1
0,06
INAF
-0,26
0,69
0
0,21
LMPI
-0,69
0,30
0
0,20
MERK
-0,69
0,13
1
0,06
MLBI
-2,19
0,63
1
0,35
STTP
-1,07
0,42
0
-0,14
TCID
-1,19
0,10
1
0,20
122
2009
DA
LEV
AUD_QUA
EMP_DIFF
AMFG
-0,75
0,22
1
-0,09
FASW
-1,15
0,57
1
-0,06
JKSW
-0,56
2,52
0
0,04
LION
-0,18
0,16
0
-0,13
LMSH
-0,03
0,45
0
-0,21
SMGR
-0,29
0,20
1
-0,61
SPMA
-1,07
0,52
0
-0,03
BRAM
-1,08
0,17
0
-0,11
ERTX
-0,14
2,62
0
0,03
GJTL
-0,80
0,70
1
0,03
KBLI
0,69
0,53
1
-0,51
LPIN
0,13
0,33
0
0,03
PRAS
-0,52
0,81
0
-0,54
SCCO
-0,01
0,64
0
-0,19
ADES
-1,21
0,62
0
0,13
DVLA
-0,60
0,29
1
0,52
GGRM
-0,65
0,32
1
-0,05
INAF
0,05
0,59
0
-0,25
LMPI
-0,75
0,18
0
0,22
MERK
-0,33
0,18
1
0,15
MLBI
-1,42
0,89
1
0,32
STTP
-1,05
0,26
0
0,37
TCID
-1,02
0,11
1
0,13
123
2010
DA
LEV
AUD_QUA
EMP_DIFF
AMFG
-1,72
0,22
1
0,14
FASW
-1,70
0,60
1
0,10
JKSW
0,08
2,31
0
-0,11
LION
-0,25
0,14
0
0,07
LMSH
-1,30
0,40
0
0,36
SMGR
-1,80
0,22
1
2,37
SPMA
-1,39
0,52
0
-0,01
BRAM
-1,58
0,19
1
0,00
ERTX
-0,18
2,79
0
-0,25
GJTL
-1,01
0,66
1
0,17
KBLI
-1,67
0,51
1
0,49
LPIN
-0,19
0,29
0
-0,13
PRAS
-1,83
0,71
0
0,79
SCCO
-0,91
0,63
0
0,46
ADES
-0,97
0,69
0
0,54
DVLA
-0,47
0,25
1
0,09
GGRM
-0,62
0,31
1
0,09
INAF
-0,31
0,58
0
-0,07
LMPI
-0,79
0,34
0
0,17
MERK
-0,80
0,17
1
0,03
MLBI
-0,97
0,59
1
0,10
STTP
-1,16
0,31
0
0,42
TCID
-0,87
0,09
1
-0,03
124
2011
DA
LEV
AUD_QUA
EMP_DIFF
AMFG
-1,34
0,20
1
0,08
FASW
-1,85
0,63
1
0,17
JKSW
-0,17
2,33
0
-0,22
LION
-0,36
0,17
0
-0,01
LMSH
-0,72
0,42
0
0,21
SMGR
-1,34
0,26
1
0,13
SPMA
-1,33
0,52
0
0,04
BRAM
-1,43
0,28
1
0,19
ERTX
0,65
1,57
0
0,15
GJTL
-0,95
0,62
1
0,14
KBLI
-2,27
0,34
1
0,47
LPIN
-0,05
0,25
0
-0,09
PRAS
-1,20
0,71
0
-0,05
SCCO
-1,30
0,64
0
0,30
ADES
-1,21
0,60
0
-2,85
DVLA
-0,37
0,22
1
0,06
GGRM
-0,46
0,37
1
0,14
INAF
-0,85
0,45
0
-0,05
LMPI
-0,95
0,41
0
0,26
MERK
-0,44
0,15
1
0,13
MLBI
-1,15
0,57
1
0,18
STTP
-1,88
0,48
0
-0,54
TCID
-0,88
0,10
1
0,06
125
Lampiran 2: Hasil Uji Regresi Berganda Variables Entered/Removeda Model
Variables Entered
Variables
Method
Removed EMP_DIFF, 1
LEV,
Enter b
AUD_QUA
a. Dependent Variable: DA b. All requested variables entered.
Model Summaryb Model
R
1
R Square
.437
a
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
.191
.170
Durbin-Watson
.51915
1.920
a. Predictors: (Constant), EMP_DIFF, LEV, AUD_QUA b. Dependent Variable: DA
Model Summaryb Change Statistics R Square Change
F Change
.191
df1
8.756
Durbin-Watson df2
Sig. F Change
3
111
.000
1.920
a
ANOVA Model
Sum of Squares Regression
1
df
Mean Square
7.080
3
2,360
Residual
29.916
111
.270
Total
36.996
114
F
Sig.
8.756
.000
a. Dependent Variable: DA b. Predictors: (Constant), EMP_DIFF, LEV, AUD_QUA
126
b
Coefficientsa Model
Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
B (Constant)
Std. Error
-.771
.099
.151
.094
AUD_QUA
-.303
EMP_DIFF
-.298
LEV
t
Sig.
Beta -7.769
.000
.147
1.606
.111
.104
-.267
-2.919
.004
.114
-.225
-2.617
.010
1
a.
Dependent Variable: DA Coefficientsa Collinearity Statistics
a.
Tolerance
VIF
.873
1.146
.868
1.152
.984
1.016
Dependent Variable: DA
127
Chart
128
129
Runs Test Unstandardized Residual Test Value
a
-.03247
Cases < Test Value
57
Cases >= Test Value
58
Total Cases
115
Number of Runs
52
Z
-1.217
Asymp. Sig. (2-tailed)
.224
a. Median
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual N Normal Parametersa,b
Most Extreme Differences
115 Mean Std. Deviation
0E-7 .51227150
Absolute
.052
Positive
.052
Negative
-.050
Kolmogorov-Smirnov Z
.558
Asymp. Sig. (2-tailed)
.914
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
130