BABI
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG MASALAH
Pada saat ini persaingan di berbagai aspek kehidupan semakin ketat, baik itu persaingan dalam bidang pendidikan, dunia usaha dan bidang industri. Adanya krisis moneter dirasakan oleh negara kita lebih banyak berdampak negatif, terutama dari segi perekonomian dan kesejahteraan rakyal. Banyak anak putus sekolah sebagai akibat tidak adanya dana untuk melanjutkan sekolah padahal ilmu yang diperoleh merupakan modal dasar bagi pembangunan bangsa. IImu yang tinggi yang sesuai dengan kemampuan dan keinginan diri menjadi hal yang diinginkan oleh banyak individu. Kesadaran akan pentingnya pendidikan berkembang seiring dengan pesatnya perkembangan zaman. Kua/itas diri sangat menentukan mampu tidaknya seseorang menghadapi tuntutan zaman. Pendidikan merupakan sesuatu yang sangat penting dan memegang peranan dalam memasuki persaingan yang ketat di berbagai aspek kehidupan. Pemerintah telah berupaya mencanangkan wajib belajar sembilan tahun, dan individu dituntut untuk dapat memperoleh ilmu setinggi mungkin. Hal tersebut berlaku bagi semua individu seiring dengan tahap perkembangan yang dijalani oleh individu dan diharapkan dapat menguasai tugas-tugas perkembangannya, termasuk di dalamnya individu yang mengalami cacat tubuh.
1-2
PENDAHULUAN
Semua tugas perkembangan in; harus dilakukan oleh setiap remaja, tidak terkecuali bagi individu yang cacat. Untuk pendidikan dasar dan lanjutan tersedia sekolah khusus bagi tuna rungu, sementara untuk tingkat selanjutnya sebagian remaja tuna rungu memilih sekolah-sekolah formal yaitu SMA negeri/swasta, dan ada yang melanjutkan ke perguruan tinggi negeri maupun swasta, dan bagi yang kurang mampu untuk mengikuti pendidikan formal maka diadakan pendidikan non formal seperti kejuruan olah raga dan keterampilan seperti menjahit,memasak, dan elektro. 8erdasarkan hasH wawancara, lebih dari 40% remaja tuna rungu di SL8-8 "Pancaran Kasih" Cirebon tidak mengetahui apa yang akan mereka lakukan di masa depan, mereka ragu untuk memilih cita-cita, belum menentukan langkah apa yang akan dia lakukan setelah luJus sekolah serta tidak memiliki rencana untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi baik yang sifatnya formal maupun non formal. Adanya keterbatasan pada remaja tuna rungu
dalam masalah
pendengaran dan ber1
beberapa
tugas
per1<embangan
yang
harus
dilaksanakannya. Adapun salah satu syarat interaksi yang harmonis adalah komunikasi yang lancar dan efektif. Komponen-komponen komunikasi
remaja tuna rungu tidaklah sesempuma remaja normal
karena kondisi
tubuhnya yang
cacat sehingga interaksi dengan
Iingkungannya menjadi terbatas dan mengalami hambatan.
[-3
PENDAHULUAN
Remaja tuna rungu usia 17-21 tahun di SLB-B "Pancaran Kasih" Cirebon tidak dapat melaksanakan tugas perkembangan secara normal karena cacat yang dideritanya dapat menghambat komunikasi serta interaksi dengan lingkungan. Remaja tuna rungu sering ditertawakan ketika berusaha berkomunikasi dengan orang lain sehingga mereka menjadi segan ber1atih berbicara dan menjadi segan berkomunikasi. Tindakan seperti ini sering terjadi sehingga dapat menimbulkan rasa malu dan takut pada diri penderita cacat tuna rungu. Remaja tuna rungu SLB B "Pancaran Kasih" Cirebon masih dapat berkomunikasi dengan baik dengan sesama penderita yang mempunyai kondisi yang sama, tetapi dengan orang lain yang berbeda dan baru mereka kenai, mereka cenderung menjadi diam. Adanya kemiskinan bahasa, sikap masyarakat, dan kegagalan dalam
banyak hal serta keterbatasan
komunikasi secara verbal
mempengaruhi perkembangan kepribadian di mana remaja tuna rungu cenderung menjadi rendah diri, menarik diri, mudah tersinggung, lebih sensitif,
curiga,
cenderung
kurang
percaya
diri,
pasif,
enggan
"
berkomunikasi serta berkawan dengan orang normal. Selain itu mereka merasa dinilai oleh orang lain di sekitarnya seperti selalu diamati, menjadi pusat perhatian, ditertawakan, dan dijadikan bahan olok-olok oleh teman temannya. Salah satu masalah pribadi remaja tuna rungu SLB-B "Pancaran Kasih" Cirebon, bersumber pada keragu-raguan dan merasa tidak percaya
,--,PE:: .N,;,.=D;:. . :A;. :.HU::. :L:. : U.:. . ;A:. .:. N
--') ~
3"6"2"9r--------:1....;.-4
diri dalam menghadapi masa depan, merasa pesimis dan menganggap dirinya tidak mampu berbuat sesuatu seperti layaknya orang normal sehingga mereka tidak yakin
untuk memiliki cita-cita dan tidak
berkeinginan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Berdasarkan interview dengan beberapa remaja tuna rungu SLB-B "Pancaran Kasih" Cirebon, diperoleh gambaran bahwa mereka merasa takut untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi atau mengikuti pendidikan keterampilan khusus. Remaja tuna rungu SLB-B "Pancaran Kasih" Cirebon merasa kurang yakin dan bingung mengenai kondisi tubuh yang dimilikinya sehingga mereka merasa tidak yakin akan kelebihan dan kemampuan yang dimilikinya. Namun ada remaja tuna rungu SLB-B "Pancaran Kasih" Cirebon yang dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi bahkan mencapai kesuksesan seperti orang normal. Mereka dapat bersosialisasi dengan baik dan tidak menutup diri terhadap tugas perkembangan yang disesuaikan dengan penerimaan kondisi tubuhnya yang cacat, bahkan ada di antara mereka yang dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi bahkan mencapai kesuksesan seperti orang normal. Konsep diri tidak terbentuk begitu saja, tetapi melalui proses sepanjang rentang kehidupannya. Hal ini dimulai dari adanya eksplorasi diri lewat interaksi. Karena konsep diri merupakan hasil interaksi dengan lingkungan, maka kondisi lingkungan yang berbeda akan menghasilkan konsep diri yang berbeda pula.
t-'t:.NUAHULUAN
1-5
Adanya dukungan positif dari keluarga serta pemahaman yang benar tentang kondisi remaja yang tuna rungu ternyata dapat memotivasi mereka dalam mengembangkan penilaian yang lebih positif terhadap dirinya. Konsep diri semakin kuat terbentuk pada saat individu memasuki masa remaja, karena pada masa remaja terjadi perubahan baik biologis maupun psikologis menuju kematangan. Remaja yang sedang menjalani masa mencari identitas diri, mereka mulai memperhatikan dirinya sendiri dan mengembangkan gambaran mengenai dirinya. Pada masa ini, remaja juga mulai memikirkan masa depannya dan harus menentukan langkah langkah apa yang harus dilakukan selanjutnya, yang meliputi bidang pendidikan yang tinggi.
Kondisi remaja yang tuna rungu
dapat
menyebabkan kebingungan akan identitas dirinya dan mengakibatkan remaja sulit dalam menerima keadaan dirinya sehingga kepercayaan diri menurun serta bersikap pesimis terhadap kehidupan. Begitu pula halnya dengan remaja tuna rungu tatkala mereka mengevaluasi diri dan memberikan penilaian mengenai diri sendiri yang negatif. Sekolah Luar Biasa-B "Pancaran Kasih" Cirebon merupakan lembaga pendidikan khusus bagi individu tuna rungu. SLB-B "Pancaran Kasih" Cirebon berusaha mendidik serta mengembangkan kemampuan individu tuna rungu. Terdapat sarana dan program-program khusus yang diberikan oleh SLB-B "Pancaran Kasih" Cirebon yang merupakan usaha untuk memotivasi para siswanya agar mampu berinteraksi dan bersaing
1-6
PENDAHULUAN
dengan orang normal sehingga mereka dapat lebih jelas menentukan arah pendidikan di masa depan yang akan dicapai. Remaja tuna rungu SLB-B 'Pancaran Kasih" Cirebon diharapkan dapat menyalurkan kemampuannya dalam bidang tertentu yang dapat menunjang kemudahan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dan meningkatkan keterampilan serta pendidikan agar mampu bersaing dengan orang normal. Berdasarkan fenomena di atas, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang Hubungan Antara Konsep Diri Oengan Orientasi Masa Oepan Oalam Bidang Pendidikan Pada Remaja Tuna Rungu Usia 17-21 Tahun Oi SLB-B "Pancaran Kasih" Cirebon.
1.2. IDENTIFIKASI MASALAH Remaja tuna rungu SLB-B 'Pancaran Kasih" Cirebon harus memiliki kemampuan menentukan pilihan pendidikan untuk tujuan hidupnya sebagai manifestasi untuk terpenuhinya salah satu tuntutan tugas perkembangan yang harus dijalani pada tahap perkembangannya. Cacat fisik yang diderita remaja tuna rungu SLB-B 'Pancaran Kasih" Cirebon dapat menghambat pelaksanaan tujuan tersebut. Hal ini terjadi karena individu tersebut tidak memiliki organ pendengaran yang dapat berfungsi secara normal sehingga memiliki keterbatasan dalam pendengaran dan hambatan dalam berkomunikasi secara verbal. Pada tuna
rungu,
komponen-komponen
komunikasi tidaklah
sempurna
PENDAHULUAN
[-7
berkaitan dengan kondisi tubuhnya yang memiliki kekurangan dalam hal pendengaran sehingga berakibat pada interaksi yang menjadi terbatas dan terhambat. Kondisi yang demikian akan mengembangkan gambaran diri mengenai kondisi frsik serta penampilannya yang berpengaruh terhadap
penentuan
masa
depan
sesuai
dengan
tugas-tugas
perkembangannya, khususnya yang meliputi area pendidikan, yang tidak ter1epas dari bagaimana seseorang memandang masa depannya, menyangkut harapan, tujuan, perencanaan dan strategi pencapaian dari tujuan tersebut. Penentuan orientasi masa depan ini berkaitan dengan gambaran individu mengenai dirinya yaitu menggambarkan kondisi dirinya terutama dalam memandang dirinya sebagai penyandang tuna rungu. Masa remaja merupakan masa transisi, masa mencari identitas diri. Remaja tuna rungu SLB-B "Pancaran Kasih" Cirebon mengevaluasi dan memberikan penilaian mengenai diri sendiri berkaitan dengan kondisi tubuhnya, hal ini mengakibatkan sebagian besar remaja tuna rungu memberikan penilaian dan evaluasi diri yang negatif lerhadap dirinya. Remaja luna rungu SLB-B "Pancaran Kasih" Cirebon sering dilipuli oleh hal-hal yang lidak menyenangkan, seperti rendah diri, cemas dan takullerhadap masa depan, cemas lerhadap penilaian dan penolakan sosial, sering merasa sedih dan mengasihani diri sendiri sehingga biasanya menunjukkan perilaku menarik diri, pemalu, dan sulil menjalin relasi sosial dengan orang lain yang normal.
1-8
PENDAHULUAN
Hurlock (1980) mengatakan bahwa seringkali sulit bagi remaja untuk menerima keadaan frsiknya bila sejak masa kanak-kanak mereka telah menggunakan konsep pribadi tentang penampilan diri pada waktu dewasa kelak. Namun di sisi lain ada sebagian remaja tuna rungu yang dapat bersekolah di sekolah-sekolah umum dengan orang-orang normallainnya. Pilihan mereka itu dsertai dengan sikap positif terhadap lingkungannya, mereka tidak cepat tersinggung dan menerima diri mereka dengan baik. Berdasarkan
hal di atas, maka penelitian ini berusaha untuk
mencari kejelasan "Sejauhmana Hubungan Antara Konsep Diri Dengan
Orientasi Masa Depan Dalam Bidang Pendidikan Pada
Remaja Tuna Rungu Usia 17-21 Tahun di SLB-B "Pancaran Kasih" Cirebon".
1.3. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menggambarkan melalui data empirik keeratan hubungan antara konsep diri dengan orientasi masa depan dalam bidang pendidikan pada remaja tuna rungu usia 17-21 tahun di SLB-B "Pancaran Kasih" Cirebon.
PENDAHULUAN
1-9
1.4. KEGUNAAN PENELITIAN Secara teoritis hasil ini kiranya dapat dijadikan sebagai salah satu bahan inforrnasi dan dijadikan bahan kajian serta dasar untuk penelitian selanjutnya, terutama bagi mereka yang tertarik untuk membahas lebih jauh lagi tentang hubungan antara konsep diri dengan orientasi masa depan dalam bidang pendidikan pada remaja tuna rungu SLB-B "Pancaran Kasih" Cirebon. Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan bermanfaat sebagai tambahan pengetahuan dan dapat pula memberikan
masukan terutama dalam mengambil langkah-Iangkah
praktis dalam menghadapi permasalahan yang berkaitan dengan konsep diri dan orientasi masa depan dalam area pendidikan pada remaja tuna rungu usia antara 17-21 tahun SLB-B 'Pancaran Kasih" Cirebon.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
Sesuai dengan permasalahan yang diteliti, pada bab ini akan diuraikan beberapa teori yang dapat dijadikan sebagai landasan berpikir dan acuan pembahasan hasil penelitian.
2.1. Konsep Diri 2.1.1. Pengertian Konsep Diri
Konsep diri merupakan gambaran seseorang mengenai dirinya. fisiknya, kemampuannya yang bersifat individual, dina mis, evaluatif yang dikembangkan dalam lingkup psikologis dan akan selalu ada dalam kehidupan psikologis seseorang, sehingga konsep diri merupakan penentu yang penting dari respon individu terhadap lingkungannnya. Jersild
(Hurlock, 1973:324) memandang konsep diri sebagai
perpaduan dari pikiran, perasaan, usaha dan harapan, pandangan tentang dirinya di masa lalu, saat ini dan yang akan datang serta sikap-sikap yang menyangkut tentang harga dirinya. Dari uraian di atas, kita dapat menggambarkan konsep diri sebagai persepsi individu terhadap dirinya sendiri, yang meliputi gambaran, penilaian serta keyakinan terhadap dirinya sendiri secara menyeluruh. Konsep diri juga merupakan gabungan antara pikiran dan perasaan yang dimiliki seseorang yang menyebabkan timbulnya kesadaran akan eksistensi
diri
tentang apa dan
siapakah
dirinya,
sedangkan
TINJAUAN TEORITIS
II-II
Burns(1993:72), mengemukakan bahwa konsep diri yang positif dapat
disamakan dengan evaluasi penghargaan dan penerimaan diri yang positif. Sebaliknya konsep diri yang negatif disamakan dengan evaluasi diri yang negatif, membenci diri, perasaan rendah diri dan kurang adanya perasaan menghargai dan penerimaan diri. Untuk lebih memperjelas pengertian tentang konsep diri, maka akan dijelaskan berdasarkan pendapat Jersild yang pemikirannya akan digunakan dalam penelitian. Jersild (Hurlock, 1974:21), mengungkapkan pengertian konsep diri sebagai berikut : " The self, as it finally evaluates, it made of all that goes into a person's experience. It is a person's "innerword". It is a composite of a person thought and feelings, strivings, and hopes, fear and fantacies, his views of what, what he might become and his attitudes pertaining to his worth". Menurut Jersild, konsep diri merupakan gabungan dari pemikiran, usaha, harapan, kekhawatiran dan angan-angan individu. Pandangan individu mengenai dirinya saat ini, masa lalu, masa yang akan datang, serta sikap-sikap yang menyokong penilaian dirinya. Menurut Jersild, pengertian '1', 'me' atau 'the self adalah sebagai berikut: " The self as known include all the ideas and feelings a person has regarding the properties of body, the qualities of his mind and his personal characteristic it includes his believes, values and conviction" Jersild menekankan bahwa "the selF merupakan essensi dari arti eksistensi bagi dirinya. Jadi, tercakup ide-ide, perasaan-perasaan mengenai keadaan fisiknya, kualitas cara berpikimya dan karakteristik
T1NJAUAN TEORITIS
11-12
pribadinya dan juga kepercayaannya, nilai-nilai, serta keyakinan yang dimilikinya. Dengan adanya kesadaran yang tumbuh bertahap, maka tingkah lakunya pun makin terarah. Konsep dirt menjadi pusat pengintegrasian pengalaman masa lalu dan sekarang, kemudian akan menentukan respon individu terhadap berbagai objek, manusia dan situasi. Secara pertahan lahan konsep diri akhimya berperan dalam membuat keputusan terakhir. Konsep dirt seseorang diletakkan dasamya pada saat-saat awal kehidupannya dan menjadi dasar tingkah lakunya di kemudian hari. Secara garis besar, konsep diri itu merupakan pengamatan seseorang tentang dirt sendiri dan dibentuk melalui pengalaman-pengalaman si anak di dalam Iingkungannya. Konsep diri ini dipengaruhi oleh lingkungan dan orang-orang yang menjadi andalan si anak. Ada beberapa hal yang mempunyai peranan cukup besar dalam pembentukan konsep diri seorang anak, yaitu : 1. Pola asuh orang tua, apakah orang tua bersikap lembut, penuh kasih sayang dalam mendidik atau keras disertai hukuman sehingga anak cenderung membenci dan curiga terhadap orang lain. 2. Harapan-harapan, aspirasi orang tua terhadap anak. Misalnya bila hal ini tertalu muluk, anak akan dibayangi kegagalan terus-menerus, merasa tidak mampu dan merasa kurangnya harga diri pada anak.
11-13
TINJAUAN TEORlTlS
3. Urutan dalam keluarga yang mempunyai kecenderungan untuk memperlakukan anak sulung, anak kedua, tengah, bungsu secara berbeda. 4. Kelompok minoritas, maksudnya anak mempunyai kecenderungan untuk memilih kelompoknya sendiri, karena merasa tidak diperhatikan oleh kelompok mayoritas. 5. Rasa aman yang berasal dari lingkungan di sekitarnya, sedangkan rasa tidak aman ini dapat berasal dari kematian salah seorang dari kedua orang tuanya, sehingga tidak hadimya salah satu tokoh dalam keluarga dapat menimbulkan perasaan berbeda dengan teman sebaya.
2.1.2. Komponen Konsep Diri
Menurut Jersild (1975 : 172), konsep diri memiliki tiga komponen, yaitu :
1. Perceptual component, merupakan image yang dimiliki seseorang mengenai penampilan
tubuhnya serta impresi yang ia perlihatkan
kepada orang lain yang meliputi dua aspek yaitu : a. sex appropreatness (hal-hal yang wajar selayaknya ada sebagai seorang perempuan atau pun laki-Iaki). b. self attractiveness (kemenarikan diri yang dimiliki indi",idu tersebut). Komponen ini disebut juga sebagai "physical self concept". 2. Conceptual component, merupakan konsepsi seseorang mengenai karakteristik dirinya, kemampuan dan ketidakmampuannya, tentang
TINJAUAN TEORITIS
11-14
karakteristik latar belakangnya serta masa depannya. Komponen ini sering disebut sebagai 'psychological self consept' yang dibentuk oleh kualitas-kualitas penyesuaian diri seseorang, yang meliputi empat aspek yaitu : a. kejujuran b. kepercayaan diri c. kemandirian d. keberanian 3. Attitudinal component, merupakan pikiran dan perasaan yang dimiliki seseorang mengenai dirinya, sikapnya terhadap masa depan, status dirinya saat ini, self esteem, perasaan bangga, malu, dan menyesal. Komponen ini terdiri dari enam aspek yaitu : a. sikap terhadap status diri b. sikap terhadap masa depan c. penghargaan diri d. perasaan bangga e. perasaan malu f. perasaan menyesali atau menyalahkan diri Ketiga komponen tersebut di atas saling berkaitan satu sarna lain, saling mendukung sehingga membentuk suatu gambaran utuh mengenai konsep diri pada individu yang bersangkutan.
11-15
TINJAUAN TEORlTIS
2.1.3. Perkembangan Konsep Diri Konsep diri tidak begitu saja terbentuk dalam diri individu. Konsep diri berkembang secara pertahan melalui proses yang panjang, sejak usia dini. Secara umum perkembangan konsep diri bisa dilihat dari beberapa sudut pandang (Loundon dan Britta, 1984: 507) : 1. Self appraisal Pendekatan ini mengemukakan bahwa konsep diri terbentuk dari bagaimana
individu
itu
memandang
dirinya.
Konsep
diri
ini
berkembang berunsurkan pola-pola perilaku yang paling dominan. 2. Reflected appraisal Konsep diri individu terbentuk berdasarkan penilaian yang didapatkan dari luar atau Iingkungan sekitarnya. 3. Social Comparison Pendekatan ini merupakan gabungan dari dua buah pandangan yang menyatakan bahwa konsep diri terbentuk dari apa yang dirasakan mengenai dirinya sendiri dengan apa yang dinilai oleh orang lain terhadap dirinya. 4. Biassed scanning Konsep diri terbentuk melalui proses pencarian, legalitas dan Iingkungan terhadap aspirasi yang dimiliki individu.
T1NJAUAN TEORlTlS
H-lU
2.1.4. Fungsi Konsep Oiri Konsep diri penting artinya karena berguna dalam menentukan segala sesuatu yang dilakukan individu dalam berbagai situasi. Menurut Felker (Burns, 1993 :203), ada tiga fungsi utama dalam konsep diri yaitu ; 1. Konsep diri sebagai pemelihara konstitusi internal Apabila individu mempunyai ide-ide, perasaan, persepsi yang tidak serasi, maka dapat muncul suatu situasi yang secara psikologis tidak menyenangkan bagi individu tersebut. Kondisi seperti ini disebut suatu keadaan dissonance. Pada kondisi seperti itu, individu mempunyai motivasi untuk mencapai keadaan yang lebih menyenangkan. Dengan melakukan suatu tindakan menyenangkan
menjadi
untuk merubah situasi yang tidak
menyenangkan.
Cara
untuk
menjaga
keserasian itu bisa bermacam-macam. Individu mungkin menolak kenyataan yang diberikan oleh lingkungan mengenai dirinya, sebagai upaya untuk mempertahankan keserasian tersebut, atau dia berusaha merubah dirinya sebagaimana gambaran diri yang diinginkan oleh lingkungan. 2. Konsep diri sebagai interpretasi dari pengalaman Konsep diri merupakan salah satu aspek penentu tingkah laku. Hal ini dapat
dilihat
dari
bagaimana
pengalaman
yang
dihayati
diinterpretasikan. Individu biasanya memberikan arti-arti tertentu bagi setiap pengalamannya. Jadi pengalaman yang sama dari dua individu, akan diartikan berbeda berdasarkan konsep yang dimilikinya. Konsep
IINJAUAN 1l:.ORlTlS
11-17
diri merupakan sarana yang dapat memungkinkan untuk melahirkan persepsi-persepsi yang masuk ke dunia intemal individu. Pemaknaan ini tergantung dan persepsi yang dimiliki individu, yang bisa bersifat positif atau pun negatif.
3. Konsep diri sebagai suatu harapan Konsep din menentukan apa yang bisa diharapkan individu untuk terjadi, di dalam memandang dirinya sebagai seorang yang berharga, mengharapkan orang lain mempertakukan dinnya sesuai dengan apa yang ia tetapkan.
2.1.5. Perubahan dan Kestabilan Konsep Diri Para ahli berpendapat bahwa seseorang selain memiliki kestabilan, juga mengalami perubahan dalam kehidupannya. Perubahan dan kestabilan akan muncul sepanjang kehidupan individu. Perubahan pada diri individu dapat dilihat dari adanya perubahan dalam sikap-sikapnya yang merupakan akibat dari adanya inovasi dalam nilai kultura!. 1. Stabilitas Konsep Diri
Konsep din mempunyai peranan penting dalam penyesuaian diri individu. Penyesuaian sosial yang baik terjadi apabila adanya stabilitas konsep diri yang positif. Tidak mudah bagi seseorang untuk menyadari bagaimana keadaan dirinya bila konsep dinnya selalu berfluktuasi. Konsep diri hanya bisa disadari bila konsep tersebut secara relatif, stabi!. Dengan demikian, individu dapat menyadari identitas diri dalam keadaan
II-I8
TlNJAUAN TEORITIS
sebenarnya. Beberapa f1uktuasi dan perubahan yang terjadi pada tahun tahun awal kehidupan merupakan hal yang normal, karena memang konsep din sedang dibangun. Sehubungan dengan stabilitas konsep dirr, Fitts (Fauziah, 1997: 1 20), menyatakan bahwa seseorang yang memiliki konsep diri positif adalah orang yang memiliki bagian-bagian diri yang tenntegrasi, atau yang disebut well integrated person atau actualized person. Konsep diri yang stabil akan membawa penerimaan diri dan penyesuaian sosial yang baik. la akan menunjukkan tingkat self esteem yang tinggi, mempunyai perasaan aman yang besar, merasa cukup adekuat dan tidak rendah diri. Individu yang
konsep dirinya stabil, percaya bahwa ia dapat melihat
dinnya seperti orang lain melihatnya dan hanya menunjukkan sedikit kompensasi sebagai sikap defensif. Sebaliknya, orang yang mempunyai konsepdiri tidak stabil memiliki penyesuaian sosial dan personal yang kurang baik, sehingga ia banyak menggunakan mekanisme pertahanan diri untuk tidak defensif terhadap lingkungannya. 2. Perubahan Konsep Diri Konsep
din
dapat
mengalami
perubahan
sebagaimana
dikemukakan oleh Ralmy dan Comb (Burns, 1993 : 324 ) • Self concept not only influences behaviour but it self altered and restructured behaviour and unsatisfied" Pandangan ini menunjukkan bahwa konsep diri yang sudah terbentuk bukannya tidak mungkin mengalami perubahan. Perubahan
11-19
TINJAUAN TEOR/TIS
konsep din yang
te~adi
pada individu bisa saja
te~adi
karena adanya
interaksi dengan lingkungannya yang dapat diterangkan melalui dua proses yang terlibat di dalamya, yaitu : a. Adanya kesadaran akan perubahan Adanya hUbungan individu dengan kultur atau lingkungan di sekitamya mempunyai peranan penting karena pengalaman yang diperolehnya dan interaksi tersebut memungkinkan timbulnya perubahan pada din individu. Adanya perubahan yang muncul tergantung dan dua fungs; utama, yaitu persepsi konsep diri serta kemampuan individu untuk melihat perbedaan tersebut pada dinnya seperti orang lain melihat individu tersebut. b. Adanya penerimaan Adanya
penerimaan konsep-konsep baru dalam din individu.
Penerimaan ini prosesnya terbentuk secara perlahan-Iahan, tiba-tiba atau dapat terjadi tergantung dari situasi-situasi yang ada.
2.1.6. Konsep Diri dalam Keadaan Sakit Keadaan sakit, apakah itu mental maupun fisik dapat merupakan cara di mana individu mengekspresikan keadaan putus asanya terhadap cara hidup yang sedang mereka jalani sekarang ini. Mereka mudah dilanda kecemasan dan virus penyakit akan lebih mudah memasuki tubuhnya. Karena keadaan fisik dan mentalnya sedang sakit, dengan daya tahan tubuh yang melemah terhadap setiap gejala penyakit yang
TlNJAlJAN TEORlTIS
II-20
ada di sekilamya, maka menurul Bums (1993 :350) "Kondisi penyakil dapal mengakibalkan lerjadinya kelidakberdayaan seseorang unluk mengalasi dan menyesuaikan dirinya lerhadap pengalaman dan tingkah lakunya". Individu yang mengalami gangguan fisik dengan konsep din yang posilif, mampu memandang kondisi dirinya secara positif dan lebih dapat menenma dirinya secara apa adanya. Kesadaran dinnya lebih realistis dan terhindar dari kelerpakuan lerhadap kondisi fisiknya. la letap merasa berharga dan percaya din. Sebaliknya, individu yang mengalami gangguan fisik dengan konsep din yang negatif, akan merasa dirinya rendah, ditolak dan ia sendin menjadi kurang bisa menerima diri dengan semeslinya. Saat mereka berada di tengah Iingkungan,
individu yang
mengalami gangguan fisik dengan konsep din yang negalif cenderung menunjukkan karakleristik lingkah laku seperti menjadi sensilive terhadap kritik, sikap hiperkritik sebagai usaha unluk menulupi gambaran diri yang sebenarnya. Jika mereka mengalami kegagalan akan diproyeksikan kepada hal lain seperti kondisi penyakitnya alau pada orang lain dan adanya minat yang kurang lerhadap kompetisi dan cenderung menjaga jarak.
T1NJAUAN TEORlTlS
I1-21
2.1.7. Konsep Diri Dan Harapan-Harapan Di Masa Depan Konsep diri sangat dibutuhkan seseorang dalam peneapaian harapan-harapan di masa depan. Seperti yang dikemukakan oleh Allport (Burns,1993:82) "Konsep diri yang ideal melahirkan tujuan-tujuan
seseorang bagi masa depannya Setiap kepribadian yang matang dapat disebut sebagai berlayar menuju ke sebuah tempat tujuan, yang dipilih lebih dahulu, ataupun berlayar menuju beberapa tempat tujuan yang berkaitan dengan bergiliran. Cita-eita mereka selalu mengendalikan arah pandangan". Seseorang yang konsep dirinya matang, dapat memandang dirinya secara positif, dan memiliki motivasi untuk mencapai harapan-harapan di masa depan. Misalnya dalam meneapai prestasi akademis. Brookovek (Burns, 1993 ; 326) mengemukakan bahwa konsep diri adalah salah satu
syarat yang perlu di dalam menentukan konsepsi-konsepsi yang berhubungan dengan sekolah. Dalam perkembangannya konsep diri terjadi melalui pengalaman pengalaman hidup yang dibentuk oleh reaksi-reaksi terhadap orang lain. Pada masa remaja, seseorang ditarik ke arah aktivitas-aktivitas yang memudahkan proyeksi eitra din yang diinisiatifkan oleh orang lain kepadanya. Ini dapat dinyatakan dalam hUbungannya dengan upaya untuk mencapai eita-eita.
11-22
TlNJAUAN TEORITIS
2.1.8. Sumber-5umber Konsep Diri Menurut Bums (1993 ;188), konsep diri tidak muncul begitu saja. Untuk memilih suatu konsep diri, individu
harus memandang dirinya
sebagai sebuah aspek yang jelas berbeda dan mampu untuk menyadari perspektif-perspektif lainnya. Hanya di dalam cara-cara yang demikianlah dia dapat sadar terhadap evaluasi-evaluasi dari orang lain terhadap dirinya. Dari berbagai sumber pembentukan konsep diri, terdapat lima buah sumber yang tampaknya sangat penting, meskipun nilai pentingnya relatif berlainan pada periode-periode yang
berbeda, di dalam jangka
kehidupannya. Kelima sumber ini adalah ; 1. Diri fisik dan citra tubuh Merupakan evaluasi terhadap tampilan diri sebagai suatu objek yang jelas-jelas berbeda. Citra diri juga melibatkan suatu perkiraan dan evaluasi tentang alat-alat fisik di dalam hUbungannya dengan norma norma sosial dan umpan balik dari orang lain. 2. Bahasa dan perkembangan konsep din Perkembangan bahasa membantu perkembangan konsep diri, karena penggunaan 'saya', 'dia', dan 'mereka' berguna untuk membedakan diri (self) dengan orang lain.
11-23
TlNJAUAN TEORITJS
3. Umpan balik dari orang-orang yang dihormati Yaitu umpan batik yang ditafsirkan dari lingkungannya tentang bagaimana orang-orang lain yang di hormatinya memandang pribadi tersebut dan tentang bagaimana pribadi tadi secara relatif ada dibandingkan dengan norma-norma dan nilai-nilai masyarakat yang bermacam-macam. Sedangkan
dua
sumber
Jainnya
adalah
praktek-praktek
membesarkan anak dan identifikasi dengan model peranan seks yang sesuai.
2.1.9. lsi Konsep Diri Konsep diri merupakan struktur kognitif, yang terdiri dari berbagai kognisi mengenai diri individu, dalam hal-hal lain yang berhubungan dengan diri individu. Kognisi tersebut dinamakan isi konsep diri. Dari hasil penelitiannya Jersild (Bum 1993:209) menyimpulkan isi konsep diri anak anak dan remaja Amerika meliputi: 1. Karakteristik-karakteristik fisik, termasuk di dalamnya penampilan secara umum, ukuran tubuh, sosok dan bentuk, detail-detail did dari kepala, tungkai dan lengan. 2. Cara-cara berpakaian, model rambut dan make up. 3. Kesehatan dan kondisi tubuh. 4. Benda-benda yang dipunyainya. 5. Binatang peliharaan dan sikap-sikap terhadap mereka.
TINJAUAN TEORITIS
"-24
6. Rumah dan hubungan keluarga. 7. Partisipasi dan kemampuannya dalam olah raga, permainan dan hobi. 8. Kemampuan dan sikapnya terhadap sekolah serta pekerjaan sekolah. 9.
Bakat dan kemampuan khusus.
10. Status intelektual dan kecerdasan. 11. Ciri-ciri kepribadian termasuk di dalamnya antara lain: tempera men, ciri karakter, disposisi dan tedensi emosional. 12. Sikap dan hubungan sosial. 13. Ide religius, minat religius, keyakinan dan prakteknya. 14. Pengelolaan peristiwa-peristiwa praktis dalam arti kemandirian.
2. 2. Orientasi Masa Depan Dalam Bidang Pendidikan 2. 2. 1. Pengertian Orientasi Masa Depan Orientasi masa depan menggambarkan bagaimana individu memandang dirinya dalam konteks masa depan. Gambaran ini membantu individu dalam mengarahkan dirinya untuk mencapai tUjuan yang diinginkan. Menurut Nunni (1989 : 3), orientasi masa depan ini berkaitan dengan harapan-harapan, tujuan standar, perencanaan dan strategi pencapaian tujuan. Trommsdorf (1993 : 383), mengemukakan bahwa orientasi masa depan merupakan fenomena kognitif, motivasional yang kompleks yaitu merupakan antisipasi dan evaluasi dengan intern self dalam interaksinya dengan lingkungan. Dalam kaitannya dengan pemuasan kebutuhan-kebutuhan subjektif, termasuk di antaranya adalah
TlNJAUAN TEORITIS
Il-25
kecenderungan untuk mendekatkan din atau menjauhkan din. Hal itu dapat dinyatakan dengan sikap yang lebih optimis atau subjek motivasional dan afektif dan onentasi masa depan juga berhubungan dengan sistem nilai dan tujuan yang dimiliki individu yang tergambar dalam skemata yang dibentuk mengenai din dan lingkungan. Aspek kognitif dan onentasi masa depan digambarkan dalam struktur antisipasi yang dimiliki individu dalam mengantisipasi masa depan. Individu dapat menghasilkan gambaran yang lebih sederhana atau lebih kompleks, lebih luas atau kurang fuas, tepat, koheren atau realistis. Kemudian dapat dilihat besamya kontrol yang dimiliki individu atas masa depannya. Apakah onentasi masa depannya lebih disebabkan oleh faktor faktor di luar din atau faktor di dalam diri individu. Cin utama dan pemikiran dan tindakan manusia adalah berorientasi pada kejadian-kejadian dan hasil-hasil yang akan datang. Bandura (Nunni, 1989) menekankan bahwa kemampuan untuk merencanakan masa depan merupakan salah satu eiri dasar pemikiran manusia. Neiser (1976) mengemukakan bahwa antisipasi merupakan fungsi utama skemata, dan menurut Oppenheimer (1978), orientasi masa depan merupakan ein dan tingkah laku yang bertujuan. Berdasarkan hal ini, onentasi masa depan diartikan sebagai cara pandang seseorang terhadap masa depannya. Bagaimana individu memandang masa depan berarti individu telah melakukan antisipasi terhadap kejadian-kejadian yang mungkin timbul di
II-26
T1NJAUAN TEORITIS
masa
depan
(Nunni,1991).
Trommsdorf (1983)
mengemukakan
pengertian orientasi masa depan sebagai fenomena kognitif motivasional yang kompleks, yaitu merupakan antisipasi dan evaluasi tentang diri di masa depan dalam interaksinya dengan Iingkungan. Dalam kaitannya dengan kualitas motivasional dan afektif, orientasi masa depan berkaitan dengan pemuasan kebutuhan subjektif serta sistem nilai dan tUjuan yang dimiliki individu yang tergabung dalam skemata yang dibentuk mengenai diri dan Iingkungan individu. Aspek kognitif dari orientasi masa depan tampak dalam struktur antisipasi yang dimiliki individu. Agar orientasi masa depan berkembang dengan balk, maka penting adanya pengetahuan bagi individu mengenai konteks masa depan tersebut, sebab pengetahuan memberikan inforrnasi yang diperlukan bagi penentuan tujuan secara objektif, sehingga realisasinya dapat dikontrol. Dengan bertambahnya pengetahuan individu juga dapat menentukan minat dan tUjuan mereka menjadi lebih spesifik, sesuai dengan kenyataan yang ada, serta dapat membuat perencanaan yang lebih terarah untuk mencapai tujuan.
2. 2. 2. Hal-hal Yang Mempengaruhi Orientasi Masa Depan Banyak hal yang dapat mempengaruhi pembentukan orientasi masa depan seseorang, sebelum dirinya mengambil keputusan mengenai masa depannya, menyusun rencana dan melaksanakannya. Trommsdorf
11-27
TINJAUAN TEORITIS
(1986 : 122-124), menyebutkan ada empat hal utama yang berkaitan
dengan perkembangan orientasi masa depan, yaitu : 1. Pengaruh Tuntutan Situasi. Situasi orientasi masa depan individu tergantung pada representasi kognitif yang dimiliki individu mengenai situasi yang ia hadapi saat ini dan yang akan datang. Jika orientasi masa depan individu tersebut memiliki
struktur
yang
lebih
sederhana,
maka
kemungkinan
keberhasilan akan lebih jelas. Orientasi masa depan dibentuk sebagai pendekatan untuk mempersiapkan diri mengatasi masalah yang mungkin akan timbul di masa depan sesuai dengan situasi yang diantisipasinya.
2. Kematangan Kognitif Perkembangan kognitif mempengaruhi perkembangan orientasi masa depan dalam berbagai cara, yaitu pada saat mencapai taraf perkembangan formal operasional. Nunni (1991 : 12), menjabarkan pengaruh perkembangan kognitif terhadap perencanaan orientasi masa depan remaja sebagai berikut : pertama, dengan mencapai taraf formal operasional pada remaja awal, individu mampu untuk memformulasikan hipotesa-hipotesa yang tidak sesuai dengan fakta yang dihadapi saat ini dan mengeksplorasi berbagai macam tindakan. Kemampuan ini diharapkan dapat membantu remaja menentukan tujuan masa depannya yang tidak dapat segera mereka capai serta untuk menyusun alternatif rencana dalam pemikiran mereka. Kedua,
11-28
TINJAUAN TEORITIS
dengan mencapai taraf formal operation terjadi peningkatan dalam kemampuan individu untuk mengkonsepkan pemikiran mereka yang terlihat dali peningkatan kognitif. Kemampuan kognitif ini penting khususnya dalam situasi di mana individu menemui masalah dalam mencapai tujuan tertentu, sehingga ia harus mengubah strategi tindakannya. Ketiga, pencapaian taraf formal operation membuat remaja mampu mengkonsepkan pemikiran orang lain dengan lebih baik. Hal ini membuat remaja dapat memahami dan merasakan pengaruh Iingkungan sosial terhadap usahanya membentuk olientasi masadepan.
3. Pengaruh Social Learning Selain dali kematangan kognitif yang berlangsung dalam diri individu, terdapat faktor
di
luar
individu
yang
berpengaruh
terhadap
perkembangan orientasi masa depan. Dalam hal ini pengalaman belajar yang ia alami dalam Iingkungan keluarga, sekolah maupun lingkungan kerja akan berpengaruh terhadap aspek-aspek kognitif, afektif dan konatif. Pengalaman belajar yang diperoleh dari lingkungan sosialnya akan memberikan peran sosial tertentu yang menyebabkan pembentukan orientasi masa depan yang berbeda-beda antara individu yang satu dengan yang lainnya. 4. Proses Interaksi
Beberapa penelitian mengenai orientasi masa depan menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang cukup kuat antara harapan yang
11-29
TINJIIUIIN TEORITIS
diberikan lingkungan terhadap individu dengan pembentukkan masa depan itu sendiri. Remaja yang bisa diharapkan untuk bisa berhasil dalam kehidupan selanjutnya memiliki orientasi masa depan yang lebih
optimis. Proses interaksi yang terjadi antara individu dalam bentuk orientasi masa depan dan menentukan tingkah lakunya dengan ekspetasi dan tingkah laku dari Iingkungan sosial terhadap dirinya dapat dikatakan sebagai suatu proses yang rumi!. Proses interaksi yang terjadi antara individu dan lingkungannya dalam kaitannya dengan orientasi masa depan menunjukkan seberapa jauh skemata kognitif-motivasional yang telah dibentuk remaja. Disamping empat faktor di atas, berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan Trommsdorf (1983 : 131-132) menyimpulkan beberapa hal yang berkaitan dengan perkembangan orientasi masa depan: 1. Struktur dari area tertentu dalam orientasi masa depan individu tergantung pada perkembangan motif sosial dan tujuan-tujuan yang berkaitan dengan area tersebu!. Dalam hal ini semakin besar tuntutan
dari
Iingkungan
sosial
terhadap
individu
untuk
membuktikan kompetensinya akan membuatnya sadar akan kemampuan-kemampuan dan pilihan yang ada dalam area tersebut, maka semakin kuat relevansi subjektif yang dirasakan terhadap area ini, serta semakin terdiferensiasi orientasi masa depan yang ia miliki sehubungan dengan area kehidupan ini.
II-3D
TINJ AU AN TEORITIS
2.
Semakin besar tanggung jawab dan kemandirian pribadi dituntut dan diperkuat oleh lingkungan sosial maka semakin besar pula keyakinan yang dimiliki individu untuk mengontrol pribadi yang ia miliki atas masa depannya.
3. Semakin sedikit kesempatan yang diberikan lingkungan sosial bagi individu untuk merasakan keberhasilan dan penerimaan sosiaJ maka semakin pesimis gambaran masa depan yang dimiliki individu. Dalam hal ini, selama remaja tidak harus bertanggung jawab atas tingkah lakunya sendiri, maka mereka tidak akan pernah belajar untuk mencari jalan keluar dari situasi yang menimbulkan frustrasi, menyusun kembali rencana yang sudah terbentuk,
memberikan
penilaian
yang
realistik
mengenai
kompetensi yang mereka miliki, memahami reaksi Iingkungan dan memahami reaksi antara keduanya di masa depan.
2. 2. 3. Proses Orientasi Masa Depan Orientasi masa depan merupakan suatu hal yang kompleks dan multidimensional. Proses pembentukan orientasi masa depan pada diri individu berjaJan secara bertahap. Tahapan tersebut meliputi tiga aspek, yaitu: a. Motivasi b. Perencanaan c. Evaluasi
11-31
TINJAUAN TEORITIS
Ketiga aspek ini berfungsi sebagai suatu yang berkesinambungan dan saling bennteraksi. Melalui ketiga aspek ini, proses onentasi masa depan terbentuk dalam tiga tahap, yaitu : penentuan tujuan, individu mulai menyusun
perencanaan
untuk
mencapai
tujuan
tersebut.
Dan
perencanaan yang telah disusun kemudian dilakukan evaluasi untuk mencan cara yang paling memungkinkan terealisasinya tujuan. Kegagalan dan keberhasilan yang dialami individu akan mempengaruhi proses evaluasi ini. Tujuan yang ditetapkan disesuaikan dengan kenyataan yang ada, sehingga dilakukan evaluasi untuk mencari langkah yang paling memungkinkan untuk merealisasikannya. Jika terjadi ketidaksesuaian maka rencana yang disusun harus dirubah. Secara jelas, masing-masing tahap onentasi masa depan tersebut dapat dijelaskan sebagai benkut :
1. Motivasi Motivasi menunjukkan minat-minat individu terhadap masa depan. Minat ini akan mengarahkan individu dalam menentukan tujuan yang ingin dicapai pada masa yang akan datang. Dalam menentukan tujuan, individu berusaha membandingkan antara motif-motif, nilai-nilai dan pengetahuan dan Iingkungan. Sebagian besar motif, minat dan tujuan individu beronentasi ke masa depan (Nuttin, 1984). Keadaan di masa depan digambarkan sebagai suatu pengharapan
individu
akan
masa depannya,
sehingga
pengetahuan yang melandasinya memegang peranan penting dalam perkembangan motivasi yang berorientasi ke masa depan. Untuk
11-32
T1NJt\Ut\N TEORITIS
menetapkan suatu tUjuan yang realistik, motif-motif umum dan nilai nilai yang dimiliki individu harus dibandingkan dengan pengetahuan yang mengenai masa depan. Markus dan Wulf (1987) menjelaskan bahwa penetapan tujuan adalah memperbandingkan antara
motif
motif dan nilai-nilai dengan harapan-harapan individu terhadap masa depannya. Motif dan minat yang dimiliki individu serta usaha keras yang
dilakukan
merupakan
suatu
sistem
motivational
yang
mengandung suatu hierarki yang kompleks. Prinsip utama dari sistem tersebut adalah motif, nilai atau usaha yang berada di lingkungan yang lebih tinggi direalisasikan melalui tujuan yang lebih rendah, lebih jauh lagi dicapai melalui beberapa sub tujuan. Setelah tujuan-tujuan yang lebih rendah disusun, perlu pula direncanakan. Cara individu untuk mencapai tujuan tersebut yang merupakan suatu strategi dalam merealisasikan tujuan-tujuan yang lebih tinggi. Tapap pertama dari proses orientasi masa depan ini merupakan suatu proses yang kompleks, karena terdiri dari beberapa sub tahap, yaitu menetapkan isi dari tujuan (misalnya orientasi masa depan dalam bidang pendidikan), banyaknya eksplorasi yang dilakukan individu pada area tertentu dan besarnya kekuatan dari tUjuannya (Marcia, 1980).
2. Perencanaan
Pada tahap ini individu mulai menyusun langkah-Iangkah dan strategi untuk merealisasikan tujuan. Agar dapat menyusun perencanaan
TINJAUAN TEORITIS
II-33
dengan baik, maka individu harus memiliki pengetahuan yang luas mengenai masa depannya, misalnya potensi-potensi dan kesempatan yang diberikan lingkungan temadap individu sebagai anggota masyarakat, hambatan yang mungkin ada dalam peneapaian tujuan. Dengan adanya pengetahuan mengenai segala hal yang menyangkut masa depan, .maka pereneanaan yang disusun individu akan dipertimbangkan seeara matang. Pereneanaan tersebut digambarkan melalui tiga tahapan. Ketiga tahapan tersebut adalah sebagai berikut : a. Individu membuat gambaran mengenai tujuan yang akan diwujudkan dalam konteks masa depan, di mana tujuan tersebut akan direalisasikan. b.
Individu menyusun suatu pereneanaan atau strategi untuk meneapai tujuan. Pada tahapan ini individu harus menyusun tahap-tahap yang akan mendukung tereapainya tujuan tersebut dan memilih mana yang lebih efisien.
c.
Pelaksanaan reneana dan strategi yang telah dibuat. Pelaksanaan pereneanaan ini dikontrol dengan membandingkan representasi tujuan dengan kenyataan yang ada. Dengan kata lain, dalam menetapkan tahap-tahap pereneanaan individu harus meninjau kembali bahwa tujuan sebenamya akan tereapai melalui eara yang tersusun secara sistematis. Jika tidak ada kesesuaian maka pereneanaan tersebut harus dirubah (Nunni, 1989 : 16), karena
11-34
TINJAUAN TEORITIS
perencanaan yang efektif akan mempengaruhi perencanaan tujuan.
3. Evaluasi Evaluasi adalah penilaian individu terhadap kemungkinan tercapai tidaknya tujuan. Evaluasi ini dipengaruhi oleh faktor emosi yang diikuti perasaan spesifik. Hal ini biasanya didasan oleh penghayatan individu terhadap pengalaman mengenai kesuksesan dan kegagalan yang pemah dialami, sehingga mempengaruhi keyakinan individu terhadap kemungkinan tercapainya tujuan tersebut. Hasil dan evaluasi ini akan menjadi umpan balik terhadap tujuan yang telah ditetapkan, sehingga dapat memperkuat atau memperfemah tujuan. Untuk memperjelas uraian tadi, digambarkan pada bagan di bawah ini, yaitu :
s C H E
M A
T A
- Anticipated Life Span Development - Contextual Knowledge Skill - Self Concept Atributional Style
Motivational / •
Planning / / • Plan Evaluation /
/
.
J
~
Goal
I
2.2.4. Perkembangan Orientasi Masa Depan Perkembangan motivasi, perencanaan dan evaluasi adalah suatu hal yang kompleks juga merupakan suatu proses yang lama. Tiga aspek yang penting dalam perkembangan onentasi masa depan, yang pertama
11-35
T1NJAUAN TEORITIS
adalah per1<embangan orientasi masa depan berupa harapan normative dan pengetahuan mengenai minat dan rencana di masa depan yang kemudian ber1
merupakan
suatu
dasar yang
menentukan
perkembangan
perencanaan dan strategi orientasi masa depan. Kemudian standar dan hal-hal yang diutamakan untuk dapat menyelesaikan tugas perkembangan dengan baik, adalah suatu hal yang mendasar dalam proses evaluasi orientasi masa depan (Nunni, 1991 :9).
11-36
TINJAUAN TEORITIS
Bagan dari keterangan per1<embangan orientasi masa depan di atas adalah sebagai berikut : Social Contex
Schemata
- Normative Life-Event
-----+
- Anticipated Life Span Development
- Actions Opportunities
-----+
- Contextual Knowledge
- Standard and Deadlines For Evaluations
-----+
- Self Concept
Future Orientation
Motivational ~ Goal / Planning / ~ Plan / Evaluation / /
~
Atribution Effects - - - - - l
Sumber: Nunni (1991 :9)
Berdasarkan tugas per1<embangan, pemikiran dan pereneanaan terhadap masa depan ini merupakan hal yang penting bagi remaja berdasar1
di
masa
depan,
khususnya
penekanan
pentingnya memikirkan masa depan, 2, Keputusan remaja mengenai masa depan seperti kaitannya dengan karier, eara hidup dan kehidupan ber1<eluarga akan mempengaruhi kehidupan di masa dewasa, 3, Cara remaja melihat masa depan, memainkan peranan penting dalam format identitas yang
seringkali didefinisikan dalam
11-37
TINJAUAN TEORITIS
pengeksplorasian dan komitmennya mengenai minatnya di masa depan. Pada remaja tujuan-tujuan dan harapan-harapan yang menyangkut tugas-tugas perkembangan yang utama yaitu pada pendidikan, peke~aan dan perkawinan adalah pada masa akhir masa remaja dan dewasa awal. Pada remaja dan ketiga area kehidupan tadi, lebih mengutamakan area pendidikannya, dengan menyelesaikan pendidikan setelah itu menyusul peke~aan
dan perkawinan (Nunni, 1989;49).
2.2.4 Interaksi Faktor Lingkungan Dan Faktor Dalam Diri terhadap Orientasi Masa Depan Dalam Bidang Pendidikan Onentasi masa depan terbentuk sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungannya. Kedua faktor tersebut adalah :
1. Faktor Lingkungan Individu
tidak
pemah
lepas
dan
lingkungan.
Lingkungan
mempunyai harapan-harapan tertentu untuk dipenuhi individu. Harapan lingkungan ini berbeda pada setiap tahap perkembangan, yang kemudian dikatakan sebagai tugas-tugas perkembangan. Tugas perkembangan ini mendorong individu untuk membuat antisipasi mengenai tujuan-tujuan yang ingin dicapai pada setiap tahapan perkembangan. Untuk memenuhi tugas perkembangan tersebut, maka lingkungan membenkan kesempatan kepada individu untuk mengembangkan potensi-potensi yang dimilikinya. Apa yang ditenma individu dan lingkungan akan mempengaruhi wawasan
\
II-38
TlNJAUAN TEORITIS
dan pandangan individu tertladap masa depan. Dengan kata lain, semakin luas kesempatan yang ditenma individu dan Iingkungan, semakin luas wawasan pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya. Hal ini mempengaruhi individu dalam menyusun perencanaan untuk mencapai tujuan di masa depan. Kemudian Iingkungan memben standar dan batasan
untuk
mengontrol
terpenuhi
atau
tidaknya
tugas-tugas
perkembangan tersebut. 2. Faktor Individu
Faktor-faktor
psikologis
individu
turut
mempengaruhi
perkembangan onentasi masa depan, misalnya dengan bertambahnya usia maka kemampuan kognitif dan kemampuan sosial individu juga meningkat. Individu akan semakin mengembangkan kemampuan untuk menentukan tujuan, menyusun perencanaan dan mencan altematif lain, jika perencanaan harus dirubah. Hal ini te~adi karena individu menyadan bahwa Iingkungan menuntut mereka tumbuh menjadi individu yang mandin dan bertanggung jawab terhadap masa depannya.
2.2.5. Orientasi Masa Depan Dalam Bidang Pendidikan Bagi Remaja Masa remaja merupakan masa peralihan dan masa anak menuju masa dewasa. Dengan demikian pada masa remaja, individu diharapkan mulai memikirkan masa depannya dengan lebih sungguh-sungguh, karena hal ini akan mempengaruhi kesiapan mereka untuk menerima tugas-tugas perkembangan pada masa dewasa kelak. Tugas-tugas
TlNJAUAN TEORITIS
11-39
perkembangan pada masa remaja ini secara tidak langsung menunjukkan suatu onentasi masa depan (Nunni, 1991). Pandangan remaja terhadap masa depannya jauh lebih besar danpada anak-anak, dan mereka memilih apa yang disebut oleh John Flavall(Rogers, 1983) sebagai pengertian akan permainan, yakni suatu
kesadaran bahwa sebagian besar hidup ini terdin dan antisipasi, perumusan dan pengembangan strategi untuk menanggulangi masalah, yang mungkin dapat berupa masalah dalam perencanaan pendidikan. Perubahan kognitif memainkan peranan penting dalam membantu remaja menanggulangi tuntutan pendidikan yang semakin kompleks. Banyak aspek lain dan perkembangan remaja tergantung pada perubahan kognitif dalam periode ini. Perencanaan pendidikan di masa datang dipengaruhi oleh faktor kognitif (Rogers, 1983). Keinginan individu untuk mencapai tujuan sangat kuat pada masa remaja. Hal ini disebabkan pada masa remaja merupakan saat yang penuh dengan keinginan-keinginan atau harapan-harapan yang tinggi. Remaja memiliki banyak ide mengenai masa depannya, misalnya dalam hal pendidikan yang bagaimana yang akan dilempuhnya nanti. Duvall (1977) mengatakan bahwa pada masa remaja kemampuan
seseorang untuk mengantisipasi masa depan berkembang pesat. Hal ini terjadi karena umumnya setelah menginjak remaja, individu mulai menyadari tugas apa yang akan dipikulnya pada masa dewasa dan mereka merasa bertanggung jawab terhadap masa depannya. Oleh
TINJAUAN TEORlTlS
11-40
karena itu orientasi masa depan dalam bidang pendidikan merupakan hal yang penting bag; remaja. Lewat orientai masa depan berarti remaja telah membuat antisipasi terhadap kemungkinan di masa depan dan mengantisipasi langkah-Iangkahnya. Nunni (1991), mengemukakan bahwa orientasi masa depan
menunjukkan perkembangan antisipasi individu, yaitu : a. Bahwa tujuan dan minat-minat semakin lama semakin berkembang dan pada masa remaja tujuan dan minat individu meliputi tugas-tugas perkembangan pada masa remaja tersebut. b. Tingkat perencanaan meningkat hingga akhir remaja dan tingkat keyakinan diri meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Ada beberapa bidang kehidupan yang seringkali menjadi pusat perhatian dalam orientasi masa depan remaja, di antaranya adalah masalah
yang berkaitan dengan kelanjutan pendidikan yang akan
mereka tempuh di masa depan (Nurmi, 1991). Pada dasamya setiap remaja mempunyai pandangan positif terhadap pendidikan, sehingga mengembangkan minat dan aspirasi untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi di masa depan. Dari uraian beberapa teori diatas maka dapat dilihat bahwa individu tuna rungu, sebagai remaja yang sedang berkembang, dalam tahap perkembangannya memiliki orientasi masa depan yang akan datang, apa yang ingin dicapai di masa dewasanya dipersiapkan bersamaan dengan pemenuhan tugas-tugas perkembangan pada masa remajanya. Pada
TINJAUAN TEORITIS
11-41
umumnya remaja sudah mulai mempertimbangkan apa yang akan dihadapi pada masa dewasanya diantaranya adalah masalah pendidikan (Nurmi, 1989).
2.3. Tinjauan Tentang Remaja Kata 'remaja' mengandung berbagai pengertian. Ada yang mengatakan bahwa remaja merupakan kelompok yang biasa saja, tidak bert>eda dengan manusia lain, sementara pihak lain menganggap bahwa remaja adalah kelompok orang-orang yang sering menyusahkan orang orang yang lebih tua. Pihak yang lainnya menganggap bahwa remaja memiliki potensi yang perlu dimanfaatkan, tetapi remaja itu sendiri mungkin akan menyatakan hal yang lain. Menurut Piaget, secara psikologis masa remaja adalah usia di mana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia di mana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sarna. Termasuk juga perubahan intelektual yang mencolok. Transformasi intelektual yang khas dari cara berpikir remaja ini memungkinkan untuk mencapai integrasi dalam hubungan sosial orang dewasa, yang kenyataannya merupakan ciri khas yang periode perkembangan ini (Hurlock, 1991 : 286).
umum dari
TINJAUAN TEORITIS
11-42
2.3.1. Batasan Usia Remaja Mengenai
batasan
usia
remaja
itu
sendiri,
para
ahli
memasukkannya dalam beberapa periode : Hurlock (1973 : 2 ), membagi masa remaja menjadi dua periode, yaitu :
1. Remaja awal, yaitu usia antara 13-17 tahun untuk wanita dan 14-17 tahun untuk pria. 2. Remaja akhir, yaitu mulai usia 17-21 tahun.
Sedangkan menurut Andi Mappiare (1982: 27) dalam bukunya berjudul
Psikologi Perkembangan Remaja, membagi usia remaja yang disesuaikan
dengan keadaan di Indonesia, yaitu :
1. Remaja awal, yaitu antara usia 12/13 - 17/18 tahun.
2. Remaja akhir, yaitu antara usia 17/18 - 21/22 tahun.
Menurut Hurlock (1990 : 207), "Masa remaja ini disebut pula sebagai masa transisi, di mana akan terjadi suatu perubahan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa". Oalam periode transisi ini, remaja mulai meninggalkan kebiasaan-kebiasaan bertingkah laku dan sikap kekanak kanakan yang menuju tingkah laku dan sikap yang matang. Hal ini disebabkan karena pada masa ini banyak sekali perubahan, di mana setiap perubahan akan mempunyai pengaruh terhadap kehidupan fisik dan psikisnya. Oi dalam masa remaja ini perlu adanya usaha atau kesiapan untuk menghadapi perubahan-perubahan tersebut, artinya diperlukan usaha untuk menyesuaikan diri terhadap keadaan pribadi dan
TINJAUAN TEORITIS
11-43
kesiapan dalam menghadapi reaksi atau umpan balik yang ditenma dan lingkungannya.
2.3.2. Tugas-Tugas Perkembangan Pada Masa Remaja Tugas-tugas perkembangan adalah hal yang harus dipelajan oleh seseorang dalam suatu penode tertentu di dalam proses kehidupannya, agar hidupnya berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan. Lebih lanjut dapat diartikan bahwa tugas-tugas perkembangan merupakan petunjuk petunjuk yang memungkinkan seseorang mengerti dan memahami apa yang diharapkan atau dituntut oleh masyarakat terhadap dinnya dalam usia tertentu. Menurut Karl C. Garrison (Andi Mappiare, 1982 : 101 105). tugas-tugas perkembangan remaja pada umumnya adalah sebagai benkut
1. Menenma keadaan jasmani. Para remaja diharapkan dapat menenma keadaan din sebagaimana adanya keadaan din mereka sendin, bukan khayalan dan impian. Mereka diharapkan memelihara keadaan jasmaninya, wajah, kekuatan/kelembutan yang dimiliki sendin, serta memanfaatkannya secara efektif. 2. Memperoleh hubungan baru yang lebih matang dengan ternan-ternan sebaya antara dua jenis kelamin. 3. Menenma keadaan sesuai dengan jenis kelaminnya dan belajar hidup seperti kaumnya. Dalam masa remaja ini, diharapkan mereka
11-44
T1NJAUAN TEORJTlS
menerima keadaan diri sebagai pria atau wanita dengan sifat dan tanggung jawabnya masing-masing. 4. Memperoleh kebebasan emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya. Tugas perkembangan penting yang dihadapkan pada remaja adalah kebebasan atau ketergantungan emosional seperti dalam masa kanak-kanak, anak sangat bergantung emosinya pada orang tua atau orang dewasa lainnya. Dalam masa remaja, seseorang dituntut untuk tidak lagi mengalami perasaan bergantung semacam itu. 5. Memperoleh
kesanggupan
berdiri
sendiri dalam
hal-hal yang
bersangkutan dengan masalah ekonomi. Tugas perkembangan ini merupakan satu di antara tugas perkembangan remaja yang penting, mengingat mereka kelak akan hidup sebagai orang dewasa. 6. Mendapatkan perangkat nilai-nilai hidup dan falsafah hidup. Para remaja diharapkan memiliki standar-standar pikir, sikap dan perasaan dan perilaku yang dapat menuntun dan mewamai berbagai aspek kehidupannya dalam masa dewasa dan masa depannya.
2.3.3. Pelaksanaan Tugas-Tugas Perkembangan Remaja Tugas-tugas perkembangan remaja yang khusus menurut Andi Mappiare (1982: 109), bersangkutan dengan : 1. Pentingnya kelancaran pelaksanaan tugas-tugas perkembangan. Dalam pelaksanaan tugas-tugas perkembangan, ada sekurang kurangnya tiga aspek kekuatan yang bekerja secara bersamaan.
TINJAUAN TEORITIS
1I-45
Kekuatan yang dimaksud adalah : adanya kematangan fisik yang dimiliki individu, adanya tekanan-tekanan kultural dari masyarakat dan adanya nilai-nilai dan aspirasi seseorang. Dengan
beke~asamanya
tiga kekuatan itu secara bersamaan dalam diri dan lingkungan sekitar manusia,
maka
manusia
harus
melaksanakan
tugas-tugas
perkembangan yang sesuai dengan usia di mana dia berada, sehingga usia-usia tersebut dinamakan 'usia-usia kritis'. 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi tugas-tugas perkembangan. Dalam melaksanakan tugas-tugas perkembangan bagi remaja, satu di antara dua kemungkinan dapat terjadi. Kemungkinan yang dimaksud adalah lancar atau lambat, berhasil atau gagal. Faktor-faktor tersebut antara lain : pertumbuhan fisik remaja dan perkembangan psikis remaja, kedudukan atau urutan anak dalam keluarga, adanya kesempatan bagi remaja untuk mempelajari tugas-tugas perkembangan, motivasi yang ada pada seseorang, faktor pendorong yang bersumber dari luar diri dan
dalam
diri
dan
kelancaran
pelaksanaan
tugas-tugas
perkembangan pada masa sebelumnya.
2.3.4. Perkembangan Konsep Diri Remaja Masa remaja merupakan saat-saat yang dipenuhi berbagai macam perubahan di dalam proses kehidupannya. Perubahan yang dialami oleh remaja tidak hanya menyangkut perubahan yang dapat diamati secara langsung tetapi menyangkut juga perubahan yang tidak segera teramati,
11-46
TINJAUAN TEORITIS
di antaranya perubahan konsep din. Konsep din yang dimiliki oleh seorang anak biasanya akan mengalami perubahan setelah ia memasuki usia remaja. Pada masa tertlentuknya konsep din seorang remaja, banyak faktor yang
mempengaruhinya,
terutama faktor Iingkungan yaitu
bagaimana reaksi individu di sekitamya terhadap dinnya atau terhadap tingkah lakunya, akan mempengaruhi konsep din pada remaja. Selain itu, perkembangan
remaja
pada
masa
sebelumnya
juga
banyak
mempengaruhi pembentukan konsep dinnya. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa kondisi perkembangan dan pertumbuhan yang terjadi pada remaja akan berpengaruh terhadap konsep din remaja tersebut.
2.4.
Tlnjauan Tentang Tuna Rungu
Proses mendengar terjadi karena adanya udara yang masuk ke dalam lubang telinga yang ditenma oleh selaput gendang, diteruskan oleh tulang-tulang pendengaran ke selaput jendela lonjong, kemudian diteruskan ke telinga bagian dalam yang bensi cairan dan akhimya ditenma oleh ujung-ujung syaraf pendengaran. Ujung-ujung syaraf pendengaran meneruskan rangsangan ke pusat pendengaran di otak yaitu area broadman berupa cortex cerebri, dan disinilah terjadi proses mendengar.
T1NJAUAN TEORlTIS
1/-47
2.4.1. Definisi Ketunarunguan Ada dua macam definisi mengenai ketunarunguan sesuai dengan tujuannya, yaitu definisi untuk tujuan medis dan definisi untuk tujuan pedagogis (Sastrawinata, 1977). Secara medis, ketunarunguan berarti kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan dan tidak berfungsinya
sebagian atau seluruh alat pendengaran. Sedangkan
secara pedagogis, ketunarunguan adalah kekurangan atau kehilangan pendengaran yang mengakibatkan hambatan dalam perkembangan sehingga memerlukan bimbingan dan pendidikan khusus.
2.4.2. Penyebab Hilangnya Pendengaran Hilangnya pendengaran yaitu suatu kondisi mekanis atau kondisi yang berhubungan dengan urat syaraf yang menghalangi transmisi gelombang suara.
Hilangnya pendengaran
dapat sebagian atau
keseluruhan. Kadang-kadang disebabkan oleh faktor keturunan atau disebabkan oleh pertambahan usia, penyakit atau mengalami kebisingan. Dali hal tersebut dapat diketahui bahwa penyebab hilangnya pendengaran sangat bervariasi, yaitu :
a. Hilangnya pendengaran yang bersifat bawaan Bentuk ini disebabkan karena faktor keturunan seperti kerusakan genetik. Bila dialami saat bayi lahir, dapat disebabkan oleh luka, keracunan, infeksi selama proses kelahiran atau saat ibu hamil. Lahir
TINJAUAN TEORITIS
11-48
premature atau berat badan di bawah normal pada bayi dapat mengakibatkan kehilangan struktur dan fungsi pendengaran. Faktor yang mempengaruhi hilangnya pendengaran yang bersifat bawaan termasuk riwayat keluarga yang menderita kehilangan pendengaran atau mengalami gangguan keturunan yang telah dikenal, si ibu selama kehamilan menderita sifilis atau mengkonsumsi obat obatan yang dapat merusak pendengaran bayi, kekurangan oksigen yang berkepanjangan pada janin dan bawaan abnormal pada telinga, hidung atau tenggorokan.
b. Bisu tuli secara mendadak Bisu tuli yang datang secara mendadak yaitu hilangnya pendengaran secara tiba-tiba mengalami kesulitan pendengaran. Pada kondisi ini dibutuhkan pertolongan medis karena perawatan yang tepat dapat memulihkan pendengaran secara keseluruhan. Beberapa faktor penyebabnya adalah : • Infeksi yang disebabkan oleh bakteri. • Diabetes melitus, tiroid yang tidak aktif, kadar lemak dan kolesterol tinggi. • Tekanan darah tinggi dan pengerasan arteri. • Luka pada kepala atau tumor otak. • Mengkonsumsi obat-obatan yang dapat merusak pendengaran. • Kerusakan pada urat syaraf. • Penyakit darah seperti leukemia.
TlNJAUAN TEORITIS
1I-49
c. Hilangnya pendengaran yang bersifat bawaan karena kebisingan Merupakan salah satu bentuk hilangnya pendengaran yang dapat bersifat sementara atau permanen. Banyak terjadi pada seseorang yang sering mendengar suara bising. d. Prebikusis
Merupakan kehilangan pendengaran progresif yang berhubungan dengan usia lanjut
2.4.3. Klasifikasi Tuna Rungu Ada beberapa klasifikasi tuna rungu sesuai dengan dasarnya, yaitu secara etiologis tuna rungu dapat dibedakan atas tuna rungu endogin ialah tuna rungu congenital yang diturunkan dari orang tua. Tuna rungu eksogin ialah tuna rungu yang diperoleh karena penyakit atau kecelakaan. Secara anatomis-fisiologis tuna rungu dapat dibagi menjadi tuna rungu hantaran ialah tuna rungu yang disebabkan oleh kerusakan dan tidak berfungsinya alat-alat penghantar getaran pada telinga tengah. Tuna rungu syaraf adalah tuna rungu yang disebabkan oleh kerusakan dan tidak berfungsinya alat-alat pendengaran pada telinga bagian dalam. Selain tuna rungu anatomis-fisiologis ada pula tuna rungu psikis, yaitu kekurangan atau ketidakmampuan mendengar, meskipun semua alat-alat pendengaran dalam keadaan baik. Hal ini disebabkan karena adanya gangguan atau kekalutan jiwa pada si-penderita. Tuna rungu psikis dapat bersifat sementara dan dapat juga menetap.
TINJAUAN TEORlTIS
II-50
Menurut nada yang tidak dapat didengar, tuna rungu dapat disebabkan atas tuna rungu nada rendah, tuna rungu nada tinggi dan tuna rungu total. Sedangkan menurut terjadinya, tuna rungu dibedakan atas tiga, yaitu tuna rungu yang terjadi saat dalam kandungan (pra natal), saat kelahiran (natal) dan setelah kelahiran (post natal). K1asifikasi tuna rungu menurut tarafnya, atas dasar pengukuran aUdiometris, dapat dibedakan menjadi : a. Tuna rungu pada
tarat 15-25 dB, yaitu tuna rungu tarat ringan.
Anak-anak tuna rungu pada tarat ini masih dapat belajar bersama sarna anak-anak pada umumnya dengan pemakaian alat pembantu mendengaran. b. Tuna rungu pada tuna rungu pada
tarat 26-50 dB, yaitu tuan rungu sedang. Anak
tarat ini sudah memer1ukan pendidikan khusus
dengan latihan bicara, membaca dan latihan mendengar dengan memakai alat pembantu mendengaran. c. Tuna rungu pada tarat 51-75 dB, yaitu tuna rungu berat. Anak tuna rungu pada
tarat ini sudah harus mengikuti program pendidikan di
Sekolah Luar Biasa (SLB) dengan mengutamakan pelajaran bahasa, bicara dan membaca. Penggunaan alat pembantu mendengar baginya tidak banyak berguna dalam pelajaran bahasa, tetapi masih dapat dipakai di jalan-jalan raya untuk bunyi klakson dan suara-suara bising lainnya.
IINJAUAN
11-5 I
Il::Uj{111~
d. Tuna rungu pada tarat 76 dB ke atas, yaitu tuna rungu dengan tarat sangat berat Anak tuna rungu pada tarat ini lebih memerlukan program pendidikan kejuruan, meskipun pelajaran bahasa dan berbicara masih dapat diberikan kepadanya. Penggunaan alat pembantu mendengar biasa tidak memberikan mantaat baginya.
2.4.4. Perkembangan Dan Ciri-Ciri Khas Remaja Tuna Rungu
Tuna rungu dapat menghambat perkembangan anak, terutama perkembangan komunikasi dan emosinya, sehingga juga berpengaruh pada jiwa dan kepribadiannya 1. Perkembangan Pada Segi Fisik Dan Bahasa Pada Anak Tuna Rungu.
Dalam segi fisik anak tuna rungu tidak banyak mengalami hambatan, walaupun ada sebagian anak tuna rungu yang terganggu dalam keseimbangan karena ada hubungan antara kerusakan telinga bagian dalam dengan indera keseimbangan yang ada di dalamnya. Demikian pula ada sebagian anak tuna rungu yang perkembangan fisiknya terhambat akibat tekanan-tekanan jiwa yang dideritanya. Sebaliknya tuna rungu jelas mengakibatkan hambatan dalam perkembangan
bahasa,
karena
perkembangan
memerlukan kemampuan pendengaran.
bahasa
banyak
II-52
T1NJAUAN TEORITIS
2. Perkembangan Intelegensi Perkembangan intelegensi sangat dipengaruhi oleh pendengaran bahasa, sehingga hambatan perkembangan bahasa pada anak tuna rungu menghambat perkembangan intelegensinya. Kerendahan tingkat intelegensi anak tuna rungu bukan berasal dari kemampuan
intelektualnya
yang
rendah,
tetapi
pada
umumnya
disebabkan karena intelegensinya tidak mendapat kesempatan untuk berkembang. Pemberian bimbingan yang teratur, terutama dalam kecakapan bertahasa akan dapat membantu perkembangan intelegensi anak tuna rungu.
3. Perkembangan Emosi Anak Tuna Rungu. Keterbatasan kecakapan bertahasa mengakibatkan kesukaran dalam berkomunikasi, dan akhimya menghambat perkembangan emosi. Emosi berkembang karena pengalaman dalam komunikasi seorang anak dengan anak lain, orang tuanya dan orang lain disekitarnya. Selain karena kemiskinan bahasa anak tuna rungu yang mengakibatkan kedangkalan emosi, juga sikap masyarakat dan kegagalan dalam banyak hal mengakibatkan emosi anak tuna rungu menjadi labil. Mereka selalu ragu-ragu dan semua perbuatannya disertai perasaan cemas. Kemampuannya untuk melihat semua kejadian tetapi tidak mampu untuk
mengikuti
dan
mengerti
kejadian
itu
secara
menyeluruh
menimbulkan perkembangan perasaan curiga pada lingkungan dan kurang percaya pada diri sendiri.
II-53
TINJAUAN TEORITIS
4. PerXembangan Kepribadian Anak Tuna Rungu. Perkembangan kepribadian terjadi dalam pergaulan atau perluasan pengalaman pada umumnya dan diarahkan oleh faktor-faktor anak sendiri. Ketidakmampuan berbahasa,
rangsang
menerima
ketidakstabilan
emosi
dan
pendengaran,
kemiskinan
keterbatasan
intelegensi,
dihubungkan dengan sikap lingkungan terhadapnya menghambat perkembangan kepribadiannya. Kepribadian anak tuna rungu dapat berkembang dengan wajar bila ada pengertian, perhatian dan sikap ingin membantu pada orang-orang yang
meru~kan
Iingkungannya, terutama orang tuanya.
Ciri-Ciri Khas Anak Tuna Rungu a. Ciri-ciri khas dalam segi fisiko Ciri khas anak tuna rungu dalam segi fisik dapat disebutkan antara lain: cara berjalannya kaku dan agak membungkuk, gerakan matanya cepat dan agak beringas, gerakan kaki dan tangannya sangat cepatllincah dan pemapasannya pendek serta agak terganggu. b. Ciri-ciri khas dalam segi intelegensi. Pada anak tuna rungu terdapat anak-anak yang memiliki intelegensi yang tinggi, rata-rata dan intelegensi rendah. Sesuai dengan sifat ketunaannya, anak tuna rungu pada umumnya sukar dapat menangkap pengertian yang abstrak, sebab untuk dapat menangkap
TINJAUAN TEORJTlS
II-54
pengertian abstrak diperlukan pemahaman yang baik akan bahasa Iisan maupun tulisan.
c. Ciri-ciri khas dalam segi emosi. Kekurangan pemahaman akan bahasa lisan atau tulisan seringkali menyebabkan anak tuna rungu menafsirkan sesuatu negatif atau salah dan dalam hal ini sering mengakibatkan tekanan pada emosinya.
d. Ciri-clri khas dalam segi sosial Faktor sosial budaya meliputi pengertian yang sangat luas yaitu lingkungan hidup di mana anak berinteraksi, yaitu interaksi antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, keluarga dan lingkungan masyarakat yang lebih luas. Perlakuan yang kurang wajar dari anggota keluarga dan anggota masyarakat yang berada di sekitamya, dapat menimbulkan beberapa aspek yang negatif seperti : • Perasaan rendah diri dan merasa diasingkan oleh keluarga atau masyarakat. • Perasaan cemburu dan curiga serta merasa diperlakukan tidak adi!. • Kurang dapat bergaul, mudah marah dan berlaku agresif.
e. Ciri-ciri khas dalam segi bahasa. Pada umumnya dalam segi bahasa anak tuna rungu mempunyai ciri-ciri khas sebagai berikut : - Miskin dalam kosa kata.
)4 3629 T1NJAUAN TEORITIS
II-55
- Sulit mengartikan ungkapan-ungkapan bahasa yang mengandung arti kiasan. - Sulit mengartikan kata-kata abstrak. - Kurang menguasai irama dan gaya bahasa. Menurut Loeb dan Sarigani (1986), penderita tuna rungu menunjukkan kepribadian dan karakteristik sosial yang ber1>eda dari orang-orang normal yang memiliki kemampuan pendengaran. Sikap-sikap yang sering dimunculkan antara lain: 1. Mereka sering menghindar untuk tidak berkomunikasi dengan masyarakat banyak sehingga anak-anak tuna rungu tumbuh dalam lingkungan yang relatif terisolir. 2. Mereka kadang-kadang mendapatkan kesulitan untuk berteman dan memiliki rasa malu yang berlebihan. 3. Mereka dapat menunjukkan tingkah laku yang menarik din jika mereka tidak memiliki orang tua yang tuna rungu atau ternan-ternan yang dapat bennteraksi secara non verbal. Masalah pribadi pada remaja tuna rungu, antara lain bertumpu pada keragu-raguan menghadapi masa depan dalam menyongsong kehidupan untuk memilih pendidikan untuk bekal di hari depan. Mereka banyak diombang-ambingkan antara pengharapan dan keterbatasannya. Banyak remaja tuna rungu kehilangan kelincahannya pada masa tersebut.
TINJAUAN TEORITIS
II-56
KERANGKA BERPIKIR Individu
tuna
rungu,
tidak
terlepas
dari
tuntutan
untuk
melaksanakan tugas-tugas perkembangannya, salah satu di antaranya adalah mampu menentukan pilihan pendidikan untuk tujuan hidupnya. Cacat fisik yang diderita remaja tuna rungu yaitu kekurangan dalam pendengaran dan kemampuan berbicara sejak lahir mengakibatkan kesulitan berkomunikasi secara verbal sehingga akan membuat penilaian negatif temadap keadaannya. Ada individu tuna rungu yang dapat menerima kekurangan dirinya dengan tidak menutup diri temadap kemungkinan kelebihan lain yang dimiliki, tetapi sebagian besar remaja tuna rungu kurang dapat menerima keadaan dirinya serta tidak menyadari kelebihan yang dimiliki.
Loeb dan Sarigani (1986), mengatakan bahwa individu tuna rungu menunjukkan kepribadian dan karakteristik sosial yang berbeda dengan orang normal yang memiliki kemampuan pendengaran. Individu tuna rungu sering menghindar dan jarang berkomunikasi dengan masyarakat luas sehingga anak-anak tuna rungu tumbuh dalam Iingkungan yang terbatas. Pada saat memasuki usia remaja, transisi;
te~adi
yang
merupakan masa
perubahan fisik dan psikis yang dapat menimbulkan suatu
kekhawatiran tersendiri terhadap kondisi tubuh yang dimiliki oleh individu yang tuna rungu.
TINJAUAN TEORITIS
II-57
Konsep diri adalah satu dari aspek kepribadian individu yang merupakan sebuah organisasi yang stabil dan berkarakter yang disusun dari persepsi-persepsi individu yang bersangkutan sebagai hal yang mendasar baginya. Konsep diri merupakan gabungan antara pikiran dan perasaan
yang
dimiliki
seseorang
yang
menyebabkan
timbulnya
kesadaran akan eksistensi diri, konsep diri tentang apa dan siapakah saya. Konsep diri ini dalam perkembangannya akan menentukan orientasi masa depan dalam bidang pendidikan individu, seperti yang dikemukakan oleh Allport (1961) dan Bum (1993 : 82) mengemukakan bahwa konsep diri yang ideal menuju pada tujuan-tujuan seseorang bagi masa depannya.
Konsep
diri ini dalam perkembangannya akan
menentukan orientasi masa depan individu. Dapat dikatakan bahwa salah satu faktor yang cukup penting dalam penentuan masa depan seseorang termasuk remaja tuna rungu, adalah konsep diri yang dimilikinya. Apabila konsep diri yang dimilikinya baik maka ia akan dapat menentukan tujuan hidupnya secara jelas. Jersild (175:172) membagi konsep diri dalam tiga komponen pokok yaitu : 1. Perceptual component, merupakan image yang dimiliki seseorang mengenai penampilan dari tubuhnya serta impresi yang ia berikan kepada orang lain yang meliputi dua aspek yaitu : a. sex appropreateness b. self attractiveness
T1NJAUAN TEORITlS
II-58
Komponen ini disebut juga sebagai "Physical Self Concept" 2. Conceptual component, merupakan konsepsi seseorang tentang karakteristik latar belakangnya serta masa depannya yang meliputi empat aspek yaitu : a. kejujuran b. kepercayaan diri c. kemandirian d. keberanian 3. Attitudinal component, merupakan pikiran dan perasaan yang dimiliki seseorang mengenai dirinya, sikapnya terhadap masa depan dan sikapnya mengenai status dirinya saat ini. Komponen ini terdiri dari enam aspek yaitu : a. sikap terhadap status diri b. sikap terhadap masa depan c. penghargaan diri d. perasaan bangga e. perasaan malu f. perasaan menyesali atau menyalahkan diri Adapun proses konsep diri dimulai dari adanya eksplorasi diri lewat interaksi. Konsep diri berkembang seiring dengan terjadinya pengalaman-pengalaman
dan tahap perkembangan yang dijalani.
Kemudian konsep diri menjadi pusat pengintegrasian, pengalaman masa
T1NJAUAN TEORITIS
II-59
lalu dan sekarang, yang akan menentukan respon individu terhadap berbagai objek. Konsep diri seseorang diletakkan pada
saat awal dari
kehidupannya dan menjadi dasar tingkah laku di kemudian hari. Konsep diri dapat mengalami perubahan sebagaimana yang dikemukakan oleh Ralmy dari Combs dan Snygg (Bums,1993:324) yang mengatakan bahwa konsep diri bisa mengalami perubahan karena adanya interaksi dengan kultur atau
lingkungan sekitarnya dan adanya penerimaan
konsep-konsep baru dalam diri individu sebagai akibat dari adanya perbedaan yang akan menentukan pandangan dan harapan-harapannya di masa depan. Nurmi (1979) mengemukakan bahwa orientasi masa depan adalah perwujudan bagaimana seseorang memandang masa depannya menyangkut harapan-harapan, tujuan standar, perencanaan dan strategi pencapaian tujuan, terlebih dahulu individu harus mempunyai skemata kognitif mengenai antisipasi kehidupan di masa yang akan datang. Nurmi dan Trommsdorf (1983), mengemukakan pengertian orientasi masa depan sebagai skemata kognitif motivasional yang kompleks, yaitu merupakan antisipasi dan evaluasi tentang diri di masa depan dalam kaitannya dengan kualitas motivasional dan efektivitas. Orientasi masa depan berhubungan dengan sikap pesemis dan optimis, lebih negatif atau positif.
TINJAUAN TEORlTIS
Il-60
Orientasi masa depan dapat digambarkan melalui tiga tahap, ketiga tahap ini merupakan proses yang saling berkaitan dan berinteraksi dengan skemata yang dimiliki individu mengenai masa depan dan perkembangan diri yang ia antisipasi (Nunni, 1989). Ketiga proses tersebut yang pertama adalah motivasi, di mana individu membentuk tujuan-tujuan dengan membandingkan antara motif motif dan nilai-nilai umum dan pengetahuannya tentang perkembangan diri yang ia antisipasi. Kedua yaitu
perencanaan, setelah individu
membuat tujuannya, aktivitas perencanaan dibutuhkan dalam usaha untuk merealisasikan tUjuan tersebut. Pengetahuan tentang konteks kehidupan di masa depan yang akan datang merupakan dasar dan perencanaan. Ketiga yaitu evaluasi,
individu kemudian mengevaluasi kemungkinan
realisasi dari tujuan-tujuan rencana yang telah dibuat. Evaluasi akan menghasilkan perasaan-perasaan positif atau negatif, di mana hal ini sangat
dipengaruhi
oleh
penilaian
individu
tentang
dirinya,
kemampuannya, dan evaluasi yang selanjutnya akan mempengaruhi tUjuan-tujuan perencanaan yang telah dibuat. Berdasarkan skema kognitif, individu mengantisipasi kejadian di masa depan dan memberikan makna pribadi temadap kejadian tersebut. Sebagai konsekuensinya, minat dan motif menjadi bagian dari keadaan masa depan yang direncanakan. Berdasarkan skemata yang dihasilkan, individu membentuk harapan-harapan baru yang ingin diwujudkan dalam kehidupannya di masa datang. Orientasi masa depan dapat dijelaskan
TINJAUAN TEORlTIS
11-61
melalui liga proses berinteraksi dengan skemata yang dimiliki individu. Keliga proses itu yaitu motivasi, perencanaan dan evaluasi. Konsep diri yang merupakan gambaran mengenai siapa dirinya, kemampuan dan ketidakmampuan, keadaan dirinya di masa lalu dan masa sekarang menentukan responnya terhadap lingkungan serta menentukan cara pandangnya terhadap masa depan. Pandangan terhadap masa depan memegang peran penting dalam menentukan harapan-harapan, tujuan, perencanaan dan strategi pencapaian tujuan di masa depan. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Allport (Burn, 1993 : 82), bahwa konsep diri yang ideal menunjukkan tujuan
tujuan
seseorang
bagi
masa depannya.
Konsep
diri
ini
dalam
perkembangannya akan menentukan orientasi masa depan individu. Setiap kepribadian yang matang dapat menentukan tujuan yang telah dipilihnya dan akan dicapai dengan cara bertahap. eita-eita mereka menjadi aeuan dalam arah pandangannya. Seseorang yang mempunyai konsep diri positif akan mempunyai pandangan yang positif juga terhadap masa depannya dan seseorang yang mempunyai konsep diri yang negatif akan mempunyai pandangan yang negatif pula untuk masa depannya. Konsep diri dan pandangan terhadap masa depan semakin kuat terbentuk pada saat individu memasuki masa remaja, karena pada masa remaja terjadi berbagai macam perubahan di dalam kehidupan. Perubahan yang dialami oleh remaja tidak hanya menyangkut perubahan yang dapat teramati seeara langsung, misalnya perubahan fisik dan
TINJAUAN TEORITlS
11-62
tingkah laku tetapi menyangkut juga perubahan yang tidak dapat diamati, diantaranya perubahan konsep diri. Pada masa terbentuknya konsep diri seorang remaja, banyak faktor yang mempengaruhi, terutama faktor lingkungan yaitu bagaimana reaksi
individu
terhadap
dirinya
atau
tingkah
laku
yang akan
mempengaruhi konsep diri pada masa remaja. Dapat dikatakan bahwa kondisi perkembangan dan pertumbuhan pada masa remaja akan berpengaruh terhadap konsep diri remaja tersebut. Ingersoll (1982:2), mendefinisikan masa remaja sebagai periode perkembangan personal, di mana individu muda tersebut harus menetapkan identitas diri dan perasaan berharga. Masa ini berisikan perubahan fisik, adaptasi terhadap kemampuan intelektual yang lebih matang, menyesuaikan diri terhadap tuntutan sosial untuk kematangan, menginternalisasikan sistem nilai individu dan mempersiapkan diri untuk peran-peran orang dewasa. Adanya gambaran mengenai dirinya sendiri atau konsep diri yang dimiliki remaja tuna rungu bertlubungan dengan hal yang menyangkut bagaimana mereka memandang dirinya dalam konteks masa depan dan hal ini tidak terlepas dukungan, baik dari keluarga dan lingkungan sekitarnya.
v
Selanjutnya, untuk memperoleh data dari individu tuna rungu digunakan skala konsep diri dan skala orientasi masa depan dalam bidang pendidikan yang berupa kuesioner.
TINJ AU AN TEORITIS
II-63
Secara sederhana, kerangka pikir di atas dirumuskan ke dalam skema sebagai berikut : Skema Berpikir Remaja Tuna Rungu
Kelidakmampuan dalam mendengar dan berbicara
sehingga menimbulkan hambalan dalam berkomunikasi
secara verbal.
- Kurang menerima kelerbalasan dirinya secara posilif. - Kurang menyadari kelebihan yang dimilikinya.
I+
Lingkungan : - Keluarga - Sekolah - Masyarakal
~
I
Konsep Din Negatit
I
~
Kurang mampu bersosialisasi dengan baik serta menulup diri disesuaikan lerhadap perkembangan yang dengan penerimaan kondisi lubuhnya yang cacat
~
Selum menenlukan langkah apa yang akan ia lakukan selelah lulus dari sekolah, belum menenlukan cila-cila serta lidak memiliki rencana unluk melanjulkan pendidikan ke jenjang yang lebih linggi baik yang sifalnya formal maupun non formal
Orienlasi masa depan daiam bidano pendidikan kabur
TINJAUAN TEORITIS
lI-64
2.6. HIPOTESIS "Semakin negatif konsep diri yang dimiliki oleh remaja tuna rungu di SLB-B "Pancaran Kasih" Cirebon" maka akan semakin tidak jelas orientasi masa depan dalam bidang pendidikan".