BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Sejak 1998 reformasi bergulir,kebijakan politik di tanah air mengalami perubahan. Yang paling nyata adalah perubahan model pemerintahan dari sistem sentralisasi menuju desentralisasi. Perubahan kebijakan tersebut sudah barang tentu menjadi harapan besar bagi masyarakat agar membawa ‘angin segar’ dalam rangka peningkatan kesejahtraan dan perkembangan demokratisasi di level lokal. Memang sejak Orde Baru berkuasa,posisi lembaga-lembaga politik publik (DPR/DPRD),mengalami penurunan dari sisi peran dan fungsi. Ketidakberdayaan lembaga wakil rakyat saat itu,membuat keberadaannya tidak bisa berfungsi secara maksimal dalam menyuarakan kepentingan rakyat. Kondisi ini sudah tentu sangat tidak
menguntungkan
posisi
rakyat
secara
keseluruhan,karena
DPRD
Provinsi/Kabupaten/Kota lebih ‘fasih’ memainkan peran ideologi kekuasaan dari pada ideologi publik yang diwakilinya. 1 Sementara itu di era Otonomi Daerah yang sekarang diterapkan sesuai dengan UU No.32 taun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah memberi perubahan. Berbeda dengan berbagai undang-undang pemerintahan daerah yang pernah disusun,pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dengan daerah maka era otonom memilih keseimbangan diantara keduanya. Oleh karena itu,UU No.32 Tahun 2004 dapat disebut sebagai UU yang menggunakan prinsip desentralisasi berkeseimbangan (equilibirium decentralization). 1
Heri,Zulfan.Legislator Menuai Kritik.2005.Riau : ISDP (Indonesian Society for Democracy and Peace). Hal 177.
Universitas Sumatera Utara
Adapun perbedaan itu adalah :
UU Nomor 5 tahun 1974 memberikan peranan lebih dominan paa pemerintah daerah
UU Nomor 22 tahun 1999 memberikan peranan lebih dominan pada DPRD
UU Nomor 32 tahun 2004 memberikan peranan yang berimbang antara susunan
pemerintahan
(pusat,provinsi,kabupaten/kota)
sebagai
keseimbangan secara vertikal,maupun keseimbangan antara kepala daerah dan DPRD sebagai keseimbangan secara horisontal.
Prinsip desentralisasi berkeseimbangan sebenarnya justru yang paling sesuai dengan falsafah negara Pancasila menggunakan pendekatan ”menang-menang” (winwin approach) dalam pengambilan keputusan ataupun memecahkan masalah,seperti tersirat pada sila keempat yakni ”Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam
berkeseimbangan pemerintah
pusat
dapat
permusyawaratan dilakukan
dengan
daerah
perwakilan”.
pembagian otonom
Melalui
desentralisasi
urusan
pemerintahan
secara
proporsional
antara dengan
mempertimbangkan nilai-nilai efektifitas,efisiensi,keadilan dan kesetaraan,ekonomik serta nilai demokrasi. Dalam bidang urusan pemerintahan yang dialokasikan kepada setiap entitas pemerintahan,sudah tergambar adanya tugas,wewenang,serta tanggung jawab. Melalui desentralisasi berkeseimbangan,dilakukan pembagian fungsi yang jelas antara kepala daerah dan DPRD. Dalam pengertian desentralisasi terkandung adanya penyerahan kewenangan untuk mengatur dan mengurus urusan rumah tangga daerah. Kewenangan mengatur yang diwujudkan dalam bentuk membuat peraturan daerah sudah seharusnya lebih banyak dijalankan oleh DPRD,sedangkan kepala
Universitas Sumatera Utara
daerah lebih banyak menjalankan kewenangan mengurus yang bersifat implementasi dari kewenangan mengatur. Oleh karena itu sekarang ada perubahan yang cukup signifikan dimana keberadaan legislatif tidak bisa dipandang sebelah mata oleh jajaran pihak eksekutif,terutama dalam perumusan kebijakan publik. Legislatif (DPRD) sebagai bagian dari sistem pemerintahan daerah merupakan representasi yang mewakili kepentingan publik seharusnya dan sewajarnya lebih terlibat dalam manajemen pemerintahan dan pembangunan. Keterlibatan legislatif dalam perumusan kebijakan publik harus dimulai dari proses identifikasi masalah dan kebutuhan masyarakat yang perlu diprioritaskan penanganannya. Perencanaan,penganggaran,proses monitoring dan evaluasi hasilhasilnya. Namun,sekalipun era Otonomi Daerah membuka keleluasaan yang cukup besar bagi para anggota DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota menjalankan fungsi legislasi,anggaran dan pengawasan,akan tetapi tanpa diikuti oleh kualitas sumber daya manusia yang bermutu,maka kualitas produk yang dihasilkan DPRD belum tentu mencerminkan kehendak dan kebutuhan masyarakat secara keseluruhan,bahkan bisa ‘berseberangan’ dengan aspirasi masyarakat. Apalagi seperti yang kita ketahui bahwa persyaratan menjadi anggota DPRD adalah pendidikan minima SLTA dan atau sederajat. Karena itulah ada tuntutan dari masyarakat agar para anggota DPRD mampu meningkatkan kualitasnya,baik dari segi pendidikan dan pengalaman yang tentunya akan berdampak terhadap daya kritis,dan sensitifitas terhadap kasus-kasus publik. Dimana hal ini akan berujung ke unsur yang kita sebut kedewasaan atau kematangan. Pendidikan minimal SLTA atau sederajat diharapkan bisa menjadi salah satu syarat yang membuktikan tingkat kematangan seorang anggota DPR/DPRD baik
Universitas Sumatera Utara
secara intelektual dan emosional. Kematangan /kedewasaan yang diperoleh lewat adayana pendidikan akan mempengaruhi cara seorang anggota legislatif menyikapi permasalahan /isu publik serta bagaimana mereka menerjemahkan ke dalam suatu kebijakan publik. Jika dikaitkan antara kinerja anggota legislatif dan kematngan mereka, kita mungkin masih teringat apa yang pernah dikatakan oleh Alm. Gusdur yang mengatakan bahwa anggota DPR itu seperti Taman Kanak-kanak 2 . Namun ternyata ucapan Gusdur tersebut saat ini bukan hanya cocok untuk pernyataan terkait suap tapi juga dalam hal pandai bertengkar dan adu jotos dalam ruang sidang. Anggota DPR saling adu jotos dan bertengkar bukan satu-dua kali terjadi, tapi terlalu sering kita lihat dalam berbagai kesempatan. Dan terakhir adalah kemarin saat dilaksanakanya sidang paripurna terkait kasus Bank Century yang terjadi kericuhan karena banyaknya hujan interupsi dan kemudian ditambah lagi dengan sikap otoriter dari pimpinan sidang yang menutup sidang secara sepihak. Sebagai wakil rakyat, anggota legislatif diminta punya dan memperlihatkan empati pada rasa keadilan masyarakat. Namun fenomena kemarin menunjukkan mindset dan paradigma para anggota legislatif itu masih jauh dari yang kita harapkan. Jika kondisi seperti itu terus terulang dan terjadi, masyarakat akan pesimis anggota legislatif periode 2009-2014 ini akan menghasilkan sesuatu yang berarti bagi rakyat Indonesia. Padahal rakyat punya harapan besar agar anggota legislatif mampu mendahulukan kepentingan rakyat dengan cara yang pantas dan ber-attitude yang baik. 3
2 3
http ;// kutuilmu.wordpress.com./17 Mei 2009 www.kompas.com Rabu,11 November 2009
Universitas Sumatera Utara
Sama seperti yang terjadi di Kabupaten Karo,masyarakat menaruh harapan besar pada DPRD Karo untuk menunjukkan kinerja yang lebih baik. Harapan semua pihak dan kalangan masyarakat Kabupaten Karo yang baru saja menyaksikan wakilnya dilantik tanggai 1 Oktober 2009 pada Sidang Paripurna Istimewa DPRD Karo adalah hasil seleksi ketat dari suara rakyat masyarakat Kabupaten Karo. Dari 34 anggota DPRD yang terpilih dapat dilihat bahwa 20 orang diantaranya sudah bergelar sarjana (S1),baik dari jurusan ekonomi,pertanian,dokter gigi,teknik dan hukum. Lebih dari 50% telah memiliki pendidikan sampai jenjang pendidikan formal perguruan tinggi 4 . Maka implementasi dari suara masyarakat itu,diharapkan tentunya pembangunan menjadi berpihak pada masyarakat. Hal ini adalah sangat penting didengar dan dilaksanakan para wakil rakyat yang telah terpilih kemarin dan merupakan perwakilan rakyat yang dinilai representative sebagaimana suara terbanyak. Mengingat sepertinya terlupakan di masa lampau,bahwa pembangunan di Kabupaten Karo terkesan berpihak kepada skala yang bukan menjadi hal yang menjadi prinsip penting bagi masyarakat Karo yang menggantungkan harapan hidupnya 85% di sektor pertanian. Padahal,semua kita ketahui infrastruktur di daerah ini hampir 75% dalam kondisi memprihatinkan khususnya di sentra-sentra produksi pertanian,irigasi dan peternakanDengan kondisi sumber daya alam daerah ini yang memiliki potensi pertanian dan pariwisata,maka seharusnya pembangunan diarahkan ke potensi-potensi ini. Disinilah DPRD dituntut untuk mampu tanggap,kritis dan sensitif menanggapi kebutuhan masyarakat. 5 Misalnya pada Realisasi Proyek APBD tahun 2009 yang pada umumnya digunakan untuk proyek infrastruktur jalan dan irigasi TA 2009 di sejumlah 4 5
Harian SIB,5 Juli 2009 www.analisadaily.com, 10 November 2009
Universitas Sumatera Utara
kecamatan yang jaraknya jauh dari ibukota kabupaten Karo terutama di kecamatan Munthe,Mardinding,Lau Baleng,Tiga Binanga,Juhar dan kecamatan Kuta Buluh. Masyarakat menuntut agar DPRD hendaknya turut mengawasi pembangunan di Tanah Karo,khususnya kecamatan-kecamatan yang jauh dari ibukota kabupaten Karo 6 . Dalam hal ini kinerja anggota DPRD tidak hanya diukur dari PERDA yang mereka keluarkan tapi bagaimana DPRD mampu menggunakan hak inisiatif dewan untuk menunjukkan kapabilitas dan keseriusan dewan memperjuangkan kepentingan masyrakat. Persoalannya,latar belakang anggota DPRD saat ini memainkan peran yang tidak sedikit. Dengan pendidikan dan pengalaman terbatas maka potensi terjadinya distorsi pemahaman dan juga pelaksanaan fungsi dewan memang terbuka lebar. Berdasarkan uraian di atas,maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Tingkat Pendidikan dan Kedewasaan dengan Kinerja Anggota DPRD Kabupaten Karo”.
1.2 Perumusan Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka perumusan masalah pada penelitian ini adalah : bagaimanakah hubungan tingkat pendidikan dan kedewasaan dengan kinerja anggota DPRD Kabupaten Karo?
1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian adalah pernyataan mengenai ruang lingkup dan kegiatan yang dilaksanakan berdasarkan masalah yang telah dirumuskan.
6
Harian SIB,7 November 2009,Hal 5.
Universitas Sumatera Utara
Tujuan penelitian ini adalah : 1. untuk mengetahui tingkat pendidikan anggota DPRD Kabupaten Karo 2. untuk mengetahui kinerja anggota DPRD Kabupaten Karo 3. untuk menguji apakah ada hubungan tingkat pendidikan dan kedewasaan dengan kinerja anggota DPRD Kabupaten Karo. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian yang dimaksud mencakup hal-hal sebagai berikut : 1. Secara akademis,penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara mengenai hubungan tingkat pendidikan dan kedewasaan dengan kinerja anggota DPRD. 2. Secara praktis penelitian ini dapat : a) Sebagai bahan pertimbangan bagi DPRD Kabupaten Karo untuk dipertimbangkan dalam rangka peningkatan kualitas anggota DPRD. b) Sebagai penelitian awal yang dapat dimanfaatkan bagi penelitian di masa yang akan datang. 1.5. Kerangka Teori Kerangka teori diperlukan untuk memudahkan penelitian ,sebab itu merupakan pedoman berpikir bagi peneliti. Oleh karena itu,seorang peneliti harus terlebih dahulu memiliki suatu kerangka teori sebagai landasan berpikir untuk menggambarkan dari sudut mana ia menyoroti masalah yang dipilihnya. Selanjutnya, menurut
Singarimbun
dan
Effendi
teori
adalah
serangkaian
Universitas Sumatera Utara
asumsi,konsep,konstruksi,defenisi dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep 7 . Dalam penelitian ini yang menjadi kerangka teori adalah : 1.5.1 Hakekat Pendidikan Di era Otonomi Daerah sekarang ini, banyak terjadi perubahan yang mendasar
di
segenap
kehidupan
berbangsa.
Adanya
penerapan
prinsip
demokrasi,desentralisasi,keadilan dan menjunjung tinggi HAM telah banyak mengubah cara pemerintah dan masyarakat dalam proses pembangunan. Demikian halnya dengan dunia pendidikan,prinsip-prinsip tersebut juga memberi dampak pada tujuan,proses serta penyelenggaraan sistem pendidikan itu sendiri. Selain itu, kemajuan IPTEK yang sudah banyak diaplikasikan dalam menyukseskan Otonomi Daerah menuntut semua kalangan untuk mampu mengimbanginya. Baik dengan meningkatkan kualitas SDM dengan pendidikan maupun kualitas penyelenggaraan pendidikan nasional itu sendiri. 1.5.1.1 Pengertian Pendidikan Menurut UU No.20 pasal 1 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan
proses
mengembangkan
pembelajaran
potensi
keagamaan,pengendalian
dirinya
agar
para
untuk
peserta
memiliki
didik
secara
kekuatan
diri,kepribadian,kecerdasan,akhlak
aktif
spiritual mulia,serta
keterampilan yang diperlukan dirinya,masyarakat,bangsa dan negara.
7
Singarimbun,Masri dan Sofyan Effendi.1989.Metode Penelitian Survei.Jakarta : PT Pustaka LP3S
Universitas Sumatera Utara
Pengertian pendidikan menurut Purwanto 8 ,”pendidikan adalah segala usaha orang dewasa dan pergaulan dengan seseorang untuk mencapai perkembangan jasmani dan rohani ke arah kedewasaan. Sedangkan menurut M.E. Soeleman dalam buku Ngalim Purwanto,”pendidikan adalah pemberian bantuan melalui pergaulan dalam bentuk pengaruh dengan tujuan agar yang dipengaruhi kelak dapat melaksanakan hidup dan tugas hidup secara mandiri dan bertanggung jawab”. Proses pemebelajaran akan membantu seseorang untuk memiliki kekuatan spritual dan keagamaan dimana dia akan memiliki pola pikir yang telah memiliki kesiapan dan memahami betul apa yang menjadi dasar/azas hidupnya serta apa yang bisa dia percayai. Sementara itu dari segi kepribadian,proses belajar itu akan membentuk pribadi seseorang lebih matang karena belajar tidak hanya memberi ilmu pengetahuan sehingga seseorang cerdas dan terampil,tetapi juga ada pengalaman baru dan pemahaman baru setiap kali ada proses itu. Sehingga manusia itu menjadi suatu mahluk hidup yang punya akhlak mulia ,cerdas,terampil dan matang secara jasmani/rohani lewat belajar dan mengecap pendidikan. Yang nantinya akan memampukan manusia untuk mampu hidup mandiri dan bertanggung jawab.
1.5.1.2 Tujuan Pendidikan Berdasarkan visi dan misi pendidikan nasional,pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa ,bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
8
Purwanto,Ngalim MP.1992.Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis.Bandung : PT Remaja Pusdakarya.hal 3
Universitas Sumatera Utara
bertakwa
kepada
Tuhan
Yang
mulia,sehat,berilmu,cakap,kreatif,mandiri,dan
Maha
menjadi
warga
Esa,berakhlak negara
yang
demokratis serta bertanggung jawab. Sementara itu menurut Mudyhardjo
9
,pembangunan pendidikan itu
menghasilkan orang-orang yang terdidik atau orang-orang yang terpelajar,yang biasanya disebut mencapai kedewasaan ataupun kematangan. Para pakar pendidikan dalam merumuskan pengertian pendidikan secara substansial mengarah pada satu titik pandang yaitu menuju kepada kedewasaan. Ciri utama kedewasaan dalam pendidikan adalah : 1. tujuan pendidikan yang diharapkan adalah agar orang mampu mengambil keputusan kesusilaan tanpa dipengaruhi orang lain serta keputusan yang diambil bersifat realistis. Keputusan kesusialaan yang dimaksud berupa dengan pendidikan yang diperolehnya diharapkan dapat mengambil keputusan berupa sikap bagaimana berperilaku di masyarakat. 2. agar orang dapat menjadi anggota masyarakat yang sesuai dengan norma-norma yang ada pada suatu masyarakat. Bahwa dengan pendidikan yang diperolehnya dapat nemahami serta menilai normanorma yang ada pada masyarakat tersebut. 3. mempunyai kematangan dalam aspek biologis dan psikologis yang meliputi
segi
keturunan,efektivitas,dan
keintelektualan.
Yang
dimaksud dalam hal ini adalah dengan pendidikan yang diperolehnya mempunyai kematangan baik untuk perkembangan biologis dan juga 9
Mudyahardo,Redja.2009.Pengantar Pendidikan.Jakarta : Rajawali Press. Hal 501
Universitas Sumatera Utara
perkembangan psikologis dalam menyelesaikan suatu masalah yang ada serta memotivasi dirinya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. 1.5.1.3 Jenis – jenis pendidikan 1. Pendidikan formal Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar,pendidikan menengah,dan pendidikan tinggi. Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar yang terdiri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan. Pendidikan menengah berbentuk sekolah menengah atas (SMA),madrasah aliyah (MA),sekolah menengah kejuruan (SMK),dan madrasah aliyah kejuruan (MAK),atau bentuk lain yang sederajat. Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah
yang
mencakup
program
pendidikan
diploma,sarjana,magister,spesialis,dan doktor yang diselenggarakan oleh pendidikan tinggi
dengan
sistem
akademi,politeknik,sekolah
terbuka.Perguruan tinggi,institut,atau
tinggi universitas.
dapat
berbentuk
Perguruan
tinggi
berkewajiban menyelenggarakan pendidikan,penelitian,dan pengabdian kepada masyrakat. Perguruan tinggi juga berhak memberikan gelar akademik ,profesi atau vokasi kepada para lulusannya yang telah memenuhi persyaratan kelulusan. 2. Pendidikan Nonformal Pendidikan Nonformal merupakan jalur pendidikan di luar pendidikan formal, berbentuk kegiatan belajar secara mandiri yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Pendidikan nonformal meliputi : pendidikan kecakapan
Universitas Sumatera Utara
hidup,pendidikan anak usia dini,pendidikan kepemudaan,pendidikan pemberdayaan perempuan,pendidikan keterampilan dan latihan kerja. Satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus,lembaga pelatihan,kelompok belajar dan pusat kegiatan belajar masyarakat. Selain itu pembelajaran dapat dilakukan secara mandiri lewat literasi informasi dan Media Exposure. Literasi informasi atau melek informasi merupakan seperangkat
keterampilan
yang
diperlukan
untuk
mencari
,menelusur,menganalisa,dan memanfaatkan informasi. Mencari informasi bisa ke perpustakaan,toko buku,pusat-pusat informasi,internet,dll. Sementara keterampilan menganalisa dan memanfaatkan informasi memerlukan kecerdasan logis,rasional,dan pertimbangan secara menyeluruh.untuk itu perlu banyak membaca buku,berinteraksi dengan orang-orang yang positif dan orang-orang yang sukses dalam kehidupan mereka. Media exsposure menyangkut seberapa banyak media yang berhasil diakses,berapa banyak koran,mendengar radio atau menonton tv. Lebih dari sekedar mengakses media dan tidak hanya menyangkut apakah seseorang secara fisik cukup dekat dengan kehadiran media massa,akan tetapi apakah seseorang itu benar-benar terbuka dengan peran-peran media tersebut. Media exsposure merupakan kegiatan mendengar.melihat,dan membaca pesan-pesan media massa ataupun pengalaman dan perhatian terhadap pesan tersebut yang dapat terjadi pada individu maupun kelompok.
Universitas Sumatera Utara
1.5.2
Kedewasaan atau kematangan
Menurut English&English,kematangan didefenisikan sebagai suautu keadaan atau kondisi bentuk,struktur ,dan fugsi yang lengkap atau dewasa pada suatu organisme ,baik terhadap suatu sifat,bahkan seringkali semua sifat. 10 Kematangan (maturity) membentuk sifat dan kekuatan dalam diri untuk bereaksi dengan cara tertentu,yang disebut “readiness”. Readiness yang dimaksud yaitu untuk betingkah laku ,baik tingkah laku yang instingtif mapaun tingkah laku yang dipelajari. Tingkah laku instingtif termasuk tingkah laku yang diwariskan idak hanya berdasarkan insting. Sementara tingkah laku yang dipelajari memerlukan apa yang disebut kematangan. Orang tidak akan dapat berbuat secara intelegern apabila kematangan intelektualitasnya belum memungkinkan. Manusia adalah mahkluk yang yang terus bertumbuh dan berkembang dimana kedua hal tersebut akan mempengaruhi kematangan manusia itu sendiri mulai dari fisik ,intelektual,emosi dan spritualnya. A. Perkembangan Fisik Dari pertumbuhan fisik, diketahui bahwa dewasa muda sedang mengalami peralihan dari masa remaja untuk memasuki masa tua. Pada masa ini, seorang individu tidak lagi disebut sebagai masa tanggung (akil balik), tetapi sudah tergolong sebagai seorang pribadi yang benar-benar dewasa (maturity). la tidak lagi diperlakukan sebagai seorang anak atau remaja, tetapi sebagaimana layaknya seperti orang dewasa lain-nya. la dapat bertindak secara bertanggung jawab untuk dirinya ataupun orang lain . Segala tindakannya sudah dapat dikenakan aturan-aturan hukum
10
Dalyono,2007,Psikologi Pendidikan. Jakarta :gramedia pustaka. Hal 207
Universitas Sumatera Utara
yang berlaku, artinya bila terjadi pelanggaran, akibat dari tindakannya akan memperoleh sanksi hukum (misalnya denda, dikenakan hukum pidana atau perdata}. Selain itu kekuatan dan energi pada masa dewasa ini akan matang. Misalnya, Selepas dari bangku pendidikan tinggi, seorang dewasa muda berusaha menyalurkan seluruh potensinya untuk mengembangkan diri melalui jalur karier. Kehidupan karier, sering kali menyita perhatian dan energi bagi seorang individu. Hal ini karena mereka sedang rnerintis dan membangun kehidupan ekonomi, agar benar-benar mandiri dari orang tua. Oleh karena itu, mereka memiliki energi yang tergolong luar biasa, seolah-olah mempunyai kekuatan ekstra bila asyik dengan pekerjaannya. B. Perkembangan Intelektual Masa perkembangan dewasa muda (young adulthood) ditandai dengan keinginan mengaktualisasikan segala ide-pemikiran yang dimatangkan selama mengikuti pendidikan tinggi (universitas/akademi). Mereka bersemangat untuk meraih tingkat kehidupan ekonomi yang tinggi (mapan). Karena itu, mereka berlomba dan bersaing dengan orang lain guna membuktikan kemampuannya. Segala daya upaya yang berorientasi untuk mencapai keberhasilan akan selalu ditempuh dan diikuti sebab dengan keberhasilan itu, ia akan meningkatkan harkat dan martabat hidup di mata orang lain. Tipe kematangan ini disebut juga post formal yaitu tipe matang dari sebuah pemikiran,yang bersandar pada pengalaman subjektif dan intuisi serta
logika,dan
berguna
dalam
menghadapi
ambiguitas,ketidakpastian,ketidakkonsistenan,kontradiksi,ketidaksempurnaan,dan kompromis 11 .Menurut seorang ahli perkembangan kognitif, Jan Sinnot , ada empat ciri perkembangan kognitif masa post-formal berikut ini.
11
Papalia E.Diana,2008,Human development (Psikologi Perkembangan),jakarta : kencana,Hal 655
Universitas Sumatera Utara
a. Shifting gears. Yang dimaksud dengan shifting gears adalah kemampuan mengaitkan penalaran abstrak (abstracts reasoning) dengan hal-hal yang bersifat praktis. Artinya, individu bukan hanya mampu melahirkan pemikiran abstrak, melain-kan juga mampu menjelaskan dan menjabarkan hal-hal abstrak (konsep ide) menjadi sesuatu yang praktis yang dapat diterap-kan langsung b. Multiple causality, multiple solutions. Seorang individu mampu memahami suatu masalah yang tidak disebabkan satu faktor, tetapi berbagai faktor (multiple factors). Karena itu, untuk dapat menyelesaikannya, diperlukan kemampuan berpikir untuk mencari berbagai alternatif solusi (divergent thinking). Dengan demikian, seorang individu tidak berpikir kaku (rigid thinking) pada satu jenis penyelesaian saja. c. Pragmatism. Orang yang berpikir postformal biasanya ber-sikap pragmatis, artinya ia mampu menyadari dan memilih beberapa solusi yang terbaik dalam memecahkan suatu masalah. Pemikiran praktis yang dilahirkan dalam memecahkan suatu masalah pada tahap ini harus benar-benar mengenai sasaran (goal oriented). Namun, dalam hal ini, individu dapat menghargai pilihan solusi orang lain. Sebab, cara penyelesaian masalah bagi tiap orang berbeda-beda, tergantung cara orang itu berpikir. d. Awareness of paradox. Seorang yang memasuki masa postformal benarbenar menyadari bahwa sering kali ia menemukan hal-hal yang bersifat paradoks (kontradiktif) dalam mengambil suatu keputusan guna menyelesaikan suatu masalah. Yang dimaksud paradoks (kontradiktif) adalah penyelesaian suatu masalah akan dihadapkan suatu dilema yang saling bertentangan antara dua hal dari masalah tersebut Bila ia mengambil suatu keputusan, keputusan tersebut akan memberi
Universitas Sumatera Utara
dampak positif ataupun negatif bagi diri sendiri dan orang lain. Hal yang positif tentunya akan memberi keuntungan diri-sendiri, tetapi mungkin akan merugikan orang lain. Atau sebaliknya, hal yang negatif akan merugikan diri sendiri, tetapi akan memberi keuntungan bagi orang lain. Oleh karena itu, dibutuhkan keberanian (ketegasan) untuk menghadapi suatu konflik, tanpa harus melanggar prinsip kebenaran ataupun keadilan. C. Spiritual Masa Dewasa Di usia dewasa seseorang sudah menemukan agama yang tepat baginya, itu karena pada usia remaja kebanyakan dari mereka mencari dan selalu bertanya-tanya tentang agama yang dianutnya. Dengan bertanya-tanya dan mencari kebenaran itu pada masa dewasa mereka sudah mengetahui tentang apa yang harus mereka putuskan dalam beragama. Di usia dewasa mereka sudah memiliki pegangan hidup yang di dasarkan pada agama yang dapat memberikan kepuasan baginya. Selain itu Mudyahrjo 12 ,juga menjelaskan hal yang sama tentang tanda-tanda kedewasaan yaitu : 1) kedewasaan fisik : yaitu orang-orang yang memiliki bentuk tubuh dalam proporsi yang relatif mantap dan segala organnya telah siap dalam menjalankan fungsi-fungsi secara normal. 2) Kedewasaan intelektual : yaitu orang yang mampu menampilkan cara berpikir objektif,logis dan reflektif dalam memecahkan masalah yang dihadapi 3) Kedewasaan sosial : yaitu orang yang mampu berpartisipasi dalam kehidupan bersama dan konstruktif dalam bekerja sama. 12
Mudyahardo,Redja.2009.Pengantar Pendidikan.Jakarta : Rajawali Press. Hal 501
Universitas Sumatera Utara
4) Kedewasaan emosional : yaitu orang yang mampu mengendalikan gejolak emosi liar dan menyatakannya dalam bentuk atau cara yang beradab,serta dapat menghargai orang lain dengan cara yang arif bijaksana. 5) Kedewasaan kerja : yaitu orang yang mempunyai kemampuan untuk dapat menampilkan akal dan karya terbaik yang dapat dikerjakan pada saat itu. 6) Kedewasaan moral : yaitu orang yang mempunyai kemampuan untuk dapat memiliki nilai-nilai hidup yang luhur,dapat berbuat sesuai dengan nilai hidupnya serta mengajak orang lain untuk membuat sesuai dengan nilai hidupnya dan mempunyai kata hati atau hati yang selalu menyerukan kebenaran dan berbuat sesuai kebenaran tersebut. Sejalan dengan hal itu,menurut Marc & Angel mengemukakan bahwa kedewasaan seseorang bukanlah terletak pada ukuran usianya, tetapi justru pada sejauhmana tingkat
kematangan emosional yang dimilikinya. Berikut ini
pemikirannya tentang ciri-ciri atau karakteristik kedewasaan seseorang yang sesungguhnya dilihat dari kematangan emosionalnya. 1. Tumbuhnya kesadaran bahwa kematangan bukanlah suatu keadaan tetapi merupakan sebuah proses berkelanjutan dan secara terus menerus berupaya melakukan perbaikan dan peningkatan diri. 2. Memiliki kemampuan mengelola diri dari perasaan cemburu dan iri hati. 3. Memiliki kemampuan untuk mendengarkan dan mengevaluasi dari sudut pandang orang lain. 4. Memiliki kemampuan memelihara kesabaran dan fleksibilitas dalam kehidupan sehari-hari.
Universitas Sumatera Utara
5. Memiliki kemampuan menerima fakta bahwa seseorang tidak selamanya dapat menjadi pemenang dan mau belajar dari berbagai kesalahan dan kekeliruan atas berbagai hasil yang telah dicapai. 6. Tidak berusaha menganalisis secara berlebihan atas hasil-hasil negatif yang diperolehnya, tetapi justru dapat memandangnya sebagai hal yang positif tentang keberadaan dirinya. 7. Memiliki kemampuan membedakan antara pengambilan keputusan rasional dengan dorongan emosionalnya (emotional impulse). 8. Memahami bahwa tidak akan ada kecakapan atau kemampuan tanpa adanya tindakan persiapan. 9. Memiliki kemampuan mengelola kesabaran dan kemarahan. 10. Memiliki kemampuan menjaga perasaan orang lain dalam benaknya dan berusaha membatasi sikap egois, dsb. Menurut pakar sumber daya manusia (SDM) Dwidaya Consultant, Lidwina Lestari Ningsih
13
,kematangan emosi merupakan salah satu faktor yang sangat perlu
dipertimbangkan dalam menetukan karir ataupun kinerja seseorang selain dari faktor kecerdasan intelektual dan ketrampilan kerja. Hal ini dikarenakan Kematangan emosi adalah kemampuan mengendalikan emosi tertentu secara stabil sesuai dengan perkembangan usianya. Semacam ada kemampuan seseorang yang mumpuni dalam merespon atau bereaksi terhadap fenomena tertentu. Misalnya ketika menghadapi konflik internal dalam situasi kerja. Disitu setiap individu bekerja dalam suatu sistem yang memiliki ciri-ciri interaksi sosial. Idealnya proses umpan balik pun terjadi. Kemungkinan yang bakal terjadi adalah suasana kerja padat konflik dan bisa juga
13
Koran Jakarta Nasional,9 Maret 2010
Universitas Sumatera Utara
suasananya nyaman. Karena itu setiap individu harus mampu mengendalikan emosinya untuk menciptakan, mengembangkan dan memelihara kondisi kerja yang menyenangkan. Pada dasarnya kematangan emosi dan kecerdasan emosi seseorang mengandung motif yang sama. Di dalamnya ada kemampuan mengelola diri yang intinya berangkat dari kemampuan mengenali diri sendiri. Setelah mampu mengenali diri sendiri maka ia seharusnya mampu memotivasi dirinya dan mengelola emosinya dalam berhubungan dengan orang lain dengan baik. Sebaliknya kalau seseorang tidak mampu mengendalikan emosinya terjadilah penyimpangan atau kekacauan emosional; misalnya perilaku egoistis, egosentris, apriori, prasangka buruk, dan asosial. Bisa juga ada yang bersifat pesimis atau merasa kurang percaya diri kalau akan mengusulkan sesuatu. Padahal sifat seperti itu akan merugikan dirinya sendiri. Lambat laun individu berpikiran negatif tidak mampu mengendalikan dirinya maka kinerjanya akan memburuk. Dapat kita lihat juga dari cerminan perilaku dan sikap dari anggota dewan selama ini,bahwa sisi kematangan emosional mereka belum ditunjukkan dengan baik. Sikap mereka yang mudah emosional dan menyatakannya dengan cara yang kurang arif dan bijaksana membuat mereka tidak mampu mengendalikan diri. Kurangnya self-control ini membuat mereka sering bertindak yang emosional,bukan rasional. Padahal sebagai seorang individu yang terpelajar dan matang,seharusnya mereka memiliki kemampuan untuk mampu memahami suatu masalah,menimbang dan menyikapi dengan cara yang tepat. Dari sisi intelektualitas,anggota dewan yang juga harus lebih objektif dan logis untuk menyikapi suatu masalah sehingga mampu membuatb kebijakan yang memang aspiratif dan sesuai dengan kebutuhan
Universitas Sumatera Utara
masyarakat yang diwakilinya. Bukan hanya melihat secara subjektif tapi juga objektif,sehingga dapat ditemukan jalan keluar yang memang tepat sasaran dan menjadi alternatif yang terbaik.
1.5.3 Kinerja Anggota DPRD 1.5.3.1 Pengertian Kinerja Defenisi kinerja dapat diambil dari Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diartikan sebagai sesuatu yang dicapai,prestasi yang diperlihatkan dari kemampuan kerja. Menurut Jackson & Morgan
14
mengemukakan bahwa kinerja menunjukkan
tingkat pencapaian dari tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Widodo
15
mengemukakan bahwa kinerja adalah melakukan suatu kegiatan
dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawabnya dengan hasil seperti yang diharapkan,atau suatu hasil karya yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya masing-masing dalam rangka mencapai tujuan organisasi yang bersangkutan secara legal tidak melanggar hukum,dan sesuai dengan moral dan etika. Menurut Davis
16
faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor
kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation) dan merumuskan bahwa :
14
Jackson and Morgan.1978. Organization Theory,A Percprectum for Management.USA:Prentice Hall. Hal 137 15 Widodo,Joko.2005.Membangun Birokrasi Berbasis Kinerja.Jawa Timur : Bayumedia. Hal 78
16
Mangkunegara.2006.Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia. Yogyakarta : Amus&UST. Hal 57
Universitas Sumatera Utara
a) Faktor kemampuan (ability) Secara psikologis,kemampuan /ability terdiri dari kemampuan (IQ) dan kemampuan reality (knowledge skill). Artinya ,pemimpin dan anggotanya yang memiliki IQ di atas rata-rata (IQ 110-120) apalagi IQ superior,very superior,gifted dan genius dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari,maka akan lebih mudah mencapai kinerja maksimal. b) Faktor motivasi (motivation) Motivasi diartikan sebagai suatu sikap (attitude) pimpinan dan anggotanya terhadap situasi kerja (situation) di lingkungan organisasinya. Mereka yang bersikap positif (pro) terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja yang tinggi dan sebaliknnya jika mereka bersikap negatif (kontra) terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja yang rendah. 1.5.3.3 Kinerja Anggota DPRD Menurut Arbi Sanit
17
,ada 4 faktor yang mempengaruhi kinerja DPR,baik
pada tingkat pusat maupun pada tingkat daerah. Keempat faktor itu adalah: 1. integritas dan kemampuan atau keterampilan anggota legislatif 2. pola hubungan antara legislatif dengan anggota masyarakat yang mereka wakili yang tercermin di dalam sistem perwakilan yang berlaku 3. struktur organisasi legislatif yang merupakan kerangka formal bagi kegiatan anggota dalam bertindak sebagai wakil rakyat 4. hubungan yang tercermin dalam pengaruh timbal balik antara legislatif dengan eksekutif dan lembaga-lembaga lainnya. 17
Sanit,Arbi.1985.Perwakilan Politik di Indonesia.Jakarta : CV.Rajawali. hal 205
Universitas Sumatera Utara
Untuk mengukur kemampuan (kinerja) anggota dewan dalam menyikapi aspirasi
masyarakat
dapat
digunakan
indikator
yang
dikemukakan
oleh
Manin,Przeworski,dan Stokes 18 yaitu responsivitas,reliabilitas,dan akuntabilitas. 1. Responsivitas berkaitan dengan kemampuan anggota legislatif dalam mentransformasikan berbagai aspirasi masyarakat dalam kebijakan publik. Selanjutnya, mereka mereka menyebutnya hubungan antara signals and policies. Politisi disebut responsif apabila mereka mengadopsi berbagai kebijakan yang telah disinyalkan masyarakat sebagai isyarat preferensi mereka seperti opini publik,hasil polling,berbagai bentuk perilaku politik langsung seperti demonstrasi,unjuk rasa,menulis surat(pembaca) dan semacamnya,atau penyataan politik atau platform politik pada saat kampanye. Inikator responsivitas jika mereka dapat memformulasikan berbagai aspirasi masyarakat melalui opini publik,tuntutan demonstrasi dan unjuk rasa dan semacamnya. 2. Realibilitas
berkaitan
dengan
kemampuan
anggota
legislatif
dalam
mentransformasikan berbagai isu dan program yang mereka tawarkan pada saat kampanye ke dalam suatu kebijkan politik. Indikator ini khususnya berkaitan dengan “mandat” yaitu hubungan antara Mandate and policies. Dalam konteks ini anggota dewan dikatakan kinerjanya baik apabila mereka mampu memenuhi setidaknya dua kriteria yaitu : 1) kebijakan-kebijakan yang dibuat atau yang diperjuangkan sesuai dengan platform politik (isu dan program) yang mereka tawarkan pada saat kampanye pemilu; 2)upaya
18
Irtanto.2008.Dinamika Politik Lokal Era Otonomi Daerah.Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Hal 80-84.
Universitas Sumatera Utara
pencapaian platform politik. Ini semata-mata dimaksudkan untuk mencapai kesepakatan sesuatu yang terbaik bagi konstituennya. 3. Akuntabilitas berkaitan dengan kemampuan anggota dewan dalam bertindak sesuai dengan aspirasi masyarakat dan kepentingan untuk terpilih kembali pada pemilu berikutnya. Hal ini berkaitan dengan outcomes dan santions. Anggota dewan dikatakan akuntabel apabila para pemilih dapat melihat bahwa para politisi tersebut melakukan tindakan sesuai dengan kepentingan mereka dan mnyetujui tindakan pemerintah secara wajar. Akuntabilitas terjadi jika 1) para pemilih akan tetap mempertahankan /memilih anggota dewan jika para anggota dewan tersebut berbuat untuk kepentingan terbaik mereka;2) para anggota dewan memilih kebijakan yang dibutuhkan agar mereka terpilih kembali. Untuk mengukur variabel tersebut di atas dapat dilihat dari aktifitas anggota dewan dalam menjalankan fungsi-fungsinya. a. Fungsi legislasi Secara umum yang dimaksud dengan fungsi legislasi adalah fungsi untuk membuat pearturan daerah. Hal ini ditegaskan pada Pasal 42 , UU No.32 Tahun 2004 yang menyatakan bahwa : a) DPRD mempunyai tugas dan wewenang membentuk peraturan daerah yang dibahas dengan Kepala Daerah untuk mendapat persetujuan bersama. b) DPRD membahas dan menyetujui rancangan peraturan daerah tentang APBD bersama dengan Kepala Daerah.
Universitas Sumatera Utara
Melalui fungsi legislasi ini sesungguhnya menempatkan DPRD pada posisi yang sangat strategis dan terhormat,karena DPRD ikut menentukan keberlangsungan dan masa depan daerah. Hal ini juga harus dimaknai sebagai amanah untuk memperjuangkan dan meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Fungsi legislasi adalah suatu proses untuk mengakomodasi berbagai kepentingan
pihak
pemangku
kepentingan
(stakeholders),untuk
menetapkan
bagaimana pembangunan di daerah akan dilaksanakan. Oleh karena itu fungsi ini dapat mempengaruhi karakter dan profil daerah melalui peraturan daerah sebagai produknya. Disamping itu, sebagai produk hukum daerah,maka peraturan daerah merupakan komitmen bersama para pihak pemangku kepentingan daerah yang mempunyai kekuatan paksa. Dengan demikian fungsi legislasi mempunyai fungsi yang sangat penting untuk menciptakan keadaan masyarakat yang diinginkan maupun sebagai pencipta keadilan sosial bagi masyarakat. b. Anggaran Makna anggaran dapat dilihat melalui tiga pedekatan. Pertama,secara etimologis anggaran berasal dari bahasa Belanda – begrooting artinya mengirakan dan bahasa Inggris – budget yang dalam bahasa Perancis boungette artinya tas pinggang yang terbuat dari kulit binatang yang digunakan untuk menyimpan suratsurat anggaran oleh Menteri Keuangan. Dalam bahasa Indonesia anggaran berasal dari kata anggar yang berarti kira-kira atau perkiraan. Kedua,dalam arti dinamis yang dimaksud dengan anggaran adalah (1) Rencana keuangan yang menerjemahkan penggunaan sumber-sumber yang tersedia untuk memenuhi aspirasi masyarakat menuju penciptaan kehidupan rakyat yang lebih baik di masa yang akan datang, (2)Rencana keuangan PEMDA untuk membangun perikehidupan masyarakat yang
Universitas Sumatera Utara
tentunya semakin berkembang dan dinamis yang tercermin dalam kegiatan,untuk mendorong rakyat dalam memenuhi kewajibannya sebagai Warga Negara ,(3) Proses Penentuan jumlah alokasi dumber-sumber ekonomi untuk setiap program dan aktivitas dalam bentuk satuan uang. Penyusunan anggaran (rencana keuangan tahunan) dilakukan secara terintegrasi untuk seluruh jenis belanja guna melaksanakan kegiatan pemerintahan yang didasarkan pada prinsip efisiensi alokasi dana. Fungsi penganggaran mempunyai peranan sangat penting dalam mewujudkan kesejahtraan rakyat dan meningkatkan daya saing. Anggaran pada tingkat daerah (APBD) mempunyai hubungan yang signifikan dengan anggaran pada tingkat nasional (APBN),yaitu sebagai alat untuk mengatasi persoalan ketimpangan fiskal dan untuk mengatasi persoalan-persoalan yang timbul dengan adanya penyebaran pelayanan publik ke daerah-daerah. c. Pengawasan pengawasan yang dilakukan oleh DPRD adalah pengawasan politik dan kebijakan yang bertujuan untuk memelihara akuntabilitas publik,terutama lembaga-lembaga yang berkaitan langsung dengan pelaksanaan kebijakan dan program pemerintahan serta pembangunan di daerah. Sistem akuntabilitas di daerah akan menjadi lebih efektif ,karena proses dan hasil pengawasan yang dilakukan DPRD akan memungkinkan lembaga-lembaga publik digugat jika mereka tidak memenuhi kaidah-kaidah publik. Melalui pengawasan tersebut,DPRD dapat membangun sebuah early warning system atau sistem peringatan dini apabila terjadi kejanggalan atau penyimpangan
Universitas Sumatera Utara
dalam proses pengelolaan tata pemerintahan daerah. Secara umum Ruang Lingkup Pengawasan DPRD oleh DPRD meliputi tiga hal yaitu : (a) Pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah dan Peraturan Perundang-undangan lainnya (Peraturan Kepala Daerah,Keputusan Kepala Daerah,dsb). (b) Pengawasan terhadap pelaksanaan APBD. (c) Pengawasan terhadap Perjanjian Kerjasama dengan Pihak Ketiga Selain fungsi legislasi ,anggaran, dan pengawasan,ada dua fungsi legislatif yang secara umum dapat dilihat yaitu fungsi perwakilan (representatives functions) dan fungsi rekruitmen (recruitment or electrical colleges functions). Konsultasi publik bagi anggota DPRD merupakan pengejawantahan dari implementasi fungsi perwakilan,yang maknanya sebagai hubungan diantara dua pihak yaitu wakil dengan yang diwakili,dimana wakil memegang kewenangan untuk melakukan berbagai tindakan yang berkenaan dengan kesepakatan yang dibangun dengan yang diwakilinya. Tanggung jawab politik sebagai tindakan pribadi para wakil (DPRD) yang disesuaikan dengan kepentingan yang diwakili,artinya kemampuan sang wakil (DPRD) terpilih untuk mengemban fungsi dan perannya dimainkan ketika elite wakil (DPRD) yang menduduki posisi berkemampuan untuk menata perilaku dan pilihan kebijakan sesuai dengan tuntutan unsur-unsur kepentingan di dalam masyarakat. Hal tersebut juga bisa diwujudkan melalui proses interaksi antara wakil (DPRD) dengan yang diwakilinya. Dalam proses interaksi kehadiran anggota menjadi bagian yang amat penting atas pelaksanaan pemerintahan daerah yang demokratis. Pasrtisipasi masyarakat luas dalam merumuskan tujuan bersama tetap menjadi acuan. Dengan demikian tidak ada
Universitas Sumatera Utara
pengekangan terhadap sebagian atau keseluruhan hak seseorang untuk terlibat aktif yang kemudian menjadi landasan penting dalam memformat pola hubungan antara DPRD dengan masyarakat selaku konstituen dalam bangunan demokrasi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai kemerdekaan,persamaan,keadilan serta siolidaritas. Fungsi pembuatan keputusan merupakan fungsi badan perwakilan rakyat saat dihadapkan pada berbagai masalah (khususnya masalah-masalah pembangunan dan konflik kepentingan) demi terwujudnya kesejahtraan bersama atau tujuan bersama yang disepakati. Ukuran pelaksanaan fungsi ini dapat dilihat dari kemampuan lembaga mengatasi perkembangan masa depan,mengidentifikasi problem-problem utama,dan merumuskan cara untuk mengatasinya serta kemampuannya menjadi mediasi penyelesaian berbagai konflik secara damai. Aktualisasi fungsi-fungsi tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling berkait satu sama lainnya. Faktor-faktor tersebut mencakup mulai dari budaya politik dan harapan masyarakat. Konsepsi mengenai kekuasaan pemerintah ,struktur hukum tata negara dan tata pemerintahan ,tata tertib dan pola syarat penggunaan hakhak,struktur dan sistem kepartaian,sifat kompetisi pemilihan umum,pengorganisasian kepentingan dan pengelompokan sosial,kematangan psikologis dan karakteristik individual lain para wakil rakyat,serta faktor-faktor situasional.
1.5.4 Hubungan tingkat pendidikan dan kedewasaan dengan kinerja anggota DPRD Anggota DPRD sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah dan perwakilan masyarakat merupakan representasi yang mewakili kepentingan publik sekarang seharusnya dan sewajarnya lebih terlibat dalam manajemen pemerintahan
Universitas Sumatera Utara
dan pembangunan. Era Otonomi Daerah saat ini membuka keleluasaan yang cukup besar bagi para anggota DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota menjalankan fungsi legislasi,anggaran dan pengawasan,serta fungsi perwakilan. Kinerja anggota DPRD tidak hanya diukur dari berapa banyak PERDA yang mereka keluarkan ataupun kualitas dari kebijakan itu sendiri. Tetapi kinerja mereka juga dapat dilihat dari segi responsifitas dan inisiatif untuk menanggapi permasalahan yang ada di masyarakat. Banyak isu-isu yang harus ditanggapi dengan serius oleh para anggota DPRD yang membutuhkan pemahaman dan pengetahuan yang luas tentang isu-isu yang ada di masyarakat. Oleh karena itu beratnya tanggung jawab tanpa diikuti oleh kualitas sumber daya manusia yang bermutu,maka kualitas produk serta sikap yang dihasilkan DPRD belum tentu mencerminkan kehendak dan kebutuhan masyarakat secara keseluruhan,bahkan bisa ‘berseberangan’ dengan aspirasi masyarakat. Kualitas SDM itu sendiri salah satunya adalah dari faktor latar belakang pendidikan. Dengan pendidikan yang baik dan sesuai dengan bidangnya maka mereka bisa mencapai apa yang disebut sebagai kematangan intelektuak dan kematangan emosional. Kedua unsur tersebut merupakan bagian dari kemampuan seseorang untuk merespon atau bereaksi terhadap suatu fenomena tertentu dan mencari jalan keluar sesuai dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dikuasai. Kedewasaan/kematangan emosi membuat seseorang mampu memotivasi dirinya dan mengelola emosi dalam berhubungan dengan orang lain. Sehingga mampu menimbulkan reaksi yang positidf pada setiap fenomena di lingkungan kerjanya. Sementara kedewasaan intelektual membuat seseorang siap untuk menerapkan keahlian yang diterima di bangku pendidikan ke dalam dunia
Universitas Sumatera Utara
pekerjaan,sehingga ia akan mampu memecahkan masalah dengan cara yg benar dan kreatif Selain itu pengetahuan yang dimiliki serta pemahaman yang baik yang mereka terima di bangku pendidikan tentang rakyat,pemerintahan,ekonomi,hukum dan hal lainnya termasuk kemajuan teknologi akan sangat membantu mereka dalam mengaspirasikan kepentingan masyarakat dan bagaimana mewujudkannya dalam sebuah kebijakan. Karena itulah ada tuntutan dari masyarakat agar para anggota DPRD mampu meningkatkan kualitasnya,baik dari segi pendidikan,kualitas pengetahuan,wawasan dan pengalaman yang tentunya akan berdampak terhadap daya kritis,dan sensitifitas terhadap kasus-kasus publik tadi. 1.6 Hipotesis Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian ,dimana rumusan masalah penelitian dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. 19 Adapun hipotesis yang peneliti kemukakan adalah : 1) Hipotesis Kerja (Ha) “Terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dan kedewasaan dengan kinerja anggota DPRD Kabupaten Karo.” 2) Hipotesis Nol (Ho) “Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dan kedewasaan dengan kinerja anggota DPRD Kabupaten Karo.” 1.7. Definisi konsep Adapun definisi konsep dalam penelitian ini adalah :
19
Sugiyono.2004.Metode Penelitian Bisnis.Bandung : Alphabeta. Hal 70
Universitas Sumatera Utara
1. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar para peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,pengendalian
diri,kepribadian,kecerdasan,akhlak
mulia,serta
keterampilan yang diperlukan dirinya,masyarakat,bangsa dan negara. 2. Kedewasaan merupakan suatu kondisi ataupun struktur dan sifat yang telah membentuk sifat dan kekuatan dalam diri seseorang untuk bereaksi dengan cara tertentu terhadap suatu fenomena yang dia alami. 3.
Kinerja adalah melakukan suatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawabnya dengan hasil seperti yang diharapkan,atau suatu hasil karya yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya masingmasing dalam rangka mencapai tujuan organisasi yang bersangkutan secara legal tidak melanggar hukum,dan sesuai dengan moral dan etika.
1.8. Defenisi Operasional Defenisi operasional adalah unsur-unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana cara mengukur suatu variabel sehingga dengan pengukuran ini dapat diketahui indikator-indikator apa saja yang mendukung penganalisaan dari variabelvariabel tersebut. 20 Variabel bebas (X1) yaitu pendidikan terdiri atas beberapa indikator : 1. Pendidikan formal 20
Singarimbun,Masri dan Sofyan Effendi.1989.Metode Penelitian Survei.Jakarta : PT Pustaka LP3S. Hal 46
Universitas Sumatera Utara
2. Pendidikan nonformal 3. Mass Media Exposure 4. Literasi informasi variabel bebas (X2) yaitu kedewasaan terdiri atas dua indikator yaitu : 1. Kedewasaan intelektual : yaitu orang yang mampu menampilkan cara berpikir objektif,logis dan reflektif dalam memecahkan masalah yang dihadapi 2. .Kedewasaan emosional : yaitu orang yang mampu mengendalikan gejolak emosi liar dan menyatakannya dalam bentuk atau cara yang beradab,serta dapat menghargai orang lain dengan cara yang arif bijaksana.. Variabel terikat (Y) yaitu kinerja terdiri atas beberapa indikator : 1. Pelaksanaan fungsi pengawasan meliputi: -
pengawasan terhadap PERDA dan APBD
2. pelaksanaan fungsi legislasi meliputi : -
penggunaan
hak
inisiatif
dewan
dalam
penyusunan
RANPERDA/PERDA -
sosialisasi peraturan daerah.
3. pelaksanaan fungsi anggaran meliputi perencanaan dan penganggaran APBD yang signifikan dan korelasi dengan kebutuhan masyarakat. 4. pelaksanaan fungsi perwakilan/konsultasi publik -
adanya publikasi lewat media cetak/radio,dsb
-
adanya publik hearing di kantor DPRD
-
adanya komunikasi langsung dengan konstituen serta negoisasi dengan parpolnya.
Universitas Sumatera Utara