HUBUNGAN FAKTOR USIA, JENIS KELAMIN DAN GEJALA KLINIS DENGAN KEJADIAN KARSINOMA NASOFARING DI RSUD DR. H. ABDUL MOELOEK PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2013 – 2014
Resti Arania1 , Sri Maria Puji L1 , Irne Jayanti2 1. Staf Pengajar, Fakultas Kedokteran, Universitas Malahayati, Lampung 2. Mahasiswa Kedokteran, Fakultas Kedokteran, Universitas Malahayati, Lampung
ABSTRAK Karsinoma nasofaring merupakan keganasan di daerah kepala dan leher yang selalu berada dalam kedudukan lima besar diantara keganasan tubuh lainnya dan menempati urutan pertama di bidang Telinga, Hidung dan Tenggorok (THT). Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan faktor usia, jenis kelamin dan gejala klinis dengan kejadian karsinoma nasofaring di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung. Metode penelitian ini deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Diperoleh data dari 80 pasien yang terdiagnosis karsinoma nasofaring sebesar 41 orang dan tidak karsinoma nasofaring 39 orang, distribusi frekuensi usia pasien lebih tinggi pada kategori usia berisiko (>40 tahun) sebesar 34 orang (60,7 %), distribusi frekuensi jenis kelamin pasien lebih tinggi pada kategori laki-laki sebesar 54 orang (32.5 %), distribusi frekuensi gejala klinis pada kategori gejala pilek lama sebesar 62 orang (77.5 %) dan sakit kepala hebat sebesar 62 orang (77.5 %), kemudian diikuti oleh gejala epistaksis 59 orang (73.8 %) serta gejala tinitus 58 orang (72.5 %). Kesimpulan pada penelitian ini Ada hubungan yang bermakna antara usia dengan kejadian karsinoma nasofaring dengan nilai p=0.010. ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan kejadian karsinoma nasofaring dengan nilai p=0.003 dan gejala klinis yang memiliki hubungan bermakna adalah gejala epistaksis dengan nilai p=0.015. Kata kunci
: usia, jenis kelamin, gejala klinis, kejadian karsinoma nasofaring.
ABSTRACT Nasopharyngeal carcinoma is a malignancy in the head and neck are always in the five positions malignancy among other bodies and first rank in the field of ears, nose and throat. The objective of the study was to identify the correlation among age, gender and clinical symptoms towards nasopharyngeal carcinoma incidences at Dr. H. Abdul Moeloek Hospital of Lampung Province. The research method was analytical descriptive with cross sectional approach.
It was found 80 patients that there were 41 patients diagnosed with nasopharyngeal carcinoma and 39 patients without nasopharyngeal carcinoma. Frequency distribution of patients varied on risky age (≥40 year old) on 34 people (60,7 %). Frequency distribution of gender was higher on 54 male (32.5%). The symptom frequency distribution consisted of cold on 62 people (77.5%), heavy headache on 62 people (77.5%), epistaxis on 59 people (73.8%) and tinnitus on 58 people (72.5%). It can be concluded that there were correlation among age and nasopharyngeal carcinoma with p = 0.010, gender and nasopharyngeal carcinoma with p = 0.003, and epistaxis symptom and nasopharyngeal carcinoma with p = 0.015. Keywords : age, gender, clinical symptom, nasopharyngeal carcinoma incidences. kejadian hanya 1 per 100.000
Pendahuluan Karsinoma merupakan keganasan
Nasofaring di daerah
2
penduduk per tahun. Angka kejadian
kepala dan leher yang
selalu berada
Nasofaring
dalam
lima
tinggi, yaitu sekitar 4,7 kasus baru
kedudukan
besar
di
Karsinoma
Indonesia
cukup
diantara keganasan bagian tubuh lain
per tahun per 100.000 penduduk atau
bersama
diperkirakan sekitar 7.000 - 8.000
dengan kanker
serviks,
kanker payudara, tumor ganas getah
kasus per tahun di seluruh Indonesia.
bening dan kanker kulit. Angka
Di bagian THT RSUP dr. Kariadi
kejadian
Semarang mendapatkan 127 kasus
Karsinoma
Nasofaring
paling tinggi ditemukan di Asia dan
Karsinoma Nasofaring dari tahun
jarang ditemukan di Amerika dan
2000 - 2002. Di Rumah Sakit Cipto
1
Eropa. Secara global, pada tahun 2009 di Hongkong tercatat sebanyak
Mangunkusumo (RSCM) Jakarta ditemukan lebih dari 100 kasus
24 pasien kanker nasofaring per
setahun, RS Hasan Sadikin Bandung
tahun
rata-rata 60 kasus per tahun, Ujung
per
100.000
penduduk,
sedangkan angka rata-rata di Cina
Pandang 25 kasus per tahun,
bagian selatan berkisar antara 20 per 100.000 penduduk, dibandingkan
Denpasar 15 kasus per tahun. Berdasarkan data RSCM Jakarta
dengan negara Eropa atau Amerika
penderita Karsinoma Nasofaring asal
Utara
Lampung yang melakukan perawatan
yang
mempunyai
angka
2
di RSCM
jumlahnya cukup tinggi
sekitar 30 - 60 kasus per tahunnya.
3
nasofaring
yang
sulit
dideteksi
Karsinoma Nasofaring di Indonesia,
secara dini karena letak keganasan
menempati urutan ke-5 dari 10 besar
awalnya yang tersembunyi. Hal ini
di antara keganasan yang terdapat di
menjadi
seluruh tubuh dan menempati urutan
prognosis
ke -1 di bidang Telinga, Hidung dan
Nasofaring sangat bergantung pada
Tenggorok (THT). Hampir 60 %
stadium
tumor
diagnosis, dimana lebih dari 80 %
ganas
kepala
dan
leher 2
merupakan Karsinoma Nasofaring. Karsinoma
Nasofaring
lebih
masalah
besar
penderita klinis
Karsinoma
saat
keberhasilan terapi
karena
dilakukan
terjadi pada
stadium awal (stadium I - II) dan
banyak dijumpai pada pria dari pada
bila
wanita dengan perbandingan 2 - 3 pria
stadium lanjut (stadium III - IV),
berbanding 1 wanita, dan banyak
angka keberhasilan kurang dari 40
dijumpai pada usia produktif, yaitu 40
%. Terapi yang digunakan untuk
4
penderita
didiagnosis
pada
5
- 60 tahun. Tumor ganas ini tidak
pengobatan Karsinoma Nasofaring
mempunyai
spesifik,
tergantung pada stadiumnya. Jika
seringkali tanpa gejala sehingga sulit
kanker masih berada dalam stadium
dikenali oleh penderita maupun dokter
I dan stadium II terapi dengan
umum karena mirip dengan penyakit
radioterapi,
infeksi saluran pernapasan atas. Pada
stadium III dan IV mendapat terapi
Karsinoma Nasofaring lanjut gejala
kombinasi yaitu radioterapi dan
klinik lebih jelas sehingga pada
kemoterapi. Diagnosis yang lebih
umumnya
sudah
dirasakan
oleh
awal (stadium I dan II) dapat
penderita
sebagai
penyakit
yang
mengarahkan
pasien
serius. Menurut Ali dan Al Syarraf
penatalaksanaan
yang
pada tahun 1999, 80 % - 90 %
kuratif sehingga prognosis pasien
penderita
menjadi lebih baik dan tingkat
gejala
yang
Karsinoma
Nasofaring
disertai dengan gejala limfadenopati servikal.
5
Karsinoma
nasofaring
merupakan keganasan pada epitel
sedangkan
pasien
ke bersifat
kekambuhannya sekitar 15 %, tetapi mayoritas
pasien
Nasofaring
baru
Karsinoma berobat
saat
stadiumnya sudah III atau IV dan
terlihat gejala benjolan di daerah
bivariat dilakukan dengan uji Chi
leher
Square.
yang
Karsinoma
merupakan
bahwa
Nasofaring
telah
a. Analisa univariat
bermetastasis ke leher atau sudah
Analisa Univariat dilakukan pada
masuk ke stadium lanjut, sehingga
tiap variabel dalam bentuk tabel
dapat menurunkan angka harapan
distribusi
6
frekuensi
usia,
jenis
hidup pasien tersebut.
kelamin dan gejala klinis pasien di
Metode
RSUD Dr. H. Abdul Moeloek
Rancangan menggunakan
penelitian metode
ini
deskriptif
Provinsi Lampung. Hasil penelitian terhadap 80 pasien didapat:
analitik dengan pendekatan cross
Dari 80 pasien pada distribusi
sectional,
frekuensi usia pasien di RSUD Dr.
yaitu
dengan
cara
pengumpulan data pada suatu saat
H.
dimana
Lampung Tahun 2013 – 2014,
sebab
didapatkan
dan
dalam
akibatnya
waktu
yang
Abdul
7
Tabel 4.1
Hasil
Usia
penelitian
yang
dilakukan di Instalasi Rawat Jalan Poli
Klinik
Provinsi
didapat:
bersamaan.
Berdasarkan
Moeloek
THT-KL,
Instalasi
Rawat Inap THT dan Mata, Instalasi
Berisiko - > 60 tahun - 41-60 tahun Tidak Berisiko - 20-40 tahun - < 20 tahun
Jumlah
%
10 46
12,5 57,5
18 6 80
22,5 7,5 100,0
Rawat Jalan Poli Klinik Onkologi,
Total
Laboratorium Patologi Anatomi dan
Berdasarkan tabel 4.1 diatas dapat
Sub Bagian Rekam Medik RSUD
diketahui bahwa distribusi frekuensi
Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi
usia pasien lebih tinggi pada kategori
Lampung, terhadap 80 pasien (41
berisiko dengan rentan usia 41-60
pasien karsinoma nasofaring dan 39
tahun sebesar 46 orang (57,5 %).
pasien tidak karsinoma nasofaring) didapatkan hasil analisa univariat dan analisa bivariat. Dimana analisa
Distribusi frekuensi jenis kelamin pasien di RSUD dr. H. Abdul
Moeloek Provinsi Lampung Tahun 2013 – 2014.
Berdasarkan tabel 4.3 diatas dapat diketahui bahwa distribusi frekuensi gejala
Tabel 4.2 Jenis kelamin Laki-laki Perempuan
Jumlah 54 26
% 67,5 32,5
Total
80
100,0
Berdasarkan tabel 4.2 diatas
dapat
klinis
pasien
karsinoma
nasofaring lebih tinggi pada kategori gejala pilek lama 62 orang (77,5 %) dan sakit kepala hebat 62 orang (77,5%), kemudian diikuti oleh gejala
diketahui bahwa distribusi frekuensi
epistaksis 59 orang (73,8 %) serta
jenis kelamin pasien lebih tinggi
gejala tinitus 58 orang (72,5 %).
pada kategori laki-laki sebesar 54
b. Analisa Bivariat
orang (67,5 %).
Analisis Bivariat chi square
Distribusi frekuensi gejala klinis karsinoma nasofaring di RSUD dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung Tahun 2013 – 2014. Tabel 4.3 Kejadian Ya N % karsinoma nasofaring Gejala Nasofaring - Epistaksis 59 73.8 - Pilek lama 62 77.5 Gejala Telinga - Tinitus 58 72.5 - Otalgia 52 65.0 Gejala Mata dan Saraf - Diplopia 50 62.5 - Rasa baal 54 67.5 diwajah - Vertigo 62 77.5 Gejala Metastasis - Metastasis 15 18.8 KGB - Metastasis 9 11.3 tulang - Metastasis 13 16.3 paru - Metastasis 11 13.8 hati
Tidak N %
untuk mengetahui hubungan usia, jenis kelamin dan gejala klinis dengan
Kejadian
karsinoma
nasofaring di RSUD dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung tahun 2013 - 2014. Hasil analisis bivariat
21 18
26.3 22.5
22 28
27.5 35.0
ditampilkan dalam bentuk tabel silang berikut ini: Tabel 4.4 Hubungan usia dengan kejadian
30
37.5
karsinoma nasofaring di RSUD
26
32.5
dr. H. Abdul Moeloek Provinsi
18
22.5
Lampung Tahun 2013 – 2014. Karsinoma nasofaring
Usia
Tot al
65
81.3
71
88.8
Berisiko
34
22
56
17
24
83.8
Tidak Berisiko
7
67 69
86.3
Total
41
39
80
Ya
Tidak
P 0,010
OR 3,753
Berdasarkan tabel 4.4 diatas dapat
Berdasarkan tabel 4.5 diatas dapat
diketahui
diketahui
pasien
dengan
usia
pasien
dengan
jenis
berisiko yang mengalami karsinoma
kelamin laki-laki yang mengalami
nasofaring sebanyak 34 orang dan
karsinoma nasofaring sebanyak 34
yang tidak mengalami karsinoma
orang dan yang tidak mengalami
nasofaring
orang,
karsinoma nasofaring sebanyak 20
sedangkan pasien dengan usia tidak
orang, sedangkan pasien dengan
berisiko
jenis
sebanyak (<
mengalami
40
22
tahun)
karsinoma
yang
kelamin
perempuan
yang
nasofaring
mengalami karsinoma nasofaring
sebanyak 7 orang dan yang tidak
sebanyak 7 orang dan yang tidak
mengalami
nasofaring
mengalami karsinoma nasofaring
sebanyak 17 orang. Hasil uji statistik
sebanyak 19 orang. Hasil uji statistik
chi square didapat nilai p 0,010.
chi square didapat nilai p value
Artinya
ada
0,003. Artinya dapat disimpulkan
kejadian
ada hubungan jenis kelamin dengan
karsinoma nasofaring di RSUD dr.
kejadian karsinoma nasofaring di
H.
RSUD dr.
karsinoma
dapat
hubungan
disimpulkan
usia
Abdul
dengan
Moeloek
Provinsi
H.
Abdul
Moeloek
Lampung Tahun 2013 - 2014. OR
Provinsi Lampung tahun 2013 -
didapat 3,753 yang berarti pasien
2014. OR didapat 4,614 yang berarti
dengan usia berisiko berpeluang
pasien dengan jenis kelamin laki-
3,753 kali lebih besar mengalami
laki berpeluang 4,614 kali lebih
karsinoma nasofaring dibandingkan
besar untuk mengalami karsinoma
pasien dengan usia tidak berisiko.
nasofaring
Tabel 4.5 Hubungan jenis kelamin dengan Kejadian karsinoma nasofaring di RSUD dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung Tahun 2013 – 2014.
dengan jenis kelamin perempuan.
Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Total
Karsinoma nasofaring Ya 34 7 41
Tidak 20 19 39
Tot al 54 26 80
P
OR
0,003 4,614
dibandingkan
pasien
Tabel 4.6 Hubungan gejala klinis dengan kejadian karsinoma nasofaring di RSUD dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung Tahun 2013 – 2014.
Gejala Klinis
Gejala Nasofaring - Epistaksis - Tidak Epistaksis - Pilek Lama - Tidak Pilek Lama Gejala Telinga - Tinitus - Tidak Tinitus - Otalgia - Tidak Otalgia Gejala Mata dan Saraf - Diplopia - Tidak Diplopia - Baal di Wajah - Tidak Baal di Wajah - Vertigo - Tidak Vertigo Gejala Metastasis - Metastasis KGB - Tidak Metastasis KGB - Metastasis Tulang - Tidak Metastasis Tulang - Metastasis Paru - Tidak Metastasis Paru - Metastasis Hati - Tidak Metastasis Hati
Karsinoma nasofaring Ya Tidak
Total
P
OR
memiliki hubungan bermakna hanya gejala epistaksis. Dengan hasil uji
35 6
24 15
59 21
0,015
28
34
62
0,079
13
5
18
3,464
statistik chi-square didapatkan nilai p=0,015, sehingga dapat disimpulkan ada
hubungan
dengan
gejala
kejadian
epistaksis karsinoma
nasofaring, dengan OR didapat 3,464 31 10
27 12
58 22
0,523
26 15
26 13
52 28
0,761
yang berarti pasien yang mengalami epistaksis berpeluang 3,464 kali lebih besar untuk mengalami karsinoma nasofaring dibanding pasien yang tidak mengalami epistaksis. Gejala
26 15
24 15
50 30
0,862
30
24
54
0,267
bermakna karena nilai p value > 0,05.
11
15
26
33 8
29 10
62 18
0,512
Pembahasan
lainnya tidak ada hubungan yang
a. Usia dan Hubungan Usia 8
7
15
33
32
65
3
6
9
38
33
71
5
8
13
36
31
67
dengan Kejadian
0,858
Karsinoma Nasofaring Hasil penelitian diatas serupa
8
3
11
33
36
69
0,254
dengan penelitian yang dilakukan oleh Benny Hidayat (2009) di RSUP
0,313
0,125
Berdasarkan tabel 4.6 di atas dapat diketahui dari beberapa gejala, yang
H. Adam Malik Medan, dalam penelitian
tersebut
didapatkan
penderita
karsinoma
nasofaring
terbanyak pada kelompok umur 40 – 49
tahun
dan
Aliandri
(2007)
mendapatkan insiden penderita
karsinoma nasofaring tertinggi pada
Epstein
kelompok umur 41 – 60 tahun
menstimulasi
8,9
Hasil ini juga serupa dengan Nilakesuma
hubungan
faktor
resiko
(EBV)
akan
pembelahan
sel
Nasofaring terutama pada Fossa
sebesar 30,4% dari 79 kasus. penelitian
Barr
Rosenmuller yang abnormal dan
tentang
tidak terkendali. Fossa Rosenmuller
dengan
merupakan
daerah
kejadian karsinoma nasofaring di
dimana
RSUD Karyadi Semarang Tahun
menjadi skuamosa.
2009. Hasil penelitian chi square
b. Jenis Kelamin dan Hubungan
didapat ada hubungan usia dengan
Jenis Kelamin dengan Kejadian
kejadian karsinoma nasofaring (p
Karsinoma Nasofaring.
value = 0,010). OR = 8,452, pasien dengan
usia
berisiko
memiliki
epitel
transisional
kuboid
berubah
1,11
Hasil penelitian diatas (Tabel 4.2 dan Tabel 4.5) serupa dengan
peluang 8,452 untuk mengalami
penelitian
karsinoma nasofaring dibandingkan
Benny Hidayat (2009) di RSUP H.
10
pasien dengan usia tidak berisiko.
Adam
yang Malik
dilakukan Medan
oleh yang
tersebut
menyatakan bahwa insiden kejadian
didukung oleh teori Soepardi, dkk
karsinoma nasofaring pada laki-laki
yang menyatakan usia rata-rata pada
lebih besar dari pada perempuan
persentasi
Nasofaring
dengan perbandingan 2,1 laki-laki :
adalah usia produktif antara 40 - 60
1 perempuan. Hasil ini juga serupa
tahun. Pasien yang lebih muda
dengan penelitian Karyadi tentang
tampaknya
determinan
Hasil
penelitian
Karsinoma
memiliki
tingkat
ketahanan hidup yang lebih baik daripada pasien yang lebih tua.
1
8
dengan tahun
40
didapat
akan
menyebabkan
kejadian
berhubungan karsinoma
nasofaring di RS Dharmais Jakarta
karena semakin meningkatnya usia > tahun
yang
2008.
Hasil
p
value=
uji
statistik
0,026
ada
imunitas semakin menurun. Hal ini
hubungan bermakna antara jenis
menyebabkan virus Epstein Barr
kelamin dengan kejadian karsinoma
(EBV) lebih rentan menginfeksi
nasofaring.
individu > 40 tahun, infeksi virus
12
Analisis tersebut didukung oleh
seperti: Tar, karbon monoksida
yang
(CO), nikotin, ammonia, hydrogen
menyatakan karsinoma nasofaring
cyanide, nitrous oxide, formalin
lebih sering ditemukan pada laki-
hydrogen
laki dan apa sebabnya belum dapat
merthanol, aseton, naftalen, vinyl
diungkapkan dengan pasti, mungkin
chloride dan logam berat bersifat
ada hubungannya dengan faktor
karsinogen. Asap dari rokok juga
genetik, kebiasaan hidup, pekerjaan
memiliki
dan lain-lain sedangkan menurut
partikel-partikel karbon halus, akibat
Cottrill
(2003)
pembakaran yang tidak sempurna
Persentase lebih tinggi pada laki-laki
bisa menjadi penyebab langsung
kemungkinan disebabkan perbedaan
mutasi gen.
teori
Soepardi,
dan
dkk
Nutting
kebiasaan hidup serta pekerjaan
sulfide,
pyridine,
benzopyrene
yaitu
14
Pasien laki-laki juga
bekerja
yang menyebabkan laki-laki lebih
diluar rumah sehingga lebih banyak
sering kontak dengan karsinogen
terpapar asap, debu dan bahan kimia
penyebab
yang
karsinoma
nasofaring
berpotensi
menyebabkan
seperti kebiasaan merokok pada
proliferasi sel secara tidak terkendali.
laki-laki yang lebih dari 30 batang
Analisis ini didukung teori Soepardi,
mempunyai resiko 3 kali lebih besar
dkk
dari pada yg bukan perokok. Menghisap
1,13
rokok
memberikan
pajanan
karsinogenik
secara
yang
menyatakan
Pajanan
Pekerjaan terhadap fume, asap, debu
akan bahan
atau bahan kimia lain meningkatkan resiko
Karsinoma
Nasofaring
2
langsung
sampai 6 kali lipat. Peningkatan
terhadap nasofaring karena letak
resiko Karsinoma Nasofaring karena
nasofaring dibagian atas saluran
pajanan kerja terhadap formaldehid
napas yang merupakan tempat aliran
sekitar 2 sampai 4 kali lipat, didukung
asap rokok. Analisis ini didukung
oleh penelitian pada tikus, terutama
teori Zhuoling yang menyatakan
untuk tipe I tetapi tidak untuk tipe II
asap rokok mengandung tak kurang
dan III. Sejumlah besar senyawa
dari 4000 bahan kimia beracun yang
kimia bersifat karsinogenik. Kontak
terdiri dari berbagai komponen
dengan senyawa kimia dapat
terjadi akibat pekerjaan seseorang,
yang
makanan, atau gaya hidup. Adanya
(2006) tentang karakteristik gejala
interaksi senyawa kimia karsinogen
hidung penderita nasofaring yang
dengan DNA dapat mengakibatkan
menyatakan gejala pada karsinoma
kerusakan pada DNA. Kerusakan ini
nasofaring
ada yang masih dapat diperbaiki dan
gejala hidung yang berupa mimisan
ada yang tidak. Kerusakan pada
(epistaksis) sebanyak 56,7 % dan
DNA yang tidak dapat diperbaiki
hidung tersumbat 60,0 %.
dianggap
sebagai
penyebab 1
dilakukan
Hal
oleh
yang
ini
Suryanto
didapat
sesuai
adalah
16
dengan
teori
Soepardi, dkk yang menyatakan pilek
timbulnya proses karsinogenesis.
tersebut karena sumbatan hidung yang
c. Gejala Klinis dan Hubungan
terjadi tersebut diakibatkan karena
Gejala Klinis dengan Kejadian
pertumbuhan tumor yang terdapat
Karsinoma Nasofaring
dalam rongga nasofaring tersebut
Hasil penelitian lain yang terkait
akan menutupi koana, sedangkan sakit
dengan penelitian diatas (Tabel 4.3
kepala
dan Tabel 4.6) yaitu pada penelitian
nasofaring disebabkan karena tumor
Yokie (2011) yang mendapatkan hasil
sudah mengalami perluasan ke intra-
dari RSUD Dr. Pirngadi Medan yaitu
kranial
yang terbanyak pada gejala metastasis
medialis,
KGB atau terdapat benjolan di KGB
petrosfenoid.
leher. Hal ini dikarenakan banyak
foramen laserum dan mengenai grup
pasien datang berobat pertama kali
anterior saraf otak yaitu nervus II
saat
sampai nervus IV. Gejala epistaksis
sudah
terjadi
penyebaran
pada
pasien
menjalar
karsinoma
sepanjang
disebut
fossa
penjalaran
Biasanya
limfogen atau sudah stadium lanjut.
dikarenakan
Selain itu, pada daerah nasofaring
dengan kuat sekret dari rongga hidung
juga kaya akan jaringan limfatik,
atau
drainase limfatik dapat melintasi garis
palatum mole bergesekan dengan
15
permukaan tumor, sehingga pembuluh
tengah ke sisi leher kontralateral. dan penelitian
sewaktu
melalui
nasofaring,
darah di
menghisap
bagian
dorsal
permukaan
tumor
robek
dan
maupun dokter umum karena letak
menimbulkan perdarahan di hidung
keganasan
dan gejala tinitus disebabkan karena
tersembunyi di belakang tabir langit-
terdapat
langit.
sumbatan
pada
Tuba
5
awalnya Sehingga
yang hal
ini
Eustachius.
menyebabkan keterlambatan dalam
Menurut teori Soepardi gejala dini
diagnosis dan terapi. Bahkan pada
karsinoma nasofaring ialah gejala
>70 % kasus gejala pertama berupa
telinga, berupa telinga berdenging
lymphadenopathy
(tinitus) atau rasa tidak nyaman di
merupakan
telinga sampai rasa nyeri di telinga.
nasofaring.
cervical,
metastasis
yang
karsinoma
5
Hal ini dikarenakan tempat asal tumor dekat muara tuba Eustachius (fossa Rosenmuller)
tidak
Kesimpulan
jarang pasien
Berdasarkan hasil penelitian
dengan gangguan pendengaran ini
dan pembahasan hubungan usia,
baru
jenis kelamin dan gejala klinis
kemudian
penyebabnya 1
disadari
adalah
bahwa
karsinoma
dengan
kejadian
karsinoma
pada
nasofaring di RSUD dr. H. Abdul
penelitian ini mungkin bisa terjadi
Moeloek Provinsi Lampung Tahun
akibat
2013 - 2014, maka dapat diambil
nasofaring.
Perbedaan
pasien
yang
kurang
pengetahuan tentang tanda-tanda awal
kesimpulan sebagai berikut:
dan gejala karsinoma nasofaring dan
1.Distribusi frekuensi usia pasien
kanker
maupun
lebih tinggi pada kategori Berisiko
kesalahan pada diagnosis awal dokter
(>40 tahun) sebesar 56 orang (70,0
karena mirip dengan penyakit infeksi
%).
saluran
ini
2. Distribusi frekuensi jenis kelamin
didukung oleh teori Hadi Purnomo
pasien lebih tinggi pada kategori
yang
laki-laki sebesar 54 orang (32,5 %).
pada
napas
umumnya
atas.
menyatakan
Analisis
tumor
ganas
nasofaring ini tidak mempunyai gejala
3. Distribusi frekuensi gejala klinis
yang spesifik, seringkali tanpa gejala
karsinoma nasofaring pasien lebih
sehingga sulit dikenali oleh penderita
tinggi pada kategori pilek lama 62 orang (77,5 %) dan sakit kepala
hebat 62 orang (77,5 %), kemudian
4. Fachiroh,
J,
Schouten,
T,
diikuti oleh gejala epistaksis 59
Hariwiyanto.
orang (73,8 %) serta gejala tinitus 58
diversity of Epstein Barr virus
orang (72,5 %).
IgG
4. Ada hubungan usia dengan
Responses in nasopharyngeal
kejadian karsinoma nasofaring (p
carcinoma. A comparison of
value = 0,010 < 0,05).
Indonesian,
5. Ada hubungan jenis kelamin
European subjects, The Journal
dengan
of Infectious Disease. 2004
kejadian
karsinoma
nasofaring (p value= 0,003 < 0,05). 6. Gejala klinis yang memiliki
and
Molecular IgA
Antibody
Chinese,
and
vol.190, no.1, pp.53-62. 5. Purnomo Hadi. Analisis Gen
hubungan bermakna yaitu gejala
Epstein-Barr
epistaksis dengan nilai p value =
Antigen 3 (EBNA3) Penderita
0,015 < 0,05.
Karsinoma Nasofaring. [Tesis].
Daftar Pustaka
Yogyakarta;
1. Soepardi, dkk. Buku Ajar Ilmu
Sarjana,
Kesehatan
Telinga
Tenggorok Kepala Edisi
ke-6.
Hidung & Leher.
Jakarta:
Penerbit
Virus
Nuclear
Program
Universitas
Pasca Gadjah
Mada Yogyakarta. 2011. 6. Abdullah. B. S. Hasan. Challenges in the Management
Fakultas Kedokteran Universitas
of Nasopharyngeal Carcinoma.
Indonesia. 2007. pp.182.
Malaysian Journal of Medical
2. Susworo R. Kanker Nasofaring-
Sciences. 2009: 50-54.
Epidemiologi dan Pengobatan
7. Sastromoro, Sudigdo. Dasar-
Mutakhir dalam, Cermin Dunia
Dasar Metodologi Penelitian
Kedokteran.
Klinis. Edisi Ke Empat. Jakarta:
No.144.
Jakarta:
Penerbit PT. Kalbe Farma Tbk. 2004 p.16-19.
Sagung Seto. 2011. 8. Hidayat B. Hubungan antara
3. DEPKES RI. Laporan Nasional
gambaran timpanometri dengan
2007 Riset Bidang Kesehatan.
letak dan stadium tumor pada
Jakarta: Departemen Kesehatan
penderita karsinoma nasofaring.
Republik Indonesia. 2007.
[Tesis].Medan;Program
Pendidikan
Dokter
Spesialis
karsinoma nasofaring di RS
Bidang THT Bedah Kepala dan
Dharmais.
Leher FK USU. 2009.
Fakultas Kedokteran Indonesia.
Efek
9. Aliandri. Hematologis Kemoterapi
Samping Pemberian
pada
[jurnal].
Jakarta;
2008. 13. Cottrill CP, Nutting CM.
Penderita
Tumours of The Nasopharynx’,
Karsinoma Nasofaring di RSUP
Dalam Evans PHR, Montgomery
H. Adam Malik Medan. [Tesis].
PQ, Gullane PJ (Eds) Principles
Medan; FK USU. 2007.
and Practice of Head and Neck
10. Nilakesuma. Hubungan Faktor Resiko
Dengan
Karsinoma
Kejadian
Nasofaring
Oncology; Martin-Dunitz. UK, 2003. 193-214 & 473-8.
Di
14. Muchiri M. Demographic Study
RSUD dr. Kariyadi. Semarang:
of Nasopharygeal Carcinoma In
UNDIP. 2009.
Hospital Setting. East African Medical. 2008.
11. National Cancer Institute. Nasopharyngeal Cancer
15. Yokie.
Gambaran
Klinis
Treatment.U.S.A National Cancer
Penderita
Institute. 2009 .Available from:
Nasofaring
http://www.cancer.gov/cancerto
Pirngadi. Medan; FK USU.
pics/pdq/treatment/nasopharynge
2011.
al/HealthProfessional/page9. [diakses tanggal 21/03/2015].
12. Karyadi.
determinan
yang
berhubungan dengan kejadian
Karsinoma di
RSUP
Dr.
16. Suryanto. Karakterisktik Gejala Hidung
Pada
Penderita
Karsinoma Nasofaring di RSCM
[Skripsi]. Jakarta; Universitas Indonesia. 2006.